UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA INSEKTISIDA
NABATI TERHADAP ULAT TRITIP
(Plutella xylostella L.) DAN ULAT KROP
(Crocidolomia binotalis Zell.) PADA TANAMAN KUBIS
(Brassica oleracea L.)
SKRIPSI
OLEH :
HESTINA BR GINTING 050302043
HPT
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA INSEKTISIDA
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat Menempuh Ujian Sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
Disetujui oleh
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRACT
Hestina Br. Ginting,” Efectiveness Tess of any Natural Insecticide to
P.xylostella L. and C. binotalis Zell. on Cabbage (B. oleracea L.)”. This research was held in field Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kabupaten Karo.
Approximately ±1.250 meter from the sea surface. This research used non
factorial Random Group Design, consis of six treatments that was MO1 (control),
MO2 (insecticide), M1 (Annona muricata L extract), M2 (Ageratum conyzoides
extract), M3 (Azadirachta indica extract), M4 (Andropogon nardius extract) with four replication. The parameters observed were population number of P.xylostella
L. and C. binotalis Zell., attack percentage of P.xylostella L. and C. binotalis
Zell., and production of cabbage. The result showed that the highest population
number of P.xylostella L. was 20.31 tail and C. binotalis Zell. was 27.40 tail, the
lowest was 4.19 tail (P.xylostella) and 6,55 tail (C. binotalis). The highest attack
percentage of P.xylostella was 60.32% and C. binotalis was 40.13%, the lowest
was 11.17% (P.xylostella) and 8.38% (C. binotalis). The highest production of
ABSTRAK
Hestina Br.Ginting,“ Uji Efektivitas Beberapa Insektisida Nabati Terhadap
Hama Ulat Tritip (P. xylostella L.) dan Hama Ulat krop (C. binotalis Zell.) pada
Tanaman Kubis (B. oleracea L.)”. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Balai
Penyuluhan Pertanian (BPP) Kabupaten Karo. Dengan ketinggian ± 1.250 mdpl.
Penelitian ini menggunakan Metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) non
factorial terdiri dari 6 perlakuan yaitu MO1(kontrol), MO2 (insektisida),
M1(ekstrak daun sirsak), M2(ekstrak daun babadotan), M3(ekstrak daun nimba),
M4(ekstrak daun sere) dengan 4 ulangan. Parameter yang diamati yaitu jumlah
populasi P. xylostella L. dan C.binotalis Zell., persentase serangan P. xylostella
L. dan C. binotalis Zell., dan hasil produksi kubis. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa jumlah populasi tertinggi P.xylostella L.sebesar 20.31 ekor dan C.binotalis
Zell. adalah 27.40 ekor, terendah 4.19 ekoR (P. xylostella L.) dan 6.55 ekor
(C. binotalis Zell). Persentase serangan tertinggi P.xylostella adalah 60.32% dan
RIWAYAT HIDUP
“Hestina Br. Ginting” lahir di Desa Kidupen 10 Juni 1986 dari pasangan
Ayahanda Untung Ginting dan Ibunda Masni Br. Tarigan. Penulis merupakan
putri pertama dari tiga bersaudara.
Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:
- Lulus dari Sekolah Dasar Negeri 040565 Desa Kidupen pada tahun 1999
- Lulus dari SMP Swasta Asisi Tigabinanga pada tahun 2002
- Lulus dari SMA Swasta Cahaya Medan pada tahun 2005
- Pada tahun 2005 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Medan, Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan melalui jalur SPMB.
Kegiatan akademis yang pernah diikuti penulis selama perkuliahan adalah:
Menjadi anggota organisasi IMAPTAN (Ikatan Mahasiswa Perlindungan
Tanaman) tahun 2005-2010, IMKA (Ikatan Mahasiswa Karo) tahun 2005-2010,
dan menjadi anggota KMK (Keluarga Mahasiswa Katolik) tahun 2005-2010.
Pernah mengikuti seminar ilmiah dengan tema “Peranan Pertanian dalam
Pembangunan Sumatera Utara” dan Seminar Motivation Training: “Change Your
Mind, Setting Your Life, Get The Bright Future”. Menjadi Asisten Laboratorium
Hama Tanaman Perkebunan tahun ajaran 2009-2010.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Kebun Kerasaan
Pematang Siantar pada bulan Juni-Juli 2009 dan melaksanakan penelitian di
Lahan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kabupaten Karo pada bulan Agustus
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas anugerah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal
usulan penelitian ini dengan baik.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “ Uji Efektivitas Beberapa
Insektisida Nabati Terhadap Hama Ulat Tritip (Plutella xylostella L.) Dan
Hama Ulat Crop (Crocidolomia binotalis Zell.) Pada Tanaman Kubis
(Brassica oleracea L.)” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat
memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini, penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada Komisi Pembimbing Ir. Amansyah Siregar selaku Ketua,
Ir. Mena Uly Tarigan, MS selaku Anggota, dan Karten Tarigan, SP selaku
pembimbing lapangan yang telah memberi saran dan kritik dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan
mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Maret 2010
DAFTAR
ISIABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 4
Kegunaan Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kubis ... 5
Biologi Hama Plutella xylostella L. ... 5
Gejala Serangan Plutella xylostella L ... 8
Biologi Hama Crocidolomia binotalis Zell ... 9
Gejala serangan Hama Crocidolomia binotalis Zell ... 12
Insektisida Nabati ... 13
BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian ... 19
Bahan dan Alat ... 19
Metodologi Penelitian ... 19
Pelaksanaan Penelitian Pengolahan Lahan ... 20
Penanaman.. ... 21
Pemeliharaan. ... 21
Pembuatan Larutan Insektisida Nabati ... 22
Pemanenan ... 22
Peubah Amatan Persentase Serangan ... 23
Jumlah Populasi ... 23
Produksi ... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Populasi P.xylostella L. ... 23
Jumlah Populasi C.binotalis Zell. ... 25
Persentase Serangan P.xylostella L... ... 26
Persentase Serangan C.binotalis Zell.. ... 28
Produksi ... 30
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan.. ... 33
Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1. Rataan Populasi P.xylostella L. (ekor) 23
2. Rataan jumlah populasi C. binotalis Zell. (ekor) 25
3. Rataan Persentase Serangan P.xylostella L.(%) 27
4. Rataan Persentase Serangan C. binotalis Zell.(%) 29
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
1. Tanaman Kubis 5
2. Telur P. xylostella L. 6
3. Larva P. xylostella L 7
4. Pupa P. xylostella L 7
5. Imago P. xylostella L. 8
6. Gejala Serangan P. xilostella L. 9
7. Telur C. binotalis Zell. 10
8. Larva C. binotalis Zell. 11
9. Pupa C. binotalis Zell. 12
10. Imago C. binotalis Zell. 12
11. Gejala Serangan C. binotalis Zell. 13
12. Daun Sirsak 14
13. Daun Babadotan 15
14. Daun Nimba 16
15. Daun Serai Makan 17
16. Histogram jumlah populasi (ekor) P.xylostella 25
17. Histogram jumlah populasi (%) C.binotalis 26
18. Histogram persentase serangan (%) P.xillostella 28
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Bagan Penelitian 36
2. Rataan Populasi P. xylostella 29 HST 37
3. Rataan Populasi P. xylostella 36 HST 39
4. Rataan Populasi P. xylostella 43 HST 41
5. Rataan Populasi P. xylostella 50 HST 43
6. Rataan Populasi P. xylostella 57 HST 45
7. Rataan Populasi P. xylostella 64 HST 47
8. Rataan Populasi P. xylostella 71 HST 49
9. Rataan Populasi P. xylostella 78 HST 51
10. Rataan Populasi Crocidolomia binotalis 43 HST 53
11. Rataan Populasi C. binotalis 50 HST 55
12. Rataan Populasi C. binotalis 57 HST 57
13. Rataan Populasi C. binotalis 64 HST 59
14. Rataan Populasi C. binotalis 71 HST 61
15. Rataan Populasi C. binotalis 78 HST 63
16. Rataan Persentase Serangan P. xylostella 29 HST 65
17. Rataan Persentase Serangan P. xylostella 36 HST 67
18. Rataan Persentase Serangan P. xylostella 43 HST 69
19. Rataan Persentase Serangan P. xylostella 50 HST 71
21. Rataan Persentase Serangan P. xylostella 64 HST 75
22. Rataan Persentase Serangan P. xylostella 71 HST 77
23. Rataan Persentase Serangan P. xylostella 78 HST 79
24. Rataan Persentase Serangan C. binotalis 43 HST 81
25. Rataan Persentase Serangan C. binotalis 50 HST 83
26. Rataan Persentase Serangan C. binotalis 57 HST 85
27. Rataan Persentase Serangan C. binotalis 64 HST 87
28. Rataan Persentase Serangan C. binotalis 71 HST 89
29. Rataan Persentase Serangan C. binotalis 78 HST 91
30. Rataan Produksi Krop Kubis (ton/ha) 93
31. Deskripsi Kubis Hibrida Varietas KR 1 95
ABSTRACT
Hestina Br. Ginting,” Efectiveness Tess of any Natural Insecticide to
P.xylostella L. and C. binotalis Zell. on Cabbage (B. oleracea L.)”. This research was held in field Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kabupaten Karo.
Approximately ±1.250 meter from the sea surface. This research used non
factorial Random Group Design, consis of six treatments that was MO1 (control),
MO2 (insecticide), M1 (Annona muricata L extract), M2 (Ageratum conyzoides
extract), M3 (Azadirachta indica extract), M4 (Andropogon nardius extract) with four replication. The parameters observed were population number of P.xylostella
L. and C. binotalis Zell., attack percentage of P.xylostella L. and C. binotalis
Zell., and production of cabbage. The result showed that the highest population
number of P.xylostella L. was 20.31 tail and C. binotalis Zell. was 27.40 tail, the
lowest was 4.19 tail (P.xylostella) and 6,55 tail (C. binotalis). The highest attack
percentage of P.xylostella was 60.32% and C. binotalis was 40.13%, the lowest
was 11.17% (P.xylostella) and 8.38% (C. binotalis). The highest production of
ABSTRAK
Hestina Br.Ginting,“ Uji Efektivitas Beberapa Insektisida Nabati Terhadap
Hama Ulat Tritip (P. xylostella L.) dan Hama Ulat krop (C. binotalis Zell.) pada
Tanaman Kubis (B. oleracea L.)”. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Balai
Penyuluhan Pertanian (BPP) Kabupaten Karo. Dengan ketinggian ± 1.250 mdpl.
Penelitian ini menggunakan Metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) non
factorial terdiri dari 6 perlakuan yaitu MO1(kontrol), MO2 (insektisida),
M1(ekstrak daun sirsak), M2(ekstrak daun babadotan), M3(ekstrak daun nimba),
M4(ekstrak daun sere) dengan 4 ulangan. Parameter yang diamati yaitu jumlah
populasi P. xylostella L. dan C.binotalis Zell., persentase serangan P. xylostella
L. dan C. binotalis Zell., dan hasil produksi kubis. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa jumlah populasi tertinggi P.xylostella L.sebesar 20.31 ekor dan C.binotalis
Zell. adalah 27.40 ekor, terendah 4.19 ekoR (P. xylostella L.) dan 6.55 ekor
(C. binotalis Zell). Persentase serangan tertinggi P.xylostella adalah 60.32% dan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebelum dibudidayakan kubis merupakan tumbuhan liar disepanjang
Pantai Laut Tengah, Inggris, Denmark, dan pantai barat Perancis sebelah utara.
Kubis yang tumbuh liar ini sering disebut gulma. Kubis telah dikenal manusia
sejak tahun 2.500-2.000 sebelum Masehi. Oleh orang Mesir dan Yunani Kuno,
tanaman kubis sangat dipuja dan dimuliakan. Dalam perkembangan selanjutnya,
kubis dibudidayakan di Eropa sekitar abad ke-9 Masehi. Di Amerika, kubis mulai
ditanam ketika para imigran Eropa menetap di benua itu. Pada abad 16 atau
ke-17, kubis mulai ditanam di Indonesia. Pada abad tersebut orang Eropa mulai
berdagang dan menetap di Indonesia. Sekarang, penanaman kubis sebagai
komoditas sayuran telah tersebar luas di seluruh Indonesia (Pracaya,2001).
Umumnya dikenal sebagai famili sawi (mustar), Brassicaceae mencakup
lebih dari 300 genus dan 3000 spesies. Termasuk didalamnya adalah tanaman
setahun dan dua-tahunan, baik sebagai sayuran penting maupun tanaman sebagai
penghasil minyak biji dan tanaman hias yang bernilai tinggi yang tersebar
diseluruh dunia. Sebagian besar tumbuh di diwilayah iklim sedang dan beberapa
di antaranya bahkan tumbuh di iklim subartik. Berbagai tanaman Brassicaceae
umumnya dikenal sebagai crucifer yang sangat dikenal karena sumbangannya
bagi gizi manusia dan manfaatnya bagi kesehatan. Penelitian terkini menunjukkan
bahwa beberapa crucifer mungkin memiliki sifat pencegah kanker
Kabupaten Karo adalah salah satu sentra produksi kubis di Sumatera
Utara. Komoditas ini di ekspor ke Negara tetangga Singapura dan Malaysia.
Menurut catatan sejak tahun 1980-an ekspor kubis sering mengalami penolakan
oleh konsumen luar negeri. Dalam usaha tani kubis masalah utama yang dihadapi
adalah serangan hama, salah satu hama utama yang menyerang tanaman ini adalah
P. xylostella (Winarto dan Nazir,2004).
Organisme pengganggu tanaman (OPT) khususnya hama dan penyakit
merupakan salah satu faktor pembatas dalam peningkatan kubis – kubisan di
Indonesia. Kehilangan hasil akibat serangan hama ulat P. xylostella L. dan
C. binotalis Zell., dapat mencapai 100% bila tidak terkendali. Strategi penanggulangannya harus dilakukan dengan konsep pengendalian hama dan
penyakit terpadu (PHPT) (Rukmana, 1994).
Pestisida sering digunakan sebagai pilihan utama untuk memberantas
organisme pengganggu tanaman. Sebab, pestisida mempunyai daya bunuh yang
tinggi, penggunaannya mudah, dan hasilnya cepat untuk diketahui. Namun bila
diaplikasikan kurang bijaksana dapat membawa dampak pada pengguna, hama
sasaran, maupun lingkungan yang sangat berbahaya (Surbakti, 2008).
Dampak negatif penggunaan pestisida sintetik yang berspektrum luas
menyebabkan masalah pengendalian OPT menjadi lebih sulit dan kompleks serta
diikuti dengan masalah akibat residu pestisida yang mencemari hasil pertanian
dan lingkungan. Pengendalian OPT dengan pestisida nabati menjadi alternatif
yang menjanjikan oleh karena relatif sedikit menimbulkan dampak negatif
Sejauh ini pemakaian pestisida nabati aman bagi manusia, hewan, dan
lingkungan. Inilah keunggulan pestisida nabati yang sifatnya hit and run (pukul
dan lari), yaitu bila diaplikasikan akan membunuh hama pada saat itu juga dan
setelah itu residunya akan cepat menghilang/terurai di alam. Karena sifatnya yang
mudah terdegradasi ini pestisida nabati harus sering disemprotkan pada tanaman.
Alam memang telah menyediakan bahan-bahan pestisida tersebut. Berbagai
penelitian membuktikan beberapa tanaman mampu membasmi atau mengusir
hama dan penyakit tanaman, bahan-bahan alamiah tersebut hadir dalam jaringan
tumbuhan seperti daun, bunga, buah, kulit dan kayunya (Suhaya, 2008).
Pemanfaatan pestisida nabati akhir-akhir ini kembali memperoleh
perhatian untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan oleh keunggulan lain yang
dimiliki oleh pestisida nabati dibandingkan dengan pestisida kimiawi antara lain
tidak menimbulkan pencemaran, lebih bersifat spesifik, residunya relatif pendek,
mudah terurai di alam, dan kemungkinan OPT tidak mudah berkembang. Namun
demikian dalam implementasinya pestisida nabati masih kurang diminati oleh
karena tidak stabil di alam dan bersifat spesifik untuk organisme sasaran tertentu
pada fase tertentu (Mulyaman,dkk, 2000).
Telah banyak diteliti bahwasanya ekstrak tanaman tertentu mengandung
molekul, yang bekerja secara tunggal maupun berintraksi dengan molekul lain
yang mampu berperan sebagai pestisida. Cara kerja (mode of action) dapat
sebagai biotaksis (beracun), pencegah makan (antifeedant/feeding deterrent),
penolak (repellent) atau pengganggu alami, yang diperoleh dari tumbuhan
Cara pembuatan pestisida nabati dari berbagai jenis tumbuhan tidak dapat
dijelaskan secara khusus atau distandarisasi karena memang sifatnya tidak berlaku
umum.suatu ramuan pestisida nabati yang berhasil baik atau bersifat efektif
disuatu tempat belum tentu berhasil dengan baik pula di tempat lainnya karena
ramuan pestisida nabati bersifat site specific (khusus lokasi). (Kardinan, 2004).
Tujuan Penelitian
Untuk membandingkan/mendapat insektisida nabati yang lebih efektif
untuk mengendalikan hama utama P. xylostella L. dan C. binotalis Zell. pada
tanaman kubis (B. oleraceae L.)
Hipotesa Penelitian
Diantara beberapa insektisida nabati yang digunakan ada yang lebih
efektif untuk menekan hama ulat tritip (P. xylostella L.), dan ulat krop
(C. binotalis Zell.) pada tanaman kubis (B. oleraceae L.)
Kegunaan Penelitian
- Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Hama
dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
Medan.
- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang ingin mengetahui pengaruh
insektisida nabati terhadap pengendalian hama utama P. xylostella L., dan
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Kubis (B. oleracea L. )
Semua kol yang baru tumbuh umumnya mempunyai hipokotil sepanjang 2
cm, berwarna merah. Kecuali itu kol yang berkeping dua, berakar tunggang dan
serabut. Daun pertama mempunyai tangkai yang lebih panjang dari daun yang
diatasnya. Daun membentuk roset. Apabila titik tumbuhnya mati dimakan ulat
atau patah, akan tumbuh banyak tunas. Kalau pucuk tidak patah, batang tidak bisa
bercabang (Pracaya, 2001).
Daun kol bagian luar tertutup lapisan lilin dan tidak berbulu. Daun – daun
bawah tumbuhnya tidak membengkok, dapat mencapai panjang sekitar 30 cm.
daun – daun muda yang tumbuh berikutnya mulai membengkok menutupi daun –
daun muda yang ada di atasnya. Makin lama daun muda yang terbentuk semakin
banyak sehingga seakan – akan membentuk telur atau kepala (Pracaya, 2001).
Biologi Hama P. xylostella L. (Lepidoptera: Plutellidae)
Menurut Borror, dkk (1992) kedudukan P. xylostella L. dalam sistematika
serangga adalah termasuk ordo Lepidoptera, family Plutellidae dan genus Plutella.
Telur
Di daerah panas sampai ketinggian 250 m dari permukaan laut stadium
telur hanya dua hari. Didataran tinggi berketinggian 1.100 m – 1.200 m dari
permukaan laur umumnya lebih panjang yaitu stadium telur 3-4 hari. Telurnya
biasa diletakkan pada satu daun atau pada daun lain tanaman
(Rukmana dan Sugandi, 1997).
Telur dari ngengat ini berbentuk oval dan flattened, dan panjangnya
berukuran 0,44 mm dan lebarnya 0,26 mm. telurnya berwarna kuning atau hijau
pucat, diletakkan satu-satu atau dalam kelompok besar diletakkan pada
permukaan daun, atau kadang – kadang pada bagian bawah daun tanaman.
Ngengat betina dapat menghasilkan telur sebanyak 250-300 telur, tetapi total telur
yang dihasilkan setiap bertelur sekitar 150 butir (Capinera, 2005).
Gambar 2. Telur P. xylostella L.
Larva
Ulat yang baru menetas berukuran panjang 1,2 mm, berwarna hijau cerah,
dengan kepala kelihatan hitam. Ulat yang sudah tumbuh sempurna ukuranya
antara 8-11 mm panjangnya, sedangkan diameternya 1,2-1,5 mm dan berwarna
kehijau-hijauan atau hijau cerah. Tubuh ulat dilengkapi dengan bulu – bulu atau
seta. Lama ulat 7-11 hari (Sudarmo,1991).
Tingkat populasi larva P. xylostella yang tinggi biasanya terjadi pada 6 – 8
minggu setelah tanam. Tingkat populasi yang tinggi dapat mengakibaatkan
kerusakan yang berat pada tanaman kubis. Hasil penelitian tahun 1975
menunjukkan bahwa kehilangan hasil yang disebabkab oleh P. xylostella bersama
– sama dengan C. binotalis dapat mencapai 100% apabila tidak digunakan
insektisida. Hal ini terjadi pada pertanaman kubis pada musim kemarau
(Permadi dan Sastrosiswojo, 1993).
Pupa
Pupa terdapat pada cocon yang terbungkus seperti sutra, biasanya tedapat
pada bagian bawah atau bagian luar daun. Warna pupa agak kekuning-kuningan
dengan panjang 7-9 mm, masa pupa adalah sekitar 8 hari (antara 5-15 hari)
(Capinera, 2005).
Gambar 4. Pupa P. xylostella L. Sumber: Foto Langsung
Imago
Ngengat berwarna abu-abu sampai coklat kelabu dan pada saat sayap
dilipat nampak tiga buah tanda berupa gelombang seperti berlian (diamond) atau
terdapat bentuk segitiga sepanjang punggungnya. Ngengat beristirahat pada siang
hari. Umur ngengat 2 - 4 minggu. Ngengat betina mampu menghasilkan telur
180 - 320 butir (Deptan, 2008).
Daur hidup di daerah dingin sekitar 3 minggu sedangkan di daerah panas
Gambar 5. Imago P. xylostella L. Sumber: http://ditlin.hortikultura.go.id
Gejala Serangan
Ulat tritip disebut juga larva kupu-kupu punggung berlian. Ulat yang
termasuk family Plutellidae dan ordo Lepidoptera ini menyerang kubis yang
masih muda di persemaian maupun yang sudah dewasa di lapangan. Kubis yang
terserang ulat tritip, pada daun tampak adanya bercak- bercak berwarna putih.
Selanjutnya bercak tersebut akan berlubang jika telah mengering. Jika
serangannya berat, kubis tinggal daunnya saja (Pracaya, 2001).
Larva (ulat) muda yang baru menetas, mengorok daun kubis selama 2 - 3
hari. Selanjutnya memakan jaringan bagian permukaan bawah daun atau
permukaan atas daun dan meninggalkan lapisan tipis/transparan sehingga daun
seperti berjendela dan akhirnya sobek serta membentuk lubang. Apabila tingkat
populasi larva tinggi hampir seluruh daun dimakan dan hanya tulang daun yang
- 8 minggu.Ulat daun kubis mulai menyerang sejak awal pra pembentukan krop (0
– 49) hari setelah tanam = hst) sampai fase pembentukan krop (49 - 85 hst)
(Deptan, 2008).
Gambar 6. Gejala Serangan P. xilostella L. Sumber : foto langsung
Biologi Hama C. binotalis Zell. (Lepidoptera: Pyralidae)
Menurut Kalshoven (1981) kedudukan C. binotalis Zell. dalam sistematika
serangga adalah termasuk Ordo Lepidoptera, Famili Pyralidae, Genus
Crocidolomia.
Telur
Selama hidupnya mampu bertelur sebanyak 330 – 1.400 butir. Telur
diletakkan secara berkelompok pada bagian bawah permukaan daun dengan
ukuran 3mm x 5mm. Setiap kelompok terdiri atas 30 – 50 butir telur
(Rukmana dan Sugandi, 1997).
Telurnya pipih membulat. Telur yang baru diletakkan berwarna hijau,
menjelang saat penetasan berwarna hitam kehijau – hijauan. Telur - telur ini oleh
ngengat betina diletakkan setiap saat, dengan masa penetasan sekitar 4 hari
(Sudarmo, 1991).
Gambar 7. Telur C. binotalis Zell. Sumber : http://ditlin.hortikultura.go.id
Larva
Telur yang baru menetas berwarna hijau kekuning-kuningan dengan
kepala berwarna coklat. Namun setelah ulat tumbuh sempurna warnanya coklat
sampai hijau gelap, dengan garis- garis pada tubuhnya. Ulat mengalami 5 instar,
dengan lama hidup 14 hari (Sudarmo, 1991).
Larva yang masih muda, hidup secara gregarious (berkelompok), pada
bagian bawah daun kubis. Mereka menghindari cahaya. Memakan daun – daun
kubis, khususnya yang masih muda, titik tumbuh juga diserang. Pewarnaan larva
bervariasi, tetapi hampir semua berwarna hijau dan terdapat batas garis- garis
pada punggung dan tanda – tanda lateral gelap atau hitam, lapisan – lapisan kitin
ditumbuhi bulu – bulu. Bagian lateral dan ventral berwarna kekuning – kuningan.
Larva yang baru keluar dari telur, berbentuk silindris dan tubuhnya
berwarna kuning muda pucat agak transparan, kepalanya berwarna kehitaman.
Larva terdiri atas 5 instar dan biasanya dijumpai berkelompok pada bagian bawah
daun kubis. Bagian daun bekas dimakan oleh kelompok larva muda ini biasanya
tampak bercak putih, yaitu warna lapisan epidermis permukaan atas daun yang
tersisa tidak ikut dimakan dan kemudian berlubang setelah lapisan epidermis
kering. Setelah mencapai instar ketiga, larva memencar dan mulai menyerang
daunyang lebih dalam dan sering kali masuk ke pucuk tanaman serta
menghancurkan titik tumuh. Apabila serangan terjadi pada kubis yang telah
membentuk krop, larva instar ketiga menggerek ke bagian krop dan merusak
tanaman ini. Daur hidup dari telur hingga dewasa lamanya 38-48 hari
(Permadi dan Sastrosiswojo, 1993).
Gambar 8. Larva C. binotalis Zell. Sumber: Foto Langsung
Pupa
Pupanya berwarna coklat kemerah-merahan. Pupa betina berukuran lebih
10-13 mm. pupanya berada dalam tanah, masa pupa sekitar 9 hari
(Sudarmono, 1991).
Gambar 9. Pupa C. binotalis Zell. Sumber: http://ditlin.hortikultura.go.id
Imago
Ngengat berwarna kelabu, pada sayap depan terdapat garis-garis pucat
serta titik-titik. Ngengat aktif pada malam hari dan tidak tertarik cahaya. Lamanya
daur hidup (dari telur - ngengat) sekitar 26 hari.Telur umumnya dijumpai pada
permukaan bawah daun diletakkan secara berkelompok seperti susunan genteng
berukuran 3 x 5 mm bervariasi antara 55 - 285 butir (Deptan, 2008).
Ngengat jantan biasanya memiliki tubuh yang ramping dan lebih panjang
dari ngengat betina. Panjang sayap jantan 20-25 mm dan panjang tubuhnya 11-14
mm. panjang sayap betina 18-25 mm dan panjangnya 8-11 mm. warna ngengat
jantan dan betina sangat bervariasi menggambarkan warna antara abu-abu dan
Gambar 10. Imago C. binotalis Zell.
Sumber : http://ditlin.hortikultura.go.id
Gejala serangan
Daun yang diserang ulat titik tumbuh (C. binotalis Zell.) terutama daun
muda, kemudian hama merambat ke titik tumbuh sehingga semua daun muda
habis. Bila serangannya hebat, kubis akan mati karena kubis tidak mendapat
kesempatan membentuk tunas baru. Akhirnya busuk, karena terinfeksi penyakit
(Pracaya, 2001).
Ulat krop dikenal sebagai hama yang sangat rakus secara berkelompok
dapat menghabiskan seluruh daun dan hanya meninggalkan tulang daun saja. Pada
populasi tinggi terdapat kotoran berwarna hijau bercampur dengan benang-benang
sutera. Ulat krop juga masuk dan memakan krop sehingga tidak dapat dipanen
sama sekali. Larva muda memakan daun dan meninggalkan lapisan epidermis
yang kemudian berlubang setelah lapisan epidermis kering. Setelah mencapai
instar ketiga larva memencar dan menyerang daun bagian lebih dalam menggerek
fase awal pra pembentukan krop (0 – 49) hari setelah tanam (hst) sampai fase
pembentukan krop (49 - 85 hst) (Deptan, 2008).
Gambar 11. Gejala Serangan C. binotalis Zell. Sumber : foto langsung
Insektisida Nabati
Daun Sirsak
Sirsak dapat tumbuh hampir disemua tempat sampai ketinggian 900 m dpl.
Sirsak merupakan pohon dengan tinggi dapat mencapai sekitar 8m. Batang
berkayu, bulat dan bercabang. Daun tunggal, bulat telur, ujung runcing, tepi rata,
panjang antara 6-18 cm, dan berwarna hijau kekuningan. Bunga tunggal terletak
pada batang dan ranting, ukuran kelopak kecil, dan berwarna kuning keputihan
atau kuning muda. Buah majemuk, bulat telur, panjang 15-35 cm, diameter 10-15
cm, dan berwarna hijau. Biji bulat telur, keras dan berwarna hitam
(Mulyaman,dkk, 2000).
Untuk ramuan insektisida nabati, daundan biji sirsak perlu dihaluskan
sebelum dicampur dengan pelarut. Buah yang mentah, biji daun, dan akarnya
larvasida, repellent (penolak serangga) dan antifeedant (penghambat makan)
dengan cara kerja racun kontak dan racun perut (Surbakti, 2008).
Dari tanaman sirsak telah berhasil diisolasi beberapa senyawa acetogenin
antara lain asimisin, bulatacin, dan squamosin. Pada konsentrasi tinggi,
acetogenin akan bersifat anti feedant bagi serangga, sehingga menyebabkan
serangga tidak mau makan. Pada konsentrasi rendah bersifat racun perut dan dapat
menyebabkan kematian. Senyawa acetogenin bersifat sitotoksin sehingga
menyebabkan kematian sel. Bulatacin diketahui menghambat kerja enzim NADH
ubiquinone reduktase yang diperlukan dalam reaksi respirasi di mitokondria
(Mulyaman,dkk, 2000).
Gambar 12. Daun Sirsak Sumber: Foto Langsung
Daun Babadotan
Babadotan merupakan tumbuhan herba setahun yang tingginya dapat
mencapai 30-90 cm dan tumbuh tegak atau batang bawah berbaring. Batang bulat
berambut panjang dan bercabang. Daun tunggal, bertangkai, bentuk bulat telur,
tepi bergerigi, ujung runcing, pangkal membulat, panjang 3-4 cm, lebar 1-2,5 cm
daun, panjang 6-8 cm, berwrna putih dan ungu dan tiap tangkai berkumpul 3 atau
lebih kuntum bunga majemuk. Biji kecil hitam. Akar tunggang (Kardinan, 2004).
Untuk insektisida nabati daun babadotan dapat langsung dihaluskan
dengan mixer atau ditumbuk secara manual dan dicampur dengan pelarut. Daun
dan bunganya mengandung saponin, flavanoid dan polifenol. Selain itu daunnya
mengandung minyak asiri (Kardinan, 2004).
Tumbuhan ini telah berhasil diisolasi dua senyawa aktif yang diberi nama
precocene I dan precocene II, yang dikenal sebagai senyawa anti hormon,
juvenile, yaitu hormone yang diperlukan oleh serangga selama metamorphosis
dan reproduksi. Pemberian senyawa precocene akan menyebabkan metamorfosis
dini dewasa yang steril, diapause, dan terganggunya reproduksi feromon. Bekerja
sebagai racun kontak dan racun perut (Deptan, 1994).
Gambar 13. Daun Babadotan Sumber: Foto Langsung
Daun Nimba
Nimbi merupakan tanaman pohon dengan tinggi 10-15 m. batang tegak,
berkayu, berbentuk bulat, permukaan kasar, dan berwarna coklat. Daun majemuk,
meruncing, tulang daun menyirip, panjang 5-7 cm, lebar 3-4 cm, tangkai daun
panjangnya 8-20 cm dan berwarna hijau. Bunga majemuk berkelamin dua, letek di
ujung cabang, tangkai silindris dan berwarna putih kekuningan. Buah bulat telur
dan berwarna hijau. Biji bulat,diameter ± 1 cm dan berwarna putih. Akar
tunggang (Mulyaman,dkk, 2000).
Daun mengandung 57 senyawa limonoid dengan zat bioaktif utama
azadiracktin (C35 H44 O16). Zat bioaktif ini mempunyai daya kerja sebagai zat
penolak, pencegah nafsu makan, penghambat tumbuh, larvasida (untuk
mengendalikan larva). Sifat penting azadirachtin adalah fitotoksisitasnya kecil
atau tidak ada pada dosis efektif, tidak toksik untuk manusia dan vertebrata
lainnya, daya kerja utama adalah antifeedant untuk serangga hama
(Mulyaman,dkk, 2000).
Daun mengandung paraisin, suatu alkaloid dan komponen minyak atsiri
mengandung senyawa sulfida. Nimba juga memiliki efek anti serangga atau
insektisida. Keracunan dapat menyebabkan iritasi mata dan jaringan lunak, serta
kemungkinan sebagai penyebab konjugtivitas dan inflamasi (Oxivar, 2007).
Daun Serai
Serai merupakan tumbuhan herba menahun dan merupakan jenis
rumput-rumputan dengan tinggi antara 50-100 cm. Daun tunggang berjumbai, panjang
sekitar 1 m, lebar 1,5 cm, tepi kasar dan tajam, tulang daun sejajar, permukaan
atas dan bawah berambut, serta berwarna hijau muda. Batang tidak berkayu,
beruas-ruas pendek dan berwarna putih. Bunga majemuk, terletak dalam satu
tangkai, dan berwarna putih. Buah pipih dan berwarna putih kekuningan. Biji
bulat panjang dan berwarna coklat. Akar serabut (Kardinan, 2004).
Serai mengandung minyak asiri yang terdiri atas senyawa sitral, sitronela,
geraniol, mirsena, nerol, farnesol, metal heptenon dan dipentena (Kardinan, 2004).
Banyak penelitian mengenai kandungan kimia tanaman serai. Minyak
atsiri serai terdiri dari senyawa sitral, sitronela, geraniol, mirsena, famesol, metal
heptenol, nerol, dan dipentena. Kandungan yang paling besar adalah sitronela
yaitu sebesar 35 % dan graniol 35-40 %. Senyawa sitronela mempunyai sifat
racun dehidrasi (desiccant). Raun tersebut merupakan racun kontak yang dapat
menyebabkan kematian karena kehilangan cairan terus menerus. Serangga yang
terkena racun ini akan mati karena kekurangan cairan (Enj Crop Weblog, 2008).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP)
Kabupaten Karo, Desa Kuta Gadung dengan ketinggian tempat 1.250 m diatas
permukaan laut. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai bulan
Desember 2009.
Bahan dan Alat
Bahan – bahan yang digunakan antara lain bibit kubis, daun sirsak
(Annona muricata L.), daun serai (Andropogon nardius), babadotan
(Ageratum conyzoides L.), daun nimba (Azadirachta indica L.) air, deterjen
sebagai perekat, pupuk dan insektisida Curacron 500 EC.
Alat – alat yang dipergunakan antara lain cangkul, meteran, knapsack –
sprayer (volume 5 liter), gembor, plat, meteran, alat tulis, kalkulator, timbangan,
pisau, blender, dan detergen sebagai perekat.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lapangan dengan menggunakan Metode
Rancangan Acak Kelompok (RAK) non-faktorial yang terdiri dari 6 perlakuan
dan masing – masing diulang 4 kali. Adapun perlakuan yang diuji adalah:
M01= Kontrol (tanpa perlakuan)
M02= Pembanding (insektisida Curacron 500 EC)
M1 = Larutan daun sirsak (Annona muricata L.)
M3 = Larutan daun nimba (Azadirachta indica L.)
M4 = Larutan daun serai (Andropogon nardius L.)
Model linier dari rancangan yang digunakan adalah:
Yij = µ + αi + βj + εij
Dimana:
Yij = nilai pengamatan dari ulangan ke – i dengan perlakuan ke – j µ = nilai tengah umum
αi = pengaruh ulangan ke-i
βj = pengaruh dari perlakuan ke-j
εij = galat percobaan dalam unit percobaan ulangan ke-i yang mendapat perlakuan ke-j
Jika analisis sidik ragam menunjukkan beda nyata atau sangat nyata, maka
dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (DMRT) (Bangun, 1991).
Pelaksanaan Penelitian
Pengolahan Lahan
Lahan dibersihkan dari gulma dan sisa – sisa tanaman dengan
menggunakan babat kemudian dikumpulkan dan dibakar. Tanah dicangkul
sedalam 30-40 cm lalu dilakukan pengapuran dan dibiarkan selama 3-4 hari
supaya mendapat sinar matahari, kemudian tanah dicangkul kembali sampai tanah
homogen sambil dibersihkan dari sisa akar gulma maupun tanaman. selanjutnya
tanah diratakan dan dibuat plot – plot dengan ukuran 3 m x 3,6 m sebanyak 24
plot, kemudian dibuat lubang tanam dan dimasukkan pupuk kandang sekitar
19 ton/ha, pupuk N 370 kg/ha, pupuk P 85 kg/ha dan pupuk K 480 kg/ha ditutup
Pembibitan
Terlebih dahulu bibit kubis disemai, setelah disemai siram persemaian
dengan hati-hati sehingga tidak merusak bibit yang telah disemai rapi. Setelah
bibit berumur 3 minggu dapat dipindahkan ke pertanaman.
Penanaman
Setelah bibit kubis berumur 3 minggu dipembibitan maka sudah siap
dipindahkan ke pertanaman. Jarak tanam 60 cm x 60 cm dengan bentuk segi
empat. Diambil bibit dari persemaian diusahakan akar serabut tidak banyak yang
rusak. Tanam bibit tersebut sedalam leher akar, akar serabut diatur dalam keadaan
tersebar, sedang akar tunggang dimasukkan ke lubang dalam keadaan tegak lurus.
Tutup lubang dengan tanah halus, lalu tekan pelan – pelan tanah sekitarnya
usahakan tanaman dalam posisi tegak lurus.
Pemeliharaan
Jika hujan tidak turun setelah tanam maka dilakukan penyiraman sampai
tanaman tumbuh, penyiraman dilakukan setiap sore hari. Bila ada bibit yang mati
atau pertumbuhannya kurang baik maka dilakukan penyulaman. Penyulaman tidak
boleh lebih dari 10 hari, karena jika lebih maka pertumbuhan menjadi kurang
seragam. Saat tanaman berumur 25 hst dilakukan pemupukan susulan dengan
dosis ½ pemupukan awal. Ditentukan tanaman sample sebanyak 120 tanaman
untuk diamati setiap satu minggu sekali.
Pembuatan Larutan Insektisida Nabati
Bagian yang segar (daun) dicuci untuk membersihkan dari kotoran yang
dan disaring agar tidak terdapat kotoran yang menyumbat nozel atau sprayer.
Larutan dibiarkan selama 24 jam. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki
knapsack untuk segera diaplikasikan dengan volume larutan sebanyak 400 l/ha.
Aplikasi dilakukan 30 hst dengan interval waktu 1 minggu sekali. Waktu aplikasi
pada pagi hari pukul 07.30 pagi (Mulyaman, dkk, 2000).
Pemanenan
Panen dilakukan apabila krop telah menjadi keras, bisa dirasakan dengan
memegang atau menekan kepala kubis tersebut. Lalu potong krop dengan
menggunakan pisau yang tajam. Dalam pemanenan ini harus hati – hati karena
kubis ini sangat mudah rusak. Setelah dipanen dipisah antara kubis yang bagus
dan yang kurang bagus untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Peubah Amatan
Jumlah Populasi
Pengamatan jumlah populasi dilakukan dengan cara mengamati setiap
daun pada 120 tanaman sample dengan gejala serangan hama P.xylostella L. yang
menyerang tanaman kubis. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui
perkembangan populasi hama. Dilakukan satu hari sebelum aplikasi setiap 1
minggu sekali sejak tanaman berumur 29 hst.
Pengamatan jumlah populasi dilakukan dengan cara mengamati setiap
krop pada 120 tanaman sample dengan gejala serangan hama C. binotalis Zell.
yang menyerang tanaman kubis. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui
perkembangan populasi hama. Dilakukan satu hari sebelum aplikasi setiap 1
Persentase Serangan
Persentase serangan dihitung dengan cara menghitung 120 jumlah
tanaman sample yang terserang dan membagikannya dengan jumlah seluruh
tanaman dan dikalikan 100%. Pengamatan dilakukan satu hari sebelum aplikasi
setiap minggunya. Persentase serangan ini dapat dihitung dengan rumus:
%
P = persentase serangan (%) a = jumlah tanaman yang terserang b = jumlah tanaman yang tidak terserang
(Dirjen Pangan, 1999).
Produksi
Produksi dihitung dengan menghitung berat crop tanaman kubis/ plot lalu
dikonversikan ke ton dan hektar (ha).
Keterangan:
Y=produksi dalam ton/Ha X=produksi dalam kg/plot L=luas plot (m2)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Parameter yang diamati selama penelitian ini adalah jumlah populasi,
persentase serangan dari hama P.xylostella L.dan C.binotalis Zell., serta produksi.
Hasil yang diperoleh selama penelitian ini adalah sebagai berikut:
Jumlah Populasi P.xylostella L.
Data pengamatan jumlah populasi P.xylostella L. dari pengamatan pertama
sampai pengamatan kedelapan dan daftar sidik ragamnya masing-masing dapat
dilihat pada Lampiran 2,3,4,5,6,7,8,9.
Pengujian dengan uji jarak Duncan terhadap rataan jumlah populasi pada
lampiran dapat dilihat pada Table 1.
Tabel 1. Rataan Populasi P.xylostella L. pada pengamatan 29(I), 36(II), 43(III), 50(IV),57(V),64(VI),71(VII), dan 78(VIII) hst.
Perlakua Keterangan: Notasi huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan beda
nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan.
Dari Table 1 dapat dilihat bahwa pada pengamatan kedua sampai keempat
terjadi peningkatan populasi. Hal ini disebabkan karena pada saat pengamatan
pertama sebelum dilakukan pengaplikasian insektisida nabati populasi dari hama
Dari Table 1 dapat hilihat bahwa insektisida nabati yang paling efektiv
untuk mengendalikan P.xylostella adalah larutan daun nimba (M3) dibandingkan
dengan perlakuan kontrol (MO1) tanpa perlakuan karena memiliki notasi yang
berbeda nyata. Selain itu jika larutan daun nimbi (M3) dibandingkan dengan
insektisida nabati lain yang digunakan antara lain larutan daun sirsak (M1),
larutan daun babadotan (M2) dan larutan daun serai (M4) juga terdapat notasi
yang berbeda nyata dimana larutan daun nimba lebih efektif untuk mengendalikan
P.xylostella. Hal ini disebabkab karena insektisida nabati bersifat spesifik dalam mengendalikan hama tertentu dilapangan sehingga diantara insektisida nabati
yang digunakan larutan daun nimba yang paling spesifik untuk mengendalikan
P.xylostella. Hal ini sesuai dengan literature yang dikemukakan Mulyaman,dkk (2000) yang menyatakan bahwa keunggulan lain yang dimiliki oleh pestisida
nabati dibandingkan dengan pestisida kimiawi antara lain tidak menimbulkan
pencemaran, lebih bersifat spesifik, residunya relatif pendek, mudah terurai di
alam, dan kemungkinan OPT tidak mudah berkembang.
Dari Tabel 1. dapat dilihat juga bahwa larutan daun nimba (M3) jika
dibandingkan dengan insektisida kimia terdapat notasi yang berbeda nyata.
Penggunaan insektisida kimia masih lebih efektiv dalam mengendalikan hama
P.xylostella di lapangan. Akan tetapi jika dilihat dari dampak negatif penggunaan insektisida kimia yang berlebihan bagi lingkungan dan tanaman, sehingga
penggunaan insektisida nabati dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk
mengurangi penggunaan insektisida kimia di lapangan. Sehingga pengendalian
terhadap terhadap organism pengganggu tanaman dilapangan tidak hanya
Tingkat jumlah populasi P.xylostella selama penelitian dengan tingkat
perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Histogram jumlah populasi (ekor) P.xylostella dengan beberapa tingkat perlakuan.
Jumlah Populasi C. binotalis Zell.
Data pengamatan jumlah populasi C. binotalis Zell. dari pengamatan
pertama sampai pengamatan keenam dan daftar sidik ragamnya masing-masing
dapat dilihat pada Lampiran 10, 11, 12, 13, 14, 15.
Pengujian dengan uji jarak Duncan terhadap rataan jumlah populasi dapat
dilihat pada Tabel 2.
Table 2. Rataan jumlah populasi C. binotalis Zell. pada pertanaman kubis pengamatan 43(I), 50(II), 57(III), 64(IV), 71(V), 78(VI) hst.
Perlakuan Pengamatan
Keterangan: Notasi huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan.
Dari Table 2 dapat dilihat bahwa insektisida nabati yang paling efektiv
untuk mengendalikan C.binotalis adalah larutan daun babadotan (M2) dan larutan
daun nimba (M3) dibandingkan dengan perlakuan kontrol (MO1) tanpa perlakuan
karena memiliki notasi yang berbeda nyata. Dibandingkan dengan insektisida
nabati lain yang digunakan antara lain larutan daun sirsak (M1), dan larutan daun
serai (M4) juga terdapat notasi yang berbeda nyata dimana larutan daun babadotan
(M2) dan larutan daun nimbi (M3) lebih efektif untuk mengendalikan C.binotalis.
Hal ini disebabkan karena insektisida nabati mampu membasmi atau mengusir
hama di lapangan sesuai dengan spesifik insektisida nabati itu untuk
mengendalikan hama sasaran tertentu. Karena setiap insektisida nabati memiliki
kandungan zat tertentu yang berperan sebagai pestisida yang memiliki cara kerja
yang berbeda – beda. Hal ini sesuai dengan literature yang dikemukakan
Suryaningsih dan Hadisoeganda (2004) yang menyatakan bahwa cara kerja (mode
of action) pestisida nabati dapat sebagai biotaksis (beracun), pencegah makan
(antifeedant/feeding deterrent), penolak (repellent) atau pengganggu alami.
Dari Tabel 1. dapat dilihat juga bahwa larutan daun babadotan (M2) dan
larutan daun nimba (M3) jika dibandingkan dengan insektisida kimia terdapat
notasi yang berbeda nyata. Penggunaan insektisida kimia masih lebih efektiv
dalam mengendalikan hama C.binotalis di lapangan. Insektisida nabati ini belum
dapat digunakan sebagai satu-satunya alternatif untuk mengendalikan hama
C.binotalis di lapangan akan tetapi dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk dapat mengurangi pemakaian insektisida kimia yang sering digunakan berlebihan
di lapangan dan mengurangi efek negatif yang ditimbulkannya bagi lingkungan
Tingkat jumlah populasi C.binotalis selama penelitian dengan tingkat
perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Histogram jumlah populasi (ekor) C.binotalis dengan beberapa tingkat perlakuan.
Persentase Serangan P.xylostella L.
Data pngamatan persentase serangan P.xylostella L. dari pengamatan
pertama sampai pengamatan kedelapan dan daftar sidik ragamnya masing-masing
dapt dilihat pada Lampiran 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23.
Pengujian dengan uji jarak Duncan terhadap rataan persentase serangan
pada lampiran dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan Persentase Serangan P.xylostella L. pada pengamatan 29(I), 36(II), 43(III), 50(IV), 57(V), 64(VI), 71(VII), dan 78(VIII) hst.
Perlakuan Pengamatan
Keterangan: Notasi huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan.
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa persentase serangan P.xylostella yang
terendah terdapat pada parlakuan M3 (larutan daun nimba) memiliki notasi yang
berbeda nyata dengan perlakuan MO1 (kontrol). Larutan daun nimbi (M3)
dibandingkan dengan perlakuan yang menggunakan insektisida nabati yang lain
seperti M1 (larutan daun sirsak), M2 (larutan daun babadotan) dan M4 (larutan
daun serai) juga memiliki notasi yang berbeda nyata terhadap persentase serangan
dari hama P.xylostella. Sehingga dapat disimpulkan bahwa insektisida nabati yang
paling efektif untuk menekan persentase serangan serangan dari P.xylostella
adalah larutan daun nimba (M3).
Tabel 2 juga menunjukkan bahwa dari pengamatan pertama sampai
pengamatan ketiga persentase serangan P.xylostella semakin menurun, tetapi
pada pengamatan keempat mulai meningkat dan tertinggi pada pengamatan
kelima selanjutnya menurun kembali. Hal ini disebabkan karena populasi hama ini
biasanya memiliki tingkat serangan tertinggi pada saat tanaman berumur 6-8
minggu setelah tanam. Akan tetapi populasinya akan menurun jika umur tanaman
semakin tua dan krop sudah mengeras. Hal ini sesuai dengan literatur
Permadi dan Sastrosiswojo (1993) yang menyatakan bahwa tingkat populasi larva
P. xylostella yang tinggi biasanya terjadi pada 6 – 8 minggu setelah tanam. Tingkat populasi yang tinggi dapat mengakibaatkan kerusakan yang berat pada
Tingkat persentase serangan P.xillostella selama penelitian dengan tingkat
perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Histogram persentase serangan (%) P.xillostella dengan beberapa tingkat perlakuan.
Persentase Serangan C. binotalis Zell.
Data pengamatan persentase serangan C. binotalis Zell. dari pengamatan
pertama sampai pengamatan keenam dan daftar sidik ragamnya masing-masing
dapat dilihat pada Lampiran 24,25,26,27,28, dan 29.
Pengujian dengan uji jarak Duncan terhadap rataan persentase serangan
pada lampiran dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan Persentase Serangan C. binotalis Zell. pada pertanaman kubis pengamatan 43(I), 50(II), 57(III), 64(IV), 71(V), 78(VI)hst.
Perlakuan Pengamatan
Keterangan: Notasi huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan.
Dari Tabel 4. dapat dilihat bahwa persentase serangan terendah terdapat
pada perlakuan M2 (larutan daun babadotan) dan M3 (larutan daun nimba)
memiliki notasi yang berbeda nyata dengan perlakuan MO1 (kontrol) dengan
persentase serangan tertinggi. Persentase serangan perlakuan M3 (larutan daun
nimba) juga memiliki notasi yang berbeda nyata jika dibandingkan dengan
insektisida nabati yang digunakan pada perlakuan M1 (larutan daun sirsak) dan
M4 (larutan daun serai). Maka dapat diketahui bahwa dari beberapa insektisida
nabati yang digunakan yang paling efektiv untuk menekan persentase serangan
dari hama C.binotalis adalah larutan daun babadotan(M2) dan larutan daun nimbi
(M3).
Pada Table 4 dapat dilihat bahwa pada pengamatan pertama sampai ketiga
jumlah populasi dari hama C. binotalis sangat sedikit ditemukan dan mulai
pengamatan keempat terjadi peningkatan hal ini disebabkan karena biasanya hama
ini aktif menyerang tanaman kubis berumur 49-85 hst pada saat tanaman kubis
mulai membentuk krop. Hal ini sesuai dengan literatur Deptan (2008) yang
menyatakan setelah mencapai instar ketiga larva memencar dan menyerang daun
bagian lebih dalam menggerek ke dalam krop dan menghancurkan titik tumbuh.
Ulat krop dapat menyerang sejak fase awal pra pembentukan krop (0 – 49) hari
Tingkat persentase serangan C.binotalis selama penelitian dengan tingkat
perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Histogram persentase serangan (%) C.binotalis dengan beberapa tingkat perlakuan
Produksi
Data pengamatan produksi dan daftar sidik ragamnya dapat dilihat pada
Lampiran 30. Dari hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan dengan
larutan babadotan dan nimba memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah
produksi yang dihasilkan.
Pengujian dengan uji jarak Duncan terhadap rataan produksi kubis pada
lampiran yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Produksi Krop Kubis (ton/ha).
Perlakuan Produksi
I
Keterangan: Notasi huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa pemberian perlakuan menunjukkan
pengaruh yang nyata terhadap jumlah produksi yang dihasilkan. Produksi tertinggi
terdapat pada perlakuan M3 yaitu 35.64 ton/ha. Produksi terendah terdapat pada
perlakuan MO1 yaitu 28.74 ton/ha. Hal ini berarti bahwa pemberian beberapa
insektisida nabati memiliki tingkat keefektifan yang berbeda. Dapat dilihat dari
pengaplikasian masing-masing insektisida nabati dimana semakin efektif dapat
menurunkan jumlah populasi dan persentase serangan sehingga diikuti dengan
kehilangan hasil yang semakin kecil.
Tingkat hasil produksi selama penelitian dengan tingkat perlakuan yang
berbeda dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20. Histogram Hasil Produksi dengan beberapa tingkat perlakuan
Penggunaan insektisida kimia dalam penelitian ini berfungsi sebagai
pembanding bagi insektisida nabati, untuk mengetahui seberapa besar keefektifan
dari setiap insektisida nabati untuk mengendalikan hama P.xylostella dan
C.binotalis. Dari setiap pengamatan diketahui bahwa insektisida kimia itu lebih efektif dari insektisida nabati dapat dilihat dari sedikitnya jumlah populasi dan
persentase serangan hama yang ada pada perlakuan insektisida kimia. Disamping
keefektifannya insektisida kimia ini memiliki pengaruh yang kurang baik bagi
lingkungan dan mahluk hidup. Penggunaan insektisida nabati dapat bermanfaat
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Insektisida nabati yang paling efektif untuk mengendalikan P.xylostella L.
adalah larutan daun nimba (M3), dan untuk mengendalikan C.binotalis Zell.
adalah larutan babadotan (M2) dan nimba (M3).
2. Jumlah populasi P.xylostella L. tertinggi terdapat pada perlakuan MO1
(kontrol) sebesar 14,5 ekor dan terendah pada perlakuan M3 (larutan nimba)
yaitu sebesar 0,5 ekor.
3. Jumlah populasi C.binotalis Zell. tertinggi terdapat pada perlakuan
MO1(kontrol) sebesar 25.5 ekor dan terendah pada perlakuan M2 (larutan
babadotan) yaitu sebesar 2,5 ekor.
4. Pesentase serangan P.xylostella L. tertinggi terdapat pada perlakuan M01
(kontrol) sebesar 90% dan terendah pada perlakuan M3 (larutan nimba) yaitu
sebesar 10%.
5. Persentase serangan C.binotalis Zell. tertinggi pada perlakuan M01 (kontrol)
sebesar 50% dan terendah pada perlakuan M2 (larutan babadotan) dan M3
(larutan nimba) sebesar 5%.
6. Hasil produksi yang dihasilkan tertinggi terdapat pada perlakuan M3 (larutan
nimba) yaitu 40.76 ton/ha dan terendah terdapat pada perlakuan MO1 (kontrol)
yaitu 27.77 ton/ha.
Saran
Disarankan agar dilakukan pengendalian P.xylostella L. dengan larutan
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP)
Kabupaten Karo, Desa Kuta Gadung dengan ketinggian tempat 1.250 m diatas
permukaan laut. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai bulan
Desember 2009.
Bahan dan Alat
Bahan – bahan yang digunakan antara lain bibit kubis, daun sirsak
(Annona muricata L.), daun serai (Andropogon nardius), babadotan
(Ageratum conyzoides L.), daun nimba (Azadirachta indica L.) air, deterjen
sebagai perekat, pupuk dan insektisida Curacron 500 EC.
Alat – alat yang dipergunakan antara lain cangkul, meteran, knapsack –
sprayer (volume 5 liter), gembor, plat, meteran, alat tulis, kalkulator, timbangan,
pisau, blender, dan detergen sebagai perekat.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lapangan dengan menggunakan Metode
Rancangan Acak Kelompok (RAK) non-faktorial yang terdiri dari 6 perlakuan
dan masing – masing diulang 4 kali. Adapun perlakuan yang diuji adalah:
M01= Kontrol (tanpa perlakuan)
M02= Pembanding (insektisida Curacron 500 EC)
M1 = Larutan daun sirsak (Annona muricata L.)
M3 = Larutan daun nimba (Azadirachta indica L.)
M4 = Larutan daun serai (Andropogon nardius L.)
Model linier dari rancangan yang digunakan adalah:
Yij = µ + αi + βj + εij
Dimana:
Yij = nilai pengamatan dari ulangan ke – i dengan perlakuan ke – j µ = nilai tengah umum
αi = pengaruh ulangan ke-i
βj = pengaruh dari perlakuan ke-j
εij = galat percobaan dalam unit percobaan ulangan ke-i yang mendapat perlakuan ke-j
Jika analisis sidik ragam menunjukkan beda nyata atau sangat nyata, maka
dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (DMRT) (Bangun, 1991).
Pelaksanaan Penelitian
Pengolahan Lahan
Lahan dibersihkan dari gulma dan sisa – sisa tanaman dengan
menggunakan babat kemudian dikumpulkan dan dibakar. Tanah dicangkul
sedalam 30-40 cm lalu dilakukan pengapuran dan dibiarkan selama 3-4 hari
supaya mendapat sinar matahari, kemudian tanah dicangkul kembali sampai tanah
homogen sambil dibersihkan dari sisa akar gulma maupun tanaman. selanjutnya
tanah diratakan dan dibuat plot – plot dengan ukuran 3 m x 3,6 m sebanyak 24
plot, kemudian dibuat lubang tanam dan dimasukkan pupuk kandang sekitar
19 ton/ha, pupuk N 370 kg/ha, pupuk P 85 kg/ha dan pupuk K 480 kg/ha ditutup
Pembibitan
Terlebih dahulu bibit kubis disemai, setelah disemai siram persemaian
dengan hati-hati sehingga tidak merusak bibit yang telah disemai rapi. Setelah
bibit berumur 3 minggu dapat dipindahkan ke pertanaman.
Penanaman
Setelah bibit kubis berumur 3 minggu dipembibitan maka sudah siap
dipindahkan ke pertanaman. Jarak tanam 60 cm x 60 cm dengan bentuk segi
empat. Diambil bibit dari persemaian diusahakan akar serabut tidak banyak yang
rusak. Tanam bibit tersebut sedalam leher akar, akar serabut diatur dalam keadaan
tersebar, sedang akar tunggang dimasukkan ke lubang dalam keadaan tegak lurus.
Tutup lubang dengan tanah halus, lalu tekan pelan – pelan tanah sekitarnya
usahakan tanaman dalam posisi tegak lurus.
Pemeliharaan
Jika hujan tidak turun setelah tanam maka dilakukan penyiraman sampai
tanaman tumbuh, penyiraman dilakukan setiap sore hari. Bila ada bibit yang mati
atau pertumbuhannya kurang baik maka dilakukan penyulaman. Penyulaman tidak
boleh lebih dari 10 hari, karena jika lebih maka pertumbuhan menjadi kurang
seragam. Saat tanaman berumur 25 hst dilakukan pemupukan susulan dengan
dosis ½ pemupukan awal. Ditentukan tanaman sample sebanyak 120 tanaman
untuk diamati setiap satu minggu sekali.
Pembuatan Larutan Insektisida Nabati
Bagian yang segar (daun) dicuci untuk membersihkan dari kotoran yang
dan disaring agar tidak terdapat kotoran yang menyumbat nozel atau sprayer.
Larutan dibiarkan selama 24 jam. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki
knapsack untuk segera diaplikasikan dengan volume larutan sebanyak 400 l/ha.
Aplikasi dilakukan 30 hst dengan interval waktu 1 minggu sekali. Waktu aplikasi
pada pagi hari pukul 07.30 pagi (Mulyaman, dkk, 2000).
Pemanenan
Panen dilakukan apabila krop telah menjadi keras, bisa dirasakan dengan
memegang atau menekan kepala kubis tersebut. Lalu potong krop dengan
menggunakan pisau yang tajam. Dalam pemanenan ini harus hati – hati karena
kubis ini sangat mudah rusak. Setelah dipanen dipisah antara kubis yang bagus
dan yang kurang bagus untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Peubah Amatan
Jumlah Populasi
Pengamatan jumlah populasi dilakukan dengan cara mengamati setiap
daun pada 120 tanaman sample dengan gejala serangan hama P.xylostella L. yang
menyerang tanaman kubis. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui
perkembangan populasi hama. Dilakukan satu hari sebelum aplikasi setiap 1
minggu sekali sejak tanaman berumur 29 hst.
Pengamatan jumlah populasi dilakukan dengan cara mengamati setiap
krop pada 120 tanaman sample dengan gejala serangan hama C. binotalis Zell.
yang menyerang tanaman kubis. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui
perkembangan populasi hama. Dilakukan satu hari sebelum aplikasi setiap 1
Persentase Serangan
Persentase serangan dihitung dengan cara menghitung 120 jumlah
tanaman sample yang terserang dan membagikannya dengan jumlah seluruh
tanaman dan dikalikan 100%. Pengamatan dilakukan satu hari sebelum aplikasi
setiap minggunya. Persentase serangan ini dapat dihitung dengan rumus:
%
P = persentase serangan (%) a = jumlah tanaman yang terserang b = jumlah tanaman yang tidak terserang
(Dirjen Pangan, 1999).
Produksi
Produksi dihitung dengan menghitung berat crop tanaman kubis/ plot lalu
dikonversikan ke ton dan hektar (ha).
Keterangan:
Y=produksi dalam ton/Ha X=produksi dalam kg/plot L=luas plot (m2)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Parameter yang diamati selama penelitian ini adalah jumlah populasi,
persentase serangan dari hama P.xylostella L.dan C.binotalis Zell., serta produksi.
Hasil yang diperoleh selama penelitian ini adalah sebagai berikut:
Jumlah Populasi P.xylostella L.
Data pengamatan jumlah populasi P.xylostella L. dari pengamatan pertama
sampai pengamatan kedelapan dan daftar sidik ragamnya masing-masing dapat
dilihat pada Lampiran 2,3,4,5,6,7,8,9.
Pengujian dengan uji jarak Duncan terhadap rataan jumlah populasi pada
lampiran dapat dilihat pada Table 1.
Tabel 1. Rataan Populasi P.xylostella L. pada pengamatan 29(I), 36(II), 43(III), 50(IV),57(V),64(VI),71(VII), dan 78(VIII) hst.
Perlakua Keterangan: Notasi huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan beda
nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan.
Dari Table 1 dapat dilihat bahwa pada pengamatan kedua sampai keempat
terjadi peningkatan populasi. Hal ini disebabkan karena pada saat pengamatan
pertama sebelum dilakukan pengaplikasian insektisida nabati populasi dari hama
Dari Table 1 dapat hilihat bahwa insektisida nabati yang paling efektiv
untuk mengendalikan P.xylostella adalah larutan daun nimba (M3) dibandingkan
dengan perlakuan kontrol (MO1) tanpa perlakuan karena memiliki notasi yang
berbeda nyata. Selain itu jika larutan daun nimbi (M3) dibandingkan dengan
insektisida nabati lain yang digunakan antara lain larutan daun sirsak (M1),
larutan daun babadotan (M2) dan larutan daun serai (M4) juga terdapat notasi
yang berbeda nyata dimana larutan daun nimba lebih efektif untuk mengendalikan
P.xylostella. Hal ini disebabkab karena insektisida nabati bersifat spesifik dalam mengendalikan hama tertentu dilapangan sehingga diantara insektisida nabati
yang digunakan larutan daun nimba yang paling spesifik untuk mengendalikan
P.xylostella. Hal ini sesuai dengan literature yang dikemukakan Mulyaman,dkk (2000) yang menyatakan bahwa keunggulan lain yang dimiliki oleh pestisida
nabati dibandingkan dengan pestisida kimiawi antara lain tidak menimbulkan
pencemaran, lebih bersifat spesifik, residunya relatif pendek, mudah terurai di
alam, dan kemungkinan OPT tidak mudah berkembang.
Dari Tabel 1. dapat dilihat juga bahwa larutan daun nimba (M3) jika
dibandingkan dengan insektisida kimia terdapat notasi yang berbeda nyata.
Penggunaan insektisida kimia masih lebih efektiv dalam mengendalikan hama
P.xylostella di lapangan. Akan tetapi jika dilihat dari dampak negatif penggunaan insektisida kimia yang berlebihan bagi lingkungan dan tanaman, sehingga
penggunaan insektisida nabati dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk
mengurangi penggunaan insektisida kimia di lapangan. Sehingga pengendalian
terhadap terhadap organism pengganggu tanaman dilapangan tidak hanya
Tingkat jumlah populasi P.xylostella selama penelitian dengan tingkat
perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Histogram jumlah populasi (ekor) P.xylostella dengan beberapa tingkat perlakuan.
Jumlah Populasi C. binotalis Zell.
Data pengamatan jumlah populasi C. binotalis Zell. dari pengamatan
pertama sampai pengamatan keenam dan daftar sidik ragamnya masing-masing
dapat dilihat pada Lampiran 10, 11, 12, 13, 14, 15.
Pengujian dengan uji jarak Duncan terhadap rataan jumlah populasi dapat
dilihat pada Tabel 2.
Table 2. Rataan jumlah populasi C. binotalis Zell. pada pertanaman kubis pengamatan 43(I), 50(II), 57(III), 64(IV), 71(V), 78(VI) hst.
Perlakuan Pengamatan
Keterangan: Notasi huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan.
Dari Table 2 dapat dilihat bahwa insektisida nabati yang paling efektiv
untuk mengendalikan C.binotalis adalah larutan daun babadotan (M2) dan larutan
daun nimba (M3) dibandingkan dengan perlakuan kontrol (MO1) tanpa perlakuan
karena memiliki notasi yang berbeda nyata. Dibandingkan dengan insektisida
nabati lain yang digunakan antara lain larutan daun sirsak (M1), dan larutan daun
serai (M4) juga terdapat notasi yang berbeda nyata dimana larutan daun babadotan
(M2) dan larutan daun nimbi (M3) lebih efektif untuk mengendalikan C.binotalis.
Hal ini disebabkan karena insektisida nabati mampu membasmi atau mengusir
hama di lapangan sesuai dengan spesifik insektisida nabati itu untuk
mengendalikan hama sasaran tertentu. Karena setiap insektisida nabati memiliki
kandungan zat tertentu yang berperan sebagai pestisida yang memiliki cara kerja
yang berbeda – beda. Hal ini sesuai dengan literature yang dikemukakan
Suryaningsih dan Hadisoeganda (2004) yang menyatakan bahwa cara kerja (mode
of action) pestisida nabati dapat sebagai biotaksis (beracun), pencegah makan
(antifeedant/feeding deterrent), penolak (repellent) atau pengganggu alami.
Dari Tabel 1. dapat dilihat juga bahwa larutan daun babadotan (M2) dan
larutan daun nimba (M3) jika dibandingkan dengan insektisida kimia terdapat
notasi yang berbeda nyata. Penggunaan insektisida kimia masih lebih efektiv
dalam mengendalikan hama C.binotalis di lapangan. Insektisida nabati ini belum
dapat digunakan sebagai satu-satunya alternatif untuk mengendalikan hama
C.binotalis di lapangan akan tetapi dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk dapat mengurangi pemakaian insektisida kimia yang sering digunakan berlebihan
di lapangan dan mengurangi efek negatif yang ditimbulkannya bagi lingkungan
Tingkat jumlah populasi C.binotalis selama penelitian dengan tingkat
perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Histogram jumlah populasi (ekor) C.binotalis dengan beberapa tingkat perlakuan.
Persentase Serangan P.xylostella L.
Data pngamatan persentase serangan P.xylostella L. dari pengamatan
pertama sampai pengamatan kedelapan dan daftar sidik ragamnya masing-masing
dapt dilihat pada Lampiran 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23.
Pengujian dengan uji jarak Duncan terhadap rataan persentase serangan
pada lampiran dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan Persentase Serangan P.xylostella L. pada pengamatan 29(I), 36(II), 43(III), 50(IV), 57(V), 64(VI), 71(VII), dan 78(VIII) hst.
Perlakuan Pengamatan
Keterangan: Notasi huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan.