• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengguna Effluent Gas Bio yang Diperkaya Sampah Pasar dan Kerabang Telur untuk Rehabilitasi Lahan Kritis (Studi Kasus di Kecamatan Muara Jawa Kabupaten Kutai Kartanegara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengguna Effluent Gas Bio yang Diperkaya Sampah Pasar dan Kerabang Telur untuk Rehabilitasi Lahan Kritis (Studi Kasus di Kecamatan Muara Jawa Kabupaten Kutai Kartanegara)"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN EFFLUENT GAS BIO YANG DIPERKAYA

SAMPAH PASAR DAN KERABANG TELUR UNTUK

REHABILITASI LAHAN KRITIS

(Studi Kasus di Kecamatan Muara Jawa

Kabupaten Kutai Kartanegara)

SKRIPSI

RIANDI PURBA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

PENGGUNAAN EFFLUENT GAS BIO YANG DIPERKAYA

SAMPAH PASAR DAN KERABANG TELUR UNTUK

REHABILITASI LAHAN KRITIS

(Studi Kasus di Kecamatan Muara Jawa

Kabupaten Kutai Kartanegara)

Riandi Purba

D14201084

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(3)

PENGGUNAAN EFFLUENT GAS BIO YANG DIPERKAYA

SAMPAH PASAR DAN KERABANG TELUR UNTUK

REHABILITASI LAHAN KRITIS

(Studi Kasus di Kecamatan Muara Jawa

Kabupaten Kutai Kartanegara)

Oleh :

Riandi Purba

D14201084

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 21 September 2006

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Salundik, M.Si Dr. Ir. Panca Dewi MHKS. MS

NIP. 131 839 217 NIP. 131 672 157

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(4)

RINGKASAN

RIANDI PURBA. D14201084. 2006. Penggunaan Efluent Gas Bio yang Diperkaya Sampah Pasar dan Kerabang Telur untuk Rehabilitasi Lahan Kritis.

(Studi kasus di Kec. Muara Jawa Kab. Kutai Kartanegara) Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor

Pembimbing I : Ir. Salundik, MSi.

Pembimbing II : Dr.Ir. Panca Dewi MHKS, MS

Sistem pertanian ladang berpindah tidak hanya mengurangi tingkat kesuburan tanah tetapi juga meningkatkan luas lahan kritis di Kabupaten Kutai Kertanegara. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kemampuan pupuk organik asal effluent gas bio yang diperkaya dengan sampah pasar dan kerabang telur untuk merehabilitasi lahan kritis. Penelitian terdiri dari tiga tahap yaitu, penelitian pendahuluan berupa pemeriksaan tingkat kesuburan tanah pada lokasi penelitian, penelitian utama berupa pembuatan pupuk organik asal effluent yang diperkaya dengan sampah pasar dan kerabang telur dengan taraf yang berbeda, dan penelitian akhir yaitu, pengujian pupuk organik pada lahan kritis, dengan penanaman rumput gajah (Pennisetum purpureum) sebagai parameter keberhasilan rehabilitasi lahan kritis.

Penelitian utama menggunakan rancangan acak lengkap tiga ulangan dengan taraf perlakuan penambahan sampah pasar dan kerabang telur 10%, 20% dan 30%. Pengujian lapang menggunakan rancangan acak kelompok dua ulangan, pengelompokan berdasarkan perlakuan dan lokasi petak percobaan. Perlakuan yang diberikan pada pengujian lapang terdiri dari kontrol (P0) tanpa pemupukan, pemupukan dengan pupuk organik hasil kombinasi terbaik (P1) dengan dosis 20 ton/ha, pemupukan dengan pupuk organik (P1) ditambah dengan pupuk anorganik urea 200 kg/ha, KCl 150 kg/ha dan TSP 150 kg/ha (P2).

Hasil penelitian pendahuluan berupa data tingkat kesuburan tanah pada lokasi penelitian dengan nilai secara berurutan pH, KTK (me/100g), C (%), N, P, K (ppm) : 5.14, 12.09, 0.51, 1.02, 18.61, 41.23, yang dibandingkan dengan nilai tingkat kesuburan tanah pada standar kesuburan tanah berkisar antara rendah dan sangat rendah. Hasil penelitian utama berupa penentuan pupuk oraganik dengan komposisi kimia terbaik dari kombinasi effluent gas bio yang diperkaya dengan sampah pasar dan kerabang telur yaitu pupuk organik dengan kode sampel E80S20T10 yang

mengandung komposisi effluent 80%, sampah pasar 20% dan kerabang telur 10%. Hasil pengujian lapang rehabilitasi lahan kritis sidik ragam menunjukan bahwa pengaruh perlakuan pemupukan, dan lokasi pada periode pertama masa panen sangat berbeda nyata (P<0,01) dengan interaksi yang sangat nyata antara pemupukan dan lokasi (P<0,01). Pada periode kedua perlakuan pemupukan berbeda sangat nyata (P<0,01), lokasi tidak berbeda nyata (P>0,05) dan interaksi pemupukan dengan lokasi sangat nyata (P<0,01).

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan data penelitian lapang, bahwa pupuk organik dapat merehabilitasi lahan kritis.

(5)

ABSTRACT

The Use of Biogas Effluent Forticated with Organic Matter and Egg Shell for Rehabilitation Critical Land

(Case Study at Muara Jawa District of Kutai Kartanegara Regency) Purba, R., Salundik, dan P. Dewi, MHKS.

Agriculture with shifting cultivation system caused not only the decrease of land fertility but also the increase of land ability critical wide in Kutai Kartanegara regency. The research purpose is to know the ability of organic fertilizer from effluent which forticated by organic matter and egg shell meal to rehabilitate the critical land. This research is divided into three phase, pre research includes checking land fertilities at research site, the main research includes producing organic fertilizer with forticating organic matter and egg shell with different level, and the field research includes planting of Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) on the land given organic fertilizer which best composition from main research result.

The main research used Completely Randomized Design with third replications and three levels forticated organic matter and egg shell can be described by these sequential value, 10%, 20% dan 30%. Field research used Grouping Randomized Design with twice replications. Grouping of the field research commonly treatment and locations research sites. The treatments on field research were control (P0) without fertilizer, Fertilized with organic fertilizer the result main research which best combination (P1) dosage 20 ton/ha, fertilized with organic fertilizer (P1) added anorganic fertililizer such Urea 200 kg/ha, KCl 150 ton/ha and TSP 150 ton/ha (P2).

The result of pre research can be described by these sequential value of pH, KTK (me/100g), C (%), N, P, K availability (ppm) : 5.14, 12.09, 0.51, 1.02, 18.61, 41.23. According to obtained the land fertilities were between low and very low if compare with land fertility’s standard table. The result of main research was organic fertilizer with the best chemist composition which, combination biogas effluent forticated by organic matter and egg shell sample code E80S20T10. The composition

of ES2T1 were effluent biogas 80%, organic matter 20% and egg shell 10%. The result field research rehabilitation critical land showed on the first periode, the treatment and location significant different (P<0,01) and interaction was significant different (P<0,01),at the second periode showed the treatment significant different (P<0,01), location didn’t different (P>0,05) and the interaction was significant different (P<0,01).

The conclusion commonly data had got in the field research was the organic fertilizer can be used to rehabilitation the critical land

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 3 Juni 1983 di Tenggarong, Kab. Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. Penulis adalah anak pertama dari pasangan Bapak Syukri SY. dan Ibu Djubaidah S.

Pendidikan formal diawali tahun 1987 di TK Dahlia Kec. Loa Kulu Kab. Kutai Kartanegara hingga tahun 1989. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1995 di SDN 010 Kec. Muara Jawa Kab. Kutai Kartanegara. Pada tahun yang sama Penulis melanjutkan ke SMPN 1 Muara Jawa, lulus tahun 1998. Setelah itu Penulis menyelesaikan pendidikan lanjutan menengah atas pada tahun 2001 di SMUN 10 ‘”Melati” Samarinda, Kalimantan Timur.

Tahun 2001, Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Penulis terdaftar sebagai mahasiswa program studi Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak yang sekarang menjadi Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT Sang Pemberi petunjuk atas segala pertolongan, nikmat kemudahan, rahmat dan keridhoan-Nya sehingga penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam selalu tercurah bagi junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW.

Skripsi ini berjudul Penggunaan Effluent Gas Bio yang Diperkaya Sampah Pasar dan Kerabang Telur untuk Rehabilitasi Lahan Kritis (Studi Kasus di Kec. Muara Jawa Kab. Kutai Kartanegara) ditulis berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis pada bulan Juni 2004 hingga Agustus 2006. Potensi Gas Bio, sampah pasar dan kerabang telur sebagai sumber polusi lingkungan akan dapat teratasi dengan dimanfaatkanya bahan-bahan tersebut sebagai pupuk kompos untuk merehabilitasi lahan kritis. Pemanfaatan bahan-bahan yang menjadi limbah yang tidak digunakan manusia dimaksudkan untuk meningkatkan nilai ekonomis bahan-bahan tersebut. Kabupaten Kutai Kertanegara memiliki wilayah yang cukup luas tetapi sebagian wilayah tersebut mulai mengalami kekritisan disebabkan oleh tindak laku penebangan liar selain itu faktor alam juga meningkatkan laju kekritisan lahan. Penelitian dilakukan untuk menguji tingkat kemampuan kompos yang dihasilkan merehabilitasi lahan agar kembali menjadi lahan yang produktif, berdaya guna dan nilai ekonomis yang tinggi.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk kalangan akademis maupun umum.

(8)

DAFTAR ISI Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Tanah ... 4

Lahan Kritis ... 4

Pemupukan... 7

Pupuk Organik ... 7

Perombakan Bahan Organik ... 9

Pengomposan ... 9

Effluent Gas Bio ... 10

Sampah Pasar ... 12

Kerabang Telur ... 12

Effective Microorganism4 (EM4) ... 13

Hijauan Makanan Ternak... 14

Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) ... 14

MATERI DAN METODE... 15

Tempat dan Waktu... 15

Bahan dan Alat... 15

Metode Penelitian ... 15

Pemeriksaan Kesuburan Tanah... 16

Formulasi Pupuk Organik ... 17

Sortasi dan Pencacahan Sampah Pasar ... 18

Penepungan Kerabang Telur... 18

(9)

Peubah yang diamati ... 20

Temperatur... 20

Derajat Keasaman (pH) ... 20

Tingkat Produksi Pupuk... 20

Analisis Kimia Pupuk Organik ... 21

Tingkat Produksi Hijauan ... 22

Rancangan Percobaan ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

Pupuk Kompos... 25

Perubahan Temperatur ... 25

Perubahan pH... 27

Produksi Pupuk Kompos ... 28

Kualitas Pupuk Kompos ... 29

Kandungan C-organik (Karbon), Nitrogen, Rasio C/N dan Nitrat (NO-3)... 29

Kadar C-organik ... 29

Kadar Nitrogen (N) ... 32

Rasio C/N... 35

Kadar Nitrat (NO-3)... 38

Ketersediaan Fosfor (P) dan Kalium (K) ... 40

Kadar Fosfor (P) ... 40

Kadar Kalium (K) ... 41

Kapasitas Tukar Kation (KTK)... 44

Penentuan Kombinasi Terbaik Pupuk Kompos ... 47

Pengujian Lapang ... 48

Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 48

Produksi Rumput Gajah... 50

Pemupukan, Lokasi dan Interaksi ... 52

KESIMPULAN dan SARAN. ... 55

Kesimpulan... ... 55

Saran... ... 55

UCAPAN TERIMA KASIH ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Pengaruh Kemiringan Tanah Terhadap Erosi... 5

2. Standar Kualitas Kompos Assosiasi Bark Kompos Jepang... 10

3. Komposisi Kimia Sampah Pasar... 12

4. Formulasi Penggunaan Bahan Pupuk Kompos... 17

5. Data Pengamatan Rataan Perubahan Temperatur Pengomposan .... 26

6. Data Pengamatan Rataan Perubahan pH Pengomposan ... 28

7. Nilai Rataan Kadar C-organik Pupuk Kompos... 30

8. Hasil Uji Kontras Kadar C-organik Pupuk Kompos ... 31

9. Nilai Rataan Kadar N-total Pupuk Kompos ... 33

10. Hasil Uji Kontras Kadar N-total Pupuk Kompos ... 34

11. Nilai Rataan Rasio C/N pada Pupuk Kompos ... 36

12. Hasil Uji Kontras Rasio C/N pada Pupuk Kompos ... 37

13. Nilai Rataan Kadar Nitrat (NO3-) Pupuk Kompos... 39

14. Hasil Uji Kontras Kadar Nitrat (NO3-) Pupuk Kompos... 40

15. Nilai Rataan Kadar Fosfor (P) Pupuk Kompos ... 41

16. Nilai Rataan Kadar Kalium (K) Pupuk Kompos ... 42

17. Hasil Uji Kontras Kadar Kalium (K) Pupuk Kompos ... 43

18. Nilai Rataan Kapasitas Tukar Kation (KTK) Pupuk Kompos... 45

19. Hasil Uji Kontras Kapasitas Tukar Kation (KTK) Pupuk Kompos. 46 20. Rataan Komposisi Kimia Lahan Kritis di Kec. Muara Jawa Kab. Kutai Kartanegara ... 49

21. Tingkat Produksi Rumput Gajah ... 51

22. Hasil Uji Ls-means Tingkat Produksi Rumput Gajah (P. purpureum) Periode Pertama... 52

23. Hasil Uji Ls-means Tingkat Produksi Rumput Gajah (P. purpureum) Periode Kedua ... 53

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Penampang Melintang Kerabang Telur ... 13

2. Diagram Alir Prosedur Penelitian... 16

3. Diagram Alir Pemeriksaan Kesuburan Tanah ... 17

4. Diagram Alir Persiapan Bahan Organik ... 18

5. Diagram Alir Pembuatan Tepung Kulit Udang ... 18

6. Diagram Alir Pembuatan Pupuk Organik ... 19

7. Diagram Alir Proses Pengujian Lapang Rehabilitasi Lapang ... 20

8. Histogram Persentase Produksi dan Penyusutan Pupuk Kompos ... 29

9. Lokasi Penelitian Lapang di Kec. Muara Jawa Kab. Kutai Kertanegara.... ... 48

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Standar Kesuburan Tanah ... 62

2. Ketentuan Kualitas Kompos Matang Bahan Baku Kotoran ternak . 63 3. Ketentuan Kualitas Kompos PT. Mekaro Daya Mandiri... 63

4. Pedoman Pengharkatan Hasil Analisa Tanah atau Media ... 64

5. Sidik Ragam Kadar Karbon (C) Pupuk Kompos... 64

6. Hasil Uji Kontras Kadar Karbon (C) Pupuk Kompos ... 65

7. Sidik Ragam Kadar Nitrogen (N) Pupuk Kompos ... 65

8. Hasil Uji Kontras Kadar Nitrogen (N) Pupuk Kompos ... 65

9. Sidik Ragam Rasio C/N dalam Pupuk Kompos ... 66

10. Hasil Uji Kontras Rasio C/N Pupuk Kompos... 66

11. Sidik Ragam Kadar Nitrat (NO3-) Pupuk Kompos ... 66

12. Hasil Uji Kontras Kadar Nitrat (NO3-) Pupuk Kompos... 67

13. Sidik Ragam Kadar Fosfor (P) Pupuk Kompos... 67

14. Sidik Ragam Kadar Kalium (K) Pupuk Kompos... 67

15. Hasil Uji Kontras Kadar Kalium (K) PupukKompos ... 68

16. Sidik Ragam Kapasitas Tukar Kation (KTK) Pupuk Kompos ... 68

17. Hasil Uji Kontras Kapasitas Tukar Kation (KTK) Pupuk Kompos. 68 18. Sidik Ragam Tingkat Produksi Rumput Gajah (P. purpureum) Periode Pertama ... 69

19. Sidik Ragam Tingkat Produksi Rumput Gajah (P. purpureum) Periode Kedua ... 69

20. Sidik Ragam Rataan Tingkat Produksi Rumput Gajah (P. purpureum) Dua Periode ... 69

21. Gambar Instalasi Gas Bio ... 70

22. Gambar Effluent Gas Bio ... 70

23. Gambar Sampah Pasar ... 71

24. Gambar Kerabang Telur ... 71

25. Gambar Lokasi Pelaksanaan Pengujian Lapang ... 72

26. Gambar Persiapan Lahan ... 72

27. Gambar Rumput Gajah (P. purpureum) ... 73

28. Data Tingkat Kesuburan Tanah di Lokasi Pengujian Lapang ... 74

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan salah satu kabupaten yang memiliki wilayah yang luas, tetapi hanya memilki sedikit lahan yang digunakan efektif sebagai lahan pertanian. Sistem pertanian secara umum di Kabupaten Kutai Kartanegara adalah sistem ladang berpindah, lahan yang digunakan oleh petani hanya untuk satu waktu tanam. Budaya sistem tanam ladang berpindah dapat menyebabkan tanah berubah menjadi lahan kritis, karena lahan tersebut akan langsung ditinggalkan tanpa dilakukan rehabilitasi yang dapat mengembalikan kondisi unsur hara dalam tanah, sehingga lahan yang telah ditinggalkan akan ditumbuhi alang-alang (Imperata cylindrica) yang juga mempercepat proses pemadasan tanah.

Penanganan yang tidak terkontrol pada pengelolaan tanah sebagai tempat berbagai usaha dan aktivitas manusia akan menyebabkan kerusakan pada tanah terutama pada bagian top soil (lapisan olah tanah) yang mengakibatkan penurunan kesuburan dan akan merubah tanah menjadi lahan kritis. Berbagai usaha telah dilakukan untuk memperbaiki kondisi tanah seperti pengolahan secara fisik dengan pembajakan atau pencangkulan dan pengolahan secara kimia menggunakan pupuk anorganik seperti urea, NPK, TSP, dan sebagainya, tetapi banyak faktor yang menyebabkan usaha ini kurang berhasil antara lain disebabkan oleh kurangnya perhatian terhadap faktor-faktor biologis yang merupakan salah satu bagian terpenting pada tanah sebagai suatu sistem yang dinamis.

(14)

Teknologi gas bio adalah suatu teknologi yang memanfaatkan limbah peternakan berupa kotoran ternak untuk menghasilkan bahan bakar alternatif berupa gas bio (methan). Selain menghasilkan gas bio, teknologi ini akan menghasilkan hasil samping berupa sludge (endapan lumpur aktif) dan effluent (keluaran instalasi) yang mengandung bahan organik dan unsur hara yang tinggi. Sludge dan effluent dari proses fermentasi instalasi gas bio merupakan bahan utama pembuatan pupuk organik.

Penambahan bahan organik dimaksudkan untuk memperkaya kandungan bahan organik sehingga dihasilkan pupuk yang mengandung unsur hara yang cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan tanaman dan menjaga kesuburan tanah tetap baik. Pengayaan mutu yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan pupuk organik yang mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi pada lahan kritis di Kabupaten Kutai Kartanegara. Bahan organik yang digunakan adalah sampah pasar dan kerabang telur, kedua bahan organik tersebut pada lokasi penelitian merupakan sumber bahan organik yang kurang mendapat pengelolaan yang baik dari masyarakat setempat sehingga menjadi sumber pencemaran lingkungan.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan mengetahui kemampuan pupuk organik yang telah diperkaya dengan penambahan sampah pasar dan kerabang telur merehabilitasi lahan kritis dan menyediakan unsur hara bagi tanaman hijauan pakan ternak di Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian yaitu : 1. Pemanfaatan sampah pasar sebagai pupuk

2. Menjadikan lahan kritis kembali produktif sebagai lahan pertanian atau padang penggembalaan.

3. Mengatasi masalah pencemaran yang disebabkan oleh sampah pasar dan kerabang telur.

4. Mengetahui solusi terbaik dalam pengolahan lahan kritis.

(15)

6. Pemanfaatan limbah peternakan sebagai pupuk kompos.

Hipotesis

1. Pengunaan pupuk organik asal effluent gas bio yang diperkaya dengan sampah pasar dan kerabang telur dapat meningkatkan kandungan unsur hara pada lapisan top soil lahan kritis.

2. Pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah dan dapat meningkatkan produktivitas lahan kritis.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah

Tanah merupakan sumber daya alam yang perananya sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup. Tanah apabila diklasifikasikan terdiri dari berbagai jenis. Keragaman tanah meliputi segala aspek morfologi, fisik, kimia, biologi dan sebagainya (Munir, 1996). Tanah tersusun dari empat unsur utama yaitu, bahan mineral, bahan organik, air dan udara (Hardjowigeno, 1995). Menurut Brady (1974) tanah merupakan suatu tubuh alam atau gabungan tubuh alam yang dapat dianggap sebagai hasil kerja alam bermatra tiga yang merupakan paduan antara gaya pembangun dan pengrusakan.

Pembentukan tanah menurut Abdullah (1996) melalui dua proses yaitu proses pelapukan secara fisik dan pelapukan secar kimia. Pelapukan secara fisik meliputi fragmentasi batuan oleh pembekuan air saat suhu dingin dan pencairan air saat suhu panas, akibatnya terjadi disintegrasi butiran seperti yang diungkapkan Weyman (1977). Pelapukan kimia yang terjadi dalam tanah meliputi beberapa proses yaitu, hidrolisis, hidrasi, dan oksidasi yang merombak mineral primer dan sekunder. (Abdullah, 1996)

Lahan Kritis

(17)

pelenyapan bahan organik dan unsur-unsur hara pada top soil (lapisan olah tanah). Erosi berlangsung secara alamiah yang dipercepat oleh tindakan ceroboh manusia, secara alami erosi dapat terjadi karena kondisi lahan terletak pada daerah miring seperti di daerah perbukitan dan dipercepat oleh tindakan manusia dengan penggundulan hutan di daerah perbukitan tersebut. Pengaruh kemiringan tanah terhadap erosi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh Kemiringan Tanah Terhadap Erosi

Kemiringan Tanah (%) Erosi (ton/ha)

5 10 15 20

33,25 100,25 167,75 228,25 Sumber : Sutedjo dan Kartasapoetra (1991)

Menurut Suwardjo et al. (1996), berdasarkan tingkat kekritisan, lahan kritis dapat dibagi menjadi empat kelas yaitu potensial kritis, semi kritis, kritis dan sangat kritis.

Potensial Kritis

Lahan potensial kritis adalah lahan yang masih produktif tetapi kyrang tertutup vegetasi atau mulai terjadi erosi ringan, sehingga memiliki potensi untuk menjadi lahan kritis. Lahan potensial kritis secara umum memiliki ciri-ciri antara lain:

a. Lahan Masih memiliki fungsi produksi, tetapi bahaya untuk menjadi kritis sangat besar bila tidak dilakukan usaha konservasi.

b. Lahan masih tertutup vegetasi, tetapi karena kondisi topografi atau keadaan lereng sedemikian curam (>45%) tanah akan mudah longsor bila vegetasinya terbuka.

Semi Kritis

Lahan seni kritis adalah lahan yang kurang/tidak produktif, mempunyai ciri-ciri antara lain :

(18)

b. Lahan memiliki tingkat bahaya erosi tinggi dengan fungsi hidrologi yang telah menurun. Bila tidak dilakukan usaha konservasi maka dalam waktu relatif singkat akan menjadi kritis. Vegetasi dominan berupa alang-alang, semak belukar.

Kritis

Lahan kritis adalah lahan yang produktifitasnya sangat rendah memiliki ciri-ciri antara lain :

a. Lahan telah mengalami erosi berat, dengan tingkat erosi umumnya erosi parit b. Kedalaman tanah sedang sampai dangkal (<60 cm)

c. Persentase tutupan lahan kurang dari 50 %

d. Kesuburan tanah rendah dan meliputi daerah perladangan yang telah rusak, padang rumput alang-alang, semak belukar yang tandus.

Sangat Kritis

Lahan sangat kritis adalah lahan yang sangat rusak sehingga tidak berpotensi sebagai lahan pertanian dan sangat sukar untuk direhabilitasi, dengan ciri-ciri :

a. Lahan telah mengalami erosi yang sangat berat, erosi parit dan tanah longsor. b. Lapisan tanah dangkal sampai sangat dangkal (< 30 cm) atau tanpa lapisan atas

yang tersisa adalah lapisan batuan induk.

c. Persentase penutupan vegetasi sangat rendah (< 25 %) bahkan gundul dan tandus. Lahan kritis yang telah mengalami erosi berat juga ditandai dengan kandungan unsur hara yang sangat rendah, berdasarkan standar kesuburan (Puslitnah, 1981) tanah hasil pengujian sampel tanah pada lokasi penelitian di Kec. Muara jawa menunjukan bahwa kandungan unsur hara pada tanah dalam lisaran rataan rendah dan sangat rendah jika dibandingkan dengan standar kesuburan tanah.

(19)

Pemupukan

Tumbuhan sebagai makhluk hidup membutuhkan makanan yang cukup untuk menunjang kebutuhan hidupnya. Makanan tumbuhan berupa unsur hara yang terdapat dalam tanah diserap melalui akar dalam bentuk senyawa sederhana untuk keperluan biosintesis sel-selnya. Untuk memenuhi kebutuhan makan tumbuhan, harus tersedia unsur hara yang cukup di dalam tanah, tetapi tidak semua jenis tanah dapat memenuhi kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan tumbuhan. Tanah-tanah yang dalam kondisi kritis sangat miskin kandungan unsur haranya, dan faktor-faktor lingkungan yang terdapat pada lahan kritis tidak akan mendukung pertumbuhan tanaman.

Pemupukan adalah salah satu cara untuk memperkaya unsur hara dalam tanah, menurut Susanto (1994) pemupukan didefinisikan sebagai pemberian makanan kepada tanaman ataupun kepada tanah dan subtrat lainya. Sedangkan menurut Murbandono (1998) secara sederhana diartikan sebagai bahan-bahan yang diberikan pada tanah dengan tujuan untuk menambah unsur hara atau zat makanan yang diperlukan tanah baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengertian pupuk lebih luas lagi menurut Sutedjo (1991) dan Hardjowigeno (1995) adalah semua bahan yang ditambahkan ke dalam tanah dengan maksud untuk memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah.

Tujuan pemupukan tergantung pada kondisi lahan yang dihadapi, pupuk dengan penambahan bahan-bahan tertentu dimaksudkan agar pupuk yang diberikan pada tanah sesuai dengan kebutuhan, sehingga pupuk bekerja secara efektif dan efesien dan menghasilkan sesuai dengan apa yang diharapkan dari dilaksanakanya pemupukan pada tanah.

Pupuk Organik

(20)

Sumber bahan organik berupa kotoran ternak, effluent biogas, mulsa rumput gajah dan sisa tanaman (Abdullah, 1996). Bahan organik yang telah mengalami pengomposan diketahui dapat meningkatkan produksi tanaman yaitu dengan cara memperbaiki sifat-sifat tanah dan lingkungan perakaran tumbuhan (Kadarisman, 2003). Terdapat banyak alasan untuk menggunakan pupuk organik, tetapi manfaat utama adalah sebagai sunber utama senyawa organik tanah sekaligus unsur makro dan mikro yang semakin sedikit jumlahnya dalam tanah seiring dengan upaya usaha intensif dalam bidang pertanian (Erwiyanto et al., 2000).

Menurut Sutedjo (19941 pupuk organik mempunyai fungsi penting yaitu untuk menggemburkan tanah permukaan (top soil), meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air yang keseluruhanya merupakan faktor-faktor yang meningkatkan kesuburan tanah. Sedangkan menurut Suriawiria (2002) pupuk organik berfungsi sebagai pengatur kelembaban tanah, pengatur sirkulasi udara, mempermudah penetrasi akar dalam tanah, mempermudah penyerapan air dan memudahkan penyerapan unsur mikro oleh akar.

Suplemen bahan organik yang diberikan pada tanaman menurut Raihan (2002) dapat mengurangi kebutuhan pupuk anorganik. Hal tersebut karena bahan organik dapat meningkatkan pH tanah, kandungan fosfor, kandungan air tanah, dan permeabelitas tanah sehingga memudahkan tumbuhan menyerap unsur hara yang diperlukan, lebih lanjut Raihan (2002) menyatakan bahwa suplemen bahan organik (enceng gondok dan kangkung) sebesar 2,4 ton/ha terhadap 25% pupuk NPK anorganik dan pemupukan bahan organik 3,2 /ha dapat meningkatkan kandungan air dan permeabelitas tanah dibanding dengan pemupukan anorganik, demikian juga terhadap C-organik, N-total, P-tersedia, K-dapat terserap dan pH tanah.

(21)

Perombakan Bahan Organik

Menurut Abdullah (1996) bahan organik merupakan istilah bagi jaringan organisme hidup atau mati yang terdapat dalam tanah. Jaringan-jaringan organik terutama dirombak oleh mikroorganisme tanah. Mikroorganisme yang berfungsi sebagai perombak bahan organik terdiri dari bakteri, fungi dan mikroorganisme lain. Disamping mikroorganisme terdapat organisme tingkat tinggi yang berfungsi sebagai dekomposer seperti cacing, serangga, dan sebagainya.

Perombakan bahan organik melalui dua tahap (Abdullah,1996) yaitu mineralisasi dan humifikasi. Mineralisasi terutama menyangkut perombakan biokimia dari jaringan tanaman mati oleh mikroorganisme tanah untuk menghasilkan zat-zat organik yang dapat terurai menjadi struktur yang lebih sederhana. Tahap kedua yaitu humifikasi ialah pengaturan kembali bahan organik yang dapat larut menjadi molekul yang lebih besar (polimerisasi) atau perombakan bahan organik yang menjurus pada pembentukan humus.(Abdullah, 1996)

Pengomposan

Pengomposan merupakan proses dekomposisi biologis yang mengkonversi bahan organik (BO) padat secara biodegradasi menjadi humus stabil yang digunakan sebagai pupuk (Gaur,1983). Tujuan pengomposan menurut adalah menurunkan C/N rasio bahan organik dan mengubah bahan yang bersifat organik menjadi anoganik atau bahan yang siap diserap oleh tumbuhan. Polprasert (1980) menyatakan bahwa tujuan dan manfaat pengomposan adalah : (1) stabilitasi bahan organik, (2) menginaktifkan mikroba pathogen, (3) mendapatkan pupuk yang stabil, (4) mengolah/mematangkan sludge

Pengomposan dapat berlangsung dalam kondisi aerob dan anaerob. Pengomposan bahan organik secara aerob akan menghasilkan CO2, H2O, humus, dan

energi (Gaur, 1981), sedangkan pengomposan secara anaerob menghasilkan gas metan (CH4), CO2 dan senyawa asam organik dengan berat molekul rendah (as.

asetat, as. propionat, as. butirat, as. laktat)

(22)

yang dapat dilihat pada Tabel 2, dengan kandungan N, P, K minimum berturut-turut 1.2, 0.5, dan 0.3 % (Harada et al., 1993).

Tabel 2. Standar Kualitas Kompos Assosiasi Bark Kompos Jepang

Unsur Hara Standar

Bahan Organik

Sahidu (1983) menyatakan bahwa gas bio adalah suatu campuran gas-gas yang dihasilkan dari suatu proses pengomposan bahan organik oleh bakteri dalam keadaan tanpa oksigen (anaerobic process). Bahan organik berupa kotoran ternak (feces) dapat dimanfaatkan untuk produksi gas bio yang aplikasinya dapat digunakan manusia untuk penerangan lampu atau untuk keperluan memasak. Faktor yang mempengaruhi produksi gas bio adalah kualitas bahan isian dengan kandungan optimum bahan kering isian antara 7-9 , rasio C/N optimum adalah 30:1, pH otimum antara 6,8-8, dan temperatur optimum berkisar 30-35 o C.

Proses pengomposan, menurut Sahidu (1983) merupakan proses mikrobiologis yang merupakan himpunan proses metabolisme sel. Proses pembentukan gas bio dapat dilihat pada diagram di bawah ini

H2O + MO

BO CH4 + CO2 + NH3 + H2S + CO + Effluent

(anaerob) (dominan) (sedikit)

Pengomposan bahan organik dapat terjadi secara aerobik atau anaerobik. Pengomposan secara anaerobik menghasilkan gas NH3 dan CO2 . Pada pembentukan

(23)

jumlah yang dominan dan dalam jumlah yang sedikit gas ammoniak (NH3), as.

sulfida (H2S) dan gas karbonmonooksida (CO) serta effluent dan sludge berupa

lumpur kaya bahan mineral yang terakumulasi di dalamnya.

Proses perombakan bahan organik pembentuk gas bio secara anaerob menurut FAO (1997) terdiri dari tiga tahap yaitu hidrolisis, asidifikasi dan metanisasi. Menurut Junus (1987) effluent gas bio yang keluar dari tangki pencerna (digester) terdiri dari dua komponen yaitu bagian padat dan cair. Komponen cair mengandung nutrisi utama yang diperlukan tanaman yaitu senyawa nitrogen, fosfat, dan kalium serta dalam jumlah sedikit berupa trace element seperti seng, besi, mangan, tembaga dan lain-lain. Istilah sludge dan effluent memiliki definisi yang sama yaitu lumpur. FAO (1997) membedakan effluent yang dimaksud sebagai lumpur hasil keluaran dari instalasi gas bio dengan bahan masukan berupa kotoran ternak segar, sedangkan sludge adalah lumpur hasil proses sedimentasi secara umum dengan bahan masukan bervariasi.

Menurut FAO (1997) effluent adalah lumpur keluaran instalasi gas bio yang merupakan by product dari sistem pengomposan anaerob yang bebas bakteri patogen dan dapat digunakan sebagai pupuk untuk menjaga kesuburan tanah dan meningkatkan produksi tanaman. Park (1984) menyatakan bahwa effluent dari gas bio jika dimanfaatkan dapat memperbaiki kesuburan tanah. Gunnerson dan Stuckey (1986) menambahkan bahwa effluent dapat dimanfaatkan dalam bentuk padat dan cair, kering atau sebagai effluent total. Komponen effluent dapat menyediakan pupuk, menjaga kelembaban tanah, mengandung nutrisi yang dapat larut (solluble nutrition), mengandung mineral mikro, nutrisi yang tidak dapat larut (unsolluble nutrition) dan bahan organik padat (materi humus). Suzuki et al., (2001) menambahkan effluent gas bio dari babi mengandung konsentrasi senyawa dan unsur PO4, - P, NH4, - N, Mg dan Ca dalam jumlah yang tinggi dan bersifat mudah

larut.

Sampah Pasar

(24)

sudah tidak terpakai lagi baik berupa bahan buangan yang berasal dari rumah tangga maupun dari pabrik sebagai sisa proses industri.

Sampah pasar mengandung bahan organik yang tinggi terutama sampah-sampah pertanian. Komposisi kimia sampah-sampah pasar terdiri dari berbagai bahan organik termasuk mineral makro dan mikro yang sangat dibutuhkan oleh tanaman (Suriawiria, 2002). Komposisi kimia sampah pasar dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel.3. Komposisi Kimia Sampah Pasar

Bahan Persentase (%)

Air

Senyawa Organik Nitrogen (N2)

Phosfor (P2O5)

Kalium (K2O)

Kapur (C2O)

Karbon (C)

10 – 60 25 – 35 0,4 – 1,5 0,2 – 0,6 0,8 – 1,5

4 – 7 12 – 17 Sumber : Suriawiria (2002)

Kerabang Telur

(25)

Gambar 1. Penampang Melintang Kerabang Telur (Walton et al., 1973)

Kerabang telur mengandung 1,6% air dan 98,4% bagian padat. Bagian padat ini terdiri 3,3% protein, 0,03% lemak dan 95,1% mineral. Jumlah mineral di dalam kerabang telur beratnya 2,25 gram yang terdiri dari 2,21 gram kalsium, 0,02 gram magnesium, 0,02 gram phosphor serta sedikit besi dan sulfur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kerabang telur kaya akan kalsium dan mangandung juga protein yang berasal dari sisa-sisa albumin, selaput kerabang telur dan “matriks” kerabang telur (Meyer et al., 1973; Vandepopuliere et al., 1975 ; Christmas dan Harms, 1976).

Effective Microorganism4 (EM4)

Higa dan Parr (1997) pemanfaatan mikroorganisme tanah yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanamantelah diterapkan terutama dalam bidang pertanian. Penggunaan mikroorganisme tanah merupakan suatu dimensi usaha di bidang pertanian dengan tujuan mengoptimalkan praktek pengelolaan tanah dan tanaman untuk mencapai hasil terbaik. Mikroorganisme yang terdapat dalam EM4

berfungsi sebagai pendegradasi bahan organik menjadi kompos. Teknologi EM4

memanfaatkan mikroorganisme alami yang bersifat fermentator. EM4 terdiri dari

lima kelompok mikroorganisme species Saccharomyces, Lactobacillus, jamur fermentasi, bakteri fotosintetik dan Actinomycetes. Dengan EM4 proses fermentasi

bahan organik menjadi senyawa organik yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman dapat berlangsung bersama-sama dengan proses penggubahan senyawa-senyawa yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan produksi tanaman (Wididana, 1998)

Higa dan Wididana (1996) menyatakan bahwa EM4 selain diaplikasikan pada

(26)

menunjukan bahwa penyemprotan EM4 pada permukaan daun dapat meningkatkan

aktivitas fotosintesis tanaman dan menekan pertumbuhan bakteri patogen yang terdapat pada permukaan tubuh tumbuhan.

Hijauan Makanan Ternak

Hijauan makanan ternak dapat berupa rumput-rumputan dan leguminosa segar atau kering serta silase yang berupa jerami berasal dari limbah pangan (jerami padi, jerami kedelai, pucuk tebu) atau yang berasal dari pohon-pohonan (daun gamal dan daun lamtoro) (Sofyan et al., 2000). Hijauan merupakan pakan alami utama bagi ternak ruminansia, menurut Williamson dan Payne (1993) hijauan pakan ternak ditandai dengan kandungan serat kasar yang tinggi lebih dari 18 % bahan kering.

Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)

Rumput gajah ( P. purpureum ) tersebar luas di daerah afrika tropis, secara alami tumbuh di dekat sungai atau aliran-aliran air. Species asli tumbuh dan tersebar luas di Nigeria. Rumput gajah disukai ternak, tahan kering dan berproduksi tinggi (Mc Ilroy, 1976). Di Uganda dilaporkan bahwa rumput gajah digunakan untuk perbaikan kesuburan tanah dengan metode penanaman berselang seling dengan tanaman pertanian selama 3 tahun akan memberikan dampak yang nyata terhadap kesuburan tanah (Mc Ilroy, 1976).

(27)

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Universitas Mulawarman dan Laboratorium Pengolahan Limbah Hasil Ternak Fakultas Peternakan IPB. Pengujian lapang dilaksanakan di Kecamatan Muara Jawa, Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur. Pelaksanaan penelitian terbagi dari tiga tahap yaitu penelitian pendahuluan, penelitian utama dan penelitian akhir. Waktu Pelaksanaan penelitian pendahuluan dimulai pada bulan Juni 2004 sampai bulan Juli 2004. Penelitian utama dimulai pada bulan Februari 2005 sampai bulan Mei 2005 dan penelitian akhir dilaksanakan pada bulan Januari 2006 sampai September 2006.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu effluent dari instalasi biogas Kebon Pedes, kerabang telur dikumpulkan dari warung makan dan sampah pasar berasal dari pasar bogor, pupuk kandang, dan bibit rumput gajah (Pennisetum purpureum). Inokulan EM4 diperoleh dari pembelian di toko-toko pertanian.

Peralatan yang digunakan adalah sekop, cangkul, ember, pisau, timbangan, karung plastik, ayakan, terpal plastik, dan drum plastik. Analisa fisik dan kimia menggunakan termometer dan pH meter.

Metode Penelitian

Penelitian terbagi atas tiga tahap yaitu penelitian pendahuluan I berupa pemeriksaan tingkat kesuburan dengan metode analisis kimia rutin tanah. Penelitian utama terbagi dua tahap dengan kegiatan pembuatan pupuk dengan bahan pengaya berupa bahan organik asal sampah pasar dan tepung kerabang telur taraf yang berbeda dengan inokulan EM4, tahap II penelitian utama adalah pembuatan pupuk

(28)

mensuplai zat hara bagi pertumbuhan tanaman pada lahan kritis, secara umum diagram alir prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Pemeriksaan kesuburan tanah

Formulasi pupuk organik, sortasi dan pencacahan sampah pasar, pembuatan tepung kerabang telur,

Pembuatan pupuk organik tahap I dan analisis kimia pupuk organik

Pembuatan pupuk organik tahap II

Penanaman HMT, penilaian tingkat produksi hijauan

Gambar 2. Diagram Alir Prosedur Penelitian

1. Pemeriksaan Kesuburan Tanah

(29)

Pengeringan sampel

Penimbangan sampel

Analisis kimia tanah Pengambilan sampel

Gambar 3. Diagram Alir Pemeriksaan Kesuburan Tanah

2. Formulasi Pupuk Organik

Formulasi pupuk organik merupakan pendahuluan sebelum pembuatan pupuk organik yang akan diujikan dalam pengujian akhir pada lahan kritis. Pada proses formulasi pupuk organik dilakukan pengujian beberapa taraf komposisi bahan organik yaitu, efluent sebagai bahan utama dengan bahan tambahan sampah pasar dan tepung kerabang telur, serta inokulan EM4. Pupuk organik dengan komposisi

kimia terbaik hasil formulasi dijadikan pupuk yang akan diujikan pada lahan kritis dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Formulasi Pengguanaan Bahan Pupuk Kompos

Sampel

Effluent Sampah Kerabang telur

E 100 0 0

ES1 90 10 0

ES2 80 20 0

ES3 70 30 0

ES1T1 90 10 10

ES1T2 90 10 20

ES1T3 90 10 30

ES2T1 80 20 10

ES2T2 80 20 20

ES2T3 80 20 30

ES3T1 70 30 10

ES3T2 70 30 20

ES3T3 70 30 30

(30)

3. Sortasi dan Pencacahan Sampah Pasar

Sortasi sampah pasar dimaksudkan untuk memisahkan sampah organik dan non organik agar dapat dilaksanakan pengomposan bahan organik. Pencacahan sampah pasar dilakukan untuk memperluas permukaan dengan tujuan mempercepat proses pengomposan dari pupuk organik yang akan dibuat. Gambar 4 menunjukan diagram alir proses tersebut diatas.

Sortasi sampah pasar

Pencacahan sampah pasar

Bahan organik pengomposan

Gambar 4. Diagram Alir Persiapan Bahan Organik.

4. Penepungan Kerabang Telur

Tepung kerabang telur diperoleh dengan cara penggilingan kerabang telur yang sudah terpisah dari selaput vitelin. Proses Penepungan kerabangtelur ayam dapat dilihat pada Gambar 5.

Kerabang telur ayam

Pengeringan oven

Pemisahan selaput vitelin

Penggilingan kerabang

Tepung Kerabang

(31)

5. Pembuatan Pupuk Organik

Pembuatan pupuk organik melalui proses pengomposan bahan-bahan organik secara anaerob dengan menggunakan bahan utama effluent dari instalasi gas bio yang diperkaya, sampah pasar, tepung kulit udang dan inokulan EM4. Proses pengayaan

pupuk organik melalui dua tahap yaitu : 1) penambahan bahan organik, 2) penambahan tepung kulit udang. Proses pembuatan pupuk organik dapat dilihat pada Gambar 6.

Effluent dari instalasi gas bio

Penambahan bahan organik (sampah pasar) dengan taraf yang berbeda

Pengayaan dengan tepung kerabang

Penambahan inokulan EM4

Fermentasi bahan organik

Proses pematangan pupuk organik

Pupuk organik

Gambar 6. Diagram Alir Pembuatan Pupuk Organik

6. Penanaman dan Penilaian Tingkat Produksi Rumput Gajah

(32)

dilakukan seminggu setelah perlakuan. Pemanenan dilakukan dua periode tanam untuk mengetahui tingkat produksi, penilaian tingkat produksi dengan cara penimbangan rumput yang dihasilkan. Proses pengujian lapang dapat dilihat pada Gambar 7.

Pembersihan lahan dan pembagian petak percobaan

Pengolahan tanah dan pemberian perlakuan

Penanaman rumput

Pemanenan dan penimbangan rumput

Gambar 7. Diagram Alir Proses Pengujian Lapang Rehabilitasi Lahan

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati selama pengomposan bahan organik yaitu temperatur, derajat keasaman, kelembaban, tingkat produksi pupuk organik, analisis kimia kulitas pupuk organik. Pada tahap pengujian lapang peubah yang diamati berupa tingkat produksi hijauan pada lahan kritis yang diberi perlakuan pemupukan dengan pupuk organik kombinasi terbaik hasil penelitian utama (P1), pupuk organik pada perlakuan P1 dikombinasikan dengan pupuk anorganik (P2) dan tanpa perlakuan sebagai kontrol (P0).

Temperatur

Temperatur selama pengomposan diamati menggunakan termometerl. Pengukuran dilakukan setiap tiga hari selama empat minggu. Pengukuran temperatur juga dimaksudkan untuk memeriksa tingkat kematangan kompos, proses pengomposan dikatakan telah selesai bila temperatur sudah mendekati temperatur ruang.

Derajat Keasaman (pH)

(33)

Tingkat Produksi Pupuk

Pengukuran tingkat produksi pupuk organik dilakukan setelah proses pengomposan selesai, pada pengamatan tingkat produksi pupuk organik diamati yaitu berat awal bahan organik, berat akhir pupuk kompos, dan tingkat penyusutan pupuk organik yang dihasilkan.

Analisis Kimia Pupuk Organik

Analisis kimia pupuk organik dilakukan untuk menguji kualitas pupuk organik yang dihasilkan, untuk mengetahui kandungan zat-zat hara. Uji kimia yang dilakukan adalah N, P, K, C, rasio C/N, Kapasitas tukar kation (KTK), dan NO-3.

Kadar Nitrogen (N). Sebanyak 0,25 g sampel dimasukan ke dalam labu Kjedahl danditambahkan asam sulfat (H2SO4) sebanyak 2,5 ml dan 0,25 g selen. Larutan

didestruksi hingga jernih, kemudian ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 15 ml. Larutan penampung disiapkan dalam Erlenmeyer 125ml terdiri dari larutan H3BO3 4% dan BCGMR dua atau tiga tetes kemudian didestilasi. Proses destilasi

dihentikan jika sudah tidak ada lagi gelembung-gelembung yang keluar dari larutan penampung. Hasil destilasi dititrasi dengan HCl 0,01 N.

Kadar Fosfor (P2O5). Sampel sebanyak 2 g dicampur dengan 10 ml HCl 25% dan

disimpan selama + 24 jam. Rendaman tersebut diambil sebanyak 2 ml dan ditambah 18 ml aquades. Larutan hasil pengenceran ditambahkan 0,5 ml NH4 molybdat serta

2-3 tetes SnCl2 kemudian diukur dengan spectrofotometer dengan panjang

gelombang 693 nm. Hasil pengukuran yang didapat dibandingkan dengan kurva standar.

Kadar Kalium (K). Sampel sebanyak 1 g ditambahkan dengan 25 ml HCl 25 % kemudian didestruksi. Campuran HNO3 65% dan HClO4 dengan perbandingan 2:1

dan kemudian didestruksi kembali dengan menambahkan 10 ml HCl 37% sampai sampel berwarna putih. Hasil destruksi diencerkan sampai 250 ml. Kemudian dipipet sebanyak 5 ml dan dioencerkan menjadi 10 ml, kemudian diukur dengan menggunakan spektrofotometer AAS (Atomic Absorbtion Spectrofotometer)

Kadar Karbon (C). Sampel kering udara sebanyak 0,25 g dimasukan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 5 ml K2Cr2O7 dan 2,5 ml H2SO4

(34)

dibuat dimasukan ke dalam Erlenmeyer 125 ml dan ditambah 9 ml aquades kemudian dititrasi dengan Fe2SO4 0,1 N dengan indikator diphenylalamin sebanyak

dua atau tiga tetes. Titrasi dihentikan jika warna larutan sudah berwarna biru.

Kapasitas Tukar Kation (KTK). Sampel sebanyak 25 g dicampurkan ke dalam NH4 pH 7 sebanyak 50 ml, setelah beberapa menit sampel dibilas dengan alkohol

80%, kemudian dibilas dengan NaCl 10% sebanyak 5 ml, sampel dipipet dan didestruksi. Setelah sampel ditambahka 10 ml H3BO4 4% dan dua tetes BCGMR

sebagai indikator, kemudian sampel dititrasi dengan HCl.

Kadar Nitrat (NO3-). Sampel sebanyak 10 g dilarutkan sampai100 ml, kemudian

dipipet sebanyak 2 ml dan kemudian dilarutkan kembali sampai 50 ml. Larutan tersebut diambil 5 ml atau 10 ml, kemudian ditambahkan dengan 0,5 ml Brucine 5% dan 2,5% H2SO4 kemudian didinginkan. Sampel tersebut kemudian diukur dengan

spektrofotometer dengan panjang gelombang 410 nm. Tingkat Produksi Hijauan

(35)

Rancangan Percobaan

Penelitian yang telah dilakukan terdiri dari tiga tahap yaitu, penelitian pendahuluan berupa survei lapang pada lokasi penelitian, tahap kedua yaitu, pembuatan sampel pupuk organik dan penentuan kombinasi terbaik dengan pengayaan sampah pasar dan kerabang telur dan pada tahap ketiga kegiatan yang dilakukan adalah pengujian pupuk organik pada lahan kritis. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian tahap kedua yaitu, Rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 kali ulangan untuk kualitas pupuk kompos. Faktor yang diuji pada penelitian utama yaitu perlakuan kombinasi effluent dengan penambahan sampah pasar dan kerabang telur pada taraf 10 %, 20 % dan 30 %. Hasil terbaik dari kombinasi penambahan sampah pasar dan kerabang telur ditentukan dengan uji kontras berdasarkan komposisi kimia hasil analisis di laboratorium.

Model matematika Rancangan acak lengkap (Hanafiah, 2004) yang digunakan pada pembuatan pupuk organik yaitu :

Yij = µ+ αi + ij

Keterangan : Yij = Respon pupuk yang diamati

µ = Nilai tengah umum

αi = Pengaruh perlakuan ke-i (i = 1, 2, 3, 4)

ij = Galat percobaan perlakuan ke-i pada ulangan ke-j

(i =1, 2, 3, 4 dan j = 1, 2, 3)

(36)

pengujian lapang menggunakan uji lanjut Ls-means. Rancangan acak kelompok pola faktorial (RAKF) dengan dua faktor (Sugandi dan Sugiarto, 1994) ditunjukan dengan model matematika di bawah ini.

Model matematika Rancangan acak kelompok pola faktorial (RAKF) yang digunakan pada pengujian lapang yaitu :

Yijk = µ+ i+αj + βk + (αβ)jk+ ijk

Keterangan : Yijk = Respon lahan yang diamati

µ = Nilai tengah umum

i = Pengaruh kelompok ke-i terhadap µ (i = 1, 2)

αj = Pengaruh faktor taraf ke-j (j = 1, 2, 3)

βk = Pengaruh faktor taraf ke-k (k = 1, 2, 3,)

(αβ)jk = Interaksi perlakuan faktor ke-j dan ke-k

( j = 1, 2, 3 dan k = 1, 2, 3)

ijk = Galat percobaan faktor ke-i dan ke- k kelompok ke-j

(i = 1, 2, j = 1, 2, 3 dan k= 1, 2, 3 )

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pupuk Kompos

Perubahan Temperatur

Perubahan temperatur selama pengomposan merupakan salah satu faktor yang menentukan proses dekomposisi bahan organik. Menurut Yang (1997) temperatur yang tinggi merupakan kondisi yang sangat baik untuk mempercepat proses pengomposan. Harada et al. (1993) temperatur tinggi tidak hanya mempercepat proses dekomposisi bahan organik, tetapi juga menginaktifkan mikroorganisme patogen dan membunuh parasit karena temperatur pengomposan dapat mencapai sampai 60o C atau lebih. Temperatur optimum untuk pengomposan menurut Indriani (2002) berkisar antara 35o-50o C.

Hasil pengamatan temperatur pengomposan menunjukan bahwa terjadi peningkatan temperatur setelah bahan organik yang dikomposkan ditambah aktivator EM4 dengan nilai berkisar antara 26o-28o C. Peningkatan temperatur pada bahan

yang dikomposkan terjadi pada hari pertama (H0) dan mulai menurun pada H4 , kemudian konstan pada H7 dengan nilai berkisar antara 25o-25.5o C. Pengamatan temperatur dilakukan selama empat minggu dan pencatatan dilakukan setiap tiga hari sekali. Temperatur meningkat pada hari pertama proses pengomposan terjadi karena aktivitas mikroorganisme perombak merombak bahan organik untuk pertumbuhan dan perkembanganya. Perombakan bahan organik oleh mikroorganisme diiringi oleh pelepasan sejumlah energi berupa panas, sehingga terjadi kenaikan temperatur pada bahan yang dikomposkan. Metode pengomposan yang digunakan pada penelitian yaitu metode pengomposan secara anaerobik, data yang didapatkan menunjukan temperatur dengan rataan yang lebih rendah daripada temperatur pengomposan optimal yaitu 35o-50o C (Indriani, 2002), hal tersebut dikarenakan mikroorganisme perombak pada pengomposan anaerobik menghasilkan gas sebagai hasil sampingan proses dekomposisi bahan organik sesuai dengan pendapat Nengsih (2002) yang menyatakan bahwa pengomposan dengan metode anaerobik memiliki ciri-ciri temperatur yang dicapai rendah, menghasilkan gas berbau seperti ammoniak (NH3),

(38)

sehingga pada awal proses, mikroorganisme aerobik masih dapat tumbuh dan berkembang biak mendekomposisi bahan organik dan menghasilkan panas sehingga terjadi peningkatan temperatur. Tabel 5 menunjukan rataan perubahan temperatur pengomposan selama waktu pengamatan.

Tabel 5. Data Pengamatan Rataan Perubahan Temperatur Pengomposan Waktu Pengamatan

Sampel H0 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7

E100 26.0 26.0 26.0 26.0 25.0 25.0 25.0 25.0

E90S10 28.0 28.0 26.0 26.0 25.0 25.0 25.0 25.0

E80S20 27.3 27.3 26.0 25.7 25.3 25.0 25.3 25.3

E70S30 27.7 27.7 26.0 26.0 25.0 25.0 25.3 25.0

E90S10T10 27.7 27.3 25.3 25.0 25.0 25.0 25.7 25.0

E90S10T20 27.7 27.0 26.0 26.0 25.0 25.0 26.0 25.0

E90S10T30 27.7 27.3 25.0 26.3 25.0 25.0 26.0 25.0

E80S20 T10 27.7 27.3 26.0 26.3 25.0 25.0 26.0 25.7

E80S20 T20 27.7 27.3 25.7 25.3 25.0 25.0 26.0 25.0

E80S20 T30 28.0 28.0 26.0 25.0 25.0 25.0 26.0 25.0

E70S30T10 27.7 27.3 26.0 25.0 25.0 25.0 26.0 25.0

E70S30T20 27.7 27.3 25.3 25.0 25.0 25.0 25.3 25.3

E70S30T30 27.3 27.0 26.0 25.0 25.0 25.0 25.0 25.3

(39)

temperatur, pengadukan menyebabkan panas terlepas sehingga temperatur berfluktuasi rendah.

Perubahan pH

Derajat keasaman (pH) adalah faktor penting yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme di dalam media pengomposan. Derajat keasaman (pH) optimum untuk proses pengomposan menurut Yang (1997) antara 5,5-8. Tabel 7 menunjukan hasil pengukuran pH pengomposan bahan organik H0-H7, selama pengomposan pH cenderung meningkat dan kemudian menurun menuju kea rah nilai pH netral. Nilai pH yang meningkat menurut Jenie dan Rahayu (1993) disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme saat merombak nitrogen dan reduksi sulfat.

Hasil pengukuran pH menunjukan pada hari pertama (H0) rataan pH untuk seluruh perlakuan menunjukan pH netral sampai basa dengan kisaran antara 5,33-8. Pengukuran pH pada hari pengambilan data H2-H7 menunjukan nilai pH yang meningkat kemudian menurun untuk sampel kombinasi perlakuan E90S10- E80S20T30

dengan konsentrasi bahan organik sampah pasar 10% dan 20% dan penambahan tepung kerabang 10%,20% dan 30%. Sampel kombinasi E70S30T10- E70S30T30 dengan

perlakuan penambahan sampah pasar 30% dan tepung kerabang 10%, 20% dan 30% pada jangka waktu pengomposan belum mengalami penurunan nilai pH. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena penggunaan bahan organik dengan konsentrasi yang berbeda, semakin banyak bahan yang dikomposkan semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mendegradasikan bahan organik.

Jumlah konsentrasi bahan organik yang ditambahkan pada proses pengomposan berpengaruh pada pencapaian nilai pH, hal tersebut dapat ditunjukan pada bahwa sampel kombinasi dengan kode E70S30, E70S30T10, E70S30T20 dan E70S30T3

(40)

Tabel 6. Data Pengamataan Rataan pH Pengomposan Waktu Pengamatan

Sampel H0 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7

E100 5.67 7.00 7.00 7.00 7.00 5.00 5.00 5.00

E90S10 7.33 7.67 8.00 7.50 7.83 8.00 7.33 6.67

E80S20 6.33 7.83 7.67 7.50 8.00 7.00 7.00 6.50

E70S30 8.00 8.00 8.00 8.00 8.50 8.00 8.00 7.50

E90S10T10 5.67 7.00 7.00 7.00 7.00 7.00 6.00 6.00

E90S10T20 5.33 7.00 7.00 7.00 7.00 7.00 6.33 6.33

E90S10T30 7.00 7.00 7.00 8.00 8.00 7.00 6.67 6.50

E80S20T10 6.00 8.00 8.00 8.00 8.00 7.50 7.17 7.00

E80S20T20 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 7.00 6.67 6.50

E80S20T30 7.00 7.67 7.67 8.00 8.00 8.00 7.00 6.50

E70S30T10 8.00 8.00 8.67 8.33 8.50 8.00 8.17 8.17

E70S30T20 8.00 7.67 8.50 8.50 9.00 8.50 8.50 8.50

E70S30T30 8.00 8.17 8.50 8.50 8.83 8.50 8.50 8.50

Produksi Pupuk Kompos

Hasil pengamatan produksi pupuk kompos diperoleh rataan persentase bobot kompos terendah adalah perlakuan kontrol yaitu 88,3 % dengan tingkat penyusutan mencapai 11,7%. Rataan tertinggi dicapai oleh kombinasi ES1T2 dengan rataan 92% dengan tingkat penyusutan 8%. Histogram persentase bobot dan penyusutan pupuk kompos disajikan pada Gambar 8. Persentase penyusutan kompos yang tinggi akan menghasilkan persentase produksi pupuk kompos yang rendah, begitu pula sebaliknya. Soepardi (1983) penyusutan bobot sampai 20% pada produk akhir kompos disebabkan oleh penurunan bobot bahan akibat kehilangan CO2 dan H2O

(41)

hanya berfungsi sebagai mikroorganisme perombak sehingga proses pengomposan lebih cepat dan efesien.

Gambar 8. Histogram Persentase Produksi dan Penyusutan Pupuk Kompos Bahan yang dikomposkan sangat berpengaruh pada hasil produksi pupuk kompos dan faktor terpenting yang mempengaruhi adalah kadar air bahan proses pengomposan. Pada penelitian menggunakan bahan yang berasal dari sampah pasar yang memiliki kadar air 10%-60% (Suriawiria, 2002) dan menurut Nengsih (2002) menyebutkan pengomposan dapat mengurangi bobot sampai 50% yang dirubah menjadi CO2 dan H2O.

Kualitas Pupuk Kompos

Kandungan C-organik (Karbon), Nitrogen (N) , Rasio C/N dan Nitrat (NO-3)

(42)

menyebabkan mikroorganisme belum selesai menguraikan seluruh bahan organik yang dicampurkan, sedangkan berdasarkan pengamatan temperatur pengomposan didapatkan bahwa temperatur berjalan konstan mendekati suhu ruang, hal tersebut menunjukan bahwa aktivitas mikroorganisme berjalan lambat sehingga proses penguraian menjadi lambat. Pengomposan secara anaerob menyebabkan proses penguraian menghasilkan gas CO2 (Gaur, 1983) yang menguap sehingga kandungan

C pada pupuk kompos yang mendapat perlakuan menjadi lebih rendah, sedangkan pada kontrol proses penguraian telah berjalan mencapai kestabilan sehingga tidak berpengaruh pada kandungan C pada pupuk kompos.Nilai rataan hasil analisa kimia kandungan C-organik disajikan pada Tabel 8.

Tabel 7. Nilai Rataan Kadar C-organik Pupuk Kompos

Sampel Persentase C-organik

---(%)---

E100 43.46

E90S10 40.98

E80S20 42.51

E70S30 41.41

E90S10T10 29.48

E90S10T20 26.24

E90S10T30 18.6

E80S20T10 30.63

E80S20T20 21.8

E80S20T30 22.04

E70S30T10 28.69

E70S30T20 25.81

E70S30T30 21.82

Rataan Umum

30.7

Keterangan : E = efluent gas bio, S = sampah pasar, T = tepung kerabang, subskrip menunjukan persentase penggunaan bahan.Sumber : Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB (2005)

(43)

Tabel 8. Hasil Uji Kontras Kadar C-organik Pupuk Kompos

Parameter Kontras Rataan

E vs ES

E 43.46 + 1.43a

ES 29.17 + 8.34b

Non T vs T

Non T 42.09 + 1.22a

T 25.01 + 4.65b

S1 vs S2

S10 28.83 + 8.71b

S20 29.25 + 9.07a

S1 vs S3

S10 28.83 + 8.71b

S30 29.44 + 7.93 a

S2 vs S3

S20 29.25 + 9.07b

S30 29.44 + 7.93a

T1 vs T2

T10 29.60 + 2.16a

T20 24.62 + 3.53b

T1 vs T3

T10 29.60 + 2.16a

T30 20.82 + 6.87b

T2 vs T3

T20 24.62 + 3.53tn

T30 20.82 + 6.87tn

Keterangan :Huruf superskrip yang berbeda menunjukan sangat berbeda nyata (P<0,01) tn = tidak nyata, subskrip menunjukan persentase penggunaan bahan

(44)

Kontras taraf perlakuan S10 dan S20 berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan

rataan S20 lebih tinggi dari pada S10 hal tersebut mengindikasikan bahwa taraf

perlakuan berpengaruh terhadap kandungan karbon organik. Kontras antara kelompok S10 dan S30 sangat nyata (P<0,01) dengan kandungan karbon S30 lebih

tinggi dari pada S10. Kontras antara S20 dan S30 berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan

rataan tertinggi pada S20. Dari data kontras tersebut dapat diketahui bahwa pada taraf

perlakuan terhadap kadar karbon organik mengalami penurunan pada taraf perlakuan yang tertinggi, hal tersebut diduga disebabkan pada taraf perlakuan S30

terjadi pembentukan CO2 yang lebih besar dari pada S20 sehingga menurunkan kadar

karbon organik pada S30.

Kontras taraf perlakuan dengan penambahan kerabang telur T10 dan T20

menunjukan perbedaan sangat nyata (P<0,01) dengan rataan tertinggi T10, taraf

perlakuan T10 dan T30 berbeda sangat nyata (P<0,01), sedangkan hasil uji kontras

antara T20 dan T30 tidak berbeda nyata (P>0,05). Taraf pemberian kerabang telur

secara umum semakin tinggi semakin menurunkan kandungan karbon, hal tersebut disebabkan oleh jenis bahan yaitu kerabang telur bukan merupakan sumber karbon, sehingga secara kolektif bila dihitung rataannya, akan menurunkan kandungan karbon dalam pupuk kompos.

(45)

sedangkan kerabang telur yang ditambahkan diduga tidak memberi pengaruh terhadap ketersediaan N karena kerabang telur bukan merupakan sumber N. Metode pengomposan mempengaruhi kandungan nitrogen menurut Jannah (2003) pengomposan bahan organik akan menghasilkan N-total yang tinggi bila pada sistem pengomposan tersedia cukup oksigen karena mikroorganisme akan lebih optimum pertumbuhanya untuk mengubah protein menjadi ammonium dan nitrat.

Tabel 9. Nilai Rataan Kadar N-total Pupuk Kompos

Sampel Persentase N-total

---(%)---

E100 0.89

E90S10 0.89

E80S20 0.86

E70S30 0.83

E90S10T10 0.82

E90S10T20 0.71

E90S10T30 0.73

E80S20T10 0.66

E80S20T20 0.73

E80S20T30 0.65

E70S30T10 0.63

E70S30T20 0.65

E70S30T30 0.58

Rataan Umum 0.74

Keterangan : E = efluent gas bio, S = sampah pasar, T = tepung kerabang, subskrip menunjukan persentase penggunaan bahan.Sumber : Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB (2005)

(46)

Tabel 10. Hasil Uji Kontras Kadar N-total Pupuk Kompos

Parameter Kontras Rataan

E vs ES

E 0.89 + 0.09a

ES 0.73 + 0.11b

Non T vs T

Non T 0.87 + 0.09a

T 0.68 + 0.07b

S1 vs S2

S10 0.79 + 0.09tn

S20 0.72 + 0.11tn

S1 vs S3

S10 0.79 + 0.09a

S30 0.67 + 0.11b

S2 vs S3

S20 0.72 + 0.11a

S30 0.67 + 0.11b

T1 vs T2

T10 0.70 + 0.10tn

T20 0.70 + 0.04tn

T1 vs T3

T10 0.70 + 0.10tn

T30 0.65 + 0.08tn

T2 vs T3

T20 0.70 + 0.04tn

T30 0.65 + 0.08tn

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda menunjukan sangat berbeda nyata ( P<0,01) tn = tidak nyata subskrip menunjukan persentase penggunaan bahan.

(47)

perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) dengan rataan kontrol lebih tinggi dari perlakuan , hal tersebut diduga karena kerabang telur bukan merupakan bahan sumber N.

Kontras antara taraf perlakuan S10 dan S20 tidak nyata (P>0,05) sedangkan

taraf perlakuan S10 dan S30 berbeda sangat nyata (P<0,01), dan taraf perlakuan S20

dan S30 berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan rataan S10 lebih tinggi dari pada S20

dan rataan S20 lebih tinggi dari S30. Taraf perlakuan penggunaan sampah meng-

indikasikan bahwa semakin meningkat taraf perlakuan semakin rendah kandungan N, diduga terjadi disebabkan pada S10 proses dekomposisi berjalan lebih cepat karena,

bahan organik yang harus diuraikan lebih sedikit. Kontras taraf perlakuan kerabang telur tidak berbeda nyata (P<0,05), penambahan kerabang dengan taraf berbeda tidak mempengaruhi kandungan N

Rasio C/N. Rasio C/N didapatkan dengan cara membagikan nilai karbon organik total dengan nilai nitrogen total. Nilai rasio C/N pupuk kompos berkisar antara 25,68-50,59 dengan rataan umum 40,71. Nilai rasio C/N pupuk kompos yang dihasilkan lebih tinggi dari pada standar kualitas kompos Asosiasi Bark Kompos Jepang yaitu <35 (Harada et al.,1993), kualitas kompos menurut Miner et al. (2001) sebesar 14,29%-25% dan ketentuan kualitas kompos PT. Mekaro Daya Mandiri yaitu maksimal 20 (Setyawan, 2002).

(48)

Tabel 11. Nilai Rataan Rasio C/N Pupuk Kompos

Sampel Rasio C/N

E100 49.35 + 5.43

E90S10 46.51 + 4.41

E80S20 50.59 + 10.09

E70S30 49.75 + 1.74

E90S10T10 36.01 + 2.82

E90S10T20 36.92 + 6.49

E90S10T30 25.68 + 1.39

E80S20T10 46.53 + 8.23

E80S20T20 30.02 + 2.08

E80S20T30 34.24 + 6.29

E70S30T10 45.64 + 3.06

E70S30T20 39.71 + 3.78

E70S30T30 38.23 + 10.67

Rataan Umum 40.71 + 9.93

Keterangan : E = efluent gas bio, S = sampah pasar, T = tepung kerabang, subskrip menunjukan persentase penggunaan bahan.Sumber : Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB (2005)

(49)

Tabel 12. Hasil Uji Kontras Rasio C/N Pupuk Kompos

Parameter Kontras Rataan

E vs ES

E 49.35 + 5.44a

ES 39.99 + 9.14a

Non T vs T

Non T 49.05 + 5.53tn

T 37 + 8.04 tn

S1 vs S2

S10 36.28 + 8.50 tn

S20 40.35 + 10.82 tn

S1 vs S3

S10 36.28 + 8.50 tn

S30 43.34 + 6.99 tn

S2 vs S3

S20 40.35 + 10.82 tn

S30 43.34 + 6.99 tn

T1 vs T2

T10 42.73 + 6.84a

T20 35.82 + 5.82a

T1 vs T3

T10 42.73 + 6.84a

T30 32.72 + 8.35b

T2 vs T3

T20 35.82 + 5.82 tn

T30 32.72 + 8.35 tn

Keterangan :Huruf superskrip yang berbeda menunjukan sangat berbeda nyata ( P<0,01) superskrip yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0,05) tn = tidak nyata, subskrip menunjukan persentase penggunaan bahan.

(50)

digunakan yaitu metode anaerob yang membutuh kan waktu yang lama (Nengsih 2002)

Kontras kontrol dengan perlakuan (E dan ES) berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan rasio C/N perlakuan lebih rendah daripada kontrol, dengan adanya perlakuan terjadi proses perombakan bahan organik oleh mikroorganisme menurunkan rasio C/N pupuk kompos sedangkan penambahan tepung kerabang (T dan Non T) tidak berbeda nyata (P>0,05) yang berarti bahwa perlakuan tersebut tidak berperan menrunkan rasio C/N karena bahan tersebut bukan merupakan sumber C dan N.

Kontras taraf perlakuan penambahan sampah pasar S10 , S20 dan S30 tidak

berbeda nyata (P>0,05), taraf penambahan sampah tidak berpengaruh terhadap aktivitas perombakan oleh mikroorganisme tetapi hanya menambah jumlah bahan organik yang harus didekomposisikan.

Kadar Nitrat (NO3-). Kandungan nitrat pada kompos yang stabil menurut Haug

(1980) mengandung nitrogen dalam bentuk nitrat (NO3-) dan tidak ada nitrogen

dalam bentuk ammoniak (NH4+). Hasil analisis kimia kandungan nitrat (NO3-)

berkisar antara 8,18 ppm-160,64 ppm dengan rataan umum 53,43 ppm. Kandungan nitrat pada pupuk kompos diduga dipengaruhi oleh bahan organik yang dikomposkan dan metode pengomposan. Nitrat terbentuk dari proses penguraian bahan organik yang mengandung protein yang dirombak oleh mikroorganisme melalui proses nitrifikasi. Pengomposan anaerob menyebabkan kandungan nitrat dalam pupuk kompos lebih rendah dari pada dikomposkan secara aerob hal tersebut disebabkan oleh ketersediaan oksigen yang rendah pada sistem, yang ditunjukan pada rataan kandungan nitrat yang rendah jika dibandingkan dengan kontrol. Nitrifikasi akan meningkat bila aktifitas bakteri nitrifikasi meningkat sehingga kandungan nitrat meningkat (Jannah, 2003). Tabel 13 menunjukan nilai rataan kandungan nitrat pada pupuk kompos.

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan penambahan sampah pasar dan tepung kerabang berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan nitrat (NO3-)

(51)

pembentukan nitrat (Sutedjo et al., 1991) karena nitrat merupakan hasil dekomposisi dari bahan organik (Soepardi, 1983)

Tabel 13. Nilai Rataan Kadar Nitrat (NO3-) Pupuk Kompos

Sampel Kandungan Nitrat (NO3-)

---(ppm)---

E100 72.63

E90S10 11.76

E80S20 8.18

E70S30 33.25

E90S10T10 138.93

E90S10T20 152.17

E90S10T30 160.64

E80S20T10 33.08

E80S20T20 23.41

E80S20T30 12.72

E70S30T10 12.72

E70S30T20 24.93

E70S30T30 10.23

Rataan Umum 53.43

Keterangan : E = efluent gas bio, S = sampah pasar, T = tepung kerabang, subskrip menunjukan persentase penggunaan bahan.Sumber : Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB (2005)

Hasil kontras kontrol dengan perlakuan sampah pasar (E dan ES) berbeda nyata (P<0,05) dengan rataan tertinggi pada kontrol, hal tersebut diduga dipengaruhi oleh waktu pengomposan yang terlalu singkat, kontrol telah mengalami proses perombakan pada instalasi gas bio sehingga rataan kandungan nitrat lebih tinggi dari pada rataan pada perlakuan. Perlakuan penambahan kerabang telur (T dan Non T) berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan rataan perlakuan yang menggunakan kerabang telur lebih tinggi daripada perlakuan tanpa kerabang telur, hal tersebut diduga karena kandungan CaCO3 sebesar 94% dalam kerabang telur mempengaruhi pH

(52)

Tabel 14. Hasil Uji Kontras Kadar Nitrat (NO3-) Pupuk Kompos

Parameter Kontras Rataan

E vs ES

E 72.63 + 42.31a

ES 51 + 57.75a

Non T vs T

Non T 31.46 + 32.56b

T 62.09 + 62.68a

S1 vs S2

S10 113.38 + 62.56tn

S20 19.35 + 14.77 tn

S1 vs S3

S10 113.38 + 62.56 tn

S30 20.28 + 10.59 tn

S2 vs S3

S20 19.35 + 14.77 tn

S30 20.28 + 10.59 tn

T1 vs T2

T10 61.58 + 59.07b

T20 66.84 + 65.48a

T1 vs T3

T10 61.58 + 59.07a

T30 56.67 + 71.07b

T2 vs T3

T20 66.84 + 65.48a

T30 56.67 + 71.07a

Keterangan :Huruf superskrip yang berbeda menunjukan sangat berbeda nyata ( P<0,01) superskrip yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0,05) tn = tidak nyata, subskrip menunjukan persentase penggunaan bahan.

Ketersediaan Fosfor (P) dan Kalium (K)

(53)

pengomposan yang singkat, serta bahan organik yang telah terfermentasi dalam instalasi gas bio (Oman, 2002).

Hasil analisa sidik ragam menunjukan kandungan fosfor dengan perlakuan penambahan sampah pasar dan tepung kerabang tidak berbeda nyata (P>0,05) dari hasil tersebut dapat diketahui perlakuan tidak meningkatkan kandungan posfor dalam pupuk kompos. Tabel 15 menunjukan rataan kandungan fosfor dalam pupuk kompos.

Tabel 15. Nilai Rataan Kadar Fosfor (P) Pupuk Kompos Sampel Persentase Fosfor (P)

---(%)---

E100 0.29

E90S10 0.27

E80S20 0.28

E70S30 0.27

E90S10T10 0.23

E90S10T20 0.24

E90S10T30 0.26

E80S20T10 0.23

E80S20T20 0.24

E80S20T30 0.25

E70S30T10 0.25

E70S30T20 0.27

E70S30T30 0.25

Rataan Umum 0.26

Keterangan : E = efluent gas bio, S = sampah pasar, T = tepung kerabang, subskrip menunjukan persentase penggunaan bahan.Sumber : Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB (2005)

Kadar Kalium (K). Hasil analisis kimia kandungan unsur kalium pada pupuk kompos berkisar antara 0,14%-0,51% dengan rataan umum sebesar 0,31%. Kandungan unsur kalium pada pupuk kompos sesuai dengan standar kualitas Asosiasi Bark Kompos Jepang yaitu K>0.3% (Harada et al., 1993). Tabel 16 menunjukan rataan persentase kandungan kalium pada pupuk kompos.

(54)

rataan yang lebih tinggi dari pada kontrol, hal tersebut diduga disebabkan oleh mikroorganisme merombak bahan organik dari sampah pasar dan kerabang telur yang memiliki kandungan kalium berturut-turut sebesar 1,8% dan 1%. Tabel 16 menunjukan hasil kontras perlakuan terhadap kandungan kalium pupuk kompos.

Tabel 16. Nilai Rataan Kadar Kalium (K) Pupuk Kompos

Sampel Persentase Kalium (K)

---(%)---

E100 0.44

E90S10 0.41

E80S20 0.51

E70S30 0.32

E90S10T10 0.18

E90S10T20 0.15

E90S10T30 0.14

E80S20T10 0.28

E80S20T20 0.23

E80S20T30 0.25

E70S30T10 0.32

E70S30T20 0.48

E70S30T30 0.35

Rataan Umum 0.31

Keterangan : E = efluent gas bio, S = sampah pasar, T = tepung kerabang, subskrip menunjukan persentase penggunaan bahan.Sumber : Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB (2005)

Gambar

Tabel 1. Pengaruh Kemiringan Tanah Terhadap Erosi
Tabel 2. Standar Kualitas Kompos Assosiasi Bark Kompos Jepang
Gambar 1. Penampang Melintang Kerabang Telur (Walton et al., 1973)
Gambar 2. Diagram Alir Prosedur Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dan menurut hasil penelitian (Setiono, 2010 ) diperoleh dengan menggunakan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Dapat meningkatkan aktivitas siswa,hasil belajar siswa

Tren corporate social responsibility (CSR) dengan menunjukan peningkatan pemberian perusahaan, peningkatan pelaporan perusahaan terhadap.. inisiatif CSR, pembentukan

(9) Dalam hal surat izin Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Kas hilang atau rusak, atau perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (8)

Hal lain yang dapat membuat sebuah game RPG adalah penggunaan puzzle di beberapa tempat, biasanya puzzle ini bertipe path finding dimana dibutuhkan suatu kejelian dalam

 Desk Check: jenis validasi sederhana yang melibatkan distribusi salinan dari rencana yang tepat untuk semua individu yang akan diberikan kepada peran dalam suatu insiden

Retribusi Izin Trayek yang selanjutnya disebut retribusi adalah pembayaran atas pemberian pengawasan izin trayek kepada orang pribadi atau badan untuk penyediaan

Dalam hal penjualan kembali Unit Penyertaan REKSA DANA BNP PARIBAS DOLAR PLUS dilakukan oleh Pemegang Unit Penyertaan melalui media elektronik, maka Formulir Penjualan Kembali

Sumber tegangan yang terdistorsi harmonik akan menghasilkan arus eksitasi yang mengandung harmonik pula, sehingga gelombang arus yang timbul tidak sinusoidal