SKRIPSI
PEMIKIRAN POLITIK H.O.S TJOKROAMINOTO
TENTANG
”NASIONALISME DAN SOSIALISME YANG
BERDASARKAN ISLAM”
DISUSUN OLEH :
050906027
ROBY ISKANDAR POHAN
Dosen Pembimbing : Warjio SS, MA
Dosen Pembaca : Indra Fauzan SHI, M.Soc, SC
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAKSI
Judul : Pemikiran Politik H.O.S Tjokroaminoto Tentang Nasionalisme dan Sosialisme Yang Berdasarkan Islam
NAMA : ROBY ISKANDAR POHAN
NIM : 050906027
DEPARTEMEN : ILMU POLITIK
FAKULTAS : ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Pemikiran politik yang dikaji dalam karya ilmiah ini merupakan penelusuran kembali secara intelektual dalam pembentukan bangsa ini hingga menjadi suatu identitas kebangsaan yang utuh. Pluralitas dan kemajemukan yang ada memang menyulitkan dalam membentuk karakter bangsa Indonesia bahkan hingga saat ini. Amat sulit menyepakati sebuah titik temu yang dapat menyatukan bangsa ini. Maka Islam muncul secara simbolik yang dapat menyatukan beragam macam suku dan etnis yang ada dalam tubuh bangsa Indonesia.
Hubungan agama dalam hal ini Islam dengan ideologi-ideologi politik seperti nasionalisme dan sosialisme selalu menjadi wacana menarik sebagai bahan kajian yang komprehensif dan tetap up to date bahkan hingga sekarang. Sejak masa pra kemerdekaan banyak pertarungan pemikiran di antara elit bangsa ini yang mengemukakan bahwa Islam sama sekali tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip yang dianut oleh ideologi-ideologi politik tersebut bahkan Islam sudah mengenalkan prinsip-prinsip tersebut jauh sebelum ideologi tersebut dibakukan. Islam sebagai agama yang dianut mayoritas masyarakat di Indonesia dapat menumbuhkan semangat nasionalisme dan menjadi simbol pemersatu bagi rakyat Indonesia yang plural. Islam juga memiliki semangat kolektivitas dan saling berbagi yang dikembangkan oleh sosialisme.
Tjokroaminoto adalah salah satu elit bangsa ini yang ikut terlibat dalam pertarungan pemikiran tentang Islam dan relevansinya dengan ideologi tersebut. Kontribusi pemikiran dan peranannya dalam membentuk karakter bangsa Indonesia amatlah besar . Ia lah tokoh yang mempelopori gerakan Kebangkitan Kesadaran nasional Indonesia. Ia juga adalah salah satu tokoh yang mampu menumbuhkan semangat persatuan di tengah perjuangan yang masih bersifat primordial atau kedaerahan di masa pra kemerdekaan. Ia yang pertama kali mempelopori terbentuknya organisasi pergerakan modern yang berskala nasional yaitu Sarekat Islam. Ia pula-lah guru bagi tokoh-tokoh besar bangsa ini sekaliber Soekarno, Tan Malaka, Kartoesowiryo, Hamka, Alimin dan Moesso. Bagaimana pemikiran dan peranan Tjokroaminoto yang memberikan dimensi berbeda dalam perjuangan mencapai kemerdekaan akan dibahas dalam karya ilmiah ini.
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan sebagai hamba yang hanya mampu bersujud
dihadapan-Mu, sang khalik ALLAH SWT yang Maha pengasih dan Maha Penyayang, tiada daya upaya tanpa daya upaya dari-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Pemikiran Politik H.O.S
Tjokroaminoto tentang Nasionalisme dan Sosialisme yang berdasarkan Islam.
Tidak lupa pula pada sang idola, Raja diRaja, Nabi, dan kekasih ALLAH SWT,
Muhammad SAW sebagai perpanjangan tangan Allah bagi alam, yang telah menghadirkan Al-Qur’an dan Hadits sebagai tuntunan hidup yang membedakan
antara yang haq dan yang bathil, juga sebagai suri tauladan penulis dalam segala
aktivitas kesehariannya.
Penulisan skripsi ini dilakukan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara. Rangkaian dalam penyelesaian skripsi ini banyak pengalaman yang cukup
berharga untuk diingat, mulai dari kondisi mental yang membuat semangat
kadang turun naik, kondisi fisik yang terkadang tidak bisa kompromi, hingga
pergolakan pemikiran tentang agama Allah yang alhamdulillah sudah ketemu
jalan-Nya.
Skripsi ini berisikan tentang riwayat H.O.S Tjokroaminoto, methode
berpikir, pemikirannya tentang Nasionalisme dan Sosialisme yang berdasarkan
Islam. Ditambah dengan referensi lainnya yang dianggap membantu dalam
penulisan skripsi ini.
Beribu terima kasih yang pertama kali saya ucapkan kepada kedua
Hj. Husni Waty yang tetap tegar dalam mendidik, mendorong anak-anaknya untuk menuntut ilmu karena tanpa keikhlasan keduanya semua ini tidak ada
apa-apanya..
Juga terima kasih kepada abanganda Ronny Mirzaldi Pohan yang telah membantu saya menyediakan buku-buku referensi sebagai bahan skripsi, juga
tentu saja kedua kakanda Dina Dairiana Pohan dan Rina Nurlita Sari Pohan
yang memberikan bantuan materiil maupun moril dalam menyelesaikan skripsi
ini.
Tidak lupa saya berterima kasih kepada Guru saya, Jaka Toya beserta Ibu Guru, Herawaty yang telah membimbing saya dunia-akhirat. Kejar dunia tuntut
akhirat.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
bapak Warjio, S.S, MA serta bapak Indra Fauzan SHI, M.Soc, SC yang telah bersedia membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, mungkin banyak
masukan, kritikan dari beliau-beliau yang membuat skripsi bisa selesai,
selanjutnya penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan FISIP USU
2. Bapak Drs. Heri Kusmanto, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Politik
3. Seluruh Staff Pengajar Departemen Ilmu Politik
4. Saudara-saudara zahir-batin ArifBillah partai Medan B’Sutan, B’Mus, B’Zul,
B’Pian, n B’Bibi makasih uda tetap menjaga adik2mu ni di jalan kebenaran.
Juga kwn SAHATA, walau setengah jadi tapi uda SAHATI, Wina ‘Winzip’,
Putra ‘Kursani’, ‘Bagindas’ Fani n Reno ‘Strong’ Parapi-Api plus anggota
5. Saudara-saudara ArifBillah partai pinggir sunge Kuala Simpang B’Zulheng,
B’Andi, B’Topik, Wak Ali, Pak Nurdin, Tok Zen, Wak Pul, Openg n keluarga
B’Ir, B’Goncang, B’Darman, B’Wira, dan lainnya mohon bimbingannya ya
abg2 senioren...
6. Untuk sohib-sohibku Tofiq n Bdul. Woi masak qta dijuluki trio kunap, kita kn
Trio Geragas. Hahaha...Fiq cptla, bosen anak-anak 2009 tu nengoki kw
dikampus trozz. Dul, uda berapa proposal yang masuk ke
mejamu???wkwkwk...
7. Kawan-kawan seperjuangan eks Tserang ‘Panglima Besar’ Ilham Situmorang,
Coen-Coen ‘Aek Sibundong’, Arif ‘Es kosong’, Rani ‘Ko2m’, Jiji ‘Bohai’,
Fitrah, Lasmi, ‘Buk de’ Ana, Arman ‘Gelek’, Beby ‘Bollywood’...
8. Salah satu motivator dalam menyelesaikan skripsi ini teman terdekat penulis
adinda Novira Sari,
9. Keluarga besar Ikatan Mahasiswa Departemen Ilmu Politik (IMADIP),
khususnya temen-temen 2005 duet “gembul” Sandra ‘dedeq’ n Nisa ‘Aiynks’,
Titin, Meme, Mbak Ika, Rika ‘Borreg’, Solah, Naufal, Ican, Heri Kum-Kum
dan lainnya yang lupa disebutkan Tahlah... Kwn2 ’06 Rifki ‘Lek’, Muhda
‘Aceh’, ‘Kahanggi’ Jafar, Ardi ‘Wae Brader’, Reza ‘Gendut’, Riski ‘Adoy’,
Afif, n Arifin. Ingat stambuk coy!!!hehehe... Kepada pengurus IMADIP
semoga rintangan di pengurusan yang cukup rumit bisa menjadi tempat
menempah diri kawan-kawan untuk menjadi seorang yang berguna bagi
10.Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HmI) komisariat FISIP USU
tempat pertama kali penulis mendapatkan proses pembelajaran, yang menjadi
titik awal pergolakan dalam mencari kebenaran.
11. Kepada pencari kebenaran agama Allah lainnya, yakinlah kalau Allah tidak
akan menyia-nyiakan hamba yang ingin mengenal dan mencintai-Nya.
12. Tidak lupa juga kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu. Terima Kasih semua...
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik, semoga skiripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, 1 Juni 2010
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ... ...1
1.2. Kerangka Teori ... ...8
1.2.1. Nasionalisme...8
1.2.2. Sosialisme...11
1.2.3. Selintas Pemikiran Tjokroaminoto...16
1.3. Perumusan Masalah...20
1.4. Pembatasan Masalah...21
1.5. Tujuan Dan Manfaat Penelitian...21
1.5.1. Tujuan Penelitian...21
1.5.2. Manfaat Penelitian...21
1.6. Metodologi Penelitian...22
1.7. Jenis Penelitian...23
1.8. Teknik Pengumpulan Data...23
1.8.1. Inventarisasi (data primer)...24
1.8.2. Data sekunder... 24
1.9. Metode Analisis Data ...24
1.9.1. Interpretasi...25
1.9.2. Induksi dan deduksi...25
1.9.3. Koherensi intern...25
1.9.4. Kesinambungan historis...25
BAB II: BIOGRAFI H.O.S TJOKROAMINOTO 2.1. Kehidupan Pribadi dan Keluarganya………...27
2.2. Terjun ke Dunia Pergerakan Sebagai Pemimpin SI………..35
2.3. Terlibat Konflik dengan Murid-Muridnya………....40
2.4. Dianggap Sebagai Ratu Adil………...50
BAB III: ANALISIS PEMBAHASAN
3.1. Pemikiran Politik Tjokroaminoto Mengenai Nasionalisme Yang Berdasarkan Islam………...55 3.2. Pemikiran Politik Tjokroaminoto Mengenai Sosialisme Yang Berdasarkan Islam……….60 3.3. Pandangan Tjokroaminoto tentang Demokrasi dan Sistem Parlemen……….68 3.4.Pemikiran Tjokroaminoto dalam Konfigurasi Politik
Kontemporer...73
BAB IV: KESIMPULAN DAN SARAN
4.1.Kesimpulan………..……76
4.2. Saran………..…..…80
ABSTRAKSI
Judul : Pemikiran Politik H.O.S Tjokroaminoto Tentang Nasionalisme dan Sosialisme Yang Berdasarkan Islam
NAMA : ROBY ISKANDAR POHAN
NIM : 050906027
DEPARTEMEN : ILMU POLITIK
FAKULTAS : ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Pemikiran politik yang dikaji dalam karya ilmiah ini merupakan penelusuran kembali secara intelektual dalam pembentukan bangsa ini hingga menjadi suatu identitas kebangsaan yang utuh. Pluralitas dan kemajemukan yang ada memang menyulitkan dalam membentuk karakter bangsa Indonesia bahkan hingga saat ini. Amat sulit menyepakati sebuah titik temu yang dapat menyatukan bangsa ini. Maka Islam muncul secara simbolik yang dapat menyatukan beragam macam suku dan etnis yang ada dalam tubuh bangsa Indonesia.
Hubungan agama dalam hal ini Islam dengan ideologi-ideologi politik seperti nasionalisme dan sosialisme selalu menjadi wacana menarik sebagai bahan kajian yang komprehensif dan tetap up to date bahkan hingga sekarang. Sejak masa pra kemerdekaan banyak pertarungan pemikiran di antara elit bangsa ini yang mengemukakan bahwa Islam sama sekali tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip yang dianut oleh ideologi-ideologi politik tersebut bahkan Islam sudah mengenalkan prinsip-prinsip tersebut jauh sebelum ideologi tersebut dibakukan. Islam sebagai agama yang dianut mayoritas masyarakat di Indonesia dapat menumbuhkan semangat nasionalisme dan menjadi simbol pemersatu bagi rakyat Indonesia yang plural. Islam juga memiliki semangat kolektivitas dan saling berbagi yang dikembangkan oleh sosialisme.
Tjokroaminoto adalah salah satu elit bangsa ini yang ikut terlibat dalam pertarungan pemikiran tentang Islam dan relevansinya dengan ideologi tersebut. Kontribusi pemikiran dan peranannya dalam membentuk karakter bangsa Indonesia amatlah besar . Ia lah tokoh yang mempelopori gerakan Kebangkitan Kesadaran nasional Indonesia. Ia juga adalah salah satu tokoh yang mampu menumbuhkan semangat persatuan di tengah perjuangan yang masih bersifat primordial atau kedaerahan di masa pra kemerdekaan. Ia yang pertama kali mempelopori terbentuknya organisasi pergerakan modern yang berskala nasional yaitu Sarekat Islam. Ia pula-lah guru bagi tokoh-tokoh besar bangsa ini sekaliber Soekarno, Tan Malaka, Kartoesowiryo, Hamka, Alimin dan Moesso. Bagaimana pemikiran dan peranan Tjokroaminoto yang memberikan dimensi berbeda dalam perjuangan mencapai kemerdekaan akan dibahas dalam karya ilmiah ini.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Peranan kaum ulama dan santri dari awal perjuangan merebut
kemerdekaan hingga dapat menikmati suasana kemerdekaan saat ini tidak dapat
diabaikan begitu saja. Merekalah yang memberikan keyakinan kepada rakyat
Indonesia yang pada saat itu harga diri dan martabatnya sedang diinjak-injak
penjajah dan dicap sebagai inlander atau bangsa rendahan. Dari gerakan perlawanan bersenjata hingga jalur diplomasi, keyakinan akan syahid-lah yang memberikan keberanian kepada mereka untuk melawan kaum kolonial Barat yang
menganggap dirinya sebagai ras kulit putih yang unggul.
Diawali dengan era penjajahan imperialis Portugis hingga Belanda
peranan mereka cukup sentral. Ketika para imperialis Barat tersebut mencoba
untuk menguasai Indonesia, mereka selalu dihadang oleh kaum Ulama dan Santri.
Hanya merekalah yang mampu -melalui ajaran Islam- menumbuhkan kesadaran
terhadap rakyat yang tertindas, rasa memiliki kesamaan sejarah, dan rasa
tanggung jawab terhadap tanah air, bangsa dan agama. Terutama karena
dibangkitkan kesadaran Islam dengan Sumpah Syahadatnya menjadikan rakyat
berani memberikan jawaban yang tepat terhadap tantangan penjajahan.1
Bahkan pada saat sebelum dicetuskannya ide Politik Etis oleh Van
Deventer yang salah satu isinya adalah memajukan pendidikan kaum pribumi
tanah jajahan, golongan ulama dan santri sudah terlebih dahulu muncul sebagai
1
figur-figur pendidik. Pada sekitar tahun 1900 misalnya, hanya guru-guru agama
Islam-lah yang memberikan pendidikan formal terhadap orang-orang desa
walaupu n belum tersistematis.2
Kemudian tidak dapat dipungkiri besarnya pengaruh yang diberikan
pesantren sebagai lembaga pencerdas bangsa kala itu. Sebelum adanya
sekolah-sekolah bernuansa Barat yang bersifat eksklusif dan hanya terbatas untuk
kalangan bangsawan saja, maka pesantren dengan ulama sebagai pengasuhnya
adalah lembaga yang lebih dominan sebagai tempat untuk menuntut ilmu.
Pesantren tidak hanya sebagai arena untuk melahirkan ulama namun juga
dianggap sebagai kancah pembinaan calon pemimpin yang mempunyai
kemampuan sebagai pembangkit kesadaran cinta tanah air, bangsa, agama, dan
kemerdekaan. Kehadiran pesantren dengan santri yang datang dari berbagai suku,
etnis, dan golongan telah menghilangkan pandangan yang bersifat etnosentrisme,
primordialisme, maupun kelas-kelas sosial dan menjadikan Islam sebagai
wawasan dasar nasionalisme. Fakta sejarah tersebut memberikan gambaran bahwa
peran ulama sebagai pengasuh pesantren tidak hanya memfungsikan pesantrennya
sebagai lembaga pendidikan agama dalam arti sempit tetapi juga berperan serta
dalam membangun character dan national buliding Indonesia.
3
Namun, adanya politik sekulerisasi dan upaya deislamisasi sejarah
Indonesia menjadikan kaum ulama dan santri tidak mendapat tempat yang cukup
terhormat dalam penulisan sejarah Indonesia. Adanya distorsi dan pembelokan
sejarah membuat mereka lebih sering terpojokkan. Malah mereka lebih
2
Robert Van Niel, Munculnya Elite Modern Indonesia, Jakarta: Pustaka Jaya, 2009, hal.39 3
diidentikkan sebagai ekstrimis atau fundamentalis yang ingin makar dan
menegakkan kedaulatan Islam di negeri ini.
Walaupun kontribusi mereka acapkali cenderung dieliminir atau
dihilangkan secara sengaja harus diakui bahwa mereka hampir selalu menjadi
motor terdepan pada masa pra maupun masa mempertahankan kemerdekaan.
Pemikiran-pemikiran mereka juga memberi dinamika dan warna tersendiri dalam
konfigurasi politik Indonesia bahkan hingga saat ini.
Tjokroaminoto adalah salah satu dari sekian banyak dari kaum ulama dan
santri tersebut yang sumbangsihnya amat signifikan terhadap pembentukan
national building negara ini. Kemunculannya kala itu dipengaruhi oleh dua kondisi yakni timbulnya semangat nasionalisme bangsa Indonesia yang berjuang
melepaskan diri dari belenggu penjajahan menuju tercapainya kemerdekaan dan
keberadaan umat Islam pada zamannya yang mengalami berbagai kemunduran di
segala aspek kehidupan.
Sebagaimana diketahui dalam berbagai literatur sejarah dituliskan bahwa
semangat nasionalisme mulanya dibangun oleh organisasi Budi Utomo yang
berdiri pada 20 Mei 1908 dan merupakan suatu organisasi perintis yang lebih rapi
dan terstruktur. Budi Utomo berusaha memperbaharui sistem perjuangan Bangsa
Indonesia lama yang bersifat kedaerahan dan mudah untuk dipatahkan.4
4
Tashadi dkk, Tokoh-Tokoh Pemikir Paham Kebangsaan, Jakarta: Depdikbud, 1993, hal. 73
Namun
realitanya Budi Utomo hanyalah sebagai perpanjangan tangan kaum kolonial
Belanda saja. Tokoh-tokoh didalamnya adalah produk dari pendidikan ala Barat
sehingga mengikuti trend dan gaya hidup yang dicontohnya dari para penjajah.
kelasnya sendiri. Apalagi mereka adalah anak-anak dari keluarga ningrat suku
Jawa yang mendapat fasilitas dari adanya program Politik Etis sehingga
keanggotaannya terbatas untuk keluarga bangsawan dari suku Jawa dan tentu saja
hanya mewakili aspirasi dari suku Jawa saja. Sehingga dapat dikatakan bahwa
Budi Utomo bukan merupakan representasi kebangkitan semangat nasionalisme
bangsa Indonesia. Seperti yang dikatakan Robert van Niel dalam bukunya bahwa
”Budi Utomo bersifat nasionalis hanya didalam pengertian yang amat terbatas -ia
hanya menjelmakan kemajuan suatu kelompok tertentu- tetapi pada mulanya,
sekurang-kurangnya, ia tidak berprestasi untuk membangun suatu bangsa.
’Kebangkitan’, jika kita ingin mendalami istilah yang banyak dipertentangkan ini,
telah terjadi jauh sebelumnya dan Budi Utomo adalah wakil dari unsur-unsur
mayarakat Indonesia yang sudah benar-benar ’bangkit’. Yang membuat Budi
Utomo merupakan suatu ciptaan baru ialah bahwa ia adalah organisasi Indonesia
pertama yang mengikuti garis-garis Barat.”5
Sementara itu kemunduran umat Islam juga menggugah hati dan pikiran
Tjokroaminoto. Beliau terusik dengan adanya wacana yang diungkapkan oleh
ulama bahwa umat Islam waktu itu lemah dan mengalami kemunduran. Akibat
kemunduran itu menyebabkan umat Islam menjadi bahan cemoohan, cercaan, dan
hinaan dimana-mana. Berbagai hal yang menyebabkan kemunduran umat Islam
antara lain disebabkan kebodohan, kerusakan budi pekerti, kebejatan moral para
pemimpinnya, ulama yang tunduk pada penguasa yang zalim, dan sifat penakut.
Kemunduran ini pula yang kemudian dimanfaatkan kaum kolonial sebagai
momentum untuk melucuti kekuatan umata Islam karena mereka menyadari
5
kekuatan tersebut berpotensi untuk membahayakan kedudukan mereka di tanah
Indonesia.
Dilatarbelakangi dua kondisi diatas, Tjokroaminoto pun muncul sebagai
tokoh yang akan memenuhi ekspektasi segenap rakyat Indonesia yang
membutuhkan figur seorang pemimpin yang dapat mengonsolidasikan kekuatan
seluruh rakyat Indonesia untuk menuju bangsa yang merdeka dan terbebaskan. Ia
tahu kalau rakyat Indonesia tidak akan mencapai kemerdekaan kalau mereka
masih terkotak-kotakkan oleh ikatan kesukuan, kedaerahan, atau kelompok
kepentingan yang berbeda-beda. Ia menyadari bahwa hanya Islam sebagai agama
mayoritas rakyat Indonesia waktu itu yang dapat menyatukan mereka sebagai
suatu bangsa yang utuh.
Tjokroaminoto-lah tokoh yang mempelopori Gerakan Kebangkitan
Kesadaran Nasional Indonesia. Ia yang mampu menumbuhkan semangat
persatuan di tengah perjuangan yang masih bersifat primordial atau kedaerahan di
masa pra kemerdekaan. Beliau yang pertama kali mempelopori terbentuknya
organisasi pergerakan modern yang berskala nasional yaitu Sarekat Islam. Ia
pula-lah guru dan sumber inspirasi bagi tokoh-tokoh besar bangsa ini sekaliber
Soekarno, Tan Malaka, Kartoesowiryo, Hamka, Alimin dan Moesso.
Namun amat disayangkan jika popularitas dan sorotan yang diberikan
padanya tidak sebesar publikasi yang diberikan kepada murid-muridnya tersebut.
Bahkan ada kecenderungan untuk menganggapnya hanya sebagai seorang tokoh
Sarekat Islam saja, padahal ia adalah seorang pahlawan nasional yang telah
berjasa meletakkan dasar-dasar pemikiran tentang permasalahan nasional. Seperti
pemikiran yang sekarang kita kenal sebagai milik orang lain, masih dapat kita
kembalikan kepada Tjokro sebagai sumbernya.” Cendekiawan-cendekiawan
muslim lain pun mengakui kebesaran tokoh ini, seperti A. Mukti Ali, ketika ia
masih menjadi Menteri Agama), yang menyamakan sepak terjang Tjokroaminoto
mirip dengan perjuangan Jamalluddin Al-Afghani (tokoh Pan-Islamisme).6 Atau
Buya Hamka yang dengan jujur mengakui bahwa Tjokro-lah yang telah membuka
matanya dalam melihat realitas yang terjadi pada masa penjajahan kolonial.
Bahkan Presiden Soekarno, Presiden pertama sekaligus tokoh yang amat
diagung-agungkan bangsa ini mengakui bahwa ”Tjokroaminoto adalah guru yang sangat
dihormati, yang menanamkan pengaruh yang dalam pada jiwanya.” Kepribadian
dan Islamisme-nya menarik Bung Karno dan memberikan pengaruh pada
pandangan-pandangannya. Bung Karno mengakui bahwa dirinya campuran dari
keagamaan, nasionalisme, dan sosialisme. Sebuah kombinasi yang dasar
pemikirannya berasal dari Tjokroaminoto.7
Sementara bagi penulis Tjokroaminoto adalah sosok yang unik dan
menarik karena ia adalah kombinasi dari berbagai karakter yang membentuk
kepribadiannya. Tjokroaminoto merupakan anak dari seorang bangsawan dan
priyayi, namun ia malah menanggalkan status keningratannya dan meninggalkan
segala fasilitas yang didapatnya jika bekerja sebagai priyayi. Ia juga adalah cucu
dari seorang kyai ortodoks yang ternama, namun ia bukan seorang yang taqlid
(fanatisme buta) dan introvert (tertutup) terhadap perubahan. Ia terbuka terhadap hal-hal baru dan pemikiran-pemikirannya banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh
6
M. Masyhur Amin, H.O.S Tjokroaminoto, Rekonstruksi Pemikiran dan Perjuangannya, Yogyakarta : Cokroaminoto Universty Press, 1995, hal.3
7
Islam Pembaharuan, meski begitu ia tetap mempertahankan nilai-nilai luhur dan
tradisi setempat. Ia tetap menjaga simbol-simbol yang menjadi awal ciri khas
nasionalisme bangsa ini semisal cara berpakaian ataupun bahasa Melayu
sementara rekan-rekan seangkatannya yang juga bersekolah di sekolah Belanda
mulai dipengaruhi trend berpakaian dan menggunakan bahasa Belanda dalam
kesehariannya. Sikap inklusifnya inilah yang membuatnya dapat diterima oleh
berbagai kalangan sebagai seorang pemimpin. Sifatnya yang membumi membuat
rakyat dari golongan bawah seperti petani dan buruh mencintai dirinya bak dewa,
sementara statusnya sebagai seorang ningrat dan terpelajar membuat dirinya
didengar dan disegani oleh kelompok masyarakat elit dan intelektual, dan sebagai
cucu dari seorang kyai kondang yang mempunyai pemahaman yang terbuka
tentang Islam membuatnya memperoleh dukungan dari kalangan ulama dan santri
dan tentu saja rakyat Indonesia secara keseluruhan yang merupakan mayoritas
umat Islam.
Selain itu, penulis juga menilai tingginya tingkat urgensi untuk
mengadakan penelusuran kembali sejarah dari tokoh-tokoh bangsa terutama yang
berasal dari masa pra-kemerdekaan karena pola pikir, karakter, maupun perilaku
dari segenap pemimpin bangsa Indonesia saat ini tidak dapat dilepaskan begitu
saja dari pemikiran maupun perjuangan dari tokoh-tokoh terdahulu tersebut.
Seperti yang diungkapkan oleh seorang negarawan Romawi, Cicero
(106-46 SM), yang mengatakan bahwa ”sejarah adalah guru kehidupan (magistra vitae) dan ketertarikan ajek terhadap pelajaran masa lampau oleh pemimpin dan publik
figur dari masyarakat sekarang sangat penting untuk pengamatannya.”8
8
Atas dasar alasan-alasan, baik tersurat maupun tersirat, di ataslah yang
melatarbelakangi penulis sehingga menjadikan tokoh Tjokroaminoto sebagai
sosok yang sangat pantas dan menarik untuk diteliti. Alasan ini pula yang
mendorong penulis, untuk berusaha memperluas pemikiran-pemikiran positif dari
tokoh yang piawai dengan ke-Islaman dan ke-Indonesiaan tersebut.
1.2. Kerangka teori 1.2.1. Nasionalisme
Nasionalisme adalah suatu gerakan sosial (social force) yang penuh dengan dinamika, yang menghembus kurang lebih dua abad yang lalu dari
kontinen Eropa dan menimbulkan kegoncangan di benua Asia-Afrika dalam abad
ini. Revolusi Prancis adalah bentuknya yang pertama dan pergolakan serta
kebangkitan negara-negara Asia-Afrika dari abad ke 20 ini adalah hasilnya yang
positif.9
Menurut Rupert Emerson nasionalisme adalah komunitas orang-orang
yang merasa bahwa mereka bersatu atas dasar elemen-elemen yang mendalam
dari warisan bersama dan bahwa mereka memiliki takdir bersama menuju masa
depan.10
”Wahai manusia, Kami menciptakanmu dari laki-laki dan perempuan, dan menjadikanmu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
Sementara menurut Ernest Renan, yang sering dikutip Soekarno,
nasionalisme merupakan unsur yang dominan dalam kehidupan sosial-politik
sekelompok manusia dan telah mendorong terbentuknya suatu bangsa atau nation
guna menyatukan kehendak untuk bersatu. Persepsi ini paralel dengan pandangan
Islam sebagaimana termaktub dalam ayat Al-Quran berikut ini:
9
F.Isjwara S.H, Pengantar Ilmu Politik, Bandung : Binacipta, 1982, hal.124 10
mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian adalah yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal.” (Al-Hujurat:13)11
Disini, meminjam wacana Soekarno, semangat nasionalisme merupakan
semangat kelompok manusia yang hendak membangun suatu bangsa yang
mandiri, dilandasi satu jiwa dan kesetiakawanan yang besar, mempunyai
kehendak untuk bersatu dan terus menerus ditingkatkan untuk bersatu, dan
menciptakan keadilan dan kebersamaan. Hasrat hidup bersama itu merupakan
solidaritas yang agung. Ernest Renan menyebut nasionalisme sebagai le desire d’entre ensemble atau kehendak untuk bersatu. Nasionalisme ini membentuk persepsi dan konsepsi identitas sosial kaum pergerakan di seluru negara-negara
jajahan sebagai suatu kekuatan politik yang tak bisa dinegasikan oleh penguasa
kolonial. Tujuan nasionalisme ini adalah pembebasan dari penjajahan dan
menciptakan masyarakat/negara yang adil, dimana tidak ada lagi penindasan
manusia oleh manusia.12
Secara etimologis kata nasionalisme atau nation atau natie diambil melalui bahasa Prancis dari bahasa Latin natio yang berakar dalam nasci yang juga baru muncul, dan dalam kosakata Klasik cenderung bermakna jelek untuk ras, suku,
atau ’bibit’ manusia yang dianggap tidak beradab oleh standar Romawi. Dalam
berbagai bahasa Romawi yang mewariskan kata nation sebagai bagian dari
pendudukan, atau bahasa non Latin yang kemudian mengadopsinya karena
pengaruh Renaisans, kata nation telah mengalami sejumlah pergeseran semantik sebelum digunakan untuk menunjukkan kesatuan budaya dan kedaulatan politik
tertentu yang mencakup suatu masyarakat. Diantara sekian dokumen paling awal
11
QS. Al-Hujurat : 13 12
mengenai penggunaan kata ini adalah pamflet yang ditulis oleh pastor Sieyes dan
Deklarasi HAM dan Warga Negara dimana keduanya disusun ditengah-tengah
panasnya Revolusi Prancis pada 1789. Sejak itulah istilah ’nasionalisme’ mulai
merasuki bahasa-bahasa Eropa untuk merujuk pada daya hidup ’kekuasaan rakyat’
baru yang di Prancis ternyata bukan hanya sanggup menumbangkan raja –seperti
dalam perang saudara di Inggris, melainkan kerajaan itu sendiri dan bukan
sekadar di koloni yang melepaskan diri -seperti dalam Revolusi Amerika,
melainkan di salah satu negara absolut mapan yang tertua di Eropa.13
Nasionalisme dan natie adalah dua serangkai gejala sosial yang pada akhirnya bermuara pada negara nasional. Nasionalisme adalah suatu gerakan
sosial, suatu aliran rohaniah yang mempersatukan rakyat ke dalam ’natie’, yang membangkitkan massa ke dalam keadaaan politik dan sosial yang aktif. Dengan
nasionalisme, negara menjadi milik seluruh lapisan rakyat bukan lagi milik raja
atau kaum bangsawan melainkan milik rakyat sebagai keseluruhan. Dan rakyat
dalam hubungan ini menjadi bangsa atau ’natie’. Karena itu nasionalisme dapat dipandang sebagai landasan idiil dari setiap negara nasional.14
Kata nation atau natie dalam bahasa Indonesia selalu dipadankan dengan kata ’bangsa’. Bangsa mempunyai dua pengertian, yaitu pengertian
antropologis-sosiologis dan pengertian politis. Dalam pengertian antropologis-antropologis-sosiologis,
bangsa adalah suatu masyarakat yang merupakan suatu persekutuan hidup yang
berdiri sendiri dan masing-masing anggota persekutuan hidup tersebut merasa
sebagai satu kesatuan ras, bahasa, agama, sejarah, dan adat istiadat. Persekutuan
hidup semacam ini di dalam suatu negara dapat merupakan persekutuan hidup
13
Roger Eatwell dan Anthony Wright (ED), Ideologi Politik Kontemporer, Yogyakarta: Jendela, 2004, hal. 210
14
mayoritas dan dapat pula merupakan persekutuan hidup minoritas. Bahkan dalam
suatu negara bisa terdapat beberapa persekutuan hidup ’bangsa’ dalam pengertian
antropologis dan dapat pula anggota satu bangsa itu tersebar di berbagai negara.
Sedangkan yang dimaksud bangsa dalam pengertian politis adalah
masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan tunduk kepada kedaulatan
negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi ke luar dan ke dalam. Analogi dari
kedua pengertian diatas adalah seperti penyebutan Korea Utara-Korea Selatan
sebagai ’satu bangsa dua negara’ yang memberi arti bahwa penyebutnya memotret
’bangsa’ dalam kerangka antropologis, dan merujuk ’negara’ sebagai suatu
kolektivitas politik.15
Oleh sebab itu kata nation atau natie sering tidak dibedakan dari kata ’rakyat’ atau ’negara’ dan kedua pengertian itu sering dianggap identik. Dalam
bahasa Inggris misalnya kata bangsa (nation) lazim disamakan artinya dengan rakyat (people). Tetapi antara rakyat dan bangsa tentu ada perbedaan, disamping persamaan-persamaannya yang fundamentil. Perbedaannya ialah bahwa bangsa
senantiasa adalah rakyat. Natie berpangkal dan lahir dari rakyat yang sama. Tetapi suatu rakyat tidak selalu merupakan suatu bangsa. Untuk menjadi nation atau
natie, rakyat harus memiliki suatu esensi psychis tertentu. Menurut Prof. Kohn
esensi psychis ini ialah adanya kepentingan dan kehendak hidup bersama.16
Istilah sosialisme selalu diidentikkan dengan seorang Karl Marx. Padahal
cita-cita sosialisme sudah dicetuskan jauh sebelum Marx mulai memikirkan
revolusi proletariat. Banyak dari gagasan-gagasan yang akan menjadi pokok
1.2.2. Sosialisme
15
Adhyaksa Dault, Islam dan Nasionalisme, op.cit, hal.1-2 16
pemikirannya diperolehnya dari tulisan para pemikir sosialis sebelumnya.
Cita-cita yang sekarang disebut sosialisme itu sudah ditemukan dalam budaya Yunani
kuno. Kasta para filosof yang menurut Plato harus memimpin negara tidak boleh
mempunyai milik pribadi dan tidak berkeluarga, memiliki segalanya bersama, dan
hidup menurut aturan yang sama. Namun sosialisme ini terbatas pada kasta calon
pemimpin.
Sosialisme untuk semua dikatakan dituntut oleh Euhemeros dan Jambulos
(abad ke-5 SM). Jambulos mendeskripsikan sebuah ’negara matahari’ dimana
segala-galanya, termasuk para istri dimiliki bersama. Menurut para filosof Stoa,
pada zaman emas semula hanya ada milik bersama, suatu cerita yang kemudian
akan dicoba diberi dasar ilmiah oleh Marx dan Engels. Segala malapetaka adalah
akibat diadakannya hak milik pribadi. Namun di zaman Yunani dan Romawi kuno
cita-cita itu terbatas pada beberapa orang saja dan tidak pernah muncul gerakan
politis yang memperjuangkannya.
Motif-motif sosialis di Abad Pertengahan berkaitan erat dengan
paham-paham religius tertentu yaitu Kristen terutama dengan pertimbangan bahwa untuk
menyambut kerajaan Allah orang harus bebas dari segala keterikatan. Sekarang
muncul sejenis tulisan baru yang disebut ’utopi’ atau ’utopis’. Kata ’utopis’ berasal dari judul buku ’utopis’ paling terkenal yaitu Utopia yang ditulis oleh Sir Thomas More pada tahun 1516. Utopia adalah nama sebuah pulau dimana segalanya dimiliki bersama, semua orang menikmati pendapatan sama, dan semua
pendapat memang akan menjadi ciri khas kebanyakan utopi tentang masyarakat komunis.
Zaman Pencerahan tidak mendukung perkembangan cita-cita sosialis
karena dimotori oleh kelas borjuasi dan borjuasi memperjuangkan kebebasan
politik untuk dapat bebas berusaha dan berdagang justru agar dapat
mengumpulkan milik pribadi sebebas-bebasnya. Pandangan sosialis modern
terbentuk antara 1789 dan 1848. Ada dua peristiwa yang menjadi konteks
kelahiran cita-cita sosialisme modern itu yaitu Revolusi Prancis (1789-1795) dan
revolusi industri. Keyakinan dasar para pemikir sosialis modern adalah bahwa
secara prinsipiil produk pekerjaan merupakan milik si pekerja. Milik bersama
dianggap tuntutan akal budi. Diyakini masyarakat akan berjalan jauh lebih baik
kalau tidak berdasarkan milik pribadi.
Kata ’sosialisme’ sendiri muncul di Prancis sekitar tahun 1830, begitu juga
kata ’komunisme’. Dua kata ini semula sama artinya, tetapi segera ’komunisme’
dipakai untuk aliran sosialis yang lebih radikal, yang menuntut penghapusan total
hak milik pribadi dan kesamaan konsumsi serta mengharapkan keadaan komunis
itu bukan dari kebaikan pemerintah, melainkan semata-mata dari perjuangan
kaum terhisap sendiri.17
Sementara itu untuk membedakan ajarannya dari gagasan-gagasan Sosialis Utopis, Marx menamakan ajarannya Sosialisme Ilmiah (scientific socialism). Untuk keperluan itu ia menyusun suatu teori sosial yang menurut dia didasari
hukum-hukum ilmiah dan karena itu pasti akan terlaksana. Saintisme Marx
mempunyai keyakinan bahwa terdapat ’hukum-hukum gerak’ dalam masyarakat
17
yang dijalankan dengan prinsip ’kebutuhan yang mutlak’ didasarkan pada
penjelasan yang naif dari kemajuan-kemajuan ilmu alam.18
Klaimnya atas keilmiahan sosialismenya ini sangat penting dalam
memahami teorinya. Marx menolak pendasaran sosialisme pada
pertimbangan-pertimbangan moral. Sosialisme tidak akan datang karena dinilai baik atau karena
kapitalisme dinilai jahat, melainkan karena, dan kalau, syarat-syarat objektif
penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi terpenuhi. Dengan kata lain,
Marx mengklaim bahwa sosialismenya bersifat ilmiah karena sosialisme tersebut
berdasarkan pengetahuan tentang hukum-hukum objektif perkembangan
masyarakat. Pengetahuan itulah yang disebut ’Pandangan Materialis Sejarah.’19
Dalam menyusun teori mengenai perkembangan masyarakat, Marx sangat
tertarik oleh gagasan filsuf Jerman George Hegel mengenai dialektika karena di
dalamnya terdapat unsur kemajuan melalui konflik dan pertentangan. Dan unsur
inillah yang dia perlukan menyusun teorinya mengenai perkembangan
masyarakat melalui revolusi. Untuk melandasi teori sosial, maka dia merumuskan
terlebih dahulu teori mengenai materialisme dialektik (dialectical materialism). Kemudian konsep-konsep itu dipakainya untuk menganalisa sejarah
perkembangan masyarakat yang dinamakannya materialisme historis (historical materialism). Dan karena materi oleh Marx diartikan sebagai keadaan ekonomi, maka teori marx juga sering disebut ’analisa ekonomis terhadap sejarah’. Dalam
menjelaskan teorinya Marx menekankan bahwa sejarah (yang dimaksud hanyalah
sejarah Barat) menunjukkan bahwa masyarakat zaman lampau telah berkembang
menurut hukum-hukum dialektis yaitu maju melalui pergolakan yang disebabkan
18
Jon Elster, Karl Marx, Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2000, hal.31 19
oleh kontradiksi-kontradiksi intern melalui suatu gerak spiral ke atas sampai
menjadi masyarakat dimana Marx berada. Atas dasar analisa terakhir ia sampai
pada kesimpulan bahwa menurut hukum ilmiah dunia kapitalis akan mengalami
revolusi -yang disebutnya revolusi proletariat- yang akan menghancurkan
sendi-sendi masyarakat kapitalis tersebut, dan akan meratakan jalan untuk timbulnya
masyarakat komunis.20
Indonesia sendiri pada masa awal kemerdekaan pernah cukup dekat
dengan ideologi ini. Hal ini terbukti adanya kedekatan dengan negara-negara
penganut ideologi sosialis komunis ini seperti Uni Soviet dan Cina, bahkan
sampai membentuk trisula maut yang dikenal sebagai Poros
Jakarta-Peking-Moskow. Seperti juga yang tertera dalam Undang-Undang Dasar Proklamasi yang
berlaku lagi sejak adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menyebutkan bahwa
’Masyarakat Adil dan Makmur yang berdasarkan Pancasila atau disebut juga
masyarakat sosialisme atau masyarakat sosialisme Indonesia.’21
Sosialisme Indonesia adalah suatu ajaran dan gerakan tentang tata
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Sebagai perwujudan
Sosialisme Indonesia bersendi pokok pada keadilan, kerakyatan dan
kesejahteraan. Unsur-unsur keadilan, kerakyatan dan kesejahteraan terkandung
dalam asas-asas kekeluargaan dan gotong royong, yang merupakan ciri-ciri pokok
dari kepribadian Indonesia seperti dirumuskan dalam ajaran Pancasila. Sosialisme
Indonesia bertujuan untuk mengakhiri dan melenyapkan segala penderitaan rakyat
lahir-batin, dan memberikan kebahagiaan jasmaniah dan rohaniah dengan
20
Prof.Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1986, hal.78-81
21
menciptakan tata masyarakat Indonesia dalam wadah negara Indonesia yang
mempunyai delapan karakteristik yaitu:
1.Yang merdeka, bersatu dan berdaulat;
2.Yang adil dan makmur;
3.Yang rakyatnya berkehidupan kebangsaan yang bebas;
4.Yang membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang meliputi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
5.Yang memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa;
6.Yang ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial;
7.Yang kemerdekaan kebangsaannya disusun dalam suatu Undang-undang
Dasar Negara Indonesia;
8.Yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat.22
1.2.3. Selintas Pemikiran Politik H.O.S Tjokroaminoto
Titik tolak pemikiran dan cita-cita perjuangan Tjokroaminoto didasarkan
atas tiga dimensi yakni situasi dan kondisi kemasyarakatan yang menjadi
tantangan yang harus dihadapinya, aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam
dunia pergerakan nasional sebagai jawaban terhadap tantangan yang dihadapinya,
dan gagasan-gagasan yang ditawarkan baik secara langsung melalui
ceramah-ceramahnya maupun berupa tulisan dalam berbagai media massa.
22
Untuk merunut awal perkembangan pemikiran H.O.S Tjokroaminoto
dalam gelanggang perjuangan kiranya tidak terlepas dengan timbulnya semangat
nasionalisme bangsa Indonesia yang berjuang melepaskan diri dari belenggu
penjajahan menuju tercapainya kemerdekaan. Di samping itu keberadaan umat
Islam pada zamannya juga melatarbelakangi semangat berbuat dan beramal untuk
bangsa dan negaranya, dan khususnya guna membawa keberadaan Islam kepada
citra yang sesuai dengan ajaran sucinya.23
Tjokroaminoto menyadari bahwa umat Islam yang tertindas, diubah oleh
penjajah menjadi seperti tertidur lelap kesadarannya. Tidak lagi menyadari bahwa
dirinya memiliki tanah air, bangsa dan agama yang terjajah. Pasrah tanpa minat
untuk melepaskan dirinya dari penindasan yang tiada melelahkan gairah
hidupnya. Sama halnya dengan bangsa Arab yang terbiarkan menjadi bangsa
jahiliyah dan terjajah oleh Kekaisaran Romawi dan Persia. Tidak lagi memahami
siapa sebenarnya yang dijadikan lawannya. Dengan demikian, terjadilah serang
menyerang antar tetangga, pecah berantakan, dan saling menghancurkan dirinya.24
H.O.S Tjokroaminoto berusaha mencapai persatuan rakyat atas dasar
kebangsaan Indonesia dan tidak menginginkan perpecahan atas dasar
macam-macam isme. Dalam hal ini nyata-nyata beliau seorang muslim yang
berpandangan luas yang mencita-citakan tercapainya kebulatan kebangsaan
Indonesia yang melenyapkan rasa dan fanatisme kedaerahan( provinsionalisme).
Tjokroaminoto tidak menghendaki timbulnya perasaan kejawaan, kesumateraan,
keborneoan, dan lain-lain. Kesadaran kebangsaan itu harus tumbuh di segenap
lapisan masyarakat Indonesia dan meliputi semua golongan yang ada. Namun
23
Tashadi dkk, Tokoh-Tokoh Pemikir Paham Kebangsaan, loc.cit, hal.73 24
beliau bukan hanya seorang pejuang yang mengembangkan paham kebangsaan
Indonesia yang tidak berpecah belah, tetapi beliau juga menginginkan pula suatu
dasar yang lebih kokoh dan abadi sifatnya. Keyakinan agama Islam-lah yang
mengandung paham kebangssan yang luas.25
Dengan mencontoh kepemimpinan Rasulullah S.A.W, Tjokroaminoto
berjuang membangkitkan kesadaran nasional umat Islam. Bangkit dengan
Al-Quran dan Sunnah. Melalui paradigma Lima-K (Kemauan, Kekuatan,
Kemenangan, Kekuasaan,dan Kemerdekaan) dibangunkanlah kesadaran umat
Islam yang sedang terlena dan lupa akan martabat dirinya, agar bangkit menjadi
bangsa yang merdeka.26
Tjokroaminoto juga salah satu tokoh yang memelopori sosialisasi istilah
nasional, bersama Agus Salim, Abdoel Moeis, dan Wignjadisastra pada National Congres Centraal Sjarikat Islam Pertama-1e natico di Gedung Concordia atau Pada Rapat Akbar Sarikat Islam di Surabaya 1331
H/1913 M diperkenalkanlah paradigma Lima-K tersebut. ”Dari Kemauan yang
membaja, umat Islam akan memiliki Kekuatan. Hanya dengan Kekuatan umat
Islam akan memperoleh Kemenangan. Melalui Kemenangan, umat Islam akan
dapat menduduki Kekuasaan. Tanpa Kekuasaan di Tangan umat Islam akan tetap
menjadi bangsa yang terjajah. Dengan duduk pada Kekuasaan, umat Islam
memperoleh Kemerdekaan. Dengan disadarkan adanya dua macam Kemerdekaan.
Pertama, Kemerdekaan Politik artinya terlepasnya umat Islam dari penjajahan.
Kedua, dari Kemerdekaan Politik akan dapat diciptakan Kemerdekaan Sejati,
yaitu terwujudnya kemakmuran dan keadilan.”
25
Tashadi dkk, Tokoh-Tokoh Pemikir Paham Kebangsaan , op.cit, hal.91 26
Gedung Merdeka Bandung pada 1335 H/1916 M.27 Menurut Tjokroaminoto,
makna istilah nasional merupakan suatu usaha untuk meningkatkan seseorang
pada tingkat natie (bangsa). Selanjutnya ditambahkan pengertian nasional sebagai usaha untuk memperjuangkan tuntutan Pemerintahan Sendiri atau
sekurang-kurangnya agar orang-orang Indonesia diberi hak untuk mengemukakan suaranya
dalam masalah-masalah politik.28
Mengenai sosialisme Tjokroaminoto mengatakan ”Wie goed
Mohammedaan is, is van zelf socialist, en wij zijn Mohammedanen, dus zijn wij socialisten (Seorang muslim sejati dengan sendirinya menjadi sosialis, dan kita kaum Muslimin, jadi kita kaum Sosialisten).” Selanjutnya Tjokroaminoto
menandaskan hanya Islamlah yang dapat memberikan ajaran sosialisme yang
benar. Tjokroaminoto mengingatkan ajaran Islam jauh lebih sempurna daripada
ajaran Komunisme Karl Marx. Untuk memahamkan apa yang sebenarnya
diajarkan Islam tentang sosialisme dan perbedaanya dengan sosialisme dan
komunisme yang diajarkan oleh Karl Marx dan kawan-kawannya, Tjokroaminoto
menulis buku Islam dan Sosialisme pada 1342 H/1924 M. Di buku tersebut
Tjokroaminoto mengingatkan dasar teori Historisch Materialism ajaran Karl Marx bertolak dari ajaran Ludwig Feurbach yang beranggapan bahwa segala sesuatu itu
benda (stof). Ajaran ini tidak mengenal adanya roh. Karl Marx dan Engels menolak teori Idealisme Hegel, bahwa segala sesuatu terjadi karena produk dari
proses berpikir (dialektica idea). Mereka tidak membenarkan adanya Absolut Idea
atau Tuhan sebagai sumber ide manusia. Pandangan filosofi Hegel yang demikian
itu, oleh Bebel dalam Die Frau, dibantahnya, bukan Tuhan yang menjadikan
27
Ibid, hal.365-382 28
manusia, melainkan manusialah yang membikin-bikin adanya Tuhan. Pandangan
filsafat ini sangat bertentangan dengan ajaran agama yang mempercayainya
adanya sesuatu yang gaib ataupun Tuhan29. Seperti tertuang dalam bukunya ”Kita
orang yang bertuhan, mengatakan dengan yakin, bahwa segala sesuatunya itu
asalnya dari Allah, oleh Allah, dan kembali kepada Allah (Uit God, door God en tod God ilin alle dingen). Historis materialisme sebaliknya, ia mengajarkan bahwa segala sesuatu itu berasal dari benda, oleh benda dan kembali kepada benda (Uif de stof, door de stof, tot de stof ziinalle dingen).” 30
Lebih lanjut di dalam bukunya tersebut juga dijelaskan Tjokroaminoto
mendasarkan dirinya pada Sosialisme Islam. Menurutnya ”Sosialisme
menghendaki cara hidup satu buat semua dan semua buat satu, yaitu cara hidup
yang hendak mempertunjukkan kepada kita, bahwa kita memikul tanggung jawab
atas perbuatan kita satu sama lain. Individualisme mengutamakan paham tiap-tiap
orang buat dirinya sendiri, sesuatu yang bertentangan dengan sosialisme.”
31
Yang
menjadi dasar sosialisme Islam adalah ”Kaanan nasu ummatan wahidatan, sesungguhnya seluruh umat manusia itu bersaudara/bersatu, begitulah pengajaran
di dalam Al-Qur’an yang suci, yang menjadi dasar Sosialisme. Kalau segenap
umat manusia kita anggap sebagai persatuan, tak boleh tidak kita wajib berusaha
untuk mencapai keselamatan bagi mereka semuanya.”32
Bagi Tjokroaminoto sosialisme sebagai nilai tidak bertentangan dengan
Islam selama bertujuan ”memperbaiki nasibnya golongan manusia yang termiskin
dan terbanyak bilangannya, agar supaya mereka bisa mendapatkan nasib yang
29
Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah,op.cit, hal.413 30
H.O.S Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme, Bandung: Sega Arsy, 2008, hal.21 31
Ibid, hal.1 32
sesuai dengan derajat manusia, yaitu dengan memerangi sebab-sebab yang
menimbulkan kemiskinan.” Sosialisme seperti ini tentu mendasarkan diri pada
ajaran agama dan falsafah.
Lebih jauh Tjokroaminoto mengatakan ”sosialisme yang wajib dituntut
dan dilakukan oleh umat Islam bukannya sosialisme yang lain melainkan
sosialisme berdasarkan azas-azas Islam belaka. Sosialisme yang kita tuju
bermaksud mencari keselamatan dunia dan keselamatan akhirat.”33
33
Ibid, hal.3-5
1.3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diambil beberapa rumusan
masalah yaitu: ”Seperti apa sosok Tjokroaminoto yang hampir terlupakan itu
hingga ia sempat dianggap sebagai Ratu Adil? Bagaimanakah pemikiran
Tjokroaminoto tentang konsep agama Islam sebagai simbol dan dasar pemersatu
rakyat Indonesia yang majemuk? Bagaimanakah sosialisme dalam Islam yang
digagas olehnya? Seberapa vital peranannya dalam organisasi pergerakan nasional
pertama, Sarekat Islam? Gagalkah Tjokroaminoto dalam perjuangannya? Dan
terakhir, bagaimanakah pandangan Tjokroaminoto terhadap demokrasi dan sistem
parlemen?”
1.4. Pembatasan Masalah
Masalah penelitian ini akan dibatasi pada salah satu bidang pemikiran
”Pemikiran H.O.S Tjokroaminoto Mengenai Nasionalisme dan Sosialisme yang
Berdasarkan Islam”
1.5. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Di sini dijelaskan tujuan penelitian yang merupakan sasaran pragmatisnya
(bukan kegunaan menurut isi),taraf kemajuan dan kebaruan yang ingin dicapai
dengan penelitian tersebut.
1.5.1. Tujuan penelitian
a. Ingin mempelajari secara mendalam karya pemikiran Tjokroaminoto
tentang bagaimana Islam dapat menjadi sebuah pedoman nasionalisme dan
sosialisme serta menjelaskan pandangan yang dikemukakan
Tjokroaminoto tentang masalah-masalah dan solusinya secara lebih rigid.
b. Mengkritisi secara objektif terhadap pemikiran tokoh, relevansinya
dengan kondisi realitas masyarakat saat ini dan menggali sejarah
perkembangan pemikiran politik di Indonesia pada awal kemerdekaan.
1.5.2. Manfaat Penelitan
a. Meningkatkan kapasitas penulis dalam membuat sebuah karya tulis yang
lebih baik
b. Menjadi bahan rujukan bagi almamater, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Jurusan Ilmu Politik
c. Memperkaya wawasan tentang pemikir-pemikir Islam yang jarang dibahas
secara teoritis baik dikampus atau di forum-forum resmi.
d. Menjadikan salah satu referensi dalam menjalankan kehidupan bernegara
e. Memahami bagaimana Tjokroaminoto mendudukkan Islam sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari nasionalisme dan sosialisme serta untuk
mengetahui pertarungan pemikiran di antara tokoh pergerakan pada
pra-kemerdekaan dalam mencari suatu simbol untuk untuk mempersatukan
seluruh rakyat Indonesia yang plural.
1.6. Metodologi Penelitian
Salah satu jenis penelitian pemikiran politik adalah (penelitian biografi
atau studi tokoh) yaitu penelitian terhadap kehidupan seseorang tokoh dalam
hubungannya dengan masyarakat, sifat-sifat, watak, pemikiran dan ide serta
pengaruh pemikirannya dan idenya dalam perkembangan sejarah. Sementara
dalam bidang Pemikiran Islam,’studi tokoh’ yaitu pengkajian secara sistematis
terhadap pemikiran/gagasan seorang pemikir muslim, keseluruhannya atau
sebahagiannya. Pengkajian meliputi latar belakang internal, eksternal,
perkembangan pemikiran, hal-hal yang diperhatikan dan kurang diperhatikan,
kekuatan dan kelemahan pemikiran tokoh, serta kontribusinya bagi zamannya, dan
masa sesudahnya.34
Penelitian studi tokoh, seperti yang dikatakan Arief Furchan dan Agus
Maimun, dikategorikan ke dalam jenis penelitian kualitatif,
1.7. Jenis Penelitian
35
34
Prof.Dr. Syahrin Harahap,MA, Metodologi Studi Tokoh Pemikiran Islam, Medan: Istiqamah Mulya Press, 2006, hal.7
35
Arief Furchan dan Agus Maimun, Studi Tokoh, Metode Penelitian Tokoh, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hal., 16.
penelitian yang membahas tentang konsep-konsep, ide dan pemikiran dari suatu
masalah yang akan di bahas. Sedangkan mengacu kepada Strauss dan Corbin
(1990) penelitian kualitatif adalah suatu jenis penelitian yang prosedur penemuan
yang dilakukan tidak menggunakan prosedur statistik atau kuantifikasi. Dalam hal
ini penelitian kualitatif adalah penelitian tentang kehidupan seseorang, cerita,
perilaku, dan juga tentang fungsi organisasi, gerakan sosial atau hubungan timbal
balik.36
Mengumpulkan karya-karya seorang tokoh yang akan diteliti, baik secara
pribadi maupun karya bersama (antologi) mengenai topik yang sedang diteliti
(sebagai data primer). Kemudian dibaca dan ditelusuri karya-karya lain yang
dihasilkan tokoh tersebut, mengenai bidang lain. Sebab biasanya seorang tokoh Pada umumnya, penelitian kualitatif ini tidak mempergunakan angka atau
nomor dalam mengolah data yang diperlukan. Data kualitatif terdiri dari
kutipan-kutipan orang dan deskripsi keadaan, kejadian, interaksi, dan kegiatan. Dengan
menggunakan jenis data kualitatif, memungkinkan peneliti mendekati data
sehingga mampu mengembangkan komponen-komponen keterangan yang
analitis, konseptual dan kategoris dari data itu sendiri.
1.8. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian studi tokoh dimulai dengan
mengumpulkan kepustakaan:
1.8.1. Inventarisasi (data primer)
36
pemikir mempunyai pemikiran yang memiliki hubungan organik antara satu
dengan yang lainnya.
1.8.2. Data sekunder
Menelusuri karya-karya pemikir yang lain mengenai H.O.S Tjokroaminoto
atau mengenai topik bahasan yang diteliti. Data sekunder ini dicari dalam
ensiklopedi, buku sistematis dan tematis. Sebab dalam buku itu biasanya
ditunjukkan pustaka yang lebih luas.37
Menurut Faisal (1990) analisis data dalam penelitian kualitatif bergerak
secara induktif yaitu data/fakta dikategorikan menuju ke tingkat abstraksi yang
lebih tinggi, melakukan sintesis dan mengembangkan teori bila diperlukan.
Setelah data dikumpulkan maka dilakukan pengelompokan dan pengurangan yang
tidak penting. Setelah itu dilakukan analisis penguraian dan penarikan kesimpulan
tentang makna perilaku subjek penelitian dalam latar serta fokus penelitian.
1.9. Metode Analisis Data
38
Dalam suatu interpretasi, penulis menggunakan Emik dan Etik. Emik
adalah data-data, kalimat-kalimat dan teks, sebagaimana dipahami pemikir yang Beberapa metode yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif
terutama studi tokoh adalah:
1.9.1. Interpretasi
Interpretasi dimaksudkan sebagai upaya tercapainya pemahaman yang
benar terhadap fakta, data dan gejala.
37
Prof.Dr. Syahrin Harahap,MA, Metodologi Studi Tokoh Pemikiran Islam, op.cit, hal.58 38
merupakan perumusan kalimat seorang tokoh terhadap masalah yang
dipahaminya. Sedangkan Etik adalah pemahaman penulis sendiri terhadap pemikiran (data, kalimat, teks dan rumusan) tokoh yang diteliti.
1.9.2. Induksi dan deduksi
Pada setiap penelitian terdapat penggunaan induksi dan deduksi. Induksi
secara umum dapat diartikan sebagai generalisasi kasus-kasus dan unsur-unsur
pemikiran tokoh dianalisis, kemudian pemahaman yang ditemukan di dalamnya
dirumuskan dalam statemen umum (generalisasi). Sedangkan deduksi dipahami
sebagai upaya eksplisitasi dan penerapan pikiran-pikiran seorang tokoh yang
bersifat umum.
1.9.3. Koherensi intern
Agar pemikiran tokoh dapat dipahami secara tepat, maka seluruh konsep
dan aspek-aspek pemikirannya dilihat menurut keselarasannya satu dengan yang
lain. Selain itu ditetapkan pula inti pikirannya yang paling mendasar dan
topik-topik yang paling sentral. Demikian juga diteliti susunan logis sistematis dalam
pemikiranya agar ditemukan muatan pemikirannya yang paling substansial.
1.9.4. Kesinambungan historis
Dalam melakukan analisis dilihat benang merah yang menghubungkan
pemikiran-pemikirannya, baik lingkungan historis dan pengaruh-pengaruh yang
dialaminya maupun perjalanan hidupnya sendiri, karena seorang tokoh adalah
anak zamannya. Untuk melihat latar belakang internal, diperiksa riwayat hidup
tokoh, penddikannya, pengaruh yang diterimanya, relasi dengan pemikir-pemikir
sezamannya, dan segala macam yang membentuk pengalamannya. Demikian juga
melihat latar belakang eksternal, diselidiki keadaan khusus zaman yang dialami
tokoh, dari segi ekonomi politik budaya dan intelektual.39
39
BAB II
BIOGRAFI H.O.S TJOKROAMINOTO
2.1. Kehidupan Pribadi dan Keluarganya
Dalam sebuah proses kehidupan seseorang, sebelum ia mencapai suatu
tingkat kematangannya, baik itu berpikir atau berperilaku, maupun peranannya di
dalam masyarakat sebagai pedagang, ulama, atau politikus tentunya ia
dipengaruhi oleh latar belakang kehidupannya baik itu menyangkut kehidupan
masa kecilnya maupun latar belakang kehidupan keluarganya. Besar atau kecil,
pengaruh dari variabel yang seperti itu pasti ada.
Demikian pula halnya dengan H.O.S Tjokroaminoto, seorang pahlawan
nasional yang dalam perjalanan hidupnya telah meraih respek dan apresiasi dari
berbagai golongan terutama golongan Islam Nasionalis, dimana karakter dan
frame berfikirnya amat dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan keluarga dan
kehidupan masa kecilnya. Maka, merupakan sesuatu yang layak untuk mengulas
dan me-review kembali biografinya sebelum memahami pemikirannya secara
lebih mendalam.
Raden Mas Oemar Said Tjokroaminoto, dilahirkan di Bakur, sebuah desa
yang sunyi pada tanggal 16 Agustus 1982 bertepatan dengan tahun meletusnya
gunung Krakatau di Banten. Peristiwa ini sering dikiaskan oleh orang Jawa bahwa
gunung meletus itu akan banyak menimbulkan perubahan terhadap alam di
tuntutan H.O.S Tjokroaminoto terhadap pemerintah kolonial Belanda ketika ia
menjadi pemimpin Sarekat Islam.40
Ia terlahir dengan nama kecil Oemar Said. Sesudah menunaikan ibadah
haji ia meninggalkan gelar keningratannya dan lebih suka memperkenalkan diri
dengan nama Haji Oemar Said Tjokroaminoto atau lebih dikenal H.O.S
Tjokroaminoto. Gelar ’Raden Mas’ baginya adalah merupakan hak yang dapat
dipergunakannya, sebagaimana ningrat-ningrat lainnya, sebab dalam dirinya
mengalir darah ningrat, bangsawan dari Surakarta, cucu Susuhunan. Demikian
pula halnya dengan gelar ’haji’ merupakan lambang dari kealiman, ketaatan
seseorang dalam menjalankan ajaran-ajaran agama Islam, bagi Tjokroaminoto
bukanlah merupakan sesuatu yang asing karena dirinya adalah keturunan kyai
ternama yaitu Kyai Bagoes Kesan Besari. Seorang ulama yang memiliki pondok
pesantren di Desa Tegal Sari, Kabupaten Ponorogo, Karesidenan Madiun, Jawa
Timur yang kemudian memperistri seorang putri dari Susuhunan II. Dengan
perkawinannya itu, dia menjadi keluarga Keraton Surakarta.41
Dari perkawinannya dengan putri Susuhunan tersebut Kyai Bagoes Kesan
Besari dikaruniai seorang putra, yaitu Raden Mas Adipati Tjokronegoro. Dalam
menjalani kehidupannya, Tjokronegoro tidak mengikuti jejak ayahnya sebagai
seorang kyai termasyhur atau menjadi pemimpin pondok pesantren. Tjokronegoro
menerjuni pekerjaan di bidang kepamong prajaan sebagai pegawai pemerintah.
Selama menjalani kariernya itu, Tjokronegoro pernah menduduki jabatan-jabatan
40
Amelz, HOS Tjokroaminoto Hidup dan PerjuangannyaJilid I, Jakarta: Bulan bintang, 1952, hal.50
41
penting diantaranya sebagai bupati di Ponorogo. Oleh karena jasanya pada negeri,
ia dianugrahi bintang jasa Ridder der Nederlansche Leeuw.
Tjokronegoro kemudian dianugrahi seorang putra bernama Raden Mas
Tjokroamiseno. Tjokroamiseno mengikuti jejak ayahnya dengan menekuni
pekerjaan sebagai pegawai pamong praja pula. Tjokroamiseno juga pernah
menduduki jabatan-jabatan penting pemerintahan, antara lain sebagai wedana di
Kewedanan Kletjo, Madiun. Raden Mas Tjokroamiseno inilah ayah
Tjokroaminoto.42
1. Raden Mas Oemar Djaman Tjokroprawiro, seorang pensiunan Wedana; Beliau mempunyai dua belas orang anak, berturut-turut;
2. Raden Mas Oemar Said Tjokroaminoto;
3. Raden Ayu Tjokrodisoerjo, seorang istri almarhum mantan Bupati
Purwokerto;
4. Raden Mas Poerwadi Tjokrosoedirjo, seorang bupati yang diperbantukan
kepada Residen Bojonegoro;
5. Raden Mas Oemar Sabib Tjokrosoeprodjo, seorang pensiunan Wedana
yang kemudian masuk PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia) dan Masyumi
yang kemudian meninggal di Madiun di zaman yang terkenal dengan
istilah ’Madiun Affair’; 6. Raden Ajeng Adiati;
7. Raden Ayu Mamowinoto, seorang istri pensiunan pegawai tinggi;
8. Raden Mas Abikoesno Tjokrosoejoso, seorang arsitek terkenal yang juga
politikus ulung yang pernah menjadi ketua PSII dan sempat menjabat
sebagai menteri di Kabinet Republik Indonesia;
42
9. Raden Ajeng Istingatin;
10.Raden Mas Poewoto;
11.Raden Adjeng Istidjah Tjokrosoedarmo seorang pegawai tinggi kehutanan;
12.Raden Aju Istirah Mohammad Soebari, seorang pegawai tinggi
Kementrian Perhubungan.43
Tjokroaminoto adalah seorang anak yang nakal dan pemberani. Karena
kenakalan dan keberaniannya pulalah maka semasa di bangku sekolah ia sering
dikeluarkan dari sekolah yang satu ke sekolah yang lain. Walaupun demikian,
karena kecerdasan otaknya, beliau dapat juga masuk ke sekolah OSVIA
(Opleidings School Voor Inlandsche Ambtenaren) di Magelang dan pada tahun 1902 ia berhasil menyelesaikan studinya disana. Tidak begitu mengherankan
sebenarnya beliau dapat masuk ke sekolah OSVIA tersebut, karena sudah menjadi
tradisi anak-anak priyayi B.B. (Binnenland Bestuur) disekolahkan oleh orang tuanya di Sekolah Ambtenar. Tentu saja dengan harapan dapat menjadi seorang
pejabat dalam dunia priyayi.
Sebagai seorang anak priyayi, Tjokroaminoto tentu saja dijodohkan oleh
orangtuanya dengan anak priyayi pula yaitu Raden Ajeng Soeharsikin, puteri
seorang patih wakil bupati Ponorogo yang bernama Raden Mas Mangoensomo.
Raden Ajeng Soeharsikin, yang setelah menikah menjadi Raden Ayu
Tjokroaminoto, dikenal sebagai seorang wanita yang sangat halus budi pekertinya,
baik perangainya, besar sifat pengampunannya dan cekatan. Walaupun tidak
tinggi pendidikan sekolahnya, namun ia sangat menyukai pengajaran dan
43
pengajian agama. Menurut asal-usulnya, ia keturunan Panembahan Senopati dan
Ki Ageng Mangir di Madiun.
Keteguhan dan kecintaan Soeharsikin kepada suaminya dibuktikan sejak
awal masa pernikahan yang ketika itu dirinya dipaksa untuk memilih antara
berpisah dengan orang tuanya atau dengan Tjokroaminoto. Hal ini terjadi ketika
Tjokroaminoto berselisih dengan mertuanya. Perselisihan ini bermula dari
perbedaan pandangan di antara keduanya. Tjokroaminoto tidak berhasrat menjadi
seorang birokrat sedangkan mertuanya menginginkan tjokroaminoto menjadi
birokrat sebab mertuanya masih bersifat kolot dan cenderung elitis. Pada waktu
itu, Tjokroaminoto sudah masuk dunia BB, dunia kaum priyayi. Selama tiga tahun
ia menjadi juru tulis patih di Ngawi. Perbedaan antara mertua dan menantu ini
semakin hari semakin tajam. Sadar akan kenyataan yang dihadapinya,
Tjokroaminoto pun mengambil tindakan nekat. Dia meninggalkan rumah
kediaman mertuanya tersebut walaupun istrinya sedang mengandung anak
pertamanya.
Tindakan nekat Tjokroaminoto ini menimbulkan kemarahan bahkan
kebencian mertuanya. Mangoensoemo memaksa anaknya untuk bercerai dengan
Tjokroaminoto sebab kepergiannya telah mencoreng martabat dan kehormatan
keluarganya. Dihadapkan dengan situasi sulit ini, Soeharsikin secara tegas tetap
memilih suaminya, Tjokroaminoto. Jawaban Soeharsikin itu membuat kedua
orang tuanya tertegun dan tidak dapat berbuat apa-apa. Ketika Soeharsikin telah
melahirkan anak sulungnya, ia bersama anaknya meninggalkan rumah untuk
menyusul Tjokroaminoto. Namun, ia berhasil ditemukan oleh pesuruh ayahnya
Dalam pengembaraannya, Tjokroaminoto sampai di kota Semarang.
Waktu itu, tahun 1905, beliau sudah meninggalkan pekerjaannya sebagai sebagai
juru tulis patih di Ngawi. Untuk menyambung hidupnya, ia tidak segan-segan
menjadi kuli pelabuhan disana. Malah, pengalaman yang tak terlupakan ini
mendorongnya untuk memperhatikan kehidupan kaum buruh baik di perkebunan,
kereta api, pengadilan, pelabuhan dan sebagainya ketika ia nantinya
berkecimpung didunia pergerakan. Dia-lah yang mempelopori berdirinya ’sarekat
sekerja’ yang bertujuan mengangkat harkat kaum buruh.44
Diantara banyak pekerjaan yang dilakoninya, pekerjaan sebagai jurnalistik
lah yang paling disukainya. Beliau mengembangkan bakatnya dalam bidang itu
dengan memasukkan tulisan-tulisannya dalam berbagai surat kabar pada masa itu
serta pernah menjadi pembantu pada sebuah surat kabar di kota Surabaya, yaitu Merasa sulit berkembang di kota Semarang, ia kemudian memutuskan
pindah ke Surabaya. Di kota Surabaya ini ia bekerja pada sebuah firma yang
bernama Kooy & Co. Disamping bekerja beliau juga tidak lupa meluangkan
waktu untuk menambah ilmu pengetahuan. Pada tahun 1907-1910, dia mengikuti
pendidikan di sekolah B.A.S (Burgerlijke Avond School).
Setelah menamatkan sekolahnya di B.A.S, agaknya Tjokroaminoto sudah
tidak tertarik lagi untuk meneruskan pekerjaannya di perusahaan dagang tersebut.
Kemudian ia berhenti dan bekerja sebagai leerling machinist selama satu tahun lamanya yaitu dari tahun 1911 sampai 1912. Kemudian ia pindah bekerja lagi ke
sebuah pabrik gula, Rogojampi Surabaya di dekat kota Surabaya sebagai seorang
chemiker.
44
Suara Surabaya. Bakatnya ini semakin tampak jelas semasa ia menjadi pemimpin
Sarekat Islam dan PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia) dimana ia mampu
menerbitkan beberapa surat kabar harian dan mingguan serta majalah, yaitu surat
kabar Oetoesan Hindia, surat kabar Fajar Asia, dan majalah Al-Jihad. Pada semua
penerbitan itu ia selalu menjadi pemimpin redaksi. Ia memang menyadari fungsi
surat kabar dan majalah sebagai salah satu alat perjuangan.45
Untuk membantu ekonomi keluarga, Soeharsikin membuka rumahnya
untuk indekos para pelajar di Surabaya. Pelajar yang mondok di rumah
Tjokroaminoto sekitar 20 orang. Kebanyakan dari mereka bersekolah di M.U.L.O
(Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), atau H.B.S (Hollands Binnenlands School). Di antara siswa yang mondok tersebut adalah Soekarno, Kartosoewiryo,
Sampoerno, dan Abikoesno, Alimin dan Moesso. Mereka tidak hanya makan dan
tidur di rumah Tjokroaminoto, tetapi juga berdiskusi baik dengan sesama teman
maupun dengan Tjokroaminoto. Sehingga rumah Tjokroaminoto adalah ibarat
Akhirnya, setelah cukup lama merantau, Tjokroaminoto memutuskan
menetap di Surabaya dan membawa serta istri dan anak-anaknya yaitu Siti Oetari,
Oetarjo alias Anwar, Harsono alias Moestafa Kamil, Siti Islamijah, dan Soejoet
Ahmad. Walaupun dalam suasana sederhana, keluarga ini sangat harmonis dan
berbahagia. Soeharsikin memberikan dukungan moral yang sangat besar kepada
suaminya. Jika Tjokroaminoto bepergian, istri yang sederhana dan setia ini
mengiringi kepergian suaminya dengan sembahyang tahajud, puasa dan berdoa
untuk suaminya. Banyak orang mengakui bahwa ketinggian derajat yang
diperoleh Tjokroaminto sebagian besar berkat bantuan istrinya.
45
kancah yang terus menerus menggembleng dan membangun ideologi kerakyatan,
demokrasi, sosialisme, dan anti imperialisme.
Dalam mendidik anak-anaknya maupun mengatur para pelajar yang
indekos, Soeharsikin dan Tjokroaminoto sangat disiplin meskipun tetap akrab.
Anak-anaknya diberi pendidikan dengan sebaik-baiknya. Tidak hanya pendidikan
duniawi tetapi juga pendidikan agama sangat diperhatikannya seperti
mendatangkan guru untuk mengajar membaca Al-Qur’an ke rumahnya.
Sedangkan disiplin yang diterapkan pada pelajar adalah seperti yang digambarkan
Soekarno : ”Bu Tjokro sendiri yang mengumpulkan uang makan kami setiap
minggu. Dia membuat peraturan seperti makan malam jam sembilan dan yang
terlambat tidak akan dapat makan, anak sekolah sudah harus ada di kamarnya jam
10 malam, anak sekolah harus bangun jam 4 pagi untuk belajar, dan main-main
dengan anak gadis dilarang..”46
Tetapi tidaklah lama Raden Ayu Soeharsikin dapat menyumbangkan
darma baktinya kepada cita-cita suaminya, pada tahun 1921, beliau akhirya Pada usia 35 tahun, Tjokroaminoto mencapai puncak karirnya sebagai
pemimpin Sarekat Islam selama beberapa periode. Tetapi semua gerak
langkahnya tidak akan berhasil, jika tidak mendapat dukungan dari istri
tercintanya. Dengan ketaatan seorang istri pejuang yang juga ikut membanting
tulang mencari nafkah dengan tiada rasa jerih payah. Hidup sang istri yang
didorong oleh hati ikhlas dan jujur itu, akhirnya merupakan faktor yang terpenting
pula, sehingga Tjokroaminoto menjadi manusia besar di Indonesia yang amat
disegani oleh kawan maupun lawannya.
46