• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Dalam Memberikan Pelayanan Kepada Masyarakat (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Gayo Lues)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektivitas Pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Dalam Memberikan Pelayanan Kepada Masyarakat (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Gayo Lues)"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PEMBENTUKAN KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN

KEPADA MASYARAKAT

(Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Gayo Lues)

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S1) Pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

Disusun Oleh : SAHRIFIN

060903049

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh :

Nama : SAHRIFIN

Nim : 060903049

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : EFEKTIVITAS PEMBENTUKAN KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Gayo Lues)

Medan, Maret 2010

Ketua Departemen Dosen Pembimbing Ilmu Administrasi Negara

Arlina, SH, M.Hum Prof.Dr. Marlon Sihombing . MA NIP. 1961100419860110 NIP. 195908161986011001

a.n. Dekan FISIP USU Pembantu Dekan I

(3)

ABSTRAKSI

EFEKTIVITAS PEMBENTUKAN KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN

KEPADA MASYARAKAT

(Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Gayo Lues)

Nama : SAHRIFIN

Nim : 060903049

Dosen Pembimbing : Arlina, SH, M.Hum

Pelayanan merupakan perwujudan dari fungsi pemerintah sebagai bukti pengabdian kepada masyarakat. Rendahnya kualitas pelayanan di Indonesia saat ini mendorong Pemerintah untuk segera memperbaiki kualitas pelayanannya, apalagi yang berhubungan dengan pelayanan perizinan yang dicitrakan sebagai pelayanan yang berbelit-belit, sulit diakses, memiliki prosedur yang sangat rumit serta tidak adanya kepastian waktu dan keterbukaan biaya pelayanan yang dibutuhkan. Akibat dari itu semua membuat pertumbuhan ekonomi dan investasi di daerah menjadi terhambat yang juga otomatis berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Atas dasar itulah, maka Pemerintah Indonesia menginstruksikan kepada seluruh kepala daerah agar dapat segera menerapkan pola pelayanan perizinan terpadu satu pintu melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 24 Tahun 2006 Pedoman Penyelenggaraan Perizinan Terpadu Satu Pintu, yang jenis kelembagaannya diserahkan kepada daerah untuk memilih jenis lembaga yang sesuai, apakah berbentuk dinas, kantor atau badan yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan daerah dalam mengelolanya.

Kabupaten Gayo Lues yang merupakan salah satu kabupaten di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam juga telah menerapkan pola pelayanan perizinan terpadua satu pintu sesuai instruksi Pemerintah Pusat, yang dibentuk dengan Peraturan Bupati Gayo Lues Nomor : 03 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata kerja KPPTSP kabupaten Gayo Lues, denggan jenis kelembagaan yang berbentuk Kantor yang disebut dengan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) kabupaten Gayo Lues. Yang telah mulai bekerja aktif setelah dilimpahkan kewenagan untuk memperoses izin pada tenggal 22 Februari 2009.

Saat ini Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) di kabupaten Gayo Lues telah menerima pelayanan prosee perizinan sebanyak 49 izin, tetapi izin yang sepenuhnya diproses dan ditanda tangani di dalam KPPTSP hanya berjumlah sebanyak 18 izin, selebihnya hanya prosesnya saja di dalam KPPTSP sedangkan penanda tanganannya masih menjadi wewenang dari Buapti dan kepala SKPD yang bersangkutan.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik dan

tepat pada waktunya.

Judul skripsi ini adalah “Efektivitas Pembentukan Kantor Pelayanan

Perizinan Satu Pintu Dalam Memberikan Pelayanan Kepada Masyarakat ( Studi

Kasus Pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Gayo

Lues )”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing saya, ibu

Arlina, SH, M.Hum serta kepada orangtua saya yang telah mendukung saya dalam

doa dan materil dan kepada teman-teman yang telah membantu saya.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan baik dari segi materi maupun teknik penulisan. Oleh karena itu,

penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para

pembaca demi penyempurnaan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca,

khususnya bagi mahasiswa Ilmu Administrasi Negara.

Medan, Desember 2010

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

1.5 Kerangka Teori 1.5.1 Pengertian Efektivitas ... 11

1.5.1.1 Faktor-Faktor Utama Yang Mempengaruhi Efektivitas Organisasi ... 13

1.5.2 Pelayanan Publik 1.5.2.1 Pengertian Pelayanan Publik ... 14

1.5.2.2 Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik ... 15

1.5.2.3 Standar Pelayanan Publik ... 16

1.5.2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelayanan Publik 18 1.5.2.5 Kualitas Pelayanan Publik ... 19

1.5.2.6 Efektivitas Pelayanan Dipandang Melalui Indeks Kepuasan Masyarakat ... 20

1.5.3 Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) . 23 1.5.3.1 Tujuan Penyelenggaraan PTSP ... 23

1.5.3.2 Asas Penyelenggaraan PTSP ... 24

1.5.3.3 Mekanisme Pelayanan Perizinan di KPTSP ... 25

1.6 Definisi Konsep ... 26

1.7 Definisi Operasional ... 27

(6)

BAB II METODE PENELITIAN

2.1 Bentuk Penelitian ... 31

2.2 Lokasi Penelitian ... 31

2.3 Informan Penelitian... 32

2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 33

2.5 Teknik Analisa Data ... 34

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 3.1 Sejarah Singkat Terbentuknya Kabupaten Gayo Lues ... 36

3.1.1 Letak Geografis Kabupaten Gayo Lues ... 39

3.1.2 Profil Pemerintahan ... 39

3.1.3 Penduduk... 40

3.2 Gambaran Umum KPPTSP Kabupaten Gayo Lues ... 40

3.2.1 Letak Geografis Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gayo Lues ... 41

3.2.2 Visi dan Misi KPPTS Kabupaten Gayo Lues ... 41

3.2.3 Tugas Pokok dan Fungsi KPPTS Kabupaten Gayo Lues ... 42

3.2.4 Dasar Hukum Pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gayo Lues ... 43

3.2.5 Jenis Perizinan Yang Ditangani KPPTSP ... 44

3.2.6 Susunan Organisasi ... 47

BAB IV PENYAJIAN DATA 4.1 Deskripsi Data Identitas Informan ... 49

4.2. Data Variabel Penelitin ... 57

BAB V ANALISA DATA 5.1 Analisa Data ... 73

5.2 Efektivitas Pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu ... 75

(7)

Kabupaten Gayo Lues ... 76

5.2.3 Peraturan-Peraturan Yang Menjadi Landasan Kerja KPPTSP 79 5.2.4 Ketersedian Fasilitas/Sarana dan Prasarana Pelayanan ... 81

5.2.5 Peningkatan Jumlah Masyarakat Yang Mengurus Izin ... 82

5.3 Kualitas Pelayanan... 86

5.3.1 Kesederhanaan Pelayanan ... 87

5.3.2 Kompetensi SDM dan Sikap Petugas Pemberi Pelayanan . 88 5.3.3 Ekonomis/Biaya Pelayanan Yang Terjangkau ... 91

5.3.4 Waktu Pelayanan ... 92

5.3.5 Keamanan dan Kepastian Pelayanan ... 94

5.4 Efektivitas Pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Dalam Memberikan Pelayanan Kepada Masyarakat ... 95

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan... 97

6.2 Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi jawaban berdasarkan jenis kelamin ... 50

Tabel 2. Distribusi jawaban berdasarkan Status Perkawinan ... 51

Tabel 3. Distribusi jawaban berdasarkan Umur... 52

Tabel 4. Distribusi jawaban berdasarkan Pendidikan terahir ... 53

Tabel 5. Distribusi jawaban berdasarkan Pekerjaan ... 54

Tabel 6. Distribusi jawaban berdasarkan Pengurusan Jenis Izin ... 56

Tabel 7. Distribusi jawaban informan mengenai apakah dengan adanya KPPTSP sudah memberikan perubahan pelayanan di bidang perizinan sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan ... 58

Tabel 8. Distribusi jawaban informan tentang apakah pelayanan yang diberikan KPPTSP sudah baik, tidak bertele-tele atau berbelit-belit ... 59

Tabel 9. Distribusi jawaban informan mengenai apakah KPPTSP sudah menetapkan prosedur dan biaya pelayanan yang jelas (adanya transparansi) ... 60

Tabel 10. Distribusi jawaban informan tentang apakah biaya resmi yang ditetapkan KPPTSP dalam pengurusan izin sudah sewajarnya dan tidak terlampau tinggi ... 61

Tabel 11. Distribusi jawaban informan mengenai untuk kelancaran administrasi pengurusan izin, apakah anda perlu mengeluarkan/membayar uang ekstra (pungutan tidak resmi) kepada para petugas pelayanan di KPPTSP ... 62

Tabel 12. Distribusi jawaban informan mengenai apakah masyarakat memperoleh kejelasan informasi terlebih dahulu tentang pengurusana izin, sehingga memudahkan mereka dalam proses pengurusan izin tersebut ... 63 Tabel 13. Distribusi jawaban informan mengenai apakah petugas

(9)

profesional, sopan ramah dan mempunyai tanggung jawab

terhadap pekerjaannya ... 64 Tabel 14. Distribusi jawaban informan mengenai selama Proses pelayanan

berlangsung apakah masyarakat pernah mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan dari petugas berupa sindiran dan

sikap acuh tak acuh dan sebagainya ... 66 Tabel 15. Distribusi jawaban informan mengenai apakah para petugas di

KPPTSP dalam memberikan pelayanan sudah adil (tidak diskriminatif) serta tidak membedakan status sosial, ekonomi,

golongan dan gender ... 67 Tabel 16. Distribusi jawaban informan mengenai apakah ketersedian

fasilitas kantor di KPPTSP Kabupaten Gayo Lues telah memadai sehingga bisa mempengaruhi percepatan proses pelayanan

perizinan ... 68 Tabel 17. Distribusi jawaban informan mengenai apakah waktu

penyelesaian yang ditetapkan saat pengajuan permohonan sampai

dengan penerbitan dokumen izin sudah selayaknya ... 69 Tabel 18. Distribusi jawaban informan tentang apakah setelah masyarakat

mengurus perizinanyang mereka butuhkan, masyarakat memperoleh rasa aman dan perlindungan hukum dari Pemerintah Daerah setempat mengenai penggunaan izin yang

mereka urus ... 71 Tabel 19. Distribusi jawaban informan tentang apakah masyarakat setuju

jika KPPTSP tetap ada dan berjalan sesuai dengan mekanisme

pelayanannya saat ini ... 72 Tabel 20. Perkembangan peningkatan jumlah masyarakat yang mengurus

izin selama bulan Oktober, November dan Dasember ... 83 Tabel 21. Rincian waktu penyelesaian proses pelayanan perizinan di

(10)

ABSTRAKSI

EFEKTIVITAS PEMBENTUKAN KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN

KEPADA MASYARAKAT

(Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Gayo Lues)

Nama : SAHRIFIN

Nim : 060903049

Dosen Pembimbing : Arlina, SH, M.Hum

Pelayanan merupakan perwujudan dari fungsi pemerintah sebagai bukti pengabdian kepada masyarakat. Rendahnya kualitas pelayanan di Indonesia saat ini mendorong Pemerintah untuk segera memperbaiki kualitas pelayanannya, apalagi yang berhubungan dengan pelayanan perizinan yang dicitrakan sebagai pelayanan yang berbelit-belit, sulit diakses, memiliki prosedur yang sangat rumit serta tidak adanya kepastian waktu dan keterbukaan biaya pelayanan yang dibutuhkan. Akibat dari itu semua membuat pertumbuhan ekonomi dan investasi di daerah menjadi terhambat yang juga otomatis berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Atas dasar itulah, maka Pemerintah Indonesia menginstruksikan kepada seluruh kepala daerah agar dapat segera menerapkan pola pelayanan perizinan terpadu satu pintu melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 24 Tahun 2006 Pedoman Penyelenggaraan Perizinan Terpadu Satu Pintu, yang jenis kelembagaannya diserahkan kepada daerah untuk memilih jenis lembaga yang sesuai, apakah berbentuk dinas, kantor atau badan yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan daerah dalam mengelolanya.

Kabupaten Gayo Lues yang merupakan salah satu kabupaten di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam juga telah menerapkan pola pelayanan perizinan terpadua satu pintu sesuai instruksi Pemerintah Pusat, yang dibentuk dengan Peraturan Bupati Gayo Lues Nomor : 03 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata kerja KPPTSP kabupaten Gayo Lues, denggan jenis kelembagaan yang berbentuk Kantor yang disebut dengan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) kabupaten Gayo Lues. Yang telah mulai bekerja aktif setelah dilimpahkan kewenagan untuk memperoses izin pada tenggal 22 Februari 2009.

Saat ini Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) di kabupaten Gayo Lues telah menerima pelayanan prosee perizinan sebanyak 49 izin, tetapi izin yang sepenuhnya diproses dan ditanda tangani di dalam KPPTSP hanya berjumlah sebanyak 18 izin, selebihnya hanya prosesnya saja di dalam KPPTSP sedangkan penanda tanganannya masih menjadi wewenang dari Buapti dan kepala SKPD yang bersangkutan.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kondisi bangsa Indonesia sejak awal kemerdekaan telah mengalami

konflik kepentingan antara Pemerintah pusat dan Pemerintah daerah, kepentingan

penguasa dengan kepentingan rakyat. Konflik berlangsung dari masa ke masa

antara Pemerintah sebagai penguasa yang melayani berbagai kepentingan dengan

masyarakat sebagai pengguna jasa yang menuntut diberikan pelayanan.

Pemerintah desentralistik merupakan suatu solusi untuk menjawab kebutuhan

daerah secara lengkap mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

Pelaksanaan otonomi daerah akan mendorong pemikiran baru bagaimana menata

kewengan yang efisien dan efektif. Artinya Pemerintahan dapat diselenggarakan

secara demokratis.

Sejak Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah ditetapkan dan dilaksanakan secara formal pada tahun 2001, perjalanan

reformasi pemerintahan yang terjadi di Indonesia telah mengalami

pergeseran-pergeseran paradigma penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka mendirikan

daerah dan pemberdayaan masyarakat.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah ini

juga telah mengubah paradigma sentralisasi pemerintahan ke arah desentralisasi

dengan pemberian otonomi daerah yang nyata, luas dan bertanggung jawab

kepada daerah. Perubahan paradigma tersebut juga merupakan kesempatan yang

(12)

melaksanakan urusan-urusan pemerintah lokal sesuai dengan kebutuhan

masyarakat lokal (Widjaja, 2004:8).

Perkembangan dan kemajuan otonomi daerah akan terus digalakkan

sehingga sampai terwujudnya otonomi daerah yang diharapkan yakni otonomi

daerah yang mandiri, sehingga ketergantungan pada pusat dapat berkurang serta

otonomi daerah tersebut bisa menjadi wadah bagi masyarakat dengan memberikan

tanggapan dan respon secara aktif terhadap kebutuhan, kapasitas dan kehendak

dari aspirasi masyarakat yang ada di daerah.

Pada tanggal 15 Oktober Tahun 2004 kemudian disahkan Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagai wujud dari

perkembangan otonomi daerah, Undang-Undang ini banyak sekali memberikan

kontribusi bagi pelaksanaan otonomi daerah, daerah telah diberikan wewenang

sebesar-besarnya yang disertai pemberian hak dan kewajiban kepada daerah untuk

mengelola dan mengatur sendiri daerahnya dalam sistem penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah.

Dengan pengimplementasian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tersebut masyarakat menaruh harapan yang sangat besar terhadap implementasi

otonomi daerah tersebut bisa membawa daerah ke arah yang lebih baik dari yang

sebelumnya, terutama untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan

dalam menjalankan fungsi dasarnya untuk melayani semua masyarakat dan

menjamin kesejahteraan masyarakat yang ada di daerah tersebut.

Meskipun daerah telah diberi keleluasaan mengenai kewenangan dalam

menyelenggarakan pemerintahan di daerah, bukan berarti pengembangan dan

(13)

dari kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengembangan dan

pembangunan malah diharaplkan sebaliknya dengan adanya otonomi daerah

Pemerintah Daerah diharapkan agar bisa berhubungan langsung dengan

masyarakat dengan maksud untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan secara

optimal dan bisa mengembangkan partisipasi aktif masyarakat terhadap

pelaksanaan pembangunan di segala bidang yang ada di daerah khususnya

maupun pembangunan nasional pada umumnya.

Pelayanan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk kita telusuri

perkembangannya mengingat dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun

2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah

Pusat. Berlakunya peraturan tersebut akan mengakibatkan interaksi antara aparat

Pemerintah Daerah dan masyarakat akan menjadi lebih intens. Hal ini ditambah

dengan semakin kuatnya tuntutan demokratisasi dan pengakuan akan hak-hak

asasi manusia akan melahirkan tuntutan terhadap manajemen pelayanan yang

berkualitas.

Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik merupakan salah satu

perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat disamping abdi

negara. Dengan peran sebagai penyedia pelayanan masyarakat, birokrasi wajib

memberikan pelayanan yang adil dan maksimal. Konteks pelayanan yang

dibangun dalam pelaksanaan otonomi daerah dilakukan untuk memenuhi tuntutan

masyarakat akan pelayanan, ketepatan, efisiensi. Intinya mengubah pola

pelayanan pada masa orde baru menjadi pelayanan yang lebih profesional

(14)

Pelayanan masyarakat bisa dikatakan baik (profesionalisme) bila

masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan pelayanan dan dengan prosedur

yang tidak panjang, biaya murah, waktu cepat dan hampir tidak ada keluhan yang

diberikan kepadanya.

Meskipun terobosan-terobosan telah banyak dilaksanakan untuk perbaikan

dari kualitas pelayanan publik, baik melalui pergantian dan perubahan

Undang-Undang serta keputusan atau kebijakan. Namun, kenyataannya hingga sekarang

ini kualitas pelayanan publik masih diwarnai oleh pelayanan yang sulit untuk

diakses, apalagi yang berkaitan dengan produk-produk yang bersifat perizinan,

prosedur yang berbelit-belit ketika harus mengurus suatu perizinan, biaya yang

tidak jelas serta terjadinya praktek pungutan liar (pungli), merupakan indikator

rendahnya kualitas pelayanan publik di Indonesia.

Kendati mungkin fenomena korupsi yang berkaitan dengan jenis-jenis perizinan

tadi melibatkan biaya transaksi (antara sektor publik dengan individu masyarakat)

relatif kecil (pretty corruption), tetapi biaya-biaya tersebut melibatkan porsi

populasi yang sangat besar. Oleh karena itu korupsi dengan menggunakan

instrumen produk pelayanan perizinan tersebut bisa memiliki dampak yang sangat

besar. Di mana hal ini juga sebagai akibat dari berbagai permasalahan pelayanan

publik yang belum dirasakan oleh rakyat penyelesaiannya.

Citra layanan publik di Indonesia dari zaman sebelumnya hingga kini,

lebih dominan sisi gelapnya ketimbang sisi terangnya. Selain rantai birokrasi yang

bertele-tele, petugas birokrasi yang tidak profesional juga ujung-ujungnya serba

fulus. Sudah tidak asing kalau layanan publik di Indonesia dicitrakan sebagai

(15)

Development Report 2004, memberikan stigma bahwa layanan publik di

Indonesia sulit diakses oleh orang miskin dan menjadi pemicu ekonomi biaya

tinggi.

Maka menjadi hal yang sangat rasional jika di awal pemerintahan

Yudhoyono dan Kalla menjadikan reformasi birokrasi dan pelayanan publik

sebagai hal yang sangat perlu dibenahi serta diperbaiki, kendatipun pada tataran

empiris saat ini masih jauh dari yang diharapkan.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah menjamin bahwa pelayanan

pengurusan izin-izin usaha tidak akan sulit. Apabila ada oknum yang mempersulit

dalam pengurusan izin-izin usaha tersebut, maka masyarakat boleh mengirim

surat keluhan ke PO BOX 10000 (Goenawan, 2008:4).

Berdasarkan hasil studi International Finance Coorporation (IFC) Bank

Dunia pada tahun 2006, peringkat Indonesia menurun dari 131 pada tahun 2005

menjadi 135 pada tahun 2006, jika dibandingkan dengan negara lain di ASIA,

untuk memulai pengurusan perizinan suatu usaha di berbagai instansi pusat dan

daerah membutuhkan 12 prosedur yang harus dilalui dengan waktu dibutuhkan

selama 97 hari, biaya yang diperlukan sebesar US$ 1.110. Perbandingan di

negara lain seperti Malaysia 9 prosedur dan waktu dibutuhkan 30 hari serta biaya

yang diperlukan sebesar US$ 997. Vietnam dengan 11 prosedur, waktu yang

dibutuhkan 50 hari dan biaya yang diperlukan US$ 276

(http://www.perizinan.info/fom_index.php .com/29-12-2009/ 20.33 WIB).

Oleh sebab itu, pemberian pelayanan prima oleh aparatur pemerintahan

kepada masyarakat merupakan suatu keharusan dan tidak bisa ditawar lagi, karena

(16)

menjalankan tugas-tugas pemerintahan dalam pemberian pelayanan prima kepada

masyarakat harus tetap dilaksanakan.

Dalam hal penyediaan pelayanan perizinan, petugas birokrasi sering kali

memberikan prosedur yang sangat rumit dan cendrung betele-tele, jika mekanisme

yang rumit terus tetap berjalan, otomatis membuat masyarakat menjadi malas dan

enggan dalam mengurus perizinan. Maka pemerintah perlu mencari solusi untuk

mengatasi masalah-maslah tersebut.

Beberapa Pemerintah Daerah terus bergiat memperbaiki pelayanan

perizinan di daerahnya dalam kerangka peningkatan pelayanan publik dan upaya

untuk menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif. Hal ini juga dilatar belakangi

pengalaman pahit masyarakat dunia usaha di Indonesia saat harus berhadapan

dengan birokrasi dalam hal pengurusan perizinan dan nonperizinan lainnya.

Dengan adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006

pada Juli 2006 mengenai Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu (PTSP) serta Panduan Nasional Permendagri tersebut yang diluncurkan

bulan Mei 2007, semakin mendorong daerah untuk segera memiliki Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (PTSP), atau meningkatkan PTSP yang telah ada, apakah

PTSP yang akan didirikan berbentuk badan, dinas atau kantor.

Demikian pula dengan disahkannya Peraturan Pemerintah RI Nomor 41

Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, sebagai pengganti PP 08/2003

dapat memberikan pertimbangan bagi daerah dalam memilih jenis lembaga untuk

pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, serta Undang-Undang No. 25 Tahun

2009 tentang Pelayanan Publik menyatakan dalam Pasal 9 ayat (1) Dalam rangka

(17)

dilakukan penyelenggaraan sistem pelayanan terpadu. Dengan adanya PTSP,

proses pengurusan izin di daerah diharapkan dapat menjadi lebih mudah, sehingga

daerah memiliki lingkungan yang mendukung berkembangnya usaha dan

investasi.

Dengan dibentuknya Kantor/dinas Pelayanan Perizinan Terpadu Satu

Pintu ini sebagai institusi yang khusus bertugas memberikan pelayanan perizinan

kepada masyarakat, dalam hal pengurusan perizinan masyarakat hanya cukup

mendatangi satu kantor/dinas saja. Sejak dari permohonan izin, proses pembuatan

sampai penandatangan perizinan dilakukan di satu tempat.

Dalam Pelayanan Terpadu Satu Pintu, kepala PTSP diberi pelimpahan

kewenangan untuk menandatangani izin yang masuk. Pemberlakuan PTSP ini

ternyata mampu memangkas waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk mengurus

perizinan. Hasilnya pelayanan perizinan lebih efektif, mudah dan murah.

Berdasarkan uraian permasalahan-permasalahan di atas, maka dapat

dikatakan bahwa kualitas pelayanan yang diberikan pemerintah terutama

pelayanan perizinan, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah masih

belum efektif. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, apakah dengan adanya

intruksi untuk membentuk dan mendirikan pelayanan perizinan terpadu satu pintu

dapat memperbaiki dan menjawab persoalan-persoalan pelayanan perizinan saat

ini.

Penelitian ini nantinya akan dilaksanakan di Kabupaten Gayo Lues yang

merupakan salah satu kabupaten di lingkungan Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam, Kabupaten Gayo Lues sendiri merupakan daerah hasil pemekaran

(18)

Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu pada tanggal 4 Juli 2007, dengan

dasar hukum pembentukannya adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24

Tahun 2006 pada Juli 2006 mengenai Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (PTSP), Peraturan Bupati Nomor 03 Tahun 2007 tentang

Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja KPPTSP, serta Peraturan Bupati

Nomor 04 Tahun 2007 tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Kantor

Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gayo Lues.

Pembentukan KPPTSP di Kabupaten Gayo Lues, pada dasarnya dapat

dikatakan merupakan terobosan baru atau inovasi manajemen pemerintahan

untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat

yang ada di daerah tersebut, karena pada tanggal 22 Februari 2009 baru mulai

menerima pengurusan perizinan. Saat ini KPPTSP Kabupaten Gayo Lues

menangani 49 jenis perizinan. Proses penandatanganan diantara 49 jenis perizinan

tersebut 16 izin ditanda tangani oleh Bupati, 15 izin ditanda tangani oleh Kepala

SKPD, dan 18 izin ditanda tangani oleh Kepala KPPTSP. Sedangkan mengenai

pendapatan yang diperoleh dari hasil penerbitan dokumen perizinan diserahkan

kepada Bendahara KPPTSP untuk kemudian dimasukkan dalam rekening Kas

Pendapatan Asli Daerah (PAD) daerah.

Dengan menilik kepada permasalahan yang ada, maka perlu rasanya bagi

penulis sebagai mahasiswa Ilmu Administrasi Negara untuk mengangkat

persoalan ini, untuk dilakukan penelitian dan membahas tentang “Efektivitas

Pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dalam Memberikan

Pelayanan Kepada Masyarakat di Kabupaten Gayo lues. Apakah pembentukan

(19)

kepuasan terhadap pelayanan yang diberikan. Dalam penelitian ini penulis

menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat sebagai indikator bahan

pertimbangan.

1.2 Perumusan Masalah

Arikunto (1993:17) menguraikan bahwa agar penelitian dapat

dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka penulis harus merumuskan

masalahnya sehingga jelas dari mana harus memulai, ke mana harus pergi dan

dengan apa ia melakukan penelitian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

pentingnya perumusan masalah adalah agar diketahui arah jalan suatu penelitian.

Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas, penulis merumuskan

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

”Bagaimana Efektivitas Pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dalam Memberikan Pelayanan Kepada Masyarakat di Kabupaten Gayo Lues”.

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan pasti memiliki tujuan tertentu. Adapun

yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana efektivitas pembentukan Kantor pelayanan

Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) di kabupaten Gayo Lues.

2. Untuk mengetahui bagaimana kualitas pelayanan yang diberikan oleh Kantor

Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) kepada masyarakat di

(20)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Secara akademis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap

Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara mengenai ”Efektivitas

Pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu

dalam Memberikan Pelayanan Kepada Masyarakat di Kabupaten

Gayo Lues ”.

b. Bagi penulis, dapat mempraktekan ilmu yang telah diperoleh

dalam mengikuti perkuliahan selama ini.

2. Secara praktis, penelitian ini dapat :

a. Bagi Pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

salah satu referensi bagi pemerintah daerah Kabupaten Gayo Lues

dalam melakukan evaluasi terkait dengan pelayanan perizinan

terpadu satu pintu di Kabupaten Gayo Lues.

b. Bermanfaat bagi penulis untuk meningkatkan kemampuan berfikir

dalam memahami permasalahan mengenai pelayanan perizinan

terpadu satu pintu serta menambah dan mengembangkan wawasan

dan pengetahuan dalam membuat karya ilmiah.

c. Dan diharapkan dapat bermafaat bagi masyarakat umum sebaagai

(21)

1.5 Kerangka Teori

Dalam memudahkan penulis dalam proses penelitian

diperlukanpenyusunan landasan teori atau disebut dengan kerangka teori sebagai

landasan berpikir dari sudut mana penulis melihat permasalahn yang ada. Menurut

Singarimbun (1995:37), teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak,

definisi dan proposisi untuk suatu menerangkan fenomena sosial secara sistematis

dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Perkembangan ilmu

pengetahuan dimulai dari teori dan teori inilah ciptaan manusia, kemudian teori

dihadapkan kepada pengujian. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini

adalah :

1.5.1 Pengertian Efektivitas

Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok aktivitas untuk

mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan kata lain

suatu organisasi disebut efektif apabila tercapai tujuan atau sasaran yang telah

ditentukan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan pendapat dari para ahli. Menurut

Handayaningrat (1983:16) efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya

tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Menurut Silalahi (2002:10) efektivitas menunjuk pada keberhasilan

pencapaian sasaran-sasaran organisasi, sehingga efektivitas digambarkan sebagai

satu ukuran apakah manajer “mengerjakan pekerjaan yang benar “ (doing right

(22)

Menurut Mullins (dalam Rukmana, 2006:14) efektif itu harus terkait

dengan pencapaian tujuan dan sasaran suatu tugas dan pekerjaan dan terkait juga

dengan kinerja dari proses pelaksanaan suatu pekerjaan.

Menurut Argris (dalam Tangkilisan, 2005:139) efektivitas organisasi

adalah keseimbangan atau pendekatan secara optimal pada pencapaian tujuan,

kemampuan dan pemanfaatan tenaga manusia.

Ditinjau dari aspek ketepatan waktu maka menurut Siagian (2005:171)

efektivitas adalah tercapainya berbagai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya,

tepat waktunya dengan menggunakan sumber-sumber tertentu yang sudah

dialokasikan untuk melakukan berbagai kegiatan.

Dapat disimpulkan bahwa konsep tingkat efektivitas organisasi menunjuk

pada tingkat sejauh organisasi melaksanakan kegiatan atau fungsi-fungsi sehingga

tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan menggunakan secara optimal

alat-alat dan sumber-sumber yang ada, ketetapan waktu dalam melaksanakan

tugas serta kemampuan untuk melaksanakan tugas tersebut yang dapat dilihat dari

kualitas maupun kuantitasnya.

Sesuai yang dikemukakan oleh Ricard M, Steers (1986:5) tentang

efektivitas pelaksanaan otonomi daerah, efektifitas harus dinilai terhadap tujuan

yang bisa dilaksankan dalam tahap konsep tujuan yang maksimum. Jadi efektifitas

dinilai menurut ukuran seberapa jauh organisasi mencapai tujuan yang layak

dicapai. Efektifitas organisasi merupakan tingkat keberhasilan organisasi dalam

mencapai sasaran dan tujuan organisasi tersebut. Dalam rangka mengukur tingkat

efektifitas organisasi, Steer mengemukakan 5 kriteria yaitu :

(23)

3. Kekuasaan kerja 4. Kemampuan berlaba 5. Pencarian sumber daya.

1.5.1.1 Faktor-Faktor Utama Yang Mempengaruhi Efektivitas Organisasi Selanjutnya, Ricard M Steers (1985:209) mengemukakan ada 4 faktor

utama atas efektivitas organisasi :

1. Ciri Organisasi

Struktur dan teknologi organisasi dapat mempengaruhi segi-segi tertentu

dari efektivitas, dengan berbagai cara. Mengenai struktur, ditemukan bahwa

meningkatnya produktivitas dan efisiensi sering merupakan hasil dari

meningkatnya spesialisasi fungsi, ukuran organisasi, sentralisasi pengambilan

keputusan dan formalisasi. Walaupun produktivitas dan efisiensi cendrung

mempunyai hubungan yang positif dengan beberapa variabel. Bukti ini

menunjukan bahwa para manajer bertanggung jawab mengidentifikasikan dengan

jelas sasaran-sasaran pokok dan mengenali akibat terhadap sikap dan prilaku

individu oleh variasi struktur yang ditujukan pada sasaran itu.

2. Ciri Lingkungan

Lingkungan luar dan dalam juga dinyatakan berpengaruh atas efektivitas.

Keberhasilan hubungan organisasi dengan lingkungan tampak amat bergantung

pada 3 variabel kunci :

1. Tingkat keterdugaan keadaan lingkungan

2. Ketepatan persepsi

(24)

Ketiga faktor ini mempengaruhi ketepatan organisasi terhadap perubahan

lingkungan. Makin tepat tanggapannya, makin berhasil adaptasi yang dilakukan

oleh organisasi.

3. Ciri Pekerja

Faktor pengaruh penting yang ketiga atas efektivitas adalah para pekerja

itu sendiri. Karena perilaku merekalah yang dalam jangka panjang akan

memperlancar atau merintangi tercapainya tujuan organisasi. Sarana pokok untuk

mendapatkan dukungan yang diperlukan ini dari pekerja adalah mengintegrasikan

tujuan pribadi dengan sasaran. Jika pekerja dapat memperbesar kemungkinan

tercapainya tujuan pribadi dengan kerja mencapai sasaran organissasi adalah logis

untuk membuat asumsi bahwa baik keterikatan pada organisasi maupun prestasi

kerja akan meningkat.

4. Kebijakan dan Praktek Manajemen

Beberapa mekanisme khusus alat para manajer meningkatkan efektivitas

organisasi. Mekanisme ini meliputi penetapan strategi, pencarian dan pemanfaatan

sumber-sumber daya secara efisien, menciptakan lingkungan prestasi, proses

komunikasi, kepemimpinan dan pengambilan keputusan, adaptasi dan inovasi

organisasi.

1.5.2 Pelayanan Publik

1.5.2.1 Pengertian Pelayanan Publik

Menurut Kurniawan (dalam Sinambela, 2006:5) pelayanan publik

diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat

(25)

tata cara yang telah ditetapkan. Selanjutnya Gabriel Roth (dalam Kumorotomo,

1994:70), pelayanan publik adalah pelayanan yang disediakan untuk publik,

apakah disediakan secara umum atau disediakan secara privat. Pelayanan publik

diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap

sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam

suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak

terikat pada suatu produk secara fisik.

Pengertian yang lengkap terhadap pelayanan publik yang dikutip dari

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan

Publik menyatakan bahwa Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian

kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,

atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan

publik. Sedangkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63

Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa pelayanan publik adalah segala bentuk

pelayanan yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di pusat, daerah dalam

bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan

masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

1.5.2.2 Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik

Dalam memberikan pelayanan, maka pihak-pihak pemberi pelayanan

harus memperhatikan prinsip prinsip yang terkandung dalam pelayanan itu

(26)

memperoleh pelayanan yang baik dan memuaskan, wujud pelayanan yang

didambakan masyarakat ialah:

a. Adanya kemudahan dalam pengurusan kepentingan dengan pelayanan cepat dalam arti tanpa hambatan yang kadang kala dibuat buat.

b. Memperoleh pelayanan secara wajar tanpa gerutu, sendiran, untaian kata lain semacam itu yang nadanya mengarah pada permintaaan sesuatu, baik dengan alasan untuk dinas atau alasan untuk kesejahteraan.

c. Mendapat perlakuan yang sama dalam pelayanan terhadap kepentingan yang sama, tertib dan tidak pandang bulu.

d. Mendapatkan pelayanan yang jujur dan terus terang, apabila ada hambatan karena suatu masalah yang tidak dapat dielakkan hendaknya diberitahukan, sehingga orang tidak menunggu sesuatu yang tidak menentu.

Berdasarkan KEPMENPAN No. 63 Tahun 2003 Tentang Pedoman Umum

Pelayanan Publik, dinyatakan bahwa “ Hakikat pelayanan publik adalah

pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan

kewajiban aparatur pemerintahan sebagai abdi masyarakat”. Pernyataan tersebut

menguatkan peranan pemerintah sebagai instansi yang berkewajiban pemberi

pelayanan yang prima kepada masyarakat karena pada dasarnya konsumen /

masyarakat adalah warga negara yang harus dipenuhi hak-haknya tidak terkecuali

sehingga pemerintah sebagai instansi yang memberikan pelayanan publik harus

dapat memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan yang

berlaku.

1.5.2.3 Standar Pelayanan Publik

Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus mempunyai standar

pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima

(27)

penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau

penerima pelayanan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63

Tahun 2003 tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik, standar

pelayanan sekurang-kurangnya meliputi:

1. Prosedur Pelayanan

Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan

termasuk pengaduan.

2. Waktu Penyelesaian

Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai

dengan penyelesaian termasuk pengaduan.

3. Biaya Pelayanan

Biaya/ tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses

pemberian layanan.

4. Produk Pelayanan

Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah

ditetapkan.

5. Sarana dan Prasarana

Penyedian sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggaraan

pelayanan publik.

6. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan Publik

Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat sesuai

berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan prilaku yang

(28)

1.5.2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelayanan Publik

Suatu pelayanan yang komprehensif yang diberikan oleh pegawai

pemerintah dapat dilakukan dengan memperhatikan unsur-unsur dari pelayanan

tersebut yaitu pada saat terjadinya suatu interaksi antara pegawai pemerintah

sebagai pemberi pelayanan dengan masyarakat sebagai konsumen dari pelayanan

yang diberikan.

Menurut Moenir (1992:88) faktor-faktor yang mendukung pelayanan,

antara lain sebagai berikut :

1. Faktor kesadaran yaitu kesadaran para pejabat serta petugas yang

berkecimpung dalam kegiatan pelayanan. Kesadaran para pegawai pada

segala tingkatan terhadap tugas yang menjadi tanggung jawabnya dapat

membawa dampak yang sangat positif terhadap organisasinya. Ini akan

menjadi kesungguhan dan disiplin dalam melaksanakan tugas, sehingga

hasilnya dapat diharapkan memenuhi standar yang telah ditetapkan.

2. Faktor aturan yaitu aturan dalam organisasi yang menjadi landasan kerja

pelayanan. Aturan ini mutlak kebenarannya agar organisasi dan pekerjaan

dapat berjalan teratur dan terarah, oleh karena itu harus dipahami oleh

organisasi yang berkepentingan/ bersangkutan.

3. Faktor organisasi merupakan alat serta sistem yang memungkinkan

berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan dalam usaha pencapaian.

4. Faktor pendapatan yaitu pendapatan pegawai yang berfungsi sebagai

pendukung pelaksanaan pelayanan. Pendapatan yang cukup akan

(29)

5. Faktor Keterampilan Tugas yaitu kemampuan dan keterampilan petugas

dalam melaksanakan pekerjaan. Ada tiga kemampuan yang harus dimiliki,

yaitu kemampuan manajerial, kemampuan teknis dan kemampuan untuk

membuat konsep.

6. Faktor sarana yaitu sarana yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas atau

pekerjaan layanan. Sarana ini meliputi peralatan, perlengkapan, alat bantu

dan fasilitas lain yang melengkapi seperti fasilitas komunikasi.

1.5.2.5 Kualitas Pelayanan Publik

Kualitas dapat diberi pengertian sebagai totalitas dari karakteristik suatu produk

(barang atau jasa) yang menunjang kemampuan dalam memenuhi kebutuhan.

Kualitas seringkali diartikan sebagai segala sesuatu yang memuaskan pelangganan

atau sesuai dengan persayaratan atau kebutuhan (Kurniawan, 2005: 53-54).

Sedangkan Sinambela (2006: 6-8), Kualitas pelayanan berhubungan erat dengan

pelayanan yang sistematis dan komprehensif yang dikenal dengan konsep

pelayanan prima. Kualitas pelayanan publik merupakan mutu/ kualitas pelayanan

birokrat terhadap masyarakat yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan

pelanggan/ masyarakat (meeting the needs of customers).

Hal pokok yang perlu dicapai guna memuaskan pelanggan adalah melalui

peningkatan kualitas pelayanan, kualitas pelayanan (service quality) adalah

“sebagai hasil persepsi dari perbandingan antara harapan dengan kinerja aktual

layanan. “ (http://indeks.php-file .com/29-11-2009/ 12.33 WIB) diartikan sebagai

“ seberapa jauh perbedan antara kenyataan dan harapan para pelanggan atas

(30)

pelayanan adalah merupakan ukuran penilaian menyeluruh atas tingkat suatu

layanan yang baik. Terciptanya kualitas pelayanan tentunya akan menciptakan

kepuasan terhadap pengguna pelayanan yang pada akhirnya akan dapat mencapai

tujuan pemerintah yaitu mensejahterakan masyarakat.

Menurut Tangklison (2005:223), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas

pelayanan itu sendiri adalah :

1. Faktor internal antara lain kewenangan direksi, sikap yang berorientasi

terhadap perubahan, budaya organisasi, etika organisasi, sistem internship

maupun semangat kerjasama.

2. Faktor eksternal antara lain budaya politik, dinamika dan perkembangan

politik, pengelolaan konflik lokal, kondisi sosial ekonomi dan kontrol

yang dilakukan oleh masyarakat serta organisasi LSM (Lembaga Swadaya

Masyarakat).

1.5.2.6 Efektivitas Pelayanan Dipandang Melalui Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)

Pelayanan publik oleh aparatur pemerintah dewasa ini masih banyak dijumpai

kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan

masyarakat. Hal ini ditandai dengan masih adanya berbagai keluhan masyarakat

yang disampaikan melalui media massa, sehingga dapat menimbulkan citra yang

kurang baik terhadap aparatur pemerintah. Mengingat fungsi utama pemerintah

adalah melayani masyarakat, maka pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan

(31)

Salah satu dari beberapa indikator dari efektivitas Pemerintah Daerah adalah

kualitas pelayanan publik untuk mengetahui sejauh mana kualitas pelayanan

publik. Untuk mengetahui sejauh mana kualitas pelayanan publik ini maka

dilakukan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) terhadap pelayanan publik

tersebut.

Mengingat jenis pelayanan sangat beragam dengan sifat dan karakteristik yang

berbeda, maka untuk memudahkan penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat

(IKM) unit pelayanan diperlukan pedoman umum yang digunakan sebagai acuan

untuk mengetahui tingkat kinerja unit pelayanan di lingkungan unit kerja

masing-masing.

Dalam Keputusan Menteri PAN No Kep /25/M, PAN /2/2004 tentang

Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM), menyatakan bahwa : “Indeks Kepuasan

Masyarakat (IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat

yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas

pendapat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggaraan pelayanan

publik dan membandingkan antara harapan dan kebutuhan “.

Untuk mengetahui kepuasan masyarakat atau pelanggan dapat dilakukan

melalui peningkatan kepuasan masyarakat atau pelanggan, untuk dapat

mengetahui sejauh mana pelayanan telah mampu memenuhi harapan atau dapat

memberikan pelayanan kepada pelanggan, maka organisasi harus mengetahui

tingkat harapan pelanggan atau suatu atribut tertentu. Harapan pelanggan ini

selanjutnya akan dibandingkan dengan kinerja aktualnya, sehingga dari sini akan

diperoleh Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) pelanggan masyarakat yang

(32)

Menurut Keputusan /25/M.PAN/2/2004 tersebut terdapat unsur yang

relevan, valid, dan reliable, sehingga unsur minimal yang harus ada sebagai dasar

pengukur Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM), yaitu:

1. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alat pelayanan.

2. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanan. 3. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam

memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku.

4. Kejelasan petugas, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan.

5. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan.

6. Kemampuan petugas, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan atau menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat.

7. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaiakan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan. 8. Keadilan mendapatkan pelayanan yaitu pelaksanaan pelayanan dengan

membedakan golongan atau status masyarakat yang dilayani.

9. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati.

10. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang telah ditetapkan unit pelayanan.

11. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan.

12. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

13. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi saran dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan.

14. Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit pelayanan ataupun sarana yang digunakan sehingga masyarakat merasa senang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.

(33)

Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) adalah kegiatan

penyelenggaraan perizinan dan non-perizinan, yang proses pengelolaannya di

mulai dari tahap permohonan sampai ke tahap penerbitan dokumen, dilakukan

secara terpadu dalam satu tempat. Dengan konsep ini, pemohon cukup datang ke

satu tempat dan bertemu dengan petugas front office saja. Hal ini dapat

meminimalisasikan interaksi antara pemohon dengan petugas perizinan dan

menghindari pungutan-pungutan tidak resmi.

1.5.3.1 Tujuan Penyelenggaraan PTSP

Pembentukan penyelenggaraan PTSP pada dasarnya ditujukan untuk

menyederhanakan birokrasi pelayanan perizinan dan non-perizinan dalam bentuk :

1. Mempercepat waktu pelayanan dengan mengurangi tahapan-tahapan

dalam pelayanan yang kurang penting. Koordinasi yang lebih baik juga

akan sangat berpengaruh terhadap percepatan layanan perizinan.

2. Menekan biaya pelayanan izin usaha, selain pengurangan tahapan,

pengurangan biaya juga dapat dilakukan dengan membuat prosedur

pelayanan serta biaya resmi menjadi lebih transparan.

3. Menyederhanakan persyaratan izin usaha industri, dengan

mengembangkan sistem pelayanan paralel dan akan ditemukan

persyaratan-persyaratan yang tumpang tindih, sehingga dapat dilakukan

penyederhanaan persyaratan. Hal ini juga berdampak langsung terhadap

pengurangan biaya dan waktu

(34)

1. Transparan, yaitu bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua

pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah

dimengerti oleh usaha jasa.

2. Akuntabel, yaitu dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

3. Partisipatif, yaitu mendorong peran serta masyarakat dalam

penyelenggaraan pelayanan perizinan dengan memperhatikan aspirasi,

kebutuhan dan harapan masyarakat. Salah satu contoh dengan

menggunakan jasa urus perizinan yang resmi.

4. Kesamaan hak, yaitu tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan

suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi. Dan juga warga

yang ingin memiliki surat izin membangun bangunan.

5. Efisien, yaitu proses pelayanan perizinan pariwisata hanya melibatkan

tahap-tahap yang penting dan melibatkan personil yang telah di tetapkan.

6. Keseimbangan antara Hak dan Kewajiban, yaitu pemberi dan penerima

pelayanan perizinan harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing

pihak.

7. Profesional, pemprosesan perizinan melibatkan keahlian yang diperlukan,

baik untuk validasi administratif, verifikasi lapangan, pengukuran dan

penilaian kelayakan, yang masing-masing prosesnya dilaksanakan

berdasarkan tata urutan dan prosedur yang telah ditetapkan

(35)

Mekanisme pemprosesan perizinan di kantor PTSP secara garis besar adalah

sebagai berikut :

1. Pemohon mencari informasi pada “loket informasi” untuk mendapatkan

informasi (penjelasan) terkait dengan persyaratan, biaya, dan waktu yang

dibutuhkan untuk mendapatkan layanan perizinan.

2. Pemohon mengisi formulir permohonan dengan dilengkapi semua

persyaratan yang telah ditetapkan.

3. Pemohon menyerahkan formulir permohonan dan persyaratan yang

diperlukan ke “loket pendaftaran”.

4. Petugas di loket pendaftaran melakukan pemeriksaan berkas permohonan

dan kelengkapan persyaratan.

5. Jika tidak lengkap, maka berkas dikembalikan kepada pemohon untuk

dilengkapi.

6. Jika lengkap, maka;

a. Pemohon menerima bukti tanda terima berkas permohonan.

b. Petugas melakukan pendataan dan pemeriksaan

c. Kantor PTSP (tim teknis pertimbangan perizinan) akan melakukan

pemeriksaan (pembahasan) terhadap berkas-berkas tersebut, apakah

permohonan izin tersebut disetujui atau tidak.

7. Jika hasil pemeriksaan ternyata tidak sesuai dengan peraturan (Perda,

RT/RW, RDTR, dan peraturan lainnya), maka permohonan di tolak dan

(36)

8. Jika hasil pemeriksaan berkas permohonan tersebut sesuai dengan

peraturan yang berlaku maka dilakukan peninjauan lapangan yang

dilanjutkan dengan membuat Berita Acara Pemeriksaan.

9. Jika hasil pemeriksaan lapangan tersebut tidak sesuai, maka tim me-

‘rekomendasi tidak layak/tidak dapat’ dan mengembalikan berkas

permohonan kepada pemohon. (membuat surat penolakan).

10. Jika hasil pemeriksaan lapangan tersebut sesuai, maka tim me-

‘rekomendasikan layak/dapat’ maka permohonan perizinan di lanjutkan

untuk proses dengan :

a. Naskah perizinan diterbitkan (dicetak) oleh PTSP.

b. Naskah perizinan ditandatangani oleh kepala PTSP.

c. Pemohon menerima informasi bahwa surat izin selesai.

d. Pemohonan melakukan pembayaran di loket kasir/bank.

e. Petugas loket kasir/bank memberi bukti pembayaran/

f. Pemohon mengambil surat izin.

g. Petugas loket pengambilan menyerahkan tanda terima dan surat izin

1.6. Definisi Konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan

secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat

perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995:37). Tujuannya adalah untuk

memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari

(37)

mengemukakan definisi dari beberap konsep yang akan digunakan dalam

penelitian ini :

a. Efektivitas pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu

(KPPTSP) adalah pengukuran mengenai tercapainya suatu sasaran dan

tujuan organisasi (KPPTSP) sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan

sebelumnya, tepat waktu dan tepat hasil.

b. Kualitas pelayanan publik adalah mutu/kualitas suatu produk (barang atau

jasa) pelayanan yang diberikan oleh birokrasi atau aparat pemerintah

dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat, sehingga

kebutuhan dan keinginan masyarakat/pelanggan dapat terpenuhi dengan

baik. Kualitas pelayanan publik erat hubungannya dengan pelayanan yang

sistematis dan komprehensif yang dikenal dengan pelayanan prima.

c. Pelayanan Terpadu Satu Pintu adalah suatu kebijakan penyelenggaraan

kegiatan pelayanan jasa perizinan dan nonperizinan yang prosesnya

dilakukan secara terpadu dalam satu tempat.

1.7 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan

bagaimana cara mengukur suatu variabel sehingga dalam pengukuran dapat

diketahui indikator-indikator pendukung apa saja yang dapat diukur dari variabel

tersebut (Singarimbun, 1995:46).

Adapun yang menjadi definisi operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Efektivitas pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu

(38)

a. Sasaran/tujuan, dalam arti semua rencana atau program yang telah

dirumuskaan dan dilaksanakan berjalan sesuai dengan yang telah

diharapkan/ditetapkan.

b. Adanya wewenang yang dimiliki oleh Kantor Pelayanan Perizinan

Terpadu Satu Pintu dalam mengelola dan memproses izin.

c. Peraturan-peraturan, yang digunakan sebagai pedoman dan landasan

kerja dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan

perizinan.

d. Ketersedian segala sarana dan prasarana yang mendukung, dalam arti

terpenuhinya sarana, teknologi atau unsur-unsur teknis yang dapat

menunjang kegiatan pemberian pelayanan perizinan di KPPTSP.

e. Output, dalam arti adanya peningkatan jumlah pelanggan/konsumen

yang memakai jasa Kantor Palayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu itu.

2. Kualitas pelayanan yang diberikan, indikatornya :

a. Kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur/tata cara pelayanan

diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat dan tidak berbelit-belit serta

mudah dipahami dan dilaksanakan.

b. Kompetensi SDM dan sikap yang sopan, ramah petugas pemberi

pelayanan yang mampu memberikan pelayanan perizinan dengan baik.

c. Ekonomis, dalam arti penetapan biaya pelayanan harus ditetapkan secara

wajar dan mempertimbangkan kondisi dan kemampuan pelanggan

(39)

d. Waktu pelayanan, bahwa adanya kejelasan atau keefektifan waaktu

penyelesaian proses pelayanan perizinan sesuai dengan waktu yang telah

ditetapkan atau bisa lebih cepat dati waktu yang telah ditetapkan.

e. Keamanan, dalam arti bahwa proses serta hasil pelayanan dapat

memberikan keamanan dan kenyamanan serta dapat memberikan

kepastian hukum.

1.8 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep, definisi operasional dan

sistematika penulisan.

BAB II : METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik

pengumpulan data, dan teknik analisa data.

BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian berupa

sejarah singkat, visi dan misi, kedudukan, tugas dan fungsi.

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi

seperti jawaban dari informan dan data tertulis.

(40)

Bab ini berisi uraian data-data yang diperoleh setelah melaksanakan penelitian.

BAB VI PENUTUP

(41)

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1 Bentuk Penelitian

Metode adalah cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan.

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode

penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sebagaimana yang

dikemukakan oleh Nawawi (1990:64) bahwa metode diskriptif memusatkan

perhatian pada masalah-masalah atau fenomena-fenomena yang ada saat

penelitian dilakukan atau masalah yang bersifat aktual, kemudian menggambarkan

fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi dengan

interpretasi.

Menurut Moleong (2000:5), metode penelitian kualitatif

merupakan prosedur penelitian yang merupakan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis maupun lisan dari orang dan prilaku yang diamati.

Dengan metode diskriptif kualitatif ini diharapkan dapat memberikan gambaran

yang jelas tentang “Efektivitas Pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu

Satu Pintu dalam Memberikan Pelayanan Kepada Masyarakat”, sehingga

diupayakan dapat menjelaskan fenomena-fenomena yang ada berdasarkan data

atau informasi yang diperoleh selama melakukan penelitian.

(42)

Penelitian ini dilakukan di sebuah Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu

(KPPTSP) yang berkedudukan di Kabupaten Gayo Lues Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam yang nantinya layak untuk diteliti.

2.3 Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membahas generalisasi dari hasil

penelitiannya. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif tidak dikenal adanya

populasi dan sampel. Subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus

penelitian ditentukan dengan sengaja, subjek penelitian ini menjadi informan yang

akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan (Suyanto, 2005:171-172).

Untuk memperoleh informasi yang lebih jelas mengenai masalah penelitian yang

sedang dibahas, maka diperlukan teknik informan. Informan adalah seseorang

yang benar-benar mengetahui suatu persoalan/permasalahan tertentu yang darinya

dapat diperoleh informasi yang jelas, akurat dan terpercaya baik berupa

pernyataan-pernyataan, keterangan, atau data-data yang dapat membantu

persoalan / permasalahan tersebut.

Berapa jumlah informan dalam penelitian kualitatif belum dapat diketahui

sebelum peneliti melakukan kegiatan pengumpulan data di lapangan. Yang

demikian dimakasud untuk tercapainya kualitas data yang memadai sehingga

sampai ke informan keberapa data tidak berkualitas lagi atau sudah mencapai titik

jenuh karena tidak memperoleh informasi baru lagi (Hamidi, 2005:75)

Dalam penelitian ini penulis menggunakan informan kunci (key informan) dan

informan biasa. Informan kunci adalah informan yang mengetahui secara

(43)

informan yang ditentukan dengan dasar pertimbangan mengetahui dan

berhubungan dengan permasalahan penelitian tersebut.

Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah :

1. Yang menjadi informan kunci adalah masyarakat yang berhubungan

dan mempunyai kepentingan dengan Kantor Pelayanan Perizinan

Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) tersebut, yang berjumlah 35 orang yang

disesuaikan dengan jenis izin yang diurus.:

Izin Tempat Usaha 18 orang

Izin Gangguan Tempat Usaha (HO) 3 orang

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 4 orang

Izin Usaha Jasa Kontruksi (IUJK) 4 orang

Izin Rumah Sakit Bersalin 1 orang

Izin Usaha Perdagangan 5 orang

Total 35 orang

2. Yang menjadi informan biasa dalam penelitian ini adalah :

Kepala kantor 1 orang

Kepala Tata Usaha 1 orang

Kasi Pelayanan Perizinan 1 orang

Pegawai KPPTSP 2 orang

Total 5 orang.

(44)

Dalam penelitian ini penulis menggunakan tiga teknik pengumpulan data.

Berikut ini diuraikan kedua teknik pengumpulan data tersebut :

1. Teknik Pengumpulan Data primer

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian.

data primer dilakukan dengan instrumen :

a. Wawancara (inteview)

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab

secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait, dan berhadapan langsung

dengan informan atau key informan yang dianggap mengerti mengenai

permasalahan yang diteliti.

b. Observasi.

Observasi adalah teknik yang digunakan untuk mendapatkan fakta-fakta emperik

yang kasat mata dan guna memperoleh dimensi-dimensi baru untuk pemahaman

konteks maupun fenomena yang diteliti yang terlihat di kancah penelitian.

c. Quesioner (angket)

Quesioner atau angket merupakan teknik pengumpulan data dengan cara

memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk

dijawabnya (Sugiyono, 2005:162).

2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh untuk mendukung data primer. Pada penelitian ini data

(45)

a. Studi Kepustakaan yaitu pengumpulan data-data dengan cara mempelajari,

mendalami dan mengutip teori-teori dari dan konsep-konsep dari sejumlah

literatur baik buku, jurnal, majalah, Koran atau karya tulis lainnya yang relevan

dengan topik penelitian.

b. Dokumentasi dilakukan dengan memanfaatkan dokumen tertulis, gambar, foto

atau benda-benda lain yang berkaitan dengan aspek-aspek yang diteliti.

2.5 TEKNIK ANALISA DATA

Sesuai dengan metode penelitian, teknik analisa data yang digunakan penulis

adalah teknik analisa data yang kualitatif. Analisa data kualitatif adalah analisa

terhadap data yang diperoleh berdasarkan kemampuan nalar peneliti dalam

menghubungkan data, fakta dan informasi. Jadi teknik analisa data dilakukan

dengan penyajian data yang terdapat melalui keterangan yang diperoleh dari

informan selanjutnya dinterpretasikan sesuai dengan tujuan penelitian yang telah

(46)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3. 1 Sejarah Singkat Terbentuknya Kabupaten Gayo Lues

Dengan berlakunya UU No. 5 Tahun 1974, maka status kewedanan diganti

dengan sebutan Pembantu Bupati. Namun sejak tahun 1975 sampai dengan 1981

status Gayo Lues masih dalam status transisi karena Gayo Lues dijadikan daerah

koordinator Pemerintahan untuk 4 kecamatan. Baru pada tahun 1982 kewedanan

Gayo Lues dijadikan wilayah Pembantu Bupati Gayo Lues yang dipimpin oleh

Pembantu Bupati. Berhubung keterbatasan wewenang dan ditambah lagi luasnya

daerah yang harus dikoordinir dan lagi minimnya PAD Aceh Tenggara ada kesan

kemajuan pembangunan Gayo Lues dianaktirikan.

Pada pertengahan tahun 90-an transportasi Gayo Lues agak mendekati titik

terang dengan berfungsinya sarana jalan sehingga menjadikan kota Blangkejeren

simpang empat antar daerah kabupaten lainnya di lingkungan provinsi NAD yaitu

Blangkejeren-Takengon, Blangkejeren-Aceh Selatan, Blangkejeren-Kutacane,

Blangkejeren-Aceh Timur. Hal ini memicu percepatan pertumbuhan ekonomi

wilayah Gayo Lues yang mendukung PMDN dan PMDA untuk menanam modal.

Faktor intern di atas ditambah lagi faktor ekstern dengan diresmikannya Pembantu

Bupati Simelu menjadi Kabupaten Administratif, menyusul Pembantu Bupati

Bireun dan Pembantu Bupati Singkil menjadi kabupaten. Hal inilah yang

merangsang masyarakat Gayo Lues untuk mengikuti jejak dari daerah-daerah di

(47)

Atas pertimbangan tersebut di atas, maka pada akhir tahun 1997 beberapa

orang tua bermusyawarah di Blangkejeren untuk memperjuangkan Gayo Lues

menjadi kabupaten Administratif. Untuk itu dibentuk sebuah panitia kecil yang

dinamakan Panitia Persiapan Peningkatan Status Wilayah Pembantu Bupati Gayo

Lues Blangkejeren. Kabupaten Aceh Tenggara dengan susunan sebagai berikut :

Ketua : Drs.H. Maat Husin

Wakil Ketua : H. Abdullah Wirasalihin

Wakil Ketua : Ak Wijaya

Wakil Ketua : Syahuddin Thamrin

Sekretaris : H. M Saleh Adami

Wakil Sekretaris : Drs. Bunyamin. S

Bendahara : H. M Yakoeb Mas

Dilengkapi dengan Biro-biro :

Biro Keuangan : Drs. H Saniman M

Biro Pendapatan : Drs. H Ramli S, MM

Biro Humas : Syaril AW

Biro Seni Budaya : H. Ibrahim Sabri

Biro Hukum/Dok : Drs. H Salim Wahab

Biro Adat : A Rahim

Biro Umum : Rajab Abdullah

Maksud dan tujuan pembentukan panitia ini disampaikan kepada Bupati

(48)

mendukung gagasan yang baik ini. Panitia meminta Bupati agar menyurati

Gubernur dan Ketua DPRD I Aceh. Permintaan ini disanggupi Bupati dan ketua

DPRD II Aceh Tenggara dengan mengirim surat kepada Gubernur dan ketua

DPRD Aceh. Petinggi Aceh lalu menyurati menteri yang terkait di Jakarta

termasuk pimpinan DPR, pimpinan Parpol dan lain-lain yang di rasa patut.

Proses di Jakarta sedikit agak terhambat mengingat kondisi negara pun

belum begitu stabil. Karena itu panitia, Pemerintah Aceh Tenggara masyarakat

Gayo Lues yang berdomisili di Jakarta berjuang terus tanpa mengenal lelah, tanpa

biaya yang melimpah, bekerja tanpa pamrih demi terwujudnya sebuah Kabupaten.

Tahun 2000 delegasi dikirim ke Jakarta dari Aceh Tenggara untuk penjajakan dan

menemui Menteri Dalam Negeri, pimpinan DPR dan pimpinan Parpol untuk

mohon bantuan. Setelah melalui proses yang agak panjang akhirnya pada tanggal

30 Agustus 2001 DPOD menetapkan 4 calon kabupaten dari Aceh dinyatakan

lulus menjadi Kabupaten, sedangkan Gayo Lues dikaji ulang. Masyarakat Gayo

Lues, Pemda Aceh Tenggara, Pemerintah Daerah Aceh, merasa tidak puas dan

kecewa, lalu mengirim delegasi lagi ke Jakarta menemui Petinggi di Jakarta

termasuk Wapres kepada mereka dimohon dengan hormat agar Gayo Lues dapat

diluluskan menjadi Kabupaten dalam sidangnya pada tanggal 18 Oktober 2001.

Tidak lama kemudian pemerintah mengusulkan RUU pembentukan Kabupaten

Gayo Lues ke DPR-RI. Dalam sidang DPR-RI pada tanggal 11 Maret 2002

seluruh fraksi menyetujui Gayo Lues menjadi Kabupaten beserta 11

Kabupaten/Kota lainnya.

Setelah itu masyarakat Gayo Lues mengusulkan kepada Bupati Aceh

(49)

1. Drs. Ramli S

2. Drs. H. Syamsul Bahri

3. Drs. H. Harun Al-Rasyid

4. Ir. Muhammad Ali Kasim, MM

5. Drs. Abdul Gafar

Pada tanggal 2 Juli 2002 Gayo Lues beserta 21 Kabupaten/Kota lainnya

diresmikan oleh Mendagri Hari Sabarno sebagai sebuah Kabupaten. Pada tanggal

6 Agustus Gubernur NAD Ir. Abdullah Puteh melantik Ir. Muhammad Ali Kasim,

MM menjadi Pejabat Bupati Gayo Lues di Kutacane. Dengan demikian selesai

sebuah perjuang yang suci untuk mewujudkan sebuah Kabupaten yang

dicita-citakan.

3.1.1 Letak Geografis Kabupaten Gayo Lues

Kabupaten Gayo Lues memiliki luas wilayah 5.719 km2 dan terletak pada

koordinat 3º40’46,13”-4º16’50,45” LU 96º43’15,65”-97º55’24,29” BT

3.1.2 Profil Pemerintahan

Daerah Gayo Lues mencakup 57% dari wilayah lama (Aceh Tenggara),

dan dibagi menjadi 11 kecamatan, dengan perincian sebagai berikut :

1. Kecamatan Blangkejeren

2. Kecamatan Kuta Panjang

3. Kecamatan Pining

4. Kecamatan Rikit Gaib

(50)

6. Kecamatan Putri Betung

7. Kecamatan Blang Pegayon

8. Kecamatan Dabun Gelang

9. Kecamatan Blang Jerango

10. Kecamatan Tripe Jaya

11. Kecamatan Pantan Cuaca

3.1.3 Penduduk

Jumlah masyarakat kabupaten Gayo Lues 31.184[1] dengan kepadatan penduduk 14 jiwa km2. Mayoritas penduduk Kabupaten Gayo Lues berasal dari etnik Gayo , bermukim pula di sana warga dari suku Aceh, Alas, Batak dan Jawa

3.2 Gambaran Umum KPPTSP Kabupaten Gayo Lues

Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) dibentuk

dengan Peraturan Bupati Gayo Lues Nomor : 03 Tahun 2007 tentang

Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja KPPTSP Kabupaten Gayo Lues

dan Peraturan Bupati Nomor : 04 Tahun 2007 tentang Rincian Tugas Pokok dan

Fungsi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gayo Lues.

Pejabat struktural pada KPPTSP dilantik pada tanggal 2 Juli 2007

Gambar

Tabel 14. Distribusi jawaban informan mengenai selama Proses pelayanan
Tabel 1  Distribusi jawaban berdasarkan jenis kelamin
Tabel 2  Distribusi jawaban berdasarkan Status Perkawinan
Tabel 3 Distribusi jawaban berdasarkan Usia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun tentu saja, prestasi tersebut juga tak lepas dari komitmen kita semua dalam memegang amanah, baik amanah yang datang dari luar (pihak eksternal) maupun amanah kita

Judul : Metode Hafalan Al Qur’an Siswa Kelas V Sekolah Dasar Islam Terpdadu Ibnu Umar Boyolali Dan Sekolah Dasar Muhammadiyah Program Khusus Boyolali Tahun 2015/2016 Pembimbing

BDE’nin akademik başarı üzerindeki etkisini incelemek amacıyla öncelikle 43 çalışma meta-analiz sürecine dâhil edilmiş, meta- analize dâhil edilen tüm

Desain lekapan adalah rancangan suatu benda berdasarkan unsur dan prinsip desain pada media dasar menggunakan teknik lekapan. Bahan lekapan untuk menghias dapat bersumber dari

Dalam  Rencana  Kerja  Pemerintah  (RKP)  tahun  2009,  pembangunan  pertanian  dilaksanakan  melalui  beberapa  program  antara  lain  Program  Peningkatan 

tersebut akan diambil siswa yang terindikasi memiliki disiplin belajar rendah. Penelitian dirancang dalam dua siklus yang masing-masing siklus terdiri dari tahap

Dari gambar 1, menunjukkan bahwa tidak menutup kemungkinan anak dengan sindrom down dengan pendengaran normal akan mengalami keterlambatan dalam perkembangan bahasa