PENENTUAN BIAYA PRODUKSI DENGAN ACTIVITY BASED
COSTING (ABC) DI PT. ROLIMEX KIMIA NUSA MAS
MEDAN
PROGRAM STUDI TEKNIK MANEJEMEN PABRIK
P R O G R A M D I P L O M A I V
F A K U L T A S T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KARYA AKHIR
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian
dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Sains Terapan
Oleh
RUSDI LUBIS
Nim: 035204009
PENENTUAN BIAYA PRODUKSI DENGAN ACTIVITY BASED
COSTING (ABC) DI PT. ROLIMEX KIMIA NUSA MAS
MEDAN
KARYA AKHIR
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian
dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Sains Terapan
Oleh
RUSDI LUBIS
Nim: 035204009
Disetujui Oleh :
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
(Ir. Poerwanto,Msc) (Ir. Nurhayati Sembiring, MT)
PROGRAM STUDI TEKNIK MANEJEMEN PABRIK
P R O G R A M D I P L O M A I V
F A K U L T A S T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
BAB HALAMAN
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
ABSTRAK ... xi I. PENDAHULUAN ... I-1
1.1. Latar Belakang Masalah ... I-1
1.2. Perumusan Masalah ... I-2
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... I-2
1.4. Pembatasan Masalah ... I-3
1.5. Asumsi-asumsi yang digunakan ... I-3
1.6. Sistematika Penulisan Karya Akhir ... I-3
II. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN... II-1
2.1. Sejarah Perusahaan... II-1
2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-1
2.3. Lokasi Perusahaan ... II-2
2.4. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-3
2.4.1. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-7
2.4.2. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-11
2.4.4. Sistem Pengupahan ... II-13
2.4.5. Fasilitas ... II-13
2.5. Proses Produksi ... II-14
2.5.1. Standar Mutu Produk ... II-14
2.5.2. Bahan yang Digunakan ... II-15
2.5.3. Uraian Proses ... II-17
2.5.4. Mesin dan Peralatan ... II-21
2.5.4.1. Mesin Produksi ... II-21
2.5.4.2. Peralatan ... II-22
2.5.5. Utilitas ... II-29
2.5.6. Safety and Fire Protection ... II-32
2.5.7. Pengolahan Limbah (Waste Treatment) ... II-34
2.6. Daerah Pemasaran ... II-35
2.7. Dampak Sosial Ekonomi Terhadap Lingkungan ... II-35
III. LANDASAN TEORI ... III-1
3.1. Biaya ... III-1
3.2. Sistem Biaya Tradisional (Traditional Costing) ... III-2
3.3. Defenisi Activity Based Costing (ABC) ... III-3
3.4. Manfaat dan Keunggulan dari Metode Activity Based Costing ... III-5
3.4.1. Manfaat dari Sistem Activity Based Costing ... III-5
3.4.2. Keunggulan dari Sistem Biaya ABC ... III-7
3.5. Perbandingan Activity Based Costing dengan Biaya Tradisional .... III-8
3.6.1. Biaya Produksi tidak Langsung (Factory Overhead Cost) ... III-9
3.6.2. Aktivitas ... III-13
3.6.3. Tujuan Biaya (Cost Objective) ... III-19
3.6.4. Pemicu Biaya (Cost Driver) ... III-20
IV. METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1
4.1. Langkah-langkah Metode Penelitian ... IV-1
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-3
4.3. Rancangan Penelitian ... IV-3
4.4. Subjek dan Objek Penelitian ... IV-4
4.5. Pengumpulan Data ... IV-4
4.6. Pengolahan Data... IV-5
4.6.1. Perhitungan Biaya Produk dengan
Metode Activity Based Costing ... IV-5
4.6.1.1. Identifikasi Aktivitas dan Sumber Daya ... IV-5
4.6.1.2. Penentuan Pemicu Biaya ... IV-5
4.6.1.3. Penentuan Biaya Produksi dengan
Metode Activity Based Costing ... IV-6
4.7. Analisa Data ... IV-6
4.8. Kesimpulan dan Saran... IV-7
V. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1
5.1. Pengumpulan Data ... V-1
5.1.1. Data Aktivitas Produksi ... V-1
5.1.3. Perincian Data Biaya Produksi... V-5
5.1.3.1. Biaya Bahan Baku Pembuatan Pupuk CIRP ... V-5
5.1.3.2. Biaya Upah Tenaga Kerja Langsung ... V-6
5.1.3.3. Biaya Listrik ... V-6
5.1.3.4. Biaya untuk Minyak Pelumas ... V-7
5.1.3.5. Biaya untuk Reparasi ... V-7
5.1.3.6. Biaya Pembelian Suku Cadang ... V-8
5.1.3.7. Biaya Tenaga Kerja Tak Langsung ... V-9
5.1.3.8. Biaya Depresiasi... V-10
5.1.3.9. Data Jam Kerja Mesin ... V-12
5.1.3.10. Biaya Pengangkutan ... V-12
5.2. Pengolahan Data ... V-12
5.2.1. Penentuan Biaya Produksi Pupuk CIRP dengan
Menggunakan Activity Based Costing System ... V-12
5.2.1.1. Mengidentifikasi dan Mendefenisikan
Aktivitas dan Pusat Aktivitas ... V-13
5.2.1.2. Mengklasifikasi Aktivitas Biaya
ke Dalam Berbagai Aktivitas ... V-16
5.2.1.3. Mengidentifikasi Cost Driver ... V-17
5.2.1.4. Menentukan Tarif Per Unit Cost Driver ... V-20
5.2.1.5. Membebankan Biaya ke Produk
dengan Menggunakan
VI. PEMBAHASAN ... VI-1
6.1. Analisis Pembebanan Tiap Biaya Produksi ... VI-1
6.1.1. Analisis Pembebanan Biaya Bahan Baku ... VI-1
6.1.2. Analisis Pembebanan Biaya Tenaga Kerja Langsung ... VI-1
6.1.3. Analisis Pembebanan Listrik... VI-2
6.1.4. Analisis Pembebanan Minyak Pelumas dan Solar ... VI-3
6.1.5. Analisis Pembebanan Biaya Reparasi ... VI-4
6.1.6. Analisis Pembebanan Biaya Tenaga Kerja tidak Langsung ... VI-4
6.1.7. Analisis Pembebanan Biaya Bahan Tambahan ... VI-5
6.1.8. Analisis Pembebanan Biaya Pengangkutan ... VI-5
6.1.9. Analisis Pembebanan Biaya Pembelian Suku Cadang ... VI-6
6.1.10. Analisis Pembebanan Biaya Depresiasi ... VI-6
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1
7.1. Kesimpulan ... VII-1
7.2. Saran ... VII-3
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
5.1. Aktivitas Pembuatan Pupuk CIRP ... V-2
5.2. Total Produksi Pupuk CIRP Bulan Juni 2008 ... V-3
5.3. Total Produksi Pupuk CIRP Bulan November 2007- Juni 2008... V-4
5.4. Biaya Produksi Pupuk CIRP Untuk Bulan Juni 2008 ... V-4
5.5. Biaya Bahan Baku Pembuatan Pupuk CIRP ... V-5
5.6. Biaya Bahan Tambahan Pengolahan Pupuk
CIRP Pada Bulan Juni 2008 ... V-6
5.7. Biaya Reparasi Bulan Juni 2008 ... V-8
5.8. Biaya Pembelian Suku Cadang Bulan Juni 2008 ... V-9
5.9. Biaya Tenaga Kerja Tak Langsung Pada
PT. Rolimex Kimia Nusa Mas ... V-10
5.10. Biaya Penyusutan Mesin Pabrik ... V-11
5.11. Biaya Penyusutan Bangunan Pabrik Bulan Juni 2008 ... V-11
5.12. Data Jam Kerja Mesin ... V-12
5.13. Klasifikasi Biaya Kedalam Berbagai Aktivitas... V-17
5.14. Pengelompokkan Biaya Produksi Pupuk CIRP dan Cost Driver .. V-18
5.15. Penentuan Tarif Per Unit Cost Driver Produksi Pupuk CIRP ... V-20
5.16. Tarif Biaya Produksi Pengolahan Pupuk CIRP Mesir ... V-23
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Struktur Organisasi PT.Rolimex Kimia Nusa Mas Cabang Medan ... II-6
2.2. Uraian Proses Produksi Pengantongan Pupuk ... II-21
3.1. Model Dasar Activity Based Costing ... III-9
3.2. Penentuan Biaya Overhead dengan Metode Tradisional Costing... III-12
3.3. Penentuan Biaya Overhead dengan Metode Activity Based Costing ... III-13
3.4. Tingkatan Aktivitas pada Metode Activity Based Costing ... III-17
3.5. Hubungan Metode Activity Based Costing Dengan Proses Bisnis ... III-19
4.1. Langkah-langkah Metodologi Penelitian ... IV-2
ABSTRAK
Biaya adalah harga yang digunakan atau dikorbankan dalam rangka memperoleh penghasilan (revenue) dan akan dipakai sebagai pengurang penghasilan. Pada awal timbulnya akuntansi biaya mula-mula hanya ditujukan untuk penentuan harga pokok produk atau jasa yang dihasilkan, akan tetapi dengan semakin pentingnya biaya non produksi, yaitu biaya pemasaran dan administrasi umum, akuntansi biaya saat ini ditujukan untuk menyajikan informasi biaya bagi manjemen baik biaya produksi maupun biaya non produksi.
Activity-Based Costing merupakan suatu sistem yang merupakan
pendekatan kalkulasi biaya yang memfokuskan pada aktivitas sebagai objek biaya yang fundamental. Sistem ABC ini menggunakan biaya dari aktivitas tersebut sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya ke objek biaya yang lain seperti produk, jasa atau pelanggan.
ABSTRAK
Biaya adalah harga yang digunakan atau dikorbankan dalam rangka memperoleh penghasilan (revenue) dan akan dipakai sebagai pengurang penghasilan. Pada awal timbulnya akuntansi biaya mula-mula hanya ditujukan untuk penentuan harga pokok produk atau jasa yang dihasilkan, akan tetapi dengan semakin pentingnya biaya non produksi, yaitu biaya pemasaran dan administrasi umum, akuntansi biaya saat ini ditujukan untuk menyajikan informasi biaya bagi manjemen baik biaya produksi maupun biaya non produksi.
Activity-Based Costing merupakan suatu sistem yang merupakan
pendekatan kalkulasi biaya yang memfokuskan pada aktivitas sebagai objek biaya yang fundamental. Sistem ABC ini menggunakan biaya dari aktivitas tersebut sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya ke objek biaya yang lain seperti produk, jasa atau pelanggan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
PT. Rolimex Kimia Nusa Mas adalah perusahaan yang memproduksi
pupuk CIRP dengan bahan baku phosphate yang berasal dari luar negeri yaitu
Australia dan Mesir. Selama ini perusahaan dalam menentukan biaya produksinya
melalui pembebanan biaya yang merata disetiap departemen atau bagian, sehingga
perusahaan tidak dapat langsung mengetahui informasi penggunaan biaya atau
sumber daya pada setiap aktivitas yang digunakan dalam melakukan kegiatan
produksi.
Situasi perekonomian saat ini sangat berpengaruh pada kelangsungan
hidup suatu perusahaan. Hal ini menuntut pihak manajemen perusahaan agar lebih
efisien dan kompetitif yaitu dengan menerapkan strategi yang tepat dalam
menjalankan perusahaan dan menciptakan suatu keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan. Selain itu perusahaan harus memiliki daya saing yang tinggi yaitu
berkaitan dengan kualitas, biaya-biaya pengiriman dan pelayanan.
Demikian juga halnya dengan penentuan biaya produksi, harus diterapkan
suatu sistem yang mampu mempertahankan profit margin perusahaan dan dapat
mengendalikan perubahan biaya produksi yang terlalu tinggi. Untuk itu di
perlukan suatu sistem biaya yang terperinci untuk mengidentifikasikan
aktivitas-aktivitas yang menimbulkan biaya dan menentukan besar biayanya. Sistem yang
Dalam menentukan harga pokok produk terkadang PT. Rolimex Kimia
Nusa Mas masih menggunakan akuntansi biaya tradisional. Dimana sistem ini
tidak sesuai dengan lingkungan pemanufakturan yang maju. Biaya produk yang
dihasilkan oleh sistem akuntansi biaya tradisional memberikan informasi biaya
yang terdistorsi. Distorsi timbul karena adanya ketidakakuratan dalam
pembebanan biaya, sehingga mengakibatkan kesalahan penentuan biaya,
pembuatan keputusan, perencanaan, dan pengendalian. Distorsi tersebut juga
mengakibatkan undercost/overcost terhadap produk.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, kemudian pada tahun 1800 an
dan awal 1900 an lahirlah suatu sistem penentuan harga pokok produk berbasis
aktivitas yang dirancang untuk mengatasi distorsi pada akuntansi biaya
tradisional. Sistem akuntansi ini disebut activity based costing.
Perbedaan utama penghitungan harga pokok produk antara akuntansi biaya
tradisional dengan ABC adalah jumlah cost driver (pemicu biaya) yang
digunakan. Dalam sistem penentuan harga pokok produk dengan metode ABC
mnggunakan cost driver dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dalam sistem
akuntansi biaya tradisional yang hanya menggunakan satu atau dua cost driver
berdasarkan unit.
Dalam metode ABC menganggap bahwa timbulnya biaya disebabkan oleh
adanya aktivitas yang dihasilkan produk. Pendekatan ini menggunakan cost driver
yang berdasar pada aktivitas yang menimbulkan biaya dan akan lebih baik apabila
PT.Rolimex Kimia Nusa Mas merupakan salah satu perusahaan
manufaktur yang menghasilkan keanekaragaman produk. Dimana output yang
dijual lebih dari satu. Keanekaragaman produk pada PT. Rolimex Kimia Nusa
Mas mengakibatkan banyaknya jenis biaya dan aktivitas yang terjadi, sehingga
menuntut ketepatan pembebanan biaya overhead dalam penentuan harga pokok
produk. Metode ABC dinilai dapat mengukur secara cermat biaya-biaya yang
keluar dari setiap aktivitas. Hal ini disebabkan karena bayaknya cost driver yang
digunakan dalam pembebanan biaya overhead, sehingga dalam metode ABC
dapat meningkatkan ketelitian dalam perincian biaya, dan ketepatan pembebanan
biaya lebih akurat.
1.2. Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah cara menghitung besarnya biaya produksi pembuatan pupuk
CIRP Mesir dan CIRP Australia pada PT.Rolimex Kimia Nusa Mas dengan
menggunakan Activity Based Costing.
2. Apakah ada perbedaan besarnya biaya produksi pembuatan pupuk CIRP mesir
dan CIRP Australia dengan menggunakan perhitungan akuntansi biaya
tradisional dan Activity Based Costing.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini terbagi atas dua bagian yaitu tujuan umum dan tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menentukan
besarnya biaya produksi dengan menggunakan metode activity based costing.
1.3.2. Tujuan Khusus
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan khusus yaitu sebagi berikut:
1. Menentukan aktivitas biaya kedalam berbagai aktivitas
2. Menentukan Cost Driver
3. Menentukan besarnya tarif per unit Cost Driver
4. Membandingkan hasil perhitungan biaya produksi metode tradisional dengan
biaya produksi metode Activity Based Costing.
1.4. Pembatasan Masalah
Batasan-batasan yang diambil dalam kasus ini adalah :
1. Batasan biaya operasional dalam penelitian ini berkaitan erat dengan
pelaksanaan proses atau kegiatan yang berlangsung di perusahaan yang
meliputi biaya tenaga kerja dan biaya over head perusahaan.
2. Biaya operasional di analisis dengan menggunakan metode activity based
costing.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan keterampilan bagi mahasiswa untuk menyelesaikan masalah
2. Memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk mengaplikasikan ilmu
teknik industri terhadap permasalahan yang ada pada perusahaan.
3. Memberikan informasi yang akurat kepada pihak perusahaan tentang biaya
yang dikeluarkan dalam menghasilkan produk.
1.5. Asumsi-asumsi yang Digunakan
Asumsi-asumsi yang digunakan, adalah sebagai berikut:
a. Data dan informasi yang diperoleh dari perusahaan dianggap benar.
b. Proses produksi dianggap cukup baik dan beroperasi secara normal.
c. Tidak terjadi kenaikan harga biaya produksi langsung dan biaya tidak
langsung selama penelitian dilakukan.
1.6. Sistematika Penulisan Karya Akhir
Untuk memudahkan penulisan, pembahasan dan penilaian karya akhir ini,
maka dalam pembuatannya akan dibagi menjadi beberapa Bab dengan sistematika
sebagai berikut:
BAB I. PENDAHULUAN
Merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang permasalahan,
rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang
BAB II. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Menguraikan tentang gambaran umum perusahaan, jenis produk dan
spesifikasinya, bahan baku, proses produksi, mesin dan peralatan, serta
organisasi dan manajemen.
BAB III. LANDASAN TEORI
Menyajikan dan menampilkan tinjauan kepustakaan yang berisi teori dan
pemikiran yang digunakan sebagai landasan dalam pembahasan dan
pemecahan masalah.
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN
Merupakan kerangka dalam pemecahan masalah, penjelasan secara
garis besar bagaimana langkah pemecahan masalah dengan
menggunakan metode yang digunakan.
BAB V. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Melakukan identifikasi data dan pengolahan data yang digunakan
sebagai dasar pada pembahasan masalah.
BAB VI. PEMECAHAN MASALAH
Menganalisis hasil pengolahan data dan untuk memperoleh
penyelesaian dari masalah yang ada.
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi kesimpulan dan saran yang mengemukakan kesimpulan semua
hal yang dilakukan penelitian, terutama akan hal pengolahan data yang
diperoleh pemecahannya serta langkah-langkah yang patut dilakukan
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1. Sejarah Perusahaan
PT. Rolimex Kimia Nusa Mas yang berada di Sumatera Utara adalah
suatu perusahaan yang bergerak dibidang usaha pengolahan pupuk Phosphate
alam, Perusahaan ini didirikan karena semakin meningkatnya kebutuhan akan
pupuk terhadap perkebunan swasta maupun BUMN serta tanaman-tanaman keras
lainnya.
PT. Rolimex Corporation didirikan pada tanggal 9 Maret 1994 sesuai
dengan surat keputusan menteri perindustrian nomor: 032/DJIK/IZ/IV/94 tentang
izin tetap usaha industri menteri perindustrian, Kemudian pada tanggal 31 Juli
2000 PT. Rolimex Corporation bergabung dengan PT. Citratama Dian Mas, dan
PT. Sinarindo Kimia Nusa, yang kemudian berubah nama menjadi PT. Rolimex
Kimia Nusa Mas yang di pimpimpin oleh Tuan Andreas Irawan Oey sebagai
direktur utama yang berkedudukan di kantor pusat Jakarta.
2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha
PT. Rolimex Kimia Nusa Mas merupakan perusahaan yang bergerak
dalam bidang pengolahan pupuk Phosphate alam yang di kenal dengan nama
pupuk CIRP (Crismas Island Rock Phosphate). Sumber bahan baku diperoleh
2.3. Lokasi Perusahaan
Pabrik pengolahan pupuk CIRP PT. Rolimex Kimia Nusa Mas terletak
di jalan Pertahanan No: 11, Km 1,5 Desa Patumbak Kampung, Kecamatan
Patumbak, kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara dan dibangun
diatas areal tanah seluas 23.404 m2 .
Dalam areal ini terdapat bangunan seperti :
1. Lahan Tertutup Bangunan/ Material kedap Air
a. Bangunan Pabrik : 7.697,87 m2
b. Kantor : 432 m2
c. Gudang : 8.280 m2
d. Pelataran tempat penyimpanan bahan baku/produksi : 4.144 m2
e. Jalan / saluran, pagar : 1.488 m2
f. Tempat parker : 125 m2
2. Lahan Terbuka / Taman Openspace : 29.13 m2
3. Lahan Cadangan : 1.208 m2
Areal pabrik PT. Rolimex Kimia Nusa Mas ini mempunyai batas-batas
sebagai berikut :
- Sebelah timur : Ladang milik penduduk setempat
- Sebelah barat : Jalan Lintas Medan Patumbak.
- Sebelah utara : Pemukiman penduduk
2.4. Struktur Organisasi Perusahaan
Struktur organisasi dan manajemen perusahaan merupakan landasan
beroperasinya perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tanpa
adanya struktur organisasi dan manajemen, maka semua aktivitas, baik proses
produksi maupun administrasi tidak akan berjalan dengan lancar. Struktur
organisasi merupakan sistem yang mengatur masalah penetapan dan pembagian
pekerjaan yang harus dilakukan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang
dibebankan serta menetapkan hubungan antara unsur-unsur organisasi sehingga
diperoleh suatu bentuk kerja sama yang efektif unuk mencapai tujuan yang
diharapkan oleh perusahaan.
Kata organizing berasal dari kata organisum/ organ, yang artinya adalah
suatu struktur dengan bagian-bagian yang diintegrasikan sedemikian rupa
sehingga sama lainnya saling berhubungan dan saling mempengaruhi dengan
adanya hubungan secara keseluruhan. Organisasi biasa diartikan sebagai adanya
sekelompok orang yang mengadakan kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.
Struktur organisasi dapat didefenisikan sebagai mekanisme-mekanisme
formal dengan mana organisasi dikelola. Struktur organisasi menunjukkan pola
hubungan diantara bagian-bagian atau posisi-posisi, yang menunjukkan
kedudukan, tugas dan wewenang, serta tanggung jawab yang berbeda-beda dalam
suatu organisasi. Pembentukan struktur organisasi dapat dengan melakukan
Struktur ditentukan atau dipengaruhi oleh badan usaha, jenis usaha,
besarnya usaha, dan sistem produksi perusahaan tersebut. Ada beberapa struktur
organisasi yang umum yaitu:
1. Organisasi Garis (Line Organization)
Organisasi garis adalah suatu bentuk struktur organisasi dimana kekuasaan
dan tanggung jawab diturunkan secara garis dari tingkat pimpinan atas kepada
tingkat bawahannya. Dalam bentuk organisasi seperti ini, tidak seorang bawahan
pun yang mempunyai atasan lebih dari satu orang, jadi kesimpang siuran perintah
yang diterima oleh bawahan sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi.
Pada struktur organisasi garis, prinsip unity of command atau kesatuan
dalam komando akan terpelihara dengan baik. Atasan hanya memerintah bawahan
tertentu dan bawahan akan memberikan laporan kepada atasan yang memberinya
perintah.
Kebaikan dari struktur organisasi ini adalah:
- organisasi ini sederhana sehingga sesuai dipakai untuk perusahaan kecil.
- Adanya Unity Of Command (kesatuan komando)
- Setiap pengambilan keputusan dapat dilaksanakan dengan cepat sebab jumlah
orang yang diajak berkonsultasi masih sedikit.
Kekurangan dari struktur organisasi ini adalah:
- Seluruh organisasi terlalu tergantung pada satu orang, sehingga kalau orang
itu tidak mampu, seluruh organisasi akan terancam hancur.
- Adanya kecendrungan seorang pemimpin bertindak otoriter.
2. Organisasi Fungsional
Dalam struktur organisasi fungsional, setiap petugas memiliki fungsi yang
telah ditentukan oleh pemimpin perusahaan. Jadi tugas dan tanggung jawab dalam
organisasi ini dibagi menurut fungsi masing-masing. Pimpinan tiap bidang berhak
memerintah kepada semua pelaksanaan yang menyangkut bidang kerjanya.
Petugas-petugas yang setingkat mempunyai wewenang dan tangung jawab yang
sama.
Kebaikan dari struktur organisasi ini adalah:
- Terdapat spesialisasi pekerjaan, sehingga menjamin keahlian setiap pejabat
pada bagian masing-masing.
- Daya kreasi para bawahan dapat lebih tidak terlalu mutlak, seperti halnya
pada organisasi garis.
- Adanya peraturan-peraturan kerja yang lebih baik.
Kekurangan dari struktur organisasi ini adalah:
- Koordinasi sulit diterapkan karena bawahan memiliki beberapa atasan.
- Proses pengambilan keputusan sering kali terlambat karena ditentukan oleh
top manajemen.
- Dituntut adanya karyawan yang benar-benar trampil dan menguasai
bidangnya, yang kadang-kadang sulit untuk diperoleh.
3. Organisasi Garis dan Staf
Organisasi garis dan staf paling banyak diterapkan karena dianggap paling
disebabkan karena penggabungan dari kebaikan organisasi garis dan fungsional,
yakni terdapat Prinsip Unity Of Command dan spesialisasi bidang pekerjaan.
Pimpinan tertinggi PT. Rolimex Kimia Nusa Mas cabang Medan adalah
Branch Manager. Struktur Organisasi perusahaan PT. Rolimex Kimia Nusa Mas
berbentuk struktur organisasi garis dan fungsional dimana pembagian tugas
dilakukan dalam bidang atau area pekerjaan yang ada dan sesuai fungsinya.
Organisasi garis dan fungsional disini berarti setiap bawahan/ karyawan
banyak mengenal beberapa atasan. Bawahan tersebut hanya menerima tugas,
tanggung jawab, wewenang serta haknya dari atasannya dan sesuai fungsinya.
2.4.1. Uraian Tugas Dan Tanggung Jawab
Wewenang dan tanggung jawab untuk masing-masing bagian sesuai
dengan struktur organisasi perusahaan, yakitu sebagai berikut:
1. Branch Manager
Bertanggung jawab kepada PT. Rolimex Kimia Nusa Mas cabang
Medan.
Tugas :
a. Menangani, memimpin dan menentukan kebijakan operasional sehari-hari
di dalam perusahaan.
b. Mengkoordinir tugas-tugas yang didelegasikan kepada tiap-tiap bagian
dan menjalin hubungan kerja yang baik dengan para karyawan
perusahaan agar terbentuk suasana kerja yang harmonis.
Wewenang :
a. Mengambil keputusan dan tindakan yang tepat demi kepentingan dan
kelangsungan jalannya perusahaan.
b. Mengembangkan mutu dan konsep perbaikan secara kontinu dan
2. Kepala Produksi
Bertanggung jawab kepada Branch Manager.
Tugas :
a. Mengawasi pengoperasian dan administrasi seluruh fasilitas pemerosesan
pupuk CIRP dan mempertahankan standard mutu produk.
b. Bertanggung jawab atas kelancaran proses produksi mulai dari bahan
baku dan hingga ke pengemasan produk.
Wewenang :
a. Ikut serta mengatur perencanaan produksi.
b. Turut dalam pemeriksaan intern mutu dan penilaian manajemen atas
mutu.
3. Kepala Maintenance
Bertanggung jawab kepada Branch Manager.
Tugas :
a. Bertanggung jawab atas, pemeliharaan dan perbaikan fasilitas pabrik.
b. Mengawasi persediaan suku cadang mesin dan peralatan.
c. Menjamin kelancaran operasi mesin secara menyeluruh.
Wewenang :
a. Mengatur rencana perbaikan kerusakan mesin dan peralatan produksi.
4. Kepala keamanan
Bertanggung jawab kepada Branch Manager
Bertanggung jawab atas seluruh keamanan baik dalam perusahaan
yakni kantor dan luar perusahaan.
Wewenang :
a. Memeriksa setiap orang yang ingin berurusan dengan pihak
perusaahaan.
b. Menerima dan menyampaikan pesan, surat ataupun berita yang diterima.
c. Mengatur antrian setiap truk pengangkut pupuk CIRP yang akan masuk
ke areal perusahaan.
5. Kepala Administrasi
Bertanggung jawab kepada Branch Manager.
Tugas :
a. Bertanggung jawab atas segala kebutuhan yang diperlukan dalam usaha
persiapan proses produksi.
b. Mendelegasikan tugas kepada staf administrasi dan divisi lainnya.
Wewenang :
a. Mengatur proses administrasi dalam proses pengiriman pupuk CIRP.
6. Bagian umum dan Personalia.
Bertanggung jawab kepada Branch Manager.
Tugas :
a. Menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan perburuhan.
b. Mengkoordinir kegiatan surat menyurat baik keluar maupun ke dalam
perusahaan.
a. Mengatur tata cara penerimaan, perekrutan dan latihan pendidikan
karyawan.
b. Penghubung dengan pihak luar perusahaan terutama mayarakat sekitar.
c. Mengadakan hubungan keluar dengan perusahaan lain dan instansi yang
menangani masalah tanaga kerja.
7. Kordinator Marketing
Bertanggung jawab kepada Branch Manager.
Tugas :
a. Mengawasi keamanan barang-barang dan kapal serta mengurus
dokumen-dokumen yang di perlukan.
b. Mengawasi transportasi pelabuhan dan gudang
c. Mencatat draft kapal dan penyusutan pupuk pada saat pembongkaran
Wewenang:
a. Mengevaluasi kinerja staf marketing pada setiap bulannya.
8. Kepala Gudang
Bertanggung jawab kepada Branch Manager
Tugas :
a. Mengawasi keamanan bahan baku dan bahan jadi yang ada di gudang.
Mencatat draft bahan baku yang masuk dari belawan. Mencatat draft produk
yang di pesan konsumen.
Wewenang:
a. Mengatur tata cara penerimaan bahan baku maupun bahan jadi.
9. Bagian Timbangan
Bertanggung jawab kepada Branch Manager.
Tugas :
a. Mencatat jumlah pupuk CIRP yang di pesan oleh konsumen.
b. Membuat draft untuk bagian gudang
Wewenang :
a. Mengatur tata cara ataupun urutan proses penimbangan pesanan konsumen.
2.4.2. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja
Kegiatan utama perekrutan tenaga kerja adalah penyusunan program
penerimaan tenaga kerja, seleksi dan penempatan. Dengan adanya program
rekrutmen ini diharapkan dapat memperoleh tenaga kerja yang dibutuhkan,
baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Kegiatan penerimaan dan penempatan tenaga kerja pada PT. Rolimex
Kimia Nusa Mas diatur sendiri oleh perusahaaan dengan terlebih dahulu
melihat situasi kegiatan yang ada apakah perusahaan memerlukan karyawan
atau tidak. Hal ini perlu diperhitungkan mengingat prinsip efektifitas dan
efisiensi yang diterapkan perusahaan. Umumnya tenaga kerja pada pt. Rolimex
kimia nusa mas adalah tenaga kerja lokal.
Posisi tenaga kerja lokal adalah tenaga kerja Indonesia yang
ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan skill masing-masing tenaga kerja,
seperti Mandor, Analis, Assistant, Karyawan (baik lapangan maupun kantor)
Jumlah tenaga kerja pada PT. Rolimex Kimia Nusa Mas sampai saat
ini berjumlah 92 orang dengan rincian Branch Manager 1 orang, buruh/
karyawan 39 orang, Staf berjumlah 12 orang, serta pekerja borongan 40 orang
yang terdiri dari pengisi pupuk 20 orang dan muat barang 20 oarang.
2.4.3. Jam Kerja
Ketentuan jam kerja di PT. Rolimex Kimia Nusa Mas, diatur menurut
aturan Shift. Jumlah jam kerja adalah 84 jam 1 minggu, dimana hari kerja
dalam 1 minggu adalah 6 hari kecuali hari libur dan hari besar.
Jadwal kerja dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Non Shift, ini berlaku untuk karayawan bagian umum dan
administrasi.
Dimana jam kerja :
Senin-Jumat, Pukul 07.30 – 15.30 (istirahat pukul 12.00 – 13.00).
Sabtu Pukul 07.30 – 15.30.
2. Shift, ini berlaku untuk bagian produksi, Ini dibagi dalam 2 Shift,
yakni :
- Shift I : Pukul 07.30 – 15.30.
- Shift II : Pukul 15.30 – 22.30.
Shift dihitung tiap 7 jam kerja normal, 1 jam istirahat. Pengaturan
pembagian kelompok dan giliran shift akan ditetapkan oleh kepala bagian
Untuk istirahat diatur secara bergiliran oleh mandor dari masing-masing
shift. Apabila keadaan mendesak dan memerlukan jam kerja yang melebihi
jam kerja normal maka perusahaan mengadakan waktu kerja lembur. Ini
dilakukan bila terjadi order yang belum dipenuhi dan belum memenuhi target
produksi. Untuk itu perusahaan akan memberikan upah lembur kepada
karyawan yang bekerja lembur.
2.4.4. Sistem Pengupahan
PT. Rolimex Kimia Nusa Mas memberikan kompensasi dan jaminan
sosial kepada semua pekerja berdasarkan status karyawan dalam perusahaan
yaitu :
a. Karyawan tetap, merupakan tenaga kerja yang diangkat menjadi
karyawan tetap melalui prosedur pengangkatan dan menerima gaji
bulanan.
b. Pekerja borongan, merupakan tenaga kerja yang dipekerjakan dan
dibayar secara harian tanpa melalui prosedur pengangkatan sebagai
karyawan tetap. Upah diberikan sesuai dengan hasil kerjanya dan
dibayar perhari.
2.4.5. Fasilitas
Fasilitas yang diberikan perusahaan PT. Rolimex Kimia Nusa Mas
a. Imbalan resmi (gaji) dan kompensasi tambahan yang diperoleh setiap
karyawan.
b. Upah lembur, yaitu upah yang diberikan apabila karyawan bekerja
melebihi jam kerja perusahaan yang telah ditentukan.
c. Insentif produksi, yaitu bonus kepada karyawan bila memenuhi target
produksi yang ditetapkan perusahaan.
d. Tunjangan jabatan, merupakan pelengkap gaji pokok mengingat
adanya pekerjaan yang memegang tanggung jawab serta tuntutan
khusus. Tunjangan ini biasanya diberikan untuk jabatan tingkat
Manajer dan kepala bagian.
e. Tunjangan hari raya.
f. Uang transport, hanya diberikan bagi karyawan tetap sebagai
tambahan untuk melancarkan produktivitas karyawan. Besarnya uang
transport disesuaikan dengan kedudukan karyawan dalam perusahaan.
Selain fasilitas diatas, perusahaan juga melakukan usaha-usaha untuk
meningkatkan kesejahteraan karyawannya seperti :
1. Diikutsertakan dalam keanggotaan Astek.
2. Jaminan hari tua atau uang pensiun.
3. Jaminan kecelakaan kerja, Jaminan ini dilakukan dengan cara
pemberian sumbangan yang diberikan oleh perusahaan.
2.5. Proses Produksi
PT. Rolimex Kimia Nusa Mas mempunyai standarisasi dalam
menghasilkan produk. Pengawasan mutu dilakukan terhadap proses produksi
yang ditujukan untuk menjaga kosistensi dari mutu produk. Produk bermutu dan
pelayanan merupakan usaha perusahaan dalam menjual produknya pada
konsumen. Keberhasilan perusahaan sangat bergantung dari seberapa jauh
perusahaan dapat mengetahui, Mengerti dan memahami permintaan pelanggan
tersebut. Dalam hal mutu pupuk yang baik telah ditetapkan ketentuan-ketentuan
standard bagi spesifikasi pupuk yaitu:
Kandungan hara P2O5 : 32 %
Berat bersih : 50 kg
Bentuk / warna : Padat Tepung / coklat muda.
Aturan Pakai : Di tabur kesekeliling lingkaran sesuai
dengan dosis yang ditentukan.
No Pendaftaran : P944/Deprant/IX/2004
Produksi : sesuai tanggal
Jaminan Mutu : 0040707 A
Masa edar : 2 tahun
No. SNI : 02/3776/9195
Standard mutu bahan atau produk dilakukan dengan menggunakan Cheker
Timbangan dan cheker produksi.
2.5.2. Bahan Yang Digunakan
Bahan baku yang digunakan ada dua jenis yaitu : CIRP yang langsung
diimpor dari Australia dan CIRPyang langsung di impor dari Mesir. Perbedaan
kualitas antara dua bahan baku ini tidak terlalu signifikan hanya terletak pada
warna. CIRP Australia memiliki warna coklat muda sedangkan CIRP Mesir
memiliki warna coklat lebih tua.
b. Bahan tambahan.
Yang dimaksud dengan bahan tambahan adalah bahan-bahan yang
dibutuhkan guna menyelesaikan suatu produk atau suatu bahan yang ditambahkan
pada produk dimana keberadaannya tidak mengurangi nilai dari suatu produk
tersebut tetapi menambah nilai dari produk
1. Karung Luar (Outer bag).
- Bahan Baku : Poly Propylena
- Density : 10 x 10 tape/inchi
- Panjang : 99 cm (Min)
- Lebar : 59 cm (Min)
- Lebar Lipatan Bawah : 2,5 mm (min)
- Jarak Jahitan dari Bawah : 1 cm
- Panjang ekor Benang : 2,5 s/d 4 cm
- Jarak Rajutan : 3 s/d stitch/inchi
2. Karung Dalam (Inner Bag)
- Lebar : 62 cm
- Lebar Seal : 2 mm
- Jarak Seal dari tepi Bawah : 1 cm
3. Benang
- Bahan : PP Multi Filamet
- Type : Zucros
- Dinier : 1250
- Number of Filament : 148
- Twist : 101
2.5.3. Uraian Proses
PT. Rolimex Kimia Nusa Mas bergerak dalam bidang pengantongan
pupuk butiran. Pengolahan yang dilakukan di PT. Rolimex Kimia Nusa Mas
hanya untuk jenis pupuk CIRP (Chrismas Island Rock Phospate).
Dilihat dari system kerja (pengoperasian), proses produksinya dapat
dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:
1. Pembongkaran pupuk butiran (Unloading)
Di sini dilakukan proses pembongkaran pupuk butiran, dimana pupuk
butiran CIRP berasal dari pusat produksi Australia dan Mesir yang dibongkar dari
Pada umumnya pembongkaran dilakukan oleh kontaktor yang ditunjuk
oleh PT. Rolimex Kimia Nusa Mas. Pembongkaran pupuk butiran dilakukan
dengan menggunakan alat tertentu yaitu grade yang di gerakkan dengan
electromotor. Perlengkapan yang digunakan antara lain yaitu:
1. Grade
2. Electromotor.
Pupuk butiran yang berada di palka kapal yang diangkat seara bergantian
dengan mengggunakan grade yang kemudian langsung diarahkan pada bak truk
dengan bantuan electromotor sebagai alat pengankut pupuk butiran menuju
pabrik.
Pupuk yang telah di muat ke dalam truk diangkat kegudang penumpukan,
sebelum dilakukan penumpukan ke gudang, truk dan muatannya di timbang
dengan menggunakan timbangan digital dengan control display yang telah diatur
oleh program komputer. Demikian seterusnya sehingga selesainya pembongkaran
dilaksanakan. Banyak kesulitan yang timbul pada saat pembongkaran pupuk
butiran dengan truk, yaitu areal penumpukan diperlukan luas, karena pupuk tidak
dapat di tumpuk tinggi, untuk menghindari kotoran dan penghematan tempat
maka pupuk curah di dorong dengan menggunakan wheel loader.
Pembongkaran pupuk dengan truk, untuk kapal yang berkapasitas 12.000
ton, dapat dibongkar kurang lebih selama 5-6 hari.
2. Pencampuran Pupuk
Bahan baku untuk pupuk jenis CIRP yang di keluarkan PT, Rolimex
Proses pencampuran dilakukan dengan menggunakan mesin mixer. Proses
pencampuran ini diawali dengan persiapan mesin secara otomatis siap untuk
digunakan dan biasanya melakukan setup selama 15 menit. Pupuk jenis CIRP
Australia di masukkan terlebih dahulu kedalam hopper menggunakan wheel
loader kemudian pupuk tersebut di bawa screw menuju bucked elevator ke bin
pencampuran 1 selang tiga menit pupuk jenis CIRP mesir dimasukan kedalam
hopper menggunakan wheel loader kemudian pupuk tersebut dibawa screw
menuju bucket elevator ke bin pencampugran 2. secara bergantian tombol bin
pencampuran dibuka, sehingga pupuk masuk ke mesin mixer. Setelah selesai
pupuk akan jatuh ke bin over , kemudian pupuk dibawa ke bin penampungan atas
menggunakan screw untuk diproses lebih lanjut ke mesin hammer mill.
3. Proses Penggilingan
Proses penggilingan butiran pupuk CIRP dilakukan dengan menggunakan
mesin hummer mill.
Pupuk butiran yang telah dicampur secara perlahan akan turun menuju
hopper HM1 melalui pipa yang berdiameter 20 cm yang berada pada bin
penampungan atas pada mesin mixer. Setelah hopper HM1 penuh, pupuk butiran
pada hoper akan diangkat menggunakan bucked elevator menuju mesin HM1
untuk dilakukan penggilingan pada mesin hummer mill. Dalam waktu beberapa
menit butiran pupuk akan tergiling halus sehingga dapat melewati saringan
(screen) dengan ukuran 60 mesh. Kemudian pupuk dibawah oleh screw ke bin
pipa tersebut akan diarahkan ke hopper HM2 yang proses produksinya sama
dengan HM1.
4. Pengantongan Pupuk
Sistem pengantongan pupuk dengan menggunakan mesin pengantongan,
diperlukan peralatan sebagai berikut:
- Timbangan (Weigth scale)
- Karung
- Mesin Jahit
- Benang
Pengantongan pupuk dilakukan setelah proses penghalusan. Pupuk yang
berada pada bin penampungan HM1 dan HM2 yang berbentuk kerucut, pada
bagian bawah bin terdapat lubang yang berdiameter 20 cm yang dilengkapi
dengan katup dan tuas yang berfungsi sebagai pengaturan buka tutup yang
dilakukan secara manual, sehingga pupuk akan turun secara perlahan dengan
mengatur bukaan tuas secara manual oleh operator.
Alat penampung ini disebut Weigth scale, karena alat ini dilengkapi
dengan timbangan. Pupuk akan ditampung dengan karung yang telah di siapkan
diatasnya, pada saat bersamaan penimbangan pupuk dalam karung dilakukan
untuk menentukan berat isi karung yang diinginkan.
Pupuk yang telah dikantongi di bawa ke mesin jahit untuk dijahit, dan
kemudian dibawah secara manual untuk penumpukan keatas palet. Penyusunan
pupuk diatas palet dilakukan dengan cara manual dan tiap-tiap palet disusun 30
5. Penumpukan
Penumpukan pupuk yang telah selesai dikantongi dan disusun diatas palet,
diangkut dengan forklift ke tempat penumpukan (bag storage). Punumpukan ini
dikerjakan oleh buruh yang bekerja secara borongan dilaksanakan oleh kontraktor
(pemborong) yang ditunjuk pihak PT. Rolimex Kimia Nusa Mas, yang
melaksanakan pekerjaan penumpukan pada saat ini.
Pembongkaran
Penumpukan Pengantongan
[image:38.595.269.385.279.423.2]Penggilingan Pencampuran
Gambar 3.1. Uraian proses produksi pengantongan pupuk 2.5.4. Mesin Dan Peralatan
2.5.4.1. Mesin Produksi
Berdasarkan proses produksi pupuk CIRP pada PT. Rolimex Kimia Nusa
Mas, mesin yang dipergunakan dapat dilihat pada lampiran 1.
2.5.4.2. Peralatan
Peralatan yang digunakan merupakan alat bantu dalam melancarkan
proses produksi mulai dari pengadaan bahan baku hingga penyimpanan
produk jadi untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2.
Untuk mendukung proses produksi, dibutuhkan unit-unit pendukung.
Adapun unit-unit pendukung tersebut sebagai berikut :
1. Sumber Listrik.
PT. Rolimex Kimia Nusa Mas bersumber dari Perusahaan Listirk
Negara (PLN) dan generator. Sumber Listrik dari PLN digunakan dalam
kegiatan proses produksi, seperti menjalankan mesin mixer, menyediakan
arus listrik pada mesin-mesin produksi dan fasilitas produksi lainnya. Selain
itu listrik PLN digunakan juga sebagai sumber penerangan pada :
a. Area kerja.
b. Kantor-kantor.
c. Perumahan staff karyawan yang terletak dekat lokasi pabrik.
2. Air.
Pemakaian air untuk proses pengolahan di Pabrik tidak ada. Sehingga
pendirian pabrik juga tidak dipengaruhi sumber dan potensi air di areal pabrik.
Adapun penggunaan air pada pabrik adalah untuk :
a. Sebagai bahan tambahan dan pencuci peralatan di Bengkel.
b. Sebagai bahan pendingin, pencuci dan perawatan instalansi peralatan dan
mesin-mesin setiap melakukan maintenance.
Selain untuk keperluan pabrik, air juga digunakan untuk kebutuhan
air karyawan perusahaan terutama pada kamar mandi. Sumber air di PT.
Rolimex Kimia Nusa Mas bersumber sumur bor dan PDAM.
Peralatan bengkel dalam kelancaran proses produksi sangat penting
menyangkut tingkat produktifitas produksi maupun karyawan serta
meminimumkan biaya- biaya yang seharusnya dapat diperkecil dalam upaya
melakukan pemeliharaan mesin dan peralatan. Adapun peralatan yang tersedia
adalah:
a. Mesin Las Listrik
b. Mesin Las Blender
c. Grinda potong
d. Ragum
e. Elektroda
f. Jangka sorong
g. Meteran
h. Martil
i. Kunci pas dan ring
j. Peralatan kunci pendukung lainnya.
Bengkel merupakan bengkel khusus yang disediakan oleh perusahaan
dalam rangka pemeliharaan, perawatan dan perbaikan alat-alat transportasi
yang sangat dibutuhkan dalam kelancaran proses produksi. Adapun alat-alat
transportasi yang banyak digunakan adalah :
- Dump Truck.
- Forklift.
Agar proses produksi berjalan lancar maka perlu adanya
pemeliharaan dan perbaikan terhadap kerusakan-kerusakan yang terjadi pada
mesin, peralatan dan fasilitas produksi atau kantor. Untuk itu maka
perusahaan dilengkapi beberapa bengkel dengan tujuan perawatan korektif
peralatan dan fasilitas produksi.
4. Laboaratorium
Laboratorium di PT. Rolimex Kimia Nusa Mas langsung ditangani oleh
bagian Quality Control Department di BLPP Medan, yang mempunyai
peranan sangat penting dalam menunjang mutu produk yang dihasilkan oleh
pabrik. Dengan adanya Laboratorium, maka dapat diadakan analisa yang
teliti terhadap hal-hal yang berhubungan dengan mutu produk.
Hasil analisa di informasikan ke bagian produksi sehingga dapat
diketahui apakah mutu produk yang dihasilkan makin buruk atau makin
baik. Dengan adanya informasi yang diterima maka bagian produksi dapat
mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan agar mutu produk tetap baik
sehingga kerugian-kerugian yang terjadi dapat dihindarkan.
5. Limbah
PT. Rolimex Kimia Nusa Mas tidak memiliki Limbah dari hasil proses
produksi.
2.5.6. Safety & Fire Protection
PT. Rolimex Kimia Nusa Mas merupakan sebuah perusahaan yang
amat memperhatikan keselamatan kerja. Keselamatan kerja merupakan sarana
oleh kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja dapat mengakibatkan
hambatan-hambatan yang sekaligus juga merupakan kerugian secara tidak langsung
seperti kerusakan mesin dan peralatan kerja, terhentinya proses produksi
beberapa saat dan hal ini dapat menyebabkan tingginya biaya produksi.
Salah satu untuk memperkecil biaya produksi adalah menggunakan
mesin-mesin yang dilengkapi alat pelindung guna memperkecil akibat yang
ditimbulkan mesin jika terjadi kecelakaan. Masalah keselamatan kerja harus
benar-benar diperhatikan pada saat perancangan dan bukan baru difikirkan
kemudian setelah pabrik didirikan.
Namun sekalipun pabrik sudah beroperasi, perecanaan tetap penting
untuk mencapai standard keselamatan kerja yang tinggi. Terdapat beberapa
prinsip dalam perencanaan keselamatan dan efisiensi produksi yaitu :
1. Ciptakan keadaan yang aman untuk berjalan di lantai produksi,
tangga-tangga, tempat dan daerah kerja, lorong-lorong dan
sebagainya.
2. Sediakan lantai yang cukup bagi mesin dan peralatan.
3. Upayakan pencapaian seaman mungkin ke setiap tempat yang
menjadi tujuan tenaga kerja.
4. Fasilitas transport yang harus di sertai perlengkapan keselamatan.
5. Mengisolasi daerah-daerah yang berbahaya.
6. Tersedianya alat-alat pemadam kebakaran yang memadai pada
Cara untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja adalah dengan
menggunakan peralatan pelindung diri pada jenis pekerjaan di lapangan.
Alat-alat pelindung diri meliputi :
- Kaca mata biasa dan kaca mata khusus bagi pekerja yang ada di
Engineering Department, Khususnya bagian pengelasan.
- Pelindung telinga khusus digunakan bagi pekerja yang mendapatkan
kebisingan dari mesin-mesin dan peralatan produksi.
- Sepatu pengaman berupa sepatu bots untuk melindungi pekerja dari
kecelakaan yang disebabkan oleh benda berat, paku atau benda
tajam, lantai kerja yang licin dan sebagainya.
- Sarung tangan khusus untuk melindungi tangan si pekerja dari
tusukan, sayatan, terkena benda panas, bahan kimia, aliran listirk dan
sebagainya. Ini banyak digunakan di bagian Pengelasan.
- Pelindung pernafasan berupa masker khusus untuk melindungi pekerja
dari terhirupnya zat-zat kimia di bagian produksi.
Khusus untuk Fire Protection, perusahaan menyediakan alat
pemadam pada tempat-tempat yang rawan kebakaran. Untuk pengamanan
arus listrik maka saklar-saklar harus ditempatkan pada posisi yang mudah
dijangkau dan tertutup, sekring harus pada panel tertutup, kabel listrik harus
dipasang yang bagus agar tidak terjadi korslet antar kabel dan putuskan
listrik bila terjadi hal-hal yang membahayakan keselamatan pekerja.
Proses produksi pada PT. Rolimex Kimia Nusa Mas menghasilkan dua
jenis limbah yaitu :
1. Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan oleh PT. Rolimex Kimia Nusa Mas adalah debu
yang memiliki partikel-partikel yang sangat kecil sehingga beterbangan
menggau system pencahayaan dan pernapasan diruangan produksi terhadap
karyawan yang bekerja pada stasiun tersebut
Saat ini untuk penanggulangan limbah tersebut perusahaan hanya melakukan
pemberian masker kepada karyawan yang sedang melakukan pekerjaan di
stasiun tersebut dan menambah pencahayaan di ruangan untuk menambah
penerangan diruangan tersebut.
2.6.Daerah Pemasaran
Jenis pupuk yang dihasilkan merupakan jenis produk untuk tujuan
ekspor, dimana PT. Rolimex Kimia Nusa Mas adalah tempat untuk proses
pengolahan pupuk CIRP (Crismes Island Rock Phosphate) dan negara tujuan
ekspor yang utama adalah Malysia. Sedangkan daerah pemasaran di dalam
Negara Indonesia sendiri adalah daerah Medan tepatnya seperti perkebunan
London sumatera, perkebunan Torganda dan perkebunan-perkebunan sawit milik
pribadi yang berukuran sangat luas seperti di daerah Rantau Perapat, perkebunan
di daerah Pekan baru,perkebunan di daerah Palembang, perkebunan di daerah
2.7. Dampak Sosial Ekonomi Terhadap Lingkungan
Pertumbuhan industri pada suatu daerah tentunya akan memberikan
berbagai dampak pada lingkungan sekitarnya, demikian juga halnya dengan
perusahaan ini. Dengan adanya perusahaan akan mengurangi tingkat
pengangguran karena perusahaan ini menyerap tenaga kerja sekitar perusahaan.
Tenaga kerja yang terdapat di PT Rolimex kimia Nusa Mas untuk level menengah
ke bawah banyak diisi oleh penduduk setempat. Sedangkan level menengah ke
atas yang lebih membutuhkan keahlian dan keterampilan sebahagian besar
didominasi oleh pihak asing yaitu Jepang.
Keberadaan perusahaan ini juga memberikan dampak positif terhadap
tingkat perekonomian masyarakat sekitar dengan cara membuka tempat-tempat
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1. Biaya
Biaya adalah harga yang digunakan atau dikorbankan dalam rangka
memperoleh penghasilan (revenue) dan akan dipakai sebagai pengurang
penghasilan. Pada awal timbulnya akuntansi biaya mula-mula hanya ditujukan
untuk penentuan harga pokok produk atau jasa yang dihasilkan, akan tetapi
dengan semakin pentingnya biaya non produksi, yaitu biaya pemasaran dan
administrasi umum, akuntansi biaya saat ini ditujukan untuk menyajikan
informasi biaya bagi manjemen baik biaya produksi maupun biaya non produksi.
1
1. Penggolongan biaya berdasarkan tendensi perubahan terhadap kegiatan Biaya dapat digolongkan ke dalam beberapa bagian :
- Biaya tetap (fixed cost), yaitu biaya yang jumlahnya tetap konstan, tidak
dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan atau aktivitas sampai dengan
tingkatan tertentu.
- Biaya variabel (variable cost), yaitu biaya yang jumlah totalnya akan
berubah secara sebanding dengan perubahan volume kegiatan, semakin
besar volume semakin tinggi jumlah total biaya variabel dan sebaliknya.
2. Penggolongan biaya berdasarkan objek atau pusat biaya yang dibiayai
- Biaya langsung (Direct cost), yaitu biaya terjadinya atau manfaatnya dapat
diidentifikasikan secara langsung pada objek atau pusat biaya tertentu.
- Biaya tidak langsung (Indirect cost), yaitu biaya yang terjadi tidak dapat
diidentifikasikan pada objek atau pusat biaya tetentu, atau biaya yang
manfaatnya dinikmati oleh beberapa objek atau pusat biaya.
3. Penggolongan biaya berdasarkan fungsi
- Biaya produksi, yaitu semua biaya yang berhubungan dengan fungsi
produksi atau kegiatan pengolahan bahan baku menjadi produk jadi. Yang
termasuk dalam biaya produksi adalah :
a. Biaya bahan baku
b. Biaya tenaga kerja
c. Biaya overhead pabrik
- Biaya administrasi dan umum, yaitu semua biaya yang berhubungan
dengan fungsi administrasi dan umum, yang terjadi dalam rangka
penentuan kebijaksanaan, pengarahan, dan pengawasan kegiatan
perusahaan secara keseluruhan.
- Biaya pemasaran, yaitu biaya dalam rangka penjualan produk jadi sampai
dengan pengumpulan piutang menjadi kas. Biaya ini meliputi fungsi
penjualan, penggudangan produk jadi, dan pengiriman.
3.2. Sistem Biaya Tradisional (Traditional Costing)
2
2 Tunggal, Amin W., Activity Based Costing: Suatu Pengantar, Rineka Cipta, Jakarta, 1992. Hal
Dalam sistem biaya secara tradisional dapat dilihat bahwa biaya-biaya
yang terlibat biasanya hanya biaya langsung saja, yaitu biaya tenaga kerja dan
yang bisa digolongkan kedalam biaya langsung. Biaya-biaya tersebut seperti biaya
perawatan, dan lain sebagainya. Sistem biaya tradisional akan membebankan
biaya tidak langsung kepada basis alokasi yang tidak representatrif. Pada sistem
biaya tradisional, dalam mengalokasikan biaya pabrik tidak langsung ke unit
produksi, tetapi ditempuh dengan cara sebagai berikut :
1. Dilakukan alokasi biaya ke seluruh unit organisasi yang ada.
2. Biaya unit organisasi dialokasikan lagi ke setiap unit produksi. Unsur- unsur
biaya bersama dialokasikan secara proporsional dengan menggunakan suatu
basis pembebanan atau faktor pembanding yang sesuai, sedangkan
unsur-unsur biaya lainnya dialokasikan secara langsung sesuai dengan perhitungan
langsungnya masing-masing.
Basis pembebanan atau faktor pembanding yang digunakan diantaranya :
- Jumlah unit produksi
- Jam tenaga kerja langsung
- Biaya tenaga kerja langsung
- Biaya material langsung
Pada perusahaan industri yang menghasilkan beberapa jenis produk,
biasanya terjadi berbagai jenis unsur biaya gabungan yang harus dialokasikan ke
setiap produk gabungan yang bersangkutan pada titik pisahnya masing-masing.
Ada beberapa metode alokasi biaya secara tradisional yang biasa
1. Metode nilai jual
Biaya produksi gabungan dialokasikan ke setiap produk gabungan yang
bersangkutan secara proporsional, sesuai dengan persentase (kontribusi) nilai
jualnya masing-masing.
2. Metode jumlah fisik
Biaya produksi gabungan dialokasikan ke setiap produk gabungan yang
bersangkutan sesuai dengan persentase jumlah fisiknya masing-masing.
3.3. Definisi Activity-Based Costing (ABC)
3
1. Wayne J. Morse, James R. Davis dan A. L. Hartgraves (1991)
Activity-Based Costing telah dikembangkan pada organisasi sebagai suatu
solusi untuk masalah-masalah yang tidak dapat diselesaikan dengan baik oleh
sistem biaya tradisional. Beberapa ahli manajemen biaya memberikan definisi
mengenai sistem biaya Activity-Based Costing sebagai berikut:
Activity-Based Costing merupakan sistem pengalokasian dan pengalokasian kembali biaya ke objek biaya dengan dasar aktivitas yang
menyebabkan biaya. Sistem ABC ini didasarkan pada pemikiran bahwa aktivitas
penyebab biaya dan biaya aktivitas harus dialokasikan ke objek biaya dengan
dasar aktivitas biaya tersebut dikonsumsikan. Sistem ABC ini menelusuri biaya ke
3
Tunggal, Amin W., Activity Based Costing: Suatu Pengantar, Rineka Cipta, Jakarta, 1992. Hal
produk sebagai dasar aktivitas yang digunakan untuk menghasilkan produk
tersebut.
2. Ray H. Garissson (1991)
Activity-Based Costing (ABC) merupakan suatu metode kalkulasi biaya
yang menciptakan suatu kelompok biaya untuk setiap kejadian atau transaksi
(aktivitas) dalam suatu organisasi yang berlaku sebagai pemicu biaya. Biaya
overhead kemudian dialokasikan ke produk dan jasa dengan dasar jumlah dari
kejadian atau transaksi produk atau jasa yang dihasilkan tersebut.
3. Douglas T. Hicks (1992)
Activity-Based Costing merupakan suatu konsep akuntansi biaya yang
berdasarkan atas pemikiran bahwa produk mengkonsumsi aktivitas dan aktivitas
yang menimbulkan biaya. Dalam sistem biaya ABC ini dirancang sedemikian
rupa sehingga setiap biaya yang tidak dapat dialokasikan secara langsung kepada
produk dibebankan kepada produk berdasarkan aktivitas dan biaya dari setiap
aktivitas kemudian dibebankan kepada produk berdasarkan konsumsi
masing-masing aktivitas tersebut.
4. L. Gayle Rayburn (1993)
Activity-Based Costing merupakan suatu sistem yang mengakui bahwa
pelaksanaan aktivitas menimbulkan konsumsi sumber daya yang dicatat sebagai
biaya, atau dengan kata lain bahwa sistem biaya ABC tersebut adalah merupakan
pendekatan kalkulasi biaya yang berbasis pada transaksi. Sistem biaya ABC itu
dalam suatu organisasi, dan kemudian mengalokasikan biaya tersebut secara tepat
ke produk sesuai dengan pemakaian aktivitas setiap produk.
5. Charles T. Horngren, Gary L. Sundem dan William O. Stratton (1996)
Activity-Based Costing merupakan suatu sistem yang merupakan
pendekatan kalkulasi biaya yang memfokuskan pada aktivitas sebagai objek biaya
yang fundamental. Sistem ABC ini menggunakan biaya dari aktivitas tersebut
sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya ke objek biaya yang lain seperti
produk, jasa atau pelanggan.
6. Michael W. Maher (1996)
Activity-Based Costing merupakan suatu metode kalkulasi biaya yang
membebankan biaya pertama pada aktivitas, lalu pada produk berdasarkan
penggunaan aktivitas oleh setiap produk. Kalkulasi biaya berdasarkan kegiatan ini
didasarkan pada konsep “produk mengkonsumsi kegiatan dan kegiatan
mengkonsumsi sumber daya”.
3.4. Manfaat dan Keunggulan dari Metode Activity-Based Costing 3.4.1. Manfaat Dari Sistem Activity-Based Costing (ABC)
4
1. Suatu pengkajian sistem biaya ABC dapat meyakinkan pihak manajemen
bahwa mereka harus mengambil sejumlah langkah untuk menjadi lebih Manfaat sistem biaya Activity-Based Costing (ABC) bagi pihak
manajemen perusahaan adalah :
4
Tunggal, Amin W., Activity Based Costing: Suatu Pengantar, Rineka Cipta, Jakarta, 1992. Hal
kompetitif. Sebagai hasilnya, mereka dapat berusaha untuk meningkatkan
mutu sambil secara simultan fokus pada pengurangan biaya yang
memungkinkan. Analisis biaya ini dapat menyoroti bagaimana benar-benar
mahalnya proses manufakturing, hal ini pada gilirannya dapat memacu
aktivitas untuk mengorganisasi proses, memperbaiki mutu, dan mengurangi
biaya.
2. Pihak manajemen akan berada dalam suatu posisi untuk melakukan penawaran
kompetitif yang lebih wajar.
3. Sistem biaya ABC dapat membantu dalam pengambilan keputusan
(management decision making) membuat-membeli yang manajemen harus
lakukan, disamping itu dengan penentuan biaya yang lebih akurat maka maka
keputusan yang akan diambil oleh phak manajemen akan lebih baik dan tepat.
Hal ini didasarkan bahwa dengan akurasi perhitungan biaya produk yang
menjadi sangat penting dalam iklim kompetisi dewasa ini.
4. Mendukung perbaikan yang berkesinambungan (continuous improvement),
melalui analisa aktivitas, sistem ABC memungkinkan tindakan eleminasi atau
perbaikan terhadap aktivitas yang tidak bernilai tambah atau kurang efisien.
Hal ini berkaitan erat dengan masalah produktivitas perusahaan.
5. Memudahkan penentuan biaya-biaya yang kurang relevan (cost reduction),
pada sistem tradisional banyak biaya-biaya yang kurang relevan yang
tersembunyi. Sistem ABC yang transparan menyebabkan sumber-sumber
6. Dengan analisis biaya yang diperbaiki, pihak manajemen dapat melakukan
analisis yang lebih akurat mengenai volume produksi yang diperlukan untuk
mencapai impas (break even) atas produk yang bervolume rendah.
3.4.2. Keunggulan dari Sistem Biaya Activity-Based Costing (ABC)
Beberapa keunggulan dari sistem biaya Activity Based Costing (ABC)
dalam penentuan biaya produksi adalah sebagai berikut :
1. Biaya produk yang lebih realistik, khususnya pada industri manufaktur
teknologi tinggi dimana biaya overhead adalah merupakan proporsi yang
signifikan dari total biaya.
2. Semakin banyak overhead dapat ditelusuri ke produk. Dalam pabrik yang
modern, terdapat sejumlah aktivitas non lantai pabrik yang berkembang.
Analisis sistem biaya ABC itu sendiri memberi perhatian pada semua aktivitas
sehingga biaya aktivitas yang non lantai pabrik dapat ditelusuri.
3. Sistem biaya ABC mengakui bahwa aktivitaslah yang menyebabkan biaya
(activities cause cost) bukanlah produk, dan produklah yang mengkonsumsi
aktivitas.
4. Sistem biaya ABC memfokuskan perhatian pada sifat riil dari perilaku biaya
dan membantu dalam mengurangi biaya dan mengidentifikasi aktivitas yang
tidak menambah nilai terhadap produk.
5. Sistem biaya ABC mengakui kompleksitas dari diversitas produksi yang
banyak dari pemacu biaya tersebut adalah berbasis transaksi
(transaction-based) dari pada berbasis volume produk.
6. Sistem biaya ABC memberikan suatu indikasi yang dapat diandalkan dari
biaya produk variabel jangka panjang (long run variabel product cost) yang
relevan terhadap pengambilan keputusan yang strategik.
7. Sistem biaya ABC cukup fleksibel untuk menelusuri biaya ke proses,
pelanggan, area tanggung jawab manajerial, dan juga biaya produk.
3.5. Perbandingan Activity-Based Costing dengan Biaya Tradisional
Suatu temuan yang konsisten dari buku akuntansi biaya tradisional adalah
ketidaktepatan dalam menggunakan informasi biaya untuk menjalankan suatu
pabrik manufakturing. Hal ini berbeda dengan sistem biaya ABC yang
memberikan informasi biaya yang lebih akurat. Sistem biaya ABC menelusuri
biaya produksi tidak langsung setiap unit, batch, lintasan produk, dan seluruh
fasilitas berdasarkan aktifitas tiap level. Metode penentuan biaya ini menghasilkan
biaya akhir produk yang lebih akurat dan lebih realistis.
3.6. Dasar-dasar Activity-Based Costing
Dalam sistem biaya Activity Based Costing (ABC), produk diartikan
sebagai barang atau jasa yang berusaha dijual oleh perusahaan, termasuk
pelayanan kesehatan, asuransi, pinjaman bank, pelayanan konsultasi, bensin,
bioskop, roti, dan lain-lain. Semua produk tersebut diatas dihasilkan melalui
Biaya yang tidak dapat didistribusikan secara langsung pada produk akan
dibebankan pada aktivitas yang menyebabkan biaya tersebut timbul. Biaya untuk
tiap aktivitas ini kemudian dibebankan pada produk yang bersangkutan.
[image:55.595.269.377.236.417.2]Hubungan untuk mengalokasikan biaya ke produk dinyatakan dalam Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Model Dasar Activity-Based Costing
Dasar-dasar sistem biaya ABC ini mencakup biaya produksi tidak
langsung, aktivitas, tujuan biaya (cost objective), pemicu biaya (cost driver),
kelompok biaya (cost pool) dan prosedur pembebanan biaya dua tahap.
3.6.1. Biaya Produksi Tidak Langsung (Factory Overhead Cost)
“Biaya overhead produksi (factory overhead cost) dapat didefinisikan
sebagai biaya dari bahan atau material tidak langsung, tenaga kerja tidak
langsung, dan semua biaya produksi yang tidak dapat dibebankan langsung
kepada produk. Jadi dengan kata lain biaya overhead produksi ini meliputi seluruh
biaya produksi kecuali biaya material langsung dan biaya tenaga kerja langsung”.
Sumber Daya
Aktivitas
5
1. Biaya bahan pembantu (indirect material),
Biaya overhead produksi tidak dapat diidentifikasikan secara langsung
kepada produk yang menggunakannya atau mengkonsumsinya. Ini berbeda
dengan biaya produksi langsung yang dapat diidentifikasikan secara langsung
kepada produk yang mengkonsumsinya.
Biaya overhead produksi umumnya dikonsumsi oleh lebih dari satu
departemen produksi. Oleh karena itu diperlukan suatu prosedur distribusi biaya
untuk membebankan biaya overhead produksi ini kepada tiap-tiap departemen
ataupun produk yang mengkonsumsinya. Secara garis besar, biaya overhead
produksi dapat digolongkan sebagai berikut:
Biaya bahan pembantu merupakan biaya bahan yang diperlukan dalam proses
pembuatan produksi, tetapi bukan biaya bahan baku (bahan langsung). Bahan
pembantu ini akhirnya juga menjadi bagian produk, tetapi memiliki nilai yang
kecil.
2. Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung (Indirect Labor)
Biaya tenaga kerja tidak langsung merupakan biaya tenaga kerja yang tidak
dapat diidentifikasikan secara langsung kepada produk. Misalnya adalah biaya
gaji supervisor, quality control, tenaga kerja administrasi dan pekerja yang
bertugas dalam kerja pemeliharaan yang secara tidak langsung berkaitan
dengan produksi.
3. Biaya Reparasi dan Pemeliharaan (Repair and Maintenance)
Biaya reparasi dan pemeliharaan yaitu biaya yang dikeluarkan untuk aktivitas
reparasi dan pemeliharaan mesin/peralatan, serta pemakaian suku cadang.
Terkadang biaya suku cadang dipisahkan dari biaya reparasi dan
pemeliharaan.
4. Biaya Penyusutan dan Depresiasi, Misalnya adalah biaya penyusutan mesin,
peralatan dan kendaraan.
5. Biaya Utilitas, Misalnya adalah biaya penggunaan air, dan listrik.
Sejalan dengan perkembangan teknologi pada proses produksi, biaya
overhead produksi juga semakin meningkat. Saat ini perusahaan-perusahaan
cenderung beralih dari padat karya menjadi padat modal. Tenaga kerja tidak lagi
menjadi aktivitas penambah nilai yang utama pada proses produksi, karena
penggunaan teknologi (mesin, komputer, dan lainnya) akan mengambil alih posisi
dari tenaga kerja manusia. Peralihan inilah yang menyebabkan persentase biaya
overhead produksi naik secara signifikan
Penggunaan sistem biaya tradisional dalam membebankan biaya overhead
akan menjadi tidak relevan lagi, karena sistem ini menggunakan satu atau dua
pemacu biaya yang berbasis unit (unit based cost drivers) sebagai dasar
pembebanan biaya. Menggunakan satu atau dua pemacu biaya berbasis unit untuk
membebankan semua biaya overhead produksi akan menciptakan biaya produksi
yang terdistorsi.
Distorsi yang terjadi adalah berupa subsidi silang (cross subsidy) antar
produk, hal ini akan membuat situasi dimana satu produk akan mengalami
biaya (under costing).Tingkat distorsi yang terjadi tergantung pada proporsi biaya
overhead produksi terhadap biaya produksi total. Semakin besar proporsinya
semakin besar pula distorsi yang terjadi dan demikian juga sebaliknya. Hal inilah
yang melandasi dikembangkannya sistem biaya Activity-Based Costing (ABC).
Adapun penentuan biaya overhead produksi dengan sistem tradisional
dapat dilihat pada Gambar 3.2, sedangkan penentuan biaya overhead produksi
dengan sistem biaya Activity-Based Costing (ABC) dapat dilihat pada Gambar
3.3.
OVERHEAD
text text text
text text text
Biaya Langsung
Absorbsi pada Tenaga Kerja
Biaya Produksi
Tarif Absorbsi ovehead Berdasarkan
volume
[image:58.595.122.499.332.595.2]Produk
OVERHEAD
text text text
text text text
Biaya Langsung
Biaya ditelusuri ke konsumsi pemacu
Aktivitas
Tarif Pemacu
[image:59.595.123.491.110.370.2]Produk
Gambar III.3. Penentuan Biaya Overhead dengan Metode Activity-Based Costing
Kelompok Biaya
Biaya Aktivitas
Sistem biaya tradisional mengutamakan satu atau dua pemicu biaya yang
berbasis unit sebagai pembeban biaya sehingga menciptakan biaya produk yang
terdistorsi. Distorsi yang terjadi berupa subsidi silang (cross subsidy) antar
produk, satu produk mengalami kelebihan biaya (overcosting) dan produk lainnya
mengalami kekurangan biaya (undercosting). Tingkat distorsi yang terjadi
tergantung pada proporsi biaya overhead terhadap biaya produksi total. Semakin
besar proporsinya, semakin besar distorsi yang terjadi demikian juga sebaliknya.
Hal inilah yang melandasi dikembangkannya sistem Activity-Based Costing
(ABC).