PENGEMBANGAN PORI ARANG HASIL PIROLISA
TEMPURUNG KEMIRI
Muha m m a d Turm uzi
Sta f Pe ng a ja r Fa kulta s Te knik USU Me d a n
Abstrak: Penelitian ini ditujukan untuk mengungkap kemungkinan pembuatan arang dari tempurung kemiri. Penelitian dibagi atas dua tahap, yaitu analisa gugus berangkap pada berbagai suhu menggunakan FTIR dan pengamatan pengembangan pori selama proses pirolisa. Berdasarkan analisa gugus berfungsi menunjukkan bahwa tempurung kemiri mempunyai struktur kimia yang hampir sama dengan selulosa dan lignin. Untuk mencirikan pengembangan pori liang arang yang terbentuk selama pirolisa, digunakan penyerapan gas nitrogen pada suhu 77K. Kondisi optimum pirolisa untuk menghasilkan pori yang terbaik adalah pada suhu 800oC dan waktu 2 jam.
Kata kunci: FTIR, pori, pirolisa
Abstract: The purpose of the experiment is to investigated possibility of production of coke from candlenut shell. The experiment consisted two part e.g. analysis of fungtional group by FTIR andto depelopment of pore during pyrolysis. The fungtional groups analysis shown that the chemical structure of candlenut shell is identic as celluolose and lignin. The charactristics of pore during pirolysis used by nitrogen adsorption at 77K. Optimum conditions to result higher of pore at temperature 800oC and time 2 hours.
Keywords: FTIR, pore, pyrolysis
I. PENDAHULUAN
Banyak jenis bahan berkarbon yang diperoleh dari buangan padat pertanian seperti sekam padi, tempurung kelapa dan tempurung kelapa sawit maupun buangan padat perkotaan seperti plastik, kertas dan karton dalam jumlah yang sangat banyak. Pada umumnya buangan padat ini banyak diperoleh di negara membangun dan biasanya hanya dimanfaatkan dengan nilai tambah yang rendah yaitu sebagai sumber bahan bakar. Apabila sisa pertanian itu tidak diurus dan dimanfaatkan, maka berpotensi menjadi sumber bahan pencemar dalam lingkungan. Bahkan di California, Amerika Serikat ada undang-undang yang melarang buangan pertanian dibuang (Amstrong et al. 1999). Oleh sebab itu sangat penting pembuangan alternatif dikembangkan bagi memanfaatkan potensinya sebagai sumber tenaga dan produk kimia yang mempunyai nilai tambah yang lebih besar (Bassilakis et al. 2001). Menurut beberapa skenario, untuk sumber tenaga pada dekade ke-21 ini, peranan tenaga yang bersumber bio massa sangat besar untuk mengganti sumber fosil (Minkova et al. 1991).
Antara manfaat bahan berkarbon ialah sebagai sumber energi dan produk yang bernilai tambah yang terhasil melalui proses pirolisa. Pirolisa adalah pemanasan bahan berkarbon tanpa oksigen
pirolisa tempurung kelapa sawit. Kemudian arang ini dapat dijadikan sebagai bahan bakar atau diproses lebih lanjut untuk menghasilkan produk seperti karbon aktif
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji proses penguraian secara termal tempurung kemiri dan mencirikan arang sebagai bahan dasar untuk pembuatan karbon aktif. Secara terperinci, tujuan kajian ini adalah: untuk memperoleh pengetahuan yang lebih terperinci pengaruh yang dapat wujud pada berbagai keadaan pirolisa pada struktur arang yang dihasilkan.
II. KAEDAH PENELITIAN
II.1. Analisa Unsur Bahan Baku
Analisa kandungan unsur kemiri menggunakan alat jenama LECO buatan USA model CHNS932.
II.2. Analisa Termal Gravimetri
analisa FTIR. Piringan sampel dibuat dengan mencampur 1 mg karbon dengan 500 mg KBr (Merck untuk spectroskopi) dalam lesung akik, kemudian campuran disuntik pada 5 x 107 kg m-2 selama 5 minit dan 1 x 108 kg m-2 selama 5 minit dalam keadaan hampa udara. Piringan yang dihasilkan dikeringkan di dalam oven selama 2 jam. Spektrum FTIR diukur dengan menggunakan spektrometer Bio-Rad. Spektrum sampel diukur di antara 4000 hingga 400 cm-1, 18 kali imbasan dan resolusi 8 cm-1. Spektrum yang sesungguhnya diperoleh dari spektrum sampel masing-masing yang dikurangi spektrum piringan KBr.
II.4. Pembuatan Arang
Bahan baku tempurung kemiri dihancurkan dalam mesin penghancur dan diayak sehingga diperoleh ukuran 1.7 hingga 2.35 mm. Tempurung kemiri yang telah hancur dipirolisa dalam furnace (diameter dalam 77 mm) yang dilengkapi dengan sistem pengendali suhu yang automatik. Sebanyak 25 g tempurung kemiri dimasukkan ke dalam mangkuk pijar yang berlobang pada bahagian bawah. Mangkuk pijar dimasukkan ke dalam furnace dan kemudian dipanaskan pada laju 8oC min-1 hingga mencapai suhu akhir yang tertentu pada waktu tertentu dalam aliran gas nitrogen 105 ml min-1 untuk memastikan penyingkiran bahan mudah menguap dan ter. Suhu pirolisa adalah 400, 500, 600, 700, 800 dan 900oC dan waktu adalah 1, 2, 3, dan 4 jam. Hasil arang dihitung berdasarkan pada perkedaan berat bahan baku dan berat arang.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN III.1. Unsur Bahan Baku
Analisa unsur kandungan tempurung kemiri ditunjukkan di dalam Tabel 4.1. Analisa unsur menunjukkan bahwa kandungan unsur karbon dalam julat yang berdekatan dengan kandungan bahan lignoselulosa lainnya seperti kayu dan biji ceri.
Tabel 1 Analisa Unsur Tempurung Kemiri
Unsur Kemiri % Kayu*
Sumber: * Gonzalez et al. 2003
III.2. Spektrum FTIR
Spektrum inframerah dianggap sebagai satu sifat pencirian bagi sesuatu senyawa. Kawasan sinaran inframerah di antara kawasan nampak dan gelombang mikro yang terpenting untuk mencirikan senyawa kimia organik adalah diantara 4000 hingga 400 cm-1. Suatu gugusan atom tertentu akan menghasilkan jalur pada atau hampir pada frekuensi yang sama tanpa memperhatikan struktur atom yang sebenarnya. Maklumat ini penting dalam pemeriksaan awal struktur sesuatu senyawa.
400 1200
2000 2800
3600
Nomor Gelombang
Transmit
an
Kemiri
900oC 800oC 700oC 600oC 500oC 400oC 300oC 200oC
Gambar 1 juga menunjukkan bahwa pada suhu 200oC struktur bahan berubah pada jalur 1773 cm-1. Ini bermakna pada suhu 200oC terjadi pengurangan gugus C-O. Pada waktu yang sama, penjerapan jalur C-Hn pada 2860-2960 cm-1 berkurang. Pada suhu 300oC, spektrum semakin menurun pada jalur-jalur hidroksil (regangan O-H, 3100-3600 cm-1; regangan C-O, 1652, 1262, 1046),
77K untuk arang tempurung kemiri hasil pirolisa pada suhu 800oC dan waktu tinggal 1, 2, 3 dan 4 jam ditunjukkan pada Gambar 2. Bentuk garis sesuhu boleh dikategorikan dalam jenis 1 mengikut pengkelasan garis sesuhu jerapan fizik oleh IUPAC. Ini bermakna struktur pori didominasi oleh pori mikro. Kenaikan suhu pirolisa dari 400 hingga 900oC pada waktu tinggal yang tetap 3 jam mengakibatkan kenaikan penyerapan nitogen. Ini bermakna kapasitas jerapan arang bertambah. Akan tetapi, pada suhu pirolisa yang tinggi (900oC), kemampuan penyerapan arang semakin rendah. Ini disebabkan oleh pengaruh pensinteran, yang menyebabkan pengecilan pori dan pengurangan kebolehcapaian molekul nitrogen sewaktu proses penjerapan (Guo & Lua 1999).
Pencirian pori untuk menunjukkan kemampuan penjerapan boleh juga dinyatakan dalam luas permukaan. Secara umum hubungan luas permukaan dan kapasitas penjerapan adalah linear. Pada suhu 400oC untuk waktu tinggal 1 hingga 4 jam
(Gambar 3), luas permukaan arang masih rendah karena masih sedikit bahan mudah menguap yang dilepaskan dari bahan baku. Ini bermakna waktu diperlukan untuk melepaskan bahan mudah menguap dan membersihkan struktur mulut pori daripada sisa bahan mudah menguap. Selepas itu, dengan kenaikan suhu luas permukaan juga akan semakin tinggi. Pada suhu 800oC, waktu tinggal pirolisa 3 dan 4 jam menunjukkan permulaan pengurangan luas permukaan berbanding waktu tinggal 1 dan 2 jam pada suhu yang sama. Apabila proses diteruskan hingga mencapai suhu 900oC dalam waktu tinggal pirolisa 1 dan 2 jam, hasil yang diperoleh menunjukkan luas permukaan arang mengalami penurunan dibanding dengan luas permukaan pada suhu 800oC, ataupun suhu 900oC untuk waktu tinggal 1 dan 2 jam. Penurunan luas permukaan ini berhubung erat dengan proses pensiteran yang diikuti dengan pengecutan pori sehingga mengurangkan kapasitas pori (Guo & Lua 1999).
0
20
40
60
80
100
120
140
160
0 0.2 0.4
0.6
0.8
1
Tekanan Nisbi, P/P
o400
oC
500
oC
600
oC
700
oC
8
00
oC
900
oC
Waktu tinggal 3 jam
Volume Nitrogen
Terserap (cm
3
g
-1)
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian di atas dapat disimpulkan:
1.Pada suhu 200oC sudah mulai penguraian gugus hidroksil yang bermakna mulai ada penguraian selulosa. Pada suhu 300 hingga 500oC getaran regangan C=C gelang aromatik dalam lignin 1516 cm-1 masih diperoleh dan keamatan menurun dengan kenaikan suhu. Pada suhu 600 hingga 800oC, hanya jalur getaran regangan C=C dan aromatik C-H yang diperoleh. Ini bermakna terjadi pengurangan gugus oksigen dengan kenaikan suhu. Pada suhu 900oC, tidak ada gugus berangkap. Ini bermakna bahan telah mencapai grafit.
2.Distribusi ukuran pori arang yang dihasilkan dari tempurung kemiri didominasi oleh pori mikro. Untuk memperoleh pori yang optimum diperlukan kondisi pirolisa dengan suhu 800oC dan waktu 2 jam. Pori yang dihasilkan masih rendah, oleh sebab itu masih perlu diaktifkan agar diperoleh porI yang lebih tinggi.
V. DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, D.W., Flanigan, V.J., James, W.J., Li, L-J. & Rundlett, K.L. (1999), Activated carbon produced from agricultural residues. US Patent 5,883,040
Bassilakis, R., Carangelo, R.M. & Wojtowicz, M.A. (2001), TG-FTIR analysis of biomass pyrolysis. Fuel. 80: 1765-1786.
Gomez_Serrano, V., Pator-Villegas, J., Perez-Florindo, A., Duran-Valle, C. & Valenzuela-Calahorro, C. (1996), FT-IR study of rockrose and of char and activated carbon. Journal of Analytical and Applied Pyrolysis. 36: 71-80.
Gonzalez, J.F., Encinar, J.M., Canito, J.L., Sabio, E. & Chahon, M. (2003), Pyrolysis of cherry stones: energy uses of different fractions and kinetics study. J. of Anl. & Apll. Pyrolysis.67: 165-190.
Guo, J. & Lua, A.C. (1999), Textural and chemical characterisations of activated carbon prepared from oil-palm stone with H2SO4 and KOH impregnation. Microporous and Messoporous Materials.32: 111-117
Minkova, V., Razvigorova, M., Goranova, M., Ljutzkanov, L. & Angelova, G. (1991), Effect of water vapour on the pyrolusis of solid fuels. Fuel 70: 714-719.
Suarez-Garcia, F., Martinez-Alonso, A. & Tascon, J.M.D. (2002), Pyrolysis of apple pulp: effect of operation conditions and chemical additives . J.of. Anl. And Appl. Pyrolysis.