• Tidak ada hasil yang ditemukan

ModelSistem Resapan Di Masjid AlWasi’i Universitas Lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ModelSistem Resapan Di Masjid AlWasi’i Universitas Lampung"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

MODEL OF A DIFFUSION SYSTEM

AT AL-WASI'I MOSQUE OF LAMPUNG UNIVERSITY

By

Radius Pranoto(1), Sugeng Triyono(2), Ahmad Tusi(3)

As already known,one alternative to solve run-off problem is by recharging the water into soil by mean of adiffusion system. This way can be expected to be able toconserve ground water. This research was aimed to model a diffusion system conserving rainfall runoff and wastewater from the mosque of Al-Wasi'i of Lampung University. This research was conducted from July to September 2011. Experiment data used in the modeling consisted of a week daily wastewater discharged from the mosque, percolation rate, surface evaporation. The wastewater data was collected both on and off semesters. Percolation rates of three location sites aroung the mosque were measured by using double ring infiltrometer. Surface evaporations were measured by contructing a 30x30x45 cm glass container simulating a runoff collector. The actual evaporation was then used to calibrate the constant (K) by comparing with the Penmann reference evapotranspiration (ETo). The contant was then validated by another group of actual evaporation data. In addition to the experimental data, a 10 year daily climotological data was also used and collected from the nearest weather station. The model consisted of input conponents: praying wastewater, runoff from the mosque’s roof, direct rainfall, and output components: overflow, evaporation, and percolation. The model simulated daily up and down water surface of the diffusion system.

The result showed that there were three different percolation rates from three diferent locations, but the stable rate of 1666,12 mm/day was more likely representative and used in this model. Based on the simulation, diffusion system of 3 m depth and 8 m2 area could conserve the water by 70%.

(2)

ABSTRAK

MODEL SISTEM RESAPAN

DI MASJID AL-WASI’I UNIVERSITAS LAMPUNG

Oleh

Radius Pranoto(1), Sugeng Triyono(2), Ahmad Tusi(3)

Telah diketahui bahwa salah satu alternatif untuk menanggulangi masalah kelebihan limpasan permukaaan adalah dengan cara meresapkan/memasukkan air ke dalam tanah dengan sistem resapan. Dengan ini diharapkan dapat menjadi cara untuk konservasi air tanah. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan model sistem resapan yang mampu mengonservasi/ mengendalikan limpasan hujan dan limpasan air wudu di Masjid Al-Wasi’i Universitas Lampung. Penelitian dilakukan dari bulan Juli - September 2011. Data hasil percobaan yang digunakan di dalam model resapan adalah limpasan air wudhu harian, perkolasi dan penguapan. Limpasan air wudhu dihitung dalam dua tahap, yaitu pada saat aktif kuliah dan libur semester. Laju perkolasi dari 3 lokasi di kawasan masjid diukur dengan alat double ring infiltrometer. Evaporasi diukur dengan sebuah wadah/ bak dari kaca berukuran 30x30x45 cm. Evaporasi aktual hasil pengukuran tesebut kemudaian digunakan untuk kalibrasi koefisien evaporasi (K) dengan membandingkan terhadap Evapotrasnpiration acuan (ETo) pada metode Penmann. Koefisien evaporasi tersebut kemudian divalidasi dengan data evaporasi aktual yang lain. Data-data tambahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah data klimatologi harian selama periode 10 tahun yang diambil dari stasiun klimatologi terdekat dengan kawasan penelitian. Komponen input yang akan dimasukkan ke dalam model sistem resapan terdiri dari : limpasan air wudhu, limpasan air hujan dari atap masjid, curah hujan langsung dan komponen outputnya adalah over flow, penguapan dan perkolasi. Simulasi yang akan terjadi dalam model adalah naik dan turunya permukaan air harian (fluktuasi) dalam sistem resapan.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, ada perbedaan laju perkolasi dari 3 lokasi yang berbeda, tetapi laju perkolasi yang stabil adalah 1666,12 mm/hari yang lebih representatif dan bisa digunakan di dalam model sistem resapan ini. Dan berdasarkan hasil simulasi, sistem resapan dengan dimensi kedalaman 3 m dan luas 8 m2 mampu mengendalikan air diatas 70 %.

(3)
(4)

DAFTAR GAMBAR

4. Kalibrasi evaporasi menggunakan koefisien modifikasi (Km) ... 53

5. Validasi evaporasi dengan koefisien modifikasi (Km) ... 54

6. Evaporasi prediksi dalam sistem resapan selama tahun (1999-2008)…... 55

7. Tinggi curah hujan tahun 1999-2008 ... 56

8. Volume limpasan air hujan 10 tahun dari luasan atap 1393,92 m2 ... 57

9. Volume limpasan air wudhu rata-rata harian di Masjid Al-Wasi’i……….. 58

10. Persentase air yang dapat dikendalikan dalam sistem resapan ... 60

11. Hubungan penambahan dimensi luas sistem resapan (L) terhadap persentase air dikendalikan ... 64

(5)

13. Perubahan tinggi air harian selama 10 tahun pada sistem resapan dengan luas 16 m2 dan kedalaman 3 m ... 66

14. Persentase air yang dapat dikendalikan dalam sistem resapan kedalaman 3 m pada saat laju infiltrasi turun (1666,12 – 100 mm/hari) ... 70

15. Persentase air yang dapat dikendalikan dalam sistem resapan luasan 16 m2 pada saat laju infiltrasi turun (1666,12 – 100 mm/hari) ... 70

16. Nilai sensitivitas pengendalian air dalam berbagai dimensi sistem resapan pada saat laju infiltrasi turun 1 %... 72

17. Persentase air yang dapat dikendalikan dalam sistem resapan pada laju perkolasi turun dari 1666,12 - 4,4 mm/hari ... 73

18. Persentase air yang dapat dikendalikan dalam berbagai luas

kolampada laju perkolasi 4,4 mm/hari………... .... 75

Lampiran

19. Pengukuran laju perkolsi dengan double ring infiltrometer ... ... 93 20. Pengukuran laju evaporasi ...

... 93 21. Peta situasi lokasi penelitian……….………..

(6)
(7)
(8)

3.5.3 Data Curah Hujan ... ... Error! Bookmark not defined.

3.5.4 Debit Limpasan yang akan Dimasukkan ... 38

3.5.5 Volume Air yang Dikendalikan ... ... 39 3.5.6 Diskripsi Mekanisme Kerja Sistem Resapan………. ...

... 41 3.5.7 Analisis Sensitivitas Relatif pada Sistem Resapan ...

... Error! Bookmark not defined. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... ... 44 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... ... 44 4.1.1 Topografi dan Hidrologi...

44 4.1.2 Kondisi Iklim………..

45 4.1.3 Gambaran situasi dan Kebutuhan Air Bersih………..

(9)
(10)

DAFTAR PUSTAKA

Al Amin, B. 2010. Perancangan Sumur Resapan untuk Konservasi Air Tanah. http://baitullah.unsri.ac.id.

Allen RG, Pereira LS, Raes D dan Smith M. 1998. Crop Evapotranspiration, Guileines For Computing Crop Water Requirements. FAO irrigation and drainage paper No.56. FAO, Rome.

Anonim. 1999. Teknologi Konservasi Air Tanah Dengan Sumur Resapan. Jakarta. http://www.kelair.bppt.go.id.

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Balitbang Kimpraswil. 2001. Ringkasan Tata Cara Perencanaan Teknik Sumur Resapan Air Hujan Untuk Lahan Pekarangan SNI No.02-2453-1991. Departemen Kimpraswil, Jakarta. http://www.kimpraswil.go.id. Dinata, A. 2011. Pemanenan Air Hujan Untuk Budidaya Tanaman Padi Sawah

tadah Hujan di Tulang Bawang Barat. Skripsi. Unila. Lampung. Heldiyana. 1998. Mempelajari Neraca Air Tanah Harian Untuk Estimasi

Besarnya ETc dan Kc Tanaman Teh Di PTPN VIII Perkebunan Gunung Mas Puncak, Jawa Barat. Skripsi. IPB. Bogor.

Hermawan, W. 2008. Penelitian Resapan Buatan Melalui Sumur Dalam

Terhadap Air Tanah Terkekang Secara Gravitasi. Peneliti Bidang Teknik Hidrologi. Puslitbang Sumber Daya Air. Bandung.

Januardin. 2008. Pengukuran Laju Infiltrasi pada Tata Guna Lahan yang Berbeda di Desa Tanjung Selamat Kecamatan Medan Tuntungan Medan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Linsley, R. K., Franzini, J. B. dan Sasongko, D. 1991. Teknik Sumber Daya Air. Erlangga. Jakarta.

Mahbub, M. 2010. Penuntun Praktikum Agrohidrologi. Ilmu Tanah. Unlam. http://mmahbub.files.wordpress.com/2010/05/4-hitungro.pdf.

(11)

Mulyana, R. 2003. Solusi Mengatasi Banjir Dan Menurunnya Permukaan Air Tanah Pada Kawasan Perumahan.Tesis S2. IPB. Bogor.

http://www.kelair.bppt.go.id.

Oldeman. 1978. Iklim Kota Bandar Lampung. http://www.weatherbase.com PU Cipta Karya. 2003. Sumur Resapan Air. http://www.pu.go.id.

Pungut. 2008. Penentuan Dimensi Sumur Resapan Drainasi Lahan Secara Empirik. http://www.google.co.id.

Rusli, M. 2008. Desain Sumur Resapan Dengan Konsep ”Zero Run Off” Dikawasan Dusun Jaten Sleman Yogyakarta.http://rac.uii.ac.id.

Schmidt dan Fergusson. 1951. Iklim Kota Bandar Lampung. http://www.weatherbase.com.

Setiawan, E. 2004. Analisis Laju Infiltrasi Untuk Pengelolaan Kawasan Resapan Air Kota Bandar Lampung. Skripsi. Unila. Lampung.

Siswanto. 2001. Sistem Drainase Resapan Untuk Meningkatkan Pengisian (Recharge) Air Tanah. Jurnal Natural Indonesia. http://www.unri.ac.id. Sosrodarsono, S. dan Takeda, K. 1999. Hidrologi Untuk Pengairan. Pradnya

Paramita. Jakarta.

Subagyono, K. 2001. Pengelolaan Air pada Lahan Sawah. Indonesian J. Agric. Sc. Suhendra, M. H. 2004. Analisis Formasi Lapisan Pembawa Air (Aquifer) di

(12)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Masjid Al-Wasi’i merupakan pusat kegiatan keislaman di Universitas Lampung. Setiap hari Masjid Al-Wasi’i selalu ramai dengan aktivitas-aktivitas ibadah dan kegiatan oleh mahasiswa atau warga sekitar. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap kebutuhan air bersih, karena setiap aktivitas yang berhubungan dengan ibadah di masjid biasanya selalu membutuhkan air bersih. Penggunaan air bersih sehari-hari di Masjid Al-Wasi’i adalah untuk berwudhu, MCK dan kebersihan masjid. Peningkatan jumlah jamaah pengguna masjid dan pola penggunaan air yang tidak efisien secara otomatis akan mengakibatkan kenaikan jumlah air bersih yang digunakan. Kebutuhan air dipenuhi dengan cara pengambilan dari air tanah melalui pemompaan dari sumur bor. Cara ini merupakan alternatif utama untuk memenuhi kebutuhan tersebut, namun kendala terbesar untuk pengadaan sumur bor yang mencukupi adalah membutuhkan biaya yang sangat mahal dan

(13)

Jika pengambilan air tanah telah sampai pada keadaan yang melebihi daya dukung yang dapat dipasok oleh akuifer, maka dapat terbentuk kerucut-kerucut penurunan muka air tanah (groundwater depression cone). Jika pemompaan terus

meningkat, maka kerucut muka air tanah semakin dalam dan meluas, bahkan tidak menutup kemungkinan air tanah akan habis (Hermawan, 2008).

Melihat besarnya peran dan fungsi air bersih serta untuk mengantisipasi semakin menipisnya cadangan air tanah di Masjid Al-Wasi’i, maka sistem pengelolaan dan konservasi air harus mendapat perhatian yang serius. Salah satu metode yang ditawarkan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan meresapkan limpasan air hujan dan limbah air wudhu melalui sistem resapan (diffusion system). Sistem resapan merupakan sebuah konstruksi lubang galian pada tanah dengan bentuk dan ukuran tertentu yang untuk menampung dan meresapkan air hujan maupun air buangan/ limbah, guna mempertahankan atau menaikkan muka air tanah untuk daerah yang elevasi muka air tanahnya cukup dalam (Rusli, 2008).

(14)

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui besar laju perkolasi di kawasan Masjid Al-Wasi’i Unila 2. Menentukan model sistem resapan air hujan dan limbah air wudhu yang

efektif untuk kawasan Masjid Al-Wasi’i Unila

3. Menentukan persentase volume air yang dapat dikendalikan melalui sistem resapan

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai informasi dan pedoman dalam merancang dimensi sistem resapan air sebagai salah satu cara pengelolaan dan konservasi limpasan air hujan dan air buangan yang berwawasan lingkungan.

1.4 Wilayah Kajian

Ruang lingkup penelitian dibatasi dalam hal :

1. Lokasi dan objek yang dipilih untuk penelitian adalah kawasan Masjid Al-Wasi’i Universitas Lampung.

2. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan model dan dimensi sistem resapan. 3. Desain sistem resapan menggunakan faktor debit air hujan yang dikendalikan

(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Umum Infiltrasi (Perkolasi)

Menurut Asdak (1995), ketika air hujan jatuh ke permukaan tanah ata lapisan permukaan, sebagian air tertahan di cekungan-cekungan, sebagian air mengalir sebagai limpasan(run off) dan sebagian lainnya meresap kedalam tanah. Saat hujan mencapai permukaan lahan maka akan terdapat bagian hujan yang mengisi ruang kosong (void) dalam tanah yang terisi udara (soil moisture deficiency) sampai mencapai kapasitas lapang (field capacity) dan berikutnya bergerak kebawah secara gravitasi akibat berat sendiri dan bergerak terus kebawah (pekolasi) kedalam daerah jenuh (saturated zone) yang terdapat di bawah permukaan air tanah (phreatik). Air yang berada pada lapisan air tanah jenuh dapat pula bergerak ke segala arah (ke samping dan ke atas) dengan gaya kapiler atau dengan bantuan penyerapan oleh tanaman melalui tudung akar.

(16)

tersebut mengalir ke tanah yang lebih dalam sebagai akibat gaya gravitasi bumi dan dikenal sebagai proses perkolasi. Besarnya laju infiltrasi atau perkolasi dinyatakan dalam mm/jam atau mm/hari.

Dengan demikian, proses infiltrasi melibatkan tiga proses yang saling tidak tergantung :

1. Proses masukknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah 2. Tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah

3. Proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bawah, samping, dan atas)

Laju infiltrasi/ perkolasi ditentukan oleh : 1. Jumlah air yang tersedia dipermukaan tanah 2. Sifat permukaan tanah

3. Kemampuan tanah untuk mengosongkan air di atas permukaan tanah

Dari ketiga unsur di atas, ketersediaan air (kelembaban tanah) adalah yang

terpenting karena ia akan menentukan besarnya tekanan potensial pada permukaan tanah. Berkurangnya laju infiltrasi/ perkolasi dapat terjadi karena dua alasan. Pertama, bertambahnya kelembaban tanah menyebabkan butiran tanah

berkembang dan dengan demikian akan menutup ruang pori-pori tanah. Kedua, aliran air ke bawah tertahan oleh gaya tarik butir-butir tanah.

2.2.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Laju Infiltarsi

(17)

diameter tertentu. Pada permulaan musim hujan pada umumnya tanah masih jauh dari jenuh sehingga pengisian akan berjalan terus pada waktu yang lama sehingga daya infiltrasi akan menurun terus pada hujan yang berkesinambungan, meskipun pada periode sama.

2. Kadar Air Dalam Tanah

Jika sebelum hujan turun permukaan tanah sudah lembab, daya infiltrasi (ft) akan lebih rendah di bandingkan dengan jika pada permukaan tanah yang semula kering. Suatu jenis tanah berbutir halus yang dapat digolongkan sebagai koloid, bila terkena air dan menjadi basah akan mengembang. Perkembangan tersebut mengakibatkan berkurangnyavolume pori-pori, sehingga daya infiltrasi/ perkolasi akan mengecil. Ini merupakan alasan mengapa pada tanah yang berbutir halus ft akan cepat mengecil dengan bertambahnya durasi hujan.

3. Pemampatan oleh partikel-partikel curah/butiran hujan

Gaya pukulan butir-butir air hujan terhadap permukaan akan mengurangi debit resapan air hujan. Akibat jatuhnya tersebut butir-butir tanah yang lebih halus dilapisan permukaan tanah akan terpencar dan masuk kedalam ruang-ruang antar butir-butir tanah, sehingga terjadi efek pemampatan. Permukaan tanah yang terdiri atas lapisan yang bercampur tanah liat akan menjadi kedap air karena dimampatkan oleh pukulan butir-butir hujan tersebut. Tapi tanah pasiran tanpa campuran bahan-bahan lain tidak akan dipengaruhi oleh gaya pukulan partikel butir-butir hujan itu.

(18)

Linkungan tumbuh tumbuhan yang padat, misalnya seprti rumput atauhutan cenderung untuk meningkatrkan resapan air hujan. Ini disebabkan oleh akar yang padat menembus kedalam hutan, lapisan sampah organic dari daun-daun atau akar-akar dan sisa-sisa tanaman yang membusuk membentuk permukaan empuk, binatang-binatang dan serangga-serangga pembuat liang membuka jalan kedalam tanah, lindungan tumbuh-tumbuhan mengambil air dari dalam tanah sehingga memberikan ruang bagi proses infiltrasi/ perkolasi berikutnya.

5. Pemampatan oleh Orang dan Hewan

Pada bagian lalu lintas orang atau kendaraan, permeabilitas tanah

berkurang karena struktur butir-butir tanah dan ruang-ruang yang berbentuk pipa yang halus telah dirusaknya dan mengakibatkan tanah tersebut menjadi padat, sehingga laju infiltrasi/ perkolasi pada daerah tersebut sangat rendah. Contohnya kebun rumput tempat memelihara banyak hewan, lapangan permainan dan jalan tanah. Pemampatan oleh injakan orang atau binatang dan lalu lintas kendaraan sangat menurunkan laju infiltrasi/ perkolasi.

6. Kelembaban tanah

Besarnya kelembaban tanah pada lapisan teratas sangat mempengaruhilaju infiltrasi. Potensi kapiler bagian lapisan tanah yang menjadi kering (oleh

(19)

diisi oleh infiltrasi, maka selisih potensial kapiler akan menjadi kecil. Pada waktu yang sama kapasitas infiltrasi/ perkolasi pada permulaan curah hujan akan

berkurang tiba-tiba, yang disebabkan oleh pengembangan bagian klodial dalam tanah. Jadi kelembaban tanah itu adalah sebagian tanah dari sebab pengurangan tiba-tiba dari infiltrasi.

7. Karateristik-karateristik Air yang Berinfiltrasi

a. Menurut Ward dalam Sosrodarsono (1999),suhu air mempunyai beberapa pengaruh, tetapi sifat dan penyebarannya belum pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada bulan-bulan musim panas kapasitas infiltrasi lebih tinggi. Namun ini tentu disebabkanoleh sejumlah faktor dan tentunya bukan karena suhu saja

b. Kualitas air merupakan factor lain yang mempengaruhi infiltrasi/ perkolasi. Liat halus pada partikel debu yang dibawa dengan air ketika perkolasi kebawah dapat menghambat ruang pori yang lebih kecil. Kandunagan garam dapur air mempengaruhi visikositas air dan laju pengembangan koploid (Sosrodarsono, 1999).

8. Tekstur tanah

Menurut Hardjowigeno dalam Januardin (2008), tekkstur tanah menunjukkan perbandingan butir-butir pasir (2mm-50 μ), debu (50-2 μ) dan liat (<2 μ) di dalam tanah. Kelas tekstur tanah dibagi dalam 12 kelas, yaitu: pasir, pasir berlempung, lempung berpasir, lempung, lempung berdebu, debu, lempung liat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu, liat berpasir, liat berdebu, liat.

(20)

yaitu pasir, debu, dan liat. Tanah berpasir yaitu tanah dengan kandungan pasir > 70 %, porositas rendah (< 40%), sebagian besar ruang pori berukuran besar, sehingga aerasinya baik daya hantar air cepat, tetapi kemampuan menahan air dan unsur hara rendah. Tanah disebut bertekstur liat jika kandungan liatnya > 35 %, porositas relatip tinggi (60 %), tetapi sebagian besar merupakan pori berukuran kecil, daya hantar air sangat lambat dan sirkulasi udara kurang lancar (Utomo dalam Januardin, 2008). Pada tekstur tanah pasir, laju perkolasi akan sangat cepat, pada tekstur tanah lempung laju perkolasi adalah sedang hingga cepat dan pada tekstur liat laju perkolasi akan lambat (Serief dalam Januardin, 2008).

2.1.2 Pengukuran Laju Infiltrasi atu Perkolasi

Pengukuran laju perkolasi bisa dilakukan dengan beberapa cara. Menurut Knapp dalam Asdak (1995), ada 3 cara untuk menentukan besarnya laju perkolasi, yakni 1. Menentukan beda volume air hujan buatan dengan volume air limpasan pada

percobaan laboratorium menggunakan simulasi hujan buatan. 2. Menggunakan ring infiltrometer

3. Teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan

(21)

sebagai penyangga yang bersifat menurunkan efek batas yang timbul oleh adanya silinder (Asdak,1995).

Percobaan pengukuran ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut. Terlebih dahulu lokasi yang akan diukur dibersihkan. Sebaiknya tanah yang terkelupas dapat dibuang, silinder ditempatkan tegak lurus dan ditekan kedalam tanah, sehingga bersisa ± 10 cm diatas permukaan tanah. Apabila tanah yang akan diukur merupakan tanah lunak, hal tersebut dpat dilakukan dengan mudah. Akan tetapi apabila tanah tersebut merupakan tanah keras, maka untuk dapat

memasukkan silinder diperlukan pemukulan dengan alat pukul besi yang cukup berat (± 10 kg). Dalam pemukulan terebut hendaknya bagian atas pipa dilindungi dulu dengan balok kayuyang cukup tebal, pemukulan tidak dilakukan pada satu sisi karena silinder akan miring. Apabila pemukulan dilakukan pada sisi lain, maka silinder akan menjadi tegak. Air secukupnya disiapkan, demikian pula stop watch dan alat tulis, untuk pelaksanaan pengukuran infiltrasi dengan double ring infiltrometer sebagai berikut:

1. Air dituangkan sampai silinder penuh dan tunggu sampai air tersebut

seluruhnya terinfiltrasi. Hal ini perlu dilakukan untuk menghilangkan retak - retak yang merugikan pengukuran,

2. Air dituangkan kembali kedalam silinder hingga penuh,

3. Setelah air penuh, stop watch dihidupkan, dan air didiamkan selama 5 menit, 4. Setelah 5 menit didiamkan, penurunan yang terjadi diukur dan dicatat pada

tabel yang telah disiapkan,

(22)

setelah 5 menitdiukur dan dicatat kembali pada tabel pencatatan.

6. Hal tersebut dilakukan secara terus menerus, sampai laju penurunan muka air tersebut konstan. Dalam hal ini berarti laju perkolasi sudah tetap.

Kerugian menggunakan cara ini adalah :

(1) Struktur tanah akan berubah pada saat memasukkan pipa kedalam tanah, demikian pula struktur tanah permukaan.

(2) Terjadinya aliran air mendatar sesudah air melewati ujung pipa sebelah bawah. Pengaruh ini dikurangi dengan memasang pipa lain yang bergaris tengah lebih besar serta mengisi ruang diantaranya dengan dengan air “double ring”

Keuntungan menggunakan cara ini adalah aliran horizontal tidak meluas karena dibatasi oleh ring infiltrometer tersebut.

Menurut Dunne dan Leopold dalam Asdak ( 1995), cara pengukuran perkolasi dengan cara di atas relatif mudah pelaksanaannya, akan tetapi perlu diingat bahwa dengan cara ini hasil laju perkolasi yang diperoleh biasanya lebih besar dari keadaan yang berlangsung di lapangan (infiltrasi dari curah hujan), yaitu 2-10 kali lenih besar.

2.1.3 Rumus Horton

(23)

f(t)= fc + (fo - fc)e-kt ………....……….(1) Keterangan :

f = laju perkolasi pada saat t (cm/jam) fc = laju perkolasi saat t konstan (cm/jam) fo = laju perkolasi t awal (cm/jam)

k = konstanta t = waktu e = 2,718

Untuk memperoleh nilai konstanta k untuk melengkapi persamaan kurva kapasitas perkolasi, maka persamaan Horton diolah sebagai berikut : f = fc + (fo - fc) e-kt

f - fc = (fo - fc) e-kt

dilogaritmakan sisi kiri dan kanan, log (f - fc ) =log (fo - fc) e-ktatau log (f - fc ) =log (fo - fc)- kt log e log (f - fc ) - log (fo - fc) = - kt log e maka,

t = (-1/(k log e)) [log (f - fc ) - log (fo - fc)]

t = (-1/(k log e)) log (f - fc ) + (1/(k log e)) log (fo - fc)

Menggunakan persamaan umum liner, y = m X + C, sehingga : y = t

m = -1/(k log e) X = log (f - fc )

(24)

Mengambil persamaan, m = -1/(k log e), maka k = -1/(m log e) atau k = -1/(m log 2,718)

Atau k =

-

1/0,434 m dimana m = gradien

Dengan demikian persamaan ini dapat diwakilkan dalam sebuah garis lurus yang mempunyai nilai m = -1/(k log e). Bentuk dari garis lurus persamaan tersebut di perlihatkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan waktu (t) terhadap log (fo – fc)

2.1.4 Rumus Umum

Rumus ini didapatkan dari materi kuliah Konstruksi Bangunan Gedung oleh Soegeng Djojowirono tahun 1993.

………....…..(2)

Dengan,

f(t) = Laju Infiltrasi (cm/jam)

Sn = Penurunan air ke-n , dimana Sn = S (n+1) b = Lebar galian (m)

(25)

2.2 Permeabilitas Tanah

Permeabilitas tanah merupakan sifat bahan berpori yang memungkinkan aliran rembesan dari cairan yang berupa air mengalir melewati rongga pori yang menyebabkan tanah bersifat permeable.

Menurut Siswanto (2001),untuk aliran air satu dimensi pada lapisan tanah jenuh sempurna, digunakan rumus empiris Darcy :

q = A.k.i atau,

v =

= k.i ……….……..(3)

di mana q = volume aliran air per satuan waktu, A = luas penampang tanah yang dilewati air, k= koefisien permeabilitas, I = gradien hidrolik, dan V = kecapatan aliran (dischargevelocity). Satuan koefisien permeabilitas sama dengan satuan kecepatan, yaitu m/detik.

Menurut Hardjoso dalam Rusli (1987), permeabilitas tanah dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :

1. besar kecilnya ukuran pori-pori tanah

2. gradasi tanah (pembagian dan ukuran butir-butir tanah) dan kepadatannya 3. kadar air yaitu berat jenis dan kekentalannya

4. kadar udara diantara butir-butir padat

(26)

matahari, air juga dapat bergerak kearah permukaan tanah, seperti tiba giliranya menguap ke udara (proses evaporasi).

Tanah permeable disebut tanah yang mudah dilalui oleh air, sedangkantanah impermeable adalah tanah yang sulit dilalui oleh air. Contoh tanah yang permeable adalah tanah pasir dan kerikil, oleh karena itu jenis tanah ini sangat cocok sekali untuk sistem drainase pipa dibawah muka tanah. Contoh tanah impermeable adalah tanah lempung murni, sehingga ini dihindari untuk kegunaan sistem drainase pipa. Tabel 1 dibawah ini memberikan beberapa jenis tanah dan koefisien permeabilitas tanah.

Tabel 1. Nilai koefisien permeabilitas tanah (Sumber: Verruijt 1970)

No. Jenis Tanah Koef.Permeabilitas (m/dt)

1 Lempung < 10-9

2 Lempung Berpasir 10-9 - 10-8 3 Lempung Berlanau 10-8 - 10-7

4 Lanau 10-8 - 10-7

5 Pasir Sangat Halus 10-6 - 10-5

6 Pasir Halus 10-5 - 10-4

7 Pasir Kasar 10-4 - 10-3

8 Pasir Berkerikil 10-3 - 10-2

(27)

2.3 Proses Limpasan (run off)

Menurut Asdak (1955), limpasan atau air larian (surface runoff) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju sungai, waduk dan lautan. Sebelum air dapat melimpas di atas pemukaan tanah, curah hujan terlabih dahulu harus memenuhi keperluan air untuk evaporasi, intersepsi, infiltrasi dan berbagai bentuk cekungan tanah (surface detentions) dan bentuk penampung air lainnya. Proses limpasan terjadi ketika jumlah curah hujan melampaui laju infiltrasi air ke dalam tanah.

Daya infiltrasi menentukan besarannya air hujan yang dapat diserap kedalam tanah. Sekali air hujan tersebut masuk kedalam tanah maka tidak dapat diuapkan kembali dan tetap akan berada dibawah permukaan tanah yang akan mengalir sebagai air tanah. Aliran air tanah sangat lambat, makin besar laju infiltrasi mengakibatkan limpasan permukaan makin kecil sehingga debit puncaknya akan lebih kecil (Soemarto, 1995).

(28)

Menurut Sasongko (1985), di dalam perencanaan saluran drainase dan sumur resapan serta pengendalian air yang kecil, volume limpasan biasanya dianggap merupakan persentase dari curah hujan. Bila Persamaan 4 benar, maka suatu persamaan yang berbentuk :

R = k x P ………..…….(4)

Metode ini tidak akan cukup rasional, karena koefisien limpasan (k) haruslah berubah-ubah menurut perubahan imbuhan DAS dan presitipasinya. Kelebihan persamaan di atas adalah akan meningkat bila persentase daerah yang kedap air lebih luas, sehingga mendekati satu. Pemecahan masalah dengan cara persentase atau koefisien ini paling cocok untuk drainase perkotaan dimana jumlah daerah yang kedap air cukup luas. Untuk curah hujan yang sedang, semua limpasan mungkin berasal dari daerah kedap air, sehingga nila k akan sama dengan persentase daerah kedap air itu.

2.4 Pengisian Lengas Tanah (soil moisture) dan Air Tanah

(29)

besarnya recharge. Faktor lain yang menentukan besarnya recharge adalah tinggi hujan tahunan, distribusi hujan dan evaporasi sepanjang tahun, intensitas hujan dan kedlaman permukaan air tanah. Kedalaman permukaan air tanah adalah penting dalam hubungannya dengan kenaikan kembali kapiler yang mengisi kembali air yang diuapkan didaerah lengas tanah (soil moisturezone) baik secara langsug atau lewat tanaman. Sebaliknya recharge air tanah mempengaruhi aliran dasar (base flow) sungai yang merupakan aliran minimum pada akhir musim kemarau. Dalam keadaan ini, debit sungai hanya terdiri dari aliran masuk (inflow) yang berasal dari air tanah.

2.5 Debit Masukan (Qi) Akibat Air Hujan

Hujan yang terjadi mengakibatkan adanya air hujan yang kemungkinan sebagian besar menggenangdan mengalir di permukaan tanah (run off) dan sebagian kecil meresap kedalam lapisan tanah (infiltrasi).

Debit masukan adalah volume air yang mengalir masuk ke dalam sumur resapan tiap satuan waktu. Apabila sumur resapan dimaksudkan sebagai sarana drainase limpasan permukaan akibat hujan, maka debit masukan Qi adalah debit limpasan permukaan dari suatu luasan tertentu. Jika sumur resapan itu adalah sarana drainase bangunan tempat tinggal, maka debit masukan Qi adalah berupa debit air yang terkumpul dari permukaan penutup atap. Besarnya debit masukan dapat ditentukan dengan perencanaan empiris berdasarkan data hujan yang direkam. Meskipun kenyataannya besarnya debit dari awal hujan sampai akhir hujan adalah tidak tetap, akan tetapi dapat diambil nilai dominan sebagai pedoman

(30)

yang terjadi dan luasan yang hendak didrain. Curah hujan bergantung pada tinggi hujan dan durasinya, sedangkan permukaan penangkap hujan dipengaruhi oleh luas dan koefisien pengalirannya.

Penentuan besarnya debit masukan Qi secara empiris yang bersifat praktis untuk luasan yang relatif kecil sebagaimana rumah tinggal adalah menggunakan metode rasional.

Qi = C x I x A………...………...….(5)

dimana Qi = debit dalam m3/dt; C = koefisien pengaliran permukaan, yang besarnya < 1; I = intensitas hujan; A = luas bidang tangkapan hujan.

(31)

Tabel 2. Nilai koefisien aliran permukaan (C) untuk berbagai permukaan

Jenis Permukaan Koef. Aliran Permukaan (C) 1. Bussines

Daerah kota 0.70 - 0.95

Daerah pinggiran 0.50 - 0.70

2. Perumahan

Daerah Single Family 0.30 - 0.50

Multiunit terpisah-pisah 0.40 - 0.60

Multiunit tertutup 0.60 - 0.75

Sub Urban 0.25 - 0.40

Daerah rumah-rumahApartemen 0.50 - 0.70 3. Kawasan Industri

Daerah industri ringan 0.50 - 0.80

Daerah industri berat 0.60 - 0.90

4. Atap 0.75 - 0.95

5. Pertamanan; kuburan 0.10 - 0.25

6. Jalan

7. Aspal 0.75 - 0.95

8. Beton 0.80 - 0.95

9. Batu 0.70 - 0.85

Sumber: Drainase Perkotaan 1997

2.6 Distribusi Curah Hujan

(32)

2.7 Evaporasi dan Evapotranspirasi

Menurut Asdak (1995), evaporasi adalah penguapan air dari permukaan air, tanah, dan bentuk permukaan bukan vegetasi lainnya oleh proses fisik. Dua unsur utama berlangsungnya evaporasi adalah energi (radiasi) matahari dan air. Mengukur besarnya evaporasi adalah salah satu hal paling sulit dilakukan dalam rangkaian daur hidrologi. Di daerah tropis pada umumnya, kehilangan air oleh proses evaporasi dan transpirasi dapat mempercepat terjadinya kekeringan dan penyusutan debit sungai pada musim kering. Proses evaporasi seperti telah disebutkan di atas tergantung pada jumlah air yang tersedia. Menentukan

besarnya evaporasi (Eo) relatif lebih mudah daripada mengukur evapotranspirasi (ET). Di waduk misalnya, sekali air yang tersedia dalam waduk tersebut habis maka proses evaporasi akan berhenti. Pengukuran evaporasi dari permukaan badan air dilakukan dengan cara membandingkan jumlah air yang diukur antara dua waktu yang berbeda. Bila saat dilakukan pengukuran turun hujan, maka jumlah curah hujan pada saat tersebut juga perlu dipertimbangkan. Dalam praktisnya, analisis neraca air (water budget analisis) dapat dilakukan untuk mengukur besarnya evaporasi.

Evaporsi dari suatu waduk dalam kurun waktu yang berurutan dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan matematik sebagai berikut :

Eo = I- O - dS ………...….(6)

(33)

Sedangkan Hukum Dalton mengemukakan bahwa evaporasi air permukaan bebas sebanding dengan defisit kejenuhan dan kecepatan angin. Dari peryataan tersebut, sebuah model persamaan untuk menduga evaporasi dari permukaan bebas telah dirumuskan sebagai berikut.

Eo = 0,35(es - ea ) x (0,5 + 0.54 U2) ..……….…………..………..….(7) Dimana :

Eo = Aerodinamik evaporasi (mm/hari) es = Tekanan uap jenuh (mmHg) ea = Tekanan uap aktual (mmHg)

U2 = Kecepatan angin pada ketinggian 2 m di atas permukaan (m/s)

Evapotranspirasi pada dasarnya dapat diartikan sebagai kebutuhan air tanaman. Richards (1952) dalam Heldiyana (1998) menyatakan bahwa banyaknya air yang diperlukan tanaman dipengaruhi antara lain oleh jenis tanaman, fase pertumbuhan, dan evapotranspirasi yang berhubungan dengan faktor lingkungan seperti iklim, kesuburan tanah, dan kelembaban tanah. Evapotranspirasi pada tanaman tertentu (ETc) dihitung dengan menggunakan rumus:

) ( )

( o c

c ET K

ET  ………...(8)

Dimana :

(34)

Apabila nilai evapotranpirasi diukur dengan menggunakan panci evaporasi, maka dihitung dengan persamaan :

ETo = Kp x Epan……….………(9)

Dimana :

ETo = Evapotranspirasi acuan (mm/hari) Kp = Koefisien panci

Epan = Evaporasi panci (mm/hari)

Evapotranspirasi acuan (ETo) dihitung berdasarkan persamaan FAO Penman- Monteith (Allen dkk., 1998 dalam Vu dkk., 2005):

)

ETo : evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari) T : temperatur harian pada ketinggian 2 m (oC) U2 : kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m/s) es : tekanan uap air jenuh (kPa)

ea : tekanan uap air aktual (kPa) es-ea : deficit tekanan uap air (kPa)

γ : konstanta psikometrik (kPa/o

C)

Δ : gradien tekanan uap air jenuh terhadap suhu udara (kPa/o

C) Rn : radiasi bersih (MJ m-2 hari-1)

(35)

2.8 Perencanaan Sistem Sumur Resapan

Sistem sumur resapan air hujan adalah prasarana untuk menampung dan

meresapkan air hujan ke dalam tanah (SNI 03-2453-2002). Konsep dasar sumur resapan pada hakekatnya adalah memberi kesempatan dan jalan bagi air hujan yang jatuh di atas suatu lahan untuk meresap ke dalam tanah dengan jalan menampung air tersebut pada suatu sistem resapan. Berbeda dengan cara

konvensional dimana air hujan dibuang/dialirkan ke sungai kemudian diteruskan ke laut. Sumur resapan ini merupakan sumur kosong dengan kapasitas tampungan yang cukup besar sebelum air meresap ke dalam tanah. Dengan adanya

tampungan, maka air hujan mempunyai cukup waktu untuk meresap ke dalam tanah, sehingga pengisian tanah menjadi optimal.

Menurut Maryono (2005), sumur resapan merupakan cara efektif untuk memasukkan limpasan air hujan ke dalam tanah. Teknologi sumur resapan sebenarnya merupakan perkembangan dari jogangan atau kolam-kolam yang biasa

dibuat oleh para pendahulu untuk menahan dan meresapkan air hujan. Metode memanfaatkan air hujan (rain water harvesting) ini di Indonesia belum

(36)

Menurut Rusli (2008), kedalaman sumur resapan dapat dihitung dari tinggi muka air tanah, biladasar sumur berada dibawah muka air tanah tersebut, dan diukur dari dasar sumurbila muka air tanah berada dibawahnya. Dasar ini seyogianya berada pada lapisantanah dengan permeabilitas besar.

2.8.1 Faktor Geometrik

Menurut Sunjoto dalam Rusli (2008), telah membuat suatu formula untuk analisis tinggi air dalam sumur yang kemudian formula tersebut dikembangkan lagi untukmempermudah menganalisis secara matematis. Formula tersebut didasarkan padaimbangan air dalam sumur dan diturunkan secara matematis dengan

mendasarkan pada besaran “Faktor Geometri” yang lazim digunakan dalam equifer atau pengujian pompa dengan formula :

……….….………..(11)

Dengan:

H = Kedalaman efektif sumur (m) Q = Debit air masuk (m3/det) F = Faktor Geometrik (m)

(37)

Tiga unsur yaitu bidang resap, volume tampungan dan ketinggian air,

direncanakan secara bersamaan menjadi faktor geometrik sumur resapan. Jadi faktor geometrik adalah koefisien dalam perencanaan dimensi sumur resapan yang memperhitungkan kebutuhan akan bidang resap, gradien hidrolis, dan volume tampungan air, berdasarkan bentuk, ukuran dan konstruksi sumur resapan yang direncanakan.

Menurut Sunjoto dalam Pungut (1988), memformulasikan faktor geometrik untuk sumur resapan dasar porous dinding porous ini sebagai berikut:

f = sumur resapan; H = ketinggian air di dalam bangunan sumur resapan.

Kedalaman sumur resapan dapat dihitung dari tinggi muka air tanah, bila dasar sumur berada dibawah muka air tanah tersebut, dan diukur dari dasar sumurbila muka air tanah berada dibawahnya. Dasar ini seyogiyanya berada pada lapisan tanah dengan permeabilitas besar.

2.8.2 Desain Konstruksi Sistem Sumur Resapan Air

(38)

Manfaat yang dapat diperoleh dengan pembuatan sumur resapan air antara lain : (1) mengurangi aliran permukaan dan mencegah terjadinya genangan air, sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya banjir dan erosi, (2)

mempertahankan tinggi muka air tanah dan menambah persediaan air tanah, (3) mengurangi atau menahan terjadinya intrusi air laut bagi daerah yang berdekatan dengan wilayah pantai, (4) mencegah penurunan atau amblasan lahan sebagai akibat pengambilan air tanah yang berlebihan, dan (5) mengurangi konsentrasi pencemaran air tanah. Sumur resapan air akan dapat berfungsi dengan baik, apabila didesain berdasarkan kondisi lingkungan dimana sumur tersebut akan dibuat. Desain sumur resapan air dalam hal ini meliputi bentuk, jenis konstruksi dan dimensi sumur resapan air.

Menurut SNI No. 02-2453-1991 Tentang Tata Cara Perencanaan Teknik Sumur Resapan Air Hujan Untuk Lahan Perkarangan diperlukan persyaratan teknis pemilihan lokasi dan jumlah sumur resapan pada pekarangan, persyaratan teknik meliputi :

1. Umum : dibuat pada lahan yang lolos air dan tahan longsor, bebas dari kontaminasi dan pencemaran limbah, untuk meresapkan air hujan, untuk daerah dengan sanitasi lingkungan yang tidak baik hanya digunakan menampung air hujan dari talang, mempertimbangkan aspek hidrologi, geologi dan hidrologi.

2. Pemilihan lokasi : keadaan muka air tanah dengan kedalaman pada musim hujan, permeabilitas yang diperkenankan 2 –12,5 cm/jam, jarak

(39)

tangki septik tank/cubluk/saluran air limbah 5 meter, sumur air bersih 2 meter.

3. Jumlah : penentuan jumlah sumur resapan air ditentukan berdasarkan curah hujan maksimum, permeabilitas dan luas bidang tanah.

Dalam mendesain dimensi konstruksi sumur resapan air untuk kawasan perumahan terdapat tiga parameter utama yang perlu diperhatikan yaitu : permeabilitas tanah, curah hujan, dan luas atap rumah/permukaan kedap air. Permeabilitas tanah dapat kita tentukan berdasarkan hasil pengukuran langsung di lokasi permukiman dengan Metode Auger Hole Terbalik. Data permeabilitas tanah ini diperlukan untuk menentukan volume sumur resapan air yang akan dibuat. Curah hujan diperlukan untuk menentukan dimensi sumur resapan air. Data curah hujan harian yang diperlukan selama minimal 5 tahun pengamatan (diperoleh dari stasiun hujan terdekat). Pengukuran luas atap rumah didasarkan atas luas permukaan atap yang merupakan tempat curah hujan jatuh secara langsung diatasnya.

Sedangkan untuk mendesain bentuk dan jenis konstruksi sumur resapan air diperlukan parameter sifat-sifat fisik tanah yang meliputi infiltrasi, tekstur tanah, struktur tanah, dan pori drainase (Mulyana, 1998).

2.8.3 Bentuk dan Ukuran Konstruksi Sumur Resapan Air

[[

(40)

Pemilihan bahan bangunan yang dipakai tergantung dari fungsinya, seperti plat beton bertulang tebal 10 cm dengan campuran 1 Pc : 2 Psr : 3 Krl untuk penutup sumur dan dinding bata merah dengan campuran spesi 1 Pc : 5 Psr tidak diplester, tebal ½ bata. Data teknis sumur resapan air yang dikeluarkan oleh PU Cipta Karya adalah

sebagai berikut :

1. Ukuran maksimum diameter 1,4 meter 2. Ukuran pipa masuk diameter 110 mm 3. Ukuran pipa pelimpah diameter 110 mm 4. Ukuran kedalaman 1,5 sampai dengan 3 meter

5. Dinding dibuat dari pasangan bata atau batako dari campuran 1 semen : 4 pasir tanpa plester

6. Rongga sumur resapan diisi dengan batu kosong 20/20 setebal 40 cm 7. Penutup sumur resapan dari plat beton tebal 10 cm dengan campuran 1

(41)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi’i Universitas Lampung pada bulan Juli - September 2011.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan adalah :

1. Satu unit komputer dan kelengkapannya untuk melakukan proses olah data dan penulisan laporan.

2. Alat-alat ukur sederhana dan kelengkapanya, seperti : double ring infiltrometer, mistar panjang, bak besar, model panci evaporasi, gelas ukur, stop watch, selang.

3.3 Persiapan

3.3.1 Data Primer

Data primer meliputi :

1. Volume air wudhu rata-rata harian. Data ini didapat dari pengukuran langsung dilapangan.

(42)

3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder meliputi :

1. Data klimatologi selama 10 tahun dari wilayah yang terdekat dengan lokasi penelitian yang didapat dari Stasiun Badan Meteorologi Radin Intan II Bandar Lampung, yaitu data curah hujan harian, kecepatan angin, suhu, kelembaban udara.

2. Sebaran air tanah lapisan tanah di kawasan Unila

Data ini digunakan data pendukung untuk mengetahui tinggi rata-rata muka air tanah dan konduktivitas hidrolik di kawasan Al-Wasi’i Unila

3.3.3 Batasan Model Sistem Resapan

Batasan model sistem resapan yang direncanakan adalah:

1. Sistem resapan yang akan dibuat berbentuk segi empat atau persegi tanpa tutup 2. Laju peresapan air atau perkolasi secara vertikal pada dasar sistem resapan

(dasar porus dan dinding kedap air)

3. Memiliki kemampuan mengendalikan air minimal 70 % dari total air yang masuk kedalam sistem resapan

3.4 Tahap Pelaksanaan Penelitian

(43)

3.5 Pengumpulan Data

3.5.1 Penentuan Laju Perkolasi Tanah Mulai

Persiapan

Pengumpulan Data

Data Primer :

1. Volume limpasan air hujan dari atap Masjid Al-Wasi’i

2. Volume air wudhu rata-rata harian

3. Laju perkolasi tanah 4. Tinggi evaporasi harian

Data Sekunder :

1. Data klimatologi (curah hujan, suhu, kelembaban udara dan kecepatan angin) selama 10 tahun

2. Tinggi rata-rata muka air tanah & konduktivitas tanah lapisan aquifer kawasan penelitian (Suhendra, 2004)

Analisis :

1. Perhitungan debit masukan dan laju peresapan dalam sistem resapan

2. Persentase air yang dapat dikendalikan dengan sistem resapan 3. Penentuan model dimensi sistem resapan

4. Kelayakan & efiktivitas sistem resapan dalam pengendalian limbah air wudhu dan curah hujan

Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

(44)

Dalam penelitian ini pengukuran laju perkolasi dilakukan dengan menggunakan double ring infiltrometer (infiltrometer ring ganda). Pengukuran ini dilakukan berdasarkan perubahan tinggi air dalam alat tersebut.

Adapun langkah-langkah pelaksanaan pengukuran laju infiltrasi yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Menentukan titik lokasi yang akan diukur 2. Membersihkan lahan yang akan diukur

3. Mempersiapkan alat-alat pada lokasi pengukuran

4. Menekan ring infiltrometer kedalam tanah sedalam ± 30 m

5. Menuangkan air sampai penuh kedalam selinder sampai penuh dan tunggu sampai air tersebut seluruhnya terinfiltrasi untuk menghilagkan retakan-retakan tanah akibat penekanan

6. Air dituangkan kembali kedalam silinder sampai penuh (kedalaman 7-8 cm) 7. Setelah air penuh, stopwatch dinyalakan, dan air di diamkan sampai habis

(kedalaman 0 cm)

8. Bagian atas cincin ditutup untuk menghindari evaporasi selama pengukuran 9. Setelah habis, waktu penurunan tinggi muka air yang terjadi dicatat pada

tabel yang telah disiapkan

10. Air dituangkan kembali secepatnya kedalam silinder sampai penuh. Kemudian didiamkan sampai volumenya 0 cm. Waktu penurunan tinggi muka air yang terjadi dicatat pada tabel yang telah disiapkan.

(45)

12. Menghitung hasil pengukuran laju penurunan tinggi muka air tiap selang waktu menjadi dalam (cm/hari) atau (mm/hari) dengan persamaan :

………..(13)

Dengan : f = laju perkolasi (cm/jam atau mm/hari)

Δhc = perubahan tinggi muka air tiap waktu (cm atau mm)

Δt = selang waktu pengukuran (menit atu jam)

13. Selanjutnya hasil pengukuran laju perkolasi menggunakan double ring infiltrometer akan dihitung dan dianalisis menggunakan metode Horton (Persamaan 1).

3.5.2 Pengukuran Evaporasi

Dalam penelitian ini pengukuran evaporasi aktual pada sistem resapan dilakukan dengan cara memasang bak yang terbuat dari kaca di kawasan lokasi penelitian. Evaporasi diukur dengan cara menghitung selisih tinggi muka air pada hari tertentu (TMAi) dengan hari sebelumnya (TMAi-1).

Adapun langkah-langkah pengukurannya adalah sebagai berikut :

1. Membuat lubang sebagai tempat untuk meletakkan bak pengukur evaporasi 2. Menuangkan air pada lubang tersebut dan menjaga agar airnya tidak kering 3. Menletakkan bak pada lubang yang tersedia

4. Menuangkan air ke dalam bak tersebut pada kedalaman tertentu

5. Lakukan pengamatan dan pengukuran setiap hari untuk mengetahui perubahan tinggi air dalam panci tersebut sampai beberapa hari

(46)

Hasil pengukuran evoporasi aktual tersebut kemudian dikalibrasi dengan evaporasi prediksi (Es) pada waktu yang sama antara keduanya. Untuk mendapatkan nilai yang saling mendekati besarnya antara evaporasi hasil

pengukuran dengan evaporasi prediksi (error terkecil), maka dilakukan modifikasi terhadap koefisien evaporasi dengan menambahkan parameter yang berpengaruh terhadap pengukuran evaporasi di lapangan, seperti: kecepatan angin (U2),

kelembaban udara rata-rata (RH rata), suhu udara maksimum (T max), suhu udara minimum (T min) dan radiasi sinar matahari (Rn). Evaporasi prediksi pada sistem resapan dihitung dengan persamaan :

Es = Km x ETo ………...(14)

Dengan :

Es = Evaporasi prediksi sistem resapan (mm/hari) Km = Koefisein evaporasi modifikasi

ETo = Evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari)

Untuk menguji keandalan koefisien evaporasi (Km) modifikasi kolam dalam memprediksi evaporasi (Es) menggunakan indikator kesalahan Root Means Square Error (RMSE) yang dirumuskan sebagai berikut.

UJi Keandalan Koefisien Evaporasi modifikasi sistem resapan (Km) :

RMSE = √ ∑ ………..………(15)

Sedangkan besarnya evapotranspirasi acuan (ETo) dihitung berdasarkan data klimat menggunakan metode Penman-Monteith seperti pada Persamaan 10.

(47)

γ = 0.665×10-3

Gradien tekanan uap air(∆),tekanan uap air jenuh (es) dan tekanan uap air aktual

(ea), diperoleh dari nilai suhu dan kelembaban udara (Allen et.al, 1988), yang dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut.

(48)

eº = Tekanan uap air jenuh pada suhu T

eo (T) = 0.6108 exp [

] ..……….…(21)

Radiasi matahari (Rn) dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut.

Rn = Rns –Rnl ………...(22) Dengan:

Rn = Radiasi matahari (MJ/m²hari)

Rns = Radiasi netto gelombang pendek pada permukaan tanaman (MJ/m²hari) Rnl = Radiasi netto gelombang panjang permukaan tanaman (MJ/m²hari)

3.5.3 Data Curah Hujan

Pada penelitian ini data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan harian pada rentang waktu minimal 10 tahun. Data curah hujan tersebut

merupakan rekaman curah hujan harian pada pos-pos penangkapan hujan terdekat kawasan Masjid Al-Wasi’i Universitas Lampung, sehinngga bisa mewakili curah hujan pada wilayah penelitian. Selanjutnya curah hujan tersebut akan dianalisis sebagai volume limpasan yang dikendalikan melalui atap masjid dan curah hujan yang langsung jatuh kesistem resapan.

3.5.4 Debit Limpasan yang Dimasukkan

(49)

untuk menghitung besarnya limpasan yaitu dengan cara (curah hujan harian) x (koefisien run off atap masjid) x (luas atap).

Luas atap masjid adalah luas lapisan kedap air yang akan digunakan untuk menangkap air hujan kemudian dimasukkan kedalam sistem resapan. Sedangkan nilai koefisien run off atap Masjid Al-Wasi’i diasumsikan = 1, sehingga dengan menggunakan rumus rasional maka besar kapasitas dan debit air hujan bisa didapat.

Va = C x R x A ……….………..(23)

Va = L x HT maka HT =

Keterangan :

Va = Volume limpasan dari atap yang dikendalikan (mm3/ hari) HT = Tinggi limpasan curah hujan dari limpasan atap masjid (mm) R = Curah hujan harian (mm/ hari)

L = Luas model sistem resapan yang direncanakan (mm2) C = Koefisien aliran pada permukaan atap masjid = 1 A = Luas atap masjid (mm2)

Sedangkan untuk mengetahui debit limpasan air wudhu adalah dengan cara: 1. Mengukur volume air rata-rata yang dibutuhkan setiap orang untuk berwudhu

dengan simulasi wudhu terhadap beberapa orang.

(50)

3. Langkah pada poin 2 dilakukan pada dua tahap, yaitu pada waktu ketika di kampus Unila sedang aktif kuliah dan waktu libur semester.

4. Kemudian jumlah pemakai air wudhu rata-rata perhari dikalikan dengan volume air rata-rata yang dibutuhkan perorang untuk kebutuhan berwudhu.

Atau dengan rumus :

Vl = n x v ……….………..…(24)

Vl = Lx TT maka TT = Keterangan :

Vl = Volume limbah air wudhu (mm3/ hari)

TT = Tinggi volume limbah air wudhu yang dikendalikan (mm) n = Jumlah rata-rata jama’ah pemakai air wudhu setiap harinya

v = Volume air rata-rata yang dibutuhkan per orang untuk kebutuhan berwudhu (mm3)

3.5.5 Volume Air yang Dikendalikan

Volume air yang dapat dikendalikan merupakan jumlah air yang dapat ditampung dan diresapkan dengan sistem resapan. Simulasi dilakukan dengan cara

menghitung jumlah air yang masuk dan meresap ke dalam sistem resapan dan besarnya limpasan air yang meluap (over flow) dan menguap dari sistem resapan. Dari hasil perhitungan ini akan diketahui perubahan tinggi air dan besarnya air yang dapat diresapkan melalui sistem resapan

(51)

= (T(T-1) + HT + TT+ R) - (I + E+ OF) ……….……….………...……(25)

Keterangan :

= Perubahan tinggi air dalam sistem resapan terhadap waktu

(mm/hari)

T (T-1) = Tinggi air dalam tampungan 1 hari sebelumnya (mm) HT = Tinggi limpasan hujan melalui atap masjid (mm)

TT = Tinggi volume limbah air wudhu yang dikendalikan (mm) R = Tinggi curah hujan harian yang langsung jatuh ke dalam sistem

resapan (mm) I = Laju perkolasi (mm)

E = Evaporasi rata-rata harian (mm)

OF = Over flow/ volume air yang meluap dari sistem resapan (mm)

Untuk mengetahui besarnya air yang dapat dikendalikan dengan sistem resapan, maka:

1. Mencatat volume total air yang akan dimasukkan ke dalam sistem resapan (inflow) dan volume air yang meluap (over flow).

2. Setelah itu, dihitung besarnya persentase pengendalian air dengan persamaan berikut :

……….……….……….(26)

Keterangan :

Qo = Persentase volume air yang dapat dikendalikan (%)

(52)

Over flow

=

Banyaknya air yang meluap dari sistem resapan (m3)

3.5.6 Diskripsi Mekanisme Kerja Sistem Resapan

Mekanisme kerja dilakukan pada sistem resapan yang berdinding kedap dan dasar porus (laju perkolasi vertikal) dengan input air yang dimasukkan adalah curah hujan langsung, limpasan air hujan dari atap masjid dan limpasan air wudhu. Proses perubahan tinggi air yang terjadi dalam sistem resapan adalah pada hari pertama, sistem resapan diasumsikan mempunyai volume air dengan kedalaman penuh (optimum). Untuk hari selanjutnya, sistem resapan mempunyai volume air yang sama dan ditambah dengan volume inflow (limpasan air hujan, limpasan air wudhu dan curah hujan yang langsung jatuh ke dalam sistem resapan) dikurangi dengan volume air yang meresap ke dalam tanah dan volume ouput (evaporasi dan over flow). Jika volume air yang masuk (inflow) lebih besar daripada volume tampung dan laju perkolasi sistem resapan, maka air akan meluap dari dari sistem resapan (overflow). Sebaliknya, apabila volume air yang masuk (inflow) lebih kecil daripada volume tampungan sistem resapan, maka tinggi air akan sama dengan tinggi volume inflow dikurangi laju perkolasi sistem resapan. Namun, apabila volume air yang masuk (inflow) lebih kecil daripada laju

perkolasi sistem resapan, maka akan terjadi kekeringan/ kekosongan dalam sistem resapan.

START

(53)

Gambar 1. Diagram alir mekanisme kerja sistem resapan

3.5.7 Analisis Sensitivitas Relatif pada Sistem Resapan

Analisis sensitivitas pada sistem resapan adalah suatu analisis untuk dapat melihat

Inflow:

1. Curah hujan harian (mm) 2. Limpasan air hujan dari atap

masjid (mm/hari) 3. Limpasan air wudhu (mm/hari)

Perancangan Model Sistem Resapan:

1. Dimensi luas (m2) 2. Dimensi kedalaman (m)

Kriteria Sistem Resapan:

Volume air dikendalikan

> 70 %

MEMENUHI

Out flow:

Evaporasi (mm)

PROSES SIMULASI

Batasan Model Sistem Resapan:

1. Bentuk sistem resapan segi empat 2. Luas lapisan tadah hujan/ atap masjid

(1393,92 m2) 3. Laju perkolasi secara vertikal

(54)

dan memprediksi pengaruh perubahan laju perkolasi terhadap volume air yang dapat dikendalikan oleh sistem resapan. Untuk menghitungnya dapat digunakan persamaan sebagai berikut:

S =

……….………(27)

I1= dan I2 =

Keterangan :

S = Nilai sensitivitas relatif

L = Volume air dikendalikan pada laju perkolasi awal L1 = Volume air dikendalikan pada laju perkolasi turun L2 = Volume air dikendalikan pada laju perkolasi naik I = Laju perkolasi awal (mm/hari)

(55)

Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan

(Al-Insyiroh: 6)

…Allah pasti aka e ga gkat derajat ora g ya g beri a da berpe getahua di a tara ka u beberapa ti gkat lebih ti ggi…. .

(QS. Al-Mujadilah:11)

Pelajarilah ilmu dan ajarkan pada manusia,dalam mencari ilmu bukanlah suatu

aib jika kita gagal dalam suatu usaha tapi yang merupakan aib adalah jika

kitatidak berusaha dari kegagalan itu

(Ali bin Abi Thalib)

Sahabat paling baik dari kebenaran adalah waktu, musuh paling besar adalah

prasangka dan pengiringnya yang paling setia adalah kerendahan hati

(Mutiara Hukmah)

Da ja ga lah ka u erasa le ah da bersedih hati, sebab ka u pali g

tinggi derajatnya jika kamu orang-ora g ya g beri a .

(56)

Judul Skripsi : Model Sistem Resapan Di Masjid

Al-Wasi’i Universitas Lampung

Nama Mahasiswa : Radius Pranoto

Nomor Pokok Mahasiswa : 0714071058

Jurusan/ Program Studi : Keteknikan Pertanian

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sugeng Triyono, M.Sc.

NIP. 19611211 198703 1 004

Ahmad Tusi, S.TP. M.Si.

NIP. 19810613 200501 1 001

2. Ketua Jurusan Keteknikan Pertanian

Dr. Ir. Sugeng Triyono, M.Sc.

(57)

MENGESAHKAN

1

.

Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. Sugeng Triyono, M.Sc. ………..

Sekretaris : Ahmad Tusi, S.TP., M.Si. ………..

Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. M. Zen Kadir, M.T. ………...

2

.

Dekan Fakultas Pertanian

Dr. Ir. H. Wan Abbas Zakaria, M.S.

(58)
(59)

Bismillahirrahmanirrahim

Teriring rasa syukur dan cinta teragung kepada

Allah SWT dan shalawat salam semoga selalu tercurahkan kepada

Nabi Muhammad SAW.

kupersembahkan karya ini untuk ;

Ibunda dan Ayahanda tercinta,

Atas segala pe gorba a , pedih dan luka serta tetesan air mata,

sesu gguhya kebahagiaa kalia adalah kebahagia ku

masjidku tercinta, Al-Wasi’i

“hadzaa Masjidii Ja atii

Juga untuk Para sahabatku dan generasi sesudahku

(60)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Purbolinggo Lampung Timur pada tanggal 06 Juni 1988, anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Yaidi dan Pujirahayu.

Pendidikan pertama di SD Negeri 3 Desa Tambah Dadi, Kec. Purbolinggo dari tahun 1996-2001. Penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Purbolinggo Lampung Timur dan lulus pada tahun 2004, kemudian melanjutkan ke SMA Negeri 1 Purbolinggo Lampung Timur dan lulus pada tahun 2007. Pada bulan Juli 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Dalam keorganisasian, penulis pernah aktif sebagai Ketua Badan Pelaksana (DKM-BPH) Masjid Al-Wasi’i Universitas Lampung periode 2009-2010, Pengurus dan Dewan Pembina Forum Studi Islam Fakultas Pertanian (FOSI FP) periode 2010-2012, Pengurus Birohmah Unila periode 2009-2010, Pengurus IKAMM Lampung Timur periode 2008-2009, Pembina dan Pengurus TPA/TKA Kawula Masjid Al-Wasi’i tahun 2007-2011, Kepala Divisi Penyaluran Lembaga Amil Zakat Infak Shodaqoh (LAZIS) Baitul Ummah Universitas Lampung tahun 2009 sampai sekarang dan anggota IP2A (Ikatan Pembaca dan Penghafal

(61)

SANWACANA

Puji syukur kepada Allah SWT yang selalu mencurahkan nikmat dan rahmat-Nya dan shalawat salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Sugeng Triyono, M.Sc. selaku Pembimbing Utama dan Ketua

Jurusan Teknik Pertanian atas keikhlasan dan kesungguhannya dalam membimbing untuk penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Bapak Ahmad Tusi, S.TP., M.Si. selaku Pembimbing Kedua yang telah bersedia memberikan bimbingan dan arahan dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Bapak Ir. M. Zen Kadir, M.T. selaku Pembimbing Penguji dan Pembimbing Akademik (PA) yang telah memberikan bimbingan, kritik dan saran yang bermanfaat kepada penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Lampung dan dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen beserta seluruh pegawai dan staf Laboratorium Jurusan Teknik Pertanian yang telah membantu dalam penelitain dan penyelesaian skripsi ini.

5. Ibunda dan Ayahanda tercinta atas do’a kasih sayang, nasihat dan

(62)

bertanggungjawab pada diri sendiri serta dapat menjadi teladan yang baik dalam keluarga.

6. Keluarga besarku, Kak Budi, Mbak Timah, Ridho, Betran dan semua

saudara-saudaraku. Terimakasih atas do’a, dukungan moral, dan nasihat yang selalu

diberikan.

7. Sahabat-sahabat terbaikku BPH/DKM Al-Wasi’i, yang kucintai karena Allah SWT dan akan selalu kurindukan. Baik yang lama: Alwie, Reza, Yayan, Dedi dan yang baru; Abie, Hendra, Firdaus, Odin, Ave, Takin, Ali dan Arif.

Terimakasih sekali lagi atas do’a, nasihat dan kebersamaananya.

8. Rekan-rekan Pembina dan Pengajar TPA Kawula beserta seluruh santriwan dan santriwati.

9. Rekan-rekan Dewan Pembian FOSI FP dan Aktivis Dakwah Kampus Unila 10.Teman-teman Jurusan Teknik Pertanian, khususnya angkatan 2007 dan

semuanya.

Teriring harapan dan do’a semoga Allah SWT membalas dengan yang lebih baik

kepada penulis dan semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi banyak pihak.

Bandar Lampung, Mei 2012 Penulis

(63)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian di Masjid Al-Wasi’i Universitas Lampung, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan didapat laju perkolasi di lokasi (I) adalah 1666,12 mm/hari, di lokasi (II) adalah 317,29 mm/hari dan di lokasi (III) adalah 3113,51 mm/hari.

2. Model sistem resapan yang sesuai diterapkan di Masjid Al-Wasi’i adalah dengan ukuran luas (8 - 16 m2) dan kedalaman (3 m), karena sistem resapan pada dimensi tersebut cukup baik untuk mengendalikan air di atas 70 %.

(64)

4. Pada laju perkolasi konstan, fluktuasi air dalam sistem resapan pada berbagai dimensi luas dan kedalaman dipengaruhi oleh tinggi curah hujan harian dan jumlah pemakai air wudhu.

5. Penurunan laju perkolasi sampai dengan 4,4 mm/hari mengakibatkan sistem resapan tidak efektif lagi diterapkan untuk mengendalikan limpasan air hujan dan air wudhu.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mencari model sistem resapan dengan laju peresapannya (perkolasi) terjadi secara vertikal dan horizontal (dasar porus dan dinding porus).

2. Perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut dalam jangka waktu yang lebih lama untuk mengetahui besarnya kebutuhan air harian di Masjid Al-Wasi’i Unila.

Gambar

Gambar 1. Hubungan waktu (t) terhadap log (fo – fc)
Tabel 1. Nilai koefisien permeabilitas tanah  (Sumber: Verruijt 1970)
Tabel 2. Nilai koefisien aliran permukaan (C) untuk berbagai permukaan
Gambar 1. Diagram alir mekanisme kerja sistem resapan

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan muka air tanah di daerah lokasi penelitian 2,5 meter, sehingga supaya air hujan dapat tertampung dalam sumur resapan tanpa limpasan membutuhkan 2

Salah satu solusi untuk mengurangi limpasan air hujan, perlu dibuatkan model sumur resapan yang mudah dan praktis dengan memanfaatkan material lokal.Tujuan dari

Dengan adanya saluran drainase bersumur resapan tersebut dapat meresapkan air sebesar 11,885 % dari debit limpasan akibat adanya pembangunan (selisih debit pra pembangunan dan pasca

gedung, sehingga dapat mengurangi debit limpasan dan memberi kesempatan pada air hujan yang jatuh di atap untuk meresap ke dalam tanah.Apabila sumur resapan sudah

Salah satu solusi untuk mengurangi limpasan air hujan, perlu dibuatkan model sumur resapan yang mudah dan praktis dengan memanfaatkan material lokal.Tujuan dari

intensitas curah hujan yang dihasilkan semakin besar, sehingga jika perencanaan sumur resapan menggunakan periode ulang yang besar maka menghasilkan sumur resapan

Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk ke dalam tanah. Perkolasi merupakan proses kelanjutan aliran air yang berasal dari

Begitu juga dengan kala ulang 5 tahun dengan dimensi yang sama, sumur resapan masih dapat menampung semua volume curah hujan. Tapi untuk Curah hujan kala ulang 10 tahun sumur