• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan C-Reaktif Protein (CRP) Lansia di Kelurahan Kampung Lalang Lingkungan I, II, III Kota Medan dalam Kondisi Udara Tercemar PM10 dengan Lama Menetap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan C-Reaktif Protein (CRP) Lansia di Kelurahan Kampung Lalang Lingkungan I, II, III Kota Medan dalam Kondisi Udara Tercemar PM10 dengan Lama Menetap"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN

C- REAKTIF PROTEIN

(CRP) LANSIA DI

KELURAHAN KAMPUNG LALANG LINGKUNGAN I, II, III KOTA

MEDAN DALAM KONDISI UDARA TERCEMAR PM10

DENGAN LAMA MENETAP

TESIS

OLEH

SUMIHAR MAURIST RANTOS PASARIBU

097008017

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

FAKULTASKEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN

C- REAKTIF PROTEIN

(CRP) LANSIA DI

KELURAHAN KAMPUNG LALANG LINGKUNGAN I, II, III KOTA

MEDAN DALAM KONDISI UDARA TERCEMAR PM10

DENGAN LAMA MENETAP

TESIS

Diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh Gelar Magister Ilmu Biomedik dalam Program Studi Magister Ilmu Biomedik pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SUMIHAR MAURIST RANTOS PASARIBU

NIM : 097008017

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

JudulTesis : HUBUNGAN C- REAKTIF PROTEIN (CRP) LANSIA DI KELURAHAN KAMPUNG LALANG LINGKUNGAN I, II, III KOTA MEDAN DALAM KONDISI UDARA TERCEMAR PM10 DENGAN

LAMA MENETAP

Nama Mahasiswa : SUMIHAR MAURIST RANTOS PASARIBU

NomorIndukMahasiswa : 097008017

Program Studi : Program Studi Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

(Dr.Ir.Hidayati, MSi) (Prof.Dr.Drs.SyafruddinIlyas, M.Biomed.)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Biomedik Dekan,

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 27 Februari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr.Ir.Hidayati, MSi

Anggota : 1.Prof.Dr.Drs.SyafruddinIlyas, M.Biomed

(5)

i ABSTRAK

Penurunan kualitas udara sudah lama menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di Negara industri yang banyak memiliki pabrik dan kenderaan bermotor. Tingginya tingkat pencemaran udara di kota akan mempengaruhi kesehatan manusia yang ada di kota tersebut, dan akhirnya akan menurunkan kualitas hidup manusia. Data kualitas udara kota medan tahun 2011-2012 dicatat pada alat pemantau udara di Terminal Pinang Baris melewati baku mutu 150 μg/m3untuk PM10 (PP.No.41 Tahun 1999).

Masih belum banyak bukti mengenai sejauh mana paparan partikulat dikaitkan dengan perubahan tingkat inflamasi sistemik pada populasi umum di kota medan. Paparan polusi udara dihubungkan dengan peningkatan kadar C-Reaktif Protein (CRP) diyakini memicu inflamasi sistemik.

Partikel Matter (PM10) merupakan polutan di udara yang dihasilkan dari aktifitas kenderaan bermotor, mempunyai hubungan dengan peningkatan C-Reaktif Protein. Dan akhirnya akan memicu berbagai penyakit pada manusia pada semua tingkatan umur.

Dilakukan penelitian Secara crossectional terhadap 50 relawan lansia yang telah menetap lebih dari 3 tahun dan dekat dengan pusat polusi udara di terminal pinang baris. Setelah mendapat persetujuan dari komite etik, Kemudian dilakukan pemeriksaan mencakup anamneses, pemeriksaan pisik dan pengambilan sampel darah vena untuk diperiksa konsentrasi CRP di laboratorium.

Dari Hasil penelitian di dapatkan adanya hubungan antara lama menetap dengan meningkatnya konsentrasi CRP pada lansia di daerah kelurahan kampung lalang terminal pinang baris dengan uji stastistik Fischer exact. (p<0,05)

Dari hasil penelitian ini juga , didapatkan gambaran peningkatan faktor resiko penyakit jantung koroner pada lansia yang menetap di daerah penelitian dengan; resiko tinggi(high risk) 34 subjek, resiko sedang (moderate risk) 14 subjek dan 2 subjek dengan resiko rendah(low risk).

(6)

ii

ABSTRAC

The decrease in air quality has long been a public health problem, particularly in the industrialized countries that has many factories and motor vehicles. The high level of air pollution in the city will affect human health in the city, and will ultimately reduce the quality of human life. Medan city air quality data recorded in 2011-2012 at the air monitoring equipment at Terminal Pinang Baris passed the quality standard of 150 μg/m3 for PM10 (PP.No.41 1999).

There is still plenty of evidence of the extent to which exposure to particulate matter is associated with changes in the level of systemic inflammation in the general population in the city of Medan. Exposure to air pollution is associated with increased levels of C-Reactive Protein (CRP) is believed to trigger systemic inflammation. Particle Matter (PM10) is the pollutant in the air resulting from the activity of motor vehicles, has a relationship with an increase in C-Reactive Protein. Ultimately will lead to various diseases in humans at all age levels.

In cross-sectional study was conducted on 50 elderly volunteers who have been residing more than 3 years and close to the center of the air pollution in the terminal pinang baris. After obtaining approval from the ethics committee, then covers anamneses examination, physical examination and venous blood samples for CRP concentrations examined in the laboratory.

From the results reveal that the relationship between long-time resident with increasing concentrations of CRP in the elderly in kelurahan kampung lalang the terminal pinang baris with statistical Fischer exact test.

From the results of this study, obtained picture enhancement factors for coronary heart disease risk in elderly residing in the study area; high risk 34 subjects, moderate risk 14 subjects and 2 subjects with low risk.

(7)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah karena rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tesis dengan Judul “HUBUNGAN C- REAKTIF PROTEIN (CRP) LANSIA DI KELURAHAN KAMPUNG LALANG LINGKUNGAN I, II, III KOTA MEDAN KONDISI UDARA TERCEMAR PM10 DENGAN LAMA MENETAP TAHUN 2013.” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang strata 2 pada program studi Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam Pembuatan penulisan tesis ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan, dukungan dan doa dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada:

1. Dr.Yahwardiah Siregar, PhD., Ketua Program Studi Biomedik, yang memberikan banyak masukan kepada penulis.

2. Dr.Ir.Hidayati, MSi, Ketua Komisi Pembimbing yang senantiasa bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan masukan dan pemikiran dengan penuh kesabaran kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

3. Prof.Dr.Drs.Syafruddin Ilyas, M.Biomed.,Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, motivasi dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

4. Prof.Dr.Erman Munir, MSc, Dosen Pembanding yang senantiasa bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan masukan dan pemikiran dengan penuh kesabaran kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

5. Dr. Mutiara Indah Sari, M.Kes.,Dosen Pembanding sekaligus Sekertaris Program Studi yang senantiasa bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan masukan dan pemikiran dengan penuh kesabaran kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

6. Kepada Kedua orang tua saya, istri dan ke empat anak-anakku yang memberikan semangat dan dorongan motivasi untuk menyelesaikan pendidikan ini.

(8)

iv

Semoga pendidikan yang penulis jalani dapat memberikan manfaat kepada penulis sendiri dan bagi orang lain. Penulis berterimakasih bagi kritik dan saran dari semua pihak guna perbaikan dari penelitian ini.

` Medan, Februari 2014

Penulis

(9)

v

RIWAYAT HIDUP

Nama : Sumihar Maurist Rantos Pasaribu

Tempat /tanggal lahir : Marindal, 24 januari 1970

Agama : Kristen Protesan

Status : Menikah

Alamat : Jl.Sumber Amal /Perumahan Grand Gadin Mas 2C, Marindal I

Medan.

Hp / Telepon :081263490989

Email : rsumihar@yahoo.com/sumiharpasaribu@gmail.com

Pendidikan :

SDN-101789 Marindal : 1977 - 1983

SLTP N 20 Medan : 1983 - 1986

SMAN-5 Medan : 1986 - 1989

Fakultas Kedokteran USU : 1989 - 1999

Pekerjaan :

Staf Pengajar Tetap FK-UMI Medan :2005 – sampai saat ini

(10)

vi 

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

2.3. Dampak Partikel Pencemar Udara Bagi Kesehatan 12

2.4. Index Kualitas Udara 13

2.5. Gambaran Alat Pemantau Udara Ambien Kota Medan 16

2.6. Reaksi Fase Akut 17

2.7. C-Reaktif Protein 19

(11)

vii   

2.7.2. Polusi Udara Dan C-Reaktif Protein 20

2.8. Karakteristik Daerah Penelitian 21

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 30

3.1. Jenis Dan RancanganPenelitian 30

3.2. Populasi, Sampel, Besar Sampel Dan Teknik Pengabilan

Sampel Penelitian 30

DAFTAR PUSTAKA 42

(12)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Distribusi ukuran Partikulat Matter (PM) 9

2. Peta Wilayah KelurahanLalang (Sumber data KelurahanLalang) 22 3. Grafik Konsentrasi PM10 di alat pemantau ambient udara 24 Stasiun Pinang Baris tahun 2011

4. Grafik Konsentrasi SO2 di Pemantau ambient udara stasiun 25 Pinang Baris tahun 2011

5. Grafik Konsentrasi CO di alat Pemantau ambient udara stasiun 26 Pinang baris tahun 2011

6. Grafik Konsentrasi O3 di alat Pemantau udara ambient stasiun 27 Pinang baris tahun 2011

7. Grafik Konsentrasi NO2 di alat Pemantau ambient udara stasiun 28 Pinang Baris tahun 2011

8. Lokasi Penelitian di Kelurahan Lalang Pinang baris 32

9. Grafik Distribusi menurut jenis kelamin 36

(13)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kategori ISPU dan Penjelasan 14

2. Parameter Uji 15

3. Pengaruh ISPU untuk setiap Parameter Pencemar 15

4. Batas Indeks Standar Pencemaran Udara dalam satuan standar 16 Internasional

5. Jumlah Penduduk Kelurahan Lalang berdasarkan Lingkungan 22

6. Jumlah Lansia di Kelurahan Lalang 23

7. Konsentrasi PM10(ug/m3)di alatPemantau ambient udara stasiun 24 Pinang Baris Tahun 2011

8. Konsentrasi SO2 (µm/m3) di alat Pemantau ambient udara stasiun 25 Pinang Baris Tahun 2011

9. Konsentrasi CO (mg/m3)di Pemantau ambient udara stasiun 26 Pinang Baris Tahun 2011

10. Konsentrasi O3(µm/m3) di alat Pemanatau ambient udara stasiun 27 Pinang Baris Tahun 2011

11. Konsentrasi NO(ug/m3) di alat Pemantau ambient udara stasiun 28 Pinang Baris Tahun 2011

12. Distribusi menurut jenis kelamin 36

13. Distribusi Menurut umur dan Lama Menetap 36

(14)

x

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Hasil analisa uji Statistik Fischer exact 45-46

2. Subjek Penelitian 47

3. Etikel Kliren Penelitian 48

4. Kuisioner Subjek Penelitian 49

5. Penejelasan Mengenai Penelitian 50-51

6. Form Hasil Laboratorium 52

7. Surat keterangan Laboratorium 53

8. Foto-Foto Kegiatan Penelitian 54-55

(15)

i ABSTRAK

Penurunan kualitas udara sudah lama menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di Negara industri yang banyak memiliki pabrik dan kenderaan bermotor. Tingginya tingkat pencemaran udara di kota akan mempengaruhi kesehatan manusia yang ada di kota tersebut, dan akhirnya akan menurunkan kualitas hidup manusia. Data kualitas udara kota medan tahun 2011-2012 dicatat pada alat pemantau udara di Terminal Pinang Baris melewati baku mutu 150 μg/m3untuk PM10 (PP.No.41 Tahun 1999).

Masih belum banyak bukti mengenai sejauh mana paparan partikulat dikaitkan dengan perubahan tingkat inflamasi sistemik pada populasi umum di kota medan. Paparan polusi udara dihubungkan dengan peningkatan kadar C-Reaktif Protein (CRP) diyakini memicu inflamasi sistemik.

Partikel Matter (PM10) merupakan polutan di udara yang dihasilkan dari aktifitas kenderaan bermotor, mempunyai hubungan dengan peningkatan C-Reaktif Protein. Dan akhirnya akan memicu berbagai penyakit pada manusia pada semua tingkatan umur.

Dilakukan penelitian Secara crossectional terhadap 50 relawan lansia yang telah menetap lebih dari 3 tahun dan dekat dengan pusat polusi udara di terminal pinang baris. Setelah mendapat persetujuan dari komite etik, Kemudian dilakukan pemeriksaan mencakup anamneses, pemeriksaan pisik dan pengambilan sampel darah vena untuk diperiksa konsentrasi CRP di laboratorium.

Dari Hasil penelitian di dapatkan adanya hubungan antara lama menetap dengan meningkatnya konsentrasi CRP pada lansia di daerah kelurahan kampung lalang terminal pinang baris dengan uji stastistik Fischer exact. (p<0,05)

Dari hasil penelitian ini juga , didapatkan gambaran peningkatan faktor resiko penyakit jantung koroner pada lansia yang menetap di daerah penelitian dengan; resiko tinggi(high risk) 34 subjek, resiko sedang (moderate risk) 14 subjek dan 2 subjek dengan resiko rendah(low risk).

(16)

ii

ABSTRAC

The decrease in air quality has long been a public health problem, particularly in the industrialized countries that has many factories and motor vehicles. The high level of air pollution in the city will affect human health in the city, and will ultimately reduce the quality of human life. Medan city air quality data recorded in 2011-2012 at the air monitoring equipment at Terminal Pinang Baris passed the quality standard of 150 μg/m3 for PM10 (PP.No.41 1999).

There is still plenty of evidence of the extent to which exposure to particulate matter is associated with changes in the level of systemic inflammation in the general population in the city of Medan. Exposure to air pollution is associated with increased levels of C-Reactive Protein (CRP) is believed to trigger systemic inflammation. Particle Matter (PM10) is the pollutant in the air resulting from the activity of motor vehicles, has a relationship with an increase in C-Reactive Protein. Ultimately will lead to various diseases in humans at all age levels.

In cross-sectional study was conducted on 50 elderly volunteers who have been residing more than 3 years and close to the center of the air pollution in the terminal pinang baris. After obtaining approval from the ethics committee, then covers anamneses examination, physical examination and venous blood samples for CRP concentrations examined in the laboratory.

From the results reveal that the relationship between long-time resident with increasing concentrations of CRP in the elderly in kelurahan kampung lalang the terminal pinang baris with statistical Fischer exact test.

From the results of this study, obtained picture enhancement factors for coronary heart disease risk in elderly residing in the study area; high risk 34 subjects, moderate risk 14 subjects and 2 subjects with low risk.

(17)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Udara merupakan zat yang sangat penting bagi mahluk hidup yang ada di permukaan bumi. Kualitas udara yang di hirup setiap detiknya mempengaruhi kualitas jaringan tubuh pada mahluk hidup. Dengan komposisi udara normal yang terdiri dari gas Nitrogen 78,09 %, Oksigen 20,95 %, Karbondioksida 0,93 % dan gas lainnya 0,03% ( BLH Prop.Sumut,2010).

Menurunnya kualitas udara sudah lama menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara industri yang banyak memiliki pabrik dan kenderaan bermotor. Tingginya Tingkat pencemaran udara di kota akan mempengaruhi kesehatan manusia yang ada di kota tersebut, dan akhirnya akan menurunkan kualitas hidup manusia. Pada era industrialisi,semua negara di belahan dunia terlibat di dalam memberikan kontribusi terhadap polusi udara. Jumlah pertambahan transportasi darat, laut udara berakibat kepada menurunnya kualitas udara di permukaan bumi. Udara yang dahulunya bersih berubah menjadi udara yang mengandung berbagai partikel – partikel yang mempengaruhi kesehatan tubuh manusia.

Dampak dari polusi udara terhadap kesehatan meliputi kesehatan janin, berat badan lahir rendah dan kematian janin ( Xu X et al.,2011; Stein C,2012). Pada anak-anak, polusi udara akan berdampak pada penyakit allergi, saluran pernapasan, asma dan penurunan fungsi paru. Pada usia dewasa polusi udara dihubungkan dengan penyakit saluran pernapasan, kardiovaskular dan kanker paru (Byoung,2012). Polusi udara yang disebabkan oleh PM10, secara signifikan berhubungan dengan angka kematian penyakit kardiovaskular, dan kematian akibat penyakit pernapasan (Brook R.D et al., 2010).

(18)

2

penelitian terhadap tingkat polusi udara dan keterkaitan penyakit arteri koroner semakin banyak (Bedada,2010).

Adanya bukti bahwa paparan dari partikel manner(PM10), dihubungkan dengan meningkatnya faktor pro inflamasi yang menandakan respon sistemik setelah terhirup PM10. Beberapa penelitian melaporkan hubungan positif antara paparan PM10 dan peningkatan penanda inflamasi, serta meningkatnya CRP pada kelompok lansia dengan penyakit atherosklerosis koroner (Brook R.D et al.,2010).

C-Reaktif Protein (CRP) adalah suatu kelompok protein yang memiliki konsentrasi plasma meningkat atau menurun sebagai respon terhadap peradangan dalam jaringan. CRP adalah protein yang disintesis oleh hepatosit dalam hati dan ditemukan secara alami sebagai bagian dari komposisi serum manusia.

Penelitian di Kota Pune India, melaporkan bahwa terdapat perbedaan secara bermakna konsentrasi CRP antara penduduk kota dan desa yang diduga adalah disebabkan oleh pencemaran udara di kota lebih tinggi dari pada desa ( Khafaie M.A et al.,2013).

Meningkatnya usia, kegemukan, penyakit pernapasan, kardiovaskular dan metabolik sindrom meningkatkan kerentanan terhadap efek berbahaya dari polusi udara dan respon inflamasi sistemik selanjutnya memperburuk keadaan penyakit (Khafaie M.A et al.,2013).

Menurut penelitian Bedada, bukti yang kuat terhadap paparan polusi udara jangka pendek dan paparan polusi udara jangka panjang dari lalu lintas dihubungkan dengan kematian dan Rawat inap akibat penyakit Kardiovaskular, dan faktor resiko penyakit jantung dihubungkan dengan Paparan dari PM10 dan PM2,5. Peneliti dari Belanda melaporkan bahwa kelompok lansia dan tinggal dekat dengan jalan raya, memiliki resiko relative (RR) kematian akibat penyakit kardiopulmonar sebesar 1,95 (95 % CI:1,09 – 3, 52).

Penelitian oleh Hickman membuktikan, peningkatan jumlah kendaraan di negara Eropa, sebanding dengan peningkatan jumlah emisi yang dihasilkan , yang merupakan ancaman bagi kesehatan manusia.

(19)

3

Partikel Manner(PM10) pada udara bebas, sebagai akibat dari meningkatnya penggunaan kenderaan dan aktifitas Industri.

Menurut data Kementrian lingkungan hidup Indonesia, pencemaran udara di perkotaan merupakan permasalahan yang serius. Kualitas udara perkotaan di Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun dalam beberapa tahun terakhir ini. Peningkatan penggunaan kenderaan bermotor dan konsumsi energi di kota –kota, jika tidak dikendalikan, akan meningkatkan pencemaran udara dan memberi dampak dalam perubahan iklim melalui suatu kondisi yang kerab disebut dengan pemanasan global (Global warming) yang menimbulkan kerugian pada kesehatan, produktifitas dan ekonomi bagi negara. Sehingga perlu dilakukan evaluasi udara perkotaan secara berkesinambungan.

Dari data kualitas udara yang dikeluarkan oleh Badan lingkungan hidup kota medan untuk tahun 2011- 2012, melaporkan dari alat pemantau yang di tempatkan pada empat lokasi di kota medan, mencatat rerata indeks standar pencemaran udara (ISPU) pada kualitas sedang(51-100 ) dan tidak sehat(101-199 ). Dan catatan udara harian Pada tahun 2011 di Pinang Baris untuk PM10 Melewati Baku mutu 150µ/m3.

Menurut data Kota Medan dalam angka 2010, Kota Medan yang memiliki luas wilayah 265,10 km2 dan memiliki 21 kecamatan 151 kelurahan dengan jumlah penduduk 2.121.053 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 8001jiwa/ km². Dengan daerah industri berada pada kecamatan Amplas, Belawan dan Labuhan Deli. Sedangkan untuk daerah Padat Kenderaan berada pada daerah Terminal Pinang Baris. Pertumbuhan penduduk yang demikian pesat akan membawa konsekuensi peningkatan aktivitas penduduk yang berakibat kepada peningkatan polusi udara. Peningkatan penduduk juga di ikuti dengan peningkatan jumlah kendaraan.

(20)

4

Berdasarkan data kualitas udara kota medan selama dua tahun belakangan ini yaitu 2011 dan 2012, maka perlu dilakukan penelitian terhadap masyarakat yang berada di dekat sentra industri dan daerah kepadatan kenderaan di kota medan, untuk melihat dampak polusi terhadap kesehatan masyarakat, terutama terhadap faktor resiko penyakit jantung. Untuk hal ini peneliti mengadakan penilaian kadar CRP pada kelompok umur lansia di satu Kelurahan Kampung Lalang di daerah Terminal Pinang Baris Kecamatan Medan Sunggal.

1.2 Rumusan Masalah

Keadaan perkotaan yang identik dengan kepadatan penduduk yang mempengaruhi peningkatan pemakaian kenderaan dan pembangunan merupakan hal yang memicu terjadinya penurunan kualitas udara khususnya di Kelurahan Kampung Lalang daerah stasiun Pinang Baris wilayah kecamatan Medan Sunggal. Penurunan kualitas udara ini nantinya akan sangat berdampak pada kondisi kesehatan Masyarakat yang bermukim disekitar daerah tersebut. CRP merupakan salah satu indikator yang di gunakan untuk melihat seberapa jauh tingkat kesehatan seseorang yang telah terpapar polusi udara. Sehingga perumusan masalah adalah sebagai berikut:

• Bagaimana kondisi kesehatan masyarakat lansia ( di indikasi dengan konsentrasi CRP dalam darah dan resiko penyakit jantung) yang bermukim di lokasi dengan udara tercemar oleh Partikel Matter 10 µm (PM10)

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui peningkatan konsentrasi CRP dan dampak pada kesehatan jantung manusia di daerah udara tercemar terminal pinang baris.

1.3.2 Tujuan Khusus

(21)

5

2. Mendeteksi masyarakat lansia yang memiliki resiko penyakit jantung koroner akibat peningkatan CRP dalam darah.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai Informasi untuk Pemerintah kota medan dan Propinsi Sumatra Utara di dalam Menetapkan Kebijakan mengatasi permasalahan penanganan kualitas udara.

2. Sebagai Informasi kepada masyarakat tentang akibat dari pencemaran udara dan hubungannya dengan kesehatan

3. Memberikan informasi penting bagi Dinas Kesehatan untuk mengambil kebijakan tentang pengembangan program kesehatan dan lingkungan.

1.5 Hipotesis

1. Adanya pengarauh lama menetap dari lansia yang bermukim di daerah dengan udara tercemar PM10 dengan konsentrasi CRP dalam darah.

(22)

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komposisi Udara

Fakta empirik menunjukkan bahwa udara merupakan komponen kehidupan yang sangat penting bagi manusia maupun makhluk hidup lainnya (seperti tumbuhan dan hewan). Tanpa makan dan minum manusia bisa hidup untuk beberapa hari, tetapi tanpa udara manusia hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja. Tidak seperti air yang bisa dipilih untuk diminum, sekali udara tercemar susah untuk membersihkannya. Karena manusia tidak dapat memilih udara yang dihirup.Kualitas udara (ambien) sangat berhubungan dengan tingkat kesehatan masyarakat dan kegiatan pembangunan.

Komposisi udara normal terdiri atas gas nitrogen 78,09 %, oksigen 20,95 %, dan karbondioksida 0,93%, sementara selebihnya berupa gas argon, neon, kripton, xenon dan helium sekitar 0,03% (BLH Prop.Sumut,2010). Udara juga mengandung uap air, debu, bakteri, spora dan sisa tumbuh-tumbuhan.

Kegiatan pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tentunya akan meningkatkan penggunaan energi. Semakin banyak energi yang dibakar pada akhirnya akan meningkatkan pencemaran udara. Udara yang tercemar (tidak memenuhi baku mutu udara ambien) dapat meningkatkan berbagai jenis penyakit atau bahkan dapat menyebabkan kematian apabila kadarnya di udara tidak sehat atau berbahaya untuk jangka waktu yang panjang.

Didalam peraturan Mentri Lingkungan Hidup nomor 28 tahun 2008, di lampiran petunjuk teknis standar pelayanan minimal bidang lingkungan hidup daerah propinsi, penduduk Indonesia diproyeksikan akan meningkat antara tahun 2000 dan 2025 dari sekitar 206 juta menjadi sekitar 274 juta. Pada tahun 2000 kebanyakan penduduk Indonesia masih tinggal di pedesaan, namun lambat laun jumlah penduduk yang tinggal di pedesaan semakin menurun, yang disebabkan oleh perkembangan pedesaan menjadi kota-kota baru serta urbanisasi.

(23)

7

2025. Oleh karena itu, tingkat pencemaran udara pada masa yang akan datang akan semakin meningkat khususnya di wilayah perkotaan dan industri serta wilayah pemukiman. Pencemaran udara di perkotaan merupakan permasalahan yang serius.

Peningkatan penggunaan kendaraan bermotor dan konsumsi energi di perkotaan, jika tidak dikendalikan, akan memperparah pencemaran udara, kemacetan, dan dampak perubahan iklim yang menimbulkan kerugian kesehatan, produktivitas dan ekonomi bagi negara. Berdasarkan penelitian Japan International Cooperation Agency(JICA)dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) tahun 1995 dan studi Asian Development bank (ADB) bekerjasama dengan Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) pada tahun 2001, kenderaan bermotor memberikan kontribusi > 70 % terhadap pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia khusunya Jakarta dan sekitarnya (BLH.Prop.Sumut, 2010).

2.2Komponen Pencemaran Udara

Menurut data Badan Lingkungan Hidup, bahwa secara umum ada 2 macam penyebab pencemaran udara, yaitu alamiah dan buatan. Penyebab alamiah seperti debu yang berterbangan dan abu yang di keluarkan gunung berapi, sedangkan penyebab buatan adalah oleh karena ulah manusia seperti hasil pembakaran bahan bakar fosil, debu dari kegiatan industri, pemakaian zat kimia yang disemprotkan ke udara dan lain-lain.

(24)

8

2.2.1 Partikulate Matter (PM10)

Partikulat Matter yang melayang di udara berisikan campuran yang heterogen yaitu padat dan cair yang bercampur di dalam udara, dan terus berpariasi di dalam ukuran dan komposisi kimia. Partikel utama di emisikan langsung ke dalam atmospir, seperti asap mesin diesel. Partikel sekunder dihasilkan melalui transformasi psikokimia gas, seperti nitrat dan sulfat dari formasi dari asam nitrat dan Sulfur dioxide(SO2) (Brook R.D et al,2004 ).

Sumber PM meliputi emisi dari mesin kenderaan, berbagai sumber PM meliputi emisi kenderaan bermotor,fragmentasi ban dan resuspensi debu jalan, pembangkit listrik dan pembakaran industri lainnya, kegiatan peleburan dan pengolahan logam lainnya, pertanian, konstruksi dan pembongkaran, pembakaran kayu perumahan, tanah tertiup angin, serbuk sari dan cetakan, kebakaran hutan dan pembakaran sampah pertanian, emisi gunung berapi. Meskipun ada ribuan bahan kimia yang telah terdeteksi sebagai PM di lokasi yang berbeda, beberapa unsur yang lebih umum termasuk nitrat, sulfat, dan unsur karbon organik, senyawa organik (misalnya, hidrokarbon aromatik polisiklik), senyawa biologis (misalnya, endotoksin, fragmen sel), dan berbagai logam (misalnya besi, tembaga, nikel, seng, dan vanadium), terutama karena sifat kompleks PM, telah diukur dan diatur berdasarkan terutama pada massa dalam rentang ukuran PM10 dan PM2,5 (Brook R.D et al,2004.;Kaplan G.G et al,2010.;Byoung J.K et al,2012.)

Pada tahun 1987, fokus regulasi bergeser dari jumlah partikel yang bisa mudah menembus dan menempel di trakeobronkial, atau PM10 (PM dengan diameter aerodinamis median 10 mm). Pada tahun 1997, oleh badan Environmental Protection Agency (EPA), diumumkan standar rata-rata 24 jam dan tahunan untuk PM2.5 (PM dengan median aerodinamis diameter 2,5 m), yang terdiri dari fraksi ukuran yang dapat mencapai saluran udara kecil dan alveoli.

(25)

9

endotoksin (komponen penting dari dinding sel bakteri Gram-negatif) dan kadar protein antigenik serbuk sari juga dapat menyerap ke permukaan halus PM. Umumnya, partikel yang lebih besar menunjukkan deposisi pecahan yang lebih besar di daerah trakeobronkial extrathorak, sedangkan partikel yang lebih kecil (misalnya, PM2.5) menunjukkan deposisi yang lebih besar dalam paru-paru (Brook R.D et al, 2004)

Gambar 2.1: Distribusi ukuran Partikulat Matter(PM)

2.2.2 Nitrogen Oksida (NOx)

Nitrogen oksida adalah zat reaktif umumnya dipahami untuk mencakup oksida Nitrat (NO), Nitrogen Dioksida (NO2), Nitrogen Trioksida, Nitrogen Tetroksida (N2O4), dan diNitrogen Pentoksida (N2O5). Senyawa ini disebut secara kolektif sebagai "NOx." Gas Asam nitrat (HNO3), sumber utama partikulat Nitrat, terbentuk ketika NO2 bereaksi dengan radikal hidroksil siang hari dan ketika N2O5 bereaksi dengan uap air.

(26)

10

Penelitian secara epidemiologi telah difokuskan pada NO2, karena fakta bahwa (1) NO2 merupakan salah satu polutan udara yang diatur standar yang tersedia di seluruh dunia, (2) dari knalpot kendaraan NO dan pembangkit listrik sebagian besar dikonversi menjadi NO2, dan (3) NO2 memainkan peran utama dalam pembentukan ozon troposfer (O3).

Sumber utama NOx di udara ambien adalah pembakaran bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor dan proses industri, terutama di pembangkit listrik. Hasil pembakaran pada temperature tinggi dalam oksidasi N2 atmosfer, pertama NO dan kemudian NO2.Emisi kendaraan bermotor di dekat jalan yang sibuk dapat mengakibatkan konsentrasi NOx lokal yang tinggi (BLH.Prop.Sumut, 2010; Brook R.D et al,2004).

NO2 dan NO keduanya terbentuk secara alami sebagai hasil metabolisme bakteri senyawa nitrogen dan, pada tingkat lebih rendah, dari kebakaran, gunung berapi, dan fiksasi petir. Paparan pada manusia yang signifikan dapat terjadi di dalam ruangan. Peralatan Gas untuk pembakaran, seperti tungku dan kompor, adalah sumber utama NOx dalam ruangan, meskipun ruang pemanas minyak tanah dan asap tembakau juga dapat memainkan peran. Di daerah perkotaan, infiltrasi NO2 ambien dari emisi kendaraan juga dapat mempengaruhi paparan dalam ruangan( Brook RD et al,2004 ).

2.2.3 Karbon Monoksida

Karbon monoksida (CO) adalah produk pembakaran tidak sempurna dari karbon yang mengandung bahan bakar. Sumber luar ruang meliputi kendaraan bermotor, mesin pada motor, mesin pemotong rumput, gergaji rantai, dan perangkat lain yang memerlukan pembakaran bahan bakar fosil, pembakaran kayu perumahan, , pembakaran batu bara, dan merokok tembakau.

(27)

11

daripada sebagai racun langsung. Namun, dalam beberapa situasi (misalnya, struktur berventilasi kurang), CO bisa mencapai konsentrasi yang cukup untuk menyebabkan kenaikan patofisiologis berarti dalam carboxyhemoglobin pada orang dengan penyakit aterosklerosis secara signifikan atau kondisi jantung lainnya (Brook R.D et al,2010).

2.2.4 Sulfur Dioksida

Sulfur dioksida (SO2) sangat menggangu, tidak berwarna, berbentuk gas yang larut dengan bau yang menyengat, tidak dapat terbakar dan berasa. Bereaksi dengan air, membentuk asam sulfur, yang menyumbang efek yang kuat pada iritasi mata, selaput lendir, dan kulit.

Di udara ambien, sumber-sumber utama dari SO2 termasuk pembakaran bahan bakar yang mengandung sulfur, terutama di pembangkit listrik dan mesin diesel (sebelum reformulasi bahan bakar solar). Sulfur dioksida, dioksidasi menjadi sulfur trioksida, yang karena afinitas yang kuat terhadap air, bisa cepat terhidrasi untuk membentuk asam sulfat. Peningkatan kadar SO2 telah dikaitkan dengan penyakit di abad ke-20, dengan bencana polusi udara. SO2 umumnya ditemukan pada konsentrasi jauh lebih rendah di dalam ruangan daripada di luar ruangan, namun, penggunaan ruang pemanas dengan minyak tanah dapat menghasilkan konsentrasi SO2 yang lebih tinggi secara signifikan dalam ruangan (Brook RD et al, 2004;BLH.Prop.Sumut, 2010).

2.2.5 Ozon (O3)

Ozon (O3) sangat reaktif, gas berwarna kebiruan dengan bau yang khas terkait dengan muatan listrik. Tingkat rendah paparan di mana-mana, karena O3 dibentuk oleh proses alam dan aktivitas manusia. Ozon terbentuk di stratosfer oleh aksi radiasi matahari pada molekul oksigen (O2). Karena O3 stratosfir mencegah radiasi UV energi tinggi dari penetrasi atmosfer, banyak bentuk kehidupan terestrial tidak akan mampu bertahan hidup tanpa perisai O3 ini.

(28)

12

2.3 Dampak Partikel Pencemar Udara Bagi Kesehatan

Hubungan antara tingginya tingkat polusi udara dan penyakit manusia telah dikenal selama lebih dari setengah abad (Brook R.D et al,2004; Coccini T et al; Khafaie M.A et al,2013; Chew F.T et al, 1998; Xu X et al,2011). Beberapa episode meningkatnya angka kematian secara tajam pada polusi perkotaan, seperti di Meuse Valley, Belgia, pada bulan Desember 1930 dan selama insiden kabut di London 1952, memicu penelitian epidemiologi awal ( Brook R.D et al). Akibatnya, upaya panjang untuk mengurangi polusi udara pun terjadi. Peningkatan kualitas udara selama beberapa dekade terakhir, hubungan antara tingkat polusi dan morbiditas dan mortalitas telah dideteksi. Ada beberapa studi epidemiologi diterbitkan menghubungkan polusi udara dengan penyakit manusia. Meskipun banyak polutan dapat menyebabkan penyakit secara individual atau dalam kombinasi (misalnya, O3, SO2, NO2 dan), selama dekade terakhir, Partikulat Matter (PM) telah menjadi fokus utama penelitian (Brook R.D et al, 2004; Tsai D , 2012; Diez Roux A V et al, 2006).

Studi di Enam Kota Harvard oleh Dockery et al, Studi ini menunjukkan bahwa paparan kronis polutan udara merupakan faktor independen (terkait bebas) untuk mortalitas kardiovaskular. Dalam studi kohort pada 8111 dewasa, di ikuti selama 14 sampai 16 tahun, rasio angka kematian untuk kota paling tercemar versus kota tidak tercemar adalah 1,26 (95% CI 1,08 - 1,47). Penyesuaian lebih lanjut untuk berbagai faktor resiko individu yang termasuk merokok tembakau, jenis kelamin, indeks massa tubuh, tingkat pendidikan, paparan pekerjaan, hipertensi, dan diabetes tidak secara signifikan mempengaruhi hubungan.

(29)

13

ini, penyebab spesifik dari peningkatan mortalitas kardiovaskular akibat paparan polusi udara jangka panjang tetap tidak jelas ( Brook R.D et al,2004).

Dua studi terbesar sampai saat ini adalah National Morbidity, Mortality, and Air Pollution Study (NMMAPS) di Amerika serikat, dan APHEA-2 (Air Pollution and Health: A European Approach (respiration study) di Eropa. Studi ini menghasilkan hasil yang sangat konsisten. Para NMMAPS mengamati hasil pada 50 juta orang di 20 kota terbesar di Amerika Serikat. Rata-rata tingkat kematian secara independen, terkait dengan konsentrasi partikel beberapa hari sebelum kematiannya. Setiap peningkatan 10 µg/m3 PM10 dikaitkan dengan peningkatan sebesar 0,21% (0,06 SE) dan 0,31% (0,09 SE) untuk semua penyebab dan kematian kardiopulmonar.

Empat puluh tiga juta orang di 29 kota di Eropa, perkiraan peningkatan kematian harian adalah 0,6% (95% CI 0,4% menjadi 0,8%) untuk setiap 10 µg/m3 peningkatan PM10 (Brook R.D et al, 2004). Di Eropa, kota-kota dengan iklim hangat menunjukkan hubungan kuat kematian dengan polusi udara. Temuan ini menyiratkan bahwa peningkatan jangka pendek tingkat partikel Polusi udara mampu membangkitkan aritmia jantung, gagal jantung yang memburuk, dan memicu aterosklerosis akut / komplikasi kardiovaskular.

Pencemaran udara memiliki berbagai efek buruk pada kehidupan awal, dan beberapa efek berbahaya yang paling penting dari polutan ini yaitu gangguan sebelum kelahiran, kematian bayi, gangguan pernapasan, alergi, peningkatan stres oksidatif, dan disfungsi endotel(Brook R.D et al, 2004.; Chew FT et al, 1999; Xu X et al, 2012.; Stein C, 2012. ). Penelitian epidemiologi, manusia, dan studi model hewan menunjukkan bahwa knalpot diesel dari lalu lintas, sumber utama polusi udara, meningkatkan peradangan saluran napas dan dapat memperburuk dan memulai asma dan alergi. Oleh karena itu, kebanyakan studi awal telah menunjukkan bahwa, yang berada di dekat jalan raya dengan kepadatan tinggi, dikaitkan dengan peningkatan rawat inap asma, penurunan fungsi paru-paru, dan peningkatan prevalensi dan keparahan mengi dan alergi rhinitis (Byoung J.K et al, 2012.).

2.4 Index Kualitas Udara

(30)

14

berkaitan mungkin menjadi perhatian. Index Kualitas Udara memfokuskan pada efek kesehatan yang mungkin dialami dalam beberapa jam atau hari setelah menghirup udara yang tidak sehat.

Index kualitas udara dihitung untuk empat polutan udara utama yang diatur oleh Pemerintah Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.Kep-45/Men-LH/10/1997, Tentang indeks standar Pencemaran Udara, ISPU dibagi dalam beberapa kategori terlihat pada table di bawah ini:

Tabel 2.1 Kategori ISPU dan Penjelasan

Kategori Rentang Penjelasan Warna

Baik 0 – 50 Tingkat kualitas udara yang tidak

memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuh-tumbuhan, bangunan ataupun nilai estetika

Hijau

Sedang 51 – 100 Tingkat kualitas udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuh-tumbuhan yang sensitif dan nilai estetika

Biru

Tidak Sehat 101 - 199 Tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan pada manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau biasa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika

Kuning

Sangat tidak Sehat

200 - 299 Tingkat kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi terpapar.

Merah

Berbahaya 300- lebih

Tingkat kualitas udara yang secara umum dapat merugikan kesehatan yang serius pada populasi

Hitam

Sumber:Kep Ka.Bapedal No.107/ka.Bapedal/11/1997

(31)

15

Tabel 2.2 Parameter Uji

No Parameter Waktu Pengukuran

1 Partikulat(PM10) 24 jam(periode pengukuran rata-rata) 2 Sulfur dioksida(SO2) 24 jam (periode pengukuran rata-rata) 3 Carbon Monoksida 8 jam (periode pengukuran rata-rata) 4 Ozon(O3) 1 jam (periode pengukuran rata-rata) 5 Nitrogen Dioksida(NO2) 1 jam(periode pengukuran rata-rata)

Pengaruh nilai ISPU untuk setiap parameter Pencemaran dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Table 2.3 Pengaruh ISPU untuk setiap Parameter Pencemar

Kategori Rentang CO NO2 O3 SO2 PM10

Baik 0 - 50 Tidak ada

efek

Sedikit berbau Luka pada beberapa

Tidak Sehat 101 - 199 Peningkatan pada

Berbahaya ≥300 Tingkat yang berbahaya bagi semua populasi yang terpapar Sumber: Kep.Ka.Bapedal No.107/Ka.Bapedal/11/1997.

(32)

16

Tabel 2.4. Batas Indeks Standar Pencemaran Udara Dalam Satuan Standar Internasional

Sumber: Bapedal Kota Medan

2.5 Gambaran Alat Pemantau Udara Ambien Kota Medan

Kegiatan pemantauan kualitas udara ambien Propinsi Sumatera Utara dilaksanakan secara kontiniu dari satu titik ke titik lainnya bedasarkan jadwal yang telah ditetapkan sebelumnya. Khusus untuk kota medan ada 4 lokasi pemantau udara ambien yang di tempatkan pada daerah strategis yakni; di daerah yang memewakili daerah industri di Kawasan industri medan (KIM), daerah yang mewakili kepadatan Kenderaan roda dua dan empat yakni di daerah Terminal Pinang baris, untuk mewakili daerah padat penduduk yakni didaerah Tembung, untuk mewakili udara kota di daerah stadion teladan medan.

Setiap Stasiun Pemantau (Fix stasiun) dilengkapi dengan alat pengambil sample, win direction(arah angina), pengukur kelembaban serta alat untuk pengukur 5(lima) parameter yaitu:

1. Alat Pengukur CO(Carbon Monoksida) : APMA – 360

2. Alat Pengukur SO2 (Sulfur Dioksida) : APSA- 360

3. Alat Pengukur O3 (Ozon) :APOA – 360

4. Alat Pengukur NO2 (Nitrogen Oksida) :APNA – 360

5. Alat Pengukur PM10 (Partikulat Matter) :Partikulat Monitoring

(33)

17

Hour Mean Value” data ini selanjutnya dikirim ke Regional Center. Kemudian diubah menadi nilai ISPU. Setiap stasiun pemantau akan mempunyai nilai ISPU untuk setiap Parameter udara. Nilai ISPU yang tertinggi dari keempat staiun Pemantauan akan di tampilkan di Publik Data Display setiap pukul 15.00 Wib. Nilai ISPU ini merupakan kondisi kualitas udara kota Medan.

2.6 Reaksi Fase Akut(RFA)

Reaksi pertama tubuh terhadap gangguan luar, yaitu respon non- spesifik sebelum reaksi imun spesifik. Reaksi fase akut (RFA) adalah reaksi sistemik dari organisme terhadap gangguan lokal atau sistemik dalam homeostasis yang disebabkan oleh infeksi, cedera jaringan, trauma atau operasi, pertumbuhan neoplastik atau gangguan imunologi (Gruys et al, 1999). Di lokasi invasi oleh mikroorganisme dan tempat cedera jaringan, Sitokin pro-inflamasi dilepaskan, ke sistem pembuluh darah dan sel-sel inflamasi diaktifkan. Respon ini pada gilirannya berhubungan dengan lebih banyak menghasilkan sitokin dan mediator inflamasi lainnya yang menyebar ke kompartemen cairan ekstraseluler dan beredar dalam darah.

Dalam beberapa jam setelah infeksi pola protein disintesis oleh hati yang secara drastis berubah mengakibatkan peningkatan beberapa protein darah, Protein Fase Akut (PFA)positif. Protein fase Akut (PFA) positif adalah, C-reaktif protein (CRP), serum amiloid A (SAA) dan haptoglobin (Hp) yang dikeluarkan oleh hepatosit setelah stimulasi sitokin. Tiga sitokin utama (Tumor necrosis factor alpha(TNF-α), interleukin-1 (IL-1), dan interleukin-6 (IL-6) memiliki perilaku, neuroendokrin, dan efek metabolik .

Reaksi Fase akut sistemik pada peradangan lokal adalah reaksi utama tubuh terhadap cedera jaringan yang disebabkan oleh infeksi dan penyebab non-infeksi. Setiap kerusakan jaringan selama proses ini menyebabkan pelepasan sitokin pro-inflamasi. Sitokin, oksida nitrat dan glukokortikoid memicu dan memodulasi reaksi sistemik fase akut dan respon protein fase akut hati. Infeksi bakteri biasanya menyebabkan respon sistemik fase akut yang kuat, karena reaksi keras dari sel sistem mononuklear fagosit. Sitokin utama kemudian dilepaskan oleh sel yang terinfeksi

(34)

18

kerusakan sel parah, Reaksi Fase akut dapat diamati. Sitokin dan respon fase akut Setidaknya terdiri dari 15 mediator peptida berat molekul rendah yang berbeda diketahui disekresikan oleh leukosit aktif (interleukin) dan sel-sel lainnya. Molekul ini secara kolektif disebut sitokin dan terlibat dalam memicu respon fase akut.

Tiga kelompok utama sitokin sesuai dengan jalur terhadap efeknya dapat dibedakan (van Miert, 1995): (1) sitokin yang berperan sebagai faktor pertumbuhan untuk berbagai sel (IL-2, IL-3, IL-4, IL-7, IL-10, IL-11, IL-12 dan granulocyte-macrophage colony stimulating factor(GMCSF), (2) sitokin dengan sifat pro-inflamasi (TNF-α / β, IL-1α / β, IL-6, IFN-α / γ, IL-8) dan (3) faktor dengan aktivitas anti-inflamasi (IL-1 reseptor antagonis, IL-1 reseptor, TNF-α binding protein ). Sitokin pro-inflamasi (dari kelompok kedua) bertanggung jawab untuk induksi demam dan katabolisme otot, dan mengaktifkan prekursor sel darah putih dalam sumsum tulang, pertumbuhan fibroblas jaringan inflamasi.Sitokin pro-inflamasi bertanggung jawab untuk spektrum yang luas dari efek sinergis atau antagonis yang mempengaruhi respon imun spesifik dari organisme yang di serang terhadap antigen asing dan menyerang mikroorganisme. Dalam hati, TNF-α, IL-1 dan IL-6 memainkan peran kunci (Heinrich et al, 1990;. 1998; Ingenbleek dan Young, 1994; Le dan Vilcek, 1989;. Sehgal et al, 1989). Ketiga Molekul tersebut mengaktifkan reseptor hepatocit, dan sintesis dari berbagai Protein Fase Akut dimulai.

IL-6 adalah mediator utama untuk sekresi sebagian besar Protein Fase akut di sel hepatosit dan Reseptor untuk sitokin proinflamasi menginduksi efek janus-kinase.(Heinrich et al., 1998). Selama reaksi fase akut, viskositas plasma meningkat sebagai akibat dari perubahan konsentrasi total protein darah, di antaranya adalah peningkatan fibrinogen yang mempengaruhi tingkat laju endap darah (LED) (Majno dan Joris, 1996) yang digunakan di banyak Rumah Sakit Barat sebagai penanda non-spesifik untuk aktivitas penyakit (Magnus et al., 1994).

(35)

19

2.7.C-Reaktif Protein(CRP)

CRP merupakan cincin yang terdiri dari lima 23.000 Dalton(Da) unit (Pentraxin), adalah yang pertama dijelaskan di protein fase akut. Hal ini ditemukan karena mengikat terhadap C-Polisakarida Pneumokokus. CRP Ini mengikat langsung ke beberapa mikroorganisme sel yang degenerasi dan sisa-sisa sel, dan mengaktifkan komplemen melalui C1q jalur klasik, dan bertindak sebagai opsonin.

Demikian pula, aktivasi komplemen yang dimediasi CRP memiliki peran penting dalam beberapa bentuk perubahan jaringan seperti infark jantung. CRP, dan beberapa protein fase akut lainnya, telah digambarkan berguna untuk menilai kesehatan pada manusia. Mereka lebih sensitif dibandingkan dengan Laju endap darah(LED), yang digunakan di rumah sakit. Sitokin pro-inflamasi dan protein darah yang berasal dari hati adalah variabel potensial untuk memantau perubahan yang disebabkan inflamasi dan infeksi.

CRP lebih berguna untuk memantau kesehatan daripada sitokin, karena Sitokin akan hilang dari peredaran dalam beberapa jam, sedangkan tingkat CRP tetap tidak berubah selama 48 jam atau lebih. Penentuan CRP dapat membantu dalam memantau kesehatan subyek individu. Nilai normal CRP < 0- 0,5 mg/dl (Mary lee, et al, 2004).

2.7.1 Mekanismne Kerja C-Reaktif Protein

CRP adalah suatu kelompok protein yang memiliki konsentrasi plasma meningkat atau menurun sebagai respon terhadap peradangan dalam jaringan.CRP adalah protein yang disintesis oleh hepatosit dalam hati dan ditemukan secara alami sebagai bagian dari komposisi serum manusia.

Produksi CRP dirangsang oleh sitokin, terutama IL-6, IL-1, dan TNF. Sitokin adalah keluarga molekul yang termasuk interleukin (IL) dan berfungsi sebagai molekul sinyal, disekresikan oleh sel-sel tertentu dari sistem kekebalan tubuh.

(36)

20

mempengaruhi tingkat CRP dan pengikat CRP-PC. Hal ini disebabkan fakta bahwa CRP sangat bergantung kalsium dan PC berisi ligan juga bergantung kalsium Ca2 + merupakan bagian penting dalam sel sebab ia bertanggung jawab untuk sinyal intraseluler dan karenanya, mengontrol sebagian besar reaksi seluler. kadar Ca2 + biasanya pada jumlah yang rendah dan hanya meningkat bila ada kematian sel atau kerusakan yang disebabkan oleh faktor eksternal seperti luka.

Ketika CRP mengikat ke PC dalam jaringan, ia mampu memanfaatkan permukaan hidrofilik untuk mengikat polisakarida yang ada pada dinding sel bakteri, parasit dan jamur. CRP dapat mengikat hanya untuk merusak membran plasma dari sel apoptosis dan nekrotik. Kemampuan CRP untuk mengikat ke permukaan sel mati dengan cara bergantung kalsium mendorong lebih awal jalur komplemen klasik.

Untuk jalur klasik, CRP mengikat semakin ke C-1 kompleks, C1q dan C3b/bi, sehingga mengurangi jumlah serangan membran. Aktivasi dari kaskade Komplemen kemudian diduga menjadi alasan untuk mendorong fungsi menangkap protein dan yang pada akhirnya bertanggung jawab untuk meningkatkan cedera jaringan.

2.7.2 Polusi Udara dan C-Reaktif Protein

Bukti eksperimental dari hewan dan manusia telah menunjukkan bahwa paparan partikel terhirup dikaitkan dengan perubahan inflamasi lokal di paru-paru dan dapat menyebabkan respon inflamasi sistemik.Namun, masih belum banyak bukti tentang sejauh mana paparan partikulat dikaitkan dengan perubahan tingkat inflamasi sistemik pada populasi umum.

(37)

21

Studi epidemiologi telah melaporkan hubungan positif antara pajanan baru untuk partikel dan penanda dari respon fase akut seperti CRP dan fibrinogen. Penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat penanda inflamasi seperti CRP yang tinggi, sebagai akibat dari paparan polusi udara dan pajanan yang berulang memiliki efek yang terakumulasi dari waktu ke waktu.

Seaton et al., menemukan hubungan positif antara tingkat paparan polusi kota, PM10 dan CRP(147 persen peningkatan CRP per 100-µg/m3 peningkatan PM10) dalam sampel dari 112 orang dengan beberapa pengukuran berulang selama 18 bulan. Peningkatan viskositas plasma dan CRP yang diamati pada orang dewasa sehat dipilih secara acak setelah episode partikel polusi udara yang tinggi.

Kehadiran efek kumulatif sesuai dengan penelitian terbaru menunjukkan bahwa pajanan lebih lama (dalam beberapa kasus selama 1-2 bulan ) berhubungan dengan semua penyebab dan mortalitas kardiovaskular di dalam kurun waktu tertentu, meskipun hasilnya mengenai efek paparan baru dan jangka panjang terhadap mortalitas kardiovaskular tidak selalu konsisten. Dalam penelitian, paparan 30-hari dan 60-hari (beberapa model) menunjukkan hubungan positif dengan CRP, tetapi perbedaannya kecil (Diez Roux A.V et al., 2006).

2.8 Karakteristik Daerah Penelitian

Dari data dan Informasi diatas, peneliti akan melakukanpenelitian terhadap populasi di Lingkungan yang Padat Transportasi darat dan dekat dengan Stasiun Pemantau Udara. Untuk mengetahui kadar CRP akibat Polusi udara yang disebabkan oleh asap dan debu dari kepadatan, kemacetan transportasi yaitu daerah sekitar Terminal Pinang Baris. Lingkungan yang paling dekat dengan jalur transportasi, kelurahan Kampung lalang,kecamatan Medan sunggal.

(38)

22

Tabel 2.5.Jumlah Penduduk Kelurahan Lalang Berdasarkan Lingkungan

No Lingkung an

Luas Wilayah(Ha)

Jumlah KK

1 I 2,7 202

2 II 4 302

3 III 5 207

4 IV 2,3 27

5 V 6,5 410

6 VI 28 530

7 VII 8 352

8 VIII 7,5 324

9 IX 5 323

10 X 24 538

11 XI 25 323

12 XII 4 258

13 XII 3 273

Jumlah 125 4069

Sumber : Data Puskesmas Lalang tahun 2012

Letaknya yang strategis menghubungkan transpotasi darat dari Kota medan ke Kota Binjai dan langkat serta ke Propinsi Aceh, menyebakan arus lalu lintas di titik Stasiun Pinang baris sangat tinggi setiap hari. Kemacetan Kenderaan yang terjadi di titik lampu merah simpang kampung lalang, dari pagi sampai malam merupakan pemandangan yang setiap hari akan kita jumpai. Kemacetan juga di perparah dengan situasi pajak yang juga berada di sepanjang jalan dekat persimpangan lampu merah.

(39)

23

Untuk melayani Kesehatan Masyarakat, Kelurahan lalang memiliki Puskesmas yang berada di jalan Puskesmas kelurahan lalang lingkungan X. Program unggulan yang terus di laksanakan yaitu Posyandu Lansia. Posyandu ini bekerjasama dengan Kelurahan dan merupakan program lintas sektor, antara Kelurahan dan Puskesmas. Di kelurahan Lalang telah berjalan 2 kelompok Posyandu Lansia, yang bernama; Posyandu Lansia “Lestari” dan Posyandu Lansia “Anugerah”. Anggota Posyandu Lestari terdiri dari lansia yang bermukim di lingkungan I, II dan III, sedangkan Posyandu Anugerah adalah Lansia yang bermukim di lingkungan X, XI,XII dan XIII. Kegiatan Posyandu Lestari setiap bulan berlangsung pada hari kamis minggu ke 3.

Lingkungan I, II dan III berada dan berbatasan dengan jalan utama dan sumber Kemacetan Lalu lintas, dan langsung mendapat dampak polusi kenderaan bermotor, yaitu asap dari kenderaan dan debu jalan.

Tabel 2.6. Jumlah Lansia di Kelurahan Lalang

Lingkungan 45-59 60-69 >70 Pr Lk

Sumber: Puskesmas Lalang Tahun 2013

(40)

24

yang ada sehingga masyarakat dapat mengetahui dan melihat langsung laporan kualitas udara. Laporan juga akan dicatat pada komputer di Badan lingkungan Hidup Kota medan dan Propinsi untuk di hitung Index Standar Pencemaran Udara(ISPU) yang di rata-ratakan dari 4 (empat) titik pemantau Udara yang ada di kota medan .

Pada Penelitian ini data yang akan di gunakan adalah data catatan harian yang di catat oleh alatpemantau Ambien Udara,di titik pemantau Stasiun Pinang Baris. Berikut ini adalah data dasar yang di himpun oleh Badan Lingungan hidup Kota Medan selama Tahun 2011 untuk Polusi udara yang disebabkan oleh Kenderaan bemotor daerah Terminal Pinang Baris.

Tabel 2.7.Konsentrasi PM10(ug/m3) di alat Pemantau Ambien Udara stasiun Pinang Baris Tahun 2011

Sumber: Data BLH Kota medan Tahun 2011

Gambar 2.3 Grafik Konsentrasi PM10 di alat Pemantau ambien Udara stasiun Pinang Baris Tahun 2011

Tgl/Bln/Thn Konsentrasi PM 10

5/13/2011 391.38

5/14/2011 423.72

5/18/2011 230.93

5/22/2011 315.92

12-Jul 202.78

7/30/2011 118.2

10/21/2011 82.59

10/22/2011 106.01

(41)

25

Tabel 2.8 Konsentrasi SO2(µm/m3) di alat Pemantau ambien udara stasiun Pinang Baris Tahun 2011.

Sumber: Laporan BLH Kota Medan 2011

Gambar. 2.4 Grafik Konsentrasi SO2 di Pemantau ambien udara Stasiun Pinang baris tahun 2011

Bl n/Tgl /Thn Konse ntrasi SO2

(42)

26

Table 2.9.Konsentrasi CO (mg/m3)di alat Pemantau ambien Udara Stasiun Pinang Baris tahun 2011

Sumber: Badan Lingkungan Hidup Kota Medan Tahun2011

Gambar. 2.5 Grafik Konsentrasi CO di alat Pemantau ambien udara stasiun Pinang baris Tahun 2011

(43)

27

Tabel.2.10.Konsentraasi O3 di alat Pemantau ambien udara stasiun Pinang Baris Tahun 2011

Sumber: Laporan BLH kota Medan 2011

Gambar.2.6.Grafik Konsentrasi O3 di alat Pemantu udara ambien stasiun Pinang baris Tahun 2011

(44)

28 Tabel.2.11. Konsentrasi NO(μg/m3

)di alat Pemantau ambien udara stasiun Pinang Baris Tahun 2011

Sumber: Laporan BLH kota Medan 2011

Gambar. 2.7.Grafik Konsentrasi NO2 di alat Pemantau ambien Udara stasiun Pinang Baris Tahun 2011

(45)

29

(46)

30

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan studi potong lintang (cross sectional study) yang bersifat deskriptif analitik.

3.2 Populasi, Sampel, Besar Sampel Dan Teknik Pengambilan Sampel

Penelitian

3.2.1 Populasi

Populasi adalah Semua Penduduk lansia yang bergabung pada kelompok Posyandu Lansia Lestari ( dari lingkungan I, II dan III) di kelurahan Kampung lalang Pinang Baris yang berjumlah 144 orang.

3.2.2 Sampel

Populasi Sampel Penelitian ini adalah Warga kelompok Posyandu Lansia Lestari dari lingkungan I,II dan III yang turut serta di dalam penelitian yang memenuhi kriteria inklusi.

Kriteria inklusi adalah:

1. Penduduk Lansia yang minimal telah menetap 3 tahun di daerah tersebut.

2. Lansia Umur ≥ 60 Tahun

3. Jenis kelamin laki-laki atau perempuan 4. Bersedia di ikut sertakan di dalam penelitian

5. Tidak sedang dalam keadaan sakit pada saat dilakukan penelitian di buktikan dengan pemeriksaan klinis.

6. Tidak Merokok aktif Kriteria Ekslusi adalah:

(47)

31

3.2.3 Besar Sampel

Besar sampel yang berpartisipasi di dalam penelitian ini menggunakan rumus:

Z1 - α /2 = nilai distribusi normal baku(tabel Z) pada α tertentu P = harga proporsi di populasi

d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir/ketepatan N = jumlah populasi sampel

Pada penelitian ini ditetapkan α =0,1 ; Z1-α/2 =1,645

Jumlah Populasi lansia pada Posyandu kelurahan lalang =144 orang Proporsi di Populasi belum diketahui =0,5( ketetapan)

Ketepatan d= 0,1

Maka besar sampel yang di ikutkan dalam penelitian ini yaitu: n= (1,645)2 x 0.5(1-0,5)X 144

(144 – 1)x (0,1)2 +(1,645)2 x0,5(1-0,5)

n = 97,417 = 46,24569

2,10651

n= 46 orang di bulatkan menjadi 47 orang

3.2.4 Teknik Pengambilan Sampel

(48)

32

3.3 Lokasi Dan Waktu Penelitian

3.3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yaitu di Posyandu Lestari Kelurahan Lalang Kecamatan Medan Sungal. Daerah tersebut berbatasan dengan Kecamatan Medan Hevetia dan Medan Selayang, yang memiliki daerah Transportasi darat (Terminal Pinang Baris) yang sangat padat. Lingkungan yang berada berdampingan dengan jalan utama dan memiliki kelompok Posyandu Lestari adalah Lingkungan I,II dan III.

Gambar.3.9.Lokasi Penelitian di Kelurahan lalang Pinang baris Keterangan:

= Lokasi daerah Penelitian Posyandu Lestari

Kepadatan kenderaan di daerah terminal Pinang Baris , dapat menyebabkan kemacetan yang tinggi sampai seharian terutama di daerah simpang empat lampu merah dikawasan Kampung lalang. Asap kenderaan dari bensin, solar dan debu setiap hari,bulan dan tahun terus membuat daerah tersebut tercemar. Untuk itu di pasang alat pemantau ambient udara di daerah Pinang Baris, yang setiap hari dicatat dan di ukur kualitas udara didaerah tersebut.

(49)

33

3.3.2.Waktu Penelitian

Waktu penelitian di rencankan 8 minggu, dimulai pada bulan Nopember sampai dengan Desember 2013.

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Klasifikasi variabel Penelitian

3.4.1.1Variabel Tergantung(dependent). - C-Reaktip Protein(CRP)

3.4.1.2 Variabel Bebas(independent):

-Lama menetap Lansia Pada Kualitas udara tercemar PM10 3.4.2 Defenisi Operasional

1. Polusi udara adalah kehadiran substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfir dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan, mengangu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti.

2. Baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambient

3. Lansia adalah kelompok umur diatas 60 tahun

4. C-Reaktif Protein adalah protein pase akut yang di produksi oleh organ hati yang berperan pada inflamasi dan infeksi.

3.5 Bahan Penelitian

Bahan penelitian adalah serum darah vena yang di ambil dari relawan penelitian dan akan dilakukan pemeriksaan CRP dengan alat Cobas Integra 400 Plus di laboratorium Tamrin.

3.6 Alat/Bahan Penelitian

Penelitian ini memerlukan beberapa bahan dan alat;

1.Tabung Edta untuk tempat Darah Vena sebanyak 50 tabung

2.Tempat tabung (container mini) yang mampu menyimpan 50 tabung 3.Spuit 3- 5 cc

(50)

34

3.7 Prosedur Kerja

Prosedur Pelaksanan Penelitian Pada Relawan lansia adalah sebagai berikut: 1. Di berikan penyuluhan tentang maksud dan tujuan penelitian.

2. Pendataan meliputi; nama, alamat, lama berdomisili, riwayat merokok.

3. Pemeriksaan Klinis pada relawan lansia yang bersedia ikut.

4. Relawan lansia yang Sehat setelah Pemeriksaan Klinis, menandatangani inform concern, untuk di ambil darah venanya sebanyak 3 cc, dengan urutan:

1. Relawan di persilahkan untuk berbaring atau duduk. 2. Dilakuakan penjelasan prosedur

3. Dilakukan tornique pada salah satu lengan 4. Dilakukan proses asepsis dengan alcohol

5. Dilakukan pengambilan darah dengan spuit 3 cc 6. Dilakuakan pelepasan tornique

7. Dilakukan plester luka bekas tusukan jarum. 8. Darah di masukka ke tabung edta

9. Dilakukan pengadukan lembut

10. Darah vena di tabung edta di simpan di dalam container penyimpanan.

11. Dibawa ke laboratorium untuk di lakukan pemeriksaan

selanjutnya dengan menggunakan alat Pemriksaan Cobas Tipe Integra 400 Plus di Laboratorium Tamrin.

12. Pencatatan hasil analisa Laboratorium.

3.8 Metode Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan dengan cara mengukur kadar CRP dari setiap Relawan. Untuk Pengukuran kadar CRP diperiksa di Laboratorium Tamrin menggunakan alat Cobas Integra 400 Plus.

3.9 Analisa Data

(51)
(52)

36

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Pengumpulan data hasil penelitian yang telah dilakukan dapat di lihat dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 4.1.Distribusi menurut jenis kelamin

No Jenis Kelamin jumlah

1 Laki-laki 3

2 Perempuan 47

total 50

Gambar 4.1 Grafik Distribusi menurut jenis kelamin

Tabel 4.2 Distribusi Menurut Umur dan Lama Menetap

(53)

37

Gambar 4.2 Grafik Distribusi menurut umur dan lama menetap

Tabel.4.3.Lama Menetap(Tahun) dan Level Konsentrasi hs-CRP

KONSENTRASI

hs-CRP(mg/dl) LAMA MENETAP(TAHUN)

KETERANG

Dengan nilai Fischer excat 0.000, lebih kecil dari nilai 0.05 (p <0.05)

0

3--13 14-24 25-35 36-46 47-57 58-68 69-79

(54)

38

Gambar 4.3 Grafik Lama Menetap(Tahun) dan Level Konsentrasi hs-CRP

Tabel.4.4. Konsentrasi hs-CRP Pada Lansia dan Resiko Penyakit Jantung

RESIKO PENYAKIT JANTUNG

KONSENTRASI hs-CRP(mg/dl) KETERANGAN

( <0.1 ) ( 0.1-0.3 ) ( >0.3 ) JUMLAH

LOW 2 0 0 2

MODERATE 0 14 0 14

HIGH 0 0 34 34

JUMLAH 2 14 34 50

(55)

39

4.2 Pembahasan

Sebelum dilakukan Pengambilan sampel darah dari subjek penelitian, terlebih dahulu dilakukan penyuluhan dan penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian kepada subjek. Dan kesedian untuk diambil darah dilakukan setelah mengisi surat pernyataan bersedia diambil darah untuk sampel penelitian (inform consent). Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan klinis pada subjek untuk menilai kondisi kesehatan subjek, apakah subjek dalam keadaan sedang sakit atau tidak. Setelah dilakukan seleksi memakai kriteria inklusi dan eksklusi didapat sebanyak 50 subjek. Jenis kelamin laki-laki pada pemeriksaan didapati mayoritas perokok aktif, sehingga tidak di ikut sertakan ke dalam penelitian ini. Subjek jenis kelamin laki-laki yang turut serta kedalam penelitian sebanyak 3 orang dan 47 subjek dengan jenis kelamin perempuan. Distribusi menurut jenis kelamin dapat di lihat pada table 4.1 dan gambar 4.1.

Umur Subjek yang turut serta dalam penelitian ini dari umur lansia 60 tahun sampai dengan usia paling tua yakni 86 tahun sebanyak 50 subjek. Dapat kita lihat dari tabel 4.2 dan gambar 4.2 bahwa, hanya 3 subjek yang lama menetap sama dengan umur subjek yaitu 60 – 63 tahun dan 47 subjek lama menetap lebih kecil dari umur subjek. Dapat kita lihat dari gambar 4.2, bahwa lama menetap tidak berbanding lurus dengan umur subjek.

Dari Table 4.3. Dapat dilihat bahwa sebanyak 2 subjek dengan lama menetap antara 3-13 tahun, konsentrasi hs-CRP < 0.1 mg/dl. 14 subjek berada pada konsentrasi 0.1-0.3 mg/dl, yang terdiri dari 11 subjek dengan lama menetap 3-13 tahun, 1 subjek dengan lama menetap 25- 35 tahun dan 2 subjek dengan lama menetap 47-57 tahun. 34 subjek pada penelitan ini berada pada konsentrasi >0.3mg/dl, dengan sebaran antara lain; 2 subjek dengan lama menetap 14-24 tahun, 3 subjek dengan lama menetap 25-35 tahun, 7 subjek dengan lama menetap 36-46 tahun , 13 subjek dengan lama menetap 47-57 tahun, 7 subjek dengan lama menetap 36-46 tahun, 13 subjek dengan lama menetap 47-57 tahun, 7 subjek dengan lama menetap 5-68 tahun dan 2 subjek dengan lama menetap 69-79 tahun.

(56)

40

- 0,3 mg/dl. Dan Pada lama menetap >14 tahun, 3 subjek pada konsentrasi hs-CRP 0,1 - 0,3 mg/dl, dan 34 subjek pada Konsentrasi hs-CRP > 0,3 mg/dl.

Dilakukan uji statistik terhadap data tabel 4.3 dengan menggunakan Fisher exact dengan hasil 0,000(<0,005). Hasil uji ini menunjukan adanya hubungan antara peningkatan level konsentrasi hs-CRP dengan Lama menetap di daerah tercemar PM10 di Terminal Pinang Baris Medan.

Dari table 4.4. dan gambar 4.4, dapat dilihat bahwa pada 50 Subjek yang telah di periksa kadar hs-CRP didapati antara lain: 33 orang memiliki resiko penyakit jantung pada skala resiko tinggi( high risk), 15 orang resiko penyakit jantung pada skala resiko sedang (moderat risk ) dan 2 orang memiliki resiko penyakit jantung pada level resiko rendah( low risk).

Hal ini menunjukkan adanya keseusaian dengan penelitian oleh Bedada, 2010. Terdapat bukti yang kuat terhadap paparan dari PM10 dan PM2,5 polusi udara, jangka pendek dan paparan polusi udara jangka panjang dari lalu lintas dihubungkan dengan peningkatan CRP, dan kematian serta Rawat inap akibat penyakit Kardiovaskular, dan faktor resiko penyakit jantung.

Penelitian Ruckerl et al., (2005) menyatakan bahwa peningkatan kadar polusi udara dapat menyebabkan respons inflamasi dan koagulasi sistemik, dan akibatnya meningkatkan konsentrasi CRP dan akan merupakan faktor resiko terjadinya penyakit jantung pada lansia.

Menurut Penelitian Seaton et al, (1999). Penelitian Di kota Eidenburgh, kota dengan level polusi relative rendah, menunjukkan bahwa pada peningkatan 10 µg/m3 konsentrasi PM10 terdapat hubungan peningkatan kedaruratan penyakit kardiovaskular pada lansia sebesar 4.8 %(95% CI 0.9-8.9).

(57)

41

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian tentang hubungan c- Reaktif Protein (CRP) lansia di kelurahan kampung lalang lingkungan i, ii, iii kota medan dengan lama menetap ( kondisi udara tercemar pm10) tahun 2013, dapat disimpulkan:

i. Adanya hubungan lama menetap dengan peningkatan konsentrasi hs-CRP pada Lansia.

ii. Adanya Peningktan Resiko Penyakit Jantung pada lansia pada daerah tercemar PM10 di daerah Terminal Pinang Baris.

5.2 Saran

Untuk memberikan data yang lebih akurat terhadap penelitian ini kedepan disarankan:

1. Kepada Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan agar Data Ambient udara untuk memantau kualitas udara di kota medan dan di sumatera utara dapat tercatat setiap tahun.

2. Agar dilakukan penelitian lanjutan dampak pencemaran udara terhadap berbagai penyakit dan berbagai tingkatan usia.

3. Agar dilakukan penelitian time seri secara prospektif terhadap terhadap peningkatan CRP dari berbagai polutan udara.

4. Menghimbau Kepada Masyarakat disekitar daerah penelitian untuk menggunakan Masker Mengurangi terhirupnya PM10.

5. Memberikan masukan kepada Pemerintah Kota Medan untuk membangun jembatan layang (fly over) untuk mengurai kemacetan di daerah Kampung lalang, sehingga menurunkan kadar polusi udara yang berasal dari asap buangan kenderaan.

(58)

42

DAFTAR PUSTAKA

Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara. 2010. LaporanAkhir Kegiatan: Pemantauan Kualitas Udara Ambien KawasanWisata di Sumatera Utara.

Bedada G.B., 2010. Cardiovaskular & Inflammatory Consequences of Short-term Exposure to Air-Pollution.

Brook R.D.,Franklin B., Cascio W., Hong Y., Howard G dan Michael. 2004. Air Pollution and Cardiovascular Disease : A Statement for Healthcare Professionals..From the Expert Panel on Population and Prevention Science of the American Heart. American Heart Association: 2656-2671

Brook R.D., Rajagopalan S., Pope III A., Brook J.R dan Aruni B. 2010. Particulate Matter Air Pollution and Cardiovascular Disease : An Update to the Scientific;Statement From the American Heart Association. American Heart Association: 2332-2378

Burnet R.T., Cakmak S., Brook JR dan Krewski D.1997. The Role of Particulate Size and Chemistry in the Association between Summer time Ambient Air Pollution and Hospitalization for Cardiorespiratory Diseases..Enviromental Healt Centre, Tunney Pasture.105:614-620

Byoung, J. K,. Soo-Jong H. 2012. Ambient Air Pollution And Allergic Diseases In Children.

The Korean Pediatric Society: 185-191.

Chew FT., Goh DYT., Ooi BC., Saharom R., Hui JKS dan Lee BW.1999. Association Of Ambient Air Pollution Levels With Acute Asthma Exacerbation Among Children In Singapore. Munksgaard. 54:320-329.

(59)

43

Diez Roux A.V., Auchincloss A H., Astor B., Bar R G., Cushman M., Dvonch T dan Jacobs D R. 2006. Recent Exposure to Particulate Matter and C-reactive Protein Concentration in the Multi-Ethnic Study of Atherosclerosis. American Journal of Epidemiology. 164; 5:437-448

Gruys E., Toussaint MJM., Niewold TA dan Koopmans SJ. 2005. Acute phase reaction and acute phase proteins. Journal of Zhejiang University SCIENCE6B. 11:1045-1056

Hertel S., Viehmann A., Moebus S., Mann K., Brocker-Preuss M., Mohlenkamp S dan Nonnemacher M. 2010. Influence of short-term exposure to ultrafine and fine particles on systemic inflammation.European Journal Epidemiology. 25: 581-592

Hickman. 1999. Methodology For Calculating Transport Emissions And Energy Consumption. 27-102.

Hoek G., Beelen R., Van den Brandt P.A., Goldbohm R.A., Fischer P., Schouten L.J., Jerrett M., Hughes E., Amstrong B dan Brunekreef B.2008.Long-Term Effects of Traffic-Related Air Pollution on Mortality in a Duch Cohort (NLCS-AIR Study).Environmetal Health Perspectives.116:196-202

Jain S., GautamV dan NaseemS. 2011. Acute-phase proteins: As diagnostic tool. Journal Pharmacy Bioallied. 3: 118- 127.

Kaplan G.G., Hubbard J., Korzenik J., Sands B.E., Panaccione R., Ghosh S dan Wheeler J. 2010. The Inflammatory Bowel Diseases and Ambient Air Pollution: A Novel Associatio.The American journal of Gastroenterology.105:2412-2419.

Gambar

Tabel 2.1 Kategori ISPU dan Penjelasan
Tabel 2.2 Parameter Uji
Tabel 2.4. Batas Indeks Standar Pencemaran Udara Dalam  Satuan Standar Internasional
Tabel 2.5.Jumlah Penduduk Kelurahan Lalang Berdasarkan Lingkungan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jadwal belajar nata tuliah teori yang saya buat terlaksana dengan baik. teori, saya duduk pada tursi paling

Secara fisik, hal ini dapat diartikan sebagai usaha pertahanan menghadapi serangan fisik atau agresi dari pihak yang mengancam keberadaan negara tersebut, sedangkan secara

Gambar 3 menunjukkan bahwa kecepatan benda kerja berpengaruh terhadap nilai laju keausan pahat dimana grafik warna biru selalu diatas warna merah dan grafik warna biru

Karena dalam penelitian ini ingin dilihat kecenderungan jenis tindakan kriminal terhadap masing-masing variabel waktu, tempat, serta alasan terjadinya tindak

Tidak hanya untuk mengantisipasi krisis, kenaikan ini juga disebabkan oleh usaha BI untuk memperkecil Current Account Deficit (CAD), yang pada Kuartal-II melebar hingga

Merupakan kebanggaan tersendiri karena telah melalui perjuangan sangat berat, dan akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Penggunaan Metode Sosiodrama Melalui

Kalangan intelektual muda yang bernama mahasiswa sudah banyak yang melenceng dari kiprahnya. Mahasiswa yang diidentikan dengan kalangan intelektual, rasional dan

Beberapa hasil penelitian tersebut memberikan, gambaran bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu proses pembelajaran yang dapat melibatkan siswa lebih aktif