ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI KIOS
PASAR TRADISIONAL MERANTI BARU (STUDI ANTARA TIURMA
TAMPUBOLON DAN BERNIKA SITORUS)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai
gelar Sarjana Hukum
Oleh :
NIM:110200530 NIMAH D.I TAMPUBOLON
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL-BELI KIOS
PASAR TRADISIONAL MERANTI BARU (STUDI ANTARA TIURMA
TAMPUBOLON DAN BERNIKA SITORUS)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum
Oleh :
NIM:110200530 NIMAH D.I TAMPUBOLON
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW
Disetujui oleh :
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
NIP.196603031985081001 Dr.H.Hasim Purba,SH.M.Hum
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Dr.Megarita,SH.,CN.,M.Hum
NIP : 196110111988132001 NIP: 196402161989111001
Syamsul Rizal,SH.M.Hum
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
NIMAH D.I TAMPUBOLON*) Dr. MEGARITA, SH. CN., M. Hum**)
SYAMSUL RIZAL, SH.M.Hum***)
Perjanjian adalah suatu peristiwa ketika seseorang berjanji kepada orang lain atau ketika orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa itu maka timbul hubungan antara dua orang atau lebih. Perjanjian harus ada kata sepakat antara kedua belah pihak karena perjanjian merupakan perbuatan hukum bersegi dua atau jamak. Untuk membuktikan kata sepakat dibuat dengan akta otentik dan bisa juga tanpa dengan akta otentik. Perjanjian jual beli merupakan perjanjian timbal balik dimana penjual berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak pembeli berjanji membayar harga.
Permasalahan dalam skripsi ini adalah apakah pelaksanaan dan bentuk perjanjian jual beli antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan kesusilaan, bagaimana kekuatan hukum pembuktian akta perjanjian jual beli yang dibuat dibawah tangan serta bagaimana perlindungan hukum terhadap pembeli dalam perjanjian jual beli kios pada Pasar Tradisional Meranti Baru.
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pengumpulan data melalui pustaka atau data sekunder serta dilakukan wawancara kepada pihak yang berkompeten yaitu Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus yang dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini.
Hasil penelitian adalah pelaksanaan dan bentuk perjanjian jual beli kios pada dasarnya sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, tetapi masih ada yang tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku dalam hal pembayaran dimana pihak pembeli melakukan wanprestasi. Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sama walaupun tidak sesempurna pembuktian seperti akta otentik sepanjang tanda tangan dan isi yang terdapat di dalam akta tersebut diakui oleh para pihak yang membuat akta tersebut, akan tetapi akta di bawah tangan akan dianggap sebagai bukti permulaan tertulis. Perlindungan hukum terhadap pembeli kios dalam hal ini dilindungi dengan itikad baik.
Kata Kunci : - Perjanjian
- Perjanjian jual beli
*) MAHASISWA.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini salah satu syarat untuk menempuh ujian tingkat Sarjana Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara .Skripsi ini berjudul “Aspek Hukum
Perjanjian Jual-Beli Kios Pasar Tradisional Meranti Baru (Studi Antara Tiurma
Tampubolon dan Bernika Sitorus)”.
Di dalam menyelesaikan skripsi ini telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar
besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Runtung, SH., M. Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara Medan.
2. Bapak Dr. Hasim Purba, SH.M.Hum sebagai Ketua Departemen Keperdataan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dr. Megarita, SH., CN, M. Hum selaku Dosen pembimbing 1.
4. Bapak Syamsul Rizal, SH., M. Hum selaku Dosen Pembimbing 2.
5. Bapak Ramli Siregar SH,M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik.
6. Bapak dan Ibu dosen serta semua staf administrasi di Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara Medan.
7. Kepada Mendiang Ayahanda Poltak Tampubolon SH dan Ibunda Martalena Sitorus
yang telah memberikan dukungan dan semangat yang tidak ada habisnya, biarlah
8. Kepada adik-adik saya Natalia dan Sarah yang saya cintai terima kasih sudah
memberikan semangat yang tiada habis nya.
9. Kepada sahabat-sahabat Happy Mentari, Eni Dhora Sipayung, Desi Natalia yang
telah memberikan dukungan kepada penulis.
10. Kepada kakak senior Kakak Lusiana Theresia Pangaribuan SH., M.H yang telah
memberikan informasi dan juga dukungan kepada penulis.
11. Rekan rekan sealmamater yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu di
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
12. Saudara Tante Roma,Tante Ondang, Tante Ika, Tulang, Nantulang dan Olin yang saya
kasihi yaang telah mendukung saya mengerjakan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi
para pihak yang membutuhkan informasi seputar pelaksanaan perjanjian jual-beli sesuai
dengan asas dan syarat sahnya sua perjanjian yang tidak bertentangan dengan kesusilaan,
ketertiban umum, dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Penulis memohon
maaf apabila terdapat kesalahan, kekurangan, dan ketidaksempurnaan dalam penulisan
skripsi ini karena hal ini bukanlah kesengajaan, melainkan semata-mata karena kehilafan
penulis. Seperti kata pepatah “Tak ada gading yang tak retak”.
Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk lebih sempurnanya
skripsi tersebut.
Medan, Maret 2015
Penulis
NIM : 110200530
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ...i
KATA PENGANTAR ...ii
DAFTAR ISI ...iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...,...1
B. Perumusan Masalah ...8
C. Tujuan Penelitian...8
D. Manfaat Penelitian ...9
E. Keaslian Penelitian ...10
F. Metode Penelitian ...10
G. Sistematika Penulisan ...12
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian dan akibat hukum dari suatu perjanjian pada umumnya...15
B. Asas-asas hukum perjanjian...23
C. Syarat-syarat sahnya perjanjian dan pelaksanaan perjanjian...33
D. Lahirnya dan berakhirnya suatu perjanjian ...41
Halaman
B. Pengertian dan dasar hukum perjanjian jual-beli kios pasar Tradisional
Meranti Baru...52
C. Subjek dan objek perjanjian jual beli kios Pasar
Tradisional Meranti Baru...56
D. Hak dan kewajiban dalam perjanjian jual beli
kios Pasar Tradisional Meranti Baru...60
E. Asas-asas hukum dalam perjanjian jual beli
kios Pasar Tradisional Meranti Baru...65
F. Risiko dalam perjanjian jual beli kios Pasar
Tradisional Meranti Baru ...68
BAB IV ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI KIOS PASAR
TRADISIONAL MERANTI (STUDI ANTARA TIURMA
TAMPUBOLON DAN BERNIKA SITORUS)
A. Pelaksanaan dan bentuk perjanjian jual-beli kios
antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus
pada Pasar Tradisional Meranti Baru...73
B. Kekuatan Hukum dan Pembuktian akta dibawah
tangan pada perjanjian jual-beli kios antara Tiurma
Tampubolon dan Bernika Sitorus pada Pasar
Tradisional Meranti Baru...79
Halaman
Pasar Tradisional Meranti Baru...81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ...86
B. Saran ...88
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
NIMAH D.I TAMPUBOLON*) Dr. MEGARITA, SH. CN., M. Hum**)
SYAMSUL RIZAL, SH.M.Hum***)
Perjanjian adalah suatu peristiwa ketika seseorang berjanji kepada orang lain atau ketika orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa itu maka timbul hubungan antara dua orang atau lebih. Perjanjian harus ada kata sepakat antara kedua belah pihak karena perjanjian merupakan perbuatan hukum bersegi dua atau jamak. Untuk membuktikan kata sepakat dibuat dengan akta otentik dan bisa juga tanpa dengan akta otentik. Perjanjian jual beli merupakan perjanjian timbal balik dimana penjual berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak pembeli berjanji membayar harga.
Permasalahan dalam skripsi ini adalah apakah pelaksanaan dan bentuk perjanjian jual beli antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan kesusilaan, bagaimana kekuatan hukum pembuktian akta perjanjian jual beli yang dibuat dibawah tangan serta bagaimana perlindungan hukum terhadap pembeli dalam perjanjian jual beli kios pada Pasar Tradisional Meranti Baru.
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pengumpulan data melalui pustaka atau data sekunder serta dilakukan wawancara kepada pihak yang berkompeten yaitu Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus yang dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini.
Hasil penelitian adalah pelaksanaan dan bentuk perjanjian jual beli kios pada dasarnya sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, tetapi masih ada yang tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku dalam hal pembayaran dimana pihak pembeli melakukan wanprestasi. Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sama walaupun tidak sesempurna pembuktian seperti akta otentik sepanjang tanda tangan dan isi yang terdapat di dalam akta tersebut diakui oleh para pihak yang membuat akta tersebut, akan tetapi akta di bawah tangan akan dianggap sebagai bukti permulaan tertulis. Perlindungan hukum terhadap pembeli kios dalam hal ini dilindungi dengan itikad baik.
Kata Kunci : - Perjanjian
- Perjanjian jual beli
*) MAHASISWA.
BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang
Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan
dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Oleh karena itu pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan syarat agar
manusia bisa bertahan hidup di dunia ini. Dalam rangka memenuhi kebutuhannya,
manusia harus saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan
manusia adalah makhluk sosial dan tidak dapat memenuhi kehidupannya sendiri.
Hukum sangat terkait dengan kehidupan sosial masyarakat. Dalam konteks
hubungan sosial masyarakat, dimensi hukum dapat dipahami sebagai kaidah atau norma
yang merupakan petunjuk hidup dan pedoman perilaku yang pantas atau diharapkan.
Dalam hal ini hukum bermaksud mengatur tata tertib masyarakat. Oleh karena itu, ketika
petunjuk hidup tersebut berisi perintah dan larangan ini dilanggar, maka dapat
menimbulkan tindakan dalam bentuk pemberian sanksi dari pemerintah atau penguasa
masyarakat.1
Hubungan antara dua individu yang timbal balik dapat dikatakan sebagai
bentuk kerjasama atau dalam hukum Indonesia dikenal dengan istilah perikatan.
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua individu atau dua pihak, dimana
pihak yang satu menuntut sesuatu hal atau prestasi dari pihak yang lain, dan pihak lain
1
berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.2 Perikatan timbul dari adanya suatu perjanjian. Perjanjian adalah suatu peristiwa ketika seseorang berjanji kepada orang lain
atau ketika mereka saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu. Perjanjian merupakan
bagian dari hukum perdata yang berlaku di indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang
sangat penting dalam hukum perdata oleh karena hukum perdata banyak mengandung
peraturan-peraturan hukum yang berdasarkan janji seseorang.3
Hukum perjanjian bersifat terbuka atau mempunyai suatu asas kebebasan
berkontrak, artinya kebebasan yang diberikan seluas-luasnya kepada siapa pun untuk
mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar undang-undang,
ketertiban umum, dan kesusilaan. Para pembuat perjanjian boleh membuat
ketentuan-ketentuan sendiri selama tidak menyimpang dari pasal-pasal dari hukum
perjanjian. Sedangkan pasal-pasal tersebut dapat dikesampingkan manakala dikehendaki
oleh pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian. Kalau mereka tidak mengatur sendiri
sesuatu hal, berarti mengenai hal tersebut akan tunduk pada undang-undang yang
berlaku.
Setiap orang yang
melakukan perjanjian harus berdasarkan asas-asas dan syarat sahnya suatu perjanjian.
4
Sistem terbuka ini di dapat kita lihat dari Pasal 1338 (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Itu dimaksudkan untuk menyatakan
tentang kekuatan perjanjian, yaitu kekuatan yang sama dengan suatu undang-undang.
Kekuatan seperti itu diberikan kepada semua perjanjian yang dibuat secara sah. Perjanjian
yang dibuat secara sah, terdapat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
2
R. Subekti(1), Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2002), hal. 1. 3
Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, (Bandung: PT Bale Bandung, 1989), hal. 7. 4
yang menyebutkan satu persatu syarat-syarat untuk perjanjian yang sah itu. Syarat-syarat
itu adalah sepakat, kecakapan, hal-hal tertentu, dan sebab suatu yang halal. Dengan hanya
disebutkannya sepakat saja tanpa dituntutnya suatu bentuk cara formalitas apapun, seperti
tulisan, pemberian tanda atau panjar dan lain sebagainya, dapat kita simpulkan bahwa
bilamana sudah tercapai kata sepakat itu, maka sahlah sudah perjanjian itu atau
mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah ia sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Aspek kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata ada tiga asas dalam perjanjian:5 1. Mengenai terjadinya perjanjian
Asas yang disebut konsensualisme artinya menurut Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata perjanjian hanya terjadi apabila telah adanya persetujuan kehendak antara
para pihak.
2. Tentang akibat perjanjian
Perjanjian mempunyai kekuatan yang mengikat antara para pihak-pihak itu sendiri.
Asas ini ditegaskan dalam Pasal 1338 (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang menegaskan bahwa perjanjian dibuat secara sah diantara para pihak. Ini berlaku
sebagai undang-undang bagi pihak yang melakukan perjanjian tersebut.
3. Tentang isi perjanjian
Isi perjanjian sepenuhnya diserahkan kepada para pihak yang bersangkutan. Dengan
kata lain, selama perjanjian itu tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku,
kesusilaan, mengikat kepentingan dan ketertiban maka perjanjian itu diperbolehkan.
Dengan asas kebebasan berkontrak dimana seseorang dapat membuat perjanjian
dengan bebas sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum,
5
dan kesusilaan. Terlepas dari kontraversi yang ada dalam perjanjian, ada baiknya dalam
membuat perjanjian kita mendapatkan rasa aman dan mengusahakan masing-masing
pihak mendapat keuntungan yang adil.
Perjanjian biasanya juga dibuat antara kedua belah pihak membuat akta
perjanjian, batasan akta sendiri merupakan pernyataan tertulis yang ditandatangani,
dibuat oleh seseorang atau oleh pihak-pihak dengan maksud dapat dipergunakan sebagai
alat bukti dalam proses hukum. Sehubungan dengan ini, undang-undang menyatakan
bahwa pembuktian dengan tulisan dilakukan baik dengan tulisan-tulisan otentik maupun
dengan tulisan-tulisan dibawah tangan seperti yang terdapat dalam Pasal 1867 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
Dari banyaknya perjanjian yang timbul dalam masyarakat, perjanjian jual beli
makin lama semakin penting untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam
masyarakat. Jual beli merupakan bentuk transaksi umum yang sering dilakukan
masyarakat. Perjanjian jual beli biasanya dibuat secara lisan maupun tertulis atas dasar
kesepakatan para pihak antara penjual dan pembeli. Asas konsensualisme itu menonjol
sekali dari perumusannya dalam Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
berbunyi: “Jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak seketika
setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang barang tersebut dan harganya,
meskipun barang itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar”.6
Perjanjian jual beli kios Pasar Tradisional Meranti Baru antara Tiurma
Tampubolon sebagai penjual dan Bernika Sitorus sebagai pembeli telah mencapai kata
sepakat dan dituangkan kedalam surat perjanjian yang dibuat dibawah tangan. Pihak
penjual bermaksud menjual dan menyerahkan sebuah kios tersebut kepada pihak pembeli
6
yang dengan ini menyetujui untuk membeli dan menerima penyerahan atas sebuah kios
tersebut sesuai syarat-syarat dan ketentuan dalam perjanjian.
Jual beli dalam hal ini merupakan suatu perjanjian timbal balik dalam mana
pihak yang satu yaitu si penjual berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang,
sedangkan pihak yang lainnya yaitu si pembeli berjanji untuk membayar harga yang
terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dalam perolehan hak milik tersebut.7 Berdasarkan peristiwa jual beli yang terjadi, pihak pembeli mendapatkan hak milik atas
benda yang menjadi objek perjanjian. Sebagai pemegang hak milik, pemilik mempunyai
kewenangan untuk menguasai objek yang bersangkutan secara tentram dan
mempertahankannya terhadap siapa pun yang mengganggu ketentramannya dalam
menguasai, memanfaatkan serta menggunakan objek tersebut.8
Apabila terjadi kesepakatan mengenai harga dan barang namun ada hal lain
yang tidak disepakati yang terkait dengan perjanjian jual beli. Akan tetapi, jika para pihak
telah menyepakati unsur essensial dari perjanjian jual beli tersebut, dan para pihak tidak
mempersoalkan hal lainnya, klausul-klausul yang dianggap berlaku dalam perjanjian
tersebut merupakan ketentuan-ketentuan tentang jual beli yang ada dalam
perundang-undangan atau biasa disebut unsur naturilia.9
Jadi, sebelum ada persetujuan biasanya pihak-pihak mengadakan perundingan
(negotiation), pihak yang satu memberitahukan kepada pihak yang lain mengenai objek
perjanjian dan syarat-syaratnya. Pihak yang lain menyatakan pula kehendaknya, sehingga
7
Djoko Prakoso & Bambang Riyadi Lany, Dasar Hukum Persetujuan Tertentu di Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hal.1.
8
Kartini Muljadi & Widjaja, Kedudukan Berkuasa dan Hak milik, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 131-132.
9
tercapai persetujuan yang mantap.10
Akibat wanprestasi pada umumnya, dalam hal debitur tidak memenuhi
kewajibannya atau tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya dan tidak
dipenuhinya kewajiban itu karena ada unsur salah padanya, maka seperti telah dikatakan
ada akibat-akibat hukum yang atas tuntutan dari kreditur yang bisa menimpa dirinya. Ada kemungkinan bahwa persoalan wanprestasi terjadi dalam suatu perjanjian
antara kreditur dan debitur. Pengertian wanprestasi adalah apabila si berhutang (debitur)
tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, misalnya ia lalai atau ingkar janji. Ataupun
melanggar isi perjanjian, apabila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh
dilakukannya.
11
1. Memahami syarat-syarat pokok sahnya sebuah perjanjian.
Sebuah perjanjian yang baik seharusnya memberikan rasa aman dan
menguntungkan masing-masing pihak. Agar sebuah perjanjian aman dan menguntungkan
bagi kedua belah pihak, ada beberapa yang wajib diperhatikan sebelum menandatangani
sebuah perjanjian yaitu:
2. Substansi pasal-pasal yang diatur di dalamnya jelas dan konkrit.
3. Mengikuti prosedur atau tahapan dalam menyusun kontrak.
Selain itu hal penting juga adalah buatlah perjanjian dengan pihak yang punya
itikad baik serta dibuat dengan materai yang cukup atau kertas segel. Untuk lebih
memperkuat pembuktian perjanjian, perlu disahkan oleh pejabat yang berwenang.12
Didalam penjelasan-penjelasan diatas, telah dipaparkan bagaimana seharusnya
perjanjian yang baik. Meskipun telah terdapat pengaturan-pengaturan mengenai
10
Abdulkadir Muhamad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 229. 11
J.Satrio, Hukum Perikatan Pada Umumnya ,(Bandung: PT.Alumni, 1999), hal. 144. 12
perjanjian, masih banyak terdapat permasalahan dan penerapannya. Sebab suatu
perjanjian yang telah sah secara formal belum tentu baik dan masih terdapat
permasalahan di dalamnya. Berdasarkan hal diatas penulis, membuat skripsi ini dengan
judul sebagai berikut “ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI KIOS PASAR
TRADISIONAL MERANTI BARU (STUDI ANTARA TIURMA TAMPUBOLON DAN
BERNIKA SITORUS)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan dalam
tulisan ini adalah:
1. Apakah proses pelaksanaan dan bentuk perjanjian jual beli kios antara Tiurma
Tampubolon dengan Bernika Sitorus di Pasar Tradisional Meranti Baru sudah sesuai
dengan dengan ketentuan undang-undang yang berlaku dan tidak bertentangan
dengan kesusilaan dan ketertiban umum?
2. Bagaimana kekuatan hukum pembuktian perjanjian jual beli kios antara Tiurma
Tampubolon dan Bernika Sitorus yang dibuat di bawah tangan?
3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pembeli atas pembelian kios di Pasar
Tradisional Meranti Baru ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam penyusunan skripsi ini adalah
sebagai berikut :
Tampubolon dan Bernika Sitorus di Pasar Tradisional Meranti sudah sesuai dengan
ketentuan undang-undang yang berlaku dan tidak bertentangan dengan kesusilaan
dan ketertiban umum.
2. Untuk mengetahui bagaimana kekuatan hukum pembuktian akta dibawah tangan
dalam perjanjian jual beli kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus.
3. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap pembeli kios di Pasar
Tradisional Meranti Baru.
D. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat dalam penyusunan penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut:
Secara Teoritis
1. Memberikan wawasan serta ilmu pengetahuan mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan perjanjian jual beli khususnya dalam ruangan kios di pusat perbelanjaan atau
pun tempat lainnya yang memiliki kesamaan dalam perjanjian kontraknya.
2. Memberikan masukan dan manfaat dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan
yang mana dalam penulisan skripsi ini diberikan analisa-analisa yang bersifat
objektif.
Secara Praktis
1. Setelah membaca skripsi ini, masyarakat luas maupun kaum intelektual mendapatkan
masukan dalam hal melakukan perjanjian jual beli serta ilmu pengetahuan yang
menjadi hak dan kewajiban masing masing pihak serta memperoleh perlindungan
hukum dan kepastian hukum dalam melaksanakan suatu perjanjian jual beli.
2. Bahwa setelah membaca skripsi ini masyarakat luas maupun kaum intelektual
mendapatkan perbandingan mengenai apa yang seharusnya dilakukan dalam
melakukan sebuah perjanjian jual beli, juga memperoleh pandangan lebih baik
sebelum melakukan perjanjian sehingga lebih meminimalisirkan hal-hal yang tidak
diinginkan bagi para pihak.
E. Keaslian Penulisan
Skripsi ini berjudul “Aspek Hukum Perjanjian Jual Beli Kios Pasar Tradisional
Meranti Baru (Studi Antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus). Skripsi ini
merupakan skripsi yang belum pernah dibahas oleh pihak mana pun dan belum pernah di
publikasikan ke media mana pun. Penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan
bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan perjanjian yaitu perjanjian khusus yang
berkaitan dengan jual beli dan perjanjian secara umum.
Berdasarkan hasil penelusuran Perpustakaan Fakultas Ilmu Hukum Universitas
Sumatera Utara, belum pernah dilakukan pembahasan skripsi sesuai judul diatas dan ini
adalah murni hasil penelitian dan pemikiran dalam rangka melengkapi tugas memenuhi
persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara.
F. Metode penelitian
Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu research, yaitu yang
dasarnya yang dicari itu adalah “pengetahuan yang benar“. Untuk menjawab pertanyaan
atau ketidaktauhan tertentu dengan menggunakan logika berfikir yang ditempuh melalui
penalaran deduktif dan sistemetis serta penguraiannya.13 1. Spesifikasi Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode
penelitian normatif yaitu pengelolahan dan analisis data yang hanya mengenal
data sekunder saja, yang terdiri: bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,
dan bahan hukum tersier .14 b. Sifat Penelitian
Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif yaitu menguraikan dan
menggambarkan permasalahan-permasalahan yang ada disertai dengan
pembahasan mengenai permasalahan-permasalahan tersebut.
2. Pendekatan Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini dilakukan pendekatan secara yuridis yaitu
melakukan tinjauan aspek-aspek hukum yang berkaitan dengan perjanjian jual beli untuk
membantu menganalisa dan menjawab permasalahan-permasalahan dalam skripsi ini.
3. Sumber Data
Dalam mengerjakan skripsi ini, terdapat beberapa bahan untuk melengkapi
penulisan penelitian ini antara lain:
a. Bahan Hukum Primer
Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi bahan hukum primer adalah Kitab
13
Bambang Sugono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Indonesia, 2005), hal. 5. 14
Undang-Undang Hukum Perdata perjanjian kontrak jual beli kios di Pasar
Tradisional Meranti Baru Medan.
B. Bahan Hukum Sekunder
Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi bahan hukum sekunder adalah
penelitian pustaka seperti: buku-buku, majalah-majalah hukum, dan lain-lain.
c. Bahan Hukum Tersier
Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi bahan hukum tersier adalah kamus,
ensiklopedia, dan lain lain.
4. Analisis Data
Selanjutnya data-data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan
penelitian lapangan diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif yaitu
data yang disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis kualitatif untuk mencapai
kejelasan karya ilmiah yang akan dibahas sehingga skripsi ini dimengerti dengan mudah
oleh kalangan masyarakat luas baik untuk kalangan awam maupun kalangan terpelajar.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika atau gambaran isi tersebut dibagi dalam beberapa bab dan antara
bab-bab tersebut berisi pula atas sub-sub. Adapun sistematika dari skripsi ini adalah
sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penulisan, dan
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP HUKUM PERJANJIAN
Bab ini berisikan tentang penguraian secara teoritis yang bersifat umum
mengenai perjanjian, sehingga bab dua ini diuraikan: pengertian dan
akibat hukum dari suatu perjanjian pada umumnya, asas-asas hukum
perjanjian, syarat-syarat sahnya dan pelaksanaan perjanjian, lahirnya dan
berakhirnya suatu perjanjian.
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI
KIOS PASAR TRADISIONAL MERANTI BARU
Bab ini berisikan mengenai penguraian secara teoritis yang bersifat khusus
mengenai perjanjian mana yang akan dibahas dalam skripsi ini, oleh karena
yang dibahas adalah perjanjian jual beli maka bab tiga ini menguraikan:
sejarah Pasar Tradisional Meranti, pengertian dan dasar hukum perjanjian
jual beli kios Pasar Tradisional Meranti Baru, subjek dan objek
perjanjian jual beli kios Pasar Tradisional Meranti Baru, hak dan
kewajiban dalam perjanjian jual beli kios Pasar Tradisional Meranti Baru,
asas-asas hukum dalam perjanjian jual beli kios Pasar Tradisional Meranti
Baru, risiko dalam perjanjian jual beli kios Pasar Tradisional Meranti Baru.
BAB IV ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI KIOS PASAR
TRADISIONAL MERANTI BARU (STUDI ANTARA TIURMA
TAMPUBOLON DAN BERNIKA SITORUS)
Bab ini berisikan mengenai jawaban dari permasalahan-permasalahan yang
akan dibahas dalam skripsi ini dan juga bab ini merupakan ini dari
bab 4 ini berisikan: proses pelaksanaan perjanjian jual beli antara Tiurma
Tampubolon dan Bernika Sitorus pada Pasar Tradisional Meranti Baru,
kekuatan hukum pembuktian akta dibawah tangan pada perjanjian jual beli
kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus pada Pasar Tradisional
Meranti Baru, serta perlindungan hukum terhadap pembeli kios pada Pasar
Tradisional Meranti Baru.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan kesimpulan dan saran dalam pembahasan skripsi ini,
sehingga dalam bab ini menguraikan mengenai: kesimpulan dan saran.
BAB II
bab 4 ini berisikan: proses pelaksanaan perjanjian jual beli antara Tiurma
Tampubolon dan Bernika Sitorus pada Pasar Tradisional Meranti Baru,
kekuatan hukum pembuktian akta dibawah tangan pada perjanjian jual beli
kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus pada Pasar Tradisional
Meranti Baru, serta perlindungan hukum terhadap pembeli kios pada Pasar
Tradisional Meranti Baru.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan kesimpulan dan saran dalam pembahasan skripsi ini,
sehingga dalam bab ini menguraikan mengenai: kesimpulan dan saran.
BAB II
A. Pengertian dan Akibat Hukum Dari Suatu Perjanjian Pada Umumnya
Kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari hubungan kausal dengan manusia
lain dalam memenuhi kebutuhan hidup. Hubungan ini tentunya tidak selamanya dengan
baik. Salah satu pihak kadangkala berusaha mengungguli pihak yang lain berbuat curang.
Sedangkan dipihak lain selalu kalah atau bahkan dengan sengaja dikalahkan. Oleh karena
itu dibutuhkan peranan hukum yang disepakati sebagai tata norma dan tata kehidupan
sehingga dapat memberikan jalan tengah yang diharapkan adil, tidak berat sebelah dan
konsisten.
Dalam mengadakan perjanjian tiap-tiap pihak mempunyai hak dan kewajiban
secara timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu dari pihak
yang lain, sedangkan pihak lain mempunyai kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut
begitu juga sebaliknya .
Sebelum membahas tentang perjanjian jual-beli maka terlebih dahulu kita
mengetahui pengertian dari suatu perjanjian. Istilah “perjanjian” dalam “hukum
Perjanjian” merupakan kesepadanan dari istilah overeenkomst dalam bahasa Belanda atau
istilah agreement dalam bahasa Inggris.15
Perjanjian adalah suatu peristiwa ketika seseorang berjanji kepada orang lain
atau ketika orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Perjanjian ini
sifatnya konkret.16
Perjanjian dalam arti luas adalah setiap perjanjian yang menimbulkan akibat
hukum sebagaimana yang telah dikehendaki oleh para pihak, misalnya pejanjian tidak Dari peristiwa itu maka timbul hubungan antara dua orang atau lebih.
15
16
bernama atau perjanjian jenis baru.17
Perjanjian dalam arti sempit adalah hubungan hukum dalam lapangan harta
kekayaan misalnya perjanjian bernama.18
Pengertian lain dari suatu perjanjian yaitu perjanjian mengandung pengertian
suatu hubungan hukum kekayaan/ harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi
kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada
pihak lain melakukan prestasi. Dari pengertian tersebut kita jumpai beberapa unsur yang
memberi wujud pengertian perjanjian hubungan hukum (rechtsbetrekking) yang
menyangkut hukum kekayaan antara dua orang atau lebih, yang memberi hak pada satu
pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi.19 Prestasi ini adalah “objek” (voorwep) dari perjanjian (verbintenis). Tanpa prestasi, hubungan hukum yang dilakukan
berdasarkan tindakan hukum sama sekali tidak mempunyai arti apa-apa bagi hukum
perjanjian. Pihak yang berhak atas prestasi mempunyai kedudukan sebagai “kreditur”.
Pihak yang wajib menunaikan prestasi berkedudukan sebagai “debitur”.20
Perjanjian mempunyai sifat yang dapat dipaksakan. Dalam perjanjian, kreditur
berhak atas prestasi yang telah diperjanjikan. Hak mendapatkan prestasi dilindungi oleh
hukum berupa sanksi. Ini berarti kreditur diberi kemampuan oleh hukum untuk memaksa
debitur menyelesaikan pelaksanaan kewajiban atau prestasi yang mereka perjanjikan.
Apabila debitur tidak secara suka rela memenuhi prestasi, kreditur dapat meminta kepada
pengadilan untuk melaksanakan sanksi hukum, baik berupa eksekusi, ganti rugi atau uang
paksa. Akan tetapi tidak seluruhnya perjanjian mempunyai sifat yang dipaksakan seperti
17
Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009), hal. 42. 18
Ibid.
19
M.Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 6. 20
pada perjanjian tanpa mempunyai kekuatan memaksa atau natuurlijke verbintenis.21
Menurut R. Setiawan, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih.
Hukum perjanjian diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Pengertian perjanjian berdasarkan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan hukum ketika seseorang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap seorang atau lebih. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata terdapat aturan umum yang berlaku untuk semua perjanjian dan aturan khusus
yang berlaku hanya untuk perjanjian tertentu saja (perjanjian khusus) yang namanya
sudah diberikan undang-undang. Contoh perjanjian yaitu jual beli, sewa menyewa, tukar
menukar, pinjam meminjam, pemborongan, pemberian kuasa, dan perburuhan. Pengertian
yang berdasarkan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut
menegaskan bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya kepada
orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau
lebih orang kepada satu atau lebih orang lainnya yang harus dipenuhi oleh orang atau
subjek hukum tersebut. Dengan demikian, rumusan tersebut memberikan konsekuensi
hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak
merupakan pihak yang wajib berprestasi (debitur) dan pihak lain merupakan pihak yang
berhak atas prestasi tersebut (kreditur) .
22
Menurut R. Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa bahwa seseorang berjanji
21
Ibid., hal. 9. 22
kepada orang lain atau kedua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.23 Sedangkan menurut R.Wirjono, perjanjian adalah suatu perhubungan hukum
mengenai harta benda antara dua belah pihak, dalam mana suatu pihak suatu pihak
berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal, dan sedangkan
pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan perjanjian.24
Perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya.
Perjanjian merupakan sumber terpenting melahirkan perikatan, karena perikatan paling
banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian. Perikatan adalah suatu pengertian abstrak,
sedangkan perjanjian adalah suatu hak yang konkrit atau suatu pristiwa.
Dari beberapa definisi perjanjian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa
perjanjian merupakan suatu perbuatan hukum antara dua orang atau lebih yang saling
mengikatkan dirinya kepada dua orang atau lebih lainnya untuk melakukan sesuatu hal
tertentu yang memiliki akibat hukum dan dapat diketahui bahwa suatu perjanjian
menimbulkan dan berisi ketentuan-ketentuan hak dan kewajiban antara dua pihak dengan
kata lain perjanjian itu melahirkan perikatan.
25
Terdapat beberapa rumusan pengertian perikatan oleh beberapa ahli hukum,
seperti dibawah ini:26
1. Mariam, mengatakan bahwa “Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi
diantara dua orang atau lebih yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan,
dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dari pihak lainnya wajib memenuhi
prestasi”.
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Jakarta: Alfabet,2004), hal. 74. 26
2. Setiawan, mengatakan bahwa “Perikatan adalah suatu hubungan hukum harta
kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak
(kreditur) dan pihak yang lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi”.
3. Subekti, mengatakan bahwa “Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua
orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu
hal dari pihak lain, dan pihak lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu”.
Perjanjian dan perikatan adalah dua hal yang berbeda, meskipun keduanya
memiliki ciri yang hampir sama. Perbedaan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
PERJANJIAN PERIKATAN
Perjanjian menimbulkan atau melahirkan
perikatan
Perikatan adalah isi dari perjanjian
Perjanjian lebih konkrit daripada perikatan,
artinya perjanjian itu dapat dilihat dan di
dengar.
Perikatan merupakan pengertian yang
abstrak (hanya dalam alam pikiran)
Pada umumnya perjanjian merupakan
hubungan hukum bersegi dua, artinya
akibat hukum dikehendaki kedua belah
pihak. Hal ini bermakna bahwa hak dan
kewajiban dapat dipaksakan. Pihak pihak
berjumlah lebih dari atau sama dengan 2
sehingga bukan pernyataan sepihak, dan
Bersegi satu, hal ini berarti belum tentu
menimbulkan akibat hukum, sebagai
contoh, perikatan alami tidak dapat dituntut
di muka pengadilan (hutang karena judi)
pemenuhannya tidak dapat dipaksakan.
Pihaknya hanya berjumlah satu maka
merupakan perbuatan hukum. merupakan perbuatan biasa (bukan
perbuatan hukum).27
Dari penjelasan-penjelasan diatas maka ada akibat dari suatu perjanjian. Akibat
dari suatu perjanjian menurut Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:28 1. Perjanjian mengikat para pihak
Pihak-pihak yang mengikat antara lain:
a. Para pihak yang membuatnya (Pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata).
b. Ahli waris berdasarkan alas hak umum karena mereka itu memperoleh
segala hak dari seseorang secara tidak terperinci.
c. Pihak ketiga yang diuntungkan dari perjanjian yang dibuat berdasarkan alas
hak khusus karena mereka itu memperoleh segala hak dari seseorang secara
terperinci atau khusus.
2. Perjanjian yang tidak dapat ditarik kembali secara sepihak karena (Pasal 1338 ayat (2)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) merupakan kesepakatan antara kedua belah
pihak dan alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
3. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik (Pasal 1338 ayat 3 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata).
Dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat disimpulkan
adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi asas ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya
memaksa, sehingga para pihak yang menaati perjanjian harus menaati hukum yang
sifatnya memaksa. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat
27
Handri Rahardjo, Op.Cit., hal.43
28
kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup
untuk itu. Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan
didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan
oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Suatu perjanjian tidak boleh membawa
kerugian bagi pihak ketiga.
Melaksanakan apa yang menjadi hak di satu pihak dan kewajiban di satu pihak
yang lain dari yang membuat perjanjian. Hakim berkuasa menyimpangi isi perjanjian bila
bertentangan dengan rasa keadilan sehingga agar suatu perjanjian dapat dilaksanakan
harus dilandasi dengan itikad baik, prinsip kepatutan, kebiasaan, dan sesuai dengan
undang-undang.29
Prestasi atau yang dalam bahasa Inggris disebut juga dengan istilah
performence, dalam hukum kontrak atau perjanjian dimaksudkan sebagai suatu
pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu perjanjian oleh pihak yang telah
mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan term dan condition
sebagaimana disebutkan dalam perjanjian yang bersangkutan.
Hukum perjanjian atau perikatan disebut juga sebagai hukum tuntut menuntut
karena di dalamnya terdapat pengertian satu pihak yaitu pihak penjual atau pembeli
menuntut sesuatu kepada pihak penjual atau yang dituntut dari pihak pembeli yaitu
prestasi.
30
1. Prestasi untuk memberikan sesuatu
Menurut Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, prestasi dibagi
dalam 3 jenis:
29
Ibid., hal. 59. 30
Prestasi ini terdapat pada Pasal 1237 Kitab Undang-Undang Hukum perdata, contoh:
prestasi pembeli menyerahkan uang kepada penjual, prestasi penjual menyerahkan
barang kepada pembeli.
2. Prestasi untuk melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu
Prestasi ini terdapat dalam Pasal 1239 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
contoh: prestasi pengangkatan untuk membawa barang angkutan ke tempat tujuan.
3. Prestasi untuk tidak berbuat atau tidak melakukan sesuatu
Prestasi ini terdapat dalam Pasal 1239 kitab Undang-Undang Hukum Perdata, contoh:
A dan B membuat perjanjian untuk tidak akan membuat barang yang sama
seperti yang dibuat A.
Apabila seseorang telah ditetapkan prestasinya sesuai dengan perjanjian itu,
maka kewajiban pihak tersebut melaksanakan atau menaatinya. Apabila seseorang tidak
melaksanakan atau tidak memenuhi prestasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka
disebut wanprestasi.
Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak
yang dirugikan untuk menutut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan
ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan
karena wanprestasi.
B. Asas-Asas Hukum Perjanjian
Asas-asas hukum merupakan sumber bagi sistem hukum yang memberikan
inspirasi mengenai nilai-nilai etis, moral, dan sosial masyarakat. Asas hukum sebagai
pada akhirnya harus dapat dikembalikan pada asas hukum yang menjiwainya. Asas-asas
hukum dapat timbul dari pandangan kepantasan dalam pergaulan sosial yang kemudian
diambil oleh pembuat undang-undang sehingga menjadi aturan hukum.31
Asas-asas hukum dalam perjanjian menurut Sudikno Mertokusumo adalah
pikiran dasar yang umum sifatnya dan merupakan latar belakang dari peraturan hukum
yang konkrit, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim
yang merupakan hukum positif dan dapat ditemukan dengan mencari sifat-sifat dalam
peraturan konkrit tersebut.
32
Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting di dalam
hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran
hak asasi manusia yang perkembangannya dilandasi semangat liberialisme. Menurut
paham individualisme setiap orang bebas untuk memperoleh apa yang dikehendaki,
sementara itu ada di dalam hukum perjanjian dalam asas kebebasan berkontrak.
Didalam hukum perjanjian dikenal lima asas perjanjian yaitu asas kebebasan
berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sun servanda, asas itikad baik, asas
kepribadian (personalitas) antara lain:
1. Asas kebebasan berkontrak
33
Menurut Salim H. S bahwa asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang
memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat
perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapa pun, menentukan isi perjanjian
31
Agus Yuda Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 103.
32
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 1991), hal. 97. 33
pelaksanaan, persyaratannya, dan menentukan bentuk perjanjian yaitu tertulis dan lisan.
Di dalam hukum perjanjian nasional, asas kebebasan berkontrak yang bertanggung
jawab, yang mampu memelihara keseimbangan tetap perlu dipertahankan, yaitu
pengembangan kepribadian untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir
batin yang serasi, selaras dan seimbang dengan kepentingan masyarakat.34
Asas kebebasan berkontrak ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menentukan “Semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Asas Kebebasan berkontrak ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga
para pihak membuat persetujuan harus mentaati hukum yang sifatnya memaksa
tersebut.35
34
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana, 2008), hal. 229.
35
Komariah, Hukum Perdata, cetakan ketiga, (Malang: Penerbitan Universitas Muhamadiyah, 2004), hal. 173-174.
Namun yang penting diperhatikan bahwa asas kebebasan berkontrak di dalam
Pasal 1338 ayat (1) tidaklah berdiri sendiri. Asas tersebut berada dalam satu sistem
utuh dan padu. Sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh dalam satu sistem, maka
penerapan asas kebebasan berkontrak yang terdapat dalam Pasal 1338 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata harus juga dikaitkan dengan kerangka pemahaman
pasal-pasal lain. Apabila Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
dihubungkan dengan pasal-pasal lain dalam satu kerangka sistem hukum perjanjian
(Pasal 1320, 1335, 1337, 1338 (3) serta 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)
maka penerapan asas kebebasan berkontrak perlu dihubungkan dengan rambu-rambu
Hal ini berarti kebebasan para pihak dalam membuat kontrak perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Mempunyai syarat sahnya suatu kontrak.
b.Untuk mencapai tujuan para pihak, kontrak harus mempunyai kausa.
c.Tidak mengandung kausa palsu atau dilarang oleh undang-undang.
d.Tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan, kesusilaan dan ketertiban
umum.
e.Harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Asas kebebasan berkontrak didasarkan pada para pihak dalam kontrak memiliki
posisi yang seimbang, tetapi pada kenyataannya para pihak tidak selalu memiliki posisi
yang seimbang. Apabila terjadi dalam suatu perjanjian terdapat ketidakseimbangan,
ketidakadilan, ketimpangan, posisi berat sebelah, maka justru merupakan pengingakaran
terhadap asas kebebasan berkontrak.36 2.Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme mempunyai hubungan erat dengan asas kebebasan
berkontrak dan asas kekuatan mengikat yang terdapat dalam Pasal 1338 (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Hal ini sedasar dengan pendapat Subekti yang
menyatakan bahwa asas konsensualisme terdapat dalam Pasal 1320 jo 1338 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Pelanggaran terhadap ketentuan ini akan
mengakibatkan perjanjian itu tidak sah.37
Asas konsensualitas menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat antara dua
atau lebih orang telah mengikat sehingga telah melahirkan kewajiban bagi salah satu
36
Agus Yuda Hernoko, Op.Cit., hal. 111-120. 37
atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut mencapai kesepakatan atau konsensus
meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata. Ini berarti pada
prinsipnya perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi para pihak
yang berjanji tidak memerlukan formalitas. Walaupun demikian, untuk menjaga
kepentingan pihak debitur atau pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi maka
diadakanlah bentuk-bentuk formalitas atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata
tertentu. Ketentuan yang mengatur mengenai konsensualitas dapat kita temui dalam
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu untuk sahnya suatu perjanjian,
diperlukan empat syarat:38
a. Kesepakatan mereka mengikat dirinya.
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
c. Suatu hal tertentu.
d. Suatu sebab yang tidak dilarang.
Asas konsensualisme sebagaimana terdapat dalam Pasal 1320 ayat (1)
perjanjian itu terjadi sejak saat tercapainnya kata sepakat antara para pihak.
Kesepakatan tersebut dapat dibuat secara lisan maupun dituangkan dalam bentuk
tulisan berupa akta, jika dikehendaki sebagai alat bukti. Perjanjian yang dibuat secara
lisan didasarkan pada asas bahwa manusia itu dapat dipegang perkataannya artinya
dapat dipercaya dengan kata-kata yang diucapkannya. Tetapi ada beberapa perjanjian
harus dibuat secara tertulis, misalnya perjanjian perdamaian, perjanjian
penghibaan, perjanjian pertanggungan, tujuannya ialah sebagai alat bukti lengkap dari
38
yang diperjanjikan.39
Dengan demikian, maka jelaslah bahwa kecuali ditentukan secara khusus untuk
tiap-tiap perjanjian yang mengakibatkan tidak sahnya suatu perjanjian, suatu kesepakatan
lisan saja sudah tercapai antara para pihak yang membuat atau mengadakan perjanjian
telah membuat perjanjian tersebut sah dan mengikat bagi para pihak. Ini berarti asas
konsensualisme merupakan ketentuan umum yang melahirkan perjanjian konsensuil.40
Dalam perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Perdata asas ini dapat
disimpulkan dari pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pengertian berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya menunjukan bahwa undang-undang
sendiri mengakui dan menempatkan posisi para pihak dalam kontrak sejajar dengan
pembuat undang-undang.
3. Asas Asas Daya Mengikat Kontrak (Pacta Sun Servanda)
41
Mengikat artinya masing-masing pihak dalam perjanjian harus menghormati
dan melaksanakan isi perjanjian, serta tidak boleh melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan isi perjanjian. Isi perjanjian yang mengikat tersebut berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.42
Perkembangan asas pacta sun servanda dapat ditelusuri dari sumber hukum
kanonik. Dalam hukum kanonik dikenal asas nudus consensus obligat, pacta sun
servanda. Asas pacta sun servanda mempunyai pengertian bahwa persesuaian
kehendak tidak perlu dilakukan dibawah sumpah, atau dibuat dengan tindakan
formalitas tertentu. Artinya menurut hukum persesuaian kehendak itu mengikat.
Demikian halnya nudum pactum yaitu suatu persesuaian kehendak saja, sudah
memenuhi syarat. Dengan mengikuti alur tersebut. Maka mengikatnya suatu perjanjian
itu karena adanya penyesuaian kehendak. Mengingat consensus itu telah diwujudkan di
dalam suatu pactum, sehingga kemudian dipandang sebagai mempunyai kekuatan
mengikat. Oleh karena itulah, dapat dipahami kalau pada saat ini yang lebih menionjol
adalah asas pacta nuda sun servanda yang kemudian berkembang menjadi pacta sun
servanda yang berkaitan dengan kekuatan yang mengikatnya suatu perjanjian.43 4.Asas Itikad Baik
Sebagaimana diketahui bahwa dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata tersimpul asas kebebasan berkontrak, asas
konsensualisme, asas daya mengikat perjanjian atau pacta sun servanda. Pemahaman
terhadap pasal tersebut tidak berdiri sendiri, asas-asas yang terdapat dalam pasal
tersebut berada dalam satu sistem padu dan integratif dengan ketentuan-ketentuan
lainnya. Terkait dengan daya mengikatnya suatu perjanjian berlaku sebagai
undang-undang bagi para pihak yang membuatnya (pacta sun servanda), pada situasi
tertentu daya berlakunya dibatasi antara lain dengan itikad baik.
Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa
“perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Maksudnya perjanjian
itu dilaksanakan menurut kepatutan dan keadilan. Pengertian itikad baik dalam dunia
hukum mempunyai arti yang lebih luas dari pada pengertian sehari hari. Pengertian
itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
43
berarti melaksanakan perjanjian dengan itikad baik dengan bersifat dinamis. Artinya
dalam melaksanakan perbuatan ini kejujuran harus berjalan dalam hati nurani
seseorang.44
5. Asas Kepribadian (Personalitas)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang
akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan
saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan 1340 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Pasal 1315 berbunyi “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan
perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri”. Inti ketentuan ini bahwa
seseorang mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingannya sendiri. Pasal 1340
berbunyi “Perjanjian hanya berlaku antara para pihak yang membuatnya“. Ini berarti
bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang
membuatnya.45
Disamping kelima asas itu, di dalam lokakarya hukum perikatan yang
diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dari
tanggal 17- 19 Desember 1985 telah berhasil dirumuskan delapan asas hukum perikatan
nasional antara lain:46
44
Ibid., hal.134-139. 45
Salim H.S, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hal.12.
46
Ibid., hal. 13-14
a. Asas Kepercayaan
Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan
mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara, mereka
b. Asas Persamaan Hukum
Bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan,
hak, dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak dibeda-bedakan antara
satu sama lain, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, ras .
c. Asas Keseimbangan
Asas ini adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan
melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan
jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun
debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.
d. Asas Kepastian Hukum
Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian
ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang-undang bagi
yang membuatnya.
e. Asas Moral
Asas moral ini terkait dalam perikatan wajar yaitu suatu perbuatan sukarela dari
seseorang tidak dapat menuntut hak-hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak
debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan perbuatan
dengan sukarela (moral). Dalam hal ini yang bersangkutan mempunyai kewajiban
hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang
memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah
didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya.
f. Asas Kepatutan
bahwa isi perjanjian itu harus sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku,
ketertiban umum, dan kesusilaan. Asas ini tertuang dalam Pasal 1339 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
g. Asas Kebiasaan
Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya
mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal menurut
kebiasaan lazim diikuti.
h. Asas Perlindungan
Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur
harus dilindungi oleh hukum.47
C. Syarat - Syarat Sahnya dan Pelaksanaan Perjanjian
Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah
pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang lemah.
Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak dalam menentukan
dan membuat kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum sehari-hari. Dengan demikian
dapat dipahami bahwa keseluruhan asas diatas merupakan hal penting dan mutlak harus
diperhatikan bagi pembuat kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari kesepakatan
dapat tercapai dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak.
Sebelum mengetahui syarat-syarat sahnya suatu perjanjian agar perjanjian
tersebut dianggap sah maka terlebih dahulu kita melihat unsur-unsur dalam suatu
perjanjian. Ada beberapa unsur perjanjian:
1. Ada pihak-pihak (subjek) sedikitnya dua pihak.
2. Ada persetujuan antara pihak-pihak yang bersifat tetap.
47
3. Ada tujuan yang akan dicapai yaitu memenuhi kebutuhan pihak-pihak.
4. Ada prestasi yang akan dilaksanakan.
5. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan.
6. Ada syarat-syarat tertentu bagi isi perjanjian.
Selain unsur-unsur perjanjian, agar suatu perjanjian dianggap sah, harus
memenuhi persyaratan. Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan
untuk sahnya perjanjian-perjanjian diperlukan empat syarat yaitu:
1. Kesepakatan mereka mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan.
3. Suatu hal yang tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.
Keempat syarat ini merupakan syarat pokok bagi setiap perjanjian, artinya
setiap perjanjian harus memenuhi keempat syarat ini bila ingin suatu perjanjian sah dan
keempat syarat umum suatu perjanjian ini juga diterapkan dalam perjanjian khusus yaitu
perjanjian jual beli.48
1. Syarat Subjektif
Syarat sahnya suatu perjanjian meliputi dua hal, yaitu syarat
subjektif dan syarat objektif antara lain:
Syarat subjektif adalah syarat yang berkaitan dengan subjek perjanjian meliputi
antara lain:
a. Adanya kesepakatan atau ijin kedua belah pihak
Dalam suatu perjanjian harus ada kesepakatan antara para pihak yaitu
persesuaian kehendak antara kedua belah pihak, tidak ada paksaan. Dengan
48
diberlakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti bahwa kedua
pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Syarat kesepakatan sangat
penting karena syarat ini bagi sebagian besar perjanjian menetukan ada atau tidak
adanya unsur penawaran (offer) oleh salah satu pihak diikuti oleh penerimaan
(acceptence) dari pihak lainnya, sehingga pada akhirnya terjadilah suatu
kontrak.49
Unsur kesepakatan adalah penting untuk menjadikan suatu perjanjian sah
secara hukum. Suatu perjanjian tanpa adanya kesepakatan adalah perjanjian yang
tidak sah secara hukum .
50
Menurut Pasal 1321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kata sepakat
harus diberikan secara bebas, dalam arti tidak ada paksaan, penipuan, dan
kekhilafan. Masalah lain yang dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yakni yang disebut cacat kehendak atau kehendak yang timbul tidak
murni dari yang bersangkutan.51
1) Kekhilafan atau kekeliruan atau kesesatan atau dwaling (Pasal 1322 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata )
Tiga unsur cacat kehendak menurut Pasal 1321 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata antara lain:
Sesat dianggap ada apabila pernyataan sesuai dengan kemauan
tetapi kemauan itu didasarkan atas gambaran yang keliru baik mengenai
orangnya atau objeknya.
Menurut R. Subekti kehilafan terjadi jika salah satu pihak khilaf tentang
hal-hal pokok apa yang diperjanjikan atau tentang dengan orang-orang
siapa perjanjian itu diadakan.52
Kekeliruan dapat terjadi dalam kemungkinan yaitu :53 a) Kekeliruan terhadap orang atau subjek hukum
Misalnya: perjanjian pertunjukan penyanyi yang terkenal yang
disangka Agnes Monica ternyata kemudian bukanlah Agnes Monica.
b) Kekeliruan terhadap barang atau objek hukum
Misalnya: jual beli lukisan yang disangka lukisan ciptaan Affandi
ternyata lukisan tersebut bukan lukisan Affandi.
2) Paksaan atau dwang (Pasal 1323-1327 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata)
Paksaan bukan karena kehendaknya sendiri, namun dipengaruhi
oleh orang lain. Paksaan telah terjadi bila perbuatan itu sedemikian rupa
sehingga dapat menakutkan seseorang yang berpikiran sehat dan
apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut
bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang
terang dan nyata.54
Menurut R. Subekti yang dimaksud dengan paksaan adalah paksaan rohani
atau paksaan jiwa yang diancamkan itu adalah tindakan yang dilarang
52
R.Subekti (1), Op.Cit., hal. 23. 53
C. S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, cetakan keempat, (Jakarta: PT.Pradnya Paramitha, 2004), hal. 224-225.
54
oleh undang-undang.55
3) Penipuan atau bedrog (Pasal 1328 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata )
Menurut Subekti penipuan terjadi apabila satu pihak dengan
sengaja memberikan keterangan-keterangan yang tidak benar disertai
tipu musliat untuk membujuk pihak lawannya memberikan perijinan.56
Penipuan dapat dibagi dalam dua macam yaitu:
Pihak yang menipu dengan daya akalnya menanamkan suatu gambaran yang
keliru tentang orangnya atau objeknya sehingga pihak lain bergerak untuk
menyepakatinya.
57
4) Penyalahgunaan keadaan atau undue Influence (Tidak diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata ) a) Penipuan yang material
Penipuan ini terjadi apabila suatu pernyataan yang tidak benar itu
menyebabkan orang berpikiran waras atau orang-orang tertentu
memberikan kesepakatannya untuk suatu transaksi.
b)Penipuan yang fraudulent
Penipuan ini terjadi bila pernyataan tidak benar itu disertai maksud dari
pembuat pernyataan untuk mempengaruhi pihak lawannya agar
percaya. Perjanjian itu dapat dibatalkan, apabila terjadi kegiatan hal
tersebut.
Pada Hakikatnya ajaran penyalahgunaan keadaan bertumpu pada
55
R. Subekti, Op.Cit., hal. 23. 56
Ibid., hal. 24. 57
kedua hal berikut, yaitu:
a) Penyalahgunaan keunggulan ekonomi
b) Penyalahgunaan keunggulan kejiwaan termasuk tentang psikologi,
penegtahuan, dan pengalaman.
Konsekuensi bila ada penyalahgunaan keadaan maka perjanjian itu dapat
dibatalkan.58
Didalam dunia hukum perkataan orang (persoon) berarti pendukung hak dan
kewajiban yang juga disebut subjek hukum. Meskipun setiap subjek hukum
mempunyai kewajiban untuk melakukan perbuatan hukum namun perbuatan
tersebut harus didukung oleh kecakapan dan kewenangan hukum. b. Kedua belah pihak harus cakap bertindak
Cakap bertindak, yaitu kecakapan atau kemampuan kedua belah pihak untuk
melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan
menimbulkan akibat hukum. Orang yang cakap adalah orang yang sudah dewasa.
Ukuran kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin.
Sedangkan orang yang tidak berwenang melakukan perbuatan hukum menurut
Pasal 1330 KUH Perdata meliputi anak dibawah umur, orang-orang yang dalam
pengampuan.
59
Objek dalam perjanjian adalah prestasi. Prestasi adalah memberikan sesuatu, 2. Syarat Objektif
Syarat objektif adalah syarat yang berkaitan dengan objek perjanjian antara lain:
a. Suatu Hal tertentu
58
Handri Rahardjo, Op.Cit., hal. 51. 59
berbuat sesuatu, tidak berbuat sesuatu. Suatu perjanjian haruslah mempunyai
objek tertentu berupa benda yang sekarang dan benda yang akan ada misalnya:
jumlah, jenis, bentuknya.
Berkaitan dengan hal tersebut benda yang dijadikan objek perjanjian harus
memenuhi beberapa ketentuan yaitu:
1) Barang itu adalah barang yang dapat diperdagangkan
Barang-barang yang digunakan untuk kepentingan umum antara lain jalan
umum, pelabuhan umum, gedung-gedung umum dan sebagainya.
2) Dapat ditentukan jenisnya
3) Barang yang akan datang.
b. Adanya sebab yang halal
Dalam suatu perjanjian diperlukan adanya sebab yang halal artinya ada
sebab-sebab hukum yang menjadi dasar perjanjian yang tidak dilarang oleh
peraturan, keamanan dan ketertiban umum dan sebagainya.60 Sebab yang dimaksud adalah isi perjanjian itu sendiri atau tujuan dari para pihak mengadakan
perjanjian. Halal adalah tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban
umum, dan kesusilaan.61
Apabila syarat kesepakatan dan kecakapan tidak terpenuhi maka perjanjian itu
dapat dibatalkan. Artinya, bahwa salah satu pihak dapat mengajukan kepada Pengadilan
untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya. Tetapi apabila para pihak tidak ada
keberatan maka perjanjian itu dianggap sah. Jika syarat suatu hal tertentu dan suatu sebab
yang halal tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya, bahwa dari
60
Titik Triwulan Tutik, Op.Cit., hal. 222-226. 61
semula perjanjian itu dianggap tidak ada.62
Selain syarat dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sering
ditentukan syarat atau formalitas yang ditentukan oleh undang-undang. Terhadap
perjanjian formil bila tidak dipenuhi formalitasnya yang telah ditetapkan oleh
undang-undang maka perjanjian itu batal demi hukum. Contoh perjanjian formil adalah
perjanjian penghibaan benda tidak bergerak harus menggunakan akta notaris perjanjian
perdamaian harus tertulis.
Mengenai pelaksanaan perjanjian dapat dilihat dari syarat-syarat sahnya suatu
perjanjian bahwa dalam melaksanakan suatu perjanjian haruslah berdasarkan asas itikad
baik yang terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan
perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya
untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah
diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian
itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah
mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara
sepihak saja. Pelaksanaan perjanjian dalam hal ini adalah realisasi atau pemenuhan hak
dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai
tujuannya. Pelaksanaan perjanjian jual beli pada dasarnya menyangkut soal pembayaran
dan penyerahan barang yang menjadi objek utama perjanjian. Pembayaran dan
penyerahan barang dapat terjadi secara serentak.
62
Dalam pelaksanaan perjanjian jual beli dilakukan dengan cara penyerahan.
Syarat-syarat penyerahan barang atau levering adalah sebagai berikut:
1. Harus ada perjanjian yang bersifat kebendaan.
2. Harus ada alas hak (titel), dalam hal ini ada 2 teori yang sering digunakan yaitu
teori kausal dan teori abstrak.
3. Dilakukan orang yang berwenang menguasai benda.
4. Penyerahan harus nyata (feitelijk).
Dalam suatu perjanjian, pihak-pihak telah menetapkan apa yang telah
disepakati. Apabila yang telah disepakati itu sudah jelas menurut kata-katanya, sehingga
tidak mungkin menimbulkan keraguan-keraguan lagi, tidak diperkenankan memberikan
pengertian lain. Dengan kata lain tidak boleh ditafsirkan lain (Pasal 1342 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata).
D. Lahirnya dan Berakhirnya Perjanjian
Untuk mengetahui apakah suatu perjanjian telah lahir dan bagaimana perjanjian
tersebut lahir, apakah kesepakatan telah tercapai. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1233
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian timbul karena:63 1. Persetujuan
2. Dari Undang-Undang.
Perjanjian yang lahir dari persetujuan dapat kita lihat dalam Pasal 1313 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yaitu suatu tindakan atau perbuatan seseorang atau lebih
yang mengikatkan diri kepada seseorang lain atau lebih. Tindakan atau perbuatan yang
63