ANALISIS PELANGGARAN HAK BERAGAMA
Diajukan dalam rangka persyaratan memperoleh gelar Sarjana Humaniora
(S.Hum)
'---_
...
Universitas Islam Negerl SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTAOleh:
i"gl. 'i".
!,,""k
klasifikasi, G[[GZGセGGGGGGNGGGGャャGGGGGGGセGGGGGGGGGGGGGGGGMM
; .cr..O..;.
.l:7-
セ.
:
ZセZセZ]ZセZZZ]ZNZNZZ_Z_H
Nurmala sari
105022000849
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
Skripsi [-
pMセMセnMpMセMセMセMセMセMセMjaMnセMvセMAMセM
•.
セMLセMᄋMGᄋQ
Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk memenuhi syarat-syarat mencapai
Gelar SaJjana Humaniora (S Hum)
Oleh:
Nurmala sari
NIM: 105022000849
Dibawah Bimbingan
Pembimbing
セL
---Awalia Rahma, MA
NIP:
19710621 200112 2 001
JURUSANSEJARAHDANPERADABANISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
KEMERDEKAAN MYANMAR 1962-2008: ANALISIS PELANGGARAN
HAK BERAGAMA telah di ujikan dalam sidang Munaqosyah Fakultas Adab
dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 26 November 2009.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Humaniora (S.Hum) pada program studi Sejarah dan Peradaban Islam.
Jakarta, 26 November 2009
Sidang Munaqosyah
k、BGセ[イ
mッGイオセ
DI·s. H.M. DI Misbah, MA
NIP: 19591222199103 1003
Anggota
Penguji Merangkap Anggota
Prof. D' Budi Sulistiono M Hum NIP: 19541010198803 1 001
Sekel1aris Merangkap Anggota
User Abdul Matin SAg, MA,MA NIP: 19680807 199803 1 002
Pembimbing Merangkap Anggota
セ
..-/Awalia Rahma, MA
Analisis Pelanggaran Hak Beragama
Penelitian mengenai sej arah Islam di Asia Tenggara telah banyak dilakukan oleh para sejarawan baik lokal maupun tentunya sejarawan asing. Akan tetapi yang secara spesifik membahas umat Islam di Myanmar, khususnya etnis Rohingya, masih jarang ditemukan. Banyaknya perlakuan diskriminasi yang dikemudian hari mengarah pada pelangaran hak beragama oleh pemerintah setempat yang kian gencar direalisasikan pasca kemerdekaan 1948 dan memuncak khususnya pasca angkatan bersenjata Myanmar dibawah pimpinan jendral Ne Win merebut kekuasaan tahun 1962 dengan kebijakan "anti-[slamnya"nya, muslim Rohingya yang merupakan kumpulan minoritas muslim terbesar di Myanmar yang bermukim di Arakan Utara atau selatan Myanmar, dianiaya dan segala akses kehidupan termasuk dalam hal ini berbagai atribut keagamaan terkait mereka dibatasi dan dimusnahkan guna mengeluarkan mereka dari akar budaya bangsa.
Pada dasarnya, penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap kondisi umat Islam di Myanmar pasca kemerdekaan (1948), khususnya komunitas Rohingya, pasca angkatan bersenjata Myanmar mengambil alih kekuasaan(1962), dan ingin mengetahui sejauh mana kekuatan junta millter Myanmar di ranah internasional, dan peranan ASEAN dalam menyikapi berbagai isu kemanusiaan yang hingga kini masih tems berlangsung di negara tersebut, termasuk perlakuan dislaiminasi yang berujung pada pelanggaran hak beragarna muslim Rohingya oleh pemerintah setempat.
KATAPENGANTAR
Dengan ucapan Alhamdulillahirabbilalamin sebagai rasa terima kasih dan
puji syukur kepada Allah S.W.T., Tuhannya manusia, yang mengetahui apa-apa
yang ada di langit dan di bumi, yang nyata maupun tersembunyi, baik dalam
keadaan terang benderang maupun gelap gulita, slaipsi sederhana dengan judul
"MUSLIM ROHINGYA DAN HAM PASCA KEMERDEKAAN
MYANMAR 1962-2008: ANALISIS PELANGGARAN HAK BERAGAMA"
ini dapat terselesaikan.
Shalawat serta salam tak lupa penulis curahkan kepada pembawa cahaya
penerang RasulullahSAW besmia keluarganya dan para sahabatnya. Semoga kita mendapat syafaat di akhirat kelak.
Dalam penyusunan skripsi ini banyak kendala yang harns penulis hadapi.
Namun demikian, berkat Rahmat dan Bimbingan-Nya serta bantuan yang
berharga dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati dise!iai niat yang suci,
maka penulis ingin mengucap banyak terimakasih yang tiada terhingga kepada:
I. Dr. H. Abd. Chair, selah! Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah
3. Drs. H.M. Ma'aruf Misbah, MA dan Usep Abdul Matin Sag, MA,MA
selaku ketua dan sekertaris jurusan Sejarah dan Peradaban Islam Fakultas
Adab dan Humaniora UIN SyarifHidayatullah
4. Ibu Awalia Rahma, MA selaku dosen pembimbing yang membimbing
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas waktunya selama
membimbing penulis dengan segala kesabaran, saran-saran, dan
semangatnya.
5. Kepada segenap dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis
selama menjalani kuliah di UIN Syarif Hidayatullah.
6. Segenap pengelola dan staf perpustakaan Utama dan fakultas Adab dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya
(FIB) Universitas Indonesia, Perpustakaan Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI),
yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam mengadakan studi
kepustakaan.
7. Ayahanda Gozali dan Ibunda Mulyati, kakalc dan adik tersayang, serta
seluruh keluarga besar yang telah memberikan semangat, motivasi dan doa.
Sungguh kasih mu tak terbalaskan.
8. Terimakasih kepada bapak Tri AgllS S. Siswowihmjo, yang bersedia
meluangkan waktunya untuk menjawab persoalan terkait objek penelitian.
9. Bang Tion selaku pemilik dan pengelola toko buku gerak-gerik, yang
10. Ka Setyadi Sulaeman, dan ka Fahmi Irfani, yang senantiasa memberikan
masukan-masukan tambahan terkait penelitian dan memotivasi kepada
penulis.
II. Kepada sahabat-sahabat tersayang, Nikma Arini, Elda Wediana, Benny
Saputra, tempat ku berkeluh kesah, terimakasih atas segala perhatian.
12. Emy Kalsum, Ibnu Wicaksono, Ahmad Jufri, dan semua teman-teman yang
tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih atas kebersamaannya.
13. Rekan-rekan kelas SPI angkatan 2005, terimakasih atas terjalinnya makna
persahabatan ini.
14. Seseorang yang sangat spesial, yang selalu setia menemani dalam segala
kesusahan maupun senang. Terima kasih atas kebaikannya selama ini.
Salah satu tujuan dari disusunnya karya tulis ini adalah untuk
memenuhi sebagian persyaratan dalal11 l11encapai jenjang sarjana pada Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, sel110ga l11el11enuhi persyaratan
yang dil11aksud.
Penulis penyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sel11purna, oleh
karena itu penulis menerima kritik dan saran yang konstmktif untuk perbaikan
dikemudian hari. Akhir kata penulis sampaikan semoga karya tulis ini dapat
bermanfaat. Amin.
Ciputat, 03 September 2009
DAFTARISI
ABSTRAK .
KATA PENGANTAR II
DAFTAR lSI v
BAB I PENDAHULUAN
A. LataI' Belakang penelitian ..
B. Kerangka Teori Penelitian 5
C. Batasan dan Perumusan Masalah 6
D. Tuj uan dan Manfaat Penelitian 8
E. Metode dan Teknik Penulisan 9
F. Survey Kepustakaan II
G. Sistematika Penulisan 12
BAB II MYANMAR
A. Profil singkat negara Myanmar 14
B. Kebijakan pemerintah Myanmar terhadap rakyatnya secara umum 17
B.I Bidang Politik 18
B.2 Bidang Ekonomi 2 I
B.3 Bidang Sosial 22
BA Bidang Agama 23
C. Fonnasi awal politik Budha-isasi pemerintah Myanmar dan
pengaruhnya terhadap non- Budhis 24
BAB III HAK AZASI MANUSIA (KEBEBASAN BERAGAMA)
A. Konteks PBB 34
B. ASEAN 38
C. Myanmar 42
BAB IV PELANGGARAN HAK BERAGAMA MASYARAKAT MUSLIM
ROHINGYA
A.. Sekilas tentang Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Myanmar 45
B. Kondisi Umat Islam di Myanmar pra-kemerdekaan 52
C. Muslim Rohingya dan Pelanggaran Hak Beragama 55
D. Respon Dunia dan Peran ASEAN terhadap Pelanggaran Hak
Beragama Muslim Rohingya 68
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 78
B. Saran 81
ABMU AFPEL AICHR ALA ALF ALP ARIF AS ASEAN BBM BMC BSPP CCDAC HLP MSF NCGUB HRDU NLD PBB RNA RPF
: Aliansi Burma Muslim Union
: Anti Facisct People Freedom League
: ASEAN Inter-governmental Commission on Htmlan Rights
: Arakan Liberation Army
: Arakan Liberation Front
: Arakan Liberation Patty
: Arakan Rohingya Islamic Front
: Amerika Serikat
: Association of Southeast Asian Nations
: Bahan Bakar Minyak
: Burma Muslim Congres
: Burmesee Socialist Program Party
: Central Commite of Drug Abuse Control
: High Level Patlel
: Medecins Sans Frontieres
: National Coalition Govermentt of Union of Burma
: Human Rights Documentation Unit
: National Language for democracy
: Perserikatan Bangsa-Bangsa
: Rohingya National Allience
SLORC
TOR
UE
UNHCR
: State Law and Order Restoration Council
: Terms of Reference
: Uni Eropa
A. Latar Belakang Penelitian
Perang Dunia II (1939-1945) di Eropa, merupakan salah satu pristiwa
besar yang mengguncang peradaban dunia, di samping beberapa revolusi besar
yang te1ah teljadi di belahan lain sepelii: pemberontakan besar (1640-1660),
revolusi kejayaan (1668) di 1nggris, revolusi Amerika (sekitar tahun 1601-1766),
revolusi Perancis (1787-1799), revolusi Rusia (1917-1918) serta revo1usi Cina
(1911-1948).
Dalam konteks ini, hak - hak asasi manusia diinjak - injak, merupakan
dampak akibat berbagai peristiwa tersebut, khususnya pasca Perang Dunia II yang
dampaknya dapat dirasakan tidak hanya bagi para kontestan perang (Amerika dan
Uni Soviet), tapi juga pada negara - negara yang secara geografis jauh dari lokasi
peperangan, mengakibatkan timbulnya keinginan dari negara - negara yang
tergabung dalal11 Perserikatan BangsaBangsa (PBB) untuk l11erumuskan hak
-hak asasi manusia dalal11 suatu naskah internasionaL Usaha ini dikukuhkan pada
tahun 1948 dengan diterimanya Universal Declaration ofHuman Rigths.
Universal Declaration of Human Rights atau Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia l11erupakan tonggak penting l1l11at manusia dalam menjunjung
tinggi dan menghorl11ati ha1c asasinya, yang dalam peljalanan sejarah sering
terinjak -injak, terutama oleh mereka yang berkuasa. Deklarasi ini menjanjikan
Ancaman tindak kekerasan terhadap kebebasan beragama yang
merupakan wujud lain dari pelanggaran hak beragama, bukan saja secara konkrit,
empiris historis telah dan memang terjadi, akan tetapi nampak pula terus berulang
tezjadi.
Dalam konteks Myanmar, wujud nyata dari ancaman tindak kekerasan
terhadap kebebasan beragama, pada dasarnya telah terjadi jauh sebelum
Burma/Myanmar memperoleh kemerdekaannya dari Inggris (1948). Hal tersebut
nampak terlihat pada sejarah awal penderitaan Muslim Rohingya yang belmula
ketika orang - orang ultranasionalis Burma menduduki Arakan pada tahun 1784,
dimana pada saat itu muslim Rohingya mengalami penindasan dan penghancuran
dari pemerintahan Burma.I
Walaupun penghancuran Muslim Rohingya oleh pemerintah Burma
tersebut mulai redup dan sempat terhenti ketika Inggris menduduki Burma
(1822-1948) karena pemerintah Burma pada masa ini lebih memfokuskan diri pada
usaha mencapai kemerdekaan, namun penghancuran dan pengusiran Muslim
Rohingya kembali teljadi dan mulai terorganisir pada tahun-tahun pasca
kemerdekaan 1948,2 dan memuncak khususnya setelah angkatan bersenjata
Burma / Myanmar di masa kepemimpinan jendral Ne Win mengambil alih
kekuasaan pada tahun 1962, yaitu ketika pemerintahan menetapkan kebijakan
'Imam Nugraha dan Rizal Panggabean, Muslim Rohingya yang Terjajah di Negeri
Sendiri. Republika, 20 April 1997.
"Anti-Islam" terhadap Muslim Rohingya3 selaku komunitas Muslim terbesar di
Myanmar kala itu, yang dilatarbelakangi oleh anggapan bahwa Muslim Rohingya
bukan penduduk asli Myanmar. Kendati dalam catatan sejarah berbicara lain.
Orang - orang Budha datang ke wilayah Arakan pada tahun 1784,
yaitu tiga abad setelah seluruh Arakan menjadi Muslim dan menjadi bagian dari
kesultanan Bengal (1430)4 Bahwa Rohingya merupakan bagian dari bangsa
Myanmar, diakui oleh mantan Perdana Mentri Myanmar U Nu pada tahun 1954.
"Rohingya", kata U Nu, adalah penduduk asIi etnis Myanmar seperti juga etnis
Shan. Kachin dan Karen,,5
Melalui kampanye "ImigranIlegal"-nya6 yang mulai diproklamirkan pada tahun 1978, yang secm'a sengaja di tunjukan untuk muslim Rohingya
dengan tujuan mengeluarkm1 mereka dari akar budaya bangsa, pemerintah
Myanmar atau State Law and Order Restoration Council (SLORC)7 dalam ofens
if-nya antara lain menghancurkan masjid dan menggantiif-nya dengan pagoda,
membakar al-Quran dan desa kaum muslim, selia tak kurang dari 125.000 orang
Islam dipaksa masuk agama Budha8 oleh pemerintah, walaupun secm'a umum pemerintah Burma sebenarnya mencanangkan kebijakan kebebasan kepada
penduduknya dalam menjalankan agama mereka masing - masing.
31111amNugraha dan Rizal Panggabean.
"Agenda Panjang Muslim Rohingya.Republika, 20 Apri 1997.
5Ibid,
'Ibid,
Banyaknya diskriminasi dan perlakuan bumk yang pada akhirnya
mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah Burma! junta
Militer Myanmar terhadap minoritas di negaranya, khususnya Muslim Rohingya
yang paling teraniaya hingga kini, dan disebut-sebut sebagai salah satu etnis
paling teraniaya di dunia, tapi sekaligus juga dilupakan, menjadikan Myanmar
masuk dalam katagori negara yang paling tidak demokratis dan tertutup di dunia.
Tri Agus S Siswowiharjo9 dalam pernyataan pers KMSuB Nomor:
01/Feb/2009 mengungkapkan "Junta militer di sana sangat kejam terhadap
rakyat yang menuntut demola'asi dan etnis minoritas yang menuntut otonomi.
Junta militer Burma menguasai semua akses politik dan ekonomi di negeri itu.
Sehingga masyarakat minoritas seperti Karen, Kareni, Chin dan Mon yang
menuntut keadilan dan otonomi ditindas oleh rezim di Rangon (Yangon). Etnis
Rohingya yang mendiami Arakan State lebih menderita dibanding etnis minoritas
lainnya di Burma. Partai pemenang pemilu 27 Mei 1990, Liga Nasional untuk
Demokrasi (NLD) tak diperbolehkan membuat pemerintahan, bahkan para
pemimpinnya termasuk Aung San Suu Kyi ditahan hingga puluhan tahun".10
Beliitik tolak dari pemikiran minimnya perhatian baik itu dari kalangan
sejarawan, pemerhati HAM dan respon dunia internasional khususnya ASEAN,
maka penulis mel11ilih karya tulis ilmiah (skripsi) dengan judul "MUSLIM
ROHINGYA DAN HAM PASCA KEMERDEKAAN MYANMAR: 1962-2008:
ANALISIS PELANGGARAN HAK BERAGAMA"
'Tri Agus S. Siswowiharjo adalah Campaign manager KoaJisi Masyarakat SipiJ untuk Burma (KMSuB) di Indonesia.
B. Kerangka Teori Penelitian
Dalam penelitian ini, konsep penting yang akan dipergunakan sebagai
kerangka pemikiran dan teori yang secara fungsional akan menjelaskan tentang
keseluruhan isi skripsi ini adalah konsep tentang HAM. Terdapat definisi HAM
yang diberikan oleh beberapa lembaga dan tokoh yang mengamati secara khusus
masalah HAM.
Dalam situs resminya, PBB telah menetapkan bahwa "Human rights
are rights inherent to all human beings, whatever our nationality, place of
residence, sex, national or ethnic origin, colour, religion, language, or any other
status" II (Hak asasi adalah hak dalam diri setiap manusia, apapun kebangsaanya,
tel11pat kedial11annya, jenis kelal11in, kebangsaan atau asal SUktl, warna, agama,
bahasa, ataupun statusnya),
Jan Materson dalam ABC Teaching Human Rights l11erul11uskan HAM
dengan pengertian "Human Rights could be generally defined as Those rights
which are inherent in our nature and without which can not life as Human being"
(hak - hak yang melekat pada setiap l11anusia, yang tanpa hak - hak tersebut
manusia l11ustahil dapat hidup sebagai l11anusia).12
Dari dua konsep tentang HAM tersebut, dalal11 penelitian ini dengan
mengikuti tab'if kebebasan dalal11 perspektif HAM, maIm pelanggaran HAM yang
penulis l11aksud adalah pelanggaran atas kebebasan dasar (Fundamental
Freedom), yang menunjukkan suatu kebebasan yang sangat dibutuhkan secal'a
llhttp://www.un.org/rightl . Diakses pada 17 Marel2009
mutlak bagi pemeliharan dan perlindungan atas martabat manusia dalam suatu
negara sebagai suatu j enis perlindungan paling minim yang dapat diterima,
dimana kehidupan spiritual atau kebebasan berfikir, berkesadaran, berkeyakinan
dan beragama dipandang mutlak tercantum didalamnya.
Konsep tersebut penulis gunakan untuk menjelaskan mengenm
Pelanggaran Hak Beragama minoritas Muslim Rohingya. Pelanggaran ini telah
teljadi jauh sebelum Burma mencapai kemerdekaannya dari Inggris (1948) dan
makin gencar direalisasikan serta terorganisir pasca kemerdekaan (1948),
khususnya ketika militer sayap kiri pimpinan Jendral Ne Win merebut kekuasaan
pada tahun 1962, baik itu dalam perspektif sosiologis maupun dalam dokumen
historis.
C. Batasan dan Perumusan Masalah
Meninjau luasnya cakupan permasalahan, maIm dalam hal ini penulis
membatasi masalah pada kasus pelanggaran hak beragama minoritas Muslim
Myanmar yang tinggal di wilayah Arakan Utara yang dikenal dengan kaum
Muslim Rohingya, khususnya pasca kemerdekaan tahun 1962-2008. Hal tersebut
dikarenakan jumlah Muslim yang tinggal di Arakan Utara jauh lebih besar jika
dibandingkan dengan komunitas Muslim di wilayah lain di Myanmar seperti
Swebo, Yangoon, dan Mandalay, dm·i total populasi penduduk Myanmar]3 yang
mayoritas beragama Budha. Menurut laporan I-Iuman Right Watch Asia
(September 1996) menyebutkan daerah - daerah muslim di Myanmar khususnya
kriminalitas yang tinggi, termasuk diantaranya adalah korban penganiayaan oleh
Junta Militer Myanmar.14
Konteks waktu (1962-2008) penulis khususkan karena sejak tahun
1962 itulah, yaitu ketika U Nu selaku Perdana Mentri Myanmar pertama yang
berasal dari kalangan sipil dikudeta oleh militer yang dipimpin oleh jendral Ne
Win, berbagai pelanggaran HAM minoritas, khususnya Muslim Rohingya mulai
terorganisir dan makin gencar direalisasikan hingga kini.
Mengacu pada lingkup diatas, kajian 1111 difokuskan pada
permasalahan di bidang sosial-politik. Karenanya, pertanyaan - pertanyaan pokok
yang 111endasari pelacakan peristiwa dan penj abarmmya sebagai berikut:
I. Bagaimana situasi dan kondisi yang dialami umat IslaIl1 di Burma!
Myanmar pasca kemerdekaan 1948, khususnya ketika angkatan bersenjata
Burma mengambil alih kekuasaan tahun 1962-2008?
2. Kebijakan seperti apa yang ditetapkan pemerintah Burma! Myanmar
terhadap umat Islam, khususnya umat Islam Rohingya pasca angkatan
bersenjata menganlbil alih kekuasaan tahun 1962?
3. Bagaimana peran dan atau posisi ASEAN dalmll menangani berbagai isu
pelanggaran HAM yang berkembang di Myanmar, khususnya pelanggaran
hak beragama Muslim Rohingya setelah Myanmar masuk dalam lingkup
ASEAN pada tahun 19977
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Pada dasarnya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi
Muslim di Myanmar pasca kemerdekaan 1948, khususnya pasca angkatan
bersenjata Burma mengambil alih kekuasaan tahun 1962 yang dalam pengamatan
penulis menjadi batasan tahun masa awal memuncaknya berbagai pelanggaran
HAM minoritas Muslim di Myanmar khususnya Muslim Rohingya seCal'a
terorganisisr oleh pemerintah. Selain itu, penelitian ini bertujuan pula menemukan
sebuah jawaban tentang sejauh mana peran dan atau kapasitas ASEAN sebagai
sebuah lembaga yang khusus menangani masalah - masalah yang terjadi
dikawasan Asia Tenggara menyikapi isu tersebut.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
I. Menambah wawasan intelektual khususnya wawasan kesejarahan, terkait
sejarah Islam di Asia Tenggara khususnya Myanmar pasca angkatan
bersenjata Burma mengambil alih kekuasaan tahun 1962-2008.
2. Mengungkapkan sebuah fakta tentang kondisi yang dialami minoritas Muslim
di Myanmar khususnya Rohingya pasca allgkatan bersenjata Burma
mengambil alih kekuasaan tahun 1962-2008.
3. Mengungkapkan sejauh mana peranan ASEAN menyikapi kondisi yang
dialami minoritas Muslim di Myanmar khususnya Rohingya pasca Myanmar
masuk dalam lingkup ASEAN pada tahun 1997
4. Mengugkapkan sebab yang melatar belakangi telj adinya berbagai pelallggaran
hak asasi manusia di Myanmar, khususnya pelanggaran hak beragama
5. Menyumbang hasil karya penelitian bagi urN Syarif Hidayatullah pada
umumnya dan fakultas Adab dan Humaniora jurusan Sejarah dan Peradaban
Islam khususnya.
E. Metode dan Telrnik Penulisan
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
DeskriptijAnalitis,yang dalam hal ini penulis berusaha mendeskripsikan dan atau
menggambarkan suatu peristiwa atau kondisi yang dialami minoritas umat Islam
di Myanmar khususnya Rohingya, dan menganalisa data serta fakta guna
mendapatkan implikasi atas berbagai macam tindakan dan atau usaha peliahanan
kelompok minoritas Rohingya terhadap peristiwa yang menjadi objek kajian.
Teknik Book Survey penulis gunakan sebagai langkah awal
pengumpulan datal sumber terkait tema yang akan dibahas dengan menggunakan
beberapa sumber pustaka baik primer maupun sekunder, sepelii buku-buku,
jurnal, artikel dan atau berita dari koran - koran. Walaupun terdapat hambatan
dalam pengumpulan data baik primer maupun sekunder,15 hal tersebut tidaklah
memberikan dampak pesimis bagi penulis untuk melaksanakan research.
Adapun, tahap-tahap yang penulis gunakan untuk penulisan skripsi ini
adalah sebagai berikut :
1. Pengumpulan Data.
Untuk teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini,
penulis menggunakan metodelibrary Research (penelitian kepustakaan), yaitu
dengan cara mengumpulkan, membaca, mempelajari serta menelaah
buku-buku dan dokumen yang berkaitan dengan pembahasan yang penulis teliti.
Dalam usaha mendapatkan data dengan metode ini, penulis melakukan
kunjungan ke beberapa perpustakaan dan website terkait, serta wawancara.
Perpustakaan yang dituju antara lain: Perpustakaan Umum dan Fakultas Adab
dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Ilmu
Budaya (FlB) Universitas Indonesia, Perpustakaan Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPl), Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
(PNRI), ataupun tempat-tempat lain yang dapat penulis manfaatkan untuk
mencari sumber-sumber yang ada kaitannya dengan pembahasan skripsi ini.
Adapun wawancara, penulis lakukan dengan Tri Agus S.
Siswowiharjo selaku aktivis Koalisi Masyarakat sipil untuk Burma (KMSuB)
di Indonesia. Barn setelah itu, data-data dihimpun dan diseleksi guna
elijadikasn sebagai rnjukan utama elalam upaya penulis meneleskripsikan
tentang tema yang telah penulis angkat.
2. Pengolahan Data.
Setelah data-data eliperoleh, maIm tahap selanjutnya adalah
mengklasifikasikan elata-data berdasarkan permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini. Data-data tekstual seperti buku, majalah, artikel-artikel atau
berita elari koran-koran yang telah didapatkan, kemudian diolah serta
elimasukkan sebagai elata penunjang untuk tema yang sedang dibahas.
Setelah dilakukan klasifikasi data, tahap selanjutnya yang penulis
lakukan adalah melakukan analisa yang bersifat kualitatif, dalam artian
penulis akan menguraikan data-data historis tersebut dengan menggunakan
pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan konteks dimana perstiwa tersebut
teljadi. Pendekatan sejarah digunakan untuk mendeskripsikan kronologi
peristiwa yang tel:jadi pada masa pasca-Kemerdekaan. Sedangkan pendekatan
sosial-politik dalam hal ini, digunakan untuk menjelaskan bagaimana proses
yang melatarbelakangi teljadinya pelanggaran hak beragama minoritas
Muslim Rohingya pasca-kemerdekaan yang teljadi pada tahun 1962-2008
Adapun buku "Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan
Disertasi) UIN Syari( Hidayatullah Jakarta", terbitan CeQDA 2007, menjadi
buku acuan yang penulis gunakan untuk membantu dalam hal teknik penulisan
skripsi ini.
F. Survey Kepustakaan
Penelitian mengenai Sejarah Islam di Asia Tenggara telah banyak
dilakukan oleh para sejarawan baik lokal maupun tentunya sejarawan Asing.
Akan tetapi yang secara spesifik membahas tentang sejarah dan kondisi umat
Islam di Myanmar masih jarang ditemukan. Buku D.G E Hall, Sejarah Asia
Tenggaral6 walaupun menjelaskan Burma atau Myanmar pra-Islam sampai Islam
tiba di daerah tersebut sekitar abad ke-7, namun tidak menjelaskan lebih lanjut
kondisi umat Islam. Begitu juga buku "Pembangunan dan Kebangkitan Islam di
Faroukl7 yang walaupun menghadirkan kondisi umat Islam Burma atau Myanmar
sebelum dan pasca kemerdekaan 1948, tetapi buku tersebut tidak secm'a
komprehensif menjelaskan kondisi umat Islam di negara itu, khususnya Muslim
Rohingya selaku komunitas Muslim terbesar di Myanmar. Buku ini justru lebih
sebagai buku yang hanya mendeskripsikan kondisi umat Islam di Myanmar secm'a
umum yang lebih menonjolkan peran serta mereka dalam pembangunan sebelum
Burma dijajah Inggris (1822) melalui penguasaan atas Arakan, serta lebih banyak
membahas kondisi umat Islam di Thailand, Filipina, Malaysia dan Indonesia.
Sejauh pengamatan penulis, hanya buku "Minoriti Muslim Gambaran
dan Harapan menjelang Abad-21" editor Wan Kamal Mujanil8 yang mencoba
mendeskripsikan dan mengungkap prihal kondisi dan perkembangan umat Islam
di Myanmar, sebelum dan pasca kemerdekaan 1948. Bagaimana bentuk
diskriminasi dan atau tindakan usaha pemusnahan Muslim yang dilakukan
pemerintah sebelum dan pasca kemerdekaan, khususnya pasca angkatan
bersenjata Burma mengambil alih kekuasaan (1962), dipaparkan secara
komprehensif dalam buku ini.
Secm'a umum, skripsi ini mencoba menguatkan data-data yang telah
ada namun minim publikasi, dan berusaha mellyajikall data-data terbaru terkait
muslim di Myanmar khususllya Rohillgya.
I7Karya ini merupakan kumpulan artikel yang terhimpun dalam studi dan penelitian mengenai masalah - masalah umat Islam Asia Tenggara (ASEAN) yang diupayakan dalam
semangat menghadirkan keobjektifan akademis, pengetahuan dan kebenaran universal, atas banyaknya masalah yang dihadapi kaum Muslim Asia Tenggara.
G. Sistematik Penulisan
Sistematika pembahasan penelitian ini terdiri dari lima bab, diantaranya:
Bab I adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,
kerangka teori penelitian, batasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metode dan teknik penulisan, survey kepustakaan serta sistematika
penulisan.
Bab II akan menggambarkan profile singkat negara Myanmar,
kebijakan pemerintah Myanmar terhadap rakyatnya secara umum (dalam bidang
politik, agama, sosial dan ekonomi), dan kebijakan pemerintah Myanmar terhadap
minoritas Muslim.
Bab III akan membahas secara spesifik mengenai kebebasan beragama
dalam konteks PBB, ASEAN, dan Myanmar
Bab IV akan membahas Myanmar dan masyarakat Muslim Rohingya.
Sekilas tentang sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Myanmar, kondisi
umat Islam Myanmar pra-kemerdekaan, Muslim Rohingya dan pelanggaran hak
sipil beragama, dan respon masyarakat internasional serta peran ASEAN terhadap
pelanggaran hak beragama Muslim Rohingya.
Bab V merupakan bab penutup yang akan menyimpulkan pembahasan
A. Profil singkat Negara Myanmar
Myanmar adalah sebuah negara yang memperoleh kemerdekaan dari
Britania Raya (Inggris) pada tanggal 4 januari 1948. Dahulu disebut dengan
Burma! "Burma Bersatu". Didirikan pada tahun 1948 sebagai sebuah republik
Independent dengan Sao Shwe Thaile sebagai presiden peliamanya dan U Nu
sebagai Perdana Mentri pertama. Pergantian nama ini (dari Burma-Myanmar)
mulai diberlakukan pada 18 Juni tahun 1989, yaitu satu tahun pasca lengsernya
jendral Ne Win dari tampuk kekuasaanl1ya sebagai perdana Mentri kedua
pengganti U Nu, dan digantikan oleh jendral Saw Maung, yang sama halnya
dengan Ne Win berasal dari kalangan Militer.
Terdapat dua tujuan utama pergantian nama negara ini, peliama: sebagai
penekanan bahwa negara telah terbebas dari penjajah Inggris, kedua: sebagai
upaya menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan dikalangan etnis yang tersebar
dinegeri itu. Yang terakhir ini sebagaimana diungkap oleh Menlu U Ohn Gyaw,
bahwa kata "Burma" itu sesungguhnya merupakan nama salah satu suku bangsa
kami, sedangkan "Myanmar" dalam bahasa kami bermii seluruh Negara kita.19
Berlokasi paling ujung Barat di wilayah Asia Tenggara, dan
merupakan negara terluas kedua di Asia Tenggara yang terbentang hampir 1500
jika dibandingkan dengan keseluruhan kepulauan Indonesia.20 Letak geografis
yang berbatasan langsung dengan lima negara tetangga yakni, dengan Cina di
sebelah Utara; Laos di sebelah Timur; Thailand di sebelah Tenggara; Banglades
di sebelah Barat; India di sebelah Barat Laut; sebelah selatan berhadapan dengan
laut Andaman; dan sebelah Barat Dayanya menghadap ke Teluk Bengal,
menjadikan Myanmar sebagai salah satu negara dengan letak geografis yang amat
strategis bagi lalu lintas internasionaI. Area geografis yang menentukan bagi
Myanmar ini dapat dilacak dari Perjanjian Panglong.
Memiliki luas wilayah 678.500 km persegi, dengan area perairan yang
hanya 3,06% (wilayah pesisir selatan yang berhadapan dengan laut Andaman dan
Barat Daya Teluk Bengal).21 Jumlah penduduknya pada tahun 2005/2006
diperkirakan mencapai 55,396 juta jiwa, yang mana 27,540 atau 49,71 % adalah
laki-Iaki, dan 27,856 atau 50,29% adalah wanita,22 populasi ini terdiri dari
sejumlah kelompok etnis yang berbeda-beda, baik dalam bahasa, agama, ataupun
mobilitas sosialnya. 2/3 dari total populasi terdiri dari etnis Burma, dan 1/3
sisanya dari etnis minoritas.
Terdapat sekitar 135 kelompok etnis yang tersebar di Myanmar,
dengan lebih dari seratus bahasa dan dialek yang berbeda. Sulitnya memperoleh
daftar terkait nama dan jumlah etnis yang tersebar, ditunjang gambaran yang
2°The Roots, Fruits and Dreams qfAll Muslim in iVlyanmar. Al1ikel ini diakses pada 15
Maret 2008, dari http://www.rohingva.jp/pdf. h.I-2
21Awani Irewati, Myanmar dan Matinya Penegakan Demokrasi. DalamJurnal Penelitian
diberikan pemerintah yang umumnya menolak etnis minoritas tertentu,
mengakibatkan hanya beberapa etnis saja yang terlacak.
Berikut tabel yang menunjukan kelompok etnis terbesar yang
tersebar di Myanmar:23
Nama Agama Bahasa Perkiraan Populasi
Akha Animinsme Belum diketahui 100.000
Burman Budha Burma 29.000
Chin Kristen&Animinme Belum diketahui 750.000-1.500.000
China Budha &Tao Belum diketahui 400,000
Danu Budha Belum diketahui 70.000-100.000
Indian Islam & Hindu Belum diketahui 800.000
Kachin Kristen& Animisme Belum diketahui 500.000-1.500.000 Karen Budha& Kristen Belum diketahui 2.650.000-7.000.000 KalTeni Kristen& Animisme Memiliki 100.000-200.000
kemiripan dengan bahasa
Burma
Kayan Kristen& Animisme Memilki 60.000-100.000
kemiripan dengan bahasa
Burma
Kokang Budha& Tao Belum diketahui 70.000-100.000
Lahu Animisme& Kristen Behun diketahui 170.000-250.000
Mon Budha Belum diketahui 1.100.000-4.000.000
Naga Animisme& kristen Belum diketahui 70.000-100.000
Palaung Budha Belum diketahui 300.000-400.000
Pao Budha Belum diketahui 580.000- 700.000
Rankine Budha Belum diketahui 1.750.000- 2.500.000
Rohingya Islam Urdu 690.000-1.400.000
Shan Budha Shan/ memiliki 2.220.000- 4000.000
kemiripan dengan bahasa
Laos dan Thailand
Tavoyan Budha Belum diketahui 500.000
Wa Animisme Belum diketahui 90.000- 300.0000
Selain itu, terdapat pula dua kelompok etnis lain yang merupakan campuran dari
Burma-Eurasia24 yang berasimilasi dengan kelompok Bmma maupun India.
Agama Budha ditetapkan sebagai agama resmi negara.25 Ibukota
negara terletak di Rangoon26 yang pada tanggal 7 November 2005 dipindah ke
Pyinmana.27 Mata uang yang digunakan Kyat.
B. Kebijakan pemerintah Myanmar secant umum
Terkait kebijakan pemerintah Myanmar terhadap rakyatnya, pada
dasarnya mengacu pada konstitusi 1974, yang merupakan dasar dari sistem
perundang-undangan Myanmar.
Dikudetanya pemerintahan sipil di bawah pimpinan perdana Mentri U
Nu oleh kekuatan militer dibawah pimpinan Jendral Ne Win,28 menentukan arah
baru konstitusi Myanmar yang sejak pasca kemerdekaan 1948 menganut sistem
Bikameral29 berdasarkan konstitusi 1947. Pada masa ini (1948-1960)
pemerintahan ditetapkan secm'a demokratis berdasarkan perwakilan rakyat,
"'Kelompok ini mulai meninggalkan Myanmar sejak teljadinya kudeta militer tahun 1962 di bawah pimpinanjendral Ne-Win.Myanmar dan Matinya penegakan Demokrasi. h.7
"Penetapan ini mulai diberlakukan pasea kemerdekaan 1948 oleh Perdana Mentri
pertama Myanmar U Nu dengan landasan bahwa agama Budha merupakan agama yang dianut
oleh mayoritas penduduk.
26Tahun 2005, pemerintah Junta mengubah nama Rangoon menjadi Yangon.
27pyinmana merupakan kota keeil yang hampir menyerupai bunker, dan tergolong kota yang sibuk sel1a padat penduduk. Terletak digaris/jalur kereta api antara Mandalay dan Rangoon. Tidak begitu jelas sebab pemindahan wilayah ibu kota ini, namun nampaknya dilatarbelakangi
oIeh kekhawatirall Myanmar akan serangan tentara asing dimasa mendatang akibat keadaan
negaranya yang dinilai tidak demokratis. Shafiah Fifi Muhibat, Asean dan Masalah Myanmar,
dalam anal isis CSIS, vol.35,No.2. 2006. h.134
"Selain memiliki latar belakang fasis dalam pendidikan tentara pendudukan Jepang, Ne Win adalah tentara yang setelah mengunjungi RRC, lalu terkagum-kagum dengan system politik negara tersebut yang otoriter. Tri Agus S. SiwowihaJ:io, dalam makalahnya, Mengapa Junia
dengan model pemerintahan yang demokrasi liberal, serta politik luarnegri yang
netral, dimana kebebasan pers dan mengeluarkan pendapat serta berpolitik sangat
terbuka [uas tanpa tekanan dan rasa takut.
Secara umum, konstitusi 1974 merupakan respon dari berbagai
kebijakan yang dibuat Ne Win pasca kudeta militer 1962 yang dianggap tidak
sesuai lagi dengan kondisi Myanmar. Kebijakan Ne Win pada masa ini (1962)
lebih mengarahkan Myanmar menjadi Negara Sosialis (Burmese Way Socialism).
System satu partai politik Burmesee Socialist Program Party (BSppio yang
merupakan gabungan dari Budhism, Marxism, Xenophobia, Nasionalist dan
MegalomaniaJt diciptakan pada masa ini guna mencapai tujuan tersebut, dimana
pola kekuasaan yang dibentuk lebih bersifat tirani.
B.lBidang PoUlik
Dalam bidang politik, sejak awal pemberlakuannya, konstitusi 1974
telah melebur tiga lembaga pemerintah yaitu eksekutif, legislative dan yudikatif
dibawah People's Assembly, yang dalam hal ini kemudian dianggap rakyat
sebagai bentuk kesewenang-wenangan Junta Militer terhadap kebebasan sipil, dan
penghapusan hak - hak sipil dalam pemerintahan.J2
Dalam konstitusi 1974, pemisahan dan kemerdekaan dalam peradilan
tidak di perkenankan dan sistem satu partai masih diberlakukan. Artikel 11
30Pada masa pemberlakuan system 5atu partai ini, ekonomi Myanmar ambruk walaupun pemerintah menasionalisasikan beberapa perusahaan asing dan swasta, negara menuju pada
kebangrutan. Jan Donkers& Minka Nijhuis,Burma Behind the Mask. h. 58. Jihat pulaSang Merah Putih di Tanah Pagoda ... h. 67
negara menyebutkan"Burma Socialist Programme Party" (BSpp),33 sebagai satu
partai politik yang akan memimpin negara.
Di bawah konstitusi 1974, peraturan sistem satu partai hanya dapat
diubah mela1ui 75 % suara dari Pyithu Hluttaw (legislatife). Lebih dari 50 % suara
memilih pemilu dalam referendum tersebut.
Konstitusi 1974 sempat dinyatakan tidak berlaku lagi pada masa
pemerintahan jendral Saw Maung yang ditunjuk dewan jendral menggantikan Ne
Win pasca terjadinya pemberontakan yang muncul dalam bentuk demonstrasi
tahun 198834 yang dikenal dengan 'The 8888 Uprissing,35 sebagai wujud
kekecewaan rakyat yang telah mencapai puncaknya.36
Menaggapi kondisi tersebut, pemerintah kemudian membentuk Dewan
Pemulihan Ketertiban dan Hukum Negara atau State Law and Order Restoration
Council (SLORC) pada tanggal 18 September 1988, sebagai upaya membendung
maraknya demonstrasi anti-pemerintah militer, dan menyelenggarakan pemilu
dengan multipartai pada 27 mei 1990, sebagai usaha membendung pemberontakan
yang dimungkinkan akan teljadi.
Sayangnya, kemenangan mutlak oposisi yaitu Liga Nasional untuk
Demokrasi (the National Languagefor democracy/NLD) pimpinan Aung san Suu
33Constillllional Developments in Burma and Malaysia. Asia Views. Tempo, February 24-March 2, 2009. h.15
34pemberontakan menentang pemerintah yang dianggap gagal ini berlangsung selama 1 bulan dan berakhir dengan pertumpahan darah. Tragedy ini merupakan momentum sejal'ah politik terpenting dan terbesar yang pernah teljadi di Myanmar.Sang Merah Putih ditanah Pagoda., h.71
35penyebutan nama dan atau isti1ah ini dilatal'belakangi oleh konteks waktu. Tragedi ini terjadi pada langgal 8 Agustus 1988.
Kyi37 yang memenangi 80 % suara ditolak oleh pemerintah.38 Pemerintah di
bawah kendali militer tetap menjalankan roda pemerintahan dan memimpin
negara. Hingga taraf ini, SLORC menagkapi para anggota parlement terpilih dan
memenjarakan mereka, mengisolasi Aung San Suu Kyi dan menahmmya
dirumah39 hingga kini, serta memberangus semua gerakan pro-demokrasi baik
dikampus maupun diluar kampus. Kebebasan pers, berkumpul dml berpendapat
bagi masyarakat Myanmar dibatasi pada masa ini.
Sebagai ungkapan bukti bahwa pemerintah Myanmar bersifat transisi,
yang dengan landasan ini seolah ingin menunjukan kepada dunia bahwa suatu saat
Myanmar secara beltahap akan mentransfonnasikan bentuknya menjadi sebuah
pemerintahan yang demokratis, SLORC kemudian berganti nama menjadi SPDC
(State Peace and Development Council) pada tanggal15 November 1997.40
Pada masa-masa ini, SPDC tetap menjalankan kebijakan sebelumnya,
yaitu berusaha keras menciptakan citra dengan membebaskan tahatlan politik
yang dianggap tidak membahayakan keamanan nasional dan berjanji tidak akan
memegang kekuasaan negara dalam jangka waktu lama, atau dengan kata lain,
kekuasaan akan diserahkan kepada sipil setelah konstitusi baru terbentuk.
37Aung San Suu Kyi adalah ikon demokrasi di Myanmar yang memperoleh nobel
perdamaian padaI Nobel Peace Prize pada 1992, merupakan anak dari tokoh nasionalis Aung San
pad azaman pendudukan Inggris.
33Berbagai alasan dilontarkan pemerintah guna menolak hasil pemilu ini. Antara lain, pertama, pemilu hanyalah sebagai sarana atau ajang perolehan suara untuk mengetahui pembuatan konstitusi baru, dan bukan sebagai ajang untuk mentransformasikan kekuasaan. Kedua, menurut
ketentuan yang ada, seorang calon (dalam hal ini Aung San Suu Kyi) yang bersuamikan orang asing dan lama bermukim eli luar negeri, tielak dapat mengikuti pemilu; dan ketiga, pada saat ini belum ada konsitusi yang mengatur peralihan kekuasaan.
39Walaupun sempat dibebaskan sebagai tahanan rumah atas desakan dunia internasional,
pada 1995. namun pada tahun 2000 ia kembali ditangkap meski dua tahun kemudian dibebaskan kembali, dan pada 30 Mei 2003 status tahanan rumahnya dikembalikan, ketika ia dan para
B.2 Bidang Ekonomi
Sebelum militer mengambil alih kekuasaan sejak 1962, tingkat
kesejahteraan Myanmar di Asia berada di bawah Jepang, antara lain karena
Myanmar menjadi negara pengekspor beras terbesar di dunia. Namun pasca 1962
yaitu ketika militer mulai menguasai Myanmar, perekonomian Myanmar ambruk,
nilai mata uang jatuh dan banyak tabungan masyarakat di bank dihapus.
Walaupun tergo1ong negara yang sebenamya menyimpan kekayaan
alam41 yang tak kalah pentingjika dibandingkan dengan negara lain di dunia, dan
ASEAN khususnya, namun perekonomian Myanmar secara umum nampak
kurang maju dan masih jauh tertinggal.
Adanya embargo yang masih berlangsung dari negara - negara Barat
sejak tahun 1996 hingga kini, yaitu tidak adanya investasi barn, bantuan ekonomi,
dan mundurnya investasi yang telah ada, ditunjang dengan berbagai pembatasan
kegiatan perdagangan internasional dibawah kendali kuat Junta Militer,
mengakibatkan perdagangan luar negeri Myanmar tidak maksimal dan berdampak
pada terbatasnya penerimaan devisa negara.
Sikap Saw Maung42 yang lebih terbuka terhadap bantuan asing,
pengurangan kontrol serta mendorongan masuknya investasi asing yang mulai
dijalankan sebagai upaya mereformasi bidang ekonomi yang sempat hancur pada
masa pemerintahan Ne Win, sempat menghantarkan perekonomian Myanmar
membaik diawal kepemimpinannya.
4lBeras, kayu, opium, gas a1am, dan bebatuan yang berharga seperti giok dan rubi, yang
disamping kandungan minyak di sekitar laut Andaman, menjadi andalan utama Myanmar dalam
Pasca Saw Maung, Myanmar mengalami sejumlah tekanan dari luar
dan dalam negeri, diantaranya adalah pemerintah dengan Central Commite of
Drug Abuse Control (CCDAC) menetapkan rencana 15 tahun pada 7 Oktober
1998, untuk menghapusan opium43 dengan tujuan menghancurkan secara
l11enyeluruh pertumbuhan, produksi, dan penyalahgunaan obat bius di seluruh
negeri dalam waktu 15 tahun atas desakan Amerika Serikat (AS).
Keputusan menaikan harga bahan bakar l11inyak (BBM) sebesar 500
persen pada tanggal 15 Agustus 2007, dimana bensin, maupun solar naik dua kali
lipat dan harga gas kompresi -yang digunakan sebagai bahan bakar bus-bus di
Myanmar naik lima kali lipat.44 Disambut dengan demonstrasi besar-besaran di
Myanmar yang kemudian mendapat dukungan pula dari para biksu Budha.
Kenaikan harga ini benar-benar mel11ukul rakyat Myanmar, sebab harga dan tarif
transportasi publik terpaksa naik.
8.3 Bidang Sosial
Dalam bidang sosial dan budaya, dengan mengacu pada konstitusi
1974, pemerintah berusaha meningkatkan pelayanan sosial dengan membentuk
Four social Objectives yaitu meningkatkan l110ralitas seluruh bangsa,
meningkatkan kebanggaan dan integritas bangsa, l11el11elihara dan menjaga
wansan budaya dan karakteristik bangsa, serta l11eningkatkan kesehatan,
kemal11puan dan standar pendidikan seluruh bangsa, dengan menaruh perhatian
'UOpium merupakan komoditas terbesar Myanmar dalam sector perdagangan internasional, yang mulai ditanam dan dibudiyakan pacta masa colonial Inggris. Usaha penghapusan ini dilatarbelakangi oJeh keIja5ama al1tarapemerintah Myanmar dan AS pacta tahun
penuh terhadap sektor pendidikan dan kesehatan,45 dan memperkenalkan
proyek-proyek terpadu, satu diantaranya ialah membangun kembali istana-istana ktmo
dari jaman kerajaan, pendirian patung-patung raja selia menjamin pendidikan
bahasa etnis berkembang di Myanmar, walaupun dalam prakteknya banyak terjadi
pelanggaran46 terhadap ketentuan tersebut dan pemerintah tetap tidak memberikan
ruang untuk memelihara identitas budaya etnis minoritas.47
Guru dan biarawan ditangkap pada tahun 1991 sebagai usaha
menghalau penggunaan bahasa Mon. Di Myiktyina,48 pembelajaran khusus bagi
Kachin muda di liburan musim panas mereka untuk belajar bahasa mereka
ditutup. Sejak militer berkuasa tahun 1962, perkembangan surat kabar / harian
umum yang menggunakan bahasa etnik minoritas tidak lebih dari duabelas, dan
sejak tahun 1988, tak satupun dari keduabelas harian yang menggunakan bahasa
minoritas yang berkembang diijinkan beraktifitas oleh pemerintah.49 Pemerintah
menindak tegas siapapun dan dengan cara apapun yang menyatakan identitas
etnik mereka dengan tulisan.
B.4 Bidang Agama
Pemerintah Myanmar secara umum mencanangkan kebijakan untuk
memberi kebebasan kepada penduduknya dalam menjalankan agama mereka
masing - masing. Hal ini sebagaimana tercantum dalam undang - undang
450alam bidang pendidikan, pemerintah berusaha mengaktitkan dan membangul1 sekolah-sekolah UITIUl11 maupun kejul"uan. Sementara dalam bidang kesehatan, telah dibangull ;berbagai
samna dan prasarana kesehatan seperti rumah sakit, klinik dan lain-lain, disamping meningkatkan mutu tenaga medis memberikan penyuJuhan mengenai pencegahan dan penaggulangan penyakit
TBC, HIVI AIDS dan Malaria. Sang Merah ?utih Di tanah pagoda.,h. 84-85
46Selain melumpuhkan jaringan internet, pemerintahpull merusak kabel bawah air untuk menghentikan jaringan interernet. Pasca tereeksposnya berbagai pelanggaran HAM di Myanmar.
Myanmar pasal 12 dan 147 yang menyebutkan bahwa pemerintah menJamm
kesetaraan dalam hukum tanpa melihat soal ras, agama, status, maupun jenis
kelamin,5o walaupun dalam prakteknya tetap ketat mengontrol dan menguasai
kehidupan beragama.
Selama kekuasaan berada ditangan militer, pemerintah dalam ofens
if-nya menghancurkan tempat - tempat ibadah non-Budha. Masjid dan gereja yang
diganti dengan pagoda, menjadi sasaran utama pemerintah karena Kristen dan
Islam merupakan minoritas terbesar yang tersebar di Myanmar. Namun
diskriminasi paling parah teljadi terhadap Muslim Rohingyadi wilayah Rakhine.
Pemerintah memperkenalkan dan kemudian menetapkan wilayah
terlarang bagi Muslim Myanmar khususnya pada tahun 1991. Pada masa ini,
AI-Quran dan desa kaum Muslim yang terletak di wilayah yang menjadi titik
kediaman Ulnat Islam seperti Yagoon, Swebo, Mandalai dan Rakhine dirusak dan
atau dibakar oleh tentara, tanah mereka dirampas dan diperuntukan bagi
pemukiman baru Budha51
C. Formasi awal politik Budha-isasi pemerintah Myanmar dan pengaruhnya terhadap non Budhis
Myanmar pada masa pra-Islam, merupakan kerajaan yang telah
merdeka sejak sekitar abad 266 SM hingga tahun 1782 M sebelum berada
dibawah pemerintahan Burma, yang sama halnya dengan negri-negri di Asia
Tenggara lainnya yang telah didominasi agama Hindu dan Budha yang dibawa
oleh orang-orang India melalui jalur perdagangan, Myanmar memiliki sejarah
yang cukup panjang.
Dominasi agama Budha di Myanmar dapat diketahui dari adanya para
pedagang dari Cina yang telah melalui daerah ini. Hal ini dapat terlihat dari
sumber Cina yang menyebutkan rute jalan tua yang dilintasi melalui jalur darat,
antara Cina dan Barat, yang kemudian menyebrangi daerah bagian utara negri ini
(Myanmar). Petunjuk pertama pemakaiannya adalah tahun 128 SM, yaitu ketika
Chang Chi' en menakl ukan negri Cina dari propinsi Seachuan, di Bactria.
Langkah-Iangkah diambil untuk menghubungkannya dan pada tahun 69 SM Cina
menemukan perpectum Yung Chang menyebrangi Mekong dengan markas
besarnya di Timur Salween, kira-kira 60 Mil dari perbatasan Myanmar sekarang.
Terkait formasi awal politik Budha-isasi pemerintah Myanmar
terhadap rakyatnya, pada dasarnya memiliki hubungan erat dengan penerapan
kebijakan pemerintah Kolonial Inggris di Myanmar. Kebijakan pemerintah
kolonial yang seCaI'a umum memberikan keleluasaan kepada masyarakat
Myanmar yang sejak awal perkembangannya memang telah didominasi agama
Budha, untuk mengekspresikan kehendak hidupnya, termasuk dalam hal ini
kebebasan dalam melaksanakan kegiatan keagamaan, yang pada akhirnya
walaupun masih terasa asing, masyarakat Myanmar pada masa ini dapat
menikmati kehidupan yang damai.
Dalam konteks ini, pendidikan modern yang dinikmati oleh
generalisasi keagarnaan (Budha) murni menjadi basis keangkitan paradigma barn,
dan berujung pada pembentukan berbagai organisasi kebangkitan agama Budha.52
Walaupun sejak masa pemerintahan U Nu eksistensi agama Budha
telah diakui secm'a permanen, namun sejak militer berkuasa 1962, ambisi untuk
melakukan asimilasi seluruh rakyat Myanmar kian gencar direalisasikan dengan
penetapan kebijakan 'Burmaisasi' yang bertujuan mengontrol dan memperlemah
identitas etnis minoritas yang berkembang, dan berusaha menumbuhkan
kesadaran masyarakat untuk menjadi Budha seutuhnya.
Tradisi rakyat Myanmar yang sangat mempercayai adanya hubungan
erat antara keagungan dan kekuasaan dengan ajaran Budha. Sebelum tahun 1885,
dalam l1lasa kerajaan, raja dipandang sebagai pembela agama, dan gelar tersebut
l1lerupakan legitimasi yang diperolehnya sebagai pemimpin kerajaan.53 Hal ini
mengakibatkan pemerintah militer aktif melaksanakan pendekatan keagamaaan
l1lelalui para biksu, dengan membangun dan merehabilitasi pagoda di seluruh
wilayah Myanmar, serta l1lerangkul kaum oposan dengan memberikan konsensi
politik apabila bersedia berkerjasal1la.
Sikap eksklusif pemerintalJ Myanmar terhadap masyarakat Myanmar
yang beragama Budha, mengakibatkan sentiment etnis dan konflik agmna lcian
marak di Myanmar.
D. Kebijakan pemel'intah Myanmar terhadap Muslim
Dalam sejarah Myanmar telah tercatat, bahwa hubungan anatara
pemerintah pusat dengan etnis minoritas khususnya Muslim adalah hubungan
antara pemegang otoritas dengan pemberontak. Paling tidak, demikianlah posisi
yang diambil pemerintah Myanmar terhadap umat Islam khususnya Rohingya.
Hingga kebijakan yang dibuat pun terhadap kelompok yang satu ini adalah
kebijakan memadamkan pemberontakan yang cenderung merugikan dalam segala
bidang.
Terkait kebijakan pemerintah Myanmar terhadap Islam, penetapan
yang dibuat adalah kebijakan "Anti-Islam" khususnya terhadap Muslim
Rohingya54 selahl komunitas Muslim terbesar di Myanmar.
Melalui kampanye "ImigranIlegal"_nya55 yang mulai diproklamirkan pada tahun 1978, yang bertujuan mengeluarkan orang - orang Islam khususnya
Rohingya dari akar budaya bangsa, pemerintah Myanmar (SLORC) dalam ofensif
nya antara lain menghancurkan masj id dan menggantinya dengan pagoda,
membakar Al-quran dan desa kaum muslim, tak kurang dari 125.000 orang Islam
di paksa masuk agama Budha56 oleh pemerintah, dipaksa memakan daging babi,
memperkosa wanita-wanita Islam, mengusir orang - orang Islam dari tempat
tinggal mereka dan melarangnya kembali.57
Lebih memprihatinkan lagi, ketika junta militer melancarkan apa yang
disebut Operasi Raja Naga (Nagamin) pada tahun tersebut (1978) untuk
54ImamNugraha dan RizaI Panggabean. !I1uslim Rohingyayang terjajah di Negri
sendi,.i.Republika, 20 April 1997
"Ibid.,
membatasi ruang gerak suku Rohingya dalam bidang politik, ekonomi dan
b - <8 se agall1ya:
Di bawah undang-undang Myanmar tahun 1982 tentang warganegara,
masyarakat Islam Myanmar umumnya dan Rohingya khususnya, diperlakuakan
sebagai warga kelas dua yang hak kewarganegaraannya dikurangi bahkan
dihilangkan_59Dengan tidak diperkenankan memiliki kartu identitas (KTP), segala
akses yang berhubungan dengan hak-hak warganegara seperti memperoleh
pekeljaan, ijin peljalanan, peluang berdagang, memperoleh pendidikan hingga
l11enikah bagi l11asyarakat Islam di Myanmar dibatasi dan atau dipersulit60
Dalal11 bidang ekonol11i, penetapan pajak oleh pemerintah yang
dikhususnya bagi l11asyarakat Islam Myanmar khususnya Rohingya, adalah
penetapan pajak yang dihitung dari persentase tanah yang dimiliki oleh petani,
bukan dari hasil panen_ Perhitungan ini dirasa merugikan petani Muslim
khususnya Rohingya yang sebagian besar l11el11iliki tanah yang tidak SUbUL
Namun del11ikian, pel11erintah tetap l11el11berlakukan pajak padi tersebut
berdasarkan luas tanah, hingga banyak petani rohingya tidak mal11pu
l11el11bayarnya_
Sejak tahun 1992, l11asyarakat Rohingya l11endapat kewajiban pajak
banL Seluruh bentuk usaha dipajaki oleh pemerintah. Setiap keluarga Rohingya di
Arakan Utara harus l11embayar pajak cabe di pasar dengan harga 500 kyat dan
"Tajuk Rencana, Mimpi Buruk Gelombang Pengungsi_ Kompas, 31 Januari 2009 "Riza SillbudL 11_ 90
"menjualnya" ke pihak pemerintah dengan harga yang telah ditentukan
pemerintah, yaitu 100 kyat. Mereka juga hams membayar flee bila ingin mencari
ikan di sungai atau memotong bambu di hutan. Pajak juga diterapkan kepada
petani ternak. Pemilik sapi hams membayar 80 kyat setahun, sedangkan kambing
dikenakan 30 kyat setahun. Masyarakat Rohingya juga hams membayar ijin
bepergian dari kampungya ke kampung berikutnya atau kepasar untuk menjual
hasil produksi mereka, dan tak jarang ketika sampai dipasar, militer seringkali
datang dan mengambil apa yang mereka inginkan tanpa mau membayar. Selain itu
masyarakat Rohingya pun dipaksa membantu pembangunan pagoda Budha tanpa
pengecualian61 Penetapan pajak oleh pemerintah yang seringkali tidak popular
dikalangan masyarakat pada umumnya,62 mengakibatkan kemiskinan dan
kelaparan yang tergolong parah diderita kelompok Muslim di Myanmar.
Tekanan lain yang dilakukan pemerintah terhadap kelompok muslim
diantaranya diberlakukannnya draf undang - undang perkawinan yang disodorkan
oleh mentri kehakiman sejak tahun 1949, isinya menjamin hak wanita muslim
untuk bercerai jika: I) keberadaan suaminya tidak diketahui, 2) jika suami
melepaskan tanggung jawabnya selama 6 bulan, 3) sejak perkawinan suami
menderita impotensi, gila selama satu tahun, atau lebih, menderita kusta, dan 4)
suami melakukan kekerasan fisik,63 yang dinilai kaum Muslim Myanmar
61Riza Sihbudi. h. 91
bertujuan mengakhiri perkawinan bagi setiap wanita Muslim dan melanggar
syariat.
Penyebaran pamplet yang berisi propaganda anti muslim yang
disebarkan SLORC guna memecah belah komunitas Islam-Budha, yang umumnya
berisi ajakan kepada seluruh masyarakat Budha Myanmar untuk melawan
ekspansi Muslim dan menuduh orang-orang Muslim ingin menguasai seluruh
daerah Myanmar sebagaimana terjadi di Malaysia dan Indonesia melalui dakwah
Islam yang tersebar dimana-mana, pada akhirnya mengakibatkan pertentangan
dan ben,jung pada perasaan anti Muslim pula dari kalangan masyarakat
non-Muslim di berbagai wilayah di Myanmar. Sebagai contoh, Maret 1997, non-Muslim
diserang oleh para biksu Budha di berbagai tempat di Myanmar termasuk di dua
kota Ranggon dan Mandalay.64 Para biksu mengobrak abrik dan merusak masjid
disertai perampasan kekayaan orang Islanl. Akibatnya, lebih dari 20.000 muslim
Myanmar yang tinggal di Karen dan Mon mengungsi ke perbatasan Thailand.
64Tidak begitu jelas alasan penyerangan ini, Hamlin beberapa sumber menyebutkan
penyerangan ini dipicu oleh rtlmor ballWa seorang gadis kecil dari keluarga Budha diperkosa oleh seorang pemuda Muslim. Versi lain menyebutkan masalah justru berawal ketika pihak militer
(KEBEBASAN BERAGAMA)
Kendati ide mutakhir hak asaSl manUSla (HAM) dibentuk semasa
Perang Dunia II, namun pengeltian bam tentang konsep tersebut masih tetap
menggunakan sejumlah gagasan umum tentang kebebasan, keadilan, dan hak-hak
individu. Gagasan bahwa hukum kodrat atau hukum dari Tuhan mengikat semua
orang dan mengharuskan adanya perlakuan yang layak dimana hal tersebut erat
terkait dengan gagasan mengenai hak kodrati di dalam tulisan-tulisan para
teroretisi seperti Locke dan Jefferson maupun di dalam deklarasi hak seperti
Deklarasi Hak Manusia dan Hak Warga Negara(Declaration ofthe Rights afMan
and the Citizen) di Perancis dan Pernyataan Hak Asasi Manusia di Amerika
Serikat (Bill of Rights) masih dominan mewarnai konsep HAM masa kini.
Implikasinya, semua orang dimasa kini dapat mengatakan bahwa gagasan hak
asasi manusia yang ada saat ini hanya mempakan pengembangan konsep tersebut.
Di dalam ranah hak asasi manusia (HAM), dikenal istilah hak asasi
manusia dasar (Basic Human Rights), yaitu hak asasi manusia yang umumnya
dianggap amat perlu untuk memberikan keutamaan atau prioritas dalam hukum
dan kebijakan, baik ditingkat nasional maupun internasional. Hak-hak itu adalah
hak yang memastikan kebutuhan primer, material dan non material dari manusia
Meskipun tidak ada daftar hak yang diterima secara umum tentang hak
yang bersifat dasar ini, akan tetapi termasuk didalamnya adalah hak untuk hidup,
hak atas makan, papan, pelayanan medis, kebebasan dari penyiksaan, dan
kebebasan beragama(termasuk kebebasan berkeyakinan).
HAM sebagaimana yang dipahami dalam dokumen-dokumen hak asasi
manusia yang muncul pada abad ke -20 seperti Delarasi universal, mempunyai
sejumlah ciri yang menonjol. Pertama, dimaksudkan agar kita dan atau seluruh
umat manusia diseluruh negara tidak kehilangan gagasan yang telah tegas
menyebutkan bahwa hale asasi manusia adalah hale. Walaupun makna istilah ini
tidak begitu jelas, namun setidaknya kata tersebut menunjukkan bahwa itu adalah
norma-norma yang pasti dan memiliki prioritas tinggi yang penegakannya bersifat
wajib.
Kedua, hak-hak tersebut dianggap bersifat universal, dalam artian
dimiliki oleh manusia semata-mata karena ia adalah manusia. Pandangan ini
menunjukkan secm'a tidak langsung bahwa karakteristik seperti ras, jenis kelamin,
agama, kedudukan sosial, dan kewargmlCgaraan tidak relevan untuk di persoalkan
apakah seseorang memiliki dan atau tidak memiliki hak asasi manusia, selain itu
hal inipun menyiratkan bahwa hak-hak tersebut dapat diterapkan di selumh
dunia. Salah satu ciri khusus dari hak asasi manusia yang berlaku dimasa sekarang
adalah bahwa itu merupakan hak internasional. Kepatuhan terhadap hak sempa itu
telah dipandang sebagai obyek perhatian dan aksi internasional yang sah.
Ketiga, hak asasi manusia dianggap ada dengan sendirinya, dan tidak
hukum di negara-negara tertentu. Hak ini boleh jadi memang belurn merupakan
hak yang efektif sampai ia dijalankan menurut hukum, namun hak itu eksis
sebagai standar argumen dan kritik yang tidak bergantung pada penerapan
hukumnya.
Keempat, hak asasi mamlSla dipandang sebagai norma-norma yang
penting. Meski tidak seluruhnya bersifat mutlak dan tanpa perkecualian, hak asasi
manusia cukup lmat kedudukannya sebagai pertimbangan normatif untuk
diberlakukan di dalam benturan dengan norma-norma nasional yang bertentangan,
dan untuk membenarkan aksi internasional yang dilakukan demi hak asasi
manUSla. Hak-hak yang dijabarkan di dalam Deklarasi tersebut tidak disusun
menurut prioritas; bobot relatifnya tidak disebut. Tidak dinyatakan bahwa
beberapa di antaranya bersifat absolut. Dengan demikian hak asasi manusia yang
dipaparkan oleh Deklarasi itu adalah sesuatu yang oleh para filsuf disebut sebagai
prima facie rights.
Kelima, hak-hak ini mengimplikasikan kewqjiban bagi individu
maupun pemerintah. Adanya kewajiban ini, sebagaimana halnya hak-hak yang
berkaitan dengannya, dianggap tidak bergantung pada penerimaan, pengakuan,
atau penerapan terhadapnya. Pemerintah dan orang-orang yang berada di mana
pun diwajibkan untuk tidak melanggar hak seseorang, kendati pemerintah dari
orang tersebut mungkin sekaligus memiliki tanggung jawab utama untuk
mengambil langkah-langkah positif guna melindungi dan menegakkan hak-hak
Kebebasan beragama yang dalam hal ini terrnasuk dalam pasal 18
deklarasi universal,I mengimplikasikan bahwa setiap manusia dimuka bumi ini
tanpa terkecuali, bebas menentukan dan atau menyatakan agama atau kepercayaan
mereka berdasarkan hati nuraninya masing-masing, beribadat dan mentaatinya,
baik sendiri maupun bersama-sal11a dengan orang lain, di muka umum l11aupun
secara individu.
Berikut perspektif HAM dalam konteks PBB, ASEAN dan Myanmar,
khususnya terkait dengan kebebasan beragama yang sekaligus menjadi fokus
bahasan penulis.
A. Konteks PBB
Sebagaimana yang telah penulis singgung dalam kerangka teori
penelitian, bahwa secm·a historis konsep HAM muncul sepanjang abad ke-17 dan
ke-18 di Inggris dan Perancis, dan l11ulai dideklarasikan secm·a universal oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 10 Desember tahun 1948 yang
l11erupakan implikasi dari banyaknya tindak pembunuhan dan kerusahan dahsyat
selama Perang Dunia II
Terkait konsep HAM dalal11 konteks Perserikatan Bangsa - Bangsa
(PBB), pada dasarnya telah di l11uat dalal11 draf paling awal sejak organisasi ini
tentang hak asaSl manusJa yang harus dianut oleh negara manapun yang
bergabung di dalam organisasi ini?
Seiring banyaknya kesulitan yang ditimbulkan akibat pemberlakuan
ketentuan piagam ini, dimana negara - negara yang tergabung dalam organisasi
turut mencemaskan prospek kedaulatan mereka, yang dikemudian hari
mengakibatkan banyak negara bersedia untuk "mengembangkan" hak asaSl
manusia namun tidak bersedia "melindungi" hak tersebut, maka diputuskanlah
untuk memasukkan acuan tentang hak asasi manusia di dalam Piagam PBB (UN
Charter).
Sebuah pernyataan internasional tentang hak asasi manusia dibentuk
oleh Komisi Hak Asasi Manusia (Commission on Human Rights) bentukan PBB.
Dalam piagam ini, "keyakinan akan hak asasi manusia yang mendasar, akan
martabat dan harkat manusia, akan persamaan hak antaI'a laki-Iaki dan perempuan
serta antara negara besar dan negara kecil" ditegaskaI1 kembali. Para
penandatangannya mengikrarkan diri untuk "melakukan aksi bersama dan terpisah
dalam kelja sama dengan Organisasi ini "untuk memperjuangkan" penghargaan
universal bagi, dan kepatuhan terhadap hak asasi manusia selia
kebebasan-2Untuk sebuah tinjauan sejarah tentang Universal Declaration of Human Rights dan
sebuah garis besar ten tang isu-isu pokok yang diperdebatkan sebelum pemberlakuannya, lihat Louis B. Sohn, "A Sh0l1 History of Ihe United Nations Documents on Human Rights," di dalam
Commission to Study the Organization of Peace, The United Nations and Human Rights:
Eighteenth Report of the Commission (Dobbs Fery, New York: Transnational Publishers, 1968),
kebebasan mendasar untuk seluruh manusia, tanpa membedakan ras, Jel11S
kelamin, bahasa atau agama."
Dua puluh satu pasal peliama dalam Deklarasi tersebut menampilkan
hak-hak yang sama dengan yang terdapat di dalam Pernyataan Hak Asasi Manusia
(Bill ofRights) yang termaktub di dalam Konstitusi Amerika Serikat sebagaimana
yang telah diperbarui saat ini. Hak-hak sipil dan politik yang mendominasi
deklarasi tersebut meliputi hak atas perlindungan yang sama dan tidak pandang
bulu, perlindungan hukum dalam proses peradilan, privasi dan integritas pribadi,
serta partisipasi politik.
Pasal 22 sampai 27 mengemukakan hak atas tunjangan ekonomi dan
sosial seperti jaminan sosial yang merupakan suatu standar bagi kehidupan yang
layak -- dan pendidikan. Hak-hak ini menegaskan bahwa, sesungguhnya, semua
orang mempunyai hak atas pelayanan-pelayanan kesejahteraan dari negara.
Kebebasan beragama selain tercantum didalam Universal Declaration
of Human Rights, tercantum pula didalam dokumen-dokumen histories tentang
HAM, khususnya dalam Right of Man Fance (1789), Bill of Rights USA (1791)
dan Internasional Bill of Rights (1966)3 Pasal 2 Universal Declaration of Human
Rights menyatakan setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan
yang tercantum di dalam Deklarasi tersebut, tanpa perkecualian apapun seperli
berlainan, asal mula kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran
ataupun kedudukan lain.4
Dalam ranah ini, inti normatife dari kebebasan beragama atau
berkeyakinan terbagi dalam delapan analisir,5 yakni; (i) kebebasan internal, yaitu
bahwa setiap orang memiliki hak atas kebebasan berfikir berkesadaran dan
beragama, termasuk memeluk, menerima, memelihara atau mengubah agama atau
kepercayaannya;
(ii) kebebasan eksternal, yaitu bahwa setiap orang memiliki hak atas
kebebasan, baik individual maupun kelompok dalmn komunitas, dalam ranah
pribadi ataupun publik, untuk mewujudkan agmna dan kepercayaamlya dalam
pengaj aran ataupun praktik ibadah;
(iii) tanpa paksaan, yaitu bahwa tak seorang pun dapat dipaksa, yang
dapat merusak atau melemahkan kebebasannya untuk memeluk atau menerima
agama atu kepercayaan yang menjadi pilihannya;
(iv) tidak dis!a'iminat!{, yaitu bahwa negara berkewajiban untuk
melindungi dan memastikan semua individu dalam wilayah kewenangannya hak
atas kebebasan beragama atau berkeyakinan tanpa membedakan ras, warna kulit
jenis kelamin, bahasa, agama atau keyakinan, politik atau pendapat lain, secm'a
nasional atau diwilayah asal, kepemilikan atau status lainnya;
(v) hak orang tua atau wali; yaitu bahwa negara berkewajiban
menghormati kebebasan orang tua atau wali yang absah untuk menjamin
dan memberikan perlindungan atas hak setiap anak atas kebebasan beragama atau
berkeyakiann searah dengan perubahan kemampuan pada diri sang anak;
(vi) kebebasan lembaga atau status hukum, yaitu baha satu segi yang
teramat penting dari kebebasan beragama atau berkeyakiann adalah kebebasan
bagi komunitas keagamaan untuk memiliki kedudukan hak kelembagaan guna
mengaktualisasikan hak-hak dan kepentingan mereka sebagai komunitas;
(vii) ba/as dari pemba/asan yang diperbolehkan atas kebebasan
eksternal, yaitu bahwa kebebasan untuk mengejawantahkan agama atau
keyakinan seseorang bisa dilakukan hanya pada pembatasan yang dirumuskan
oleh undang-undang dan yang perlu bagi perlindungan atas kemanan, ketertiban,
kesehatan atau moral public; dan (viii) si{at yang tak dapat ditangguhkan, dalam
hal ini, negara sama sekali tidak diperbolehkan menangguhkan hak atas
kebebasan beragama atau berkeyakinan, bahkan pada masa darurat publik
sekalipun.
B. ASEAN
PerhatianASEAN terhadap isu HAM pada dasarnya telah berlangsung cukup lama. Munculnya berbagai isu baru era pasca Perang Dingin, dimana
masalah HAM menjadi salah satu permasalan yang sangat vital, menjadi pijakan
awal ASEAN mengeluarkan Join communique of the 26/17 ASEAN Ministerial
Meeting,6dalam merespon isu ini.
Walaupun pada dasarnya konsep HAM dalam konteks ASEAN sejalan
dengan apa yang tercantum dalam Universal Declaration of Human Rights
dimana hak individu menjadi proiritas utama, namun perbedaan dan atau
beragamnya sej arah bangsa, budaya serta orientasi politik diantara negara anggota
ASEAN, yang dalam perkembangannya mengalami perluasan yaitu dari 6 negara
menjadi 10 negara/ l11engakibatkan perbedaan persepsi yang berujung pada
sulitnya membuat konsensus bersal11a terkait konsep HAM di kawasan ini. Hal ini
sebagaimana diungkapkan Carolina Hernandez "Perbedaan nilai dan faktor
relativisme budaya menjadikan perbedaan persepsi tentang HAM diantara negara
- negara anggota ASEAN kian tajam,,8
Implikasinya, beberapa negara di kawasan ini menerapkan konsep
HAM yang bersifat tidak sepenuhnya relative, dalam artian, nilai-nilai Asia9yang
idealnya digunakan untuk lebih l11empererat persaudaraan dikalangan masyarakat
negara anggota, seringkali dijadikan strategi untuk melestarikan berbagai
ketidakadilan semena-mena, dimana kekuasan tak jarang dijadikan sebagai
alatnya.
7lndonesia, Malaysia, Thailand, Singapore, Filipine dan Brunei Darusalam, merupakan negara inti, sementara Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam - CLMV merupakan anggota bam dalal11 organisasitersebut.
8Anak Agung Banyu Perwita, Myanmar, ASEAN dan Negara-negara ekstra regianal.
h.156
Dari segi ini, Hak Asasi sebagaimana di tetapkan dalam Universal
Declaration ofHuman Rights dipandang hanya sebagai suatu produk yang berasal
dari dunia Barat dan didukung oleh suatu kelas sosial tertentu.
Kecenderungan persepsi bahwa HAM dalam konteks Asia khususnya
Asia Tenggara lebih dipandang sebagai hegell10ni dan dOll1inasi budaya Barat,
pada kahirnya menell1patkan HAM pada katagori das sollen dan bukan das sein.
Apa yang dirumuskan dalam Declaration of Human Rigts pertall1a-tama patutiah
dipandang sebagai cita-cita ideal yang wajib dipenuhi dan dijalankan oleh
ll1asyarakat yang beradab dan bukanlah kenyataan empiris yang sudah ada dan
dapat diamati dalall1 kehidupan setiap hari.
Fakta bahwa protret HAM di kawasan 1111 ll1asih kurang
menggembirakan, dimana sejull1lah pelanggaran HAM berkatagori berat masih
berlaku di beberapa negara anggota, dan menjadi perll1asalahan yang selalu
"dihindari" oleh para