• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra - Perancangan Pengenal QR (Quick Response) Code Dengan Jaringan Syaraf Tiruan Metode Perceptron

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra - Perancangan Pengenal QR (Quick Response) Code Dengan Jaringan Syaraf Tiruan Metode Perceptron"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pengolahan Citra

Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik. Pengolahan citra bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin (dalam hal ini komputer). Teknik - teknik pengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra lain. Jadi, masukannya adalah citra dan keluarannya juga citra, namun citra keluaran mempunyai kualitas lebih baik daripada citra masukan. Termasuk dalam bidang ini juga adalah pemampatan citra (image compression). Perubahan kontras citra adalah contoh operasi pengolahan citra. Contoh pengolahan citra lainnya adalah penghilangan derau (noise).

Umumnya, operasi-operasi pada pengolahan citra diterapkan pada citra bila: 1. Perbaikan atau memodifikasi citra perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas

penampakan atau untuk menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkandung di dalam citra.

2. Elemen di dalam citra perlu dikelompokkan, dicocokkan, atau diukur. 3. Sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra yang lain. [6]

2.1.1 Citra

(2)

“Citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue) dari intensitas cahaya pada bidang dwimatra. Sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya. Pantulan cahaya ini ditangkap oleh alat-alat optik, misalnya mata pada manusia, kamera, dan pemindai (scanner), sehingga bayangan objek yang disebut citra terekam” [6].

Citra sebagai keluaran dari suatu sistem perekaman data dapat bersifat : 1. Optik berupa foto.

2. Analog berupa sinyal video, seperti gambar pada monitor televisi. 3. Digital yang dapat langsung disimpan pada suatu pita magnetik.

2.1.2 Digitalisasi Citra

Citra ada dua jenis, yaitu citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit dihasilkan melalui proses digitalisasi terhadap citra kontinu. Beberapa sistem optik dilengkapi dengan fungsi digitalisasi sehingga mampu menghasilkan citra diskrit, misalnya kamera digital dan scanner. Citra diskrit disebut

juga citra digital.

Agar dapat diolah dengan komputer digital, maka suatu citra harus dipresentasikan secara numerik dengan nilai-nilai diskrit. Representasi citra dari fungsi kontinu menjadi nilai-nilai diskrit disebut digitalisasi. Citra yang dihasilkan inilah yang disebut citra digital (digital image). Pada umumnya citra digital berbentuk empat persegi panjang, dan dimensi ukurannya dinyatakan sebagai tinggi x lebar (lebar x tinggi).

Citra digital yang berukuran M X N lazim dinyatakan dengan matriks yang berukuran M baris dan N kolom sebagai berikut:

(3)

Indeks baris (i) dan indeks kolom (j) menyatakan suatu koordinat titik pada citra, sedangkan f(i,j) merupakan intensitas (derajat keabuan) pada titik (i,j). Masing-masing elemen pada citra digital (berarti elemen matriks) disebut image element, picture element atau pixel atau pel. Jadi, citra yang berukuran M X N mempunyai MN buah pixel. [6]

2.1.3 Citra Grayscale

Untuk mendapatkan citra grayscale (keabuan) digunakan rumus:

I(x,y) = α.R + β.G + γ.B

Dengan I(x,y) adalah level keabuan pada suatu koordinat yang diperoleh dengan mengatur komposisi warna R (merah), G (hijau) dan B (biru) yang ditunjukkan oleh

nilai parameter α, β, dan γ. Secara umum, nilai α, β, dan γ adalah 0.33. Nilai yang lain

juga dapat diberikan untuk ketiga parameter tersebut asalkan total keseluruhan nilainya adalah 1. [8]

2.1.4 Citra Biner

Citra biner (binary image) adalah citra yang hanya mempunyai dua nilai derajat keabuan: hitam dan putih. Piksel-piksel objek bernilai 1 dan piksel-piksel latar belakang bernilai 0. Pada waktu menampilkan gambar, 0 adalah putih dan 1 adalah hitam.

(4)

2.1.5 Operasi Pengolahan Citra

Operasi-operasi yang dilakukan pada pengolahan citra secara umum dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis, yaitu:

1. Perbaikan kualitas citra (image enhancement)

Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara memanipulasi parameter-parameter citra. Dengan operasi ini, ciri-ciri khusus yang terdapat dalam citra lebih ditonjolkan. Beberapa operasi perbaikan citra antara lain: perbaikan kontras gelap/terang, perbaikan tepian objek (edge enhancement), penajaman (sharpening), pemberian warna (pseudocoloring), dan penapisan derau (noise filtering).

2. Pemugaran citra (image restoration)

Operasi ini bertujuan menghilangkan/meminimumkan cacat pada citra. Tujuan pemugaran hampir sama dengan operasi perbaikan citra. Bedanya, pada pemugaran citra, penyebab degradasi gambar diketahui. Contoh-contoh operasi pemugaran citra, yaitu penghilangan kesamaran (deblurring), atau penghilangan derau (noise).

3. Pemampatan citra (image compression)

Jenis operasi ini dilakukan agar citra dapat direpresentasikan dalam bentuk yang lebih kompak sehingga memerlukan memori yang lebih sedikit. Hal penting yang

harus diperhatikan dalam pemampatan citra adalah citra yang telah dimampatkan harus tetap mempunyai kualitas gambar yang bagus. Contoh metode pemampatan citra adalah metode JPEG.

4. Segmentasi citra (image segmentation)

Jenis operasi ini bertujuan untuk memecah suatu citra ke dalam beberapa segmen dengan suatu kriteria tertentu. Jenis operasi ini berkaitan erat dengan pengenalan pola.

5. Analisis citra (image analysis)

(5)

Contoh-contoh operasi analisis citra, yaitu: pendeteksian tepi objek (edge detection), ekstraksi batas (boundary), dan representasi daerah (region).

6. Rekonstruksi citra (image reconstruction)

Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra hasil proyeksi. Operasi rekonstruksi citra banyak digunakan dalam bidang medis. Misalnya, beberapa foto rontgen dengan sinar-X digunakan untuk membentuk ulang gambar organ tubuh. [6]

2.1.6 Pengambangan

Proses pengambangan (thresholding) akan menghasilkan citra biner, yaitu citra yang memiliki dua tingkat keabuan, yaitu hitam dan putih. Secara umum, proses pengambangan citra grayscale untuk menghasilkan citra biner adalah sebagai berikut[6]:

g(x,y) = �1 𝑖𝑓𝑓(𝑥,𝑦)≥ 𝑇 1 𝑖𝑓𝑓(𝑥,𝑦) <𝑇�

dengan g(x,y) citra biner dari citra grayscale f(x,y), dan T menyatakan nilai ambang. Nilai T memegang peran sangat penting dalam proses pengambangan. Kualitas hasil citra biner sangat bergantung pada nilai T yang digunakan. Dengan operasi pengambangan tersebut, objek dibuat berwarna gelap (1 atau hitam) sedangkan latar berwarna terang (0 atau putih).

Dua pendekatan yang digunakan dalam operasi pengambangan, yaitu: 1. Pengambangan global (Global thresholding)

(6)

mengkonversi citra grayscale ke citra biner, tetapi sekaligus melakukan segmentasi objek dari latar belakangnya.

Kemungkinan besar pada pengambangan global akan banyak informasi hilang karena hanya menggunakan satu nilai T untuk keseluruhan piksel. Untuk mengatasi masalah ini dapat digunakan pengambangan secara local adaptive. 2. Pengambangan lokal (Locally Adaptive Thresholding)

Pada pengambangan lokal, suatu citra dibagi menjadi blok-blok kecil dan kemudian dilakukan pengambangan lokal atas setiap blok itu dengan nilai T yang berbeda. Sebagai contoh, pengambangan dilakukan terhadap daerah citra yang berukuran 3x3 atau 5x5 piksel. Nilai ambangnya ditentukan sebagai fungsi rata-rata derajat keabuan di dalam daerah citra tersebut. Intensitas piksel yang berbeda secara signifikan dari nilai rata-rata tersebut dianggap mengandung informasi kontras dan ini harus dipertahankan dalam citra biner. Dengan pengambangan secara lokal adaptif, secara subjektif citra biner yang dihasilkan terlihat lebih menyenangkan dan sedikit informasi yang hilang.

2.2Pengenalan Pola

Pola adalah entitas. Ciri-ciri tersebut digunakan untuk membedakan suatu pola dengan

pola lainnya. Ciri yang bagus adalah ciri yang memiliki daya pembeda yang tinggi, sehingga pengelompokan pola berdasarkan ciri yang dimiliki dapat dilakukan dengan keakuratan yang tinggi.

(7)

Ciri yang baik memiliki syarat sebagai berikut: mudah dalam komputasi, memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi, dan besarnya data dapat diperkecil tanpa menghilangkan informasi penting.

Secara umum, pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif ciri atau sifat dari objek. Pola sendiri merupakan suatu entitas yang terdefenisi dan dapat diidentifikasi dan diberi nama. Sidik jari adalah suatu contoh pola. Pola bisa merupakan kumpulan hasil pengukuran atau pemantauan dan bisa dinyatakan dalam notasi vektor atau matriks.

Struktur sistem pengenalan pola ditunjukkan oleh gambar berikut. Perhatikan bahwa sistem terdiri dari suatu sensor (misalnya kamera, dan scanner), teknik prapengolahan, suatu algoritma atau mekanisme ekstraksi ciri dan algoritma untuk klasifikasi atau pengenalan bergantung pada pendekatan yg dilakukan). Sebagai tambahan, biasanya beberapa data yang sudah diklasifikasikan diasumsikan telah tersedia untuk melatih sistem.

Prapengolahan adalah transformasi masukan data mentah untuk membantu kemampuan komputasional dan pencari ciri serta untuk mengurangi derau. Pada

prapengolahan citra (sinyal) yang ditangkap sensor akan dinormalisasi agar citra menjadi lebih siap untuk diolah pada tahap pemisahan ciri. Kualitas ciri yang dihasilkan pada pemisahan ciri sangat bergantung pada hasil prapengolahan.

(8)

2.3 Jaringan Syaraf Biologi

Otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Otak manusia terdiri dari neuron-neuron dan penghubung yang disebut sinapsis. Neuron bekerja berdasarkan sinyal yang diberikan neuron lain dan meneruskannya pada neuron lainnya. Diperkirakan manusia memiliki 1012 neuron. Dengan jumlah yang begitu banyak maka otak manusia mampu mengenali pola, melakukan perhitungan, serta mengontrol organ-organ tubuh dengan baik. Neuron memiliki 3 komponen utama, yaitu dendrit, badan sel (soma) dan akson. Gambar 2.1 berikut menunjukkan gambar struktur neuron pada otak manusia.

Gambar 2.1 Struktur Neuron pada Otak Manusia[8]

Pada dasarnya neuron memiliki 4 daerah utama, yaitu: 1. Dendrit

Dendrit merupakan suatu perluasan dari soma yang menyerupai rambut dan bertindak sebagai saluran untuk menerima masukan dari sel syaraf lainnya melalui sinapsis.

2. Sel Tubuh atau Soma

Sel tubuh atau soma merupakan jantungnya sel yang memiliki inti (nucleus). Soma bertugas memproses nilai masukan dari semua dendrit yang terhubung dengannya

(9)

3. Akson

Neuron biasanya hanya memiliki satu akson yang tumbuh dari bagian soma dan disebut dengan akson hillock. Akson menyalurkan sinyal elektrik yang dihasilkan pada bagian bawah dari akson hillock. Sinyal elektrik digunakan untuk menyampaikan informasi (sinyal) ke otak dengan semua sinyal sama. Oleh karena itu, otak menentukan jenis informasi yang diterima berdasarkan jalur yang membawa sinyal. Otak kemudian menganalisis dan menafsirkan jenis informasi yang diterima. Myelin adalah materi lemak yang melindungi syaraf. Fungsinya seperti lapisan pelindung pada kabel listrik dan memudahkan syaraf untuk mengirim impulsnya dengan cepat. Tidak semua bagian akson terbungkus dengan myelin. Bagian yang tidak terbungkus ini disebut nodus ranvier. Pada nodus ini, sinyal yang mengalir dan mengalami penurunan akan diperkuat lagi. Hal ini akan memastikan bahwa perjalanan sinyal pada akson mengalir cepat dan tetap konstan. 4. Sinapsis (Synapse)

Sinapsis merupakan bagian kontak (tempat) terjadinya pertukaran sinyal antar dua neuron. Neuron sebenarnya secara fisik tidak berhubungan. Mereka dipisahkan oleh synaptic cleft. Neuron yang mengirim sinyal disebut dengan sel presynaptic dan neuron yang menerima sinyal disebut dengan sel postsynaptic.[8]

2.4 Jaringan Syaraf Tiruan

(10)

Jaringan syaraf tiruan memiliki beberapa kemampuan seperti yang dimiliki otak manusia, yaitu:

1. Kemampuan untuk belajar dari pengalaman

2. Kemampuan melakukan perumpamaan (generalization) terhadap input baru dari

pengalaman yang dimilikinya.

3. Kemampuan memisahkan (abstraction) karakteristik penting dari input yang

mengandung data yang tidak penting. [8]

Jaringan Syaraf Tiruan merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia tersebut. Istilah buatan digunakan karena jaringan syaraf ini diimplementasikan dengan menggunakan program komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran berlangsung. Dikarenakan sebagai generalisasi model matematika dari jaringan syaraf biologi, maka Jaringan Syaraf Tiruan diasumsikan sebagai berikut:

1. Pengolahan informasi terjadi pada elemen pemrosesan yang disebut neuron. 2. Sinyal dikirimkan diantara neuron-neuron melalui penghubung-penghubung. 3. Setiap penghubung antar neuron memiliki nilai bobot.

4. Untuk menentukan output, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi terhadap total input jaringan (penjumlahan bobot input). [7]

(11)

Gambar 2.2 Ilustrasi model ANN[9]

Gambar 2.2 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut. pr

w

menyatakan sinyal input dari node input ke i = 1, 2, …, r, dengan r menyatakan jumlah input.

s,r

n menyatakan total (jumlah) sinyal terbobot yang masuk ke node s atau sering juga disebut sebagai tingkat pengaktifan (activation level) di node s.

menyatakan bobot (weight) hubungan dari node (neuron) input r ke node (neuron) yang dituju j, j = 1, 2, …, s, dengan s menyatakan jumlah neuron.

f menyatakan fungsi transfer (transfer function) yang akan menentukan keluaran dari node s dan tergantung pada nilai n.

as

Nilai n dari model di atas dapat dihitung dengan rumus:

menyatakan sinyal yang keluar (outgoing signal) atau output dari node s.

n = ws,r pr

………

sedangkan keluaran node yang dinyatakan dengan a dapat ditentukan sebagai berikut. ..………(1)

a = f (n) ..………..(2) seringkali kedua formula di atas digabung menjadi satu seperti berikut.

a = f (ws,rpr)

(12)

Secara ringkas prinsip kerja neuron dapat dinyatakan sebagai berikut. Pada suatu neuron, sinyal input (diterima oleh dendrit) akan masuk ke node (soma). Pada node terjadi proses penjumlahan sinyal-sinyal input yang telah terbobot (dinyatakan sebagai ws,r pr) dan dilambangkan dengan n. Penjumlahan sinyal-sinyal terbobot

tersebut (n) diproses menjadi sinyal output (a) dengan menggunakan suatu fungsi aktivasi. Sinyal output ini kemudian diteruskan ke neuron lain oleh akson (sinyal pada akson).

Proses seperti di atas terjadi pada setiap node dan berjalan secara independen (terpisah). Akan tetapi, hasil proses di tiap node akan mempengaruhi hasil dari networks secara keseluruhan karena output dari suatu node menjadi input untuk node-node yang lainnya (node-node di lapisan berikutnya).

Fungsi aktivasi menyatakan perlakuan suatu node terhadap input. Keluaran suatu neuron sangat tergantung pada fungsi aktivasi yang digunakan.

Berikut disajikan tabel perbandingan antara sistem NN dan sistem ANN, sehingga menjadi lebih jelas prinsip kerja NN yang ditiru oleh ANN.

Tabel 2.1 Perbandingan NN dengan ANN

NN ANN

Soma (sel tubuh) Node

Dendrites Sinyal input

Sinyal pada akson Sinyal output

Synapsis Bobot

Memiliki kecepatan rendah Memiliki kecepatan tinggi

Memiliki neuron sekitar 100 miliar Harusnya memiliki sekitar ratusan neuron

Karakteristik dari Jaringan Syaraf Tiruan adalah: 1. Arsitektur Jaringan : pola hubungan antar neuron

(13)

2.4.1 Komponen Jaringan Syaraf Tiruan

Seperti otak manusia, Jaringan Syaraf Tiruan juga memiliki neuron yang merupakan dasar dari operasi Jaringan Syaraf Tiruan yang berfungsi untuk memproses informasi. Sel syaraf tiruan ini biasa disebut processing element, neuron atau unit.

Masing-masing neuron akan meneruskan informasi yang diterimanya menuju neuron lainnya. Hubungan antar neuron ini disebut edge dan memiliki nilai yang disebut bobot atau weight (disimbolkan dengan w1, …, wn). Selain bobot, setiap unit

juga memiliki input, output, dan error. Input yang disimbolkan dengan xi (x1, …, xn)

merupakan nilai atau angka yang ingin dilatih maupun untuk diuji di dalam suatu jaringan dimana nilainya harus berupa angka sedangkan output yang disimbolkan dengan yi (y1, …, yn) merupakan hasil keluaran dari suatu unit yang merupakan solusi

atau pemahaman jaringan terhadap data input, sedangkan error merupakan tingkat kesalahan yang terdapat dalam suatu unit proses yang telah dilakukan. Dalam jaringan terkadang ditambah sebuah unit input yang nilainya selalu sama dengan 1, unit ini disebut bias.

Jaringan Syaraf Tiruan memiliki banyak neuron yang tersebar di seluruh bagiannya. Masing-masing neuron dikelompokkan ke dalam beberapa lapisan dan memiliki hubungan satu dengan yang lain disebut dengan layer.

Layer terdiri dari beberapa bagian, yaitu: 1. Lapisan masukan (input layer)

Lapisan ini merupakan tempat dimana seluruh lapisan bobot awal dimasukkan (inisialisasi input) yang selanjutnya diproses untuk dikirim ke lapisan di atasnya. 2. Lapisan tersembunyi (hidden layer)

(14)

3. Lapisan keluaran (output layer)

Lapisan ini merupakan lapisan akhir pada arsitektur jaringan dimana nilai output dari jaringan dihasilkan. Pada lapisan ini ditetapkan nilai output aktual untuk dibandingkan dengan nilai output target untuk mengetahui apakah jaringan sudah sesuai dengan hasil yang diinginkan.[7]

2.4.2 Arsitektur Jaringan

Arsitektur jaringan merupakan salah satu hal terpenting dalam Jaringan Syaraf Tiruan selain dari neuron dan algoritma pembelajaran. Arsitektur jaringan terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Jaringan lapis tunggal (single layer network)

Jaringan lapis tunggal merupakan jaringan yang hanya memiliki satu buah lapisan dengan bobot-bobot yang terhubung. Jaringan ini hanya menerima nilai input dan secara langsung mengolahnya untuk menjadi nilai output tanpa melalui lapisan tersembunyi. Jaringan lapis tunggal dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah ini.

x1

x3

x2 Y

v3

v1

v2

(15)

2. Jaringan multilapis (multilayer network)

Jaringan multilapis merupakan jaringan yang memiliki satu buah atau lebih lapisan di antara lapisan input dan lapisan output. Jaringan multi lapis ini dapat menyelesaikan permasalahan yang lebih kompleks dibandingkan dengan jaringan lapis tunggal walaupun memiliki tingkat kerumitan yang tinggi serta membutuhkan waktu yang lama dalam proses pelatihannya. Jaringan multi lapis dapat dilihat pada gambar 2.4 di bawah ini.

x1

Gambar 2.4 Jaringan Multi lapis

3. Jaringan kompetitif (competitive layer network)

Jaringan kompetitif sering disebut feedback loop karena unit output ada yang memberikan informasi terhadap unit masukan. Jaringan kompetitif dapat dilihat pada gambar 2.5 berikut ini.

A1 Am

Ai Aj

(16)

2.4.3 Model Pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan

Seperti halnya otak manusia yang membutuhkan pembelajaran dalam mengenali sesuatu, pada Jaringan Syaraf Tiruan juga demikian. Setiap neuron dibangun untuk dilatih dalam mempelajari pola yang akan diinginkan. Pada saat pelatihan dilakukan, nilai dari masing-masing hubungan neuron ditetapkan untuk menentukan output. Semakin banyak pelatihan yang dilakukan maka akan semakin kecil tingkat dari suatu error di lapisan keluarannya, sehingga pengenalan suatu pola akan segera tercapai. Metode pembelajaran Jaringan Syaraf Tiruan terdiri dari dua cara:

1. Supervised Learning (pembelajaran dengan pengawasan)

Supervised Learning merupakan metode pembelajaran dalam Jaringan Syaraf Tiruan dimana output target yang diinginkan telah diketahui sebelumnya dan diharapkan setelah proses pelatihan output target tercapai. Pada metode pembelajaran ini pasangan data (masukan-keluaran) dipakai untuk melatih jaringan. Pada proses pembelajarannya pola masukan diberikan pada lapisan input untuk terus dirambatkan sampai pada lapisan output. Nilai yang diperoleh dari proses perhitungan pola pada pembelajaran lapisan output akan dicocokkan denganpola output target awal. Jika diperoleh perbedaan antara kedua nilainya maka akan muncul error. Apabila nilai error belum sesuai dengan yang diinginkan maka pelatihan akan terus dilakukan dengan terus memodifikasi bobot

sampai dihasilkan error yang sesuai. Model Jaringan Syaraf Tiruan yang menggunakan metode supervised learning adalah perceptron, ADALINE, dan backpropagation.

2. Unsupervised Learning (pembelajaran tanpa pengawasan)

(17)

Pada umumnya operasi model jaringan dalam Jaringan Syaraf Tiruan terbagi atas dua mekanisme kerja, yaitu:

1. Mekanisme pelatihan atau belajar

Pada mekanisme ini jaringan dilatih untuk menghasilkan data yang sesuai dengan output target yang diinginkan melalui satu atau lebih pasangan data (masukan dan keluaran). Semakin banyak pelatihan pada tiap siklusnya (epoch) dilakukan maka target yang diinginkan akan segera tercapai.

2. Mekanisme pengujian

Pada mekanisme ini jaringan diuji apakah dapat mengenali pola yang baru dengan data input yang berbeda dari data pelatihan setelah proses pelatihan dilakukan.

2.4.4 Fungsi Aktivasi

Dalam jaringan syaraf tiruan, fungsi aktivasi dipakai untuk menentukan keluaran suatu neuron. Argumen fungsi aktivasi adalah net masukan (kombinasi linier masukan

dan bobotnya). Jika net = ∑ 𝑥𝑖𝑤𝑖 , maka fungsi aktivasinya adalah f(net) = f ( ∑ 𝑥𝑖𝑤𝑖).

Beberapa fungsi aktivasi yang sering dipakai adalah sebagai berikut:[8] 1. Fungsi threshold (batas ambang)

f (x) = �1 𝑗𝑖𝑘𝑎𝑥 ≥ 𝑎 0 𝑗𝑖𝑘𝑎𝑥< 𝑎

Untuk beberapa kasus, fungsi threshold yang dibuat tidak berharga 0 atau 1, tapi berharga -1 atau 1 (sering disebut threshold bipolar).

Jadi

f (x) = � 1 𝑗𝑖𝑘𝑎𝑥 ≥ 𝑎 −1 𝑗𝑖𝑘𝑎𝑥<𝑎 2. Fungsi sigmoid

f(x) = 1

1+𝑒−𝑥

Fungsi sigmoid sering dipakai karena nilai fungsinya yang terletak antara 0 dan 1 dan dapat diturunkan dengan mudah.

(18)

3. Fungsi identitas f(x) = x

Fungsi identitas sering dipakai apabila kita menginginkan keluaran jaringan berupa sembarang bilangan riil (bukan hanya pada range [0,1] atau [-1,1]

2.5Perceptron

Model jaringan perceptron ditemukan oleh Rosenblatt(1962) dan Minsky – Papert (1969). Model tersebut merupakan model yang memiliki aplikasi dan pelatihan yang paling baik pada era tersebut.

2.5.1 Arsitektur Jaringan Perceptron

Arsitektur jaringan perceptron ditunjukkan pada gambar 2.6 di bawah ini

Gambar 2.6 Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan metode Perceptron[3]

Jaringan terdiri dari beberapa unit masukan (ditambah sebuah bias), dan memiliki sebuah unit keluaran. Hanya saja fungsi aktivasi bukan merupakan fungsi biner (atau bipolar), tetapi memiliki kemungkinan nilai -1, 0, atau 1.

Untuk suatu harga threshold𝜃 yang ditentukan:

f(net) = �

1 𝑗𝑖𝑘𝑎𝑛𝑒𝑡> 𝜃 0 𝑗𝑖𝑘𝑎 − 𝜃 ≤ 𝑛𝑒𝑡 ≤ 𝜃

(19)

Secara geometris, fungsi aktivasi membentuk 2 garis sekaligus, masing-masing

s adalah vektor masukan dan t adalah target keluaran 𝛼 adalah laju pemahaman (learning rate) yang ditentukan 𝜃 adalah threshold yang ditentukan

Algoritma pelatihan perceptron adalah sebagai berikut : Langkah 0. Inisialisasi bobot-bobot dan bias.

Tentukan angka pembelajaran α (0 < α≤ 1). Tentukan nilai ambang θ ( 0 < θ≤ 1)

Langkah 1 Ulangi

Langkah 2. Untuk setiap pasangan latihan s : t, lakukan Langkah 3. Tentukan aktivasi unit-unit input :

xi = s

Langkah 4. Hitung respons dari unit output:

i

Langkah 5. Updatelah bobot-bobot dan bias jika error terjadi pada pola y

(20)

Langkah 6. Sampai kondisi berhenti terpenuhi.

Kondisi berhenti adalah kondisi dimana tidak terdapat bobot yang berubah pada langkah 2.

Keterangan : s : sensor t : target xi :

s

unit input ke-i

i

w

: unit sensor ke-i

i

b : bias : bobot ke-i

y : unit respons (output)

α : angka pembelajaran θ : nilai ambang

i : 1,…,n dimana n adalah banyaknya unit input

Perceptron menggunakan fungsi aktivasi atau fungsi transfer (f) hard limit. Fungsi ini mempunyai dua jenis output yaitu 0 dan 1. Gambar 2.7 berikut ini merupakan gambar dan symbol dari fungsi aktivasi hard limit.

(21)

2.6 QR Code

Barcode adalah suatu kumpulan data optik yang dapat dibaca oleh mesin. Manusia tidak bisa membacanya karena barcode ini berbentuk gambar lebar garis dan spasi garis pararel atau simbologi linear 1D (1 dimensi). Selain 1D (1 dimensi), ada juga bentuk persegi, titik, heksagon dan bentuk geometri lainnya di dalam gambar yang disebut kode matriks atau simbologi 2D (2 dimensi) atau QR Code.

Kode QR (Quick Response) atau biasa dikenal dengan istilah QR Code adalah bentuk evolusi barcode dari satu dimensi menjadi dua dimensi. Kode QR adalah suatu jenis kode matriks atau barcode dua dimensi dengan fungsionalitas utama yaitu dapat dengan mudah dibaca dan untuk menyampaikan informasi dengan cepat dan mendapatkan respons yang cepat pula. Berbeda dengan barcode, yang hanya menyimpan informasi secara horizontal, kode QR mampu menyimpan informasi secara horizontal dan vertikal, oleh karena itu secara otomatis Kode QR dapat menampung informasi yang lebih banyak daripada barcode.

QR Code adalah simbol matriks dua dimensi yang terdiri dari sebuah untaian kotak persegi yang disusun dalam sebuah pola persegi yang lebih besar. Kotak persegi ini kemudian disebut sebagai modul. Luasnya pola persegi ini akan menentukan versi

dari QR Code. Gambar 2.8 berikut adalah salah satu contoh bentuk QR Code.

Gambar 2.8 QR Code

(22)

2.6.1 Struktur QR Code

QR Code memiliki bagian-bagian yang akan dipaparkan pada gambar 2.9 di bawah ini.

Gambar 2.9 Struktur QR Code [2]

Gambar di atas menyajikan struktur dari sebuah QR Code. Istilah – istilah yang berkenaan dengan QR Code adalah :

Finding Pattern : Pola untuk mendeteksi posisi dari QR Code.

Timing pattern : Pola yang digunakan untuk identifikasi koordinat pusat dari QR Code. Dibuat dalam bentuk modul hitam putih bergantian.

Version Information : Versi dari sebuah QR Code. Versi terkecil adalah 1 ( 21 x 21 modul dan versi terbesar adalah 40 (177 x 177 modul).

Quiet Zone : Daerah kosong dibagian terluar QR Code yang mempermudah mengenali pengenal QR oleh sensor CCD.

QR Code version : Versi QR Code. Pada contoh gambar versi yang digunakan adalah versi 3 (29 x 29 modul).

• Data : Daerah tempat data tersimpan (dikodekan).

Alignment Pattern : Pola yang digunakan untuk memperbaiki penyimpangan QR Code terutama distorsi non linier.

(23)

QR Code dikembangkan sebenarnya adalah untuk mengambil kelebihan dari Pdf147, kepadatan data yang tinggi dari dari Datamatrix, dan kecepatan membaca dari Maxicode. Simbol dua dimensi umumnya berisi lebih banyak data jika dibandingkan dengan simbol linier, kurang lebih 100 kali lebih banyak [10].

2.6.2 Karakteristik QR Code

Karakteristik dari kode dua dimensi QR Code adalah dapat menampung jumlah data yang besar. Secara teori sebanyak 7089 karakter numerik maksimum data dapat tersimpan di dalamnya, kerapatan tinggi (100 kali lebih tinggi dari kode simbol linier) dan pembacaan kode dengan cepat. QR Code juga memiliki kelebihan lain baik dalam hal unjuk kerja dan fungsi.

a. Pembacaan Data dari Segala Arah (3600

Pembacaan kode matriks dengan menggunakan sensor kamera CCD (Charge Coupled Device) dimana data akan memindai baris per baris dari citra yang ditangkap dan kemudian disimpan dalam memori. Dengan menggunakan suatu perangkat lunak tertentu, detail citra akan dianalisa, finding pattern akan dikenali dan posisi simbol dideteksi. Setelah itu proses pembacaan kode akan diproses.

Sedangkan pada simbol linier ataupun kode dua dimensi dimensi lain akan memakan lebih lama waktu untuk mendeteksi letak atau sudut ataupun besar dari simbol tersebut.

)

(24)

Gambar 2.10 Salah satu Finding Pattern QR Code [10]

b. Ketahanan terhadap Penyimpangan simbol

Simbol matriks 2 dimensi akan rentan terhadap penyimpangan bentuk ketika ditempatkan pada permukaan yang tidak rata (bergelombang) sehingga sensor pembaca menjadi miring karena sudut antara sensor CCD dan simbol matriks 2 dimensi ini telah berubah. Untuk memperbaiki penyimpangan ini, QR Code memiliki perata pola (alignment pattern) yang menyusun dengan jarak yang teratur dalam suatu daerah. Alignment pattern akan memperhitungkan titik pusat dengan daerah terluar dari simbol matriks, sehingga dengan cara ini penyimpangan linier maupun non-linier masih dapat terbaca. Gambar 2.11 berikut ini adalah contoh penyimpangan yang terjadi pada QR Code.

Gambar 2.11 Jenis Penyimpangan pada QR Code [10]

c. Fungsi Pemulihan Data (Ketahanan terhadap kotor maupun kerusakan)

QR Code mempunyai empat tingkatan koreksi error (7%, 15%, 25% dan 30%). Dalam mengendalikan kerusakan yang diakibatkan kotor ataupun rusak, QR Code memanfaatkan algoritma Reed-Solomon yang tahan terhadap kerusakan tingkat

(25)

Gambar 2.12 Kerusakan pada QR Code [10]

d. Kemampuan enkode karakter Kanji dan Kana Jepang

QR Code berkembang pesat di negara Jepang. Hal ini yang menyebabkan perkembangan QR Code untuk dapat menerima input data berupa karakter yang non-alfabetis. Ketika pembuatan QR Code dengan inputan berupa huruf Jepang, maka data tersebut akan diubah kedalam bentuk biner 16 bit (2 byte) untuk karakter tunggal sedangkan untuk gabungan karakter akan di-enkode dalam biner 13 bit. Hal ini memberikan keuntungan lain dimana proses enkode huruf Jepang akan meningkatkan efisien 20 % lebih banyak dari kode simbol dua dimensi lain. Dimana dengan volume data yang sama akan dapat dibuat pada area pencetakan yang lebih kecil.

e. Fungsi Linking pada Simbol

QR Code memiliki kemampuan dapat dipecah menjadi beberapa bagian dengan maksimum pembagian adalah 16 bagian [10]. Dengan fungsi linking ini maka QR Code dicetak pada daerah yang tidak terlalu luas untuk sebuah QR Code tunggal.

f. Proses Masking

(26)

2.6.3 Spesifikasi QR Code

Spesifikasi yang lebih jelas tentang level-level QR code dijelaskan pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.2 Spesifikasi QR Code

Jenis Simbol Minimal 21 x 21 Modul dan maksimal 177 x 177 modul dengan peningkatan 1 versi = 4 modul

Jenis Informasi dan Kapasitas

Numerik Maksimum 7089 karakter Alfanumerik Maksimum 4296 karakter Biner Maksimum 2953 karakter Huruf Kanji Maksimum 1817 karakter

Koreksi Error

Level L Dapat mengembalikan data yang mengalami kerusakan 7%

Level M Dapat mengembalikan data yang mengalami kerusakan 15%

Level Q Dapat mengembalikan data yang mengalami kerusakan 25%

Level H Dapat mengembalikan data yang mengalami kerusakan 30%

2.6.4 Versi QR Code dan Ukurannya

Ada 40 jenis ukuran dari QR Code yang dinyatakan dengan versi 1, versi 2, hingga versi 40. Versi 1 berukuran 21 x 21 modul, versi 2 berukuran 25 x 25 modul dan seterusnya dimana apabila versi meningkat satu maka jumlah modul akan meningkat sebanyak 4 modul x 4 modul.

Gambar

Gambar 2.1 Struktur Neuron pada Otak Manusia[8]
Gambar 2.2 Ilustrasi model ANN[9]
Tabel 2.1 Perbandingan NN dengan ANN
Gambar 2.3 Jaringan Lapis Tunggal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Dari hasil analisis data diperoleh kesimpulan bahwa: 1) Aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran menunjukan

Pada tanggal 31 Desember 2015, ekuitas yang dapat diatribusikan kepada entitas induk tercatat sebesar Rp6.571,8 miliar, mengalami penurunan sebesar 11,6% dibandingkan

Perusahaan memiliki beberapa hotel diantaranya Aston Rasuna Hotel &amp; Residence dengan tingkat hunian ratarata di tahun 2013 sebesar 85,8% atau lebih tinggi dari rata-rata

Berdasarkan hasil evaluasi administrasi, evaluasi teknis dan evaluasi harga dan evaluasi kualifikasi serta pembktian kualifikasi maka Panitia Pengadaan Barang/Jasa

Jenis-jenis pegas tersebut memiliki karakteristik yang berbeda satu dan lainya.Disamping itu juga memiliki perbedaan pada material yang digunakan dan sifat

Buy on Weakness : Harga berpotensi menguat namun diperkirakan akan terkoreksi untuk sementara Trading Buy : Harga diperkirakan bergerak fluktuatif dengan

Menurut Hamdan Dimyanti (2014) kontrak unit price / harga satuan, yaitu kontrak pengadaan barang / jasa atas penyelesaiaan seluruh pekerjaan dalam batas waktu

Penelitian yang dilakukan oleh Maru dkk di India menunjukkan bahwa odha yang memiliki pendapatan yang rendah akan lebih berisiko untuk loss to follow up ,