• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efektivitas Beberapa Insektisida Nabati Terhadap Hama Ulat Tritip (P. xylostella L.) dan Hama Ulat krop (C. binotalis Zell.) pada Tanaman Kubis (B. oleracea L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Efektivitas Beberapa Insektisida Nabati Terhadap Hama Ulat Tritip (P. xylostella L.) dan Hama Ulat krop (C. binotalis Zell.) pada Tanaman Kubis (B. oleracea L.)"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA INSEKTISIDA

NABATI TERHADAP ULAT TRITIP

(Plutella xylostella L.) DAN ULAT KROP

(Crocidolomia binotalis Zell.) PADA TANAMAN KUBIS

(Brassica oleracea L.)

SKRIPSI

OLEH :

HESTINA BR GINTING 050302043

HPT

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA INSEKTISIDA

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat Menempuh Ujian Sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui oleh

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRACT

Hestina Br. Ginting,” Efectiveness Tess of any Natural Insecticide to

P.xylostella L. and C. binotalis Zell. on Cabbage (B. oleracea L.)”. This research was held in field Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kabupaten Karo.

Approximately ±1.250 meter from the sea surface. This research used non

factorial Random Group Design, consis of six treatments that was MO1 (control),

MO2 (insecticide), M1 (Annona muricata L extract), M2 (Ageratum conyzoides

extract), M3 (Azadirachta indica extract), M4 (Andropogon nardius extract) with four replication. The parameters observed were population number of P.xylostella

L. and C. binotalis Zell., attack percentage of P.xylostella L. and C. binotalis

Zell., and production of cabbage. The result showed that the highest population

number of P.xylostella L. was 20.31 tail and C. binotalis Zell. was 27.40 tail, the

lowest was 4.19 tail (P.xylostella) and 6,55 tail (C. binotalis). The highest attack

percentage of P.xylostella was 60.32% and C. binotalis was 40.13%, the lowest

was 11.17% (P.xylostella) and 8.38% (C. binotalis). The highest production of

(4)

ABSTRAK

Hestina Br.Ginting,“ Uji Efektivitas Beberapa Insektisida Nabati Terhadap

Hama Ulat Tritip (P. xylostella L.) dan Hama Ulat krop (C. binotalis Zell.) pada

Tanaman Kubis (B. oleracea L.)”. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Balai

Penyuluhan Pertanian (BPP) Kabupaten Karo. Dengan ketinggian ± 1.250 mdpl.

Penelitian ini menggunakan Metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) non

factorial terdiri dari 6 perlakuan yaitu MO1(kontrol), MO2 (insektisida),

M1(ekstrak daun sirsak), M2(ekstrak daun babadotan), M3(ekstrak daun nimba),

M4(ekstrak daun sere) dengan 4 ulangan. Parameter yang diamati yaitu jumlah

populasi P. xylostella L. dan C.binotalis Zell., persentase serangan P. xylostella

L. dan C. binotalis Zell., dan hasil produksi kubis. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa jumlah populasi tertinggi P.xylostella L.sebesar 20.31 ekor dan C.binotalis

Zell. adalah 27.40 ekor, terendah 4.19 ekoR (P. xylostella L.) dan 6.55 ekor

(C. binotalis Zell). Persentase serangan tertinggi P.xylostella adalah 60.32% dan

(5)

RIWAYAT HIDUP

“Hestina Br. Ginting” lahir di Desa Kidupen 10 Juni 1986 dari pasangan

Ayahanda Untung Ginting dan Ibunda Masni Br. Tarigan. Penulis merupakan

putri pertama dari tiga bersaudara.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

- Lulus dari Sekolah Dasar Negeri 040565 Desa Kidupen pada tahun 1999

- Lulus dari SMP Swasta Asisi Tigabinanga pada tahun 2002

- Lulus dari SMA Swasta Cahaya Medan pada tahun 2005

- Pada tahun 2005 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Medan, Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan melalui jalur SPMB.

Kegiatan akademis yang pernah diikuti penulis selama perkuliahan adalah:

Menjadi anggota organisasi IMAPTAN (Ikatan Mahasiswa Perlindungan

Tanaman) tahun 2005-2010, IMKA (Ikatan Mahasiswa Karo) tahun 2005-2010,

dan menjadi anggota KMK (Keluarga Mahasiswa Katolik) tahun 2005-2010.

Pernah mengikuti seminar ilmiah dengan tema “Peranan Pertanian dalam

Pembangunan Sumatera Utara” dan Seminar Motivation Training: “Change Your

Mind, Setting Your Life, Get The Bright Future”. Menjadi Asisten Laboratorium

Hama Tanaman Perkebunan tahun ajaran 2009-2010.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Kebun Kerasaan

Pematang Siantar pada bulan Juni-Juli 2009 dan melaksanakan penelitian di

Lahan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kabupaten Karo pada bulan Agustus

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena atas anugerah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal

usulan penelitian ini dengan baik.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “ Uji Efektivitas Beberapa

Insektisida Nabati Terhadap Hama Ulat Tritip (Plutella xylostella L.) Dan

Hama Ulat Crop (Crocidolomia binotalis Zell.) Pada Tanaman Kubis

(Brassica oleracea L.)” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat

memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih

kepada Komisi Pembimbing Ir. Amansyah Siregar selaku Ketua,

Ir. Mena Uly Tarigan, MS selaku Anggota, dan Karten Tarigan, SP selaku

pembimbing lapangan yang telah memberi saran dan kritik dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan

mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan

saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2010

(7)

DAFTAR

ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kubis ... 5

Biologi Hama Plutella xylostella L. ... 5

Gejala Serangan Plutella xylostella L ... 8

Biologi Hama Crocidolomia binotalis Zell ... 9

Gejala serangan Hama Crocidolomia binotalis Zell ... 12

Insektisida Nabati ... 13

BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

Bahan dan Alat ... 19

Metodologi Penelitian ... 19

Pelaksanaan Penelitian Pengolahan Lahan ... 20

(8)

Penanaman.. ... 21

Pemeliharaan. ... 21

Pembuatan Larutan Insektisida Nabati ... 22

Pemanenan ... 22

Peubah Amatan Persentase Serangan ... 23

Jumlah Populasi ... 23

Produksi ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Populasi P.xylostella L. ... 23

Jumlah Populasi C.binotalis Zell. ... 25

Persentase Serangan P.xylostella L... ... 26

Persentase Serangan C.binotalis Zell.. ... 28

Produksi ... 30

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan.. ... 33

Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Rataan Populasi P.xylostella L. (ekor) 23

2. Rataan jumlah populasi C. binotalis Zell. (ekor) 25

3. Rataan Persentase Serangan P.xylostella L.(%) 27

4. Rataan Persentase Serangan C. binotalis Zell.(%) 29

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Tanaman Kubis 5

2. Telur P. xylostella L. 6

3. Larva P. xylostella L 7

4. Pupa P. xylostella L 7

5. Imago P. xylostella L. 8

6. Gejala Serangan P. xilostella L. 9

7. Telur C. binotalis Zell. 10

8. Larva C. binotalis Zell. 11

9. Pupa C. binotalis Zell. 12

10. Imago C. binotalis Zell. 12

11. Gejala Serangan C. binotalis Zell. 13

12. Daun Sirsak 14

13. Daun Babadotan 15

14. Daun Nimba 16

15. Daun Serai Makan 17

16. Histogram jumlah populasi (ekor) P.xylostella 25

17. Histogram jumlah populasi (%) C.binotalis 26

18. Histogram persentase serangan (%) P.xillostella 28

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Bagan Penelitian 36

2. Rataan Populasi P. xylostella 29 HST 37

3. Rataan Populasi P. xylostella 36 HST 39

4. Rataan Populasi P. xylostella 43 HST 41

5. Rataan Populasi P. xylostella 50 HST 43

6. Rataan Populasi P. xylostella 57 HST 45

7. Rataan Populasi P. xylostella 64 HST 47

8. Rataan Populasi P. xylostella 71 HST 49

9. Rataan Populasi P. xylostella 78 HST 51

10. Rataan Populasi Crocidolomia binotalis 43 HST 53

11. Rataan Populasi C. binotalis 50 HST 55

12. Rataan Populasi C. binotalis 57 HST 57

13. Rataan Populasi C. binotalis 64 HST 59

14. Rataan Populasi C. binotalis 71 HST 61

15. Rataan Populasi C. binotalis 78 HST 63

16. Rataan Persentase Serangan P. xylostella 29 HST 65

17. Rataan Persentase Serangan P. xylostella 36 HST 67

18. Rataan Persentase Serangan P. xylostella 43 HST 69

19. Rataan Persentase Serangan P. xylostella 50 HST 71

(12)

21. Rataan Persentase Serangan P. xylostella 64 HST 75

22. Rataan Persentase Serangan P. xylostella 71 HST 77

23. Rataan Persentase Serangan P. xylostella 78 HST 79

24. Rataan Persentase Serangan C. binotalis 43 HST 81

25. Rataan Persentase Serangan C. binotalis 50 HST 83

26. Rataan Persentase Serangan C. binotalis 57 HST 85

27. Rataan Persentase Serangan C. binotalis 64 HST 87

28. Rataan Persentase Serangan C. binotalis 71 HST 89

29. Rataan Persentase Serangan C. binotalis 78 HST 91

30. Rataan Produksi Krop Kubis (ton/ha) 93

31. Deskripsi Kubis Hibrida Varietas KR 1 95

(13)

ABSTRACT

Hestina Br. Ginting,” Efectiveness Tess of any Natural Insecticide to

P.xylostella L. and C. binotalis Zell. on Cabbage (B. oleracea L.)”. This research was held in field Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kabupaten Karo.

Approximately ±1.250 meter from the sea surface. This research used non

factorial Random Group Design, consis of six treatments that was MO1 (control),

MO2 (insecticide), M1 (Annona muricata L extract), M2 (Ageratum conyzoides

extract), M3 (Azadirachta indica extract), M4 (Andropogon nardius extract) with four replication. The parameters observed were population number of P.xylostella

L. and C. binotalis Zell., attack percentage of P.xylostella L. and C. binotalis

Zell., and production of cabbage. The result showed that the highest population

number of P.xylostella L. was 20.31 tail and C. binotalis Zell. was 27.40 tail, the

lowest was 4.19 tail (P.xylostella) and 6,55 tail (C. binotalis). The highest attack

percentage of P.xylostella was 60.32% and C. binotalis was 40.13%, the lowest

was 11.17% (P.xylostella) and 8.38% (C. binotalis). The highest production of

(14)

ABSTRAK

Hestina Br.Ginting,“ Uji Efektivitas Beberapa Insektisida Nabati Terhadap

Hama Ulat Tritip (P. xylostella L.) dan Hama Ulat krop (C. binotalis Zell.) pada

Tanaman Kubis (B. oleracea L.)”. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Balai

Penyuluhan Pertanian (BPP) Kabupaten Karo. Dengan ketinggian ± 1.250 mdpl.

Penelitian ini menggunakan Metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) non

factorial terdiri dari 6 perlakuan yaitu MO1(kontrol), MO2 (insektisida),

M1(ekstrak daun sirsak), M2(ekstrak daun babadotan), M3(ekstrak daun nimba),

M4(ekstrak daun sere) dengan 4 ulangan. Parameter yang diamati yaitu jumlah

populasi P. xylostella L. dan C.binotalis Zell., persentase serangan P. xylostella

L. dan C. binotalis Zell., dan hasil produksi kubis. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa jumlah populasi tertinggi P.xylostella L.sebesar 20.31 ekor dan C.binotalis

Zell. adalah 27.40 ekor, terendah 4.19 ekoR (P. xylostella L.) dan 6.55 ekor

(C. binotalis Zell). Persentase serangan tertinggi P.xylostella adalah 60.32% dan

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebelum dibudidayakan kubis merupakan tumbuhan liar disepanjang

Pantai Laut Tengah, Inggris, Denmark, dan pantai barat Perancis sebelah utara.

Kubis yang tumbuh liar ini sering disebut gulma. Kubis telah dikenal manusia

sejak tahun 2.500-2.000 sebelum Masehi. Oleh orang Mesir dan Yunani Kuno,

tanaman kubis sangat dipuja dan dimuliakan. Dalam perkembangan selanjutnya,

kubis dibudidayakan di Eropa sekitar abad ke-9 Masehi. Di Amerika, kubis mulai

ditanam ketika para imigran Eropa menetap di benua itu. Pada abad 16 atau

ke-17, kubis mulai ditanam di Indonesia. Pada abad tersebut orang Eropa mulai

berdagang dan menetap di Indonesia. Sekarang, penanaman kubis sebagai

komoditas sayuran telah tersebar luas di seluruh Indonesia (Pracaya,2001).

Umumnya dikenal sebagai famili sawi (mustar), Brassicaceae mencakup

lebih dari 300 genus dan 3000 spesies. Termasuk didalamnya adalah tanaman

setahun dan dua-tahunan, baik sebagai sayuran penting maupun tanaman sebagai

penghasil minyak biji dan tanaman hias yang bernilai tinggi yang tersebar

diseluruh dunia. Sebagian besar tumbuh di diwilayah iklim sedang dan beberapa

di antaranya bahkan tumbuh di iklim subartik. Berbagai tanaman Brassicaceae

umumnya dikenal sebagai crucifer yang sangat dikenal karena sumbangannya

bagi gizi manusia dan manfaatnya bagi kesehatan. Penelitian terkini menunjukkan

bahwa beberapa crucifer mungkin memiliki sifat pencegah kanker

(16)

Kabupaten Karo adalah salah satu sentra produksi kubis di Sumatera

Utara. Komoditas ini di ekspor ke Negara tetangga Singapura dan Malaysia.

Menurut catatan sejak tahun 1980-an ekspor kubis sering mengalami penolakan

oleh konsumen luar negeri. Dalam usaha tani kubis masalah utama yang dihadapi

adalah serangan hama, salah satu hama utama yang menyerang tanaman ini adalah

P. xylostella (Winarto dan Nazir,2004).

Organisme pengganggu tanaman (OPT) khususnya hama dan penyakit

merupakan salah satu faktor pembatas dalam peningkatan kubis – kubisan di

Indonesia. Kehilangan hasil akibat serangan hama ulat P. xylostella L. dan

C. binotalis Zell., dapat mencapai 100% bila tidak terkendali. Strategi penanggulangannya harus dilakukan dengan konsep pengendalian hama dan

penyakit terpadu (PHPT) (Rukmana, 1994).

Pestisida sering digunakan sebagai pilihan utama untuk memberantas

organisme pengganggu tanaman. Sebab, pestisida mempunyai daya bunuh yang

tinggi, penggunaannya mudah, dan hasilnya cepat untuk diketahui. Namun bila

diaplikasikan kurang bijaksana dapat membawa dampak pada pengguna, hama

sasaran, maupun lingkungan yang sangat berbahaya (Surbakti, 2008).

Dampak negatif penggunaan pestisida sintetik yang berspektrum luas

menyebabkan masalah pengendalian OPT menjadi lebih sulit dan kompleks serta

diikuti dengan masalah akibat residu pestisida yang mencemari hasil pertanian

dan lingkungan. Pengendalian OPT dengan pestisida nabati menjadi alternatif

yang menjanjikan oleh karena relatif sedikit menimbulkan dampak negatif

(17)

Sejauh ini pemakaian pestisida nabati aman bagi manusia, hewan, dan

lingkungan. Inilah keunggulan pestisida nabati yang sifatnya hit and run (pukul

dan lari), yaitu bila diaplikasikan akan membunuh hama pada saat itu juga dan

setelah itu residunya akan cepat menghilang/terurai di alam. Karena sifatnya yang

mudah terdegradasi ini pestisida nabati harus sering disemprotkan pada tanaman.

Alam memang telah menyediakan bahan-bahan pestisida tersebut. Berbagai

penelitian membuktikan beberapa tanaman mampu membasmi atau mengusir

hama dan penyakit tanaman, bahan-bahan alamiah tersebut hadir dalam jaringan

tumbuhan seperti daun, bunga, buah, kulit dan kayunya (Suhaya, 2008).

Pemanfaatan pestisida nabati akhir-akhir ini kembali memperoleh

perhatian untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan oleh keunggulan lain yang

dimiliki oleh pestisida nabati dibandingkan dengan pestisida kimiawi antara lain

tidak menimbulkan pencemaran, lebih bersifat spesifik, residunya relatif pendek,

mudah terurai di alam, dan kemungkinan OPT tidak mudah berkembang. Namun

demikian dalam implementasinya pestisida nabati masih kurang diminati oleh

karena tidak stabil di alam dan bersifat spesifik untuk organisme sasaran tertentu

pada fase tertentu (Mulyaman,dkk, 2000).

Telah banyak diteliti bahwasanya ekstrak tanaman tertentu mengandung

molekul, yang bekerja secara tunggal maupun berintraksi dengan molekul lain

yang mampu berperan sebagai pestisida. Cara kerja (mode of action) dapat

sebagai biotaksis (beracun), pencegah makan (antifeedant/feeding deterrent),

penolak (repellent) atau pengganggu alami, yang diperoleh dari tumbuhan

(18)

Cara pembuatan pestisida nabati dari berbagai jenis tumbuhan tidak dapat

dijelaskan secara khusus atau distandarisasi karena memang sifatnya tidak berlaku

umum.suatu ramuan pestisida nabati yang berhasil baik atau bersifat efektif

disuatu tempat belum tentu berhasil dengan baik pula di tempat lainnya karena

ramuan pestisida nabati bersifat site specific (khusus lokasi). (Kardinan, 2004).

Tujuan Penelitian

Untuk membandingkan/mendapat insektisida nabati yang lebih efektif

untuk mengendalikan hama utama P. xylostella L. dan C. binotalis Zell. pada

tanaman kubis (B. oleraceae L.)

Hipotesa Penelitian

Diantara beberapa insektisida nabati yang digunakan ada yang lebih

efektif untuk menekan hama ulat tritip (P. xylostella L.), dan ulat krop

(C. binotalis Zell.) pada tanaman kubis (B. oleraceae L.)

Kegunaan Penelitian

- Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Hama

dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,

Medan.

- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang ingin mengetahui pengaruh

insektisida nabati terhadap pengendalian hama utama P. xylostella L., dan

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Kubis (B. oleracea L. )

Semua kol yang baru tumbuh umumnya mempunyai hipokotil sepanjang 2

cm, berwarna merah. Kecuali itu kol yang berkeping dua, berakar tunggang dan

serabut. Daun pertama mempunyai tangkai yang lebih panjang dari daun yang

diatasnya. Daun membentuk roset. Apabila titik tumbuhnya mati dimakan ulat

atau patah, akan tumbuh banyak tunas. Kalau pucuk tidak patah, batang tidak bisa

bercabang (Pracaya, 2001).

Daun kol bagian luar tertutup lapisan lilin dan tidak berbulu. Daun – daun

bawah tumbuhnya tidak membengkok, dapat mencapai panjang sekitar 30 cm.

daun – daun muda yang tumbuh berikutnya mulai membengkok menutupi daun –

daun muda yang ada di atasnya. Makin lama daun muda yang terbentuk semakin

banyak sehingga seakan – akan membentuk telur atau kepala (Pracaya, 2001).

(20)

Biologi Hama P. xylostella L. (Lepidoptera: Plutellidae)

Menurut Borror, dkk (1992) kedudukan P. xylostella L. dalam sistematika

serangga adalah termasuk ordo Lepidoptera, family Plutellidae dan genus Plutella.

Telur

Di daerah panas sampai ketinggian 250 m dari permukaan laut stadium

telur hanya dua hari. Didataran tinggi berketinggian 1.100 m – 1.200 m dari

permukaan laur umumnya lebih panjang yaitu stadium telur 3-4 hari. Telurnya

biasa diletakkan pada satu daun atau pada daun lain tanaman

(Rukmana dan Sugandi, 1997).

Telur dari ngengat ini berbentuk oval dan flattened, dan panjangnya

berukuran 0,44 mm dan lebarnya 0,26 mm. telurnya berwarna kuning atau hijau

pucat, diletakkan satu-satu atau dalam kelompok besar diletakkan pada

permukaan daun, atau kadang – kadang pada bagian bawah daun tanaman.

Ngengat betina dapat menghasilkan telur sebanyak 250-300 telur, tetapi total telur

yang dihasilkan setiap bertelur sekitar 150 butir (Capinera, 2005).

Gambar 2. Telur P. xylostella L.

(21)

Larva

Ulat yang baru menetas berukuran panjang 1,2 mm, berwarna hijau cerah,

dengan kepala kelihatan hitam. Ulat yang sudah tumbuh sempurna ukuranya

antara 8-11 mm panjangnya, sedangkan diameternya 1,2-1,5 mm dan berwarna

kehijau-hijauan atau hijau cerah. Tubuh ulat dilengkapi dengan bulu – bulu atau

seta. Lama ulat 7-11 hari (Sudarmo,1991).

Tingkat populasi larva P. xylostella yang tinggi biasanya terjadi pada 6 – 8

minggu setelah tanam. Tingkat populasi yang tinggi dapat mengakibaatkan

kerusakan yang berat pada tanaman kubis. Hasil penelitian tahun 1975

menunjukkan bahwa kehilangan hasil yang disebabkab oleh P. xylostella bersama

– sama dengan C. binotalis dapat mencapai 100% apabila tidak digunakan

insektisida. Hal ini terjadi pada pertanaman kubis pada musim kemarau

(Permadi dan Sastrosiswojo, 1993).

(22)

Pupa

Pupa terdapat pada cocon yang terbungkus seperti sutra, biasanya tedapat

pada bagian bawah atau bagian luar daun. Warna pupa agak kekuning-kuningan

dengan panjang 7-9 mm, masa pupa adalah sekitar 8 hari (antara 5-15 hari)

(Capinera, 2005).

Gambar 4. Pupa P. xylostella L. Sumber: Foto Langsung

Imago

Ngengat berwarna abu-abu sampai coklat kelabu dan pada saat sayap

dilipat nampak tiga buah tanda berupa gelombang seperti berlian (diamond) atau

terdapat bentuk segitiga sepanjang punggungnya. Ngengat beristirahat pada siang

hari. Umur ngengat 2 - 4 minggu. Ngengat betina mampu menghasilkan telur

180 - 320 butir (Deptan, 2008).

Daur hidup di daerah dingin sekitar 3 minggu sedangkan di daerah panas

(23)

Gambar 5. Imago P. xylostella L. Sumber: http://ditlin.hortikultura.go.id

Gejala Serangan

Ulat tritip disebut juga larva kupu-kupu punggung berlian. Ulat yang

termasuk family Plutellidae dan ordo Lepidoptera ini menyerang kubis yang

masih muda di persemaian maupun yang sudah dewasa di lapangan. Kubis yang

terserang ulat tritip, pada daun tampak adanya bercak- bercak berwarna putih.

Selanjutnya bercak tersebut akan berlubang jika telah mengering. Jika

serangannya berat, kubis tinggal daunnya saja (Pracaya, 2001).

Larva (ulat) muda yang baru menetas, mengorok daun kubis selama 2 - 3

hari. Selanjutnya memakan jaringan bagian permukaan bawah daun atau

permukaan atas daun dan meninggalkan lapisan tipis/transparan sehingga daun

seperti berjendela dan akhirnya sobek serta membentuk lubang. Apabila tingkat

populasi larva tinggi hampir seluruh daun dimakan dan hanya tulang daun yang

(24)

- 8 minggu.Ulat daun kubis mulai menyerang sejak awal pra pembentukan krop (0

– 49) hari setelah tanam = hst) sampai fase pembentukan krop (49 - 85 hst)

(Deptan, 2008).

Gambar 6. Gejala Serangan P. xilostella L. Sumber : foto langsung

Biologi Hama C. binotalis Zell. (Lepidoptera: Pyralidae)

Menurut Kalshoven (1981) kedudukan C. binotalis Zell. dalam sistematika

serangga adalah termasuk Ordo Lepidoptera, Famili Pyralidae, Genus

Crocidolomia.

Telur

Selama hidupnya mampu bertelur sebanyak 330 – 1.400 butir. Telur

diletakkan secara berkelompok pada bagian bawah permukaan daun dengan

ukuran 3mm x 5mm. Setiap kelompok terdiri atas 30 – 50 butir telur

(Rukmana dan Sugandi, 1997).

Telurnya pipih membulat. Telur yang baru diletakkan berwarna hijau,

(25)

menjelang saat penetasan berwarna hitam kehijau – hijauan. Telur - telur ini oleh

ngengat betina diletakkan setiap saat, dengan masa penetasan sekitar 4 hari

(Sudarmo, 1991).

Gambar 7. Telur C. binotalis Zell. Sumber : http://ditlin.hortikultura.go.id

Larva

Telur yang baru menetas berwarna hijau kekuning-kuningan dengan

kepala berwarna coklat. Namun setelah ulat tumbuh sempurna warnanya coklat

sampai hijau gelap, dengan garis- garis pada tubuhnya. Ulat mengalami 5 instar,

dengan lama hidup 14 hari (Sudarmo, 1991).

Larva yang masih muda, hidup secara gregarious (berkelompok), pada

bagian bawah daun kubis. Mereka menghindari cahaya. Memakan daun – daun

kubis, khususnya yang masih muda, titik tumbuh juga diserang. Pewarnaan larva

bervariasi, tetapi hampir semua berwarna hijau dan terdapat batas garis- garis

pada punggung dan tanda – tanda lateral gelap atau hitam, lapisan – lapisan kitin

ditumbuhi bulu – bulu. Bagian lateral dan ventral berwarna kekuning – kuningan.

(26)

Larva yang baru keluar dari telur, berbentuk silindris dan tubuhnya

berwarna kuning muda pucat agak transparan, kepalanya berwarna kehitaman.

Larva terdiri atas 5 instar dan biasanya dijumpai berkelompok pada bagian bawah

daun kubis. Bagian daun bekas dimakan oleh kelompok larva muda ini biasanya

tampak bercak putih, yaitu warna lapisan epidermis permukaan atas daun yang

tersisa tidak ikut dimakan dan kemudian berlubang setelah lapisan epidermis

kering. Setelah mencapai instar ketiga, larva memencar dan mulai menyerang

daunyang lebih dalam dan sering kali masuk ke pucuk tanaman serta

menghancurkan titik tumuh. Apabila serangan terjadi pada kubis yang telah

membentuk krop, larva instar ketiga menggerek ke bagian krop dan merusak

tanaman ini. Daur hidup dari telur hingga dewasa lamanya 38-48 hari

(Permadi dan Sastrosiswojo, 1993).

Gambar 8. Larva C. binotalis Zell. Sumber: Foto Langsung

Pupa

Pupanya berwarna coklat kemerah-merahan. Pupa betina berukuran lebih

(27)

10-13 mm. pupanya berada dalam tanah, masa pupa sekitar 9 hari

(Sudarmono, 1991).

Gambar 9. Pupa C. binotalis Zell. Sumber: http://ditlin.hortikultura.go.id

Imago

Ngengat berwarna kelabu, pada sayap depan terdapat garis-garis pucat

serta titik-titik. Ngengat aktif pada malam hari dan tidak tertarik cahaya. Lamanya

daur hidup (dari telur - ngengat) sekitar 26 hari.Telur umumnya dijumpai pada

permukaan bawah daun diletakkan secara berkelompok seperti susunan genteng

berukuran 3 x 5 mm bervariasi antara 55 - 285 butir (Deptan, 2008).

Ngengat jantan biasanya memiliki tubuh yang ramping dan lebih panjang

dari ngengat betina. Panjang sayap jantan 20-25 mm dan panjang tubuhnya 11-14

mm. panjang sayap betina 18-25 mm dan panjangnya 8-11 mm. warna ngengat

jantan dan betina sangat bervariasi menggambarkan warna antara abu-abu dan

(28)

Gambar 10. Imago C. binotalis Zell.

Sumber : http://ditlin.hortikultura.go.id

Gejala serangan

Daun yang diserang ulat titik tumbuh (C. binotalis Zell.) terutama daun

muda, kemudian hama merambat ke titik tumbuh sehingga semua daun muda

habis. Bila serangannya hebat, kubis akan mati karena kubis tidak mendapat

kesempatan membentuk tunas baru. Akhirnya busuk, karena terinfeksi penyakit

(Pracaya, 2001).

Ulat krop dikenal sebagai hama yang sangat rakus secara berkelompok

dapat menghabiskan seluruh daun dan hanya meninggalkan tulang daun saja. Pada

populasi tinggi terdapat kotoran berwarna hijau bercampur dengan benang-benang

sutera. Ulat krop juga masuk dan memakan krop sehingga tidak dapat dipanen

sama sekali. Larva muda memakan daun dan meninggalkan lapisan epidermis

yang kemudian berlubang setelah lapisan epidermis kering. Setelah mencapai

instar ketiga larva memencar dan menyerang daun bagian lebih dalam menggerek

(29)

fase awal pra pembentukan krop (0 – 49) hari setelah tanam (hst) sampai fase

pembentukan krop (49 - 85 hst) (Deptan, 2008).

Gambar 11. Gejala Serangan C. binotalis Zell. Sumber : foto langsung

Insektisida Nabati

Daun Sirsak

Sirsak dapat tumbuh hampir disemua tempat sampai ketinggian 900 m dpl.

Sirsak merupakan pohon dengan tinggi dapat mencapai sekitar 8m. Batang

berkayu, bulat dan bercabang. Daun tunggal, bulat telur, ujung runcing, tepi rata,

panjang antara 6-18 cm, dan berwarna hijau kekuningan. Bunga tunggal terletak

pada batang dan ranting, ukuran kelopak kecil, dan berwarna kuning keputihan

atau kuning muda. Buah majemuk, bulat telur, panjang 15-35 cm, diameter 10-15

cm, dan berwarna hijau. Biji bulat telur, keras dan berwarna hitam

(Mulyaman,dkk, 2000).

Untuk ramuan insektisida nabati, daundan biji sirsak perlu dihaluskan

sebelum dicampur dengan pelarut. Buah yang mentah, biji daun, dan akarnya

(30)

larvasida, repellent (penolak serangga) dan antifeedant (penghambat makan)

dengan cara kerja racun kontak dan racun perut (Surbakti, 2008).

Dari tanaman sirsak telah berhasil diisolasi beberapa senyawa acetogenin

antara lain asimisin, bulatacin, dan squamosin. Pada konsentrasi tinggi,

acetogenin akan bersifat anti feedant bagi serangga, sehingga menyebabkan

serangga tidak mau makan. Pada konsentrasi rendah bersifat racun perut dan dapat

menyebabkan kematian. Senyawa acetogenin bersifat sitotoksin sehingga

menyebabkan kematian sel. Bulatacin diketahui menghambat kerja enzim NADH

ubiquinone reduktase yang diperlukan dalam reaksi respirasi di mitokondria

(Mulyaman,dkk, 2000).

Gambar 12. Daun Sirsak Sumber: Foto Langsung

Daun Babadotan

Babadotan merupakan tumbuhan herba setahun yang tingginya dapat

mencapai 30-90 cm dan tumbuh tegak atau batang bawah berbaring. Batang bulat

berambut panjang dan bercabang. Daun tunggal, bertangkai, bentuk bulat telur,

tepi bergerigi, ujung runcing, pangkal membulat, panjang 3-4 cm, lebar 1-2,5 cm

(31)

daun, panjang 6-8 cm, berwrna putih dan ungu dan tiap tangkai berkumpul 3 atau

lebih kuntum bunga majemuk. Biji kecil hitam. Akar tunggang (Kardinan, 2004).

Untuk insektisida nabati daun babadotan dapat langsung dihaluskan

dengan mixer atau ditumbuk secara manual dan dicampur dengan pelarut. Daun

dan bunganya mengandung saponin, flavanoid dan polifenol. Selain itu daunnya

mengandung minyak asiri (Kardinan, 2004).

Tumbuhan ini telah berhasil diisolasi dua senyawa aktif yang diberi nama

precocene I dan precocene II, yang dikenal sebagai senyawa anti hormon,

juvenile, yaitu hormone yang diperlukan oleh serangga selama metamorphosis

dan reproduksi. Pemberian senyawa precocene akan menyebabkan metamorfosis

dini dewasa yang steril, diapause, dan terganggunya reproduksi feromon. Bekerja

sebagai racun kontak dan racun perut (Deptan, 1994).

Gambar 13. Daun Babadotan Sumber: Foto Langsung

Daun Nimba

Nimbi merupakan tanaman pohon dengan tinggi 10-15 m. batang tegak,

berkayu, berbentuk bulat, permukaan kasar, dan berwarna coklat. Daun majemuk,

(32)

meruncing, tulang daun menyirip, panjang 5-7 cm, lebar 3-4 cm, tangkai daun

panjangnya 8-20 cm dan berwarna hijau. Bunga majemuk berkelamin dua, letek di

ujung cabang, tangkai silindris dan berwarna putih kekuningan. Buah bulat telur

dan berwarna hijau. Biji bulat,diameter ± 1 cm dan berwarna putih. Akar

tunggang (Mulyaman,dkk, 2000).

Daun mengandung 57 senyawa limonoid dengan zat bioaktif utama

azadiracktin (C35 H44 O16). Zat bioaktif ini mempunyai daya kerja sebagai zat

penolak, pencegah nafsu makan, penghambat tumbuh, larvasida (untuk

mengendalikan larva). Sifat penting azadirachtin adalah fitotoksisitasnya kecil

atau tidak ada pada dosis efektif, tidak toksik untuk manusia dan vertebrata

lainnya, daya kerja utama adalah antifeedant untuk serangga hama

(Mulyaman,dkk, 2000).

Daun mengandung paraisin, suatu alkaloid dan komponen minyak atsiri

mengandung senyawa sulfida. Nimba juga memiliki efek anti serangga atau

insektisida. Keracunan dapat menyebabkan iritasi mata dan jaringan lunak, serta

kemungkinan sebagai penyebab konjugtivitas dan inflamasi (Oxivar, 2007).

(33)

Daun Serai

Serai merupakan tumbuhan herba menahun dan merupakan jenis

rumput-rumputan dengan tinggi antara 50-100 cm. Daun tunggang berjumbai, panjang

sekitar 1 m, lebar 1,5 cm, tepi kasar dan tajam, tulang daun sejajar, permukaan

atas dan bawah berambut, serta berwarna hijau muda. Batang tidak berkayu,

beruas-ruas pendek dan berwarna putih. Bunga majemuk, terletak dalam satu

tangkai, dan berwarna putih. Buah pipih dan berwarna putih kekuningan. Biji

bulat panjang dan berwarna coklat. Akar serabut (Kardinan, 2004).

Serai mengandung minyak asiri yang terdiri atas senyawa sitral, sitronela,

geraniol, mirsena, nerol, farnesol, metal heptenon dan dipentena (Kardinan, 2004).

Banyak penelitian mengenai kandungan kimia tanaman serai. Minyak

atsiri serai terdiri dari senyawa sitral, sitronela, geraniol, mirsena, famesol, metal

heptenol, nerol, dan dipentena. Kandungan yang paling besar adalah sitronela

yaitu sebesar 35 % dan graniol 35-40 %. Senyawa sitronela mempunyai sifat

racun dehidrasi (desiccant). Raun tersebut merupakan racun kontak yang dapat

menyebabkan kematian karena kehilangan cairan terus menerus. Serangga yang

terkena racun ini akan mati karena kekurangan cairan (Enj Crop Weblog, 2008).

(34)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP)

Kabupaten Karo, Desa Kuta Gadung dengan ketinggian tempat 1.250 m diatas

permukaan laut. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai bulan

Desember 2009.

Bahan dan Alat

Bahan – bahan yang digunakan antara lain bibit kubis, daun sirsak

(Annona muricata L.), daun serai (Andropogon nardius), babadotan

(Ageratum conyzoides L.), daun nimba (Azadirachta indica L.) air, deterjen

sebagai perekat, pupuk dan insektisida Curacron 500 EC.

Alat – alat yang dipergunakan antara lain cangkul, meteran, knapsack –

sprayer (volume 5 liter), gembor, plat, meteran, alat tulis, kalkulator, timbangan,

pisau, blender, dan detergen sebagai perekat.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lapangan dengan menggunakan Metode

Rancangan Acak Kelompok (RAK) non-faktorial yang terdiri dari 6 perlakuan

dan masing – masing diulang 4 kali. Adapun perlakuan yang diuji adalah:

M01= Kontrol (tanpa perlakuan)

M02= Pembanding (insektisida Curacron 500 EC)

M1 = Larutan daun sirsak (Annona muricata L.)

(35)

M3 = Larutan daun nimba (Azadirachta indica L.)

M4 = Larutan daun serai (Andropogon nardius L.)

Model linier dari rancangan yang digunakan adalah:

Yij = µ + αi + βj + εij

Dimana:

Yij = nilai pengamatan dari ulangan ke – i dengan perlakuan ke – j µ = nilai tengah umum

αi = pengaruh ulangan ke-i

βj = pengaruh dari perlakuan ke-j

εij = galat percobaan dalam unit percobaan ulangan ke-i yang mendapat perlakuan ke-j

Jika analisis sidik ragam menunjukkan beda nyata atau sangat nyata, maka

dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (DMRT) (Bangun, 1991).

Pelaksanaan Penelitian

Pengolahan Lahan

Lahan dibersihkan dari gulma dan sisa – sisa tanaman dengan

menggunakan babat kemudian dikumpulkan dan dibakar. Tanah dicangkul

sedalam 30-40 cm lalu dilakukan pengapuran dan dibiarkan selama 3-4 hari

supaya mendapat sinar matahari, kemudian tanah dicangkul kembali sampai tanah

homogen sambil dibersihkan dari sisa akar gulma maupun tanaman. selanjutnya

tanah diratakan dan dibuat plot – plot dengan ukuran 3 m x 3,6 m sebanyak 24

plot, kemudian dibuat lubang tanam dan dimasukkan pupuk kandang sekitar

19 ton/ha, pupuk N 370 kg/ha, pupuk P 85 kg/ha dan pupuk K 480 kg/ha ditutup

(36)

Pembibitan

Terlebih dahulu bibit kubis disemai, setelah disemai siram persemaian

dengan hati-hati sehingga tidak merusak bibit yang telah disemai rapi. Setelah

bibit berumur 3 minggu dapat dipindahkan ke pertanaman.

Penanaman

Setelah bibit kubis berumur 3 minggu dipembibitan maka sudah siap

dipindahkan ke pertanaman. Jarak tanam 60 cm x 60 cm dengan bentuk segi

empat. Diambil bibit dari persemaian diusahakan akar serabut tidak banyak yang

rusak. Tanam bibit tersebut sedalam leher akar, akar serabut diatur dalam keadaan

tersebar, sedang akar tunggang dimasukkan ke lubang dalam keadaan tegak lurus.

Tutup lubang dengan tanah halus, lalu tekan pelan – pelan tanah sekitarnya

usahakan tanaman dalam posisi tegak lurus.

Pemeliharaan

Jika hujan tidak turun setelah tanam maka dilakukan penyiraman sampai

tanaman tumbuh, penyiraman dilakukan setiap sore hari. Bila ada bibit yang mati

atau pertumbuhannya kurang baik maka dilakukan penyulaman. Penyulaman tidak

boleh lebih dari 10 hari, karena jika lebih maka pertumbuhan menjadi kurang

seragam. Saat tanaman berumur 25 hst dilakukan pemupukan susulan dengan

dosis ½ pemupukan awal. Ditentukan tanaman sample sebanyak 120 tanaman

untuk diamati setiap satu minggu sekali.

Pembuatan Larutan Insektisida Nabati

Bagian yang segar (daun) dicuci untuk membersihkan dari kotoran yang

(37)

dan disaring agar tidak terdapat kotoran yang menyumbat nozel atau sprayer.

Larutan dibiarkan selama 24 jam. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki

knapsack untuk segera diaplikasikan dengan volume larutan sebanyak 400 l/ha.

Aplikasi dilakukan 30 hst dengan interval waktu 1 minggu sekali. Waktu aplikasi

pada pagi hari pukul 07.30 pagi (Mulyaman, dkk, 2000).

Pemanenan

Panen dilakukan apabila krop telah menjadi keras, bisa dirasakan dengan

memegang atau menekan kepala kubis tersebut. Lalu potong krop dengan

menggunakan pisau yang tajam. Dalam pemanenan ini harus hati – hati karena

kubis ini sangat mudah rusak. Setelah dipanen dipisah antara kubis yang bagus

dan yang kurang bagus untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

Peubah Amatan

Jumlah Populasi

Pengamatan jumlah populasi dilakukan dengan cara mengamati setiap

daun pada 120 tanaman sample dengan gejala serangan hama P.xylostella L. yang

menyerang tanaman kubis. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui

perkembangan populasi hama. Dilakukan satu hari sebelum aplikasi setiap 1

minggu sekali sejak tanaman berumur 29 hst.

Pengamatan jumlah populasi dilakukan dengan cara mengamati setiap

krop pada 120 tanaman sample dengan gejala serangan hama C. binotalis Zell.

yang menyerang tanaman kubis. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui

perkembangan populasi hama. Dilakukan satu hari sebelum aplikasi setiap 1

(38)

Persentase Serangan

Persentase serangan dihitung dengan cara menghitung 120 jumlah

tanaman sample yang terserang dan membagikannya dengan jumlah seluruh

tanaman dan dikalikan 100%. Pengamatan dilakukan satu hari sebelum aplikasi

setiap minggunya. Persentase serangan ini dapat dihitung dengan rumus:

%

P = persentase serangan (%) a = jumlah tanaman yang terserang b = jumlah tanaman yang tidak terserang

(Dirjen Pangan, 1999).

Produksi

Produksi dihitung dengan menghitung berat crop tanaman kubis/ plot lalu

dikonversikan ke ton dan hektar (ha).

Keterangan:

Y=produksi dalam ton/Ha X=produksi dalam kg/plot L=luas plot (m2)

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Parameter yang diamati selama penelitian ini adalah jumlah populasi,

persentase serangan dari hama P.xylostella L.dan C.binotalis Zell., serta produksi.

Hasil yang diperoleh selama penelitian ini adalah sebagai berikut:

Jumlah Populasi P.xylostella L.

Data pengamatan jumlah populasi P.xylostella L. dari pengamatan pertama

sampai pengamatan kedelapan dan daftar sidik ragamnya masing-masing dapat

dilihat pada Lampiran 2,3,4,5,6,7,8,9.

Pengujian dengan uji jarak Duncan terhadap rataan jumlah populasi pada

lampiran dapat dilihat pada Table 1.

Tabel 1. Rataan Populasi P.xylostella L. pada pengamatan 29(I), 36(II), 43(III), 50(IV),57(V),64(VI),71(VII), dan 78(VIII) hst.

Perlakua Keterangan: Notasi huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan beda

nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan.

Dari Table 1 dapat dilihat bahwa pada pengamatan kedua sampai keempat

terjadi peningkatan populasi. Hal ini disebabkan karena pada saat pengamatan

pertama sebelum dilakukan pengaplikasian insektisida nabati populasi dari hama

(40)

Dari Table 1 dapat hilihat bahwa insektisida nabati yang paling efektiv

untuk mengendalikan P.xylostella adalah larutan daun nimba (M3) dibandingkan

dengan perlakuan kontrol (MO1) tanpa perlakuan karena memiliki notasi yang

berbeda nyata. Selain itu jika larutan daun nimbi (M3) dibandingkan dengan

insektisida nabati lain yang digunakan antara lain larutan daun sirsak (M1),

larutan daun babadotan (M2) dan larutan daun serai (M4) juga terdapat notasi

yang berbeda nyata dimana larutan daun nimba lebih efektif untuk mengendalikan

P.xylostella. Hal ini disebabkab karena insektisida nabati bersifat spesifik dalam mengendalikan hama tertentu dilapangan sehingga diantara insektisida nabati

yang digunakan larutan daun nimba yang paling spesifik untuk mengendalikan

P.xylostella. Hal ini sesuai dengan literature yang dikemukakan Mulyaman,dkk (2000) yang menyatakan bahwa keunggulan lain yang dimiliki oleh pestisida

nabati dibandingkan dengan pestisida kimiawi antara lain tidak menimbulkan

pencemaran, lebih bersifat spesifik, residunya relatif pendek, mudah terurai di

alam, dan kemungkinan OPT tidak mudah berkembang.

Dari Tabel 1. dapat dilihat juga bahwa larutan daun nimba (M3) jika

dibandingkan dengan insektisida kimia terdapat notasi yang berbeda nyata.

Penggunaan insektisida kimia masih lebih efektiv dalam mengendalikan hama

P.xylostella di lapangan. Akan tetapi jika dilihat dari dampak negatif penggunaan insektisida kimia yang berlebihan bagi lingkungan dan tanaman, sehingga

penggunaan insektisida nabati dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk

mengurangi penggunaan insektisida kimia di lapangan. Sehingga pengendalian

terhadap terhadap organism pengganggu tanaman dilapangan tidak hanya

(41)

Tingkat jumlah populasi P.xylostella selama penelitian dengan tingkat

perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Histogram jumlah populasi (ekor) P.xylostella dengan beberapa tingkat perlakuan.

Jumlah Populasi C. binotalis Zell.

Data pengamatan jumlah populasi C. binotalis Zell. dari pengamatan

pertama sampai pengamatan keenam dan daftar sidik ragamnya masing-masing

dapat dilihat pada Lampiran 10, 11, 12, 13, 14, 15.

Pengujian dengan uji jarak Duncan terhadap rataan jumlah populasi dapat

dilihat pada Tabel 2.

Table 2. Rataan jumlah populasi C. binotalis Zell. pada pertanaman kubis pengamatan 43(I), 50(II), 57(III), 64(IV), 71(V), 78(VI) hst.

Perlakuan Pengamatan

Keterangan: Notasi huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan.

(42)

Dari Table 2 dapat dilihat bahwa insektisida nabati yang paling efektiv

untuk mengendalikan C.binotalis adalah larutan daun babadotan (M2) dan larutan

daun nimba (M3) dibandingkan dengan perlakuan kontrol (MO1) tanpa perlakuan

karena memiliki notasi yang berbeda nyata. Dibandingkan dengan insektisida

nabati lain yang digunakan antara lain larutan daun sirsak (M1), dan larutan daun

serai (M4) juga terdapat notasi yang berbeda nyata dimana larutan daun babadotan

(M2) dan larutan daun nimbi (M3) lebih efektif untuk mengendalikan C.binotalis.

Hal ini disebabkan karena insektisida nabati mampu membasmi atau mengusir

hama di lapangan sesuai dengan spesifik insektisida nabati itu untuk

mengendalikan hama sasaran tertentu. Karena setiap insektisida nabati memiliki

kandungan zat tertentu yang berperan sebagai pestisida yang memiliki cara kerja

yang berbeda – beda. Hal ini sesuai dengan literature yang dikemukakan

Suryaningsih dan Hadisoeganda (2004) yang menyatakan bahwa cara kerja (mode

of action) pestisida nabati dapat sebagai biotaksis (beracun), pencegah makan

(antifeedant/feeding deterrent), penolak (repellent) atau pengganggu alami.

Dari Tabel 1. dapat dilihat juga bahwa larutan daun babadotan (M2) dan

larutan daun nimba (M3) jika dibandingkan dengan insektisida kimia terdapat

notasi yang berbeda nyata. Penggunaan insektisida kimia masih lebih efektiv

dalam mengendalikan hama C.binotalis di lapangan. Insektisida nabati ini belum

dapat digunakan sebagai satu-satunya alternatif untuk mengendalikan hama

C.binotalis di lapangan akan tetapi dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk dapat mengurangi pemakaian insektisida kimia yang sering digunakan berlebihan

di lapangan dan mengurangi efek negatif yang ditimbulkannya bagi lingkungan

(43)

Tingkat jumlah populasi C.binotalis selama penelitian dengan tingkat

perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Histogram jumlah populasi (ekor) C.binotalis dengan beberapa tingkat perlakuan.

Persentase Serangan P.xylostella L.

Data pngamatan persentase serangan P.xylostella L. dari pengamatan

pertama sampai pengamatan kedelapan dan daftar sidik ragamnya masing-masing

dapt dilihat pada Lampiran 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23.

Pengujian dengan uji jarak Duncan terhadap rataan persentase serangan

pada lampiran dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan Persentase Serangan P.xylostella L. pada pengamatan 29(I), 36(II), 43(III), 50(IV), 57(V), 64(VI), 71(VII), dan 78(VIII) hst.

Perlakuan Pengamatan

Keterangan: Notasi huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan.

(44)

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa persentase serangan P.xylostella yang

terendah terdapat pada parlakuan M3 (larutan daun nimba) memiliki notasi yang

berbeda nyata dengan perlakuan MO1 (kontrol). Larutan daun nimbi (M3)

dibandingkan dengan perlakuan yang menggunakan insektisida nabati yang lain

seperti M1 (larutan daun sirsak), M2 (larutan daun babadotan) dan M4 (larutan

daun serai) juga memiliki notasi yang berbeda nyata terhadap persentase serangan

dari hama P.xylostella. Sehingga dapat disimpulkan bahwa insektisida nabati yang

paling efektif untuk menekan persentase serangan serangan dari P.xylostella

adalah larutan daun nimba (M3).

Tabel 2 juga menunjukkan bahwa dari pengamatan pertama sampai

pengamatan ketiga persentase serangan P.xylostella semakin menurun, tetapi

pada pengamatan keempat mulai meningkat dan tertinggi pada pengamatan

kelima selanjutnya menurun kembali. Hal ini disebabkan karena populasi hama ini

biasanya memiliki tingkat serangan tertinggi pada saat tanaman berumur 6-8

minggu setelah tanam. Akan tetapi populasinya akan menurun jika umur tanaman

semakin tua dan krop sudah mengeras. Hal ini sesuai dengan literatur

Permadi dan Sastrosiswojo (1993) yang menyatakan bahwa tingkat populasi larva

P. xylostella yang tinggi biasanya terjadi pada 6 – 8 minggu setelah tanam. Tingkat populasi yang tinggi dapat mengakibaatkan kerusakan yang berat pada

(45)

Tingkat persentase serangan P.xillostella selama penelitian dengan tingkat

perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Histogram persentase serangan (%) P.xillostella dengan beberapa tingkat perlakuan.

Persentase Serangan C. binotalis Zell.

Data pengamatan persentase serangan C. binotalis Zell. dari pengamatan

pertama sampai pengamatan keenam dan daftar sidik ragamnya masing-masing

dapat dilihat pada Lampiran 24,25,26,27,28, dan 29.

Pengujian dengan uji jarak Duncan terhadap rataan persentase serangan

pada lampiran dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Persentase Serangan C. binotalis Zell. pada pertanaman kubis pengamatan 43(I), 50(II), 57(III), 64(IV), 71(V), 78(VI)hst.

Perlakuan Pengamatan

Keterangan: Notasi huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan.

(46)

Dari Tabel 4. dapat dilihat bahwa persentase serangan terendah terdapat

pada perlakuan M2 (larutan daun babadotan) dan M3 (larutan daun nimba)

memiliki notasi yang berbeda nyata dengan perlakuan MO1 (kontrol) dengan

persentase serangan tertinggi. Persentase serangan perlakuan M3 (larutan daun

nimba) juga memiliki notasi yang berbeda nyata jika dibandingkan dengan

insektisida nabati yang digunakan pada perlakuan M1 (larutan daun sirsak) dan

M4 (larutan daun serai). Maka dapat diketahui bahwa dari beberapa insektisida

nabati yang digunakan yang paling efektiv untuk menekan persentase serangan

dari hama C.binotalis adalah larutan daun babadotan(M2) dan larutan daun nimbi

(M3).

Pada Table 4 dapat dilihat bahwa pada pengamatan pertama sampai ketiga

jumlah populasi dari hama C. binotalis sangat sedikit ditemukan dan mulai

pengamatan keempat terjadi peningkatan hal ini disebabkan karena biasanya hama

ini aktif menyerang tanaman kubis berumur 49-85 hst pada saat tanaman kubis

mulai membentuk krop. Hal ini sesuai dengan literatur Deptan (2008) yang

menyatakan setelah mencapai instar ketiga larva memencar dan menyerang daun

bagian lebih dalam menggerek ke dalam krop dan menghancurkan titik tumbuh.

Ulat krop dapat menyerang sejak fase awal pra pembentukan krop (0 – 49) hari

(47)

Tingkat persentase serangan C.binotalis selama penelitian dengan tingkat

perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Histogram persentase serangan (%) C.binotalis dengan beberapa tingkat perlakuan

Produksi

Data pengamatan produksi dan daftar sidik ragamnya dapat dilihat pada

Lampiran 30. Dari hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan dengan

larutan babadotan dan nimba memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah

produksi yang dihasilkan.

Pengujian dengan uji jarak Duncan terhadap rataan produksi kubis pada

lampiran yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Produksi Krop Kubis (ton/ha).

Perlakuan Produksi

I

Keterangan: Notasi huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan

(48)

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa pemberian perlakuan menunjukkan

pengaruh yang nyata terhadap jumlah produksi yang dihasilkan. Produksi tertinggi

terdapat pada perlakuan M3 yaitu 35.64 ton/ha. Produksi terendah terdapat pada

perlakuan MO1 yaitu 28.74 ton/ha. Hal ini berarti bahwa pemberian beberapa

insektisida nabati memiliki tingkat keefektifan yang berbeda. Dapat dilihat dari

pengaplikasian masing-masing insektisida nabati dimana semakin efektif dapat

menurunkan jumlah populasi dan persentase serangan sehingga diikuti dengan

kehilangan hasil yang semakin kecil.

Tingkat hasil produksi selama penelitian dengan tingkat perlakuan yang

berbeda dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Histogram Hasil Produksi dengan beberapa tingkat perlakuan

Penggunaan insektisida kimia dalam penelitian ini berfungsi sebagai

pembanding bagi insektisida nabati, untuk mengetahui seberapa besar keefektifan

dari setiap insektisida nabati untuk mengendalikan hama P.xylostella dan

C.binotalis. Dari setiap pengamatan diketahui bahwa insektisida kimia itu lebih efektif dari insektisida nabati dapat dilihat dari sedikitnya jumlah populasi dan

(49)

persentase serangan hama yang ada pada perlakuan insektisida kimia. Disamping

keefektifannya insektisida kimia ini memiliki pengaruh yang kurang baik bagi

lingkungan dan mahluk hidup. Penggunaan insektisida nabati dapat bermanfaat

(50)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Insektisida nabati yang paling efektif untuk mengendalikan P.xylostella L.

adalah larutan daun nimba (M3), dan untuk mengendalikan C.binotalis Zell.

adalah larutan babadotan (M2) dan nimba (M3).

2. Jumlah populasi P.xylostella L. tertinggi terdapat pada perlakuan MO1

(kontrol) sebesar 14,5 ekor dan terendah pada perlakuan M3 (larutan nimba)

yaitu sebesar 0,5 ekor.

3. Jumlah populasi C.binotalis Zell. tertinggi terdapat pada perlakuan

MO1(kontrol) sebesar 25.5 ekor dan terendah pada perlakuan M2 (larutan

babadotan) yaitu sebesar 2,5 ekor.

4. Pesentase serangan P.xylostella L. tertinggi terdapat pada perlakuan M01

(kontrol) sebesar 90% dan terendah pada perlakuan M3 (larutan nimba) yaitu

sebesar 10%.

5. Persentase serangan C.binotalis Zell. tertinggi pada perlakuan M01 (kontrol)

sebesar 50% dan terendah pada perlakuan M2 (larutan babadotan) dan M3

(larutan nimba) sebesar 5%.

6. Hasil produksi yang dihasilkan tertinggi terdapat pada perlakuan M3 (larutan

nimba) yaitu 40.76 ton/ha dan terendah terdapat pada perlakuan MO1 (kontrol)

yaitu 27.77 ton/ha.

Saran

Disarankan agar dilakukan pengendalian P.xylostella L. dengan larutan

(51)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP)

Kabupaten Karo, Desa Kuta Gadung dengan ketinggian tempat 1.250 m diatas

permukaan laut. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai bulan

Desember 2009.

Bahan dan Alat

Bahan – bahan yang digunakan antara lain bibit kubis, daun sirsak

(Annona muricata L.), daun serai (Andropogon nardius), babadotan

(Ageratum conyzoides L.), daun nimba (Azadirachta indica L.) air, deterjen

sebagai perekat, pupuk dan insektisida Curacron 500 EC.

Alat – alat yang dipergunakan antara lain cangkul, meteran, knapsack –

sprayer (volume 5 liter), gembor, plat, meteran, alat tulis, kalkulator, timbangan,

pisau, blender, dan detergen sebagai perekat.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lapangan dengan menggunakan Metode

Rancangan Acak Kelompok (RAK) non-faktorial yang terdiri dari 6 perlakuan

dan masing – masing diulang 4 kali. Adapun perlakuan yang diuji adalah:

M01= Kontrol (tanpa perlakuan)

M02= Pembanding (insektisida Curacron 500 EC)

M1 = Larutan daun sirsak (Annona muricata L.)

(52)

M3 = Larutan daun nimba (Azadirachta indica L.)

M4 = Larutan daun serai (Andropogon nardius L.)

Model linier dari rancangan yang digunakan adalah:

Yij = µ + αi + βj + εij

Dimana:

Yij = nilai pengamatan dari ulangan ke – i dengan perlakuan ke – j µ = nilai tengah umum

αi = pengaruh ulangan ke-i

βj = pengaruh dari perlakuan ke-j

εij = galat percobaan dalam unit percobaan ulangan ke-i yang mendapat perlakuan ke-j

Jika analisis sidik ragam menunjukkan beda nyata atau sangat nyata, maka

dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (DMRT) (Bangun, 1991).

Pelaksanaan Penelitian

Pengolahan Lahan

Lahan dibersihkan dari gulma dan sisa – sisa tanaman dengan

menggunakan babat kemudian dikumpulkan dan dibakar. Tanah dicangkul

sedalam 30-40 cm lalu dilakukan pengapuran dan dibiarkan selama 3-4 hari

supaya mendapat sinar matahari, kemudian tanah dicangkul kembali sampai tanah

homogen sambil dibersihkan dari sisa akar gulma maupun tanaman. selanjutnya

tanah diratakan dan dibuat plot – plot dengan ukuran 3 m x 3,6 m sebanyak 24

plot, kemudian dibuat lubang tanam dan dimasukkan pupuk kandang sekitar

19 ton/ha, pupuk N 370 kg/ha, pupuk P 85 kg/ha dan pupuk K 480 kg/ha ditutup

(53)

Pembibitan

Terlebih dahulu bibit kubis disemai, setelah disemai siram persemaian

dengan hati-hati sehingga tidak merusak bibit yang telah disemai rapi. Setelah

bibit berumur 3 minggu dapat dipindahkan ke pertanaman.

Penanaman

Setelah bibit kubis berumur 3 minggu dipembibitan maka sudah siap

dipindahkan ke pertanaman. Jarak tanam 60 cm x 60 cm dengan bentuk segi

empat. Diambil bibit dari persemaian diusahakan akar serabut tidak banyak yang

rusak. Tanam bibit tersebut sedalam leher akar, akar serabut diatur dalam keadaan

tersebar, sedang akar tunggang dimasukkan ke lubang dalam keadaan tegak lurus.

Tutup lubang dengan tanah halus, lalu tekan pelan – pelan tanah sekitarnya

usahakan tanaman dalam posisi tegak lurus.

Pemeliharaan

Jika hujan tidak turun setelah tanam maka dilakukan penyiraman sampai

tanaman tumbuh, penyiraman dilakukan setiap sore hari. Bila ada bibit yang mati

atau pertumbuhannya kurang baik maka dilakukan penyulaman. Penyulaman tidak

boleh lebih dari 10 hari, karena jika lebih maka pertumbuhan menjadi kurang

seragam. Saat tanaman berumur 25 hst dilakukan pemupukan susulan dengan

dosis ½ pemupukan awal. Ditentukan tanaman sample sebanyak 120 tanaman

untuk diamati setiap satu minggu sekali.

Pembuatan Larutan Insektisida Nabati

Bagian yang segar (daun) dicuci untuk membersihkan dari kotoran yang

(54)

dan disaring agar tidak terdapat kotoran yang menyumbat nozel atau sprayer.

Larutan dibiarkan selama 24 jam. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki

knapsack untuk segera diaplikasikan dengan volume larutan sebanyak 400 l/ha.

Aplikasi dilakukan 30 hst dengan interval waktu 1 minggu sekali. Waktu aplikasi

pada pagi hari pukul 07.30 pagi (Mulyaman, dkk, 2000).

Pemanenan

Panen dilakukan apabila krop telah menjadi keras, bisa dirasakan dengan

memegang atau menekan kepala kubis tersebut. Lalu potong krop dengan

menggunakan pisau yang tajam. Dalam pemanenan ini harus hati – hati karena

kubis ini sangat mudah rusak. Setelah dipanen dipisah antara kubis yang bagus

dan yang kurang bagus untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

Peubah Amatan

Jumlah Populasi

Pengamatan jumlah populasi dilakukan dengan cara mengamati setiap

daun pada 120 tanaman sample dengan gejala serangan hama P.xylostella L. yang

menyerang tanaman kubis. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui

perkembangan populasi hama. Dilakukan satu hari sebelum aplikasi setiap 1

minggu sekali sejak tanaman berumur 29 hst.

Pengamatan jumlah populasi dilakukan dengan cara mengamati setiap

krop pada 120 tanaman sample dengan gejala serangan hama C. binotalis Zell.

yang menyerang tanaman kubis. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui

perkembangan populasi hama. Dilakukan satu hari sebelum aplikasi setiap 1

(55)

Persentase Serangan

Persentase serangan dihitung dengan cara menghitung 120 jumlah

tanaman sample yang terserang dan membagikannya dengan jumlah seluruh

tanaman dan dikalikan 100%. Pengamatan dilakukan satu hari sebelum aplikasi

setiap minggunya. Persentase serangan ini dapat dihitung dengan rumus:

%

P = persentase serangan (%) a = jumlah tanaman yang terserang b = jumlah tanaman yang tidak terserang

(Dirjen Pangan, 1999).

Produksi

Produksi dihitung dengan menghitung berat crop tanaman kubis/ plot lalu

dikonversikan ke ton dan hektar (ha).

Keterangan:

Y=produksi dalam ton/Ha X=produksi dalam kg/plot L=luas plot (m2)

(56)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Parameter yang diamati selama penelitian ini adalah jumlah populasi,

persentase serangan dari hama P.xylostella L.dan C.binotalis Zell., serta produksi.

Hasil yang diperoleh selama penelitian ini adalah sebagai berikut:

Jumlah Populasi P.xylostella L.

Data pengamatan jumlah populasi P.xylostella L. dari pengamatan pertama

sampai pengamatan kedelapan dan daftar sidik ragamnya masing-masing dapat

dilihat pada Lampiran 2,3,4,5,6,7,8,9.

Pengujian dengan uji jarak Duncan terhadap rataan jumlah populasi pada

lampiran dapat dilihat pada Table 1.

Tabel 1. Rataan Populasi P.xylostella L. pada pengamatan 29(I), 36(II), 43(III), 50(IV),57(V),64(VI),71(VII), dan 78(VIII) hst.

Perlakua Keterangan: Notasi huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan beda

nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan.

Dari Table 1 dapat dilihat bahwa pada pengamatan kedua sampai keempat

terjadi peningkatan populasi. Hal ini disebabkan karena pada saat pengamatan

pertama sebelum dilakukan pengaplikasian insektisida nabati populasi dari hama

(57)

Dari Table 1 dapat hilihat bahwa insektisida nabati yang paling efektiv

untuk mengendalikan P.xylostella adalah larutan daun nimba (M3) dibandingkan

dengan perlakuan kontrol (MO1) tanpa perlakuan karena memiliki notasi yang

berbeda nyata. Selain itu jika larutan daun nimbi (M3) dibandingkan dengan

insektisida nabati lain yang digunakan antara lain larutan daun sirsak (M1),

larutan daun babadotan (M2) dan larutan daun serai (M4) juga terdapat notasi

yang berbeda nyata dimana larutan daun nimba lebih efektif untuk mengendalikan

P.xylostella. Hal ini disebabkab karena insektisida nabati bersifat spesifik dalam mengendalikan hama tertentu dilapangan sehingga diantara insektisida nabati

yang digunakan larutan daun nimba yang paling spesifik untuk mengendalikan

P.xylostella. Hal ini sesuai dengan literature yang dikemukakan Mulyaman,dkk (2000) yang menyatakan bahwa keunggulan lain yang dimiliki oleh pestisida

nabati dibandingkan dengan pestisida kimiawi antara lain tidak menimbulkan

pencemaran, lebih bersifat spesifik, residunya relatif pendek, mudah terurai di

alam, dan kemungkinan OPT tidak mudah berkembang.

Dari Tabel 1. dapat dilihat juga bahwa larutan daun nimba (M3) jika

dibandingkan dengan insektisida kimia terdapat notasi yang berbeda nyata.

Penggunaan insektisida kimia masih lebih efektiv dalam mengendalikan hama

P.xylostella di lapangan. Akan tetapi jika dilihat dari dampak negatif penggunaan insektisida kimia yang berlebihan bagi lingkungan dan tanaman, sehingga

penggunaan insektisida nabati dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk

mengurangi penggunaan insektisida kimia di lapangan. Sehingga pengendalian

terhadap terhadap organism pengganggu tanaman dilapangan tidak hanya

(58)

Tingkat jumlah populasi P.xylostella selama penelitian dengan tingkat

perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Histogram jumlah populasi (ekor) P.xylostella dengan beberapa tingkat perlakuan.

Jumlah Populasi C. binotalis Zell.

Data pengamatan jumlah populasi C. binotalis Zell. dari pengamatan

pertama sampai pengamatan keenam dan daftar sidik ragamnya masing-masing

dapat dilihat pada Lampiran 10, 11, 12, 13, 14, 15.

Pengujian dengan uji jarak Duncan terhadap rataan jumlah populasi dapat

dilihat pada Tabel 2.

Table 2. Rataan jumlah populasi C. binotalis Zell. pada pertanaman kubis pengamatan 43(I), 50(II), 57(III), 64(IV), 71(V), 78(VI) hst.

Perlakuan Pengamatan

Keterangan: Notasi huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan.

(59)

Dari Table 2 dapat dilihat bahwa insektisida nabati yang paling efektiv

untuk mengendalikan C.binotalis adalah larutan daun babadotan (M2) dan larutan

daun nimba (M3) dibandingkan dengan perlakuan kontrol (MO1) tanpa perlakuan

karena memiliki notasi yang berbeda nyata. Dibandingkan dengan insektisida

nabati lain yang digunakan antara lain larutan daun sirsak (M1), dan larutan daun

serai (M4) juga terdapat notasi yang berbeda nyata dimana larutan daun babadotan

(M2) dan larutan daun nimbi (M3) lebih efektif untuk mengendalikan C.binotalis.

Hal ini disebabkan karena insektisida nabati mampu membasmi atau mengusir

hama di lapangan sesuai dengan spesifik insektisida nabati itu untuk

mengendalikan hama sasaran tertentu. Karena setiap insektisida nabati memiliki

kandungan zat tertentu yang berperan sebagai pestisida yang memiliki cara kerja

yang berbeda – beda. Hal ini sesuai dengan literature yang dikemukakan

Suryaningsih dan Hadisoeganda (2004) yang menyatakan bahwa cara kerja (mode

of action) pestisida nabati dapat sebagai biotaksis (beracun), pencegah makan

(antifeedant/feeding deterrent), penolak (repellent) atau pengganggu alami.

Dari Tabel 1. dapat dilihat juga bahwa larutan daun babadotan (M2) dan

larutan daun nimba (M3) jika dibandingkan dengan insektisida kimia terdapat

notasi yang berbeda nyata. Penggunaan insektisida kimia masih lebih efektiv

dalam mengendalikan hama C.binotalis di lapangan. Insektisida nabati ini belum

dapat digunakan sebagai satu-satunya alternatif untuk mengendalikan hama

C.binotalis di lapangan akan tetapi dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk dapat mengurangi pemakaian insektisida kimia yang sering digunakan berlebihan

di lapangan dan mengurangi efek negatif yang ditimbulkannya bagi lingkungan

(60)

Tingkat jumlah populasi C.binotalis selama penelitian dengan tingkat

perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Histogram jumlah populasi (ekor) C.binotalis dengan beberapa tingkat perlakuan.

Persentase Serangan P.xylostella L.

Data pngamatan persentase serangan P.xylostella L. dari pengamatan

pertama sampai pengamatan kedelapan dan daftar sidik ragamnya masing-masing

dapt dilihat pada Lampiran 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23.

Pengujian dengan uji jarak Duncan terhadap rataan persentase serangan

pada lampiran dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan Persentase Serangan P.xylostella L. pada pengamatan 29(I), 36(II), 43(III), 50(IV), 57(V), 64(VI), 71(VII), dan 78(VIII) hst.

Perlakuan Pengamatan

Keterangan: Notasi huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan.

Gambar

Gambar 1. Tanaman Kubis Sumber : foto langsung
Gambar 2. Telur P. xylostella L. Sumber : www.pbase.com
Gambar 3. Larva P.  xylostella L. Sumber: Foto Langsung
Gambar 4. Pupa P.  xylostella L. Sumber: Foto Langsung
+7

Referensi

Dokumen terkait

xylostella adalah konsentrasi 90 gr/liter menggunakan metode semprot daun dan aplikasi insektisida nabati daun Thitonia diversifolia terbukti dapat

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pestisida nabati dari ekstrak akar mengkudu (Morinda citrifolia L.) terhadap mortalitas hama ulat daun (Plutella

Larvasida Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Terhadap Mortalitas Ulat Tritip (Plutella xylostella) pada Tanaman Kubis”.. Skripsi ini disusun untuk memenuhi

Pengamatan terhadap populasi hama pada tanaman kubis dilakukan saat tanaman berumur enam sampai dengan 13 minggu setelah tanam.. binotalis yang merupakan hama

dan untuk mengetahui tingkat konsentrasi ekstrak biji jarak pagar yang dapat menyebabkan mortalitas ulat krop kubis Crocidolomia pavonana F.. BAHAN DAN

Rendaman Daun Pepaya (Carica papaya) Sebagai Pestisida Nabati Untuk Pengendalian Hama Ulat Grayak (Spodoptera litura) Pada Tanaman Cabai Fakultas

a) Perlakuan berbagai taraf konsentrasi Insektisida Bahan Aktif Permetrin 300 g/l pada tanaman kubis memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap populasi hama

Berdasarkan hasil penelitian terdapat 3 jenis parasitoid yang berasosiasi dengan hama Plutella xylostella pada tanaman kubis yaitu, Trichogrammatoidae cojuangcoi yang