PERANCANGAN PENGENAL QR (QUICK RESPONSE) CODE
DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE
PERCEPTRON
SKRIPSI
NOVALIA 081401023
PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERANCANGAN PENGENAL QR (QUICK RESPONSE) CODE DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE PERCEPTRON
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Komputer
NOVALIA 081401023
PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2012
Judul : PERANCANGAN PENGENAL QR (QUICK RESPONSE) CODE DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE PERCEPTRON
Kategori : SKRIPSI
Nama : NOVALIA
Nomor Induk Mahasiswa : 081401023
Program Studi : SARJANA (S1) ILMU KOMPUTER
Departemen : ILMU KOMPUTER
Fakultas : ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI
INFORMASI (FASILKOM-TI) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, Juli 2012
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Ade Candra, ST, M.Kom M. Andri Budiman, ST, M.CompSc, MEM NIP.197909042009121002 NIP. 197510082008011001
Diketahui/Disetujui oleh
Program Studi S1 Ilmu Komputer Ketua,
Dr. Poltak Sihombing, M.Kom NIP. 196203171991031011
PERANCANGAN PENGENAL QR (QUICK RESPONSE) CODE DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE PERCEPTRON
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa ringkasan dan kutipan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2012
NOVALIA 081401023
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perlindungan dan kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, yang merupakan syarat wajib untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer, Program Studi S1 Ilmu Komputer Departemen Ilmu Komputer Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Poltak Sihombing selaku Ketua Program Studi S1 Ilmu Komputer dan telah bersedia menjadi dosen penguji pertama yang telah memberikan kritik dan saran yang bermanfaat bagi penulis.
2. Ibu Maya Silvi Lydia, B.Sc, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi S1 Ilmu Komputer.
3. Bapak M. Andri Budiman, ST, MCompSc, MEM selaku dosen pembimbing pertama yang telah meluangkan waktunya dan memberikan masukan yang bermanfaat bagi penulis.
4. Bapak Ade Candra, ST, M.Kom selaku dosen pembimbing kedua yang telah meluangkan waktunya dan memberikan masukan yang bermanfaat bagi penulis. 5. Bapak Amer Sharif, S.Si, M.Kom selaku dosen penguji kedua yang telah
memberikan kritik dan saran yang bermanfaat bagi penulis.
6. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh dosen serta pegawai di Program Studi S1 Ilmu Komputer Departemen Ilmu Komputer FASILKOM-TI USU.
8. Ayahanda tercinta Suparman dan ibunda tercinta Lusia yang selalu memberikan kasih sayang, nasehat, dukungan, dan semangat kepada penulis sejak kecil sampai penyelesaian penyusunan skripsi ini.
9. Yenni Tarigan, Juwita Adelina, Ria Marpaung, Angga Ricardo, Brikson Hara Donald Barus, Rosalina Situmorang, dan semua mahasiswa S1 Ilmu Komputer stambuk 2008, para senior dan junior, serta semua sahabat dan keluarga yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat terutama untuk diri sendiri dan juga kepada seluruh pembaca.
Penulis,
Quick Response (QR) Code digunakan untuk menyimpan informasi penting dari suatu barang atau produk. QR Code memiliki pola yang sangat acak dan tidak dapat dibedakan. QR Code juga dapat kotor dan mengalami kerusakan. Penelitian terhadap pola QR Code dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui informasi yang tersimpan dalam QR Code tersebut. Metode penelitian yang digunakan untuk mengenali pola-pola QR Code tersebut adalah dengan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan metode Perceptron. Perceptron adalah salah satu metode Jaringan Syaraf Tiruan yang sering digunakan untuk pengenalan pola. Yang menjadi input pada sistem adalah citra biner
QR Code dimana QR Code tersebut menyimpan informasi berupa nama universitas
sebagai datanya. Untuk setiap data disediakan 13 pola yang berbeda. Pada pelatihan digunakan 8 pola untuk masing-masing data. Pengujian dilakukan terhadap seluruh data yang sudah dilatih maupun yang belum dilatih. Sistem ini memiliki 16 target untuk 16 jenis data. Dari hasil pengujian sistem, bobot dan bias yang didapatkan dari hasil pelatihan mampu memberikan output sesuai dengan yang diharapkan. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa Jaringan Syaraf Tiruan dengan metode Perceptron lapis tunggal dapat digunakan untuk mengenali pola-pola QR Code Level H versi 4 yang polanya sangat acak dan sulit untuk dibedakan.
Kata kunci : Pengenalan pola, Jaringan Syaraf Tiruan, Perceptron, QR Code,
DESIGN OF QR (QUICK RESPONSE) CODE RECOGNITION WITH
ARTIFICIAL NEURAL NETWORKS PERCEPTRON METHODS
ABSTRACT
Quick Response (QR) Code is used to store important information of an item or product. QR Code has a very random pattern and can not be distinguished. QR Code can also be dirty and damaged. Research conducted on the pattern of QR Code in order to find out the information stored in the QR Code. The method used to identify patterns of QR Code is to use Artificial Neural Networks Perceptron method. Perceptron is a neural network method is often used for pattern recognition. The input to the system is a binary image of the QR Code QR Code which is storing the information in the form of the name of the university as its data. For each of the data provided by 13 different patterns. At the training patterns used 8 for each data. Tests performed on all data that have not been trained or trained. This system has 16 targets for 16 types of data. From the results of system testing, the weights and biases obtained from the training to provide the output as expected. From the results, it can be concluded that neural networks with single-layer Perceptron method can be used to recognize patterns QR Code Level H 4th version of the pattern which is very random and difficult to distinguish.
Key words : Pattern Recognition, Artificial Neural Network, Perceptron, QR
DAFTAR ISI
Daftar Lampiran xi
Bab 1 Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Batasan Masalah 4
1.4 Tujuan Penelitian 5
1.5 Manfaat Penelitian 5
1.6 Metode Penelitian 5
1.7 Sistematika Penulisan 6
Bab 2 Landasan Teori 8
2.1 Pengolahan Citra 8
2.1.1 Citra 8
2.1.2 Digitalisasi Citra 9
2.1.3 Citra Grayscale 10
2.1.4 Citra Biner 10
2.1.5 Operasi Pengolahan Citra 11
2.1.6 Pengambangan 12
2.2 Pengenalan Pola 13
2.3 Jaringan Syaraf Biologi 15
2.4 Jaringan Syaraf Tiruan 16
2.4.1 Komponen Jaringan Syaraf Tiruan 20
2.4.2 Arsitektur Jaringan 21
2.4.3 Model Pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan 23
2.4.4 Fungsi Aktivasi 24
2.5 Perceptron 25
2.5.1 Arsitektur Jaringan Perceptron 25
2.5.2 Pelatihan Perceptron 26
2.6 QR Code 28
2.6.1 Struktur QR Code 29
2.6.2 Karakteristik QR Code 30
2.6.3 Spesifikasi QR Code 33
Bab 3 Analisis dan Perancangan 34
3.1 Analisis Sistem 34
3.1.1 Analisis Masalah (Problem Analysis) 35 3.1.2 Analisis Kebutuhan (Requirement Analysis) 35 3.1.2.1 Analisis Kebutuhan Fungsional 36 3.1.2.2 Analisis Kebutuhan Non-Fungsional 36
3.1.3 Pemodelan Sistem 37
3.1.3.1 Use Case Diagram 37
3.1.3.2 Activity Diagram 38
3.1.3.3 Sequence Diagram 40
3.1.3.4 Class Diagram 40
3.2 Tahap-tahap Pengolahan Data 41
3.2.1 Akuisisi Data 41
3.2.2 Prapengolahan 42
3.2.3 Ekstraksi Citra 41
3.3 Perancangan Sistem 43
3.3.1 Perancangan Arsitektur Jaringan 43
3.2.2 Perancangan Antar Muka Sistem 45
Bab 4 Implementasi dan Pengujian 47
4.1 Implementasi Sistem 47
4.1.1 Konfigurasi Perangkat Keras 47
4.1.2 Konfigurasi Perangkat Lunak 48
4.1.3 Hasil Eksekusi Aplikasi 48
4.2 Pelatihan 50
4.3 Pengujian 51
Bab 5 Kesimpulan dan Saran 62
5.1 Kesimpulan 62
5.2 Saran 62
PERANCANGAN PENGENAL QR (QUICK RESPONSE) CODE
DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE
PERCEPTRON
SKRIPSI
NOVALIA 081401023
PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERANCANGAN PENGENAL QR (QUICK RESPONSE) CODE DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE PERCEPTRON
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Komputer
NOVALIA 081401023
PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2012
Judul : PERANCANGAN PENGENAL QR (QUICK RESPONSE) CODE DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE PERCEPTRON
Kategori : SKRIPSI
Nama : NOVALIA
Nomor Induk Mahasiswa : 081401023
Program Studi : SARJANA (S1) ILMU KOMPUTER
Departemen : ILMU KOMPUTER
Fakultas : ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI
INFORMASI (FASILKOM-TI) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, Juli 2012
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Ade Candra, ST, M.Kom M. Andri Budiman, ST, M.CompSc, MEM NIP.197909042009121002 NIP. 197510082008011001
Diketahui/Disetujui oleh
Program Studi S1 Ilmu Komputer Ketua,
Dr. Poltak Sihombing, M.Kom NIP. 196203171991031011
PERANCANGAN PENGENAL QR (QUICK RESPONSE) CODE DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE PERCEPTRON
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa ringkasan dan kutipan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2012
NOVALIA 081401023
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perlindungan dan kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, yang merupakan syarat wajib untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer, Program Studi S1 Ilmu Komputer Departemen Ilmu Komputer Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Poltak Sihombing selaku Ketua Program Studi S1 Ilmu Komputer dan telah bersedia menjadi dosen penguji pertama yang telah memberikan kritik dan saran yang bermanfaat bagi penulis.
2. Ibu Maya Silvi Lydia, B.Sc, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi S1 Ilmu Komputer.
3. Bapak M. Andri Budiman, ST, MCompSc, MEM selaku dosen pembimbing pertama yang telah meluangkan waktunya dan memberikan masukan yang bermanfaat bagi penulis.
4. Bapak Ade Candra, ST, M.Kom selaku dosen pembimbing kedua yang telah meluangkan waktunya dan memberikan masukan yang bermanfaat bagi penulis. 5. Bapak Amer Sharif, S.Si, M.Kom selaku dosen penguji kedua yang telah
memberikan kritik dan saran yang bermanfaat bagi penulis.
6. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh dosen serta pegawai di Program Studi S1 Ilmu Komputer Departemen Ilmu Komputer FASILKOM-TI USU.
8. Ayahanda tercinta Suparman dan ibunda tercinta Lusia yang selalu memberikan kasih sayang, nasehat, dukungan, dan semangat kepada penulis sejak kecil sampai penyelesaian penyusunan skripsi ini.
9. Yenni Tarigan, Juwita Adelina, Ria Marpaung, Angga Ricardo, Brikson Hara Donald Barus, Rosalina Situmorang, dan semua mahasiswa S1 Ilmu Komputer stambuk 2008, para senior dan junior, serta semua sahabat dan keluarga yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat terutama untuk diri sendiri dan juga kepada seluruh pembaca.
Penulis,
Quick Response (QR) Code digunakan untuk menyimpan informasi penting dari suatu barang atau produk. QR Code memiliki pola yang sangat acak dan tidak dapat dibedakan. QR Code juga dapat kotor dan mengalami kerusakan. Penelitian terhadap pola QR Code dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui informasi yang tersimpan dalam QR Code tersebut. Metode penelitian yang digunakan untuk mengenali pola-pola QR Code tersebut adalah dengan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan metode Perceptron. Perceptron adalah salah satu metode Jaringan Syaraf Tiruan yang sering digunakan untuk pengenalan pola. Yang menjadi input pada sistem adalah citra biner QR Code dimana QR Code tersebut menyimpan informasi berupa nama universitas sebagai datanya. Untuk setiap data disediakan 13 pola yang berbeda. Pada pelatihan digunakan 8 pola untuk masing-masing data. Pengujian dilakukan terhadap seluruh data yang sudah dilatih maupun yang belum dilatih. Sistem ini memiliki 16 target untuk 16 jenis data. Dari hasil pengujian sistem, bobot dan bias yang didapatkan dari hasil pelatihan mampu memberikan output sesuai dengan yang diharapkan. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa Jaringan Syaraf Tiruan dengan metode Perceptron lapis tunggal dapat digunakan untuk mengenali pola-pola QR Code Level H versi 4 yang polanya sangat acak dan sulit untuk dibedakan.
Kata kunci : Pengenalan pola, Jaringan Syaraf Tiruan, Perceptron, QR Code,
DAFTAR ISI
Daftar Lampiran xi
Bab 1 Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Batasan Masalah 4
1.4 Tujuan Penelitian 5
1.5 Manfaat Penelitian 5
1.6 Metode Penelitian 5
1.7 Sistematika Penulisan 6
Bab 2 Landasan Teori 8
2.1 Pengolahan Citra 8
2.1.1 Citra 8
2.1.2 Digitalisasi Citra 9
2.1.3 Citra Grayscale 10
2.1.4 Citra Biner 10
2.1.5 Operasi Pengolahan Citra 11
2.1.6 Pengambangan 12
2.2 Pengenalan Pola 13
2.3 Jaringan Syaraf Biologi 15
2.4 Jaringan Syaraf Tiruan 16
2.4.1 Komponen Jaringan Syaraf Tiruan 20
2.4.2 Arsitektur Jaringan 21
2.4.3 Model Pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan 23
2.4.4 Fungsi Aktivasi 24
2.5 Perceptron 25
2.5.1 Arsitektur Jaringan Perceptron 25
2.5.2 Pelatihan Perceptron 26
2.6 QR Code 28
2.6.1 Struktur QR Code 29
2.6.2 Karakteristik QR Code 30
2.6.3 Spesifikasi QR Code 33
Bab 3 Analisis dan Perancangan 34
3.1 Analisis Sistem 34
3.1.1 Analisis Masalah (Problem Analysis) 35 3.1.2 Analisis Kebutuhan (Requirement Analysis) 35 3.1.2.1 Analisis Kebutuhan Fungsional 36 3.1.2.2 Analisis Kebutuhan Non-Fungsional 36
3.1.3 Pemodelan Sistem 37
3.1.3.1 Use Case Diagram 37
3.1.3.2 Activity Diagram 38
3.1.3.3 Sequence Diagram 40
3.1.3.4 Class Diagram 40
3.2 Tahap-tahap Pengolahan Data 41
3.2.1 Akuisisi Data 41
3.2.2 Prapengolahan 42
3.2.3 Ekstraksi Citra 41
3.3 Perancangan Sistem 43
3.3.1 Perancangan Arsitektur Jaringan 43
3.2.2 Perancangan Antar Muka Sistem 45
Bab 4 Implementasi dan Pengujian 47
4.1 Implementasi Sistem 47
4.1.1 Konfigurasi Perangkat Keras 47
4.1.2 Konfigurasi Perangkat Lunak 48
4.1.3 Hasil Eksekusi Aplikasi 48
4.2 Pelatihan 50
4.3 Pengujian 51
Bab 5 Kesimpulan dan Saran 62
5.1 Kesimpulan 62
5.2 Saran 62
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
NamaTabel Halaman
2.1 2.2 4.1
Perbandingan NN dengan ANN Spesifikasi QR Code
Hasil Pelatihan Jaringan
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Gambar Nama Gambar Halaman
2.1
Struktur Neuron pada Otak Manusia Ilustrasi Model ANN
Jaringan Lapis Tunggal Jaringan Multi Lapis Jaringan Kompetitif
Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan metode Perceptron Fungsi aktivasi hard limit
QR Code
Struktur QR Code
Salah Satu Finding Pattern QR Code Jenis Penyimpangan pada QR Code Kerusakan pada QR Code
QR Code versi 1 (kiri) dan versi 2 (kanan) Ishikawa Diagram
Use Case Diagram Activity Diagram Sequence Diagram Class Diagram
Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan metode Perceptron untuk Pengenalan Pola QR Code
Form Utama Form Aplikasi
Tampilan Halaman Awal
Tampilan Aplikasi Pengenalan Pola
Tampilan Kotak Dialog Pemilihan Gambar QR Code Tampilan Hasil Pengujian Universitas Gajah Mada Yogya Tampilan Hasil Pengujian Universitas Indonesia Jakarta Tampilan Hasil Pengujian Universitas Sumatera Utara Tampilan Hasil Pengujian Universitas Airlangga Surabaya Tampilan Hasil Pengujian Universitas Hasanudin Makassar Tampilan Hasil Pengujian Universitas Andalas Padang Tampilan Hasil Pengujian Universitas Padjajaran Bandung Tampilan Hasil Pengujian Universitas Diponegoro Semarang Tampilan Hasil Pengujian Universitas Sriwijaya Palembang Tampilan Hasil Pengujian Universitas Lambung Mangkurat Tampilan Hasil Pengujian Universitas Syiah Kuala Banda Tampilan Hasil Pengujian Universitas Sam Ratulangi Tampilan Hasil Pengujian Universitas Udayana Denpasar Tampilan Hasil Pengujian Universitas Nusa Cendana Tampilan Hasil Pengujian Universitas Mulawarman Samarinda
Tampilan Hasil Pengujian Universitas Mataram Mataram
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
A. Listing Program A-1
B. Grafik Hasil Pelatihan B-1
DESIGN OF QR (QUICK RESPONSE) CODE RECOGNITION WITH
ARTIFICIAL NEURAL NETWORKS PERCEPTRON METHODS
ABSTRACT
Quick Response (QR) Code is used to store important information of an item or product. QR Code has a very random pattern and can not be distinguished. QR Code can also be dirty and damaged. Research conducted on the pattern of QR Code in order to find out the information stored in the QR Code. The method used to identify patterns of QR Code is to use Artificial Neural Networks Perceptron method. Perceptron is a neural network method is often used for pattern recognition. The input to the system is a binary image of the QR Code QR Code which is storing the information in the form of the name of the university as its data. For each of the data provided by 13 different patterns. At the training patterns used 8 for each data. Tests performed on all data that have not been trained or trained. This system has 16 targets for 16 types of data. From the results of system testing, the weights and biases obtained from the training to provide the output as expected. From the results, it can be concluded that neural networks with single-layer Perceptron method can be used to recognize patterns QR Code Level H 4th version of the pattern which is very random and difficult to distinguish.
Key words : Pattern Recognition, Artificial Neural Network, Perceptron, QR
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Saat ini, teknologi komunikasi dan informasi berkembang dengan pesat dan
memberikan pengaruh besar bagi kehidupan manusia. Salah satu contoh
perkembangan ini adalah penggunaan kode dua dimensi dalam penyimpanan data,
seperti Pdf147, Datamatrix, Maxicode, dan QR Code.
QR Code sangat banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. QR Code
cukup membantu para konsumen untuk mendapatkan informasi atas produk yang
mereka konsumsi. Hal ini menjadi celah baru bagi cyber crime untuk melakukan
aksinya melalui QR Code. Para pelaku kejahatan mulai menggunakan teknologi QR
Code untuk menarik perhatian pengguna, agar mereka mengunduh malware Android.
Aplikasi yang diinstal oleh pengguna tersebut dapat merugikan dirinya dengan pasti
apabila konsumen tidak mengerti maksud atau informasi yang tersimpan dalam QR
Code tersebut. [13]
QR Code adalah simbol matriks yang terdiri dari sebuah untaian kotak persegi
yang disusun dalam sebuah pola persegi yang lebih besar. Kotak persegi ini kemudian
disebut sebagai modul. Luasnya pola persegi ini akan menentukan versi dari QR Code.
QR Code diciptakan pada tahun 1994 oleh Denso, salah satu grup perusahaan
Toyota. Mulanya QR Code dibuat untuk menandai hasil produksi perusahaan
otomotif. Namun sekarang telah disetujui sebagai sebuah standar internasional
(ISO/IEC18004) pada bulan Juni 2000. Pada saat ini, penggunaan QR Code telah
Contoh penggunaan QR Code adalah :
a. Badan transportasi udara internasional (IATA) menggunakan kode dua dimensi
untuk tanda masuk penumpang pesawat mulai tahun 2010.
b. Penggunaan QR Code untuk identifikasi pasien di rumah sakit terkemuka di
Singapura dan seluruh rumah sakit di Hongkong.
c. Penggunaan kode 2 dimensi berukuran mikro untuk sektor pembuatan chip.
d. Telepon seluler yang menggunakan QR Code di Jepang dan Korea dan berbagai
macam kegunaan lainnya di berbagai negara maju. [4]
Penggunaannya secara luas pada telepon seluler yang dapat memindai QR
Code untuk mengambil informasi di dalamnya, seperti : alamat perusahaan, website
perusahaan dan lain sebagainya juga tak lepas dari sorotan. Sedangkan QR Code pada
pengemasan buah dan sayuran sehingga dengan memindai kode tersebut kita dapat
mengetahui lokasi penanaman, pupuk dan insektisida yang digunakan. Di jepang QR
Code ditempatkan pada peta stasiun bawah tanah dan pusat stasiun bus sehingga
penumpang dengan telepon seluler mereka dapat menemukan waktu tiba bus
berikutnya. E-Payment menggunakan telepon seluler dan QR Code dicetak pada
kertas tagihan. QR Code untuk mengetahui program televisi dengan membacanya di
telepon seluler.
Ada beberapa kelebihan QR Code yang tidak dimiliki oleh kode dua dimensi
sejenis, yaitu :
a. Dapat menampung data lebih besar dari kode 2 dimensi lain.
b. Dapat mengkodekan huruf Kanji Jepang
c. Denso telah mengeluarkan hak patennya untuk masyarakat luas.
d. Aplikasi pembaca QR Code telah banyak ditanam di telepon seluler
Dalam masyarakat modern sekarang ini, banyak sekali hal yang membutuhkan
adanya identifikasi atau pembuktian. QR Code mengandung informasi yang hanya
bisa dibaca jika kita memiliki scanner untuk membaca QR Code. Bagi orang yang
tidak mengerti cara penggunaannya, QR Code dapat dijadikan sebagai alat penipuan
oleh orang-orang yang berniat jahat, misalnya melakukan penyedotan pulsa, dan
dalamnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi QR Code
adalah dengan melakukan pencocokan pola. Pencocokan pola QR Code tidak bisa
dilakukan hanya dengan memperhatikannya saja karena apabila dilihat dengan mata,
semua bentuk QR Code terlihat hampir sama. Oleh karena itu, diperlukan sebuah
sistem yang mampu menganalisis karakteristik QR Code sehingga mempermudah
dalam mengenali informasi yang terkandung di dalamnya. [13]
Jaringan syaraf tiruan merupakan sebuah sistem pemroses informasi yang
memiliki performa karakteristik tertentu seperti jaringan saraf biologi. Jaringan syaraf
tiruan memiliki beberapa metode seperti perceptron, hopfield diskrit, adaline,
propagasi balik (back propagation), dan kohonen. Jaringan syaraf tiruan dapat
digunakan sebagai salah satu solusi untuk mengenali pola QR Code.
Salah satu implementasi jaringan syaraf tiruan metode perceptron yang ditulis
oleh [10], dimuat dalam jurnal ilmiah Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi
2007, Yogyakarta, 16 Juni 2007 yang berjudul Pengenalan Pola Bahan Terkorosi
menggunakan metode pembelajaran perceptron pada Sistem Jaringan Syaraf,
Pemodelan dan Simulasi terhadap kondisi bahan dalam bidang industri merupakan
salah satu cara untuk mengurangi tingkat korosi. Pengenalan pola bahan terkorosi
berbasis kecerdasan buatan diharapkan dapat membantu sebagian usaha pengendalian
untuk para ahli yang menekuni masalah korosi. Mikrostruktur dari bahan dapat
digambarkan dan struktur polanya dapat dikonversi dengan pengolahan citra. Untuk
menentukan karakteristik dari pola tersebut, dianalisis dengan prinsipal komponen.
Pemodelan menggunakan sistem jaringan syaraf merupakan pembelajaran dan
adaptasi dari suatu obyek. Metode perceptron merupakan salah satu pembelajaran
dengan pengawasan pada sistem jaringan syaraf. Diperlukan rancangan jaringan
syaraf dengan sejumlah spesifikasi untuk identifikasi yang terdiri dari sejumlah
neuron dan sejumlah input. Sejumlah neuron digunakan untuk membedakan
klasifikasi pada pengenalan pola dari bahan terkorosi atau tidak terkorosi.
Analisis QR Code juga diimplementasikan oleh [2], dalam skripsinya yang
berjudul Analisis dan Perancangan Kode Matriks Dua Dimensi Quick Response (QR)
persegi yang lazim berwarna hitam dan putih yang disusun menjadi sebuah persegi
yang lebih besar. Pada QR Code, jumlah data yang dapat disimpan sampai dengan
7089 untuk karakter numerik, atau 4296 untuk karakter alfanumerik. QR Code
memiliki kelebihan yang terdapat seperti daerah pencetakan yang kecil dan
kemampuan pembacaan data yang tinggi dan ketahanan akibat kerusakan. Hasil dari
penelitian ini antara lain : QR Code memiliki kemampuan penyimpanan lebih besar
dan ukuran cetak lebih kecil dengan besar data yang sama. Selain itu, semakin besar
data yang tersimpan akan meningkatkan versi QR Code yang dibangkitkan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis berniat untuk melakukan
penelitian tentang perancangan pengenal QR Code dengan jaringan syaraf tiruan
metode perceptron.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, perumusan masalah yang akan dibahas
dalam skripsi ini adalah autentifikasi QR Code sangat dibutuhkan untuk
menghindarkan pengguna dari tindak kejahatan karena pola QR Code yang sangat
acak dan sulit untuk dibedakan.
1.3Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam skripsi ini adalah:
1. File yang digunakan sebagai input adalah gambar QR Code yang terdapat dalam
sistem dan diambil secara acak.
2. Proses pengenalan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan dengan metode
perceptron.
3. QR Code yang digunakan adalah QR Code level H.
4. QR Code yang digunakan pada sistem ini adalah QR Code yang bentuknya rata
atau tidak mengalami penyimpangan bentuk.
5. Bahasa pemrograman yang dipakai dalam membangun perangkat lunak ini adalah
1.4Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan:
1. Untuk mengetahui bagaimana cara kerja metode perceptron pada pengenalan QR
Code.
2. Untuk merancang sebuah perangkat lunak yang dapat mengidentifikasi QR Code
yang mengandung suatu informasi tertentu.
1.5Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Bagi penulis, memberikan informasi tentang penerapan jaringan syaraf tiruan
metode perceptron pada aplikasi pengenalan pola QR Code dengan menggunakan
Matlab R2007b.
2. Bagi bidang ilmu, memberikan informasi tentang penerapan jaringan syaraf tiruan
metode perceptron.
3. Bagi pengguna aplikasi, aplikasi ini dapat membantu user dalam mengenali
beberapa pola QR code yang menyimpan suatu informasi tertentu.
1.6Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Studi literatur
Metode ini dilakukan studi kepustakaan melalui hasil penelitian lain yang relevan
serta buku maupun artikel–artikel yang diperoleh melalui internet.
2. Analisis dan Perancangan
Metode ini dilaksanakan dengan menganalisis permasalahan yang ada, batasan
3. Implementasi
Metode ini dilaksanakan dengan melakukan implementasi perangkat lunak yang
bertujuan untuk melakukan proses pembelajaran pada sistem dengan
menggunakan metode pembelajaran perceptron.
4. Pengujian
Metode ini dilaksanakan dengan pengujian terhadap perangkat lunak yang telah
dibangun.
5. Dokumentasi
Metode ini dilaksanakan dengan mendokumentasikan semua teori yang
mendukung dan berhubungan perangkat lunak yang dibangun.
1.7Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari beberapa bagian utama sebagai berikut:
BAB 1 Pendahuluan
Pada bab ini dijelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB 2 Landasan Teori
Pada bab ini dijelaskan tentang landasan teori yang berhubungan dengan pengolahan
citra, jaringan syaraf tiruan, metode perceptron, dan hal-hal yang berhubungan dengan
masalah yang akan dibahas.
BAB 3 Analisis dan Perancangan
Pada bab ini dijelaskan tentang analisis masalah dalam perancangan jaringan syaraf
tiruan metode perceptron pada pengenalan pola QR Code, desain perancangan dengan
BAB 4 Implementasi dan Pengujian
Pada bab ini dijelaskan tentang teknik implementasi dari perancangan yang telah
dibuat dan pengujian terhadap implementasi dari sistem yang telah dibangun.
Pengujian dilakukan untuk membuktikan bahwa sistem yang telah dibangun dapat
berjalan sesuai dengan análisis dan tujuan dari perancangan sistem tersebut.
BAB 5 Kesimpulan dan Saran
Pada bab ini terdapat kesimpulan secara umum dari uraian pada bab-bab sebelumnya
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengolahan Citra
Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer,
menjadi citra yang kualitasnya lebih baik. Pengolahan citra bertujuan memperbaiki
kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin (dalam hal ini
komputer). Teknik - teknik pengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra
lain. Jadi, masukannya adalah citra dan keluarannya juga citra, namun citra keluaran
mempunyai kualitas lebih baik daripada citra masukan. Termasuk dalam bidang ini
juga adalah pemampatan citra (image compression). Perubahan kontras citra adalah
contoh operasi pengolahan citra. Contoh pengolahan citra lainnya adalah
penghilangan derau (noise).
Umumnya, operasi-operasi pada pengolahan citra diterapkan pada citra bila:
1. Perbaikan atau memodifikasi citra perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas
penampakan atau untuk menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkandung
di dalam citra.
2. Elemen di dalam citra perlu dikelompokkan, dicocokkan, atau diukur.
3. Sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra yang lain. [6]
2.1.1 Citra
Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu obyek.
Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto,
bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, atau
“Citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau
dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue) dari
intensitas cahaya pada bidang dwimatra. Sumber cahaya menerangi objek, objek
memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya. Pantulan cahaya ini ditangkap
oleh alat-alat optik, misalnya mata pada manusia, kamera, dan pemindai (scanner),
sehingga bayangan objek yang disebut citra terekam” [6].
Citra sebagai keluaran dari suatu sistem perekaman data dapat bersifat :
1. Optik berupa foto.
2. Analog berupa sinyal video, seperti gambar pada monitor televisi.
3. Digital yang dapat langsung disimpan pada suatu pita magnetik.
2.1.2 Digitalisasi Citra
Citra ada dua jenis, yaitu citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari
sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera
analog. Citra diskrit dihasilkan melalui proses digitalisasi terhadap citra kontinu.
Beberapa sistem optik dilengkapi dengan fungsi digitalisasi sehingga mampu
menghasilkan citra diskrit, misalnya kamera digital dan scanner. Citra diskrit disebut
juga citra digital.
Agar dapat diolah dengan komputer digital, maka suatu citra harus
dipresentasikan secara numerik dengan nilai-nilai diskrit. Representasi citra dari
fungsi kontinu menjadi nilai-nilai diskrit disebut digitalisasi. Citra yang dihasilkan
inilah yang disebut citra digital (digital image). Pada umumnya citra digital berbentuk
empat persegi panjang, dan dimensi ukurannya dinyatakan sebagai tinggi x lebar
(lebar x tinggi).
Citra digital yang berukuran M X N lazim dinyatakan dengan matriks yang
berukuran M baris dan N kolom sebagai berikut:
Indeks baris (i) dan indeks kolom (j) menyatakan suatu koordinat titik pada
citra, sedangkan f(i,j) merupakan intensitas (derajat keabuan) pada titik (i,j).
Masing-masing elemen pada citra digital (berarti elemen matriks) disebut image element,
picture element atau pixel atau pel. Jadi, citra yang berukuran M X N mempunyai MN
buah pixel. [6]
2.1.3 Citra Grayscale
Untuk mendapatkan citra grayscale (keabuan) digunakan rumus:
I(x,y) = α.R + β.G + γ.B
Dengan I(x,y) adalah level keabuan pada suatu koordinat yang diperoleh dengan
mengatur komposisi warna R (merah), G (hijau) dan B (biru) yang ditunjukkan oleh
nilai parameter α, β, dan γ. Secara umum, nilai α, β, dan γ adalah 0.33. Nilai yang lain juga dapat diberikan untuk ketiga parameter tersebut asalkan total keseluruhan
nilainya adalah 1. [8]
2.1.4 Citra Biner
Citra biner (binary image) adalah citra yang hanya mempunyai dua nilai derajat
keabuan: hitam dan putih. Piksel-piksel objek bernilai 1 dan piksel-piksel latar
belakang bernilai 0. Pada waktu menampilkan gambar, 0 adalah putih dan 1 adalah
hitam.
Meskipun saat ini citra berwarna lebih disukai karena memberi kesan yang
lebih kaya daripada citra biner, namun tidak membuat citra biner mati. Pada beberapa
aplikasi citra biner masih tetap dibutuhkan, misalnya citra logo instansi (yang hanya
terdiri atas warna hitam dan putih), citra kode barang (bar code) yang tertera pada
2.1.5 Operasi Pengolahan Citra
Operasi-operasi yang dilakukan pada pengolahan citra secara umum dapat
dikelompokkan dalam beberapa jenis, yaitu:
1. Perbaikan kualitas citra (image enhancement)
Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara
memanipulasi parameter-parameter citra. Dengan operasi ini, ciri-ciri khusus yang
terdapat dalam citra lebih ditonjolkan. Beberapa operasi perbaikan citra antara
lain: perbaikan kontras gelap/terang, perbaikan tepian objek (edge enhancement),
penajaman (sharpening), pemberian warna (pseudocoloring), dan penapisan derau
(noise filtering).
2. Pemugaran citra (image restoration)
Operasi ini bertujuan menghilangkan/meminimumkan cacat pada citra. Tujuan
pemugaran hampir sama dengan operasi perbaikan citra. Bedanya, pada
pemugaran citra, penyebab degradasi gambar diketahui. Contoh-contoh operasi
pemugaran citra, yaitu penghilangan kesamaran (deblurring), atau penghilangan
derau (noise).
3. Pemampatan citra (image compression)
Jenis operasi ini dilakukan agar citra dapat direpresentasikan dalam bentuk yang
lebih kompak sehingga memerlukan memori yang lebih sedikit. Hal penting yang
harus diperhatikan dalam pemampatan citra adalah citra yang telah dimampatkan
harus tetap mempunyai kualitas gambar yang bagus. Contoh metode pemampatan
citra adalah metode JPEG.
4. Segmentasi citra (image segmentation)
Jenis operasi ini bertujuan untuk memecah suatu citra ke dalam beberapa segmen
dengan suatu kriteria tertentu. Jenis operasi ini berkaitan erat dengan pengenalan
pola.
5. Analisis citra (image analysis)
Jenis operasi ini bertujuan menghitung besaran kuantitatif dari citra untuk
menghasilkan deskripsinya. Teknik analisis citra mengekstraksi ciri-ciri tertentu
yang membantu dalam identifikasi objek. Proses segmentasi kadang kala
Contoh-contoh operasi analisis citra, yaitu: pendeteksian tepi objek (edge detection),
ekstraksi batas (boundary), dan representasi daerah (region).
6. Rekonstruksi citra (image reconstruction)
Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra hasil
proyeksi. Operasi rekonstruksi citra banyak digunakan dalam bidang medis.
Misalnya, beberapa foto rontgen dengan sinar-X digunakan untuk membentuk
ulang gambar organ tubuh. [6]
2.1.6 Pengambangan
Proses pengambangan (thresholding) akan menghasilkan citra biner, yaitu citra yang
memiliki dua tingkat keabuan, yaitu hitam dan putih. Secara umum, proses
pengambangan citra grayscale untuk menghasilkan citra biner adalah sebagai
berikut[6]:
g(x,y) = �1 ���(�,�)≥ � 1 ���(�,�) <��
dengan g(x,y) citra biner dari citra grayscale f(x,y), dan T menyatakan nilai ambang.
Nilai T memegang peran sangat penting dalam proses pengambangan. Kualitas hasil
citra biner sangat bergantung pada nilai T yang digunakan. Dengan operasi
pengambangan tersebut, objek dibuat berwarna gelap (1 atau hitam) sedangkan latar
berwarna terang (0 atau putih).
Dua pendekatan yang digunakan dalam operasi pengambangan, yaitu:
1. Pengambangan global (Global thresholding)
Pada pengambangan global, seluruh piksel pada citra dikonversi menjadi hitam
atau putih dengan satu nilai ambang T. Cara yang umum menentukan nilai T
adalah dengan membuat histogram citra. Jika citra mengandung satu buah objek
dan latar belakangnya mempunyai nilai intensitas yang homogen, maka citra
tersebut umumnya mempunyai histogram bimodal (mempunyai dua puncak atau
dua buah maksimum lokal). Nilai T dipilih pada nilai minimum lokal yang
mengkonversi citra grayscale ke citra biner, tetapi sekaligus melakukan
segmentasi objek dari latar belakangnya.
Kemungkinan besar pada pengambangan global akan banyak informasi hilang
karena hanya menggunakan satu nilai T untuk keseluruhan piksel. Untuk
mengatasi masalah ini dapat digunakan pengambangan secara local adaptive.
2. Pengambangan lokal (Locally Adaptive Thresholding)
Pada pengambangan lokal, suatu citra dibagi menjadi blok-blok kecil dan
kemudian dilakukan pengambangan lokal atas setiap blok itu dengan nilai T yang
berbeda. Sebagai contoh, pengambangan dilakukan terhadap daerah citra yang
berukuran 3x3 atau 5x5 piksel. Nilai ambangnya ditentukan sebagai fungsi
rata-rata derajat keabuan di dalam daerah citra tersebut. Intensitas piksel yang berbeda
secara signifikan dari nilai rata-rata tersebut dianggap mengandung informasi
kontras dan ini harus dipertahankan dalam citra biner. Dengan pengambangan
secara lokal adaptif, secara subjektif citra biner yang dihasilkan terlihat lebih
menyenangkan dan sedikit informasi yang hilang.
2.2Pengenalan Pola
Pola adalah entitas. Ciri-ciri tersebut digunakan untuk membedakan suatu pola dengan
pola lainnya. Ciri yang bagus adalah ciri yang memiliki daya pembeda yang tinggi,
sehingga pengelompokan pola berdasarkan ciri yang dimiliki dapat dilakukan dengan
keakuratan yang tinggi.
Secara luas, ciri adalah semua hasil pengukuran yang bisa diperoleh. Ciri juga
bisa menggambarkan karakteristik objek yang dipantau. Contoh dari ciri level rendah
adalah intensitas sinyal. Ciri bisa berupa simbol, numerik, atau keduanya. Contoh dari
ciri simbol adalah warna. Contoh dari ciri numerik adalah berat. Ciri bisa diperoleh
dengan mengaplikasikan algoritma ekstraksi ciri pada data masukan. Ciri dapat
dinyatakan dengan variabel kontinu, diskrit, atau diskrit-biner. Ciri biner dapat
Ciri yang baik memiliki syarat sebagai berikut: mudah dalam komputasi,
memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi, dan besarnya data dapat diperkecil tanpa
menghilangkan informasi penting.
Secara umum, pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan
atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif ciri atau sifat dari
objek. Pola sendiri merupakan suatu entitas yang terdefenisi dan dapat diidentifikasi
dan diberi nama. Sidik jari adalah suatu contoh pola. Pola bisa merupakan kumpulan
hasil pengukuran atau pemantauan dan bisa dinyatakan dalam notasi vektor atau
matriks.
Struktur sistem pengenalan pola ditunjukkan oleh gambar berikut. Perhatikan
bahwa sistem terdiri dari suatu sensor (misalnya kamera, dan scanner), teknik
prapengolahan, suatu algoritma atau mekanisme ekstraksi ciri dan algoritma untuk
klasifikasi atau pengenalan bergantung pada pendekatan yg dilakukan). Sebagai
tambahan, biasanya beberapa data yang sudah diklasifikasikan diasumsikan telah
tersedia untuk melatih sistem.
Prapengolahan adalah transformasi masukan data mentah untuk membantu
kemampuan komputasional dan pencari ciri serta untuk mengurangi derau. Pada
prapengolahan citra (sinyal) yang ditangkap sensor akan dinormalisasi agar citra
menjadi lebih siap untuk diolah pada tahap pemisahan ciri. Kualitas ciri yang
dihasilkan pada pemisahan ciri sangat bergantung pada hasil prapengolahan.
Klasifikasi merupakan tahap untuk mengelompokkan masukan data pada satu
atau beberapa kelas berdasarkan hasil pencarian beberapa ciri yang signifikan dan
pemrosesan atau analisis terhadap ciri itu. Setiap kelas terdiri dari sekumpulan objek
2.3 Jaringan Syaraf Biologi
Otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks dan memiliki kemampuan
yang luar biasa. Otak manusia terdiri dari neuron-neuron dan penghubung yang
disebut sinapsis. Neuron bekerja berdasarkan sinyal yang diberikan neuron lain dan
meneruskannya pada neuron lainnya. Diperkirakan manusia memiliki 1012 neuron.
Dengan jumlah yang begitu banyak maka otak manusia mampu mengenali pola,
melakukan perhitungan, serta mengontrol organ-organ tubuh dengan baik. Neuron
memiliki 3 komponen utama, yaitu dendrit, badan sel (soma) dan akson. Gambar 2.1
berikut menunjukkan gambar struktur neuron pada otak manusia.
Gambar 2.1 Struktur Neuron pada Otak Manusia[8]
Pada dasarnya neuron memiliki 4 daerah utama, yaitu:
1. Dendrit
Dendrit merupakan suatu perluasan dari soma yang menyerupai rambut dan
bertindak sebagai saluran untuk menerima masukan dari sel syaraf lainnya melalui
sinapsis.
2. Sel Tubuh atau Soma
Sel tubuh atau soma merupakan jantungnya sel yang memiliki inti (nucleus). Soma
bertugas memproses nilai masukan dari semua dendrit yang terhubung dengannya
3. Akson
Neuron biasanya hanya memiliki satu akson yang tumbuh dari bagian soma dan
disebut dengan akson hillock. Akson menyalurkan sinyal elektrik yang dihasilkan
pada bagian bawah dari akson hillock. Sinyal elektrik digunakan untuk
menyampaikan informasi (sinyal) ke otak dengan semua sinyal sama. Oleh karena
itu, otak menentukan jenis informasi yang diterima berdasarkan jalur yang
membawa sinyal. Otak kemudian menganalisis dan menafsirkan jenis informasi
yang diterima. Myelin adalah materi lemak yang melindungi syaraf. Fungsinya
seperti lapisan pelindung pada kabel listrik dan memudahkan syaraf untuk
mengirim impulsnya dengan cepat. Tidak semua bagian akson terbungkus dengan
myelin. Bagian yang tidak terbungkus ini disebut nodus ranvier. Pada nodus ini,
sinyal yang mengalir dan mengalami penurunan akan diperkuat lagi. Hal ini akan
memastikan bahwa perjalanan sinyal pada akson mengalir cepat dan tetap konstan.
4. Sinapsis (Synapse)
Sinapsis merupakan bagian kontak (tempat) terjadinya pertukaran sinyal antar dua
neuron. Neuron sebenarnya secara fisik tidak berhubungan. Mereka dipisahkan
oleh synaptic cleft. Neuron yang mengirim sinyal disebut dengan sel presynaptic
dan neuron yang menerima sinyal disebut dengan sel postsynaptic.[8]
2.4 Jaringan Syaraf Tiruan
Jaringan syaraf tiruan atau Artificial Neural Network yang sering disingkat dengan
ANN merupakan jaringan neural yang meniru prinsip kerja dari neuron otak manusia
(neuron biologis). ANN pertama kali muncul setelah model sederhana dari neuron
buatan diperkenalkan oleh McCulloch dan Pitts pada tahun 1943. Model sederhana
tersebut dibuat berdasarkan fungsi neuron biologis yang merupakan dasar unit
Jaringan syaraf tiruan memiliki beberapa kemampuan seperti yang dimiliki
otak manusia, yaitu:
1. Kemampuan untuk belajar dari pengalaman
2. Kemampuan melakukan perumpamaan (generalization) terhadap input baru dari
pengalaman yang dimilikinya.
3. Kemampuan memisahkan (abstraction) karakteristik penting dari input yang
mengandung data yang tidak penting. [8]
Jaringan Syaraf Tiruan merupakan salah satu representasi buatan dari otak
manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak
manusia tersebut. Istilah buatan digunakan karena jaringan syaraf ini
diimplementasikan dengan menggunakan program komputer yang mampu
menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran berlangsung.
Dikarenakan sebagai generalisasi model matematika dari jaringan syaraf biologi,
maka Jaringan Syaraf Tiruan diasumsikan sebagai berikut:
1. Pengolahan informasi terjadi pada elemen pemrosesan yang disebut neuron.
2. Sinyal dikirimkan diantara neuron-neuron melalui penghubung-penghubung.
3. Setiap penghubung antar neuron memiliki nilai bobot.
4. Untuk menentukan output, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi terhadap
total input jaringan (penjumlahan bobot input). [7]
Pemodelan ANN (Artificial Neural Network) merupakan pemodelan dengan
menggunakan pendekatan pemodelan black box. Prinsip kerja ANN didasari pada
mekanisme kerja penyaluran informasi sistem NN. Namun demikian, karena
keterbatasan yang dimiliki oleh struktur ANN maka hanya sebagian kecil saja dari
kemampuan sistem syaraf manusia dapat ditiru. Gambar 2.2 berikut menunjukkan
Gambar 2.2 Ilustrasi model ANN[9]
Gambar 2.2 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut.
pr
w
menyatakan sinyal input dari node input ke i = 1, 2, …, r, dengan r menyatakan
jumlah input.
s,r
n menyatakan total (jumlah) sinyal terbobot yang masuk ke node s atau sering juga
disebut sebagai tingkat pengaktifan (activation level) di node s.
menyatakan bobot (weight) hubungan dari node (neuron) input r ke node (neuron)
yang dituju j, j = 1, 2, …, s, dengan s menyatakan jumlah neuron.
f menyatakan fungsi transfer (transfer function) yang akan menentukan keluaran dari
node s dan tergantung pada nilai n.
as
Nilai n dari model di atas dapat dihitung dengan rumus:
menyatakan sinyal yang keluar (outgoing signal) atau output dari node s.
n = ws,r pr
………
sedangkan keluaran node yang dinyatakan dengan a dapat ditentukan sebagai berikut. ..………(1)
a = f (n) ..………..(2)
seringkali kedua formula di atas digabung menjadi satu seperti berikut.
a = f (ws,rpr)
Secara ringkas prinsip kerja neuron dapat dinyatakan sebagai berikut. Pada
suatu neuron, sinyal input (diterima oleh dendrit) akan masuk ke node (soma). Pada
node terjadi proses penjumlahan sinyal-sinyal input yang telah terbobot (dinyatakan
sebagai ws,r pr) dan dilambangkan dengan n. Penjumlahan sinyal-sinyal terbobot
tersebut (n) diproses menjadi sinyal output (a) dengan menggunakan suatu fungsi
aktivasi. Sinyal output ini kemudian diteruskan ke neuron lain oleh akson (sinyal pada
akson).
Proses seperti di atas terjadi pada setiap node dan berjalan secara independen
(terpisah). Akan tetapi, hasil proses di tiap node akan mempengaruhi hasil dari
networks secara keseluruhan karena output dari suatu node menjadi input untuk
node-node yang lainnya (node-node di lapisan berikutnya).
Fungsi aktivasi menyatakan perlakuan suatu node terhadap input. Keluaran
suatu neuron sangat tergantung pada fungsi aktivasi yang digunakan.
Berikut disajikan tabel perbandingan antara sistem NN dan sistem ANN, sehingga
menjadi lebih jelas prinsip kerja NN yang ditiru oleh ANN.
Tabel 2.1 Perbandingan NN dengan ANN
NN ANN
Soma (sel tubuh) Node
Dendrites Sinyal input
Sinyal pada akson Sinyal output
Synapsis Bobot
Memiliki kecepatan rendah Memiliki kecepatan tinggi
Memiliki neuron sekitar 100 miliar Harusnya memiliki sekitar ratusan neuron
Karakteristik dari Jaringan Syaraf Tiruan adalah:
1. Arsitektur Jaringan : pola hubungan antar neuron
2. Algoritma pembelajaran : metode yang menentukan nilai bobot penghubung
2.4.1 Komponen Jaringan Syaraf Tiruan
Seperti otak manusia, Jaringan Syaraf Tiruan juga memiliki neuron yang merupakan
dasar dari operasi Jaringan Syaraf Tiruan yang berfungsi untuk memproses informasi.
Sel syaraf tiruan ini biasa disebut processing element, neuron atau unit.
Masing-masing neuron akan meneruskan informasi yang diterimanya menuju
neuron lainnya. Hubungan antar neuron ini disebut edge dan memiliki nilai yang
disebut bobot atau weight (disimbolkan dengan w1, …, wn). Selain bobot, setiap unit
juga memiliki input, output, dan error. Input yang disimbolkan dengan xi (x1, …, xn)
merupakan nilai atau angka yang ingin dilatih maupun untuk diuji di dalam suatu
jaringan dimana nilainya harus berupa angka sedangkan output yang disimbolkan
dengan yi (y1, …, yn) merupakan hasil keluaran dari suatu unit yang merupakan solusi
atau pemahaman jaringan terhadap data input, sedangkan error merupakan tingkat
kesalahan yang terdapat dalam suatu unit proses yang telah dilakukan. Dalam jaringan
terkadang ditambah sebuah unit input yang nilainya selalu sama dengan 1, unit ini
disebut bias.
Jaringan Syaraf Tiruan memiliki banyak neuron yang tersebar di seluruh
bagiannya. Masing-masing neuron dikelompokkan ke dalam beberapa lapisan dan
memiliki hubungan satu dengan yang lain disebut dengan layer.
Layer terdiri dari beberapa bagian, yaitu:
1. Lapisan masukan (input layer)
Lapisan ini merupakan tempat dimana seluruh lapisan bobot awal dimasukkan
(inisialisasi input) yang selanjutnya diproses untuk dikirim ke lapisan di atasnya.
2. Lapisan tersembunyi (hidden layer)
Lapisan ini merupakan lapisan di antara lapisan masukan dan lapisan keluaran.
Disini bobot yang diterima dari lapisan input juga diproses untuk selanjutnya
3. Lapisan keluaran (output layer)
Lapisan ini merupakan lapisan akhir pada arsitektur jaringan dimana nilai output
dari jaringan dihasilkan. Pada lapisan ini ditetapkan nilai output aktual untuk
dibandingkan dengan nilai output target untuk mengetahui apakah jaringan sudah
sesuai dengan hasil yang diinginkan.[7]
2.4.2 Arsitektur Jaringan
Arsitektur jaringan merupakan salah satu hal terpenting dalam Jaringan Syaraf Tiruan
selain dari neuron dan algoritma pembelajaran. Arsitektur jaringan terbagi menjadi
tiga jenis, yaitu:
1. Jaringan lapis tunggal (single layer network)
Jaringan lapis tunggal merupakan jaringan yang hanya memiliki satu buah lapisan
dengan bobot-bobot yang terhubung. Jaringan ini hanya menerima nilai input dan
secara langsung mengolahnya untuk menjadi nilai output tanpa melalui lapisan
tersembunyi. Jaringan lapis tunggal dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah ini.
x1
x3
x2 Y
v3
v1
v2
2. Jaringan multilapis (multilayer network)
Jaringan multilapis merupakan jaringan yang memiliki satu buah atau lebih lapisan
di antara lapisan input dan lapisan output. Jaringan multi lapis ini dapat
menyelesaikan permasalahan yang lebih kompleks dibandingkan dengan jaringan
lapis tunggal walaupun memiliki tingkat kerumitan yang tinggi serta
membutuhkan waktu yang lama dalam proses pelatihannya. Jaringan multi lapis
dapat dilihat pada gambar 2.4 di bawah ini.
x1
Gambar 2.4 Jaringan Multi lapis
3. Jaringan kompetitif (competitive layer network)
Jaringan kompetitif sering disebut feedback loop karena unit output ada yang
memberikan informasi terhadap unit masukan. Jaringan kompetitif dapat dilihat
pada gambar 2.5 berikut ini.
A1 Am
Ai Aj
2.4.3 Model Pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan
Seperti halnya otak manusia yang membutuhkan pembelajaran dalam mengenali
sesuatu, pada Jaringan Syaraf Tiruan juga demikian. Setiap neuron dibangun untuk
dilatih dalam mempelajari pola yang akan diinginkan. Pada saat pelatihan dilakukan,
nilai dari masing-masing hubungan neuron ditetapkan untuk menentukan output.
Semakin banyak pelatihan yang dilakukan maka akan semakin kecil tingkat dari suatu
error di lapisan keluarannya, sehingga pengenalan suatu pola akan segera tercapai.
Metode pembelajaran Jaringan Syaraf Tiruan terdiri dari dua cara:
1. Supervised Learning (pembelajaran dengan pengawasan)
Supervised Learning merupakan metode pembelajaran dalam Jaringan Syaraf
Tiruan dimana output target yang diinginkan telah diketahui sebelumnya dan
diharapkan setelah proses pelatihan output target tercapai. Pada metode
pembelajaran ini pasangan data (masukan-keluaran) dipakai untuk melatih
jaringan. Pada proses pembelajarannya pola masukan diberikan pada lapisan input
untuk terus dirambatkan sampai pada lapisan output. Nilai yang diperoleh dari
proses perhitungan pola pada pembelajaran lapisan output akan dicocokkan
denganpola output target awal. Jika diperoleh perbedaan antara kedua nilainya
maka akan muncul error. Apabila nilai error belum sesuai dengan yang
diinginkan maka pelatihan akan terus dilakukan dengan terus memodifikasi bobot
sampai dihasilkan error yang sesuai. Model Jaringan Syaraf Tiruan yang
menggunakan metode supervised learning adalah perceptron, ADALINE, dan
backpropagation.
2. Unsupervised Learning (pembelajaran tanpa pengawasan)
Unsupervised learning merupakan metode pembelajaran dalam Jaringan Syaraf
Tiruan yang tidak memerlukan output target dalam proses pembelajarannya.
Pelatihan dilakukan hanya pada data input saja. Model Jaringan Syaraf Tiruan
yang menggunakan metode unsupervised learning adalah kohonen, hebbian, dan
Pada umumnya operasi model jaringan dalam Jaringan Syaraf Tiruan terbagi
atas dua mekanisme kerja, yaitu:
1. Mekanisme pelatihan atau belajar
Pada mekanisme ini jaringan dilatih untuk menghasilkan data yang sesuai dengan
output target yang diinginkan melalui satu atau lebih pasangan data (masukan dan
keluaran). Semakin banyak pelatihan pada tiap siklusnya (epoch) dilakukan maka
target yang diinginkan akan segera tercapai.
2. Mekanisme pengujian
Pada mekanisme ini jaringan diuji apakah dapat mengenali pola yang baru dengan
data input yang berbeda dari data pelatihan setelah proses pelatihan dilakukan.
2.4.4 Fungsi Aktivasi
Dalam jaringan syaraf tiruan, fungsi aktivasi dipakai untuk menentukan keluaran
suatu neuron. Argumen fungsi aktivasi adalah net masukan (kombinasi linier masukan
dan bobotnya). Jika net = ∑ ���� , maka fungsi aktivasinya adalah f(net) = f
(∑ ����).
Beberapa fungsi aktivasi yang sering dipakai adalah sebagai berikut:[8]
1. Fungsi threshold (batas ambang)
f (x) = �1 ����� ≥ � 0 �����< �
Untuk beberapa kasus, fungsi threshold yang dibuat tidak berharga 0 atau 1, tapi
berharga -1 atau 1 (sering disebut threshold bipolar).
Jadi
f (x) = � 1 ����� ≥ �
−1 �����<� 2. Fungsi sigmoid
f(x) = 1
1+�−�
Fungsi sigmoid sering dipakai karena nilai fungsinya yang terletak antara 0 dan 1
dan dapat diturunkan dengan mudah.
3. Fungsi identitas
f(x) = x
Fungsi identitas sering dipakai apabila kita menginginkan keluaran jaringan
berupa sembarang bilangan riil (bukan hanya pada range [0,1] atau [-1,1]
2.5Perceptron
Model jaringan perceptron ditemukan oleh Rosenblatt(1962) dan Minsky – Papert
(1969). Model tersebut merupakan model yang memiliki aplikasi dan pelatihan yang
paling baik pada era tersebut.
2.5.1 Arsitektur Jaringan Perceptron
Arsitektur jaringan perceptron ditunjukkan pada gambar 2.6 di bawah ini
Gambar 2.6 Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan metode Perceptron[3]
Jaringan terdiri dari beberapa unit masukan (ditambah sebuah bias), dan
memiliki sebuah unit keluaran. Hanya saja fungsi aktivasi bukan merupakan fungsi
biner (atau bipolar), tetapi memiliki kemungkinan nilai -1, 0, atau 1.
Untuk suatu harga threshold� yang ditentukan:
f(net) = �
1 �������> � 0 ���� − � ≤ ��� ≤ �
Secara geometris, fungsi aktivasi membentuk 2 garis sekaligus, masing-masing
s adalah vektor masukan dan t adalah target keluaran
� adalah laju pemahaman (learning rate) yang ditentukan
� adalah threshold yang ditentukan
Algoritma pelatihan perceptron adalah sebagai berikut :
Langkah 0. Inisialisasi bobot-bobot dan bias.
Tentukan angka pembelajaran α (0 < α≤ 1).
Tentukan nilai ambang θ ( 0 < θ≤ 1)
Langkah 1 Ulangi
Langkah 2. Untuk setiap pasangan latihan s : t, lakukan
Langkah 3. Tentukan aktivasi unit-unit input :
xi = s
Langkah 4. Hitung respons dari unit output:
i
Langkah 5. Updatelah bobot-bobot dan bias jika
error terjadi pada pola y
Langkah 6. Sampai kondisi berhenti terpenuhi.
Kondisi berhenti adalah kondisi dimana
tidak terdapat bobot yang berubah pada
langkah 2.
Keterangan :
s : sensor
t : target
xi :
s
unit input ke-i
i
w
: unit sensor ke-i
i
b : bias : bobot ke-i
y : unit respons (output)
α : angka pembelajaran θ : nilai ambang
i : 1,…,n dimana n adalah banyaknya unit input
Perceptron menggunakan fungsi aktivasi atau fungsi transfer (f) hard limit. Fungsi ini
mempunyai dua jenis output yaitu 0 dan 1. Gambar 2.7 berikut ini merupakan gambar
dan symbol dari fungsi aktivasi hard limit.
2.6 QR Code
Barcode adalah suatu kumpulan data optik yang dapat dibaca oleh mesin. Manusia
tidak bisa membacanya karena barcode ini berbentuk gambar lebar garis dan spasi
garis pararel atau simbologi linear 1D (1 dimensi). Selain 1D (1 dimensi), ada juga
bentuk persegi, titik, heksagon dan bentuk geometri lainnya di dalam gambar yang
disebut kode matriks atau simbologi 2D (2 dimensi) atau QR Code.
Kode QR (Quick Response) atau biasa dikenal dengan istilah QR Code adalah
bentuk evolusi barcode dari satu dimensi menjadi dua dimensi. Kode QR adalah suatu
jenis kode matriks atau barcode dua dimensi dengan fungsionalitas utama yaitu dapat
dengan mudah dibaca dan untuk menyampaikan informasi dengan cepat dan
mendapatkan respons yang cepat pula. Berbeda dengan barcode, yang hanya
menyimpan informasi secara horizontal, kode QR mampu menyimpan informasi
secara horizontal dan vertikal, oleh karena itu secara otomatis Kode QR dapat
menampung informasi yang lebih banyak daripada barcode.
QR Code adalah simbol matriks dua dimensi yang terdiri dari sebuah untaian
kotak persegi yang disusun dalam sebuah pola persegi yang lebih besar. Kotak persegi
ini kemudian disebut sebagai modul. Luasnya pola persegi ini akan menentukan versi
dari QR Code. Gambar 2.8 berikut adalah salah satu contoh bentuk QR Code.
Gambar 2.8 QR Code
2.6.1 Struktur QR Code
QR Code memiliki bagian-bagian yang akan dipaparkan pada gambar 2.9 di bawah
ini.
Gambar 2.9 Struktur QR Code [2]
Gambar di atas menyajikan struktur dari sebuah QR Code. Istilah – istilah
yang berkenaan dengan QR Code adalah :
• Finding Pattern : Pola untuk mendeteksi posisi dari QR Code.
• Timing pattern : Pola yang digunakan untuk identifikasi koordinat pusat dari QR
Code. Dibuat dalam bentuk modul hitam putih bergantian.
• Version Information : Versi dari sebuah QR Code. Versi terkecil adalah 1 ( 21 x 21 modul dan versi terbesar adalah 40 (177 x 177 modul).
• Quiet Zone : Daerah kosong dibagian terluar QR Code yang mempermudah
mengenali pengenal QR oleh sensor CCD.
• QR Code version : Versi QR Code. Pada contoh gambar versi yang digunakan
adalah versi 3 (29 x 29 modul).
• Data : Daerah tempat data tersimpan (dikodekan).
• Alignment Pattern : Pola yang digunakan untuk memperbaiki penyimpangan QR
Code terutama distorsi non linier.
QR Code dikembangkan sebenarnya adalah untuk mengambil kelebihan dari
Pdf147, kepadatan data yang tinggi dari dari Datamatrix, dan kecepatan membaca dari
Maxicode. Simbol dua dimensi umumnya berisi lebih banyak data jika dibandingkan
dengan simbol linier, kurang lebih 100 kali lebih banyak [10].
2.6.2 Karakteristik QR Code
Karakteristik dari kode dua dimensi QR Code adalah dapat menampung jumlah data
yang besar. Secara teori sebanyak 7089 karakter numerik maksimum data dapat
tersimpan di dalamnya, kerapatan tinggi (100 kali lebih tinggi dari kode simbol linier)
dan pembacaan kode dengan cepat. QR Code juga memiliki kelebihan lain baik dalam
hal unjuk kerja dan fungsi.
a. Pembacaan Data dari Segala Arah (3600
Pembacaan kode matriks dengan menggunakan sensor kamera CCD (Charge
Coupled Device) dimana data akan memindai baris per baris dari citra yang
ditangkap dan kemudian disimpan dalam memori. Dengan menggunakan suatu
perangkat lunak tertentu, detail citra akan dianalisa, finding pattern akan dikenali
dan posisi simbol dideteksi. Setelah itu proses pembacaan kode akan diproses.
Sedangkan pada simbol linier ataupun kode dua dimensi dimensi lain akan
memakan lebih lama waktu untuk mendeteksi letak atau sudut ataupun besar dari
simbol tersebut.
)
QR Code memiliki finding pattern untuk memberitahukan letak simbol matriks
dua dimensi QR Code yang disusun pada ketiga sudutnya. Hal inilah yang
membuat QR Code dapat dibaca dari segala arah atau 360 derajat. Rasio antara
modul hitam dan modul putih pada finding pattern-nya selalu 1:1:3:1:1 Dengan
rasio ini, finding pattern dapat mendeteksi keberadaan citra yang ditangkap sensor.
Sebagai tambahan, dengan adanya ketiga finding pattern maka pengkodean akan
lebih cepat dua puluh kali dibandingkan kode matriks lain. Gambar 2.10 berikut
Gambar 2.10 Salah satu Finding Pattern QR Code [10]
b. Ketahanan terhadap Penyimpangan simbol
Simbol matriks 2 dimensi akan rentan terhadap penyimpangan bentuk ketika
ditempatkan pada permukaan yang tidak rata (bergelombang) sehingga sensor
pembaca menjadi miring karena sudut antara sensor CCD dan simbol matriks 2
dimensi ini telah berubah. Untuk memperbaiki penyimpangan ini, QR Code
memiliki perata pola (alignment pattern) yang menyusun dengan jarak yang
teratur dalam suatu daerah. Alignment pattern akan memperhitungkan titik pusat
dengan daerah terluar dari simbol matriks, sehingga dengan cara ini
penyimpangan linier maupun non-linier masih dapat terbaca. Gambar 2.11 berikut
ini adalah contoh penyimpangan yang terjadi pada QR Code.
Gambar 2.11 Jenis Penyimpangan pada QR Code [10]
c. Fungsi Pemulihan Data (Ketahanan terhadap kotor maupun kerusakan)
QR Code mempunyai empat tingkatan koreksi error (7%, 15%, 25% dan 30%).
Dalam mengendalikan kerusakan yang diakibatkan kotor ataupun rusak, QR Code
memanfaatkan algoritma Reed-Solomon yang tahan terhadap kerusakan tingkat
tinggi. Jadi, ketika QR Code akan digunakan dalam lingkungan yang rawan
kerusakan akibat lingkungan, disarankan menggunakan koreksi error 30%.
Gambar 2.12 Kerusakan pada QR Code [10]
d. Kemampuan enkode karakter Kanji dan Kana Jepang
QR Code berkembang pesat di negara Jepang. Hal ini yang menyebabkan
perkembangan QR Code untuk dapat menerima input data berupa karakter yang
non-alfabetis. Ketika pembuatan QR Code dengan inputan berupa huruf Jepang,
maka data tersebut akan diubah kedalam bentuk biner 16 bit (2 byte) untuk
karakter tunggal sedangkan untuk gabungan karakter akan di-enkode dalam biner
13 bit. Hal ini memberikan keuntungan lain dimana proses enkode huruf Jepang
akan meningkatkan efisien 20 % lebih banyak dari kode simbol dua dimensi lain.
Dimana dengan volume data yang sama akan dapat dibuat pada area pencetakan
yang lebih kecil.
e. Fungsi Linking pada Simbol
QR Code memiliki kemampuan dapat dipecah menjadi beberapa bagian dengan
maksimum pembagian adalah 16 bagian [10]. Dengan fungsi linking ini maka QR
Code dicetak pada daerah yang tidak terlalu luas untuk sebuah QR Code tunggal.
f. Proses Masking
Proses Masking pada QR Code berperan sangat penting dalam hal penyusunan
modul hitam dan modul putih agar memiliki jumlah yang seimbang. Untuk
memungkinkan hal ini digunakan operasi XOR yang diaplikasikan diantara area
data dan daerah mask pattern. Ada sebanyak delapan mask pattern dalam QR
2.6.3 Spesifikasi QR Code
Spesifikasi yang lebih jelas tentang level-level QR code dijelaskan pada tabel dibawah
ini.
Tabel 2.2 Spesifikasi QR Code
Jenis Simbol Minimal 21 x 21 Modul dan maksimal 177 x 177 modul dengan peningkatan 1 versi = 4 modul
Jenis Informasi dan Kapasitas
Numerik Maksimum 7089 karakter Alfanumerik Maksimum 4296 karakter Biner Maksimum 2953 karakter Huruf Kanji Maksimum 1817 karakter
Koreksi Error
Level L Dapat mengembalikan data yang mengalami kerusakan 7%
Level M Dapat mengembalikan data yang mengalami kerusakan 15%
Level Q Dapat mengembalikan data yang mengalami kerusakan 25%
Level H Dapat mengembalikan data yang mengalami kerusakan 30%
2.6.4 Versi QR Code dan Ukurannya
Ada 40 jenis ukuran dari QR Code yang dinyatakan dengan versi 1, versi 2, hingga
versi 40. Versi 1 berukuran 21 x 21 modul, versi 2 berukuran 25 x 25 modul dan
seterusnya dimana apabila versi meningkat satu maka jumlah modul akan meningkat
sebanyak 4 modul x 4 modul.