• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik Pembibitan Dan Organisme Pengganggu Bibit Durian Menoreh Kuning Di Kecamatan Kalibawang, Kulon Progo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Teknik Pembibitan Dan Organisme Pengganggu Bibit Durian Menoreh Kuning Di Kecamatan Kalibawang, Kulon Progo."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK PEMBIBITAN DAN ORGANISME PENGGANGGU

BIBIT DURIAN MENOREH KUNING DI KECAMATAN

KALIBAWANG, KULON PROGO

PHOR BHO AYUWATI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Teknik Pembibitan dan Organisme Pengganggu Bibit Durian Menoreh Kuning di Kecamatan Kalibawang, Kulon Progo adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Phor Bho Ayuwati

(4)
(5)

ABSTRAK

PHOR BHO AYUWATI. Teknik Pembibitan dan Organisme Pengganggu Bibit Durian Menoreh Kuning di Kecamatan Kalibawang, Kulon Progo. Dibimbing oleh HERMANU TRIWIDODO dan SURYO WIYONO.

Durian (Durio zibethinus Murr.) varietas Menoreh Kuning merupakan tanaman buah unggulan Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Pengembangan durian tersebut dilakukan secara intensif dan dimulai dengan upaya penyediaan bibit berkualitas. Penelitian ini bertujuan mempelajari teknik pembibitan, dan menginventarisasi keberadaan organisme pengganggu bibit durian Menoreh Kuning di Kecamatan Kalibawang, Kulon Progo. Bibit diperbanyak dengan teknik okulasi menggunakan batang atas durian Menoreh Kuning dan satu atau dua batang bawah. Hama yang ditemukan adalah Allocaridara sp, Xyleborus sp, Coptotermes sp, Tetranychus sp, Atractomorpha sp, dan Valanga sp. Penyakit yang ditemukan adalah bercak daun Corynespora sp, hawar daun Rhizoctonia sp, antraknosa Colletotrichum sp, alga Cephaleuros sp, embun hitam Meliola sp, mati pucuk Phytophthora sp dan layu Phytophthora sp.

(6)
(7)

ABSTRACT

PHOR BHO AYUWATI. The Nursery Technique and Pests of Durian Menoreh Kuning in Kalibawang , Kulon Progo. Supervised by HERMANU TRIWIDODO dan SURYO WIYONO

Durian (Durio zibethinus Murr.) Menoreh Kuning variety has been declared as a prime fruit crop of Kulon Progo, Yogyakarta. There has been programs to extensively the variety, and it has been initiated by cultivate the provision of high quality seedling for the farmers. The studies were to learn about nursery technique practiced by farmers, and to investigate the pests of durian nurseries in Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta. The seedlys were obtained by grafting using scion of durian Menoreh Kuning variety with one or two rootstocks. The nursery pests were Allocaridara sp, Xyleborus sp, Coptotermes sp, Tetranychus

sp, Atractomorpha sp, and Valanga sp. The nursery diseases were leaf spot

Corynespora sp, leaf blight Rhizoctonia sp, anthracnose Colletotrichum sp, algae

Cephaleuros sp, black mildew Meliola sp, dieback Phytophthora sp, and wilt

Phytophthora sp.

(8)
(9)

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(10)
(11)

TEKNIK PEMBIBITAN DAN ORGANISME PENGGANGGU

BIBIT DURIAN MENOREH KUNING DI KECAMATAN

KALIBAWANG, KULON PROGO

PHOR BHO AYUWATI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)
(13)
(14)
(15)

PRAKATA

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Teknik Pembibitan dan Organisme Pengganggu Bibit Durian Menoreh Kuning di Kecamatan Kalibawang, Kulon Progo”. Penulisan tugas akhir penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc dan Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc.Agr selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan bimbingan, pengetahuan, saran, arahan, dan masukan kepada penulis.Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Agr selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan tugas akhir ini. Terima kasih kepada orang tua dan adik yang selalu memberi semangat serta dukungan dalam belajar. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Bapak Sugito yang telah memberikan banyak ilmu selama penulis melakukan penelitian di lapang. Ucapan terima kasih juga kepada teman-teman, khususnya Himpunan Keluarga Rembang di Bogor (HKRB) serta kakak tingkat dan juga teman-teman PTN 48 di Departemen Proteksi Tanaman yang tidak bisa disebutkan satu per satu dalam mendukung terlaksananya tugas akhir penelitian penulis, serta pihak lain yang turut mambantu dalam penyusunan tugas akhir ini.

Pada penulisan tugas akhir ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis berharap ada masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun dan memotivasi penulis agar dapat menuliskan karya tulis yang lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Bogor, September 2015

(16)
(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

BAHAN DAN METODE 3

Tempat dan Waktu Penelitian 3

Bahan dan Alat 3

Metode Penelitian 3

Wawancara 3

Pengamatan Langsung 3

Penentuan Petak dan Tanaman Contoh 3

Pengamatan Tanaman Contoh dan Pengambilan Sampel 4 Perhitungan Tingkat Keparahan dan Kejadian Penyakit 4

Identifikasi Hama dan Penyakit 5

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Keadaan Umum Lahan Pembibitan Durian 6

Teknik Pembibitan 7

Media Tanam 7

Teknik Perbanyakan Bibit 8

Hama Bibit Durian 11

Penyakit Bibit Durian 14

Perawatan Bibit serta Pengendalian terhadap Hama dan Penyakit 19

SIMPULAN DAN SARAN 20

Simpulan 20

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

(18)
(19)

1

DAFTAR TABEL

1 Penentuan nilai numerik intensitas serangan penyakit 4 2 Kejadian penyakit (%) berdasarkan umur tanaman 16 3 Keparahan penyakit (%) berdasarkan umur tanaman 16

DAFTAR GAMBAR

1 Penentuan petak lahan 3

2 Lahan pembibitan durian 7

3 Alat dan bahan yang digunakan 8

4 Langkah okulasi 9

5 Langkah double rootstock 10

6 Hama bibit durian 11

7 Gejala serangan hama 12

8 Kepadatan populasi hama yang menyerang bibit durian 12 9 Gejala dan mikroskopis Corynespora, Colletotrichum, dan Cephaleuros 15

10 Gejala dan mikroskopis Phytophthora 18

(20)
(21)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Durian (Durio zibethinus Murr.) varietas Menoreh Kuning merupakan tanaman buah unggulan Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Durian Menoreh Kuning mempunyai daging buah tebal dan berwarna kuning cerah seperti mentega (Sobir dan Napitupulu 2010). Daging buah tidak berair, berselaput dan mudah mengelupas. Pertumbuhan durian Menoreh Kuning cepat dengan percabangan yang rapat dan kokoh. Buah berukuran besar dengan rasa dan aroma yang khas. Pohon durian dapat menghasilkan 300-500 buah per pohon dalam satu musim.

Durian merupakan buah yang mempunyai nilai ekonomi tinggi di Indonesia. Durian mempunyai kisaran pasar yang luas dan beragam, mulai dari pasar tradisional hingga pasar modern. Durian mempunyai daya saing yang tinggi dibandingkan dengan komoditas buah yang lain sehingga durian sangat potensial untuk diusahakan (Sobir dan Napitupulu 2010). Durian Menoreh Kuning merupakan salah satu varietas unggulan di Indonesia. Durian Menoreh Kuning mempunyai nilai ekonomi tinggi dengan harga buah yang mahal yaitu 50 000,00 -150 000,00 per buah.

Pengembangan durian Menoreh Kuning mulai dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dengan upaya penyediaan bibit berkualitas. Bibit berkualitas yang dikembangkan berasal dari bibit durian milik Bapak Sugito yang telah mendapat Surat Keputusan Menteri Pertanian No 316&317/kpts/SR120/5/2007. Pemerintah juga melakukan penanaman bibit durian Menoreh Kuning dalam kawasan 20 ha.

Pembibitan merupakan salah satu aspek penting dalam pengembangan durian. Teknik perbanyakan bibit yang baik akan mempengaruhi kegagalan atau keberhasilan dalam melakukan teknik perbanyakan bibit. Kegagalan dalam melakukan teknik perbanyakan akan mengurangi ketersediaan bibit bagi konsumen. Perbanyakan bibit durian dapat dilakukan dengan beberapa teknik yaitu penyambungan, okulasi, cangkok, dan susuan (Sobir dan Martini 2014). Teknik lain dalam perbanyakan bibit durian yaitu perbanyakan generatif melalui biji. Perbanyakan bibit melalui biji mempunyai kelemahan yaitu anakan yang dihasilkan memiliki sifat yang berbeda dengan induknya dan masa panen yang lama (Sobir dan Martini 2014).

Pembibitan durian di Indonesia masih mengalami beberapa kendala. Kendala yang dihadapi adalah bibit durian yang beredar masih diperbanyak menggunakan biji (Sobir dan Martini 2014). Bibit yang diperbanyak terserang oleh organisme pengganggu tanaman (OPT) yang mengakibatkan bibit tidak berhasil tumbuh bahkan mati. Kondisi tersebut menyebabkan pasokan bibit durian di pasaran berkurang. Hal tersebut akan menimbulkan kerugian bagi para penangkar.

Menurut Lee et al. (1994), hama yang menyerang tanaman durian di Malaysia adalah kutu loncat Allocaridara malayensis (Hemiptera: Psyllidae), tungau Eutetranychus africanus (Trombidiformes: Tetranychidae), tungau

Oligonychus biharensis (Trombidiformes: Tetranychidae), kutu putih

Pseudococcus sp (Hemiptera: Pseudococcidae), dan tungau Tetranychus fijiensis

(22)

2

adalah kanker bercak Phytophthora palmivora, busuk akar Pythium complectens, penyakit akar Ganoderma pseudoferreum, penyakit semai Phytophthora palmivora, mati pucuk Phytophthora palmivora, jamur upas Upasia salmonicolor, hawar daun Rhizoctonia solani, bercak daun Colletotrichum durionis, penyakit tepung Oidium nephelii, dan busuk buah Phytophthora palmivora (Semangun 2007). Keberadaan hama dan penyakit pada tanaman durian dapat menyebabkan kerusakan tanaman.

Teknik pembibitan dan organisme pengganggu bibit durian merupakan faktor penting dalam pengembangan durian. Informasi mengenai teknik pembibitan dan organisme pengganggu bibit durian perlu diketahui untuk mencegah berkurangnya ketersediaan bibit durian di pasaran. Penelitian mengenai teknik pembibitan dan inventarisasi organisme pengganggu bibit durian terutama varietas Menoreh Kuning belum banyak dilakukan di Indonesia sampai saat ini.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mempelajari teknik pembibitan dan menginventarisasi organisme pengganggu bibit durian Menoreh Kuning di Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo.

Manfaat Penelitian

(23)

3

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di kebun bibit durian milik Bapak Sugito di Desa Banjaroya, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Identifikasi hama dan penyakit dilaksanakan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Laboratorium Mikologi Tumbuhan, dan Klinik Tanaman Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2015.

Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesimen serangga hama dan penyakit, alkohol 70%, air steril, kloroks, spidol, label, wadah plastik, botol film, gelas objek, cawan petri, mikroskop stereo, mikroskop

compound, dan digital camera.

Metode Penelitian

Wawancara

Wawancara dilakukan secara langsung terhadap petani durian untuk mengetahui teknik pembibitan dan cara pengendalian yang dilakukan petani terhadap hama dan penyakit. Wawancara hanya dilakukan terhadap satu petani karena dalam satu kabupaten hanya ada satu petani yang mengembangkan bibit durian Menoreh Kuning.

Pengamatan Langsung

Penentuan Petak dan Tanaman Contoh. Pengamatan dilakukan di lahan pembibitan dengan luas 4500 m2. Tanaman bibit ditanam dalam polybag yang terdiri atas tujuh umur yaitu 3, 12, 24, 48, 96, 6 double rootstock , dan 96 minggu

double rootstock. Pengamatan dilakukan pada masing-masing umur 100 ulangan tanaman.

(24)

4

Penentuan tanaman contoh dilakukan secara sistematis (Gambar 1). Tanaman yang diamati terdiri dari lima petak. Setiap petak diamati 33 baris dan setiap baris diamati tiga tanaman contoh.

Pengamatan Tanaman Contoh dan Pengambilan Sampel. Pengamatan tanaman contoh dilakukan dengan membagi tanaman menjadi tiga bagian yaitu batang, daun, dan akar. Pengamatan dilakukan dengan melihat gejala serangan hama dan penyakit pada bagian-bagian tanaman tersebut kemudian didokumentasikan menggunakan digital camera. Pengamatan hama tanaman dilakukan dengan cara menghitung jumlah populasinya. Pengamatan penyakit tanaman dilakukan dengan cara menghitung kejadian dan keparahan penyakitnya. Hama yang ditemukan di lapang diambil dan dimasukkan ke dalam tabung film yang berisi alkohol 70%, kemudian bagian tanaman yang sakit dimasukkan ke dalam plastik. Sampel yang telah didapatkan dibawa ke laboratorium untuk diamati dengan menggunakan mikroskop stereo.

Penghitungan Tingkat Keparahan dan Kejadian Penyakit. Pengamatan penyakit dihitung tingkat keparahan dan kejadiannya. Tingkat keparahan penyakit dihitung menggunakan rumus Townsend dan Heuberger (1943):

� =∑(��.��)

�.� � 100%

I = keparahan serangan penyakit

ni = jumlah tanaman yang terserang dengan kategori tertentu

vi = nilai numerik dari kategori (Tabel 1)

N = jumlah tanaman yang diamati

V = nilai numerik dari kategori tertinggi

Tabel 1 Penentuan nilai numerik intensitas serangan penyakit

Nilai scoring Kategori serangan Keterangan

0 0% Tidak ada serangan

1 0% < x ≤ 25% Ringan

2 25% < x ≤ 50% Sedang

3 50% < x ≤ 75% Berat

4 >75% Sangat Berat

Tingkat kejadian serangan penyakit dihitung menggunakan rumus (Cooke 2006):

�= �

� � 100%

I = kejadian serangan penyakit

n = jumlah tanaman yang terserang

N = jumlah tanaman contoh yang diamati

(25)

5

diidentifikasi secara langsung dengan menggunakan kunci identifikasi Borror (1996). Identifikasi dilakukan sampai tingkat genus.

Identifikasi penyakit dilakukan dengan melihat gejala secara makroskopis dan mikroskopis pada tanaman contoh. Pengamatan mikroskopis dilakukan dengan membuat preparat dari bagian tanaman yang bergejala. Selain itu, patogen penyebab penyakit diisolasi dalam media buatan untuk keperluan identifikasi dari bagian tanaman yang sakit.

Proses isolasi dilakukan dengan cara merendam bagian tanaman yang sakit dengan air steril, setelah itu bagian tanaman dikeringanginkan dan direndam dalam Natrium hypoclorit. Bagian tanaman sakit diletakkan di atas PDA. Langkah tersebut dilakukan di dalam laminar flow untuk menghindari kontaminasi patogen lain. Setelah isolat berumur 4-7 hari, dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop compound kemudian diidentifikasi menggunakan buku identifikasi Barnett dan Hunter (1998).

(26)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lahan Pembibitan Durian

Lahan pembibitan durian Menoreh Kuning terletak di Dusun Kajoran, Desa Banjaroya, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pembibitan durian Menoreh Kuning terletak pada ketinggian 300-400 m dpl. Bibit durian yang dikembangkan terdiri atas empat varietas yaitu durian Menoreh Kuning, Menoreh Jambon, Menoreh Legit, dan Petruk. Bibit durian Menoreh Kuning diproduksi dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan ketiga varietas lainnya. Lahan pembibitan durian berbentuk terasering dengan luas 4 500 m2. Masing-masing tingkatan terasering mempunyai umur bibit durian yang berbeda. Tanaman yang berada di sekitar pembibitan durian adalah jambu kristal, kopi, sirkaya, pisang, dan cengkeh.

Menurut World Agroforestry Centre (2010), lokasi yang baik untuk pembibitan adalah tempat datar dengan drainase yang baik seperti penyiraman bibit yang teratur. Tempat pemeliharaan bibit yang baik adalah dengan menggunakan rak yang terbuat dari bilah bambu atau besi. Tujuan dari penggunaan rak adalah mencegah penularan bibit penyakit dari tanah yang terlontar ke daun ketika terjadi hujan. Bibit ditanam menggunakan media tanah yang kemudian dimasukkan ke dalam polybag. Jarak antar polybag diatur secara tidak berhimpitan. Pembibitan durian harus mempunyai naungan dengan ketinggian minimal dua meter untuk mengatur sinar matahari yang masuk ke pembibitan. Naungan yang baik adalah terbuat dari seng plastik hijau, paranet dari plastik atau nylon, anyaman bambu, dan daun kelapa.

a b

(27)

7

Gambar 2 Lahan pembibitan durian: (a) bentuk lahan terasering, (b) pembibitan umur 3 minggu, (c) 12 minggu, (d) 24 minggu, (e) 48 minggu, (f) 96 minggu, (g) 6 minggu double rootstock (h) 96 minggu double rootstock

Lahan bibit durian berbentuk terasering dengan setiap tingkatan terdiri dari tujuh umur tanaman (Gambar 2a). Tingkat paling atas merupakan bibit berumur 12 minggu (Gambar 2c). Tingkat selanjutnya yaitu bibit umur 3 minggu (Gambar 2b), bibit umur 24 minggu (Gambar 2d), bibit umur 48 minggu (Gambar 2e), bibit umur 96 minggu (Gambar 2f), bibit umur 6 minggu double rootstock (Gambar 2g), dan 96 minggu double rootstock (Gambar 2h).

Teknik Pembibitan

Durian Menoreh Kuning merupakan durian yang dikembangkan pertama kali oleh Bapak Sugito dan telah mendapat Surat Keputusan Menteri Pertanian No 316&317/kpts/SR120/5/2007. Perbanyakan durian Menoreh Kuning berasal dari pohon induk tunggal (PIT) yang berumur ratusan tahun di lereng gunung Menoreh. Biji dan batang atas yang berasal dari PIT (bibit label putih) dikembangkan dan jadi nama Durian Menoreh Kuning. Selanjutnya, dari bibit berlabel putih tersebut durian Menoreh Kuning diperbanyak dan ditrisbusikan.

Media Tanam

Media tanam yang digunakan yaitu tanah, pupuk kompos, dan sekam dengan perbandingan (4:1:1). Tanah yang digunakan mempunyai tekstur liat. Pupuk kompos merupakan campuran dari kotoran kambing atau sapi sebanyak 1 ton, dolomit 4 karung, dan tanah disekitar perakaran bambu 4 karung. Kompos tersebut kemudian disiram dengan EM4 dan ditutup dengan plastik selama tiga minggu. Menurut World Agroforestry Centre (2010), media tanam yang baik

e f

(28)

8

adalah ringan, murah, mudah didapat, gembur, dan subur yang mengandung unsur hara. Penggunaan media tanam yang tepat menentukan pertumbuhan optimum bibit. Komposisi media tanam yang baik adalah campuran tanah, pupuk kandang, dan sekam (WAC 2010).

Teknik Perbanyakan Bibit

Perbanyakan bibit durian Menoreh Kuning dilakukan dengan cara okulasi. Okulasi adalah penggabungan dua bagian tanaman yang berlainan sehingga tumbuh sebagai satu tanaman setelah terjadi regenerasi jaringan pada bekas luka sambungan (WAC 2010). Teknik okulasi dilakukan dengan dua cara yaitu okulasi menggunakan satu batang bawah dan okulasi dua batang bawah.

Teknik okulasi satu batang bawah digunakan batang atas (entres) dan batang bawah. Batang atas yang digunakan berasal dari PIT atau klon tanaman durian Menoreh Kuning. Klon tanaman durian Menoreh Kuning merupakan tanaman yang biji dan batang atasnya berasal dari PIT. Batang atas yang digunakan terdiri atas dua mata tunas yang bertujuan mengurangi kegagalan okulasi. Batang bawah yang digunakan berasal dari biji berbagai jenis durian yang telah tumbuh. Syarat batang bawah adalah berukuran panjang yaitu 40 cm dan minimal berumur tiga bulan.

Teknik okulasi dua batang bawah (double rootstock) digunakan entres yang berasal dari tanaman hasil okulasi satu batang bawah dan telah berumur 9-12 bulan dengan varietas Menoreh Kuning. Batang bawah yang digunakan berasal dari varietas durian Menoreh Kuning atau varietas lain. Syarat batang bawah adalah berumur minimal satu tahun. Fungsi dari dua batang bawah adalah untuk membantu percepatan pertumbuhan batang utama dan memperkokoh tanaman.

Gambar 3 Alat dan yang digunakan yaitu: (a) pisau, (b) plastik, (c) batang atas (entres), (d) batang bawah, (e) polybag dan tanah, (f) entres dan

double rootstock

a b c

(29)

9

Alat yang digunakan dalam teknik okulasi yaitu pisau khusus okulasi yang berukuran kecil dan tidak digunakan untuk kegiatan lain selain okulasi (Gambar 3a). Bahan yang digunakan yaitu plastik dengan ukuran kurang lebih 2 cm x 10 cm (Gambar 3b). Bahan lain yang diperlukan yaitu entres (Gambar 3c), batang bawah (Gambar 3d), serta tanah dan polybag (Gambar 3e).

Gambar 4 Langkah okulasi: (a) pengeratan kulit batang bawah, (b) peruncingan batang atas, (c) penempelan batang atas, (d) pengikatan plastik, (e) pengikatan sampai ujung, (f) helai daun yang disisakan

Langkah okulasi dimulai dari pengeratan kulit pada batang bawah dengan ketinggian 20-25 cm dari tanah (Gambar 4a). Kulit batang dikerat menggunakan pisau dengan keratan berbentuk segitiga kemudian ditarik ke bawah dengan panjang antara 1-2.5 cm (Gambar 4a). Kulit hasil keratan dipotong dua pertiganya, kemudian batang atas dipotong bagian ujung pangkal dengan berbentuk runcing (Gambar 4b). Batang atas ditempelkan pada batang bawah yang sudah dikerat (Gambar 4c) dan diikat menggunakan plastik (Gambar 4d). Pengikatan dimulai dari bawah sampai ujung entres. Setelah pengikatan, disisakan tiga helai daun (Gambar 4f). Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi penguapan agar nutrisi pada batang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pertumbuhan tunas baru.

a b c

(30)

10

Gambar 5 Langkah double rootstock: (a) penanaman dua seedling dan entres ke dalam satu polybag, (b) pengeratan kulit entres, (c) peruncingan batang bawah, (d) penempelan seedling, (e) pengikatan plastik, (f)

double rootstock yang telah jadi

Teknik okulasi dua batang bawah (double rootstock) dimulai dengan penanaman dua batang bawah dan entres dalam satu polybag (Gambar 5),

kemudian dilakukan pengeratan pada entres. Pengeratan kulit entres dilakukan pada dua sisi entres dengan ketinggian antara 15-20 cm dari atas tanah. Pengeratan dimulai dari arah bawah ke atas dengan panjang antara 1-2.5 cm. Juluran kulit dipotong dua pertiganya, kemudian bagian ujung double rootstock

dipotong runcing. Panjang batang adalah antara 15-20 cm, selanjutnya ujung

double rootstock ditempel pada entres yang telah dikerat dan diikat menggunakan plastik.

Teknik perbanyakan bibit durian yang dilakukan oleh Bapak Sugito tidak berbeda dengan teknik perbanyakan secara umumnya. Perbedaannya adalah entres

yang digunakan oleh bapak Sugito berasal pohon induk tunggal (PIT) atau klon tanaman durian Menoreh Kuning. Saat ini, bibit durian yang beredar di Indonesia belum dapat dijamin keaslian varietasnya. Hal tersebut dikarenakan bibit yang dikembangkan menggunakan entres yang bersal dari pohon yang tidak bersertifikat.

a b c

(31)

11

Hama Bibit Durian

Hama bibit durian yang menyerang pada bagian daun adalah kutu loncat

Allocaridara sp. (Hemiptera: Psyllidae) (Gambar 6a), belalang Valanga sp. (Orthoptera: Acrididae) (Gambar 6f), belalang Atractomorpha sp. (Orthoptera: Pyrgomorphidae) (Gambar 6e), dan tungau Tetranychus sp. (Trombidiformes: Tetranychidae) (Gambar 6d). Hama bibit durian yang menyerang pada bagian batang adalah kumbang Xyleborus sp. (Coleoptera: Scolytidae) (Gambar 6b), rayap Coptotermes sp. (Isoptera: Rhinotermitidae) (Gambar 6c). Masing-masing hama mempunyai bentuk yang berbeda-beda.

Gambar 6 Hama pada bibit durian: (a) Allocaridara sp., (b) Xyleborus sp., (c)

Coptotermes sp., (d) Tetranychus sp., (e) Atractomorpha sp., (f)

Valanga sp..

Allocaridara sp. (Kutu loncat). Gejala yang ditimbulkan Allocaridara sp. yaitu terdapat bintik-bintik kuning pada permukaan daun sehingga daun menjadi kasar (Gambar 7a). Populasi nimfa kutu loncat yang besar menyebabkan daun mengecil dan akhirnya rontok.

Xyleborus sp. (Penggerek kulit batang). Xyleborus sp. menyerang durian dengan cara masuk ke kulit batang, sehingga pada batang terdapat lubang kecil (Gambar 7b). Xyleborus sp. menyerang bagian kulit batang tanaman. Tanaman yang terserang berubah menjadi kering. Ketika kulit batang dikupas, terdapat bekas gerekan Xyleborus sp. (Gambar 7c).

Coptotermes sp. (Rayap). Coptotermes sp. menyerang bibit durian dengan cara memakan kambium tanaman. Kambium yang dimakan mengakibatkan tanaman menjadi lapuk sehingga tanaman mati (Gambar 7d).

Tetranychus sp. (Tungau). Gejala serangan yang ditimbulkan

Tetranychus sp. yaitu terdapat bintik-bintik kecil berwarna kuning pada permukaan daun (Gambar 7e). Gejala yang luas meyebabkan sebagian daun berwarna kuning.

Atractomorpha sp. (Belalang). Gejala yang ditimbulkan oleh

Atractomorpha sp. yaitu pada permukaan daun terdapat lubang bekas gigitan (Gambar 7f). Belalang menggigit daun pada bagian tengah dan pinggir daun. Lubang bekas gigigatan berukuran sedang sampai lebar.

a b c

d e f

(32)

12

Gambar 7 Gejala serangan hama: (a) bintik kuning oleh Allocaridara sp., (b) lubang masuk Xyleborus sp., (c) bekas gerekan Xyleborus sp., (d) gejala serangan Coptotermes sp., (e) gejala bintik kuning oleh

Tetranychus sp., (e) daun berlubang oleh Atractomorpha sp..

Berdasarkan data yang didapatkan (Gambar 8), Allocaridara sp. mempunyai kepadatan populasi paling tinggi pada semua umur bibit tanaman dibandingkan dengan Xyleborus sp., Coptotermes sp., Tetranychus sp., Atractomorpha sp., dan

Valanga sp.. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa Allocaridara sp. merupakan hama penting pada bibit durian.

Gambar 8 Kepadatan populasi hama yang menyerang bibit durian

Menurut Brown (1997), hama yang menyerang tanaman durian di India adalah kumbang Ambrosia beetles, kumbang Adoretus sp., kutu loncat

Allocaridara malayensis, kumbang hitam Apogonia sp., rayap Cryptotermes cynocephalus, tungau Eutetranychus africanus, rayap Microtermes palidus,

(33)

13

penggerek biji Mudaria magniplaga, kutu putih Pseudococcus sp., penggerek kulit Synanthedon sp., kutu loncat Tenaphalara malayensis, tungau merah

Tetranychus fijiensis, ulat tandan Tirathaba mendella, penggerek batang Zeuzera

sp., dan kumbang bubuk Xyleborus cordatus. Menurut Nguyen (2003), Allocarida

sp. merupakan hama utama durian di Thailand, Filipina, dan Indonesia.

Allocaridara sp. mempunyai populasi yang tinggi dan menimbulkan gejala serangan paling tinggi dibandingkan dengan hama yang lain. Gejala serangan yang tinggi disebabkan oleh nimfa yang menyerang daun muda dan tua pada tanaman durian. Nimfa bersembunyi di dalam daun muda yang masih menutup dan berada di atas permukaan daun yang tua. Menurut Nguyen (2003), nimfa dari

Allocariadara sp. menghisap cairan jaringan daun muda. Serangan yang ditimbulkan mengakibatkan permukaan daun terdapat bercak kecil kuning, kering, dan rontok.

Kepadatan populasi Allocaridara sp. tinggi terjadi pada umur 3 dan 12 minggu. Kepadatan populasi Allocaridara sp. pada umur 24, 48, 96, 6 double rootstock, dan 96 minggu double rootstock rendah diduga disebabkan oleh aplikasi pestisida dan jenis pestisida yang digunakan. Populasi Allocaridara sp. yang tinggi pada tanaman umur 12 dan 3 minggu, disebabkan penyemprotan pestisida belum dilakukan. Penyemprotan pestisida oleh petani dilakukan setelah umur tanaman diatas 12 minggu. Pestisida yang digunakan adalah Decis berbahan aktif deltametrin (golongan piretroid).

Menurut National Pesticide Information Center (2010), deltametrin merupakan bahan aktif insektisida golongan piretroid. Deltametrin membunuh serangga melalui kontak langsung atau residu yang ada di permukaan daun. Keunggulan piretroid sintetik yaitu mempunyai kemampuan menjatuhkan serangga dengan cepat. Piretroid memiliki tingkat toksisitas rendah bagi manusia dan mamalia. Golongan piretroid merupakan golongan racun saraf serangga dengan berbagai macam kerja pada susunan saraf pusat. Piretroid pada umumnya memiliki spektrum pengendalian yang luas dan efektif terhadap banyak spesies serangga dari ordo Lepidoptera, Coleoptera, Diptera, Thysanoptera, dan Hemiptera (Djojosumarto 2008).

Kepadatan populasi Xyleborus sp., Coptotermes sp., Tetranychus sp., Atractomorpha sp., dan Valanga sp. pada bibit durian menunjukkan nilai yang rendah. Gejala serangan yang ditimbulkan juga rendah. Populasi yang rendah diduga disebabkan oleh kondisi lingkungan yaitu suhu, kelembaban, cuaca, tanah, dan keberadaan tanaman di sekitar pembibitan durian. Cuaca yang berfluktuasi, kondisi tanah yang bertekstur liat, dan perawatan terhadap bibit oleh petani mempengaruhi perkembangan populasi hama tersebut. Rata-rata curah hujan harian di kecamatan Kalibawang dari bulan Februari sampai Maret adalah 14.77 milimeter (BMKG 2015). Rata-rata suhu di lokasi pembibitan adalah 27-300C.

Menurut Wylie dan Speight (2012), keberadaan serangga di alam dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik. Faktor abiotik yang mempengaruhi yaitu ketinggian, suhu, panjang hari, cahaya, curah hujan, kelembaban, angin, dan perubahan iklim. Faktor biotik yang mempengaruhi keberadaan serangga di alam yaitu populasi, kompetisi, dan musuh alami.

Menurut Sukartana (2013), Xyleborus sp. termasuk kumbang ambrosia. Keberadaan Xyleborus sp. tinggi apabila terdapat sumber makanan yang banyak.

(34)

14

cendawan. Xyleborus sp. masuk ke batang membentuk lubang gerekan berwarna gelap. Lubang gerekan berwarna gelap disebabkan karena Xyleborus sp. membuat lubang pada bekas pertumbuhan cendawan. Lubang gerek tersebut merupakan tempat bagi cendawan yang akan menjadi sumber makanan. Lubang gerek juga berfungsi sebagai pelindung terhadap pengganggu dan predator.

Menurut Prasetiyo dan Yusuf (2005), penyebaran rayap sangat berhubungan dengan faktor lingkungan. Menurut Subekti (2010), faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan populasi rayap yaitu curah hujan, suhu, kelembapan, serta ketersediaan makanan. Coptotermes sp. mempunyai preferensi yang tinggi terhadap tanah liat dan mengandung bahan organik yang tinggi. Tanah di pembibitan yang sedikit kering akibat curah hujan yang fluktuatif merupakan salah satu faktor yang menyebabkan populasi rayap rendah.

Menurut Peairs dan Davidson (1961), perkembangbiakan populasi

Tetranychus sp. pada musim hujan akan terhambat karena pengaruh langsung curah hujan. Curah hujan dengan kondisi suhu berkisar 27-30 oC menyebabkan populasi tungau rendah. Suhu tinggi dengan kelembapan rendah menyebabkan proses reproduksi dan kelangsungan hidup tungau tinggi.

Menurut Borror dan White (1970), keberadaan Valanga sp. dan

Atractomorpha sp. dipengaruhi oleh cuaca, Valanga sp. dan Atractomorpha sp. hidup di daerah panas. Populasi belalang yang rendah disebabkan kondisi curah hujan yang fluktuatif yaitu antara 2-86 milimeter per hari.

Penyakit Bibit Durian

Penyakit yang ditemukan pada bagian daun bibit durian Menoreh Kuning adalah bercak daun, hawar, antraknosa, alga, dan embun hitam. Penyakit yang ditemukan pada bagian batang dan pucuk adalah mati pucuk dan layu. Bercak daun, antraknosa dan alga merupakan penyakit yang muncul pada setiap umur tanaman dengan tingkat kejadian dan keparahan penyakit tertinggi (Tabel 2 dan 3).

Penyakit pada durian disebabkan oleh patogen yang berbeda-beda. Bercak daun pada durian disebabkan oleh cendawan Corynespora sp. Antraknosa disebabkan oleh Colletotrichum sp. Penyakit alga desebabkan oleh Cephaleuros

sp. Hawar daun disebabkan oleh Rhizoctonia sp. Embun hitam disebabkan oleh

Meliola sp. Mati pucuk dan layu disebabkan oleh Phytophthora sp..

Corynespora sp.. Gejala yang ditimbulkan Corynespora sp. adalah pada permukaan daun terdapat bercak kecil berwarna cokelat (Gambar 9a). Bercak kemudian melebar dengan bagian tengah bercak berwarna orange. Bercak yang melebar diikuti dengan halo berwarna kuning. Bercak pada permukaan daun menyebabkan proses fotosintesis daun terganggu.

Colletotrichum sp.. Gejala yang ditimbulkan oleh Colletotrichum sp. yaitu terdapat bercak-bercak kecil berwarna cokelat (Gambar 9b). Bercak-bercak tersebut kemudian melebar dan berubah warna menjadi cokelat muda dengan pinggiran berwarna cokelat. Bercak tersebut membentuk lingkaran konsentris, selanjutnya bercak berubah menjadi warna putih dan mengering.

(35)

15

menjadi hijau. Perkembangan selanjutnya bercak akan berubah warna menjadi putih, kering dan daun berlubang.

Meliola sp.. Gejala Meliola sp. yaitu terdapat embun berwarna hitam pada permukaan daun (Gambar 11b). Embun hitam tersebut berkumpul dalam beberapa kelompok. Embun hitam memiliki bulu, sehingga permukaan daun menjadi kasar.

Rhizoctonia sp.. Gejala yang ditimbulkan oleh Rhizoctonia sp. adalah terdapat bercak kebasahan pada permukaan daun (Gambar 11a). Bercak melebar menyebabkan sebagian daun berwarna hijau kecokelatan, kemudian warna bercak berubah menjadi cokelat.

Phytophthora sp.. Gejala pada mati pucuk oleh Phytophthora sp. yaitu bagian pucuk tanaman berwarna cokelat dan lunak (Gambar 10a). Daun-daun menjadi cokelat dan akhirnya rontok. Akar tanaman berwarna hitam seperti busuk (Gambar 10b). Bagian batang bawah dekat akar berwarna cokelat seperti busuk.

Phytophthora sp.. Gejala layu oleh Phytophthora sp. yaitu tanaman yang sehat tiba-tiba layu (Gambar 10d). Batang berwarna cokelat seperti busuk (Gambar 10e). Daun-daun berubah menjadi cokelat, selanjutnya daun-daun gugur dan tanaman mati.

Gambar 9 Gejala dan mikroskopis (perbesaran 40x10) Corynespora sp., Colletotrichum sp., dan Cephaleuro sp.: (a) bercak daun, (b) antraknosa, (c) alga, (d) konidia Corynespora sp., (e) aservulus

Colletotrichum sp., (f) thalus dan sporangium Cephaleuros sp..

Berdasarkan gejala serangan yang ditimbulkan, penyakit mati pucuk dan layu merupakan penyakit penting pada bibit durian. Gejala serangan oleh

Phytophthora sp. menyebabkan kerugian ekonomi tinggi. Bibit yang mati menyebabkan produksi bibit menjadi berkurang. Produksi bibit yang berkurang mengurangi pasokan bibit di pasaran. Menurut Drenth dan Guest (2004), kerugian akibat serangan Phytophthora sp. pada tanaman durian di ASEAN diperkirakan mencapai 20-25% dengan mencapai 45 trilyun rupiah. Patogen tersebut dilaporkan telah merusak 30% durian di Penang, Malaysia, dan 54% menyerang koleksi durian di Australia.

a b c

(36)

16

Tabel 2 Kejadian penyakit (%) berdasarkan umur tanaman

Penyakit Umur (Minggu)

3 12 24 48 96 6 (DR) 96 (DR)

Bercak 15.00 ± 3.16c 25.00 ± 2.74bc 28.00 ± 5.15bc 14.00 ± 5.75c 17.00 ± 4.06c 50.00 ± 5.48a 37.00 ± 8.75ab

Hawar 5.00 ± 0.00ab 2.00 ± 1.22b 7.00 ± 2.00a 2.00 ± 1.22b 2.00 ± 1.22b 2.00 ± 1.22b 2.00 ± 1.22b

Antraknosa 26.00 ± 4.85a 2.00 ± 1.22d 21.00 ± 7.48ab 9.00 ± 2.92bcd 17.00 ± 4.64abc 4.00 ± 1.87cd 5.00 ± 5.04cd

Alga 7.00 ± 1.22cd 3.00 ± 2.00d 15.00 ± 3.16bcd 9.00 ± 1.87cd 24.00 ± 8.72abc 42.00 ± 7.52a 33.00 ± 10.2ab

Embun hitam 4.00 ± 1.87bc 1.00 ± 1.00bc 0.00 ± 0.00c 5.00 ± 2.24bc 7.00 ± 1.22b 4.00 ± 2.92bc 13.00 ± 3.00a

Mati pucuk dan Layu 2.00 ± 1.22ab 3.00 ± 2.00a 0.00 ± 0.00b 0.00 ± 0.00b 0.00 ± 0.00b 0.00 ± 0.00b 0.00 ± 0.00b Keterangan: Angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α = 5% berdasarkan uji selang ganda Duncan

Tabel 3 Keparahan penyakit (%) berdasarkan umur tanaman

Penyakit Umur (Minggu)

3 12 24 48 96 6 (DR) 96 (DR)

Bercak 3.75 ± 0.79c 6.75 ± 0.64bc 7.25 ± 1.39bc 3.50 ± 1.39c 4.75 ± 1.45c 13.00 ± 1.16a 11.50 ± 3.07ab

Hawar 1.75 ± 0.31ab 0.50 ± 0.31c 2.25 ± 0.47a 0.50 ± 0.31c 0.75 ± 0.50bc 0.50 ± 0.31c 0.50 ± 0.31c

Antraknosa 10.00 ± 1.94a 1.25 ± 0.97c 6.25 ± 1.58ab 3.00 ± 1.16bc 7.25 ± 2.03ab 1.25 ± 0.53c 1.25 ± 1.25c

Alga 1.75 ± 0.31bc 0.75 ± 0.5c 3.75 ± 0.79bc 2.25 ± 0.47bc 6.50 ± 2.28ab 10.75 ± 2.08a 11.5 ± 3.12a

Embun hitam 1.50 ± 0.73bcd 0.25 ± 0.25d 0.00 ± 0.00d 2.75 ± 1.39abc 3.50 ± 0.47ab 1.00 ± 0.73cd 4.00 ± 0.61a

Mati pucuk dan Layu 0.75 ± 0.5ab 1.00 ± 0.61a 0.00 ± 0.00b 0.00 ± 0.00b 0.00 ± 0.00b 0.00 ± 0.00b 0.00 ± 0.00b Keterangan: Angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α = 5% berdasarkan uji selang ganda Duncan

(37)

17

Berdasarkan data yang didapatkan (Tabel 2 dan 3), penyakit bercak daun, antraknosa dan alga merupakan penyakit penting pada bibit durian. Bercak daun, antraknosa, dan alga mempunyai nilai kejadian dan keparahan penyakit tinggi. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa bercak daun, antraknosa, dan alga merupakan penyakit penting setelah mati pucuk dan layu.

Kejadian dan keparahan penyakit bercak daun tertinggi terjadi pada umur tanaman 6 minggu double rootstock. Serangan Corynespora sp. yang tinggi didukung oleh curah hujan yang berubah-ubah di lokasi pembibitan. Menurut Semangun (1999), Corynespora sp. menginfeksi tanaman pada semua tingkat umur tanaman. Menurut Situmorang et al (2007), kondisi lingkungan abiotik sangat mempengaruhi perkembangan cendawan Corynespora sp. Kondisi curah hujan yang tinggi kurang sesuai bagi perkembangan Corynespora sp.. Semakin tinggi curah hujan, semakin rendah keparahan penyakitnya.

Kejadian dan keparahan penyakit antraknosa mempunyai nilai tertinggi pada umur 3 minggu. Kondisi tersebut diduga cendawan Colletotrichum sp. lebih menyukai daun yang muda dan terdapat pengaruh dari gulma disekitar pembibitan durian. Pembibitan durian umur 3 minggu berada di lokasi dimana gulma tumbuh lebat. Pemangkasan terhadap gulma juga tidak dilakukan. Selain itu, suhu di lokasi pembibitan berpengaruh terhadap perkembangan penyakit antraknosa. Suhu di lokasi pembibitan berkisar 27-30oC. Menurut Lukito et al. (2010), penyakit antraknosa sedikit ditemukan pada musim kemarau, di lahan yang mempunyai drainase baik, dan gulmanya terkendali dengan baik. Perkembangan antraknosa paling baik terjadi pada suhu 30oC (Semangun 2007). Colletotrichum sp. umumnya menyerang daun muda.

Kejadian dan keparahan penyakit bercak daun tertinggi terjadi pada umur 96 minggu double rootstock. Kondisi tersebut diduga Cephaleuros sp. lebih menyukai tanaman yang lebih tua. Menurut Suwandi (2007), cendawan

Cephaleuros sp. menimbulkan infeksi lebih parah pada tanaman tua dibandingkan tanaman muda. Kejadian dan keparahan penyakit bercak daun menunjukkan suatu epidemi. Epidemi Cephaleuros sp. didukung oleh kesehatan tanaman rendah. Kesehatan tanaman rendah disebabkan oleh rendahnya kesuburan tanah, kekurangan air, pemanenan yang berlebihan, dan sanitasi kebun yang buruk.

(38)

18

Gambar 10 Gejala dan mikroskopis (perbesaran 40x10) Phythophthora sp.: (a) bagian pucuk bibit tanaman mati, (b) akar busuk, (c) sporangia (d) tanaman layu dengan daun cokelat, (e) akar busuk, (f) sporangia dan sporangiofor

Tingkat kejadian dan keparahan penyakit hawar daun dan embun hitam menunjukkan nilai yang rendah. Kondisi tersebut diduga dipengaruhi oleh curah hujan yang fluktuatif dan kondisi tanah di lokasi pembibitan. Tanah di pembibitan diolah dengan baik.

Menurut Lim dan Sangchote (2003), askospora dan miselium Meliola sp. disebarkan oleh angin. Kondisi yang lembap menyebabkan proliferasi Meliola sp. meningkat. Menurut Sumartini (2011), Rhyzoctonia sp. banyak ditemukan pada musim hujan, terutama pada tanah yang lembap. Rhyzoctonia sp. dapat membentuk struktur dorman berupa sklerotia pada permukaan tanah dan pangkal batang. Sklerotia mempunyai kulit tebal dan keras sehingga tahan terhadap lingkungan kekeringan dan suhu tinggi. Masa dorman akan berakhir jika kondisi lingkungan cocok untuk berkembang. Menurut Ownley et al (2003), perkembangan, penyebaran, daya tular, dan daya tahan Rhyzoctonia sp. sangat di pengaruhi oleh sifat-sifat tanah dimana patogen tersebut berada.

f c

e

a b

(39)

19

Gambar 11 Gejala dan mikroskopis (perbesaran 40x10) Rhizoctonia sp. dan

Meliola sp.: (a) hawar daun, (b) embun hitam, (c) hifa Rhizoctonia

sp., (d) askospora Meliola sp..

Perawatan Bibit serta Pengendalian terhadap Hama dan Penyakit Perawatan yang dilakukan yaitu dengan melakukan penyiraman air yang berasal dari bak penampungan air dan penyemprotan pestisida pada bibit tanaman, serta pemberian pupuk kompos dan pupuk cair. Penyiraman air dilakukan setiap hari. Penyemprotan pestisida rutin dilakukan setiap dua minggu sekali, akan tetapi penyemprotan dilakukan tiga kali dalam satu minggu ketika musim hujan tiba.

Jenis pestisida yang digunakan adalah Decis 25EC berbahan aktif deltametrin dan Score 250EC berbahan aktif difenokonazol. Penyemprotan pestisida dilakukan dengan mencampurkan Decis dan Score dalam satu wadah. Penggunaan Decis dan Score dalam satu tahun dapat menghabiskan masing-masing empat botol untuk 10 000 bibit. Botol untuk Decis berukuran setengah liter air dan 250 cc untuk Score.

Pupuk cair yang digunakan untuk perawatan adalah pupuk buatan yang bahan-bahannya berasal dari kunyit, lengkuas, jahe, kencur, gamal, tetes tebu, dan susu. Kunyit, lengkuas, jahe, dan kencur memiliki perbandingan yang sama. Tetes tebu yang diperlukan adalah dua liter dan dua kaleng susu dengan masing-masing bumbu dapur yang telah diparut atau ditumbuk sebanyak 5 kg, kemudian ditambahkan 100 liter air pada campuran bahan tersebut. Pupuk diinkubasi selama 15 hari dan dilakukan pengadukan secara konstan. Inkubasi dilakukan di dalam ruangan dan ditutup menggunakan plastik. Pemberian pupuk cair dan kompos diberikan selama dua minggu sekali.

a b

(40)

20

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Teknik perbanyakan yang diterapkan adalah okulasi menggunakan batang atas durian Menoreh Kuning dan satu (rootstock) atau dua batang bawah (double rootstock). Hama yang menyerang tanaman durian adalah Allocaridara sp (Hemiptera: Psyllidae), Valanga sp (Orthoptera: Acrididae), Atractomorpha sp (Orthoptera: Pyrgomorphidae), Tetranychus sp (Trombidiformes: Tetranychidae),

Xyleborus sp (Coleoptera: Scolytidae), dan Coptotermes sp (Isoptera: Rhinotermitidae). Penyakit yang menyerang tanaman durian adalah bercak daun

Corynespora sp, hawar daun Rhizoctonia sp, antraknosa Colletotrichum sp, alga

Cephaleuros sp, embun hitam Meliola sp, mati pucuk Phytophthora sp dan layu

Phytophthora sp.

Saran

(41)

21

DAFTAR PUSTAKA

[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2015. Data curah hujan pos Kalibawang bulan Februari dan Maret 2015. Yogyakarta (ID): BMKG [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi buah-buahan menurut provinsi (ton)

2013 [Internet]. [diunduh 2014 Desember 26], Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_suby ek=55&notab=10

Barnett HL, Hunter BB. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Ed ke-4. Minnesota (USA): Aps Press.

Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga.

Ed. ke-6. Soetiyono P, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: An Introduction to The Studies of Insects.

Borror, White RE. 1970. A Field Guide to The Insects. Bosto (USA): Houghton Mifflin.

Brown MJ. 1997. Durio - A Bibliographic Review. New Delhi (IN): IPGRI office for South Asia.

Cooke BM. 2006. Disease Assessment and Yield Loss. In: The Epidemiology of Plant Diseases, Cooke, B.M., D.G. Jones and B. Kaye (Eds.). 2nd Ed., Dordrecht (NT): Springer.

Djojosumarto. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta (ID): PT. Agromedia Pustaka.

Drent A, Guest DI. 2004. Diversity and Management of Phytophthora in Southeast Asia. Canberra (AS): ACIAR Monograph.

Gunawan E. 2014. Perbanyakan Tanaman: Cara Praktis dan Populer. Jakarta (ID): PT Agromedia Pustaka

Lee BS, Kosittrakun M and Vichitrananda S. 1994. Chapter 7: Pathology and Disease Control. In S. Nanthachai (Ed.). Durian: Fruit Development, Post-harvest Physiology, Handling and Marketing in ASEAN. Kuala Lumpur utama [Internet]. Delta Mekong (VN): Universitas Can Tho; [diunduh 2015 Mei 27]. Tersedia pada: http://thienho.com/w1/tai-lieu/pdf/Kho-giao-trinh/DHCT-con-trung-nong-nghiep-nv-huynh-lt-sen.pdf

[NPIC] National Pesticide Information Centre. 2010. Deltamethrin [internet]. Corvallis (USA): NPIC; [diunduh pada 2015 Mei 26]. Tersedia pada: http://npic.orst.edu/factsheets/DeltaGen.pdf

(42)

22

[PDSIP] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2014. Outlook Komoditi Durian. Jakarta (ID): PDSIP.

Peairs, Davidson. 1961. Insect Pest of Farm Garden and Orchard. London (EN): John Wiley and Sons

Prasetiyo KW, Yusuf S. 2005. Mencegah dan Membasmi Rayap Secara Ramah Lingkungan dan Kimiawi. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka

Semangun, H. 1999. Penyakit – Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Semangun H. 2007. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Ed ke-2. Yogyakarta (ID): UGM Press.

Situmorang A, Sinaga MS, Suseno R, Hidayat SH, Siswanto, Darussamin A. 2007. Sebaran penyakit gugur daun Corynespora di sentra perkebunan karet Indonesia. Jurnal Penelitian Karet. 25(1): 76-82.

Sobir, Martini E. 2014. Pedoman Budi Daya Durian dan Rambutan di Kebun Campur. Bogor (ID): World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Program.

Sobir, Napitupulu RM. 2010. Sukses Bertanam Durian Unggul. Jakarta ID): Penebar Swadaya.

Wylie FR, Speight MR. 2012. Insect Pest in Tropical Forestry. Ed ke-2. London (UK): CABI.

Subekti N. Karakteristik populasi rayap tanah Coptotermes spp (Blattodea: Rhinotermitidae) dan dampak serangannya. Bionsaitifika. [internet]. [diunduh 2015 Mei 26]; 2(2):110-114. Tersedia pada: http://download.portalgaruda.org/article.php?article=136078&val=5659 Sukartana P. 2013. Arti Penting Pemahaman Perilaku Serangga Perusak Kayu

untuk Pengendaliannya yang Lebih Ramah Lingkungan. Di dalam: . Sudradjat et al. Editor. Himpunan Bunga Rampai. Orasi Ilmiah Ahli Peneliti Utama (APU); 2013 Desember 3; Bogor. Bogor (ID): PPPKKPHH

Sumartini. 2011. Penyakit tular tanah (Sclerotium rolfsii)dan (Rhizoctonia solani)

pada tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian serta cara

pengendaliannya [internet]. Malang (ID): Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan umbi-umbian; [diunduh 2015 Mei 25] Tersedia pada:http://download.portalgaruda.org/article.php?article=185314&val=641 4&title=Penyakit%20tular%20tanah%20(Sclerotium%20rolfsii%20dan%20

Rhizoctonia%20Solani)%20pada%20tanaman%20kacang-kacangan%20dan%20umbi-umbian

Suwandi. 2007. Peledakan penyakit karat merah alga pada tanaman gambir.

(Uncaria gambi)Di Babat Tomat, Sumatera Selatan. Pet Tropical Journal.

1 (1)

Townsend GR, Heuberger JV. 1943. Methods for estimating losses caused by diseases in fungicide expreminent. Plant Disease Report. 24: 340-343. [WAC] World Agroforestry Centre. 2010.Teknik Pembiitan dan Perbanyakan

(43)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rembang pada tanggal 10 Maret 1993. Penulis sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Jupani dan Pani. Pendidikan sekolah menengah ditempuh di SMA Negeri 2 Rembang pada program IPA dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Selama S1, penulis mendapatkan beasiswa Bidikmisi dari pemerintah. Gelar Sarjana Pertanian (S.P) diperoleh pada tahun 2015.

Gambar

Gambar 1  Penentuan tanaman contoh
Tabel 1  Penentuan nilai numerik intensitas serangan penyakit
Gambar 2 Lahan pembibitan durian: (a) bentuk lahan terasering, (b)
Gambar 3  Alat dan yang digunakan yaitu: (a) pisau, (b) plastik, (c) batang atas (entres), (d) batang bawah, (e) polybag dan tanah, (f) entres dan double rootstock
+7

Referensi

Dokumen terkait

Figure 3 shows five windows for HSV color filtering in street mark detection that are Hue Filter as shown in Figure 3.a, Saturation Filter as shown in Figure 3.b, Value Filter

Dengan menginstal, menyalin, mengunduh, atau jika tidak, menggunakan produk perangkat lunak apapun yang terinstal sejak awal dalam komputer ini, Anda menyetujui untuk tunduk

Nama Mesin/Peralatan : Wet Kernels Elevator Nama Mesin/Peralatan : Wet Kernels Elevator Gunanya : Mengangkut inti menuju ke kernel dr Gunanya : Mengangkut inti menuju ke kernel

Di mana dirumuskan bahwa tujuan Sosialisme Indonesia sebagai pancaran Pancasila hendaknya selalu menjiwai penyusunan Undan-undang Hukum Warisan Nasional, dengan

Jika pada algoritma SLIQ nilai gini index dihitung dari jumlah rekod pada suatu atribut yang berasosiasi dengan kelas tertentu, maka pada pohon keputusan fuzzy berbasis gini ,

SDH (Syncronous Digital Hierarchy) merupakan teknologi yang sebelumnya telah ada, yang terdiri dari beberapa NE (Network Element) yang saling terhubung dengan menggunakan

Pelaksanaan urusan pemerintahan kabupaten yang pengaturannya telah diserahkan ke gampong pelaksanaannya dievaluasi secara berkala oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya