• Tidak ada hasil yang ditemukan

Utilization of glycerol by product of jatropha biodiesel production as coal dust suppressant component

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Utilization of glycerol by product of jatropha biodiesel production as coal dust suppressant component"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN

GLISEROL HASIL SAMPING PRODUKSI

BIODIESEL JARAK PAGAR SEBAGAI KOMPONEN

COAL DUST SUPPRESSANT

ANAS BUNYAMIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel Jarak Pagar sebagai Komponen Coal Dust Suppressant adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011

(4)
(5)

ABSTRACT

Anas Bunyamin. Utilization of Glycerol By Product of Jatropha Biodiesel Production as Coal Dust Suppressant Component. Under supervision of Erliza Hambali and Ani Suryani.

Jatropha curcass L oil based biodiesel industry development was not longer established due to its low added value, especially, after the world oil price stabilized. One of the possible efforts to increase the added value of Jatropha biodiesel industry products is the utilization of glycerol (by product) of Jatropha biodiesel production as high valued economic products. Glycerol can be developed as a component of Coal Dust Suppressant (CDS) formula which is necessary to prevent coal dust air pollution. Coal dust is an aggregate that caused serious health and environmental problems. In general, this study aimed to obtain alternative utilization of glycerol byproduct of biodiesel production production as a valuable and high valued economic product. Specifically, this research was designed to obtain the concentration of glycerol by product of jatropha biodiesel industry in CDS formula, to determine the durability performance of CDS formula to the increased dilution, and also to obtain financial feasibility analysis of CDS based industry.

The result shows that as the glycerol addition increased, the density of the formula increased, while the value of pH and viscosity is decreased. Even though, using 95% level of confidence, statistical analysis stated that those effects of glycerol addition on whole of analyzed properties were not significant. Evaporation Rate (ER) and Dustiness Index (DI) analysis show that the best formula was the one with 15% of glycerol. Resulted CDS formula has a fairly good durability performance in 50 – 100 times dilution. Statistical analysis at 95% confidence level indicates that the increase in dilution did not significantly affect the performance of CDS formula. Compared with commercial CDS formula, the resulted CDS formula has better performance with ER value of 0.43 g ev / g dust and DI value of 0.07% while the ER value of commercial CDS formula was 0.48 g ev / g dust and the DI value of 0.09%.

Financial analyses indicate that the CDS industry with the capacity of 50 ton per year was feasible to be develop. Parameters that being the investment feasibility indicator were positive NPV (Net Present Value) IDR 283,831,000,-, IRR (Internal Rate of Return) higher than 10% (21.49%), Pay Back Period (PBP) on the year of 7.2, Net B/C higher than 1 (2.04), average of Return on Investment (ROI) 57.29% and Return on Equity (ROE) 117.01%.

(6)
(7)

RINGKASAN

Anas Bunyamin. Pemanfaatan Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel Jarak Pagar sebagai Komponen Coal Dust Suppressant. Dibimbing oleh Erliza Hambali dan Ani Suryani.

Perkembangan industri biodiesel dari minyak jarak pagar tidak berlangsung lama karena masih rendahnya nilai tambah biodiesel dan produk turunan lainnya, apalagi setelah harga minyak bumi kembali stabil. Salah satu upaya peningkatan nilai tambah produk industri biodiesel jarak pagar adalah pemanfaatan gliserol hasil samping produksi biodiesel sebagai produk yang bernilai ekonomis yang tinggi. Gliserol dapat dikembangkan sebagai komponen di dalam formula Coal Dust Suppressant (CDS) yang diperlukan untuk mencegah terjadinya pencemaran udara oleh debu batubara. Debu batubara merupakan penyebab timbulnya permasalahan kesehatan dan lingkungan. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan alternatif pemanfaatan gliserol hasil samping proses produksi biodiesel jarak pagar menjadi suatu produk yang memiliki manfaat dan nilai ekonomis tinggi. Adapun beberapa tujuan khusus dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan konsentrasi gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar pada formula CDS, mendapatkan informasi ketahanan kinerja formula CDS terhadap peningkatan pengenceran, serta untuk mendapatkan informasi kelayakan finansial pendirian industri CDS.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seiring dengan meningkatnya penambahan gliserol, terjadi kenaikan nilai densitas formula CDS serta penurunan nilai pH dan viskositas formula. Walaupun demikian, dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95%, pengaruh penambahan gliserol tersebut tidak signifikan terhadap seluruh sifat fisikokimia yang dianalisis. Analisis kinerja formula CDS melalui pengukuran Evaporation Rate (ER) dan Dustiness Index (DI) menunjukkan bahwa formula yang memiliki kinerja terbaik merupakan formula dengan konsentrasi gliserol 15%. Formula CDS yang dihasilkan memiliki ketahanan yang cukup baik terhadap peningkatan pengenceran. Hasil analisis statistik pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa peningkatan pengenceran tidak berpengaruh nyata terhadap kinerja formula CDS. Dibandingkan dengan formula CDS komersial, formula CDS hasil penelitian memiliki kinerja yang lebih baik dengan nilai ER 0,43 g ev / g debu dan nilai DI 0,07 % sedangkan formula CDS komersial memiliki nilai ER 0,48 g ev/ g debu dan nilai DI 0,09 %.

Analisis finansial menunjukkan bahwa industri formula CDS kapasitas 50 ton per tahun layak untuk didirikan. Parameter-parameter yang menjadi indikator kelayakan investasi adalah NPV (Net Present Value) positif Rp 283.831.000,-, IRR (Internal Rate of Return) lebih besar dari 10% yaitu 21,49%, Pay Back Period (PBP) pada tahun ke 7,2, Net B/C lebih besar dari 1 yaitu 2,04, rata-rata Return on Investment (ROI) 57,29% dan rata-rata Return on Equity (ROE) 117,01%

(8)
(9)

© Hak

cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya :

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah;

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

PEMANFAATAN

GLISEROL HASIL SAMPING PRODUKSI

BIODIESEL JARAK PAGAR SEBAGAI KOMPONEN

COAL DUST SUPPRESSANT

ANAS BUNYAMIN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)
(13)

i Judul

: Pemanfaatan Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel Jarak Pagar sebagai Komponen Coal Dust Suppressant

Nama : Anas Bunyamin NIM : F 351080211

Disetujui : Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Erliza Hambali Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA

Ketua Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Machfud, M.S Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(14)
(15)

iii

PRAKATA

Alhamdulillaahirobbil’aalamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga tesis

dengan judul ―Pemanfaatan Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel Jarak

Pagar sebagai Komponen Coal Dust Suppressant‖ berhasil diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Erliza Hambali dan Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis. Penulis juga menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Kuki Permana dan Bapak Herri Suhirman beserta jajaran staf PT. Indocement Tunggal Prakarsa tbk, yang telah membantu terlaksananya penelitian ini, staf pengajar dan rekan-rekan staf peneliti di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, SBRC LPPM – IPB, serta mahasiswa/i Program Studi Teknologi Industri Pertanian angkatan 2008 atas kebersamaannya menempuh studi. Secara khusus, ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada orang tua serta istri tercinta Susi Susanti, M.Pd dan ananda Alifa Maulidya Q. B. serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Bogor, Juli 2011

(16)
(17)

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 22 Februari 1983 dari ayah Drs. H. D. Sudjono dan ibu Dra. Hj. Titi Yuningsih. Penulis merupakan putra ketiga dari tiga bersaudara.

(18)
(19)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xv

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 3

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 4

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Minyak Jarak Pagar ... 5

2.2 Proses Produksi Biodiesel Jarak Pagar ... 6

2.3 Gliserol ... 10

2.4 Debu Batubara ... 12

2.5 Coal Dust Suppressant (CDS) ... 15

3 METODOLOGI PENELITIAN ... 17

3.1 Kerangka Pemikiran ... 17

3.2 Bahan dan Alat ... 18

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

3.4 Metode ... 19

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

(20)

viii

Halaman

4.2 Proses Produksi Biodiesel Jarak Pagar ... 28

4.3 Peningkatan Kemurnian Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel Jarak Pagar ... 31

4.4 Formulasi Coal Dust Suppressant (CDS) ... 33

4.5 Analisis Sifat Fisikokimia Formula Coal Dust Suppressant ... 35

4.6 Analisis Kinerja CDS ... 37

4.7 Analisis Kelayakan Finansial Pendirian Industri CDS ... 41

5 KESIMPULAN ... 49

5.1 Kesimpulan ... 49

5.2 Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(21)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Sifat fisikokimia minyak jarak pagar ... 5

2 Karakteristik gliserol ... 10

3 Macam-macam penggunaan gliserol di industri ... 12

4 Komposisi formula CDS yang dikembangkan ... 22

5 Hasil analisis sifat fisikokimia minyak jarak pagar ... 27

6 Hasil analisis sifat fisikokimia formula CDS ... 36

7 Nilai Evaporation Rate formula CDS pada berbagai konsentrasi penambahan gliserol dan pengenceran ... 37

8 Nilai Dustiness Index formula CDS pada berbagai konsentrasi penambahan gliserol dan pengenceran ... 38

9 Hasil uji beda nyata Fisher pengaruh faktor pengenceran terhadap nilai Dustiness Index formula CDS ... 38

10 Perbandingan kinerja formula CDS hasil penelitian, CDS komersial, air dan blanko ... 39

11 Rincian dana investasi dan modal kerja pembangunan industri CDS ... 42

12 Kebutuhan biaya operasional ... 44

13 Proyeksi laba / rugi industri CDS sampai tahun ke - 15 ... 44

14 Kriteria kelayakan investasi pendirian industri CDS... 45

15 Analisis sensitivitas kenaikan harga bahan baku (Polimer PVA) ... 46

16 Analisis sensitivitas penurunan harga produk (CDS) ... 46

17 Analisis sensitivitas resiko portofolio kombinasi produk ... 47

(22)
(23)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Diagram alir proses produksi biodiesel jarak pagar satu tahap (Belewu et

al. 2010). ... 7 2 Proses produksi biodiesel dua tahap ... 8 3 Visualisasi molekul dan rumus struktur gliserol ... 10 4 Rumus struktur batubara (Hambly 1998) ... 13 5 Foto kerusakan paru-paru (CWP) akibat polusi debu batubara (Connor

2011) ... 14 6 Diagram alir tahapan pelaksanaan penelitian. ... 19 7 Diagram alir proses peningkatan kemurnian gliserol kasar hasil samping

produksi biodiesel jarak pagar (Farobie 2009). ... 21 8 Reaktor biodiesel skala 100 liter per batch... 28 9 Skema reaksi esterifikasi asam lemak (Christie 1993). ... 29 10 Lapisan-lapisan produk transesterifikasi minyak jarak pagar. ... 30 11 Reaksi pembentukan K3PO4 (A) dan asam lemak (B) pada proses

peningkatan kemurnian gliserol kasar (Farobie 2009). ... 31 12 Garam kalium fosfat pada proses peningkatan kemurnian gliserol kasar. .. 32 13 Produk proses peningkatan kemurnian gliserol kasar. ... 32 14 Hasil analisis GC-MS gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak

pagar. (A) Gliserol kasar (B) Gliserol hasil pengingkatan kemurnian (Farobie 2009). ... 33 15 Struktur kimia monomer Poli Vinil Alkohol (Saxena 2004). ... 34 16 Penampakan formula CDS. ... 35 17 Histogram perbandingan nilai Evaporation Rate CDS hasil penelitian,

CDS komersial, air dan blanko. ... 40 18 Histogram perbandingan nilai Dustiness Index CDS hasil penelitian,

CDS komersial, air dan blanko. ... 40

(24)
(25)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak jarak pagar ... 57 2 Prosedur analisis sifat fisikokimia Coal Dust Suppressant (CDS) ... 60 3 Prosedur analisis Evaporation Rate (ASTM D 4902-99) ... 62 4 Prosedur analisis Dustiness Index (ASTM D547-41) ... 63 5 Data hasil analisis densitas CDS (g/cm3) dan analisis ragamnya

menggunakan software Microsoft Excell 2007. ... 64 6 Data hasil analisis pH CDS dan analisis ragamnya menggunakan

software Microsoft Excell 2007. ... 65 7 Data hasil analisis nilai viskositas formula CDS (cP) dan analisis

ragamnya menggunakan software Microsoft Excell 2007. ... 66 8 Data hasil analisis nilai Evaporation Rate formula CDS (g ev/g debu) dan

analisis ragamnya menggunakan software Microsoft Excell 2007. ... 67 9 Data hasil analisis nilai Dustiness Index CDS dan analisis ragamnya

menggunakan Microsoft Excell 2007. ... 69 10 Diagram alir proses produksi CDS ... 72 11 Perhitungan neraca massa produski CDS ... 73 12 Diagram instrumen dan pemipaan (Piping and Instrumentations

(26)
(27)

xv

DAFTAR SINGKATAN

CDS : Coal Dust Suppressant RDS : Road Dust Suppressant CAS : Chemical Abstract Service

ASTM : American Standard Testing and Material CWP : Coal Worker Pneumoconiosis

PMF : Progressive Massive Fibrosis PVA : Poli Vinil Alkohol

FFA : Free Fatty Acid

FAME : Fatty Acid Methyl Ester SLS : Sodium Lauril Sulfat NPV : Net Present Value IRR : Internal Rate of Return NBC : Net Benefit - Cost PBP : Pay Back Period BEP : Break Even Point ER : Evaporation Rate DI : Dustiness Index

(28)
(29)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman jarak pagar (Jatropha curcass Linn.) dalam beberapa tahun belakangan ini dikembangkan sebagai salah satu tanaman alternatif penghasil bioenergi. Tanaman jarak pagar telah mulai dikembangkan di beberapa negara, seperti Cina yang mengembangkan lahan seluas 1 juta ha hingga tahun 2010, India seluas 400.000 ha hingga tahun 2009, Kamboja seluas 1 juta ha dalam waktu 3 tahun, Vietnam, Thailand, dan beberapa negara lainnya.

Perkembangan industri biodiesel dari minyak jarak pagar tidak berlangsung lama karena masih rendahnya nilai tambah biodiesel dan produk lainnya, sehingga industri biodiesel jarak pagar mengalami kesulitan untuk bertahan, apalagi setelah harga minyak bumi kembali stabil, sehingga fokus pengembangan bahan bakar alternatif kembali berkurang. Untuk mempertahankan pengembangan bahan bakar nabati berbasis tanaman jarak pagar, maka upaya peningkatan nilai tambah produk-produk turunan tanaman jarak pagar mutlak harus dilakukan. Salah satu upaya peningkatan nilai tambah produk industri biodiesel jarak pagar yang dapat dilakukan adalah pemanfaatan gliserol hasil samping produksi biodiesel menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

Gliserol pada proses produksi biodiesel dari minyak jarak pagar merupakan hasil samping yang diperoleh dari pemotongan rantai trigliserida pada reaksi transesterifikasi. Jumlah gliserol yang dihasilkan pada proses produksi biodiesel rata-rata mencapai 10,5% dengan kemurnian hanya sekitar 50% (Knothe et al. 2005). Walaupun gliserol sangat banyak diaplikasikan dalam bidang pangan, obat-obatan dan bidang lainnya, namun karena kemurnian gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar sangat rendah, maka nilai ekonomisnya pun tidak begitu tinggi (Pachauri dan He 2006). Salah satu peluang pemanfaatan gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar adalah sebagai komponen formula CDS.

(30)

rendah. Tingginya titik didih gliserol juga menjadi faktor pendukung digunakannya gliserol sebagai komponen formula CDS.

Industri pertambangan seperti tambang timah, batubara, dan semen merupakan salah satu kelompok industri yang menggunakan energi dalam jumlah yang sangat besar. Saat ini, sebagian besar pemenuhan kebutuhan energi tersebut diperoleh dari sumber energi yang berupa batubara. Batubara digunakan sebagai sumber energi dalam generator listrik, mesin boiler dan lain-lain. Batubara digunakan sebagai bahan bakar pada sistem pembangkit listrik karena harganya yang relatif murah dibandingkan dengan listrik dari PLN. Walaupun demikian, penggunaan batubara tidak serta merta menjadi solusi yang terbaik. Hal ini dikarenakan adanya masalah yang ditimbulkan selama penggunaan batubara, yaitu pencemaran udara oleh debu batubara.

Pencemaran debu batubara terjadi di lokasi aktivitas yang terkait batubara seperti lokasi penimbunan, lokasi pembakaran, serta jalanan sepanjang lokasi penimbunan sampai lokasi pembakaran. Aktivitas truk pengangkut batubara di sekitar lokasi penyimpanan (stock pile) menimbulkan pencemaran udara karena jalanan di sekitar lokasi sudah tertutupi oleh batubara.

Pencemaran debu batubara yang tidak ditangani dengan serius dapat menimbulkan gangguan kesehatan terutama gangguan pernapasan. Beberapa penelitian melaporkan adanya dugaan pengaruh debu batubara terhadap penurunan kualitas tanaman. Dengan melihat begitu banyaknya efek negatif dari pencemaran debu batubara, maka penanggulangan debu batubara sangat mutlak dilakukan dengan baik agar aktifitas pembakaran dan transportasi batubara tidak mencemari lingkungan udara di sekitar industri.

(31)

3

membedakan RDS dengan CDS adalah tata cara penggunaannya dimana RDS disiramkan pada jalan batubara yang akan dilalui, sedangkan CDS biasa digunakan dengan disemprotkan pada debu batubara yang terdapat di udara dan juga pada tumpukan batubara.

Gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar merupakan gliserol kasar yang masih mengandung bahan-bahan lainnya. Kandungan bahan-bahan tersebut yang membedakan gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dengan gliserol komersial yang ada di pasaran. Oleh karena itu, diperlukan penelitian mengenai pengaruh penambahan gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar terhadap kinerja formula CDS yang dihasilkan dan penggunaanya. Selain itu, perlu juga diteliti mengenai analisis finansial formula CDS yang mengandung komponen gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar.

1.2 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan alternatif pemanfaatan gliserol hasil samping proses produksi biodiesel jarak pagar menjadi suatu produk yang memiliki manfaat dan nilai ekonomis. Adapun beberapa tujuan khusus dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mendapatkan konsentrasi gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar pada formula Coal Dust Suppressant.

b. Memperoleh informasi ketahanan kinerja formula Coal Dust Suppressant yang dihasilkan terhadap peningkatan pengenceran.

c. Mendapatkan informasi kelayakan pendirian unit industri Coal Dust Suppressant sebagai bagian dari industri biodiesel.

1.3 Manfaat Penelitian

(32)

alternatif pemanfaatan gliserol dengan kemurnian rendah, sehingga memiliki nilai ekonomis yang relatif tinggi.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi hanya terbatas pada ruang lingkup berikut ini. a. Proses produksi biodiesel dari minyak jarak pagar.

b. Pemisahan gliserol dari hasil samping lain yang masih terkandung dalam gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel jarak pagar. c. Pengembangan formula CDS yang mengandung gliserol hasil samping

produksi biodiesel jarak pagar.

(33)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Jarak Pagar

Minyak jarak pagar dihasilkan dari bagian daging biji tanaman jarak pagar. Kandungan rata-rata minyak yang terdapat dalam biji berkisar antara 20 sampai 35% dari berat kering biji. Beberapa faktor yang menentukan rendemen minyak jarak pagar adalah varietas, kualitas benih, agroklimat, tingkat kesuburan tanah dan metode pemeliharaan yang dilakukan. Minyak jarak pagar termasuk minyak nabati yang tersusun atas molekul trigliserida yang merupakan hasil persenyawaan gliserol dengan asam lemak (Hambali et al. 2006) Sifat fisikokimia minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Sifat fisikokimia minyak jarak pagar

Sifat fisikokimia Satuan Nilai

Titik nyala oC 236

Densitas (15oC) g/cm3 0,9177

Viskositas (30oC) nm2/s 49,15

Residu karbon %(m/m) 0,34

Kandungan debu sulfat %(m/m) 0,007

Titik tuang oC -2,5

Kadar air ppm 935,00

Kandungan belerang ppm < 1,00

Bilangan asam mg KOH/g 4,75

Bilangan iod g Iod / 100 g minyak 96,50 Bilangan Penyabunan mg KOH/ g lemak 195,00 Komponen asam lemak

Palmitat Stearat Oleat Linoleat Lainnya % 14,20 6,90 43,10 34,30 1,40 Sumber: Hambali et al. (2006)

(34)

nabati lainnya sebagai bahan baku pembuatan biodiesel karena sifat racun yang dimilikinya menjadikan penggunaan minyak jarak pagar tidak bersinggungan dengan kepentingan pangan.

Biswas et al. (2009) menyebutkan beberapa keunggulan penggunaan minyak jarak pagar sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah periode panennya yang relatif singkat karena jarak pagar merupakan tanaman perdu, pengumpulan biji yang tidak dipengaruhi oleh musim tanam pertanian, tahan terhadap hama dan tidak dimakan oleh binatang ternak, hasil samping produksi biodiesel yang masih memiliki kegunaan seperti pupuk bio dan gliserol serta kemampuannya untuk tetap bertahan hidup bahkan di lingkungan yang minim nutrisi sekalipun.

2.2 Proses Produksi Biodiesel Jarak Pagar

Biodiesel atau metil ester merupakan salah satu jenis bahan bakar yang bersifat terbarukan karena bersumberkan dari sumber daya hayati, seperti minyak nabati. Minyak nabati memiliki potensi sebagai sumber bahan bakar yang terbarukan, sekaligus sebagai alternatif bahan bakar minyak yang berbasis petroleum atau minyak bumi (Korus et al. 2000). Pemilihan bahan baku minyak nabati dan lemak hewani sangat tergantung pada kondisi geografis dan potensi bahan baku yang dimiliki oleh suatu daerah (Knothe 2005). Selain menggunakan minyak yang diperoleh dari proses ekstraksi, biodiesel juga dapat diproduksi menggunakan minyak yang sudah digunakan seperti minyak goreng bekas seperti yang telah dilakukan oleh Hasibuan et al. (2009).

Biodiesel memiliki beberapa kelebihan dibanding bahan bakar diesel petroleum (Haryanto 2007). Kelebihan tersebut antara lain (1) merupakan bahan bakar yang tidak beracun dan dapat dibiodegradasi, (2) mempunyai bilangan setana yang tinggi, (3) mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon dan NOx dan (4) terdapat dalam fase cair. Ramesh et al. (2007) menambahkan bahwa penggunaan biodiesel memiliki keuntungan antara lain emisi biodiesel bebas sulfur, meningkatkan pendapatan petani, mengurangi beban impor akan bahan bakar, serta karakteristik biodiesel tidak berbeda jauh dengan solar.

(35)

7

menghasilkan ester dari asam lemak dengan menggunakan pereaksi alkohol dalam suasana asam, sedangkan reaksi transesterifikasi dilakukan untuk mengkonversi trigliserida menjadi alkil ester dengan pereaksi alkohol dalam suasana basa. Pada penggunaan minyak nabati sebagai bahan baku pembuatan biodiesel, jumlah kandungan asam lemak bebas minyak nabati yang digunakan akan menentukan tahapan proses pembuatan biodiesel. Knothe et al. (2005) menyatakan bahwa minyak nabati dengan jumlah asam lemak bebas dibawah 5% masih memungkinkan untuk ditransesterifikasi dengan menggunakan katalis basa. Akan tetapi untuk minyak nabati dengan kandungan asam lemak bebas lebih dari 5%, maka sabun yang terbentuk sebagai hasil reaksi antara asam lemak dan basa akan menghambat reaksi transesterifikasi, sehingga biodiesel tidak terbentuk dengan baik. Walaupun demikian, Nakpong dan Wootthikanokkhan (2010) menyatakan bahwa sebagian peneliti membatasi proses produksi biodiesel yang memungkinkan hanya dengan reaksi transesterifikasi adalah minyak nabati yang kandungan asam lemak bebasnya dibawah 1%. Proses produksi biodiesel yang hanya melibatkan proses transesterifikasi saja biasa disebut sebagai proses produksi biodiesel satu tahap. Diagram alir proses produksi biodiesel satu tahap dapat dilihat pada Gambar 1.

MinyakJarak

Pencampuran

Etanol (30%) + KOH (3%) b/b

Reaktor Transesterifikasi (Suhu 65 oC, pengadukan 50 – 100 rpm)

Tangki Pengendapan (2 – 3,5 jam)

Biodiesel Kasar

Gliserol

Air basa Tangki Pencucian

Pengeringan (110 oC, 15 menit)

Biodiesel

(36)

Minyak jarak pagar merupakan minyak yang kadar asam lemak bebasnya dapat meningkat dengan cepat dalam waktu yang relatif singkat, sehingga proses pembuatan biodiesel dari minyak jarak pagar biasanya dilakukan melalui dua tahap proses yaitu esterifikasi dan transesterifikasi. Proses produksi biodiesel dari minyak jarak pagar secara dua tahap menurut Berchmans dan Hirata (2007) dapat dilihat pada Gambar 2.

FAME + MinyakJarak

Pencampuran

Etanol (30%) + NaOH (3%) b/b

Reaktor Transesterifikasi

(Suhu 65 oC, pengadukan 400 rpm, 2 jam)

Tangki Pengendapan (2 – 12 jam)

Metil Ester Kasar

Gliserol

Air basa Tangki Pencucian

Pengeringan (110 oC, 15 menit)

Biodiesel (Metil Ester) FFA + MinyakJarak

Pemanasan

Reaktor Esterifikasi (Suhu 50 oC)

Tangki Pengendapan (2 – 3,5 jam)

Fatty Acid Methyl Esters (FAME) + Minyak Jarak

Sisa alkohol

[image:36.595.84.436.65.823.2]

Metanol (225% FFA) + H2SO4 (1%) b/b

Gambar 2 Proses produksi biodiesel dua tahap

(37)

9

bersifat reversibel dan menghasilkan alkil ester dan gliserol. Alkohol berlebih digunakan untuk memicu reaksi pembentukan produk (Khan 2002). Transesterifikasi bertujuan untuk menurunkan viskositas minyak jarak dan meningkatkan daya pembakaran, sehingga dapat digunakan sesuai standar minyak diesel untuk kendaraan bermotor.

Sumber alkohol yang digunakan dapat bermacam-macam. Apabila direaksikan dengan metanol, maka akan didapat metil ester, apabila direaksikan dengan etanol akan didapat etil ester. Metanol lebih banyak digunakan sebagai sumber alkohol karena rantainya lebih pendek, lebih polar, dan harganya lebih murah dibandingkan dengan alkohol lainnya (Ma dan Hanna 2001). Selain metanol, jenis alkohol lain yang dapat digunakan adalah etanol dan butanol. Walaupun demikian, penelitian yang dilakukan oleh Hossain et al. (2010)

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada level α 5% antara

penggunaan metanol, etanol dan butanol. Metanol mampu menghasilkan rendemen biodiesel tertinggi yaitu 49,5%, sedangkan etanol dan butanol berturut-turut menghasilkan 23,5% dan 19,5%.

(38)

2.3 Gliserol

Gliserol (1,2,3 propanatriol) merupakan cairan bening tidak berwarna yang memiliki kelarutan yang baik terhadap air. Karakteristik gliserol ditampilkan pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2 Karakteristik gliserol

Parameter Nilai / Karakteristik

Nomor registrasi CAS 56-81-5

Rumus formula C3H8O3

Bobot molekul (mol-1) 92,1

Fasa Cair

Warna Tidak berwarna

sumber : Spectral Database for Organic Compounds (2010)

Visualisasi molekul dan rumus struktur gliserol dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3 Visualisasi molekul dan rumus struktur gliserol

(39)

11

Proses pemurnian gliserol harus dilakukan untuk meningkatkan derajat kemurnian gliserol sebelum digunakan. Yong et al. (2001) melakukan pemurnian gliserol yang diperoleh dari industri metil ester minyak inti sawit melalui proses destilasi sederhana pada suhu 120oC – 126oC, tekanan 4,0 x 10-1 - 4.0 x 10-2 mbar dan kemudian didinginkan pada suhu 8oC. Proses pemurnian ini berhasil meningkatkan kemurnian gliserol dari 50,4% menjadi 96,6%. Adanya penggunaan panas pada proses destilasi metode tersebut menyebabkan meningkatnya biaya pemurnian gliserol yang tidak sebanding dengan nilai ekonomi yang diperoleh. Proses peningkatan kemurnian gliserol yang lebih sederhana dan relatif lebih murah dilakukan oleh Farobie (2009) dengan cara mereaksikan gliserol kasar dengan sejumlah asam fosfat sampai terbentuk endapan garam kalium fosfat. Tujuan utama proses ini adalah untuk menetralkan sisa katalis basa (KOH) dengan asam fosfat. Proses ini berhasil meningkatkan kemurnian gliserol dari 50% menjadi 80%. Proses ini juga menghasilkan produk samping berupa garam kalium fosfat yang dapat digunakan sebagai pupuk. Selain garam kalium fosfat, produk lain yang dihasilkan pada saat pemurnian gliserol dengan menggunakan metode ini adalah asam lemak.

(40)
[image:40.595.62.490.96.530.2]

Tabel 3 Macam-macam penggunaan gliserol di industri

Bidang Industri Fungsi Produk

Makanan dan minuman

Pelembab, pemanis dan pengawet intermediet

Minuman ringan, permen, kue, pelapis daging dan keju, makanan hewan peliharaan, margarin, salad, makanan beku dan kemasan makanan.

Farmasi Pelembut, media Kapsul, obat infeksi, anestesi, obat batuk, pelega tenggorokan, obat kulit, antiseptik dan

antibiotik. Kosmetika dan

toiletris

Pelembab, pelembut Pasta gigi, krim dan lotion kulit, lotion cukur, deodorant, make up, lipstik dan maskara.

Kertas dan pencetakan

Pelembut, mencegah penyusutan

Kertas minyak, kemasan makanan, kertas cetakan tinta Tekstil Pemasti ukuran,

pelunak,

Kain, serat dan benang

Lain—lain Pelumas, pelicin, pelapis, menambah fleksibilitas,

Kemasan resin, plastik, karet, busa, dinamit, komponen radio dan lampu neon.

Sumber : National Biodiesel Board, 2010

2.4 Debu Batubara

(41)

13

batubara diidentifikasi mayoritas berasal dari lumut dan tumbuhan tingkat rendah (Speight 2005).

[image:41.595.111.496.347.596.2]

Komposisi kimia batubara sangat dipengaruhi oleh jenis batubara itu sendiri. International Energy Agency (2009) mengklasifikasikan batubara berdasarkan kandungan sedimen terbakar ke dalam empat kelompok yaitu Anthracite, Bituminous, Sub-bituminous dan Lignite/Brown coal. Walaupun demikian, secara garis besar IEA mengikuti The International Coal Classification of the Economic Commission for Europe (UN/ECE) dalam membagi batubara menjadi dua golongan besar yaitu hard coal – yaitu batubara yang memiliki jumlah kalori lebih besar dari 5 700 kcal/kg (23,9 GJ/t) dan brown coal – batu bara yang memiliki nilai kalori lebih rendah dari 5 700 kcal/kg (23,9 GJ/t). Rumus struktur batubara dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Rumus struktur batubara (Hambly 1998)

Karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lingkungan dan formasi batuan asalnya. Batubara dikelompokkan berdasarkan kandungan energinya menjadi beberapa kelompok antara lain antrasitik, bituminous, sub bituminous dan lignitik (ASTM D 388-99, 2002).

(42)

pembakaran. Pencemaran udara pada saat transportasi batubara berupa paparan debu batubara, sedangkan pada proses pembakaran, pencemaran yang terjadi berupa emisi buangan yang banyak mengandung oksida asam seperti nitrogen monooksida (NO). NO merupakan salah satu penyebab utama terjadinya hujan asam. Hujan asam dianggap sebagai salah satu perusakan terparah yang diakibatkan manusia terhadap bumi (Monk 2004)

Pencemaran debu batubara disebabkan oleh terbentuknya partikel-partikel yang sangat kecil dan mudah tertiup angin dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Pencemaran batubara pada kondisi yang ekstrim sangat berbahaya terhadap kesehatan. Tiga jenis efek yang ditimbulkan oleh pencemaran debu batubara terhadap kesehatan menurut Federal Coal Mine Health and Safety Act (1969) adalah gangguan pernapasan, penyakit epidemi seperti Coal Workers Pneumoconiosis (CWP) dan Progressive Massive Fibrosis (PMF), serta gangguan mekanisme seluler (United States Department of Labor 2006). Epidemi yang paling umum yaitu CWP, dapat mengakibatkan kerusakan paru-paru yang sangat parah (Pinho 2004). Kerusakan paru-paru tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Foto kerusakan paru-paru (CWP) akibat polusi debu batubara (Connor 2011)

(43)

15

berkontribusi terhadap pencemaran lingkungan perairan, udara dan daratan. Penebalan lapisan debu batubara pada daun tanaman di sekitar lokasi pencemaran akan menyebabkan terganggunya aktivitas fotosintesis tanaman tersebut (Naidoo dan Chirkoot 2004). Selain itu, debu batubara di udara juga dapat menyebabkan berubahnya pH air hujan.

2.5 Coal Dust Suppressant (CDS)

Coal Dust Suppressant (CDS) merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk mencegah penyebaran debu batubara pada saat batubara dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain (Dohner 1988). Selain itu, CDS juga dapat digunakan pada penanganan debu batubara yang timbul dari aktivitas transportasi truk-truk pengangkut batubara di lokasi sekitar penimbunan batubara (stockpile).

Prinsip kerja utama CDS dalam mencegah pembentukan debu batubara adalah dengan memperbesar ukuran partikel, memperberat bobot partikel dan mengikat partikel debu batubara satu sama lain. Polimer pada komponen CDS akan membentuk lapisan film yang membungkus granula CDS menjadi lebih berat dan lebih besar ukurannya, sehingga relatif tidak mudah terbang. Gliserol berfungsi sebagai agen pembasah yang menahan kelembaban partikel debu batubara, sehingga tidak mudah lepas dan saling terikat dengan partikel yang lain. Surfaktan nonionik pada formula CDS berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan air, sehingga derajat kebasahan batubara menjadi meningkat terhadap air (Talamoni 2010).

(44)
(45)

3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Peningkatan nilai tambah produk turunan minyak jarak pagar mutlak diperlukan agar industri biodiesel jarak pagar dapat berkembang dengan baik. Saat ini, perkembangan industri biodiesel sangat dipengaruhi oleh naik turunnya harga jual biodiesel sebagai satu-satunya produk yang bernilai ekonomis. Pada saat harga biodiesel tidak dapat bersaing dengan bahan bakar berbasis minyak bumi, maka industri biodiesel tidak mendapat nilai tambah sama sekali. Padahal, selain peningkatan nilai tambah dari biodiesel sebagai produk utama, industri biodiesel dapat memperoleh peningkatan nilai tambah dengan cara mengolah produk samping dan limbah industri biodiesel menjadi suatu produk yang memiliki nilai ekonomi yang baik.

Penemuan produk baru yang berbahan baku produk samping industri biodiesel minyak jarak pagar diharapkan akan mampu meningkatkan nilai tambah industri biodiesel. Tentu saja peningkatan nilai tambah ini terlepas dari perkembangan harga biodiesel dan minyak bumi, sehingga dapat berdiri sebagai unit usaha tersendiri.

Gliserol kasar merupakan produk turunan minyak jarak pagar terbanyak kedua setelah biodiesel. Dengan persentase produksi gliserol kasar sebanyak 10% dari total produk yang dihasilkan, maka apabila tidak ditangani dengan baik, gliserol kasar akan berubah fungsi dari produk samping menjadi limbah yang harus ditangani secara serius.

(46)

Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan adanya pengembangan aplikasi gliserol dengan kemurnian rendah, sehingga biaya produksinya dapat diminimalkan. Salah satu aplikasi gliserol yang potensial untuk dikembangkan adalah penggunaan gliserol sebagai CDS. Walaupun demikian, adanya kandungan bahan lain dalam gliserol kasar menjadikan karakteristiknya sedikit berbeda dibandingkan dengan gliserol komersial. Dengan demikian diperlukan penelitian untuk mengetahui pengaruh penambahan gliserol kasar terhadap sifat fisikokimia dan kinerja CDS serta analisis kelayakan finansial pendirian industri CDS.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi bahan-bahan untuk produksi biodiesel, bahan-bahan-bahan-bahan untuk peningkatan kemurnian gliserol dan bahan-bahan untuk formulasi dan analisis CDS. Bahan-bahan untuk produksi biodiesel adalah minyak jarak pagar, metanol, asam sulfat, KOH dan air. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam peningkatan kemurnian gliserol adalah asam fosfat, air aquades dan kertas saring. Gliserol hasil peningkatan kemurnian, polimer Poli Vinil Alkohol (PVA), surfaktan Sodium Lauril Sulfat (SLS) dan air, sedangkan pada saat pengujian digunakan debu batubara.

(47)

19

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 sampai bulan Januari 2011 di Laboratorium Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi – LPPM Institut Pertanian Bogor.

3.4 Metode

Tahapan pelaksanaan penelitian terdiri dari 7 tahapan yaitu : 1) Analisis sifat fisikokimia minyak jarak pagar, 2) Pembuatan biodiesel dari minyak jarak pagar, 3) Peningkatan kemurnian gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar, 4) Formulasi CDS, 5) Analisis sifat fisikokimia formula CDS, 6) Analisis kinerja CDS, dan 7) Analisis kelayakan finansial pendirian industri CDS. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.

Pembuatan biodiesel dari minyak jarak pagar

Peningkatan kemurnian gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar

Mulai

Formulasi CDS

Analisis sifat fisikokimia formula CDS

Analisis kinerja formula CDS

Analisis kelayakan finansial pendirian industri CDS

Selesai

[image:47.595.99.436.149.741.2]

Analisis sifat fisikokimia minyak jarak pagar

(48)

3.4.1. Analisis Sifat Fisikokimia Minyak Jarak Pagar

Analisis sifat fisikokimia minyak jarak pagar dilakukan untuk mengetahui sifat fisikokimia minyak jarak pagar seperti persentase FFA, bilangan asam, densitas, bilangan iod dan viskositas. Prosedur analisis pengujian sifat fisikokimia minyak jarak pagar dilampirkan pada Lampiran 1.

3.4.2. Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jarak Pagar

Berdasarkan hasil pengujian nilai FFA yang terkandung di dalam minyak jarak pagar, maka urutan proses pembuatan biodiesel ditentukan. Pada umumnya nilai FFA minyak jarak pagar lebih besar dari 5%, sehingga diperlukan tahapan esterifikasi terlebih dahulu untuk mengkonversi FFA menjadi Fatty Acid Methyl Ester (FAME). Jumlah reaktan pada proses esterifikasi juga dihitung berdasarkan kandungan nilai FFA di dalam minyak jarak pagar. Proses esterifikasi yang dilakukan selama 1 jam pada suhu 50oC dengan menggunakan pereaksi metanol yang mengandung asam sulfat 1%, sebanyak 225% dari kandungan asam lemak bebas seperti yang dilakukan oleh Berchmans dan Hirata (2008). Setelah proses esterifikasi selesai, campuran metanol dan air dipisahkan dari campuran minyak jarak pagar dengan FAME. Pada tahapan kedua, sisa minyak jarak pagar kemudian ditransesterifikasi menggunakan metanol dan katalis basa. Jumlah metanol yang ditambahkan adalah 15% dengan kandungan katalis basa (KOH) sebanyak 1%. Lama reaksi transesterifikasi adalah satu jam dengan suhu 50oC. Setelah itu, campuran kemudian dimasukkan ke dalam tangki pemisah (settling tank) untuk diendapkan sampai komponen polar (gliserol, sisa metanol dan air) terpisah pada bagian bawah, sedangkan komponen non polar (FAME dan metil ester) berada pada bagian atas. Gliserol bersama dengan komponen polar lainnya kemudian dialirkan dan ditampung menggunakan wadah tersendiri.

3.4.3. Peningkatan Kemurnian Gliserol Hasil Samping Produksi

Biodiesel Jarak Pagar

(49)

21

maka kemurniannya harus ditingkatkan. Peningkatan kemurnian gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel dilakukan sebagaimana yang telah dilakukan oleh Farobie (2009) yang menetralkan komponen gliserol yang mengandung katalis basa (KOH) menggunakan asam fosfat sampai diperoleh garam kalium fosfat. Diagram alir proses peningkatan kemurnian gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Diagram alir proses peningkatan kemurnian gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel jarak pagar (Farobie 2009).

3.4.4. Formulasi CDS

[image:49.595.111.515.236.695.2]
(50)

dilakukan dengan membuat formula dari keempat bahan tersebut dengan konsentrasi masing-masing bahan ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Komposisi formula CDS yang dikembangkan

No. Formula Polimer PVA

(%) Surfaktan SLS (%) Gliserol (%) Air (%)

1 40 40 5 15

2 40 40 10 10

3 40 40 15 5

Seluruh bahan dilarutkan di dalam air sesuai dengan konsentrasi yang sudah ditentukan. Pengadukan kemudian dilakukan selama 30 menit menggunakan magnetic stirrer dan hotplate pada suhu kamar.

3.4.5. Analisis Sifat Fisikokimia Formula CDS

Sifat fisikokimia CDS yang dianalisis adalah densitas, pH dan viskositas. Analisis densitas formula CDS dilakukan menggunakan alat Densitometer Anton Paar DMA 4500M. Alat tersebut bekerja menggunakan sistem tabung osilasi. Pada sistem ini, respon tabung terhadap gelombang osilasi diukur sebagai fungsi dari nilai densitas sampel di dalam tabung. Alat ini memiliki akurasi 5 digit desimal.

Analisis nilai pH dilakukan dengan menggunakan alat pengukur pH portabel Schotts yang memiliki akurasi dua digit desimal. Pengukuran dilakukan dengan cara memasukkan elektroda ke dalam formula. Viskositas formula CDS diukur dengan menggunakan Brookfield LV DVIII Ultra pada suhu 25oC. Prosedur analisis sifat fisikokimia CDS selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.4.6. Analisis Kinerja Formula CDS

(51)

23

Kedua analisis tersebut juga digunakan untuk membandingkan kinerja formula CDS hasil penelitian dengan formula CDS komersial. Selain itu, analisis ER dan DI juga dilakukan terhadap air karena air seringkali digunakan sebagai substitusi CDS oleh perusahaan. Blanko yang berupa debu batubara tanpa perlakuan penambahan formula apapun juga digunakan di dalam kedua analisis sebagai kontrol seluruh perlakuan.

3.4.7. Rancangan Percobaan

Pengaruh penambahan gliserol dan konsentrasi pengenceran formula serta interaksinya terhadap kinerja formula CDS, terutama nilai ER dan persentase DI dianalisis secara statistik dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) lalu dilanjutkan dengan uji beda nyata Fisher (Aunudin 2005). Model rancangan tersebut adalah

Yijk = μ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk

Keterangan:

Yijk = nilai laju penguapan dan persentase pembentukan debu

formula pada konsentrasi gliserol ke-i, pengenceran ke-j, serta ulangan ke-k,

dengan i = 1, 2, 3 j = 1, 2, 3 dan k = 1, 2,.

μ = rataan umum

Ai = pengaruh penambahan gliserol ke-i Bj = pengaruh pengenceran formula ke-j

(AB)ij = pengaruh interaksi penambahan gliserol ke-i serta pengenceran formula ke-j

eijk = pengaruh acak dari penambahan gliserol ke-i, pengenceran formula ke-j, serta ulangan ke-k.

Hipotesis yang diuji

1 Pengaruh penambahan gliserol

Ho = A1 = A2 = A3 = 0 (penambahan gliserol memberikan pengaruh

yang sama terhadap nilai Evaporation Rate dan persentase Dustiness Index)

(52)

2 Pengaruh pengenceran formula CDS

Ho = B1 = B2 = B3 = 0 ( pengenceran formula CDS memberikan

pengaruh yang sama terhadap nilai Evaporation Rate dan persentase Dustiness Index)

H1 = setidaknya ada satu j dengan Bj ≠ 0, j = 1, 2, 3

3 Pengaruh interaksi antara penambahan gliserol dan pengenceran formula CDS

Ho = (AB)ij = 0 untuk semua ij

H1 = setidaknya ada satu pasangan interaksi i dan j dengan (AB)ij≠ 0

3.4.8. Analisis Kelayakan Finansial Pendirian Industri CDS

CDS merupakan salah satu produk yang memiliki peluang untuk dikembangkan sebagai salah satu produk agroindustri. Hal ini disebabkan adanya industri batubara baik pengguna maupun produsen dituntut oleh pemerintah dan masyarakat untuk dapat mengelola batubara sebaik mungkin tanpa menyebabkan terjadinya pencemaran udara. Dengan demikian, kebutuhan industri pengguna batubara terhadap CDS akan selalu ada seiring dengan berjalannya aktivitas produksi pada industri yang bersangkutan.

Menurut Umar (2005), analisis finansial usaha perlu dilakukan untuk mengetahui apakah suatu rencana usaha dapat dilaksanakan atau tidak. Beberapa metode yang digunakan untuk menilai kelayakan investasi adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit / Cost (NBC), Payback Period (PBP), dan Average Break Even Point (BEP).

(53)

25

Keterangan : CFt = aliran kas per tahun pada periode t

I0 = investasi awal pada tahun 0

K = suku bunga (discount rate)

Metode Internal Rate of Return (IRR) digunakan untuk mencari tingkat bunga yang dapat dibandingkan dengan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan di masa datang, tanpa memperhitungkan investasi awal. Apabila nilai IRR yang diperoleh ternyata lebih besar dari Rate of Return yang ditentukan, maka investasi dapat diterima. Perhitungan IRR adalah sebagai berikut.

Keterangan : t = tahun ke..

n = jumlah tahun

I0 = nilai investasi awal

CF = arus kas bersih

IRR = tingkat bunga yang dicari harganya.

Untuk mengetahui sejauhmana perbandingan antara nilai sekarang dari rencana penerimaan kas dengan nilai sekarang dari investasi yang telah dilaksanakan, maka dilakukan perhitungan Net Benefit / Cost atau Profitability Index (PI).

Payback period merupakan kurun waktu yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi. Semakin cepat payback period suatu investasi, semakin layak investasi tersebut dilakukan. Apabila payback period lebih pendek waktunya dibandingkan maximum payback period-nya, maka usulan investasi dapat diterima. Payback period menggunakan rumus berikut ini.

(54)
(55)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sifat Fisikokimia Minyak Jarak Pagar

Sifat fisikokimia minyak jarak pagar merupakan salah satu informasi awal yang harus diperoleh untuk memproduksi biodiesel jarak pagar. Informasi tersebut menjadi acuan utama dalam proses produksi biodiesel jarak pagar, terutama dalam menentukan tahapan proses dan jenis serta jumlah reaktan yang diperlukan. Beberapa sifat fisikokimia minyak jarak pagar yang dianalisis adalah kandungan asam lemak bebas, bilangan asam, densitas, bilangan iod dan viskositas.

Penghitungan kandungan asam lemak bebas dilakukan untuk mengetahui persentase jumlah asam lemak yang telah terhidrolisis, sehingga terlepas dari molekul trigliserida. Hal ini diperlukan sebagai dasar penghitungan metanol yang dibutuhkan pada reaksi esterifikasi. Adapun total asam yang terkandung di dalam minyak jarak pagar dianalisis dengan menggunakan metode bilangan asam yang merepresentasikan banyaknya mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam. Analisis bilangan iod dilakukan untuk mengetahui banyaknya jumlah ikatan rangkap yang terkandung di dalam asam lemak minyak jarak pagar. Minyak jarak pagar mempunyai komposisi asam lemak dominan berupa asam oleat yang memiliki satu ikatan rangkap. Informasi densitas dan viskositas menjadi data pendukung dalam perhitungan skala produksi dan alat yang digunakan. Hasil analisis sifat fisikokimia minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil analisis sifat fisikokimia minyak jarak pagar

No. Analisis Nilai Satuan

1 Kandungan Asam Lemak Bebas 32,08 %

2 Bilangan Asam 63,84 mg KOH / g minyak

3 Densitas 0,91 g/cm3

4 Bilangan Iod 97,24 g Iod / 100 g minyak

5 Viskositas (30 oC) 52,60 cP

(56)

menyebutkan bahwa penurunan kualitas minyak jarak pagar dengan indikator naiknya kandungan asam lemak bebas pada umumnya disebabkan oleh kurang baiknya penanganan dan kondisi penyimpanan, serta adanya kontak dengan udara bebas dan sinar matahari.

Tingginya kandungan asam lemak bebas mengharuskan adanya perlakuan awal minyak jarak pagar sebelum ditransesterifikasi menjadi biodiesel (metil ester). Standar kandungan asam lemak bebas yang menjadi ambang batas diperlukan tidaknya perlakuan pendahuluan terhadap minyak jarak pagar berbeda-beda antar peneliti. Akbar et al. (2009), Fan dan Burton (2009) serta Syam et al. (2009) mengurangi kandungan asam lemak bebas sampai di bawah 1% melalui proses esterifikasi, sedangkan Knothe (2005) membatasi kandungan FFA kurang dari 0,5% agar rendemen biodieselnya maksimal. Berchmans dan Hirata (2008) menyatakan bahwa paling tidak kandungan FFA minyak jarak pagar agar dapat ditransesterifikasi langsung tanpa perlakuan pendahuluan adalah tidak lebih dari 2%.

4.2 Proses Produksi Biodiesel Jarak Pagar

Proses produksi biodiesel jarak pagar dilakukan dengan menggunakan reaktor biodiesel skala 100 liter per batch yang dapat dilihat pada Gambar 8.

(57)

29

Tingginya kandungan asam lemak bebas minyak jarak pagar tidak memungkinkan untuk dilakukan proses transesterifikasi secara langsung. Apabila reaksi transesterifikasi langsung dilakukan tanpa adanya perlakuan pendahuluan, maka katalis basa (KOH) akan bereaksi dengan asam lemak bebas membentuk garam (sabun). Sabun yang terbentuk selanjutnya akan menghambat reaksi antara metanol dengan trigliserida. Pembentukan sabun juga dipengaruhi oleh lamanya reaksi transesterifikasi. Hossain et al. (2010) meneliti pengaruh lama reaksi transesterifikasi terhadap banyaknya sabun yang terbentuk. Hasilnya diperoleh data bahwa jumlah sabun semakin banyak pada jam ke-2 sampai jam ke-6, sehingga menghambat pembentukan biodiesel dan mengakibatkan rendemen biodiesel pada jam ke-6 lebih sedikit (27,5%) dibandingkan pada jam ke-2 (49,5%).

Metanol ditambahkan pada reaksi esterifikasi secara berlebih untuk menekan keseimbangan reaksi kearah FAME. Hal ini dikarenakan reaksi esterifikasi yang bersifat bolak-balik. Skema reaksi esterifikasi dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Skema reaksi esterifikasi asam lemak (Christie 1993).

Banyaknya metanol yang ditambahkan sebagai reaktan adalah 225% dari jumlah asam lemak bebas. Dengan skala produksi 100 liter minyak jarak pagar (densitas : 0,91 kg/l), maka kandungan asam lemak bebasnya adalah 29,19 kg, kebutuhan metanol (densitas : 0,7918 kg/l) untuk reaksi esterifikasi adalah 65,68 kg atau setara dengan 82,95 liter, sedangkan kebutuhan asam sulfat adalah 6,57 kg (3,57 liter).

(58)

dalam minyak jarak pagar. Pemanasan dan pengadukan kemudian terus dilakukan selama 1 jam.

Setelah reaksi esterifikasi selesai dilakukan, campuran sisa metanol, air dan katalis akan berada pada lapisan atas, sedangkan campuran antara FAME dan minyak jarak pagar akan berada pada lapisan bawah. Terbentuknya dua lapisan produk dikarenakan adanya perbedaan densitas dan polaritas kedua campuran.

Kandungan asam lemak bebas dalam FAME dan minyak jarak pagar pada akhir tahap pertama (proses esterifikasi) jauh lebih sedikit dibandingkan dengan sebelum esterifikasi, sehingga proses selanjutnya yaitu transesterifikasi dapat dilakukan. Pada proses transesterifikasi, 910 gram KOH dilarutkan dengan 13,65 kg metanol. Seperti halnya proses pelarutan asam sulfat dengan metanol, pelarutan KOH juga merupakan reaksi eksotermis yang menghasilkan panas. Larutan metanol yang mengandung KOH biasa disebut sebagai metoksida. Metoksida kemudian ditambahkan ke dalam minyak jarak pagar dan kemudian diaduk selama 1 jam pada suhu 50oC.

Setelah proses transesterifikasi, maka campuran FAME dan metil ester bersama dengan campuran gliserol dan katalis serta sisa metanol didiamkan dalam tangki pemisah untuk memisahkan fraksi polar dan non polar. Gliserol, katalis KOH serta air akan berada pada lapisan bawah yang terpisah dari lapisan atas yang terdiri dari FAME dan metil ester. Lapisan-lapisan produk transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 10.

Metil Ester

[image:58.595.102.418.517.736.2]

Gliserol

(59)

31

Pada akhir proses, biodiesel (FAME dan ME) kemudian dipisahkan untuk selanjutnya dicuci dan dikeringkan. Adapun gliserol kasar yang masih mengandung senyawa pengotor lainnya akan dipisahkan untuk kemudian ditingkatkan kemurniannya sebelum digunakan sebagai salah satu komponen penyusun formula CDS.

4.3 Peningkatan Kemurnian Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel

Jarak Pagar

Bahan dominan yang terkandung dalam gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar adalah sisa metanol yang tidak bereaksi, sabun sebagai hasil reaksi antara asam lemak bebas dengan katalis KOH dan katalis KOH yang digunakan pada proses transesterifikasi, sehingga gliserol kasar bersifat basa (Kocsisová dan Cvengroš 2006, El-Diwani et al. 2009). Asam fosfat digunakan untuk memisahkan gliserol dari katalis basa dan sabun. Asam fosfat digunakan karena sifatnya yang sangat higroskopis, sehingga sangat mudah berikatan dengan bahan yang bersifat polar. Reaksi antara asam fosfat dengan KOH akan membentuk garam berupa kalium fosfat, sedangkan reaksi antara sabun dengan asam fosfat akan membentuk asam lemak. Kedua reaksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.

KOH + H3PO4 K3PO4+ H2O

(A)

sabun

R OH

O

R O-K+

O O P OH O-H OH O P OH

O-K+ OH

Asam lemak bebas

(B)

Gambar 11 Reaksi pembentukan K3PO4 (A) dan asam lemak (B) pada proses

peningkatan kemurnian gliserol kasar (Farobie 2009).

(60)

asam, sehingga memerlukan perlakuan lanjutan yaitu pemurnian agar dapat digunakan sebagai pupuk. Garam kalium fosfat dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Garam kalium fosfat pada proses peningkatan kemurnian gliserol kasar.

[image:60.595.67.452.71.768.2]

Setelah garam terpisahkan dari gliserol, campuran gliserol akan memisah dari asam lemak yang terbentuk sebagai akibat adanya reaksi antara sabun dengan asam fosfat. Produk yang dihasilkan pada proses peningkatan kemurnian gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 13.

(61)

33

[image:61.595.108.499.205.442.2]

Perbandingan kemurnian antara gliserol sebelum dengan setelah kemurniannya ditingkatkan sudah dilakukan oleh Farobie (2009) yang menganalisis kemurnian gliserol menggunakan metode GC-MS (Gas Chromatograhy – Mass Spectroscopy). Hasil analisis GC-MS gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel jarak pagar sebelum dan sesudah peningkatan kemurnian dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Hasil analisis GC-MS gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar. (A) Gliserol kasar (B) Gliserol hasil pengingkatan kemurnian (Farobie 2009).

Pada Gambar 14 terlihat bahwa secara kualitatif pengurangan senyawa pengotor gliserol terlihat dengan adanya pengurangan dari 17 puncak menjadi 11 puncak. Secara kuantitatif, analisis penentuan kadar gliserol yang dilakukan oleh Farobie (2009) menunjukkan bahwa peningkatan kemurnian gliserol meningkat dari 40,19% menjadi 82,15%. Tingkat kemurnian gliserol di atas 80% sudah sesuai dengan SNI 06-1564-1195 yang menyatakan bahwa kadar gliserol hasil pemurnian yang diperbolehkan untuk dikomersialkan mempunyai kadar gliserol minimum 80%.

4.4 Formulasi Coal Dust Suppressant (CDS)

(62)

permukaan debu batubara, sehingga dapat menghambat pembentukan debu. Struktur polimer PVA dapat dilihat pada Gambar 15.

Keterangan : R = H atau COCH3

Gambar 15 Struktur kimia monomer Poli Vinil Alkohol (Saxena 2004).

Pada saat larutan CDS mengering, polimer PVA akan membentuk lapisan film tipis yang akan menahan laju penguapan air dari debu batubara, sehingga kelembaban batubara akan relatif terjaga dan debu menjadi tidak mudah terbang.

(63)
[image:63.595.119.494.84.270.2]

35

Gambar 16 Penampakan formula CDS.

4.5 Analisis Sifat Fisikokimia Formula Coal Dust Suppressant

Penggunaan CDS selain harus mempertimbangkan faktor keamanan bahan yang digunakan, juga hendaknya memperhatikan aspek kemudahan pada saat penggunaan di lapangan. Beberapa sifat fisikokimia CDS yang menjadi faktor utama berkenaan dengan kemudahan penggunaan bahan adalah densitas, pH dan viskositas. Pengukuran sifat fisikokimia dilakukan terhadap formula yang telah diencerkan sebanyak 10 kali. Hal ini dikarenakan formula CDS biasa dipasarkan setelah diencerkan sebanyak 10 kali.

Densitas merupakan nilai yang diperoleh sebagai hasil pembagian antara satuan massa per volume (m/v) (Mortimer 2008). Pengukuran densitas dilakukan karena karakter densitas suatu produk erat kaitannya dengan kemudahan produk tersebut didistribusikan berdasarkan bobotnya. Semakin tinggi nilai densitas bahan, maka pada volume yang sama bobotnya akan semakin besar, sehingga energi untuk menditribusikannya juga semakin besar. Hasil analisis densitas menunjukkan bahwa nilai densitas bertambah seiring meningkatnya konsentrasi gliserol.

pH CDS diukur untuk melihat pengaruhnya terhadap lingkungan dimana formula digunakan. pH bahan yang terlalu ekstrim akan menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Selain itu, pH yang terlalu asam atau basa membutuhkan penanganan dan penggunaan alat yang tahan terhadap pH ekstrim, sehingga harus diusahakan pH formula CDS berada pada kisaran pH netral.

(64)

mempengaruhi kemudahan pada saat larutan CDS disemprotkan melalui nozzle. Hasil analisis densitas, pH dan viskositas formula CDS ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil analisis sifat fisikokimia formula CDS

No. Gliserol dalam formula

(%)

Densitas

(g/cm3)

pH Viskositas (cP)

1. 5 1,01245 6,22 75,45

2. 10 1,01286 6,08 73,70

3. 15 1,01341 6,01 72,45

Peningkatan nilai densitas formula CDS dikarenakan densitas gliserol yaitu 1,16 g/cm3, lebih tinggi dibandingkan dengan densitas air. Walaupun demikian, nilai densitas yang diperoleh masih berada pada kisaran yang dapat diterima, sehingga dengan adanya pengenceran, nilainya akan tidak jauh berbeda dengan nilai densitas air.

Hasil analisis nilai pH formula CDS menunjukkan bahwa nilai pH formula yang dihasilkan berada pada kisaran 6 sampai 7. Hasil analisis pH juga menunjukkan bahwa nilai pH menurun seiring bertambahnya nilai konsentrasi gliserol yang ditambahkan pada formula. Hal ini dikarenakan gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar masih memiliki kandungan asam karena adanya penambahan asam fosfat pada saat gliserol dimurnikan, serta masih adanya kandungan asam lemak bebas pada gliserol akhir.

Dari Tabel 6 di atas terlihat bahwa nilai viskositas formula CDS semakin menurun seiring dengan adanya peningkatan penambahan konsentrasi gliserol terhadap formula. Hal ini dikarenakan gliserol memiliki viskositas yang lebih rendah dibandingkan dengan komposisi formula CDS yang memiliki viskositas tinggi seperti polimer PVA dan surfaktan SLS.

Hasil analisis statistik terhadap hasil analisis ketiga sifat fisikokimia tersebut

di atas dengan menggunakan α = 5% diperoleh hasil bahwa penambahan gliserol

(65)

37

4.6 Analisis Kinerja CDS

Pada saat formula CDS digunakan di lapangan, formula diencerkan terlebih dahulu sebelum diaplikasikan. Pengenceran dilakukan sebanyak 50 sampai 150 kali dengan menggunakan air. Kinerja formula CDS harus diketahui untuk menentukan formula mana yang memberikan hasil yang terbaik. Dua jenis pengujian yang mewakili kemampuan formula CDS adalah analisis Evaporation Rate dan analisis Dustiness Index.

4.6.1.Analisis Evaporation Rate (ASTM D 4902-99)

Analisis Evaporation Rate (ER) menunjukkan banyaknya penguapan yang terjadi pada sejumlah bahan selama satuan waktu tertentu. Pada penggunaan formula CDS, komponen pembentuk CDS menjadi salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya laju penguapan. Pada penelitian ini, perbedaan nilai laju penguapan antara debu yang menggunakan CDS dengan debu tanpa menggunakan CDS menjadi salah satu indikator kemampuan formula CDS dalam menahan laju penguapan pelarut (air). Semakin tinggi daya ikat formula terhadap air di udara dan batubara, semakin berat bobot partikel batubara, sehingga tidak mudah menjadi debu. Hasil pengukuran tingkat penguapan ditampilkan pada Tabel 7.

Tabel 7 Nilai Evaporation Rate formula CDS pada berbagai konsentrasi penambahan gliserol dan pengenceran

No. Konsentrasi Gliserol (%)

Nilai ER (g ev/g debu) pada pengenceran (X)

50 100 150

1. 5 0,49 0,56 0,65

2. 10 0,48 0,53 0,60

3. 15 0,43 0,52 0,55

Pada tabel hasil pengukuran nilai ER di atas, dapat dilihat bahwa terdapat kecenderungan kinerja yang relatif sama pada setiap konsentrasi gliserol, sedangkan dengan memperhatikan pengaruh pengenceran, terlihat adanya nilai ER yang semakin besar seiring dengan meningkatnya jumlah pengenceran. Dengan

menggunakan α = 5%, maka diperoleh hasil analisis statistik yang menyatakan

(66)

4.6.2.Analisis Dustiness Index (ASTM D547-41)

Analisis Dustiness Index (DI) mengukur potensi batubara menghasilkan debu. Dalam hal ini, debu yang terukur adalah debu yang terbang di udara selama 5 menit. Semakin lama waktu penampungan debu, maka akan semakin tinggi kehalusan debu yang terhitung. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi gliserol yang ditambahkan, maka semakin sedikit debu yang terbentuk. Berdasarkan tingkat pengencerannya, semakin tinggi konsentrasi pengenceran, maka semakin tinggi debu yang terbentuk. Hasil pengukuran indeks debu ditampilkan pada Tabel 8.

Tabel 8 Nilai Dustiness Index formula CDS pada berbagai konsentrasi penambahan gliserol dan pengenceran

No. Konsentrasi Gliserol

(%)

Pengenceran (X)

50 100 150

1. 5 0,11 0,19 0,22

2. 10 0,10 0,15 0,20

3. 15 0,07 0,13 0,18

Dari tabel di atas terlihat bahwa banyaknya debu yang terbentuk semakin banyak seiring dengan berkurangnya konsentrasi formula karena banyaknya pengenceran. Penambahan gliserol kasar pada formula juga mempengaruhi banyaknya debu yang terbentuk. Semakin banyak gliserol kasar yang ditambahkan, semakin sedikit debu yang terbentuk.

Pengaruh penambahan gliserol kasar terhadap kinerja formula tidak

signifikan pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05), berbeda dengan pengaruh

faktor pengenceran yang menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan debu. Hasil uji lanjutan dengan menggunakan uji beda nyata Fisher

pada α = 0,05 ditampilkan pada Tabel 9.

Tabel 9 Hasil uji beda nyata Fisher pengaruh faktor pengenceran terhadap nilai Dustiness Index formula CDS

Konsentrasi Gliserol 5 10 15

Pengenceran 50 100 150 50 100 150 50 100 150

Penanda Uji Fisher*) A A A A A B A A A

*) Tanda huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata.

(67)

39

menunjukkan bahwa tingkat pengenceran 50 dan 100 kali dua-duanya berbeda nyata dengan pengenceran 150 kali dan tidak berbeda nyata satu sama lain. Adapun pada formula dengan konsentrasi gliserol 5 dan 15%, pengenceran tidak berpengaruh secara nyata terhadap nilai Dustiness Index formula CDS. Hasil analisis statistik selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9.

Pengaruh faktor pengenceran yang secara umum tidak nyata terhadap kinerja formula CDS menunjukkan bahwa secara teori, formula CDS memiliki kinerja yang masih dapat diterima walaupun telah diencerkan sebanyak 150 kali. Walaupun demikian, pemilihan formula tidak hanya mempertimbangkan faktor tersebut namun juga perbandingan kinerja formula CDS hasil penelitian dengan kinerja formula CDS komersial.

4.6.3.Perbandingan Kinerja CDS Hasil Penelitian dengan CDS Komersial

Hasil analisis kinerja formula CDS hasil penelitian selanjutnya dibandingkan dengan hasil analisis kinerja formula CDS komersial untuk lebih mengetahui kinerja formula hasil penelitian, dibandingkan dengan kinerja formula komersial yang biasa digunakan di pasaran. Sebagian perusahaan pengguna formula CDS menggunakan air untuk menghemat pemakaian formula CDS. Oleh karena itu, hasil analisis kinerja air sebagai pengganti formula CDS juga dibandingkan dengan hasil analisis formula CDS hasil penelitian dan komersial. Selain itu, blanko sampel yang berupa debu batubara yang tidak diberi perlakuan penambahan bahan kmia apapun juga dianalisis sebagai kontrol. Perbandingan kinerja kedua formula CDS tersebut dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Perbandingan kinerja formula CDS hasil penelitian, CDS komersial, air dan blanko

Kinerja Hasil Penelitian Komersial Air Blanko

ER 0,43 0,48 0,50 4,31

DI 0,07 0,09 0,37 0,85

(68)
[image:68.595.70.475.38.821.2]

Gambar 17 Histogram perbandingan nilai Evaporation Rate CDS hasil penelitian, CDS komersial, air dan blanko.

[image:68.595.95.467.85.372.2]

Dari Gambar 17 terlihat bahwa ketiga bahan (hasil penelitian, komersial dan air) telah bekerja dengan c

Gambar

Gambar 2 Proses produksi biodiesel dua tahap
Tabel 3  Macam-macam penggunaan gliserol di industri
Gambar 4 Rumus struktur batubara (Hambly 1998)
Gambar 6  Diagram alir tahapan pelaksanaan penelitian.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dilaksanakan di Unit Perkebunan Tambi, PT Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah pada bulan Februari hingga Juni 2017. Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan kondisi

kecamatan di wilayah Kabupaten Sumba Timur. Data karakteristik wilayah pendayagunaan sumber daya air yang terdiri atas potensi sumber air, IPA, jumlah penduduk, sawah,

Kepemimpinan adalah kemampuan seorang PNS untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokok (khusus untuk PNS yang

♦ Secara umum prinsip dasar dalam jaringan computer adalah proses pengiriman data atau informasi dari pengirim ke penerima melalui suatu2. media komunikasi tertentu yang

dan dari hasil analisis yang dilakukan, terdapat hubungan yang berarti antara motivasi belajar X terhadap hasil belajar Y siswa terhadap materi pokok sel di kelas XI IPA SMA Negeri

coli yang ditemukan pada media McConkey dan TSIA hasil isolasi dari 2 sampel jamu gendong, menunjukan jamu tersebut telah terkontaminasi dan berpotensi berbahaya untuk

Alhamdulillah, puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya serta shalawat dan salam semoga

Untuk mengetahui apakah variabel kebutuhan mencari variasi berpengaruh signifikan terhadap perpindahan merek handphone GSM dari Nokia ke Blackberry di Surabaya.. Untuk