• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan kecerdasan emosi (emotional intellegence dengan prestasi belajar aqidah akhlak siswa kelas 111 Mts.Nurul Yaqin legok-Tangerang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan kecerdasan emosi (emotional intellegence dengan prestasi belajar aqidah akhlak siswa kelas 111 Mts.Nurul Yaqin legok-Tangerang"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

AKHLAI( SISW A KELAS III M'fs. NURUL YA QIN

LEGOK-TANGERANG

Disusun Oleh : USNANTO NP: 0011017821

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SY ARIF HIDA YATULLAH

(2)

INTELLIGENCE) DENGAN PRESTASI BELAJAR AQIDAH AKHLAK SIS\VA KELAS III MTs. NURUL YAQIN LEGOK-TANGERANG" tclah cliujikan dalam Sidang Munaqosyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UJN Syarir Hiclayatullah Jakarta pada langgal 14 Juli 2005. Skripsi ini telah clitcrima scbagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Saijana Pendiclikan lsiam Program Simla Sa tu (S-1) p1cla Jurusan Pcncliclikan Agama Islam.

Dekan/

Kania Merangkap Anggota

Prof. Dr. svada M.A NlP I.'." 231 356

Siclang Munaqasyah

Anggota

Jakarta, 14 Juli 20\JS

Pcrnbantu lkkan l Sekretaris Merangkap Anggota

(3)

Alhamdulillah, puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rosululloh SAW, beserta keluarga dan sahabatnya serta kepada kita semua selaku umatnya, mudah-mudahan kita semua mendapatkan syafa'at beliau di hari akhir nanti (amien).

Penulis amat menyadari bahwa tidak mungkin skripsi ini dapat terselesaikan tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepacln :

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. Abdul Fatah Wibisono M.Ag. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN SyarifHidayatullah Jakarta. 3. Bapak Ahmad Shodik, M.Ag. Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(4)

Agama Islam yang telah membantu penulis sejak awal hingga akhir proses perkuliahan.

7. Kepala Madrasah Tsanawiyah Nurul Yaqin Legok-Tangerang, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengadakan penelitian di Madrasah tersebut sebagai bahan penyusunan skripsi ini.

8. Pimpinan dan staf serta karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah dan Perpustakaan Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan berbagai fasilitas yang penulis butuhkan.

9. Ucapan terima kasih yang tak terhingga untuk kedua orang tuaku, ayahanda Bapak Ramj ani dan Ibunda Uliyah tercinta, yang dengan ikhlas selalu memberikan dukungan dan do'a, kakakku tercinta Siti Rohmelani dan suami Adang Wijaya yang selalu memberikan motivasi hingga terselesaikannya skripsi ini, serta adik-adikku tersayang, Urip Mulyana, Dera Khoirul Umam dan Maulana Al-faris yang selalu menghibur dan memberi kebahagiaan kepada penulis.

(5)

Dan mudah-mudahan karya yang sederhana ini dapat bermanfa'at ldmsusnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

(6)

DAFT AR ISI... .. . . . IV DAFTAR TABEL... vn DAFT AR GRAFIK... vm DAFTAR LAMPIRAN... ... .. . ... ... ... ... ... .. .... ... .. ... IX

BAB I. PENDAHULUAN. ... ... ... ... .. . ... ... ... ... ... ... .. . ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah... 9

C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian... 11

D. Sistematika Penulisan . . . .. . . 12

BAB II. KERANGKA TEORITIS... ... ... . . . ... ... .. .... ... .... 14

A. Pengertian Inteligensi dan Emotional Intelligence.. . . . 14

I. Pengertian Inteligensi... 14

2. Pengertian Emotional Intelligence... 16

a. Teori-teori Emosi... 19

B. Ranah Utama Menurut Daniel Goleman dan Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi... ... ... . ... .. ... ... . . . ... ... ... 23

C. Cara Ke1ja IQ dan EI... 28

D. Kai tan antara Inteligensi dan Kecerdasan Emosi. ... 34

E. Pengertian Prestasi Belajar... 35

(7)

I. Kerangka Berpikir... . . . 48

J. Hipotesis. ... ... .. . ... ... ... . . .... ... . ... ... .... 51

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 52

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... :... .. .. ... . ... .. .. . . ... . . ... . . .. ... 52

B. Varibel Penelitian... 52

C. Populasi dan Sampel... ... 53

D. Teknik Pengumpulan Data... 55

E. Instrumen Penelitian... 56

F. Teknik Analisis Data... 60

BAB IV. HASIL PENELITIAN... 63

A. Madrasah Tsanawiyah Nurul Yaqin Legok-Tangerang... 63

B. Deskripsi Data... 65

I. Kecerdasan Emosi Siswa... . . .. 65

2. Prestasi Belajar Aqidah Akhlak Siswa... 67

C. Analisis Data... 70

BAB V. PENUTUP. ... ... ... .. . . ... . ... . .. ... ... ... ... . . . ... . . . ... 76

A. Kesimpulan... .. 76

(8)

3. Saran Bagi Orang Tua... 79

(9)

2. Kisi-kisi Skala Kecerdasan Emosi... .... 59

3. Daftar Skor Kecerdasan Emosi Siswa Kelas III MTs. Nurul Yagin... 65

4. Distribusi Frekuensi Tingkat El Siswa Kelas III MTs. Nurul Yagin ... 66

5. Daftar Nilai Raport Siswa Kelas III MTs. Nurul Yagin ... 68

6. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Siswa Kelas III MTs. Nurul Yagin ... 69

7. Data lenkap Kecerdasan Emosi dan Prestasi Belajar Agidah Akhlak Siswa Kelas III MTs. Nurul Yagin... 71

8. Perhitungan Uji Validitas Item Skala Kecerdasan Emosi ... 89

9. Perhitungan Uji Reliabilitas Item Skala Kecerdasan Emosi ... 90

10. Perhitungan Data Kecerdasan Emosi Siswa... .. . . . 93

I 1. Perhitungan Data Prestasi Belajar Agidah Akhlak Siswa ... 96

(10)

MTs. Nurul Yaqin... 67

2. Grafik Histogram Prestasi Belajar Aqidah Akhlak Kelas III

(11)

2. Perhitungan Uji Reliabilitas Item Skala Kecerdasan Emosi... 90

3. Perhitungan Data Tingkat Kecerdasan Emosi Siswa Kelas III MTs

Nurul Yaqin... ... .... ... . ... .. .. . ... .. ... .... ... ... ... 93

4. Perhitungan Data Prestasi Belajar Aqidah Alchlak Siswa Kelas III MTs

Nurul Yaqin... ... ... ... ... ... ... .. . ... . . .... ... ... ... . . ... 96

5. Daftar Keadaan Guru MTs Nurul Yaqin Legok-Tangerang Tahun

2004-2005... 98

(12)

A. Latar Bclakang Masalah

Manusia merupakan mahluk yang paling sempurna, yang memiliki potensi/kernampuan dasar dan rnemiliki kedudukan yang sangat tinggi. karena di dalam diri rnanusia terdapat akal pikiran yang menjadi kekuatan fisik bagi pengembangan diri manusia secara keseluruhan. Manusia (Homo Sapiens) adalah mahluk yang berpikir, berpikir itulah yang mencirikan hakekat manusia dan karena berpikirlah dia disebut manusia. "Berpikir pada dasarnya merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan, proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetalman" .1

Selain itu di dalam diri manusia juga terdapat hati nurani yang mendorong manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik clan menyempurnakannya setelah berbuat. Hal inilah yang dimaksud oleh Ary Ginanjar Agustin sebagai Kecerdasan 1-Iati atau Kecerdasan Emosi. Menurut K.Cooper, Ph. D; "Hati mengaktiflcan nilai-nilai kita yang paling dalam, mengubahnya dari sesuatu yang kita pikir menjadi sesuatu yang kita jalani. Hati tahu hal-hal yang tidak, atau tidak dapat,

1 ャセ。オヲゥア@ Pasiak,

Revo/usi JQIEQISQ antara Neurosuins clan AL-Qur'an, (Bandung : Mizan

(13)

diketahui oleh pikiran. Hati adalah sumber keberanian dan semangat, integritas dan komitmen. Hati adalah sumber energi dan perasaan mendalam yang menuntut kita belajar, menciptakan, ke1ja sama, memimpin dan melayani".2 Dalan1 Al-Qur'an surat al-Mu'minuun ayat 78 dinyatalrnn, bahwa Allah telah menciptakan pancaindera dan hati bagi manusia, tetapi amatlal1 sedikit manusia bersyukur. Salah satu ciri manusia yang tidak mensyukuri nikmat Allah adalah dengan tidak mengoptimalisasikan potensi yang telah dianugerallkan oleh Allah SWT.

Artinya: Dan dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran,

penglihatan dan hati. Amatlah sedikit kamu bersyukur. 3

Potensi yang dimiliki manusia tidak akan memberikan manfaat apabila tidak dikembangkan dan dilatih melalui proses pembelajaran, oleh karena itu proses pembelajaran sangat diperlukan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya, dan pendidikan sebagai upaya paling utama untuk pengemba11gan dan pencerdasan kehidupan bangsa serta merupakan modal dasar bangsa dan negara dalam menghadapi berbagai tantangan internal dan eksternal (Global). Seperti tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional "Pendidikan adalah usaba sadar

2 Ary Ginanjar Agustin,

Rahasia sukses n1ernbangun kecerdasan e1nosi dan spiritual, (Jakarta

: Arga, 200 I), h. xlix

3

(14)

dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara".4

Sedangkan proses pencerdasan bangsa barn bisa terlaksana jika dilakukan secara terintegrasi oleh sektor-sektor pembangunan. Salah satu sektor pembangunan itu adalah melalui jalur pendidikan dirumuskan secara sistematis proses pencerdasan bangsa tersebut. 1-Iasilnya adalah terciptanya lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan formal atau yang lebih dikenal dengan sebutan sekolah, terdiri dari beberapa jenjang. Yang paling dasar disebut Sekolah Dasar (SD), kemudian Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), diatasnya lagi adalah Sekolah Menengah Umum (SMU) dan puncak hirarki pendidikan adalah Perguruan Tinggi.

Pada tahap awal, untuk menentukan tingkat kecerdasan atau sermg JUga disebut inteligensi digunakan suatu tes kecerdasan. Dari tes kecerdasan ini akan diketahui taraf inteligensi seseorang. Taraf inteligensi atau kecerdasan intelektual ini disebut juga IQ. IQ singkatan dari Intelligence Quotient yaitu yang menunjukkan ukuran atau taraf kemampuan intelektual, analisis, logika dan rasio seseorang.

Pada perkembangan selanjutnya IQ dianggap sebagai satu-satunya kecerdasan yang dimiliki manusia yang sangat berpengaruh terhadap pencapaian prestasi belajar. Padahal kualitas hasil belajar tidak sepenuhnya ditentukan oleh faktor inteligensi.

·1 UU No 20 Tahun 2003, Siste111 Pendidikan Nasional, (Yogyakarla: Media Wacana, 2003),

(15)

Dalam kaitan ini kedudukan inteligensi memang mempunyai kedudukan yang sangat setrategis sebagai motor mental yang akan menggerakkan proses atau aktivitas potensi-potensi mental dalam berpikir/memecahkan masalah, tetapi dalam proses tersebut masih perlu ditunjang oleh faktor-faktor lainnya.

Pada tahap selanjutnya seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi, khususnya dalam bidang neurologi diketemukan satu kecerdasan manusia yang cara kerjanya berbeda dengan model kecerdasan intelektual/intelligence quotient, yaitu kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi/ emotional intelligence seperti diungkap oleh Danah Zohar dan Ian Marshall, "membantu menciptakan asosiasi antar hal, misalnya antara rasa lapar dan nasi. antara rumah dan kenyamanan, antara ibu dan cinta, antara salakan anjing dan bahaya. antara warna merah dan emosi atau bahaya".5

Istilah kecerdasan emosi (Emotional Intelligence) diciptakan dan secara resmi didefinisikan oleh John (Jack) Mayer dari Universitas New Hampshire dan Peter Salovey dari Universitas Yale pada tahun 1990. mereka mengembangkan konsep yang diajukan oleh profesor Howard Gardner, mengenai kecerdasan majemuk (1\1ultiple Intelligence) yang berpijak pada jalur saraf emosi yang ditemukan ahli saraf Joseph de Loux. Selanjutnya istilah kecerdasan emosi/emotional intelligence dipopulerkan oleh Daniel Goleman, seorang profesor psikologi dari Harvard University, Amerika Serikat ketika meneliti orang-orang yang berhasil yang

5

(16)

menggambarkan tentang keunggulan EI dalam mencapai prestasi. Hal itu dikomentari dengan menarik oleh Ary Ginanjar Agustin : "kita terhenyak oleh sebuah kecerdasan emosi yang ternyata bisa sedemikian jauh mendahului sang kecerdasan otak (IQ) dalam berkompetisi".6

Seorang pengamat menyatakan bahwa "status akhir seseorang dalam masyarakat pada umumnya ditentukan oleh faktor-faktor bukan IQ, melainkan oleh kelas sosial hingga nasib baik. Setingi-tinginya, IQ menyumbang 20 persen bagi faktor-faktor yang menentukan sukses dalam hidup, maka yang 80 persen diisi oleh kekuatan-kekuatan lain". 7

Kata-kata "kekuatan-kekuatan lain'', inilah kombina.si beragam faktor dan salah satunya menurut Daniel Goleman adalah kecerdasan emosi, yaitu suatu kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi; kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain; mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa.

Selain kecerdasan intelektual dan emosi, di dalam diri manusia juga terdapat kecerdasan lain yang berupa kecerdasan spiritual (SQ), yang merupakan temuan terkini seeara ilmiah, pertama kali digagas oleh Danah Zohar dan Ian Marshall, masing-masing dari Harvard University dan Oxford University melalui rise! yang sangat komprehensif. Pembuktian ilmiah tentang Kecerdasan Spiritual yang

6 Ari Ginanjar Agustian, Op. Cit .. h. xxxvi

(17)

dipaparkan Zohar dan Marshall dalam SQ. Spiritual Quotient, The Ultimate Intelligence (London, 2000), dua diantaranya adalah: Pertama, rise! ahli psikologi/saraf, Michael Psingher pada awal tahun 1990-an, dan lebih mutakhir lagi

tahun 1997 oleh ahli sarafV.S. Ramachandran dan timnya dari California University,

yang menemukan eksistensi God-Spot dalam otak manusia. Ini sudah built-in sebagai pusat spiritual (Spiritual Center) yang terletak di antarajaringan syaraf dan otak.

Sedangkan bukti kedua adalah ahli saraf Austria, Wolf Singer pada era

1990-an atas The Binding Problem, yang menunjukkan ada proses saraf dalam otak manusia yang terkonsentrasi pada usaha yang mempersatukan dan memberi makna

dalam pengalaman hidup kita. Suatu jaringan saraf yang secara literal "mengikat"

pengalaman kita secara bersama "untuk hid up lebih bermakna". Pada God-Spot inilah sebenarnya terdapat fitrah manusia yang terdalam.

Akan tetapi SQ dari Baral tersebut menurut Ary Ginanjar Agustin belum atau

bahkan tidak menjangkau ketuhanan, pembahasannya barn sebatas tataran biologi

atau psikologi semata, tidak bersifat transendental. Menurutnya kebenaran sejati,

sebenarnya terletak pada suara hati yang bersumber dari spiritual center ini, yang tidak bisa ditipu oleh siapapun, atau oleh apapun juga, termasuk diri kita sendiri.

Mata hati ini dapat mengungkapkan kebenaran yang hakiki yang tak tampak di

hadapan mata. 8

Quantum learning, sebuah model pembelajaran paling mutakhir, mendasarkan metodenya pada pengelolaan emosi yang menempati peran menentukan. Dalam

(18)

proses belajar, kecerdasan emos1 akan menimbulkan emosi positif, yang membuat otak lebih efektif. "Emosi yang positif mendorong ke arah kekuatan otak, yang mengarah pada keberhasilan, yang mengarah pada kehormatan diri yang tinggi, yang mengarah pada emosi yang positif, sebuah siklus aktif yang mengangkat diri lebih tinggi dan lebih tinggi lagi". 9

Apabila dicermati ternyata hubungan antara Emosional dengan Akhlak erat sekali kaitannya, sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan seperti halnya hukum kausalitas, karena semua emosi; pada dasarnya, adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah te11anam di dalam diri manusia.

Kecerdasan Emosi be11umpu pada hubungan antarE perasaan, watak, dan naluri moral, semakin banyak bukti bahwa sikap etik dasar dalam kehidupan berasal dari kemampuan Emosional yang melandasinya. Misalnya. dorongan hati rnerupakan medium Emosi; benih semua dorongan hati adalah perasaan yang mernunculkan diri dalam bentuk tindakan, tindakan tersebut merupakan prilaku individu sebagai akibat dari meluapnya/ terjadinya emosi.10

Emosi yang kita peroleh semasa kanak-kanak di rumah dan di sekolah, akan membentuk sirkuit-sirkuit Emosi, membuat kita cakap atau tidak cakap dalam ha! dasar-dasar Kecerdasan Emosi. Ini berarti bahwa masa kanak-kanak dan remaja

9

Bobbi De Poter dan Mike I-:lenarcki, Membiasakan Be/ajar !v'yan1an clan Jvfenyenangkan, (Bandung: Mizan, 1999), h. 38

10

(19)

merupakan peluang terbuka yang penting untuk mengarahkan kebiasaan-kebiasaan Emosional yang esensial yang akan menentukan hidup kita. 11

Singkatnya Kecerdasan Emosi diperoleh dari hasil pembelajaran dan ingatan kita pada masa lalu, ha! ini sesuai dengan pandangan tentang penciptaan karakter yang terdapat di dalam buku karangan Stephen R. Covey; "Taburlah gagasan, petiklah perbuatan, taburlah perbuatan, petiklah kebiasaan, taburlah kebiasaan, dan tuailah karakter". Hal serupa pernah diungkapkan oleh Fii.osof besar Aristoteles, karakter kita dibentuk oleh kebiasaan-kebiasaan kita. Kita adalah apa yang kita kerjakan secara berulang-ulang. Oleh karena itu keunggulan bukanlah suatu perbuatan tetapi suatu kebiasaan.

Statement Aristoteles di alas sama halnya dengan Akhlak dilihat dari seg1 etimologi yang berarti "Kebiasaan dan Kehendak", ini berarti bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaannya disebut akhlak. Kemudian Kecerdasan Emosi sebagai hasil dari pembelajaran secara berulang-ulang dan proses ingatan ditanamkan di dalam hati dan pada akhirnya diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan paparan di alas penulis sangat te1tarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai lmbungan kecerdasan emosi (EI) ini dengan hasil belajar siswa kelas III, khususnya dalam mata pelajaran aqidah akhlak. Oleh karena itu penulis mengangkat penelitian ini dengan judul : Bhオ「オョゥセ。ョ@ Kecerdasan Emosi

11 Ibid., h.

(20)

(Emotional l11tellige11ce) Dengan Prestasi Belajar Aqidah Akhlak Siswa Kelas III MTs. Nnrnl Yaqin Legok-Tangerang".

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah tersebut di atas timbullah beberapa pertanyaan atau beberapa permasalahan, antara lain :

a. Apakah yang dimaksud dengan Kecerdasan Ernosi ?

b. Faktor-faktor apa saja yang dapat rnernpengaruhi prestasi belajar siswa ? c. Apakah Kecerdasan Ernosi dapat rnempengaruhi prestasi belajar Aqidah

Akhlak siswa kelas III MTs Nurul Yaqin?

d. Bagaimanakah pandangan para siswa tentang Kecerdasan Emosi ')

e. Apakah siswa yang memiliki kecerdasan Emo:;i baik akan memiliki prestasi belajar aqidah Akhlak baik pula?

f. Adakah hubungan Kecerdasan Emosi dengan prestasi belajar Aqidah Akhlak siswa kelas III MTs Nurul Yaqin Legok-Tangerang?

2. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari pembiasan dalam memahami pembahasan skripsi ini, rnaka penulis ingin membatasi masalahnya yaitu :

a. Emotional Intelligence

(21)

emosi. Dalam ha! ini ruang lingkup emosi didasarkan pada hasil penelitian Paul Ekman dari University of California di San Fransisco mengenai emosi inti yaitu: takut, marah, sedih, dan senang. Sedangkan titik tekannya adalah pada kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, keterampilan sosial dan empati. Tingkat EQ yaitu skala kecerdasan emosi yang dimiliki oleh siswa dalam ha! ini seberapa besar tingkat hubungannya dengan prestasi belajar aqidah akhlak.

b. Prestasi

Prestasi adalah kemampuan yang dicapai oleh seseorang atau individu setelah individu tersebut melalui proses pembelajaran. Prestasi belajar yang dimaksud adalah basil yang telah dicapai oleh individu, dalam hal ini siswa, dalam bentuk skor atau angka yang terdapat dalam raport berupa nilai mata pelajaran Aqidah Akhlak siswa kelas III semester I. MTs. Nurul Yaqin Legok-Tangerang.

c. Obyek Penelitian

Adapun yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas III semester I MTs. Nurul Yaqin Legok-Tangerang.

3. Perumusan Masalah

(22)

a. Bagaimana Kecerdasan Emosi siswa kelas III MTs Nurul Yaqin Legok-Tangerang.?

b. Bagaimana prestasi belajar Aqidah Akhlak s1swa kelas III MTs Nurul Yaqin Legok-Tangerang.?

c. Apakah ada hubungan positif yang signifikan antara Kecerdasan Emosi dengan prestasi belajar Aqidah Akhlak siswa kelas III MTs Nurul Yaqin Legok-Tangerang.?

C. Tu.juan dan Signifikansi Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini ada dua tujuan, yaitu :

a. Tu,juau Akademis

Untuk menyumbangkan konsep permasalahan perkembangan pendidikan anak lewat penanaman pendidikan kecerdasan emosi (El).

b. Tujuan Terapan

Secara umum tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan Kecerdasan Emosi (Emotional Intelligence) dengan prestasi belajar Aqidah Akhlak siswa kelas III MTs. Nurul Yaqin Legok-Tangerang, apakah ada hubungan yang signifikan ataukah sama sekali tidak terdapat hubungan. Secara rinci penelitian ini bertujuan : I) Untuk mengetahui kecerdasan emosi siswa kelas III MTs Nurul Yaqin

(23)

2) Untuk mengetahui prestasi belajar Aqidah Akhlak siswa kelas III MTs Nurul Yaqin Legok-Tangerang.

3) Untuk mengetahui tingkat korelasi antara kecerdasan emosi (El) dengan prestasi belajar Aqidah Akhlak siswa kelas III MTs Nurul Yaqin Legok-Tangerang.

2. Signifikansi (keguuaau) Peuelitian

Dalam penelitian ini ada dua signifikansi, yaitu :

a. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumbangan pengetahuan bagi pendidik agama Islam khususnya dalam bidang bimbingan konseling dan dijadikan sebagai acuan untuk dikembangkan lebih lanjut di masa yang akan datang.

b. Signifikansi Terapan

Hasil ini penting bagi para pendidik (guru dan orang tua) dalam mengajarkan atau menanamkan serta mengembangkan kecerdasan emosi (EI) siswa seoptimal mungkin.

D. Sistematika Penulisan

(24)

BAB!

BAB II

BAB III

BAB IV

BABY

Berisi pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan signifikansi penelitian serta sistematika penulisan.

Bagian ini menjelaskan tentang kerangka teoritis yang meliputi: Pengertian Inteligensi dan Emotional Intelligence yang meliputi teori-teori emosi, ranah utama menurw: Daniel Goleman dan aspek-aspek kecerdasan emosi serta cara kerja IQ dan EI, Kaitan Intelligence dengan Emotional Intelligence pengertian prestasi belaj ar, pengertian dan ruang lingkup Akhlak Islami, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belaj ar, dan pengaruh kecerdasan emosi (El) terhadap proses belajar, serta kerangka berpikir dan hipotesis.

Menjelaskan tentang metodologi penelitian yang meliputi : Tempat dan waktu penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian serta teknik analisis data.

Dalam bab ini menjelaskan tentang hasil penelitian yang meliputi: Gambaran umum lokasi penelitian yaitu MTs Nurul Yaqin Legok-tangerang, Deskripsi data yang meliputi kecerdasan emosi dan prestasi belajar aqidah akhlak siswa, serta analisis data.

(25)

A. Pengertian Inteligensi dan Emotional intelligence

1. Pengertian Inteligensi

Definisi tentang inteligensi telah banyak dikemukakan oleh para ahli, namun belum ada kesepakatan di antara mereka. Untuk memperoleh pengertian yang lebih jelas, berikut ini dikemukakan beberapa definisi yang dirumuskan oleh para ahli.

Woodworth, sebagaimana diterangkan oleh Alisuf Sabri, mengemttl<akan bahwa inteligensi itu erat lmbungannya dengan intelek atau pengetahuan, tetapi bukan berarti inteligensi ini merupakan kuantitas pengetahuan/intelek yang climiliki seseorang, melainkan inteligensi berkaitan dengan kualitas intelek atau "intelek yang praktis".1

Walter dan Gardner mendefinisikan inteligensi sebagai serangkaian kemampuan yang memungkinkan individu memecahkan masalah, sebagai konsekuensi eksistensi suatu budaya tertentu. 2

Maloney dan Ward dalam memahami hakikat inteligensi, mengemukakan empat pendekatan umum, yaitu: pendekatan teori belajar, pendekatan neurobiologis, pendekatan teori psikometri dan pendekatan teori perkembangan.

1 AlisufSabri,

Psiko/ogi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman llmu Jaya, 1996), h. 115

(26)

Keempat cara pendekatan tersebut tidak terpisah secarn eksklusif, akan tetapi saling tumpang tindih sampai taraf tertentu. Dua pendekatan pertama dipandang dari perspektif teoritis, sedangkan dua pendekatan terakhir lebih dipandang dari segi praktis.

Pendekatan teori belajar berpandangan bahwa masalah hakikat inteligensi terletak pada pemahaman mengenai hukum dan prinsip urnum yang dipergunakan oleh individu untuk memperoleh bentuk prilaku barn. Oleh karena itu dalam pendekatan ini para ahli lebih memusatkan perhatian pada prilaku yang tampak atau kualitas hasil belajar yang te1jadi dan bukan pada pengertian mengenai konsep mental dari inteligensi itu sendiri.

Pendekatan neurobiologis beranggapan bahwa inteligensi memiliki dasar anatomis dan biologis. Oleh karena itu dalam berbagai riset selalu dipentingkan untuk melihat korelasi inteligensi pada aspek anatomi, elektrokimia atau fisiologi. Pendekatan ini tampak pada teori inteligensi yang clikemukakan oleh Cattel dan Hebb.3

Penclekatan psikometri beranggapan bahwa inteligensi merupakan suatu konstruk (construct) atau sifat (trait) psikologi yang berbeda kadarnya bagi setiap orang. Dalam pendekatan ini terdapat dua arah stucli, yaitu pertama yang bersifat praktis dan lebih menekankan pada pemecahan masalah clan yang keclua adalah yang lebih menekankan pada konsep dan penyusunan teori.

1

(27)

Pendekatan teori perkembangan memusatkan pada masalah perkembangan inteligensi secara kualitatif dalam kaitannya dengan perkembangan biologis individu. Dari berbagai studi kemudian clikemukakan bal1wa terdapat perbedaan kualitatif dalam cara berpikir anak pada masing-masing kelompok usia.

Dengan demikian, dari beberapa pengertian inteligensi di atas, secara simplisit dapat dikatakan bahwa inteligensi merupakan serangakaian kemampuan intelektual yang dimiliki individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah dalam menghadapi dan menyelesaikan suatu masalah.

2. Pengertian Emotional I11tellige11ce

Dalam beberapa buku, istilah Emotional Quotient biasanya dituliskan dengan Emotional Intelligence (EI). Tapi kedua istilah itu mengacu pada satu arti yaitu kecerdasan emosi.

lstilah kecerdasan emosi pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikologi Peter Salovey dari Harvard University dan Jhon (Jack) Mayer dari

University of Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosi yang tampaknya penting bagi keberhasilan. 4 Salovey dan Mayer mula-mula rnendefinisikan kecerdasan emosional sebagai himpunan bagian kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan untuk memantau perasaan clan emosi baik pada diri

'1 La\vrcnce E Shaphiro, lv!engajarkan Eu101ional Intelligence Pada Ana!c, (Jakarta: Gran1edia

(28)

sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan imformasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan. 5

Kemudian di dalam buku karangan Steven J. Stein, Ph, D. dan Howard E. Book, M.D. Salovey dan Jack Mayer menjelaskan kembali tentang pengertian kecerdasan emosional sebagai "Kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara menclalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual". 6

Goleman menjelaskan, kecerdasan emosi (Emotional lnlelligence) adalah kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri clan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi cliri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada cliri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain. 7

Reuven Bar-On mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai serangkaian kemampuan kompetensi dan kecakapan kognitif, yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan. 8

5

ibid., h. 8

" Steven J. Stein. Ph, D dan Howard E. Book, M.D.,Ledakan EQ 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosiona! Meraih Sukses, (Bandung: Kaifa, 2002), Cet. Ke-I, h.30

7

Agus Nggennanto, Quan/11111 Quation: C'ara Praktis Meleji1kan IQ, EQ, dan SQ yang

harmonis, (Bandung: Nuansa, 200 I), h. 98

8

(29)

Dalam makna yang paling harfiah, Oxford English Dictionary

mendefinisikan emosi sebagai "setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu; setiap keadaan yang hebat atau meluap-luap". Selanjutnya Daniel Goleman menganggap emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. 9

Dari beberapa pendapat para ahli di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa: Kecerdasan Emosi (Emotional Intelligence) mempunyai beberapa pengertian pertama, kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan diri-sendiri dan perasaan orang lain, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan kemampuan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual. Kedua, kecerdasan Emosi

(Emotional Intelligence) sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan diri-sendiri dan perasaan orang lain, dan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain, sehingga mampu secara berhasil guna mengendalikan reaksi atau prilakunya, pengertian yang pertama dilihat dari segi proses terjadinya penghayatan emosi yang akan membantu optimalisasi intelektual, sedangkan yang kedua dilihat dari segi hasil atau buah dari kecerdasan emosi yang berupa tindakan atau prilaku.

9

(30)

Dengan kata lain, kecerdasan emosi adalah serangkaian kecakapan yang memungkinkan kita melapangkan jalan di dunia yang rumit-aspek pribadi, sosial dan pe1iahanan dari seluruh kecerdasan, aka! sehat yang penuh misteri, dan kepekaan yang penting untuk berfungsi secara efektif setiap hari, dalam bahasa sehari-hari kecerdasan emosional biasanya disebut sebagai "street smart (pintar)" atau kemampuan khusus yang disebut "aka! sehat".10

Untuk lebih memahami tentang kecerdasan ernos1, berikut ini akan dipaparkan teori-teori emosi dan ranah EI menurut Daniel Goleman serta cara ke1ja IQ dan El.

a. Tcori-teori Emosi

Emosi adalah pengalaman yang sangat komplek. Tidak ada satu definisi tentang emosi yang telah disepakati oleh semua pakar emosi, masing-masing pakar memberikan definisi emosi yang berbeda. Namun menurut McConnell. Pada umumnya ada tiga macam pandangan tentang emosi: pandangan biologis, pandangan intra-psychis, dan pandangan sosial atau

'I I 11 pn arn.

I) Pandangan Biologis tentang Emosi

Menurut pandangan ini, emosi hanyalah merupakan suatu reaksi fisiologis yang melibatkan bagian sistem saraf 1:ertentu. Teori biologis

'0 Steven J. Stein. Ph, D dan Howard E. Book, M. D. foe. Cit., h. 30

11 Sri Lanawati, ffubungan antara El dan IQ dengan Prestasi Be/ajar, Tesis, Jakarta,

(31)

cenderung melihat emosi sebagai "instinctual survival mechanism". Karena reaksi fisiologisnya yang reflexive, maka dikatakan bahwa emosi tidak dapat dikendalikan (McConnell).12

Ada dua bagian sistem saraf yang terlibat dalam reaksi emosional, yaitu: sistem limbik dan sistem saraf otonom, sistem limbik adalah suatu kelompok sirkuit yang saling berkaitan satu sama lain, yang terletak jauh di dalam inti otak berperan sebagai pengantar, baik terhadap emosi maupun terhadap motivasi.

Sistem saraf otonom berisi saraf yang berpangkal pada sum-sum tulang belakang dan otak, juga mengarah pada otot-otot halus dari organ dalam tubuh seperti kelenjar, jantung, dan pembuluh daral1. Ketika muncul emosi dengan intensitas yang tinggi, orang biasanya merasakan perubahan fisiologis yang terjadi. Misalnya jantung berdenyut lebih cepat, nadi cepat, otot tegang, gemetar, dan gejala tubuh lainnya. Respon ini dikenal dengan reaksi otonomik, karena dikendalikan oleh sistem saraf otonom tadi.13

(a) Teori Emosi James-Lange

Menurut teori ini emosi adalah hasil perseps1 seseorang terhadap perubahan-perubahan yang te1jadi pada tubuh sebagai respons terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari luar. Jadi kalau seseorang misalnya melihat harimau di tempat terbuka, maka 12

Ibid., h.46

(32)

reaksinya adalah darah makin cepat bereclar karena denyut jantung makin cepat, paru-parupun lebih cepat mernornpa udara dan sebagainya. Respon-respon tubuh ini kernudian dipersepsikan dan timbulah rasa takut. .Jadi, orang itu bukan berdebar-debar karena takut setelah melihat harirnau melainkan karena ia berdebar-debar maka timbul rasa takut.14

(b) Teori Emosi Cannon-Bard

Cannon dan Bard menyatakan bahwa peranan emosi berada di talamus, yang merupakan bagian dari inti pusat otak. Talamus memberikan respon terhadap rangsangan yang. mernbangkitkan emosi dengan mengirimkan impuls secara serentak ke korteks untuk rnenghasilkan pengalaman emosi dan ke hipotalamus untuk rnemunculkan respon fisiologis. Menurut teori ini, perubahan fisiologis dan pengalarnan emosi terjadi pada saat yang sama. 15

2) Pandangan Intra-Psychic tentang Emosi

Ada beberapa teori infra-psychic yang memberi penekanan yang berbeda pada proses intra-psychic. Di satu pihak ada yang mernberi penekanan pada unconscious (ketidaksadaran), intuitive (intuisi), dan

M Sarlito Wira\van Sarwono, Pengantar Un11un Psikologi, (Jakarta: Bulan bintang, 2000), Cet. Ke-8, h. 5 l

15

(33)

feeling responses (respon perasaan), dan di lain pihak pada conscious, rational, dan cognitive response.

(a) Teori 'Energy' dari Freud

Freud menganggap emosi sebagai inner passion ( dorongan dalam jiwa) yang mempunyai dua jenis perasaan, menyenangkan dan tidak menyenangkan, dorongan perasaan ini disebut libido dan berada di dalam ketidaksadaran. Libido adalah dorongan !mat yang dapat menguasai pikiran, perasaan dan prilaku. Pengeluarai1 libido diasosiasikan dengan perasaan yang menyenangkan. Penekanan energi libido membawa individu pada perasaan tidak menyenangkan, cemas dan keadaan emosi negatif lainnya. Menurut Freud, untuk mengurangi perasaai1 bisa dilakukan catharsis, yaitu pengungkapan emosi secara terbuka16•

(b) Teori 'Cognitive' dari Lazarus

Menurut Lazarus emosi tidak dapat didefinisikan hai1ya dengan behavior, subjective report, atau physiological changes. Memang dalam mengidentifikasi emosi diperlukan ketiga komponen itu, namun masing-masing dapat digeneralisasikan dalam kondisi yang tidak memerlukan kehadiran emosi (conditions that do not necessarily elicit

16

(34)

emotion). Misalnya individu dapat belajar emos1 tertentu untuk menipu, seperti yang dilakukan para aktor. 17

3) Pandangan Sosial atau Prilaku tentang Emosi

Menurut pandangan sosial, prilaku, pikiran., dan emosi tidak te1jadi dalam keadaan vacum. Semua yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan manusia te1jadi dalam konteks sosial tertentu.18 Maka dalam menjelaskan emos1 harus dipertimbangkan masukan dari lingkungan dan konsekuensinya. Menurut teori ini emosi adalah respon yang diungkapkan (expressive responses). Mereka tidak berbicara tentang takut, melainkan berbicara tentang stimulus eksternal yang menyebabkan reaksi takut, mereka tidak berbicara tentang depresi, tapi apa yang menyebabkan timbulnya depresi. Pengalaman emosi tidak hanya dalam pikiran atau dalam tubuh, melainkan juga ada pada produk interaksi individu pada lingkungan.

B. Ranah Utama Menurut Goleman dan Aspek-aspek Kecerdasan Emosi 1. Ranah Utama Menurut Daniel Goleman

Menurut Daniel Goleman, ada lima ranah utama kecerdasan emosi (El) yaitu: kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan

. I 19 sosia .

17 Ibid .. h. 54

18 Ibid., h. 55

19 Daniel Gole1nan, Op.

(35)

a. Kesadaran Diri

Kesadaran diri adalah kemampuan seseorang untuk menyadari emosi yang sedang dialami. Orang yang mampu memantau emosi secara cermat, adalah orang yang dapat mengendalikan hidupnya, mereka tidak hanya sadar akan perasaan dirinya, mereka juga sadar akan pikiran dan hal-hal yang mereka lakukan. Kesadaran diri, dalam arti mengenali perasaan dan menyusun kosa kata untuk perasaan itu, dan melihat kaitan antara gagasan. perasaan dan reaksi; mengetahui kapan pikiran atau perasaan menguasai keputusan; melihat akibat pilihan alternatif; dan menerapkan pemahaman ini pada suatu keputusan misalnya tentang masalah obat terlarang, merokok dan minuman keras serta masalah sexs.

b. Pengendalian Diri

Pengendalian diri adalah kemampuan mengendalikan emosi sendiri. mengolah emosi agar terungkap dengan selaras. Tujuan pengendalian emosi itu adalah keseimbangan dan keselarasan dalam pengungkapan emosi bukan suppression atau lepas kontrol

c. Motivasi Diri

(36)

membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat ・ヲ・ォエゥゥセ@ dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.

d. Empati

Empati adalah kemampuan dalam membaca ernosi orang lain, kemampuan merasakan perasaan orang lain melalui keterampilan rnembaca pesan non-verbal; nada bicara, gerak-gerik, ekspresi wajah, dan sebagainya. Orang yang merniliki empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi. Empati dalam arti memahami perasaan orang lain, dan menerima sudut pandang mereka, serta menghargai perbedaan dalarn cara bagaimana perasaan orang terhadap berbagai macam hal.

e. Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial adalah kemampuan rnenjalin hubungan dengan orang lain, kemampuan membaca reaksi dan perasaan orang lain, mmnpu meminpin dan mengorganisasi serta pandai menangani perselisihan yang muncul dalam setiap kegiatan manusia.

2. Aspek-aspek Kecerdasan Emosi (Emotional Intelligence).

a. Kesadaran diri mengukur kemampuan siswa yang berkaitan dengan l) Kemampuan mengamati dan mengenali perasaan-perasaan diri

(37)

2) Menerima diri-sendiri dengan merasa bangga dan memandang diri sendiri dalam sisi yang positif; mengenali kekuatan dan kelemahan diri-sendiri.

b. Pengendalian diri mengukur kemampuan siswa yang meliputi :

I) Pengambilan keputusan pribadi dengan mencermati tindakan diri-sendiri dan mengetahui akibat-akibatnya; mengetahui apa yang menguasai sebuah keputusan, pikiran atau perasaan; menerapkan pemahaman ini pada masalah-masalah seperti rokok, minuman keras, judi, seks dan masalah obat psikotropika atau obat terlarang.

2) Kemampuan mengelola perasaan dengan memantau "omongan sendiri" untuk menangkap pesan-pesan negatif seperti ejekan-ejekan tersembunyi; menyadari apa yang ada dibalik suatu perasaan (misalnya sakit hati yang mendorong amarah); menemukan cara-cara untuk menangani rasa takut, cemas dan amarah serta kesedihan.

3) Tanggung jawab pribadi dengan earn rela memikul tanggung jawab; mengenali akibat dari keputusan dan tindakan diri-sendiri, menerima perasaan dan suasana hati sendiri, menindaklanjuti komitmen (misalnya berniat untuk belajar).

(38)

d. Empati mengukur kemampuan siswa yang berkaitan dengan kemampuan memahami perasaan dan masalah orang lain, dan berpikir dengan sudut pandang mereka; menghargai perbedaan perasaan orang mengenai berbagai ha!.

e. Keterampilan sosial mengukur kemampuan siswa yang berkaitan dengan kemampuan membina hubungan dengan orang lain (intrapersonal) dan tanggungjawab sosial yang meliputi berbagai cara diantaranya:

I) Komunikasi; berbicara mengenai perasaan secara efektif; menjadi pendengar dan penanya yang baik; membedakan antara yang dilakukan atau yang dikatakan seseorang dengan reaksi atau penilaian diri-sendiri tentang ha! itu; mengirimkan pes2cn "Alm" dan bukannya mengumpat.

2) Dinamika kelompok; mau bekerja sama; mengetahui kapan dan bagaimana meminpin, kapan mengikuti.

3) Menyelesaikan konflik; bagaimana berkelahi secara JUJur dengan anak-anak yang lain, dengan orang tua, dengan para guru; contoh menang/menang untuk merundingkan atau kompromi.20

20 Daniel Gole111an,

(39)

C. Cara Kerja IQ dan EQ

Antara pikiran rasional dan emosional memiliki kemampuan-kemampuan yang semi-mandiri; masing-masing mencerminkan ke1ja jaringan sirkuit yang berbeda, namun sating terkait, di dalam otak.

Berikut ini akan dipaparkan cara kerja IQ dan EI dilihat dari perspektif neurologis.

1. Berpikir dengan cara Intelligence Quotient (IQ)

Dalam kehidupan sehari-hari, anggapan bahwa berpikir sebagai aktivitas yang tinier, logis dan tidak melibatkan perasaan tidaklah keliru, dilihat dari sudut neurologi, otak mampu melakukan ha! ini karena di dalam otak terdapat sel-sel penting, berupa sel-sel neuron yang bertanggung-jawab untuk menyimpan dan beke1ja secara terpadu dengan seluruh bagian otak, mengolah imformasi dan membuat manusia sanggup berpikir secara cerdas.

Selain sel neuron, juga terdapat sel glia yang bertanggung-jawab memberi makan neuron dan menyokongnya sampai kukuh dan kuat. Se! ini adalah "]em" yang rnerekatkan neuron supaya kuat dan tidak rnudah lepas. Sel-sel penting otak berupa neuron dan sel glia rnerupakan penyusun kulit otak.

(40)

Jalinan sel saraf mirip pohon dengan cabang dan rantingnya. Cabang dan ranting disebut dendrit ( dari kata yunani dendron yang berarti pohon), batang pohon disebut nucleus (dari kata latin nux yang berarti biji). Pesan-pesan antar sel disalurkan melalui sebuah lubang atau tabung yang disebut akson (clari kata yunani axon yang berarti sumbu, pesan-pesan memang bagaikan sumbu dalam tabung). Pesan-pesan akan dikirim oleh sel saraf lain melalui sebuah sinaps ( dari kata yunani sinapimos, sinapisma, atau latin sinapismus yang berarti, "plester atau pasta dari biji mustard di tanah atau plester mustard").

Sel-sel saraf. Sesunggulmya, tidak berhubungan secara langsung. Kontak fisik antara ujung-ujungnya ticlak ada karena terdapat celah sempit antara dua sel saraf. Kontak dapat te1jadi melalui pelepasan zat kimia yang disebut neurotransmitter (NT)

Sinaps, bersama-sama dengan zat kimia yang bernama NT itu menentukan mati hidupnya sebuah sel saraf. Sebab ketika sebuah pesan atau imformasi hams diteruskan keseluruh bagian otak, tentu untuk dapat ditanggapi secara baik, maka harus te1jadi kontak antara sinaps, melalui zat kimia itu. Zat-zat kimia yang dilepas di celah sel saraf itu bisa dibayangkan sebagai kunci dan anak kunci. Ujung saraf yang satu melepas zat kimia tertentu dan "ditangkap" oleh zat kimia tertentu dari ujung sel saraf yang dituju. Mereka harus cocok, seperti kecocokan kunci dengan anak kunci.

(41)

saraf. Kernudian, rnasih dengan kecepatan yang sangat cepal NT itu disirnpan, dilepaskan, be1temu dengan "kuncinya" (ini disebut reseptoar) pacla ujung sel saraf berikutnya, akson dari sebuah atau dari sekelompok neuron merangsang dendrit dari sebuah atau sekelompok neuron tetangga dan sebuah sinyal listrik-kimiawi merambat disepanjang deretan neuron yang beke1ja dalam sebuah atau serangkaian pemikiran dan begitu seterusnya dan pacla akhirnya clihentikan ke1janya. Ketika ini berakhir, imformasi yang masuk be otak dipahami secara lebih jelas clan terang. Apabila jalinan antar sel itu diclukung (clalam bentuk selubung) oleh komponen bernama myelin (mielin), maka jalinan itu akan kuat clan bertahan lama. Bergantung seberapa banyak dan tebalnya selubungan myelin tersebut. Karena itu myelin berhubungan dengan daya ingat seseorang, semakin sering seseorang rnengulang imformasi yang masuk, maka semakin tegas te1jadi mielinisasi.21

Proses bekerja seperti di atas menghasilkan cara berpikir analitis yang berguna untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang sudah jelas. Pada Milenium yang lalu para pernikir bertanya tentang "what is" (apa ini) ketika rnereka menghaclapi sesuatu, sesuatu itu kemudian clianalisis sedemikian rupa menjadi bagian-bagian kecil, yang sungguh-sungguh objektif, cara berpikir seperti ini hanya te1tuju pacla "pembetulan kesalahan" konsekuensinya, sernua pikiran

21

(42)

adalah pemecahan persoalan atau meluruskan apa yang keliru. Cara ini adalah "jasa" Rene Descartes.22

Secara lebih sederhana, tiga bagian otak manusia ( otak reptil, otak mamalia dan neokorteks) menurut teori Roger Sperry dibagi menjadi belahan kanan dan belahan kiri. Dalam belahan otak kiri inilah te1jadi proses berpikir yang bersifat /ogis, sekuensial, linier dan rasional. Sisi ini sangat teratur, melalui berpikir otak kiri ini taraf kecerdasan (IQ) dapat diukur.23 Keunggulan dari cara berpikir analitis, yang khas otak kiri itu adalah bahwa ia akurat, tepat dan dapat dipercaya. Sedangkan kelemahannya membuat manusia tidak berkembang dengan baik. Hal itu membuat manusia kehilangan kreativitasnya, karena ia menghadapi sesuatu yang memang sudah ada, pemikirannya tidak berkembang, statis dan tidak menghasilkan sesuatu yang baru. Dalam kegiatan berpikir, tujuan berpikir analisis atau linier itu adalah kebenaran.24

2. Berpikir dcngan Cara Emotional intelligencet (EI)

Bila dimasukkan dalam pembagian otak kanan dan otak kiri, maka cam berpikir otak emosional yang assosiatif sama dengan otak kanan yang cara berpikirnya bersifat acak, tidak teratur, intuitif dan holistik. Pikiran emosional bekerja secara para/el dan tidak berpola serta mengutamakan hal-hal abstrak dan

22

Ibid., I 17

13

Bobbi De Porter dan Mike Henarcki, Quanllun learning; Men1biasakan Belqjar Nycunan

clan Men.i•enangkan, (Bandung: Kaifa, 2000), h. 36

(43)

cenderung dengan gayanya yang bersifat lateral (menyamping), integral (secara terpadu) dan holistik (menyeluruh).

Dilihat dari sudut neurologi, pertama-tama, sinyal visual dikirim dari retina Ice talamus yang bertugas menerjemahkan sinya! itu Ice dalam bahasa otak. Sebagian besar pesan itu kemudian dikirim Ice korteks visual yang menganalisis dan menentukan makna dan respons yang cocok; jika respons bersifat emosional, suatu sinyal dikirim ke amigdala untuk mengaktifkan pusat emosi. Tetapi, sebagian kecil sinyal asli langsung menuju amigdala dari talamus dengan transmisi yang lebih cepat, sehingga memungkinkan adanya respons yang lebih cepat (meski kurang akurat). Jadi, amigdala dapat memicu suatu rcspons emosional sebelum pusat-pusat korteks memahan1i betul apa yang terjadi.25

Lebih jelasnya di dalam anatomi tubuh manusia, terdapat tiga bagian otak (otak reptil, otak mamalia dan otak neokorteks). Stem system atau otak reptil manusia berfungsi sebagai sistem pengaman yang terletak di lapisan paling dalam dari otak, ia beke1:ja secara instinctive otomatis. Pada situasi aman ia beke1ja secara normal, sedangkan dalam situasi bahaya ia beke1ja dengan cepat dan mcngerahkan seluruh kekuatan untuk melawan bahaya atau mclarikan diri menghindari bahaya. Untuk keperluan belajar dan berpikir kreatif, mestinya otak reptil dikondisikan aman. Dalam kondisi aman otak reptil mampu bekerja dengan baik dan mendukung bagian otak lain untuk belajar. Bahkan dalam kondisi aman, memungkinkan otak untuk lebih berani mengungkapkan ide-ide barn, sehingga

(44)

berkembanglah pemikiran-pemikiran kreatif, sementara, dalam sitnasi terancam otak reptil akan memberontak. Termasuk yang mengancam otak reptil adalah: takut pada guru, takut kena hukuman, takut tidak lulus atau ketakutan-ketakutan yang lain.

Sebelah luar dari lapisan otak-replil terdapat lapisan otak-mama/ia-!ymbic

.syslem-lapisan tengah. Otak mama/ia berfungsi mengendalikan emosi kita. Pada situasi dan kondisi yang membosankan serta menjenuhkan, otak mama/ia beke1ja secara negatif.

Lapisan sebelah luar dari otak mamalia adalah lapisan otak neokorteks yang memberikan kemampuan kepada manusia untuk membaca dan menulis serta melakukan perhitungan yang rumit dan sebagainya. Intinya otak neokorteks dapat bekerja secara optimal jika didukung oleh otak mamalia dan otak reptil. Neokorteks dapat berpikir secara kreatif jika emosinya senang, bersemangat, termotivasi dan instingnya merasa aman. Sebaliknya, otak neokorreks tidak dapat bekerja dengan baikjika otak mamalia bosan dan otak reptil terancam.26

Menurut Edward de Bono, untuk menghadapi milenium baru ini corak berpikir khas otak kiri dengan cara berpikir analitis tidak cocok lagi. "what can

be" (apa yang mungkin dilakukan) adalah pertanyaan yang relevan untuk masa

kini. Karena cara berpikir analitis, yang khas otak kiri itu, membuat manusia kehilangan kreaivitasnya, karena ia memang menghadapi sesuatu yang sudah ada,

26

(45)

pemikirannya tidak berkembang, statis dan tidak menghasilkan sesuatu yang baru. Sebaliknya, bertanya "apa yang mungkin" dilakukan, seperti ciri khas imaj inatif otak kanan, akan membawa pada ribuan kemungkinan dan ribuan kreativitas.

Pemikiran konstruktif dan imajinatif hanya dapat muncul dengan corak berpikir otak kanan, gayanya yang bersifat lateral, integral dan holistik.27 Keunggulan yang lain adalah kecerdasan emosi (EQ) tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan sehingga membuka kesempatan bagi orang tua dan guru sebagai pendidik untuk melanjutkan dan mengembangkan potensi atau kecerdasan emosi yang terdapat dalam diri setiap anak, agar setiap anak mempunyai peluang lebih besar untuk meraih keberhasilan. Karena kekurangan-kekurangan dalam keterampilan emosional dapat diperbaiki: sampai ketingkat yang setinggi-tingginya di mana masing-masing wilayah menampilkan bentuk kebiasaan dan respons yang, dengan upaya yang tepat, dapat dikembangkan.

D. Kaitan antara Inteligensi dengan Kecerdasan Emosi

Antara pikiran rasional dan emosional memiliki cara pemahaman yang secara fundamental berbecla, bersifat saling mempengaruhi clalarn mernbentuk kehiclupan mental manusia. Pertama, pikiran rasional, adalah model pemahaman yang lazimnya kita sadari: lebih menonjol kesaclarannya, bijaksana, mampu bertinclak hati-hati clan merefleksi. Bersamaan dengan itu ada sistem pernahaman yang lain: yang irnpulsif dan berpengaruh besar, bila kaclang-kaclang ticlak logis yaitu emosional.

27

(46)

Kedua ha! tersebut pada umumnya bekerja dalam keselarasan yang erat, saling melengkapi cara-cara mereka yang amat berbeda dalam mencapai pemahaman guna mengarahkan manusia dalam menjalani kehidupan duniawi. Biasanya ada keseimbangan antara pikiran rasional dan emosional, emosi memberi masukan dan imformasi kepada proses pikiran rasional dan pikiran rasional memperbaiki dan terkaclang memveto masukan-emosi tersebut. Namun, pikiran rasional clan emosional merupakan kemampuan-kemampuan yang semi-mandiri; masing-masing mencerminkan ke1ja jaringan sirkuit yang berbecla, namun saling terkait, di clalam otak.

Di clalam banyak atau sebagian besar peristiwa, pikiran-pikiran ini terkoorclinasi secara istimewa; perasaan sangat penting bagi pikiran, pikiran sangat

. b . 28

pentmg ag1 perasaan.

E. Pengertian Prestasi Belajar

Secara terminologi prestasi berarti hasil yang telah clicapai ( dari apa yang telah clikerjakan, clilakukan dan sebagainya).29 Dilihat dari akar katanya, prestasi berasal clari bahasa belancla yaitu prestatie yang memiliki pengertian apa yang telah dapat cliciptakan, hasil belajar; hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dari

j al an keuletan beke1j a. 30

28

Daniel Goleman, Loe. Cit., h. 12

29

Departemen pendidikan dan kebudayaan, Ka1nus Besar Bahasa /ndonersia, (Jakarata: PT Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. Ke-7, h. 247

30

(47)

Pengertian prestasi yang paling sederhana adalah terdapat dalam kamus Besar Bahasa Indonesia Populer, yaitu hasil yang telah dicapai.31 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari perbuatan yang telah dilakukan atau dike1jakan

Mengenai pengertian belajar, Alisuf Sabri dalam bukunya psikologi pendidikan berpendapat bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat pengalanmn dan latihan. Perubahan akibat pengalaman dan latihan itu dapat berupa memperoleh prilaku yang barn atau memperbaiki se1ia meningkatkan prilaku yang sudah ada, dapat berupa prilaku yang baik (positif) atau prilaku yang buruk (negatif).32

Menurut Muhibbin Syah, belajar adalah tahapan pembahan seluruh tingkah laku individu yang relatif sebagai basil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. 33

Sesuai dengan Muhibbin Syah, Wingkel juga merumuskan bahwa proses belajar yang dialami oleh siswa menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan atau pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap.34

31

l-lanafi Ridwan dan Lita Mariatii Kannts Besar Indonesia Populer, (Surabaya: Tiga Dua, 1992), Cet. Ke-2, h. 251

32 M. Alisuf Sabri,

Psikologi Pendididkan Berdasarkan Kurikulum Nasional, (Jakai1a:

Pedornan llmu Jaya, 1996), Cet. Ke-2, h. 55

33 Muhibbin Syah, Psiko!ogi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 19997), Cet. Ke-3,

h. 91

3

·1 W. S. Wingkel, Psiko!ogi Pendidikan dan Eva!uasi Be/ajar, (Jakarta: Gramedia, 1996), h.

(48)

Dari beberapa pendapat para ahli di atas terdapat kesamaan mengenai pengertian belajar yaitu adanya perubahan baik pada pengetahuan maupun sikap, ha! itu dihasilkan sebagai akibat dai·i proses latihan atau pengalaman yang diperoleh SJSWa.

Adapun penge1tian prestasi belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah "Penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai test atau angka nilai yang diberikan oleh guru. 35 Sedangkan menurut S. Nasution, Prestasi belajai· adalah "suatu perubahan individu belajar, perubahan tidak hanya mengenai pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapai1, kebiasaan pribadi individu belajar.36

Dengan melihat beberapa pengertiai1 di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Prestasi belajar merupakan hasil belajar yai1g telah dicapai atau diperoleh siswa berupa perubahan baik pada pengetahuai1, sikap maupun kecakapan setelah ia melakukan proses pembelajaran atau setelah siswa menerima pengajai·an dari seorang guru.

Untuk dapat mewujudkan hasil belajar yang baik atau sesuai dengan harapan, diperlukan usaha yang maksimal baik dari pengajar maupun dari pese1ta didik. Yang terpenting bagi pengajar adalah merumuskan tujuan clan rencana mengajar, hasil

35

Tin1 Penyusun l(a1nus Lembaga Pembinaan ctan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), Cet, Ke-9, h. 787

36

(49)

belajar sangat erat hubungannya dengan rumusan tujuan belajar yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dalam sistem pendiclikan nasional rumusan tujuan pencliclikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benjamin Bloom yang secara garis besar membagi menjacli tiga ranah, yaitu : Ranah Kognil(f; Ranah Apektif dan Ranah Psikomotorik. Ranah Kognitif berkenaan clengan hasil belajar intelektual, Ranah apektif berkenaan dengan sikap dan Ranah Psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertinclak.37

F. Pcngertian clan Ruang Lingkup Akhlak Islami

1. Pengertian Akhlak Islami

Akhlak Islami berasal clari clua suku kata yaitu akhlak dan Islami. Sebelum menjelaskan pengertian ak.hlak Islami akan clibahas terlebih dahulu pengertian masing-masing (Akhlak dan Islami) baik secara bahasa maupun istilah.

Ada dua pendekatan yang selama ini digunakan dalam mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan) dan penclekatan terminologi (istilah). Dari sudut kebahasaan kata akhlak mempunyai arti perangai, tabiat,

37

(50)

kelakuan, Watak dasar, kebiasaan, kelaziman.38 Dalam bahasa Indonesia biasanya dite1jemahkan dengan "budi pekerti" atau "sopan santun" (kesusilaan).

Adapun secara terminologi (istilah), kata akhlak mempunyai beberapa pengertian sebagai berikut:

Menurut Imam al-Ghazali, dalam kitab Ihya Ulum al-Diin menjelaskan "Akhlak adalah sifat yang pertama dalam jiwa yang rnenimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan''.39

Berkaitan dengan ini Ahmad Amin mengatakan bahwa: Ilmu akhlak adalah suatu Ilmu yang membahas arti baik dan buruk menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia terhadap sesamanya, menyatakan tujuan yang seharusnya dituju manusia dalam perbuatannya dan rnenunjukan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.40

Lebih lanjut Asmaran. Mengatakan akhlak sebagai suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbul berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan

l I 'k' 41 tanpa memer u can pem1 1ran.

38

Luis Ma'luf, Kamus al-Munzid, (Beurut: al-Maktabah al-Makturiyah), h. 19

39 Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, Ihya U/um al-diin, (Beurut, Daar al-Fikr, 1989), Jilid

111, h. 48

·IO Ahmad Amin, Etika: I/mu Akhlak, (Jakarta: Bulan Bintang, 19995), Cet. Ke-8, h. 3

(51)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa akhlak mempunyai beberapa pengertian, pertama, akhlak sebagai perbuatan yang telah tertanarn kuat dalarn jiwa seseorang clan masuk ke clalam karakteristiknya sehingga rnenjacli bagian clari kepribacliannya. Kedua, merupakan perbuatan yang dilakukan clengan muclah atau secara spontan tanpa melalui proses pernikiran terlebih clahulu. Ketiga, perbuatan yang timbul clari dalam cliri seseorang yang melakukannya tanpa paksaan atau tekanan clari luar

Oleh karena itu, maka suatu perbuatan baru clisebut akhlak jika terpenuhi beberapa syarat:

a. Apabila perbuatan itu clilakukan secara berulang-ulang, jika perbuatan itu hanya clilakukan sekali saja maka ticlak dapat clisebut akhlak

b. Perbuatan itu timbul clengan muclah tanpa clipikirkan terlebih dahulu sehingga benar-benar merupakan suatu kebiasaan. Jika melakukan perbuatan sebelumnya clipikirkan clan clipertimbangkan terlebih clahulu secara ma tang, maka ticlak clisebut akhlak.

Kata Islam yang beracla clibelakang kata akhlak ( akhlak Islami) cl al am hal ini menempati posisi sebagai sifat. Secara seclerhana akhlak Islami clapat diartikan sebagai akhlak yang berclasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat Islami.

(52)

seorang muslim terhadap dirinya, terhadap Allah dan Rosul-Nya, terhadap sesama dan terhadap alam lingkungannya.42

Abuddin Na:i;a dalam bukunya "Akhlak Tasawuf', menjelaskan pengertian akhlak Islami ialah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, tanpa disengaja, mendarah daging dan sebenarnya yang didasarkan pada ajaran Islam.43 Sedangkan HA. Musthafa mengatakan bahwa yang dinamakan akhlak Islami adalah sistem moral atau akhlak yang berdasarkan Islam.4'

Menurut Quraish Sihab, Akhlak Islami dapat d iartikan sebagai akhlak yang menggunakan tolak ukur ketentuan Allah.45 Lebih lm1iut ia mengatakan bahwa tolak ukur kelakuan baik ialah mesti merujuk kepada ketentuan Allah. Rumusan Akhlak Islmni yang demikian itu menurut Quraish Sihab adalah rumusan yang diberikan oleh kebudayaan Ulama, perlu ditambahkan bahwa apa yang dinilai baik oleh Allah, pasti baik pada esensinya. Demikian pula sebaliknya, tidak mungkin Dia menilai kebohongan sebagai kelakuan baik karena esensinya adalah buruk.

Dengan demikian penulis mengambil kesimpulan bahwa akhlak Islami adalah sifat atau keadaan jiwa seorang Muslim yang melahirkan suatu perbuatan

42

KI-I. Abdullah Salim, Akh!ak Membina Rumah Tangga dan Masyarakat, (Jakarta: CV. Haji Masagung, I 985), h, 5

'13 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persaada, 2002), Cet. Ke-4, h,

145

""HA. Musthaafa. Akh!ak Tasawuf, (Bandung Pustaka Ssetia, I 997), h, 145

(53)

tanpa adanya rekayasa pemikiran dan pertimbangan yang berdasarkan kepada ajaran Islam.

2. Ruang Lingkup Akhlak Islami

Akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika, jika etika dibatasi pada sopan santun antar sesama manusia, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah.

Pada dasarnya ruang lingkup akhlak Islami adalah sama dengan ruang lingkup ajaran Islam itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan pola hubungan. Akhlak Islami Mencakup berbagai aspek, dimulai dari akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesama makhluk. Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan sebagai berikut:

a. Akhlak Kepada Allah

Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap dan perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai kholik. Quraish Shihab mengatakan bahwa titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah.

Ada beberapa alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah. Pertama, karena Allah-lab yang menciptakan manusia (Q.S. al-Mu'minuun, 23: 12-13).

(54)

samping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia (Q.S. an-Nahl, 16: 78).

Ketiga, Karena Allah-lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan

sarana bagi kelangsungan kehidupan manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, binatang ternak dan sebagainya (Q.S. al-Jatsiyah, 45: 12-13).

Keempat, Allah-lah yang memuliakan manus.ia dengan cliberikannya

kemarnpuan rnenguasai claratan clan lautan (Q.S. al-lsra, 17: 70).46

Banyak earn yang clilakukan clalam berakhlak kepacla Allah. Diantaranya ticlak rnenyekutukan-Nya (QS. An-Nisa, 4: 116), takwa kepacla-Nya (Q.S. ali-Imran, 3: 102), mencintai-kepacla-Nya (Q.S. ali-Imran, 3: 30), bertawakal kepacla-Nya (Q.S. ali-Imran,3: 160), mensyukuri nikmat-Nya (Q.S al-Baqoroh, 2-152), selalu berdo'a kepacla-Nya (Q.S. al-Ghofir, 40: 60), beribadah kepada-Nya (Q.S. al-Djariyat, 51 :56), banyak mernuji-Nya (Q.S. an-Narnl, 27: 93).

b. Akhlak Kepada Sesama Manusia

Setelah berakhlak kepada Allah, manusia pun harus berakhlak kepada sesama manusia, karena rnanusia dalarn hiclupnya ticlak dapat hiclup sendiri pasti memerlukan bantuan orang lain guna kelangsungan hidupnya karena itu cliperlukan interaksi sosial. Dan di dalam interaksi sosial inilah dibutuhkan

46

(55)

suatu tatanan nilai yang mengatur pola hubungan antara manus1a dengan manusia lain.

Banyak nncian yang dikemukakan al-Qur'an berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan seperti membunuh, menyakiti badan atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga sampai kepada hal-hal negatif lainnya seperti menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib seseorang dibelakangnya, tidak peduli aib itu benar atau salah, walaupun sambil memberikan materi kepada yang disakiti hatinya.47

c. Akhlak Terhadap Lingkungan

Yang dimaksud dengan lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang beracla di sekitar manusia, baik al am, binatang, tum buh-tumbuhan maupun bencla-bencla tak bernyawa. Sepintas lalu lingkungan ini sepertinya tidak berarti apa-apa terhaclap kehiclupan manusia. Akan tetapi bila kita mau sedikit merenung clan memimikirkan lingkungan, pasti akan menemukan beberapa ha! penting dan besar pengaruhnya bagi kehidupan manusia. Alam cliciptakan Allah untuk climanfaatkan oleh manusia sebagai sumber kehiclupan, sebagaimana firman Allah, clalam surat al-Araf ayat 10:

) 1 / } / ' / セ@ } ,,, / /

(\ •

Zセ|⦅_セ|INセ⦅Iセ@

セ@ セ@ セLセセセセセiセセᄋセ|@

.j,flK:

'.MJj

(56)

Artinya: Sesunguhnya telah kami tempatkan kamu sekalian di muka bumi dan kami jadikan bagi kalian di muka bumi itu (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.

Pada dasarnya akhlak yang diajarkan al-Qur'an terhadap lingkungan

bersumber dari fimgsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut

adanya interaksi antara manusia dengan sesan1anya dan manusia terhadap

alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan serta

bimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya.48

Binatang, tumbuh-ttm1buhan dan benda-benda tak bernyawa semuanya

diciptakan oleh Allah dan menjadi milik-Nya. Keyakinan ini mengantarkan

seorang muslim untuk menyadari bahwa semuanya adalah "umat" Tuhan yang

harus diperlakukan secara wajar. Jika demikian, rnanusia tidak mencari

kemenangan, tetapi keselarasan dengan alam.

Uraian di atas menunjukkan bahwa akhlak Islami itu jauh lebih

sempurna dibandingkan dengan akhlak lainnya. Karena akhlak Islami tidak

hanya membicarakan dan mengatur manusia dengan manusia lain tetapi juga

berbicara tentang cara berakhlak terhadap binatang maupun

tumbuh-tumbuhan.

Ketiga ruang lingkup akhlak Islami ini terangkum secara eksplisit

dalam GBPP mata pelajaran Aqidah Akhlak. Mata pelajaran Aqidah Akhlak

48

(57)

merupakan salah satu mata pelajaran pendiclikan agama Islam di Madrasah Tsanawiyah sebagai sekolah berciri khas agama Islam.

G. Faktor-faktor yang Mcmpengaruhi Prcstasi Belajar

Prestasi belajar siswa di sekolah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Slameto faktor-faktor tersebut secara global dapat diuraikan dalam dua bagian yaitu faktor internal dan faktor eksternal. 49

1. Faktor internal, yaitu fakto

Gambar

Tabel 1 Matriks Populasi dan Sampcl
Tabel 2 : Kisi-kisi Skala
tabel ( r ) dengan terlebih dahulu mencari derajat bebasnya ( df) atau degrees
Daftar Tabel 3 Skor Kecerdasan Emosi Siswa Kelas III MTs Nurul Yaqin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagian Persidangan dan Perundang-Undangan mempunyai tugas membantu Sekretaris DPRD dalam menyiapkan bahan dan data untuk menyusun perencanaan, program kegiatan di bidang

Pengaruh Faktor Kebudayaan, Sosial, Pribadi, dan Psikologis Terhadap Proses Keputusan Pembelian Produk Pizza (Studi pada Pizza HUT Cabang Jalan Jenderal Sudirman No.53

Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuzliati, Nurkila dan Karimah yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara

“Menurut saya banyak faktor-faktor penyebab timbulnya kejenuhan pada diri siswa kelas XII MIA 1 MAN 3 MEDAN diantaranya seperti suasana pembelajaran dalam kelas

entertaiment... Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh penulis, murid-murid vokal di Ethnictro Music Education mempunyai ketrampilan, spontanitas, dan interpretasi dalam

Dengan mempertimbangkan respon gerak, tension mooring line, data sebaran gelombang serta kriteria batas operasi, akan didapatkan nilai operabilitas dari common spare SPM CALM

Mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/ Jasa untuk pelaksanaan kegiatan Tahun Angaran 2013 seperti tersebut di bawah ini :.

[r]