• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Dan Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding Ditinjau Dari Segi Hukum Perikatan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kedudukan Dan Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding Ditinjau Dari Segi Hukum Perikatan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

KEDUDUKAN DAN KEKUATAN HUKUM

MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DITINJAU

DARI SEGI HUKUM PERIKATAN DALAM KITAB

UNDANG – UNDANG HUKUM PERDATA

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

KARTIKA APRILIA SIRAIT

NIM : 060200294

Departemen : Hukum Keperdataan Program : Kekhususan Hukum Perdata

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

mengaruniakan kesehatan dan kelapangan berpikir kepada penulis sehingga

akhirnya tulisan dalam bentuk skripsi ini dapat juga terselesaikan oleh penulis.

Skripsi penulis ini berjudul : “KEDUDUKAN DAN KEKUATAN

HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DITINJAU DARI SEGI HUKUM PERIKATAN DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA”. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi

persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara

Departemen Hukum Keperdataan.

Dalam penulisan skripsi ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin

untuk dengan dapat menyelesaikan sebaik – baiknya, namun penulis menyadari

bahwa tulisan ini masih ada kekurangan dan masih jauh dari sempurna, sehingga

penulis sangat berbangga hati menerima masukan kritik dan saran yang sifatnya

membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Dengan selesainya tulisan ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan

dari berbagai pihak, maka pada kesempatan yang berbahagia ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Prof. DR. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. DR. Hasim Purba, S.H, M.Hum., selaku Ketua Departemen

Hukum Keperdataan.

(3)

Dosen pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Zulkifli Sembiring, S.H, M.Hum., selaku Pembimbing II dan sebagai

Dosen pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Civitas Akademi Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

6. Kedua orangtua saya Drs. R. Sirait dan R. Br. Nadeak, S.Pd, M.Pd yang selaku

mendidik, memberi nasihat dan dorongan yang berarti untuk menjadikan saya

orang yang berguna.

7. Kakanda Sanly Novita Sirait, S.E, S.H dan adinda Trinita Yulinda Sirait yang

telah mendukung pendidikan hingga selesainya pendidikan saya.

8. Teman – teman seperjuangan yang telah mendukung pendidikan hingga

selesainya pendidikan saya.

Akhir kata penulis berharap apa yang telah penulis sajikan dalam skripsi ini

dapat memenuhi fungsinya dan bermanfaat bagi pembaca yang ingin

memperdalam ilmunya terutama di bidang hukum keperdataan.

Medan, September 2011

Penulis,

(4)

ABSTRAKSI

KEDUDUKAN DAN KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DITINJAU DARI SEGI HUKUM PERIKATAN

DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA OLEH :

KARTIKA APRILLIA SIRAIT NPM : 060 200 294

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Penelitian yang berjudul “Kedudukan dan Kekuatan Hukum

Memorandum Of Understanding Ditinjau dari Segi Hukum Perikatan Dalam Kitab Undang-undang Hukum Kontrak” yang bertujuan antara lain :

(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I : PENDAHULUAN ………... 1

A. Latar Belakang ………..…... 1

B. Perumusan Masalah ………... 13

C. Tujuan Penulisan …...…………..………... 14

D. Manfaat Penulisan ……….………... 14

E. Metode Penelitian ………... 15

F. Sistematika Penulisan ……….. ………... 16

BAB II : PENGATURAN DAN DOKTRIN-DOKTIRN MENGENAI HUKUM KONTRAK ………...…… 18

A. Pengertian Kontrak ..………... 18

B. Doktrin-doktrin Hukum Kontrak ..………... 26

C. Penyusunan Kontrak………... 33

D. Pola Pengaturan Kontrak dalam KUH Perdata …….……….... 36

E. Doktrin Mengenai Wanprestasi Dalam Kontrak………..…... 39

BAB III : KEDUDUKAN HUKUM DARI M.O.U DITINJAU DARI HUKUM KONTRAK ………...… 43

A. Pengertian Memorandum of Understanding (M.O.U) ……... 43

(6)

BAB IV : AKIBAT JIKA ADA SALAH SATU PIHAK ATAU DEBITUR MELAKUKAN PENGINGKARAN TERHADAP KLAUSUL

KLAUSUL DALAM M.O.U ………... 54

A. Wanprestasi Dalam Kontrak Ditinjau dari Peraturan Perundangan dan Doktrin Hukum Kontrak……….... 54

B. Akibat Bila Terjadi Suatu Pengingkaran Substansi dari M.O.U ………....……... 56

BAB V : PENUTUP ... 62

A. Kesimpulan………....………... 62

B. Saran………....……. 63

(7)

ABSTRAKSI

KEDUDUKAN DAN KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DITINJAU DARI SEGI HUKUM PERIKATAN

DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA OLEH :

KARTIKA APRILLIA SIRAIT NPM : 060 200 294

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Penelitian yang berjudul “Kedudukan dan Kekuatan Hukum

Memorandum Of Understanding Ditinjau dari Segi Hukum Perikatan Dalam Kitab Undang-undang Hukum Kontrak” yang bertujuan antara lain :

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Globalisasi telah menjadi fenomena yang tidak dapat dihindarkan dalam

dunia bisnis. Perekonomian dunia semakin terbuka dan mengarah pada suatu

kesatuan global. Lalu lintas barang dan jasa telah melewati batas-batas negara.

Barang dan jasa yang diproduksi tidak hanya dikonsumsi oleh negera tersebut,

namun sudah dikonsumsi oleh negara-negara lain. Globalisasi telah membuat

batas-batas geografis dan teritorial suatu negara menjadi semakin kabur.

Globalisasi dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi saling tergantung dalam

jaringan internasional meliputi transportasi, distribusi, komunikasi, dan ekonomi

yang melampaui garis batas teritorial negara. Kegiatan produksi dan konsumsi

sudah menjadi suatu “kegiatan bersama” di muka bumi ini.

Globalisasi ekonomi membuat proses produksi dan konsumsi barang dan

jasa menjadi suatu “kerja internasional” yang melibatkan banyak negara. Dalam

memproduksi barang, suatu negara memerlukan banyak sumberdaya yang

diperolehnya dari berbagai negara. Pertimbangan yang dipakai dalam mencari

berbagai sumberdaya adalah pertimbangan ekonomis.

Salah satu bentuk globaliasasi ekonomi adalah tumbuhnya bisnis dalam

skala global. Dewasa ini, perusahaan-perusahaan berskala multinasional yang

memiliki jaringan bisnis global berkembang semakin banyak.

Perusahaan-perusahaan seperti IBM, Coca Cola, Philip Morris, Sony, Toyota, General Motor,

(9)

negara. Setelah berhasil mengembangkan bisnis di negara asal, mereka kemudian

melebarkan bisnisnya memasuki pasar global.

Pada posisi lain, globalisasi dapat dipandang sebagai ancaman bagi

perekonomian suatu negara. Perusahaan-perusahaan multinasional tersebut

dianggap memiliki daya saing yang lebih kuat dibandingkan perusahaan nasional.

Perusahaan multinasional pada umumnya memiliki keunggulan sumberdaya

manusia, teknologi, dan modal yang sulit ditandingi perusahaan lokal.

Dikhawatirkan ekspansi perusahaan multinasional akan dapat mematikan industri

dalam negeri. Kondisi tersebut menimbulkan pro-kontra yang panjang diantara

pelaku-pelaku ekonomi.

Para pendukung globalisasi berpendapat bahwa dengan tidak adanya

hambatan perdagangan internasional, akan membawa kemakmuran bagi

perekonomian dunia. Negara-negara di dunia akan terspesialisasi untuk membuat

produk yang paling ekonomis. Negara yang secara ekonomis tidak

memungkinkan memproduksi suatu barang dengan murah, tidak perlu

memproduksi barang tersebut. Pada akhirnya konsumen dunia yang akan

diuntungkan karena memperoleh produk dengan harga yang paling murah.

Globalisasi membawa implikasi timbulnya perdagangan bebas.

Perdagangan bebas dipandang dapat mematikan perusahaan domestik. Banyaknya

perusahaan lokal yang pailit akan memnyebabkan bertambahnya pengangguran

dan menurunnya daya beli konsumen. Konsumen pun tidak akan mampu membeli

barang-barang kebutuhannya. Pada titik ini globalisasi dipandang berdampak

negatif.

(10)

dalam mencukupi kebutuhannya sendiri jika negara tersebut mengabaikan sektor

luar negeri. Globalisasi ekonomi telah dipandang sebagai fakta yang tidak dapat

dihindari oleh semua negara di dunia. Kesiapan negara-negara di dunia dalam

menghadapi era globaliasasi akan menentukan “survive” tidaknya ekonomi suatu

negara.

Globalisasi adalah suatu proses sosial dan budaya yang dimulai dengan

berinteraksinya suatu bangsa dengan bangsa lain. Interaksi sosial buadaya tersebut

membawa pengaruh bagi bangsa-bangsa di dunia. Kebudayaan suatu bangsa

menyerap berbagai pengaruh kebudayaan lain. Terjadi banyak penyerapan atas

unsur-unsur budaya seperti nilai, adat istiadat, kebiasaan, kesenian, dan bahasa

dalam suatu kebudayaan. Saat ini fenomena globalisasi mengalami proses

percepatan, bangsa-bangsa di dunia saling berinteraksi dan bertukar kebudayaan.

Proses globalisasi mengalami perkembangan yang amat cepat karena

adanya dorongan-dorongan sebagai berikut :1

Perusahaan-perusahaan yang beroperasi secara global sudah tidak lagi

mempertimbangkan faktor geografis dalam bisnisnya. Mereka lebih tertarik

1. Dorongan Pasar

Pasar dunia merupakan pasar yang amat besar. Banyak perusahaan berlomba

untuk meperebutkannya. Perusahaan-perusahaan tersebut mengabaikan

batas-batas negara dalam operasinya. Banyak anak perusahaan, saluran pemasaran

global dan regional didirikan untuk ekspansi pasar. Upaya tersebut didukung

strategi pemasaran global untuk memenuhi permintaan pasar global.

2. Dorongan Biaya

1

(11)

untuk mencari faktor-faktor produksi yang memberikan ongkos yang paling

murah. Penguasaan atas sumberdaya yang murah memungkinkan mereka untuk

bersaing dalam persaingan global

3. Dorongan Pemerintah

Proses globalisasi semakin cepat dengan adanya perjanjian internasional untuk

melakukan liberalisasi perdagangan internasional, seperti GATT, WTO,

NAFTA, AFTA, APEC, dan Masyarakat Uni-Eropa, semakin memberikan

fasilitas bagi globalisasi. Pemerintah-pemerintah di dunia memiliki

kepentingan untuk memajukan perekonomiannya dan berupaya untuk

mengikuti trend perdagangan bebas agar perekonomiannya maju dan tidak

terkucil.

4. Dorongan Persaingan

Perluasan jaringan global antar industri terkait berlangsung sangat cepat.

Persaingan bisnis global dari tahun ke tahun semakin ketat. Perusahaan yang

berupaya memasuki bisnis global semakin bertambah banyak. Untuk

memenangkan persaingan, beberapa perusahaan mencoba membetuk kerja

sama demi mengalahkan pesaingnya, dikenal dengan aliansi startegis.

5. Dorongan Lain

Proses globalisasi tidak akan mengalami percepatan apabila tidak ditunjang

teknologi informasi. Kemajuan teknologi informasi dewasa ini membuat

komunikasi antarwilayah menjadi lebih cepat, on-line , mudah, luas, dan

handal. Perangkat-perangkat komunikasi seperti PC, internet, facsimile

machines , handphone , satelit, dan jaringan serat optik, memungkinkan

(12)

Globalisasi memang membawa kesejahteraan dan pertumbuhan, namun

hanya bagi segelintir orang karena sebagian besar dunia ini tetap menderita.

Ketika budaya lokal makin hilang akibat gaya hidup global, tiga perempat

penghuni Bumi ini harus hidup dengan kurang dari dua dollar sehari. Satu miliar

orang harus tidur sembari kelaparan setiap malam. Satu setengah miliar penduduk

bola dunia ini tidak bisa mendapatkan segelas air bersih setiap hari. Satu ibu mati

saat melahirkan setiap menit (UNDP, 2004).

Untuk pertama kalinya dalam sejarah, diskusi di Forum Ekonomi Dunia

(World Economic Forum/WEF) pada bulan Januari tahun 2008 menempatkan

penanganan kemiskinan secara resmi sebagai agenda eksekutif puncak bisnis

dunia. Korporasi diminta berperan mengurangi kemiskinan dan mendorong

pencapaian sasaran pembangunan milenium (millennium development

goals/MDGs) melalui bisnis mereka. Lewat Global Governance Initiative bisnis

diyakinkan: Bisnis akan untung jika ikut mendorong pembangunan, khususnya

mengatasi kemiskinan. Rupanya ada perubahan pendapat di antara pimpinan

puncak bisnis dunia. Mereka kini melihat daerah-daerah miskin di dunia sebagai

lahan bisnis.

Dunia bisnis terhenyak mendengarnya. Komunitas bisnis dunia melihat

gagasan ini sebagai visi baru reformasi bisnis dan korporasi zaman ini, yaitu

memanfaatkan kesempatan untuk mendulang untung dengan menjual produk dan

jasa kepada empat miliar orang miskin di dunia sambil meningkatkan kualitas

hidup mereka. Menunjuk listrik-isasi di Nikaragua, konstruksi skala kecil di

Meksiko, dan yodium-isasi garam di India, bisnis terbukti bisa menangguk untung

(13)

sekaligus memperbaiki kualitas hidup mereka. Korporasi transnasional seperti

Unilever, Phillips, Hewlett Packard, Dupont, dan Johnson & Johnson juga sudah

mengembangkan model dan strategi bisnis baru yang menarget pasar menengah

ke bawah.

Kuncinya pada perubahan cara penentuan harga (pricing). Secara

konvensional, harga adalah biaya produksi dan distribusi ditambah marjin laba.

Strategi baru ini persis kebalikannya. Ketahui dulu berapa kekuatan pembeli untuk

membayar, lalu kurangi dengan marjin laba dan baru hitung bagaimana produk

bisa diproduksi dan dipasarkan dalam budget itu. Maka, selain konsekuensi teknis

produksi dan pemasaran, pasar pun perlu dibangun dan tak bisa hanya sekadar di

penetrasi seperti kata buku ekonomi.

Keadaan ekonomi global yang demikian ini tentu akan mempersempit

ruang ekspor Indonesia, khususnya ke Amerika, Jepang, dan Singapura yang

menyerap sekitar 70 persen dari ekspor nasional. Sementara itu, kekuatan daya

beli dalam negeri juga tampak batuk-batuk. Memang ada yang tetap

pertumbuhannya positif, seperti Indofood, Unilever; penjualannya yang

meningkat terbatas pada barang-barang yang memang benar-benar dibutuhkan

sehari-hari seperti sabun dan pasta gigi. Sementara itu, konsumsi rokok selama

dua bulan terakhir ini menurun 10 persen. Keadaan ini menunjukkan daya beli

yang terbatas di masyarakat semakin dikonsentrasikan untuk kebutuhan

sehari-hari yang benar-benar tidak dapat di elakkan.

Daya beli masyarakat domestik yang sudah sangat terbatas ini akan

semakin turun dengan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) yang memang

(14)

dihilangkan, yang tentu akan menaikkan harga kebutuhan pokok sehari-hari.

Akan tetapi dalam kaitan ini, pasar di Timur Tengah tetap potensial untuk

digarap. Sebab, meskipun jumlah penduduknya tidak terlalu banyak, daya belinya

masih lumayan. Thailand dalam hal ini sudah lebih cepat dari kita dan sedang

bernegosiasi dengan negara di Timur Tengah untuk mengadakan perjanjian

perdagangan bebas (free trade). Indonesia seharusnya memiliki akses yang lebih

besar untuk pasar di Timur Tengah bagi komoditas, seperti kayu lapis, minyak

sawit, produk tekstil dan sarung, teh dan kopi serta rempah-rempah.

Perkembangan dunia bisnis di Indonesia dan dunia usaha di mulai

semenjak tahun 1967, ketika pemerintah mulai memacu pertumbuhan

perekonomian nasional dengan mengeluarkan kebijakan penanaman modal asing

melalui diterbitkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman

Modal Asing. sehingga dengan dikeluarkannya undang-undang tersebut dunia

bisnis di Indonesia mengalami suatu masa keemasan, di mana banyaknya para

investor asing yang datang ke Indonesia untuk menanamkan modalnya.

Banyaknya pihak asing yang masuk ke Indonesia dalam rangka

menjalankan praktek bisnisnya membuat banyaknya perubahan mengenai hal-hal

baru yang terjadi di dalam praktek hukum bisnis di Indonesia. Hal ini terjadi pula

dalam masalah kontrak bisnis. Para pihak investor asing dalam hal ini banyak

menganggap bahwa di Indonesia mengenai masalah kontrak masih merupakan hal

yang asing sehingga tidak banyak jenis-jenis variasi atau macam-macam kontrak

yang ada di Indonesia.

Fenomena bahwa hukum kontrak dianggap sebagai “keranjang sampah” 2

2

Munir Fuady,Hukum Kontrak, Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, (selanjutnya disebut Munir Fuady I), hal. 3.

(15)

Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara lain. Yang di maksud

dengan fenomena hukum kontrak sebagai keranjang sampah adalah banyak hal

tentang dan sekitar kontrak tidak diatur baik dalam undang-undang ataupun dalam

yurisprudensi. Kalaupun diatur, tidak selamanya bersifat memaksa, dalam arti

para pihak dapat mengenyampingkannya dengan aturan yang dibuatnya sendiri

oleh para pihak. Pengaturan sendiri oleh para pihak ini dituangkan dalam kontrak

tersebut berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak. Dalam hal ini pengaturan

sendiri dalam kontrak tersebut sama kekuatannya dengan ketentuan

undang-undang. Para pihak dapat mengatur apapun dalam kontrak tersebut (catch all),

sebatas yang tidak dilarang oleh undang-undang, yurisprudensi dan kepatutan jadi

kontrak tersebut akhirnya memang berkedudukan seperti keranjang sampah saja.

Banyak pebisnis tidak menyadari bagaimana pentingnya peran seorang

konsultan hukum dalam suatu negosiasi transaksi bisnis. Sehingga, mereka baru

datang ke konsultan hukum setelah timbul sengketa. Padahal dalam banyak hal,

sengketa tersebut umumnya dapat dielakkan jika saja permulaan proses

pembuatan kontrak sudah diikutsertakan konsultan hukum. Keadaan seperti ini

sangat sering terjadi dewasa ini. Baik jika terjadi negosiasi antara sesama pebisnis

domestik, apalagi jika salah satu pihaknya adalah pihak asing, pihak domestiklah

yang perlu ekstra hati-hati. Karena biasanya pihak asing tersebut sudah

berkonsultasi terlebih dahulu dengan konsultan hukumnya, sehingga

kedudukannya dari segi hukum benar-benar aman dan kuat. Umumnya, dalam

suatu kontrak, semakin kuat kedudukan salah satu pihak, semakin besar pula

ancaman terhadap pihak lainnya.3

3

(16)

Masalah lemahnya jaminan perlindungan hukum Indonesia terhadap

kepentingan bisnis pihak mitra Indonesia merupakan akibat dari lemahnya sistem

hukum kontrak yang berlaku di Indonesia di mana banyak hal-hal baru yang tidak

diatur dalam sistem hukum di Indonesia terutama mengenai kontrak.

Pihak Indonesia, umumnya memiliki kesempatan sangat kecil untuk

menegosiasikan kepentingannya. Transaksi yang berlaku adalah transaksi take it

or leave it, mau menerima atau tidak, dan karena alasan-alasan tertentu, pihak

mitra Indonesia harus mengusahakan perlindungan hukum sendiri, sementara

ketentuan hukum nasional belum mengakomodasikan kebutuhan itu.

Sebab-sebab lain yang berpengaruh terhadap lemahnya perlindungan

hukum tersebut dikarenakan kurang progresinya Indonesia dalam memanfaatkan

fasilitas-fasilitas perlindungan hukum yang disediakan oleh hukum internasional.

Kendatipun kini terdapat perkembangan yang sangat menggembirakan

yaitu dengan aktifnya keterlibatan Indonesia dalam pendesainan dan

penandatanganan perjanjian-perjanjian yang bersifat melindungi pelaku bisnis,

seperti GATT Anti-Dumping Code, dan beberapa konvensi internasional penting

lainnya seperti Convention of the law applicable to international sales of goods

(1995) dan penandatanganan WTO Agreement.4

4

Ida Bagus Wiyasa Putra, Aspek-aspek Hukum Perdata Internasional dalam Transaksi Bisnis Internasional, Refika Aditama, Bandung, 1997, hal 39.

Harus disadari bahwa

perjanjian-perjanjian itu yang misalnya WTO sebenarnya terbatas, yaitu sebatas

transaksi-transaksi bisnis yang dilakukan dalam kerangka WTO. Dalam hal penyelesaian

sengketa, juga ditentukan bahwa Badan Penyelesaian Sengketa (Disputes

Settlement Body) WTO hanya berurusan dengan sengketa-sengketa yang timbul

(17)

berkaitan dengan perjanjian yang bersifat privat yang dibuat untuk suatu transaksi

antar perusahaan. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa untuk masalah-masalah

yang bersifat privat, yang berkaitan dengan transaksi bisnis internasional, tetap

berlaku hukum kontrak. Oleh karena itu, subyek bisnis, tetap mengusahakan

perlindungan sendiri melalui kontrak yang dibentuk dari akibat-akibat perilaku

curang mitra bisnisnya.5

Rumusan yang berlaku umum adalah semakin banyak detil dimasukkan

dalam suatu kontrak, maka akan semakin baik pula kontrak tersebut. Karena kalau Agar suatu negosiasi bisnis berjalan dengan baik, maka yang mesti hadir

di meja negosiasi adalah mereka yang menguasai seluk-beluk bisnis disertai

dengan konsultan hukum, mereka yang mewakili kepentingan bisnis akan melihat

dari aspek bisnisnya, sementara konsultan hukum akan melihat aspek hukum dan

formulasinya ke dalam draft kontrak. Untuk itu kepada para konsultan hukum

sendiri dituntut untuk tidak hanya menguasai ilmu hukum kontrak, tetapi juga

menguasai dasar-dasar bisnis yang dinegosiasinya. Misalnya, kalau negosiasi

mengenai kontrak joint venture produksi barang-barang elektronik, maka

konsultan hukum tersebut juga harus mengerti tentang bisnis elektronik yang

bersangkutan. Tidak perlu mendetail, tetapi cukup dasar-dasarnya saja. Disamping

itu, jika salah satu pihak merupakan pihak asing, seorang konsultan hukum juga

harus dituntut untuk bisa berbahasa Inggris dengan sempurna. Bahkan dewasa ini,

bagi seorang konsultan hukum yang datang ke meja negosiasi diharapkan pula

untuk bisa memakai komputer sendiri, sehingga jalan dan hasil negosiasi dapat

(18)

kepada masalah sekecil-kecilnya sudah disetujui, kemungkinan untuk timbul

perselisihan di kemudian hari dapat ditekan serendah mungkin. Karena itu tidak

mengherankan jika dalam dunia bisnis terdapat kontrak yang jumlah halamannya

puluhan bahkan ratusan lembar. Hanya saja demi alasan praktis terkadang kontrak

sengaja dibuat tipis. Hal ini dilakukan karena yang dilakukan baru hanya ikatan

dasar, di mana para pihak belum bisa berpartisipasi atau belum cukup waktu untuk

memikirkan detail-detailnya dan agar ada suatu komitmen di antara para pihak,

sementara detailnya dibicarakan dikemudian hari. Untuk itu disepakati dahulu

prinsip-prinsip dasar dari suatu kesepakatan. Kesepakatan semacam ini sering

disebut sebagai Memorandum of Understanding (Selanjutnya disingkat M.O.U).

Sebelum transaksi bisnis berlangsung, biasanya terlebih dahulu dilakukan

negosiasi awal. Negosiasi merupakan suatu proses upaya untuk mencapai

kesepakatan dengan pihak lain. Dalam negosiasi inilah proses tawar menawar

berlangsung. Tahapan berikutnya pembuatan M.O.U. M.O.U merupakan

pencatatan atau pendokumentasian hasil negosiasi awal tersebut dalam bentuk

tertulis. M.O.U penting sebagai pegangan untuk digunakan lebih lanjut di dalam

negosiasi lanjutan atau sebagai dasar untuk melakukan studi kelayakan.

Maksudnya sebagai studi kelayakan adalah setelah pihak-pihak memperoleh

M.O.U sebagai pegangan atau pedoman awal, baru dilanjutkan dengan tahapan

studi kelayakan (feasibility study, due diligent) untuk melihat tingkat kelayakan

dan prospek transaksi bisnis tersebut dari berbagai sudut pandang yang diperlukan

misalnya ekonomi, keuangan, pemasaran, teknik, lingkungan, sosial budaya dan

(19)

tidaknya melanjutkan transaksi atau negosiasi lanjutan.6

6

Ibid.

Banyak hal yang melatarbelakangi dibuatnya M.O.U salah satunya adalah

karena prospek bisnis suatu usaha dirasa belum jelas benar dan dengan negosiasi

yang rumit dan belum ada jalan keluarnya, sehingga dari pada tidak ada ikatan

apa-apa maka dibuatlah M.O.U.

Apa yang namanya M.O.U sebenarnya tidak dikenal dalam hukum

konvensional di Indonesia, terutama dalam hukum kontrak di Indonesia. Tetapi

dewasa ini sering dipraktekkan dengan meniru (mengadopsi) apa yang

dipraktekkan secara internasional. Jadi sebenarnya dengan kita memberlakukan

M.O.U itu telah ikut memperkaya khasanah pranata hukum di Indonesia ini.

Dengan tidak diaturnya M.O.U di dalam hukum konvesional kita, maka

banyak menimbulkan kesimpangsiuran dalam prakteknya, misalnya apakah

M.O.U sesuai dengan peraturan hukum positif di Indonesia, atau apakah M.O.U

bisa dikategorikan setingkat dengan perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata

dan siapa yang bertanggung jawab apabila terjadi suatu pengingkaran di dalam

kesepakatan semacam ini, juga yang paling ekstrim adalah ada yang

mempertanyakan apakah M.O.U merupakan suatu kontrak, mengingat M.O.U

hanya merupakan suatu nota-nota kesepakatan saja.

Dengan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis

dalam bentuk skripsi dengan judul “Kedudukan dan Kekuatan Hukum

Memorandum Of Understanding Ditinjau dari Segi Hukum Perikatan Dalam

(20)

B. Perumusan Masalah

Permasalahan adalah merupakan kenyataan yang dihadapi oleh

pelaksanaan peneliti. Dengan adanya rumusan masalah maka akan dapat ditelaah

secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak mengarah pada

permasalahan hal yang diluar permasalahan.

Berdasarkan pembahasan tersebut, maka akan dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :

1. Sejauh mana pengaturan dan doktrin-doktrin mengenai hukum perdata?

2. Bagaimana kedudukan hukum dari M.O.U ditinjau dari hukum perdata ?

3. Akibatnya jika ada salah satu pihak atau debitur melakukan pengingkaran

terhadap klausul-klausul dalam M.O.U ?

Selama ini secara awam dalam dunia bisnis orang hanya mengenal apa

yang disebut dengan perjanjian yang pasti terikat dengan ketentuan dari Pasal

1320 KUH Perdata yang berbunyi :

Untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan 4 (empat) syarat :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian;

c. Suatu hal tertentu;

d. Suatu sebab yang halal.

Kedua syarat yang pertama dinamakan syarat subyektif, karena kedua

syarat tersebut mengenai subyek perjanjian yakni orangnya yang menyangkut

kehendak dan keadaan diri dari si pembuat perjanjian. Sedangkan kedua syarat

terakhir disebut sebagai syarat obyektif, karena mengenai obyek atau mengenai isi

(21)

Akan tetapi banyak orang memahami bahkan tidak mengetahui tentang

keberadaan dari M.O.U dan peranannya dalam dunia bisnis. Banyak orang

mengira M.O.U dipersamakan dengan kontrak, akan tetapi tidak sedikit pula yang

menganggap M.O.U berbeda dengan kontrak. Oleh karena itu dalam skripsi ini,

akan dikaji secara mendalam dengan didasarkan pada teori-teori yang ada untuk

mengetahui mengenai kedudukan dan kekuatan hukum dari M.O.U itu sendiri.

C. Tujuan Penulisan

Alasan pemilihan judul ini adalah untuk mengetahui kedudukan hukum dari

M.O.U dan untuk mengetahui bagaimana kekuatan hukum dari M.O.U jika ada

salah satu pihak melakukan pengingkaran terhadap klausul-klausul yang ada

dalam M.O.U.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat secara khusus yaitu merupakan suatu studi dibidang hukum

kontrak terutama dalam masalah M.O.U di mana penulis berharap penelitian ini

dapat memberikan gambaran secara jelas dan mendetail mengenai kedudukan dan

kekuatan hukum dari M.O.U yang merupakan hal baru di negara In donesia yang

diharapkan pula dapat berguna bagi peneliti berikutnya, bagi civitas akademika

Universitas Sumatera Utara, serta bagi masyarakat yang khususnya berkecimpung

di dunia bisnis.

Manfaat secara umum yaitu sebagai syarat-syarat yang telah ditentukan

dalam kurikulum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dalam mencapai

(22)

E. Metode Penelitian

1. Pendekatan Perundang-undangan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

yuridis normatif. Pendekatan yuridis adalah pendekatan terhadap masalah

dengan cara melihat dari segi peraturan perundangan yang berlaku khususnya

tentang segala segi hukum yang mengatur mengenai perjanjian. Sedangkan

pendekatan normatif adalah pendekatan yang hanyalah menggunakan data

sekunder dengan penyusunan kerangka secara konsepsionil.

2. Sumber Bahan Hukum

Penelitian ini menggunakan jenis data sekunder. Pengertian dari data

sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber lain atau dari hasil

kepustakaan antara lain buku, dokumen, artikel, serta literatur lainnya yang

berhubungan dengan hak kekayaan intelektual. Data sekunder ini kemudian

dibagi menjadi 2 (dua) bahan hukum, yakni :

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat.7

b. Bahan hukum sekunder

Bahan

hukum primer yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan

seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer yaitu berupa doktrin-doktrin atau pendapat-pendapat para sarjana

ilmu hukum kontrak.

7

(23)

3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Penulisan ini dilakukan dengan studi pustaka yaitu dengan cara

membaca buku-buku dan mempelajari literatur-literatur yang selanjutnya

diolah dan dirumuskan secara sistematis sesuai dengan masing-masing pokok

bahasannya.

4. Analisis Bahan Hukum

Analisis bahan hukum dalam penulisan skripsi ini menggunakan

metode analisis kualitatif, dalam hal ini mengkaji secara mendalam bahan

hukum yang ada kemudian digabungkan dengan bahan hukum yang lain, lalu

dipadukan dengan teori-teori yang mendukung dan selanjutnya ditarik

kesimpulan.

F. Sistematika Penulisan

Pertanggungjawaban sistematika bertujuan agar penulisan ini dapat terarah

dan sistematis, sehingga dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi

menjadi 5 (lima) bab yaitu sebagai berikut :

Bab I. Pendahuluan yang terbagi dalam 6 (enam) sub bab, yaitu latar

belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

metode penelitian yang di dalamnya menguraikan tentang pendekatan

masalah, sumber data, teknik pengumpulan data, dan analisis data,

serta diuraikan pula mengenai pertanggungjawaban sistematika.

Bab II. Pembahasan mengenai bagaimana pengaturan dan teori-teori mengenai

hukum kontrak yang berlaku saat ini.

(24)

ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan

doktrin-doktrin atau pendapat-pendapat para pakar ilmu hukum kontrak.

Bab IV. Pembahasan mengenai bagaimana kekuatan hukum dari M.O.U jika

ada salah satu pihak yang melakukan pengingkaran jika ditinjau dari

segi Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Bab V. Penutup. Berisikan tentang kesimpulan dan saran-saran dari penulis.

Adapun isi dari kesimpulan adalah tentang jawaban dari rumusan

masalah baik permasalahan yang pertama kedua, maupun

permasalahan yang ketiga agar lebih jelas. Dan bagian kedua adalah

saran. Saran merupakan rekomendasi penulis kepada dunia ilmu

(25)

BAB II

PENGATURAN DAN DOKTRIN-DOKTRIN MENGENAI

HUKUM KONTRAK

A. Pengertian Kontrak

Kontrak merupakan suatu kesepakatan yang diperjanjikan (promissory

agreement) diantara dua atau lebih pihak yang dapat menimbulkan, memodifikasi,

atau menghilangkan hubungan hukum.8

Ada pula yang memberikan definisi mengenai kontrak sebagai suatu

perjanjian, atau serangkaian perjanjian di mana hukum memberikan ganti rugi

terhadap wanprestasi terhadap kontrak tersebut.9

Definisi lain mengenai kontrak yaitu suatu perjanjian tertulis antara dua

pihak dalam perdagangan, sewa menyewa, dan lain sebagainya, dimana

persetujuan tersebut mempunyai sanksi hukum antara dua pihak atau lebih untuk

melakukan atau tidak melakukan sesuatu kegiatan.10

Adapun isi dari pasal 1313 KUH Perdata memberikan pengertian kepada

kontrak sebagai : “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu

orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih.”

Dalam KUH Perdata tidak menyebutkan secara spesifik mengenai

pengertian kontrak, akan tetapi substansi yang terkandung dalam kontrak adalah

suatu perjanjian, jadi secara garis besar pasal 1313 KUH Perdata merupakan salah

satu landasan dari hukum kontrak.

8

Munir Fuadi I, Op.Cit., hal. 4.

9

Ibid.

10

(26)

Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris “Contract” yang berarti

perjanjian. Istilah kontrak lebih menunjukkan pada nuansa bisnis atau komersil

dalam hubumgam hukum yang dibentuk, sedangkan istilah perjanjian cakupannya

lebih luas11

Inti definisi yang tercantum dalam Black’s Law Dictionary bahwa kontrak

dilihat sebagai persetujuan para pihak untuk melaksanakan kewajiban, baik

melakukan atau tidak melakukan secara sebagian

. Jadi dengan kata lain kontrak merujuk pada suatu pemikiran akan

adanya keuntungan komersil yang diperoleh kedua belah pihak, sedangkan

perjanjian dapat saja berarti social agreement yang belum tentu menguntungkan

kedua belah pihak secara komersil. Pengertian kontrak komersil itu sendiri adalah

kesepakatan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih untuk melakukan transaksi

bisnis.

12

Treitel menyatakan definisi kontrak sebagai berikut : “A contract is an

agreement giving rise to obligations which are enforced or recognized by law”

. Persyaratan kontrak biasanya

dilengkapi dan dibatasi oleh hukum, dukungan dan pembatasan hukum tersebut

berfungsi melindungi pihak yang mengadakan kontrak dan mendefinisikan

hubungan khusus diantara mereka seandainya ketentuannya tidak jelas, mendua

arti atau bahkan tidak lengkap.

KUH Perdata memberi kebebasan berkontrak kepada pihak–pihak

membuat konrak secara tertulis maupun secara lisan. Baik tertulis maupun lisan

sama–sama mengikat, asalkan memenuhi syarat–syarat yang diatur dalam pasal

1320 BW. Jadi, kontrak tidak harus dibuat secara tertulis.

13

11

Disertasi, Y. Sogar Simamora, Op. Cit, h 26

12

Salim H. S, Perkembangan Hukum Kontrak Inominat di Indonesia, cet 3, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, h 16

13

G. H. Treitel, Law of Contract, Sweat Maxwel, London, 1995, hal 1

(27)

Selanjutnya, Charles L. Knapp dan M. Crystal mengartikan Hukum kontrak Law

of Contract is : “ Our society’s legal mechanism for protecting the expectation

that arise from the making of agreements for the future exchange of various types

of performance, such as the compeyance of property ( tangible and untangible ),

the performemance of service, and the payment of money14

Kontrak merupakan bagian yang melekat dari transaksi bisnis baik dalam

skala besar maupun kecil, baik domestik maupun internasiomal. Fungsinya sangat

penting menjamin bahwa seluruh harapan yang dibentuk dari janji–janji para

pihak dapat terlaksana dan terpenuhi. Dalam hal terjadi pelanggaran maka

terdapat kompensasi yang harus dibayar. Kontrak dengan demikian merupakan

sarana untuk memastikan apa yang hendak dicapai oleh para pihak dapat

diwujudkan

.

Definisi di atas kurang lebih mengandung pengertian bahwa kontrak

adalah sebuah perjanjian yang mengikat para pihak. Tidak semua perjanjian dapat

dikatakan sebagai kontrak, yang membedakan adalah adanya keistimewaan

kontrak yang tidak dimiliki oleh semua perjanjian yaitu kewajiban hukum yang

bersifat mengikat para pihak. Jika sebuah perjanjian tidak mengandung

“perikatan” tersebut, maka perjanjian itu bukan kontrak, Hukum kontrak adalah

mekanisme hukum dalam masyarakat untuk melindungi harapan–harapan yang

timbul dalam pembuatan persetujuan demi perubahan dimasa datang yang

bervariasi kinerja, seperti pengangkutan kekayaan ( yang nyata maupun tidak

nyata), kinerja pelayanan, dan pembayaran dengan uang.

15

14

Salim H. S, Perkembangan Hukum Kontrak Inominat di Indonesia, cet 3, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal 3

15

Disertasi, Y. Sogar Simamora, Prinsip Hukum Kontrak Dalam Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah..h 26

(28)

setiap orang menginginkan keamanan, sehingga seseorang harus menghormati

kepada orang lain dan hartanya16. Selain itu, kontrak mempunyai fungsi yuridis dan fungsi ekonomis. Fungsi yuridis kontrak adalah memberikan kepastian hukum

bagi para pihak. Sedangkan fungsi ekonomis adalah menggerakkan ( hak milik )

sumber daya dari nilai penggunaan yang lebih rendah menjadi nilai yang lebih

tinggi17

Melalui kontrak terciptalah perikatan atau hubungan hukum yang

menimbulkan hak dan kewajiban pada masing–masing pihak yang membuat

kontrak. Dengan kata lain, para pihak terikat untuk mematuhi kontrak yang telah

mereka buat tersebut. Dalam hal ini fungsi kontrak sama dengan perundang–

undangan, tetapi hanya berlaku khusus terhadap para pembuatnya saja. Hukum

kontrak pada dasarnya merupakan payung bagi kontraktan dalam penutupan setiap

jenis kontrak .

18

. Secara hukum, kontrak dapat dipaksakan berlaku melalui

pengadilan. Hukum memberikan sanksi terhadap pelaku pelanggaran kontrak atau

ingkar janji ( wanprestatie ),

Dengan demikian penulisan ini menggunakan acuan definisi kontrak

sebagai kontrak komersil (selanjutnya hanya disebut sebagai kontrak), merupakan

hubungan hukum antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang

lain, untuk saling mengikatkan diri memenuhi hak dan kewajiban para pihak yang

telah disepakatinya untuk melakukan transaksi bisnis.

16

Munir Fuady, Hukum Kontrak, dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, buku kesatu ,cet 3 , Citra Aditya Bakti, Bandung. 2002, h 11

17

Salim H. S, Op.Cit, h 35

18

(29)

1. Subyek Kontrak

Subyek kontrak merupakan pelaksana dari suatu kontrak. Kontrak terjadi

disebabkan oleh adanya hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang berada

pada posisi berlawanan, dimana satu pihak menjadi pihak “kreditur” dan pihak

lainnya sebagai “debitur”. Kreditur adalah pihak yang berhak atas sesuatu (

prestasi ), sedangkan debitur adalah sebagai pihak yang berkewajiban untuk

memenuhi sesuatu ( prestasi ) tersebut.

Selain itu terdapat pengaturan mengenai kontrak dalam Pasal 1313 BW

yang menentukan bahwa : “Suatu persetujuan adalah perbuatan dengan mana satu

orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Sehingga suatu pernyataan sepihak saja tidak pernah akan menimbulkan

perjanjian, haruslah terdapat subyek hukum dengan subyek hukum lain yang

membuat perjanjian.

Sebagai subyek kontrak, kreditur dan debitur mempunyai hak dan

kewajiban yang sama dalam perjanjian, yaitu satu pihak berkewajiban

melaksanakan prestasi dan di pihak lain berhak menuntut pelaksanaan prestasi.

Setiap pihak dapat memposisikan dirinya baik sebagai pihak kreditur maupun

debitur, tergantung dilihat dari sisi mana. Contoh : dalam kontrak jual beli, jika

dilihat dari sisi pengadaan barang, pembeli adalah kreditur yang berhak atas

barang yang diperjual belikan dan penjual adalah debitur yang wajib memenuhi

pengadaan barang tersebut. Sedangkan jika dilihat dari sisi pembayaran, pembeli

adalah debitur yang memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran atas

barang dan penjual adalah kreditur yang berhak atas pembayaran tersebut.

(30)

1. Individu sebagai persoon yang bersangkutan, yaitu :

a. Natuurlijke person atau manusia tertentu;

b. Recht persoon atau badan hukum.

2. Seorang atas keadaan tertentu mempergunakan kedudukan / hak orang lain

tertentu.

3. Person yang dapat diganti ( verbagbaar ), yaitu berarti kreditur yang

menjadi subyek semula telah ditetapkan dalam perjanjian, sewaktu– waktu

dapat diganti kedudukannya dengan kreditur atau debitur baru, perjanjian

ini berbentuk “aan order” atau perjanjian atas order / atas perintah dan

perjanjian “aan toonder” atau perjanjian atas nama atau kepada pemegang

/ pembawa pada surat – surat tagihan utang.

Dalam mengadakan perjanjian atau kontrak setiap subyek hukum haruslah

memenuhi persyaratan–persyaratan tertentu. Misalnya, untuk subyek

hukum “natuurlijke person” atau biasa disebut “orang”, kecakapannya

diatur dalam Pasal 1320 BW, yaitu harus dewasa dan tidak di bawah

pengampuan. Sedangkan untuk subyek hukum “badan hukum” haruslah

memenuhi persyaratan formal suatu badan hukum. Badan hukum memiliki

hak dan kewajiban yang sama selayaknya orang, namun dalam

(31)

2. Obyek Kontrak

Obyek perikatan adalah prestasi19

a. Menyerahkan sesuatu, bisa memberikan ( te geven )benda atau memberikan

sesuatu untuk dipakai ( genoit /gebruik – pemakaian );

. Prestasi adalah hak dan kewajiban

untuk memenuhi sesuatu, yaitu debitur berkewajiban atas suatu prestasi dan

kreditur berhak atas suatu prestasi, wujud dari prestasi adalah Pasal 1234 BW :

b. Melakukan sesuatu ( te doen );

c. Tidak melakukan sesuatu ( niet te doen ).

“Memberikan sesuatu” ialah kewajiban seseorang untuk memberikan

sesuatu atau menyerahkan sesuatu. Memberi sesuatu dapat diartikan baik

penyerahan nyata maupun penyerahan yuridis, misalnya : pinjam pakai, sewa

menyewa20

“Berbuat sesuatu” adalah setiap prestasi berwujud berbuat sesuatu atau

melakukan perbuatan tertentu yang positif, misalnya memotong rumput,

membersihkan halaman .

21

“Tidak berbuat sesuatu” yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu

yang telah dijanjikan, misalnya tidak mendirikan bangunan yang menutupi

pemandangan atau supaya membiarkan saja orang mengambil air dari

sumurnya

.

22

Menurut Purwahid Patrik, untuk sahnya perjanjian diperlikan syarat–syarat .

19

Purwahid Patrik, Patrik, Purwahid, Dasar – dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, 1994. hal.3

(32)

tertentu mengenai obyek kontrak, yaitu23 1. Obyeknya harus tertentu

:

Dalam Pasal 1320 sub 3 BW, dijelaskan obyeknya tertentu sebagai salah satu

syarat sahnya perjanjian.

2. Obyeknya harus diperbolehkan

Menurut Pasal 1335 jo 1337 BW, kontrak tidak memiliki kekuatan mengikat

jika obyeknya palsu atau mengenai hal–hal yang terlarang. Dikatakan

terlarang jika dilarang oleh Undang Undang, atau apabila berlawanan dengan

kesusilaan baik atau ketertiban umum.

3. Obyeknya dapat dinilai dengan uang

Sebagaimana definisi yang ditentukan untuk perikatan, yaitu suatu hubungan

hukum yang letaknya dalam lapangan harta kekayaan.

4. Obyeknya harus mungkin ( untuk dilaksanakan )

Pelaksanaan dari obyek kontrak juga harus dimungkinkan, orang tidak dapat

mengikatkan diri kalau obyeknya tidak mungkin dilaksanakan dan umum

sudah tidak membenarkan hal ini.

Mengenai mungkin tidaknya pelaksanaan prestasi, dibedakan

ketidakmungkinan menjadi dua yaitu, ketidakmungkinan obyektif dan

ketidakmungkinan subyektif. Pada ketidakmungkinan obyektif tidak akan timbul

perikatan, karena perjanjian tersebut tidak mungkin dapat dilaksanakan, misalnya

melakukan perjalanan Surabaya–Bandung dengan mengendarai sebuah mobil

ditempuh hanya dalam waktu 7 jam. Sedangkan pada ketidakmungkinan subyektif

tidak menghalangi terjadinya perjanjian atau menyebabkan perjanjian batal,

23

(33)

karena hanya anggapan debitur yang bersangkutan.

B. Doktrin-Doktrin Hukum Kontrak

Sumber hukum merupakan segala apa saja yang menimbulkan

aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan-aturan-aturan

yang kalau dilanggar akan menimbulkan sanksi yang nyata dan tegas.

Adapun sumber hukum formal yang berlaku dalam hukum positif

indonesia adalah : 24

a. Undang-undang (Statue)

b. Kebiasaan (Custom)

c. Keputusan-keputusan Hakim (Jurisprudentie)

d. Traktat (Treaty)

e. Pendapat Ahli Hukum (dotrin)

Pengertian dari doktrin sendiri adalah pendapat atau teori-teori dari para

ahli hukum. Kedudukan doktrin sendiri dalam prakteknya sangatlah penting

dalam mempengaruhi pengambilan keputusan hukum oleh hakim. Dalam

mengambil keputusan, hakim seringkali mengutip pendapat atau teori dari seorang

atau beberapa orang ahli hukum mengenai kasus yang dihadapinya, apalagi jika

ahli hukum tersebut juga menyatakan mengenai bagaiaman penyelesaian suatu

kasus sampai dengan selesai. Jadi dengan kata lain kedudukan doktrin merupakan

sebuah sumber hukum yang sangat berpengaruh bagi keputusan-keputusan hakim

selain undang-undang.25

Dalam ilmu hukum kontrak, dikenal berbagai doktrin atau teori, yang

masing-masing mencoba menjelaskan berbagai segmen dari kontrak

24

Cst. Kansil dan Christine Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2000, hal. 19

25

(34)

bersangkutan.

Berikut ini dikenal beberapa teori hukum kontrak sesuai dengan

kelompoknya masing-masing dengan memakai kriteria tertentu, yaitu sebagai

berikut :26

1. Teori-teori dasar yang klasik.

2. Teori-teori berdasarkan formulasi kontrak.

3. Teori-teori berdasarkan prestasi kedua belah pihak.

4. Teori Holmes tentang Tanggung Jawab Hukum

5. Teori liberal tentang kontrak.

Untuk lebih jelasnya akan diuraikan secara spesifik sebagai berikut

dibawah ini :

1. Teori-teori dasar klasik

Terdapat beberapa teori dasar yang klasik, yang merupakan tempat

berpijak dari suatu kontrak, yaitu sebagai berikut :

a. Teori benda

Menurut teori benda ini, kontrak adalah suatu benda (thing) yang telah

ada keberadaannya secara objektif sebelum dilakukan pelaksanaan

(performance) dari kontrak tersebut.

Dengan demikian. Suatu kontrak adalah suatu benda yang dibuat,

disimpangi, atau dibatalkan oleh para pihak. Teori ini merupakan teori yang

mendasarkan pada formulasi kontrak, misalnya kontrak dibuat dalam bentuk

tertulis, sehingga seolah-olah yang menjadi benda yang dinamakan kontrak

tersebut adalah kertas-kertas yang bertuliskan kontrak yang ditandatangani

26

(35)

oleh masing-masing pihak tersebut.

b. Teori pelaksanaan

Teori ini mengajarkan bahwa yang terpenting dari suatu kontrak adalah

pelaksanaan (enforcement) dari kontrak yang bersangkutan, yang dalam hal

ini dilaksanakan oleh badan-badan pengadilan atau badan penyelesaian

sengketa lainnya. Sebab, yang menjadi tujuan utama dari setiap pembuatan

kontrak adalah bahwa untuk mendorong para pihak untuk membayar

hutangnya, melaksanakan janjinya dan bertindak secara benar dalam

hubungan dengan kontrak antara para pihak tersebut, sehingga untuk itu perlu

tindakan-tindakan yang dapat memberikan efek yang dapat

menghalang-halangi atau mencegah terjadinya wanprestasi. Sehingga pelaksanaan kontrak

tersebut (termasuk pemberian sanksi bagi pihak yang mengingkari kontrak)

dalam hukum kontrak sama pentingnya dengan perlindungan hak milik.

c. Teori prinsip umum

Menurut teori ini, suatu kontrak tetap mengacu pada efektifitas secara

umum dari kontrak itu sendiri. Jadi, sungguh pun banyak kontrak yang sudah

ada pengaturannya yang detil dalam perundang-undangan atau dalam

draft-draft model kontrak yang diterima umum, atau yang diatur sendiri oleh para

pihak berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak, tetapi secara umum tetap

tidak menyimpang secara signifikan dari prinsip-prinsip umum dan universal

yang terdapat dalam konsep-konsep kontrak.

2. Teori-teori berdasarkan formulasi kontrak

(36)

kontrak terdapat empat teori yang mendasar, yaitu :

a. Teori kontrak de facto

Kontrak de facto (implied in-fact), yakni yang merupakan kontrak yang tidak

pernah disebutkan dengan tegas tetapi ada kenyataan, pada prinsipnya dapat

diterima sebagai kontrak yang sempurna.

b. Teori kontrak ekspresif

Ini merupakan teori yang sangat kuat daya berlakunya, bahwa setiap kontrak

yang dinyatakan dengan tegas (ekspresif) oleh para pihak-pihak yang

bersangkutan, sejauh memenuhi syarat-syarat mengenai sahnya suatu kontrak

(ditandai dengan adanya suatu penawaran dan penerimaan), dianggap sebagai

ikatan yang sempurna bagi para pihak tersebut.

c. Teori promissory estoppel

Teori promissory estoppel atau disebut juga dengan detrimental reliance

mangajarkan bahwa dianggap ada kesesuaian kehendak di antara para pihak

jika pihak lawan telah melakukan sesuatu sebagai akibat dari

tindakan-tindakan pihak lainnya yang dianggap merupakan tawaran untuk ikatan suatu

kontrak.

d. Teori kontrak quasi

Teori kontrak quasi (quasi contract atau implied in law) ini mengajarkan

bahwa dalam hal-hal tertentu, apabila dipenuhi syarat-syarat tertentu, maka

hukum dapat menganggap adanya kontrak di antara para pihak dengan

berbagai konsekuensinya, sungguhpun dalam kenyataannya kontrak tersebut

(37)

3. Teori-teori berdasarkan prestasi kedua belah pihak

Dilihat dari prestasi kedua belah pihak dalam suatu kontrak, terdapat

berbagai teori kontrak sebagai berikut :

a. Teori hasrat (Will Theory)

Teori ini mempunyai akar dalam hukum romawi dan mempunyai

kemajuan pesat dalam hukum negara-negara yang menganut sistem hukum

eropa kontinental. Teori hasrat ini menekankan kepada pentingnya hasrat dari

pihak yang memberikan janji. Ukuran dari eksistensi, kekuatan berlaku, dan

klausul dari suatu kontrak diukur dari hasrat tersebut.

Jadi menurut teori ini, yang terpenting dari suatu kontrak bukan apa

yang dilakukan para pihak dalam kontrak tersebut, tetapi apa yang mereka

inginkan. Yang terpenting adalah “manifestasi atau pemberitahuan” dari

kehendak para pihak. Jadi suatu kontrak mula-mula dibentuk dahulu

(berdasarkan kehendak), sedangkan pelaksanaan atau tidak dilaksanakannya

suatu kontrak adalah persoalan belakangan.

b. Teori sama nilai (Equivalent Theory)

Teori ini mengajarkan bahwa suatu kontrak baru mengikat jika para

pihak dalam kontrak tersebut memberikan prestasinya yang seimbang atau

sama nilai (equivalent). Pengertian equivalent ini kemudian berkembang lebih

mengarah kepada hal-hal yang bersifat teknik dan konstruktif. Teknik dan

konstruktif di sini maksudnya adalah teknik pembuatan dan konstruksi atau

susunan kontrak.

c. Teori tawar menawar (Bargain Theory)

(38)

Teori ini merupakan perkembangan dari teori “sama nilai” (equivalent

theori) dan sangat mendapat tempat dalam negara-negara yang menganut

sistem Common Law. Teori sama nilai ini mengajarkan bahwa suatu kontrak

hanya mengikat sejauh apa yang dinegosiasikan (tawar menawar) dan

kemudian disetujui oleh para pihak.

d. Teori kepercayaan merugi (Injurious Reliance Theory)

Teori ini mengajarkan bahwa kontrak sudah dianggap ada jika dengan

kontrak yang bersangkutan sudah menimbulkan kepercayaan bagi pihak

terhadap siapa janji itu diberikan sehingga pihak yang menerima janji tersebut

karena kepercayaannya itu akan menimbulkan kerugian jika janji itu tidak

terlaksana. Dengan kata lain masing-masing pihak sudah mengetahui resiko

masing-masing jika terjadi pengingkaran terhadap kontrak yang dibuat.

4. Teori Holmes tentang tanggung jawab hukum yang berkenaan dengan kontrak.

Teori-teori Holmes (ahli hukum terkenal dari Amerika) pada prinsipnya

mendasari pada dua prinsip sebagai berikut :

a. Tujuan utama dari teori hukum adalah untuk menyesuaikan hal-hal eksternal

ke dalam aturan, dan

b. Kesalahan-kesalahan moral bukan unsur dari suatu kewajiban.

Karena itu, teori Holmes tentang kontrak mempunyai intisari sebagai

berikut :

a. Peranan moral tidak berlaku untuk kontrak.

b. Kontrak merupakan suatu cara mengalokasikan resiko, yaitu resiko

wanprestasi.

(39)

c. Yang terpenting bagi suatu kontrak adalah standar tanggung jawab yang

eksternal. Yaitu tanggung jawab dari pelaksanaan kontrak tersebut.

5. Teori Liberal tentang kontrak

Pada prinsipnya teori liberal tentang kontrak mengajarkan bahwa setiap

orang menginginkan keamanan. Sehingga seseorang harus menghormati kepada

orang lain dan hartanya. Akan tetapi orang juga perlu suatu kerja sama, dan kerja

sama ini dapat dilakukan tanpa kehilangan kebebasannya, yang dalam hal ini

dilakukan melalui kepercayaan dan perjanjian. Jadi, suatu perjanjian memerlukan

suatu komitmen sehingga secara moral komitmen tersebut harus dilaksanakan,

padahal tanpa suatu komitmen tersebut, tidak ada kewajiban moral untuk

melaksanakan kewajiban yang bersangkutan.

Jadi berdasarkan pada uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam

suatu kontrak timbul diawali dengan suatu hasrat atau keinginan para pihak untuk

mengikatkan dirinya guna menghindarkan diri dari suatu resiko, yaitu resiko

wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak yang bersangkutan. Dijelaskan

lebih lanjut bahwa daya ikat suatu kontrak terjadi jika antara kedua belah pihak

tersebut memberikan suatu prestasi yang berimbang. Berimbang maksudnya

antara pihak yang satu dengan pihak yang lain saling memenuhi prestasi

masing-masing. Draft pembuatan suatu kontrak diatur sendiri oleh para pihak, akan tetapi

secara umum tetap mengacu pada konsep-konsep kesusilaan dan norma-norma

yang berlaku di dalam masyarakat. Suatu kesepakatan tidak bisa disebut suatu

kontrak apabila tidak terdapat suatu sanksi didalamnya. Dengan kata lain peranan

(40)

C. Penyusunan Kontrak

Untuk menyusun suatu kontrak bisnis yang baik diperlukan adanya

persiapan atau perencanaan terlebih dahulu. Idealnya sejak negosiasi bisnis

persiapan tersebut sudah dimulai.

Penyusunan suatu kontrak bisnis meliputi bebrapa tahapan sejak persiapan

atau perencanaan sampai dengan pelaksanaan isi kontrak.

Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut :27

Sebelum kontrak disusun atau sebelum transaksi bisnis berlangsung,

biasanya terlebih dahulu dilakukan negosiasi awal. Negosiasi merupakan suatu 1. Prakontrak

a. Negosiasi;

b. Memorandum of Undersatnding (M.o.U);

c. Studi kelayakan;

d. Negosiasi (lanjutan).

2. Kontrak

a. Penulisan naskah awal;

b. Perbaikan naskah;

c. Penulisan naskah akhir;

d. Penandatanganan.

3. Pasca Kontrak

a. Pelaksanaan;

b. Penafsiran;

c. Penyelesaian sengketa.

27

(41)

proses upaya untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain. Dalam negosiasi

inilah proses tawar menawar berlangsung.

Tahapan berikutnya pembuatan Memorandum of Understanding (MoU).

MoU merupakan pencatatan atau pendokumentasian hasil negosiasi awal tersebut

dalam bentuk tertulis. MoU walaupun belum merupakan kontrak, penting sebagai

pegangan untuk digunakan lebih lanjut di dalam negosiasi lanjutan atau sebagai

dasar untuk melakukan studi kelayakan atau pembuatan kontrak.

Setelah pihak-pihak memperoleh MoU sebagai pegangan atau pedoman

sementara, baru dilanjutkan dengan tahapan studi kelayakan (feasibility study, due

diligent) untuk melihat tingkat kelayakan dan prospek transaksi bisnis tersebut

dari berbagai sudut pandang yang diperlukan misalnya ekonomi, keuangan,

pemasaran, teknik, lingkungan, sosial budaya dan hukum. Hasil studi kelayakan

ini diperlukan dalam menilai apakah perlu atau tidaknya melanjutkan transaksi

atau negosiasi lanjutan. apabila diperlukan, akan diadakan negosiasi lanjutan dan

hasilnya dituangkan dalam kontrak.

Dalam penulisan naskah kontrak di samping diperlukan kejelian dalam

menangkap berbagai keinginan pihak-pihak, juga memahami aspek hukum, dan

bahasa kontrak. Penulisan kontrak perlu mempergunakan bahasa yang baik dan

benar dengan berpegang pada aturan tata bahasa yang berlaku. Dalam penggunaan

bahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing harus tepat, singkat, jelas dan

sistematis.

Walaupun tidak ditentukan suatu format baku di dalam

perundang-undangan, dalam praktek biasanya penulisan kontrak bisnis mengikuti suatu pola

(42)

(1) Judul;

(2) Pembukaan;

(3) Pihak-pihak;

(4) Latar belakang kesepakatan (Recital);

(5) Isi;

(6) Penutupan.

Judul harus dirumuskan secara singkat, padat, dan jelas misalnya Jual Beli

Sewa, Sewa Menyewa, Joint Venture Agreement atau License Agreement.

Berikutnya pembukaan terdiri dari kata-kata pembuka, misalnya dirumuskan

sebagai berikut : Yang bertanda tangan di bawah ini atau Pada hari ini Senin

tanggal dua Januari tahun dua ribu, kami yang bertanda tangan di bawah ini.

Setelah itu dijelaskan identitas lengkap pihak-pihak. Sebutkan nama

pekerjaan atau jabatan, tempat tinggal, dan bertindak untuk siapa. Bagi

perusahaan/badan hukum sebutkan tempat kedudukannya sebagai pengganti

tempat tinggal. Contoh penulisan identitas pihak-pihak pada perjanjian jual beli

sebagai berikut :

1. Nama ....; Pekerjaan ....; Bertempat tinggal di .... dalam hal ini bertindak

untuk diri sendiri/untuk dan atas nama .... berkedudukan di .... selanjutnya

disebut penjual;

2. Nama ....; Pekerjaan ....; Bertempat tinggal di .... dalam hal ini bertindak

untuk diri sendiri/selaku kuasa dari dan oleh karenanya bertindak untuk atas

nama .... berkedudukan di .... selanjutnya disebut pembeli.

3. Pada bagian berikutnya diuraikan secara ringkas latar belakang terjadinya

(43)

menerangkan penjual telah menjual kepada pembeli dan pembeli telah

membeli dari penjual sebuah mobil/sepeda motor baru merek .... tipe ....

dengan ciri-ciri berikut ini : Engine No. .... Chasis ...., Tahun Pembuatan ....

dan Faktur Kendaraan tertulis atas nama .... alamat .... dengan syarat-syarat

yang telah disepakati oleh penjual dan pembeli seperti berikut ini.

Pada bagian inti dari sebuah kontrak diuraikan panjang lebar isi kontrak

yang dapat dibuat dalam bentuk pasal-pasal, ayat-ayat, huruf-huruf, angka-angka

tertentu. Isi kontrak paling banyak mengatur secara detail hak dan kewajiban

pihak-pihak, dan bebagai janji atau ketentuan atau klausula yang disepakati

bersama.

Jika semua hal yang diperlukan telah tertampung di dalam bagian isi

tersebut, baru dirimuskan penutupan dengan menuliskan kata-kata penutup,

misalnya, Demikianlah perjanjian ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya atau

kalau pada pembukaan tidak diberikan tanggal, maka ditulis pada penutupan.

Misalnya :Dibuat dan ditandatangani di .... pada hari ini .... tanggal .... Di bagian

bawah kontrak dibubuhkan tanda tangan kedua belah pihak dan para saksi (kalau

ada). Dan akhirnya diberikan materai. Untuk perusahaan/badan hukum memakai

cap lembaga masing-masing.

Jika kontrak sudah ditandatangani berarti penyusunan sudah selesai tinggal

pelaksanaannya di lapangan yang kadangkala isinya kurang jelas sehingga

memerlukan penafsiran-penafsiran.

D. Pola Pengaturan Kontrak dalam KUH Perdata

Sumber hukum utama dari suatu kontrak yang berbentuk

(44)

kontrak adalah sebagai berikut :28

1. Pengaturan tentang perikatan perdata

2. Pengaturan tentang perikatan yang timbul dari kontrak (Pasal 1313 – 1351)

3. Pengaturan tentang hapusnya perikatan

4. Pengaturan tentang kontrak-kontrak tertentu (Pasal 1457 –1864)

Untuk lebih jelasnya akan diuraikan secara spesifik sebagai berikut

dibawah ini :

1. Pengaturan tentang Perikatan Perdata

Pengaturan tentang perikatan perdata ini merupakan pengaturan perikatan

pada umumnya, yakni yang berlaku baik untuk perikatan yang berasal dari

kontrak maupun yang berlaku untuk perikatan yang terbit karena undang-undang.

Pengaturan tentang perikatan perdata (pada umumnya) ini terdiri antara lain diatur

dalam pasal 1233 – 1312 KUH Perdata.

2. Pengaturan Tentang Perikatan yang Timbul dari Kontrak

Telah disebutkan bahwa suatu perikatan dapat timbul, baik karena adanya

kontrak maupun karena undang-undang. Perikatan timbul karena suatu kontrak

menurut KUH Perdata diatur dalam Bab Kedua Buku Ketiga, yang pengaturannya

disebutkan dalam pasal 1313 – 1351 KUHPerdata.

3. Pengaturan tentang Hapusnya Perikatan

Tentang hapusnya perikatan, termasuk hapusnya perikatan yang terbit

karena suatu kontrak, diatur dalam KUH Perdata dalam Bab IV Buku Ketiga

yakni disebutkan dalam pasal 1381- 1456

28

(45)

4. Pengaturan tentang Kontrak-Kontrak tertentu

Disamping yang tersebut di atas, terdapat pula ketentuan-ketentuan dalam

KUH Perdata yang mengatur tentang kontrak-kontrak tertentu, atau yang sering

disebut juga dengan kontrak bernama. Perlu juga ditegaskan di sini bahwa di

samping kontrak-kontrak tertentu yang disebutkan dalam KUH Perdata seperti

kontrak jual-beli, sewa, tukar menukar, dan lain-lain, masih banyak

kontrak-kontrak tertentu lain yang tidak termasuk dalam kontrak-kontrak-kontrak-kontrak tertentu versi

KUH Perdata, Misalnya kontrak leasing, franchise, lisensi, dan lain sebagainya.

Kontrak-kontrak tertentu yang diatur dalam KUH Perdata, yakni diatur dalam Bab

V sampai dengan Bab XVIII antara lain dalam pasal 1457 sampai dengan pasal

1864.

Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa dalam hal ini pengaturan

mengenai kontrak dalam KUH Perdata diatur dalam Buku III KUH Perdata. Akan

tetapi dikecualikan dari pasal 1352-1380 KUH Perdata. Dalam hal ini mengapa

penulis tidak memasukkan pasal 1352-1380 KUH Perdata sama sekali tidak

berlaku untuk kontrak, dikarenakan dalam pasal-pasal tersebut mengatur

mengenai perikatan yang lahir karena undang-undang. Pasal tersebut sangat

kontradiktif dengan kontrak itu sendiri, dimana suatu kontrak yang dibuat malah

melahirkan undang-undang. Jadi dengan kata lain kontrak tidak dilahirkan dari

undang-undang tetapi kontraklah yang melahirkan undang-undang. Hal tersebut

sesuai dengan pasal 1338 (1) KUH Perdata yang berbunyi : “Semua perjanjian

yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

(46)

E. Doktrin Mengenai Wanprestasi Dalam Kontrak

Mengenai pengertian prestasi dalam KUH Perdata diatur dalam pasal 1234

KUH Perdata yaitu berupa :

1. Memberikan sesuatu

2. Berbuat sesuatu

3. Tidak berbuat sesuatu

Sementara itu, dengan wanprestasi yang dimaksudkan adalah tidak

dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan

oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak

yang bersangkutan.

Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak

pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk

melakukan pemenuhan prestasi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada

satu pun pihak yang dirugikan karena prestasi tersebut.14)

Ada berbagai model bagi para pihak yang tidak memenuhi prestasinya.

Model-model wanprestasi tersebut adalah sebagai berikut15) (1) Wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi

:

(2) Wanprestasi berupa terlambat memenuhi prestasi

(3) Wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi

Dalam hal wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi dalam

ilmu hukum kontrak dikenal suatu doktrin yaitu “Doktrin Pemenuhan Prestasi

Substansial” (Substansial Performance). Yang dimaksud dengan doktrin tersebut

adalah sungguh pun satu pihak tidak melaksanakan prestasinya secara sempurna,

14)

Amirizal, Hukum Bisnis, Risalah Teori dan Praktik, Djambatan, Jakarta, 1999, hal.36.

15)

(47)

tetapi jika dia telah melaksanakan prestasinya tersebut secara substansial, maka

pihak lain harus juga melaksanakan prestasinya secara sempurna. Apabila suatu

pihak tidak melaksanakan prestasinya secara substansial, maka dia disebut telah

tidak melaksanakan kontrak secara “material”.15)

Untuk kontrak-kontrak yang tidak berlaku doktrin pemenuhan prestasi

secara substansial, berlaku doktrin pelaksanaan prestasi secara penuh atau sering

disebut dengan istilah strict preformance rule, full preformance dan perfect tender

rule.

Hal itu dimisalkan, A mengikat

kontrak dengan B untuk mendirikan bangunan, misalnya A dalam membangun

rumah ia tinggal memasang kunci bagi bangunan tersebut sementara

pekerjaan-pekerjaan lainnya telah selesai dilakukannya, maka dapat dikatakan ia telah

melakukan kontrak secara substansial. Sementara kunci yang tidak belum

dipasang pada bangunan tersebut bukan berarti dia telah tidak melaksanakan

kontrak secara material.

Akan tetapi tidak semua kontrak dapat diterapkan doktrin pelaksanaan

prestasi secara substansial. Untuk kontrak jual beli atau kontrak yang

berhubungan dengan tanah misalnya, biasanya doktrin pelaksanaan kontrak secara

substansial tidak dapat diberlakukan

16)

Untuk mengetahui apakah suatu kontrak telah terlaksana secara substansial

atau tidak, dapat diberlakukan beberapa kriteria, yaitu antara lain17) (1) Kelayakan kompensasi

:

Dalam hal ini akan dilihat apakah tersedia kompensasi yang cukup

(48)

memuaskan terhadap pihak yang dirugikan karena wanprestasi. Apabila tidak

cukup baik tersedia kompensasi atau sulit menghitung ganti rugi, maka

pelaksanaan kontrak substansial akan sulit diakui. Jadi dalam hal yang

demikian, pelaksanaan kontrak akan dianggap tidak substansial, sehingga

dianggap tidak terlaksananya kontrak yang material.

(2) Hilangnya keuntungan yang diharapkan

Dalam hal ini, semakin besar keuntungan yang hilang dari adanya

pelaksanaan kontrak yang tidak sempurna, semakin besar pula kemungkinan

wanprestasi yang material atau substansial terhadap kontrak yang

bersangkutan. Sehingga kalau kerugian kepada yang dirugikan tersebut besar,

sulit dikatakan terjadi pelaksanaan kontrak yang substansial.

(3) Bagian kontrak yang dilaksanakan

Untuk dapat dikatakan bahwa pihak tertentu telah melaksanakan

kontraknya secara substansial, dapat diukur dari bagian prestasi yang telah

dilakukan. Semakin besar bagian prestasi yang dilakukan, maka semakin besar

kemungkinan substansialnya pelaksanaan kontrak yang bersangkutan.

(4) Kesengajaan untuk tidak melaksanakan kontrak

Apabila ada bagian kontrak yang tidak dilaksanakan dengan kesengajaan

(bukan karena kelalaian atau sebab-sebab lain yang mengandung unsur itikad

baik), unsur kesengajaan mana biasanya terlihat dari dengan sengaja

mengabaikan kontraknya, atau dengan sengaja memasang material yang tidak

memenuhi standar, dapat dikatakan bahwa dia belum melaksanakan kontrak

(49)

(5) Kesediaan untuk memperbaiki prestasi

Jika pihak yang melakukan prestasi dapat memperbaiki dan mempunyai

kemauan untuk memperbaiki prestasinya, maka dalam hal ini dapat dianggap

tidak terjadi bukan suatu wanprestasi yang bersifat material.

Berdasarkan uraian di atas penulis menarik suatu kesimpulan yaitu suatu

pemenuhan prestasi harus dilaksanakan secara penuh (strict performance rule)

misalnya kontrak jual-beli dimana apabila seorang penjual menyerahkan barang

dengan tidak sesuai dengan kontrak, maka pihak pembeli dapat menolak barang

tersebut. Dikecualikan dari hal tersebut ada suatu Doktrin Pemenuhan Prestasi

Substansial (Substantial Performance) dimana apabila tidak adanya suatu unsur

kesengajaan dan dengan ketidaksengajaan tersebut kemudian ada kompensasi bagi

yang dirugikan dan dalam hal ini hal-hal substansial atau hal-hal yang menjadi

pokok atau materi dari kontrak telah dilaksanakan telah dilaksanakan maka hal

Referensi

Dokumen terkait

Pada pantun bajawek di atas penutur pantun berusaha mengkonkretkan kata-katanya mamukek urang di Tiagan, rami dek anak Simpang Tigo. Dengan kata-kata yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelimpahan semut tanah di hutan yang tidak ada kegiatan penyaradan lebih besar dibandingkan hutan yang telah disarad, namun rata-rata indek

Memperhatikan identifikasi masalah yang ada, maka permasalahan yang diteliti dibatasi pada pengaruh penerapan metode pembelajaran Improve terhadap hasil belajar

Dalam penelitian ini, pengkategorian otomatis artikel ilmiah dilakukan dengan menggunakan kernel graph yang diterapkan pada graph bipartite antara dokumen artikel

Hal ini dilakukan untuk mengetahui secara menyeluruh kemampuan siswa kelas VII SMPN Labuhan Maringgai dalam penggunaan bahasa Indonesia berupa pemakaian huruf, pemakaian

Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Pearson dan Spearman untuk mengetahui hubungan antara asupan lemak dan kadar HDL dengan kadar CRP, sementara untuk menguji besar

Rancangan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kesepian lansia yang berada di Unit Rehabilitasi Sosial Panti Wening Wardoyo Ungaran dan lansia yang tinggal

Pelaksanaan pembelajaran Akidah Akhlak kelas VIII di MTs Nurul Ikhlas Pintu Gobang Kari dilakukan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat oleh guru mata