• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konstruksi Pemberitaan Ledakan Bom Vihara Ekayana Pada Kompas.Com Dan Republika Online

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konstruksi Pemberitaan Ledakan Bom Vihara Ekayana Pada Kompas.Com Dan Republika Online"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I.)

Oleh:

ADE NUR AFIFAH

NIM: 109051000228

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i Ade Nur Afifah

Konstruksi Pemberitaan Ledakan Bom Vihara Ekayana pada Kompas.com dan Republika Online.

Pada dasarnya, media massa adalah tempat mengonstruksi realitas. Media massa menonjolkan satu sisi untuk mengabaikan sisi lainnya. Hal ini didasarkan pada ideologi dan juga sudut pandang yang dianut oleh masing-masing media. Untuk itu, media massa yang satu dengan yang lain pasti memiliki berbedaan dalam mengemas sebuah berita. Tak terkecuali berita ledakan bom di Vihara Ekayana. Masing-masing media memiliki sudut pandang tersendiri dalam menyajikan berita tersebut.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma konstruktivis menggunakan konsep analisis framing model Robert N. Entmant. Hasil dari penelitian ini bersifat deskriptif. Yaitu memberikan gambaran bagaimana Kompas.com dan Republika Online mengonstruksi berita peristiwa ledakan bom di Vihara Ekayana dengan perangkat framing Robert N. Entmant. Yaitu problem identification, causal interpretation, moral evaluation, dan treatment recommendation. Penelitian dengan menggunakan pendekatana kualitatif bersifat memahami fakta dan bukan menjelaskan fakta. Karena pendekatan ini digunakan untuk menganalisa data yang ada dan bukan untuk mencari data frekuensi.

Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana Kompas.com dan Republika Online dalam mengonstruksi berita pada peristiwa ledakan bom yang terjadi di Vihara Ekayana. Melalui wawancara dan observasi diketahui proses produksi dan cara kedua media massa online tersebut membingkai berita. Selain itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan bingkai pada Kompas.com dan Republika Online. Terdapat banyak aspek yang memengaruhi berita yang ditampilkan kedua media massa online tersebut.

Subyek penelitian ini adalah redaksi Kompas.com dan Republika Online. Dalam hal ini peneliti mewawancarai kedua redaktur pelaksana dari kedua media massa online tersebut. Wawancara yang dilakukan terkait pemberitaan ledakan bom Vihara Ekayana pada kedua media. Redaktur pelaksana memiliki tugas sebagai orang yang mengatur perputaran berita yang masuk dan keluar. Bagaimana berita itu seharusnya dibuat dan aspek apa saja yang perlu ditonjolkan. Semuanya tidak terlepas dari peran redaktur pelaksana.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keduanya menganggap kasus ledakan bom adalah peristiwa kriminal. Penyebab terjadinya ledakan adalah aksi teror yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Republika Online menganggap peristiwa ini adalah ulah oknum yang ingin merusak hubungan antara Islam dengan Budha. Peritiwa yang terjadi pada bulan Ramadhan ini pun dianggap telah mencoreng kesucian bulan Ramadhan. Kompas.com mengangkat isu Rohingya dengan menjadikan salah satu kaum minoritas Rohingya sebagai narasumber. Dlam berita tersebut dijelaskan bagaimana kekhawatiran etnis Rohingya setelah kasus ledakan yang dianggap sebagai aksi balas dendam dan solidaritas terhadap Rohingya tersebut.

Ada beberapa perbedaan pembingkaian dalam berita yang dimunculkan oleh Kompas.com dan Republika Online. Perbedaan tersebut terletak pada pemilihan kata, judul serta narasumber. Republika Online sebagai media bernafaskan Islam selalu mengutamakan kepentingan umat Islam dan memilih narasumber yang memiliki pemikiran Islam. Sementara Kompas.com sebagai media nasional dengan ideologi humanisme lebih menonjolkan isu-isu kemanusiaan. Seperti mengangkat isu etnis Rohingya dalam peristiwa ledakan bom di Vihara Ekayana.

(6)

ii

Alhamdulillahi Rabbil’alamin, Puji syukur kepada Allah SWT atas segala

berkat, rahmat, kekuatan dan atas izin yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah berupa skripsi yang berjudul

Konstruksi Pemberitaan Ledakan Bom Vihara Ekayana pada Kompas.com dan Republika Online.. Penulisan skripsi ini merupakan prasyarat guna meraih gelar Sarjana Komunikasi Islam pada Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah, Jakarta.

Selama proses penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan,

dukungan, serta bimbingan baik secara moril maupun secara akademis dari

berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini, penulis ingin

mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Dr. Arief Subhan M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, Dr. Suparto, M. Ed, M.A, selaku Wakil Dekan I, Drs.

Jumroni, selaku Wakil Dekan II, Drs. Wahidin Saputra M.A, selaku Wakil

Dekan III.

2. Rachmat Baihaky, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran

Islam (KPI) serta Dra. Umi Musyarofah, M.A, selaku Sekretaris Jurusan

Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI).

3. Dr. Arief Subhan M.A, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan

arahan, motivasi dan bimbingan kepada penulis dengan penuh kesabaran,

(7)

iii pendukung skripsi ini.

5. Seluruh dosen fakultas ilmu dakwah dan ilmu komunikasi (FIDKOM) atas

ilmu pengetahuan dan pencerahan yang telah diberikan dan segenap staf

TU yang telah memberikan pelayanan dengan baik kepada peneliti.

6. Kompas.com dan Republika Online selaku media massa yang dijadikan

subjek penelitian skripsi ini. Khususnya untuk Agustinus Wisnubrata dan

M.Irwan Arief Yanto selaku redaktur pelaksana di masing-masing media

yang dengan senang hati meluangkan waktunya guna melakukan

wawancara dengan peneliti

7. Kedua orangtua tercinta. Bapak Agus Suparno yang tidak pernah lelah

memberi nasihat, semangat dan do’a. Ibu Siti Rofiqoh, sebagai ibu

sekaligus sahabat yang setia mendengar keluh kesah dan tidak pernah lelah

mengajarkan kesabaran kepada anakmu ini (peneliti).

8. Keluarga besar Ibu Fatimatuz zahra dan juga Bapak Dachmad yang selalu

menjadi rumah yang penuh dengan kehangatan dan kebahagiaan.

9. Adik-adikku tersayang, Khasani Fahmi, Salsa Amelia Farcha dan

Muhammad Arbi Iftikhar. Senyum kalian adalah sumber semangat dan

alasan untuk senantiasa menjadi lebih baik. Terima kasih atas do’a dan

semangatnya.

10.Orang-orang terdekat yang tidak pernah lelah memberi semangat dan

(8)

iv

11.Keluarga besar RDK FM beserta Keluarga Babo Talk Indonesia, Andri,

Wiwit, Zaldy, Ditya, Dora, Iit, Sandika, Mumpuni, Bela, dan masih

banyak lagi. Terima kasih sudah memberikan banyak pelajaran berharga

sekaligus tempat berbagi canda. Terima kasih do’anya. Akhirnya skripsi

yang kita anggap sebagai wajib militer ini selesai dengan baik.

12.Teman-teman KPI angkatan 2009, Wulan, Fitri, Dewi, Ovi, Agus,

Iskandar, Arif, Lina, Mega, Puni, Hakin, Tata, Aisyah, Rayando, Soleh,

Halili, dan seluruh sahabat KPI G.

13. Keluarga KKN Spartan, Teman-teman Ikatan Mahasiswa Tegal (IMT)

sebagai rumah kedua di perantauan. Sahabat-sahabat terbaik, Rani,

Ananda, Leli, Lintang, Ibriza, Deu, Puji dan semua pihak yang tidak dapat

saya sebutkan satu persatu atas segala bantuannya kepada penulis. Serta

emua pihak dan teman-teman yang telah mendukung, membantu dan

mendoakan yang tidak bisa disebutkan satu persatu

Akhir kata, semoga Allah membalas semua kebaikan bagi mereka semua.

Semoga karya tulis skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan

bermanfaat baik dari segi akademis maupun dari segi praktis. Mohon maaf jika

terdapat kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun

sangat penulis harapkan.

Jakarta, 14 Desember 2013

(9)

v A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 7 A. Konstruksi Realitas Media ... 14

B. Framing Media...21

2. Manajemen dan Redaksi Kompas.com ... 49

B. Profil Republika Online ... 51

1. Sejarah Republika Online...51

2. Visi dan Misi Republika Online...52

C. Manajemen dan Redaksi Republika Online ... 54

BAB IV HASIL PENEMUAN A. Framing Kompas.com dan Republika Online...55

1. Framing Kompas.com ...56

A. Framing Kompas.com tanggal 5 Agustus 2013...56

B. Framing Kompas.com tanggal 5 Agustus 2013...60

C. Framing Kompas.com tanggal 6 Agustus 2013...64

D. Framing Kompas.com tanggal 6 Agustus 2013...68

2. Framing Republika Online...71

A. Framing Republika Online tanggal 5 Agustus 2013...71

B. Framing Republika Online tanggal 5 Agustus 2013...74

C. Framing Republika Online tanggal 6 Agustus 2013...78

D. Framing Republika Online tanggal 6 Agustus 2013...81

(10)

vi

B. Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 98

LAMPIRAN

(11)

vii

2. Tabel II.2. Perangkat Framing Robert N. Entmant ... 30

3. Tabel II.3. Perangkat Framing William A. Gamson dan Andre Modigliani ... 33

4. Tabel IV.1. Pemberitaan Kompas.com dan Republika Online ... 50

5. Tabel IV.2. Pemberitaan Kompas.com Tanggal 5 Agustus 2013 ... 51

6. Tabel IV.3. Framing Kompas.com Tanggal 5 Agustus 2012 (Teks pertama)...55

7. Tabel IV.4. Pemberitaan Kompas.com Tanggal 5 Agustus 2013...55

8. Tabel IV.5. Framing Kompas.com Tanggal 5 Agustus 2013 (Teks kedua)...59

9. Tabel IV.6. Pemberitaan Kompas.com Tanggal 6 Agustus 2013...59

10.Tabel IV.7. Framing Kompas.com Tanggal 6 Agustus 2013 (Teks Kegita)...63

11.Tabel IV.8 Pemberitaan Kompas.com Tanggal 6 Agustus 2013...63

12.Tabel IV.9. Framing Kompas.com Tanggal 6 Agustus 2013 (Teks Keempat)...66

13.Tabel IV.10. Pemberitaan Republika Online Tanggal 5 Agustus 2013...66

14.Tabel IV.11. Framing Republika Online Tanggal 5 Agustus 2013 (Teks Pertama).68 15.Tabel IV.12. Pemberitaan Republika Online Tanggal 5 Agustus 2013...69

16.Tabel IV.13.Framing Republika Online Tanggal 5 Agustus 2013 (Teks Kedua)....73

17.Tabel IV.14. Pemberitaan Republika Online Tanggal 6 Agustus 2013...73

18.Tabel IV.15. Framing Republika Online Tanggal 6 Agustus 2013 (Teks Ketiga)...76

19.Tabel IV.16. Pemberitaan Republika Online Tanggal 6 Agustus 2013...76

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Beberapa waktu yang lalu, tepatnya bulan Agustus 2013 masyarakat

dihebohkan dengan peristiwa meledaknya bom di sebuah rumah ibadah.

Bom meledak di Vihara Ekayana yang terletak di daerah Kebon Jeruk,

Jakarta Barat. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 4 Agustus 2013, tepat 3 hari

menjelang hari raya Idul Fitri. Dalam peristiwa tersebut terjadi dua kali

ledakan. Ledakan yang pertama terjadi pukul 19.00 WIB, sedangkan

ledakan kedua terjadi pada pukul 22.00 WIB. Dari hasil olah tempat kejadi

perkara oleh pihak kepolisian, ditemukan barang bukti bahan peledak dan

secarik kertas yang bertuliskan “Kami menjawab jeritan Rohingya”.

Penemuan barang bukti tersebut pun menuai berbagai macam reaksi dari

berbagai pihak. Beberapa pihak menganggap bahwa ledakan bom

berkekuatan rendah dengan pesan yang tertulis pada kertas tersebut

hanyalah teror yang dilakukan oleh pihak yang menginginkan adanya

keretakan hubungan antara umat Islam dengan Budha. Ledakan bom yang

terjadi di bulan Ramadhan ini pun dianggap tidak ada hubunganya sama

sekali dengan konflik Rohingya. Namun, beberapa media massa lainnya

menghubungkan permasalahan ini dengan kasus

Sebelumnya kita tahu bahwa Rohingya merupakan kaum muslim

(13)

dunia. Mulai dari kasus pembunuhan, penganiayaan, pengusiran dan

berbagai tindak kekerasan oleh umat Budha setempat. Etnis Rohingya

berasal dari daerah Arakan, sebuah provinsi di Myanmar. Mereka

merupakan percampuran pedagang Arab, Moor, Turki, Moghlus, Asia

Tengah dengan warga setempat. Melalui perdagangan para pedagang

menyebarkan agama Islam hingga wilayah tersebut menjadi basis umat

muslim terbesar di Myanmar.

Penderitaan Rohingya dimulai sejak 1784. Saat itu kerajaan Budha

berkoalisi utnuk menyerang wilayah Arakan untuk menguasai dan

menjadikan wilayah tersebut ke dalam daerah kekuasaan kerajaan Budha.

Berbagai macam penindasan dan juga kekerasan yang dialami oleh etnis

Rohingya membuat mereka melarikan diri dan kemudian menyebar ke

berbagai tempat di Myanmar. Selama ratusan tahun kaum Rohingya

mendapat perlakuan semena-mena tersebut. Isu Rohingya kembali muncul

ke permukaan setelah tahun 2012. Saat itu terjadi penyerangan yang

dilakukan oleh sejumlah umat Budha. Penyerangan terjadi di dalam bus, dan

dalam peristiwa tersebut 9 muslim Rohingya terbunuh.1

Kekerasan yang dilakukan oleh umat Budha terhadap etnis Rohingya

merupakan bentuk kekhawatiran akan populasi Rohingya yang berkembang

dengan pesat. Para Biksu dan umat Budha Myanmar menganggap bahwa

populasi umat muslim Rohingya menjadi ancaman serius bagi keberadaan

Myanmar sebagai negara Budha. Hal ini diungkapkan dalam majalah Time

edisi Juli tahun 2013. Dalam artikel yang ditulis oleh Hannah Beech

1

(14)

tersebut dijelaskan bahwa etnis Rohingnya di Myanmar merupakan

ancaman yang serius bagi umat Budha di Myanmar terutama bagi para

biksu.

“The radical monk sees Muslims, who make up at least 5% of Burma’s

estimated 60 milion people, as a threat to the country and its culture.

“Muslims are breeding so fast and they are stealing our women, raping them”,

he tells me. “They would like to occupy our country, but I won’t let them. We

must keep Myanmar Buddhist.””2

Kutipan artikel tersebut menjelaskan bahwa para biksu di Myanmar

merasa terancam dengan keberadaan etnis Rohingnya. Mengingat populasi

etnis Rohingya berkembang dengan pesat di Myanmar. Baik sebagai ancaman

bagi negara maupun ancaman bagi budaya. Apa yang dilakukan oleh para

biksu merupakan bentuk perlawanan terhadap apa yang telah dilakukan oleh

etnis Rohingya. Rohingya dianggap telah melakukan penculikan dan

pemerkosaan terhadap para wanita di Myanmar.

Berbagai macam pemberitaan yang berkaitan dengan umat muslim

Rohingya tentu menjadi hal yang dianggap penting dalam sebuah pemberitaan

media. Mengingat Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk

muslim terbesar di dunia tentu memiliki ikatan persaudaraan, yakni saudara

seiman dengan kaum Rohingya. Hal tersebut menjadikan konflik Rohingya ini

memilik news value yang tinggi karena adanya unsur proximity atau unsur

kedekatan. Salah satunya adalah berita tentang ledakan bom di Vihara

Ekayana pada bulan Agustus 2013 yang dikaitkan dengan isu konflik

2

(15)

Rohingya. Berbagai media pun tak luput memberitakan hal tersebut kepada

masyarakat dengan sudut pandang dan ideologinya masing-masing.

Namun, tidak semua media massa mengangkat isu Rohingya dalam

pemberitaan kasus ledakan bom di Vihara Ekayana. Beberapa media massa

mengonstruksi berita tersebut dengan beragam isu. Mulai dari aksi terorisme

sampai dengan keterkaitan aksi tersebut dengan bulan Ramadhan. Terorisme

sendiri bukan merupakan hal baru yang di Indonesia. Sebagai negara dengan

jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, telah banyak aksi-aksi teror yang

terjadi dengan mengatasnamakan agama.

Di Indonesia sendiri dalam satu tahun terakhir telah terjadi 14 aksi

penangkapan teroris oleh Densus 88. Dimulai pada 5 Januari 2013 lalu terjadi

penangkapan teroris di daerah Manggenae, Dompu, Bima, Nusa Tenggara

Barat, yang menewaskan 5 terduga teroris. Kemudian aksi serupa terjadi pada

2 Mei 2013 di Bendungan Hilir, Jakarta. Dalam aksi penggerebekan ini 2

orang ditangkap. Enam hari kemudian, tanggal 8 Mei 2013 di Kebumen aksi

penangkapan teroris menewaskan 3 orang. Pada hari yang sama aksi serupa

juga terjadi di Bandung, Batang dan juga Kendal. Pada tanggal 10 Mei 2013

terjadi tiga aksi penggrebekan di Lampung. Dalam aksi ini 4 orang anggota

jaringan Abu Roban yang sebelumnya beraksi di Jawa dan Poso ditangkap. Di

Purwokerto dan Solo, penggrebekan terjadi pada tanggal 14 Mei 2013. Dalam

aksi ini 2 orang anggota jaringan Badri Hartono tertangkap. 10 Juni 2013 di

Poso 1 orang ditangkap dan 1 orang tewas dalam penggrebekan. Disusul

tanggal 22 Juli 2013 dengan ditangkapnya 2 orang serta 2 lainnya tewas di

(16)

melakukan penggrebekan di Tasikmalaya. Dalam aksi ini 1 orang yang diduga

anggota jaringan penembak polisi di Tangerang Selatan ditangkap. Kemudian

pada tanggal 18 Oktober 2013, 3 Anggota Jaringan penyerangan Brimob di

Loki, Seram, Malkuku (2005) ditangkap. Tanggal 18 Desember, 2 orang yang

diduga anggota jaringan kelompok Santoso dan pelaku teror Poso ditangkap.

Akhir tahun 2013 penggrebekan kembali terjadi di Kampung sawah, Ciputat,

Tangsel. Dalam peristiwa ini 6 orang yang diduga anggota jaringan Abu

Roban (diduga pelaku pengeboman Vihara) tewas, sementara 1 anggota

Densus 88 tertembak di bagian kaki.3

Dalam buku Terorisme karangan Adjie S. ,Msc, dijelaskan bahwa terdapat

dua hal yang dijadikan sebagai modus operandi para pelaku teror. Pertama,

aksi teror yang dilakukan oleh teroris memiliki tujuan akhir memaksa

pemerintah menyerah dan mengikuti permainan mereka. Kemudian yang

kedua adalah membangkitkan kepanikan masyarakat. Terorisme memiliki

pengaruh yang kuat terhadap masyarakat, terutama jika dipublikasikan secara

berlebihan oleh media massa.4

Dalam memublikasikan sebuah berita pada dasarnya media didasarkan

kepada ideologi mereka. Cara pandang media massa dipengaruhi oleh

berbagai macam aspek. Misalnya dalam memandang terorisme,

masing-masing media massa memiliki cara pandang tersendiri. Mereka mengedit,

menyusun narasi, memilih judul dengan menonjolkan aspek tertentu serta

mengabaikan aspek lainnya.

3“Teroris Ancaman Nyata, Polisi Fokus pada Pemulihan Trauma Warga,” Kompas,

2 Januari 2013

4

(17)

Dalam hal ini media menjadi jembatan antara masyarakat dengan dunia.

Secara rutin media massa memberikan informasi tentang peristiwa-peristiwa

penting yang tengah atau telah terjadi.

Perbedaan-perbedaan yang terjadi pada media massa tersebut bukanlah

sesuatu yang tidak disengaja dan tanpa maksud. Perbedaan penyajian yang

juga dikenal dengan nama framing media ini adalah sesuatu yang telah

disetujui oleh pihak-pihak media itu sendiri. Banyak hal yang memengaruhi

penyajian berita dalam media massa ke masyarakat. Wartawan sebagai orang

pertama dalam produksi berita tentu cukup berperan dalam memengaruhi isi

berita. Namun selain wartawan, ternyata ada juga pihak yang lebih berhak

dalam menentukan isi berita dan memilih apa saja yang harus, boleh, atau

tidak boleh dimuat dalam berita tersebut. Mereka adalah jajaran redaksi dan

tentunya pemilik modal yang memiliki kuasa penuh terhadap media itu.5

Menurut Aart van Zoest, sebuah teks tak pernah lepas dari ideologi dan

memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca ke arah suatu ideologi.

Sedangkan menurut Eriyanto, teks, percakapan, dan lainya adalah bentuk dari

praktek ideologi atau pencerminan ideologi tertentu.6

Banyaknya media massa yang memberitakan kasus ledakan bom di Vihara

Ekayana, membuat peneliti memilih dua media massa yang akan diteliti

sebagai objek penelitian. Peneliti memilih media massa online yang saat ini

tengah populer di era globalisasi dan konvergensi media seperti sekarang ini.

Kedua media massa tersebut adalah iKompas.com dan Republika Online.

5

Eriyanto, Analisis Framing, (Yogyakarta: Lkis,2007) , h.68.

6

(18)

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti mengangkat judul penelitian

“Konstruksi Pemberitaan Ledakan Bom Vihara Ekayana pada Kompas.com

dan Republika Online.”

B. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, penulis

membatasi masalah penelitian ini dengan mengambil masing-masing empat teks

pada dua media yang berbeda. Teks tersebut merupakan berita yang muncul pada

Kompas.com dan Republika Online dalam dua hari (tanggal 5 dan 6 Agustus

2013) yang terkait dengan peristiwa ledakan bom yang terjadi di Vihara Ekayana.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Kompas.com dan Republika Online mengonstruksi atau

membingkai pemberitaan ledakan bom yang terjadi di Vihara Ekayana

dengan teknik analisis framing Roberth N. Entmant?

2. Bagaimana perbedaan bingkai yang digunakan oleh Kompas.com dan

Republika Online dalam pemberitaanya terkait peristiwa ledakan bom

yang terjadi di Vihara Ekayana pada bulan Agustus 2013?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1.) Untuk mengetahui bagaimana bingkai berita ledakan bom yang terjadi di

Vihara Ekaya yang terjadi pada bulan Agustus 2013 pada Kompas.com

(19)

2.) Untuk mengetahui bagaimana perbedaan bingkai berita peristiwa ledakan

bom di Vihara Ekayana pada Kompas.com dan Republika Online.

E. Manfaat Penelitian

A. Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan positif bagi

pengembangan keilmuan, khususnya di bidang komunikasi. Tak hanya itu,

penulis juga berharap penelitian ini dapat menambah ragam penelitian metode

analisis framing. Diharapkan pula riset ini dapat dijadikan sebagai bahan

informasi, data, serta referensi bagi Mahasiswa di Fakultas Ilmu Dakwah dan

Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah, khususnya jurusan Komunikasi

Penyiaran Islam (KPI).

B. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dua pihak:

1.) Kompas.com dan Republika Online

Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat dan memberi

kontribusi pemikiran kepada institusi terkait yaitu Kompas.com dan

Republika Online, khususnya dalam membingkai atau mengonstruksi

suatu realitas.

2.) Konsumen media

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada

masyarakat tentang bagaimana media mengemas dan menyajikan

peristiwa melalui cara pandang dan konstruksi yang dibangun oleh

(20)

F. Kerangka Teori 1. Konstruksi Realitas

Konstruksi realitas digambarkan sebagai proses sosial melalui tindakan

dan interakasi, dimana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas

yang dimiliki dan dialami secara subjektif. Hal ini dikemukakan oleh Peter L.

Berger dan Thomas Luckmann dalam buku yang berjudul The Social Contruction

of Reality: A Treatise in the Sociological of Knowledge (1966).7

Mereka mengartikan realitas sebagai kualitas yang terdapat di dalam

realitas yang diakui memiliki keberadaan yang tidak bergantung pada kehendak

kita sendiri. Sementara, pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa

realitas-realitas itu nyata dan memiliki karakteristik spesifik.

G. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma penelitian kualitatif, yaitu

konstruktivisme. Dalam penelitian kualitatif data yang dihasilkan deskriptif

berupa kata tertulis atau lisan dari orang dan pelaku yang diamati.8 Bogdan dan

Taylor (1975) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian

yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang atau perilaku yang dapat teramati.9 Penelitian kualitatif merupakan suatu

tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental

7

Burhan Bungin,, Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media

Massa, Iklan Televisi, dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L. Berger & Tomas Luckmann (Jakarta: Kencana, 2011), h.11.

8

Moh. Kasiram , Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif (Yogyakarta: UIN-Maliki Press,2010),h.175

9

(21)

bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan

berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasa, serta peristilahannya.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian adalah redaksi dari dua media yang berbeda yakni,

Kompas.com dan Republika Online. Sedangkan objek penelitiannya adalah

pemberitaan meledaknya bom di Vihara Ekayana pada bulan Agustus 2013.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik dan pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu:

1. Wawancara (interview), wawancara adalah sebuah proses memperoleh

keterangan dalam penelitian dengan cara melakukan tanya jawab

antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai sebagai

narasumber.10 Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara mendalam

dengan Agustinus Wisnubrata selaku redaktur pelaksana Kompas.com

dan juga M. Irwan Arif Yanto selaku redaktur pelaksana Republika

Online. Peneliti memilih kedua narasumber tersebut karena dalam

media massa, redaktur pelaksana merupakan pihak yang membawahi

editor sebagai orang yang mengatur berita yang masuk sebelum di

sajikan kepada masyarakat.

2. Studi kepustakaan (Library Research), peneliti melakukan

pengumpulan data-data yang berkaitan dengan penelitian ini melalui

literatur dan sumber bacaan berupa buku-buku dan majalah yang

relevan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian.

10

(22)

3. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis framing untuk

menganalisis data. Framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi

media massa saat mengkonstruksi mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan

pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna atau menggiring interpretasi

khalayak sesuai perspektif media.11 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan

konsep analisis framing Roberth N. Entmant dengan komponen-komponennya

adalah, problem identification causal interpretation, moral evaluation dan

Treatment recommendation.

H. Tinjauan Pustaka

Analisis ini merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu dan buku-buku

yang membahas tentang analisis framing dan toleransi beragama. Diantaranya

adalah penelitian-penelitian berikut:

1. Skripsi karya Wawan Darmawan, mahasiswa Komunikasi Penyiaran

Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang lulus tahun 2010 dengan

judul “Analisis Framing Pemberitaan Tarekat Tijaniyah di Majalah

Alkisah”.Skripsi ini membahas mengenai pemberitaan Tarekat Tijaniyah

pada majalah Alkisah. Teknik framing yang digunakan dalam penelitian

tersebut adalah konsep framing Roberth N. Entman.

2. Skripsi karya Nur Azizah, mahasiswi jurusan Komunikasi Penyiaran

Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2009 dengan judul

“Analisis Framing berita Poligami KH. Abdullah Gymnastiar pada situs

11

(23)

detik.com dan eramuslim.com”. dalam penelitian ini peneliti menggunakan

teknik framing Roberth N. Entman.

3. Skripsi karya Ririn Restu Utami, mahasiswi jurusan Komunikasi

Penyiaran Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2010 dengan

judul “Analisis Framing Pemberitaan Gayus Tambunan di Republika dan

Media Indonesia periode November 2010”. Peneliti menggunakan teknik

framing Robert N. Entman dalam menganalisa pembingkaian berita

tersebut.

4. Skripsi karya Dede Nugraha, Mahasiswa konsentrasi Jurnalistik, UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010 dengan judul “Konstruksi

Pemberitaan Program Nuklir Iran (Analisis Framing pada Harian

Republika dan Media Indonesia)”. Penelitian ini menjelaskan

perbandingan-perbandingan pembingkaian berita dengan menggunakan

teknik framing Zongdan pan dan Gerald M. Kosicki. Penulis memilih

beberapa penelitian tersebut sebagai acuan karena ada beberapa

persamaan. Tiga penelitian pertama memiliki persamaan perangkat

penelitian yang digunakan dalam penelitian, yakni menggunakan framing

model Robert N. Entman. Sedangkan penelitian karya Dede Nugraha

memiliki persamaan jenis penelitian, yakni menggunakan dua objek

penelitian sebagai perbandingan atau komparasi. Namun tentunya terdapat

beberapa perbedaan antara skripsi tersebut dengan skripsi peneliti.

Perbedaan terletak pada media massa yang dijadikan objek penelitian,

(24)

H. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan, pada bab ini memaparkan latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan

sistematika penulisan.

BAB II : Kajian teori, bab ini menjelaskan secara rinci tentang teori konstruksi realitas, model framing, dan media massa online

BAB III : Gambaran Umum, bab ini berisi profil dari Kompas.com dan Republika Online, Visi dan Misi, serta Struktur Organisasi kedua media massa

tersebut.

BAB IV : Temuan dan Analisis Data , Bab ini berisi temuan dan analisis framing terhadap pemberitaan Kompas.com dan Republika Online dalam

peristiwa ledakan bomVihara Ekayana pada bulan Agustus tahun 2013.

BAB V : Penutupan, bab ini adalah bab terakhir yang berisikan mengenai kesimpulan dan saran penulis.

(25)

14

KAJIAN TEORI

A. Konstruksi realitas media massa

Sejalan dengan perkembangan zaman manusia terlihat semakin

membutuhkan informasi untuk meningkatkan kualitas hidupnya. John Tebbel

berpendapat bahwa sudah merupakan bagian dari kebutuhan manusia akan

informasi baik untuk diri sendiri, keluarga dan untuk usaha bisnisnya.1 Tidak

dapat dipungkiri, informasi tersebut sebagian besar dapat diperoleh khalayak

dengan memilih alat komunikasi masa yaitu media massa yang sesuai dengan

kebutuhanya. Media adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan alat untuk

mencapai tujuan.2 Orang sering kali tidak menyadari efek yang ditimbulkan

setelah menggunakan media massa.

Efek media massa dapat menumbukan beberapa perubahan dalam

kehidupan manusia. Perubahan-perubahan dalam masyarakat di dunia ini

merupakan gejala normal yang pengaruhnya menjalar dengan cepat ke

bagian-bagian dunia lainya berkat adanya komunikasi yang modern.3 Media

massa merupakan alat komunikasi massa. Dalam bahasa Doviat (1967)

teknologi mutakhir ini telah menciptakan apa yang disebut “publik dunia”.4

Media massa dapat berupa surat kabar, video, CD-ROM, komputer, Televisi,

1

John Tebbel, Karir Jurnalistik, Penyadur: Dean Party Rahayu Ningsih (Semarang: Dahara Price, 2003), h.1.

2

Asmuni Syukur, Dasar-dasar Strategi Dakwah (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h.163

3

Seojono Seokamto, Sosiologi Pengantar (Jakarta: PT Rajawali Pers, 1987), h.30.

4

(26)

radio dan sebagainya.5Menurut Kurt Lang dan gladys Engel Lang, media

massa memaksakan perhatian pada isu-isu tertentu. Media massa membangun

citra publik tentang figur-figur politik. Media secara konstan menghadirkan

objek-objek yang menunjukan apa yang hendak dipertimbangkanya,

diketahui dan dirasakan individu-individu dalam masyarakat.6

Menurut Hafied Cangara seorang ilmuwan media massa, ia

menyebutkan bahwa media massa mempunyai lima ciri khas yang dapat

diketahui.7

1. Media massa bersifat melembaga. Maksudnya orang yang mengelola

media massa terdiri dari banyak orang dan terstruktur, yakni dari yang

bertugas mengumpulkan berita, pengelolaan sampai pada penerbitan

berita atau informasi kepada khalayak.

2. Bersifat satu arah. Media massa memberikan komunikasi satu arah

kepada khalayak.

3. Meluas dan serempak. Artinya media massa dapat memberikan

informasi dengan jangkauan yang luas dan dapat diterima secara

berbarengan oleh khalayak (berita tv, portal media online).

4. Memakai peralatan mekanis seperti radio, televisi, surat kabar baik

cetak maupun online.

5

Lynn H Turner, Pengantar Teori Komunikasi dan Aplikasi (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), h.41.

6

Warner J.Saverin dan James Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode dan Terapan dalam Media Massa (Jakarta: Pranada Media Group,2007), h.264.

7

(27)

5. Bersifat terbuka. Media massa dapat diterima oleh siapa saja, dimana

saja dan kapan saja tanpa harus dikhususkan bahwa berita atau

informasi ini untuk jenis kelamin atau suku tertentu.

Media massa itu sendiri mempunyai efek bagi khalayak. Efek penting

yang menandai penggunaan media massa oleh khalayak adalah munculnya

kesadaran dan pengetahuan mengenai suatau topik atau persoalan. Munculnya

kesadaran dan pengetahuan tersebut sering tidak disadari masyarakat sebagai

suatu akibat yang memang diinginkan kalangan media massa melalui

penyajian suatu topik tertentu hasil dari konstruksi atas realitas. Menurut

Alexis S. Tan fungsi media massa adalah memberi informasi, mendidik,

mempengaruhi dan memberikan hiburan.8

Media massa adalah alat untuk mengonstruksi realitas menurut

pandangan konstruktivis. Sedangkan istilah konstruksi atas realitas

diperkenalkan oleh sosiolog: Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui

bukunya yang berjudul The Social Construction of Reality: A treatise in the

Sociological of Knowledge (1996). Ia menggambarkan proses sosial melalui

tindakan dan interaksinya, dimana individu menciptakan secara terus menerus

realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif.9 Asal-usul

kontruksi sosial dari filsafat konstruktivis. Konstruktivis adalah suatau paham

yang memandang bahwa realias atau peristiwa ialah hasil konstruksi manusia.

Paham ini digunakan untuk menafsirkan dunia realitas yang ada karena

terjadi hubungan sosial antara individu dengan lingkungan atau orang di

8

Nurudin, Komunikasi Massa (Yogyakarta: Cespur,2004), h.63.

9

(28)

sekitarnya. Konstruktivisme memandang bahwa realitas adalah hasil individu,

kemudian membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihat itu

berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya atau ia

pahami. Dan konstruktivisme macam inilah yang oleh Berger dan Luckman

disebut dengan konstruksi sosial. Konstruksi sosial umumnya terjadi pada

pemberitaan media massa.

Menurut Berger dan Luckmann tentang teori dan pendekatan

kontruksi sosial, realitas terjadi melalui tiga proses sosial, yaitu Objektivasi

Realitas objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia

yang dilembagakan atau mengalami proses institusional. Secara objektif yang

berada di luar diri individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan.

Realitas objektif sendiri terdiri dari realitas simbolis dan realitas objektif

dalam berbagai bentuk. Sedangkan realitas subjektif adalah realitas yang

terbentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolis ke

dalam individu melalui proses internalisasi.

Dalam Proses internalisasi, realitas yang dipahami sesuai dengan

pemahaman tiap individu terhadap realitas yang terjadi. Dalam proses ini

terjadi dialektika antara realitas objektif dan ideologi individual. Ideologi

setiap individu satu dengan yang lain tentu memiliki perbedaan. Perbedaan

ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang melatarbelakanginya, misalnya

faktor agama. Orang yang bergama Islam akan memiliki pandangan yang

berbeda dalam melihat sesuatu. Tentunya ini dikarenakan adanya perbedaan

ajaran di dalam masing-masing agama. Selain faktor agama ada pula faktor

(29)

Setelah melalui proses objektivasi dan internalisasi, proses yang

terkahir adalah proses eksternalisasi. Pada tahapan ini realitas yang telah

dipahami oleh wartawan kemudian dikonstruksi ulang oleh lembaga tempat

wartawan itu bekerja. Pada proses ini, realitas yang telah dipahami oleh

individu, dalam hal ini wartawan melalui proses internalisasi bertemu dengan

ideologi dan sudut pandang media massa10

Dapat disimpulkan bahwa realitas sosial menurut Berger dan Luckman

ialah realitas yang terbentuk karena pemahaman akan suatu peristiwa secara

objektif kemudian peristiwa itu dimaknai oleh pikiran tiap-tiap individu

dalam hal ini wartawan dan realitas akan suatu peristiwa yang telah

dipahamai oleh wartawan yang dirangkum dalam sebuah tulisan mengalami

konstruksi ketika diserahkan ke lembaga pers tempat wartawan tersebut

bekerja.

Pekerjaan media pada hakikatnya adalah mengonstruksi realitas. Isi

media adalah hasil para pekerja media dalam mengonstruksi berbagai realitas

yang dipilihnya. Disebabkan sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa

adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka seluruh isi media adalah

realitas yang telah dikonstruksikan.

Isi media adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai

perangkat dasarnya. Sedangkan bahasa bukan saja sebagai alat menjalankan

realitas, namun juga bisa menentukan bentuk seperti apa yang akan

diciptakan oleh bahasa tentang realitas tersebut. Akibatnya media massa

10

(30)

mempunyai peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi makna dan

gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikanya. Setiap upaya

menceritakan sebuah peristiwa, keadaan, benda atau apapun, pada hakikatnya

ialah usaha untuk mengonstruksikan realitas.11

Dengan kata lain konstruksi atas realitas yang berlangsung di media

massa dipengaruhi faktor internal dan eksternal. Dimana berita yang sudah

dikontruksi oleh wartawan dikonstruksi ulang oleh redaksi melalui rapat

redaksi. Sedangkan berita dari realitas yang telah dikonstruksi oleh lembaga

media melalui rapat redaksi, kemudian harus diproses lagi oleh sistem politik

dimana media masa tempat wartawan itu berada.

Dalam paradigma konstruktivisme, informasi atau berita yang

disampaikan kepada masyarakat terlebih dahulu melalui proses konstruksi

realitas oleh rapat redaksi. Paradigma konstruktivisme memandang bahwa

berita yang disampaikan oleh media massa pada dasarnya merupakan hasil

konstruksi realitas dari sebuah peristiwa. Tugas wartawan, sesuai dengan

ideologi media massa bersangkutan, menceritakan kembali suatu peristiwa

kepada publik menurut versi sekaligus merupakan sudut pandang wartawan

tersebut. Dengan demikian, berita yang ada di media massa dan sampai

kepada publik adalah realitas yang sama sekali baru dan berbeda dari realitas

yang ada sebagai hasil dari upaya wartawan dalam mengonstruksi realitas.

Dalam konstruksi realitas, bahasa merupakan unsur terpenting. Bahasa adalah

alat konseptualisasi dan alat narasi.12Oleh karena itu, realitas bersifat subjektif

11

Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h.88.

12

(31)

karena ia dihadirkan oleh konsep subjektifitas wartawan yang mengonstruksi

realitas berdasarkan sudut pandang tertentu.

Setelah realitas dipahami secara subjektif oleh wartawan media massa,

selanjutnya konstruksi berita yang dibangun oleh wartawan tidak terlepas dari

pengaruh redaksi. Sebagai sebuah institusi, media massa memiliki proses

manajemen produksi dalam hal ini proses kerja manajemen redaksional.

Proses kerja itu mulai dari wartawan yang meliput atau mencari peristiwa di

lapangan, proses editing oleh redaktur bidang dan seterusnya oleh redaktur

pelaksana dan sampai akhirnya diseleksi apakah berita itu layak diterbitkan

atau tidak serta penentuan halaman di mana berita itu didiskusikan dalam

rapat redaksi.

Dari proses kerja manajemen redaksi ini bisa dilihat bahwa berita tidak

sepenuhnya merupakan cerminan dari realitas, melainkan hasil konstruksi

yang dibangun oleh redaksi dalam hal ini adalah institusi tempat wartawan

bekerja. Menurut pandangan konstrukstivis, realitas itu bersifat subjektif.

Realitas itu hadir, karena dihadirkan oleh subjektifitas wartawan.13 Realitas

atas peristiwa sangant berbeda-beda, tergantung dari pemahanan subjektif

wartawan yang meliput.

Sedangkan dalam padangan positivisme ada fakta yang riil dan diatur

oleh kaidah-kaidah tertentu yang berlaku secara universal.14 Artinya, fakta

atau realitas telah hadir sebelum wartawan melakukan peliputan. Dengan

demikian realitas yang bersifat objektif, tugas wartawan hanya mengambil

realitas tersebut dan memberitakanya di media massa sesuai dengan realitas

13

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta:Lkis, 2002), h. 22.

14Ibid,

(32)

yang sesungguhnya. Berita adalan cermin dan refleksi dari kenyataan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam pandangan positivisme media

berperan sebagai saluran penyebaran informasi. Sarana bagaimana pesan dari

sumber realitas yang objektif kepada khalayak. Media tidak berperan dalam

membentuk realitas, sebaliknya media hanya menampilkan atau

menggambarkan suatu peristiwa secara netral dan apa adanya.

Konstruksi realitas media massa sendiri merupakan bagian dari agenda

setting media. Maxwell McCombus dan Donald Shaw menjelaskan agenda

seting sebagai upaya media memberitakan peristiwa kepada masyarakat “Kita

menilai penting oleh apa saja yang dinilai penting oleh media sehingga

diberitakan kepada publik”.

Walter Lippman menerangkan agenda seting ialah media massa yang

menjadi perantara dunia luar dan gambaran di kepala seseorang. Maksudnya

media alat perantara yang menghubungkan peristiwa kepada opini

pengonsumsi media dalam hal ini pembaca, pendengar dan penonton.15

B. Framing Media

Kehadiran surat kabar merupakan pengembangan suatu kegiatan yang

sudah lama berlangsung. Surat kabar pada masa awal ditandai oleh wujud

yang tetap, bersifat komersial (dijual secara bebas), memiliki beragam tujuan

(memberi informasi, mencatat, menyajikan hiburan, dan desas-desus), bersifat

umum dan terbuka.

15

Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdiyana, Komunikasi massa: Suatu Pengantar

(33)

Surat kabar lahir di abad tujuh belas di mana sudah terdapat

pemisahan yang jelas antara surat kabar pemerintah dan surat kabar

komersial. Namun, surat kabar pemerintah lebih sering dijadikan alat

penguasa saat itu. Hal ini berbeda dengan surat kabar komersial.

Sejak awal perkembanganya surat kabar telah menjadi lawan yang

nyata atau musuh penguasa. Citra pers yang dominan dalam sejarah selalu

dikaitkan dengan pemberian hukum bagi para pengusaha percetakan,

penyunting dan wartawan, perjuangan untuk memperoleh kebebasan

pemberitaan, berbagai kegiatan surat kabar memperjuangkan kemerdekaan,

demokrasi dan hak kelas pekerja, serta peran yang dimainkan pers bawah

tanah di bawah penindasaan kekuasaan asing atau pemerintah diktator.

Dennis McQuail bahkan memandang media massa merupakan alat

kekuasaan yang paling efektif digunakan dalam kerangka penyampaian pesan

politik terhadap khalayak karena media massa. Media massa dianggap dapat

menarik dan mengarahkan perhatian. Hal ini erat kaitannya dengan

pengalihan isu yang sering kali dilakukan oleh media massa. Pengalihan isu

dilakukan untuk membuat khalayak melupakan isu sebelumnya dan lebih

fokus kepada isu yang disajikan oleh media. Contoh pengalihan isu yang

pernah dilakukan oleh pemerintah dengan dimediasi oleh media massa adalah

kasus Century. Ketika kasus ini sudah memuncak dan mulai mengganggu

stabilitas pemerintahan, maka pemerintah mulai melakukan blow-up isu baru

yaitu kasus terorisme di daerah-daerah atau menggunakan isu NII.

Kemudian yang kedua adalah membujuk pendapat dan anggapan.

(34)

dan menggiring opini publik. Selain itu, media juga tidak terlepas dari

kapitalisme ekonomi dan politik. Contohnya MNC Group yang memiliki

banyak saluran media massa dimanfaatkan oleh Harry Tanoe selaku pemilik

modal gencar melakukan promosi baik melalui iklan atau liputan langsung

kegiatan partainya. Pemberitaan tentang Hanura yang terus-menerus dalam

menyampaikan pesan-pesan politiknya tentu akan membuat khalayak

bersikap positif terhadap partai tersebut.

Peran media yang ketiga adalah memengaruhi sikap atau perilaku. Hal

ini erat kaitannya dengan poin sebelumnya. Ketika media berhasil membujuk

pendapat dan anggapan terhadap sesuatu, maka proses selanjutnya adalahh

sikap yang diambil oleh khalayak. Contohnya ketika khalayak disuguhkan

dengan iklan pasangan Wiranto dan Harry Tanoe setiap hari di layar kaca

dalam menyampaikan pesan politiknya, masyarakat akan terpengaruh dan

tahan selanjutnya adalah memilih mereka dalam Pemilu.

Selanjutnya adalah memberikan status serta legitimasi. Hal ini sering

ditemukan di Indonesia terutama dalam ranah hukum dan politik. Misalnya

saja banyak media massa yang memberikann status tersangka kepada

beberapa orang yang diperiksa oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

Padahal KPK secara resmi belum menetapkan status terhadap pihak yang

diperiksa. Contoh lainnya adalah pemberian label pada pihak-pihak tertentu.

Selanjutnya adalah mendefinisikan dan membujuk persepsi realitas.

Contohnya adalah media dalam mendefinisikan kecantikan. Cantik erat

kaitannya dengan wanita kurus dengan kulit putih, rambut hitam, dan

(35)

kecantikan. Namun, media massa membentuk realitas ini melalui berbagai

iklan maupun konten acara yang disajikan. Hal ini berdampak pada keinginan

wanita untuk berlomba-lomba menjadi putih dan langsing.16

Sejarah juga mencatat adanya kemajuan yang pesat dan menyeluruh

dalam rangka mewujudkan kebebasan cara kerja pers. Kemajuan itu

kadangkala menimbulkan sistem pengendalian yang lebih ketat terhadap pers.

Pembatasan hukum menggantikan tindak kekerasan, termasuk penerapan

beban fiskal. Dewasa ini, institusionalisasi pers dalam sistem pasar berfungsi

sebagai alat pengendali sehingga surat kabar modern sebagai badan usaha

besar justru menjadi lebih lemah dalam menghadapi semakin banyak tekanan

dan campur tangan.

Lebih dari itu, penyampaian sebuah berita ternyata menyimpan

subjektivitas wartawan.17 Bagi masyarakat biasa, pesan dari sebuah berita

akan dinilai apa adanya. Berita akan dipandang penuh dengan kebenaran,

cermin dari realitas. Namun, berbeda dengan kalangan tertentu yang

memahami betul gerak pers. Mereka akan menilai lebih dalam terhadap

pemberitaan, yaitu dalam setiap penulisan berita menyimpan ideologi atau

latar belakang seorang penulis. Seorang penulis pasti akan memasukan

ide-ide mereka dalam analisis terhadp data-data yang diperoleh di lapangan.

Misalnya, analisis tentang isu kerusuhan di Kendal yang melibatkan FPI.

Wartawan atau media massa yang memiliki ideologi agamis akan menulis

deng analisis yang dibumbui ideologinya. Demikian pula dengan penulis atau

16

Denis Mc Quail, Teori Komunikasi Massa (Jakarta: Erlangga, 1987), h.81

17

(36)

wartawan yang memiliki latar belakang nasionalis. Meskipun keduanya

memiliki data-data yang sama, tapi hasil analisis keduanya pasti akan

memiliki cita rasa berita yang tentu berbeda.

Oleh karena itu, diperlukan sebuah analisis tersendiri terhadap isi

berita sehingga akan diketahui latar belakang seorang penulis dalam menulis

berita. Hal ini akan memberikan dampak positif terhadap pembaca itu sendiri.

Dr. Willard G. Bleyer mendefinisikan berita sebagai segala sesuatu yang

hangat dan menarik perhatian sejumlah pembaca dan berita yang terbaik

adalah berita yang menarik perhatian bagi jumlah pembaca yang paling besar

(Wonohito, 1960:2).18 Dengan mengetahui cara wartawan atau media massa

mengemas berita diharapkan pembaca akan lebih memahami mengapa

seorang penilis media massa menulis berita dengan gaya yang berbeda.

Pembaca tidak akan fanatik terhadap salah satu institusi pers dengan alasan

ideologi. Artinya masyarakat akan lebih dewasa terhadap pers. Kegiatan

media membingkai atau mengonstruksi realitas dikenal dengan “Framing

media”.19

Secara bahasa framing berasal dari bahasa Inggris yang berarti

bingkai. Sedangkan jika digabung dengan “media” berarti bingkai media.

Framing media menurut peneliti ialah bingkaian media terhadap suatu

peristiwa yang terjadi. Melalui sebuah frame media dapat dengan bebas

18

Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik : Seputar Organisasi, Produk dan Kode Etik

(Bandung: Nuansa, 2004), h.103.

19

(37)

menuangkan pandanganya melalui berita, baik berupa gambar maupun tulisan

terhadap peristiwa yang diberitakan (mengonstruksi realitas).

Gagasan mengenai framing untuk melihat bagaimana media massa

dan publik memandang realitas sosial pada dasarnya dipelopori oleh

Batterson pada tahun 1995 yang memaknai framing sebagai struktur

konseptual yang mengorgasisasi pandangan politik, kebijakan dan wacana

serta menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas.20

Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Erving Goffman pada

tahun 1974 yang mengartikan frame sebagai kepingan-kepingan prilaku yang

membimbing individu dalam membaca realitas. Realitas dimaknai dan

dikonstruksi sesuai sudut pandang wartawan yang meliput realitas itu.

Hasilnya, pemberittan dengan realitas dengan mewawancarai orang, aktor,

kelompok tertentu yang terkait dengan suatu realitas untuk kemudian ditulis

oleh wartawan.

Untuk mengetahui bingkaian suatu media diperlukan metode analisis

framing. Analisis framing dapat digambarkan sebagai analisis untuk

mengetahui bagaimana suatau realitas dibingkai oleh media.21 Realitas sosial

dikonstruksi dengan makna tertentu. Hasilnya pemberitaan media hasil

wawancara dengan aktor, kelompok tertentu. Analisi framing merupakan

salah satu alternatif model analisis mengungkap rahasia dibalik sebuah

perbedaan bahkan pertentangan media dalam mengungkapkan fakta. Analisis

20

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing ((Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h.162.

21

(38)

framing dipakai untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai oleh media.

Analisis framing menanyakan mengapa peristiwa X diberitakan, mengapa

peristiwa lain diberitakan, kenapa sisi atau angel tertentu ditonjolkan

sedangkan sisi yang lain dalam realitas tidak ditonjolkan dan mengapa

menampilkan sumber berita X dan bukan sumber berita yang lain untuk

diwawancarai.22 Hal-hal tersebut mendasari bagaimana media membentuk

dan mengonstruksi realitas. Dengan demikian realitas sosial dipahami,

dikonstruksi dengan bingkai dan makna tertentu. Ada dua esensi utama dari

analisis framing yaitu pertama bagaimana peristiwa dimaknai. Hal ini

berhubungan dengan bagian mana yang diliput dan bagian mana yang tidak

diliput. Kedua, bagaimana fakta ditulis. Aspek ini berhubungan dengan

pemakaian kata, kalimat dan gambar untuk mendukung suatu gagasan.23

Melalui penggunaan bahasa, para wartawan mampu menciptakan,

memelihara dan mengembangkan suatu realitas atau peristiwa. Ini menjadi

hukum standar media massa untuk menarik minat pembaca (media cetak dan

media online), penonton televisi dan pendengar radio terhadap suatu

peristiwa. Media sendiri ialah perangkat alat penyebaran informasi. Proses

pembentukan dan konstruksi atau realitas ialah adanya bagian tertentu dari

realitas yang ditonjolkan agar mudah dipahami. Akibatnya khalayak lebih

mengingat aspek-aspek tertentu yang ditonjolkan oleh media. Karena media

massa secara tidak langsung mengubah definisi realitas yang menjadi definisi

media kepada khalayak. Sebuah media massa bisa membuat khalayak

22

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Komunikasi (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2006), h.252.

23

(39)

mendukung gagasan beritanya dengan simpati terhadap suatu realitas atau

justru sebaliknya. Media massa juga bisa mendukung gagasan beritanya

dengan bersimpati atau juga membenci (menolak) terhadap suatu realitas

yang diberitakan.

Berita yang muncul disebuah media sering kali dianggap sebagai

suatu kebenaran yang berdasarkan fakta. Padahal setiap media mengemas

atau membingkai realitas yang ada sesuai dengan kepentingan-kepentingan

media tersebut. Kepentingan itu bisa berupa ideologi, politik, ekonomi, sosial,

budaya dan agama. Tidak ada satupun media yang bersikap netral atau tidak

berpihak terhadap suatu realitas.24

Eriyanto menyebutkan ada dua dimensi yang memengaruhi konsep

framing, yaitu25:

a. Psikologis

Framing ialah upaya atau strategi wartawan untuk menekankan dan

membuat pesan menjadi lebih bermakna agar menarik perhatian

khalayk. Oleh sebab itu peristiwa yang sama bisa dimaknai dan

dibingkai secara berbeda oleh orang yang berbeda sebab setiap individu

memiliki pemahaman yang berbeda terhadap sesuatu.

b. Sosiologisi

Pada tahap ini frame digunakan untuk melihat media termasuk

wartawan sebagai pihak yang membuat berita secara bersama-sama.

24

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h.162.

25

(40)

Artinya konstruksi realitas dari pemahaman wartawan diubah lagi sesuai

dengan ideologi media massa tempat ia bekerja.

Framing dipakai oleh media untuk mengonstruksi realitas.

Menyeleksi isu tertentu dan meniadakan isu lainya untuk diberitakan.

Pembingakaian atau realitas dilakukan dengan wacana pengulangan,

pemakaian gambar untuk mendukung dan mempertegas gagasan media

tersebut dalam memandang realitas, pemakaian simbol tertentu utnuk

menggambarkan realitas (orang atau kelompok). Semua itu dilakukan

agar menarik pembaca atau khalayak untuk mengatahui pemberitaan

yang dilakukan oleh media massa tersebut. Dengan memiliki jumlah

pembaca yang banyak, akan ada banyak pihak yang tertarik untuk

memasang iklan. Hal ini tentu saja akan banyak menguntungkan media

massa yang bersangkutan.

Media melihat dua aspek penting dalam membingkai sebuah berita

yang menjadi dasar bagaimana sebuah realitas dari peristiwa itu

dikonstruksi dan akhirnya ditulis sesuai dengan kepentingan media

tersebut. Dua hal tersebut adalah26:

a. Memilih fakta atau realitas

Fakta dipilih berdasarkan sudut pandang atau pemahaman

wartawan. Dalam melihat fakta selalu terkandung dua kemungkinan, yakni

apa yang dipilih dan apa yang dibuang. Penegasan gagasan dari realitas

yang diberitakan dilakukan dengan memilih sudut pandang tertentu seperti

opini aktor atau kelompok tertentu terhadap realitas, menuliskan fakta

26

(41)

tertentu dari realitas untuk diberitakan dan menghilangkan fakta tertentu

karena bertentangan dengan ideologi media itu terhadap realitas peristiwa

dan menyusun atau membingkai fakta atas realitas agar berbeda dari media

lainya.

b. Menulis fakta

Hal ini berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih itu

disajikan kepada khalayak. Gagasan akan realitas dari peristiwa itu

diungkapkan dengan kata, kalimat dan foto untuk mempertegas,

memperkuat pesan atau pandangan media massa tersebut terhadap realitas.

Bagaimana fakta yang dipilih ditekankan dengan pemakaian perangkat

tertentu seperti penempatan berita yang mencolok (headline: berita utama

diletakan paling awal dengan porsi yang cukup banyak pada media cetak

maupun online) dan pengulangan isu dari realitas yang diberitakan. Pada

akhirnya setiap media memiliki bingkaian atau frame tersendiri mengenai

peristiwa untuk diberitakan. Framing menyediakan alat bagaimana peristiwa

dibentuk dan dikemas dalam kategori yang dikenal khalayak. Karena itu,

framing menolong khalayak untuk memroses informasi ke dalam kategori

yang dikenal, kata-kata kunci dan citra tertentu. Khalayak bukan disediakan

informasi yang rumit, melainkan informasi yang mudah dipahami dari hasil

konstruksi realitas media.

Bisa disimpulkan, framing menyediakan perangkat-perangkat

untuk membantu wartawan menentukan berita atas peristiwa atau

mengonstruksi peristiwa dan struktur tertentu dari sebuah realitas. Dalam

(42)

selanjutnya melalui proses manajemen redaksional (redaktur pelaksana dan

rapat redaksi), sehingga ia menjadi realitas yang bermakna dan dekat

dengan masyarakat atau khalayak yang menjadi penerima dari hasil

konstruksi realitas tersebut.

1. Robert N. Entmant

Entmant memberikan definisi tersendiri terhadap framing sebagai

“seleksi dari berbagai aspek realitas yang diterima dan membuat peristiwa

itu lebih menonjol dalam suatu teks komunikasi”. Dengan demikian,

framing lebih memberi penekanan pada definisi masalah, penafsiran

tentang sebab akibat, penilaian moral dan tawaran penyelesaian terhadap

masalah yang disajikan. Sejalan dengan definisi yang diberikan, Entmant

memberikan dua hal penting yang bisa membedakan konsep framing

dengan berbagai konsep lainya seperti agenda setting dalam penekanan

kajian efek media, yaitu seleksi dan penonjolan.

Selanjutnya Entmant melihat framing dalam dua hal dimensi besar

yakni seleksi isu dan penekanan isu atau penonjolan aspek-aspek tertentu

dari realitas. Penonjolan adalah proses membuat informasi menjadi lebih

bermakna, lebih menarik dan lebih diingat oleh khalayak.27

Tabel II.1

Dimensi Framing Robert N. Entmant

27

(43)

Seleksi isu Aspek ini berhubungan dengan pemilihan fakta. Bagian mana dari

fakta diberitakan dan bagian mana

yang tidak perlu diberitakan. Tidak

semua fakta dari peristiwa

diberitakan, karena wartawan dan

media memiliki pemahaman dan

ideologi tersendiri.

Penonjolan Aspek Tertentu dari Isu

Aspek ini berhubungan dengan

penulisan fakta. Bagaimana fakta itu

ditulis dengan kata, kalimat dan

gambar untuk memperkuat gagasan

media terhadap realitas.

Kemudian Entmant menulis cara untuk mengidentifikasi realitas

yang dikonstruksi oleh media atau mengelompokan analisis framing

media ke dalam empat aspek, yaitu: pertama, Problem identification. Hal

pertama yang dilakukan untuk mengetahui faming media terhadap realitas

adalah mengetahui terlebih dahulu sumber masalah dari realitas yang

diberitakan oleh media. Bagaimana suatu peristiwa dipahami oleh

wartawan dan media. Kedua ialah Causal interpretation, yakni

mengetahui penyebab masalah tersebut menurut perspektif bingkaian

media. Apa, mengapa dan siapa yang menjadi penyebab atau sorotan

masalah dari realitas pemberitaaan. Ketiga moral evaluation, pada bagian

ini menurut Entmant, bagaimana media memberi atau menjelaskan pesan

moral yang terkandung dalam perspektif pemberitaanya. Bagaimana

(44)

Keempat, Treatment Recomendation. Bagian terakhir dari cara yang

ditawarkan Entmant dalam mengetahui bingkaian media terhadap

peristiwa adalah bagaimana suatu media memberitahukan gagasanya

terhadap peristiwa yakni memberikan jalan penyelesaian masalah dari

peristiwa yang diberitakan. Penyelesaian itu tergantung bagaimana

peristiwa dilihat dan siapa yang dianggap sebagai penyebab masalah28.

Berikut tabel model analisis framning oleh Robert N. Entmant.

Tabel II.2

Tabel Analisi Framing Robert N. Entmant

Sumber: Eriyanto “Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media”. Hal.223.

28

(45)

2. Murray Edelman

Menurut Edelman, apa yang kita ketahui tentang realitas atau

tentang dunia tergantung pada bagaimana kita membingkai dan

mengonstruksi/menafsirkan realitas. Realitas yang sama bisa jadi akan

mengahasilkan realitas yang berbeda ketika realitas tersebut dibingkai

atau dikonstruksi dengan cara yang berbeda. Misalnya, perang bisa

disebut sebagai perjuangan suci dapat juga disebut sabagai agresi. Pilihan

mana yang diambil tidak hanya berkaitan dengan pilihan kata semata,

tetapi mengahadirkan realitas sendiri ketika hadir di tengah khalayak.

Khalayak didikte untuk memahami realitas dengan cara tertentu atau

dengan bingkai tertentu.29

3. William A. Gamson dan Andre Modigliani

Framing sebagai cara bercerita atau gususan ide yang tersusun dan berkaitan dengan konstruksi makna dari peristiwa yang berkaitan dengan

suatu wacana.30 Konsep framing mengacu pada perspektif dramaturgi

yang dipelopori oleh Erving Goffman. Dramaturgi adalah sebuah

kerangka analisis dari presentasi simbol yang memiliki efek persuasif.31

Bisa disimpulkan bahwa dramaturgi bertujuan untuk mengubah atau

memengaruhi kepercayaan, sikap, dan perilaku seseorang sehingga

bertindak seseuai dengan apa yang diharapkan oleh media massa kepada

pembaca.

29

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: Lkis, 2002), h.155.

30

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h.192

31

(46)

Keberadaan di suatu package terlihat dari adanya gagasan sentral

yang kemudian didukung oleh perangkat-perangkat wacana seperti kata,

kalimat, pemakaian gambar atau grafik tertentu, proposisi dan sebagainya.

Semua elemen dan struktur wacana tersebut mengarah pada ide tertentu

yang mendukung ide sentral dari suatu berita.32

Dalam pandangan Gamson, framing dipahami sebagai seperangkat

gagasan atau ide sentral ketika seseorang atau media memahami dan

memaknai suatu isu. Ide sentral ini, akan didukung oleh perangkat wacana

lain sehingga antara satu bagian wacana dengan bagian lain saling

mendukung. Ada dua perangkat bagaimana ide sentral ini diterjemahkan

dalam teks berita. Pertama, framing device (perangkat framing).

Perangkat framing ini ditandai dengan pemakaian kata, kalimat,

grafik/gambar, dan metafora tertentu. Kedua, reasoning devices

(perangkat penalaran). Perangkat ini berhubungan dengan kohesi dan

koherensi dari teks tersebut yang merujuk pada gagasan tertentu. Sebuah

gagasan tidak hanya berisi kata atau kalimat, gagsan itu juga selalu

ditandai oleh dasar pembenaran tertentu, alasan tertentu dan sebagainya.33

32

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: Lkis,2002), h.224.

33Ibid

(47)

Tabel II.3

Perangkat Framing William A. Gamson dan Andre Modigliani Frame

Central organizing idea for making sense of relevant events, sugegesting what is at issues

Framing Devices uraian (bisa teori, perbandingan) yang memperjelas bingkai. isu yang bersifat konotatif. Depiction ini umumnya berupa kosakata, leksikon untuk melabeli sesuatu.

Visual Images

Gambar, grafik, citra yang

mendukung bingkai secara

keseluruhan. Bisa berupa foto, kartun, ataupun grafik untuk menekankan dan mendukung pesan yang ingin disampaikan

4. Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki

Menurut Pan dan Kosicki, ada dua konsep dari framing yang saling

berkaitan. Pertama dalam konsep psikologi. Framing dalam konsep ini

lebih menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi dalam

dirinya. Framing berkaitan dengan struktur dan proses kognitif,

Gambar

gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikanya. Setiap upaya
Tabel II.1
gambar untuk memperkuat gagasan
Tabel II.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Thymelaea passerina (L.) Coss. Viola pumila Chaix – A vizsgált területről szórványos adatai ismertek. Viola stagnina Kit. – Országosan ritka, eltűnőben levő

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui realisasi tindak tutur komisif pada wacana pemberitaan politik di harian Solo Pos, 2) Untuk

Setelah itu, bermunculan permohonan untuk mendirikan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dari seluruh Indonesia yaitu BPR Berkah Amal Sejahtera, dan BPR Dana Mardhatillah yang mendapat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintahan Desa Langang Baru lemah dalam membuat dan menjalankan kebijakan bahkan dijelaskan juga Pemerintah Desa Langan Baru

Preceptor klinik adalah Bidan, dokter spesialis kandungan, dokter spesialis anak di Rumah Sakit Pendidikan/ jejaring/ puskesmas yang telah diangkat sebagai dosen

Dengan kata lain, Pemerintah baru dapat melakukan penyesuaian harga BBM apabila dalam enam bulan terakhir harga ICP minyak mengalami kenaikan atau penurunan 15

Apa yang dirasakan pasca gempa berkaitan usaha (apakah masih gemetar ?, cemas?, masihkah muncul mimpi-mimpi buruk, rasa takut untuk memulai usaha karena takut gempa

Hasil kegiatan pembelajaran pada siklus pertama dapat dilihat dari ketuntasan atau penguasaan siswa terhadap materi untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia sebanyak