• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) Di Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) Di Kabupaten Bogor"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENINGKATAN KINERJA

GABUNGAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR

(GP3A)

DI KABUPATEN BOGOR

BOBBY WAHYUDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN

HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir berjudul

STRATEGI PENINGKATAN KINERJA GABUNGAN

PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (GP3A) DI KABUPATEN BOGOR adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif atau dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor

Bogor, Oktober 2014

Bobby Wahyudi

(3)

RINGKASAN

BOBBY WAHYUDI, Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) Di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT dan LALA M. KOLOPAKING

Kegiatan WISMP di Kabupaten Bogor dilaksanakan pihak yang terkait pengelolaan irigasi secara partisipatif. Setiap tahunnya para pihak menyusun rencana kegiatan berdasarkan kesepakatan bersama dan dilaksanakan secara paralel sesuai pembagian peran yang ditetapkan. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan masing-masing instansi pada dasarnya ditujukan untuk mencapai tujuan akhir peningkatan kesejahteraan petani melalui peningkatan pendapatan petani. Sehingga pada awal evaluasi perlu dilihat dan dianalisa bagaimanakah kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) penerima Program WISMP I pada lima tahun pertama ini sudah sesuai dengan yang direncanakan, Bagaimanakah kondisi GP3A pada DI yang menerima dan DI tidak menerima Program WISMP I di Kabupaten Bogor. Berdasarkan permasalahaan tersebut, secara spesifik tujuan penelitian ini adalah 1) Menganalisis kinerja GP3A penerima program WISMP dan bukan penerima program WISMP. 2) Merumuskan Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A).

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Metoda analisis yang digunakan adalah

Importance Performance Analisys (IPA) untuk mengetahui kinerja, Analisis SWOT (Strangths-Weaknesses-Opportunities-Threats) dan Analisis Quantitative Strategies Planning Matrix (QSPM). Hasil Importance Performance Analisys

(IPA) menunjukan ada 6 variabel di kuadran A (tingkat kinerja), 6 variabel di kuadran B (pertahankan kinerja), 6 variabel di kuadran C (prioritas rendah) dan 2 variabel di kuadran D (cenderung berlebihan).

Berdasarkan hasil kajian, prioritas Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air di Kabupaten Bogor sebesar 30% atau 6 variabel yang dinilai harus ditingkatkan kinerjanya, antara lain a) Dapat memberi rasa keadilan kepada anggota (hulu dan hilir) dalam pembagian air (B3), b) Dapat memecahkan masalah, menekan/meredakan konflik pembagian air diantara anggota atau dengan pihak luar (B4), c) Dapat meningkatkan dan mempertahankan intensitas tanaman pada tingkat yang tinggi dengan pengaturan air yang efisien (disamping aspek pertanian lain non-irigasi) (C1), d) GP3A memiliki usaha ekonomi lain yang mandiri dan mendapat bantuan permodalan dari lembaga pembiayaan (D3), e) Adanya alokasi dana yang mencukupi untuk menunjang program pemberdayaan tersebut. (E2), f) Adanya pendampingan petani dan unit pemberdayaan dengan sumber daya manusia yang handal ditingkat kabupaten/kota. (E3).

(4)

Kabupaten Bogor, dengan nilai TAS 8,34; b) Memperkuat koordinasi antar stakeholder melalui fungsi koordinasi Komisi Irigasi, dengan nilai TAS 8,14; c) Meningkatkan dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor untuk pembinaan petani agar bisa berpartisipasi dalam pengelolaan irigasi secara partisipatif dengan nilai TAS 7,93.

Untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan strategi peningkatan kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) di Kabupaten Bogor maka disarankan kepada Pemerintah Kabupaten Bogor adalah a) Menyiapkan anggaran yang lebih besar dari sebelumnya dari dana APBD untuk melakukan pembinaan dan pendampingan secara rutin terhadap GP3A; b) Meningkatkan kerjasama dengan pihak akademisi dan lembaga penelitian untuk penerapan teknologi pertanian dan pengelolaan irigasi partisipatif. c) Peningkatan pendapatan petani, melalui penanaman komoditas pertanian yang mempunyai nilai jual tinggi. d) Peningkatan operasi pembagian air yang lebih baik sehingga kemerataan air meningkat.

(5)

SUMMARY

BOBBY WAHYUDI, Strategies for Increasing The Performance of Water User Associations Federation (WUAF) in Bogor District. Supervised by YUSMAN SYAUKAT dan LALA M. KOLOPAKING

WISMP activity in Bogor District was conducted by involved stakeholders in participatory irrigation management approach. Each year the parties plan activities based on mutual agreement and execute in parallel according to their assigned roles. The activities performed by each agency are basically intended to achieve the ultimate goal of improving the welfare of farmers through increased incomes. In the beginning of the evaluation the performance of Water User Associations Federation (WUAF) needs to be observed and analyzed for both WUAFs who received WISMP and WUAFs who did not apply the program especially in the first five years. Based on the problems analysis, specific purpose of this study are 1) Analyzing the performance of WUAF program recipients and non-recipients WISMP program 2) Formulating Strategies for Increasing The Performance of WUAF.

This research was conducted in Bogor District. Data used in this study consists of primary data and secondary data. Method for analysis was using the Importance Performance Analisys (IPA) to determine the performance, SWOT Analysis (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats) to know the opportunities and threats and Quantitative Analysis of Strategies Planning Matrixs (QSPM) to develop strategies. The Importance Performance Analisys (IPA) shows there are 6 variables in quadrant A (level of performance), 6 variables in quadrant B (keep performance), 6 variables in quadrant C (low priority) and 2 variables in quadrant D (likely exaggerated).

Priority strategy for increasing the performance of WUAF in Bogor District 30% or 6 variables were assessed to be improve, among other a) Having ability to give a sense of justice to members (upstream and downstream) in the distribution of water (B3), b) Having ability to solve problems, pressing / defuse conflicts related water distribution among members and with outsiders (B4), c) Having ability to improve and to maintain cropping intensity at a high level with an efficient water management (in addition to other aspects of non-irrigated agriculture), d) WUAF have another independent economic enterprises and received funding assistance from financial institutions (D3), e) Allocation of sufficient funds to support the development program (E2), f) Assistance of farmers and empowerment unit with qualified human resources at the district level / city. (E3).

(6)

c) Increasing government support for the development of the Bogor District farmers to participate in participatory irrigation management by TAS value 7.93

To improve the effectiveness of strategy for increasing the performance of WUAF in Bogor District, the recommendations to the Government are a) Setting up a bigger budget from the local budget to provide guidance and assistance on a regular basis to WUAF, b) Increasing cooperation with academia and research institutions for the implementation of agricultural technology and participatory irrigation management. c) Increasing income of farmers, through high sales value agricultural commodities cultivation. d) Increasing operation system for better water distribution to achieve equity.

(7)

@ Hak Cipta milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengintipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

STRATEGI PENINGKATAN KINERJA

GABUNGAN PERKUMPULAN PETANI

PEMAKAI AIR (GP3A)

DI KABUPATEN BOGOR

BOBBY WAHYUDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Judul Tugas Akhir : Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) Di Kabupaten Bogor

Nama : Bobby Wahyudi

NRP : H252110095

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Ketua

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS Anggota

Diketahui Oleh

Ketua Program Studi

Manajemen Pembangunan Daerah

Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ma‟mun Sarma, MS, M.Ec Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(11)

PRAKATA

Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan petunjuk, semangat, kesempatan, dan kemudahan sehingga Kajian Pembangunan Daerah yang berjudul “Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) di Kabupaten Bogor” dapat diselesaikan dengan baik dan lancar. Kajian ini merupakan salah saatu syarat untuk memperoleh gelar Magister Propesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang tulus dan terima kasih yang sebesar besarnya kepada Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Ir. Fredian Tony, MS selaku Penguji Luar Komisi Pembimbing yang telaah memberikan bimbingan, arahan, saran dan masukan kepada penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Ibunda Hajjah Yetti Setiawati dan Ayahanda Drs. H. Soemarno, MM yang

selalu memberikan dorongan, do‟a dan semangat.

2. Istri saya Rubai‟ah Darmayanti, ST. M.Sc. yang telah memberikan dorongan moril dan materil serta anak-anak kami tersayang Diva Carissa Ramasuci Wahyudi dan Abyan Tsyaqif Musyafa Wahyudi.

3. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor melalui Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di PS-MPD IPB.

4. Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor yang telah mendukung penulis untuk menempuh pendidikan di PS-MPD IPB.

5. Bapak Dr. Ir. Ma‟mun Sarma, MS, M.Ec. selaku ketua Program Studi dan seluruh sivitas akademika Program Magister Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Dan semua pihak yang telah membantu serta memberikan dukungan, sumbangsih pemikiran, motivasi serta doa kepada penulis sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Akhirnya penulis berharap semoga hasil dari kajian ini bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Oktober 2014

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iv

I. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 4

Sistematika Penulisan 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 5

Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (G3A) 5 Program WISMP (Water Resources and Irrigation Sector Management

Program) 6

Tujuan Program WISMP 7

Sasaran Program WISMP 7

Pembiayaan dan Pengelolaan Irigasi Partisipatif 8

Kelembagaan Pengelolaan Irigasi 10

Kinerja Organisasi 12

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja 12

Kinerja Kelompok Tani 14

Strategi 14

Kajian Empiris Terdahulu 16

III. METODE PENELITIAN 18

Kerangka Pemikiran 18

Lokasi dan Waktu Penelitian 20

Metoda Pengumpulan Data 20

Metoda Pengambilan Contoh 20

Metode Analisis 22

Importance Performance Analysis (IPA) 22 Metode Perumusan Strategi dan Perancangan Program. 25 Penentuan Indikator Faktor-Faktor Internal dan Faktor-Faktor

Eksternal 25

Analisis Matriks IFE dan EFE 26

Analisis Matrik SWOT 28

Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) 31

IV. KONDISI UMUM WILAYAH KAJIAN 33

Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor 33

Kondisi Demografi 34

(13)

Kondisi Sumber Daya Pertanian 35

Karakteristik Responden 36

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 41

Sistem Manajemen Program WISMP 41

Sistem Pembiayaan Proyek 41

Sistem Pengelolaan Proyek 43

Kinerja Proyek 47

Pola Tanam 48

Tingkat Produksi GP3A 48

Perbedaan Kinerja GP3A WISMP dan GP3A Non WISMP 49 Tingkat Kepentingan dan Kepuasan Kualitas Kinerja 50 Faktor Internal dan Eksternal Yang Berpengaruh Terhadap Peningkatan Kinerja GP3A di Kabupaten Bogor 56

Faktor Strategis Internal 56

Faktor Strategis Eksternal 58

Matrik IFE - EFE 60

Hasil Evaluasi Faktor Internal 61

Hasil Evaluasi Faktor Eksternal 61

Perumusan Program 62

Strategi S-O (Strengths-Opportunities) 64

Strategi S-T (Strengths-Threats) 64

Strategi W-O (Weaknesses- Opportunities) 64 Strategi W-T (Weaknesses - Threats ) 65

VI. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM 67

Visi dan Misi Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor 67 Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai

Air (GP3A) di Kabupaten Bogor 67

VII. KESIMPULAN DAN SARAN 72

Kesimpulan 72

Saran 72

(14)

DAFTAR TABEL

2.1 Instansi Pemerintah Daerah yang Membidangi 10 2.2 Data GP3A Dengan Program WISMP APL I pada Kabupaten Bogor 11 2.3 Data GP3A Tanpa Program WISMP APL I pada Kabupaten Bogor 11

3.1 Data GP3A Sampel Kabupaten Bogor 21

3.2 Skor Nilai Kepentingan dan Kepuasan 23

3.3 Indikator yang digunakan Dalam Pengukuran Kinerja GP3A dengan

Program WISMP 24

3.4 Penentuan Nilai Bobot Faktor Strategis Internal 27 3.5 Penentuan Nilai Bobot Faktor Strategis Eksternal 27 3.6 Penentuan Nilai Rating Faktor Strategis Internal 28 3.7 Penentuan Nilai Rating Faktor Strategis Eksternal 28

3.8 Matriks SWOT 29

3.9 Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif - QSPM 32 4.1 Penduduk berumur 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan

ussaha utama dan jenis kelamin di Kabupaten Bogor Tahun 2012 35 4.2 Sebaran Responden Menurut Golongan Umur 37 4.3 Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan 37 4.4 Sebaran Responden Menurut Pengalaaman Lama Bertani 38 4.5 Sebaran Responden Menurut Luas Lahan Usaha Tani 38 4.6 Sebaran Responden Menurut Kepemilikan Lahan 39 4.7 Sebaraan Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga 39 4.8 Sebaraan Responden Menurut Komoditas Utama Usaha 40 5.1 Dana bantuan Pemerintah Pusat ke Pemkab Bogor 41 5.2 Nama DI dan GP3A Kabupaten Bogor yang menerima Program

WISMP I 41

5.3 Dana APBN dan APBD DBMP Kab. Bogor dalam pembinaan terhadap GP3A Mitra Tani peserta WISMP APL I 42 5.4 Dana APBD DBMP Kab. Bogor dalam pembinaan terhadap GP3A

Leubak (Leuwimekar-Barengkok) non peserta WISMP APL I 42

5.5 Daerah Irigasi Cianten Cigatet 44

5.6 Daerah Irigasi Citeureup 44

5.7 Waktu Pembentukan Pengurus GP3A/P3A DI Cianten Cigatet 45 5.8 Waktu Pembentukan Pengurus GP3A/P3A DI Citeureup 45 5.9 Perbedaan GP3A Dengan Program WISMP dan GP3A Tanpa Program

WISMP 47

5.10 Perbandingan rata-rata penggunaan input dan hasil antara petani GP3A penerima program WISMP dan GP3A bukan penerima program

WISMP 49

5.11 Perbedaan Kinerja GP3A Dengan Program WISMP dan GP3A Tanpa

Program WISMP 49

5.12 Data Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kepuasan Kualitas Kinerja

Responden 51

5.13 Hasil Matrik IFE (Internal Factor Evaluation) 61 5.14 Hasil Matrik EFE (External Factor Evaluation) 62

(15)

5.16 Matriks SWOT strategi Peningkatan Kinerja GP3A di Kabupaten

Bogor 63

5.17 Hasil Analisis QSPM dalam perumusan Strategi Peningkatan GP3A di

Kabupaten Bogor 65

6.1 Matriks Program Peningkatan Kinerja GP3A di Kabupaten Bogor

PeriodeTahun 2015 - 2020. 71

DAFTAR GAMBAR

3.1 Bagan Alur Kerangka Pemikiran 19

3.2 Kuadran Importance Performance Analisys 22

3.3 Kerangka Formulasi Strategi 25

3.4 Indikator Faktor-Faktor Internal dan Eksternal 26

3.5 Diagram SWOT 28

4.1 Peta Administrasi Kabupaten Bogor 33

5.1 Grafik Pendanaan dari APBN dan APBD untuk pembinaan GP3A 43 5.2 Pembagian Kuadran IPA Terhadap Hasil Pengukuran Tingkat Kinerja

(16)

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor sumber daya air dan irigasi menjadi bagian yang sangat penting dalam pencapaian kesejahteraan masyarakat, khususnya penyediaan air untuk kebutuhan pertanian. Penyediaan air untuk kebutuhan pertanian, khususnya padi, dilakukan melalui penyelenggaraan sistem irigasi. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (PP 20/2006), irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Sedangkan sistem irigasi sendiri meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia. Aspek-aspek yang termasuk dalam suatu penyelenggaraan sistem irigasi tersebut menjadikan sistem irigasi merupakan salah satu sistem yang bersifat sosia-teknis dan komplek dimana tidak hanya berisikan seperangkat piranti teknis (hardware) tetapi juga terdapat piranti kelembagaan (software) maka pengelolaannya harus dilaksanakan dengan tepat dan terpadu.

Amanat yang terdapat dalam PP 20/2006 adalah pembagian wewenang pengelolaan sistem irigasi, penguatan kelembagaan pengelolaan irigasi, dan penyelenggaraan pengelolaan irigasi secara partisipatif. Berdasarkan luasannya pengelolaan daerah irigasi (DI) dibagi menjadi 3 (tiga) kewenangan meliputi: ≥ 3.000 ha menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat, 3.000 ha - 1.000 ha menjadi tanggung jawab pemerintah Provinsi, dan < 1.000 ha menjadi tanggung jawab pemerintah Kabupaten. Pengelolaan di jaringan primer dan sekunder menjadi tanggung jawab pemerintah, petani bertangung jawab terhadap pengelolaan di jaringan tersier. Kelembagaan pengelolaan irigasi meliputi lembaga atau dinas yang membidangi irigasi, Komisi Irigasi, dan P3A/GP3A. Adapun partisipasi masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi diwujudkan mulai dari pemikiran awal, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan kegiatan dalam pembangunan, peningkatan, operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi. Partsipasinya dapat berupa sumbangan pemikiran, gagasan, waktu, tenaga, material, dan dana.

Sejak tahun 1997, Pemerintah Pusat memulai program untuk reformasi kelembagaan untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintah yang efektif, efisien, akuntabel, dan berkelanjutan. Tujuannya adalah peningkatan peran serta (partisipasi) masyarakat dalam mengelola fasilitas umum dan desentralisasi seperti yang diamanatkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah1.

Sejalan dengan program Pemerintah tersebut Bank Dunia yang telah lama mengikuti perkembangan perubahan peraturan yang ada di Indonesia menyediakan dana untuk membantu Pemerintah menerapkan peraturan-peraturan tersebut. Bank Dunia telah terlibat dalam program JWIMP (Java Irrigation Improvement and Water Management Project 1992-2002) dan WATSAL (Water Resources Sector Adjustment Loan 1999-2003) yang merupakan program yang membantu pelaksanaan reformasi pengelolaan irigasi dan penguatan kelembagaan P3A/GP3A yang dipusatkan di Pulau Jawa. Program tersebut diikuti dengan IWIRIP (2001-2004) dengan tujuan yang sama yang dilaksanakan di luar Pulau Jawa. Melihat dari pengalaman program-program

1

(17)

tersebut Pemerintah bekerja sama dengan Bank Dunia meluncurkan program WISMP (Water Resources and Irrigation Sector Management Program).

WISMP merefleksikan pendekatan baru dalam pembangunan berbasis sektoral untuk menjawab tantangan pelaksaan reformasi. Hal itu disebabkan karena kapasitas kelembagaan, pemerintah daerah, dan petani dinilai masih memiliki kapasitas yang lemah dan pengalaman yang kurang. Adapun tujuan program secara detail adalah: penyempurnaan sistem pengaturan, pengelolaan lembaga, keberlajutan fiskal, perencanaan dan kinerja dalam pengelolaan sumberdaya air dan irigasi dan fasilitasi untuk meningkatkan produktivitas fisik dan ekonomi pertanian beririgasi2. Yang menjadi sasaran program WISMP adalah sektor pengelolaan sumber daya air dan sektor pengelolaan jaringan irigasi. Sektor pengelolaan sumber daya air tidak akan dibahas dalam tesis ini meskipun tujuan utama program WISMP ini adalah mengkonsolidasikan sektor sumberdaya air yang sudah didesentralisasi dan lembaga pengelolaan irigasi partisipatif masyarakat.

Tujuan khusus untuk sektor pengelolaan jaringan irigasi adalah untuk memperjelas pembagian kewenangan antar tingkat pemerintahan, mendorong kerjasama antar pemerintah daerah dan antara pemerintah daerah dengan pusat, menata kelembagaan pemerintah daerah dan pusat, meningkatkan kualitas aparatur pemerintah, meningkatkan kapasitas keuangan pemerintah daerah khususnya di bidang pengelolaan sumber daya air serta rehabilitasi prasarana sungai prioritas dan jaringan irigasi. Peserta WISMP adalah Provinsi dan Kabupaten yang pernah mengikuti program JWIMP dan IWIRIP (Indonesia Water Resources and Irrigation Reform Implementation Program) mengingat WISMP merupakan program lanjutan dari program-program tersebut. Provinsi tersebut adalah Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah. Program WISMP secara resmi dimulai pada tahun 2006.

Kabupaten Bogor yang terletak di wilayah Provinsi Jawa Barat terpilih mengikuti program WISMP bersama Kabupaten Cianjur, Karawang, Subang, Sukabumi, Purwakarta, Bekasi, dan Bandung, karena di wilayah Kabupaten Bogor terdapat 980 DI (43.608 ha) kewenangan pemerintah kabupaten, 8 DI kewenangan provinsi karena letaknya yang lintas dengan kabupaten lain, serta 1 DI kewenangan Pusat yang juga berbatasan dengan kabupaten lain. Kegiatan WISMP dilaksanakan pada Daerah Irigasi yang menjadi kewenangan Kabupaten Bogor sejumlah 10 DI yang melibatkan 10 GP3A. Kegiatan-kegiatan pada WISMP pada dasarnya terbagi dalam kegiatan Peningkatan Kapasitas Pemerintahaan dan P3A, Peningkatan Kapasitas Dinas SDA Kabupaten, Perbaikan Pekerjaan Irigasi Selektif, dan Pendukung Pertanian Beririgasi. Dinas yang terlibat meliputi Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Bina Marga dan Pengairan (DBMP) serta Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) sesuai pembagian peran yang ditetapkan oleh Bappenas. Didalam pelaksanaan program WISMP Kabupaten Bogor, melalui APBD, diharuskan menyediakan dana pendamping sebesar 20% dari besarnya dana loan yang akan dianggarkan pada tahun berjalan. Dengan dana pinjaman dari Bank Dunia dan dana pendamping dari APBD tersebut Kabupaten Bogor melaksanakan kegiatan WISMP.

Setelah keikutsertaan WISMP Kabupaten Bogor selama 2006-2010 perlu dievaluasi perkembangan yang telah ada serta bagaimana dampaknya terhadap kebijakan pengelolaan irigasi secara partisipatif dalam kebijakan pengelolaan irigasi

2

(18)

di Kabupaten Bogor. Maka tesis ini disusun untuk mengetahui dampak dari pelaksanaan kegiatan WISMP terhadap lembaga petani sebagai pelaksana pengelolaan irigasi di Kabupaten Bogor meliputi dampak terhadap kelembagaan pengelolaan irigasi, kondisi jaringan irigasi dan tata kelola airnya. Aspek-aspek tersebut sesuai tujuan khusus pelaksanaan WISMP khususnya untuk pengelolaan irigasi secara partisipatif. Lebih jauh, analisa penerapan kebijakan pengelolaan irigasi secara partisipatif juga perlu dicarikan strategi untuk bisa dilanjutkan setelah berakhirnya program WISMP.

Perumusan Masalah

Kegiatan WISMP di Kabupaten Bogor dilaksanakan pihak yang terkait pengelolaan irigasi secara partisipatif yaitu Bappeda, DBMP, dan Distanhut. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi kegiatan Peningkatan Kapasitas Pemerintahan dan P3A/GP3A, Peningkatan Kapasitas Dinas SDA Kabupaten, Perbaikan Pekerjaan Irigasi Selektif, dan Pendukung Pertanian Beririgasi, Setiap tahunnya para pihak menyusun rencana kegiatan berdasarkan kesepakatan bersama dan dilaksanakan secara paralel sesuai pembagian peran yang ditetapkan. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan masing-masing instansi pada dasarnya ditujukan untuk mencapai tujuan akhir peningkatan kesejahteraan petani melalui peningkatan pendapatan petani. Sehingga pada awal evaluasi perlu dilihat dan dianalisa Bagaimanakah kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) penerima Program WISMP I pada lima tahun pertama ini sudah sesuai dengan yang direncanakan?.

Penguatan kapasitas (pemberdayaan) kelembagaan pengelolaan irigasi mempunyai peran sangat penting dalam usaha melaksanakan keberlanjutan pengelolaan irigasi secara partisipatif. Mengingat kelembagaan pengelolaan irigasi bersifat lintas instansi dan melibatkan beberapa organisasi, maka sangat penting untuk merumuskan Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A), sehingga dapat diambil langkah-langkah strategis yang tepat dalam pengembangan program tersebut oleh Pemerintah Kabupaten Bogor terutama untuk mendukung keberlanjutan pelaksanaan pengelolaan irigasi secara partisipatif.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran aktual tentang kondisi lembaga petani yaitu Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air di Kabupaten Bogor, baik yang menerima program maupun yang tidak menerima program WISMP dan sebagai bahan pembelajaran untuk pengambilan kebijakan selanjutnya bagi pemerintah daerah. Selain itu, penelitian ini dapat pula dijadikan dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan cakupan yang komprehensif dan representatif. Namun berdasarkan perumusan masalah di atas, secara spesifik tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis kinerja GP3A penerima program WISMP dan bukan penerima program WISMP.

2. Merumuskan Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A).

Manfaat Penelitian

(19)

masukan dan evaluasi bagi Pemerintah Kabupaten Bogor tentang hasil pelaksanaan WISMP dan pertimbangan kelanjutan program dalam kerangka kebijakan pengelolaan irigasi Kabupaten Bogor.

Selanjutnya kajian ini merupakan media penerapan ilmu pengetahuan yang di peroleh bagi penulis. Dan yang terakhir, kajian ini bermanfaat sebagai bahan informasi dan rujukan bagi penulisan dan penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Secara umum Program WISMP terdiri dari beberapa tahapan pelaksanaan kegiatan seperti kegiatan penyerahan kewenangan, pembinaan, pelatihan, motivasi, fasilitasi, bimbingan teknis, pendampingan, kerjasama pengelolaan dan audit pengelolaan irigasi. Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji pelaksanaan program WISMP APL Tahap I yang telah dilaksanakan pada kurun waktu tahun 2006 sampai dengan tahun 2010, dan pengambilan data sampel untuk penelitian ini adalah pada akhir pelaksanaan APL I yaitu dari tahun 2010 hingga tahun 2013. Supaya penelitian dapat dilakukan secara lebih mendalam, maka tidak semua indikator kinerja kegiatan Program WISMP ini diukur. Pengukuran dibatasi pada evaluasi dampak kegiatan Program WISMP terhadap kinerja GP3A penerima manfaat. Dan membatasi daerah penelitian pada GP3A Mitra Tani di Desa Karehkel dan GP3A Leubak di Desa Leuwimekar Kecamatan Leuwiliang.

Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman pembaca terhadap isi tesis, maka penulis membuat sistematika penulisan tesis dengan menguraikan isi pokok bab dari bab 1 sampai dengan bab terakhir. Bab 1 merupakan pendahuluan yang menguraikan latar belakang, permasalahan, tujuan, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2 merupakan tinjauan pustaka yang isinya menjelaskan pijakan teori apa yang digunakan dalam penelitian ini. Selain pijakan teori, juga ditampilkan kajian empiris sebelumnya mengenai evaluasi dampak program-program bantuan dana bergulir di Indonesia. Langkah ini perlu dilakukan untuk melihat aspek mana yang telah dan belum dikaji oleh peneliti sebelumnya.

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (G3A)

Dalam rangka mendukung Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif (PPSIP) sesuai yang tertuang dalam UndangUndang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi, perlu dilaksanakan Pemberdayaan Kelembagaan Petani Pemakai Air dalam hal ini adalah Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A). Pemberdayaan GP3A merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan irigasi bagi petani pemakai air yang tergabung dalam wadah organisasi GP3A.3

Pembaharuan kebijakan irigasi ini berjalan terus searah dengan pengembangan dan pengalaman yang diperoleh pada pelaksanaan kebijakan pengembangan irigasi yang diformulasikan dalam tahun 1987, yang memgandung unsur-unsur yang sama. Namun kebijakan baru memberikan peran yang lebih besar untuk pemberdayaan P3A dan Gabungan P3A (GP3A) yang lebih besar, dengan prinsip satu sistem satu pengelolaan, dan lebih spesifik pada partisipasi P3A dalam pengelolaan dan pendanaan sistem irigasi.

Program ini awalnya didasarkan atas Instruksi Presiden 3/1999, dan disahkan dengan Peraturan Pemerintah No. 77/2001 dan Keputusan Menteri lainnya mengenai penyerahan pengelolaan irigasi, pemberdayaan, pendanaan, dan pendefinisian kembali tugas-tugas. Dengan disahkannya Undang-Undang Sumber Daya Air No. 7/2004, PP77/2001 saat ini sedang disesuaikan dan dengan demikian Keputusan Menteri juga harus disesuaikan sesuai Undang-Undang yang baru.

Tujuan dari WISMP dalam rangka Pemeberdayaan GP3A adalah untuk melanjutkan, mempertahankan dan memperbaiki program Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Irigasi (PKPI) di Indonesia.4

Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) adalah istilah umum untuk wadah kelembagaan dari sejumlah P3A yang memamfaatkan fasilitas irigasi, yang bersepakat bekerjasama dalam pengelolaan pada sebagian daerah irigasi atau pada tingkat sekunder.

Tujuan Pembentukan GP3A / IP3A

a. Untuk mengkoordinasikan anggota GP3A/IP3A yang ada diwilayah kerjanya dalam rangka berpartisipasi pada penyelenggaraan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi.

b. Untuk mengkoordinasikan peran serta anggotanya dalam pembagian, pemberian dan penggunaan air irigasi diwilayah kerja GP3A/IP3A dengan prinsip satu sistem irigasi satu kesatuan pengelolaan irigasi.

c. Untuk mewakili perkumpulan petani pemakai air pada Komisi Irigasi Kabupaten/Kota dan Komisi Irigasi Provinsi.

3

Pedoman Teknis Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (PT-PSP C 4. 2-2011) 4

(21)

Secara umum pemberdayan P3A/GP3A/IP3A untuk memandirikan lembaga/ organisasi tersebut dalam bidang teknik, sosial, ekonomi dan organisasi sehingga dapat berperan aktif dalam kegiatan pengembangan dan pengelolaan sistim irigasi partisipatif. Meskipun demikian, karena fungsi dan tugas P3A dalam pengembangan dan pengelolaan irigasi sedikit berbeda dengan GP3A/IP3A, maka

sarana untuk menuju ke ”mandiri” berbeda, dan tingkatan status hukum perlu

selektif sesuai kebutuhannya masing-masing

Pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air pada sistem irigasi (daerah irigasi) ditujukan untuk memandirikan kelembagaan tersebut dalam bidang teknik, sosial ekonomi, kelembagaan dan pembiayaan melalui perkuatan terhadap organisasi sampai berstatus badan hukum, hak dan kewajiban anggota, manajemen organisasi, pengakuan keberadaannya dan tanggung jawab pengelolaan irigasi diwilayah kerjanya. Kemampuan teknis pengelolaan irigasi dan teknis usaha tani. Kemampuan keuangan dan pengelolaannya dalam upaya mengurangi ketergantungan dari pihak lain. Kemampuan kewirausahaan untuk dapat menunjang jalannya roda organisasi dalam rangka membayar iuran pengelolaan irigasi yang dimanfaatkan untuk pembiayaan pengelolaan jaringan irigasi tersier dan jaringan irigasi lainnya yang menjadi tanggung jawabnya dan partisipasi dalam pengelolaan jarigan irigasi primer dan sekunder yang menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota.

Program Pemberdayaan GP3A terdiri dari berbagai kegiatan seperti kegiatan motivasi, pelatihan, penyerahan kewenangan, fasilitasi, bimbingan teknis, pendampingan, kerjasama pengelolaan dan audit pengelolaan irigasi. Program Pemberdayaan GP3A melalui kerjasama pengelolaan Irigsai secara partisipatif, dilakukan untuk mengembangkan kemampuan GP3A di Kabupaten Bogor yang memenuhi syarat untuk mengelola sistem irigasi secara partisipatif. Sehingga apa yang dimaksud dengan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan dapat tercapai.

Program WISMP (Water Resources and Irrigation Sector Management Program)

Sejak krisis moneter pada tahun 1997, Pemerintah Indonesia telah mempraksai program untuk reformasi kelembagaan, menuju perkembangan yang berlanjut dan pemerintah yang efektif, efisien dan dapat dipertanggung jawabkan. Tujuan pertamanya adalah untuk meningkatkan peran masyarakat dalam mengembangkan dan mengoperasikan fasilitas umum, seperti misalnya bangunan prasarana sumber daya air dan jaringan irigasi, merubah peran Pemerintah dari

„penyedia” atau provider barang dan jasa menjadi “pemberi peluang” atau enabler

kepada masyarakat untuk memobilisasi kemampuannya sendiri dalam memecahkan masalah. Tujuan kedua adalah desentralisasi keputusan Pemerintah dan keuangan kepada propinsi dan kabupaten, yang diwujudkan dalam dua Undang – Undang (UU 22 dan 25) tahun 1999 dan diperbaiki dalam tahun 2004.

(22)

(Water Resources Sector Loan) WATSAL; (b) Memperbaiki kinerja pengelolaan sumber daya air dan irigasi melalui peningkatan kemampuan staf pemerintah dan organinasi masyarakat irigasi, (c) Memperbaiki keberlanjutan fiskal sektor dengan melaksanakan berbagai macam mekanisme pemulihan dana yang perlu diperhatikan; dan (d) Melaksanakan program rehablitasi bergulir pada bangunan prasarana sungai dan irigasi umum yang selektif dan stategis.

WISMP (Water Resources and Irrigation Sector Management Program) merupakan program pemberdayaan (capacity building) atas pengembangan dan pengelolaan sumber daya air yang dibiayai oleh dana dari bantuan luar negeri (BLN). Disebutkan dalam PAD (Project Appraisal Document, 2005), WISMP merupakan kelanjutan dari program Java Irrigation Improvement and Water Resources Management Project (JIWMP; Loan 3762-IND) dan program

Indonesia Water Resources and Irrigation Reform Implementation Project

(IWIRIP; Grant TF 027755). WISMP direncanakan akan diselenggarakan dalam jangka waktu 10 tahun (2005-2015), yang pelaksanaannya dibagi dalam 3 tahap yang disebut dengan Adaptable Program Loan (APL). APL 1 dilaksanakan dari tahun 2006 - 2010, APL 2 dan 3 direncanakan akan dilaksanakan tahun 2011-2015.

Tujuan Program Water Resources and Irrigation Sector Management Program

(WISMP)

WISMP - APL 1 memiliki tujuan umum sebagai berikut :

a) Menyempurnakan sistem perencanaan, pengaturan, kelembagaan, kinerja, serta keberlanjutan fiskal dalam pengelolaan sumber daya air dan irigasi, sesuai dengan kebijakan yang tertuang dalam UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah, UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah. b) Melaksanakan fasilitasi untuk meningkatkan produktivitas fisik dan ekonomi

pertanian beririgasi.

Sasaran Program WISMP

Dalam pelaksanaannya, WISMP dibagi atas 3 komponen utama : (a) Komponen A -Perkuatan pengelolaan SDA wilayah sungai pada tingkat nasional dan provinsi; (b) Komponen B - Perkuatan pengelolaan irigasi partisipatif pada tingkat provinsi dan kabupaten; dan (c) Komponen C - Perkuatan pengelolaan proyek di tingkat pusat.

Seperti yang diuraikan dalam Project Management Manual, 2005, kegiatan-kegiatan dalam komponen B Peningkatan Pengelolaan Irigasi Partisipatif adalah : 1. Pengembangan kemampuan P3A dan GP3A untuk dapat mengelola sistem

(23)

2. Mengembangkan kemampuan Dinas Pengairan/SDA, Bappeda, dan lembaga terkait lainnya pada pengelolaan sumberdaya air di provinsi dan kabupaten untuk pelaksanaan pengelolaan irigasi secara partisipatif melalui penyediaan (a) bantuan teknis untuk membantu antara lain dalamuntuk pembentukan dan/atau pengembangan Komisi Irigasi dan Forum Koordinasi Daerah Irigasi, desain modul pelatihan untuk kemampuan komunikasi dan kemampuan O&P, penentuan tingkat pelayanan irigasi, persiapan kemampuan pengelolaan aset jaringan irigasi, pengembangan tata laksana jaminan mutu, persiapan penyusunan harga satuan tenaga dan bahan dari Dinas, pengenalan tata laksana anggaran kebutuhan nyata, dan kaji ulang serta pemutakhiran dari tata laksana dan standar desain bangunan; (b) pelayanan tenaga ahli untuk kegiatan seperti kalibrasi alat ukur dan bangunan bagi; (c) komputer, peralatan transportasi dan komunikasi; dan (d) serangkaian pelatihan dan lokakarya.

3. Pengembangan layanan dukungan pertanian beririgasi di kabupaten dengan GP3A yang terbentuk dan melaksanakan proyek pertanian beririgasi IAIP (Irrigated Agriculture Improvement Program) melalui bantuan teknis termasuk antara lain pelayanan penyuluhan terpadu), pelatihan UKM, pengadaan peralatan pertanian, membangun gudang beras, fasilitas pemasaran, dan penyediaan alokasi biaya sub proyek IAIP.

Selanjutnya kegiatan dalam Komponen B ini dibagi dalam 4 sub kegiatan yaitu: 1. B.1 Kemampuan Pemerintahan P3A dengan tujuan utama peningkatan kinerja

Lembaga yang terlibat dalam pengelolaan irigasi partisipatif seperti Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), Gabungan P3A, IP3A dan Komisi Irigasi Kabupaten/Provinsi;

2. B.2 Kemampuan Dinas Pengairan/Irigasi dengan tujuan utama peningkatan kinerja pelayanan irigasi oleh dinas yang membidangi irigasi;

3. B.3 Perbaikan Pendanaan Dinas Pengairan dengan tujuan utama peningkatan keberfungsian dan keberlanjutan sistem pembiayaan untuk pengelolaan irigasi; 4. B.4 Program Bantuan Pertanian Beririgasi dengan tujuan utama meningkatnya

produksi pertanian dan pendapatan petani di daerah proyek melalui penyediaan air yang lebih baik, fasilitasi layanan sarana produksi dan akses perolehan kredit usaha tani.

Pembiayaan dan Pengelolaan Irigasi Partisipatif

Bantuan luar negeri yang digunakan untuk membiayai WISMP bersumber dari : (1) Bank Dunia sebesar USD 45.000.000; (2) IDA (International Development Assistance) Credit Nomor 3807-IND sebesar IDR 17.900.000; dan (3) Grant dari Pemerintah Belanda Nomor TF 052124 sebesar USD 14.000.000. Pembiayaan kegiatan-kegiatan dalam WISMP dilakukan dengan sistem sharing 80% BLN (Loan/Credit/Grant) dan 20% pemerintah (APBN/APBDP/APBDK). Kesepakatan pelaksanaan WISMP yang tertuang dalam Loan Agreement/Development Credit Agreement/Grant Agreement ditandatangani pada tanggal 24 Juni 2005 (Project Management Manual WISMP, 2005).

(24)

keseluruhan proses pengambilan keputusan serta pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi. Sehingga pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air dan Dinas atau instansi kabupaten/kota atau provinsi yang terkait di bidang irigasi harus ditingkatkan kapasitasnya secara berkesinambungan. Selanjutnya, pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan dengan memaksimalkan penggunaan sumber daya air baik yang berupa air hujan, air permukaan, dan air tanah. Namun demikian PP 20/2006 menyebutkan bahwa pemanfaatan yang maksimal adalah air permukaan.

Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan dengan prinsip satu sistem irigasi satu kesatuan pengembangan dan pengelolaan dengan memperhatikan kepentingan pemakai air irigasi dan pengguna jaringan irigasi di bagian hulu, tengah, dan hilir secara selaras. Hal tersebut untuk menghindari adanya ketidakadilan dan menghilangkan potensi konflik antara hulu dan hilir. Kelembagaan pengelolaan irigasi yang meliputi instansi pemerintah, perkumpulan petani pemakai air, dan komisi irigasi merupakan pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan irigasi partisipatif.

Kebijakan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi disusun dengan memegang prinsip satu sistem irigasi satu kesatuan pengembangan dan pengelolaan. Selanjutnya, pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan secara partisipatif dilakukan dengan pengaturan kembali tugas, wewenang, dan tanggung jawab kelembagaan pengelolaan irigasi, pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air, penyempurnaan sistem pembiayaan pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi untuk mewujudkan keberlanjutan sistem irigasi. Prinsip partisipatif dalam keseluruhan proses pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi diawali dari pemikiran awal, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan kegiatan, pada tahap perencanaan, pembangunan, peningkatan, operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi. Kemudian, Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya memfasilitasi dan memberikan bantuan sesuai dengan permintaan perkumpulan petani pemakai air dengan tidak melupakan prinsip kemandirian (PP 20/2006).

Kebijakan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang efisien dan efektif diperlukan untuk menjamin keberlanjutan sistem irigasi dan hak guna air untuk irigasi. Hal tersebut didasarkan pada kenyataan (Project Implementation Plan WISMP, 2004):

a. adanya pergeseran nilai air dari sumber daya air milik bersama yang melimpah dan dapat dimanfaatkan tanpa biaya menjadi sumber daya yang bernilai ekonomi dan berfungsi sosial;

b. terjadinya kerawanan ketersediaan air secara nasional;

c. meningkatnya persaingan pemanfaatan air antara irigasi dengan penggunaan oleh sektor-sektor lain;

d. makin meluasnya alih fungsi lahan irigasi untuk kepentingan lainnya.

Sesuai dengan kenyataan tersebut di atas, pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya menyediakan pembiayaan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder, sedangkan perkumpulan petani pemakai air dapat berperan serta.

(25)

pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota sesuai kewenangannya dapat membantu sesuai permintaan perkumpulan petani pemakai air dengan memperhatikan prinsip kemandirian.

Kelembagaan Pengelolaan Irigasi

Dalam PP 20/2006 Bab III mengenai Kelembagaan Pengelolaan Irigasi (KPI), yang termasuk dalam KPI adalah instansi pemerintah yang membidangi irigasi, perkumpulan petani pemakai air, dan komisi irigasi. KPI dibentuk oleh pemerintah untuk mewujudkan tertib pengelolaan jaringan irigasi. Mengenai perangkat KPI dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Instansi Pemerintah yang membidangi irigasi

Sesuai dengan tingkatannya maka instansi pemerintah yang membidangi irigasi ditunjukkan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Instansi Pemerintah Daerah yang Membidangi

Pemerintah Pusat Provinsi Kabupaten/Kota Bappenas

b. Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)

(26)

Tabel 2.2 Data GP3A Dengan Program WISMP APL I pada Kabupaten Bogor

3 Cianteun Cigatet 421 Mitra Tani Karehkel Leuwiliang √ 4 Cigamea 502 Seulir Julangga Sukamaju Cibungbulan

g √

5 Cigambreng 177 Sauyunan Tapos 1 Tenjolaya √

6 Cimarayana 315 Marayana

Mukti Cinangneng Ciampea √

7 Situbala 96 Harum Sari Purwasari Darmaga √

8 Cibeet Cikompeni 790 Ciunjang Jaya Sirnasari Tanjung Sari √ 9 Ciomas Tonjong 410 Tirta Buana Cikutamahi Cariu √ 10 Cipamingkis Leungsir 703 Sugih Mukti Sukasirna Jonggol √ Sumber : DBMP Kab. Bogor

Tabel 2.3 Data GP3A Tanpa Program WISMP APL I pada Kabupaten Bogor

No Daerah Irigasi

3 Cikahuripan 501 Giri Saluyu Sukawening Dramaga √ 4 Cigede 338 Tirta Harmonis Gunung Bunder I Pamijahan √

5 Cinangka 146 Darma

Sauyunan Cinangka Ciampea √ 6 Citeureup 125 Leubak Leuwimekar Leuwiliang √ 7 Cihideung 166 Tirta Tani Cihideung Ilir Ciampea √ 8 Cibarengkok 790 Banyu Agung Pasir Gaok RancaBungur √ 9 Cinagara 194 Mina Pelita Cinagara Caringin √

10 Angke 40 Mina Tirta Kemang Kemang √

Sumber : DBMP Kab. Bogor

c. Komisi Irigasi

Komisi Irigasi dibentuk berjenjang pada tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi dan antar provinsi. Keanggotaan komisi irigasi beranggotakan wakil pemerintah kabupaten/kota/provinsi/provinsi terkait, wakil komisi irigasi kabupaten/kota/provinsi yang terkait, wakil perkumpulan petani pemakai air, dan wakil kelompok pengguna jaringan irigasi di suatu daerah irigasi dengan prinsip keanggotaan proporsional dan keterwakilan.

Pada dasarnya tugas Komisi irigasi kabupaten/kota/provinsi membantu bupati/walikota/gubernur terkait untuk : a). merumuskan kebijakan untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi dan fungsi irigasi; b). merumuskan pola dan rencana tata tanam pada daerah irigasi dalam kabupaten/kota (khusus Komisi Irigasi kabupaten/kota); c). merumuskan rencana tahunan penyediaan air irigasi; d). merumuskan rencana tahunan pembagian dan pemberian air irigasi bagi pertanian dan keperluan lainnya; e). merekomendasikan prioritas alokasi dana pengelolaan irigasi; dan f). memberikan pertimbangan mengenai izin alih fungsi lahan beririgasi (khusus Komisi Irigasi kabupaten/kota).

Lebih lanjut mengenai Komisi Irigasi diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 31/PRT/M/2007 tentang Komisi Irigasi.

d. Sumber Daya Manusia

(27)

daya manusia harus meliputi kualitas, kuantitas, status, jabatan, dan kompetensi. Kajian permasalahan dan hambatan dalam SDM serta rekomendasi pemberdayaannya.

Kinerja Oranisasi

Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga perusahaan / instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan – kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda – tanda peringatan adanya kinerja yang merosot.

Kinerja menurut Mangkunegara (2000) “Kinerja ( prestasi kerja ) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya”. Kemudian menurut Sulistiyani (2003) “Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil

kerjanya”. Hasibuan (2001) mengemukakan “kinerja (prestasi kerja) adalah suatu

hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan

kesungguhan serta waktu”. Menurut Whitmore (1997) “Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum ketrampikan”. Menurut Cushway (2002) “Kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan

dengan target yang telah ditentukan”.

Menurut Rivai (2004) mengemukakan kinerja adalah “merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan

oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan”. Menurut Mathis et al. Terjamahaan Sadeli et al. (2001), “menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya

adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan”. Menurut Witmore dalam Coaching for Perfomance(1997) “kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran

umum keterampilan”.

Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional. Mink (1993) mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya: (a) berorientasi pada prestasi, (b) memiliki percaya diri, (c) berperngendalian diri, (d) kompetensi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

(28)

(output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi. Menurut Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi kinerja antara lain : a. Faktor kemampuan Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya. b. Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal. Mc Cleland (1997) seperti dikutip Mangkunegara (2001), berpendapat bahwa “Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi

dengan pencapaian kerja”. Motif berprestasi dengan pencapaian kerja.

Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik baiknya agar mampu

mencapai prestasi kerja (performance) dengan predikat terpuji. Selanjutnya Mc. Clelland, mengemukakan 6 karakteristik dari seseorang yang memiliki motif

yang tinggi yaitu : 1) Memiliki tanggung jawab yang tinggi 2) Berani mengambil risiko 3) Memiliki tujuan yang realistis 4) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan. 5) Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan 6) Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogamkan Menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja : 1) Faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang. 2) Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja 3) Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system). Menurut Kopelman (1988), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah: karakteristik individual (individual characteristics), karakteristik organisasi (organizational charasteristic), dan karakteristik kerja (work characteristics). Lebih lanjut oleh Kopelman dijelaskan bahwa kinerja selain dipengaruhi oleh faktor lingkungan juga sangat tergantung dari karakteristik individu seperti kemampuan, pengetahuan, keterampilan, motivasi, norma dan nilai.

(29)

Kinerja Kelompok Tani

Berbagai penelitian tentang kelompok tani telah dilakukan dengan tolok ukur yang berbeda-beda. Perbedaan tolok ukur ini mungkin disebabkan peneliti belum mengetahui tolok ukur yang ada, atau telah mengetahui tetapi tidak mungkin menerapkannya karena berbagai keterbatasan. Faktor lainnya adalah peneliti mempunyai kepentingan tertentu terhadap suatu aspek yang hendak diteliti. Zakiah et al. (2000) telah mengamati dinamika kelompok tani berdasarkan SK Mentan No. 41/Kpts/OT.210/1992 di wilayah Proyek Pengembangan Lahan Rawa Terpadu (Integrated Swamps Development Project = ISDP). Proyek ini implementasinya dimulai tahun 1994/95 sampai 2000 di Riau, Jambi, Palembang, dan Kalimantan Barat. Disimpulkan oleh Zakiah et al. (2000) bahwa menurunnya dinamika kelompok disebabkan oleh faktor teknis dan faktor sosial. Faktor teknis di antaranya adalah kegagalan panen oleh berbagai sebab seperti serangan hama dan kondisi air, sedang kan faktor sosial yang utama adalah realisasi dari perencanaan yang sudah disepakati yang selalu tidak bisa ditepati. Faktor sosial lainnya adalah kurangnya kepercayaan anggota terhadap pengurus dalam mengelola modal kelompok, keberadaan petugas yang dapat membina kelompok, dan rendahnya kemampuan untuk menjalin hubungan dengan lembaga lain khususnya dengan koperasi unit desa (KUD).

Strategi

Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu. Di dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja, memiliki tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsip-prinsip pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efektif5 .

Strategi adalah cara yang dilakukan untuk mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Sebagai langkah-langkah pelaksanaan diperlukan perumusan serangkai kebijakan (policy formulation method and technique). Strategi untuk seluruh pembangunan adalah mewujudkan keadilan dan kemakmuran , sedangkan kebijakan untuk membangun sektor adalah mengatasi berbagai hambatan dan kendala yang dihadapi (Zahiri, 2008)

Ada tiga tingkatan strategi dibuat dalam organisasi yang lebih besar, yakni meliputi strategi perusahaan, bisnis, dan fungsional (atau operasional). Sementara strategi perusahaan akan menentukan bisnis apakah yang perusahaan akan benar-benar beroperasi di sana, strategi bisnis akan menentukan bagaimana perusahaan akan bersaing di masing-masing bisnis yang telah dipilih. Dan strategi tingkat operasional akan menentukan bagaimana masing-masing bidang fungsional (seperti sumber daya manusia atau akuntansi) benar-benar akan mendukung strategi-strategi bisnis dan korporasi. Semua strategi ini harus berkaitan erat untuk memastikan bahwa organisasi bergerak ke arah yang menyatu.

Data dari pemantauan lingkungan ini kemudian digunakan untuk membuat rencana strategis bagi organisasi - yang kemudian dilaksanakan. Sebuah pepatah lama menyatakan bahwa "gagal dalam merencanakan sama dengan merencanakan

untuk gagal”. Jika sebuah organisasi tidak merencanakan arahnya, dia juga

5

(30)

terbilang tidak mengambil kendali atas masa depannya. Tahap implementasi melibatkan hampir semua anggota organisasi. Akibatnya, perusahaan akan perlu melibatkan lebih banyak karyawan dalam tahap perencanaan. Sementara perhatian historis lebih diberikan untuk tahap perencanaan, organisasi saat ini yang cerdik juga menyadari sifat kritis dari aspek pelaksanaan. Rencana terbaik tak ada artinya jika implementasinya cacat.

Komponen terakhir dari manajemen strategis adalah evaluasi dan pemantauan kemajuan perusahaan ke arah sasaran strategisnya. Organisasi-organisasi yang meyakini bahwa proses terbilang selesai setelah rencana diimplementasikan hanya akan menemukan diri mereka menemui kegagalan. Penting sekali bagi organisasi untuk terus memantau kemajuannya.

Menurut Adisasmita (2006), dalam mewujudkan tujuan pembangunan masyarakat terdapat paling sedikit empat jenis srategi :

1. Strategi pembangunan (growth strategy) 2. Strategi kesejahteraan (welfare strategy)

3. Strategi yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat (responsive strategy) 4. Strategi terpadu atau strategi yang menyeluruh (integrated or holisticstrategy).

Pada dasarnya strategi pembangunan masyarakat adalah mirip dengan strategi pembangunan perdesaan. Azas atau karakteristik masyarakat adalah memiliki sifat semangat masyarakat bergotong royong dan saling tolong menolong, tidak bersifat individualitas, membangun secara bersama-sama, pelibatan anggota masyarakat atau peran serta masyarakat adalah besar. Demikian pula dengan masyarakat perdesaan, oleh karena itu strategi pembangunan masyarakat atau community development strategi mempunyai azas yang serupa dengan strategi pembangunan perdesaan. Apa bila dikaji lebih dalam dan lebih luas konsep community development dapat dikembangkan sebagai mekanisme perencanaan pembangunan yang bersifat bottom-up yang melibatkan peran serta masyarakat dalam berbagai kegiatan perencanaan dan pembangunan perkotaan. Strategi kebijaksanaan pembangunan perdesaan diarahkan kepada :

1. Pengembangan kelembagaan yang dapat mempercepat proses modernisasi perekonomian masyarakat perdesaan melalui pengembangan agribisnis, jaringan kerja produksi dan jaminan pemasaran.

2. Peningkatan investigasi dalam pengembangan sumber daya manusia yang dapat mendorong produktivitas, kewiraswastaan dan ketahanan sosial masyarakat perdesaan.

3. Peningkatan ketersediaan pelayanan prasarana dan sarana perdesaan untuk mendukung proses produksi, pengolahan, pemasaran dan pelayanan sosial masyarakat.

4. Peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengolahan lahan untuk menopang kegiatan usaha ekonomi masyarakat perdesaan secara berkelanjutan.

5. Peningkatan kemampuan organisasi pemerintah dan lembaga masyarakat perdesaan untuk mendukung pengembngan agribisnis dan pemberdayaan petani dan nelayan.

(31)

Kajian Empiris Terdahulu

Beberapa studi terkait dengan peningkatan kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A), diantaranya seperti yang dilakukan oleh Caesarion (2011), melakukan penelitian mengenai efektivitas program PUAP terhadap kinerja usaha kecil dengan menggunakan metode statistik analisis regresi linier berganda. Variabel yang digunakan adalah kesesuaian perencanaan dengan pelaksanaan kegiatan usaha tani; pengembangan agribisnis perdesaan; pengembangan usaha mikro; dan peran pendampingan. Hasil analisis menunjukkan bahwa setelah adanya bantuan program PUAP kinerja usaha kecil pertanian menjadi lebih efektif.

1) Santosa et al. (2003) pendekatan penelitian evaluasi dampak yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode ESCAP (Economic and Social Commision for Asian and Pacific) yakni dengan menilai beberapa indikator seperti peningkatan pendapatan, pengurangan kemiskinan, efisiensi penyaluran program dan kelangsungan dana. Program penanggulangan kemiskinan yang dievaluasi meliputi program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), dan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), yang ketiganya dikategorikan sebagai Program Kerja Mandiri dan Proyek Pembangunan Fisik dalam Program PPK yang dikategorikan sebagai Program Padat Karya. Hasil kesimpulan dari penelitiannya adalah bahwa pelaksanaan program pinjaman bergulir lebih berhasil dalam menanggulangi kemiskinan di wilayah sampel dibanding dengan program padat karya.

2) Ravallion et al. (2005) melakukan evaluasi dampak pelaksanaan Program Trajabar di Argentina. Penelitian ini bertujuan untuk melihat evaluasi dampak (Impact Evaluation) tentang manfaat yang diperoleh orang miskin dari pasar tenaga kerja. Metode yang digunakan dalam mengukur evaluasi dampak ini adalah Selisih-dalam selisih (Difference-in-difference). Evaluasi dampak yang dilakukan menyangkut aspek tingkat pendapatan, tingkat partisipasi orang miskin, dan tingkat pengangguran. Langkah yang dilakukan adalah menghitung perubahan tingkat pendapatan orang miskin yang mengikuti program Trajabar sebelum intervensi program (baseline) dan setelah adanya intervensi. Selain itu dilakukan juga proses netting-out dengan membentuk Kelompok Kontrol sehingga diperoleh besar dampak yang ditimbulkan dari program tersebut.

3) Chandra et al. (2010) melakukan pendekatan evaluasi dampak pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan dengan menggunakan evaluasi kualitatif yakni mengukur penilaian baik, sedang, dan buruk dari suatu program dengan menitikberatkan pada proses pelaksanaan program mulai dari input, proses, output, outcome, dan benefit.

4) Akbar (2011) melakukan penelitian mengenai Strategi Keberlanjutan Program PUAP di Kabupaten Karawang dengan menganalisis pada kinerja gapoktan penerima PUAP dengan metode analisis yang digunakan adalah

(32)

strategi keberlanjutan program PUAP didasarkan pada aspek peningkatan kualitas dan kinerja Gapoktan di Kabupaten Karawang.

(33)

III. METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dibuat untuk memahami arah kajian tentang strategi peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor. Program WISMP yang prakarsai oleh Direktorat Jederal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum sejak tahun 2005 dilatarbelakangi oleh permasalahan yang dihadapi oleh petani dalam pengelolaan air irigasi dan meningkatkan kesejahteraan.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah penyangga Ibu Kota Negara Indonesia, hal ini menyebabkan lahan pertanian khususnya lahan sawah semakin sedikit karena banyak beralih fungsi menjadi pemukiman dan industri. Sampai tahun 2012 besarnya luas lahan yang dipergunaakan untuk sawah yaitu sekitar hanya 18 % dari seluruh luas lahan yang ada di Kabupaten Bogor, luas lahan sawah pad tahun 2012 sebesar 47.932 Ha dan yang menggunakan irigasi mencapai 81,10 %.

Penelitian ini dimulai dengan pengindetifikasian objek GP3A yang ada di Kabupaten Bogor. Kemudian dilakukan penentuan objek penelitian yang dapat mempengaruhi berkembangnya pengelolaan irigasi partisipatif di Kabupaten Bogor. Metode ini menggunakan data primer yakni melalui kuisioner dan serangkaian wawancara langsung. Sumber data primer diperoleh dari responden yang dipilih secara sengaja (purposive sampling), responden yang dipilih dianggap mempunyai pengetahuan, kemampuan dan beberapa pihak yang berkepentingan.

Penilaian kinerja GP3A Mitra Tani dianalisis dengan menggunakan metode

Importance Performance Analysis. Data yang dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis sehingga mampu memberikan gambaran dan penjelasan terhadap permasalahan dalam penelitian ini.

Dalam memperoleh strategi yang diinginkan untuk Pengelolaan Irigasi Partisipatif di Kabupaten Bogor, selanjutnya dengan analisa SWOT dilakukan pemilahan mana yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman nantinya diharapkan mampu memetakan kondisi yang ada, sehingga dapat dibuat strategi kebijakan yang terdiri dari strategi SO, strategi ST, strategi WO dan strategi WT.

Hasil strategi yang dilakukan dari analisis SWOT akan didapatkan beberapa alternatif strategi pengembangan Pengelolaan Irigasi Partisipatif di Kabupaten Bogor. Kemudian dilakukan penyususnan matriks Quantitatif Strategy Planing

(QSP) untuk mendapatkan strategi pengembangan yang di inginkan.

(34)

Gambar 3.1 Bagan Alur Kerangka Pemikiran PERMASALAHAN

Rendahnya tingkat kinerja dan kemampuan kelembagaan yang terlibat dalam pengelolaan

irigasi partisipatif

Kinerja GP3A Tanpa Program

WISMP

Kinerja GP3A Dengan Program

WISMP

STRATEGI PENGEMBANGAN PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF

DI KABUPATEN BOGOR Pemerintah Pusat

Bappenas, Kementerian PU

WORLD BANK

PROGRAM WISMP APL I Pemerintah Daerah

Kabupaten Bogor Dinas Bina Marga

dan Pengairan

Analisis SWOT

Quantitif Strategi Planing Matrik Evaluasi

(35)

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian secara umum ini dilaksanakan di Kabupaten Bogor, khususnya pada Daerah Irigasi yang terdapat di Kecamatan Leuwiliang, yang sudah memiliki pengurus GP3A, sebanyak 1 Daerah Irigasi dalam masa periode pelaksanaan program WISMP I (2005-2010), dan 1 Daerah Irigasi yang belum menerima program WISMP 1. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan Kabupaten Bogor merupakan salah satu kota di Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak di provinsi Jawa Barat. Sejak pelaksanaan kegiatan Program WISMP tahun 2007 belum pernah dilakukan evaluasi dampak terhadap peningkatan pendapatan petani penerima manfaat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor sebagai pelaksana Program WISMP di Kabupaten Bogor. Mengingat segala upaya yang telah dilakukan untuk program ini, mulai dari perencanaan, pelaksanaan program dan dana yang dialokasikan, evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan Program WISMP di Kabupaten Bogor harus dilakukan untuk mengetahui sejauh mana indikator keberhasilan program tercapai, sehingga penggunaan segala sumber daya tersebut tidak sia-sia. Pengambilan sampel dilaksanakan sejak bulan Juli sampai dengan bulan September 2013, dalam dua priode, priode kedua selama 30 hari, merupakan priode evaluasi dan melengkapi kekurangan data yang telah diperoleh pada priode pertama.

Metode Pengumpulan Data

Dilihat dari sumber datanya, pengumpulan data dapat menggunakan data primer dan data sekunder (Kuncoro, 2003). Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data. Dalam hal ini penulis menggunakan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan program WISMP dari berbagai lembaga pemerintah seperti Dirjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum berupa dokumen Project Appraisal Document (PAD), Project Implementation Program (PIP) dan Project Management Manual (PMM) serta dari Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabuapten Bogor, Kantor Kecamatan Leuwiliang, Kantor Desa Karehkel, Kantor Desa Barengkok, dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor baik secara langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan Program WISMP.

Data primer adalah data yang diperoleh dengan survei lapangan yang menggunakan semua metode pengumpulan data original (Kuncoro, 2003). Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui kuesioner yang selengkapnya disajikan dalam lampiran yang ditujukan kepada GP3A penerima manfaat dan GP3A bukan penerima manfaat. Selain kuesioner, untuk memperdalam pemahaman terhadap masalah yang sedang diteliti, penulis juga melakukan wawancara (interview) pada pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan program WISMP di GP3A, antara lain dengan Kepala GP3A dan pengurusnya, pendamping/penyuluh yang mendampingi GP3A tersebut.

Metoda Pengambilan Contoh

(36)

program WISMP antara tahun 2006 sampai tahun 2010. Dua desa terpilih adalah Desa Karehkel dan Desa Leuwimekar.

Pengambilan contoh dilakukan terhadap GP3A Mitra Tani pada DI Cianten

– Cigatet yang berlokasi di Desa Karehkel sebagai penerima manfaat Program WISMP dan GP3A Leubak pada DI Citeureup yang berlokasi di Desa Leuwimekar sebagai bukan penerima manfaat Program WISMP dipilih secara

purposive sebagai lokasi contoh, alasan pertimbangan pemilihan GP3A Mitra Tani dan GP3A Leubak dengan pertimbangan sebagai berikut :

1. Keberadaan GP3A Mitra Tani sudah terbentuk sejak awal dimulainya program WISMP sebagai lembaga otonom dari unit usaha GP3A penerima bantuan dana WISMP. GP3A Mitra Tani merupakan GP3A yang sudah lama berdiri di antara rata-rata GP3A lainnya.

2. Kelengkapan administrasi juga merupakan salah satu penilaian didalam menentukan GP3A yang dipilih untuk penelitian.

3. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat Desa Karehkel dan Desa Leuwimekar adalah buruh dan petani dengan jumlah warga miskinnya hampir merata.

4. GP3A Leubak pada DI Citeureup Desa Leuwimekar sebagai kelompok yang tidak/belum pernah menerima program WISMP hanya dari dana APBD saja.

Jumlah pengambilan petani contoh dilakukan secara proporsional. Total petani contoh yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 30 petani contoh dengan pembagian 15 petani contoh penerima program WISMP dan 15 petani contoh bukan penerima program WISMP.

Tabel 3.1 Data GP3A Sampel Kabupaten Bogor

No Daerah Irigasi

1 Cianteun Cigatet 421 Mitra Tani Karehkel Leuwilian

g √

2 Citeureup 125 Leubak Leuwimekar Leuwilian

g √

Gambar

Tabel 2.2 Data GP3A Dengan Program WISMP APL I pada Kabupaten Bogor
Gambar 3.1 Bagan Alur Kerangka Pemikiran
Tabel 3.1 Data GP3A Sampel Kabupaten Bogor
Gambar 3.2.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui kondisi faktor internal (Kekuatan dan Kelemahan) dan faktor eksternal (Peluang dan Ancaman) dalam Balai Benih Ikan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor strategis internal dan eksternal (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman), merumuskan alternatif strategi

Berdasarkan hasil perhitungan analisa faktor internal yang terbagi atas kekuatan dan kelemahan serta analisa faktor eksternal yang terbagi atas peluang dan ancaman dapat

Strategi ini menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk memanfaatkan peluang-peluang eksternal agar memperoleh keuntungan bagi perusahaan. Alternatif yang dapat

Berdasarkan faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang telah diketahui dari analisis internal dan eksternal sektor pariwisata Kabupaten Banyumas, maka

Berdasarkan analisis dengan menggunakan matriks SWOT, yang dilakukan dengan membandingkan faktor Peluang dan Kekuatan (Strategi SO), Peluang dan Kelemahan

Berdasarkan hasil analisis IFAS dan EFAS atau faktor internal dan eksternal bahwa diketahui ada banyak macam kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.

Melalui pendekatan analisis secara internal dipengaruhi oleh Strengths Kekuatan, Weaknesses Kelemahan, dan dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu Opportunities Peluang, dan Threats