• Tidak ada hasil yang ditemukan

Variasi Anatomi pada Rinosinusitis Kronis di RS H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Variasi Anatomi pada Rinosinusitis Kronis di RS H. Adam Malik Medan"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Delfitri Munir Beberapa Aspek Karsinoma Nasofaring...

Variasi Anatomi pada Rinosinusitis Kronis di RS H. Adam

Malik Medan

De lfitri Munir

De p a rte me n Ilmu Te ling a Hid ung Te ng g o ro k, Be d a h Ke p a la Le he r Fa kulta s Ke d o kte ra n Unive rsita s Suma te ra Uta ra

Abstrak: Salah satu penyebab yang paling sering pada rinosinusitis adalah gangguan drainase. Variasi anatomi hidung dan sinus paranasal merupakan salah satu faktor penyebab gangguan drainase sinus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelainan anatomi pada pasien rinosinusitis yang menjalani FESS. Penelitian secara prospektif dilakukan sejak Oktober 2002 sampai Oktober 2003 di Departemen Ilmu Telinga Hidung Tenggorok, Bedah Kepala Leher/ RSUP H Adam Malik Medan. Tiga puluh lima pasien rinosinusitis kronis diikukan pada penelitian ini. Kelainan prosesus unsinatus merupakan variasi anatomi yang paling banyak ditemukan (71,4%), dan unsinektomi merupakan prosedur operasi yang paling sering dilakukan (77, 1%).

Kata kunci: bedah sinus endoskopi fungsional, komplek ostio-meatal, rinosinusitis

Abstract: The most common etiology of chronic rhinosinusitis is drainage disorder. The anatomic variation is one of the etiologic factors of drainage disorder. The objective of this study is to investigate the anatomic variations of rhinosinusitis durante FESS. A prospective study was carried out from October 2002 to October 2003 in Ear Nose Throat, Head and Neck Department Medicine Faculty of North Sumatera University/Adam Malik Hospital Medan. Thirty five chronic rhinosinusitis patiens who had FESS were involved in this research. The most common anatomic variations is uncinate proses (71,4%) and uncinectomy is the most common operating prosedure (77,1%).

Keywords: functional endoscopic sinus surgery, ostiomeatal complex, rhinosinusitis

PENDAHULUAN

Rinosinusitis ialah radang mukosa hidung dan sinus paranasal yang terletak di sekitar hidung. Kelainan anatomi hidung dan sinus merupakan penyebab terbanyak dari rinosinusitis.1,2

Bagian lateral hidung lebih kompleks dibandingkan dinding medial oleh karena banyak terdapat bagian-bagian yang penting didalam fungsi hidung. Pada sepertiga tengah dinding lateral terdapat meatus medius, saluran-saluran drainase dari sinus kelompok anterior, yang dikenal dengan daerah komplek ostio-meatal (KOM).3,4 KOM merupakan suatu rongga di antara konka media dan lamina papirasea yang dibatasi oleh bula etmoid, prosesus unsinatus dan konka media.5,6

Functional endoscopic sinus surgery (FESS) sampai saat ini masih merupakan teknik terbaik untuk penatalaksanaan sinusitis kronik dan akut berulang. Teknik ini memungkinkan visualisasi yang baik dan magnifikasi anatomi hidung dan ostium sinus bagi ahli bedah. Dibandingkan dengan bedah sinus terdahulu

yang pada umumnya radikal dengan morbiditas yang tinggi, maka FESS lebih konservatif dengan morbiditas yang rendah. Teknik bedah ini pertama kali diajukan oleh Messerklinger dan dipopulerkan oleh Stammberger dan Kennedy.7,8 Tujuan utama FESS adalah memulihkan aliran mukusilier di daerah dinding lateral rongga hidung (KOM), dengan menghilangkan sumbatan dan variasi anatomi sehingga memulihkan kembali drainase serta ventilasi sinus secara alami. Hanya jaringan patologik yang diangkat, sedangkan jaringan sehat dipertahankan agar tetap berfungsi.9

TUJUAN PENELITIAN

(2)

BAHAN DAN CARA

Penelitian merupakan studi kasus prospektif secara cross sectional dan bersifat deskriptif di Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara/RSUP H Adam Malik Medan mulai Oktober 2002 sampai Oktober 2003. Sampel penelitian adalah populasi pasien rumah sakit, yaitu seluruh pasien yang menjalani FESS, baik laki-laki maupun perempuan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kreteria inklusi yaitu berusia lebih dari 15 tahun dan

rinosinusitis yang mengalami gangguan ventilasi. Sedangkan kriteria eksklusi yaitu pernah mendapat tindakan bedah sinus sebelumnya, seperti Cald Well-Luc atau FESS dan mempunyai riwayat trauma hidung.

HASIL PENELITIAN

Jumlah penderita yang terkumpul sebagai sampel sebanyak 35 penderita. Data yang dikumpulkan disajikan dalam bentuk tabel serta diagram.

Ta b e l 1.

Distrib usi ke lo m p o k um ur d a n je nis ke la m in p e nd e rita rino sinusitis ya ng m e nja la ni FESS

No Ke lo m p o k Um ur ( thn )

J e n i s k e l a m i n

Jum la h Pe rse nta se La ki - la ki % Pe re m p ua n %

1 15 - 24 4 11,4 3 8,6 7 20

2 25 - 34 3 8,6 5 14,3 8 22,9

3 35 - 44 5 14,3 7 20 12 34,3

4 45 - 54 1 2,9 4 11,4 5 14,3

5 > 55 2 5,6 1 2,9 3 8,5

J u m l a h 15 42,8 20 57,2 35 100

57%

43%

Perempuan

Laki laki

Dia g ra m 1. Distrib usi je nis ke la m in p e nd e rita rino sinusitis ya ng m e nja la ni FESS

Ta b e l 2.

Distrib usi lo ka si sinus p a ra na sa l p e nd e rita sinusitis ya ng m e nja la ni FESS

Sinus Pa ra na sa l Jum la h Pe rse nta se

Sinus Maksilaris 51 72,9

Sinus Etmoidalis Anterior 40 57,1

Sinus Etmoidalis Posterior 28 40

Sinus Frontalis 23 32,9

Sinus Sfenoidalis 6 8,6

Ta b e l 3.

Distrib usi je nis p ro se d urtinda ka n p a d a p e nd e rita rino sinusitis ya ng m e nja la ni FESS

Je nis p ro se d ur tind a ka n Ka na n % Kiri % Jum la h %

Unsinektomi 24 34,2 30 42,9 54 77,1

Antrostomi media 20 28,6 24 34,2 44 62,8

Bullektomi 20 28,6 24 34,2 44 62,8

Etmoidektomi Anterior 17 24,3 24 34,2 41 58,5

Etmoidektomi Posterior 8 11,4 19 27,1 27 38,5

Sfenoidektomi 1 1,4 4 5,7 5 7,1

Bedah sinus frontal 8 11,4 12 17,1 20 28,5

Konkotomi (Konka media) 7 10 15 21,4 22 31,4

(3)

Delfitri Munir Variasi Anatomi pada Rinosinusitis Kronis...

Dari Tabel 1 didapatkan persentase tertinggi penderita rinosinusitis kronik yang menjalani FESS adalah pada kelompok umur 35 – 44 tahun (34,3%).

Pada Diagram 1 didapatkan penderita perempuan lebih banyak dibanding laki-laki (57%).

Dari Tabel 2 terlihat lokasi sinus paranasal penderita rinosinusitis yang mengalami FESS yang terbanyak adalah sinus maksila (72.9%).

Pada Tabel 3 didapatkan jenis prosedur FESS yang terbanyak dilakukan adalah unsinektomi (77.1%)

Pada Tabel 4 didapatkan kelainan anatomi pada penderita rinosinusitis terbanyak adalah kelainan prosesus unsinatus (71.4 %).

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini didapati jumlah penderita sebanyak 35 orang yang terdiri atas 20 orang perempuan dan 15 orang laki – laki. Umur penderita yang dimasukan dalam penelitian ini

adalah diatas 15 tahun. Pemilihan batas umur ini berdasarkan pertimbangan bahwa pada usia diatas 15 tahun perkembangan anatomi sinus paranasal relatif sedikit.

Dari data yang diperoleh, terlihat umur penderita yang terbanyak adalah 35 – 44 tahun sebanyak 12 penderita (34.3%). Peneliti lainnya seperti Iriani (1996) mendapatkan umur terbanyak menderita rinosinusitis kronik 16 – 30 tahun.10 Muyassaroh (1999) menemukan umur terbanyak 20 – 29 tahun dan Melania (1999) 30 – 40 tahun. 11,12 Dari beberapa data diatas terlihat bahwa rinosinusitis kronik lebih banyak mengenai dewasa muda.

(4)

lebih lanjut tentang faktor yang menyebabkan dominasi perempuan pada rinosinusitis.

Lokasi sinus paranasal penderita rinosinusitis yang mengalami FESS yang terbanyak adalah sinus maksila yaitu 51 kasus (72.9%) dan sinus yang sedikit ditemui adalah sinus sfenoid sebanyak 6 kasus (8,6%). Struktur anatomi sinus maksila sangat rentan terjadinya gangguan drainase sinus, sehingga dibeberapa penelitian juga mendapatkan hasil yang sama. Namun penelitian Gerek (1996) menemukan lokasi rinosinusitis terbanyak adalah sinus etmoidalis anterior (93.3%).16

Tindakan FESS yang terbanyak dilakukan adalah unsinektomi sebanyak 54 kasus (77.1%), dan yang paling sedikit dilakukan adalah sfenoidektomi sebanyak 5 kasus (7.1%). Gerek (1996) melakukan bedah sinus endoskopi pada 45 penderita melakukan unsinektomi, antrostomi media, etmoidektomi anterior masing–masing 90 kasus (100%) dan prosedur yang jarang dilakukan adalah reduksi konkamedia 29 kasus (32,2%).18

Variasi anatomi pada penderita rinosinusitis terbanyak adalah kelainan prosesus unsinatus yaitu 50 kasus (71.4%) dan yang paling sedikit adalah kelainan sel agger nasi 18 kasus (25.7%). Demikian juga Krzeski (2001) menemukan insiden variasi anatomi prosesus unsinatus yang paling banyak (44%).19

KESIMPULAN

Variasi anatomi prosesus unsinatus merupakan kelainan yang paling banyak ditemukan (71,4%), dan unsinektomi merupakan prosedur operasi yang paling sering dilakukan pada penelitian ini (77, 1%).

DAFTAR PUSTAKA

1. Ballenger JJ. Aplikasi klinis anatomi dan fisiologi hidung dan sinus paranasal. Dalam: Penyakit Telinga dan Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid I. edisi 13. Binarupa Aksara. Jakarta .1993: 2 – 10.

2. Lund VJ.Anatomi of The Nose and Paranasal Sinuses. In: Bleeson M.(Scoot Brown’s Otolaryngologi. Vol.16 th ed.butterworth - Heinemann.1997: 11-19.

3. Stammberger H, Hawke M. Surgical operative technique. Dalam: Stammberger H, Hawke M. Essentials of Fungtional Endoscopic Sinus Surgery. Mosby. St.Louis. 1997: 147 – 84.

4. Becker W, Naumann HH, Pfaltz CR. Nose, nasal sinuses and face. Dalam:

Buchkingham KA. Ear, nose, and throat disease. 2 nd ed. Thieme Medical Publishers. Inc.1994:170 – 5.

5. Nizar NW. Retno SW. Anatomi Endoskopik Hidung Sinus Paranasal dan Patofisiologi Sinusitis.Kumpulan Makalah BSEF. Jakarta. 1998:1 – 8.

6. Nizar NW, Wardani RS. Anatomi endoskopik hidung – sinus paranasal dan patofisiologi sinusitis. Dalam: Kursus dan pelatihan BSEF. Semarang. 2000.

7. Soetjipto D. Teknik dan tips praktis BSEF. Dalam: Kursus dan pelatihan BSEF. Semarang . 2000.

8. Hilger PA. Penyakit sinus paranasal. Dalam: Boies.Buku ajar penyakit THT. Alih bahasa: caroline wijaya.ed 6.EGC.1996:240-60.

9. Mangunkusumo E. Persiapan operasi BSEF. Dalam: Kursus dan pelatihan BSEF. Semarang. 2000.

10. Iriani, Widiantono.Bedah sinus endoskopik fungsional tanpa tampon. Dalam: Kumpulan naskah ilmiah PIT Perhati. Batu-Malang.1996: 707 – 714.

11. Muyassaroh, Suprihati. Resistensi Beberapa Kuman Penyebab Sinusitis Maksila terhadap Ampisilin di SMF Kesehatan THT RSUP Dr. Kariadi Semarang. Dalam: Kumpulan Naskah Ilmiah Kongres Nasional XII- Perhati Semarang, 28-30 Oktober 1999. Semarang: Balai Penerbit Univesitas Diponegoro Semarang. 1999: 511-17.

12. Melania S, Samsul I. Pola Kuman Sinusitis Maksilaris Odontogenik dan Efektivitas Pemakaian Antibiotika.. Dalam: Kumpulan Naskah Ilmiah Kongres Nasional XII- Perhati Semarang, 28-30 Oktober 1999. Semarang: Balai Penerbit Univesitas Diponegoro Semarang. 1999: 469-85.

13. Massudi RH. Pola kuman aerob dan kepekaannya invitro pada sinusitis maksila kronik di RS DR.Kariadi Semarang. Dalam: Kumpulan naskah Ilmiah PIT Malang, 1996: 763 – 81.

14. Benninger M. Nasal Endoscopy. It’s Role in Office Diagnosis. In: American Journal of Rhinology. 1977, Vol II. (2): 172-78.

(5)

Delfitri Munir Variasi Anatomi pada Rinosinusitis Kronis...

Perhati Semarang, 28-30 Oktober 1999. Semarang: Balai Penerbit Univesitas Diponegoro Semarang. 1999: 524-35.

16. Gerek M, Tosun F, Yetiser S, Ozkaptan Y. Results of endoscopic sinus surgery in patients with chronic sinusitis and asthma. Dalam: XVI World congres otolaryngology head and neck surgery. Sydney. 1997: 1493 – 7.

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan karir menjadi tidak terbatas sebab pengembangan karir beralih pada inisiatif individu dalam melaksanakan pekerjaan dan aktivitas- aktivitas pengembangan

kami mengundang Bapak/Sdr untuk melakukan pembuktiaan kualifikasi dengan membawa seluruh dokumen kualifikasi dan salinannya 1 (satu) rangkap untuk panitia, yang

5 Darul Hikmah 6 Babussalam 7 Ar Raudah 8 Al Huda 9 Miftahul Ulum 10 Baitul Yaqin 11 Nurul Qomariah 12 Raudah Salafiyah 13 Ar Rasyid.. 14 Attaqwa 15 Nailul Authar

Introduction: This study aims to determine the level of physical fitness related to gateball players' health of Bantul Regency which includes: heart lung endurance, muscular

Mahasiswa yang sudah mapan dalam berpikir, adalah mahasiswa yang tidak sekedar memikirkan kepentingan akademis semata, namun jauh tersirat dalam benaknya tentang arti dari

Aplikasi ini akan digunakan sebagai alat bantu pengolahan data yang tepat dan akurat yang mampu memperkecil kesalahan serta mempercepat proses pencatatan dan

Talago Indah Kuriak Kusuik BD 280 9.600 INFORMASI STOK BENIH PADI.. (Minggu ke II Bulan Maret

JABATAN NAMA LENGKAP ALAMAT KANTOR TELEPON EMAIL... Ramlan Nurmatias SH Dt.Nan