• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN MINYAK IKAN LEMURU DAN MINYAK KELAPA SAWIT TERPROTEKSI TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING, BAHAN ORGANIK, ACID DETERGENT FIBER (ADF) DAN NEUTRAL DETERGENT FIBER (NDF) RANSUM DOMBA LOKAL JANTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENGGUNAAN MINYAK IKAN LEMURU DAN MINYAK KELAPA SAWIT TERPROTEKSI TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING, BAHAN ORGANIK, ACID DETERGENT FIBER (ADF) DAN NEUTRAL DETERGENT FIBER (NDF) RANSUM DOMBA LOKAL JANTAN"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user PENGARUH PENGGUN

KELAPA SAWIT TERP KERING, BAHAN O

DAN NEU

RANSU

Untuk m guna mem

Jurusan

FA

UNIVER

UNAAN MINYAK IKAN LEMURU DAN MI RPROTEKSI TERHADAP KECERNAAN BA

ORGANIK, ACID DETERGENT FIBER (AD

EUTRAL DETERGENT FIBER (NDF)

SUMDOMBA LOKAL JANTAN

Skripsi

uk memenuhi sebagian persyaratan emperoleh derajat Sarjana Peternakan

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas maret

rusan/Program Studi Peternakan

Oleh: ABQORIYAH

H0507011

FAKULTAS PERTANIAN

VERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

INYAK BAHAN

(2)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan

Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pengaruh penggunaan minyak ikan lemuru dan minyak kelapa sawit terproteksi

dalam ransum terhadap kecernaan bahan kering, bahan organik, Acid Detergent

Fiber (ADF) dan Neutral Detergent Fiber (NDF) dalam ransum pada domba lokal

jantan” untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana

Peternakan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

Skripsi ini tidak dapat terwujud tanpa adanya bantuan serta dukungan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ketua Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

3. Ibu Ir. Susi Dwi Widyawati, MS selaku Pembimbing Utama.

4. Bapak Ir. Lutojo, MP selaku Pembimbing Pendamping.

5. Bapak drh. Sunarto, M.Si selaku dosen Penguji.

6. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah yang telah memberikan dana pada

kegiatan penelitian terapan ini, atas nama Ibu Ir. Susi Dwi Widyawati, MS,

Ibu Wara Pratitis SS., S. Pt., MP, dan Bapak Ir. Joko Riyanto, MP Tahun

Anggaran 2010.

7. Ayah, Ibu, kakak dan adikku tercinta yang senantiasa memberi do’a, motivasi

dan dukungan.

8. Semua pihak yang telah membantu, memberikan semangat, pengalaman

berharga selama menempuh pendidikan hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Semoga penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan dunia peternakan.

Surakarta, Juni 2011

(3)

commit to user

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

RINGKASAN ... ix

SUMMARY ... xi

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Domba ... 4

B. Pencernaan Pakan pada Ternak Ruminansia ... 6

1. Sistem Pencernaan ... 6

2. Pencernaan Pakan pada Ternak Ruminansia ... 7

a. Pencernaan Karbohidrat ... 9

b. PencernaanProtein ... 11

c. Pencernaan Lemak ... 12

C. Pakan ... 13

1. Hijauan ... 14

2. Konsentrat ... 15

3. Minyak ... 16

D. Sistem Analisis ... 17

E. Saponifikasi ... 19

(4)

commit to user

HIPOTESIS ... 24

III. METODE PENELITIAN ... 25

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 25

C. Persiapan Penelitian ... 28

D. Pelaksanaan Penelitian ... 29

E. Analisis Data ... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

A. Konsumsi Bahan Kering dan Bahan Organik ... 32

B. Konsumsi Acid Detergent Fiber dan Neutral Detergent Fiber .... 34

C. Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik ... 35

D. Kecernaan Acid Detergent Fiber dan Neutral Detergent Fiber .... 37

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

A. Kesimpulan ... 39

B. Saran... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(5)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Diagram Kkatabolisme Untuk Mengubah Bahan Makanan Menjadi

ATP ... 8

2. Perubahan Karbohidrat Menjadi Piruvat di Dalam Rumen ... . 9

3. Perubahan Asam Piruvat Menjadi Asam Lemak Volatil di Dalam

Rumen ... 10

4. Digesti dan Metabolisme Senyawa Nitrogen di Dalam Rumen ... 11

5. Proses Pencernaan Nutrien Pakan Dalam Organ Pencernaan

Ruminansia ... 13

6. Skema Sistem Analisa Proksimat ... 18

(6)

commit to user

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Kebutuhan nutrien domba lokal jantan dengan BB 20 kg ... 26

2. Kandungan nutrien bahan pakan penyusun ransum (% BK) ... 26

3. Susunankomposisi konsentrat basal ... 27

4. Susunan ransum dan kandungan nutrien ransum perlakuan ... 27

5. Rerata konsumsi bahan kering dan bahan organik domba lokal jantan (g/ekor/hari) ... 32

6. Rerata konsumsi ADF dan NDF domba lokal jantan (g/ekor/hari) ... 34

7. Rerata kecernaan bahan kering dan bahan kering domba lokal jantan(%) ... 35

(7)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Lampiran Halaman

1. Analisis Variansi Konsumsi Bahan Kering Domba Lokal Jantan

(g/ekor/hari) ... 43

2. Analisis Variansi Konsumsi Bahan Organik Domba Lokal Jantan

(g/ekor/hari) ... 45

3. Analisis Variansi Konsumsi ADF Domba Lokal Jantan

(g/ekor/hari) ... 47

4. Analisis Variansi Konsumsi NDF Domba Lokal Jantan

(g/ekor/hari) ... 49

5. Analisis Variansi Kecernaan Bahan Kering Domba Lokal

Jantan (%) ... 51

6. Analisis Variansi Kecernaan Bahan Organik Domba Lokal

Jantan (%).. ... 53

7. Analisis Variansi Kecernaan ADF Domba Lokal Jantan (%) ... 55

8. Analisis Variansi Kecernaan NDF Domba Lokal Jantan (%) ... 57

9. Perhitungan Kebutuhan NaOH dan CaCl2 untuk Saponifikasi Minyak

Ikan Lemuru dan Minyak Kelapa Sawit ... 59

10. Hasil Analisis Pakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi & Makanan Ternak

Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta ... 60

11. Hasil Analisis Bahan Kering Konsentrat, Rumput, dan Feses di

Laboratorium Ilmu Nutrisi & Makanan Ternak Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta ... 62

12. Hasil Analisis Bahan Organik Konsentrat, Rumput, dan Feses di

Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta ... 63

13. Hasil Analisis ADF dan NDF Konsentrat, Rumput, dan Feses di

Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Pertanian

(8)

Keterangan

1.Mahasiswa Jurusan/Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan NIM H 0507011

2.Dosen Pembimbing Utama

3.Dosen Pembimbing Pendamping

Abqoriyah1) Ir. Susi Dwi Widyawati, MS2)

Ir. Lutojo, MP3)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan Minyak Ikan Lemuru dan Minyak Kelapa Sawit terproteksi dalam ransum terhadap kecernaan bahan kering, bahan organik, Acid Detergent Fiber (ADF) dan Neutral Detergent Fiber (NDF) dalam ransum pada domba lokal jantan. Pelaksanaan penelitian pada bulan Agustus 2010 sampai dengan November 2010, di Kandang Percobaan Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Materi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi domba lokal jantan dengan bobot badan 17.321 ± 2.053 kg sebanyak 12 ekor. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan tiga perlakuan, empat ulangan dan setiap ulangan terdiri dari satu ekor domba lokal jantan. Ransum yang diberikan terdiri dari hijauan (Rumput Raja), konsentrat, Minyak Ikan Lemuru, dan Minyak Kelapa Sawit terproteksi. Perlakuan yang diberikan meliputi: P0= Rumput Raja 40% + Konsentrat 60%; P1= Rumput Raja 40% + Konsentrat 57% + Minyak Ikan Lemuru 3%; P2 = Rumput Raja 40% + Konsentrat 57% + Minyak Kelapa Sawit 3%. Peubah yang diamati adalah konsumsi bahan kering, konsumsi bahan organik, konsumsi ADF, konsumsi NDF, kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, kecernaan ADF, dan kecernaan NDF. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan Minyak Ikan Lemuru dan Minyak Kelapa Sawit terproteksi tidak mengganggu proses pencernaan serat ransum domba lokal jantan ditinjau dari konsumsi bahan kering, konsumsi bahan organik, konsumsi ADF, konsumsi NDF, sehingga didapatkan hasil yang setara antara kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, kecernaan ADF, kecernaan NDF.

(9)

Keterangan

1.Mahasiswa Jurusan/Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan NIM H 0507011

2.Dosen Pembimbing Utama

3.Dosen Pembimbing Pendamping

Abqoriyah

Ir. Susi Dwi Widyawati, MS2) Ir. Lutojo, MP3)

ABSTRACT

The reseach was conducted to study the effect of protected Sardinella Longiceps oil and palm oil diet on digestibility of dry matter, organic matter, Acid Detergent Fiber (ADF), and Neutral Detergent Fiber (NDF). The experiment was conducted for three months since of August 2010 until the November 2010, in experiment farm of Animal Science, Faculty of Agriculture, Sebelas Maret University. We used 12 sheeps with average weight of 17.321 ± 2.053 kilogram. The experiment was design on Completly Randomized Design, that consisted of three tretments, four replicates and each replicate consisted of one sheep. The diet used was forage (King Grass), basal concentrate, sardinella longiceps oil and palm oil. The ingredient that given consist of P0= king grass 40% + concentrate 60%; P1= king grass 40% + concentrate 57% + sardinella longiceps oil 3%; P2 = king grass 40% + concentrate 57% + palm oil 3%. Observed variables were consumption of dry matter, organic matter, ADF, NDF and digestibility of dry matter, organic matter, ADF, and NDF. The result indicated that Dry matter, Organic Matter, Acid Detergent Fiber, Neutral Detergent Fiber intake and digestibility of oil treatments at significant different. The conclusion from the experiment was that usage Sardinella longiceps oil and palm oil protected did not affect to ingestion fiber of male local sheep did not affect to digestibility of dry matter, organic matter, ADF and NDF.

(10)

commit to user

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan peningkatan pertumbuhan domba salah satunya

dipengaruhi oleh faktor pakan. Dinyatakan oleh Siregar (1994) bahwa biaya

pakan yang dikeluarkan dapat mencapai 60-80% dari keseluruhan biaya

produksi. Bahan pakan sumber energi sangat dibutuhkan oleh ternak, tetapi

saat ini sulit diperoleh dan harganya cukup mahal. Minyak dimanfaatkan

sebagai sumber energi pendukung pada pakan karena metode ini merupakan

cara yang paling cocok untuk memenuhi kebutuhan energi yang tinggi

(Soebarinoto et al., 1991). Energi yang terkandung didalam lemak 2,25 kali

lebih besar dibandingkan dengan energi karbohidrat dan protein

(Parakkasi, 1999). Hal ini sesuai dengan pendapat Tilman et al. (1991) bahwa

minyak sebagai bahan pakan mempunyai beberapa keuntungan sebagai

sumber energi, sumber asam-asam lemak essensial, pembawa vitamin, dan

meningkatkan efisiensi pakan.

Minyak yang digunakan sebagai bahan pakan dapat berupa minyak

hewani maupun minyak nabati. Minyak ikan lemuru merupakan salah satu

jenis minyak hewani yang berasal dari limbah pengolahan ikan dan potensial

digunakan sebagai bahan pakan karena kandungan energi yang dimiliki

sebesar 8400 kcal/kg. Salah satu minyak nabati yang dapat digunakan sebagai

bahan pakan sumber energi adalah minyak kelapa sawit karena tidak mudah

tengik dan mudah diperoleh dengan kandungan energi sebesar 8300 kcal/kg

(NRC, 1994 cit Subardono, 2003).

Minyak yang digunakan dalam pakan perlu diperhatikan karena

berpotensi menghambat fermentasi mikroba rumen dan kecernaan serat

(NRC, 2001). Minyak yang ditambahkan pada ransum dapat mengendalikan

populasi mikroba rumen, akibatnya aktivitas metabolik mikroba menjadi

terganggu dan banyak mikroba yang mati pada kondisi lemak tinggi di rumen

(11)

commit to user

bahwa lemak akan segera larut dalam medium cairan rumen, oleh karena itu

lemak cenderung berasosiasi dengan partikel pakan dan mikroba rumen.

Bentuk asosiasi ini berupa penutupan permukaan secara fisik oleh lemak, oleh

karena itu perlu adanya proteksi untuk meghindari pengaruh negatif tersebut.

Proteksi lemak bertujuan untuk meghindari efek negatif lemak pada

mikroba rumen dengan metode saponifikasi melalui pembentukan sabun dan

garam kalsium. Menurut Jenkis dan Palmquist (1984) bahwa sabun kalsium

merupakan bentuk lemak terlindungi yang efektif dalam bahan pakan karena

mudah dicampur dengan beberapa jenis bahan pakan dan penggunaannya

tidak menggangggu fermentasi rumen. Tanuwiria et al. (2006) menambahkan

bahwa kalsium yang ditambahkan dalam pakan berasam lemak tinggi dapat

menurunkan pengaruh negatif terhadap pencernaan serat dan sabun kalsium

sendiri tidak bersifat toksik terhadap bakteri rumen, sehingga dengan energi

yang terproteksi nilai kecernaan terhadap bahan pakan yang mengandung

serat dapat dipertahankan.

Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui pengaruh penggunaan minyak ikan lemuru dan minyak kelapa

sawit terproteksi yang diukur melalui kecernaan bahan kering, bahan organik,

Acid Detergent Fiber (ADF) dan Neutral Detergent Fiber (NDF).

B. Rumusan Masalah

Kecukupan energi dalam tubuh ternak dapat dipenuhi dengan

penambahan minyak seperti minyak ikan lemuru dan minyak kelapa sawit.

Minyak yang ditambahkan ke dalam ransum ternak ruminansia dapat

menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas mikroba di dalam rumen.

Seperti kita ketahui bahwa keunggulan ternak ruminansia terletak pada

kemampuannya dalam memanfaatkan serat, oleh karena itu perlu adanya

efektivitas penggunaan pakan dengan proteksi lemak. Proteksi lemak

bertujuan untuk meghindari efek negatif lemak pada mikroba rumen dengan

(12)

commit to user

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui pengaruh penggunaan minyak ikan lemuru dan minyak kelapa

sawit terproteksi yang diukur melalui kecernaan bahan kering, bahan organik,

ADF dan NDF.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan

minyak ikan lemuru dan minyak kelapa sawit terproteksi terhadap kecernaan

bahan kering, bahan organik, ADF dan NDF dalam ransum pada domba lokal

(13)

commit to user

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Domba

Ternak ruminansia adalah ternak yang mempunyai tulang belakang,

mempunyai rahang, menyusui anak-anaknya, pada bagian alat reproduksinya

mempunyai placenta, memiliki kaki berkuku genap, dan memiliki tanduk.

Adapun taksonomi domba (Kartadisastra, 1997) adalah sebagai berikut:

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Marga : Gnatostomata

Kelas : Mammalia

Bangsa : Placentalia

Suku : Ungulata

Ordo : Artiodactyla

Subordo : Selenodontia

Seksi : Pecora

Famili : Bovidae

Subfamili : Caprinus

Genus : Ovis

Domba yang terdapat di Indonesia terdiri dari domba ekor tipis, domba

priangan, dan domba ekor gemuk. Domba ekor tipis disebut juga domba lokal

yang merupakan domba asli Indonesia dengan populasi paling banyak terdapat

di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Domba priangan berasal dari Jawa Barat

terutama di Kabupaten Garut dan sekitarnya, sehingga disebut juga domba

garut. Domba ekor gemuk banyak ditemui di Jawa Timur, Madura, Sulawesi,

dan Lombok (Mulyono, 2004). Domba lokal memiliki tubuh kecil, warnanya

bermacam-macam, mampu bertahan hidup di daerah yang kurang baik dan

pertumbuhannya sangat lambat. Domba lokal jantan memiliki berat 30-40

kilogram dan bertanduk kecil, sedangkan domba lokal betina memiliki 15-20

(14)

commit to user

Karakteristik Domba Ekor Tipis seperti yang dimuat dalam situs FAO disebutkan sebagai berikut:

Nama Umum (Indonesia) Domba Ekor Tipis (DET) Penyebaran di Indonesia Seluruh pulau Jawa Kemampuan adaptasi

terhadap lingkungan

Sangat baik dalam beradaptasi pada daerah tropis dan pakan yang buruk

Karakteristik reproduksi khusus

Mudah berkembang biak dan perawakan kecil, tidak dipengaruhi oleh musim kawin, dapat melahirkan 3 kali tiap 2 tahun.

Warna bulu Kebanyakan putih, kadang sedikit ada bercak hitam pada bagian mata dan hidung.

Sumber: Abdullah, 2008.

Berikut ini merupakan perbandingan tingkah laku makan dan fisiologi saluran pencernaan kambing dan domba sebagai berikut:

No Karakter Kambing Domba

1 Aktivitas Berdiri dengan dua kaki dan berjalan dengan 3 Pakan yang terdiri dari

berbagai jenis

Suka memilih Kurang memilih

4 Kemampuan merasa Lebih tajam Kurang tajam

5 Tingkat sekresi ludah Lebih besar Sedang 6 Efisiensi pencernaan

8 Konsumsi air per satuan konsumsi (bahan kering)

(15)

commit to user

B. Pencernaan Pada Ternak Ruminansia

1. Sistem Pencernaan

Pencernaan merupakan suatu proses untuk memperkecil ukuran

partikel pakan. Saluran pencernaan ternak ruminansia meliputi mulut,

esofagus, lambung, pankreas, usus halus, sekum, kolon dan anus

(Soebarinoto et al., 1991). Pencernaan pada ruminansia melalui proses

mekanik, fermentatif dan enzimatik. Proses mekanik terdiri dari penguyahan

pakan dalam mulut dan gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh

kontraksi sepanjang usus. Pencernaan fermentatif dilakukan oleh

mikroorganisme yang hidup dalam saluran pencernaan, terutama di

retikulo-rumen dan usus besar. Pencernaan enzimatik atau kimiawi dilakukan oleh

enzim yang dihasilkan sel-sel dalam organ tubuh ternak, yang berupa

getah-getah pencernaan (Tillman et al., 1991).

Lambung ternak ruminansia terdiri dari empat bagian, yaitu:

a. Rumen

Rumen merupakan bagian lambung paling depan, berfungsi sebagai tempat

penampungan pakan yang dikonsumsi untuk sementara waktu. Di dalam

rumen terkandung berjuta-juta binatang bersel tunggal (bakteri dan

protozoa) yang menggunakan campuran pakan dan air sebagai medianya.

b. Retikulum

Retikulum mempunyai bentuk menyerupai sarang lebah dan mendorong

pakan padat dan ingesta dari rumen ke dalam abomasum. Pakan yang

dikonsumsi ternak mengalami fermentasi ketika berada di dalam retikulum.

c. Omasum

Omasum berfungsi menggiling partikel-partikel pakan, mengabsorbsi air,

dan mengabsorbsi asam lemak terbang yang dibentuk di dalam

retikulo-rumen dan omasum. Sifat mengabsorbsi air pada omasum diduga berfungsi

untuk mencegah turunnya pH pada abomasum.

d. Abomasum

Abomasum merupakan tempat pertama terjadinya pencernaan pakan secara

(16)

commit to user

Mikroorganisme di dalam rumen memerlukan sumber energi untuk

kelangsungan hidup, produksi, dan reproduksi. Sumber energi tersebut dapat

berupa selulosa, hemiselulosa, pati, lipid, dan protein. Bakteri mendegradasi

sumber energi tersebut, kemudian hasil degradasi disambut oleh mikroba

lainnya untuk difermentasikan menjadi asam lemak terbang (VFA). Untuk

mencapai tujuan tersebut, mikroorganisme aktif melakukan fermentasi,

membentuk vitamin Bkomplek dan vitamin K, serta menggunakannya sebagai

sumber zat makanan bagi induk semang (Mukhtar, 2006).

Pakan yang dimakan ternak ruminansia dikunyah dengan bantuan

saliva di dalam mulut, selanjutnya pakan ditelan dan masuk kedalam rumen,

bagian yang halus masuk kedalam retikulum. Didalam rumen pakan yang

masih kasar mengalami fermentasi karena pengaruh bermacam-macam bakteri

yang memecahkan selulosa dari dinding-dinding sel tanaman sehingga pakan

menjadi lebih lunak dan halus. Setelah itu pakan dimuntahkan kembali ke

dalam mulut (proses regurgitasi), dikunyah-kunyah dan dicampur lagi dengan

air liur sehingga berupa bubur (proses remastikasi). Kemudian pakan ditelan

untuk kedua kalinya (proses redeglutasi) dan langsung masuk ke dalam

retikulum. Pakan tersebut selanjutnya masuk ke omasum dan abomasum

(Soebarinoto et al., 1991).

Di dalam abomasum, pakan dicampur dan dihancurkan oleh lambung

yang mengandung HCL, selama di dalam abomasum pakan bereaksi asam. Di

dalam usus, pakan mengalami perubahan lagi oleh enzim dari pankreas dan

dinding usus dan empedu yang berasal dari hati, sehingga terbentuk nutrien

yang mudah diserap oleh darah melalui dinding-dinding usus kecil dan darah,

kemudian nutrien tersebut diedarkan ke seluruh tubuh (Soetarno, 2003).

2. Pencernaan Pakan pada Ternak Ruminansia

Metabolisme merupakan serangkaian proses kimia yang terjadi di

dalam organisme hidup. Proses tersebut meliputi katabolisme yaitu, degradasi

atau penyederhanaan dari senyawa komplek menjadi senyawa sederhana dan

(17)

commit to user

senyawa komplek (Kamal, 1994). Di dalam sel, karbohidrat, lemak, dan

protein mengalami katabolisme menjadi senyawa-senyawa yang sederhana,

yang selanjutnya akan diproses sedemikian rupa sehingga menghasilkan ATP.

Proses katabolisme secara umum dapat dibedakan menjadi tiga tahap, yaitu

sebagai berikut.

Gambar1. Diagram Katabolisme Untuk Mengubah Pakan Menjadi ATP (dimodifikasi dari Alberts et al., 1989 cit Isnaeni, 2006)

Siklus asam sitrat berlangsung di matriks mitokondria. Proses ini

(18)

commit to user

FADH2. NADH dan FADH2 merupakan senyawa yang dibutuhkan dalam

proses fosforilasi oksidatif (sistem transport elektron), yaitu proses yang dapat

menghasilkan sejumlah besar ATP sebagai hasil utama serta CO2 dan air

sebagai zat sisa. ATP adalah senyawa kimia berenergi tinggi yang merupakan

satu-satunya sumber energi yang dapat digunakan ternak untuk

menyelenggerakan seluruh aktivitasnya (Isnaeni, 2006).

a. Pencernaan Karbohidrat

Karbohidrat diklasifikasikan menjadi dua yaitu serat misalnya

hemiselulosa, selulosa, silan dan yang kedua Readily Available

Carbohydrates (RAC)misalnya gula dan pati (Riyanto, et al., 2010). Kamal

(1994) menjelaskan bahwa selulosa dan hemiselulosa tidak tercerna oleh

enzim yang dihasilkan kelenjar pencernaan, tetapi dapat dicerna oleh enzim

yang dihasilkan mikroorganisme di dalam rumen sebanyak 50-80%. Selain

itu mikroorganisme juga mencerna pati dan karbohidrat yang larut tetapi

tidak dapat mencerna lignin.

Proses terjadinya perubahan karbohidrat menjadi piruvat dalam rumen

dapat dilihat pada gambar berikut:

Selulose Pati

Selubiose Maltose Isomaltose

Glukose 1-fosfat Glukose

Glukose-6-fosfat Sukrose Asam uronat

Fruktose-6-fosfat Fruktose

Hemiselulose Silosa

Silan Fruktosa-1.6-difosfat

Asam Piruvat

Gambar 2. Perubahan Karbohidrat Menjadi Piruvat di Dalam Rumen (Tilman,et al., 1991)

Pektin

(19)

commit to user

Proses fermentasi karbohidrat terjadi di dalam rumen menghasilkan

produk akhir asam lemak mudah terbang atau Volatil Fatty Acid (VFA)

terutama asam asetat, asam propionat, dan asam butirat, selain itu juga

isobutirat, isovalerat, n-valerat dan laktat (Soebarinoto, et al., 1991).

Format Asetil KoA Laktat Oksalasetat Metil malonil KoA

CO2 H2 Malonil KoA→Aseto asetil KoA Laktil KoA Malat CH4 Β-hidroksi butiril KoA Akrinil KoA Fumarat Asetil Fosfat Krotonil KoA Propionil KoA Suksinat

Butiril KoA

Suksinil KoA

ASETAT BUTIRAT PROPIONAT

Gambar 3. Perubahan Asam Piruvat Menjadi Asam Lemak Volatil di Dalam Rumen (Kamal, 1994)

Asam asetat diabsorbsi dari retikulo-rumen dan omasum ke peredaran

darah vena porta menuju ke hati. Reaksi awal adalah perubahan dari asam

asetat menjadi asetil KoA dengan adanya asetat tiokinase, kemudian asetil

KoA dioksidasi lewat siklus TCA. Asam propionat diserap masuk ke dalam

vena porta, yang selanjutnya dibawa ke hati dan diubah menjadi glukosa,

kemudian diubah menjadi suksinil koA dan masuk ke siklus TCA. Asam

butirat terjadi di dalam rumen dan diubah menjadi asam Beta Hydroxy

Butiric Acid (BHBA) sewaktu melewati dinding rumen dan omasum.

BHBA diubah menjadi asetil KoA, kemudian dimetabolisme lewat siklus

TCA (Kamal, 1994).

(20)

commit to user

b.Pencernaan Protein

Pada ternak ruminansia protein yang dapat dicerna dihidrolisis menjadi

peptida dan asam amino oleh mikroorganisme, selanjutnya asam amino

tersebut sebagian dipakai untuk sintesa protein tubuh dan sebagian dibawa

ke hati. Protein pakan yang lolos dari degradasi dalam rumen dan mikrobial

protein langsung masuk ke dalam abomasum dan usus halus untuk dicerna,

diserap dan digunakan untuk sintesis protein tubuh induk semang

(Soebarinoto, et al., 1991).

Asam amino yang berlebihan akan dipecah untuk menghasilkan energi

melalui proses transaminasi dan deaminasi dengan menghasilkan amonia

dan asam-asam alfa-keto. Amonia yang berasal dari deaminasi digunakan

untuk reaksi transaminasi atau diabsorbsi lewat dinding rumen masuk ke

peredaran darah dan dibawa ke hati untuk menjadi urea yang kemudian

dikeluarkan lewat urine. Sisa-sisa asam alfa-keto dari proses deaminasi dan

transaminasi dapat langsung masuk ke siklus TCA (Tilman et al., 1991).

PAKAN

Protein N non-protein KELENJAR

SALIVA

Gambar 4. Digesti dan Metabolisme Senyawa Nitrogen di Dalam Rumen (Kamal, 1994).

(21)

commit to user

c. Pencernaan Lemak

Lemak di dalam tubuh ternak akan dicerna menjadi asam-asam lemak

dan gliserol yang kemudian sebagian akan diubah menjadi energi,

sedangkan sebagian lainnya disimpan sebagai lemak tubuh (Kartadisastra,

1997). Di dalam rumen mikroba rumen mampu menghidrolisis lemak

menjadi asam-asam lemak dan gliserol. Sebagian besar lemak di dalam

rumen terikat di dalam partikel pakan, sehingga tidak semua lemak dapat

didegradasi (Soebarinoto et al., 1991).

Bila lemak masuk usus halus, suatu enzim yang mencerna lemak yaitu

lipase akan memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Lemak

setelah dicerna di usus halus berada dalam bentuk misel campuran. Sebagian

dari asam lemak berasal dari metabolisme lemak, akan bergabung dengan

empedu yang dikeluarkan oleh hati dan disimpan dalam kantung empedu.

Lemak yang diserap melalui peredaran darah dibawa ke hati untuk

mengalami metabolisme dalam hati (Anggorodi, 1990).

Simpanan lemak (trigliserida) di dalam tubuh akan dimobilisir untuk

mendapatkan energi dengan bantuan enzim lipase menjadi gliserol dan asam

lemak. Pada tahap pertama gliserol diubah menjadi fruktosa dan kemudian

menjadi glukosa yang dapat digunakan sebagai sumber energi, selanjutnya

masuk ke jalur glikolisis dan siklus TCA (Siklus Krebs) untuk memproduksi

energi. Asam lemak didegradasi menjadi CO2, H2O dan energi. Oksidasi ini

dikenal sebagai beta-oksidasi. Langkah pertama dari beta-oksidasi adalah

reaksi dari asam lemak dengan ko-A menghasilkan asil Ko-A. Selanjutnya

molekul asetil memasuki siklus TCA dan menghasilkan CO2, H2O dan

energi (Kamal, 1994).

Berikut ini merupakan gambaran proses pencernaan nutrien pakan

(22)

commit to user

Organ NPN Protein Pakan Lemak Karbohidrat Mineral Vitamin

Mulut

Abomasum Bakteri Protein Protein Pakan

Peptidase

Gambar 5. Proses Pencernaan Nutrien Pakan Dalam Organ Pencernaan Ruminansia (Tisch, 2006).

C.Pakan

Pakan ternak ruminansia dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu

hijauan dan konsentrat. Hijauan ditandai dengan jumlah serat kasar yang relatif

banyak pada bahan keringnya. Domba dapat memanfaatkan pakan hijauan

dalam jumlah banyak. Hal ini dikarenakan domba memiliki saluran pencernaan

komplek yang mampu mencerna hijauan. Konsentrat mengandung serat kasar

lebih sedikit daripada hijauan dan mengandung karbohidrat, protein, dan lemak

yang banyak (Williamson dan Payne, 1993).

Menurut Hartadi et al. (1990) bahan-bahan pakan dikelompokkan

dalam delapan kelas berdasarkan karakteristik fisik dan kimia yaitu:

Kelas 1 : Hijauan Kering dan jerami

Kelas ini meliputi semua hijauan dan jerami yang sengaja dipotong,

dikeringkan, dan mengandung serat kasar yang tinggi yaitu lebih dari 18%.

Kelas 2 : Pasture, tanaman padangan, dan hijauan yang diberikan segar

Kelas ini meliputi semua hijauan dan jerami yang dipotong atau tidak, dan

diberikan kepada ternak masih dalam keadaan segar.

Kelas 3 : Silase

Kelas ini meliputi berbagai hijauan pakan yang telah dipotong ataupun

(23)

commit to user Kelas 4 : Sumber Energi

Kelas ini meliputi berbagai bahan pakan yang mengandung protein kasar

kurang dari 20% dan serat kasar kurang dari 18%.

Kelas 5 : Sumber Protein

Kelas ini meliputi berbagai bahan pakan yang mengandung protein kasar

lebih dari 20%.

Kelas 6 : Sumber Mineral

Kelas ini meliputi berbagai bahan pakan yang tinggi kandungan

mineralnya.

Kelas 7 : Sumber Vitamin

Kelas ini meliputi berbagai bahan pakan yang tinggi kandungan

vitaminnya.

Kelas 8 : Additives

Kelas ini meliputi berbagai bahan pakan yang tidak mengandung nutrien.

1. Hijauan

Hijauan merupakan pakan kasar yang berupa rumput, limbah hasil

pertanian dan beberapa jenis leguminosa. Hijauan merupakan pakan utama

ternak ruminansia dan berfungsi sebagai sumber nutrien. Lubis (1992) cit

Murtidjo (1993) menyatakan bahwa kadar protein hijauan tertinggi dicapai

menjelang waktu berbunga, kemudian terjadi penurunan sehingga pada

waktu tanaman berbuah kandungan protein hijauannya menjadi lebih

rendah. Kadar serat kasar justru sebaliknya, semakin tua hijauan maka

jumlah serat kasar yang tidak dapat dicerna semakin tinggi. Semakin rendah

serat kasarnya, semakin tinggi koefisien cernanya (Murtidjo, 1993).

Hijauan yang diberikan pada waktu yang bersamaan dengan pemberian

konsentrat akan berakibat pada penurunan kecernaan bahan kering dan

organik hijauan. Hal ini terjadi karena mikroorganisme dalam rumen

mempunyai kemampuan untuk mencerna konsentrat terlebih dahulu.

Konsentrat yang diberikan dua jam sebelum pemberian hijauan akan

(24)

commit to user

konsentrat banyak mengandung pati yang sebagian besar sudah dicerna oleh

mikroorganisme rumen pada saat hijauan mulai masuk ke dalam rumen

(Siregar, 1994).

Rumput raja (Pennisetum hibrida) merupakan hasil persilangan

Pennisetum purpureum dengan Pennisetum typhoides. Rumput raja ini dapat

dipotong dua bulan setelah ditanam dan selanjutnya dipotong 45-50 hari

sekali. Jika rumput raja ini dipelihara dan dipupuk dengan baik, hasilnya

dapat dipotong sembilan kali dalam setahun. Rumput raja biasanya ditanam

pada baris-baris dengan jarak 60 x 30 cm (Soetarno, 2003).

Bahan pakan asal tanaman yang berupa hijauan terdiri dari dua

kelompok fraksi yaitu fraksi penyusun isi sel dan fraksi penyusun dinding

sel. Fraksi penyusun isi sel terdiri dari lemak, gula, pektin, vitamin, mineral,

pati, non protein nitrogen, protein, dan karbohidrat yang larut dalam air,

yang disebut dengan Neutral Detergent Soluble (NDS). Komponen dinding

sel terdiri dari kelompok yang tidak larut dalam detergen netral (Neutral

Detergent-insoluble Fiber atau NDF) dan komponen NDF ada yang tidak

larut dalam deterjen asam (Acid Detergent Fiber atau ADF). Fraksi dinding

sel terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin dan silika. Fraksi ini tidak larut

dalam air sehingga sulit dicerna, oleh karena itu disebut dengan (NDF).

ADF merupakan penyusun dinding sel tanaman berserat yang terdiri dari

lignin dan silika (Ranjhan, 1981).

2. Konsentrat

Konsentrat merupakan pakan tambahan yang diberikan untuk

melengkapi kekurangan nutrien yang didapat dari pakan utama yaitu

hijauan. Konsentrat memiliki kandungan energi, protein dan lemak yang

relatif tinggi dengan kandungan serat kasar yang rendah dibanding hijauan.

Ransum yang diberikan secara kombinasi akan memberi peluang

terpenuhinya nutrien yang dibutuhkan. Konsentrat untuk domba umumnya

disebut pakan penguat atau bahan baku pakan yang memiliki kandungan

(25)

biji-commit to user

bijian yang digiling halus, seperti jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai,

dan dedak (Williamson dan Payne, 1993).

Pakan penguat (konsentrat) pada ternak ruminansia diberikan terlebih

dulu daripada pakan hijauan. Konsentrat akan memberikan energi terhadap

mikroba dalam rumen, sehingga akan mengalami perkembangbiakan,

sehingga pakan hijauan dapat dicerna. Apabila pakan hijauan diberikan

terlebih dulu, mikroba belum berkembang dan menghilangkan nafsu makan

konsentrat akan berkurang karena rumen akan menjadi penuh. Hal ini karena

pakan hijauan bersifat bulky atau hijauan akan memakan volume yang besar

(Subagyo, 2009).

3. Minyak

Lemak merupakan suatu substansi yang dapat diekstraksi dari

bahan-bahan biologik dengan pelarut lemak (eter, kloroform, benzene karbon,

acetone, dll). Pada analisa proksimat lemak termasuk dalam fraksi ekstrak

eter. Lemak mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen.

Karena lemak mengandung lebih banyak proporsi intra-molekuler karbon

dan hidrogen, tetapi lebih sedikit oksigen dibanding karbohidrat, maka

konsentrasi energinya relatif lebih tinggi (Tilman, et al., 1991).

Beberapa sifat positif dari penambahan lemak dalam ransum ruminan

antara lain kadar energinya lebih tinggi dibanding dengan sumber energi

lainnya (2,25 x karbohidrat), sehingga dengan penambahan sedikit saja

dalam ransum efek peningkatan kadar energi ransum akan jelas terlihat.

Lemak yang ditambahkan dapat mengurangi sifat berdebu dari ransum,

dengan demikian dapat mengurangi jumlah ransum yang terbuang. Selain itu

juga sebagai sumber asam lemak essensial, dan dapat meningkatkan

palatabilitas ransum (Parakkasi, 1999).

Ikan Lemuru (Sardinella sp.) merupakan jenis ikan yang banyak

ditemukan di perairan Indonesia. Hasil tangkapan ikan lemuru biasaanya

diolah menjadi ikan kaleng, ikan asin dan tepung. Industri pengalengan ikan

(26)

commit to user

dimanfaatkan. Salah satu produk sampingnya adalah minyak ikan lemuru

(lemuru precook oil) yang merupakan limbah dan hanya dijual murah untuk

digunakan dalam industri cat, vernis, dan bahan campuran pakan ternak atau

tidak dimanfaatkan sama sekali. Minyak ikan lemuru (lemuru precook oil)

adalah limbah cair yang dihasilkan pada tahap prapemasakan (precooking)

dalam proses pengalengan ikan lemuru. Industri pengalengan ikan lemuru

dapat menghasilkan lemuru precook oil sebanyak 5% dari total bahan baku

yang digunakan (Rasyid, 2001).

Minyak sawit diperoleh dari hasil ekstraksi buah kelapa sawit (Elaeis

guinensis JACQ) dengan proses fraksinasi minyak dengan tujuan

memisahkan minyak sawit menjadi dua bagian besar yaitu minyak cair

sebanyak 70 – 80% dan minyak padat sebanyak 20-30%. Minyak sawit

adalah minyak yang serba guna, murah dan lebih tahan panas dibanding

dengan minyak nabati lain. Minyak sawit juga mengandung senyawa-

senyawa seperti air, α dan ß karoten, vitamin E, sterol, fosfolipida,

glikolipida, asam lemak bebas dan komponen yang mengakibatkan bau yang

tidak disenangi (Murdiati, 1992).

D.Sistem Analisis

Kamal (1994) menjelaskan bahwa ada dua sistem analisis kimia yang

selalu dikerjakan dengan tujuan untuk mengetahui macam fraksi atau senyawa

yang merupakan penyusun pakan. Kedua sistem tersebut adalah:

1. Sistem Analisa Proksimat

Analisa proksimat merupakan dasar analisa kimia yang berguna untuk

menentukan estimasi nilai kecernaan dan manfaat pakan, selain itu juga untuk

menentukan pakan standar untuk semua jenis ternak. Berikut ini merupakan

(27)

commit to user

Gambar 6. Skema Sistem Analisa Proksimat (Kamal, 1994).

2. Sistem Analisa Serat Deterjen

Bahan pakan asal tanaman yang berupa hijauan terdiri dari dua

kelompok fraksi yaitu fraksi penyusun isi sel dan fraksi penyusun dinding

(28)

commit to user

Gambar 7. Skema Sistem Analisa Serat Detergent (Kamal, 1994)

E.Saponifikasi

Bila lemak dipanaskan dengan alkali seperti Natrium Hidroksida, maka

lemak pecah menjadi gliserol dan garam alkali dari asam-asam lemak.

Garam-garam alkali tersebut dinamakan sabun dan prosesnya disebut penyabunan.

Jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menyabun suatu jumlah lemak adalah

ukuran dari panjangnya rantai asam lemak yang ada. Semakin kecil

molekul-molekul asam lemak semakin banyak jumlah molekul-molekul-molekul-molekul tersebut per

gram lemak dan semakin besar jumlah alkali yang dibutuhkan untuk

isi sel (protein, lemak, karbohidrat)

(29)

commit to user

penyabunan. Ukuran tersebut dinamakan bilangan penyabunan

(Anggorodi, 1990).

Hasil penelitian Adawiah (2006) menunjukkan bahwa pertambahan

bobot badan domba yang diberi ransum suplementasi minyak ikan, sabun

kalsium minyak ikan, sabun kalsium minyak jagung lebih tinggi (P<0,01)

dibandingkan dengan ransum suplementasi minyak jagung, sabun zink minyak

ikan, dan sabun zink minyak jagung. Konsumsi bahan kering domba yang

diberi ransum suplementasi minyak jagung dan sabun kalsium minyak jagung

lebih tinggi (P<0,01) dibandingkan dengan domba yang diberi ransum

suplementasi minyak ikan, sabun kalsium minyak ikan, sabun zink minyak

ikan, dan sabun zink minyak jagung. Kecernaan bahan kering ransum yang

disuplementasi sabun kalsium minyak ikan lebih tinggi (P<0,01) dibandingkan

ransum lainnya. Hasil ini menunjukan bahwa penggunaan lemak dalam bentuk

sabun kalsium pada taraf 3% lebih efektif dibandingkan dengan sabun zink

pada taraf 3% dan minyak tanpa pengolahan pada taraf 1.5% pada domba

Garut betina umur 6 sampai 12 bulan. Lemak dalam bentuk sabun kalsium

memperbaiki produktivitas ternak, diduga karena asam-asam lemak esensial

dapat langsung dimanfaatkan oleh ternak tanpa didegradasi oleh mikroba

rumen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan mempertahankan kesehatan

sebagai pembangun struktur sel dan struktur membran sel.

Hasil penelitian Tanuwiria et al. (2006) melaporkan bahwa minyak

jagung dan suplementasi komplek Ca-minyak (minyak jagung, minyak kacang

tanah dan minyak ikan) yang dilakukan pengujian secara in vitro tidak

mempengaruhi fermentabilitas (VFA dan NH3), kecernaan bahan kering dan

bahan organik. Produksi VFA dari setiap ransum perlakuan berada pada

kisaran normal, sesuai dengan Sutardi (1979) cit Tanuwiria et al. (2006) bahwa

kadar VFA yang optimum untuk pertumbuhan mikroba rumen adalah 80-160

mM. Kecernaan bahan kering dan bahan oranik antara perlakuan berbeda tidak

nyata (P>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas mikroba berada pada

(30)

commit to user

dikonsumsi dan laju pakan di dalam rumen antara keempat perlakuan tidak ada

perbedaan.

Hasil penelitian Adawiah (2007) melaporkan bahwa konsentrasi NH3

rumen domba yang diberi ransum suplementasi minyak jagung, sabun kalsium

minyak ikan, dan sabun kalsium minyak jagung lebih tinggi (P<0,05)

dibandingkan dengan domba yang diberi ransum suplementasi minyak ikan

pada domba Garut betina dengan bobot badan 22.38 ± 3.56 kg. Kadar NH3

dalam penelitian antara 8.0 dan 11.0 mM, dimana kadar NH3 berada pada

kisaran normal yaitu 4 sampai 14 mM (Satter & Slyter, 1974; Sutardi, 1979;

Preston & Leng, 1987; Adawiah, 2007) sehingga mendukung pertumbuhan

mikroba dalam rumen. Kisaran VFA yang layak bagi kelangsungan hidup

ternak adalah 80 sampai 160 mM, kadar VFA dalam penelitian ini antara 95

sampai 118 mM. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan proteksi lemak yang

digunakan pada ransum ruminansia tidak menurunkan kecernaan serat atau

menghambat pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu, produk fermentasi serat

oleh mikroba tetap dalam batas normal pertumbuhan bakteri.

Hasil penelitian Widiyanto (2007) menunjukkan bahwa suplementasi

minyak biji kapok (MBK) 5% tanpa proteksi tidak mempengaruhi utilitas

pakan serat. Utilitas serat menurun bila aras suplementasi MBK ditingkatkan

menjadi 10% atau lebih tanpa proteksi. Penurunan utilitas serat makin besar

sejalan dengan makin tingginya aras suplementasi MBK. Proteksi asam lemak

tidak jenuh dapat memperbaiki daya guna pakan serat, yang tercermin pada

peningkatan Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik, dan NDF rumput

lapangan yang tersuplementasi MBK 10 dan 15%. Suplementasi MBK sampai

5% tidak berpengaruh pada produksi protein total. Suplementasi MBK 10%

atau lebih menurunkan daya guna pakan serat. Proteksi asam lemak tidak jenuh

(31)

commit to user

F. Kecernaan

Kecernaan dapat diartikan banyaknya zat-zat pakan yang dapat diserap

oleh tubuh. Kecernaan digunakan untuk mengukur jumlah nutrien yang diserap

oleh saluran pencernaan dengan mengukur jumlah pakan yang dikonsumsi dan

jumlah pakan yang dikeluarkan melalui feses. Kecernaan suatu bahan pakan

merupakan pencerminan dari tinggi rendahnya nilai manfaat dari bahan pakan

tersebut. Apabila kecernaan rendah maka nilai manfaatnya rendah, begitu juga

sebaliknya apabila kecernaan tinggi maka nilai manfaatnya tinggi pula, yang

berarti nutrien pakan yang diserap semakin banyak. Kandungan nutrien pakan

yang terdapat di dalam feses dianggap kandungan nutrien pakan yang tidak

tercerna dan tidak diperlukan kembali. Tingginya kandungan nutrien, jika nilai

kecernaannya rendah maka tidak akan ada gunanya (Tillman et al., 1991).

Suatu percobaan pencernaan dikerjakan dengan mencatat pakan yang

dimakan dan feses yang dikeluarkan dalam satuan hari. Pada umumnya hewan

jantan lebih sering digunakan dalam percobaan karena lebih mudah dalam

memisahkan feses dan urin, selain itu ternak yang digunakan harus sehat,

berasal dari species, umur, dan jenis yang sama. Ternak yang digunakan

sebaiknya lebih dari satu ekor karena adanya variabilitas antar ternak

(Tillman et al., 1991).

Lemak akan segera larut dalam medium cairan rumen, karena itu lemak

cenderung berasosiasi dengan partikel pakan dan mikroba rumen, bentuk

asosiasinya berupa penutupan permukaan secara fisik oleh lemak (Pantoja et

al., 1994). Lemak di dalam rumen terikat di dalam partikel pakan 83%, fraksi

protozoa 15.6%, dan fraksi bakteri 4.1% (Soebarinoto et al., 1991). Pada

kondisi protozoa terselimuti oleh lemak tidak memiliki aktivitas lipolitik sebaik

bakteri. Akibatnya aktivitas metabolik protozoa menjadi terganggu dan banyak

protozoa yang mati pada kondisi lemak tinggi di rumen (Taminga dan Doreau,

1991 cit Tanuwiria et al., 2006).

Lemak yang ditambahkan dalam ransum dapat menurunkan kecernaan

serat karena terhambatnya metabolisme mikroba rumen. Lemak yang tinggi

(32)

commit to user

enzim lipolitik seperti protozoa akan mati, dan asam lemak rantai panjang

bersifat toksik bagi bakteri. Teknologi proteksi nutrien pakan adalah salah satu

bentuk manipulasi pakan di rumen dalam rangka memaksimalkan suplai

nutrien ke induk semang (Jenkins dan Palmquist, 1984). Proteksi lemak dapat

menghindari efek negatif lemak pada mikroba rumen dan memasok asam

lemak esensial di pasca rumen. Oleh karena itu, lemak yang diproteksi sering

digunakan pada ransum ruminansia (Adawiah, et al., 2007).

Kecernaan serat dapat diperbaiki oleh sabun kalsium melalui aksi

penghilangan efek negatif asam lemak terhadap bakteri. Pembentukan sabun

kalsium dan asam lemak dapat memaksimalkan penggunaan ransum yang

mengandung lemak tinggi pada ternak ruminansia. Aktivitas antibakteri dari

asam lemak rantai panjang dapat berkurang oleh mineral alkali tertentu seperti

kalsium. Garam dari campuran kalsium dengan asam lemak dikenal sebagai

sabun kalsium, yaitu penggabungan asam lemak jenuh maupun tidak jenuh

dengan ion kalsium (Fernandez, 1999 cit Widianto et al., 2008). Sabun kalsium

yang digunakan mampu menghilangkan efek asam lemak pada bakteri,

sehingga meningkatkan kecernaan serat (Fernandez, 1999 cit Adawiah, et al.,

(33)

commit to user HIPOTESIS

Hipotesis penelitian ini adalah bahwa penggunaan minyak ikan lemuru

dan minyak kelapa sawit terproteksi sebagai sumber energi akan berpengaruh

terhadap kecernaan bahan kering, bahan organik, ADF dan NDF dalam ransum

(34)

commit to user

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai tanggal 10 Agustus

2010 sampai 9 November 2010, di Kandang Percobaan Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret yang berlokasi di di Jatikuwung,

Gondangrejo, Karanganyar. Analisis pakan dan feses dilakukan di

Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas

Pertanian, Universias Sebelas Maret Surakarta.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Kandang dan Peralatannya

Penelitian ini menggunakan kandang individual yang berukuran

100 x 75 cm sebanyak 12 petak yang dilengkapi dengan tempat pakan

konsentrat, hijauan dan tempat minum. Peralatan kandang yang digunakan

diantaranya meliputi timbangan gantung dengan kapasitas 25 kg dengan

kepekaan 100 g untuk menimbang domba, timbangan merk Five Goats

kapasitas 5 kg kepekaan 20 g untuk menimbang pakan hijauan, timbangan

digital merk Chamry kapasitas 5 kg kepekaan 1 g untuk menimbang pakan

konsentrat, sisa pakan, dan feses, termometer untuk mengukur suhu di

dalam dan luar kandang, kantong kain untuk menampung feses, sapu, alat

tulis, serta seperangkat alat dan bahan untuk analisis proksimat pakan.

2. Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah domba lokal

jantan sebanyak 12 ekor dengan bobot badan 17.321 ± 2.053 kg dan

memiliki umur rata-rata satu tahun.

3. Ransum

Ransum yang diberikan terdiri dari hijauan yaitu rumput raja,

(35)

commit to user

terdiri dari campuran: onggok, bekatul, kopra, molases, mineral, urea dan

garam. Minyak ikan lemuru diperoleh dari daerah Muncar, Banyuwangi

dan minyak kelapa sawit yang digunakan merk Bimoli dapat di beli di

toko. Kebutuhan nutrien domba lokal jantan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan nutrien domba lokal jantan dengan BB 20 kg

Nutrien Kebutuhan

Energi (TDN) 60 (%)

Protein Kasar (PK) 14,5 (%)

Metabolisme Energi (ME) 2,16 Mcal

Calsium (Ca) 0,42 (%)

Phospor (P) 0,38 (%)

Sumber : Ranjhan (1981)

Kandungan nutrien bahan pakan penyusun ransum yang digunakan

dalam penilitian ini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan nutrien bahan pakan penyusun ransum (% BK)

Bahan pakan BK PK LK SK BO BETN

Hasil Analisis Lab. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (2010)

b)

Hartadi, et. al (1990)

Berdasarkan hasil perhitungan :

% TDN = -26.685 + 1.334(CF) + 6.598(EE) + 1.423(NFE)

+ 0.967(Pr) - 0.002(CF)2 – 0.670(EE)2 - 0.024(CF)(NFE) -0.055(EE)(NFE) – 0.146(EE)(Pr) + 0.039 (EE)2(Pr) c)

Hartadi, et. al (1990)

Berdasarkan hasil perhitungan :

% TDN = 22.822 – 1.440 (CF) – 2.875 (EE) + 0.655 (NFE)

+ 0.863 (Pr) + 0.020 (CF)2 - 0.078 (EE)2 + 0.018 (CF) (NFE) + 0.045 (EE) (NFE) - 0.085 (EE) (Pr) + 0.020 (EE)2 (Pr) Dalam persamaan – persamaan CF = Serat kasar; EE = Ekstrak eter; NFE = Bahan ekstrak tanpa nitrogen; Pr = Protein

d)

Dihitung dengan rumus Kamal (1997) sebagai berikut

BETN (%) =100 – (% Abu + % Serat kasar + % Lemak kasar + % Protein kasar) e)

Agustin (2007) f)

(36)

commit to user

Komposisi susunan konsentrat basal yang digunakan dalam

penelitian ini disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Susunan komposisi konsentrat basal

Bahan Pakan Komposisi (%)

Susunan ransum dan kandungan nutrien ransum perlakuan dalam

penelitian ini disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Susunan ransum dan kandungan nutrien ransum perlakuan

Bahan Pakan Perlakuan (%)

(37)

commit to user C. Persiapan Penelitian

1. Persiapan Kandang

Persiapan kandang meliputi pembersihan kandang dan pengapuran

dengan cairan kapur pada lantai kandang beserta dindingnya untuk

membunuh parasit-parasit penyebab penyakit.

2. Persiapan Domba

Domba sebelum diberi pakan perlakuan diberi obat cacing merk

Albenzole dengan dosis 200 mg / 25 kg bobot badan untuk menghilangkan

parasit dalam saluran pencernaan dan dilakukan penimbangan bobot badan

awal. Domba lokal jantan sebanyak 12 ekor dibagi ke dalam tiga

perlakuan, tiap perlakuan terdiri dari empat ulangan dan setiap ulangan

terdiri dari satu ekor domba lokal jantan.

3. Persiapan Ransum

Ransum yang digunakan terdiri dari hijauan yaitu rumput raja dan

konsentrat basal terdiri dari campuran: onggok, bekatul, kopra, molases,

mineral, urea dan garam. Pakan perlakuan berupa minyak ikan lemuru dan

minyak kelapa sawit yang diproteksi. Ransum perlakuan diberikan dengan

cara dicampur sesuai bagian bahan penyusun ransum sebanyak 6% dari

bobot badan dan air minum diberikan secara ad libitum.

Proteksi minyak kelapa sawit dan minyak ikan lemuru diproteksi

dengan metode saponifikasi mengacu pada Widiyanto et al. (2008)

berdasarkan bilangan penyabunan dengan NaOH yang ditransformasi

menjadi garam Ca mengunakan CaCl2 yang diperhitungkan secara

stoikhiometri. Jumlah NaOH yang digunakan sesuai dengan arah proteksi.

Sejumlah minyak kelapa sawit dan minyak ikan lemuru dimasukkan dalam

bekker glass kemudian dipanaskan hingga suhunya mencapai 80ºC. Untuk

1000 g minyak membutuhkan 70,8 g NaOH dan 196,47 g CaCl2. NaOH

ditimbang dan dilarutkan dalam aquadest kemudian dimasukkan ke dalam

minyak kelapa sawit dan minyak ikan lemuru yang tengah panas kemudian

diaduk selama 10 menit hingga terbentuk suspensi sabun kalsium

membentuk garam Ca. Larutan CaCl2 tersebut ditambahkan pada suspensi

(38)

commit to user

diaduk selama 10 menit hingga membentuk endapan Ca. Kemudian

endapan Ca dicampurkan dalam konsentrat basal.

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Macam Penelitian

Penelitian tentang pengaruh penggunaan minyak ikan lemuru dan

minyak kelapa sawit terproteksi dalam ransum terhadap kecernaan bahan

kering, bahan organik, ADF dan NDF ini dilakukan secara eksperimental.

2. Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola

searah dengan tiga macam perlakuan. Setiap perlakuan terdiri dari empat

ulangan dan setiap ulangan terdiri dari satu ekor domba lokal jantan.

Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut:

P0 = Hijauan 40% + Konsentrat 60% (KB 100%)

P1 = Hijauan 40% + Konsentrat 60% (KB 95% + MIL 5%)

P2 = Hijauan 40% + Konsentrat 60% (KB 95% + MKS 5%)

3. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap

adaptasi dan tahap koleksi data. Tahap adaptasi dilakukan selama dua

minggu, tujuan dari periode ini untuk membiasaakan ternak pada ransum

dan keadaan sekitarnya. Pengambilan data dilakukan pada minggu terakhir

periode koleksi data.

Kegiatan yang dilakukan pada tahap koleksi data yaitu mencatat

konsumsi pakan harian dan menimbang feses yang dihasilkan selama 24

jam yang dilakukan sebelum pemberian pakan. Sampel sisa pakan diambil

10% dari total sisa pakan dan sampel feses diambil 10% dari total feses.

Sampel sisa pakan dan feses dikeringkan dengan sinar matahari, kemudian

dikumpulkan selama tujuh hari dan dikomposit. Sampel pakan dan feses

kemudian dianalisis di laboratorium untuk mengetahui kandungan bahan

(39)

commit to user 4. Pemberian Pakan

Pemberian pakan sesuai dengan masing-masing perlakuan yang

diberikan dua kali sehari yaitu pukul 07.00 WIB pemberian konsentrat dan

pukul 09.00 pemberian hijauan. Kemudian pemberian pada sore hari pukul

15.00 WIB pemberian konsentrat dan pukul 17.00 pemberian hijauan.

Sedangkan penyediaan air minum dilakukan secara ad libitum.

5. Peubah Penelitian

Peubah penelitian yang diamati adalah sebagai berikut:

a. Konsumsi bahan kering (BK) (g/ekor/hari)

Konsumsi BK = (Pemberian pakan x %BK) – (Sisa pakan) x % BK

b. Konsumsi bahan organik (g/ekor/hari)

Konsumsi BO = (Konsumsi BK x %BO)

c. Konsumsi Acid Detergent Fiber (g/ekor/hari)

Konsumsi ADF = (Konsumsi BK x %ADF)

d. Konsumsi Neutral Detergent Fiber (g/ekor/hari)

Konsumsi NDF = (Konsumsi BK x %NDF)

e. Kecernaan bahan kering (%)

Kecernaan BK = konsumsi BK – ekskresi BK x 100%

konsumsi BK

f. Kecernaan bahan organik (%)

Kecernaan BO = konsumsi BO – ekskresi BO x 100%

konsumsi BO

g. Kecernaan Acid Detergent Fiber (%)

Kecernaan ADF = konsumsi ADF – ekskresi ADF x 100%

konsumsi ADF

h. Kecernaan Neutral Detergent Fiber (%)

Kecernaan NDF = konsumsi NDF – ekskresi NDF x 100%

konsumsi NDF

E. Analisis Data

Rancangan percobaan menggunakan metode Yitnosumarto (1991)

yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah untuk mengetahui adanya

(40)

commit to user

data yang berbeda nyata (P<0.05) atau sangat nyata (P<0.01) dilanjutkan

dengan uji Duncan’s Multiple Rate Test (DMRT) untuk mengetahui

perbedaan antar perlakuan. Model matematika yang digunakan adalah sebagai

berikut:

Keterangan:

Yij = nilai pengamatan pada satuan perlakuan ke-I ulangan ke-j

µ = nilai tengah perlakuan ke-i

ti = pengaruh perlakuan ke-i

εij = kesalahan (galat) percobaan pada perlakuan ke-I ulangan ke-j

(41)

commit to user

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Konsumsi Bahan Kering dan Bahan Organik

Hasil penelitian konsumsi bahan kering dan bahan organik domba

lokal jantan ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rerata konsumsi bahan kering dan bahan organik domba lokal jantan (g/ekor/hari)

Rata-rata Konsumsi Perlakuan

P0 P1 P2

Bahan Kering 721.486 786.294 798.698

Bahan Organik 656.263 717.457 728.813

Rata-rata konsumsi bahan kering dan bahan organik yang

menggunakan minyak memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan

perlakuan tanpa penggunaan minyak. Lemak yang ditambahkan ke dalam

ransum ternak dapat meningkatkan konsumsi (Parakkasi, 1999 dan NRC

2001), namun dalam penelitian ini hasil analisis variansi menunjukkan bahwa

ketiga perlakuan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap

konsumsi bahan kering. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan MIL dan

MKS terproteksi tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering.

Menurut Davies (1982); Wodzicka (1993); NRC (2001) bahwa

konsumsi bahan kering merupakan faktor penting yang menentukan jumlah

nutrien makanan yang di dapat oleh ternak untuk pertumbuhan, kesehatan dan

produktifitas ternak. Tinggi rendahnya konsumsi pakan pada ternak

dipengaruhi oleh palatabilitas, bentuk pakan (Davies, 1982; Siregar, 1994;

Parakkasi, 1999) dan konsentrasi nutrien (Siregar, 1994 dan Kartadisastra,

1997) terutama konsentrasi energi yang terkandung di dalam pakan. Menurut

Soeharsono (2010) palatabilitas merupakan tingkat kesukaan dari ternak untuk

mengkonsumsi suatu bahan pakan yang diberikan dalam satuan waktu

tertentu. Palatabilitas dipengaruhi oleh parameter fisik dan kimia yang

(42)

commit to user

Parameter fisik meliputi kekerasan bahan pakan, warna, bentuk pakan, dan

tekstur, sedangkan parameter kimiawi berupa kandungan nutrien dalam bahan

pakan.

Minyak yang diberikan secara langsung dapat menyebabkan kesulitan

dalam pencampuran karena membuat ransum menggumpal dan tidak

homogen, selain itu minyak mudah teroksidasi. Minyak yang teroksidasi

menyebabkan bau tengik, perubahan warna, dan timbul buih

(Montesqrit, 2008). Penelitian ini menggunakan minyak terproteksi dengan

metode saponifikasi sehingga minyak menjadi padat (garam) dan mudah

dicampur dengan bahan pakan lain. Minyak terproteksi ini dicampur secara

homogen dalam konsentrat sehingga tidak mempengaruhi konsumsi karena

warna, bentuk fisik, dan tekstur bahan pakan sama. Minyak terproteksi yang

ditambahkan ke dalam ransum secara homogen tidak memberikan pengaruh

terhadap palatabilitas dan selera makan bagi domba.

Kartadisastra (1997) menjelaskan bahwa konsentrasi energi pakan

berbanding terbalik dengan tingkat konsumsinya, semakin tinggi konsentrasi

energi di dalam pakan, maka jumlah konsumsinya akan menurun. Sebaliknya,

konsumsi pakan akan meningkat jika konsentrasi energi yang dikandung

pakan rendah. Dinius dan Baumgardt (1970) cit Adhianto (2000) dan

Parakkasi (1999) menyatakan apabila kandungan energi telah terpenuhi,

ternak akan berhenti makan walaupun retikulo-rumen masih mampu

menampung lebih banyak. Kandungan energi ransum dalam penelitian ini

antara P0, P1, dan P2 adalah 71.87; 69.61; dan 69.61. Adanya perbedaan TDN

dalam ransum ini tidak berpengaruh terhadap konsumsi domba lokal jantan.

Hasil analisis yang berbeda tidak nyata (P>0.05) pada ketiga perlakuan

konsumsi bahan organik disebabkan karena konsumsi bahan organik pakan

dipengaruhi oleh total konsumsi bahan kering. Hal ini sesuai pernyataan

Tilman et al. (1991) dan Kamal (1994) bahwa bahan organik merupakan

bagian dari bahan kering sehingga besarnya bahan organik yang dikonsumsi

(43)

commit to user

B. Konsumsi Acid Detergent Fiber dan Neutral Detergent Fiber

Hasil penelitian konsumsi ADF dan NDF domba lokal jantan

ditunjukkan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Rerata konsumsi ADF dan NDF domba lokal jantan (g/ekor/hari)

Rata-rata Konsumsi Perlakuan

P0 P1 P2

ADF 424.183 489.760 497.940

NDF 526.656 596.904 606.700

Lemak yang ditambahkan dalam ransum berpotensi mengganggu

fermentasi serat di dalam rumen (Jenkis dan Palmquist, 1984; NRC 2001).

Lebih lanjut dijelaskan oleh Widiyanto et al. (2007) bahwa hambatan

degradasi serat tersebut berlangsung melalui penyelubungan yang

menghambat kontak langsung mikroba atau enzim selulolitik dengan partikel

pakan. Apabila kondisi rumen terganggu maka pencernaan terutama hijauan

juga terganggu yang mengakibatkan konsumsi menurun. Konsumsi yang

menurun ini disebabkan karena ruang tidak segera tersedia dalam saluran

pencernaan (lambung) untuk memasukkan bahan pakan baru. Semakin banyak

bahan pakan yang tidak mudah dicerna dalam ransum maka tingkat konsumsi

dominan ditentukan oleh gerak laju digesta dalam rumen (Parakasi, 1999).

Menurut Arora (1989) bahwa kecepatan aliran digesta diartikan

sebagai waktu yang diperlakukan untuk mengeliminir 5 - 80% partikel residu

pakan yang tidak tercerna kedalam feses. Reksohadiprodjo (1996) cit

Adhianto (2000) menyatakan bahwa pakan yang sulit dirombak dalam saluran

pencernaan dapat membatasi konsumsi. Rendahnya konsumsi pakan

disebabkan karena lambatnya kecepatan pencernaan di dalam rumen yang

mengakibatkan lambatnya perombakan partikel besar menjadi partikel kecil

yang dapat meninggalkan rumen. Konsumsi pakan akan menjadi banyak jika

aliran di dalam rumen cepat.

Proteksi yang dilakukan diduga dapat mengurangi efek negatif dari

penambahan lemak, sehingga terjadi perbedaan yang tidak nyata dalam

(44)

commit to user

melaui saponifikasi asam lemak menggunakan NaOH yang kemudian

ditransformasi dengan CaCl2 sehingga gugus karboksil berikatan dengan

kalsium. Pengikatan gugus karboksil tersebut mengurangi toksisitas lemak

sehingga menurunkan hambatan metabolisme mikroba rumen

(Widiyanto et al., 2007).

Menurut Parakkasi (1999) faktor utama yang mempengaruhi tingkat

konsumsi adalah dinding sel (Neutral Detergent Fiber). Fraksi dinding sel

terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin dan silika, dimana fraksi ini tidak

larut dalam air sehingga sulit dicerna (Kamal, 1994). Rata-rata kandungan

nutrien NDF ransum P0, P1, dan P2 adalah 67.81; 66.08; 66.08, sedangkan

kandungan nutrien ADF ransum P0, P1, dan P2, adalah 57.80; 56.39; dan

56.39. Berdasarkan hasil analisis variansi dari ketiga perlakuan memberikan

pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap konsumsi ADF dan

NDF. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan kandungan nutrien ADF dalam

ransum belum mempengaruhi konsumsi ADF dan NDF.

Hasil analisis yang berbeda tidak nyata (P>0.05) pada ketiga perlakuan

konsumsi ADF disebabkan karena konsumsi ADF pakan dipengaruhi oleh

total konsumsi NDF. Hal ini sesuai pernyataan Kamal (1994) bahwa ADF

merupakan bagian dari NDF sehingga besarnya ADF yang dikonsumsi

berbanding lurus dengan besarnya NDF yang dikonsumsi. NDF terdiri dari

lignin, selulosa, hemiselulosa, sedangkan ADF mewakili selulosa dan lignin

dinding sel tanaman.

C. Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik

Hasil penelitian bahan kering dan bahan organik domba lokal jantan

ditunjukkan dalam Tabel 7.

Tabel 7. Rerata kecernaan bahan kering dan bahan kering domba lokal jantan (%)

Rata-rata Kecernaan Perlakuan

P0 P1 P2

Bahan Kering 65.020 64.797 62.717

(45)

commit to user

Hubungan daya cerna dengan konsumsi adalah meningkatnya

konsumsi menyebabkan meningkatnya daya cerna (Tillman et al., 1991).

Wodzicka, et al. (1993) menyatakan bahwa tinggi rendahnya kecernaan

disebabkan oleh tinggi rendahnya konsumsi pakan. Hasil analisis variansi

kecernaan bahan kering dan bahan organik dalam penelitian ini berbeda tidak

nyata (P>0.05) diduga karena konsumsi bahan kering dan bahan organik

memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata.

Menurut pendapat Anggorodi (1990) dan Parakkasi (1999) dijelaskan

bahwa faktor yang berpengaruh terhadap kecernaan bahan kering diantaranya

komposisi ransum dan laju perjalanan pakan melalui alat pencernaan.

Komposisi ransum dalam penelitian ini terdapat perbedaan dengan adanya

penambahan minyak, namun berdasarkan analisis variansi kecernaan bahan

kering antara P0, P1, dan P2 menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata

(P>0.05). Kecernaan bahan kering yang tidak memperlihatkan perbedaan ini,

dimungkinkan karena adanya proteksi dalam penggunaan minyak.

Soebarinoto, et al. (1991) menjelaskan bahwa sebagian besar lemak di

dalam rumen terikat di dalam partikel pakan (80.3%), fraksi protozoa (15.6),

dan fraksi bakteri (4.1%). Hal ini mengakibatkan terjadinya hambatan kontak

langsung mikroba dengan partikel pakan, sehingga aktivitas mikroba rumen

dalam mendegradasi ransum terganggu dan memungkinkan terjadinya

penurunan kecernaan. Proteksi menurut Tanuwiria et al. (2006) merupakan

suatu bentuk manipulasi pakan di rumen dalam rangka memaksimalkan suplai

nutrien untuk induk semang. Hal ini menyebabkan aktivitas mikroba di rumen

berada pada kondisi normal karena lemak yang diproteksi dapat langsung ke

pasca rumen. Dengan normalnya aktivitas mikroba berarti jumlah pakan yang

dikonsumsi dan laju pakan di dalam rumen antara ketiga perlakuan tidak ada

perbedaan. Semakin cepat laju pakan meninggalkan rumen menyebabkan

potensi bahan pakan yang didegradasi oleh mikroba rumen semakin singkat

sehingga kecernaan tidak terganggu (Tillman et al., 1991).

Kecernaan bahan kering yang berbeda tidak nyata kemungkinan juga

Gambar

Gambar1. Diagram Katabolisme Untuk Mengubah Pakan Menjadi ATP (dimodifikasi dari Alberts et al., 1989 cit Isnaeni, 2006)
Gambar 2.  Perubahan Karbohidrat Menjadi Piruvat di Dalam Rumen        commit to user (Tilman,et al., 1991)
Gambar 3. Perubahan Asam Piruvat Menjadi Asam Lemak Volatil
Gambar 4. Digesti dan Metabolisme Senyawa Nitrogen di Dalam Rumen commit to user (Kamal, 1994)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh subtitusi minyak sawit oleh minyak ikan lemuru dan suplementasi vitamin E dalam ransum ayam broiler terhadap pertambahan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan campuran menir kedelai dan minyak ikan lemuru (4:1) yang diproteksi menggunakan formaldehid 1% dapat digunakan untuk tambahan

Hipotesis dalam penelitian ini adalah suplementasi minyak ikan lemuru dalam ransum basal mampu menurunkan konsumsi bahan kering dan konsumsi bahan organik, serta

Minyak ikan lemuru sebagai sumber asam lemak merupakan cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan energi dalam ransum itik.. Kandungan energi yang tinggi pada minyak ikan lemuru

Minyak ikan lemuru mengandung asam lemak tak jenuh dan tinggi akan asam. lemak omega-3 sebagai sumber energi (Sudibya et al

Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa suplementasi minyak ikan terproteksi dan L-carnitine dalam ransum onggok terfermentasi berpengaruh sangat nyata (P&lt;0,01)

Pada penelitian ini sebenarnya kandungan protein ransum masing-masing perlakuan makin meningkat yaitu berkisar 12,35% sampai 20,42% namun belum dapat mempengaruhi

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh suplementasi minyak ikan lemuru dan L -karnitin dalam ransum terhadap kecernaan protein dan. lemak kasar pada itik