• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pengembangan Prasarana Usahatani Tingkat Tersier di Lahan Sawah Beririgasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Pengembangan Prasarana Usahatani Tingkat Tersier di Lahan Sawah Beririgasi"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PENGEMBANGAN PRASARANA USAHATANI

TINGKAT TERSIER DI LAHAN SAWAH BERIRIGASI

NOVA ANIKA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Model Pengembangan Prasarana

Usahatani Tingkat Tersier di Lahan Sawah Beririgasi adalah karya saya sendiri

dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa

pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011

Nova Anika

(3)

ABSTRACT

NOVA ANIKA. Model of Infrastructure Development at the Tertiary Level of Irrigated Paddy Field. Supervised by M. YANUAR J. PURWANTO and ERIZAL.

Food production will decline by increasing the conversion of agricultural land. Important factor that also affect food production in Indonesia is generally Indonesian farmers are conventional farmers who live below the poverty line. One of solution to overcome the low production of food and farmer's low income is the development of farm infrastructures on agricultural land. The purpose of study were (1) to identify the infrastructures needed at the tertiary level of irrigated paddy field, (2) to build a dynamic model of infrastructure development at the tertiary level of irrigated paddy field and (3) to make recommendations on development of infrastructure at the tertiary level of irrigated paddy field. Steps of the systematic approach to build the farm infrastructure model at the tertiary level in irrigated paddy field were analysis of needs, problem formulation, system identification, system modeling (STELLA), model validation, sensitivity analysis and model simulation. Farmers need a more adequate farm infrastructure, such as pipe irrigation and farm roads for on-farm infrastructures and rice processing complex and groat processing machine for off-farm infrastructure. Model of infrastructure development at the tertiary level of irrigated paddy field represented the real system and it was used to design the infrastructure development at the tertiary level of irrigated paddy field. Infrastructures development should be done in integrated farming system with minimum total area of 3000 hectares. It provided the benefits for the farmers if every farmer had a minimum of 3 hectares of land area.

(4)

RINGKASAN

NOVA ANIKA. Model Pengembangan Prasarana Usahatani Tingkat Tersier di Lahan Sawah Beririgasi. Dibimbing oleh M. YANUAR J. PURWANTO dan ERIZAL.

Performa prasarana usahatani pada lahan pertanian dilihat berdasarkan pada kualitas, kuantitas dan teknisnya. Pengembangan prasarana usahatani perlu dilakukan agar performa prasarana usahatani optimal. Pengembangan prasarana usahatani disesuaikan dengan kebutuhan petani, karena dalam pengembangan prasarana peran petani tidak hanya dibutuhkan dalam pembangunan tetapi juga dalam pengelolaan berkelanjutan.Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi kebutuhan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi, (2) membangun model dinamik pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi, (3) membuat rekomendasi pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi. Langkah-langkah pendekatan sistematis dalam pembangunan model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan beririgasi adalah analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi sistem, pemodelan sistem (STELLA), validasi model, analisis sensitivitas dan simulasi model. Untuk itu pembangunan model pengembangan prasarana usahatani dilakukan dengan cara observasi dan pendekatan dengan model dinamik yang merupakan salah satu alternatif dalam pendekatan sistem pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi. Pembangunan model dinamik ini bertujuan untuk mengetahui desain prasarana usahatani yang tepat sebagai upaya meningkatkan pendapatan petani.

Berdasarkan analisa kebutuhan yang dilakukan di Daerah irigasi Cihea Cianjur dan Situ Gede Bogor, petani membutuhkan prasarana usahatani yang lebih memadai. Prasarana on farm seperti saluran irigasi pipa dan jalan usahatani dan prasarana off farm seperti Rice Processing Complex dan mesin pengolahan menir menjadi kerupuk. Berdasarkan analisis kebutuhan yang telah dilakukan maka dilakukan formulasi permasalahan yang ada di dalam sistem. Beberapa permasalahan yang terjadi diantaranya 1) efisiensi penyaluran saluran irigasi sebesar 77,5 % yang ditunjukkan dengan lahan-lahan sawah pada bagian hilir yang jarang mendapatkan air untuk memenuhi kebutuhan tanaman, 2) dibutuhkan biaya tambahan untuk memelihara saluran irigasi sebesar 50 kg padi per petani untuk satu kali tanam, 3) terbatasnya akses alat dan mesin pertanian seperti traktor dan mesin bajak ke lahan karena tidak adanya jalan usahatani yang memadai, 4) dibutuhkannya ongkos angkut pupuk sebesar Rp 20.000 per 100 kg dan ongkos angkut panen sebesar 10 % dari hasil panen, 5) kapasitas dan jumlah penggilingan beras belum dapat memenuhi kebutuhan petani dan belum berkembangnya industri rumah tangga atau tidak adanya prasarana off farm yang dapat dijadikan alternatif lain dalam meningkatkan pendapatan petani seperti alat pengolahan menir menjadi makanan ringan yang memiliki nilai jual tinggi.

(5)

sistem prasarana usahatani, sub sistem pendanaan dan kelayakan pembangunan prasarana usahatani, sub sistem produksi lahan dan sub sistem keuntungan petani. Setelah dilakukan identifikasi variabel yang terdapat di dalam sistem, maka ditentukan keterkaitan antara variabel tersebut yang diinterpretasikan kedalam diagram sebab akibat (causal loop) dan Black Box

Hasil validasi struktur model dan validasi perilaku model menunjukkan bahwa model yang telah dibangun dapat dikatakan valid. Model ini dapat digunakan dalam pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi. Dan hasil analisis sensitivitas yang telah dilakukan menunjukkan bahwa parameter laju pertumbuhan penduduk dan laju konversi lahan paling berpengaruh terhadap pendapatan per kapita petani. Simulasi model dilakukan dengan menggunakan data Daerah Irigasi Cihea Cianjur. Simulasi dilakukan untuk kondisi terkini dan dengan rencana pembangunan prasarana usahatani. Simulasi dilakukan dari tahun 2010-2020. Hasil simulasi menunjukkan untuk kedua kondisi tersebut pendapatan petani menurun tiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh laju pertumbuhan penduduk dan laju konversi lahan yang relatif besar. Jadi perlu dirancang beberapa skenario untuk menentukan desain yang tepat agar keuntungan petani dapat meningkat dan dapat memenuhi kebutuhan hidup layak di setiap tahunnya.

Dari hasil simulasi yang telah dilakukan untuk Daerah Irigasi Cihea dapat disimpulkan bahwa pengembangan prasarana usahatani dengan jenis prasarana usahatani yang ditetapkan pada penelitian ini belum dapat memberikan keuntungan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup layak bagi petani. Hal ini disebabkan oleh luas lahan rata-rata setiap petani relatif sempit yaitu 0,3 ha. Untuk itu dilakukan simulasi untuk mengetahui luas lahan rata-rata yang harus dimiliki petani agar pengembangan prasarana memberikan keuntungan kepada petani seperti yang diharapkan. Dari hasil simulasi dapat diketahui bahwa keuntungan petani mencapai 200 % atau dua kali lipat dari standar kebutuhan hidup layak ketika setiap petani memiliki luas lahan 3 ha. Keuntungan petani diharapkan dapat mencapai 200 % agar tingkat kesejahteraan hidup petani lebih tinggi. Selain itu agar pembangunan prasarana seperti yang telah ditetapkan dengan panjang saluran irigasi pipa dan jalan usahatani 50 m/ha, 1 Rice Processing Complex (RCP) dengan harga Rp 1.200.000.000 dan 1 unit mesin pengolahan produk pangan dari menir beras dengan harga Rp 200.000 dapat mendatangkan keuntungan yang memenuhi kebutuhan hidup layak maka pembangunan harus dilakukan pada lahan produktif dengan luas minimum 3000 ha dan masing-masing petani harus memiliki lahan rata-rata 3 ha.

Dapat disimpulkan bahwa : 1) petani membutuhkan prasarana usahatani dalam rangka meningkatkan pendapatan. Prasarana on farm seperti saluran irigasi pipa dan jalan usahatani dan prasarana off farm seperti Rice Processing Complex

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

- Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

- Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

MODEL PENGEMBANGAN PRASARANA USAHATANI

TINGKAT TERSIER DI LAHAN SAWAH BERIRIGASI

NOVA ANIKA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian Tesis :

(9)

Judul Tesis : Model Pengembangan Prasarana Usahatani Tingkat Tersier di Lahan Sawah Beririgasi Nama : Nova Anika

NIM : F451090011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, M.S. Dr. Ir. Erizal, M.Agr, Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknik Sipil dan Lingkungan

Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(10)

PRAKATA

Ucapan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “ Model Pengembangan Prasarana Usahatani Tingkat Tersier di Lahan Sawah Beririgasi” ini dapat diselesaikan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan.

Terima kasih diucapkan kepada Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto dan Dr. Ir. Erizal, M.Agr selaku dosen pembimbing serta Dr. Satyanto K. Saptomo, S.TP, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan arahannya. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan serta I-MHERE B.2c IPB yang telah memberikan bantuan dana penelitian. Terima

kasih yang tak terhingga kepada papa, mama dan seluruh keluarga atas do’a dan

kasih sayangnya serta terima kasih atas dukungan sahabat dan teman-teman dari proses penelitian hingga penulisan tesis ini.

Bogor, Juli 2011

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Solok Sumatera Barat pada tanggal 9 Mei 1986 dari ayah Malfider, S.H, M.M dan ibu Aksim Berliyenni, S.Kep. Penulis merupakan putri pertama dari lima bersaudara. Tahun 1997 penulis lulus dari SD Negeri 26 Panyakalan Solok, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SLTP PKUW Tanjung Alai Solok dan lulus pada tahun 2000. Tahun 2003 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Solok dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk perguruan tinggi di Universitas Andalas Padang. Penulis memilih Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian dan lulus pada tahun 2008.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Kerangka Pemikiran ... 3

Perumusan Masalah ... 4

Tujuan ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Prasarana ... 5

Prasarana On Farm ... 5

Prasarana Off Farm ... 8

Pemodelan Sistem Dinamik ... 10

STELLA ... 14

Validasi dan Analisis Sensitivitas Model ... 15

Analisis dan Perumusan Kebijakan ... 16

METODOLOGI PENELITIAN ... 18

Tempat dan Waktu ... 18

Alat ... 18

Pengumpulan Data ... 19

Model Dinamik ... 20

Analisis Kebijakan Berdasarkan Skenario ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

Analisis Kebutuhan ... 24

Formulasi Permasalahan Sistem ... 28

(13)

Pemodelan Sistem ... 32

Validasi Model ... 37

Analisis Sensitivitas Model ... 38

Simulasi Model ... 40

Analisis Kebijakan Berdasarkan Skenario ... 44

Rekomendasi Desain ... 46

KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Data yang diperlukan dalam penelitian ... ... 19

2 Pengujian validasi model ... 38

3 Skenario kebijakan pengembangan prasarana usahatani di Daerah

Irigasi Cihea Cianjur ... 45

4 Simulasi skenario panjang saluran irigasi pipa dan jalan usahatani

50 m/ha ... 46

5 Simulasi skenario panjang saluran irigasi pipa dan jalan usahatani

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pemikiran model pengembangan prasarana usahatani

tingkat tersier di lahan sawah beririgasi ... 3

2 Tahapan kerja dalam pendekatan sistem ... 14

3 Peta lokasi penelitian ... 18

4 Tahapan pendekatan sistem pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi ... 20

5 Diagram sebab akibat variabel pengembangan prasarana usahatani ... 30

6 Diagram input-output model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi ... 31

7 Sector frame model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi ... 32

8 Sub model prasarana usahatani ... 33

9 Sub model pendanaan pembangunan dan analisis kelayakan pembangunan prasarana usahatani ... 34

10 Sub model produksi lahan ... 35

11 Sub model keuntungan petani ... 36

12 Hubungan beberapa variabel model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi ... 37

13 Analisis sensitivitas model ... 39

14 Input model untuk existing condition Daerah Irigasi Cihea ... 40

15 Output model untuk existing condition Daerah Irigasi Cihea ... 41

16 Input model pengembangan prasarana usahatani di Daerah Irigasi Cihea .. 42

17 Output model pengembangan prasarana usahatani di Daerah Irigasi Cihea 43 18 Sumber keuntungan petani ... 44

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Luas lahan petani di Daerah Irigasi Cihea Cianjur ... 54

2 Luas lahan petani di Situ Gede ... 56

3 Produksi lahan sawah di Daerah Irigasi Cihea Cianjur ... 57

4 Produksi lahan sawah di Situ Gede ... 59

5 Respon kebutuhan prasarana jalan usahatani di Daerah Irigasi Cihea Cianjur ... 60

6 Respon kebutuhan prasarana jalan usahatani di Situ Gede ... 62

7 Respon kebutuhan prasarana irigasi pipa di Daerah Irigasi Cihea Cianjur ... 63

8 Respon kebutuhan prasarana irigasi pipa di Situ Gede ... 65

9 Respon kebutuhan penataan bentuk petak lahan di Daerah Irigasi Cihea Cianjur ... 66

10 Respon kebutuhan penataan bentuk petak lahan di Situ Gede ... 68

11 Validasi model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi ... 69

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia adalah negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk

237.556.363 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49 % per tahun (BPS

2010). Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan permintaan terhadap bahan

pangan meningkat. Di sisi lain produksi pangan akan menurun seiring

meningkatnya konversi lahan pertanian menjadi pemukiman. Selama periode

1993-2003, konversi lahan pertanian non-perkebunan besar mencapai 1,28 juta

hektar (Lokollo EM et al. 2007). Faktor penting yang juga mempengaruhi

produksi pangan di Indonesia yaitu pada umumnya petani indonesia adalah petani

konvensional dengan lahan sempit yang memanfaatkan sebagian besar hasil

sawahnya untuk kepentingan mereka sendiri dan hidup dibawah garis kemiskinan.

Rata-rata luas garapan petani hanya 0,3 hektar dan sekitar 70 % petani padi

Indonesia terutama petani-petani gurem diklasifikasikan sebagai masayarakat

miskin berpendapatan rendah (Suryana et al 2001 cit Triyanto J 2006 ).

Sebagai salah satu solusi untuk mengatasi rendahnya produksi pangan dan

minimnya pendapatan petani adalah dengan membangun prasarana usahatani yang

dibutuhkan dalam proses produksi (on farm) dan proses pascapanen (off farm).

Beberapa prasarana on farm yang dibutuhkan adalah saluran irigasi dan jalan

usahatani yang memadai sedangkan prasarana off farm yang dibutuhkan adalah

Rice Processing Complex (RPC) dan prasarana industri pengolahan menir beras

menjadi kerupuk.

Saluran irigasi merupakan prasarana yang membantu dalam pemenuhan

kebutuhan air tanaman. Irigasi sangat dibutuhkan untuk menjamin produksi lahan

pertanian pada musim kemarau. Di negara berkembang penggunaan air untuk

irigasi sangat besar dengan tingkat efisiensi yang rendah. Efisiensi pemakaian air

perlu ditingkatkan dalam semua sektor termasuk irigasi karena tingkat kelangkaan

air yang semakin tinggi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan

mengganti saluran irigasi konvensional dengan saluran irigasi pipa. Peningkatan

(18)

meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan petani melalui peningkatan

produktivitas lahan.

Keuntungan lain dari saluran irigasi pipa adalah diatas saluran tersebut dapat

dibuat jalan usahatani. Jalan usahatani dibutuhkan pada lahan pertanian untuk

memudahkan akses dalam pengangkutan hasil produksi dari lahan dan

menghindari terjadinya penurunan mutu serta kehilangan hasil produksi. Pada saat

ini jalan usahatani masih belum menjadi perhatian dan belum dipandang sebagai

salah satu faktor yang dapat meningkatkan pendapatan petani. Pada umumnya

lahan pertanian di Indonesia belum memiliki jalan usahatani yang memadai.

Untuk itu perlu dibangun jalan usahatani yang sesuai dengan kapasitas agar dapat

dilalui oleh mesin-mesin dan kendaraan yang dibutuhkan.

Pembangunan RPC sebagai salah satu prasarana off farm bertujuan untuk

meningkatkan pendapatan petani melalui penjualan beras yang harganya lebih

tinggi dari harga jual padi. Selain itu dengan memproduksi beras akan

menghasilkan produk sampingan seperti menir, dedak dan sekam yang dapat

dijadikan nilai tambah oleh petani. Hal ini jika didukung dengan pembangunan

prasarana industri produk pangan maka nilai jual konversi produk samping akan

lebih tinggi contohnya menir yang dapat diolah menjadi kerupuk kecil.

Performa prasarana usahatani pada lahan pertanian dilihat berdasarkan pada

kualitas, kuantitas dan teknisnya. Pengembangan prasarana usahatani perlu

dilakukan agar performa prasarana usahatani optimal. Pengembangan prasarana

usahatani disesuaikan dengan kebutuhan petani, karena dalam pengembangan

prasarana peran petani tidak hanya dibutuhkan dalam pembangunan tetapi juga

dalam pengelolaan berkelanjutan. Untuk itu pembangunan model pengembangan

prasarana usahatani dilakukan dengan cara observasi dan pendekatan dengan

model dinamik yang merupakan salah satu alternatif dalam pendekatan sistem

pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi.

Pembangunan model dinamik ini bertujuan untuk mengetahui desain prasarana

(19)

Kerangka Pemikiran

Pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi

dilakukan secara terpadu. Pengembangan prasarana tidak hanya dititik beratkan

kepada prasarana on farm yang dapat meningkatkan produksi lahan dan

memperlancar mobilitas alat dan mesin pertanian seperti saluran irigasi pipa dan

jalan usahatani, tetapi juga prasarana off farm yang dapat memberikan nilai

tambah untuk meningkatkan pendapatan petani seperti RPC dan prasarana industri

menir beras menjadi kerupuk.

Model dinamik merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengetahui

desain pengembangan prasarana usahatani yang berkelanjutan karena sistem

dinamik dapat digunakan merepresentasikan sistem nyata pengembangan

prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi. Model ini mencakup

aspek teknis dan aspek ekonomi dalam pengembangan prasarana usahatani. Aspek

teknis yaitu identifikasi prasarana, pembangunan dan tahapan pembangunan

prasarana sedangkan aspek ekonomi yaitu biaya pembangunan prasarana,

keuntungan petani dan pendapatan perkapita petani. Secara skematis kerangka

pemikiran penelitian model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di

lahan sawah beririgasi diilustrasikan pada Gambar 1.

Pengembangan Prasarana Usahatani Tingkat Tersier di Lahan Sawah Beririgasi

Teknis Ekonomi Tingkat Tersier di Lahan Sawah Beririgasi Prasarana On Farm

· Saluran Irigasi

· Jalan Usahatani

Prasarana Off Farm · Rice Processing Complex

· Prasarana Industri Pengolahan Menir Beras

(20)

Perumusan Masalah

Di areal pertanian pedesaan pada lahan sawah beririgasi ditemukan

prasarana produksi yang belum memadai. Ketersediaan air untuk kebutuhan

tanaman bergantung pada saluran irigasi atau waduk. Penyaluran air irigasi ke

masing-masing petak sawah menggunakan outlet konvensional yang tidak dapat

dikontrol keluaran airnya, sehingga efisiensi pemakaian air irigasi sangat rendah.

Selain itu pada areal pertanian tidak ada jalan usahatani untuk mempermudah

akses mesin-mesin dan pengangkutan hasil pertanian. Selain itu umumnya

pendapatan petani berasal dari hasil penjualan padi yang harga jual relatif lebih

rendah dibandingkan dengan harga jual beras. Hal ini menyebabkan keuntungan

petani relatif kecil dan belum dapat memenuhi kebutuhan hidup layak. Timbul

beberapa pertanyaan dalam rangka peningkatan kesejahteraan petani di Situ Gede

dan Cihea Cianjur secara khusus dan kesejahteraan petani Indonesia secara umum,

yaitu :

1) Apa prasarana usahatani yang dibutuhkan?

2) Berapa efisiensi penyaluran air irigasi dan produktivitas lahan?

3) Bagaimana desain pengembangan prasarana di areal persawahan

beririgasi?

Tujuan

1) Mengidentifikasi kebutuhan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan

sawah beririgasi.

2) Membangun model dinamik pengembangan prasarana usahatani tingkat

tersier di lahan sawah beririgasi.

3) Menyusun rekomendasi pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Prasarana

Lahan pertanian dan keterbatasan air merupakan fenomena dasar dalam

suatu pengembangan pertanian tanaman pangan. Lahan pertanian yang ada terus

mengalami penyusutan, karena tergeser oleh aktivitas non pertanian. Di samping

itu permasalahan produksi, pascapanen, distribusi, dan pemasaran masih sering

terjadi akibat lemahnya dukungan sarana dan prasarana pertanian, sehingga

kurang berhasil mewujudkan sistem agribisnis yang baik yang pada gilirannya

gagal menaikkan pendapatan petani. Oleh karena itu, dukungan sarana dan

prasarana pertanian perlu untuk dikembangkan dalam suatu rancang bangun

pengembangan pertanian tanaman pangan yang komprehensif (Jaenudin 2006).

Infrastruktur pada dasarnya adalah faktor pendukung bagi kegiatan utama di

pedesaan yang berdasar kepada komoditas pertanian. Infrastruktur mampu

menggerakkan sektor riil, menyerap tenaga kerja, meningkatkan konsumsi

masyarakat dan pemerintah, serta memicu kegiatan produksi. Ketidakmampuan

memberikan pelayanan infrastruktur merupakan indikasi kemampuan pemerintah

yang semakin terbatas dalam kapasitas pembiayaan. Infrastruktur tidak hanya

terbatas pada prasarana dan sarana fisik saja, melainkan mempunyai fungsi yang

lebih penting lagi yaitu fungsi jasa pelayanan. Dalam hal ini jasa pelayanan

mempunyai tiga dimensi penting yaitu dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Infrastrukur dapat dikategorikan menjadi dua bagian: 1) infrastruktur yang

bersifat software seperti: kebijaksanaan, kelembagaan, regulasi, keuangan,

penelitian dan pengembangan, pendidikan, tata ruang, dan lain-lain; serta 2)

infrastruktur yang bersifat hardware seperti : jalan, jembatan, irigasi, pasar,

pelabuhan, jaringan listrik, telepon, dan lain sebagainya (Tambajong 2009).

Prasarana On Farm

1) Jalan Usahatani

Jalan usahatani adalah suatu prasarana transportasi di dalam kawasan

(22)

guna memperlancar pengangkutan sarana produksi, hasil produksi dan alat mesin

pertanian. Pengembangan jalan usahatani adalah pembuatan, peningkatan

kapasitas dan rehabilitasi. Pembuatan jalan usahatani adalah membuat jalan baru

sesuai kebutuhan, peningkatan kapasitas jalan usahatani adalah jalan usahatani

yang sudah ada ditingkatkan tonase/kapasitasnya sehingga bisa dilalui oleh

kendaraan yang lebih berat dan rehabilitasi jalan usahatani adalah memperbaiki

jalan usahatani yang sudah rusak tanpa ada peningkatan kapasitas (Kementerian

Pertanian 2010).

Usahatani (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan) masih

mempunyai kendala keterbatasan sarana produksi, alat dan mesin pertanian yang

antara lain disebabkan kurang memadainya sarana jalan usahatani. Disamping itu

jalan usahatani mutlak diperlukan dalam pengangkutan hasil pertanian misalnya

produk hortikultura yang mempunyai sifat “perishable” (mudah rusak) yang harus ditangani secara baik dan benar serta berhati-hati sehingga penurunan mutu

dan kehilangan hasil dapat dihindari. Oleh karena itu perlu adanya penyediaan

prasarana yang memadai pada daerah sentra produksi pertanian (tanaman pangan,

hortikultura, perkebunan dan peternakan (Kementerian Pertanian 2010).

Lebar jalan petani sebaiknya diambil 1,5 m agar dapat dilewati alat-alat

mesin yang mungkin akan digunakan di proyek. Jika pemasukan peralatan mesin

tidak akan terjadi dalam waktu dekat, maka lebar jalan petani sebaiknya diambil

1,0 m. Akan tetapi lebar minimum jembatan orang dianjurkan untuk diambil 1,5

m untuk memenuhi kebutuhan angkutan di masa mendatang (PU 2010).

Irigasi merupakan prasarana untuk meningkatkan produktivitas lahan

pertanian. Jaringan irigasi merupakan prasarana irigasi yang terdiri atas bangunan

dan saluran air beserta perlengkapannya. Sistem jaringan irigasi dapat dibedakan

antara jaringan irigasi utama dan jaringan irigasi tersier. Jaringan irigasi utama

meliputi bangunan – bangunan utama yang dilengkapi dengan saluran pembawa,

saluran pembuang. dan bangunan pengukur. Jaringan irigasi tersier merupakan

jaringan irigasi di petak tersier, beserta bangunan pelengkap lainnya yang terdapat

di petak tersier (Kartasapoetra 1991).

Menurut Hansen et al (1977) irigasi didefinisikan sebagai pemberian air ke

(23)

Selanjutnya untuk pengertian yang lebih luas irigasi dilakukan untuk tujuan ; a)

menambahkan air ke lahan/tanah untuk meningkatkan kelembaban tanah yang

esensial bagi tanaman, b) untuk melindungi tanaman dari kekurangan air, c) untuk

mendinginkan tanah dan atmosfer, sehingga tanah lebih sesuai bagi tanaman

untuk tumbuh, d) untuk mengurangi akibat dari pembekuan es, e) untuk pencucian

garam-garam dari tanah, f) untuk mengurangi pengikisan tanah, g) untuk

memudahkan pengolahan tanah dan h) untuk mengurangi pembentukan debu

melalui pendinginan oleh evaporasi.

Sumber daya air adalah salah satu unsur yang harus disediakan dalam

strategi pembangunan dan pengembangan pertanian. Dalam usaha budidaya

tanaman faktor ketersediaan air harus dipertimbangkan agar terhindar dari resiko

kegagalan panen, air akan berfungsi memberikan lingkungan tumbuh yang baik

bagi tanaman dan juga berperan dalam proses fisiologi tanaman (Nusa, 1991).

Menurut Ahmad (2003) air terbatas menurut waktu, tempat dan jumlah air yang

tersedia diatas permukaan bumi, untuk itu perlu diusahakan penyediaan air yang

cukup agar tidak menimbulkan kekurangan air.

Menurut Nusa (1991) sistem irigasi dapat diartikan sebagai satu kesatuan

yang tersusun dari berbagai komponen, menyangkut upaya penyediaan,

pembagian, pengelolaan dan pengaturan air dalam rangka meningkatkan produksi

pertanian. Beberapa komponen dalam sistem irigasi diantaranya adalah :

a) siklus hidrologi (iklim, air atmosferik, air permukaan, air bawah pemukaan)

b) kondisi fisik dan kimiawi (topografi, infrastruktur, sifat fisik dan kimiawi

lahan)

c) kondisi biologis tanaman

d) aktivitas manusia (teknologi, sosial, budaya, ekonomi).

Kehilangan air irigasi pada tanaman padi berhubungan dengan : (a)

kehilangan air di saluran primer, sekunder dan tersier melalui rembesan,

evaporasi, pengambilan air tanpa ijin dan lain-lain, (b) kehilangan akibat

pengoperasian termasuk pemberian air yang berlebihan (Bos 1978).

Efisiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata

(distribusi dan aplikasi) yang terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman

(24)

merupakan faktor penentu utama dari unjuk kerja suatu sistem jaringan irigasi.

Efisiensi irigasi terdiri atas efisiensi pengaliran yang pada umumnya terjadi di

jaringan utama dan efisiensi di jaringan sekunder yaitu dari bangunan pembagi

sampai petak sawah. Efisiensi irigasi didasarkan asumsi sebagian dari jumlah air

yang diambil akan hilang baik di saluran maupun di petak sawah. Kehilangan air

yang diperhitungkan untuk operasi irigasi meliputi kehilangan air di tingkat

tersier, sekunder dan primer. Besarnya masing-masing kehilangan air tersebut

dipengaruhi oleh panjang saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran

dan kedudukan air tanah (PU 1986).

Untuk peningkatan efisiensi irigasi dibutuhkan perbaikan sistem pengelolaan

irigasi dalam semua level bukan hanya ditingkat akuisisi, distribusi maupun drainase

tetapi juga tingkat usahatani. Kesemuanya itu membutuhkan perbaikan secara simultan

dalam aspek teknis di bidang irigasi maupun usahatani, peningkatan kapasitas

pembiayaan dan penyempurnaan sistem kelembagaan dalam pengelolaan irigasi

(Sumaryanto 2007).

Prasarana Off Farm

Selama ini keberpihakan pada kegiatan penanganan pascapanen (pengolahan)

gabah/beras masih tertinggal apabila dibandingkan dengan kegiatan pra panen atau

budidaya. Oleh karena itu, diharapkan adanya suatu kebijakan nasional yang ditetapkan

untuk meningkatkan partisipasi dari semua pihak (stakeholder) guna menangani

masalah pascapanen (pengolahan) gabah/beras secara menyeluruh dan

berkesinambungan. Kegiatan penanganan pascapanen di Indonesia mulai

diwujudkan sejak peringatan Hari Pangan Sedunia, tanggal 16 Oktober 1982,

dimana Menteri Pertanian mencanangkan Gerakan Penyelamatan Produksi

Pangan melalui usaha-usaha perbaikan penanganan pascapanen dan pengolahan di

tingkat petani pedesaan. Gerakan tersebut selanjutnya diikuti dengan

diterbitkannya beberapa kebijakan pemerintah, baik dalam bentuk Keppres No. 47

tahun 1986 maupun berupa peraturan-peraturan penyediaan sarana dan prasarana

pascapanen terrnasuk pendidikan dan pelatihan serta koordinasi antar instansi

terkait. Kekuatan hukum yang lain dalam penanganan pascapanen tertuang pada

Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang "Sistem Budidaya Tanaman". Dalam

(25)

mencakup (a) menekan tingkat kehilangan dan atau kerusakan, (6) meningkatkan

mutu, (c) memperpanjang daya simpan, (d) meningkatkan daya guna, dan (e) nilai

tambah serta daya saing (Damardjati 2006).

Terkait dengan kegiatan pascapanen upaya diarahkan terutama dalam upaya

peningkatan nilai tambah melalui penerapan teknologi yang tepat untuk

mengurangi susut pascapanen, peningkatan mutu, dan peningkatan efisiensi

pengolahan. Hal ini akan berdampak pada peningkatan produksi dan harga jual

yang berimplikasi pada peningkatan kehidupan sosial dan ekonomi petani dan

masyarakat umumnya. Disini juga diperlukan kebijakan pemerintah agar nilai

tambah dalam pascapanen ini dapat dinikmati oleh petani. Hasil samping

penggilingan padi selama ini belum mendapatkan perhatian yang memadai,

padahal pemanfaatan hasil samping pengolahan padi dan beras dapat memberikan

keuntungan ekonomis dan ekologis. Menir dapat diolah menjadi tepung beras

sedangkan dedak dapat diolah menjadi minyak dedak. Sekam dapat dimanfaatkan

sebagai sumber energi panas, bahan campuran di industri batu bata, pakan ternak

atau biogas (Purwadaria 2004).

Rice Processing complex (RPC) adalah suatu kawasan sistem pengolahan

padi yang terdiri dari sub sistem pengeringan, sub sistem penyimpanan, sub

sistem penggilingan dan sub sistem pengemasan yang terintegrasi dalam satu lini

proses menggunakan mesin modern. Konsep RPC sebenarnya adalah

penyempurnaan dari sistem rice milling yang dilengkapi dengan sistem

pengeringan, penyimpanan dan pengemasan. Konsep ini sebetulnya

dikembangkan dalam rangka mengontrol seluruh alur proses pengolahan padi

dalam suatu sistem terintegrasi, sehingga mutu produk dapat terjaga

keseragamannya serta secara nyata mengurangi susut bobot. Penggunaan sistem

RPC ini secara umum diproyeksikan untuk dapat meningkatkan daya saing beras

yang dihasilkan melalui mutu dan harga. Hal tersebut dapat dicapai karena RPC

dapat memperbaiki efisiensi pengolahan padi melalui :

a) Perbaikan mutu beras

Dengan mengontrol bahan baku yang masuk dan pengontrolan secara ketat

selama proses pengolahan maka akan dapat diproduksi beras dengan mutu

(26)

sehingga penerapan RPC juga harus diikuti oleh perbaikan sistem budidaya

dan pemilihan varietas padi yang baik.

b) Peningkatan rendemen pengolahan

Dengan sistem pengolahan menggunakan mesin modern, maka semua

bagian/sub sistem dapat dikontrol dengan baik sehingga dapat mengurangi

susut secara signifikan.

c) Peningkatan pendapatan petani

Terbentuknya imej konsumen terhadap produk dengan kualitas yang lebih

baik akan meningkatkan harga beras, yang pada gilirannya akan dapat

meningkatkan pendapatan petani. Pada penerapan RPC ini petani dapat

menjual gabahnya dalam bentuk gabah kering panen sehingga resiko

penurunan mutu gabah akibat keterlambatan pengeringan tidak dialami oleh

petani.

Manfaat sampingan penggunaan RPC adalah memperbaiki produksi dan

distribusi pascapanen, pengembangan beras mutu tinggi karena diproduksi dengan

menggunakan mesin pengolahan kontinu dari panen hingga penggilingan dan

pengemasan, pengembangan beras lokal dengan mutu yang baik melalui local

brand, melalui teknologi benih superior, pertanian organik dan pengolahan lahan

secara terpadu, pengembangan sistem Contract Farming untuk menjamin

pemasaran bagi petani dengan jaminan harga dan jumlah pesanan dan

meningkatkan sistem distribusi melalui jaminan mutu oleh pengusaha RPC,

kepuasan pelanggan karena memproduksi berbagai variasi beras dan kemasan

yang menarik, pengembangan Brand image dan transaksi langsung antara RPC

dan konsumen (Pemerintah kabupaten Sukabumi 2005).

Pemodelan Sistem Dinamik

Model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah

obyek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan-hubungan langsung

maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat. Oleh

karena suatu model adalah abstraksi dari realitas, pada wujudnya kurang

(27)

Menurut Syarifuddin (2001) cit Asyiawati (2002) kegunaan model antara

lain adalah sebagai berikut:

a) Untuk menentukan atau menggambarkan sesuatu, misalnya sistem

informasi manajemen.

b) Untuk membantu dalam usaha menganalisis atau mengkaji sistem

c) Untuk menentukan, menjelaskan dan menggambarkan

hubungan-hubungan serta kegiatan-kegiatan (proses)

d) Untuk menampakkan situasi atau keadaan melalui perlambang atau

simbol-simbol yang bisa dimanipulasikan untuk menghasilkan suatu

prediksi atau ramalan.

Model simulasi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :

a) Model simulasi statis dan dinamis

Model simulasi statis merepresentasikan sistem pada satu titik waktu atau

pada kondisi dimana waktu tidak memiliki pengaruh. Sedangkan model

simulasi dinamis merepresentasikan sistem seiring dengan perubahan

waktu.

b) Model simulasi deterministik dan stokastik

Jika suatu model simulasi tidak mengandung komponen probabilitas

(misalnya random) maka model simulasi tersebut disebut model simulasi

deterministik. Pada model simulasi deterministik output didapat bila

besaran input dan hubungan-hubungan dalam model telah ditentukan

sebelumnya. Sementara beberapa sistem harus dimodelkan dengan

menggunakan input random, model simulasi pada kondisi demikian

disebut stokastik.

c) Model simulasi diskrit dan kontinu

Jika perubahan status sistem hanya pada saat-saat tertentu maka model

simulasi tersebut disebut diskrit. Sedangkan bila perubahan status sistem

terus menerus sepanjang waktu disebut model simulasi kontinu.

Permodelan mencakup suatu pemilihan dari karakteristik dari perwakilan

abstrak yang paling tepat pada situasi yang terjadi. Pada umumnya, model

matematis dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian. Suatu model adalah bisa

(28)

model hanya pada titik tunggal dari waktu. Model dinamik mampu menelusuri

jalur waktu dari peubah - peubah model. Model dinamik lebih sulit dan mahal

pembuatannya, namun memberikan kekuatan yang lebih tinggi pada analisis dunia

nyata (Handoko 1994).

Suatu sistem didefinisikan sebagai himpunan atau kombinasi dari

bagian-bagian yang membentuk sebuah kesatuan yang kompleks. Namun tidak semua

kumpulan dan gugus bagian dapat disebut suatu sistem kalau tidak memenuhi

syarat adanya kesatuan (unity), hubungan fungsional, dan tujuan yang berguna.

Suatu kawasan dengan berbagai sumber daya dan aktivitas di dalamnya

merupakan suatu sistem yang kompleks (Eriyatno 2003).

Dari beberapa batasan mengenai pengertian sistem, dapat disimpulkan

bahwa sistem adalah seperangkat obyek yangt membentuk susunan tertentu dan

menunjukkan sifat saling berhubungan, baik antara objek yang satu dengan yang

lainnya ataupun antara bagian-bagian dari masing-masing objek yang

bersangkutan. Secara lebih sederhana dapat diungkapkan bahwa sistem adalah

seperangkat objek yang merupakan kumpulan dari sub sistem-sub sistem yang

saling berimbaldaya. Di dalam sub sistem terdapat banyak sub-sub sistem, dan di

dalam sub-sub sistem terdapat pula sejumlah sub-sub sistem dan seterusnya

(Sabari 1991).

Secara umum ciri-ciri sistem adalah sebagai berikut (Awad 1979 cit

Budihardjo 1995):

a. Pada hakekatnya sistem itu bersifat terbuka, selalu berinteraksi dengan

lingkungannya.

b. Setiap sistem terdiri dari dua atau lebih sub sistem, dan setiap sub sistem

terbentuk dari beberapa sub sistem yang lebih kecil.

c. Antar sub sistem terjalin saling ketergantungan, dalam arti bahwa satu

subsistem membutuhkan masukan (input) dari sub sistem lain dan keluaran

(output) dari sub sistem tersebut diperlukan sebagai masukan bagi sub sistem

yang lain lagi.

d. Setiap sistem memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan

(29)

e. Setiap sistem mempunyai keandalan dalam mengatur diri sendiri (selft

regulation) terutama dalam kaitannya dengan perubahan-perubahan yang

terjadi dalam lingkungan sistem.

f. Setiap sistem mempunyai tujuan dan sarana tertentu yang ingin dicapai.

Eriyatno (2003) menyatakan bahwa untuk menyelesaikan permasalahan

yang kompleks dengan pendekatan sistem melalui beberapa tahapan, yaitu: (1)

analisis kebutuhan, bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan dari semua

pelaku dalam sistem, (2) fomulasi permasalahan, yang merupakan kombinasi dari

semua permasalahan yang ada dalam sistem, (3) identifikasi sistem, bertujuan

untuk menentukan variabel-variabel sistem dalam rangka memenuhi kebutuhan

semua pelaku dalam sistem, (4) pemodelan abstrak, pada tahap ini mencakup

suatu proses interaktif antara analisis sistem dengan pembuat keputusan, yang

menggunakan model untuk mengeksplorasi dampak dari berbagai alternatif dan

variabel keputusan terhadap berbagai kriteria sistem, (5) implementasi, tujuan

utamanya adalah untuk memberikan wujud fisik dari sistem yang diinginkan, dan

(6) operasi, pada tahap ini akan dilakukan validasi sistem. Pada tahap ini terjadi

modifikasi-modifikasi tambahan karena cepatnya perubahan lingkungan dimana

sistem tersebut berfungsi.

Menurut Forrester (1961) fokus utama dari metodologi sistem dinamik

adalah pemahaman atas sistem sehingga langkah pemecahan masalah memberikan

umpan balik pada sistem. Enam tahap pemecahan masalah dengan metodologi

sistem dinamik adalah identifikasi dan definisi masalah, konseptualisasi sistem,

fomulasi model, simulasi dan validasi model, analisis kebijakan dan

implementasi.

Menurut Pramudya (1989), pendekatan sistem dilakukan dengan tahapan

kerja yang sistematis yang dimulai dari analisis kebutuhan hingga tahap evaluasi,

(30)

Mulai

Analisis Kebutuhan

Formulasi Permasalahan

Identifikasi Sistem

· Diagram Lingkar Sebab Akibat

· Diagram Input-Output

· Diagram Alir

A

A

Pemodelan Sistem

Validasi Model

Layak

Implementasi

Evaluasi Tidak

Ya

Gambar 2 Tahapan kerja dalam pendekatan sistem

Pengujian terhadap model sistem dinamik secara umum dapat dibagi

menjadi tiga kategori (Forrester 1961). :

1) Validasi struktur, yaitu pengujian relasi antar variabel yang ada di dalam

model dan disesuaikan dengan keadaan pada sistem yang sebenarnya.

2) Validasi perilaku, yaitu pengujian terhadap kecukupan struktur model

dengan melakukan penilaian terhadap perilaku yang dihasilkan model.

3) Validasi implikasi kebijakan, yaitu pengujian terhadap perilaku model

terhadap berbagai rekomendasi kebijakan.

STELLA

STELLA (System Thinking Educational Learning Laboratory with

Animation) adalah sebuah program komputer simulasi yang dibangun dalam suatu

kerangka kerja (framework) dan mudah dipahami dalam penggunaan untuk

pengamatan interaksi kuantitatif dari setiap variabel dalam suatu sistem. Program

dapat digunakan untuk menjelaskan dan menganalisa sistem yang kompleks dari

suatu ilmu fisika, kimia, biologi dan sosial (Martin 1997).

Program STELLA merupakan perangkat lunak untuk pemodelan berbasis

(31)

pendekatan lingkungan multi-level hierarkis, baik untuk menyusun model maupun

berinteraksi dengan model. Alat penyusun model yang tersedia dalam STELLA

adalah:

1. Stocks, yang merupakan hasil suatu akumulasi, fungsinya untuk

menyimpan informasi berupa nilai suatu parameter yang masuk ke

dalamnya

2. Flows, berfungsi seperti aliran, yaitu menambah dan mengurangi stock,

arah anak panah menunjukkan arah aliran tersebut, aliran bisa satu arah

maupun dua arah

3. Converters, berfungsi luas yaitu dapat digunakan untuk menyimpan

konstanta, input bagi suatu persamaan, melakukan kalkulasi dari berbagai

input lainnya atau menyimpan data dalam bentuk grafis (tabulasi x dan y),

secara umum fungsinya adalah untuk mengubah suatu input menjadi

output

4. Connectors, berfungsi menghubungkan elemen-elemen dari suatu model.

Dengan alat penyusun model seperti di atas, program STELLA akan mampu

menjalankan model dinamis dalam optimasi pengembangan ruang suatu unit

kawasan yang telah diskenariokan dengan input, nilai parameter, keterkaitan

parameter antar aspek, dan output yang telah ditetapkan (Handoko 1994).

Validasi dan Analisis Sensitivitas Model

Pengetahuan ilmiah yang bersifat obyektif harus taat fakta. Validitas atau

keabsahan adalah salah satu kriteria penilaian keobyektifan dari suatu pekerjaan

ilmiah. Dalam pekerjaan pemodelan obyektif itu ditunjukkan dengan sejauh mana

model dapat menirukan fakta. Teknik validasi yang utama dalam metode berfikir

sistem adalah validasi struktur model, yaitu sejauhmana keserupaan struktur

model mendekati struktur nyata. Sebagai model struktural yang berorientasi

proses, keserupaan struktur model dengan struktur nyata ditunjukkan dengan

sejauhmana interaksi variabel model dapat menirukan interaksi sistem nyata.

Sedangkan validasi kinerja adalah aspek pelengkap dalam metode berfikir sistem.

(32)

model ilmiah yang taat fakta. Caranya adalah memvalidasi kinerja model dengan

data empiris untuk sejauh mana perilaku “output” model sesuai dengan perilaku

data empirik (Muhammadi et al 2001).

Sensitivitas model adalah respon model terhadap stimulus. Respon

ditunjukkan dengan perubahan perilaku dan/atau kinerja model. Stimulus

diberikan dengan memberikan perlakukan tertentu pada unsur atau struktur model.

Perlakukan tersebut disebut uji sensitivitas. Uji sensitivitas bertujuan untuk

menjelaskan sensitivitas parameter, variabel dan hubungan antar variabel dalam

model. Hasil uji analisis sensitivitas ini dalam bentuk perubahan perilaku dan/atau

kinerja model digunakan untuk menganalisis efek intervensi terhadap model.

Perlakukan/intervensi terhadap model, sebagai sebuah tindakan adalah

berdasarkan kondisi yang mungkin terjadi dalam dunia nyata maupun berdasarkan

pilihan kebijakan yang mungkin dilakukan. Denga kata lain tindakan tersebut

bersifat layak. Ringkasnya uji sensitivitas adalah intervensi parameter input model

dan/atau struktur model untuk melihat seberapa jauh kepekaannya terhadap

perubahan output model (Muhammadi et al 2001).

Analisis dan Perumusan Kebijakan

Analisis kebijakan mengandung dua kata yaitu analisis dan kebijakan.

Analisis adalah suatu pekerjaan intelektual untuk memperoleh pengertian dan

pemahaman, sedangkan kebijakan adalah suatu upaya atau tindakan untuk

mempengaruhi sistem mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam analisis pekerjaan

intelektual tersebut adalah proses memilah dan mengelompokkan obyek ke dalam

bagian yang lebih rinci sehingga diperoleh pengetahuan tentang ciri dan cara kerja

dari obyek tersebut. Bedakan dengan sintesis sebagai pekerjaan intelektual yang

menggabungkan dan menyatukan bagian rinci ke dalam bentuk yang lebih umum

sehingga diperoleh pengetahuan tentang esensi dan keseluruhan bagian tersebut.

Di lain pihak, dalam kebijakan upaya atau tindakan tersebut bersifat peka untuk

mempengaruhi kerja sebuah sistem. Oleh karena sasarannya adalah

mempengaruhi sistem, maka tindakan tersebut bersifat strategis, yaitu yang

bersifat jangka panjang dan menyeluruh. Bedakan dengan program sebagai upaya

(33)

sebuah sistem. Oleh karena sasarannya adalah mempengaruhi unsur tertentu dari

sistem, maka tindakan tersebut bersifat taktis, bahkan rutin yang umumnya

bersifat jangka pendek dan terbatas (Muhammadi et al 2001).

Quandun cit Dunn (2000) menyebutkan bahwa analisis kebijakan adalah

setiap jenis analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sehingga dapat

menjadi dasar bagi pengambil kebijakan dalam menguji pendapat mereka. Kata

“analisa” digunakan dalam pengertian yang paling umum yang secara tidak langsung menunjukkan penggunaan intuisi dan pertimbangan yang mencakup

tidak hanya pengujian kebijakan dalam pemecahan terhadap

komponen-komponen tapi juga merencanakan dan mencari sintesa atas alternatif-alternatif

baru. Aktivitas ini meliputi sejak penelitian untuk memberi wawasan terhadap

masalah atau issue yang mendahului atau mengevaluasi program yang sudah

selesai.

Salah satu aspek penting dalam proses analisis kebijakan dengan metode

sistem dinamis adalah simulasi model. Ada dua tahap untuk analisis kebijakan,

yaitu : 1) pengembangan kebijakan alternatif, dan 2) analisis kebijakan alternatif.

Pengembangan kebijakan alternatif adalah suatu proses berfikir kreatif, yaitu

menciptakan ide-ide baru tentang tindakan yang diperluakan dalam rangka

mempengaruhi sistem mencapai tujuan. Sedangkan analisis kebijakan alternatif,

seperti yang telah dijelaskan analisis kebijakan pada dasarnya adalah menemukan

langkah strategis untuk mempengaruhi sistem. Dalam rangka mempengaruhi

sistem tersebut ada dua pilihan, yaitu sistemnya tetap atau berubah. Jika sistemnya

tetap, maka analisis terhadap langkah-langkah yang diambil menghasilkan

alternatif langkah yang mempengaruhi fungsi dari unsur sistem atau disebut

sebagai kebijakan fungsional. Sebaliknya apabila sistemnya diubah, maka analisis

terhadap langkah-langkah yang diambil menghasilkan alternatif langkah yang

menciptakan variasi struktur sistem yang berbeda dengan sistem semula atau

disebut kebijakan perubahan struktural. Pada umumnya pemilihan langkah ini

dikaitkan dengan prakiraan kecendrungan lingkungan sistem ke depan

(34)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Lokasi pelaksanaan penelitian adalah di Kelurahan Situ Gede Kecamatan

Bogor Barat Kota Bogor Jawa Barat dan Daerah Irigasi Cihea yang mencakup tiga

kecamatan yaitu Kecamatan Ciranjang, Kecamatan Bojong Picung dan

Kecamatan Haur Wangi yang terletak di Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Lokasi

penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Peta lokasi penelitian

Penelitian ini dimulai dengan survei awal yang dilaksanakan pada bulan

September – Oktober 2010. Kemudian pengambilan data primer, pengumpulan data sekunder serta pengolahan data pada bulan November 2010 – Maret 2011.

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah :

a. STELLA (Kato T, 81047799147)

(35)

c. Kuesioner yang akan digunakan untuk pengambilan data

primer tentang kebutuhan masyarakat mengenai prasarana

usahatani.

Pengumpulan Data

Pada tahap awal dilakukan survei ke lokasi penelitian untuk mengetahui

kondisi lahan yang akan digunakan. Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian

ini adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan

dengan cara Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara dengan petani

menggunakan kuesioner. FGD dan wawancara dilakukan kepada petani yang

memiliki lahan di petak tersier hulu, tengah dan hilir. Responden dari

masing-masing petak tersier minimal sebanyak 6 orang. Data sekunder didapatkan melalui

dokumen ilmiah dari instansi pemerintah. Rincian data yang dibutuhkan dalam

penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Data yang diperlukan dalam penelitian

No Data Satuan

1. Data Primer :

a. Kebutuhan prasarana saluran irigasi pipa b. Kebutuhan prasarana jalan usahatani

%

(36)

Model Dinamik

Langkah-langkah pendekatan sistematis dalam pemodelan simulasi dapat

dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Tahapan pendekatan sistem pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi

1) Analisis kebutuhan

Analisis kebutuhan pengembangan prasarana usahatani dilakukan dengan

cara wawancara dengan petani (kuesioner) dan survei lapang. Hal ini dititik

beratkan pada kebutuhan prasarana on farm yaitu saluran irigasi pipa dan jalan

usahatani sedangkan prasarana off farm yaitu RPC dan prasarana industri pangan.

2) Formulasi permasalahan sistem

Tahap formulasi permasalahan merupakan perumusan permasalahan

ditimbulkan oleh prasarana usahatani yang tidak memadai di lahan sawah

beririgasi di Situ Gede Bogor dan Cihea Cianjur. Formulasi masalah dilakukan

berdasarkan hasil wawancara dan observasi.

3) Identifikasi sistem

Identifikasi sistem adalah tahap menentukan variabel-variabel yang tercakup

di dalam sistem dan mempengaruhi kinerja sistem tersebut. Variabel-variabel

(37)

yang telah dilakukan. Setelah itu ditentukan hubungan antara variabel-variabel

tersebut, hubungan antara variabel dapat bersifat positif dan bersifat negatif.

Hubungan tersebut kemudian diinterpretasikan dalam bentuk diagram sebab

akibat.

Identifikasi sistem juga mencakup penentuan variabel input dan variabel

output yang terdapat dalam model yang akan dibangun. Variabel input terbagi tiga

yaitu input lingkungan, input terkendali dan input tak terkendali. Input lingkungan

merupakan variabel dari luar sistem namun mempengaruhi kenerja sistem

tersebut, input terkendali adalah variabel yang terdapat di dalam sistem yang

nilainya dapat dikendalikan agar hasil kerja sistem baik sedangkan input yang tak

terkendali adalah variabel yang nilainya mempengaruhi kinerja sistem namun

nilainya tidak dapat dikendalikan.

Variabel output terbagi dua yaitu output dikehendaki dan output tak

dikehendaki. Output dikehendaki adalah variabel output yang nilainya sesuai

dengan tujuan sistem sedangkan output tak dikehendaki adalah nilai variabel

output yang tidak sesuai denga tujuan sistem. Dari nilai pada parameter input

yang ditentukan maka diharapkan output yang dihasilkan adalah output yang

dikendaki, jika output yang dihasilkan adalah output yang tak dikehendaki maka

perlu dilakukan manajemen pada input terkendali. Hal ini bertujuan agar output

yang dihasilkan adalah output yang dikehendaki. Hubungan antara input dan

output tersebut disajikan dalam diagram input-output (black box).

4) Pemodelan sistem

Variabel-variabel yang terlibat di dalam sistem digabungkan dalam bentuk

bagan alir sebagai persiapan melakukan simulasi. Variabel-variabel tersebut dapat

dibagi kedalam beberapa sub model. Model dinamik ini akan dibangun

menggunakan STELLA.

5) Validasi model

Model yang telah dibangun akan diuji keakuratannya dengan menggunakan

data-data yang didapatkan dari Daerah Irigasi Cihea Cianjur. Validasi dilakukan

dua tahap yaitu validasi struktur model dan validasi perilaku model. Validasi

struktur model dilakukan untuk melihat interaksi antara variabel. Validasi ini

(38)

sistem. Validasi perilaku model dilakukan untuk mengetahui kinerja model dalam

merepresentasikan sistem nyata. Validasi dilakukan dengan menggunakan uji t

dua arah (two tail) pada taraf nyata 5 %. Jika hasilnya melebihi 5 % maka

dilakukan pengecekan ulang terhadap identifikasi variabel sistem.

6) Analisis sensitivitas model

Sensitivitas model adalah respon model terhadap suatu stimulus. Respon

ditunjukkan dengan perubahan prilaku/atau kinerja model. Stimulus diberikan

dengan memberikan perlakuan tetentu pada unsur atau struktur model. Uji

sensitivitas bertujuan untuk menjelaskan sensitivitas parameter, variabel dan

hubungan antar variabel dalam model. Hasil uji sensitivitas ini dalam bentuk

perubahan perilaku atau kinerja model digunakan untuk menganalisis efek

intervensi terhadap model. Pada model pengembangan prasarana usahatani tingkat

tersier di lahan sawah beririgasi, sensitivitas analisis dilakukan untuk existing

condition dan untuk lahan yang terdapat pembangunan prasarana yang memadai.

7) Simulasi model

Model ini diaplikasikan dengan menggunakan data daerah irigasi Cihea

Cianjur. Simulasi dilakukan untuk kondisi terkini dan simulasi untuk

pembangunan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi. Tolok

ukur desain pengembangan prasarana usahatani yang optimal adalah persentase

keuntungan petani yang dapat memenuhi kebutuhan hidup layak dan Gross B/C

>1 sebagai indikator kelayakan pembangunan prasarana usahatani bedasarkan

analisis kebutuhan yang telah dilakukan.

Analisis Kebijakan Berdasarkan Skenario

Analisis kebijakan dilakukan dengan beberapa skenario yang diambil

berdasarkan analisis sensitivitas yang telah dilakukan. Skenario tersebut dibuat

untuk mempengaruhi kerja sistem dalam mencapai tujuan. Dalam skenario

tersebut terdapat kebijakan-kebijakan agar pembangunan prasarana usahatani

tingkat tersier dapat terlaksana dan memberikan keuntungan kepada petani. Dalam

penyusunan skenario terdapat beberapa asumsi yaitu pembangunan prasarana

dilakukan secara bertahap, setiap petani memiliki luas lahan yang sama dan nilai

(39)

Desain yang direkomendasikan adalah desain optimum yang dapat

dihasilkan oleh model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan

sawah beririgasi berdasarkan analisis kebutuhan prasarana yang telah dilakukan di

Daerah Irigasi Cihea Cianjur dan Situ Gede Bogor. Desain optimum ini

didapatkan berdasarkan hasil simulasi dengan menggunakan nilai parameter input

Daerah Irigasi Cihea Cianjur. Output yang diharapkan adalah dapat diketahui

berapa luas lahan rata-rata dan luas daerah irigasi minimal yang harus dimiliki

petani Cihea Cianjur khususnya dan petani Indonesia pada umumnya. Setelah

desain optimum didapatkan, maka hasil tersebut akan divisualisasikan dengan

gambar layout pengembangan prasarana usahatani yang dibutuhkan dan

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan dalam membangun model pengembangan prasarana

usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi dilakukan melalui survei dan

Focus Group Discussion (FGD). FGD merupakan cara yang efektif dalam

melakukan pendekatan kepada petani. FGD dilakukan tidak hanya bertujuan

untuk mengidentifikasi prasarana usahatani yang dibutuhkan, tetapi juga dapat

mengetahui permasalahan yang dihadapi petani secara langsung dan memberikan

pemahaman kepada petani bahwa pengembangan prasarana usahatani dapat

dijadikan salah satu solusi dalam pemecahan masalah rendahnya kesejahteraan

petani.

Kegiatan FGD dilakukan di dua tempat yaitu di Cihea Cianjur dan Situ Gede

Bogor. Cihea Cianjur dipilih sebagai tempat penelitian karena Cihea Cianjur

merupakan sentra produksi pangan Indonesia dengan pelaksanaan kegiatan

usahatani yang telah terorganisir, sehingga memudahkan dalam pengambilan

data-data yang dibutuhkan. Pemilihan Situ Gede untuk daerah pengembangan

model karena kawasan pertanian Situ Gede belum memiliki prasarana usahatani

yang memadai.

Kegiatan FGD di Cihea Cianjur diikuti oleh dua kelompok tani yaitu

Kelompok Tani Mekar Sari dan Kelompok Tani Sauyunan. FGD dilakukan

dengan cara wawancara menggunakan kuesioner, untuk kelengkapan informasi

setiap kelompok tani terdiri dari 18 orang dari blok tersier hulu, tengah dan hilir.

Petani di Kelompok Tani Mekar Sari memiliki luas lahan rata-rata di bagian hulu

2683,3 m2, bagian tengah 6775 m2 dan bagian hilir 2895,2 m2. Petani di Kelompok Tani Sauyunan memiliki luas lahan rata-rata di bagian hulu 11294,5

m2, bagian tengah 5589 m2 dan bagian hilir 4957,1 m2. Nama petani, luas petakan sawah dan blok tersier dapat dilihat pada Lampiran 1.

Kegiatan FGD di Situ Gede diikuti oleh 1 kelompok tani yaitu Kelompok

Tani Harapan Mekar. FGD juga dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang

(41)

petani dari blok tersier bagian tengah. Petani memiliki luas lahan rata-rata 3435,3

m2. Daftar nama petani dan luas lahan dapat dilhat pada Lampiran 2.

FGD diawali dengan presentasi mengenai pengembangan prasarana

usahatani. Presentasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada petani

mengenai tujuan dan manfaat pengembangan prasarana usahatani. Setelah itu

dilakukan tanya jawab dengan petani dengan kuesioner yang telah disediakan.

Diskusi difokuskan kepada pengembangan prasarana jalan usahatani, irigasi pipa,

dan prasarana off farm. Hal ini akan menjadi parameter utama dalam model

pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi.

a. Usahatani

Petani di Cihea Cianjur adalah petani dengan usahatani padi dan palawija.

Intensitas tanam 2 kali tanam padi dan 1 kali tanam palawija dalam satu tahun.

Varietas padi yang digunakan adalah Ciherang, Mekongga dan IR 64. Produksi

rata-rata 5,6 ton per hektar dengan biaya produksi Rp 3.000.000 per hektar.

Palawija yang dibudidayakan adalah kedelai. Varietas yang digunakan adalah

Argo Mulyo, Anjasmoro, MS Dapros, Burangrang dan Raja Basa. Rata-rata

produksi 1,5 ton/hektar. Data produksi lahan sawah Cihea Cianjur dapat dilihat

pada Lampiran 3.

Petani di Situ Gede merupakan petani dengan usahatani padi. Intensitas

tanam petani adalah 2 kali setahun. Rata-rata produksi padi 4,2 ton/hektar.

Varietas padi yang digunakan adalah Santana, Metik Wangi dan Ciherang. Data

produksi lahan sawah Situ Gede dapat dilihat pada Lampiran 4.

b. Kebutuhan Prasarana Lahan

Pada umumnya petani di Cihea Cianjur maupun di Situ Gede Bogor

membutuhkan prasarana jalan usahatani. Dari survei dan FGD yang telah

dilakukan di Cihea Cianjur, jalan usahatani sangat dibutuhkan karena beberapa

alasan 76% petani berpendapat bahwa jalan usahatani dapat mengurangi ongkos

pengangkutan pupuk ke tengah lahan sebesar Rp 10.000 – Rp 30.000 untuk sekali tanam, 76 % petani berpendapat jalan usahatani mengurangi ongkos angkut

panen sebesar 10 % dari jumlah panen atau sebesar Rp 25.000 – Rp 30.000/ kuintal hasil panen, 60 % petani berpendapat jalan usahatani dapat mempemudah

(42)

mempemudah perawatan dan pengamatan hama dan penyakit tanaman. Namun

terdapat 23,9 % petani tidak membutuhkan jalan usahatani karena lokasi lahan

terletak di dekat jalan desa. Respon kebutuhan prasarana jalan usahatani di Cihea

Cianjur selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.

Hasil survei dan FGD yang dilakukan di Situ Gede Bogor menunjukkan

bahwa 100 % petani berpendapat bahwa jalan usahatani dapat mengurangi ongkos

angkut pupuk dari jalan ke lahan dan mengurangi ongkos angkut panen, sebanyak

76,5 % petani berpendapat bahwa jalan usahatani dapat mempemudah jalan

traktor dan 80 % petani berpendapat bahwa jalan usahatani dapat mempemudah

perawatan dan pengamatan hama dan penyakit tanaman. Respon kebutuhan

prasarana jalan usahatani di Situ Gede Bogor selengkapnya dapat dilihat pada

Lampiran 6.

Saluran irigasi di Cihea Cianjur maupun di Situ Gede Bogor adalah saluran

irigasi tanah dengan efisiensi yang relatif kecil. Di Cihea Cianjur pemeliharan

saluran ini diorganisir oleh kelompok tani. Setiap petani diwajibkan membayar

sebesar 50 kg padi per hektar untuk biaya pemeliharaan. Untuk meningkatkan

efisiensi irigasi serta mengurangi ongkos pemeliharaan dan perawatan ini maka

petani membutuhkan saluran irigasi pipa. Selain itu di atas irigasi pipa juga dapat

dibuat jalan usahatani.

Berdasarkan hasil survei dan FGD yang dilaksanakan di Cihea Cianjur dapat

disimpulkan bahwa petani membutuhkan saluran irigasi pipa dengan beberapa

alasan yaitu 76,1 % petani berpendapat bahwa saluran irigasi pipa dapat

mengurangi jumlah kebutuhan air karena tidak bocor selama penyaluran, 63 %

petani berpendapat bahwa saluran irigasi pipa dapat mengurangi ongkos

pemeliharaan saluran seperti babat rumput dan longsoran, 26,09 % petani

berpendapat bahwa saluran irigasi pipa lebih mudah biaya rehabilitasi

dibandingkan saluran tanah, 72 % berpendapat bahwa saluran irigasi pipa

diatasnya dapat dibuat jalan usahatani dan 54,4 % petani berpendapat bahwa

saluran irigasi pipa lebih mudah perawatannya. Namun terdapat 19,6 % petani

tidak membutuhkan saluran irigasi pipa karena saluran irigasi pipa perawatannya

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran model pengembangan prasarana usahatani tingkat
Gambar 2  Tahapan kerja dalam pendekatan sistem
Gambar 3  Peta lokasi penelitian
Tabel 1 Data yang diperlukan dalam penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mikrotik adalah sebuah sistem operasi termasuk di dalamnya perangkat lunak yang dipasang pada suatu komputer sehingga komputer tersebut dapat berperan sebagai jantung network

Halaman ini menampilkan formulir yang bisa diisi untuk menambah data berdasarkan penduduk yang baru lahir, namun pengisian formulir tersebut hanya bisa dilakukan

PDI Perjuangan membentuk Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dengan beranggotakan PDI Perjuangan, PKB, partai Nasdem, partai Hanura, dan PKPI. Dari tabel tersebut

13 Saya menggali informasi mengenai cara bekerja yang baik SS S TS STS 14 Saya dapat menemukan solusi ketika mengalami hambatan. dalam bekerja SS S TS

Dalam penelitian ini dilakukan proses membandingkan Jumlah Perguruan Tinggi provinsi lain terhadap Jumlah Perguruan Tinggi Provinsi Jawa Barat, Hal ini dikarenakan Provinsi Jawa

Hasil dari analisis leverage attributes atau atribut sensitif pada dimensi sosial yang memiliki nilai RMS ≥ 2% yaitu, pengetahuan tentang usahatani komoditas

6. Buat garis sama panjangnya dengan gambar/kata. Gunakan warna – kode rahasia sendiri di peta pikiran yang dibuat. Kembangkan gaya penuturan, penekanan tertentu, dan penampilan khas

mengenai tulang rangka dada, pleura paru- paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan 