• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pityriasis Versikolor Dan Diagnosis Bandingnya ( Ruam – Ruam Bercak Putih Pada Kulit)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pityriasis Versikolor Dan Diagnosis Bandingnya ( Ruam – Ruam Bercak Putih Pada Kulit)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PITYRIASIS VERSIKOLOR DAN DIAGNOSIS

BANDINGNYA

( Ruam – ruam bercak putih pada kulit)

Dr. Donna Partogi, SpKK

NIP. 132 308 883

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK/RS.Dr.PIRNGADI

(2)

PITIRIASIS VERSIKOLOR DAN

DIAGNOSIS BANDINGNYA

(Ruam-ruam bercak putih pada kulit)

PENDAHULUAN

Banyak kelainan kulit berupa bercak putih (makula hipopigmentasi) salah satu diantaranya adalah penyakit Pitiriasis Versikolor yang disebabkan oleh Malassezia furfur / Pityrosporum orbiculare (P.orbiculare) / P. ovale. Pitiriasis versikolor merupakan penyakit infeksi jamur

superfisial kronis pada kulit yang ditandai dengan makula hipopigmentasi dan skuama.1,2,3

Penyakit ini dikenal untuk pertama kali sebagai penyakit jamur pada tahun 1846 oleh Eichsted. Robin pada tahun 1853 memberi jamur penyebab penyakit ini dengan nama Microsporum furfur dan pada tahun 1889 oleh Baillon species ini diberi nama Mallassezia furfur. Penelitian

selanjutnya dan sampai sekarang menunjukkan bahwa Malassezia Furfur dan Pityrosporum Orbiculare merupakan organisme yang sama.1,3,4

EPIDEMIOLOGI

Pitiriasis versikolor adalah penyakit universal tapi lebih banyak dijumpai di daerah tropis oleh karena tingginya temperatur dan kelembaban. Menyerang hampir semua usia terutama remaja, terbanyak pada usia 16-40 tahun. Tidak ada perbedaan antara pria dan wanita, walaupun di Amerika Serikat dilaporkan bahwa penderita berusia 20-30 tahun dengan perbandingan 1,09% pria dan 0,6% wanita. Insiden yang akurat di Indonesia belum ada namun diperkirakan 40-50% dari populasi di negara tropis terkena penyakit ini, sedang di negara subtropis yaitu Eropa tengah dan utara hanya 0,5-1% dari semua penyakit jamur.2,3,4

ETIOLOGI

(3)

PATOGENESIS

Tinea versikolor timbul bila M. Furfur berubah bentuk menjadi bentuk miselia karena adanya faktor predisposisi, baik eksogen maupun endogen. Faktor eksogen meliputi panas dan kelembaban. Hal ini merupakan penyebab sehingga pitiriasis versikolor banyak dijumpai di daerah tropis dan pada musim panas di daerah sub tropis. Faktor eksogen lain adalah penutupan kulit oleh pakaian atau kosmetik dimana mengakibatkan peningkatan konsentrasi CO2, mikroflora dan pH.

4,5,6

Faktor endogen berupa malnutrisi, dermatitis seboroik, sindrom cushing, terapi imunosupresan, hiperhidrosis dan riwayat keluarga yang positif. Disamping itu diabetes melitus, pemakaian steroid jangka panjang, kehamilan dan penyakit-penyakit berat memudahkan timbulnya pitiriasis versikolor.5,6

Patogenesis dari makula hipopigmentasi oleh terhambatnya sinar matahari yang masuk ke dalam lapisan kulit yang akan mengganggu proses pembentukan melanin, adanya toksin yang langsung menghambat pembentukan melanin, dan adanya asam azeleat yang dihasilkan oleh Pityrosporum dari asam lemak dalam sebum yang merupakan inhibitor kompetitif dari tirosinase.

2,3,7

GAMBARAN KLINIS

Lesi pitiriasis versikolor terutama dijumpai di bagian atas dada dan meluas ke lengan atas, leher, tengkuk, perut atau tungkai atas/bawah. Dilaporkan adanya kasus-kasus yang khusus dimana lesi hanya dijumpai pada bagian tubuh yang tertutup atau mendapatkan tekanan pakaian , misalnya pada bagian yang tertutup pakaian dalam. Dapat pula dijumpai lesi pada lipatan aksila, inguinal atau pada kulit muka dan kepala.2,5,7

Penderita pada umumnya hanya mengeluhkan adanya bercak/makula berwarna putih (hipopigmentasi) atau kecoklatan (hiperpigmentasi) dengan rasa gatal ringan yang umumnya muncul saat berkeringat. Ukuran dan bentuk lesi sangat bervariasi bergantung lama sakit dan luasnya lesi. Pada lesi baru sering dijumpai makula skuamosa folikular. Sedangkan lesi primer tunggal berupa makula dengan batas sangat tegas tertutup skuama halus. Pada kulit hitam atau coklat umumnya berwarna putih sedang pada kulit putih atau terang cenderung berwarna coklat

(4)

terkena. Pada beberapa lokasi yang selalu lembab, misalnya pada daerah dada, kadang batas lesi dan skuama menjadi tidak jelas.1-4

Pada kasus yang lama tanpa pengobatan lesi dapat bergabung membentuk gambaran seperti pulau yang luas berbentuk polisiklik. Beberapa kasus di daerah berhawa dingin dapat sembuh total. Pada sebagian besar kasus pengobatan akan menyebabkan lesi berubah menjadi makula hipopigmentasi yang akan menetap hingga beberapa bulan tanpa adanya skuama. 2,3

DIAGNOSIS

Diagnosis klinis Pitiriasis versikolor ditegakkan berdasarkan adanya makula hipopigmentasi, hiperpigmentasi, atau kemerahan yang berbatas sangat tegas, tertutup skuama halus. Pemeriksaan dengan lampu Wood akan menunjukkan adanya pendaran (fluoresensi) berwarna kuning keemasan pada lesi yang bersisik. Pemeriksaan mikroskopis sediaan skuama dengan KOH memperlihatkan kelompokan sel ragi bulat berdinding tebal dengan miselium kasar, sering terputus-putus (pendek-pendek), yang akan lebih mudah dilihat dengan penambahan zat warna tinta Parker blue-black atau biru laktofenol. Gambaran ragi dan miselium tersebut sering dilukiskan sebagai meat ball and spaghetti.1,2,3

Pengambilan skuama dapat dilakukan dengan kerokan menggunakan skalpel tumpul atau menggunakan selotip (cellotape) yang dilekatkan pada lesi. Pembuktian dengan biakan M. Furfur tidak diagnostik oleh karena M.furfur merupakan flora normal kulit. 2,4

PENGOBATAN

Pitiriasis versikolor dapat diterapi secara topikal maupun sistemik. Tingginya angka kekambuhan merupakan masalah, dimana mencapai 60% pada tahun pertama dan 80% setelah tahun kedua. Oleh sebab itu diperlukan terapi profilaksis untuk mencegah rekurensi.4

1. Pengobatan topikal 3,4,8

Pengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tekun dan konsisten. Obat yang dapat digunakan ialah:

- Selenium sulfida 1,8% dalam bentuk shampoo 2-3 kali seminggu. Obat digosokkan pada lesi dan didiamkan selama 15-30 menit sebelum mandi.

(5)

- Turunan azol misalnya mikonazol, klotrimazol, isokonazol dan ekonazol dalam bentuk topikal

- Sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20%

- Larutan Tiosulfas natrikus 25% , dioleskan sehari 2 kali sehabis mandi selama 2 minggu

2. Pengobatan sistemik

Pengobatan sistemik diberikan pada kasus pitiriasis versikolor yang luas atau jika

pemakaian obat topikal tidak berhasil1,4,9. Obat yang dapat diberikan adalah: - ketokonazol 200 mg/hari selama 10 hari

- itrakonazol 200 mg/hari selama 5-7 hari, disarankan untuk kasus kambuhan atau tidak responsif dengan terapi lainnya.

PENCEGAHAN

Untuk pencegahan dapat disarankan pemakaian 50% propilen glikol dalam air atau sistemik ketokonazol 400 mg/hari sekali sebulan.2,8

Pada daerah endemik untuk pencegahan penyakit dapat disarankan pemakaian ketokonazol 200 mg/hari selama 3 hari setiap bulan atau itrakonazol 200 mg sekali sebulan atau pemakaian sampo selenium sulfid sekali seminggu.8

PROGNOSIS

Prognosis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun dan konsisten. Pengobatan harus diteruskan 2 minggu setelah fluoresensi negatif dengan pemeriksaan lampu wood dan sediaan langsung negatif. 4

Jamur penyebab pitiriasis versikolor merupakan bagian dari flora normal dan kadang-kadang tertinggal dalam folikel rambut. Hal ini yang mengakibatkan tingginya angka kekambuhan, sehingga diperlukan pengobatan profilaksis untuk mencegah kekambuhan.

Masalah lain adalah menetapnya hipopigmentasi dan diperlukan waktu yang cukup lama untuk repigmentasi. Namun hal tersebut bukan akibat kegagalan terapi, sehingga penting untuk memberi informasi kepada pasien bahwa bercak putih tersebut akan menetap beberapa bulan

(6)

DIAGNOSIS BANDING (Ruam-ruam bercak putih pada kulit)

Diagnosis banding meliputi ruam-ruam bercak putih pada kulit seperti vitiligo, pitiriasis alba, morbus hansen , hipopigmentasi post inflamasi , chemical leukoderma, progressive macular hipomelanosis, dan pinta .

1. Morbus Hansen

Makula hipopigmentasi yang terdapat pada penderita Morbus Hansen mempunyai ciri-ciri

khas yaitu makula anestesi, alopesia, anhidrosis dan atrofi. Lesi dapat satu atau banyak, berbatas tegas dengan ukuran bervariasi. Terdapat penebalan saraf perifer. Kelainan ini terjadi karena menurunnya aktivitas melanosit. Pada pemeriksaan histopatologi jumlah melanosit dapat normal atau menurun. Terdapat melanosit dengan vakuolisasi dan mengalami atrofi serta menurunnya jumlah melanosom.7,10

Patogenesis terjadinya hipomelanosis pada penyakit ini adalah sebagai berikut:10 1. Efek langsung invasi Mycobacterium Leprae ke dalam melanosit

2. Digunakannya dopa sebagai substrat oleh sistem enzim Mycobacterium leprae 3. Perubahan pembuluh darah yang mengakibatkan atrofi melanosit.

Terapi untuk makula hipopigmentasi pada leprae dapat dipertimbangkan pemberian PUVA.

2. Vitiligo

Vitiligo adalah suatu hipomelanosis yang didapat bersifat progresif, seringkali familial ditandai dengan makula hipopigmentasi pada kulit, berbatas tegas dan asimtomatis.

Makula hipomelanosis pada vitiligo yang khas berupa bercak putih seperti putih kapur, bergaris tengah beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter, berbentuk bulat atau lonjong dengan tepi berbatas tegas dan kulit pada tempat tersebut normal dan tidak mempunyai skuama.. Vitiligo mempunyai distribusi yang khas. Lesi terutama terdapat pada daerah yang terpajan (muka, dada bagian atas, dorsum manus), daerah intertriginosa (aksila, lipat paha), daerah orifisium (sekitar mulut, hidung, mata, rektum), pada bagian ekstensor permukaan tulang yang menonjol (jari-jari, lutut, siku). Pada pemeriksaan histopatologi tidak ditemukan sel melanosit dan reaksi dopa untuk melanosit negatif. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood makula amelanotik pada

(7)

Patogenesis vitiligo belum dapat dijelaskan dengan pasti. Dikemukakan 3 teori yaitu: 1. Teori autoimun

Vitiligo merupakan suatu penyakit autoimun. Pada penderita vitiligo dapat ditemukan autoantibodi terhadap antigen sistem melanogenik disebut autoantibodi anti melanosit., yang bersifat toksik terhadap melanosit atau menghambat pembentukan melanin. Hal ini disokong dengan meningkatnya insiden vitiligo pada penderita penyakit autoimun.

2. Teori neurogenik

Teori mengatakan bahwa mediator neurokimia seperti asetilkolin, epinefrin dan nor epinefrin yang dilepaskan oleh ujung saraf perifer merupakan bahan neurotoksik yang menghancurkan melanosit atau menghambat produksi melanin. Bila zat-zat tersebut diproduksi berlebihan sel melanosit didekatnya akan rusak.

3. Teori autositotoksik

Teori ini berdasarkan biokimia melanin dan prekursornya. Dikemukakan bahwa produk antara dari biosintesis melanin adalah monofenol atau polifenol. Sintesis berlebihan dari produk antara tersebut akan bersifat toksik terhadap melanosit.10

Penatalaksanaan vitiligo meliputi:11,13 1. Tabir surya

Tujuan penggunaan tabir surya adalah untuk melindungi kulit yang terlibat agar tidak mengalami reaksi terbakar surya dan tidak terjadi tanning pada kulit yang normal. Yang dianjurkan adalah tabir surya dengan SPF lebih dari 30.

2. Kosmetik penutup

Tujuan penggunaan kosmetik penutup adalah untuk menyembunyikn lesi vitiligo sehingga tidak tampak. Merek yang tersedia misalnya Covermark (Lydia O’Leary), Dermablend, Vitadye dan Dy-o-Derm. Biasanya warna disesuaikan dengan warna kulit dan tidak mudah hilang.

3. Kortikosteroid topikal

Pemakaian kortikosteroid topikal pada vitiligo berlandaskan pada teori autoimun. Jika tidak

(8)

4. Pemakaian psoralen dengan UVA

Psoralen secara topikal ataupun sistemik yang diikuti oleh pajanan terhadap sinar UVA (PUVA) menyebabkan proliferasi el pigmen didalam umbi rambut dan perpindahan sel-sel pigmen tersebut kedaerah kulit yang putih (hipopigmentasi)

5. Minigrafting

Minigrafting dapat digunakan pada vitiligo segmental yang stabil dan tidak dapat diobati dengan tehnik yang lain.

6. Bleaching

Terapi ini digunakan untuk vitiligo yang luas, gagal dengan terapi PUVA, atau menolak PUVA. Yang digunakan adalah Monobenzylether of hydroquinon 20% cream , dioleskan 2 kali sehari . Biasanya dbutuhkan waktu 9-12 bulan agar terjadi depigmentasi.

3. Hipopigmentasi post inflamasi

Berbagai proses inflamasi pada penyakit kulit dapat pula menyebabkan hipopigmentasi misalnya lupus eritematosus diskoid, dermatitis atopik, psoriasis, parapsoriasis gutata kronis, dan lain-lain. Predileksi dan bentuk kelainan hipopigmentasi yang terjadi sesuai dengan lesi primernya. Hal ini khas pada kelainan hipopigmentasi yang terjadi sesudah menderita psoriasis.12

Hipomelanosis terjadi segera setelah resolusi penyakit primer dan mulai menghilang setelah beberapa minggu hingga beberapa bulan terutama pada area yang terpapar matahari.

Patogenesis proses ini dianggap sebagai hasil dari gangguan transfer melanosom dari melanosit ke keratinosit. Pada dermatitis hipopigmentasi mungkin merupakan akibat dari edema sedangkan pada psoriasis mungkin akibat meningkatnya epidermal turnover. 7

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit yang berhubungan sebelumnya . Jika diagnosis belum berhasil ditegakkan maka biopsi pada lesi hipomelanosis akan menunjukkan gambaran penyakit kulit primernya. 7

(9)

4. Pitiriasis alba

Pitiriasis alba sering dijumpai pada anak berumur 3-16 tahun (30-40%). Wanita dan pria sama banyak. Lesi berbentuk bulat atau oval. Pada mulanya lesi berwarna merah muda atau sesuai warna kulit dengan skuama halus diatasnya. Setelah eritema menghilang lesi yang dijumpai hanya hipopigmentasi dengan skuama halus. Pada stadium ini penderita datang berobat terutama pada orang dengan kulit berwarna. Bercak biasanya multipel 4 sampai 20. Pada anak-anak lokasi kelainan pada muka (50-60%), paling sering di sekitar mulut, dagu, pipi serta dahi. Lesi dapat

dijumpai pada ekstremitas dan badan. Lesi umumnya asimtomatik tetapi dapat juga terasa gatal dan panas.7,10

Pada pemeriksaan histopatologi tidak ditemukan melanin di stratum basal dan terdapat hiperkeratosis dan parakeratosis. Kelainan ini dapat dibedakan dari vitiligo dengan adanya batas yang tidak tegas dan lesi yang tidak amelanotik serta pemeriksaan menggunakan lampu wood. 10

Kelainan hipopigmentasi ini dapat terjadi akibat perubahan-perubahan pasca inflamasi dan efek penghambatan sinar ultra violet oleh epidermis yang mengalami hiperkeratosis dan parakeratosis.7,10

Terapi pitiriasis alba kadang tidak memuaskan namun penyakit ini dapat menyembuh sendiri seiring dengan meningkatnya usia, namun pernah dilaporkan lesi yang menetap hingga dewasa. Terapi yang dapat diberikan berupa kortikostroid topikal. Untuk lesi pitiriasis alba yang luas dapat digunakan PUVA. 7

5.Chemical leukoderma

Chemical leukoderma adalah hipomelanosis yang didapat akibat paparan berulang bahan kimia tertentu terutama derivat phenol dan sulfhydril. Telah dilaporkan terjadinya leukoderma pada pekerja yang terpajan monobenzil eter hidrokuinon (MBEH) yang digunakan sebagai antioksidan. MBEH tidak hanya ditemukan pada desinfektan dan germisida tapi juga pada tape adhesive, kontrasepsi diafragma , baju karet, kondom karet, boneka karet, sarung tangan karet dan lain-lain. 3,7

Leukoderma yang diakibatkan oleh MBEH dapat menyerupai vitiligo. Makula hipopigmentasi berwarna putih susu tidak hanya terjadi di tempat aplikasi tetapi juga dapat terjadi

(10)

permanen. Untuk berkembangnya leukoderma ini dapat tidak didahului erupsi iritan atau dermatitis kontak sebelumnya. Pada stadium awal leukoderma bersifat reversibel jika paparan dihentikan. 7

Hipomelanosis oleh karena hidrokuinon biasanya tidak berbatas tegas, tidak terjadi depigmentasi penuh dan tidak ada lesi satelit. Kelainan ini bersifat reversibel.

Pada pemeriksaan histologi leukoderma karena bahan kimia tidak mempunyai gambaran diagnostik yang khas untuk dibedakan dengan vitiligo. Pada makula tidak ditemukan melanosit dan tidak ada perubahan pada epidermis dan dermis.7,12

Terdapat banyak kemungkinan mekanisme terjadinya leukoderma akibat bahan kimia. Hal-hal ini mencakup inhibitor kompetitif tirosinase, hambatan oksidasi sintesis tirosinase, gangguan pada sintesis melanosom, gangguan transfer melanosom dari melanosit ke keratinosit atau berkurangnya sintesis melanin di melanosom. Sulfhidril merupakan bahan sitotoksik yang menggangu pembentukan melanin dengan cara menghambat tirosinase atau lebih mengutamakan pembentukan phaeomelanin dan metabolitnya dibanding melanogenesis.7

Diagnosis dugaan chemical leukoderma dapat dibuat berdasarkan riwayat paparan ulang terhadap bahan kimia yang telah diketahui dapat menyebabkan leukoderma. Chemical leukoderma harus selalu dijadikan diagnosis banding vitiligo. Namun tidak ada tes definitif atau histologi untuk membedakan vitiligo dengan chemical leukoderma.7

Chemical leukoderma bersifat irreversibel jika bahan kimia tersebut tidak segera dieliminasi dengan segera. Leukoderma lokal dan masih pada tahap awal dapat pulih kembali dengan cara menghentikan bahan kimia yang dicurigai dan jika perlu dengan oral atau topikal PUVA.

Leukoderma yang disebabkan oleh hidrokuinon biasanya pulih secara spontan., terutama jika ditambah dengan sinar ultra violet.

6. Progressive macular hipomelanosis

Progressive macular hipomelanosis (PMH) adalah suatu kondisi yang sering dijumpai di India Barat ditandai dengan makula hipopigmentasi yang menyebar cepat pada badan. Ditemukan terutama pada usia muda terutama wanita usia 18-25 tahun. Sering disangka sebagai pitiriasis versikolor dan pitiriasis alba. 7,14

Lesi berbentuk makula hipopigmentasi dengan batas tidak tegas, tidak berskuama,

(11)

ini terjadi karena campuran gen kulit hitam dan putih yang berasal dari orang tua penderita. Dugaan ini timbul karena kelainan ini banyak dijumpai pada ras campuran. Menurut Wiete dkk kelainan ini diakibatkan oleh Propionibacterium acnes. Makula hipopigmentasi timbul karena P. Acnes diduga menghasilkan zat yang menghambat melanogenesis seperti mekanisme hipopigmentasi pada pitiriasis versikolor. Hal ini berdasarkan pengamatannya bahwa lesi makula hipopigmentasi pada PMH memberikan flouresensi berwarna merah dan bersifat folikular jika dilakukan pemeriksaan lampu Wood. Borelli menduga kelainan ini karena genodermatosis namun tidak ada data-data yang

mendukung. 14

Gambaran mikroskopis pada lesi menunjukkan melanin sedikit berkurang. Pemeriksaan ultrastruktural menunjukkan pergeseran melanosom tipe IV ke melanosom tipe I-III yang kecil. Penemuan ini menunjukkan bahwa kelainan ini mungkin merupakan hasil dari perubahan ukuran dan distribusi melanosom. 7,14

Kelainan ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan apapun tapi dapat menyembuh secara spontan dalam waktu 3 bulan hingga 4 tahun. 7 Wiete dkk (2004) melakukan penelitian pengobatan dengan benzoil peroxide dan antibiotik topikal yang berfungsi untuk menekan P.acnes dan merangsang melanogenesis dengan hasil yang bagus.15

7. Pinta (Carate, Mal de Pinta, Azul)

Pinta yang berarti bercak berwarna dalam bahasa Spanyol, disebabkan oleh Treponema carateum. Pinta adalah satu-satunya treponematosis dengan manifestasi klinis terbatas pada kulit. Seperti sifilis, pada pinta terdapat 3 stadium klinis namun berbeda dengan sifilis pada pinta lesi dari berbagai stadium dapat ditemukan bersamaan pada satu pasien. 16,17

Lesi primer timbul antara 3 hingga 60 hari setelah inokulasi, berupa papul eritem, satu atau lebih. Dalam beberapa minggu berkembang menjadi plak ireguler, hiperkeratotik, likenifikasi dan dapat mencapai ukuran diameter 20 cm. Lesi timbul pada daerah yang terbuka misalnya tangan, kaki, lengan, wajah dan leher. Lesi dapat bertahan hingga tahunan atau sembuh secara spontan dengan sisa berupa hipopigmentasi.16,17

Lesi sekunder (pintids) timbul antara 1 hingga 12 bulan kadang tahunan setelah munculnya lesi primer, berupa papul eritem yang berkembang menjadi plak. Lesi sekunder mungkin tidak

(12)

ditemukan tinggi. Lokasi lesi dapat pada lesi primer yang pertama, atau di badan, telapak tangan, dan telapak kaki. Sejalan dengan waktu, lesi berubah warna menjadi coklat atau tembaga dan kadang biru, abu-abu atau hitam. Dalam 1 plak dapat dijumpai lebih dari satu warna. 16,17

Lesi tersier timbul 3 bulan sampai 10 tahun setelah lesi sekunder. Gambaran klinis utama berupa depigmentasi seperti vitiligo disertai warna coklat, biru, merah dan ungu. Lesi mempunyai batas yang tidak teratur dan berukuran bervariasi. Makula timbul simetris pada penonjolan tulang misalnya pergelangan tangan, jari tangan, tumit, telapak tangan, tumit, dan disekitar lesi lama.

Hanya pasien dengan stadium lanjut yang bisa mengalami vitiligo (vitiligo pinta). 16,17

Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan akantosis, spongosis, hiperkeratosis, degenerasi mencair sel basal. Treponema dapat ditemukan diepidermis pada stadium primer, sekunder, dan tersier tapi tidak ditemukan treponema pada makula depigmentasi.16,17

Terapi yang diberikan berupa injeksi Penisilin Benzathin single dose 1,2 MU untuk dewasa dan anak usia diatas 10 tahun. Jika alergi terhadap penisilin dapat diberikan tetrasiklin 4x500 mg atau doksisiklin 2x100mg selama 15 hari.7

Lesi primer atau sekunder dapat hilang setelah terapi diberikan namun lesi stadium lanjut akan menetap seumur hidup. 7,16,17

KESIMPULAN

1. Pitiriasis versikolor adalah infeksi jamur superfisial kronis yang disebabkan oleh M.furfur 2. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis berupa makula hipopigmentasi dengan

skuama halus diatasnya, flouresensi kuning emas dengan lampu Wood dan ditemukannya sel tunas dengan hifa pendek pada pemeriksaan KOH.

3. Penatalaksanaan meliputi terapi topikal dan sistemik.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

1. Rippon. Superficial Infection. Dalam: Medical Mycology. Third edition. WB Saunders company. Philadelphia. 1988:154-9.

2. Radiono S. Pitiriasis Versicolor. Dalam: Budimulja U, Kuswadji, Bramono K, dkk, editor. Dermatomikosis Superfisialis. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001:17-20.

3. Partosuwiryo S, danukusumo HAT. Pitiriasis Versikolor. Dalam: Diagnosis dan

Penatalaksanaan dermatomikosis. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 1992:65-9.

4. Faegemann JN. Pityriais (Tinea) Versicolor, Tinea Nigra and Piedra. Dalam: Jacob PH, Nall L, editor. Antifungal Drug Therapy. Marcel Dekker. New York. 1990:23-5.

5. Klenk AS, Martin AG, Heffernan MP. Yeast infectio: Candidiasis, Pityriasis (Tinea) Versicolor. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, dkk, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Sixth edition. Mc Graw-Hill. New York. 2003 : 2014 - 6.

6. Budimulja U. Mikosis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keempat. FKUI. Jakarta. 2005:99-101.

7. Ortonne JP, Bahadoran P, dkk. Hypomelanosis and Hypermelanosis. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, dkk, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Sixth edition. Mc Graw-Hill. New York. 2003 : 836-862.

8. Daili ESS, Menaldi SL, Wisnu IM. Penyakit kulit yang umum di Indonesia. Medical Multimedia Indonesia. Jakarta. 2005:33-4.

9. Weeks J, Moser SA, Elewski BE. Superficial cutaneous fungal infection. Dalam: Dismukes WE, Pappas PG, Sobel JD. Ed. Clinical Mycology. Oxford. New York 2003: 367-9.

10.Achyar RY. Kelainan-kelainan hipopigmentasi dan vitiligo. Dalam: Simposium Kelainan Pigmentasi Kulit dan Penanggulangannya. PADVI Cabang Jakarta Raya 1988: 46-59.

11.Nasution D. Penanggulangan kelainan hipopigmentasi dan vitiligo. Dalam: Simposium Kelainan Pigmentasi Kulit dan Penanggulangannya. PADVI Cabang Jakarta Raya. 1988: 61-6.

12.Soepardiman L. Kelainan pigmen. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu

(14)

13.Fitzpatrick TB, Johnson RA, Wolff K, Suurmond D. Color atlas & synopsis of clinical dermatology.. Fourth edition. Mc Graw-Hill. New York 2001:312-20.

14.Westerhof W, Relyveld GN, Kingswijk MM, dkk. Propionibacterium acnes and the

pathogenesis of Progressive macular hypomelanosis. Available at: www.archdermatol.com February 2004.

15.Westerhoff W, Relyveld GN, Kingswijk MM, dkk. Treatmen of Progressive macular hypomelanosis. Abstrak Kongres Nasional Perdoski IX. Jakarta 2005.

16.Sanches MR. Endemic (Nonvenereal) treponematosis. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, dkk, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Sixth edition. Mc Graw-Hill. New York. 2003 : 2188-92

17.Kahn IW, Schmidt B, Aberer W, Abere E. Pinta in Austria (or Cuba?) Import of an extinct

(15)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyarankan agar informasi mengenai pencapaian program-program yang sudah dilakukan oleh pemerintah untuk normalisasi Sungai Citarum

dengan peraturan perundang-undangan mengenai organisasi dan tata hubungan kerja Rumah Sakit Umum Daerah diundangkan. Berdasarkan Peraturan Walikota Semarang Nomor 36 Tahun

Implementasi pembelajaran matematika dengan model CGI bermuatan pendidikan karakter untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siwa kelas VII materi himpunan,

Lebih lanjut, Suprijono (2009: 10) menjelaskan bahwa pembelajaran aktif adalah proses belajar yang menumbuhkan dinamika belajar bagi siswa. Dinamika untuk

Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan Aras Perkotaan (city wide) RTRWK Pencapaian target RTRW, terkonservasi nya KS Sosial- Budaya RDTR RTBL P3KP • Pengembangan

Masalahnya adalah dengan kondisi u yang direpresentasikan dengan sejumlah hingga deret Fourier dari ruang fungsi berperiode 2 π (terhadap dua variabel x dan y ) dan

Evaluasi Potensi Terjadinya Konflik Sosial Pada Masyarakat Miskin Kota dilakukan untuk mengetahui bentuk-bentuk konflik serta potensi konflik, pelanggaran HAM dan

Jika ada yang mengatakan seseorang yang sedang pergi ke diskotik adalah Iqbal atau seseorang yang sedang menari adalah Euis, maka pernyataan tersebut adalah salah atau orang