• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Ga3 Terhadap Beberapa Varietas Kedelai (Glycine Max (L) Merrill) Selama Fase Generatif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pemberian Ga3 Terhadap Beberapa Varietas Kedelai (Glycine Max (L) Merrill) Selama Fase Generatif"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN GA3 TERHADAP BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L) Merrill) SELAMA FASE GENERATIF

SIKRIPSI

OLEH :

ROSDIANA SILITONGA

PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH PEMBERIAN GA3 TERHADAP BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L) Merrill) SELAMA FASE GENERATIF

SIKRIPSI

OLEH :

ROSDIANA SILITONGA

050307006 / PEMULIAAN TANAMAN

Sikripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul :Pengaruh Pemberian GA3 Terhadap Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max (L) Merrill) Selama Fase Generatif

Nama : Rosdiana Silitonga

NIM : 050307006

Departemen : Budidaya Pertanian Program Studi : Pemuliaan Tanaman

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Diketahui oleh:

(Prof. Dr Ir. Edison Purba, Ph.D) Ketua Departemen

NIP : 1959010519860011001

(Ir. Syafrudin Ilyas) Anggota Pembimbing

NIP : 132 639 805 (Luthfi A. M. Siregar, SP. MSc. Ph.D)

(4)

ABSTRACT

The research aims to know the effect of the GA3 to soybean varieties (Glycine max (L) Merrill) up to generatif fase. This research was performed in tune Agriculture Faculty University of North Sumatera, Medan. From September until November 2009.

Design used in this reseach was in randimization blok design with 2 factor. This first was varieties (Anjasmoro, Argomulyo and Tanggamus). The second was GA3 (0 ppm, 25 ppm, 50 ppm and 75 ppm).

Result of this research to show varieties are significant different with parameters the planted heigh, diameters of the branch, number of flowers, age of production, numbers of pods, persentage of pods, production the seeds and the weight of 100 seeds.

(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian GA3 terhadap beberapa varietas kedelai (Glycine max (L) Merrill) selama fase generatif. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 m di atas permukaan laut pada bulan September sampai Nonember 2009.

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor. Faktor I adalah varietas (Anjasmoro, Argomulyo dan Tanggamus) dan faktor II adalah GA3 (0 ppm, 25 ppm, 50 ppm dan 75 ppm).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah bunga per sampel, umur panen, jumlah polong per sampel, persentase polong terbentuk, bobot biji per sampel dan bobot 100 biji.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Rosdiana Silitonga dilahirkan di Sitapongan pada tanggal 7 Desember

1987 sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari Ayahanda E. Silitonga dan

Ibunda T. Simangunsong.

Adapun pendidikan yang pernah di tempuh adalah SD Negeri 174582

Sitapongan lulus tahun 1999, SLTP N 1 Sipahutar lulus tahun 2002 dan SMU

HKBP 2 Tarutung lulus tahun 2005. Pada tahun 2005 terdaftar sebagai mahasiswa

Pemuliaan Tanaman Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan masuk melalui jalur PMP.

Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah mengikuti kegiatan intra

kampus Himpunan Mahasiswa Budidaya Pertanian (HIMADITA). Penulis

melaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Penelitian Sungai Putih,

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,

karena atas berkat dan karunia-Nya yang tiada hentinya sehingga penulis dapat

menyelesaikan sikripsi ini.

Adapun judul sikripsi ini adalah “Pengaruh Pemberian GA3 Terhadap

Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max (L) Merrill) Selama Fase Generatif". Sikripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di

Fakultas Pertaniaan Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak

Lutfi A.M. Siregar SP, MSc. Ph.D selaku ketua komisi pembimbing dan

bapak Ir. Syafrudin Ilyas selaku anggota komisi pembimbing yang telah

membimbing dan mengarahkan penulis selama menyelesaikan sikripsi ini.

Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Ayahanda E. Silitonga

dan Ibunda T. Simangunsong serta untuk adek-adekku Aladin Silitonga,

Karlos Silitonga dan Meida Silitonga beserta seluruh keluarga yang telah banyak

memberikan dukungan motivasi, doa dan kasih sayang selama menyelesaikan

studi dan sikripsi ini. Tak lupa juga kepada seluruh sahabat-sahabatku:

B’ Yoel Berisigep, Hedidiana Pardede, Andreas Simamora, Reinhart Hutagaol,

Swonary Sianturi, Oktavianus Sinuraya, Rotamba Tua Nababan, Andrian Bangun,

Seriwati Sembiring, Sri Wildani, K’ Sesby Sembiring, Twince, Vina, Delfi,

teman-teman kost B’56, teman-teman Armyplant dan adek-adek stambuk 2008

serta teman-teman lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Penulis

tidak dapat membalasanya, hanya Tuhan yang mampu membalas dengan Kasih

(8)

Penulis menyadari bahwa sikripsi ini masih jauh dari sempurna dan

mempunyai banyak kekurangan. Untuk itu penulis akan menerima segala saran

dan masukan yang bersifat membangun guna penyempurnaan sikripsi ini

dikemudian hari.. Akhir kata, penulis ucapkan terimakasih.

Medan, Maret 2010

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PANDAHULUAN Latar belakang ... 1

Tujuan penelitian ... 3

Hipotesis penelitian ... 3

Kegunaan penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA

Heritabilitas ... 13

BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Metode Penelitian ... 14

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan ... 18

Persiapan Media Tanam ... 18

Persiapan Benih ... 18

Penanaman ... 18

Pemupukan ... 19

Aplikasi GA3 ... 19

Pemeliharaan Tanaman ... 19

(10)

Penjarangan ... 19

Penyiangan ... 19

Pengendalian hama dan penyakit... 20

Panen ... 20

Jumlah polong per sampel (buah) ... 21

Persentase polong terbentuk per sampel (%) ... 21

Jumlah biji per tanaman (biji)... 21

Bobot 100 biji (gr) ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 23

Tinggi tanaman (cm) ... 23

Jumlah cabang per sampel (cabang) ... 25

Umur berbunga (HST) ... 26

Jumlah bunga per sampel (buah) ... 27

Umur panen (HST) ... 28

Jumlah polong per sampel (buah) ... 29

Persentase polong terbentuk per sampel (%) ... 30

Jumlah biji per sampel (g) ... 31

Bobot 100 biji (gr) ... 32

Heritabilitas ... 33

Pembahasan ... 34

Pengaruh Varietas Terhadap Produksi Kedelai ... 34

Pengaruh GA3 Terhadap Kedelai Selama Fase Generatif ... 37

Interaksi Antara Varietas Dengan Pemberian GA3 ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 40

Saran ... 40

(11)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

1. Tabel. 1. Model sidik ragam dengan nilai kuadrat tengah ... 17

2. Rataan tinggi tanaman dengan perlakuan varietas dan GA3 pada 2 MST sampai dengan 6 MST ... 24

3. Rataan jumlah cabang per sampel (cabang) dengan perlakuan varietas dan GA3 ... 26

4. Rataan umur berbunga (hari)dengan perlakuan varietas dan GA3 ... 27

5. Rataan jumlah bunga per sampel (bunga) dengan perlakuan varietas dan GA3 ... 27

6. Rataan umur panen (hari) dengan perlakuan varietas dan GA3 ... 28

7. Rataan jumlah polong per sampel (polong) dengan perlakuan varietas dan GA3 ... 29

8. Rataan persentase polong terbentuk per sampel (polong) dengan perlakuan varietas dan GA ... 30

9. Rataan jumlah bunga yang gugur (bunga) dengan perlakuan varietas dan GA3 ... 32

10.Rataan bobot biji per sampel (g) dengan perlakuan varietas dan GA3 ... 33

11.Rataan bobot 100 biji (g) dengan perlakuan varietas dan GA3 ... 34

(12)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

1. Grafik pertambahan Tinggi Tanaman 2 MST – 6 MST ... 25

2. Histogram jumlah cabang pada beberapa varietas... 26

3. Histogram jumlah bunga per sampel pada beberapa varietas ... 28

4. Histogram umur panen pada beberapa varietas ... 29

5. Histogram jumlah polong per sampel pada beberapa varietas ... 30

6. Histogram persentase polong terbentuk pada beberapa varietas ... 31

7. Histogram jumlah bunga yang gugur pada beberapa varietas ... 32

8. Histogram bobot biji pada beberapa varietas ... 33

9. Histogram bobot 100 biji pada beberapa varietas ... 34

10.Foto lahan percobaan ... 62

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Bagan penelitian ... 43

2. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 44

3. Deskripsi Kedelai Varietas Anjasmoro ... 45

4. Deskripsi Kedelai Varietas Argomulyo ... 46

5. Deskripsi Kedelai Varietas Tanggamus ... 47

6. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 2 MST (cm) ... 48

7. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST (cm) ... 48

8. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 3 MST (cm) ... 49

9. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 3 MST (cm) ... 49

10.Data Pengamatan Tinggi Tanaman 4 MST (cm) ... 50

11.Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST (cm) ... 50

12.Data Pengamatan Tinggi Tanaman 5 MST (cm) ... 51

13.Sidik Ragam Tinggi Tanaman 5 MST (cm) ... 51

14.Data Pengamatan Tinggi Tanaman 6 MST (cm) ... 52

15.Sidik Ragam Tinggi Tanaman 6 MST (cm) ... 52

16.Data Pengamatan Jumlah Cabang (cabang) ... 53

17.Sidik Ragam Jumlah Cabang (cabang) ... 53

18.Data Pengamatan Umur Berbunga (HST) ... 54

19.Sidik Ragam Umur Berbunga (HST) ... 54

20.Data Pengamatan Jumlah Bunga (bunga) ... 55

21.Sidik Ragam Jumlah Bunga (bunga) ... 55

(14)

23.Sidik Ragam Umur Panen (HST) ... 56

24.Data Pengamatan Jumlah Polong (polong) ... 57

25.Sidik Ragam Jumlah Polong (polong) ... 57

26.Data Pengamatan Persentase Polong Terbentuk (%) ... 58

27.Sidik Ragam Persentase Polong Terbentuk (%) ... 58

28.Data Pengamatan Jumlah Bunga Yang Gugur (bunga) ... 59

29.Sidik Ragam Jumlah Bunga Yang Gugur (bunga) ... 59

30.Data Pengamatan Bobot Biji per Sampel (g) ... 60

31.Sidik Ragam Bobot Biji per Sampel (g) ... 60

32.Data Pengamatan Bobot 100 Biji (g) ... 61

(15)

ABSTRACT

The research aims to know the effect of the GA3 to soybean varieties (Glycine max (L) Merrill) up to generatif fase. This research was performed in tune Agriculture Faculty University of North Sumatera, Medan. From September until November 2009.

Design used in this reseach was in randimization blok design with 2 factor. This first was varieties (Anjasmoro, Argomulyo and Tanggamus). The second was GA3 (0 ppm, 25 ppm, 50 ppm and 75 ppm).

Result of this research to show varieties are significant different with parameters the planted heigh, diameters of the branch, number of flowers, age of production, numbers of pods, persentage of pods, production the seeds and the weight of 100 seeds.

(16)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian GA3 terhadap beberapa varietas kedelai (Glycine max (L) Merrill) selama fase generatif. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 m di atas permukaan laut pada bulan September sampai Nonember 2009.

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor. Faktor I adalah varietas (Anjasmoro, Argomulyo dan Tanggamus) dan faktor II adalah GA3 (0 ppm, 25 ppm, 50 ppm dan 75 ppm).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah bunga per sampel, umur panen, jumlah polong per sampel, persentase polong terbentuk, bobot biji per sampel dan bobot 100 biji.

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai merupakan tanaman leguminosae yang kaya akan protein dan

lemak. Kedelai merupakan bahan baku makanan yang sangat penting bagi

kebutuhan seperti tahu dan tempe. Hampir semua lapisan masyarakat menyukai

makanan yang terbuat dari kedelai.

Tingginya tingkat kebutuhan akan kedelai tidak diimbangi dengan tingkat

produksi kedelai. Dimana kebutuhan kedelai di dalam negeri meningkat setiap

tahunnya (sekitar 2 juta ton) seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk

Kisman, dkk, (2008) untuk memenuhi kebutuhan kedelai nasional, pemerintah

mengimport sekitar 700 ribu ton per tahun 1998 bahkan meningkat menjadi 1,2

juta ton rata-rata per tahun sejak tahun 2000 sampai sekarang. Berbagai upaya

pemerintah seperti program kedelai mandiri (prokema), gema palagung dan

program lainnya ternyata tidak mampu meningkatkan produksi kedelai nasional.

Untuk mengatasi kesenjangan itu maka pemerintah mencanangkan Program

Swasembada Kedelai 2008 melalui penerapan teknologi produksi dan juga

melalui perluasan areal tanam.

Menurut Suprapto (2001), faktor-faktor yang sering menyebabkan

rendahnya hasil kedelai di Indonesia antara lain: kekeringan, banjir, hujan terlalu

besar pada saat panen, serangan hama dan persaingan dengan rerumputan

(gulma). Pandangan petani yang masih menganggap kedelai sebagai tanaman

sampingan juga mengakibatkan rendahnya tingkat teknologi budaya untuk

(18)

Masalah lain pada tanaman kedelai adalah rentannya tanaman kedelai

tersebut terhadap terjadinya bunga yang gugur. Menurut Sofia (2007) keguguran

yang terjadi pada bunga selama fase berbunga dapat mencapai 40-80%. Salah satu

usaha untuk mengatasi pengaruh tersebut agar terjadinya pembungaan dan

pembentukan polong yang tinggi yaitu dengan pemberian zat pengatur tumbuh,

salah satunya adalah GA3.

Menurut Yennita (2003) bahwa pemberian GA3 pada tanaman kedelai

bertujuan untuk membuat tanaman lebih produktif, yaitu dengan mengeliminasi

hambatan biologi yang ada dalam kedelai tersebut. Diantaranya adalah

mengurangi keguguran bunga dan polong- polong yang sudah jadi. Dalam hal ini

pemberian GA3 dapat mengurangi keguguran bunga, sehingga memperbaiki

kualitas buah.

Wuryaningsih dan Sutater (1993) melaporkan bahwa salah satu upaya

yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi bunga adalah dengan

meningkatkan jumlah bunga per tanaman. Untuk mencapai kualitas bunga yang

diinginkan dapat dilakukan dengan pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT). ZPT

pada konsentrasi rendah bersifat sebagai promotor pertumbuhan dan

perkembangan tanaman.

Induksi pembungaan merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan

jumlah bunga pertanaman dan keseragaman pembungaan pada tanaman.

Budiarto dan Wuryaningsih (2007) juga menjelaskan bahwa beberapa jenis zat

pengatur tumbuh seperti GA3 diketahui dapat mempengaruhi pembungaan.

Pemberian ZPT ini dengan konsentrasi yang bervariasi diharapkan dapat

(19)

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian

yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian GA3 terhadap beberapa

varietas kedelai (Glycine max (L) Merrill) selama fase generatif.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian GA3 terhadap beberapa

varietas kedelai (Glycine max (L) Merrill) selama fase generatif.

Hipotesis Penelitian

Adanya pengaruh pemberian GA3 terhadap terhadap beberapa varietas

kedelai (Glycine max L (Merill) selama fase generatif dan interaksi antara

pemberian GA3 dengan beberapa varietas kedelai (Glycine max L (Merill) selama

fase generatif.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki produksi kedelai

(Glicyne max L (Merill) akibat dari kerontokan bunga sebelum

pembentukan polong

2. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas

Pertanian Universitas sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Pauji (2009) kedelai dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Rosales

Famili : Leguminosae

Genus : Glycine

Spesies : Glycine max (L) Merrill

Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam, yaitu akar tunggang dan

akar sekunder (serabut) yang tumbuhan dari akar tunggang. Selain itu kedelai juga

seringkali membentuk akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil.

Pada umumnya akar adventif terjadi karena cekamam tertentu, misalnya kadar air

tanah yang terlalu tinggi (Suastika dkk, 1997).

Kedelai berbatang agak tinggi 30-100 cm. Batang dapat membentuk 3-6

cabang, tetapi bila jarak antar tanaman rapat cabang menjadi berkurang. Tipe

pertumbuhan batang dibedakan menjadi terbatas (determinate), tidak terbatas

(indeterminate) dan setengah terbatas (semi-determinate). Tipe terbatas memiliki

ciri berbunga serentak dan mengakhiri pertumbuhan, ujung batang hampir sama

(21)

sacara bertahap dari bawah ke atas dan terus tumbuh, ujung batang lebih kecil dari

bagian tengah. Tipe semi-indeterminate berada diantara ke dua tipe tersebut

(Pauji, 2009).

Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia

kotiledon yang tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah dengan dua helai

daun tunggal dan daun bertangkai tiga (triofoliate leaves) yang tumbuh setelah

masa perkecambahan. Bentuk daun diperkirakan mempunyai korelasi yang sangat

erat dengan potensi produksi biji. Pada daun terdapat bulu dengan warna cerah

dan jumlahnya bervariasi (Adisarwanto, 2005 ). Tanaman kedelai memiliki daun

majemuk. Daun majemuk beranak daun tiga, berselang-seling. Helaian daun

tunggal memiliki tangkai pendek dan daun majemuk memiliki tangkai agak

panjang. Masing-masing daun berbentuk oval, tipis dan berwarna hijau

( Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Pembungaan berbentuk tandan aksilar atau terminal berisi 3 - 30 kuntum

bunga. Bunganya kecil berbentuk kupu-kupu dan berwarna lembayung atau putih.

Daun kelopak berbentuk tabung. Benang sarinya sepuluh helai dan berbentuk

bonggol. Polong agak bengkok dan pipih biasanya berisi 2 - 3 butir biji tetapi ada

yang sampai 5 butir (Maesen and Somaatmadja, 1992). Pembentukan bunga juga

dipengaruhi oleh suhu dan kelembapan. Pada suhu tinggi, jumlah sinar matahari

yang masuk pada ketiak tangkai daun lebih banyak. Hal ini akan meransang

pembentukan bunga. Tidak semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah

terjadi penyerbukan. Sekitar 60 % bunga rontok sebelum membentuk polong

(22)

Buah kedelai berbentuk polong, setiap buah berisi 1 - 4 biji, tetapi rata-rata

berisi 2 biji. Polong kedelai berbulu dan berwarna kuning kecoklatan atau

abu-abu. Selama proses pematangan buah, polong yang mula-mula berwarna hijau

akan berubah menjadi kehitaman atau kecoklatan. Jumlah polong per tanamn

bervariasi tergantung varietas, kesuburan tanah dan jarak tanam

(Suastika, dkk, 1997)

Syarat Tumbuh

Iklim

Kedelai dapat dibudidayakan mulai dari daerah katulistiwa sampai

letak lintang 550 LU atau 550 LS dengan ketinggian sampai 2000 meter dari

permukaan laut. Suhu optimun untuk pettumbuhannya adalah 210C – 320C

(http://aliimpoenya.wordpres.com, 2009).

Suhu tanah yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 300 C. Bila

tumbuh pada suhu tanah yang rendah (150 C), proses perkecambahan akan jadi

lambat. Disamping suhu tanah, suhu lingkungan juga berpengaruh terhadap

perkembangan tanaman kedelai. Bila suhu lingkungan sekitar 400 C pada masa

berbunga, bunga tersebut akan rontok sehingga jumlah polong dan biji yang

terbentuk menjadi berkurang ( Adisarwanto, 2005 ).

Curah hujan yang cukup selama pertumbuhan dan berkurang saat

pembungaan dan menjelang pemasakan buah akan meningkatkan hasil kedelai.

Untuk panen yang baik curah hujan 500 mm per musim. Curah hujan optimal

(23)

mengurangi pembentukan polong, tetapi pengurangan produksi lebih terasa

pada tahap pengisian polong dari pada tahap pembungaan (Tindall, 1983).

Tanah

Toleransi keasaman tanah sebagai syarat tumbuh bagi kedelai adalah

pH= 5,8 - 7,0 tetapi pada pH 4,5 pun kedelai dapat tumbuh. Pada pH kurang dari

5,5 pertumbuhannya sangat terlambat karena keracunan aluminium. Pertumbuhan

bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak menjadi nitrit atau

proses pembusukan) akan berjalan kurang baik. Dalam pembudidayaan tanaman

kedelai, sebaiknya dipilih lokasi yang topografi tanahnya datar, sehingga tidak

perlu dibuat teras-teras dan tanggul (http://www.ristek.go.id, 2009 ).

Tanaman kedelai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan drainase

serta air yang cukup selama pertumbuhan tanaman. Tanaman kedelai dapat

tumbuh baik pada tanah alluvial, regosol, grumosol, latosol atau andosol. Pada

tanah kurang subur (miskin unsur hara) diberi pupuk organik dan pengapuran

(Maesen and Somaatmadja, 1992).

GA3 (Asam giberelat)

Giberelin diambil dari nama jamur Giberella fujikuroi penyebab penyakit

“bakanae” pada tanaman padi yang menjadikan tanaman yang diserangnya

tumbuh memanjang serta berwarna kuning. Efek yang ditimbulkan oleh giberelin

umumnya bertitik berat pada pola pertumbuhan normal. Giberelin alami ada lebih

dari 30 macam, semuanya memiliki konfigurasi kimia yang khusus tetapi yang

paling sering digunakan adalah Asam giberelat (GA3) dan efek fisiologi giberelin

(24)

Giberelin bekerja pada gen dengan menyebabkan aktivasi gen-gen

tertentu. Gen-gen yang diaktifkan akan membentuk enzim-enzim baru yang

menyebabkan terjadinya perubahan morphogenetik (penampilan/kenampakan

tanaman). Beberapa fungsi giberelin pada tumbuhan sebagai berikut:

1. Mematahkan dormansi atau hambatan pertumbuhan tanaman sehingga

tanaman dapat tumbuh normal (tidak kerdil) dengan cara mempercepat proses

pembelahan sel.

2. Meningkatkan pembungaan.

3. Memacu proses perkecambahan biji. Salah satu efek giberelin adalah

mendorong terjadinya sintesis enzim dalam biji seperti amilase, protease dan

lipase dimana enzim tersebut akan merombak dinding sel endosperm biji dan

menghidrolisis pati dan protein yang akan memberikan energi bagi

perkembangan embrio diantaranya adalah radikula yang akan mendobrak

endosperm, kulit biji atau kulit buah yang membatasi

pertumbuhan/perkecambahan biji sehingga biji berkecambah

4. Berperan pada pemanjangan sel.

(Santoso, 2009).

Salah satu efek yang nyata dari perkembangan adalah kemampuan

giberelin untuk menyebabkan beberapa tanaman tertentu menjadi berbunga yaitu

menyebabkan pengubahan dari fase-fase vegetatif menjadi fase-fase floral

(generatif). Efek kedua dari pemberian GA3 adalah kemampuannya untuk

mengubah jenis kelamin bunga. Hal ini menjadi subjek bagi sekumpulan kondisi

lingkungan tertentu. Proses pengeluaran bunga dipercayai dipengaruhi oleh

(25)

kemudian berpindah ke apeks yang akhirnya berubah dari kondisi vegetatif

menjadi floral (generatif). Tindakan menambahkan GA3 memang untuk

mengaktifkan meristem subapikal yang mungkin mulai terjadinya pengeluaran

bunga (Wilkins, 1992).

Saat tanaman membentuk bunga, bergantung pada beberapa faktor

termasuk umur dan keadan lingkungan. Misalnya perbandingan lamanya siang

dan malam. Beberapa spesies hanya berbunga apabila lamanya siang hari

melewati titik kritis tertentu, dan lainnya hanya berbunga jika lamanya siang hari

lebih pendek dari titik kritis. Giberelin dapat menggantikan hari panjang yang

dibutuhkan oleh beberapa spesies tanaman. Hal ini pun menunjukkan adanya

interaksi dengan cahaya. Giberelin juga dapat menginduksi pembungaan agar

berbunga lebih awal (vernalisasi). Hal ini membuktikan bahwa GA3 jauh

lebih efektif dalam mendorong pembungaan dari pada faktor-faktor luar

( Salisbury dan Ross, 1995 ).

Pemberian GA3 terhadap tanaman (varietas) menunjukkan respon yang

berbeda-beda. Menurut Budiarto dan Wuryaningsih (2007), bahwa penampilan

fenotip suatu tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan interaksi

antara faktor genetik dan lingkungan. Sehubungan dengan itu tanggap varietas

terhadap konsentrasi GA3 yang diberikan dapat dipengaruhi oleh waktu inisiasi

bunga, jumlah bunga per tanaman, panjang dan diameter tangkai bunga.

Perbedaan penampilan antar varietas ini diduga berhubungan dengan perbedaan

genotip yang disebabkan oleh faktor genetik tanaman berbeda spesifik. Suatu jenis

tanaman seringkali tidak memberikan respon yang berbunga terhadap aplikasi

(26)

meningkat pada saat pembungaan. Kompatibilitas antara giberelin endogen

dengan giberelin eksogen yang diaplikasikan merupakan faktor yang menentukan

keberhasilan induksi pembungaan.

Pemberian ZPT pada tanaman kedelai bertujuan untuk membuat tanaman

menjadi lebih produktif. GA3 dapat meningkatkan persentase bunga jadi polong.

Hal ini terjadi karena pemberian GA3 pada tanaman akan menigkatkan

kandungan auksin dan dapat mengurangi keguguran bunga sehingga persen bunga

jadi polong meningkat. Peningkatan jumlah polong juga didukung oleh faktor

lingkungan yang mendukung dan proses fotosintesis sehingga jumlah asimilat

yang dihasilkan meningkat. Dalam Manurung et al (1993) Yennita menjelaskan

bahwa kemampuan tanaman menyediakan asimilat dan kemapuan tanaman

menyimpan asimilat (Source and Sink) tergantung pada tanaman

mengadaptasikan diri dalam lingkungan tumbuhnya (Yennita, 2003).

Varietas

Berdasarkan teknik pembentukannya varietas dibedakan atas varietas

hibrida, varietas sintetik dan varietas komposit. Keuntungan varietas hibrida

adalah pada kondisi optimun mampu berproduksi lebih tinggi, lebih mudah

diperoleh daya gabung dan kekurangannya yaitu komponen penyusun terbatas dan

produksi benih sulit, karena setiap kali menanam memperbaharui benih. Variasi

suatu tanaman juga dapat disebabkan oleh adanya pengaruh lingkungan dan faktor

keturunan atau genetik. Perbedaan kondisi lingkungan memberikan kemungkinan

munculnya variasi yang akan menetukan penampilan akhir dari tanaman tersebut

(27)

Varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada suatu

lingkungan tersebut. Pada umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan

yang berbeda terhadap genotip. Respon genotip terhadap faktor lingkungan ini

biasanya terlihat dalam penampilan fenotipik dari tanaman bersangkutan dan salah

satunya dapat dilihat dari pertumbuhannya ( Darliah, dkk, 2001 ).

Untuk berhasilnya tanaman perlu dipilih varietas-varietas yang mampu

beradaptasi terhadap kondisi lingkungan . Karena tingginya hasil ditentukan oleh

interaksi suatu varietas terhadap kondisi lingkungan. Setiap varietas dapat

menghasilkan produksi yang optimal jika ditanam pada area geografis yang

sesuai. Dengan melihat sifat-sifat berbagai varietas, serta adanya pengaruh

geografis suatu daerah terhadap perkembangan kedelai maka disuatu daerah yang

memiliki ketinggian tertentu hanya bisa ditanam dan dikembangkan varietas

tertentu pula (Andrianto dan Indarto, 2004).

Gen-gen tidak dapat menyebabkan berkembangnya karakter terkecuali jika

mereka berada pada lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruh

terhadap berkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan

lingkungan terkecuali jika gen yang diperlukan ada. Namun, harus disadari bahwa

keragaman yang diamati terhadap sifat-sifat yang utama disebabkan oleh

perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan terhadap variabilitas di

dalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan

dimana individu berada ( Allard, 2005 ).

Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu penyebab keragaman

penampilan tanaman. Program genetik akan diekspresikan pada suatu fase atau

(28)

mencakup bentuk dan fungsi tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat

keragaman genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang

digunakan berasal dari jenis yang sama ( Sitompul dan Guritno, 1995 ).

Heritabilitas

Heritabilitas sangat penting dalam pemuliaan dan seleksi karakter

kuantitatif. Efektif atau tidaknya seleksi tanaman yang berdaya hasil tinggi dari

sekelompok popolasi tergantung dari seberapa jauh keragaman hasil yang

disebabkan faktor genetik yang nantinya diwariskan kepada turunannya dan

seberapa jauh pula keragaman hasil yang disebabkan oleh lingkungan tumbuh

tanaman (Makmur, 1992).

Karakter nilai duga heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik

lebih berperan dalam menunjukkan variasi fenotip antar genotip dibandingkan

dengan faktor lingkungan. Seleksi untuk karakter yang demikian akan memiliki

kemajuan genetik yang lebih tinggi, karena sifat yang dikendalikan secara kuat

dikendalikan oleh faktor genetik (Moedjiono dan Mejaya, 1994)

Proporsi dari seluruh variasi yang disebabkan oleh perubahan genetik

disebut heritabilitas. Heritabilitas ini dapat dirumuskan sebagai : h= Vg/(Vg+Ve),

dimana Vg= variasi genetik, Ve= variasi lingkungan Nilai heritabilitas secara

teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 adalah bila seluruh varian yang terjadi

disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila seluruh varian

disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas akan terletak

diantara kedua nilai ekstrim tersebut (Welsh, 1991).

Heritabilitas menyatakan perbandingan atau proporsi varian genetik

(29)

komponen varian genetiknya, dibedakan dengan adanya heritabilitas dalam arti

luas dan heritabilitas dalam arti sempit. Heritabilitas dalam arti luas merupakan

perbandingan antara varian genetik total dan varian fenotif. Nilai heritabilitas

diklasifikasikan tinggi apabili H > 50%, sedang apabila H terletak antara 20 %-50

%, dan dikatakan rendah jika nilai H <20 % (Mangoendidjojo, 2003).

Seleksi akan berlangsung efektif apabila karakter yang diamati memiliki

variabilitas genetik yang luas dengan nilai heritabilitas yang tinggi. Suatu karakter

yang meniliki herilabilitas tinggi menunjukkan bahwa penampilan karakter

tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor genetik, juhs menggambarkan bahwa

karakter tersebut mudah diwariskan (Djuariah, 2006).

Nilai heritabilitas dalam arti luas berarti peranan faktor genetik pada

penampilan fenotip sangan besar, atau peranan faktor lingkungan kecil. Semakin

tinggi nilai heritabilitas suatu sifat semakin besar pengaruh genetiknya dibanding

lingkungan. Untuk sifat yang meniliki nilai heritabilitas sedang, menunjukkan

bahwa sifat ini tidak dapat digunakan sebagai kriteria seleksi pada awal, seleksi

pada sifat tersebut lebih baik dilakukan pada generasi selanjutnya

(Sudarmadji, 2007).

Secara umum perrbedaan yang terjadi di dalam pertumbuhan kedelai

diakibatkan oleh adanya faktor genetik fan lingkungan. Faktor lingkungan

mempengaruhi pertumbuhan tanaman sampai dengan pemasakan buah. Faktor

lingkungan juga dapat menyebabkan gagalnya penyerbukan, serangan

hama-penyakit dan persaingan unsur hara, air, sinar matahari. Ukuran biji maksimun

pada tiap tanaman ditentukan secara genetik, namun ukuran biji yang terbentuk

(30)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lahan Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara dengan ketinggian tempat + 25 meter dpl, yang dilakukan pada

bulan September 2009 sampai dengan bulan November 2009.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 (tiga) varietas kedelai

yaitu varietas Anjasmoro, Agromulyo dan Tanggamus sebagai obyek yang

diamati, GA3 sebagai perlakuan, Top soil, kompos sebagai media tanam, pupuk

Urea, pupuk TSP, pupuk KCl, insektisida Decis 2,5 EC, polibag ukuran 10 kg

sebagai tempat media tanam.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul untuk

membersihkan lahan, gembor sebagai alat untuk menyiram lahan, meteran sebagai

alat untuk mengukur luas lahan, hansprayer sebagai alat untuk meyemprotkan

GA3 dan pestisida, pacak sampel, plank nama dan timbangan analitik.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial

dengan 2 faktor yaitu :

Faktor I : Varietas kedelai yang terdiri dari 3 Varietas (V) yaitu :

V1 : Varietas Anjasmoro

V2 : Varietas Agromulyo

(31)

Faktor II : Konsentrasi GA3 (G) terdiri dari 4 taraf yaitu:

G0 : 0 ppm

G1 : 25 ppm

G2 : 50 ppm

G3 : 75 ppm

Sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan:

V1 G0 V1G1 V1G2 V1G3

V2 G0 V2G1 V2G2 V2G3

V3G0 V3G1 V3G2 V3G3

Kombinasi perlakuan : 12 Kombinasi

Jumlah ulangan : 3 ulangan

Jumlah Plot : 36 Plot

Ukuran Plot : 100 x 100 cm

Jarak antar Blok : 50 cm

Jarak antar Plot : 30 cm

Jumlah tanaman/plot : 4 tanaman

Jumlah tanaman sampel/plot : 2 tanaman

Jumlah tanaman sampel seluruhnya : 72 tanaman

Jumlah tanaman seluruhnya : 144 tanaman

Data yang diperoleh, dianalisis dengan sidik ragam linier sebagai berikut :

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk

i = 1,2,3 j = 1,2,3,4 k = 1,2,3

Σijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i dengan pemberian GA3 (G) pada taraf

(32)

µ = Nilai tengah

ρi = Efek blok ke-i

αj = Efek pemberian GA3 pada taraf ke-j

βk = Efek varietas (V) pada taraf ke-k

(αβ)jk= Efek interaksi antara pemberian GA3 pada taraf ke-j dan varietas pada

taraf ke - k

εijk = Efek galat pada blok ke-i yang disebabkan pemberian GA3 pada taraf ke-j

dan varietas pada taraf ke-k.

Jika perlakuan yang diperoleh menunjukkan pengaruh dan berbeda nyata

melalui analisis sidik ragam, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur

(BNJ) pada taraf 5% ( Steel dan Torrie, 1993 ).

Heritabilitas

Untuk menganalisis apakah hasil peubah amatan merupakan keragaman

fenotip disebabkan lingkungan atau genotip, maka digunakan heritabilitas

Dimana :

H2 : Nilai duga heritabilitas

σ2

g :Varian genotip

σ2

: KT Error

Menurut Standfield (1991) kriteria nilai heritabilitas adalah sebagai

berikut:

H tinggi > 0,5

H sedang = 0,2 – 0,5

(33)

Untuk mengetahui varian fenotif (σ2p) dan varian genotif (σ2g) disajikan

model sidik ragam dengan nilai kuadrat tengah sebagai berikut:

(34)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Persiapan Lahan

Areal yang digunakan untuk penelitian terlebih dahulu diukur sesuai

kebutuhan, lalu dibersihkan dari gulma. Setelah itu dibentuk blok-blok sebanyak 3

blok dengan jarak antar blok 50 cm. Setiap blok dibagi menjadi 12 plot dengan

jarak antar plot 30 cm. Pada sekeliling areal dibuat areal drainase sedalam 50 cm

untuk menghindari adanya penggenangan air disekitarnya.

Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah campuran top soil dan kompos

dengan perbandingan 2 :1.Kemudian dimasukkan ke dalam polibag berukuran

10 kg. Polibag disusun sesuai bagan lahan percobaan.

Persiapan Benih

Disiapkan benih dari 3 varietas yang akan ditanam sesuai perlakuan ,

sebelumnya direndam terlebih dahulu dalam air selama + 10 menit untuk

mempercepat perkecambahan.

Penanaman

Penanaman dilakukan di polibag berukuran 10 kg, dimana benih ditanam

(35)

Pemupukan

Pemupukan dilakukan sesuai dengan dosis anjuran kebutuhan pupuk

kedelau yaitu Urea 100 kg/ha (0,3 g/lubang tanam), TSP 200 kg/ha (0,6 g/ lubang

tanam) dan KCl 100 kg/ha (0,3 g/ lubang tanam). Pemupukan dilakukan setelah

4 MST.

Aplikasi GA3

Aplikasi GA3 dilakukan pada saat tanaman sudah mulai memasuki fase

berbunga sesuai dengan dosis perlakuan yaitu: 0 ppm, 25 ppm, 50 dan 75 ppm.

Aplikasi dilakukan dengan menyemprotkan GA3 terhadap bunga.

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman dilakukan 2 kali sehari yakni pagi dan sore dengan

menggunakan gembor, penyiraman dilakukakan sesuai dengan kondisi lapangan.

Penjarangan

Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 2 MST. Penjarangan

dilakukan dengan memotong tanaman sehingga hanya ada satu tanaman per

polibag.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan secara manual dengan membersihkan dengan cara

mencabut gulma yang ada disekitar tanaman, untuk menghindari persaingan

dalam mendapatkan unsur hara dari dalam tanah. Penyiangan dilakukan sesuai

(36)

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menyemprotkan

insektisida Decis 2,5 EC 2 cc/liter air dan fungisida Dithane 45 M 2 cc/liter air.

Penyemprotan disesuaikan dengan kondisi di lapangan dengan menggunakan

handsprayer.

Panen

Panen dilakukan setelah biji pada polong sudah mencapai kriteria panen

seperti warna daun menguning, lalu gugur, buah mulai berubah warna dari warna

hijau menjadi kuning kecokelatan, batang berwarna kuning kecokelataan dan

gundul.

Peubah Amatan

Tinggi tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan mengukur pangkal batang

hingga titik tumbuh tanaman de3ngan menggunakan meteran. Pengukuran

dilakukan saat tanaman berumur 2 MST hingga memasuki fase generatif yang

dilakukan dnegan interval 1 minggu sekali.

Jumlah cabang (cabang)

Jumlah cabang yang dihitung adalah cabang yang berasal dari batang

utama pada tiap tanaman.

Umur berbunga (HST)

Umur berbunga dihitung saat bunga pertama sudah muncul dalam satu

(37)

Jumlah bunga per sampel (bunga)

Jumlah bunga dihitung dengan cara menghitung bunga yang muncul pada

setiap tanaman. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman mulai memasuki fase

berbunga.

Umur panen (HST)

Umur panen dihitung mulai dari penaman benih hinga tanaman siap untuk

di panen dengan menunjukkan kriteria panen yakni daun menguning dan

kecoklat-coklatan.

Jumlah polong per sampel(buah)

Jumlah polong dihitung dengan cara menghitung polong yang tumbuh

sempurna. Jumlah polong dapat diketahui dengan menghitung semua polong yang

terbentuk pada setiap tanaman.Pengamatan dilakukan pada saat panen.

Persentase polong terbentuk per sampel (%)

Persentase polong diamati dengan menghitung seluruh polong yang

terbetuk setiap tanaman, dengan rumus:

% polong terbentuk = Jumlah polong terbentuk Jumlah bunga yang terbentuk

X 1 00 %

Jumlah Bunga Yang Gugur (bunga)

Jumlah bunga yang gugur diamati setelah polong terbentuk. Pengamatan

dilakukan setelah panen, dengan rumus:

(38)

Bobot biji per sampel (g)

Perhitungan produksi per sampel dilakukan dengan cara menimbang bobot

buah per tanaman tanaman setiap perlakuan dengan menggunakan timbangan

analitik.

Bobot 100 biji (g)

Diambil 100 biji dari masing-masing varietas pada tanaman sampel

kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Penimbangan

dilakukan dengan menimbang 100 biji dari masing-masing perlakuan. Untuk

tanaman yang tidak mencapai 100 biji, maka dikonversikan dengan menggunakan

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berdasarkan data hasil penelitian dan analisis sidik ragam diketahui bahwa

varietas berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman 2 minggu setelah

tanam (MST), 3 MST, 4 MST, 5 MST dan 6 MST, jumlah cabang per sampel,

jumlah bunga per sampel, umur panen, jumlah polong, persentase pembentukan

polong, jumlah bunga yang gugur, bobot biji per sampel, bobot 100 biji dan tidak

berpengaruh nyata terhadap umur berbunga. Sedangkan pemberian GA3 dan

interaksi antara varietas dengan GA3 tidak berpengaruh nyata terhadap semua

pengamatan parameter.

Tinggi tanaman (cm)

Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman dapat

dilihat pada lampiran 6 s/d 15, diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap

tinggi tanaman 2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST dan 6 MST. Sedangkan GA3 dan

interaksi antara varietas dengan GA3 tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi

tanaman.

Rataan tinggi tanaman dengan perlakuan varietas dan GA3 dapat dilihat

(40)

Tabel.2. Rataan tinggi tanaman dengan perlakuan varietas dan GA3 pada 2 MST sampai dengan 6 MST.

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) pada … MST

Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5 %.

Dari Tabel 2 diketahui bahwa rataan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada

perlakuan varietas V1 yaitu 12,90 cm, 17,92 cm, 26,05 cm, 38,85 cm dan 51,41

cm sedangkan tanaman terendah terdapat pada V2 yaitu 7,86 cm, 11,82 cm, 17,41

cm, 27,47 cm dan 37,33 cm. Pada pengamatan 2 MST sampai 4 MST semua

perlakuan saling berbeda nyata. Pada pengamatan 5 MST dan 6 MST V1 berbeda

(41)

0.00

Grafik pertambahan tinggi tanaman mulai dari 2 MST sampai 6 MST

dengan perlakuan varietas dan GA3 dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar1. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman kedelai pada 2 MST sampai 6 MST

dengan perlakuan varietas dan GA3

Jumlah cabang per sampel (cabang)

Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam jumlah cabang per

sampel dapat dilihat pada lampiran 16 dan 17, diperoleh bahwa varietas berbeda

nyata dengan jumlah cabang per sampel, sedangkan pemberian GA3 belum

berpengaruh nyata dan interaksi antara varietas dengan GA3 juga belum

berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang per sampel.

Rataan jumlah cabang per sampel dengan perlakuan varietas dan GA3

(42)

0

Tabel 3. Rataan jumlah cabang per sampel (cabang) dengan perlakuan varietas dan GA3

Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5 %.

Dari Tabel 3 diperoleh bahwa rataan jumlah cabang terbanyak terdapat

pada varietas Tanggamus (V3) yaitu 8,13 dan yang paling sedikit pada varietas

Agromulyo (V2) yaitu 5,79. Perlakuan saling berbeda nyata dengan V3 tetapi

tidak berbeda nyata dengan V2.

Histogram rataan jumlah cabang pada beberapa varietas dapat dilihat pada

gambar 2.

Gambar 2. Rataan jumlah cabang pada beberapa varietas kedelai

Umur berbunga (HST)

Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam umur berbunga dapat

dilihat pada lampiran 18 dan 19 diperoleh bahwa varietas, GA3 dan interaksi

antara varietas dan GA3 tidak berpengaruh nyata terhadap umur berbunga.

Rataan umur berbunga dengan perlakuan varietas dan GA3 dapat dilihat

(43)

Tabel 4. Rataan umur berbunga (hari) dengan perlakuan varietas dan GA3

Tabel 4 menunjukkan bahwa rataan umur berbunga tidak berbeda nyata

pada varietas Anjasmoro (36,88 hari), Argomulyo (36,21 hari) dan varietas

Tanggamus (36,46 hari).

Jumlah bunga per sampel (bunga)

Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam jumlah bunga per

sampel dapat dilihat pada lampiran 20 dan 21 diperoleh bahwa varietas

berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga per sampel, sedangkan GA3 dan

interaksi antara varietas dengan GA3 tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah

bunga per sampel.

Rataan jumlah bunga per sampel dengan perlakuan varietas dan GA3

dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel .5. Rataan jumlah bunga per sampel (bunga) dengan perlakuan varietas dan GA3

Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5 %.

Dari Tabel 5 diperoleh bahwa rataan jumlah bunga terbanyak terdapat

(44)

0

Agromulyo (V2) yaitu 152,08. Perlakuan V1 berbeda nyata dengan V3 tetapi

tidak berbeda nyata dengan V2.

Histogram rataan jumlah bunga per sampel pada beberapa varietas dapat

dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Rataan jumlah bunga per sampel pada beberapa varietas kedelai

Umur Panen (HST)

Berdasarkan data penelitian dan hasil analisis sidik ragam umur panen

dapat dilihat pada lampiran 22 dan 23, diperoleh bahwa varietas berpengaruh

nyata terhadap umur panen, sedangkan GA3 dan interaksi antara varietas dan

GA3 tidak berpengaruh nyata terhadap umur panen.

Rataan umur panen dengan perlakuan varietas dan GA3 dapat dilihat

pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan umur panen (hari) dengan perlakuan varietas dan GA3

Varietas

Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak

(45)

85

Dari Tabel 6 diperoleh bahwa rataan umur panen tercepat terdapat pada

varietas Argomulyo (V2) yaitu 86,71 dan yang paling lama pada varietas

Tanggamus (V3) yaitu 89,46. Semua perlakuan saling berbeda nyata.

Histogram rataan umur panen pada beberapa varietas dapat dilihat pada

gambar 4.

Gambar 4. Rataan umur panen pada beberapa varietas kedelai

Jumlah polong per sampel (polong)

Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam jumlah polong per

sampel dapat dilihat pada lampiran 24 dan 25, diperoleh bahwa varietas

berpengaruh nyata terhadap jumlah polong per sampel, sedangkan GA3 dan

interaksi antara varietas dan GA3 tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah polong

per sampel.

Rataan jumlah polong per sampel dengan perlakuan varietas dan GA3

(46)

0

Tabel 7. Rataan jumlah polong per sampel (polong) dengan perlakuan varietas dan GA3

Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5 %.

Dari Tabel 7 diperoleh bahwa rataan jumlah polong terbanyak terdapat

pada varietas Tanggamus (V3) yaitu 271,25 dan yang paling sedikit pada varietas

Agromulyo (V2) yaitu 119,88. Perlakuan V1 berbeda nyata dengan V3 tetapi

tidak berbeda nyata dengan V2.

Histogram rataan jumlah polong pada beberapa varietas dapat dilihat pada

gambar 5.

Gambar 5. Rataan jumlah polong pada beberapa varietas kedelai

Persentase polong terbentuk per sampel (%)

Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam persentase polong

terbentuk dapat dilihat pada lampiran 26 dan 27, diperoleh bahwa varietas

berpengaruh nyata terhadap persentase polong terbentuk per sampel, sedangkan

(47)

74

Rataan persentase polong terbentuk per sampel dengan perlakuan varietas

dan GA3 dapat dilihat pada Tabel 8 .

Tabel 8. Rataan persentase polong terbentuk per sampel (%) dengan perlakuan varietas dan GA3

Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak

berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5 %.

Dari Tabel 8 diperoleh bahwa rataan persentase polong terbentuk terbesar

terdapat pada varietas Tanggamus (V3) yaitu 85,67 dan yang terkecil pada

varietas Agromulyo (V2) yaitu 77,98. Perlakuan V1 berbeda nyata dengan V3

tetapi tidak berbeda nyata dengan V2.

Histogram rataan persentase polong terbentuk pada beberapa varietas

dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Rataan persentase polong terbentuk pada beberapa varietas kedelai

Jumlah Bunga Yang Gugur ( bunga)

Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam persentase polong

(48)

0

berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga yang gugur, sedangkan GA3 dan

interaksi antara varietas dan GA3 tidak berpengaruh nyata.

Rataan jumlah bunga yang gugur dengan perlakuan varietas dan GA3

dapat dilihat pada Tabel 9 .

Tabel 9 . Rataan jumlah bunga yang gugur (bunga) dengan perlakuan varietas dan GA3

Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak

berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5 %.

Dari Tabel 9 diperoleh bahwa rataan jumlah bunga yang gugur terbesar

terdapat pada varietas Tanggamus (V3) yaitu 42.54 bunga dan yang terkecil pada

varietas Agromulyo (V2) yaitu 32.21. Perlakuan V1 berbeda nyata dengan V2 da

V3 dan V2 berbeda tidak nyata dengan V3.

Histogram rataan jumlah bunga yang gugur pada beberapa varietas dapat

(49)

0

Bobot biji per sampel (g)

Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam bobot biji per sampel

dapat dapat dilihat pada lampiran 30 dan 31, diperoleh bahwa varietas

berpengaruh nyata terhadap bobot biji per sampel, sedangkan GA3 dan interaksi

antara varietas dan GA3 tidak berpengaruh nyata.

Rataan jumlah bobot biji per sampel dengan perlakuan varietas dan GA3

dapat dilihat pada Tabel 10 .

Tabel 10. Rataan bobot biji per sampel (g) dengan perlakuan varietas dan GA3

Varietas

Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak

berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5 %.

Dari Tabel 10 diperoleh bahwa rataan bobot biji per sampel terbanyak

terdapat pada varietas Tanggamus (V3) yaitu 60,86 dan yang paling sedikit pada

varietas Agromulyo (V2) yaitu 46,14. Perlakuan V1 tidak berbeda nyata dengan

V2 dan V3 tetapi perlakuan V2 berbeda nyata dengan V3.

Histogram rataan bobot biji per sampel pada beberapa varietas dapat

dilihat pada gambar 8.

(50)

0

Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam bobot 100 biji dapat

dilihat pada lampiran 32 dan 33, diperoleh bahwa varietas berpengaruh nyata

terhadap bobot 100 biji, sedangkan GA3 dan interaksi antara varietas dan GA3

tidak berpengaruh nyata.

Rataan jumlah bobot 100 biji dengan perlakuan varietas dan GA3 dapat

dilihat pada Tabel 11 .

Tabel 11. Rataan bobot 100 biji (g) dengan perlakuan varietas dan GA3

Varietas

Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak

berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5 %.

Dari Tabel 11 diperoleh bahwa rataan bobot 100 biji terbanyak terdapat

pada varietas Anjasmoro (V1) yaitu 20,24 dan yang paling sedikit pada varietas

Tanggamus (V1) yaitu 13,19. Semua perlakuan saling berbeda nyata.

Histogram rataan bobot 100 biji pada beberapa varietas dapat dilihat pada

gambar 9.

(51)

Heritabilitas

Nilai heritabilitas (h2) untuk masing – masing parameter yang diamati

dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel. 12. Nilai Heritabilitas untuk masing-masing parameter

Parameter Nilai Heritabilitas Kriteria

Tinggi tanaman (cm) 0,80 Tinggi

Jumlah cabang (cabang) 0,58 Tinggi

Umur berbunga (HST) 0,17 Rendah

Jumlah bunga (bunga) 0,85 Tinggi

Umur panen (HST) 0,80 Tinggi

Jumlah polong (polong) 0,83 Tinggi

Persentase polong terbentuk (%) 0,67 Tinggi

Jumlah Bunga Yang Gugur (bunga) 0,48 Sedang

Bobot biji per sampel (g) 0,46 Sedang

Bobot 100 biji (g) 0,79 Tinggi

Pembahasan

Pengaruh Varietas Terhadap Produksi Kedelai

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas

berbeda nyata dengan tinggi tanaman 2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST dan 6 MST,

jumlah cabang per sampel, umur berbunga, jumlah bunga per sampel, jumlah

polong, persentase polong terbentuk per sampel, jumlah bunga yang gugur, bobot

biji per sampel dan bobot 100 biji.

Perbedaan tinggi tanaman pada varietas Anjasmoro, Argomulyo dan

Tanggamus menunjukkan adanya perbedaan sifat dari masing-masing varietas

sesuai dengan genotif masing-masing varietas sesuai dengan lingkungan tertentu,

(52)

deskripsi tanaman varietas Anjasmoro memiliki tinggi tanaman sekitar 64-68 cm,

varietas Argomulyo 64 cm dan Tanggamus 67 cm. Perbedaan ini diduga terjadi

karena pengaruh lingkungan tumbuh tanaman sehingga mengakibatkan terjadinya

perubahan dan perbedaan pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan literatur

Mangoendidjojo (2003) yang menyatakan bahwa terjadinya variasi dalam suatu

tanaman dapat disebabkan oleh adanya pengaruh lingkungan dan faktor keturunan

atau genetik. Perbedaan kondisi lingkungan memungkinkan munculnya variasi

dimana variasi tersebut dapat menetukan penampilan akhir dari suatu tanaman.

Dari hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dapat diketahui bahwa

varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang, Dari data dapat dilihat

bahwa varietas Tanggamus memiliki rataan jumlah cabang yang lebih banyak

(8,13 cabang) kemudian varietas Anjasmoro (6,38 cabang) dan yang paling sedikit

varietas Argomulyo (5,79 cabang). Sesuai dengan deskripsi tiap-tiap varietas

memiliki jumlah cabang yang berbeda-beda. Hal ini diduga karena

masing-masing varietas memiliki kemampuan dan sifat genetik yang berbeda-beda,

sehingga menimbulkan keragaman penampilan tanaman. Hal ini sesuai dengan

literatur Sitompul dan Guritno (1995) yang menyatakan bahwa perbedaan varietas

yang cukup besar mempengaruhi perbedaan sifat dalam tanaman. Keragaman

penampilan tanaman terjadi akibat sifat keragaman dalam tanaman (genetik).

Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman

penampilan tanaman.

Dari hasil pengamatan dan analisis sidik ragam yang diperoleh dapat

diketahui bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga per sampel.

(53)

(313,79 bunga) dibandingkan varietas Anjasmoro (183,92 bunga) dan Argomulyo

(152,08 bunga). Perbedaan jumlah bunga dari masing-masing varietas diduga

disebabkan oleh adanya perbedaan sifat sesuai dengan genotif yang dimiliki oleh

masing-masing varietas. Berdasarkan nilai duga heritabilitas yang diperoleh,

parameter jumlah bunga termasuk kriteria heritabilitas tinggi. Hal ini

menunjukkan bahwa penampilan karakter lebih dipengaruhi oleh faktor genetik.

Djuariah (20060 menyatakan bahwa suatu karakter yang memiliki heritabilitas

tinggi menunjukkan bahwa penampilan karater tersebut dipengaruhi oleh faktor

genetik. Dengan demikian seleksi terhadap karakter unggul akan diperoleh pada

generasi berikutnya.

Perbedaaan jumlah polong dan persentase polong terbentuk pada

masing-masing varietas, diduga karena perbedaan sifak genetik yang dimiliki oleh setiap

varietas. Berdasarkan hasil data pengamatan yang diperoleh persentase polong

terbentuk terbesar dalah varietas Tanggamus (85,67 %) sedangkan terendah

terdapat pada varietas Argomulyo (77,98%). Nilai duga heritabilitas yang

diperoleh termasuk kategori tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa faktor genetik

lebih berperan dalam menunjukkan karakter suatu tanaman. Moedjiono dan

Mejaya (1994) mengatakan bahwa karakter nilai duga heritabilitas yang tinggi

menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperan . Seleksi untuk karakter

demikian akan memiliki kemajuan yang lebih tinggi, karena sifat tersebut secara

kuat dikendalikan oleh faktor genetik.

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis sidik ragam yang diperoleh

diketahui bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap umur panen. Dari data dapat

(54)

kemudian varietas Anjasmoro (88,13 hari) dan yang paling lambat adalah varietas

Tanggamus (89,46 hari). Sesuai dengan deskripsi tanaman yang diperoleh umur

panen untuk varietas Anjasmoro lebih cepat dibandingkan Argomulyo dan

Tanggamus. Hal ini diduga dipengaruhi oleh genotif tanaman yang didukung

dengan kondisi lingkungan yang sesuai dimana selama pertumbuhan sampai

berproduksi, kedelai membutuhkan iklim yang sesuai dan tanggap masing-masing

varietas terhadap iklim juga berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan literatur

Andrianto dan Indarto (2004) yang menyatakan bahwa setiap varietas dapat

menghasilkan produksi yang optimal jika ditanam pada area geografis yang

sesuai. Dengan melihat sifat-sifat berbagai varietas serta adanya pengaruh

geografis suatu daerah terhadap perkembangan kedelai maka disuatu daerah yang

memiliki ketinggian tertentu hanya bisa ditanam dan dikembangkan varietas

tertentu pula.

Dari hasil penelitian dan analisis sidik ragam diperoleh bahwa varietas

berbeda nyata dengan parameter jumlah bunga yang gugur dan bobot biji per

sampel. Ke dua parameter ini memiliki nilai heritabilitas sedang. Hal ini

mengindikasikan bahwa sifat dari masing-masing varietas dikendalikan oleh

faktor lingkungan lingkungan dan genetik, sehingga perlu dilakukan seleksi pada

generasi berikutnya. Hal ini sesuai dengan pernytaan Sudarmadji, dkk (2007)

yang menyatakan bahwa untuk sifat yang memiliki nilai heritabilitas sedang

menunjukkan bahwa sifat ini tidak dapat digunakan sebagi kriteria seleksi pada

generasi awal, seleksi pada sifat tersebut lebih baik dilakukan pada generasi

(55)

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang diperoleh varietas berbeda

nyata terhadap bobot 100 biji. Dimana bobot tertinggi terdapat pada varietas

Anjasmoro (20,24 g), Argomulyo (18,69 g) dan Tanggamus (13,19). Varietas

Tanggamus memiliki ukuran biji yang lebih kecil, sehingga bobot 100 biji lebih

rendah. Ukuran biji dari tiap-tiap varietas dapat ditentukan secara genetik, namun

faktor lingkungan selama masa pengisian biji juga berpengaruh. Dimana jiak

proses fotosintesis meningkat maka asimilat yang dihasilkan cukup untuk

disalurkan ke biji sehingga kualitas biji yang dihasilkan juga meningkat. Mursito

(2003) menyatakan bahwa ukuran biji maksimun ditentukan secara genetik,

namun ukuran biji yang terbentuk juga ditentukan oleh faktor lingkungan selama

pengisian biji. Yennita (2003) juga menjelaskan bahwa proses fotosintesis yang

berjalan sempurna akan menghasilkan asimilat yang cukup untuk ditranslokasikan

ke biji, sehingga meningkatkan kualitas biji yang dihasilkan.

Nilai heritabilitas untuk parameter tinggi tanaman (0,80), jumlah cabang

(0,58), jumlah bunga (0,85), umur panen (0,80), jumlah polong (0,83), persentase

pembentukan polong (0,67) dan bobot 100 biji (0,79). Hal ini berarti bahwa

peranan faktor genetik lebih besar dari faktor lingkungan. Sedangkan parameter

yang memiliki nilai sedang adalah jumlah bunga yang gugur (0,480 dan bobot biji

per sampel (0,46), berarti faktor lingkungan dan genetik berpengaruh. Dan nilai

hertabilitas rendah terdapat pada parameter umur berbunga (0,17), menunjukkan

bahwa faktor lingkungan yang lebih berperan dalam menentukan sifat suatu

tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur Stansfield (1991) yang menyatakan

(56)

tinggi > 0,5 dipengaruhi oleh faktor genetik, sedang = 0,2 – 0,5 dipengaruhi oleh

lingkungan dan genetik dan rendah < 0,2 dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Pengaruh GA3 Terhadap Kedelai Selama Fase Generatif

Pemberian GA3 belum berpengaruh nyata pada pengamatan parameter

umur berbunga, jumlah bunga, umur panen, jumlah polong, persentase polong

terbentuk, jumlah bunga yang gugur, bobot biji per sampel, dan bobot 100 biji.

Hal ini mengindikasikan bahwa giberelin endogen yang terdapat pada ketiga

varietas kedelai yang diteliti belum mempunyai interelasi terhadap GA3 yang

diberikan. Kompatibilitas antara giberelin endogen dengan GA3 yang

diaplikasikan merupakan faktor yang menetukan dalam keberhasilan induksi.

Budiarto dan Wuryaningsih (2007) menyatakan bahwa pemberian GA3 seringkali

tidak memberikan respon berbunga terhadap tanaman walaupun aktifitas giberelin

endogen meningkat pada saat pembungaan.

Pengaruh GA3 yang tidak terlihat pada kajian ini kemungkinan juga

diduga terjadi karena konsentrasi GA3 yang diberikan masih terlalu rendah dan

GA3 tersebut tidak dapat berinteraksi dengan hormon-hormon endogen yang

terdapat dalam tanaman, sehingga tanaman tersebut tidak mampu

mempertahankan bunganya sampai terbentuk menjadi polong. Hal ini sesuai

dengan literatur Yennita (2003) yang menyatakan bahwa pemberian GA3 pada

dosis yang tepat yang dikombinasikan dengan BAP pada tanaman akan

meningkatkan kandungan auksin dan dapat mengurangi keguguran bunga

sehingga persen bunga menjadi polong meningkat, serta dapat mendorong atau

(57)

Interaksi Antara Varietas Dengan Pemberian GA3

Dari hasil penelitian dan analisis sidik ragam diperoleh bahwa interaksi

antara varietas dengan pemberian GA3 belum berpengaruh nyata terhadap semua

pengamatan parameter. Hal ini diduga terjadi karena masing-masing tanaman

memiliki sifat atau karakter dan respon yang berbeda-beda terhadap GA3 yang

diberikan. Dimana penampilan fenotif suatu tanaman dapat dipengaruhi oleh

faktor lingkungan dan faktor genetik. Perbedaan respon ini juga dapat

dipengaruhi oleh varietas yang digunakan. Hal ini sesuai dengan literatur

Budiarto dan Wuryaningsih (2007) yang menyatakan bahwa perbedaan

penampilan atau karakter suatu tanaman berhubungan dengan penampilan genotif

(58)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Varietas berbeda nyata pada parameter tinggi tanaman, 2 MST, 3 MST, 4

MST, 5 MST dan 6 MST, jumlah cabang, jumlah bunga per sampel, umur

panen, jumlah polong, persentase polong terbentuk, jumlah bunga yang gugur,

bobot biji per sampel dan bobot 100 biji.

2. Aplikasi GA3 tidak berpengaruh nyata terhadap semua pengamatan parameter.

3. Interaksi antara varietas dengan GA3 tidak berpengaruh nyata terhadap semua

pengamatan parameter.

Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan konsentrasi

ditingkatkan sehingga diperoleh konsentrasi yang sesuai untuk dapat

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto. T., 2005. Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta

Andranto. T. T dan N. Indarto., 2004. Budidaya dan Analisi Usaha Tani Kedelai, Kacang Hijau, kacang Panjang. Penerbit Absolut. Yogyakarta

Allard R. W., 2005. Priciples Of Plant Breeding. Jhon Wiley and Sons. New York

Budiarto. K dan S. Wuryaningsih., 2007. Respn Pembungaan Beberapa Kultivar Anthurium Bunga Potong Terhadap Aplikasi GA3. http://wuryan.wordpress.com.html. AGRITROP, VOL. 26, NO.2 : 51 - 56 [3 Juni 2009 ]

Darliah, I. Suprihatin, D. P. Devries, W. Handayati, T. Hermawati dan Sutater., 2001. Variabilitas Genetik, Heritabilitas dan Penampilan Fenotipik 18 Klon Mawar. Cipanas. Zuriat 3 No 11.

Djuriah. D. 2006. Variabilitas Genetik, Heritabilitas dan Penampilan Fenotipik 50 Genotipe Kangkung Darata di Dataran Medium. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang. Bandung [14 Maret 2010].

Http://aliimpoenya.wordpress.com/Kedelai.pdf.. Diakses tanggal 23 Mei 2009

Http://warintek.ristek.go.id/pertanian/kedelai.pdf. Diakses tanggal 16 Mei 2009

Kisman, Sarjan dan Sopandie. D., 2008. Mekanisme Adaptasi Kedelai Pada Kondisi Stres Naungan Berdasarkan Kandungan Pigmen dan Luas Daun.

Loveless. A. R., 1991. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk daerah Tropik 1. Penerjemah: Kuswata Kartawinata, S. D. Miharja dan Usep Soetisna. Gramedia. Jakarta.

Makmur.A., 1992. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Bina Aksara. Jakarta.

Maesen. L.J.G and Somaatmadja. S., 1992. Plant Resource Of South- East Asia. Bogor. Indonesia

Mangoendidjojo., 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta

Mursito. D., 2003. Heritabilitas dan Sidik Lintas Karakter Fenotipik Beberapa Galur Kedelai (Glycine max (L) Merrill). Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. Surakarta. [14 Maret 2010]

(60)

Rubatzky. V. E dan M. Yamaguchi., 1998. Prinsip - Prinsip Produksi dan Giji Sayuran Dunia 2. Penerjemah: Catur Herison. ITB. Bandung.

Salisbury F. B dan C. W. Ross. 1995. Plant Physiologi Third Edition. CBS Publishes Darja Gans New Delhi. India.

Santoso. S., 2009. Hormon-hormon Tumbuhan. ZPT.html [23 Mei 2003].

Sitompul. S. M dan B. Guritno., 1995. Analisi Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University – Press. Yogyakarta.

Sofia. D., 2007. Pengaruh Berbagai Konsentrasi Benzyl Amino Purine dan Cycocel Terhadap Pertumbuhan Embrio Kedelai (Glycine max (L) Merril)

Secara in vitro.

Stansfield. W. D., 1991. Teori dan Soal – Soal Genetika. Alih bahasa: M.Affandi dan L.T.Hardy. Erlangga. Jakarta.

Steel. R. G. D dan J. H. Torrie., 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Penerjemah: Bambang Sumantri. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Suastika, I.W, Ratmini. S dan Turmaku. T., 1997. Budidaya Kedelai.

Sudarmadji, R. Mardjono dan H. Sudarmono., 2007. Variasi Genetik, Heritabilitas

dan Korelasi Genotipik Sfat-Sifat Penting Tanaman Wijen (Sesamun indicum L.). Balai Penelitian Tembakau dan Serat. Jurnal Litri

Vol. 13 No. 3: 88-92 [14 Maret 2010].

Suprapto., 2001. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta

Tindall. H.D., 1983. Vegetabels In The Tropics. The macmillan Press. London

Welsh. J. R., 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Alih Bahasa: Johanis P. Mogea. Erlangga. Jakarta.

Wilkins M. B., 1992. Fisiologi Tanaman. Diterjemahkan oleh: Mul Mulyadi Sutejo dan A.G Kartasapoetra. Bumi Aksara. Jakarta.

Wuryaningsih, S dan T. Sutater., 1993. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh dan Pupuk N Terhadap Pertumbuhan dan Produksi bunga Krisan Standard

Warna Putih. Buletin Penelitian Tanaman Hias Vol I (1) : 47 – 56. [3 Feberuari 2010].

Yennita., 2003. Pengaruh Hormon Tanaman Terhadap Kedelai (Glycine max)

Pada Fase Generatif.

(61)
(62)

Lampiran 3. Deskripsi Kedelai Varietas Anjasmoro

Dilepas pada tahun : 2001

No. Galur : Mansuria 395-49-4

Asal : Seleksi massa dari populasi galur murni Mansuria

Hasil rata-rata : 2,03 – 2,25 ton/ha

Warna hipokotil : Ungu

Warna epikotil : Ungu

Warna daun : hijau

Warna bunga : Ungu

Warna kulit biji : Kuning

Warna hilum biji : kuning kecoklatan

Warna polong masak : Coklat muda

Kerebahan : Tahan rebah

Ketahanan terhadap penyakit : Moderat karat daun

Sifat-sifat lain : Polong tidak mudah pecah

Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

(63)

Lampiran 4. Deskripsi Kedelai Varietas Agromulyo

Nomor galur : MSC 9524-IV-C-7

Potensi hasil : 2 ton /ha

Warna hipokotil : Ungu

Warna epikotil : Hijau

Warna bunga : Ungu

Warna daun : Hijau tua

Warna bulu : Cokelat

Warna kulit polong masak : Cokelat

Warna kulit biji : Kuning

Warna hilum : Cokelat

Bentuk biji : Kuning

Umur berbunga : 35 hari

Umur tanaman : 82 - 87 hari

Biji besar :16gr/100 biji

Tinggi tanaman : 64 cm

Berat 100 biji : 10,37 gram

Kandungan protein : 39,4 %

Kandungan lemak : 14,0%

Kandungan air : 8,0%

Kerebahan : Tahan rebah

Gambar

Tabel. 1. Model sidik ragam dengan nilai kuadrat tengah  Sumber Derajat
Tabel.2. Rataan tinggi tanaman dengan perlakuan varietas dan GA3 pada 2 MST sampai dengan 6 MST
gambar 2. 9
Tabel 4. Rataan umur berbunga (hari) dengan perlakuan varietas dan GA3   GA3   Rataan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahap ini peneliti mengumpulkan dan membaca data secara umum tentang Prophetic Intelligence (kecerdasan kenabian) dalam buku Hamdani Bakran Adz-Dzakiey yang

Jika gaya resultan (atau total) ⃑ yang bekerja pada suatu benda dengan massa m adalah bukan nol, benda tersebut akan mengalami percepatan dengan. arah yang

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa soal-soal yang dikembangkan sudah valid berdasarkan validator dan praktis berdasarkan hasil uji coba pada

b) Usap kedua mata bayi dengan kapas atau kain kasa yang kering. Hal ini dapat mencegah infeksi akibat bakteri yang dapat menyebabkan kebutaan... c) Suhu tubuh bayi

Masyarakat Batang sebagai pemilik kesenian-kesenian di Kabupaten Batang. Tanpa masyarakat menerima dan merasa memiliki kesenian tidak akan bertahan. Tari Kuntulan Akrobatik ini

SKRIPSI SKRINING ANEMIA PADA SISWA SEKOLAH DASAR .... WEDHA

Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1 yang menyatakan bahwa tekanan ketaatan, kompleksitas tugas, dan keahlian audit berpengaruh signifikan terhadap audit

Republik Indonesia dengan segala kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh UUD 1945 dan diperkuat oleh mandat Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta