• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Pengenal QR (Quick Response) Code Dengan Jaringan Syaraf Tiruan Metode Perceptron

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perancangan Pengenal QR (Quick Response) Code Dengan Jaringan Syaraf Tiruan Metode Perceptron"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN PENGENAL QR (QUICK RESPONSE) CODE

DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE

PERCEPTRON

SKRIPSI

NOVALIA 081401023

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERANCANGAN PENGENAL QR (QUICK RESPONSE) CODE DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE PERCEPTRON

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Komputer

NOVALIA 081401023

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012

(3)

Judul : PERANCANGAN PENGENAL QR (QUICK RESPONSE) CODE DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE PERCEPTRON

Kategori : SKRIPSI

Nama : NOVALIA

Nomor Induk Mahasiswa : 081401023

Program Studi : SARJANA (S1) ILMU KOMPUTER

Departemen : ILMU KOMPUTER

Fakultas : ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI

INFORMASI (FASILKOM-TI) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Juli 2012

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Ade Candra, ST, M.Kom M. Andri Budiman, ST, M.CompSc, MEM NIP.197909042009121002 NIP. 197510082008011001

Diketahui/Disetujui oleh

Program Studi S1 Ilmu Komputer Ketua,

Dr. Poltak Sihombing, M.Kom NIP. 196203171991031011

(4)

PERANCANGAN PENGENAL QR (QUICK RESPONSE) CODE DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE PERCEPTRON

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa ringkasan dan kutipan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2012

NOVALIA 081401023

(5)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perlindungan dan kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, yang merupakan syarat wajib untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer, Program Studi S1 Ilmu Komputer Departemen Ilmu Komputer Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Poltak Sihombing selaku Ketua Program Studi S1 Ilmu Komputer dan telah bersedia menjadi dosen penguji pertama yang telah memberikan kritik dan saran yang bermanfaat bagi penulis.

2. Ibu Maya Silvi Lydia, B.Sc, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi S1 Ilmu Komputer.

3. Bapak M. Andri Budiman, ST, MCompSc, MEM selaku dosen pembimbing pertama yang telah meluangkan waktunya dan memberikan masukan yang bermanfaat bagi penulis.

4. Bapak Ade Candra, ST, M.Kom selaku dosen pembimbing kedua yang telah meluangkan waktunya dan memberikan masukan yang bermanfaat bagi penulis. 5. Bapak Amer Sharif, S.Si, M.Kom selaku dosen penguji kedua yang telah

memberikan kritik dan saran yang bermanfaat bagi penulis.

6. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh dosen serta pegawai di Program Studi S1 Ilmu Komputer Departemen Ilmu Komputer FASILKOM-TI USU.

8. Ayahanda tercinta Suparman dan ibunda tercinta Lusia yang selalu memberikan kasih sayang, nasehat, dukungan, dan semangat kepada penulis sejak kecil sampai penyelesaian penyusunan skripsi ini.

9. Yenni Tarigan, Juwita Adelina, Ria Marpaung, Angga Ricardo, Brikson Hara Donald Barus, Rosalina Situmorang, dan semua mahasiswa S1 Ilmu Komputer stambuk 2008, para senior dan junior, serta semua sahabat dan keluarga yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat terutama untuk diri sendiri dan juga kepada seluruh pembaca.

Penulis,

(6)

Quick Response (QR) Code digunakan untuk menyimpan informasi penting dari suatu barang atau produk. QR Code memiliki pola yang sangat acak dan tidak dapat dibedakan. QR Code juga dapat kotor dan mengalami kerusakan. Penelitian terhadap pola QR Code dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui informasi yang tersimpan dalam QR Code tersebut. Metode penelitian yang digunakan untuk mengenali pola-pola QR Code tersebut adalah dengan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan metode Perceptron. Perceptron adalah salah satu metode Jaringan Syaraf Tiruan yang sering digunakan untuk pengenalan pola. Yang menjadi input pada sistem adalah citra biner

QR Code dimana QR Code tersebut menyimpan informasi berupa nama universitas

sebagai datanya. Untuk setiap data disediakan 13 pola yang berbeda. Pada pelatihan digunakan 8 pola untuk masing-masing data. Pengujian dilakukan terhadap seluruh data yang sudah dilatih maupun yang belum dilatih. Sistem ini memiliki 16 target untuk 16 jenis data. Dari hasil pengujian sistem, bobot dan bias yang didapatkan dari hasil pelatihan mampu memberikan output sesuai dengan yang diharapkan. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa Jaringan Syaraf Tiruan dengan metode Perceptron lapis tunggal dapat digunakan untuk mengenali pola-pola QR Code Level H versi 4 yang polanya sangat acak dan sulit untuk dibedakan.

Kata kunci : Pengenalan pola, Jaringan Syaraf Tiruan, Perceptron, QR Code,

(7)

DESIGN OF QR (QUICK RESPONSE) CODE RECOGNITION WITH

ARTIFICIAL NEURAL NETWORKS PERCEPTRON METHODS

ABSTRACT

Quick Response (QR) Code is used to store important information of an item or product. QR Code has a very random pattern and can not be distinguished. QR Code can also be dirty and damaged. Research conducted on the pattern of QR Code in order to find out the information stored in the QR Code. The method used to identify patterns of QR Code is to use Artificial Neural Networks Perceptron method. Perceptron is a neural network method is often used for pattern recognition. The input to the system is a binary image of the QR Code QR Code which is storing the information in the form of the name of the university as its data. For each of the data provided by 13 different patterns. At the training patterns used 8 for each data. Tests performed on all data that have not been trained or trained. This system has 16 targets for 16 types of data. From the results of system testing, the weights and biases obtained from the training to provide the output as expected. From the results, it can be concluded that neural networks with single-layer Perceptron method can be used to recognize patterns QR Code Level H 4th version of the pattern which is very random and difficult to distinguish.

Key words : Pattern Recognition, Artificial Neural Network, Perceptron, QR

(8)

DAFTAR ISI

Daftar Lampiran xi

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Batasan Masalah 4

1.4 Tujuan Penelitian 5

1.5 Manfaat Penelitian 5

1.6 Metode Penelitian 5

1.7 Sistematika Penulisan 6

Bab 2 Landasan Teori 8

2.1 Pengolahan Citra 8

2.1.1 Citra 8

2.1.2 Digitalisasi Citra 9

2.1.3 Citra Grayscale 10

2.1.4 Citra Biner 10

2.1.5 Operasi Pengolahan Citra 11

2.1.6 Pengambangan 12

2.2 Pengenalan Pola 13

2.3 Jaringan Syaraf Biologi 15

2.4 Jaringan Syaraf Tiruan 16

2.4.1 Komponen Jaringan Syaraf Tiruan 20

2.4.2 Arsitektur Jaringan 21

2.4.3 Model Pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan 23

2.4.4 Fungsi Aktivasi 24

2.5 Perceptron 25

2.5.1 Arsitektur Jaringan Perceptron 25

2.5.2 Pelatihan Perceptron 26

2.6 QR Code 28

2.6.1 Struktur QR Code 29

2.6.2 Karakteristik QR Code 30

2.6.3 Spesifikasi QR Code 33

(9)

Bab 3 Analisis dan Perancangan 34

3.1 Analisis Sistem 34

3.1.1 Analisis Masalah (Problem Analysis) 35 3.1.2 Analisis Kebutuhan (Requirement Analysis) 35 3.1.2.1 Analisis Kebutuhan Fungsional 36 3.1.2.2 Analisis Kebutuhan Non-Fungsional 36

3.1.3 Pemodelan Sistem 37

3.1.3.1 Use Case Diagram 37

3.1.3.2 Activity Diagram 38

3.1.3.3 Sequence Diagram 40

3.1.3.4 Class Diagram 40

3.2 Tahap-tahap Pengolahan Data 41

3.2.1 Akuisisi Data 41

3.2.2 Prapengolahan 42

3.2.3 Ekstraksi Citra 41

3.3 Perancangan Sistem 43

3.3.1 Perancangan Arsitektur Jaringan 43

3.2.2 Perancangan Antar Muka Sistem 45

Bab 4 Implementasi dan Pengujian 47

4.1 Implementasi Sistem 47

4.1.1 Konfigurasi Perangkat Keras 47

4.1.2 Konfigurasi Perangkat Lunak 48

4.1.3 Hasil Eksekusi Aplikasi 48

4.2 Pelatihan 50

4.3 Pengujian 51

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 62

5.1 Kesimpulan 62

5.2 Saran 62

(10)

PERANCANGAN PENGENAL QR (QUICK RESPONSE) CODE

DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE

PERCEPTRON

SKRIPSI

NOVALIA 081401023

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(11)

PERANCANGAN PENGENAL QR (QUICK RESPONSE) CODE DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE PERCEPTRON

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Komputer

NOVALIA 081401023

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012

(12)

Judul : PERANCANGAN PENGENAL QR (QUICK RESPONSE) CODE DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE PERCEPTRON

Kategori : SKRIPSI

Nama : NOVALIA

Nomor Induk Mahasiswa : 081401023

Program Studi : SARJANA (S1) ILMU KOMPUTER

Departemen : ILMU KOMPUTER

Fakultas : ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI

INFORMASI (FASILKOM-TI) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Juli 2012

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Ade Candra, ST, M.Kom M. Andri Budiman, ST, M.CompSc, MEM NIP.197909042009121002 NIP. 197510082008011001

Diketahui/Disetujui oleh

Program Studi S1 Ilmu Komputer Ketua,

Dr. Poltak Sihombing, M.Kom NIP. 196203171991031011

(13)

PERANCANGAN PENGENAL QR (QUICK RESPONSE) CODE DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE PERCEPTRON

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa ringkasan dan kutipan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2012

NOVALIA 081401023

(14)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perlindungan dan kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, yang merupakan syarat wajib untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer, Program Studi S1 Ilmu Komputer Departemen Ilmu Komputer Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Poltak Sihombing selaku Ketua Program Studi S1 Ilmu Komputer dan telah bersedia menjadi dosen penguji pertama yang telah memberikan kritik dan saran yang bermanfaat bagi penulis.

2. Ibu Maya Silvi Lydia, B.Sc, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi S1 Ilmu Komputer.

3. Bapak M. Andri Budiman, ST, MCompSc, MEM selaku dosen pembimbing pertama yang telah meluangkan waktunya dan memberikan masukan yang bermanfaat bagi penulis.

4. Bapak Ade Candra, ST, M.Kom selaku dosen pembimbing kedua yang telah meluangkan waktunya dan memberikan masukan yang bermanfaat bagi penulis. 5. Bapak Amer Sharif, S.Si, M.Kom selaku dosen penguji kedua yang telah

memberikan kritik dan saran yang bermanfaat bagi penulis.

6. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh dosen serta pegawai di Program Studi S1 Ilmu Komputer Departemen Ilmu Komputer FASILKOM-TI USU.

8. Ayahanda tercinta Suparman dan ibunda tercinta Lusia yang selalu memberikan kasih sayang, nasehat, dukungan, dan semangat kepada penulis sejak kecil sampai penyelesaian penyusunan skripsi ini.

9. Yenni Tarigan, Juwita Adelina, Ria Marpaung, Angga Ricardo, Brikson Hara Donald Barus, Rosalina Situmorang, dan semua mahasiswa S1 Ilmu Komputer stambuk 2008, para senior dan junior, serta semua sahabat dan keluarga yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat terutama untuk diri sendiri dan juga kepada seluruh pembaca.

Penulis,

(15)

Quick Response (QR) Code digunakan untuk menyimpan informasi penting dari suatu barang atau produk. QR Code memiliki pola yang sangat acak dan tidak dapat dibedakan. QR Code juga dapat kotor dan mengalami kerusakan. Penelitian terhadap pola QR Code dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui informasi yang tersimpan dalam QR Code tersebut. Metode penelitian yang digunakan untuk mengenali pola-pola QR Code tersebut adalah dengan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan metode Perceptron. Perceptron adalah salah satu metode Jaringan Syaraf Tiruan yang sering digunakan untuk pengenalan pola. Yang menjadi input pada sistem adalah citra biner QR Code dimana QR Code tersebut menyimpan informasi berupa nama universitas sebagai datanya. Untuk setiap data disediakan 13 pola yang berbeda. Pada pelatihan digunakan 8 pola untuk masing-masing data. Pengujian dilakukan terhadap seluruh data yang sudah dilatih maupun yang belum dilatih. Sistem ini memiliki 16 target untuk 16 jenis data. Dari hasil pengujian sistem, bobot dan bias yang didapatkan dari hasil pelatihan mampu memberikan output sesuai dengan yang diharapkan. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa Jaringan Syaraf Tiruan dengan metode Perceptron lapis tunggal dapat digunakan untuk mengenali pola-pola QR Code Level H versi 4 yang polanya sangat acak dan sulit untuk dibedakan.

Kata kunci : Pengenalan pola, Jaringan Syaraf Tiruan, Perceptron, QR Code,

(16)

DAFTAR ISI

Daftar Lampiran xi

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Batasan Masalah 4

1.4 Tujuan Penelitian 5

1.5 Manfaat Penelitian 5

1.6 Metode Penelitian 5

1.7 Sistematika Penulisan 6

Bab 2 Landasan Teori 8

2.1 Pengolahan Citra 8

2.1.1 Citra 8

2.1.2 Digitalisasi Citra 9

2.1.3 Citra Grayscale 10

2.1.4 Citra Biner 10

2.1.5 Operasi Pengolahan Citra 11

2.1.6 Pengambangan 12

2.2 Pengenalan Pola 13

2.3 Jaringan Syaraf Biologi 15

2.4 Jaringan Syaraf Tiruan 16

2.4.1 Komponen Jaringan Syaraf Tiruan 20

2.4.2 Arsitektur Jaringan 21

2.4.3 Model Pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan 23

2.4.4 Fungsi Aktivasi 24

2.5 Perceptron 25

2.5.1 Arsitektur Jaringan Perceptron 25

2.5.2 Pelatihan Perceptron 26

2.6 QR Code 28

2.6.1 Struktur QR Code 29

2.6.2 Karakteristik QR Code 30

2.6.3 Spesifikasi QR Code 33

(17)

Bab 3 Analisis dan Perancangan 34

3.1 Analisis Sistem 34

3.1.1 Analisis Masalah (Problem Analysis) 35 3.1.2 Analisis Kebutuhan (Requirement Analysis) 35 3.1.2.1 Analisis Kebutuhan Fungsional 36 3.1.2.2 Analisis Kebutuhan Non-Fungsional 36

3.1.3 Pemodelan Sistem 37

3.1.3.1 Use Case Diagram 37

3.1.3.2 Activity Diagram 38

3.1.3.3 Sequence Diagram 40

3.1.3.4 Class Diagram 40

3.2 Tahap-tahap Pengolahan Data 41

3.2.1 Akuisisi Data 41

3.2.2 Prapengolahan 42

3.2.3 Ekstraksi Citra 41

3.3 Perancangan Sistem 43

3.3.1 Perancangan Arsitektur Jaringan 43

3.2.2 Perancangan Antar Muka Sistem 45

Bab 4 Implementasi dan Pengujian 47

4.1 Implementasi Sistem 47

4.1.1 Konfigurasi Perangkat Keras 47

4.1.2 Konfigurasi Perangkat Lunak 48

4.1.3 Hasil Eksekusi Aplikasi 48

4.2 Pelatihan 50

4.3 Pengujian 51

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 62

5.1 Kesimpulan 62

5.2 Saran 62

(18)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

NamaTabel Halaman

2.1 2.2 4.1

Perbandingan NN dengan ANN Spesifikasi QR Code

Hasil Pelatihan Jaringan

(19)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar Nama Gambar Halaman

2.1

Struktur Neuron pada Otak Manusia Ilustrasi Model ANN

Jaringan Lapis Tunggal Jaringan Multi Lapis Jaringan Kompetitif

Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan metode Perceptron Fungsi aktivasi hard limit

QR Code

Struktur QR Code

Salah Satu Finding Pattern QR Code Jenis Penyimpangan pada QR Code Kerusakan pada QR Code

QR Code versi 1 (kiri) dan versi 2 (kanan) Ishikawa Diagram

Use Case Diagram Activity Diagram Sequence Diagram Class Diagram

Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan metode Perceptron untuk Pengenalan Pola QR Code

Form Utama Form Aplikasi

Tampilan Halaman Awal

Tampilan Aplikasi Pengenalan Pola

Tampilan Kotak Dialog Pemilihan Gambar QR Code Tampilan Hasil Pengujian Universitas Gajah Mada Yogya Tampilan Hasil Pengujian Universitas Indonesia Jakarta Tampilan Hasil Pengujian Universitas Sumatera Utara Tampilan Hasil Pengujian Universitas Airlangga Surabaya Tampilan Hasil Pengujian Universitas Hasanudin Makassar Tampilan Hasil Pengujian Universitas Andalas Padang Tampilan Hasil Pengujian Universitas Padjajaran Bandung Tampilan Hasil Pengujian Universitas Diponegoro Semarang Tampilan Hasil Pengujian Universitas Sriwijaya Palembang Tampilan Hasil Pengujian Universitas Lambung Mangkurat Tampilan Hasil Pengujian Universitas Syiah Kuala Banda Tampilan Hasil Pengujian Universitas Sam Ratulangi Tampilan Hasil Pengujian Universitas Udayana Denpasar Tampilan Hasil Pengujian Universitas Nusa Cendana Tampilan Hasil Pengujian Universitas Mulawarman Samarinda

Tampilan Hasil Pengujian Universitas Mataram Mataram

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

A. Listing Program A-1

B. Grafik Hasil Pelatihan B-1

(21)

DESIGN OF QR (QUICK RESPONSE) CODE RECOGNITION WITH

ARTIFICIAL NEURAL NETWORKS PERCEPTRON METHODS

ABSTRACT

Quick Response (QR) Code is used to store important information of an item or product. QR Code has a very random pattern and can not be distinguished. QR Code can also be dirty and damaged. Research conducted on the pattern of QR Code in order to find out the information stored in the QR Code. The method used to identify patterns of QR Code is to use Artificial Neural Networks Perceptron method. Perceptron is a neural network method is often used for pattern recognition. The input to the system is a binary image of the QR Code QR Code which is storing the information in the form of the name of the university as its data. For each of the data provided by 13 different patterns. At the training patterns used 8 for each data. Tests performed on all data that have not been trained or trained. This system has 16 targets for 16 types of data. From the results of system testing, the weights and biases obtained from the training to provide the output as expected. From the results, it can be concluded that neural networks with single-layer Perceptron method can be used to recognize patterns QR Code Level H 4th version of the pattern which is very random and difficult to distinguish.

Key words : Pattern Recognition, Artificial Neural Network, Perceptron, QR

(22)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Saat ini, teknologi komunikasi dan informasi berkembang dengan pesat dan

memberikan pengaruh besar bagi kehidupan manusia. Salah satu contoh

perkembangan ini adalah penggunaan kode dua dimensi dalam penyimpanan data,

seperti Pdf147, Datamatrix, Maxicode, dan QR Code.

QR Code sangat banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. QR Code

cukup membantu para konsumen untuk mendapatkan informasi atas produk yang

mereka konsumsi. Hal ini menjadi celah baru bagi cyber crime untuk melakukan

aksinya melalui QR Code. Para pelaku kejahatan mulai menggunakan teknologi QR

Code untuk menarik perhatian pengguna, agar mereka mengunduh malware Android.

Aplikasi yang diinstal oleh pengguna tersebut dapat merugikan dirinya dengan pasti

apabila konsumen tidak mengerti maksud atau informasi yang tersimpan dalam QR

Code tersebut. [13]

QR Code adalah simbol matriks yang terdiri dari sebuah untaian kotak persegi

yang disusun dalam sebuah pola persegi yang lebih besar. Kotak persegi ini kemudian

disebut sebagai modul. Luasnya pola persegi ini akan menentukan versi dari QR Code.

QR Code diciptakan pada tahun 1994 oleh Denso, salah satu grup perusahaan

Toyota. Mulanya QR Code dibuat untuk menandai hasil produksi perusahaan

otomotif. Namun sekarang telah disetujui sebagai sebuah standar internasional

(ISO/IEC18004) pada bulan Juni 2000. Pada saat ini, penggunaan QR Code telah

(23)

Contoh penggunaan QR Code adalah :

a. Badan transportasi udara internasional (IATA) menggunakan kode dua dimensi

untuk tanda masuk penumpang pesawat mulai tahun 2010.

b. Penggunaan QR Code untuk identifikasi pasien di rumah sakit terkemuka di

Singapura dan seluruh rumah sakit di Hongkong.

c. Penggunaan kode 2 dimensi berukuran mikro untuk sektor pembuatan chip.

d. Telepon seluler yang menggunakan QR Code di Jepang dan Korea dan berbagai

macam kegunaan lainnya di berbagai negara maju. [4]

Penggunaannya secara luas pada telepon seluler yang dapat memindai QR

Code untuk mengambil informasi di dalamnya, seperti : alamat perusahaan, website

perusahaan dan lain sebagainya juga tak lepas dari sorotan. Sedangkan QR Code pada

pengemasan buah dan sayuran sehingga dengan memindai kode tersebut kita dapat

mengetahui lokasi penanaman, pupuk dan insektisida yang digunakan. Di jepang QR

Code ditempatkan pada peta stasiun bawah tanah dan pusat stasiun bus sehingga

penumpang dengan telepon seluler mereka dapat menemukan waktu tiba bus

berikutnya. E-Payment menggunakan telepon seluler dan QR Code dicetak pada

kertas tagihan. QR Code untuk mengetahui program televisi dengan membacanya di

telepon seluler.

Ada beberapa kelebihan QR Code yang tidak dimiliki oleh kode dua dimensi

sejenis, yaitu :

a. Dapat menampung data lebih besar dari kode 2 dimensi lain.

b. Dapat mengkodekan huruf Kanji Jepang

c. Denso telah mengeluarkan hak patennya untuk masyarakat luas.

d. Aplikasi pembaca QR Code telah banyak ditanam di telepon seluler

Dalam masyarakat modern sekarang ini, banyak sekali hal yang membutuhkan

adanya identifikasi atau pembuktian. QR Code mengandung informasi yang hanya

bisa dibaca jika kita memiliki scanner untuk membaca QR Code. Bagi orang yang

tidak mengerti cara penggunaannya, QR Code dapat dijadikan sebagai alat penipuan

oleh orang-orang yang berniat jahat, misalnya melakukan penyedotan pulsa, dan

(24)

dalamnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi QR Code

adalah dengan melakukan pencocokan pola. Pencocokan pola QR Code tidak bisa

dilakukan hanya dengan memperhatikannya saja karena apabila dilihat dengan mata,

semua bentuk QR Code terlihat hampir sama. Oleh karena itu, diperlukan sebuah

sistem yang mampu menganalisis karakteristik QR Code sehingga mempermudah

dalam mengenali informasi yang terkandung di dalamnya. [13]

Jaringan syaraf tiruan merupakan sebuah sistem pemroses informasi yang

memiliki performa karakteristik tertentu seperti jaringan saraf biologi. Jaringan syaraf

tiruan memiliki beberapa metode seperti perceptron, hopfield diskrit, adaline,

propagasi balik (back propagation), dan kohonen. Jaringan syaraf tiruan dapat

digunakan sebagai salah satu solusi untuk mengenali pola QR Code.

Salah satu implementasi jaringan syaraf tiruan metode perceptron yang ditulis

oleh [10], dimuat dalam jurnal ilmiah Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi

2007, Yogyakarta, 16 Juni 2007 yang berjudul Pengenalan Pola Bahan Terkorosi

menggunakan metode pembelajaran perceptron pada Sistem Jaringan Syaraf,

Pemodelan dan Simulasi terhadap kondisi bahan dalam bidang industri merupakan

salah satu cara untuk mengurangi tingkat korosi. Pengenalan pola bahan terkorosi

berbasis kecerdasan buatan diharapkan dapat membantu sebagian usaha pengendalian

untuk para ahli yang menekuni masalah korosi. Mikrostruktur dari bahan dapat

digambarkan dan struktur polanya dapat dikonversi dengan pengolahan citra. Untuk

menentukan karakteristik dari pola tersebut, dianalisis dengan prinsipal komponen.

Pemodelan menggunakan sistem jaringan syaraf merupakan pembelajaran dan

adaptasi dari suatu obyek. Metode perceptron merupakan salah satu pembelajaran

dengan pengawasan pada sistem jaringan syaraf. Diperlukan rancangan jaringan

syaraf dengan sejumlah spesifikasi untuk identifikasi yang terdiri dari sejumlah

neuron dan sejumlah input. Sejumlah neuron digunakan untuk membedakan

klasifikasi pada pengenalan pola dari bahan terkorosi atau tidak terkorosi.

Analisis QR Code juga diimplementasikan oleh [2], dalam skripsinya yang

berjudul Analisis dan Perancangan Kode Matriks Dua Dimensi Quick Response (QR)

(25)

persegi yang lazim berwarna hitam dan putih yang disusun menjadi sebuah persegi

yang lebih besar. Pada QR Code, jumlah data yang dapat disimpan sampai dengan

7089 untuk karakter numerik, atau 4296 untuk karakter alfanumerik. QR Code

memiliki kelebihan yang terdapat seperti daerah pencetakan yang kecil dan

kemampuan pembacaan data yang tinggi dan ketahanan akibat kerusakan. Hasil dari

penelitian ini antara lain : QR Code memiliki kemampuan penyimpanan lebih besar

dan ukuran cetak lebih kecil dengan besar data yang sama. Selain itu, semakin besar

data yang tersimpan akan meningkatkan versi QR Code yang dibangkitkan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis berniat untuk melakukan

penelitian tentang perancangan pengenal QR Code dengan jaringan syaraf tiruan

metode perceptron.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, perumusan masalah yang akan dibahas

dalam skripsi ini adalah autentifikasi QR Code sangat dibutuhkan untuk

menghindarkan pengguna dari tindak kejahatan karena pola QR Code yang sangat

acak dan sulit untuk dibedakan.

1.3Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam skripsi ini adalah:

1. File yang digunakan sebagai input adalah gambar QR Code yang terdapat dalam

sistem dan diambil secara acak.

2. Proses pengenalan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan dengan metode

perceptron.

3. QR Code yang digunakan adalah QR Code level H.

4. QR Code yang digunakan pada sistem ini adalah QR Code yang bentuknya rata

atau tidak mengalami penyimpangan bentuk.

5. Bahasa pemrograman yang dipakai dalam membangun perangkat lunak ini adalah

(26)

1.4Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan:

1. Untuk mengetahui bagaimana cara kerja metode perceptron pada pengenalan QR

Code.

2. Untuk merancang sebuah perangkat lunak yang dapat mengidentifikasi QR Code

yang mengandung suatu informasi tertentu.

1.5Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Bagi penulis, memberikan informasi tentang penerapan jaringan syaraf tiruan

metode perceptron pada aplikasi pengenalan pola QR Code dengan menggunakan

Matlab R2007b.

2. Bagi bidang ilmu, memberikan informasi tentang penerapan jaringan syaraf tiruan

metode perceptron.

3. Bagi pengguna aplikasi, aplikasi ini dapat membantu user dalam mengenali

beberapa pola QR code yang menyimpan suatu informasi tertentu.

1.6Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Studi literatur

Metode ini dilakukan studi kepustakaan melalui hasil penelitian lain yang relevan

serta buku maupun artikel–artikel yang diperoleh melalui internet.

2. Analisis dan Perancangan

Metode ini dilaksanakan dengan menganalisis permasalahan yang ada, batasan

(27)

3. Implementasi

Metode ini dilaksanakan dengan melakukan implementasi perangkat lunak yang

bertujuan untuk melakukan proses pembelajaran pada sistem dengan

menggunakan metode pembelajaran perceptron.

4. Pengujian

Metode ini dilaksanakan dengan pengujian terhadap perangkat lunak yang telah

dibangun.

5. Dokumentasi

Metode ini dilaksanakan dengan mendokumentasikan semua teori yang

mendukung dan berhubungan perangkat lunak yang dibangun.

1.7Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari beberapa bagian utama sebagai berikut:

BAB 1 Pendahuluan

Pada bab ini dijelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB 2 Landasan Teori

Pada bab ini dijelaskan tentang landasan teori yang berhubungan dengan pengolahan

citra, jaringan syaraf tiruan, metode perceptron, dan hal-hal yang berhubungan dengan

masalah yang akan dibahas.

BAB 3 Analisis dan Perancangan

Pada bab ini dijelaskan tentang analisis masalah dalam perancangan jaringan syaraf

tiruan metode perceptron pada pengenalan pola QR Code, desain perancangan dengan

(28)

BAB 4 Implementasi dan Pengujian

Pada bab ini dijelaskan tentang teknik implementasi dari perancangan yang telah

dibuat dan pengujian terhadap implementasi dari sistem yang telah dibangun.

Pengujian dilakukan untuk membuktikan bahwa sistem yang telah dibangun dapat

berjalan sesuai dengan análisis dan tujuan dari perancangan sistem tersebut.

BAB 5 Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini terdapat kesimpulan secara umum dari uraian pada bab-bab sebelumnya

(29)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pengolahan Citra

Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer,

menjadi citra yang kualitasnya lebih baik. Pengolahan citra bertujuan memperbaiki

kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin (dalam hal ini

komputer). Teknik - teknik pengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra

lain. Jadi, masukannya adalah citra dan keluarannya juga citra, namun citra keluaran

mempunyai kualitas lebih baik daripada citra masukan. Termasuk dalam bidang ini

juga adalah pemampatan citra (image compression). Perubahan kontras citra adalah

contoh operasi pengolahan citra. Contoh pengolahan citra lainnya adalah

penghilangan derau (noise).

Umumnya, operasi-operasi pada pengolahan citra diterapkan pada citra bila:

1. Perbaikan atau memodifikasi citra perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas

penampakan atau untuk menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkandung

di dalam citra.

2. Elemen di dalam citra perlu dikelompokkan, dicocokkan, atau diukur.

3. Sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra yang lain. [6]

2.1.1 Citra

Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu obyek.

Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto,

bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, atau

(30)

“Citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau

dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue) dari

intensitas cahaya pada bidang dwimatra. Sumber cahaya menerangi objek, objek

memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya. Pantulan cahaya ini ditangkap

oleh alat-alat optik, misalnya mata pada manusia, kamera, dan pemindai (scanner),

sehingga bayangan objek yang disebut citra terekam” [6].

Citra sebagai keluaran dari suatu sistem perekaman data dapat bersifat :

1. Optik berupa foto.

2. Analog berupa sinyal video, seperti gambar pada monitor televisi.

3. Digital yang dapat langsung disimpan pada suatu pita magnetik.

2.1.2 Digitalisasi Citra

Citra ada dua jenis, yaitu citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari

sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera

analog. Citra diskrit dihasilkan melalui proses digitalisasi terhadap citra kontinu.

Beberapa sistem optik dilengkapi dengan fungsi digitalisasi sehingga mampu

menghasilkan citra diskrit, misalnya kamera digital dan scanner. Citra diskrit disebut

juga citra digital.

Agar dapat diolah dengan komputer digital, maka suatu citra harus

dipresentasikan secara numerik dengan nilai-nilai diskrit. Representasi citra dari

fungsi kontinu menjadi nilai-nilai diskrit disebut digitalisasi. Citra yang dihasilkan

inilah yang disebut citra digital (digital image). Pada umumnya citra digital berbentuk

empat persegi panjang, dan dimensi ukurannya dinyatakan sebagai tinggi x lebar

(lebar x tinggi).

Citra digital yang berukuran M X N lazim dinyatakan dengan matriks yang

berukuran M baris dan N kolom sebagai berikut:

(31)

Indeks baris (i) dan indeks kolom (j) menyatakan suatu koordinat titik pada

citra, sedangkan f(i,j) merupakan intensitas (derajat keabuan) pada titik (i,j).

Masing-masing elemen pada citra digital (berarti elemen matriks) disebut image element,

picture element atau pixel atau pel. Jadi, citra yang berukuran M X N mempunyai MN

buah pixel. [6]

2.1.3 Citra Grayscale

Untuk mendapatkan citra grayscale (keabuan) digunakan rumus:

I(x,y) = α.R + β.G + γ.B

Dengan I(x,y) adalah level keabuan pada suatu koordinat yang diperoleh dengan

mengatur komposisi warna R (merah), G (hijau) dan B (biru) yang ditunjukkan oleh

nilai parameter α, β, dan γ. Secara umum, nilai α, β, dan γ adalah 0.33. Nilai yang lain juga dapat diberikan untuk ketiga parameter tersebut asalkan total keseluruhan

nilainya adalah 1. [8]

2.1.4 Citra Biner

Citra biner (binary image) adalah citra yang hanya mempunyai dua nilai derajat

keabuan: hitam dan putih. Piksel-piksel objek bernilai 1 dan piksel-piksel latar

belakang bernilai 0. Pada waktu menampilkan gambar, 0 adalah putih dan 1 adalah

hitam.

Meskipun saat ini citra berwarna lebih disukai karena memberi kesan yang

lebih kaya daripada citra biner, namun tidak membuat citra biner mati. Pada beberapa

aplikasi citra biner masih tetap dibutuhkan, misalnya citra logo instansi (yang hanya

terdiri atas warna hitam dan putih), citra kode barang (bar code) yang tertera pada

(32)

2.1.5 Operasi Pengolahan Citra

Operasi-operasi yang dilakukan pada pengolahan citra secara umum dapat

dikelompokkan dalam beberapa jenis, yaitu:

1. Perbaikan kualitas citra (image enhancement)

Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara

memanipulasi parameter-parameter citra. Dengan operasi ini, ciri-ciri khusus yang

terdapat dalam citra lebih ditonjolkan. Beberapa operasi perbaikan citra antara

lain: perbaikan kontras gelap/terang, perbaikan tepian objek (edge enhancement),

penajaman (sharpening), pemberian warna (pseudocoloring), dan penapisan derau

(noise filtering).

2. Pemugaran citra (image restoration)

Operasi ini bertujuan menghilangkan/meminimumkan cacat pada citra. Tujuan

pemugaran hampir sama dengan operasi perbaikan citra. Bedanya, pada

pemugaran citra, penyebab degradasi gambar diketahui. Contoh-contoh operasi

pemugaran citra, yaitu penghilangan kesamaran (deblurring), atau penghilangan

derau (noise).

3. Pemampatan citra (image compression)

Jenis operasi ini dilakukan agar citra dapat direpresentasikan dalam bentuk yang

lebih kompak sehingga memerlukan memori yang lebih sedikit. Hal penting yang

harus diperhatikan dalam pemampatan citra adalah citra yang telah dimampatkan

harus tetap mempunyai kualitas gambar yang bagus. Contoh metode pemampatan

citra adalah metode JPEG.

4. Segmentasi citra (image segmentation)

Jenis operasi ini bertujuan untuk memecah suatu citra ke dalam beberapa segmen

dengan suatu kriteria tertentu. Jenis operasi ini berkaitan erat dengan pengenalan

pola.

5. Analisis citra (image analysis)

Jenis operasi ini bertujuan menghitung besaran kuantitatif dari citra untuk

menghasilkan deskripsinya. Teknik analisis citra mengekstraksi ciri-ciri tertentu

yang membantu dalam identifikasi objek. Proses segmentasi kadang kala

(33)

Contoh-contoh operasi analisis citra, yaitu: pendeteksian tepi objek (edge detection),

ekstraksi batas (boundary), dan representasi daerah (region).

6. Rekonstruksi citra (image reconstruction)

Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra hasil

proyeksi. Operasi rekonstruksi citra banyak digunakan dalam bidang medis.

Misalnya, beberapa foto rontgen dengan sinar-X digunakan untuk membentuk

ulang gambar organ tubuh. [6]

2.1.6 Pengambangan

Proses pengambangan (thresholding) akan menghasilkan citra biner, yaitu citra yang

memiliki dua tingkat keabuan, yaitu hitam dan putih. Secara umum, proses

pengambangan citra grayscale untuk menghasilkan citra biner adalah sebagai

berikut[6]:

g(x,y) = �1 ���(�,�)≥ � 1 ���(�,�) <��

dengan g(x,y) citra biner dari citra grayscale f(x,y), dan T menyatakan nilai ambang.

Nilai T memegang peran sangat penting dalam proses pengambangan. Kualitas hasil

citra biner sangat bergantung pada nilai T yang digunakan. Dengan operasi

pengambangan tersebut, objek dibuat berwarna gelap (1 atau hitam) sedangkan latar

berwarna terang (0 atau putih).

Dua pendekatan yang digunakan dalam operasi pengambangan, yaitu:

1. Pengambangan global (Global thresholding)

Pada pengambangan global, seluruh piksel pada citra dikonversi menjadi hitam

atau putih dengan satu nilai ambang T. Cara yang umum menentukan nilai T

adalah dengan membuat histogram citra. Jika citra mengandung satu buah objek

dan latar belakangnya mempunyai nilai intensitas yang homogen, maka citra

tersebut umumnya mempunyai histogram bimodal (mempunyai dua puncak atau

dua buah maksimum lokal). Nilai T dipilih pada nilai minimum lokal yang

(34)

mengkonversi citra grayscale ke citra biner, tetapi sekaligus melakukan

segmentasi objek dari latar belakangnya.

Kemungkinan besar pada pengambangan global akan banyak informasi hilang

karena hanya menggunakan satu nilai T untuk keseluruhan piksel. Untuk

mengatasi masalah ini dapat digunakan pengambangan secara local adaptive.

2. Pengambangan lokal (Locally Adaptive Thresholding)

Pada pengambangan lokal, suatu citra dibagi menjadi blok-blok kecil dan

kemudian dilakukan pengambangan lokal atas setiap blok itu dengan nilai T yang

berbeda. Sebagai contoh, pengambangan dilakukan terhadap daerah citra yang

berukuran 3x3 atau 5x5 piksel. Nilai ambangnya ditentukan sebagai fungsi

rata-rata derajat keabuan di dalam daerah citra tersebut. Intensitas piksel yang berbeda

secara signifikan dari nilai rata-rata tersebut dianggap mengandung informasi

kontras dan ini harus dipertahankan dalam citra biner. Dengan pengambangan

secara lokal adaptif, secara subjektif citra biner yang dihasilkan terlihat lebih

menyenangkan dan sedikit informasi yang hilang.

2.2Pengenalan Pola

Pola adalah entitas. Ciri-ciri tersebut digunakan untuk membedakan suatu pola dengan

pola lainnya. Ciri yang bagus adalah ciri yang memiliki daya pembeda yang tinggi,

sehingga pengelompokan pola berdasarkan ciri yang dimiliki dapat dilakukan dengan

keakuratan yang tinggi.

Secara luas, ciri adalah semua hasil pengukuran yang bisa diperoleh. Ciri juga

bisa menggambarkan karakteristik objek yang dipantau. Contoh dari ciri level rendah

adalah intensitas sinyal. Ciri bisa berupa simbol, numerik, atau keduanya. Contoh dari

ciri simbol adalah warna. Contoh dari ciri numerik adalah berat. Ciri bisa diperoleh

dengan mengaplikasikan algoritma ekstraksi ciri pada data masukan. Ciri dapat

dinyatakan dengan variabel kontinu, diskrit, atau diskrit-biner. Ciri biner dapat

(35)

Ciri yang baik memiliki syarat sebagai berikut: mudah dalam komputasi,

memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi, dan besarnya data dapat diperkecil tanpa

menghilangkan informasi penting.

Secara umum, pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan

atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif ciri atau sifat dari

objek. Pola sendiri merupakan suatu entitas yang terdefenisi dan dapat diidentifikasi

dan diberi nama. Sidik jari adalah suatu contoh pola. Pola bisa merupakan kumpulan

hasil pengukuran atau pemantauan dan bisa dinyatakan dalam notasi vektor atau

matriks.

Struktur sistem pengenalan pola ditunjukkan oleh gambar berikut. Perhatikan

bahwa sistem terdiri dari suatu sensor (misalnya kamera, dan scanner), teknik

prapengolahan, suatu algoritma atau mekanisme ekstraksi ciri dan algoritma untuk

klasifikasi atau pengenalan bergantung pada pendekatan yg dilakukan). Sebagai

tambahan, biasanya beberapa data yang sudah diklasifikasikan diasumsikan telah

tersedia untuk melatih sistem.

Prapengolahan adalah transformasi masukan data mentah untuk membantu

kemampuan komputasional dan pencari ciri serta untuk mengurangi derau. Pada

prapengolahan citra (sinyal) yang ditangkap sensor akan dinormalisasi agar citra

menjadi lebih siap untuk diolah pada tahap pemisahan ciri. Kualitas ciri yang

dihasilkan pada pemisahan ciri sangat bergantung pada hasil prapengolahan.

Klasifikasi merupakan tahap untuk mengelompokkan masukan data pada satu

atau beberapa kelas berdasarkan hasil pencarian beberapa ciri yang signifikan dan

pemrosesan atau analisis terhadap ciri itu. Setiap kelas terdiri dari sekumpulan objek

(36)

2.3 Jaringan Syaraf Biologi

Otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks dan memiliki kemampuan

yang luar biasa. Otak manusia terdiri dari neuron-neuron dan penghubung yang

disebut sinapsis. Neuron bekerja berdasarkan sinyal yang diberikan neuron lain dan

meneruskannya pada neuron lainnya. Diperkirakan manusia memiliki 1012 neuron.

Dengan jumlah yang begitu banyak maka otak manusia mampu mengenali pola,

melakukan perhitungan, serta mengontrol organ-organ tubuh dengan baik. Neuron

memiliki 3 komponen utama, yaitu dendrit, badan sel (soma) dan akson. Gambar 2.1

berikut menunjukkan gambar struktur neuron pada otak manusia.

Gambar 2.1 Struktur Neuron pada Otak Manusia[8]

Pada dasarnya neuron memiliki 4 daerah utama, yaitu:

1. Dendrit

Dendrit merupakan suatu perluasan dari soma yang menyerupai rambut dan

bertindak sebagai saluran untuk menerima masukan dari sel syaraf lainnya melalui

sinapsis.

2. Sel Tubuh atau Soma

Sel tubuh atau soma merupakan jantungnya sel yang memiliki inti (nucleus). Soma

bertugas memproses nilai masukan dari semua dendrit yang terhubung dengannya

(37)

3. Akson

Neuron biasanya hanya memiliki satu akson yang tumbuh dari bagian soma dan

disebut dengan akson hillock. Akson menyalurkan sinyal elektrik yang dihasilkan

pada bagian bawah dari akson hillock. Sinyal elektrik digunakan untuk

menyampaikan informasi (sinyal) ke otak dengan semua sinyal sama. Oleh karena

itu, otak menentukan jenis informasi yang diterima berdasarkan jalur yang

membawa sinyal. Otak kemudian menganalisis dan menafsirkan jenis informasi

yang diterima. Myelin adalah materi lemak yang melindungi syaraf. Fungsinya

seperti lapisan pelindung pada kabel listrik dan memudahkan syaraf untuk

mengirim impulsnya dengan cepat. Tidak semua bagian akson terbungkus dengan

myelin. Bagian yang tidak terbungkus ini disebut nodus ranvier. Pada nodus ini,

sinyal yang mengalir dan mengalami penurunan akan diperkuat lagi. Hal ini akan

memastikan bahwa perjalanan sinyal pada akson mengalir cepat dan tetap konstan.

4. Sinapsis (Synapse)

Sinapsis merupakan bagian kontak (tempat) terjadinya pertukaran sinyal antar dua

neuron. Neuron sebenarnya secara fisik tidak berhubungan. Mereka dipisahkan

oleh synaptic cleft. Neuron yang mengirim sinyal disebut dengan sel presynaptic

dan neuron yang menerima sinyal disebut dengan sel postsynaptic.[8]

2.4 Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan syaraf tiruan atau Artificial Neural Network yang sering disingkat dengan

ANN merupakan jaringan neural yang meniru prinsip kerja dari neuron otak manusia

(neuron biologis). ANN pertama kali muncul setelah model sederhana dari neuron

buatan diperkenalkan oleh McCulloch dan Pitts pada tahun 1943. Model sederhana

tersebut dibuat berdasarkan fungsi neuron biologis yang merupakan dasar unit

(38)

Jaringan syaraf tiruan memiliki beberapa kemampuan seperti yang dimiliki

otak manusia, yaitu:

1. Kemampuan untuk belajar dari pengalaman

2. Kemampuan melakukan perumpamaan (generalization) terhadap input baru dari

pengalaman yang dimilikinya.

3. Kemampuan memisahkan (abstraction) karakteristik penting dari input yang

mengandung data yang tidak penting. [8]

Jaringan Syaraf Tiruan merupakan salah satu representasi buatan dari otak

manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak

manusia tersebut. Istilah buatan digunakan karena jaringan syaraf ini

diimplementasikan dengan menggunakan program komputer yang mampu

menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran berlangsung.

Dikarenakan sebagai generalisasi model matematika dari jaringan syaraf biologi,

maka Jaringan Syaraf Tiruan diasumsikan sebagai berikut:

1. Pengolahan informasi terjadi pada elemen pemrosesan yang disebut neuron.

2. Sinyal dikirimkan diantara neuron-neuron melalui penghubung-penghubung.

3. Setiap penghubung antar neuron memiliki nilai bobot.

4. Untuk menentukan output, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi terhadap

total input jaringan (penjumlahan bobot input). [7]

Pemodelan ANN (Artificial Neural Network) merupakan pemodelan dengan

menggunakan pendekatan pemodelan black box. Prinsip kerja ANN didasari pada

mekanisme kerja penyaluran informasi sistem NN. Namun demikian, karena

keterbatasan yang dimiliki oleh struktur ANN maka hanya sebagian kecil saja dari

kemampuan sistem syaraf manusia dapat ditiru. Gambar 2.2 berikut menunjukkan

(39)

Gambar 2.2 Ilustrasi model ANN[9]

Gambar 2.2 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut.

pr

w

menyatakan sinyal input dari node input ke i = 1, 2, …, r, dengan r menyatakan

jumlah input.

s,r

n menyatakan total (jumlah) sinyal terbobot yang masuk ke node s atau sering juga

disebut sebagai tingkat pengaktifan (activation level) di node s.

menyatakan bobot (weight) hubungan dari node (neuron) input r ke node (neuron)

yang dituju j, j = 1, 2, …, s, dengan s menyatakan jumlah neuron.

f menyatakan fungsi transfer (transfer function) yang akan menentukan keluaran dari

node s dan tergantung pada nilai n.

as

Nilai n dari model di atas dapat dihitung dengan rumus:

menyatakan sinyal yang keluar (outgoing signal) atau output dari node s.

n = ws,r pr

………

sedangkan keluaran node yang dinyatakan dengan a dapat ditentukan sebagai berikut. ..………(1)

a = f (n) ..………..(2)

seringkali kedua formula di atas digabung menjadi satu seperti berikut.

a = f (ws,rpr)

(40)

Secara ringkas prinsip kerja neuron dapat dinyatakan sebagai berikut. Pada

suatu neuron, sinyal input (diterima oleh dendrit) akan masuk ke node (soma). Pada

node terjadi proses penjumlahan sinyal-sinyal input yang telah terbobot (dinyatakan

sebagai ws,r pr) dan dilambangkan dengan n. Penjumlahan sinyal-sinyal terbobot

tersebut (n) diproses menjadi sinyal output (a) dengan menggunakan suatu fungsi

aktivasi. Sinyal output ini kemudian diteruskan ke neuron lain oleh akson (sinyal pada

akson).

Proses seperti di atas terjadi pada setiap node dan berjalan secara independen

(terpisah). Akan tetapi, hasil proses di tiap node akan mempengaruhi hasil dari

networks secara keseluruhan karena output dari suatu node menjadi input untuk

node-node yang lainnya (node-node di lapisan berikutnya).

Fungsi aktivasi menyatakan perlakuan suatu node terhadap input. Keluaran

suatu neuron sangat tergantung pada fungsi aktivasi yang digunakan.

Berikut disajikan tabel perbandingan antara sistem NN dan sistem ANN, sehingga

menjadi lebih jelas prinsip kerja NN yang ditiru oleh ANN.

Tabel 2.1 Perbandingan NN dengan ANN

NN ANN

Soma (sel tubuh) Node

Dendrites Sinyal input

Sinyal pada akson Sinyal output

Synapsis Bobot

Memiliki kecepatan rendah Memiliki kecepatan tinggi

Memiliki neuron sekitar 100 miliar Harusnya memiliki sekitar ratusan neuron

Karakteristik dari Jaringan Syaraf Tiruan adalah:

1. Arsitektur Jaringan : pola hubungan antar neuron

2. Algoritma pembelajaran : metode yang menentukan nilai bobot penghubung

(41)

2.4.1 Komponen Jaringan Syaraf Tiruan

Seperti otak manusia, Jaringan Syaraf Tiruan juga memiliki neuron yang merupakan

dasar dari operasi Jaringan Syaraf Tiruan yang berfungsi untuk memproses informasi.

Sel syaraf tiruan ini biasa disebut processing element, neuron atau unit.

Masing-masing neuron akan meneruskan informasi yang diterimanya menuju

neuron lainnya. Hubungan antar neuron ini disebut edge dan memiliki nilai yang

disebut bobot atau weight (disimbolkan dengan w1, …, wn). Selain bobot, setiap unit

juga memiliki input, output, dan error. Input yang disimbolkan dengan xi (x1, …, xn)

merupakan nilai atau angka yang ingin dilatih maupun untuk diuji di dalam suatu

jaringan dimana nilainya harus berupa angka sedangkan output yang disimbolkan

dengan yi (y1, …, yn) merupakan hasil keluaran dari suatu unit yang merupakan solusi

atau pemahaman jaringan terhadap data input, sedangkan error merupakan tingkat

kesalahan yang terdapat dalam suatu unit proses yang telah dilakukan. Dalam jaringan

terkadang ditambah sebuah unit input yang nilainya selalu sama dengan 1, unit ini

disebut bias.

Jaringan Syaraf Tiruan memiliki banyak neuron yang tersebar di seluruh

bagiannya. Masing-masing neuron dikelompokkan ke dalam beberapa lapisan dan

memiliki hubungan satu dengan yang lain disebut dengan layer.

Layer terdiri dari beberapa bagian, yaitu:

1. Lapisan masukan (input layer)

Lapisan ini merupakan tempat dimana seluruh lapisan bobot awal dimasukkan

(inisialisasi input) yang selanjutnya diproses untuk dikirim ke lapisan di atasnya.

2. Lapisan tersembunyi (hidden layer)

Lapisan ini merupakan lapisan di antara lapisan masukan dan lapisan keluaran.

Disini bobot yang diterima dari lapisan input juga diproses untuk selanjutnya

(42)

3. Lapisan keluaran (output layer)

Lapisan ini merupakan lapisan akhir pada arsitektur jaringan dimana nilai output

dari jaringan dihasilkan. Pada lapisan ini ditetapkan nilai output aktual untuk

dibandingkan dengan nilai output target untuk mengetahui apakah jaringan sudah

sesuai dengan hasil yang diinginkan.[7]

2.4.2 Arsitektur Jaringan

Arsitektur jaringan merupakan salah satu hal terpenting dalam Jaringan Syaraf Tiruan

selain dari neuron dan algoritma pembelajaran. Arsitektur jaringan terbagi menjadi

tiga jenis, yaitu:

1. Jaringan lapis tunggal (single layer network)

Jaringan lapis tunggal merupakan jaringan yang hanya memiliki satu buah lapisan

dengan bobot-bobot yang terhubung. Jaringan ini hanya menerima nilai input dan

secara langsung mengolahnya untuk menjadi nilai output tanpa melalui lapisan

tersembunyi. Jaringan lapis tunggal dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah ini.

x1

x3

x2 Y

v3

v1

v2

(43)

2. Jaringan multilapis (multilayer network)

Jaringan multilapis merupakan jaringan yang memiliki satu buah atau lebih lapisan

di antara lapisan input dan lapisan output. Jaringan multi lapis ini dapat

menyelesaikan permasalahan yang lebih kompleks dibandingkan dengan jaringan

lapis tunggal walaupun memiliki tingkat kerumitan yang tinggi serta

membutuhkan waktu yang lama dalam proses pelatihannya. Jaringan multi lapis

dapat dilihat pada gambar 2.4 di bawah ini.

x1

Gambar 2.4 Jaringan Multi lapis

3. Jaringan kompetitif (competitive layer network)

Jaringan kompetitif sering disebut feedback loop karena unit output ada yang

memberikan informasi terhadap unit masukan. Jaringan kompetitif dapat dilihat

pada gambar 2.5 berikut ini.

A1 Am

Ai Aj

(44)

2.4.3 Model Pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan

Seperti halnya otak manusia yang membutuhkan pembelajaran dalam mengenali

sesuatu, pada Jaringan Syaraf Tiruan juga demikian. Setiap neuron dibangun untuk

dilatih dalam mempelajari pola yang akan diinginkan. Pada saat pelatihan dilakukan,

nilai dari masing-masing hubungan neuron ditetapkan untuk menentukan output.

Semakin banyak pelatihan yang dilakukan maka akan semakin kecil tingkat dari suatu

error di lapisan keluarannya, sehingga pengenalan suatu pola akan segera tercapai.

Metode pembelajaran Jaringan Syaraf Tiruan terdiri dari dua cara:

1. Supervised Learning (pembelajaran dengan pengawasan)

Supervised Learning merupakan metode pembelajaran dalam Jaringan Syaraf

Tiruan dimana output target yang diinginkan telah diketahui sebelumnya dan

diharapkan setelah proses pelatihan output target tercapai. Pada metode

pembelajaran ini pasangan data (masukan-keluaran) dipakai untuk melatih

jaringan. Pada proses pembelajarannya pola masukan diberikan pada lapisan input

untuk terus dirambatkan sampai pada lapisan output. Nilai yang diperoleh dari

proses perhitungan pola pada pembelajaran lapisan output akan dicocokkan

denganpola output target awal. Jika diperoleh perbedaan antara kedua nilainya

maka akan muncul error. Apabila nilai error belum sesuai dengan yang

diinginkan maka pelatihan akan terus dilakukan dengan terus memodifikasi bobot

sampai dihasilkan error yang sesuai. Model Jaringan Syaraf Tiruan yang

menggunakan metode supervised learning adalah perceptron, ADALINE, dan

backpropagation.

2. Unsupervised Learning (pembelajaran tanpa pengawasan)

Unsupervised learning merupakan metode pembelajaran dalam Jaringan Syaraf

Tiruan yang tidak memerlukan output target dalam proses pembelajarannya.

Pelatihan dilakukan hanya pada data input saja. Model Jaringan Syaraf Tiruan

yang menggunakan metode unsupervised learning adalah kohonen, hebbian, dan

(45)

Pada umumnya operasi model jaringan dalam Jaringan Syaraf Tiruan terbagi

atas dua mekanisme kerja, yaitu:

1. Mekanisme pelatihan atau belajar

Pada mekanisme ini jaringan dilatih untuk menghasilkan data yang sesuai dengan

output target yang diinginkan melalui satu atau lebih pasangan data (masukan dan

keluaran). Semakin banyak pelatihan pada tiap siklusnya (epoch) dilakukan maka

target yang diinginkan akan segera tercapai.

2. Mekanisme pengujian

Pada mekanisme ini jaringan diuji apakah dapat mengenali pola yang baru dengan

data input yang berbeda dari data pelatihan setelah proses pelatihan dilakukan.

2.4.4 Fungsi Aktivasi

Dalam jaringan syaraf tiruan, fungsi aktivasi dipakai untuk menentukan keluaran

suatu neuron. Argumen fungsi aktivasi adalah net masukan (kombinasi linier masukan

dan bobotnya). Jika net = ∑ � , maka fungsi aktivasinya adalah f(net) = f

(∑ �).

Beberapa fungsi aktivasi yang sering dipakai adalah sebagai berikut:[8]

1. Fungsi threshold (batas ambang)

f (x) = �1 ����� ≥ � 0 �����< �

Untuk beberapa kasus, fungsi threshold yang dibuat tidak berharga 0 atau 1, tapi

berharga -1 atau 1 (sering disebut threshold bipolar).

Jadi

f (x) = � 1 ����� ≥ �

−1 �����<� 2. Fungsi sigmoid

f(x) = 1

1+�−�

Fungsi sigmoid sering dipakai karena nilai fungsinya yang terletak antara 0 dan 1

dan dapat diturunkan dengan mudah.

(46)

3. Fungsi identitas

f(x) = x

Fungsi identitas sering dipakai apabila kita menginginkan keluaran jaringan

berupa sembarang bilangan riil (bukan hanya pada range [0,1] atau [-1,1]

2.5Perceptron

Model jaringan perceptron ditemukan oleh Rosenblatt(1962) dan Minsky – Papert

(1969). Model tersebut merupakan model yang memiliki aplikasi dan pelatihan yang

paling baik pada era tersebut.

2.5.1 Arsitektur Jaringan Perceptron

Arsitektur jaringan perceptron ditunjukkan pada gambar 2.6 di bawah ini

Gambar 2.6 Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan metode Perceptron[3]

Jaringan terdiri dari beberapa unit masukan (ditambah sebuah bias), dan

memiliki sebuah unit keluaran. Hanya saja fungsi aktivasi bukan merupakan fungsi

biner (atau bipolar), tetapi memiliki kemungkinan nilai -1, 0, atau 1.

Untuk suatu harga threshold� yang ditentukan:

f(net) = �

1 �������> � 0 ���� − � ≤ ��� ≤ �

(47)

Secara geometris, fungsi aktivasi membentuk 2 garis sekaligus, masing-masing

s adalah vektor masukan dan t adalah target keluaran

� adalah laju pemahaman (learning rate) yang ditentukan

� adalah threshold yang ditentukan

Algoritma pelatihan perceptron adalah sebagai berikut :

Langkah 0. Inisialisasi bobot-bobot dan bias.

Tentukan angka pembelajaran α (0 < α≤ 1).

Tentukan nilai ambang θ ( 0 < θ≤ 1)

Langkah 1 Ulangi

Langkah 2. Untuk setiap pasangan latihan s : t, lakukan

Langkah 3. Tentukan aktivasi unit-unit input :

xi = s

Langkah 4. Hitung respons dari unit output:

i

Langkah 5. Updatelah bobot-bobot dan bias jika

error terjadi pada pola y

(48)

Langkah 6. Sampai kondisi berhenti terpenuhi.

Kondisi berhenti adalah kondisi dimana

tidak terdapat bobot yang berubah pada

langkah 2.

Keterangan :

s : sensor

t : target

xi :

s

unit input ke-i

i

w

: unit sensor ke-i

i

b : bias : bobot ke-i

y : unit respons (output)

α : angka pembelajaran θ : nilai ambang

i : 1,…,n dimana n adalah banyaknya unit input

Perceptron menggunakan fungsi aktivasi atau fungsi transfer (f) hard limit. Fungsi ini

mempunyai dua jenis output yaitu 0 dan 1. Gambar 2.7 berikut ini merupakan gambar

dan symbol dari fungsi aktivasi hard limit.

(49)

2.6 QR Code

Barcode adalah suatu kumpulan data optik yang dapat dibaca oleh mesin. Manusia

tidak bisa membacanya karena barcode ini berbentuk gambar lebar garis dan spasi

garis pararel atau simbologi linear 1D (1 dimensi). Selain 1D (1 dimensi), ada juga

bentuk persegi, titik, heksagon dan bentuk geometri lainnya di dalam gambar yang

disebut kode matriks atau simbologi 2D (2 dimensi) atau QR Code.

Kode QR (Quick Response) atau biasa dikenal dengan istilah QR Code adalah

bentuk evolusi barcode dari satu dimensi menjadi dua dimensi. Kode QR adalah suatu

jenis kode matriks atau barcode dua dimensi dengan fungsionalitas utama yaitu dapat

dengan mudah dibaca dan untuk menyampaikan informasi dengan cepat dan

mendapatkan respons yang cepat pula. Berbeda dengan barcode, yang hanya

menyimpan informasi secara horizontal, kode QR mampu menyimpan informasi

secara horizontal dan vertikal, oleh karena itu secara otomatis Kode QR dapat

menampung informasi yang lebih banyak daripada barcode.

QR Code adalah simbol matriks dua dimensi yang terdiri dari sebuah untaian

kotak persegi yang disusun dalam sebuah pola persegi yang lebih besar. Kotak persegi

ini kemudian disebut sebagai modul. Luasnya pola persegi ini akan menentukan versi

dari QR Code. Gambar 2.8 berikut adalah salah satu contoh bentuk QR Code.

Gambar 2.8 QR Code

(50)

2.6.1 Struktur QR Code

QR Code memiliki bagian-bagian yang akan dipaparkan pada gambar 2.9 di bawah

ini.

Gambar 2.9 Struktur QR Code [2]

Gambar di atas menyajikan struktur dari sebuah QR Code. Istilah – istilah

yang berkenaan dengan QR Code adalah :

Finding Pattern : Pola untuk mendeteksi posisi dari QR Code.

Timing pattern : Pola yang digunakan untuk identifikasi koordinat pusat dari QR

Code. Dibuat dalam bentuk modul hitam putih bergantian.

Version Information : Versi dari sebuah QR Code. Versi terkecil adalah 1 ( 21 x 21 modul dan versi terbesar adalah 40 (177 x 177 modul).

Quiet Zone : Daerah kosong dibagian terluar QR Code yang mempermudah

mengenali pengenal QR oleh sensor CCD.

QR Code version : Versi QR Code. Pada contoh gambar versi yang digunakan

adalah versi 3 (29 x 29 modul).

• Data : Daerah tempat data tersimpan (dikodekan).

Alignment Pattern : Pola yang digunakan untuk memperbaiki penyimpangan QR

Code terutama distorsi non linier.

(51)

QR Code dikembangkan sebenarnya adalah untuk mengambil kelebihan dari

Pdf147, kepadatan data yang tinggi dari dari Datamatrix, dan kecepatan membaca dari

Maxicode. Simbol dua dimensi umumnya berisi lebih banyak data jika dibandingkan

dengan simbol linier, kurang lebih 100 kali lebih banyak [10].

2.6.2 Karakteristik QR Code

Karakteristik dari kode dua dimensi QR Code adalah dapat menampung jumlah data

yang besar. Secara teori sebanyak 7089 karakter numerik maksimum data dapat

tersimpan di dalamnya, kerapatan tinggi (100 kali lebih tinggi dari kode simbol linier)

dan pembacaan kode dengan cepat. QR Code juga memiliki kelebihan lain baik dalam

hal unjuk kerja dan fungsi.

a. Pembacaan Data dari Segala Arah (3600

Pembacaan kode matriks dengan menggunakan sensor kamera CCD (Charge

Coupled Device) dimana data akan memindai baris per baris dari citra yang

ditangkap dan kemudian disimpan dalam memori. Dengan menggunakan suatu

perangkat lunak tertentu, detail citra akan dianalisa, finding pattern akan dikenali

dan posisi simbol dideteksi. Setelah itu proses pembacaan kode akan diproses.

Sedangkan pada simbol linier ataupun kode dua dimensi dimensi lain akan

memakan lebih lama waktu untuk mendeteksi letak atau sudut ataupun besar dari

simbol tersebut.

)

QR Code memiliki finding pattern untuk memberitahukan letak simbol matriks

dua dimensi QR Code yang disusun pada ketiga sudutnya. Hal inilah yang

membuat QR Code dapat dibaca dari segala arah atau 360 derajat. Rasio antara

modul hitam dan modul putih pada finding pattern-nya selalu 1:1:3:1:1 Dengan

rasio ini, finding pattern dapat mendeteksi keberadaan citra yang ditangkap sensor.

Sebagai tambahan, dengan adanya ketiga finding pattern maka pengkodean akan

lebih cepat dua puluh kali dibandingkan kode matriks lain. Gambar 2.10 berikut

(52)

Gambar 2.10 Salah satu Finding Pattern QR Code [10]

b. Ketahanan terhadap Penyimpangan simbol

Simbol matriks 2 dimensi akan rentan terhadap penyimpangan bentuk ketika

ditempatkan pada permukaan yang tidak rata (bergelombang) sehingga sensor

pembaca menjadi miring karena sudut antara sensor CCD dan simbol matriks 2

dimensi ini telah berubah. Untuk memperbaiki penyimpangan ini, QR Code

memiliki perata pola (alignment pattern) yang menyusun dengan jarak yang

teratur dalam suatu daerah. Alignment pattern akan memperhitungkan titik pusat

dengan daerah terluar dari simbol matriks, sehingga dengan cara ini

penyimpangan linier maupun non-linier masih dapat terbaca. Gambar 2.11 berikut

ini adalah contoh penyimpangan yang terjadi pada QR Code.

Gambar 2.11 Jenis Penyimpangan pada QR Code [10]

c. Fungsi Pemulihan Data (Ketahanan terhadap kotor maupun kerusakan)

QR Code mempunyai empat tingkatan koreksi error (7%, 15%, 25% dan 30%).

Dalam mengendalikan kerusakan yang diakibatkan kotor ataupun rusak, QR Code

memanfaatkan algoritma Reed-Solomon yang tahan terhadap kerusakan tingkat

tinggi. Jadi, ketika QR Code akan digunakan dalam lingkungan yang rawan

kerusakan akibat lingkungan, disarankan menggunakan koreksi error 30%.

(53)

Gambar 2.12 Kerusakan pada QR Code [10]

d. Kemampuan enkode karakter Kanji dan Kana Jepang

QR Code berkembang pesat di negara Jepang. Hal ini yang menyebabkan

perkembangan QR Code untuk dapat menerima input data berupa karakter yang

non-alfabetis. Ketika pembuatan QR Code dengan inputan berupa huruf Jepang,

maka data tersebut akan diubah kedalam bentuk biner 16 bit (2 byte) untuk

karakter tunggal sedangkan untuk gabungan karakter akan di-enkode dalam biner

13 bit. Hal ini memberikan keuntungan lain dimana proses enkode huruf Jepang

akan meningkatkan efisien 20 % lebih banyak dari kode simbol dua dimensi lain.

Dimana dengan volume data yang sama akan dapat dibuat pada area pencetakan

yang lebih kecil.

e. Fungsi Linking pada Simbol

QR Code memiliki kemampuan dapat dipecah menjadi beberapa bagian dengan

maksimum pembagian adalah 16 bagian [10]. Dengan fungsi linking ini maka QR

Code dicetak pada daerah yang tidak terlalu luas untuk sebuah QR Code tunggal.

f. Proses Masking

Proses Masking pada QR Code berperan sangat penting dalam hal penyusunan

modul hitam dan modul putih agar memiliki jumlah yang seimbang. Untuk

memungkinkan hal ini digunakan operasi XOR yang diaplikasikan diantara area

data dan daerah mask pattern. Ada sebanyak delapan mask pattern dalam QR

(54)

2.6.3 Spesifikasi QR Code

Spesifikasi yang lebih jelas tentang level-level QR code dijelaskan pada tabel dibawah

ini.

Tabel 2.2 Spesifikasi QR Code

Jenis Simbol Minimal 21 x 21 Modul dan maksimal 177 x 177 modul dengan peningkatan 1 versi = 4 modul

Jenis Informasi dan Kapasitas

Numerik Maksimum 7089 karakter Alfanumerik Maksimum 4296 karakter Biner Maksimum 2953 karakter Huruf Kanji Maksimum 1817 karakter

Koreksi Error

Level L Dapat mengembalikan data yang mengalami kerusakan 7%

Level M Dapat mengembalikan data yang mengalami kerusakan 15%

Level Q Dapat mengembalikan data yang mengalami kerusakan 25%

Level H Dapat mengembalikan data yang mengalami kerusakan 30%

2.6.4 Versi QR Code dan Ukurannya

Ada 40 jenis ukuran dari QR Code yang dinyatakan dengan versi 1, versi 2, hingga

versi 40. Versi 1 berukuran 21 x 21 modul, versi 2 berukuran 25 x 25 modul dan

seterusnya dimana apabila versi meningkat satu maka jumlah modul akan meningkat

sebanyak 4 modul x 4 modul.

Gambar

Gambar 2.2 Ilustrasi model ANN[9]
Gambar 4.7 Tampilan Hasil Pengujian Universitas Airlangga Surabaya
Gambar 4.9 Tampilan Hasil Pengujian Universitas Andalas Padang
Gambar 4.10 Tampilan Hasil Pengujian Universitas Padjajaran Bandung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahap pengujian pada jaringan syaraf tiruan bertujuan untuk mengetahui dan melihat apakah jaringan syaraf tiruan mampu untuk mengenali pola data pelatihan dari

Self organizing maps adalah salah satu metode dalam jaringan syaraf tiruan yang menggunakan pembelajaran tanpa supervisi yang digunakan untuk meng- cluster neuron-neuron

Self organizing maps adalah salah satu metode dalam jaringan syaraf tiruan yang menggunakan pembelajaran tanpa supervisi yang digunakan untuk meng- cluster neuron-neuron

Self organizing maps adalah salah satu metode dalam jaringan syaraf tiruan yang menggunakan pembelajaran tanpa supervisi yang digunakan untuk meng- cluster neuron-neuron

Kesimpulan dari penelitian dalam penentuan pola sistem irigasi lahan pertanian adalah sebagai berikut : Dengan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan algoritma

Dari permasalahan yang ada maka dapat diambil hipotesa apabila dirancang sistem pengenalan pola tanda tangan menggunakan jaringan syaraf tiruan dengan metode perceptron maka

Pembacaan kode matriks dengan menggunakan sensor kamera CCD (Charge Coupled Device) dimana data akan memindai baris per baris dari citra yang ditangkap dan kemudian disimpan

14 KLASIFIKASI KEMATANGAN BUAH MANGGA MADANI BERDASARKAN BENTUK DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE PERCEPTRON Finis Hemanto Laia 1, Rika Rosnelly 2, Karuniaman Buulolo 3, Mega