• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketajaman penglihatan ikan layur, Trichiurus spp hasil tangkapan pancing rawai di teluk Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ketajaman penglihatan ikan layur, Trichiurus spp hasil tangkapan pancing rawai di teluk Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

KETAJAMAN PENGLIHATAN IKAN LAYUR (Trichiurus spp) HASIL TANGKAPAN PANCING RAWAI DI TELUK PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT

Oleh :

Deden Rahmat Setiawan

C54101073

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

KETAJAMAN PENGLIHATAN IKAN LAYUR (Trichiurus spp) HASIL TANGKAPAN PANCING RAWAI DI TELUK PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Adapun semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2006

(3)

ABSTRAK

DEDEN RAHMAT SETIAWAN. Ketajaman Penglihatan Ikan Layur (Trichiurus spp) Hasil Tangkapan Pancing Rawai di Teluk Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat. Dibimbing oleh WAZIR MAWARDI.

Mata pada ikan merupakan salah satu indra yang sangat penting untung mencari makan dan menghindar dari pemangsa / predator atau dari kepungan alat tangkap. Pengkajian mengenai mata ikan akan memberikan informasi penting tentang bagaimana caranya agar ikan bisa ditangkap atau sebaliknya tidak bisa ditangkap karena belum memenuhi kriteria layak tangkap.

Ketajaman penglihatan ikan adalah kemampuan ikan untuk melihat suatu objek pada garis lurus yang digambarkan dalam bentuk hubungan timbal balik yang diistilahkan dengan sudut pembeda terkecil (Minimum Separable Angle). Selanjutnya dengan ketajaman penglihatan dapat pula diketahui sudut tampak minimum

(minimum visible angle) yang dapat diukur dengan cara memperhitungkan jarak dari

sasaran penglihatan menggunakan metode tingkah laku ikan. (He, 1989 diacu oleh

Geonita, 2004).

Berdasarkan hasil analisis histologi yang dilakukan terhadap 5 ekor ikan layur diperoleh bahwa susunan sel reseptor pada ikan layur terdiri dari sel kon tunggal

(single cone cell) dan sel kon ganda (twine cone cell). Kepadatan sel kon tertinggi

ikan layur terletak pada bagian ventro-temporal retina mata, hal ini mengindikasikan bahwa arah penglihatan ikan layur ke arah depan naik (upper-fore). Ketajaman penglihatan ikan layur yang ditentukan berdasarkan nilai kepadatan sel kon berkisar antara 0,14-0,15 untuk ukuran panjang tubuh 650-850 mm.

(4)

KETAJAMAN PENGLIHATAN IKAN LAYUR (Trichiurus spp) HASIL TANGKAPAN PANCING RAWAI DI TELUK PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

DEDEN RAHMAT SETIAWAN C54101073

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(5)

SKRIPSI

Judul : KETAJAMAN PENGLIHATAN IKAN LAYUR (trichiurus spp) HASIL TANGKAPAN PANCING RAWAI DI TELUK PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT

Nama : Deden Rahmat Setiawan NRP : C54101073

Disetujui, Pembimbing

Ir. Wazir Mawardi, M.Si

NIP. 131 953 482

mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Kadarwan Soewardi

NIP. 130 805 031

(6)

KATA PENGANTAR

Skripsi mengenai “Ketajaman Penglihatan Ikan Layur (Trichiurus spp) Hasil Tangkapan Pancing Rawai di Teluk Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat” ini disusun berdasarkan penelitian yang telah dilakukan selama 30 hari mulai bulan Juli sampai Agustus 2005 yang di Palabuhanratu dan di Laboratorium Tingkah Laku Ikan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Pada Kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ir. Wazir Mawardi, M.Si, selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingannya.

2. Dr. Ir. Gondo Puspito, M.Sc dan Dr. Ir. Sulaeman Martasuganda atas kesediaan meluangkan waktunya untuk menguji.

3. Pak Sarip dan seluruh kru SLK, Pak Ibong, Pak Adom sekeluarga, Pak Sakim sekeluarga, yang telah membantu penulis dalam pengambilan sampel penelitian. 4. Bapa Ukasah Somawiaya, Ema Epon Sopiah (Alm), Kakak-kakak dan Adik-adik

atas semua bantuan, dorongan dan do’anya.

5. Teman-teman seperjuangan, PSP ’38, dan PPM Al-Ihya Darmaga, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu penulis sehingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari atas kekurangan skripsi ini, oleh karena itu saran dan kritik sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Januari 2006

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cianjur, pada tanggal 27 November 1981 dari pasangan Ukasah Somawijaya dan Epon Sopiah (Alm). Penulis adalah anak ke 6 dari sepuluh bersaudara.

Pendidikan formal penulis diawali dari SDN Sukamulya III pada tahun 1988-1994, SMPN I Sukaluyu pada tahun 1994-1997, dan SMUN I Cianjur pada tahun 1997-2000. Pada tahun 2001 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri), pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selain aktif di kampus, penulis juga aktif mengajar Matematika di beberapa sekolah swasta dan di beberapa Pusat bimbingan belajar di Bogor, seperti SMA Darussalam Darmaga, SMP Insan Kamil Kota Bogor dan MTs Sirojul Kamal Ciampea, bimbingan belajar Primagama, Nurul Ilmi dan Bintang Futura.

Untuk menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Ketajaman Penglihatan Ikan Layur (Trichiurus spp) Hasil Tangkapan Pancing Rawai di Teluk Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat”.

(8)

DAFTAR ISI

4.1 Keadaan Umum Palabuhanratu... 20

4.1.1 Kondisi Geografi, Letak dan Luas Wilayah... 20

4.1.2 Keadaan Iklim dan Musim ... 20

(9)

4.2.1 Total produksi dan nilai produksi ikan yang didaratkan di PPN

Palabuhanratu... 21

4.2.2 Produksi dan Nilai Produksi Ikan Layur yang didaratkan di Palabuhanratu... 22

5 HASIL DAN PEMBAHASAN... 24

5.1 Ketajaman Penglihatan... 24

5.2 Sumbu Penglihatan... 29

5.3 Jarak Pandang Maksimum ... 29

6 KESIMPULAN DAN SARAN... 34

DAFTAR PUSTAKA... 35

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian... 11 2. Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan laut di PPN Palabuhan ratu... 21 3. Produksi dan Nilai produksi ikan layur di PPN Palabuhanratu tahun

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Ikan Layur ... 3

2. Struktur mata ikan... 7

3. Sembilan belas bagian retina mata ikan sampel sebelah kiri yang diamati sel konnya ... 13

4. Diagram alir analisis histologi spesimen retina mata ikan... 14

5. Prosedur pengeringan dan penanaman retina ikan layur ... 15

6. Prosedur pewarnaan Hematoxylene dan Eosin specimen retina mata ikan... 16

7. Skema perhitungan jarak pandang maksimum... 18

8. Bentuk mozaik sel kon tunggal dan sel kon ganda pada ikan layur ... 24

9. Hubungan antara panjang total ikan dan diameter lensa mata ikan layur ... 25

10. Hubungan antara panjang total ikan dan kepadatan sel kon ikan layur ... 26

11. Hubungan antara panjang total ikan dan sudut pembeda terkecil ... 27

12. Hubungan antara panjang total ikan dan ketajaman penglihatan ikan layur... 27

13. Hubungan antara panjang total ikan dan jarak pandang maksimum ikan layur ... 30

14. Bentuk dan kepadatan sel kon pada setiap bagian retina mata ikan layur ... 32

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Jumlah sel kon pada setiap bagian dari retina mata ikan ... 37

2. Nilai sudut pembeda terkecil dan ketajaman penglihatan ikan layur... 40

3. Konstruksi alat tangkap pancing rawai ... 41

4. Peta lokasi penelitian... 42

5. Alat-alat, bahan dan proses analisis histologi ... 43

(13)

1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Ikan layur merupakan salahsatu jenis ikan komoditas ekspor yang diproduksi di teluk Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat, di Palabuhanratu Jenis ikan ini banyak ditangkap dengan menggunakan pancing, seperti pancing rawai, pancing kotrek dan pancing ulur.

Pancing-pancing tersebut selama ini dinilai belum efektif dan efisien untuk menangkap ikan layur, karena ikan- ikan layur kecil yang belum layak tangkap dan belum memenuhi standard ekspor masih tertangkap oleh alat ini, sehingga diperlukan suatu informasi tambahan untuk memperbaiki metode penangkapan ikan, sehingga operasi penangkapan ikan yang dilakukan bisa efektif dan efisien.

Salah satu cara untuk memperbaiki metode penangkapan ikan yang digunakan adalah dengan mengetahui tingkah laku ikan, sebagaimana diungkapkan oleh Gunarso (1985), bahwa operasi penangkapan ikan sangat erat hubungannya dengan tingkah laku ikan, pengetahuan mengenai tingkah laku ikan dapat memperbaiki serta merubah alat maupun metode penangkapan yang memungkinkan untuk meningkatkan efisiensi penangkapan. Selanjutnya salah satu pengetahuan tentang tingkah laku ikan adalah pengetahuan mengenai ketajaman penglihatan ikan (visual

acuity).

Penelitian mengenai ketajaman penglihatan pada ikan telah dilakukan sebelumnya oleh Blaxter and Jones (1967) tentang perkembangan rertina dan respon retinomotor pada herring, Akiyama et al. (1994) tentang tingkah laku ikan terhadap pancing tonda (trolling line) yang diamati dengan menggunakan kamera bawah air, Alatas (2004) tentang Respon Ikan Tonkol (Euthynnus affinis) pada Pancing Tonda Menggunakan Umpan Tiruan, Geonita (2004) tentang Ketajaman Penglihatan Kakap Merah dalam Kaitannya dengan Proses Penangkapan menggunakan Pancing Ulur, dan Agustini (2005) tentang Ketajaman Penglihatan Ikan Gulamah (Argyrosomus

(14)

Penelitian tersebut telah banyak memberikan informasi yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Berdasarkan permasalahan tersebut maka ketajaman penglihatan pada ikan perlu dikaji secara mendalam. Proses penangkapan dan tingkah laku ikan yang dipengaruhi oleh ketajaman penglihatan untuk jenis ikan laut akan memberikan informasi penting untuk kegiatan penelitian dan pengembangan alat tangkap.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Memprediksi ketajaman penglihatan dan arah penglihatan ikan layur

(Trichiurus spp) hasil tangkapan pancing rawai.

2. Memprediksi jarak pandang maksimum ikan layur (Trichiurus spp) berbagai ukuran terhadap perbedaan ukuran umpan yang digunakan oleh nelayan Palabuhanratu

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :

1. Memberikan informasi tentang daya penglihatan ikan layur (Trichiurus spp). 2. Memberikan informasi tentang ukuran umpan yang efektif untuk menangkap

(15)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Layur

Klasifikasi ikan Layur menurut Saanin (1984) : Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata Kelas : pisces

Sub kelas : Teleostei

Ordo : Percomorphii

Sub Ordo : Scombroidea Famili : Trichiuridae

Genus : Trichiurus

Spesies : Trichiurus spp

Gambar 1 Ikan Layur (Trichiurus spp) Sumber : (http://www.pelabuhanperikanan.or.id)

(16)

tanpa sirip perut. Badan dapat mencapai 100-180 cm. (Direktorat Jendral Perikanan,1979).

Ikan layur umumnya hidup diperairan pantai yang dalam dengan dasar lumpur. Jenis ikan ini biasanya muncul ke permukaan pada waktu senja atau sore hari. Ikan ini termasuk ikan buas yang memangsa ikan- ikan kecil lainnya. (Araga et al.,1975). Matsuda et al., Diacu oleh Imron (1999) menambahkan walaupun ikan layur ini termasuk jenis ikan demersal, namun jenis ikan ini biasanya muncul ke permukaan pada waktu senja. Menurut Fischer (1974) diacu dalam Anita (2003) Ikan layur terdapat sampai pada kedalaman kurang lebih 100 meter, namun banyak dijumpai di perairan yang lebih dangkal hingga memasuki daerah estuaria bahkan diperairan yang sangat dangkal sekalipun. Ikan ini termasuk kedalam kelompok ikan demersal dan digolongkan kedalam ikan pemangsa (carnivora) dengan mangsanya berupa ikan-ikan kecil, udang- udangan (crustacea) dan berbagai jenis cumi-cumi (Dwiponggo et al.,1991).

Daerah penyebaran layur berada di perairan pantai seluruh Indonesia ke utara meliputi perairan Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang pantai Laut Cina Selatan, Philipina, ke selatan meliputi pantai utara Australia (Ayodhyoa dan Diniah, 1989). Selain itu juga pada beberapa muara sungai di Sumatra umumnya dijumpai pula jenis layur yang berukuran lebih kecil seperti Trichiurus glossodon dan Trichiurus savala.

Ikan layur merupakan ikan yang biasa dikonsumsi, biasa ditangkap dengan menggunakan pancing ataupun dengan menggunakan perangkap seperti bubu, sero dan jermal serta dapat pula ditangkap dengan menggunakan trawl (Araga et.l.,1975). Belum banyak diketahui masa-masa pemijahannya, hanya saja untuk jenis layur yang ada di selatan Jepang (Trichiurus lepturus), mulai diketahui bahwa ikan ini memijah dan telurnya menetas pada musim semi (saat suhu berangsur hangat). Jenis ikan ini sangat sukar dipertahankan hidup dalam penampungan (Nontji, 1987) diacu dalam Anita (2003).

(17)

ikan demersal yang menggambarkan penyebaran dan komposisi menurut nilai ekonomis adalah sebagi berikut :

1. Kelompok komersial utama yang terdiri dari ikan bambangan (Lutjanus spp), Bawal putih (Pampus spp), kerapu (Serranidae), manyung (Arridae), kuwee

(Carangoides spp), nimei (Hradontidae), jenaha (Lutjanus johni).

2. Kelompok komersial kedua yang terdiri dari ikan layur (Trichiurus spp), bawal hitam (Formioniger), kurisi (Nemipterus sp), beronang (Siganus spp), gerot- gerot

(Pomadsys spp), kuro (Therapon spp), Pari (Dasyatis spp), ketang-ketang

(drepanidae), dan cucut (Shark).

3. Kelompok komersial ketiga yaitu ikan beloso (Synodontidae), mata merah

(Priacanthus spp), pepetek (Leiognathidae), kuniran (Mulidae), besot (Sillago

spp), gabus laut (Rachycentron spp) dan sidat (Anguilla spp).

4. Kelompok ikan campuran yaitu jenis-jenis ikan lidah (Cynoglossidae), sebelah (Psettoidae), kapas-kapas (Gerreidae), srinding (Apogonide) dan berbagai jenis ikan lain dengan kontribusi hasil tangkapan yang relatif lebih rendah.

2.2Pancing Rawai

Penangkapan ikan layur di teluk Palabuhanratu dilakukan dengan menggunakan pancing ulur dan pancing rawai atau nelayan setempat menyebutnya rawai layur. Walaupun ada juga yang tertangkap dengan alat tangkap lain selain pancing, seperti sero, jermal dan bubu, namun kebanyakan ikan layur tertangkap dengan pancing rawai.

Pancing rawai dasar adalah tipe rawai yang dipakai untuk menangkap ikan yang hidup didasar perairan. Bentuk pancing ini agak berbeda dengan rawai tuna yang fungsinya untuk menangkap ikan- ikan dasar, disamp ing itu bahan-bahan yang digunakan agak berbeda, demikian pula cara pengoperasiannya (Subani dan Barus, 1998). Menurut Sadhori (1984), pancing rawai (rawai layur) termasuk kedalam kelompok rawai pertengahan (midwater longline) dan rawai dasar(horizontal

(18)

Nelayan Palabuhanratu umumnya menangkap ikan layur menggunakan pancing rawai dasar konvensional yang biasa disebut “pancing rawe” yaitu suatu tipe rawai dasar konvensional dalam ukuran kecil. (Subani dan Barus, 1998). Seperti halnya rawai-rawai lain, pancing rawai ini juga terdiri dari komponen utama yaitu : tali utama (main line), tali cabang (branch line), mata pancing (hook), tali penarik

(hauling line), pelampung (float) dan pemberat (sinker).

Anita (2003) menyatakan untuk rawai layur umumnya diikatkan dua buah pemberat dan pelampung. Pemberat terbuat dari bahan kayu yang masing- masing diikatkan dengan batu. Fungsi pemberat selain memberikan gaya berat pada tali rawai agar tenggelam, juga berfungsi sebagai jangkar agar perahu tidak hanyut terbawa arus pada saat pengoperasian alat tangkap. Sedangkan pelampung selain berfungsi sebagai penahan pancing rawai agar tidak tenggelam, juga berfungsi untuk mengetahui posisi pancing rawai setelah sekian lama di rendam, selain itu juga pelampung berfungsi untuk menghasilkan rentangan yang sempurna. Tali pelampung adalah tali yang menghubungkan antara pelampung yang terdapat di permukaan perairan dengan pemberat yang tenggelam di dasar perairan dan diikatkan dikedua ujung kaki utama pancing rawai, ikatan ini tidak permanen, dan terbuat dari tali tambang yang berdiameter 6 mm dengan panjang total berkisar antara 200-500 meter.

2.3Indera Penglihatan Ikan 2.3.1 Morfologi Mata Ikan

(19)

bergantung pada tranparansi, dengan kata lain penglihatan ikan dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Pada dasarnya fungsi penglihatan pada ikan hampir sama dengan fungsi penglihatan pada manusia, perbedaannya adalah letak mata ikan berada di kedua sisi kepala dan tidak di bagian depan kepalanya. Ikan memiliki keuntungan yang tidak dimiliki oleh binatang penghuni daratan, yaitu dapat melihat ke beberapa jurusan sekaligus. Benda yang terlihat oleh setiap mata dicatat di dalam otak pada sisi yang berlawanan, artinya benda-benda yang di sebelah kanan dicatat oleh otak sebelah kiri dan benda di sebelah kiri dicatat oleh otak sebelah kanan (Syandri, 1988).

Matsuoka (1999) berpendapat bahwa mata ikan tidak memiliki kelopak mata tetapi untuk beberapa ikan memiliki adipose mata yang berfungsi untuk melindungi mata. Lensa mata terletak secara dorsal terhadap ligament suspensory dan secara ventral terhadap refraktor lentis (Gambar 2).

Gambar 2 Struktur Mata Ikan (Ali dan Anctil, 1976)

(20)

(twin cone) dan sel rod. Sel kon merupakan reseptor penglihatan untuk colour vision

dan ketajaman penglihatan (visual acuity), sedangkan sel rod hanya sensitif terhadap terang (Matsuoka, 1999). Selanjutnya Gunarso (1985) mengatakan bahwa ada perbedaan morfologi antara sel kon dan sel rod, sel rod mempunyai segmen luar yang panjang sedangkan sel kon lebih pendek. Ikan yang memiliki pengikat sel kon yang sangat mencolok pada bagian dorsal retina mata, berarti ikan tersebut mempunyai keistimewaan untuk melihat ke arah bawah. Jenis-jenis ikan dasar atau jenis ikan yang hampir sepanjang hidupnya tinggal di daerah yang hampir tidak dicapai lagi oleh cahaya matahari umumnya hanya memiliki sel rod saja.

2.3.2 Ketajaman Penglihatan Ikan

Ketajaman penglihatan ikan adalah kemampuan ikan untuk melihat suatu objek pada garis lurus yang digambarkan dalam bentuk hubungan timbal balik yang diistilahkan dengan sudut pembeda terkecil (Minimum Separable Angle). Dijelaskan pula bahwa sudut tampak minimum (minimum visible angle) dapat diukur dengan cara memperhitungkan jarak dari sasaran penglihatan menggunakan metode tingkah laku ikan. (He, 1989 diacu oleh Geonita, 2004). Sedangkan Menurut Muntz diacu

dalam Purbayanto (1999), ketajaman penglihatan pada hewan merupakan pengukuran

secara terperinci/detail dari kekuatan daerah pandangan. Hal tersebut diperlihatkan sebagai sudut pembeda terkecil (minimum separable angle) untuk membedakan dua sasaran penglihatan yang terdekat, yang dapat diukur melalui pengujian histologi.

Ketajaman penglihatan tergantung pada dua faktor, yaitu pemisahan kekuatan dari lensa mata dan retina dimana kekuatan lensa menjadi semakin besar jika mempunyai fokus yang panjang. Kemampuan melihat objek di bagian retina mata tergantung pada kepadatan jumlah sel penglihatan (Blaxter dan Jones, 1980 diacu

dalam Geonita, 2004). Kepadatan sel kon akan tetap selama ikan hidup, dimana

(21)

He (1989) diacu oleh Geonita (2004), berpendapat bahwa makin bertambahnya panjang tubuh ikan, maka akan semakin tinggi ketajaman penglihatannya dengan nilai sudut pembeda terkecil yang semakin kecil. Selanjutnya menurut Purbayanto (1999) diameter lensa mata ikan akan meningkat dengan bertambah panjangnya ukuran tubuh ikan, sementara itu kepadatan sel kon akan cenderung menurun dengan bertambah panjangnya tubuh ikan. Zhang dan Arimoto (1993) mengatakan ikan yang berukuran besar memiliki ketajaman penglihatan yang lebih tinggi dibandingkan ikan yang berukuran kecil, hal ini menunjukkan kemampuan yang sangat baik dari ikan tersebut dalam melihat dan membedakan objek yang berukuran kecil dan pada jarak yang lebih jauh.

2.3.3 Sumbu Penglihatan Ikan

Tamura (1957) menyatakan bahwa Sumbu penglihatan (visual axis)

diidentifikasi untuk mengetahui kebiasaan ikan dalam melihat makanan atau objek lain. Sumbu penglihatan diperoleh setelah nilai kepadatan sel kon tiap bagian retina mata diketahui, dengan cara menarik garis lurus dari bagian retina yang memiliki nilai kepadatan sel kon tertinggi menuju pusat lensa mata. Tamura (1957) diacu

dalam Fitri (2002) berpendapat bahwa sumbu penglihatan ditentukan dengan cara

mengetahui kepadatan sel kon yang biasanya terletak pada daerah dorso-temporal,

temporal dan ventro-temporal di retina mata ikan. Bidang penglihatan yang

dihasilkan dengan menarik garis lurus dari bagian retina menuju ke titik lensa mata, biasanya menghadap arah depan menurun (lower-fore), arah depan (fore), dan arah depan- naik (upper-fore).

Daerah retina yang memiliki kepadatan sel kon tertinggi pada bagian

dorso-temporal dengan perubahan arah pada diopter ke arah depan menurun (lower-fore),

(22)

2.3.4 Jarak Pandang Maksimum

Jarak pandang maksimum adalah kemampuan ikan untuk melihat suatu objek benda secara jelas pada jarak tertentu. Kemampuan ini dalam penerapannya digunakan untuk mengetahui kemungkinan pelolosan ikan dari suatu alat tangkap yang sedang dioperasikan (Zhang dan Arimoto, 1993).

Untuk mengetahui kemampuan jarak pandang maksimum ikan, terlebih dahulu perlu diketahui nilai sudut pembeda terkecil (minimum separable angle) dalam satuan menit. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan adalah keadaan perairan jernih

(clear water) dan tingkat pencahayaan dalam keadaan terang (ideal light condition).

(23)

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, tahap pertama pengambilan sampel mata ikan layur (Trichiurus spp) hasil tangkapan pancing rawai di perairan teluk Palabuhanratu Jawa Barat pada bulan Juli 2005. Tahap kedua melakukan analisis histologi sampel mata ikan pada bulan Agustus 2005 yang bertempat di Laboratorium Tingkah Laku Ikan (TLI), Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Baha n dan Alat

Bahan dan alat ang digunakan selama penelitian secara singkat disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian

No Alat dan Bahan Kegunaan

1 Alat bedah Membelah mata ikan sampel

2 Jangka sorong Mengukur diameter lensa mata ikan sampel

3 Meteran Mengukur panjang tubuh ikan sampel

4 Pancing Rawai Menangkap ikan

5 Larutan Bouin’s Fiksasi

6 Botol sampel Penyimpanan sampel sebelum dianalisis

7 Kamera Dokumentasi

8 Aqudes Pelarut

9 Alkohol

(75%,80%,85%,95%,100%) Pengeringan (Dehidration) 10 Larutan Xylol Penjernihan (Clearing)

11 Mesin histoembeder Perendaman spesimen dengan parafin

pada proses infiltrasi sampai embeding

(24)

berukuran 2 cm3 embeding

13 Parafin Infiltrasi (Infiltration)

14 Haematoxyline dan Eosin Pewarna

15 Object glass. Tempat melekatkan spesimen retina

mata yang telah disayat

16 Micro cover glass Penutup preparat

17 Parafin Memblok spesimen

18 Mikrotom Menyayat retina mata ikan

19 Pink tisu dan kasat embeding Membungkus preparat dalam larutan

20 Perekat antellan Merekatkan cover glass pada object glass.

21 Staining box Tempat melakukan proses pewarnaan

22 mikroskop Melihat susunan sel kon pada retina

mata.

23 Alat tulis Mencatat data-data yang diperlukan.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang diambil terdiri atas data ukuran panjang tubuh serta diameter mata ikan sampel. Data mengenai jumlah sel kon yang terdapat pada setiap bagian retina mata ikan dari masing- masing sampel mata ikan diperoleh melalui prosedur histologi. data tersebut selanjutnya digunakan untuk mengetahui ketajaman penglihatan, sumbu penglihatan dan jarak pandang maksimum.

3.4 Metode Penelitian 3.4.1 Pengambilan sampel

(25)

telah diisi larutan Fiksatif yaitu larutan Bouin’s yang terdiri dari campuran Formalin, asam Fikrat dan asam asetat dengan perbandingan 75 ml : 25 ml : 5 ml, selama 1-2 hari. Analisis retina mata ikan dilakukan di laboratorium dengan menggunakan prosedur histilogi melalui pemotongan retina mata ikan secara tangensial dengan ketebalan 4 µm sehingga dapat diamati dibawah mikroskop.

3.4.2 Prosedur Histologi

Spesimen mata ikan di belah, dibersihkan dan kemudian diukur diameter lensa serta diambil retinanya. Setelah diketahui posisi optic left dari mata ikan, maka dapat ditentukan bagian dorsal, ventral, nasal, dan temporal dari mata ikan tersebut. Spesimen retina selanjutnya dipotong ke dalam 19 bagian (Gambar 3) untuk dua sampel mata ikan (ukuran panjang dan lingkar tubuh berbeda). Sampel selanjutnya ditetapkan berdasarkan titik sampel dengan jumlah sel kon terpadat saja sehingga diperole h preparat jaringan retina yang siap diamati dibawah mikroskop. Prosedur histologi sebagaimana dijelaskan oleh Purbayanto (1999), dapat dilihat pada Gambar 4,5 dan 6 .

Dorsal

Ventral

Gambar 3 Sembilan belas bagian retina mata ikan sampel sebelah kiri yang diamati sebaran sel konnya

(26)

Gambar 4 Diagram Alir Analisis Histologi Spesimen Retina Mata Ikan Penanaman Spesimen pada lilin

Pengamatan melalui mikroskop Pemasangan kaca penutup preparat

Sampel Mata

Larutan Bouin’s

Pengeringan

Memblok spesimen

Penyayatan retina

(27)

Gambar 5 Prosedur pengeringan dan pe nanaman spesimen retina ikan layur (Trichiurus spp) pada paraffin

(28)

Gambar 6 Prosedur Pewarnaan Hematoxylene dan Eosin spesimen retina mata ikan layur

Penanaman spesimen Retina mata ikan

(29)

3.5 Metode Analisis Data

3.5.1 Analisis ketajaman penglihatan

Untuk menghitung ketajaman penglihatan (visual aquity) terlebih dahulu dihitung nilai sudut pembeda terkecil (minimum separable angle, MSA) dengan rumus sebagai berikut (Tamura, 1957 diacu oleh Purbayanto, 1999) :

(

)

pengamatan di bawah mikroskop.

Ketajaman penglihatan (visual aquity) merupakan kebalikan dari nilai sudut pembeda terkecil yang dikonversi dengan rumus sebagai berikut (Shiobara et al.1999)

VA = (árad x π

180

x 60)-1

3.5.2 Analisis sumbu penglihatan

Sumbu penglihatan (visual axis) diidentifikasi untuk mengetahui kebiasaan ikan dalam melihat makanan atau objek yamg lain (Blaxter, 1980 diacu oleh Geonita, 2004). Sumbu penglihatan diperoleh setelah nilai kepadatan sel kon tiap bagian dari retina mata diketahui yaitu dengan cara menarik garis lurus dari bagian retina yang memiliki nilai kepadatan sel kon tertinggi menuju titik pusat lensa mata (Tamura, 1957 diacu oleh Fitri, 2002).

(30)

3.5.3 Analisis jarak pandang maksimum

Jarak pandang maksimum adalah kemampuan ikan untuk melihat objek pada jarak terjauh berdasarkan nilai ketajaman penglihatan yang dimilikinya (Zhang dan Arimoto, 1993). Perhitungan jarak pandang maksimum ikan dapat dilakukan dengan asumsi sebagai berikut :

(1) Kondisi perairan cerah (clear water condition);

(2) Kemampuan penglihatan (α) yang digunakan adalah dalam satuan menit;

(3) Objek penglihatan dalam bentuk noktah dan dinyatakan dalam ukuran diameter objek (point aquity).

Gambar 7 Skema perhitungan jarak pandang maksimum dimana :

D : jarak pandang maksimum (meter) ; d : diameter objek (mm) ;

α : sudut pembeda terkecil (menit) ; dan

F : jarak titik fokus

Adapun jarak pandang maksimum (maximum sighting distance, ) dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

(31)

D =

α

) 5 , 0 tan(

d ) 5 , 0 (

dimana :

D : jarak pandang maksimum (meter) α : sudut pembeda terkecil (menit) d : diameter objek pandang (mm)

(32)

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Keadaan Umum Palabuhanratu

4.1.1 Kondisi Geografi, Letak dan Luas Wilayah

Secara Geografis Kecamatan Palabuhanratu terletak diantara koordinat 1060 49’-107000’ BT dan 06067’- 07025’ LS. Kecamatan Palabuhanratu berjarak sekitar 1 km dari kabupaten Sukabumi. Luas wilayah Kecamatan Palabuhanratu sekitar 27.210,07 Ha atau sekitar 6,59 % dari total luas kabupaten Sukabumi yang mencapai 412.799,54 Ha.(Hermawati,2005)

Kecamatan Palabuhanratu memiliki satu kelurahan, yaitu Kelurahan Palabuhanratu, dan tiga belas desa, yaitu Desa Citepus, Buniwangi, Citarik, Cikadu, Tonjong, Loji, Cibodas, Mekarasih, Cidadap, Kertajaya, Cihaur, Cibuntu, Pasir suren. Kecamatan Palabuhanratu dibatasi oleh :

Sebelah utara : Kecamatan Cikidang Sebelah selatan : Kecamatan Ciemas Sebelah timur : Kecamatan Warung kiara Sebelah barat : Samudera Indonesia

4.1.2 Keadaan Iklim dan Musim

Musim penangkapan ikan berdasarkan jumlah hasil tangkapan di daerah Palabuhanratu dibagi menjadi tiga musim, yaitu musim banyak ikan (Juni-September), musim sedang (Maret-Mei dan Oktober-November) dan musim kurang ikan (Desember-Februari).(Tampubolon (1990) diacu dalam Hermawati (2005)) .

(33)

peralihan akhir tahun (September – November) yang merupakan musim peralihan dari musim timur ke musim barat.

Periode musim barat merupakan musim hujan, dimana kondisi perairan relatif buruk. Hal ini ditandai dengan besarnya ombak yang ada di perairan Palabuhanratu, sehinga menyebabkan sebagian besar nelayan tidak melaut. Kondisi ini dimanfaatkan oleh sebagian nelayan untuk kegiatan lain, seperti memperbaiki kapal/perahu, memperbaiki alat tangkap atau usaha dibidang lain.

Periode musim timur merupakan musim kemarau dimana kondisi perairan relatif lebih tenang. Pada kondisi ini nelayan banyak turun ke laut dan melakukan operasi penangkapan ikan, sehingga selama periode ini hasil tangkapan ikan cukup tinggi akibat dari jumlah upaya penangkapan ikan yang tinggi. Pada musim peralihan (awal tahun atau akhir tahun) kondisi perairan umumnya tidak menentu sehingga menyebabkan jumlah hasil tangkapan tidak menentu akibat berfluktuasinya jumlah upaya penangkapan.

4.2 Keadaan Umum Perikanan Laut Palabuhanratu

4.2.1 Total produksi dan nilai produksi ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu

(34)

Tabel 2 Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan laut di PPN Palabuhanratu (1994-2003)

Pendaratan ikan Fluktuasi (%) No Tahun

Jumlah 30.882.611 58.311.763.568 Rata-rata 3.088.261 5.831.176.357 Sumber : Statistik Perikanan PPN Palabuhanratu (1994-2003)

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa produksi ikan tertinggi terjadi pada tahun 1999 yaitu sebesar 4.134.871 Kg. Hal ini dikarenakan pada tahun tersebut musim ikan cukup bagus, banyak nelayan yang mendaratkan ikannya, dan banyak kapal yang mendaratkan hasil tangkapannya di Palabuhanratu.

4.2.2 Produksi dan Nilai Produksi Ikan Layur yang didaratkan di Palabuhanratu

Tabel 3 Produksi dan Nilai Produksi Ikan Layur di PPN Palabuhanratu tahun 1994-2003

Pendaratan ikan Fluktuasi (%) No Tahun

(35)
(36)

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Ketajaman Penglihatan Ikan Layur

Hasil analisis histologi retina mata ikan Layur memperlihatkan susunan sel reseptor yang terdiri dari sel kon tunggal (single cone cell) dan sel kon ganda (twine

cone cell) dengan posisi sel kon tunggal dikelilingi 4 buah sel kon ganda membentuk

susunan mozaik. (Gambar 8 )

Gambar 8 Bentuk mozaik sel kon tunggal dan sel kon ganda pada ikan Layur Pada umumnya retina mata ikan terdiri dari 3 tipe pada lapisan indra penglihatannya (visual cell layer), yaitu sel kon tunggal (single cone cell), sel kon ganda (twine cone cell) dan sel rod. Sel kon tunggal dan sel kon ganda pada ikan layur sebagaimana pada ikan- ikan pada umumnya, merupakan sel reseptor penglihatan. dimana sel kon ganda tersusun dari kombinasi sel kon tunggal. Sehingga sel kon ganda mempunyai kemampuan lebih sensitif terhadap cahaya dibandingkan dengan sel kon tunggal, sedangkan sel rod umumnya hanya dimiliki oleh ikan dasar yang selama hidupnya tidak pernah terkena sinar matahari.

Dilihat dari susunan sel sebagaimana tercantum pada Gambar 8 ikan layur dapat dikelompokan kedalam jenis ikan yang aktif memburu mangsa dengan menggunakan indra penglihatannya, sebagaimana disebutkan oleh Dwiponggo et al.,

singleconecell

twineconecell

0 0,05 0,1 mm

single cone cell

(37)

(1991) bahwa ikan layur merupakan ikan pemangsa ikan- ikan kecil. Kemampuan ikan untuk melihat objek pada jarak tertentu dapat diketahui melalui nilai ketajaman penglihatan (visual acuity), dimana ketajaman penglihatan tersebut dipengaruhi oleh diameter lensa dan kepadatan sel kon pada retina. Apabila dihubungkan dengan panjang ikan, diameter lensa akan berbanding lurus dengan panjang ikan, dalam artian semakin panjang tubuh ikan maka ukuran diameter lensanya akan semakin besar pula, sebagaimana terlihat pada Gambar 9. Sedangkan kepadatan sel kon akan berbanding terbalik dengan panjang tubuh ikan, dalam artian semakin panjang tubuh ikan maka kepadatan sel kon ikan akan berkurang seperti terlihat pada Gambar 10.

Gambar 9 Hubungan antara panjang tubuh ikan dengan diameter lensa ikan layur

Dari gambar diatas dapat kita simpulkan bahwa terdapat hubungan linier antara panjang tubuh ikan dengan diameter lensa mata ikan layur, sesuai denga n apa yang dinyatakan oleh Purbayanto (1999) bahwa diameter lensa mata ikan akan meningkat seiring dengan bertambah panjangnya ukuran tubuh ikan. Ikan layur yang berukuran 650 mm memiliki diameter lensa 6,15 mm, sedangkan ikan yang berukuran panjang total 850 mm memiliki diameter lensa 9,15 mm. Dari persamaan diatas didapatkan nilai regresi linear sebasar 0,9968 yang menunjukan hubungan panjang tubuh dengan diameter lensa mata ikan sangat erat, dimana setiap kenaikan satu satuan dari panjang total dapat menjelaskan perubahan diameter lensa mata sebesar 99%, dan dapat

y = 0.0152x - 3.71

600 650 700 750 800 850 900

Panjang Total (mm)

(38)

dikatakan pula dengan semakin besar diameter lensa maka ketajaman penglihatannya akan semakin baik.

Gambar 10 Hubungan antara panjang total dan kepadatan sel kon (per 0.1 mm2) ikan layur

Gambar diatas memperlihatkan bahwa adanya hubungan linier antara panjang total dengan kepadatan sel kon, semakin panjang ukuran tubuh ikan maka kepadatan sel kon akan berkurang, hal ini dikarenakan sel kon tersebut membesar seiring dengan pertumbuhan badan ikan sehingga semakin tumbuh ikan maka kepadatan selnya akan semakin menurun. Kepadatan sel kon tertinggi terletak pada daerah ventro temporal, yaitu sebesar 126 sel/0,1mm2 untuk ikan dengan panjang total 850 mm dan 226 sel/0,1 mm2 untuk ikan berukuran panjang total 650 mm, dengan nilai regresi linier sebesar 0,9860 yang menunjukan hubungan panjang total dengan kepadatan sel kon sangat erat, dimana setiap kenaikan satu satuan dari panjang total dapat menjelaskan perubahan diameter lensa mata sebesar 98%, dan dapat dikatakan pula dengan semakin berkurangnya kepadatan sel kon ikan maka ketajaman penglihatannya akan semakin baik.

Setelah mengetahui diameter lensa dan kepadatan sel kon, selanjutnya dapat ditentukan nilai sudut pembeda terkecil (á) dan ketajaman penglihatan ikan.hubungan linier antara panjang total dengan sudut pembeda terkecil (á) ikan Layur dapat dilihat pada Gambar 11, serta hubungan linier antara panjang total dengan ketajaman penglihatan ikan layur dapat dilihat pada Gambar 12 .

y = -0.488x + 535

500 600 700 800 900

Panjang total (mm)

Kepadatan sel kon

(39)

Gambar 11 Hubungan antara panjang total dan sudut pembeda terkecil (menit) ikan layur

Gambar diatas menunjukan hubungan linier antara panjang total dengan sudut pembeda terkecil ikan layur. Dimana semakin panjang ukuran tubuh ikan maka sudut pembeda terkecilnya akan semakin turun. Ikan dengan ukuran panjang total 650 mm memiliki nilai sudut pembeda terkecil sebesar 7,29 menit dan ikan dengan ukuran panjang total 850 mm memiliki sudut pembeda terkecil sebesar 6,59 menit.

Nilai regresi r sebesar 0.9292 yang berarti antar panjang total tubuh ikan layur dengan sudut pembeda terkecil memiliki hubungan yang sangat erat, dan dapat diktakan pula bahwa setiap kenaikan satu satuan dari panjang total dapat menjelaskan nilai sudut pembeda terkecil sebesar 92%. Semakin kecil nilai sudut pembeda terkecil maka penglihatan ikan terhadap suatu objek akan semakin tajam.

Gambar 12 Hubungan antara panjang total dan ketajaman penglihatan ikan layur

500 600 700 800 900

Panjang total (mm)

550 600 650 700 750 800 850 900

Panjang total (mm)

(40)

Hubungan linier antara panjang total ikan dan ketajaman penglihatan ikan layur dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar tersebut menunjukan bahwa semakin panjang ukuran tubuh ikan maka ketajaman penglihatannya pun akan semakin meningkat. Ikan yang berukuran panjang 650 mm memilki nilai ketajaman penglihatan sebesar 0,14, sedangkan ikan yang berukuran 850 mm memiliki nilai ketajaman penglihatan sebesar 0,15. nilai regresi linier didapatkan sebesar 0,9319 yang berarti adanya hubungan yang sangat erat antara panjang total ikan dengan ketajaman penglihatan ikan layur. Dari persamaan diatas juga dapat dikatakan bahwa setiap kenaikan satu satuan dari ukuran panjang total dapat menjelaskan nilai ketajaman penglihatan sebesar 93%.

Nilai ketajaman penglihatan ikan layur yang semakin tinggi ini berhubungan erat dengan nilai sudut pembeda terkecil yang semakin menurun, seiring dengan bertambah panjangnya ukuran tubuh ikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran ikan maka ketajaman penglihatannya akan semakin meningkat. Namun karena terbatasnya jumlah sampel ikan yang diamati batas maksimum nilai ketajaman penglihatan ikan layur belum dapat ditentukan.

Nilai ketajaman penglihatan ikan layur ini cukup baik, walaupun ikan layur ini umumnya hidup di perairan pantai yang dalam dengan dasar lumpur, namun ikan ini biasanya muncul ke permukaan pada waktu senja atau sore hari, sebagaimana disebutkan oleh Araga et al., (1975). Agustini (2005) dalam penelitiannya menyebutkan nilai ketajaman penglihatan ikan gulamah yang merupakan ikan demersal berkisar antara 0,8 – 0,10 untuk ukuran 100-300 mm selain itu Geonita (2004) juga menyebutkan nilai ketajaman penglihatan ikan kakap merah (Lutjanus

malabaricus) yang juga termasuk ikan demersal, berkisar antara 0,08 – 0,13 untuk

kisaran panjang ikan antara 100 – 185 mm. Hal ini menunjukan bahwa kondisi perairan yang gelap dan kurang mendapatkan cahaya akan berpengaruh terhadap daya penglihatan ikan- ikan yang berada jauh dari permukaan air. Berbeda dengan ikan-ikan yang pelagis sebagaimana dinyatakan oleh Alatas (2004) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa ketajaman penglihatan ikan Tongkol (Euthynnus

(41)

ukuran ikan dan kondisi perairan yang cukup terang menyebabkan ikan tersebut mempunyai ketajaman penglihatan yang cukup baik.

5.2 Sumbu penglihatan (Visual Axis)

Berdasarkan hasil analisis histologi ternyata ikan layur memiliki kepadatan sel kon terbesar di bagian ventro-temporal (Gambar 14 ). Dengan menarik garis lurus melalui pusat lensa mata maka terlihat bahwa sumbu penglihatan ikan layur adalah kearah depan- naik (upper-fore) (Gambar 15 ). Kepadatan terbesar sel kon dibagian

ventro-temporal akan menyebabkan perubahan arah pada diopter kearah depan-naik

(upper-fore) pada sudut 45o.

Sumbu penglihatan atau arah pandang yang dimiliki oleh ikan layur menunjukan pola makan dan pola hidup dari ikan tersebut. Makanan ikan layur ini berupa ikan-ikan kecil, udang- udangan (crustacea) dan berbagai jenis cumi-cumi (Dwiponggo et al.,1991). Hal ini menunjukan bahwa ikan layur merupakan ikan yang aktif memburu mangsanya. Sebagaimana dinyatakan oleh Tamura (1957) bahwa jenis ikan yang memperoleh makanannya dengan terlebih dulu memburu mangsanya maka pada umumnya mereka mempunyai pengkonsentrasian sel kon pada bagian temporal atau

ventro-temporal retinanya.

5.3 Jarak Pandang Maksimum

Jarak pandang maksimum ikan layur dapat diketahui setelah nilai sudut pembeda terkecil diketahui. Objek yang dilihat adalah umpan yang terbuat dari potongan daging ikan layur dengan ukuran yang bervariasi antara 40-70 mm. Tabel 4 dan Gambar 13 memperlihatkan kemampuan jarak pandang maksimum ikan layur yang mempunyai ukuran panjang total 650-850 mm dalam melihat objek.

Tabel 4 Jarak pandang maksimum ikan layur terhadap umpan pancing rawai Jarak pandang maksimum (m)

(42)

Jarak pandang maksimum ikan layur terhadap umpan yang ada pada pancing rawai akan semakin meningkat dengan semakin besarnya ukuran umpan yang dilihat, serta semakin meningkat pula dengan besarnya ukuran panjang total tubuh ikan. Artinya, dengan ukuran panjang total tubuh yang semakin besar maka kemampuan ikan layur untuk mendeteksi adanya benda dihadapannya akan semakin jauh, sehingga dari jarak jauh ikan tersebut sudah dapat mendeteksi/melihat umpan.

Gambar 13 Hubungan antara panjang total dengan jarak pandang maksimum ikan layur

Grafik dan tabel diatas dapat memberikan informasi bahwa jarak pandang maksimum dari ikan layur dengan perbedaan ukuran panang total tidak berbeda jauh. Ikan layur dengan ukuran panjang total antara 650-850 mm memiliki kisaran jarak pandang maksimum antara 6.006 - 11.589 meter.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa proses penangkapan ikan layur dengan menggunakan rawai layur dilakukan pada pagi hari, meskipun banyak juga nelayan yang menangkap layur pada malam hari namun dengan alat tangkap yang berbeda yaitu pancing ulur. Untuk itu hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi kegiatan penangkapan maupun kegiatan wisata bahari atau olahraga memancing, dimana ukuran ikan layur yang akan ditangkap dapat diupayakan dengan memperhatikan ukuran umpan yang digunakan. Selain itu dengan memperhatikan ukuran umpan juga diharapkan ikan layur yang berukuran kecil dan belum layak

Ukuran umpan

550 600 650 700 750 800 850 900

Panjang total (mm)

Jarak Pandang Maksimum (m)

40 mm 50 mm 60 mm 70 mm

(43)

untuk ditangkap tidak tertangkap, dengan begitu maka sumberdaya ikan layur dapat terjaga kelestariannya sebagaimana yang kita harapkan.

(44)

Gambar 14 Bentuk dan kepadatan sel kon pada setiap bagian retina mata ikan layur

32

Dorsal

Nasal Temporal

Ventral

Ventro-temporal

Dorsal

Ventro-temporal Ventral

(45)
(46)

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Ketajaman penglihatan ikan layur semakin meningkat seiring dengan

bertambahnya ukuran panjang tubuh ikan, yaitu berkisar antara 0,14-0,15 untuk ukuran panjang tubuh 650-850 mm.

2. Kepadatan sel kon tertinggi ikan layur terletak pada bagian ventro-temporal

retina mata. Hal ini mengindikasikan bahwa arah penglihatan ikan layur ke arah depan naik (upper-fore).

3. Jarak pandang maksimum ikan layur dapat melihat objek pada pancing rawai

dalam hal ini umpan, akan semakin meningkat seiring dengan bertambah besarnya ukuran tubuh ikan dan ukuran umpan atau objek yang dilihat. Diprediksi Jarak pandang maksimum ikan layur dalam melihat umpan berukuran 40 mm berkisar antara 6,006 – 6,623 meter; untuk ukuran umpan 50 mm berkisar antara 7,508 - 8,278 meter; untuk ukuran umpan 60 mm berkisar antara 9,009 - 9,933 meter; untuk ukuran umpan 70 mm berkisar antara 10,511 - 11,589 meter.

6.2 Saran

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Agustini, W. 2005. Ketajaman Penglihatan Ikan Gulamah (Argyrosomus amoyensis) Kaitannya Dengan Respon Penglihatan Terhadap Objek Jaring Arad (Skripsi). Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 52 hal.

Alatas, U. 2004. Analisis Hasil Tangkapan dan Respon Ikan Tonkol (Euthynnus

affinis) pada Pancing Tonda Menggunakan Umpan Tiruan (Thesis). Bogor.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 57 hal.

Ali, M.A dan M. Anctil. 1976. Retinas of Fishes an tlas. Springer-Verlag-Berlin. P : 267.

Anita. 2005. Produksi Layur (Trichiurus sp) di PPN Palabuhanratu Untuk Tujuan Ekspor (Skripsi). Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 82 hal.

Araga, C. ; H. Masuda dan T. Yossihono.1975. Costal Fishes of Southern Japan. Tokai University Press Shinjuku. Tokyo. Japan

Ayodhyoa Dan Diniah. 1989. Handbook Perikanan Indonesia. Diktat Kuliah (Tidak dipublikasikan). Bogor. Fakultas Perikanan. Hal: 39.

Blaxter, J.H.S and M.P Jones. 1980. Vision and The Feeding Of Fishes in Fish Behaviour and It’s Use In The Capture and Culture of Fishes. Roceeding in The Conference on The Physiology and Behavioral Manipulation Of Food As Production and Management, Manila. p: 32-56

Direktorat Jendral Perikanan. 1979. Buku Pedoman Pengembangan Sumberdaya Perikanan Laut. Bagian I (Jenis dan ekonomi penting). Jakarta.

Direktorat Jenderal Perikanan. 1994. Spesifikasi Teknis Kapal dan Alat Penangkapan Ikan Laut dan Perairan Umum. Direktorat Bina Produksi, Direktorat jenderal Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta. 75 hal.

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2001. Departemen Kelautan dan Perikanan. http://www.pelabuhanperikanan.or.id [25 Juni 2005]

Dwiponggo, M.Badrudin, D. Nogroho dan Sriyono. 1991. Potensi dan pengembangan sumberdaya demersal. Direktorat Jendral Perikanan. Puslitbang Perikanan. P3O-LIPI, Jakarta.

Fitri, A.D.P. 2002. Ketajaman Penglihatan Ikan Juwi (Anodontostoma chacunda) dan Aplikasinya pada Proses Penangkapan Pukat Cincin Mini (Thesis. Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 88 hal.

(48)

Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metoda dan Taktik Penangkapan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hermawati, Y. 2005. Analisis Komoditas Unggulan Perikanan Laut dan Unit Penangkapan Ikan di Palabuhanratu, Jawa Barat (Skripsi). Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 72 hal.

Imron, M.F. 1999. Pengaruh Kedalaman Posisi Mata Pancing Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Layur (Trichiurus Savala) dalam Uji Coba Pancing Ulur di Perairan Palabuhanratu, Sukabumi. 5 hal.

Matsuoka, M. 1999. Histological Characteristics and Development of the Retina in the Japanese Sardine (Sardinops malanostictus). Fisheries Science, 65 (2): 224-229.

Muntz, W.R.A. 1974. 1974. Comparative Aspects In Behavioral Studies Of Vertebrate Vision, in Cmparative Pshysiology. Academic Press, New York. p: 255-261.

Nicol, J.A.C. 1989. The Eyes Of Fishes. Clarendon Press. Oxford. p: 308.

Nomura, M. 1981. Fishing Technique (II). Japan International Cooperation Agency Tokyo. Tokyo. 206 p.

Nomura, M. 1991. Fishing Technique (IV). Japan International Cooperation Agency Tokyo. Tokyo.

Purbayanto, A.1999. Behavioral Studies for Improving Survival of Fish in Mesh Selectivity of Sweeping Trammel Net. Ph.D thesis, Graduate School of Fisheries, Tokyo University of Fisheries. Tokyo.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Volume I dan II. Bina Cipta, Bandung.

Sadhori, N. 1984. Teknik Penangkapan Ikan. Penerbit Angkasa, Bandung.

Subani, W dan H.R Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang di Indonesia. Edisi Khusus Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 05 Balai Penelitian Perikanan Laut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Syandri, H. 1988. Tingkah Laku Ikan. Padang : Universitas Bung Hatta. Fakultas Perikanan. Hal 20 – 22.

Tamura, T.1957. A Study of Visual Perception in Fish, Especially on Resolving Power and Accomodation. Bulletin of The Japanese Society of Scientific Fisheries. Vol 22, No. 9. Fisheries Institute, Faculty of Agriculture, Japan. p:536-557.

Zhang, X. M., and T. Arimoto. 1993. Visual Physiology of Walleye Pollock

(Theragra chalcogramma) in Relation to Capture by Trawl Nets. ICES

(49)
(50)
(51)

11

Bagian Jumlah sel kon Bagian Jumlah sel kon

1 154 1 140

Bagian Jumlah sel kon

(52)
(53)

Lampiran 3. Konstruksi alat tangkap pancing rawai

Keterangan :

1. Pelampung 7. Kawat (Barlen)

2. Swivel 8. Kail (No 9)

3. Snap 4. Pemberat

5. Main line

6. Branch line

41

1

4 3

2 5

6 7

8

2 m 115 m

1.5 m

Dasar perairan

10 m

2

(54)

Lampiran 4 Peta daerah penelitian

7.00o LS

7.10o LS

106.20o BT

106.10o BT U

(55)

Lampiran 5. Alat-alat, bahan dan proses analisis histologi

Proses infiltrasi

Kain kasa pembungkus potangan retina

Mikrotom

Vial Evendorf

Mesin histoembedder

(56)

Lampiran 6. Unit penangkapan dan hasil tangkapan pancing rawai

Perahu jukung

(57)

Gambar

Gambar 1  Ikan Layur (Trichiurus spp)
Gambar 2  Struktur Mata Ikan (Ali dan Anctil, 1976)
Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian
Tabel 1. Lanjutan …
+7

Referensi

Dokumen terkait