• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan hasil belajar PKn melalui pendekatan Think-Pair-Share

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan hasil belajar PKn melalui pendekatan Think-Pair-Share"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat mencapai Gelar Sarjana (S. Pd)

Oleh

UNUY NURHASANAH NIM: 809018300701

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH DUAL MODE SYSTEM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Dual Mode System, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini dilaksanakan di MI Cibeureuem Legok Kabupaten Sukabumi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar PKn melalui pendekatan Think-Pair-Share. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IV Tahun Pelajaran 2012-2013 dengan jumlah 36 siswa.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus yang terdiri atas empat pertemuan dengan tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Berdasarkan data yang diperoleh, analisis data yang diperoleh, bahwa pada siklus I peningkatan yang diraih siswa pada perolehan nilai pretes dan postes untuk kategori rendah yaitu 72.22% sedangkan untuk kategori sedang meningkat mencapai 27.78%. Sedangkan pada siklus II peningkatan yang diraih siswa untuk kategori sedang yaitu sebesar 50% dan untuk kategori tinggi meningkat menjadi 50%.

Kata kunci: Hasil belajar, PKn, Think-pair-share

(7)

Department of Teacher Education Elementary School Dual Mode System, Faculty of Tarbiyah and Teaching, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta.

The research was conducted in MI Cibeureuem Legok Sukabumi. This study aims to determine the effect of efforts to Learning Result of Civics Education by Approach Think-Pair-Share. The subjects of this study were fourth grade students in academic year 2012-2013 with 36 students.

The method used in this research is a classroom action research (CAR), which consisted of two cycles of four meetings with the stages of planning, action, observation and reflection.

Based on the data obtained, analysis of the data obtained, that in the first cycle of the rise coming students in grades pre-test and post-test for the low category is 72.22% while for the category being increased to 27.78%. While in the second cycle of the rise coming students for middle category that is equal to 50% and for the high category increased to 50%.

Keywords: Learning Result, Civics Educaion, Think-pair-share

(8)

melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah serta karunia-Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar PKn Melalui Pendekatan Think-Pair-Share”.

Sholawat serta salam semoga Allah selalu melimpahkan kepada beliau Nabi Muhammad SAW, para keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang telah membawa petunjuk kebenaran kepada umat manusia dan cahaya kebenaran yaitu agama Islam.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi dari keseluruhan kegiatan perkuliahan yang telah dicanangkan oleh Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai bentuk pertanggung jawaban penulis menjadi mahasiswa serta untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Madrasah Ibtida’iyah disini.

Skripsi ini disusun dengan bekal ilmu pengetahuan yang terbatas dan jauh dari kesempurnaan, sehingga tanpa bantuan pembimbing, dorongan dan petunjuk dari berbagai pihak, maka sulit untuk menyelesaikanya. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa syukur penulis ingin menyampaikan rasa hormat serta ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D, Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Bapak Moch. Noviadi Nugroho, M. Pd, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk memberikan bimbingan, nasehat, motivasi, dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Bapak/Ibu Dosen dan Staff di UIN Syarif Hidayatullah khususnya di Jurusan PGMI (Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah) yang telah memberikan bantuan dan dukunganya.

(9)

6. Kepada suami tercinta yang telah memberikan seluruh kepercayaan penuh dalam proses penyusunan skripsi ini. Bantuan materil dan moril yang selalu diberikan dengan ikhlas semoga menjadikannya Imam yang senantiasa selalu membimbing keluarga penulis.

7. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Tiada kata yang patut penulis ucapkan selain ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan do’a yang tulus semoga apapun yang telah disumbangkan kepada penulis, sekecil apapun wujudnya tercatat sebagai amal yang diterima oleh Allah SWT.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu segala saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi perbaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Sukabumi, Januari 2014 Penulis,

Unuy Nurhasanah

(10)

KATA PENGANTAR ………..……….... iii

DAFTAR ISI .………...…… v

BAB I PENDAHULUAN ………

A. Latar Belakang Masalah ……….

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian ………...

C. Pembatasan Fokus Penelitian ……….

D. Perumusan Masalah Penelitian ………...

E. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian ………..

1 1 5 5 6 6

BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL

INTERVENSI TINDAKAN ………

A. Hasil Belajar Siswa ……….

1. Pengertian Hasil Belajar ………...

2. Ranah Hasil Belajar ………..

3. Faktor-faktor Yang Mempengauhi Hasil Belajar ……….

B. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ………..

1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ………. 2. Tujuan dan Ruang Lingkup Pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn) ………..

C. Pembelajaran Kooperatif ………

1. Pengertian Pembalajaran Kooperatif ………

2. Macam-macam Pembelajaran Kooperatif ………

3. Fungsi Metode Pembelajaran Kooperatif ………

4. Pengertian Metode Think-Pair-Share ……….. 5. Langkah-langkah Metode Think-Pair-Share ………... 6. Kelebihan dan Kekuranga Metode Think-Pair-Share ………..

D. Hasil Penelitian Yang Relevan ………..……….

E. Kerangka Berfikir ………..

(11)

A. Tempat dan Waktu Penelitian ………. B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian ……….

C. Subjek Penelitian ………

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ……….

E. Tahapan Intervensi Tindakan………..

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ………..

G. Data dan Sumber Data ………

H. Instrumen Pengumpulan Data …...……….

I. Teknik Pengumpulan Data ……….

J. Teknik Pemeriksaan Kepercayaan ………..

K. Analisis Data dan Interpretasi Data ………

L. Pengembangan Perencanaan Tindakan ………..

40 40 43 44 44 47 47 48 48 49 52 53

BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ……..

A. Deskripsi Data ………

1. MI Cibeureum Legok Kabupaten Sukabumi ………...

a. Sejarah Singkat .………... b. Keadaan Siswa MI Cibeureum Legok ………. c. Jumlah Rombongan Belajar di MI Cibeureum Legok ………… d. Data Pendidik Dan Tenaga Kependidikan ……….. 2. Deskripsi Data Penelitian ……….

a. Siklus I ……….

b. Siklus II ………...

B. Analisis Data ………...

1. Siklus I ……….

2. Siklus II ………

C. Pembahasan ………

(12)

DAFTAR PUSTAKA ………

LAMPIRAN-LAMPIRAN ………

90 92

(13)

Tabel 4.2 Jumlah Rombel Tiga Tahun Terakhir ……… 54 Tabel 4.3 Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan ………. 55 Tabel 4.4 Lembar Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan I …………... 67 Tabel 4.5 Lembar Aktivitas Guru Siklus I Pertemuan I ………. 68 Tabel 4.6 Nilai Pretes Siklus I Pertemuan I ………... 69 Tabel 4.7 Frekuensi Perolehan Nilai Pretes Siswa Metode

Think-pair-share Siklus I Pertemuan I ………. 71 Tabel 4.8 Lembar Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan II ………….. 71 Tabel 4.9 Lembar Aktivitas Guru Siklus I Pertemuan II …………... 72 Tabel 4.10 Nilai Postes Siklus I Pertemuan II ………. 74 Tabel 4.11 Frekuensi Perolehan Nilai Pretes Siswa Metode

Think-pair-share Siklus I Pertemuan II ……… 75 Tabel 4.12 Lembar Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan I ………….. 76 Tabel 4.13 Lembar Aktivitas Guru Siklus II Pertemuan I …………... 77 Tabel 4.14 Nilai Pretes Siklus I Pertemuan II ……….. 78 Tabel 4.15 Frekuensi Perolehan Nilai Pretes Siswa Metode

Think-pair-share Siklus II Pertemuan I ……… 79 Tabel 4.16 Lembar Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan II …………. 80 Tabel 4.17 Lembar Aktivitas Guru Siklus II Pertemuan II ………….. 81 Tabel 4.18 Nilai Postes Siklus II Pertemuan II ……… 82 Tabel 4.19 Frekuensi Perolehan Nilai Pretes Siswa Metode

Think-pair-share Siklus II Pertemuan II ………. 82 Tabel 4.20 Penghitungan Nilai Pretest dan Postest Siklus I ………… 84 Tabel 4.21 Penghitungan Nilai Pretest dan Postest Siklus II ……….. 86

(14)
(15)

Lampiran 3 Kunci Jawaban ………. 107

Lampiran 4 Lembar Aktivitas Siswa ……….. 108

Lampiran 5 Lembar Aktivitas Guru ……… 109

Lampiran 6 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif ……… 110

Lampiran 7 Pembelajaran Think-Pair-Share ……….. 111

Lampiran 8 Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ………. 112

Lampiran 9 Teknik Penskoran Tiga Aspek Ranah Belajar …………. 112

Lampiran 10 Uji Validitas dan Reliabilitas ……….. 113

Lampiran 11 Rumus Normal Gain (N-Gain) ……… 116

Lampiran 12 Data Siswa Kelas I-VI MI Cibeureum Legok …………. 116

Lampiran 13 Jumlah Rombel 3 Tahun Terkahir ………... 116

Lampiran 14 Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan ……… 117

Lampiran 15 Lembar Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan I ………… 117

Lampiran 16 Lembar Aktivitas Guru Siklus I Pertemuan I ………….. 118

Lampiran 17 Nilai Pretes Siklus I Pertemuan I ………. 119

Lampiran 18 Frekuensi Perolehan Nilai Pretes Siswa Metode Think-pair-share Siklus I Pertemuan I ……….. 120 Lampiran 19 Lembar Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan II ………… 120

Lampiran 20 Lembar Aktivitas Guru Siklus I Pertemuan II …………. 121

Lampiran 21 Nilai Postes Siklus I Pertemuan II ………... 123

Lampiran 22 Frekuensi Perolehan Nilai Pretes Siswa Metode Think-pair-share Siklus I Pertemuan II ………. 124 Lampiran 23 Lembar Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan I ………… 124

Lampiran 24 Lembar Aktivitas Guru Siklus II Pertemuan I …………. 125

Lampiran 25 Nilai Pretes Siklus I Pertemuan II ……… 126 Lampiran 26 Frekuensi Perolehan Nilai Pretes Siswa Metode

Think-pair-share Siklus II Pertemuan I ………

127

(16)

Lampiran 30 Frekuensi Perolehan Nilai Pretes Siswa Metode Think-pair-share Siklus II Pertemuan II ………

131

Lampiran 31 Penghitungan Nilai Pretest dan Postest Siklus I ……….. 131 Lampiran 32 Penghitungan Nilai Pretest dan Postest Siklus II ………. 133 Lampiran 33 Media Pembelajaran ……… 135 Lampiran 34 Foto-foto Kegiatan ……….. 136

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Laju transformasi dunia karena revolusi teknologi, telekomunikasi dan komputer menjadi agenda utama perubahan dunia saat ini. Dunia tidak lagi dapat dipandang sebagai benua-benua yang terpisah atau kumpulan negara yang terpisah, melainkan dunia menjadi sarat global telekomunikasi dan komputer. Kepesatan perkembangan teknologi telekomunikasi dan komputer telah mengantarkan masyarakat memasuki era global.

Globalisasi ditandai oleh kompleksitas keragaman kehidupan masyarakat. Aktivitas hidup lebih banyak bermula dan berlangsung pada interaksi-interaksi antar individu yang diprakarsai individu itu sendiri. Setiap individu di era global dituntut mengembangkan kapasitasnya secara optimal, kreatif dan mengadaptasikan diri kedalam situasi global yang amat bervariasi dan cepat berubah. Setiap individu dituntut melakukan daya nalar kreatif dan kepribadian yang tidak sederhana, melainkan kompleks. Untuk itu ketrampilan yang harus dimiliki individu adalah keterampilan intelektual, sosial, dan personal.

Pendidikan sebagai bagian integral kehidupan masyarakat di era global harus dapat memberi dan memfasilitasi bagi tumbuh kembangnya keterampilan intelektual, sosial dan personal. Keterampilan-keterampilan tersebut dibangun tidak hanya dengan landasan rasio dan logika saja, tetapi juga inspirasi, kreativitas, moral, intuisi (emosi) dan spiritual.

Sekolah sebagai institusi pendidikan dan miniatur masyarakat perlu mengembangkan pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan era global. Karena Proses pembelajaran yang baik akan dapat menciptakan prestasi yang berkualitas. Oleh karena itu guru sebagai salah satu komponen penting keberhasilan pembelajaran, harus mampu menempatkan dirinya sebagai sosok yang mampu membangkitkan hasrat siswa untuk terus belajar.

(18)

MI Cibeureum Legok Kabupaten Sukabumi adalah salah satu lembaga pendidikan yang sangat menjunjung keberhasilan pembelajaran, sehingga siswa yang dihasilkan mampu berperan dalam persaingan global. Usaha ke arah tersebut sudah banyak dilakukan oleh pihak sekolah terkait, seperti pemenuhan sarana prasarana, media pembelajaran, guru yang profesional serta komponen lain yang mampu meningkatkan kualitas pendidikan yang dijalankan, dengan harapan akan mampu menciptakan manajemen pembelajaran dengan baik, yang pada ujungnya akan menjadikan sekolah yang berkualitas.

Namun ternyata saat ini masih banyak permasalahan-permasalahan yang muncul di sekolah ini, di antaranya yaitu salah satu metode yang digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah ceramah, tanya jawab, dan diskusi. Metode ceramah masih menjadi pilihan dalam penyampaian materi, sehingga siswa cenderung bosan, dan kurang bersemangat untuk belajar. Hal ini akan membuat kualitas pembelajaran menjadi rendah, dan memungkinkan penguasaan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan siswa akan menurun.

Metode tanya jawab kurang efektif karena hanya siswa yang pintar dan aktif yang mau menjawab pertanyaan yang diberikan, sehingga terjadi kesenjangan antara siswa yang pintar dan siswa yang kurang pintar. Sedangkan dalam metode diskusi tidak semua topik dapat disajikan dengan metode diskusi. Hanya hal-hal yang bersifat problematis saja yang dapat didiskusikan.

(19)

menganggap kelompok lain sebagai saingan, lebih rendah, remeh, atau lebih bodoh.

MI Cibeureum Legok Kabupaten Sukabumi belum pernah menerapkan metode kooperatif Pair-Share; dimana penerapan metode kooperatif Think-Pair-Share ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam kelas melalui diskusi. Baik dengan pasangannya maupun dengan seluruh kelas. Siswa akan terbiasa menemukan jawaban dari pertanyaan yang diajukan, memahami konsep serta terlatih untuk bisa belajar secara mandiri, secara berpasangan, maupun berbagi dengan teman sekelas.

Dari permasalahan yang dijelaskan di atas, maka dibutuhkan tindakan yang mampu menjadi jalan keluarnya. Salah satu solusinya adalah penggunaan metode yang tepat, yaitu metode yang mampu membuat seluruh siswa terlibat dalam suasana pembelajaran. Metode mengajar merupakan salah satu cara yang dipergunakan guru dalam membelajarkan siswa. Oleh karena itu, peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan proses belajar mengajar.1

Salah satu alternatif yang dapat dilakukan oleh seorang guru guna menjawab dari permasalahan-permasalan pembelajaran tersebut serta untuk lebih mengaktifkan pembelajaran di kelas adalah dengan menerapkan pembelajaran kooperatif dengan metode Think–Pair–Share. Pembelajaran kooperatif dengan metode Think-Pair-Share terdiri dari tiga tahap kegiatan siswa yang menekankan pada apa yang dikerjakan siswa pada setiap tahapannya. Tahap yang pertama adalah berfikir (Think). Pada tahap ini guru mengajukan pertanyaan yang terkait dengan pelajaran dan siswa berfikir sendiri mengenai jawaban tersebut. Waktu berfikir ditentukan oleh guru. Pada tahap selanjutnya siswa berpasangan (pair) dengan temannya dan mendiskusikan mengenai jawaban masing-masing. Sedangkan pada tahap terakhir, siswa berbagi (share) yaitu guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerja sama dengan kelas secara keseluruhan untuk mengungkapkan mengenai apa yang telah mereka diskusikan.

1

(20)

Dengan berdiskusi dan berfikir sendiri dengan teman, diharapkan siswa lebih bisa memahami konsep, menambah pengetahuannya serta dapat menemukan kemungkinan solusi dari permasalahan.2

Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga Negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga Negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.3

Dari pengertian di atas, maka Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1) Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu.

2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta anti-korupsi.

3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.

4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknilogi informasi dan komunikasi.4

Upaya untuk mewujudkan sosok manusia seperti yang tertuang dalam definisi dan tujuan pendidikan diatas tidaklah terwujud secara tiba-tiba. Upaya itu harus melalui proses pendidikan dan kehidupan, khususnya pendidikan bernegara dan kehidupan bernegara. Proses itu berlangsung seumur hidup, di lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat.

2

Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2009), hal: 58

3

Tim Penyusun KTSP MI Cibeureum Legok, KTSP MI CIbeureum Legok Kabupaten Sukabumi Tahun Pelajaran 2012-2013. (Sukabumi: 2012). Hal. 78

4

(21)

Salah satu masalah yang dihadapi oleh dunia pendidikan kewarganegaraan saat ini, adalah bagaimana cara penyampaian materi pelajaran pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tersebut kepada peserta didik sehingga memperoleh hasil semaksimal mungkin.

Berpijak pada uraian latar belakang di atas, maka perlu kiranya diadakan suatu tindakan melalui penelitian pendidikan. Dalam hal ini, penulis mengangkat satu topik yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi saat ini, yaitu: “Peningkatan Hasil Belajar PKn Melalui Pendekatan Think-Pair-Share”

B. Identifikasi Masalah

Berdasar pada latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti dapat mengidentifikasi masalah penelitian, sebagai berikut:

1. Metode pembelajaran yang sering digunakan oleh guru adalah metode konvensional berupa ceramah, tanya jawab, diskusi.

2. Di MI Ciberureum Legok belum pernah menggunakan metode Think-Pair-Share dalam penyampaian materi pelajaran kepada siswa.

3. Metode konvensional yang selalu digunakan oleh guru tidak mampu untuk meningkatkan hasil belajar PKn siswa di kelas IV MI Cibeureum Legok Kapbupaten Sukabumi.

4. Apa yang telah dipelajari siswa tidak diaplikasikan ke dalam kehidupannya sehari-hari, baik itu di sekolah, rumah, keluarga, maupun lingkungan masyarakat tempat ia tinggal.

5. Nilai rata-rata hasil belajar PKn siswa kelas IV belum memenuhi nilai KKM yang telah ditentukan sekolah.

C. Pembatasan Masalah

Berdasar pada identifikasi masalah yang telah disampaikan di atas, maka kali ini peneliti dapat membatasi fokus penelitian, sebagai berikut:

(22)

2. Pokok bahasan yang akan disampaikan pada penelitian ini adalah Materi Pengaruh Globalisasi pada mata pelajaran PKn Kelas IV semester II. 3. Penelitian akan dilaksanakan di MI Cibeureum Legok Kabupaten

Sukabumi.

4. Hasil belajar siswa dibatasi pada hasil belajar kognitif C1 (hapalan), C2 (pemahaman) dan C3 (penerapan).

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada pembatasan masalah yang telah disampaikan diatas, maka diperoleh rumusan masalah yaitu:

1. Bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif melalui pendekatan TPS (Think-Pair-Share) dalam meningkatkan hasil belajar PKn kelas IV MI

Cibeureum Legok Kabupaten Sukabumi?

2. Seberapa efektifkah pembelajaran kooperatif melalui pendekatan TPS (Think-Pair-Share) dalam meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas IV

MI Cibeureum Legok Kabupaten Sukabumi?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui penerapan pembelajaran kooperatif melalui pendekatan TPS (Think-Pair-Share) dalam meningkatkan hasil belajar PKn kelas IV MI Cibeureum Legok Kabupaten Sukabumi.

b. Untuk mengetahui efektifitas pembelajaran kooperatif melalui pendekatan TPS (Think-Pair-Share) dalam meningkatkan hasil belajar PKN kelas IV MI Cibeureum Legok Kabupaten Sukabumi.

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

1) Bagi Peneliti

(23)

memberikan informasi terhadap penggunaan metode pembelajaran yang digunakan dalam penelitian.

2) Bagi Pembaca

Menambah wawasan dan keilmuan dalam proses pembelajaran yang akan dilaksanakannya.

3) Bagi Siswa

Dapat meningkatkan keaktifan belajar pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

b. Manfaat Praktis 1) Bagi Guru

a) Memberi wawasan bagi guru pentingnya penerapan metode TPS (Think-Pair-Share) dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan khususnya pada Materi Pengaruh Globalisasi.

b) Dapat menemukan solusi untuk meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas IV.

2) Bagi Sekolah

Menemukan solusi untuk meningkatkan penguasaan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan menerapkan metode pembelajaran TPS (Think-Pair-Share).

3) Bagi UIN Syarif Hidayatullah

a) Dapat menjalin kerjasama yang baik dengan beberapa lembaga yang dapat menunjang dalam kemajuan pendidikan.

(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hasil Belajar Siswa 1. Pengertian Hasil Belajar

Belajar adalah satu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan masyarakat lingkungan akademik seperti di lingkungann sekolah, pelajar, siswa dan siswi serta mahasiswa yang mempunyai tugas untuk belajar. Karena kegiatan belajar merupakan kegiatan yang tak mungkin dapat dipisahkan dari mereka.

Beberapa para ahli telah mengungkapkan arti dari belajar itu sendiri, salah satunya adalah seperti yang diungkapkan oleh Gagne bahwa belajar adalah suatu proses di mana satu organism berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.1

Sedangkan hasil dapat dikatakan kemampuan yang dimiliki soswa setelah menerima pelajaran. Menurut Oemar Hamalik, bahwa hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan.2

Belajar merupakan suatu proses yang benar-benar bersifat internal. Belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dilihat dengan nyata, proses itu terjadi didalam diri seseorang yang sedang mengalami belajar. Menurut Good dan Brophy bukan tingkah laku yang nampak, tetapi terutama adalah prosesnya yang terjadi secara internal di dalam diri individu dalam usahanya memperoleh hubungan-hubungan baru.3

Hubungan-hubungan baru itu dapat berupa: antara perangsang-perangsang, antara reaksi-reaksi, atau antara perangsang dan reaksi. Faktor-faktor penting yang sangat erat hubungannya dengan proses belajar ialah: kematangan, penyesuaian diri/adaptasi, menghafal/mengingat, pengertian, berpikir dan latihan.

1

Masitoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: 2009), h. 3. 2

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 155.

3

M. Ngalim Purwanto. Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), h. 85.

(25)

Para ahli mencoba membuat kategori jenis-jenis belajar yang dikenal dengan taksonomi belajar salah satu yang terkenal adalah taksonomi yang disusun oleh Benyamin S. Bloom.4 Tujuan pendidikan dapat dirumuskan pada tiga tingkatan, pertama, tujuan umum pendidikan yang menentukan perlu tidaknya suatu program diadakan. Kedua, tujuan yang di dasarkan atas tingkah laku, yang dimaksud berhasilnya pendidikan dalam bentuk tingkah laku yang dimaksud dengan taksonomi. Ketiga, tujuan yang lebih jelas yang dirumuskan secara operasional. Kaum behavioris berpendapat bahwa taksonomi yang dikemukakan oleh Bloom dan kawan-kawan adalah bersifat mental.5 Taksonomi ini merupakan kriteria yang dapat digunakan oleh guru untuk mengevaluasikan mutu tujuannya. Salah satu manfaat taksonomi adalah bahwa guru didorong untuk bertanya adakah dia menekankan segi tertentu atau tidak.

2. Ranah Hasil Belajar

Taksonomi Bloom terdiri dari tiga kategori yaitu yang dikenal sebagai domain atau ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. Yang dimaksud

dengan ranah-ranah ini oleh Bloom adalah perilaku-perilaku yang memang diniatkan untuk ditunjukkan oleh peserta didik atau pelajar dalam cara-cara tertentu, misalnya bagaimana mereka berpikir (kognitif), bagaimana mereka bersikap dan mereka merasakan sesuatu (afektif), dan bagaimana mereka berbuat (psikomotorik).6 Dalam mengukur kemampuan seorang siswa maka para guru harus memperhatikan ketiga ranah tersebut.

a. Ranah Kognitif

Ranah kognitif memiliki enam taraf mulai pengetahuan sampai evaluasi.

1) Menghapal mencakup ingatan dan pengenalan,

2) Pemahaman mencakup interpretasi, pemberian contoh, klasifikasi, meringkas, menyimpulkan, membandingkan, menjelaskan,

4

A. Suhaenah Suparno. Membangun Kompetensi Belajar, (Jakarta: Dirjen PendidikanTinggi Depdiknas, 2001), h. 6.

5

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Yogyakarta: Bumi Aksara, 2002), h. 115.

6

(26)

3) Aplikasi mencakup melakukan, implementasi,

4) Analisis mencakup membedakan, mengorganisasikan dan memberikan atribut,

5) Mengevaluasi mencakup pengecekan, memberi kritik,

6) Mencipta mencakup membangkitkan, merencanakan, memproduksi. b. Ranah Afektif

Ranah afektif dibagi menjadi lima taraf, yaitu:

1) Memperhatikan, taraf ini mengenai kepekaan siswa terhadap fenomena-fenomena dan perangsang-perangsang tertentu, yaitu menyangkut kesediaan siswa untuk memperhatikannya.

2) Merespon, Pada taraf ini siswa memiliki motivasi yang cukup untuk merespon.

3) Menghayati nilai, siswa sudah menghayati nilai tertentu.

4) Mengorganisasikan, siswa menghadapi situasi yang mengandung lebih dari satu nilai.

5) Memperhatikan nilai atau seperangkat nilai, siswa sudah dapat digolongkan sebagai orang yang memegang nilai atau seperangkat nilai tertentu.

c. Ranah Psikomotorik

Ranah Psikomotorik, meliputi hal-hal:

1) Persepsi, langkahnya melakukan kegiatan yang bersifat motoris ialah menyadari objek, sifat atau hubungan-hubungan melalui indera, 2) Persiapan, kesiapan untuk melakukan suatu tindakan atau bereaksi

terhadap suatu kejadian menurut

3) Respon terbimbing, pada tahap ini penekanan pada kemampuan-kemampuan yang merupakan bagian dari keterampilan yang lebih kompleks.

(27)

5) Respons kompleks, taraf ini individu dapat melakukan perbuatan motoris yang dianggap kompleks, karena pola gerakan yang dituntut sudah kompleks.

Dalam kehidupan sehari-hari tak ada seseorang berbuat tanpa melibatkan pikiran dan perasaan walaupun kecil porsinya. Setiap orang merespon dalam berbagai bentuk aktivitas sebagai makhluk yang utuh. Kategori jenis belajar ini disusun untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pembelajaran yang mereka lakukan.

Indikator hasil belajar merupakan target pencapaian kompetensi secara operasional dari kompetensi dasar dan standar kompetensi. Ada tiga aspek kompetensi yang harus dinilai untuk mengetahui seberapa besar capaian kompetensi tersebut, yaitu penilaian terhadap:7

a. Hasil Belajar Penguasaan Materi Akademik (Kognitif)

Domain kognitif meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari dan kemampuan-kemampuan intelektual, seperti mengaplikasikan prinsip atau konsep, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Sebagian besar tujuan-tujuan instruksional berada dalam domain kognitif. Pada ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berfikir, mulai dari yang tingkatan rendah sampai tinggi, yakni: Pengetahuan/ingatan (knowledge), Pemahaman (comprehension), Penerapan (aplication), Analisis (analysis), Sintesis (synthesis) dan Evaluasi (evaluation).

Kemampuan-kemampuan yang termasuk domain kognitif oleh Bloom dkk. Dikategorikan lebih rinci ke dalam enam jenjang kemampuan, yaitu:

1) Hafalan (C1)

Jenjang hafalan meliputi kemampuan menyatakan kembali fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang telah dipelajarinya.

2) Pemahaman (C2)

7

(28)

Jenjang pemahaman meliputi kemampuan menangkap arti dari informasi yang diterima, misalnya dapat menafsirkan bagan, diagram atau grafik.

3) Penerapan (C3)

Yang termasuk jenjang penerapan adalah kemampuan menggunakan prinsip, aturan, metode yang dipelajarinya pada situasi baru atau situasi konkrit.

4) Analisis (C4)

Jenjang analisis meliputi kemampuan menguraikan suatu informasi yang dihadapi menjadi komponen-komponennya sehingga struktur informasi serta hubungan antar komponen informasi tersebut menjadi jelas.

5) Sintesis (C5)

Yang termasuk jenjang sintesis ialah kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah-pisah menjadi suatu keseluruhan yang terpadu. Termasuk di dalamnya kemampuan merencanakan eksperimen, menyusun cara baru untuk mengklasifikasikan obyek-obyek, peristiwa dan informasi lainnya.

6) Evaluasi (C6)

Kemampuan pada jenjang evaluasi ialah kemampuan untuk mempertimbangkan nilai suatu pernyataan, uraian, pekerjan, berdasarkan kriteria tertentu yang ditetapkan.

b. Hasil Belajar Yang Bersifat Proses Normatif (Afektif)

(29)

terhadap suatu atau beberapa nilai. Untuk menilai hasil belajar dapat digunakan instrumen evaluasi yang bersifat non tes, misalnya kuesioner dan observasi.

c. Hasil Belajar Aplikatif (Psikomotor)

Hasil belajar ini merupakan ranah yang berkatian dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar psikomotor merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif, akan tampak setelah siswa menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung pada kedua ranah tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Ranah ini diklasifikasikan kedalam tujuh kategori yakni: Persepsi (perception), Kesiapan (set), Gerakan terbimbing (guided response), Gerakan terbiasa (mechanism), Gerakan kompleks (complex

overt response), Penyesuaian pola gerakan (adaptation), Kreatifitas/keaslian (Creativity/origination).

Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan, dan sebagainya.8

Menurut Sudjana perbedaan hasil belajar di kalangan para siswa disebabkan oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Disamping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat, dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial PKn, faktor fisik dan psikis.9

8

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta:Bumi Aksara, 2001), h. 155

9

(30)

Sedangkan menurut Oemar Hamalik hasil belajar dikalangan siswa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor kematangan akibat dari kemajuan umur kronologis, latar belakang pribadi masing-masing, sikap, dan bakat terhadap suatu bidang pelajaran yang diberikan.10

Penilaian hasil belajar bertujuan untuk melihat kemajuan belajar peserta didik dalam hal penguasaan materi pengajaran yang telah dipelajarinya sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

a. Sasaran Penilaian

Sasaran atau objek evaluasi hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang. Masing-masing bidang terdiri dari sejumlah aspek. Aspek-aspek tersebut sebaiknya dapat diungkapkan melalui penilaian tersebut. Dengan demikian dapat diketahui tingkah laku mana yang sudah dikuasainya oleh peserta didik dan mana yang belum sebagai bahan bagi perbaikan dan penyempurnaan program pengajaran selanjutnya.

b. Alat Penilaian

Penggunaan alat penilaian hendaknya komprehensif meliputi tes dan bukan tes sehingga diperoleh gambaran hasil belajar yang objektif. Penilaian hasil belajar sebaiknya dilakukan secara berkesinambungan agar diperoleh hasil yang menggambarkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya.

c. Prosedur Pelaksanaan Tes

Penilaian hasil belajar dilaksanakan dalam bentuk formatif dan sumatif. Penilaian formatif dilakukan pada setiap pengajaran berlangsung, yakni pada akhir pengajaran. Hasilnya dicatat untuk bahan penilaian dan untuk menentukan derajat keberhasilan peserta didik seperti untuk kenaikan tingkat. Penilaian sumatif biasanya dilakukan pada akhir suatu program atau pertengahan program. Hasilnya digunakan

10

(31)

untuk mengetahui program mana yang belum dikuasai oleh peserta didik.11

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perolehan dari proses belajar peserta didik sesuai dengan tujuan pengajaran (ends are being attained).12

Hasil belajar yang dicapai siswa pada hakikatnya dipengaruhi oleh berbagai faktor tersebut. Adapun faktor-faktor yang dimaksud meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Faktor Internal

Adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu, meliputi: 1) Faktor Fisiologis

Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang. Menurut Noehi, kondisi pancaindra (mata, hidung, pengecap, telinga, dan tubuh) sangat penting, terutama mata sebagai alat untuk melihat dan telinga untuk mendengar.13 Karena sebagian besar peserta didik belajar dengan membaca, melihat contoh atau model, melakukan observasi, dan mendengarkan keterangan guru. 2) Faktor Psikologis

Faktor-faktor psikologi yang utama mempengaruhi proses dan hasil belajar peserta didik adalah sebagai berikut:

(a) Kecerdasan Peserta Didik

M. Dalyono secara tegas mengatakan bahwa seseorang yang memiliki intelegensi baik (IQ-nya tinggi) umumnya mudah belajar dan hasilnya pun cenderung baik. Sebaliknya, orang yang intelegensinya rendah cenderung mengalami kesukaran dalam belajar, lambat berpikir, sehingga prestasi belajarnya pun rendah. Karenanya Walter B. Kolesnik dalam buku Syaiful Bahri Djamarah mengatakan bahwa: “In most cases there is a fairy high correlation

11

Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), Cet. Ke-II. h.179.

12

Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 45. 13

(32)

between one’s IQ, and his scholastics success. Usually, the higher a person’s IQ, the higher the grades he receives”.14

(b) Motivasi

Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi keberhasilan belajar. Bahkan menurut Slameto, sering kali anak didik yang tergolong cerdas tampak bodoh karena tidak memiliki motivasi untuk mencapai prestasi sebaik mungkin.15 (c) Minat

Minat adalah suatu rasa lebih suka pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh.16 Peserta didik yang mempunyai keinginan yang kuat di dalam usaha belajarnya akan lebih baik dibanding dengan peserta didik yang tidak punya atau kurang minat dalam belajar.

(d) Kemampuan Kognitif

Kemampuan kognitif yaitu persepsi, mengingat, dan berpikir. Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Guru harus menanamkan pengertian sejelas-jelasnya, sehingga tidak terjadi kesalahan persepsi pada peserta didik. Mengingat adalah suatu aktivitas kognitif, dimana orang menyadari bahwa pengetahuannya berasal dari masa lampau atau berdasarkan kesan-kesan yang diperoleh di masa lampau.17 Sedangkan berpikir adalah kelangsungan tanggapan-tanggapan yang disertai dengan sikap pasif dari subjek yang berpikir. (e) Bakat

Setiap peserta didik memiliki bakat yang berbeda, menurut Sunarto dan Hartono bakat memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang tertentu, akan tetapi diperlukan

14

Ibid, h. 194. 15

Ibid, h. 200. 16

Ibid, h. 191. 17

(33)

latihan, pengetahuan, pengalaman, dan dorongan atau motivasi agar bakat itu dapat terwujud.18

B. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga Negara yang memahami dan mapu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga Negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.19

Selain itu istilah PKn yang menggunakan dengan “N” atau huruf kapital merupakan singkatan dari singkatan dari pendidikan kewarganegaraan Pendidikan kewarganegaraan (PKn ) merupakan pendidikan yang menyangkut status formal warganegara yang di atur dalam UU NO 2 tahun 1949, UU NO 62 Tahun 1958, UU NO 12 tahun 2006 tentang status kewarganegara yang telah berlaku mulai tanggal 1 Agustus 2006.20

2. Tujuan dan Ruang Lingkup Pembelajaran PKn a. Tujuan Pembelajaran PKn

Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:21

1) Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu.

2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta anti-korupsi.

3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.

18

Ibid, h. 197. 19

KTSP MI Cibeureum Legok, hal: 78. 20

Paket 1 hakekat pembelajaran Pkn MI 21

(34)

4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknilogi informasi dan komunikasi.

b. Ruang Lingkup PKn

Ruang Lingkup Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1) Persatuan dan Kesatuan Bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, Kebanganggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan Negara, Sikap Positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan.

2) Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib Sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistem Hukum dan peradilan Nasional, Hukum dan peradilan Internasional.

3) Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan Kewajiban anggota Masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.

4) Kebutuhan Warga Negara meluputi: Hidup Gotong Royong, Harga Diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan Berorganisasi, Kemerdekaan mrngeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga Negara.

5) Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah dugunakan di Indonesia, Hubungan dasar Negara dengan Konstitusi.

(35)

7) Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara dan ideology Negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar Negara, Pengamalan Nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideology terbuka.

8) Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak Glabalisasi, Hubungan Internasional dan Organisasi Internasional, dan Mengevaluasi Globalisasi.

C. Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) “merupakan strataegi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.”22

Istilah cooperative learning dalam pengertian bahasa Indonesia dikenal dengan nama pembelajaran kooperatif. Menurut Johnson pembelajaran kooperatif adalah “pemanfaatan kelompok kecil (2-5 orang) dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerjasama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok”.23

Selain itu pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai “system kerja/belajar kelompok yang terstruktur.”24

Dari uraian-uraian di atas dapat diketahui tentang pengertian pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok kecil atau tim yang di dalamnya terdiri dari 2-5 orang. Dalam proses pembelajaran kooperatif siswa dituntut untuk bekerjasama dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru, dengan memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar.

22

Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2011), Cet. II, h. 62.

23 Ibid. 24

(36)

Dalam hubungannya dengan pembelajaran, teori yang ada mengacu pada kegiatan pembelajaran yang harus melibatkan partisipasi peserta didik. Sebagai realisasi maka dalam pembelajaran siswa haruslah bersifat aktif. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang aktif dan partisipatif.

2. Macam-macam Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif sungguh banyak macam dan ragamnya. Beberapa ahli pendidikan terdahulu telah memberikan sumbangsihnya dalam menyampaikan macam-macam metode pembelajaran tersebut, yaitu sebagai berikut:

a. TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction) Tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini sebenarnya adalah penggabungan dari pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual.25 Pada model pembelajaran kooperatif tipe TAI, siswa mengikuti tingkatan yang bersifat individual berdasarkan tes penempatan, dan kemudian dapat maju ke tahapan selanjutnya berdasarkan tingkat kecepatannya belajar. Jadi, setiap anggota kelompok sebenarnya belajar unit-unit materi pelajaran yang berbeda. Rekan sekelompok akan memeriksa hasil pekerjaan rekan sekelompok lainnya dan memberikan bantuan jika diperlukan. Tes kemudian diberikan diakhir unit tanpa bantuan teman sekelompoknya dan diberikan skor. Lalu setiap minggu guru akan menjumlahkan total unit materi yang diselesaikan suatu kelompok dan memberikan sertifikat atau penghargaan bila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan, dan beberapa poin tambahan untuk kelompok yang anggotanya mendapat nilai sempurna. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini adalah karena siswa bertanggungjawab untuk memeriksa pekerjaan rekannya yang lain, maka guru mempunyai waktu yang lebih banyak untuk membantu kelompok-kelompok kecil yang menemui banyak hambatan dalam belajar yang merupakan kumpulan dari anggota-anggota kelompok yang berada pada

25

(37)

tingkatan unit materi pelajaran yang sama. Banyak penelitian melaporkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini sangat efektif untuk digunakan dalam pembelajaran.

b. STAD (Student Teams Achievement Division)

Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan “model pembelajaran yang mengelompokkan siswa secara heterogen, kemudian siswa yang pandai menjelaskan pada anggota lain sampai mengerti.”26

Dengan diterapkannya pembelajaran koopertaif tipe Student Team Achievement ini peneliti berharap keaktifan dan prestasi belajar siswa dapat meningkat karena gagasan utama STAD adalah memicu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain.

Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini siswa dikelompokkan ke dalam kelompok kecil yang disebut tim. Kemudian seluruh kelas diberikan presentasi materi pelajaran. Siswa kemudian diberikan tes. Nilai-nilai individu digabungkan menjadi nilai tim. Pada model pembelajaran kooperatif tipe ini walaupun siswa dites secara individual, siswa tetap dipacu untuk bekerja sama untuk meningkatkan kinerja dan prestasi timnya. Bila pertama kali digunakan di kelas anda, maka ada baiknya guru terlebih dahulu memperkenalkan model pembelajaran kooperatif STAD ini kepada siswa.

c. Round Table atau Rally Table

Untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Round table atau Rally Table ini guru dapat menyampaikan tujuan, menjelaskan tugas yang akan didiskusikan, membagikan kertas kerja, siswa mengerjakan tugas dengan menuangkan idenya di atas kertas kerja secara bergilir searah jarum jam, kesimpulan, penyajian hasil, feed back oleh guru dan evaluasi.27

d. Jigsaw

26

Komalasari, op.cit, h. 63. 27

I Wayan Kasub Abadi, Kegiatan Belajar Mengajar: Model Pembelajaran,

(38)

Yaitu sebuah teknik yang dipakai secara luas yang memiliki kesamaan

dengan teknik “pertukaran dari kelompok ke kelompok” (group-to-group

exchange) dengan suatu perbedaan penting: setiap peserta didik

megajarkan sesuatu.28

Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini ketergantungan antara siswa sangat tinggi. Setiap siswa dalam model pembelajaran kooperatif ini adalah anggota dari dua kelompok, yaitu (1) kelompok asal (home group) dan (2) kelompok ahli (expert group). Kelompok asal dibentuk dengan anggota yang heterogen. Di kelompok asal ini mereka akan membagi tugas untuk mempelajari suatu topik. Setelah semua anggota kelompok asal memperoleh tugas masing-masing, mereka akan meninggalkan kelompok asal untuk membentuk kelompok ahli. Kelompok ahli adalah kelompok yang terbentuk dari anggota-anggota kelompok yang mempunyai tugas mempelajari sebuah topik yang sama (berdasarkan kesepakatan mereka di kelompok asal). Setelah mempelajari topik tersebut di kelompok ahli, mereka akan kembali ke kelompok asal mereka masing-masing dan saling mengajarkan topik yang menjadi tanggungjawab mereka ke anggota kelompok lainnya secara bergantian.

e. NHT (Numbered Heads Together)-Kepala Bernomor Bersama

Pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT, minta siswa untuk menomori diri mereka masing-masing dalam kelompoknya mulai dari 1 hingga 4. Metode pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992 dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.29

Ajukan sebuah pertanyaan dan beri batasan waktu tertentu untuk menjawabnya. Siswa yang mengangkat tangan jika bisa menjawab pertanyaan guru tersebut. Guru menyebut suatu angka (antara 1 sampai 4) dan meminta seluruh siswa dari semua kelompok dengan nomor tersebut

28

Mel Silberman, Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2009), cet-9, h. 168.

29

(39)

menjawab pertanyaan tadi. Guru menandai siswa-siswa yang menjawab benar dan memperkaya pemahaman siswa tentang jawaban pertanyaan itu melalui diskusi.

f. TGT (Team Game Tournament)

Model pembelajaran kooperatif tipe TGT mirip dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, tetapi bedanya hanya pada kuis yang digantikan dengan turnamen mingguan (Slavin, 1994).30 Pada model pembelajaran kooperatif ini, siswa-siswa saling berkompetisi dengan siswa dari kelompok lain agar dapat memberikan kontribusi poin bagi kelompoknya. Suatu prosedur tertentu digunakan untuk membuat permainan atau turnamen berjalan secara adil. Penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT terbukti efektif meningkatkan hasil belajar siswa.

g. Three-Step Interview (Wawancara Tiga Langkah)

Pada model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview (disebut juga three problem-solving) dilakukan 3 langkah untuk memecahkan masalah.31 Pada langkah pertama guru menyampaikan isu yang dapat memunculkan beragam opini, kemudian mengajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan kepada seluruh siswa di kelas. Langkah kedua, siswa secara berpasangan bermain peran sebagai pewawancara dan orang yang diwawancarai. Kemudian, di langkah yang ketiga, setelah wawancara pertama dilakukan maka pasangan bertukar peran: pewawancara berperan sebagai orang yang diwawancarai dan sebaliknya orang yang tadi mewawancarai menjadi orang yang diwawancarai. Setelah semua pasangan telah bertukar peran, selanjutnya setiap pasangan dapat membagikan atau mempresentasikan hasil wawancara mereka kepada seluruh kelas secara bergiliran. Tipe model pembelajaran kooperatif ini (three-step interview) ini efektif untuk mengajarkan siswa problem solving

(pemecahan masalah).

30

Muhammad Faiq, op.cit, h. 2. 31

(40)

h. Three-Minute Review (Reviu Tiga Langkah)

Model pembelajaran kooperatif tipe three-step review efektif untuk digunakan saat guru berhenti pada saat-saat tertentu selama sebuah diskusi atau presentasi berlangsung, dan mengajak siswa mereviu apa yang telah mereka ungkapkan saat diskusi di dalam kelompok mereka.32 Siswa-siswa dalam kelompok-kelompok itu dapat bertanya untuk mengklarifikasi kepada anggota lainnya atau menjawab pertanyaan-pertanyaan dari anggota lain. Misalnya setelah diskusi tentang proses-proses kompleks yang terjadi di dalam tubuh manusia misalnya pencernaan makanan, siswa dapat membentuk kelompok-kelompok dan mereviu proses diskusi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mengklarifikasi.

i. GI (Group Investigasi)

Model Group investigation seringkali disebut sebagai metode pembelajaran kooperatif yang paling kompleks. Hal ini disebabkan oleh metode ini memadukan beberapa landasan pemikiran, yaitu berdasarkan pandangan konstruktivistik, democratic teaching dan kelompok belajar kooperatif.33

Berdasarkan pandangan konstruktivistik, proses pembelajaran dengan model group investigation memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk terlibat secara langsung dan aktif dalam proses pembelajaran mulai dari perencanaan sampai cara mempelajari suatu topik melalui investigasi. Democratic teaching adalah proses pembelajaran yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi, yaitu penghargaan terhadap kemampuan, menjunjung keadilan, menerapkan persamaan kesempatan, dan memperhatikan keberagaman peserta didik.

j. Reciprocal Teaching (Pengajaran Timbal Balik)

Model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching (pengajaran timbal balik) dikembangkan oleh Brown & Paliscar (1982). Pengajaran timbal balik atau reciprocal teaching ini juga merupakan sebuah model

32

Ibid. 33

(41)

pembelajaran kooperatif yang meminta siswa untuk membentuk pasangan-pasangan saat berpartisipasi dalam sebuah dialog (percakapan atau diskusi) mengenai sebuah teks (bahan bacaan).34 Setiap anggota pasangan akan bergantian membaca teks dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, menerima dan memperoleh umpan balik (feedback). Model pembelajaran tipe reciprocal teaching ini memungkinkan siswa untuk melatih dan menggunakan teknik-teknik metakognitif seperti mengklarifikasi, bertanya, memprediksi, dan menyimpulkan. Model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching ini dikembangkan atas dasar bahwa siswa dapat belajar secara efektif dari siswa lainnya.

k. Snowball Throwing

Snowball throwing yaitu metode pembelajaran yang didalamnya

terdapat unsur-unsur pembelajaran kooperatif sebagai upaya dalam rangka mengarahkan perhatian siswa terhadap materi yang disampaikan oleh guru.

Hal yang pertama kali dilakukan adalah dengan meminta siswa untuk menuliskan pertanyaan dalam kertas kemudian diremas sehingga membentuk bola seperti bola salju. Langkah selanjutnya adalah menyerahkan setiap pertanyaan yang ditulis siswa kepada guru, kemudian guru akan melemparkannya kepada anggota kelas secara acak.

l. CIRC (Cooperative Integrated Reading Composition)

Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (cooperative integrated reading composition) adalah sebuah model pembelajaran yang sengaja

dirancang untuk mengembangkan kemampuan membaca, menulis, dan keterampilan-keterampilan berbahasa lainnya baik pada jenjang pendidikan tinggi maupun jenjang dasar.35 Pada tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini siswa tidak hanya mendapat kesempatan belajar melalui presentasi langsung oleh guru tentang keterampilan membaca dan

34

Bungs Education, Metode Pembelajaran,

http://wbungs.blogspot.com/2012/07/normal-0-false-false-false-en-us-x-none_16.html, (Jawa Timur, 2009), h. 1.

35

(42)

menulis, tetapi juga teknik menulis sebuah komposisi (naskah). CIRC dikembangkan untuk menyokong pendekatan pembelajaran tradisional pada mata pelajaran bahasa yang disebut “kelompok membaca berbasis keterampilan”. Pada model pembelajaran CIRC ini siswa berpasang -pasangan di dalam kelompoknya. Ketika guru sedang membantu sebuah kelompok-membaca (reading group), pasangan-pasangan saling mengajari satu sama lain bagaimana “membaca-bermakna” dan keterampilan menulis melalui teknik reciprocal (timbal balik). Mereka diminta untuk saling bantu untuk menunjukkan aktivitas pengembangan keterampilan dasar berbahasa (misalnya membaca bersuara (oral reading), menebak konteks bacaan, mengemukakan pertanyaan terkait bacaan, menyimpulkan, meringkas, menulis sebuah komposisi berdasarkan sebuah cerita, hingga merevisi sebuah komposisi). Setelah itu, buku kumpulan komposisi hasil kelompok dipublikasikan pada akhir proses pembelajaran. Semua kelompok (tim) kemudian diberikan penghargaan atas upaya mereka dalam belajar dan menyelesaikan tugas membaca dan menulis.

m. The Williams

Tipe model pembelajaran kooperatif The Williams mengajak siswa melakukan kolaborasi untuk menjawab sebuah pertanyaan besar yang merupakan sebuah tujuan pembelajaran.36 Pada model pembelajaran ini siswa dikelompok-kelompoknya secara heterogen seperti pada tipe STAD. Kemudian setiap kelompok diberikan pertanyaan yang berbeda-beda dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif yang memungkinkan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut.

n. TPS (Think Pairs Share)

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (think pairs share) mulanya dikembangkan oleh Frank T. Lyman. Tipe model pembelajaran kooperatif ini memungkinkan setiap anggota pasangan siswa untuk berkontemplasi terhadap sebuah pertanyaan yang diajukan. Setelah diberikan waktu yang cukup mereka selanjutnya diminta untuk mendiskusikan apa yang telah

36

(43)

mereka pikirkan tadi (hasil kontemplasi) dengan pasangannya masing-masing. Setelah diskusi dengan pasangan selesai, guru kemudian mengumpulkan tanggapan atau jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan tersebut dari seluruh kelas.

o. TPC (Think Pairs Check)

Model pembelajaran kooperatif tipe think pairs-check adalah modifikasi dari tipe think pairs share, di mana penekanan pembelajaran ada pada saat mereka diminta untuk saling cek jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan guru saat berada dalam pasangan.

p. TPW (Think Pairs Write)

Tipe model pembelajaran kooperatif TPW (Think Pairs Write) juga merupakan variasi dari model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pairs Share). Penekanan model pembelajaran kooperatif tipe ini adalah

setelah mereka berpasangan, mereka diminta untuk menuliskan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Model pembelajaran kooperatif tipe TPW ini sangat cocok untuk pelajaran menulis.

q. Tea Party (Pesta Minum Teh)

Pada model pembelajaran kooperatif tipe tea party, siswa membentuk dua lingkaran konsentris atau dua barisan di mana siswa saling berhadapan satu sama lain. Guru mengajukan sebuah pertanyaan (pada bidang mata pelajaran apa saja) dan kemudian siswa mendiskusikan jawabannya dengan siswa yang berhadapan dengannya. Setelah satu menit, baris terluar atau lingkaran terluar bergerak searah jarum jam sehingga akan berhadapan dengan pasangan yang baru. Guru kemudian mengajukan pertanyaan kedua untuk mereka diskusikan. Langkah-langkah seperti ini terus dilanjutkan hingga guru selesai mengajukan 5 atau lebih pertanyaan untuk didiskusikan. Untuk sedikit variasi dapat pula siswa diminta menuliskan pertanyaan-pertanyaan pada kartu-kartu untuk catatan nanti bila diadakan tes.

(44)

Model pembelajaran kooperatif tipe write around ini cocok digunakan untuk menulis kreatif atau untuk menulis kesimpulan. Pertama-tama guru memberikan sebuah kalimat pembuka (contohnya: Bila kamu akan berulang tahun, maka kamu akan meminta hadiah berupa...). Mintalah semua siswa dalam setiap kelompok untuk menyelesaikan kalimat tersebut. Selanjutnya mereka ia menyerahkan kertas berisi tulisannya tersebut ke sebelah kanan, dan membaca kertas lain yang mereka terima setelah diserahkan oleh kelompok lain, kemudian menambahkan satu kalimat lagi. Setelah beberapa kali putaran, maka akan diperoleh 4 buah cerita atau tulisan (bila di kelas dibentuk 4 kelompok). Selanjutnya beri waktu bagi mereka untuk membuat sebuah kesimpulan dan atau mengedit bagian-bagian tertentu, kemudian membagi cerita atau kesimpulan itu dengan seluruh kelas. Write around adalah modifikasi dari model pembelajaran kooperatif go around.

s. Round Robin Brainstorming atau Rally Robin

Contoh pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Round Robin Brainstorming misalnya: berikan sebuah kategori (misalnya “nama-nama sungai di Indonesia) untuk didiskusikan. Mintalah siswa bergantian untuk menyebutkan item-item yang termasuk ke dalam kategori tersebut.

t. LT (Learnig Together)

Orang yang pertama kali mengembangkan jenis model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together (Belajar Bersama) ini adalah David Johnson dan Roger Johnson di Universitas Minnesota pada tahun 1999. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together, siswa dibentuk oleh 4-5 orang siswa yang heterogen untuk mengerjakan sebuah lembar tugas. Setiap kelompok hanya diberikan satu lembar kerja. Mereka kemudian diberikan pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok. Pada model pembelajaran Kooperatif dengan variasi seperti Learning Together ini, setiap kelompok diarahkan untuk melakukan

(45)

dahulu dan diskusi tentang bagaimana sebaiknya mereka bekerjasama dalam kelompok.

u. Student Team Learning (STL-Kelompok Belajar Siswa)

Model pembelajaran kooperatif tipe student team learning ini dikembangkan di John Hopkins University-Amerika Serikat. Lebih dari separuh penelitian tentang pembelajaran kooperatif di sana menggunakan student team learning. Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif yang satu ini sama saja dengan model pembelajaran kooperatif yang lain yaitu adanya ide dasar bahwa siswa harus bekerjasama dan turut bertanggungjawab terhadap pembelajaran siswa lainnya yang merupakan anggota kelompoknya. Pada tipe STL ini penekanannya adalah bahwa setiap kelompok harus belajar sebagai sebuah tim. Ada 3 konsep sentral pada model pembelajaran kooperatif tipe STL ini, yaitu: (1) penghargaan terhadap kelompok; (2) akuntabilitas individual; (3) kesempatan yang sama untuk memperoleh kesuksesan. Pada sebuah kelas yang menerapkan model pembelajaran ini, setiap kelompok dapat memperoleh penghargaan apabila mereka berhasil melampaui ktiteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Akuntabilitas individual bermakna bahwa kesuksesan sebuah kelompok bergantung pada pembelajaran yang dilakukan oleh setiap individu anggotanya. Pada model pembelajaran tipe STL, setiap siswa baik dari kelompok atas, menengah, atau bawah dapat memberikan kontribusi yang sama bagi kesuksesan kelompoknya, karena skor mereka dihitung berdasarkan skor peningkatan dari pembelajaran mereka sebelumnya. v. Two Stay Two Stray

Model pembelajaran kooperatif two stay two stray ini sebenarnya dapat dibuat variasinya, yaitu berkaitan dengan jumlah siswa yang tinggal di kelompoknya dan yang berpencar ke kelompok lain. Misalnya: (1) one stay three stray (satu tinggal tiga berpencar); dan (2) three stay one stray (tiga tinggal satu berpencar). Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dikembangkan pertama kali oleh Spencer Kagan (1990).

(46)

dapat memberikan kesempatan kepada tiap kelompok untuk saling berbagi informasi dengan kelompok-kelompok lain.37

3. Fungsi Metode Pembelajaran Kooperatif

Pada dasarnya pembelajaran kooperatif dikembangkan setidak-tidaknya memiliki fungsi dalam pembelajaran, yaitu: “hasil belajar akademik, penerimaan terhadap individu, penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuan, serta pengembangan keterampilan sosial.” 38

a. Hasil belajar akademik

Beberapa ahli berpendapat bahwa metode ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-kosep yang sulit. Model struktur penghargaan kooperatif dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.

b. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidakmampuan. Dari hal ini siswa akan belajar untuk saling menghargai.

c. Pengembangan keterampilan individu

Fungsi penting dari pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerjasama dan kolaborasi.

4. Pengertian Metode Think-Pair-Share

Think-pair-share adalah suatu metode pembelajaran kooperatif yang memberi siswa waktu untuk berfikir dan merespon serta saling bantu satu sama lain. Metode ini memperkenalkan ide “waktu berfikir atau waktu tunggu” yang menjadi faktor kuat dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam merespon pertanyaan. Pembelajaran Kooperatif model Think-pair-share ini relatif lebih sederhana karena tidak menyita waktu yang lama untuk mangatur tempat duduk

37

Ibid. 38

(47)

ataupun mengelompokkan siswa. Pembelajaran ini melatih siswa untuk berani berpendapat dan menghargai pendapat teman.39

Think-pair-share (TPS) adalah strategi diskusi kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawannya dari Universitas Maryland pada tahun 1981. TPS mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok kelas secara keseluruhan. Think-pair-share memberikan kepada siswa waktu untuk berpikir dan merespon serta saling bantu satu sama lain.

Think-pair-share memiliki prosedur yang secara eksplisit untuk member siswa waktu untuk berpikir, menjawab, saling membantu satu sama lain. Dengan demikian diharapkan siswa mampu bekerja sama, saling membutuhkan, dan saling bergantung pada kelompok kecil secara kooperatif.

5. Langkah-langkah Metode Think-Pair-Share

Setiap metode pembelajaran kooperatif tentunya memiliki langkah-langkah tertentu sesuai dengan model tersendiri. Begitu pula dengan metode TPS ini memiliki langkah-langkah penerapannya, yaitu sesuai dengan yang diungkapkan oleh Susilo, bahwa TPS memiliki tahapan demi tahapan yang dilakukan pada pelaksanaan Think-pair-share, antara lain:

a. Tahap satu, think (berpikir).

Pada tahap ini guru memberikan pertanyaan yang terkait dengan materi pelajaran. Proses TPS dimulai pada saat ini, yaitu guru mengemukakan pertanyaan yang menggalakkan berpikir ke seluruh kelas. Pertanyaan ini hendaknya berupa pertanyaan terbuka yang memungkinkan dijawab dengan berbagai macam jawaban.

b. Tahap dua, pair (berpasangan).

Pada tahap ini siswa berpikir secara individu. Guru meminta kepada siswa untuk berpasangan dan mulai memikirkan pertanyaan atau masalah yang diberikan guru tadi dalam waktu tertentu. Lamanya waktu ditetapkan oleh guru berdasarkan pemahaman guru terhadap siswanya, sifat

39

(48)

pertanyaanya, dan skedul pembelajaran. Siswa disarankan untuk menulis jawaban atau pemecahan masalah hasil pemikirannya.

c. Tahap 3, share (berbagi).

[image:48.595.112.516.164.632.2]

Pada tahap ini siswa secara individu mewakili kelompok atau berdua maju bersama untuk melaporkan hasil diskusinya ke seluruh kelas. Pada tahap terakhir ini siswa seluruh kelas akan memperoleh keuntungan dalam bentuk mendengarkan berbagai ungkapan mengenai konsep yang sama dinyatakan dengan cara yang berbeda oleh individu yang berbeda.

Tabel pembelajaran Think-pair-share adalah sebagai berikut: Tabel 2.1

Pembelajaran Think-Pair-Share

Tahapan Guru Siswa

1. Thinking Guru memberikan waktu kepada siswa untuk berpikir tentang pertanyaan atau masalah yang diberikan

Siswa berpikir sendiri untuk menemukan jawaban atas pertanyaan atau masalah yang diajukan

2. Pairing Guru memberikan tanda kepada siswa untuk mulai berpasangan dengan siswa lain

Siswa mulai mencari pasangan untuk mendiskusikan dan mencapai kesepakatan atas jawaban pertanyaan yang diajukan guru

3. Sharing Guru meminta

pasanganpasangan tersebut untuk berbagi jawaban atas pertanyaan atau

permasalahan yang diajukan guru

Siswa berbagi jawaban atas pertanyaan atau permasalahan yang diajukan guru

6. Kelebihan dan Kelemahan Metode Think-Pair-Share a. Kelebihan Think -Pair-Share

Kelebihan think-pair-share sebagai berikut:40

40

(49)

1) Memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.

2) Lebih banyak kesempatan untuk konstribusi masing-masing anggota kelompok.

3) Setiap siswa dapat saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas.

4) Dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas.

5) Siswa dapat mengembangkan keterampilan berfikir dan menjawab dalam komunikasi antara satu dengan yang lain, serta bekerja saling membantu dalam kelompok kecil.

6) Siswa secara langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya, membuat kesimpulan (diskusi) serta mempresentasikan di depan kelas sebagai salah satu langkah evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

7) Memungkinkan siswa untuk me

Gambar

Tabel pembelajaran Think-pair-share adalah sebagai berikut:
Gambar 3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Tabel 4.1 Data Siswa Kelasa I-VI MI Cibeureum Legok Kabupaten Sukabumi
Tabel 4.4 Lembar Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan I
+7

Referensi

Dokumen terkait

THINK PAIR SHARE ( TPS ) PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI PEGANDAN 02 TAHUN AJARAN

Atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktural Think-Pair-Share (TPS) untuk

Dari hasil analisis data dan pembahasannya, diperoleh kesimpulan Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share pada materi lingkaran terbukti

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Kooperatif Pendekatan Think Pair Share (TPS)

Dari hasil analisis data dan pembahasannya, diperoleh kesimpulan Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share pada materi lingkaran terbukti

Penerapan Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Untuk peningkatan hasil Belajar Matematika Pada Materi Kesebangunan dan Simetri Siswa kelas V SD 7

Kelebihan model Think Pair Share (TPS) adalah: 1) Memiliki prosedur yang ditetapkan secara ekplisit untuk memberi sisa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab,

Penelitian tindakan kelas ini menggunakan kombinasi dua model yaitu model Think Pair and Share dan Pair Checks dengan langkah sebagai berikut: 1 Guru menyampaikan materi secara singkat