• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pemasaran Nanas Di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor Dengan Pendekatan Food Supply Chain Network

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sistem Pemasaran Nanas Di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor Dengan Pendekatan Food Supply Chain Network"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM PEMASARAN NANAS

DI KECAMATAN CIJERUK KABUPATEN BOGOR

DENGAN PENDEKATAN

FOOD SUPPLY CHAIN NETWORK

MURNI ANGGRAENI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sistem Pemasaran Nanas di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor dengan Pendekatan Food Supply Chain Network adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Murni Anggraeni

(4)

RINGKASAN

MURNI ANGGRAENI. Sistem Pemasaran Nanas di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor dengan Pendekatan Food Supply Chain Network. Dibimbing oleh SUHARNO dan SITI JAHROH.

Nanas bogor dikembangkan sebagai komoditas asli dari Kabupaten Bogor, terutama sebagai salah satu potensi sumber daya lokal yang ada di Kecamatan Cijeruk. Adanya potensi pengembangan nanas di Kabupaten Bogor akan sangat baik apabila didukung dengan suatu sistem pemasaran yang efisien dan berkelanjutan karena produk pertanian seperti nanas harus segera dipasarkan karena sifatnya yang bulky, perishable, dan voluminous. Untuk mengetahui sejauh mana optimalisasi pemasaran nanas pada rantai pasok nanas Kecamatan Cijeruk dan upaya perbaikan yang dapat dilakukan, dilakukan analisis kondisi dan kinerja rantai pasok dengan kerangka Food Supply Chain Network (FSCN). Selain itu, karena lembaga pemasaran berpengaruh terhadap keuntungan yang diperoleh petani, dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan saluran pemasaran oleh petani. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kondisi dan kinerja rantai pasok nanas Bogor di Kecamatan Cijeruk dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan saluran pemasaran.

Berdasarkan kerangka analisis FSCN, sistem pemasaran nanas di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor belum menerapkan pengelolaan rantai pasok yang modern. Hal tersebut dilihat dari rantai pasok nanas yang belum memenuhi kriteria yang diinginkan dalam kerangka analisis deskriptif FSCN. Rantai pasok belum memiliki sasaran yang jelas, proses bisnis belum terintegrasi, manajemen tidak diterapkan dalam rantai pasok, serta terdapat kendala pada sumber daya rantai pasok terutama dalam hal permodalan. Hal ini tidak otomatis menunjukkan bahwa kondisi sistem pemasaran nanas di Kecamatan Cijeruk tidak baik, melainkan tuntutan kriteria di dalam FSCN terlalu banyak dan kurang tepat diterapkan untuk rantai pasok pertanian di negara berkembang, terlebih untuk lingkup yang kecil seperti Kecamatan Cijeruk.

Meski demikian, pengukuran kinerja rantai menunjukkan hasil yang cukup baik. Seluruh lembaga pemasaran menjalankan fungsi-fungsi pemasaran dengan cukup baik, penentuan harga ditentukan oleh mekanisme pasar, sebagian besar pembayaran dilakukan secara tunai, dan terdapat kerja sama antar lembaga pemasaran. Selain itu farmer’s share pada masing-masing cukup besar sehingga cukup menguntungkan bagi petani, meskipun masih ada satu dari sepuluh saluran pemasaran yang belum efisien. Faktor yang berpengaruh signifikan dalam pengambilan keputusan petani nanas dalam memilih saluran pemasaran adalah biaya pemasaran. Sebagian besar petani menjual nanasnya kepada pedagang pengumpul desa karena lokasi yang dekat sehingga biaya pengangkutan lebih murah.

(5)

SUMMARY

MURNI ANGGRAENI. Marketing System of Pineapple in Cijeruk Subdistrict Bogor Regency with Food Supply Chain Network Approach. Supervised by SUHARNO and SITI JAHROH.

Pineapple is developed as the original commodity from Bogor, especially as one of the potential local resources in Cijeruk. Pineapple development in Bogor will be very good if it is supported by a marketing system that is efficient and sustainable, as agricultural product like pineapple should be marketed soon because of its characteristics of bulky, perishable, and voluminous. To determine the extent of the optimization of the pineapple marketing of pineapple supply chain in Cijeruk and the efforts that can be done to improve its performance, the condition and performance of the supply chain are analyzed with Food Supply Chain Network (FSCN) framework. In addition, because marketing channel affects the profits of farmers, the factors that influence the farmer’s marketing channel choice are also analyzed. The objectives of this study are to analyze the condition and performance of the pineapple supply chain in Cijeruk and to determine the factors that influence the farmer’s marketing channel choice.

The results showed that under the terms of FSCN, pineapple marketing system in Cijeruk has not applied the modern supply chain management. It is seen from the pineapple supply chain that has not fulfilled the desired criteria of the FSCN framework. The pineapple supply chain does not have clear goals, the business processes have not been integrated, management has not been implemented in the supply chain, and there are constraints on supply chain resources, especially in terms of capital. It does not automatically indicate that the condition of the pineapple marketing system in Cijeruk is not going well, but the criteria in FSCN is too complicated and less appropriate to be applied to agricultural supply chains in developing countries, especially for the small scope such as Cijeruk Subdistrict.

Nonetheless, the supply chain performance that measured through marketing efficiency approach showed that the pineapple supply chain has a quite good performance. The entire marketing agencies carry out marketing functions quite well, pricing is determined by market mechanism, most payments made in cash, and there is a good relationship among marketing agencies. In addition, the farmer's share of each is quite profitable for farmers, even though there is one out of ten marketing channels that is not efficient. The factor that is significant in the

pineapple farmers’ decision making in choosing the marketing channel is

marketing cost. Most farmers sell their pineapple to the local traders because the location is near so the delivery cost is not high.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

SISTEM PEMASARAN NANAS

DI KECAMATAN CIJERUK KABUPATEN BOGOR

DENGAN PENDEKATAN

FOOD SUPPLY CHAIN NETWORK

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah pemasaran, dengan judul Sistem Pemasaran Nanas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor dengan Pendekatan Food Supply Chain Network.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Suharno, MADev dan Dr Siti Jahroh, BSc, MSc selaku komisi pembimbing, yang telah memberikan arahan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada evaluator kolokium, Dr Ir Anna Fariyanti Msi, untuk masukan dan saran perbaikan pada proposal penelitian. Terima kasih kepada penguji luar komisi, Dr Ir Netti Tinaprilla, MM, dan penguji dari program studi, Dr Ir Burhanuddin, MM, pada ujian tesis untuk koreksi dan saran dalam perbaikan tesis ini. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada seluruh pihak di Kecamatan Cijeruk yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, dan sahabat atas segala doa dan kasih sayangnya. Begitu juga bagi rekan-rekan di Program Studi Magister Sains Agribisnis, terima kasih untuk segala doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

Rantai Pasok 7

Saluran Pemasaran Komoditas Pertanian 9

3 KERANGKA PEMIKIRAN 11

Kerangka Pemikiran Teoritis 11

Kerangka Pemikiran Operasional 16

4 METODE PENELITIAN 18

Lokasi dan Waktu Penelitian 18

Jenis dan Sumber Data 18

Metode Pengumpulan Data 18

Metode Pengolahan dan Analisis Data 19

Analisis Rantai Pasok Nanas 19

Analisis Efisiensi Pemasaran 20

Analisis margin pemasaran 20

Analisis Farmer’s Share 21

Analisis Rasio Keuntungan terhadap Biaya 21

Analisis Pilihan Saluran Pemasaran 22

5 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 25

Deskripsi Lokasi Penelitian 25

Karakteristik Responden 26

Budidaya Nanas 27

6 RANTAI PASOK NANAS 29

Sasaran Rantai Pasok 29

Struktur Hubungan Rantai Pasok 31

Proses Bisnis Rantai 36

Manajemen Rantai Pasok 41

Sumber Daya Rantai Pasok 45

Kinerja Rantai Pasok 46

Faktor yang Mempengaruhi Pilihan Saluran Pemasaran Nanas 52

7 SIMPULAN DAN SARAN 57

Simpulan 57

(14)

DAFTAR ISI (lanjutan)

DAFTAR PUSTAKA 59

(15)

DAFTAR TABEL

1 Perkembangan volume ekspor komoditas buah tahun 2008 – 2012 1 2 Kabupaten dengan jumlah produksi nanas terbanyak di Jawa Barat

tahun 2008 - 2012 2

3 Kerangka analisis deskriptif rantai pasok 20

4 Rincian peubah penjelas model regresi binary logit 23 5 Karakteristik petani responden di Kecamatan Cijeruk 26 6 Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran 32 7 Proses bisnis yang dapat diintegrasikan dalam rantai pasok 37 8 Dua kelompok komponen manajemen yang harus diselaraskan dalam

rantai pasok 44

9 Farmer's share pada saluran pemasaran nanas di Kecamatan Cijeruk 47

10 Rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran nanas di Kecamatan

Cijeruk 48

11 Nilai efisiensi pemasaran pada masing-masing saluran pemasaran nanas

di Kecamatan Cijeruk 49

12 Uji Hosmer dan Lemeshow 53

13 Tes Omnibus pada koefisien model 54

14 Estimasi parameter dan odds ratio 54

DAFTAR GAMBAR

1 Skema diagaram rantai pasok 12

2 Kerangka analisis deskriptif rantai pasok 13

3 Konsep margin pemasaran 15

4 Kerangka pemikiran operasional penelitian 17

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hortikultura merupakan salah satu subsektor unggulan dalam sektor pertanian di Indonesia. Hal tersebut terlihat pada nilai kontribusi hortikultura terhadap PDB Indonesia yang terus meningkat. Dari tahun 2005 sampai 2009, PDB nasional hortikultura mengalami peningkatan sebesar 44.13 persen, yakni dari 61.79 triliun rupiah menjadi 89.057 triliun rupiah1.Komoditas hortikultura memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan pembudidayaannya perlu dilakukan secara intensif dengan keterampilan tinggi. Tanaman hortikultura cocok diusahakan di Indonesia. Hortikultura di antaranya terdiri atas sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman biofarmaka, dan tanaman hias.

Nanas merupakan salah satu komoditas hortikultura unggulan Indonesia. Sebagai buah lokal yang paling diminati di pasar internasional, nanas menjadi komoditas hortikultura ekspor andalan Indonesia. Pada Tabel 1, terlihat bahwa nanas merupakan buah dengan volume ekspor tertinggi pada periode 2008 sampai 2012. Indonesia juga merupakan negara produsen nanas terbesar kelima di dunia dan pengekspor nanas kalengan ketiga di dunia setelah Thailand dan Filipina. Volume ekspor nanas Indonesia sempat mengalami penurunan sebesar 33.51 persen pada tahun 2009 dan 11.32 persen pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun sebelumnya, namun kembali meningkat pada tahun 2011 dan 20122.

Tabel 1 Perkembangan volume ekspor komoditas buah tahun 2008–2012

No Komoditas Volume Ekspor (Ton)

2008 2009 2010 2011 2012

1 Nanas 269 664 179 310 159 009 189 223 198 123

2 Manggis 9 466 11 319 11 388 12 603 19 724

3 Pisang 1 970 701 14 1 735 2 674

4 Mangga 1 906 1 616 999 1 485 1 525

5 Jeruk 1 402 1 108 1 339 1 005 1 315

6 Melon dan

Semangka 1 183 631 271 425 753

7 Rambutan 725 666 533 496 654

8 Apel 171 143 86 112 42

9 Anggur 103 97 148 555 835

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura (2012)

Selain untuk diekspor, nanas juga memiliki pasar domestik yang potensial. Meskipun berdasarkan data konsumsi nanas di Indonesia dari Susenas dalam Pusdatin Kementerian Pertanian (2014) minat masyarakat untuk mengonsumsi

______________________

1

RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun 2010-2014. http://www.pertanian.go.id/sakip/admin/file/RENSTRA-HOR.pdf. [Diakses pada 19 Mei 2014]

2

(18)

2

nanas segar semakin menurun, masyarakat tetap suka mengonsumsi nanas setelah diolah menjadi nanas kaleng, manisan nanas, selai nanas, dodol nanas, keripik nanas, dan lain-lain. Luas panen, produksi, dan produktivitas nanas di Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Pada periode 1998 sampai 2012, luas panen nanas meningkat dengan rata-rata peningkatan sebesar 12.27 persen per tahun. Perkembangan produksi nanas juga cenderung meningkat sejalan dengan perkembangan luas panennya, yakni rata-rata 13.35 persen per tahun. Sementara itu, rata-rata pertumbuhan produktivitas nanas untuk periode yang sama adalah sebesar 7.34 persen per tahun3. Dengan demikian, nanas sangat cocok untuk dikembangkan di Indonesia.

Berdasarkan rata-rata produksi nanas tahun 2008 sampai 2012, Jawa Barat merupakan salah satu daerah penghasil nanas terbesar di Indonesia dengan kontribusi sebesar 22.72 persen dengan rata-rata produksi 350.77 ton. Beberapa daerah penghasil nanas di Jawa Barat antara lain Kabupaten Subang, Bogor, Tasikmalaya, Cianjur, dan Ciamis. Produksi nanas di daerah-daerah tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kabupaten dengan jumlah produksi nanas terbanyak di Jawa Barat tahun 2008–2012

Kab. Tasikmalaya 232.90 346.20 404.50 434.30 269.00

Kab. Ciamis 322.20 379.80 364.10 258.70 250.00

Jawa Barat 316 889.30 465 803.90 385 640.60 499 899.20 174 452.00

Sumber: Kementerian Pertanian 2014

Berdasarkan Tabel 2, Kabupaten Bogor merupakan daerah penghasil nanas terbesar kedua setelah Subang. Meski begitu, persentase rata-rata peningkatan produksi nanas per tahun Kabupaten Bogor lebih tinggi dibandingkan kabupaten lainnya, yaitu 48 persen pada periode 2008 sampai 2012. Departemen Pertanian dalam Program Pengembangan Sentra Produksi Hortikultura di Jawa Barat telah menetapkan Bogor sebagai salah satu daerah yang memiliki potensi untuk dikembangkan.

Badan Perencanaan dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bogor, sebagai salah satu instansi yang memiliki fungsi perencanaan pembangunan daerah, mengembangkan nanas sebagai komoditas asli dari Kabupaten Bogor, terutama sebagai salah satu potensi sumberdaya lokal yang ada di Kecamatan Cijeruk. Kecamatan Cijeruk merupakan daerah penghasil nanas terbesar di Bogor. Penyebaran produksi nanas di Kecamatan Cijeruk di antaranya di Desa Cipelang, Sukaharja, Palasari, Cijeruk, dan Tajur Halang.

Pengembangan nanas sebagai komoditas asli Kabupaten Bogor bertujuan meningkatkan potensi sumberdaya ekonomi lokal. Adanya potensi pengembangan nanas di Kabupaten Bogor akan sangat baik apabila didukung dengan suatu sistem

______________________

3

(19)

3 pemasaran yang efisien. Hal ini disebabkan nanas merupakan produk primer mempunyai karakteristik perishable, voluminous, dan bulky. Sebagai upaya pengembangan nanas sebagai komoditas asli dari Kabupaten Bogor untuk menjadi nanas yang mampu bersaing dengan nanas yang berasal dari luar Bogor, perbaikan sistem pemasaran akan selalu menjadi kebutuhan. Perbaikan sistem pemasaran diupayakan untuk memperbesar nilai yang diterima petani, memperkecil biaya pemasaran, serta menciptakan harga jual dalam kemampuan daya beli konsumen. Sistem pemasaran yang baik adalah sistem yang tidak hanya efisien, tetapi juga berkelanjutan. Pemasaran nanas Bogor yang efisien memberikan kontribusi yang adil bagi setiap pelaku yang terlibat. Bagian yang diterima dalam sistem pemasaran yang efisien tersebut akan mendorong motivasi petani dan lembaga-lembaga yang terlibat untuk meningkatkan produktivitasnya sehingga tujuan tersebut diharapkan dapat tercapai. Sementara itu, untuk menjadi sistem pemasaran yang berkelanjutan, diperlukan adanya pengelolaan (governance) yang merupakan bentuk koordinasi aktor-aktor dalam pemasaran nanas. Jika pada hubungan antar-aktor sudah terdapat pengaturan, dapat diindikasikan sistem tersebut sudah dikelola mengikuti asas supply chain management.

Secara umum, penelitian mengenai sistem pemasaran nanas Bogor di Kecamatan Cijeruk ini ingin menunjukkan bagaimana efisiensi sistem pemasaran nanas dari segi operasional serta apakah sudah ada pengaturan dalam sistem pemasaran nanas Bogor. Penelitian mengenai efisiensi operasional pemasaran nanas Bogor di Kecamatan Cijeruk telah dilakukan dalam Anggraeni (siap terbit), di mana di dalamnya diketahui bahwa hampir 50 persen dari 30 orang petani yang menjadi responden sudah memilih saluran pemasaran nanas Bogor yang efisien. Selanjutnya, akan diidentifikasi apakah sudah terdapat pengaturan dalam sistem pemasaran nanas Bogor.

Untuk menjawab apakah sudah terdapat pengelolaan dalam sistem pemasaran nanas Bogor, digunakan pendekatan Food Supply Chain Network

(20)

4

Perumusan Masalah

Usahatani nanas merupakan mata pencaharian utama para petani di sentra lokasi pengembangan nanas Bogor yang telah dilakukan turun temurun. Produk utamanya adalah buah segar yang sebagian besar dijual untuk bahan baku asinan bogor. Secara umum, kegiatan usahatani nanas tersebut dilakukan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatan tataniaga atau pemasaran agribisnis. Penelitian mengenai efisiensi pemasaran nanas Bogor telah banyak dilakukan sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh Sihombing (2010), Rahmawati (2013), dan Anggraeni (siap terbit). Dengan membandingkan penelitian tersebut diketahui bahwa dari tahun ke tahun semakin banyak pola saluran yang dapat dipilih oleh petani, yaitu tiga, lima, kemudian sepuluh saluran. Hal ini berarti petani nanas memiliki potensi akses pasar yang baik. Meski demikian, persoalan pemasaran masih dihadapi oleh petani nanas di Kecamatan Cijeruk.

Harga yang diterima oleh petani jauh lebih rendah dibandingkan harga yang dibayarkan konsumen akhir. Berdasarkan penelitian Anggraeni (siap terbit), sebagian besar petani menjual produknya ke pedagang pengumpul desar dengan harga rata-rata Rp 1 785 per buah. Sementara itu pada waktu yang sama harga di tingkat konsumen berkisar antara Rp 3 000 hingga Rp 5 625 per buah, artinya harga di tingkat konsumen mencapai tiga kali lipat harga yang diterima petani. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai penyebab margin yang sangat besar tersebut, yaitu apakah rantai pemasaran terlalu panjang, serta siapa yang menikmati margin tersebut dan apakah share yang diterima masing-masing lembaga pemasaran adil sesuai dengan fungsi-fungsi yang dilakukan masing-masing lembaga pemasaran.

Komoditas pertanian seperti nanas memiliki sifat yang mudah rusak sehingga, untuk meminimalisasi kemungkinan kerusakan yang terjadi, petani perlu menjual produknya sesegera mungkin. Menurunnya kualitas nanas akibat lamanya proses pemasaran, terlebih dengan penanganan pasca panen yang kurang baik, akan berdampak pada penurunan harga jual nanas. Hal ini menyebabkan posisi tawar petani lemah dalam rantai pemasaran, sehingga petani menjadi price taker agar proses pemasaran dapat dilakukan segera. Petani juga tidak memiliki informasi pasar yang lengkap, padahal tinggi rendahnya harga jual ditentukan oleh mekanisme pasar. Selain itu, masih terdapat sistem ijon yang dilatarbelakangi utang-piutang antara petani dan pedagang pengumpul. Peran kelompok tani juga belum optimal dalam membantu petani memasarkan nanasnya. Akibatnya, petani tidak mampu mendapatkan harga yang lebih tinggi dan berimplikasi pada keuntungan yang diterima petani nanas. Oleh karena itu, petani memerlukan alternatif saluran pemasaran yang dapat memberikan keuntungan yang lebih besar.

(21)

5 tingkat konsumen akhir semakin mahal dan kualitas tidak terjamin. Petani nanas pun belum tentu memperoleh bagian (share) yang sesuai dan merata dari harga produk akhir yang mahal tersebut. Oleh karena itu, perlu diketahui saluran pemasaran yang efisien sebagai saran agar petani dapat menentukan saluran pemasaran yang dapat meningkatkan pendapatannya serta diperlukan adanya manajemen yang baik agar petani dapat mengantarkan produk yang kualitasnya sesuai dengan kriteria yang diinginkan oleh konsumen.

Permasalahan yang juga dialami oleh petani nanas di Kabupaten Bogor yaitu lokasi kebun yang sulit dijangkau. Jalan yang dilalui curam, berbatu, serta cukup jauh dari jalan raya. Beberapa wilayah masih dapat dijangkau oleh mobil dan motor, namun ada yang hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Selain itu, terdapat persaingan dengan nanas yang berasal dari luar Bogor. Meskipun nanas Bogor tidak kalah dari segi rasa, nanas yang berasal dari luar Bogor memiliki harga yang tidak jauh berbeda dengan ukuran yang lebih besar.

Salah satu kegiatan prioritas yang telah disusun oleh Direktorat Jenderal Hortikultura, yang terdapat dalam Enam Pilar Kegiatan Pengembangan Hortikultura Tahun 2008, untuk memperbaiki pemasaran produk hortikultura adalah dengan mengaplikasikan manajemen rantai pasok atau supply chain management. Manajemen rantai pasok adalah perencanaan terintegrasi, koordinasi, dan kontrol dari seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok untuk mengalirkan nilai terbaik kepada konsumen (Vorst 2006). Melalui kerja sama manajemen rantai pasok, di mana masing-masing pihak mempunyai tanggung jawab dan kewajiban, dapat terwujud efisiensi karena integrasi vertikal dan horizontal akan menguntungkan semua pihak. Analisis manajemen rantai pasok memanfaatkan arus informasi mengenai apa yang dibutuhkan konsumen, di mana informasi tersebut diteruskan kepada pabrik/pengolah yang akan mengasilkan produk sesuai keinginan konsumen. Kerja sama manajemen rantai pasok antara petani dan pabrik/pengolah membuat petani sebagai pemasok bahan baku akan mempunyai pasar yang terjamin, sementara pabrik/pengolah akan terjamin kontinyuitas bahan bakunya. Kerja sama manajemen rantai pasok antara pengecer dan pengolah juga akan menjamin pasokan produk yang akan dijual kepada konsumen. Manajemen rantai pasok juga menghemat pengadaan biaya transportasi dan distribusi produk tersebut (Asmarantaka 2014)

Penilaian kinerja rantai diperlukan untuk mengetahui sejauh mana optimalisasi kegiatan pemasaran yang dilakukan anggota rantai pasok sehingga akan terlihat sejauh mana upaya-upaya yang dilakukan untuk memperbaiki permasalahan di dalam pengelolaan rantai pasok tersebut. Maka pertanyaan pertama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: bagaimana kinerja rantai pasok nanas di Kecamatan Cijeruk?

(22)

6

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, penelitian ini dilakukan memiliki beberapa tujuan, di antaranya yaitu:

1. Menganalisis kondisi rantai pasok nanas Bogor di Kecamatan Cijeruk menggunakan kerangka Food Supply Chain Network (FSCN).

2. Menganalisis kinerja rantai pasok nanas di Kecamatan Cijeruk.

3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan saluran pemasaran (marketing channel choice).

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat membantu memberi rekomendasi kebijakan yang mendukung pengembangan agribisnis nanas untuk meningkatkan kesejahteraan petani nanas di Kecamatan Cijeruk. Selain itu penelitian diharapkan dapat menjadi rujukan bagi peneliti yang akan melakukan penelitian terkait rantai pasok dan pilihan saluran pemasaran nanas.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup dua aspek yaitu kondisi rantai pasok dengan mengidentifikasi sistem saluran pemasaran yang dilakukan oleh petani nanas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Analisis rantai pasok menggunakan kerangka Food Supply Chain Network (FSCN). Dalam penelitian ini, Pengukuran kinerja rantai pasok dapat dilihat dengan efisiensi pemasaran yang mencerminkan efisiensi rantai pasok. Semua anggota rantai pasok berada di Bogor.

Selain itu, dianalisis pilihan saluran pemasaran yang dilakukan oleh nanas di Kecamatan Cijeruk dalam menjual nanas segar yang dihasilkan. Banyak hal yang mempengaruhi keputusan petani nanas dalam menentukan pilihan saluran pemasaran. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi di antaranya umur petani, lama bertani, pendidikan petani, hasil panen nanas, harga nanas per buah, dan mata pencaharian utama petani nanas.

(23)

7 2 TINJAUAN PUSTAKA

Rantai Pasok

Pemasaran yang efisien merupakan tujuan yang ini dicapai dalam suatu sistem pemasaran. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya kepuasan pihak-pihak yang terlibat dalam suatu sistem pemasaran, yaitu produsen, lembaga-lembaga pemasaran, dan konsumen akhir. Sistem pemasaran yang efisien dapat terbentuk apabila terdapat koordinasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam sistem pemasaran tersebut. Interaksi antara masing-masing anggota sistem pemasaran perlu diintegrasikan dengan baik untuk membuat aliran produk, aliran finansial, dan aliran informasi menjadi efisien. Pemasaran yang efisien akan memberikan kontribusi yang adil bagi setiap pelaku pemasaran yang terlibat.

Menurut Man et al. (2009) pada penelitiannya mengenai manajemen rantai pasok buah dan sayur di Malaysia, tiga karakteristik mendasar dan rantai pasok buah dan sayur adalah: (1) saluran pemasaran secara tradisional masih digerakkan dari perspektif pedagang besar, produk dari petani dibeli oleh pedagang besar untuk disalurkan ke hypermarket dan pengecer; (2) sebagian besar karakteristik produk masih lemah dari sisi kualitas, pengemasan, Good Agricultural Practices

(GAP), traceability, dan keamanan; (3) sebagian besar produsen tidak melakukan

grading dan pengemasan terhadap produk mereka dan sebagian besar praktek produksi dan pemasaran dalam rantai pasok sayur dan buah saat ini masih secara tradisional dan hanya sedikit mengadopsi praktik pemasaran modern. Sementara itu, preferensi serta pola dan gaya konsumsi konsumen juga berubah karena kemudahan akses informasi. Oleh karena itu pasar harus menyesuaikan diri dengan menanggapi kebutuhan konsumen dan keinginan.

Selain itu, kelemahan penting dari rantai pasok sayur dan buah saat ini adalah tingginya tingkat pemborosan, penurunan kualitas, fasilitas infrastruktur yang buruk, dan biaya yang tinggi (Raos dan Sheoran 2015). Oleh karena itu manajemen rantai pasokan yang tepat dalam buah-buahan dan sayuran harus ditingkatkan di semua tahapan pasokan dengan mengadopsi praktik terbaik global dalam penyimpanan, pengemasan, penanganan, transportasi, dan layanan nilai tambah untuk memenuhi permintaan buah dan sayur.

Menurut penelitian Negi dan Anand (2015), mengenai permasalahan dan tantangan pada rantai pasok sayur dan buah di India, diperlukan manajemen rantai pasok yang memadai, untuk mencegah inefisiensi dan serta kerugian dan pemborosan buah dan sayur karena penanganan pasca panen yang tidak tepat. Kerugian ini dapat dihindari dengan menyediakan fasilitas cold chain yang tepat, seperti cold storage, fasilitas pengolahan, dan sistem transportasi berpendingin untuk petani di pasar lokal atau regional dan dengan menarik sejumlah besar pemain agribisnis swasta untuk mendirikan fasilitas infrastruktur tersebut. Jadi, pemerintah dan organisasi swasta harus dimasukkan ke dalam upaya yang diperlukan untuk memperbaiki infrastruktur cold chain di India untuk mengurangi tingkat pemborosan dan kemiskinan petani (Negi dan Anand 2016).

(24)

8

petani. Sejumlah asosiasi petani dapat memotong rantai pemasaran dan membuat petani mendapatkan harga yang lebih baik. Meski demikian, pedagang perantara memainkan peran penting karena banyak petani kecul yang tidak memiliki modal dan berada di daerah terpencil, sehingga tidak dapat lansgung memasarkan produknya sendiri. Oleh karena itu, akan lebih baik jika setiap pelaku pemasaran yang terlibat dalam rantai pemasaran melakukan kolaborasi, dalam arti bahwa setiap orang harus bergerak ke arah tujuan yang sama sebagai suatu kesatuan, bekerja sama di dalam dan di antara tingkatan-tingkatan rantai pemasaran. Peningkatan efisisensi pemasaran dan pengembangan pasar juga memerlukan adanya dukungan kelembagaan. Hal tersebut dikemukakan Kamdem (2012) dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor penentu efisiensi pemasaran organisasi petani. Salah satu solusi adalah untuk meningkatkan akses petani ke pasar adalah memasarkan produk bersama-sama melalui organisasi petani. Beberapa organisasi petani dinilai dapat menegosiasikan harga yang lebih baik untuk anggotanya. Organisasi petani yang dianggap paling efisien adalah koperasi. Pada kedua penelitian tersebut, beberapa fungsi dari koperasi antara lain memantau nilai dan standar produk di seluruh rantai pemasaran, melakukan koordinasi antarlembaga pada rantai pemasaran, dan menyampaikan informasi secara terbuka mengenai hal-hal yang terkait dengan pengembangan produk. Efisiensi dari organisasi petani tersebut dipengaruhi oleh lama berdirinya organisasi tersebut, pengalaman pengurusnya, kualitas tata kelolanya, tingkat pendidikan pemimpinnya, produktivitas pengurus eksekutifnya, serta akses terhadap organisasi tersebut.

Hal serupa juga terdapat pada penelitian Fu dan Piplani (2004). Kolaborasi merupakan proses penting yang memegang peluang penciptaan nilai yang dapat mengefektifkan manajemen rantai pasok (Bauknight 2000; Anderson dan Lee 1999 dalam Fu dan Piplani 2004). Dalam penelitiannya mengenai kolaborasi dari sisi penawaran (supply-side) dan nilainya dalam rantai pasok, diketahui bahwa kolaborasi supply-side dapat meningkatkan kinerja rantai pasok dalam realisasi pelayanan yang lebih akurat dan memberikan efek stabilisasi yang lebih baik. Kolaborasi supply-side juga mempertimbangkan potensi informasi waktu tunggu keluarnya persediaan di tingkat hulu yang akan memperlama waktu tunggu (lead time) pengisian kembali produk (replenishment) di tingkat hilir.

Selain itu, karakteristik saluran distribusi juga berperan penting dalam pertumbuhan rantai pasok. Meskipun sulit untuk mengubah saluran distribusi, efisiensi distribusi bisa ditingkatkan dengan melakukan inovasi terhadap saluran distribusi. Inovasi dalam saluran distribusi, terutama dalam pertukaran informasi dan koordinasi transportasi, berpengaruh positif dan signifikan terhadap efisiensi distribusi yang pada akhirnya juga akan meningkatkan kinerja dari perusahaan tersebut secara keseluruhan (Kuswantoro et al. 2012). Inovasi secara mandiri perlu dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam pemasaran karena pendampingan yang dapat dilakukan pemerintah terbatas.

(25)

9 berperan penting dalam pengembangan rantai pasok karena dapat mengarahkan desain dan manajemen rantai terhadap kinerja yang diperlukan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian mengenai kinerja rantai pasok makanan adalah metode deskriptif dengan menggunakan kerangka analisis manajemen rantai pasok yang disebut Kerangka FSCN (Food Supply Chain Network) seperti yang dilakukan oleh Sari Dilana (2013), Fajar (2014), dan Qhoirunisa (2014).

Dalam penelitian Fajar (2014), karakteristik produk pertanian yang mudah rusak dan proses penanaman, pertumbuhan, serta pemanenannya bergantung pada iklim dan musim membuat rantai pasok pertanian berbeda dengan rantai pasok manufaktur. Pada komoditas pertanian, anggota rantai pasok tidak harus mengikuti rantai pasokan seperti manufaktur, melainkan hanya anggota rantai pasok pertanian dapat melakukan fungsi-fungsi pemasaran seperti yang dilakukan rantai berikutnya.

Keragaan struktur rantai pasok dapat dianalisis secara kualitatif, termasuk dalam menganalisis kinerja atau performance yang dihasilkan. Analisis kinerja rantai pasok secara kualitatif perlu didukung adanya ukuran kinerja yang kuantitatif agar menghasilkan hasil kinerja yang lebih terukur dan objektif (Qhoirunisa 2014). Untuk menciptakan kinerja yang efisien maka diperlukan sistem pengukuran yang mampu mengevaluasi kinerja rantai pasok, hal ini sesuai dengan pendapat Pujawan (2005) dalam Fajar (2014) bahwa sistem pengukuran kinerja diperlukan untuk monitoring dan evaluasi dan mengetahui dimana posisi suatu organisasi terhadap tujuan yang ingin dicapai serta menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan bersaing. Maka dari itu, untuk mengetahui sejauh mana potensi nanas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor saat ini diperlukan sebuah pengukuran kinerja rantai pasok nanas.

Saluran Pemasaran Komoditas Pertanian

Petani menghadapi saluran pemasaran yang berbeda-beda dalam memasarkan produknya. Perbedaan saluran pemasaran ini mengakibatkan perbedaan harga jual, kentungan dan biaya-biaya yang harus dikeluarkan. Hal ini akan berpengaruh pada harga produk di tingkat konsumen akhir. Banyaknya pelaku usaha yang terlibat dikhawatirkan membuat harga nanas di tingkat konsumen akhir semakin mahal dan kualitas tidak terjamin. Petani pun belum tentu memperoleh bagian (share) yang sesuai dan merata dari harga produk akhir yang mahal tersebut. Menurut Dilana (2013) dalam penelitiannya mengenai sistem pemasaran dan nilai tambah kakao, tiap lembaga pemasaran memiliki perilaku yang berbeda, sehingga petani akan memilih saluran mana yang akan menguntungkannya. Untuk mencapai pendapatan yang diharapkan petani, dalam memasarkan produk yang dihasilkannya melihat beberapa hal seperti, banyak produksi, lokasi pemasaran, biaya pengangkutan, saluran, dan sifat persaingan.

(26)

10

bertani baru untuk meningkatkan pengetahuan agar menghasilkan produk yang kompetitif yang pada akhirnya dapat meningkatkan standar hidup petani.

Pada penelitian Zivenge dan Karavina (2012), petani menghadapi kendala untuk mengakses pasar yang lebih baik. Kendala tersebut antara lain ketidakmampuan petani dalam memenuhi standar produk yang diinginkan pasar, volume produksi yang rendah, produsen yang tersebar luas, kehadiran pedagang perantara, dan anggapan bahwa harga di pasar formal rendah karena kurangnya informasi pasar. Dalam memilih saluran pemasaran, harga di tingkat produsen menjadi faktor penentu utama. Petani yang memiliki pengetahuan lebih banyak cenderung berpartisipasi di pasar formal yang memberikan harga lebih tinggi. Semakin tinggi pendidikan petani, petani dapat bernegosiasi dengan lebih baik. Selain itu, tingginya volume produksi dan kepemilikan ponsel untuk bertukar informasi juga berpengaruh signifikan terhadap pemilihan pasar yang lebih baik.

Sementara itu, menurut Ferto dan Szabo (2002), keputusan petani dalam memilih saluran pemasaran dipengaruhi biaya pemasaran yang terdiri atas biaya informasi, biaya bernegosiasi, dan biaya monitoring. Petani yang lebih tua lebih memilih hubungan bisnis yang stabil yang disediakan koperasi dan organisasi karena posisi tawarnya yang rendah. Sementara itu, petani yang memiliki posisi tawar tinggi dapat menjual pasar grosir dan lebih memilih melakukan strategi individual.

Pada penelitian Sharma et al. (2009), sebagian besar petani sapi perah memilih menjual produknya melalui saluran pemasaran tradisional yang lebih kompetitif dan lebih hemat biaya. Saluran sektor swasta modern pertumbuhannya lambat, biaya transaksinya tinggi, dan tidak dapat dijaungkau oleh petani kecil. Faktor-faktor penting yang mempengaruhi pemilihan saluran oleh petani sapi perah tersebut adalah ukuran peternakan, usia, dan pendidikan petani. Besarnya peternakan mewakili kemampuan finansial dan kapasitas produksi, semakin besar volumenya maka biaya akan semakin rendah dan petani dapat bersaing di pasar modern. Petani yang lebih muda dan memiliki pendidikan formal lebih tinggi lebih memiliki kemungkinan untuk bergabung di pasar modern, di mana mereka dapat menerima pendapatan yang lebih tinggi meskipun harganya lebih rendah karena efisiensi biaya. Organisasi petani seperti koperasi dapat menjadi pilihan bagi petani kecil karena dengan aksi kolektif petani dapat mencapa skala ekonomis dan memiliki akses yang lebih baik terhadap input dan pelayanan serta dapat bernegosiasi untuk harga yang lebih baik.

(27)

11 produktivitas pertaniannya dan memperluas ukuran pertanian, misalnya dengan cara pelatihan dan pemberian insentif untuk petani yang menghasilkan komoditas dengan kualitas baik. Karakteristik atau faktor-faktor yang mempengaruhi petani untuk memilih saluran pemasaran dapat dianalisis dengan model logistik untuk dua kategori ataupun model multinomial logistik untuk pilihan yang lebih dari dua kategori.

3

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Rantai Pasok

Secara konseptual, rantai pasok merupakan setiap kegiatan yang terlibat dalam memproduksi dan mengantarkan produk akhir atau jasa dari pemasok untuk pelanggan (Andrew et al. 2006). Rantai pasok harus dapat menjelaskan hubungan yang mendasar di antara para anggota dalam sebuah organisasi dari mulai transaksi simple hingga transaksi yang sangat kompleks (Golicic et al. 2002 dalam Fajar, 2014). Manajemen rantai pasok pada produk pertanian mewakili manajemen keseluruhan proses produksi secara keseluruhan dari kegiatan pengolahan, distribusi, pemasaran, hingga produk yang diinginkan sampai ke tangan konsumen. Dengan kata lain, sistem manajemen rantai pasok dapat didefinisikan sebagai satu kesatuan sistem pemasaran terpadu yang mencakup keterpaduan produk dan pelaku guna memberikan kepuasan pada pelanggan (Marimin dan Maghfiroh 2010).

Manajemen rantai pasok produk pertanian berbeda dengan manajemen rantai pasok produk manufaktur karena: (1) produk pertanian bersifat mudah rusak, (2) proses penanaman, pertumbuhan, dan pemanenan bergantung pada iklim dan musim, (3) hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi, (4) produk pertanian bersifat kamba sehingga produk pertanian sulit untuk ditangani (Austin 1992; Brown 1994 dalam Marimin dan Maghfiroh 2010). Perbedaan lainnya antara rantai pasok makanan dan rantai pasok lain adalah adanya perubahan yang kontinyu dan signifikan dalam kualitas produk di seluruh rantai sampai ke titik konsumsi akhir (Yu dan Nagurney 2013). Pada komoditas pertanian, anggota rantai pasok tidak harus mengikuti rantai pasokan seperti manufaktur, melainkan hanya anggota rantai pasok pertanian dapat melakukan fungsi-fungsi pemasaran seperti yang dilakukan rantai berikutnya. Hal tersebut bisa dilihat dari Gambar 1 (Vorst 2006). Di dalamnya terlihat bahwa dalam waktu yang bersamaan, anggota-anggota rantai pasok produk pertanian bebas untuk menyalurkan informasi, produk, dan finansial ke beberapa anggota rantai pasok lainnya.

Seluruh faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam desain manajemen rantai pasok produk pertanian karena kondisi rantai pasok produk pertanian lebih kompleks daripada rantai pasok pada umumnya. Menurut Vorst (2006), untuk

menganalisis rantai pasok yang kompleks dibutuhkan “bahasa” yang dapat

(28)

12

Food Supply Chain Network. Kerangka analisis deskriptif rantai pasok dengan menggunakan FSCN dari Lambert dan Cooper (2000) yang dimodifikasi oleh Vorst (2006) dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1 Skema diagram rantai pasok

Sumber: Vorst (2006)

FSCN terdiri atas lembaga-lembaga pemasaran yang bertanggung jawab dalam produksi dan distribusi produk sayuran atau yang berbasis hewan. Secara umum, menurut Zuurbier et al. (1996) dalam Vorst (2005) FSCN terbagi menjadi FSCN untuk produk pertanian segar dan FSCN untuk produk makanan olahan. FSCN untuk produk pertanian segar terdiri atas petani, lelang, pedagang besar, importir dan eksportir, pengecer dan speciality shop, serta pemasok bahan baku dan pelayanan mereka. Proses utama yang ada di dalamnya adalah penanganan, penyimpanan yang dikondisikan, pengemasan, transportasi, dan tentunya perdagangan produk pertanian tersebut. Pada kerangka FSCN sejumlah karakteristik yang khas dari rantai pasok dapat diidentifikasi dengan membedakan empat unsur berikut yang dapat digunakan untuk menggambarkan, menganalisis dan/atau mengembangkan rantai pasok yaitu:

1. Struktur rantai pasok menggambarkan aktor-aktor yang terlibat dalam jaringan serta masing-masing peranannya dalam rantai pasok. Struktur juga menggambarkan elemen-elemen di dalam rantai pasok yang mampu mendorong terjadinya proses bisnis. Kuncinya adalah untuk memilah-milah mana anggota sangat penting untuk keberhasilan rantai pasok yang sejalan dengan tujuan rantai pasok, sehingga harus diberikan perhatian mengenai manajerial dan sumber daya.

(29)

13 dan manajemen hubungan pelanggan. Dalam proses bisnis rantai pasok dapat dilihat apakah keseluruhan alur rantai pasok sudah terintegrasi satu sama lain dengan setiap anggota rantai pasok dan apakah integrasi tersebut sudah berjalan dengan baik serta menjelaskan bagaimana melalui suatu tindakan strategis tertentu mampu mewujudkan rantai pasok yang terintegrasi.

3. Manajemen rantai pasok menggambarkan bentuk koordinasi dan struktur manajemen dalam jaringan yang memfasilitasi proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan proses oleh anggota dalam rantai pasok, dengan memanfaatkan sumber daya yang teradapat dalam rantai pasok dengan tujuan untuk mewujudkan tujuan kinerja rantai pasok. Dengan adanya manajemen rantai pasok dapat diketahui pihak mana yang bertindak sebagai pengatur dan pelaku utama dalam rantai pasok. Beberapa hal yang perlu dilihat juga adalah pemilihan mitra, kesepakatan kontrak, dan sistem transaksi, serta dukungan pemerintah dan kolaborasi rantai pasok.

4. Sumber daya rantai pasok yang digunakan untuk menghasilkan produk dan memberikannya kepada pelanggan (disebut transformasi sumber daya). Sumber daya rantai pasok dapat berupa sumber daya fisik, teknologi, sumber daya manusia, dan permodalan.

Gambar 2 Kerangka analisis deskriptif rantai pasok

(30)

14

Konsep lembaga, fungsi, dan saluran pemasaran

Lembaga pemasaran merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam proses penyaluran barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Lembaga pemasaran nantinya akan melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan mengupayakan agar keinginan konsumen dapat terpenuhi semaksimal mungkin. Sebagai imbalannya atas balas jasa yang diberikan kepada lembaga pemasaran oleh konsumen yakni berupa margin pemasaran. Produsen biasanya memproduksi produk dengan kombinasi produk yang sempit dalam jumlah banyak. Lembaga pemasaran disini berperan dalam membeli produk dari produsen kemudian memecah produk ke dalam kuantitas yang lebih kecil dengan kombinasi barang yang lebih luas yang diinginkan konsumen, dengan kata lain lembaga pemasaran menyesuaikan permintaan dan penawaran (Kotler 2004).

Lembaga-lembaga pemasaran ini nantinya akan membuat saluran pemasaran suatu komoditi. Menurut Kotler (2002) dijelaskan bahwa saluran pemasaran merupakan saluran distribusi untuk menyerahkan produk fisik atau jasa kepada pengguna atau pembeli. Saluran pemasaran sendiri biasanya terdiri atas distributor, besar, dan pengecer. Konsep saluran pemasaran tidak terbatas hanya panjang pendeknya saluran pemasaran bergantung pada beberapa faktor. Pertama, jarak antar produsen dan konsumen, semakin panjang saluran pemasaran menandakan bahwa jarak antara produsen dan konsumen jauh. Kedua, daya tahan produk jika produk yang akan disalurkan memiliki ciri-ciri cepat busuk dan mudah rusak maka saluran pemasaran yang dipakai yakni saluran pemasaran yang pendek atau cepat agar produk yang diterima konsumen dalam keadaan baik. Ketiga, keadaan keuangan produsen, produsen yang memiliki keadaan keuangan yang kuat akan cenderung menggunakan saluran pemasaran yang pendek, hal ini disebabkan oleh perusahaan mampu memberikan nilai tambah yang lebih terhadap produknya sehingga keinginan konsumen dapat terpenuhi.

Efisiensi pemasaran

Kinerja rantai pasok diukur menggunakan analisis efisiensi pemasaran. Analisis efisiensi pemasaran dalam penelitian ini merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengukur dan menilai efisiensi rantai pasok yang menggambarkan kinerja dari rantai pasok secara keseluruhan.Efisiensi pemasaran dapat diukur berdasarkan kepuasan yang diterima baik dari konsumen, produsen, dan lembaga-lembaga pemasaran yang terkait dalam mengalirkan barang/jasa dari produsen sampai kepada konsumen akhir. Asmarantaka (2014) memaparkan bahwa terdapat 2 jenis efisiensi yang dapat dijadikan indikator dalam melihat efisiensi pemasaran produk pertanian, di antaranya efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional berhubungan dengan pelaksanaan aktivitas pemasaran yang dapat meningkatkan rasio input-output pemasaran. Analisis yang dilakukan dalam mengukur efisiensi operasional berupa analisis margin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya.

Margin pemasaran

(31)

15 konsumen akhir. Selisih harga yang dibayarkan ke produsen dengan harga yang diberikan oleh konsumen disebut keuntungan pemasaran atau marketing margin

(Soekartawi 2002). Margin pemasaran merupakan harga dari kumpulan jasa-jasa pemasaran sebagai akibat dari adanya aktivitas produktif atau adanya nilai tambah (Asmarantaka 2014). Margin dapat diukur secara absolut dan persentase dari harga yang dibayar oleh konsumen akhir. Besar margin pemasaran merupakan hasil perkalian dari perbedaan harga yang diterima petani dan harga yang dibayar oleh konsumen dengan jumlah produk yang dipasarkan (bagian yang diarsir).

Gambar 3 Konsep margin pemasaran

Keterangan:

Pr : Harga di Tingkat Pengecer Pf : Harga di Tingkat Petani

Sr : Derived Supply (kurva penawaran turunan atau penawaran produk di tingkat pedagang) Sf : Primary Supply (kurva penawaran primer atau penawaran produk di tingkat petani) Dr : Derived Demand (kurva permintaan turunan atau permintaan di tingkat pedagang) Df : Primary Demand (kurva permintaan turunan di tingkat petani)

Sumber: Hammond and Dahl (1997) dalam Asmarantaka (2014)

Analisis farmer’s share

Farmer’s share merupakan analisis untuk mengetahui bagian harga yang diterima oleh petani dan harga yang dibayar oleh konsumen. Menurut Kohl dan Uhl (2002) mendefinisikan farmer’s share sebagai perbedaan harga di tingkat petani dan pedagang pengecer. Pengukuran margin pemasaran dan farmer’s share tidak dapat dijadikan ukuran dalam pengukuran sistem pemasaran sudah efisien atau belum, karena margin pemasaran besar dengan farmer’s share yang kecil belum tentu sistem pemasaran tersebut tidak efisien. Kajian efisiensi pemasaran harus memperhitungkan fungsi-fungsi yang terjadi, biaya-biaya, lembaga-lembaga yang terlibat, dan nilai tambah yang tercipta dari proses sistem pemasaran tersebut.

Farmer’s share bukan patokan pengukuran utama, namun dengan farmer’s share

dapat diketahui nilai yang diterima petani dari nilai yang telah dibayarkan konsumen.

Rasio keuntungan terhadap biaya

Tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran secara kuantitatif dapat dilihat dari penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya. Asmarantaka (2014) memberikan pengertian rasio keuntungan terhadap biaya merupakan balas jasa bagi pengguna

Pf Pr

r P

Df Dr

Sf Sr

(32)

16

sumberdaya (kapital, fisik, manusia) dan biaya imbangan (opportunity cost) dari kesempatan terbaik. Semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran, maka secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien.

Kerangka Pemikiran Operasional

Pengembangan agribisnis nanas Bogor tidak hanya mencakup peningkatan luas areal dan produksi, tetapi juga perbaikan mutu hasil dan pemasaran sehingga dapat memiliki daya saing dibandingkan dengan nanas dari luar Bogor. Pengembangan nanas di Kabupaten Bogor masih memiliki peluang dan potensi yang cukup besar, terutama bila dikaitkan dengan kehidupan masyarakat yang sebagian besar masih mengandalkan pertanian sebagai sumber mata pencaharian utama. Dukungan oleh kebijakan pemerintah daerah dalam pengembangan nanas Bogor sebagai salah satu potensi sumberdaya lokal turut memberikan peluang yang besar terhadap pengembangan usahatani nanas di wilayah ini.

Sebagai salah satu Kabupaten dengan produksi nanas terbanyak di Jawa Barat, pada kurun waktu 2008-2012 Kabupaten Bogor menunjukkan peningkatan rata-rata produksi nanas per tahun yang lebih tinggi dibandingkan kabupaten lainnya di Jawa Barat. Pengembangan nanas Bogor ini diharapkan dapat memperbaiki pendapatan petani untuk memenuhi tuntutan kebutuhan hidup keluarga tani yang terus meningkat dan memberikan peluang lapangan kerja, dan pada akhirnya diharapkan dapat memacu pertumbuhan pembangunan wilayah.

Komoditas pertanian seperti nanas memiliki sifat yang mudah rusak sehingga, untuk meminimalisasi kemungkinan kerusakan yang terjadi, petani perlu menjual produknya sesegera mungkin. Menurunnya kualitas nanas akibat lamanya proses pemasaran, terlebih dengan penanganan pasca panen yang kurang baik, akan berdampak pada penurunan harga jual nanas. Hal ini menjadi salah satu kelemahan petani karena petani seringkali harus menerima harga yang telah ditentukan oleh lembaga pemasaran yang ada agar proses pemasaran dapat dilakukan segera. Petani juga tidak memiliki informasi pasar yang lengkap, padahal tinggi rendahnya harga jual ditentukan oleh mekanisme pasar. Rendahnya posisi tawar petani dibandingkan lembaga pemasaran yang ada membuat petani tidak mampu mendapatkan harga yang lebih tinggi dan berimplikasi pada penerimaan petani nanas. Oleh karena itu, sistem pemasaran merupakan hal yang harus mendapatkan perhatian dalam usahatani nanas.

(33)

17 dari Kecamatan Cijeruk, yang kemudian akan meningkatkan harga nanas di pasaran sehingga pada akhirnya diharapkan dapat menyejahterakan petani.

Rantai pasok nanas di Kecamatan Cijeruk dapat dipahami dengan melihat anggota rantai pasok, proses bisnis rantai pasok, manajemen rantai pasok, dan sumber daya rantai pasok. Selain empat hal tersebut, perlu dilihat sasaran rantai pasok dan diketahui kinerja rantai pasok agar dapat memenuhi kepuasan konsumen dan seluruh anggota rantai pasok. Pada pemasaran nanas di Kecamatan Cijeruk, petani akan memilih saluran pemasaran yang lebih menguntungkan. Banyak faktor yang mempengaruhi pilihan petani seperti umur, jenis kelamin, lama usaha, tingkat pendidikan, hasil panen dan lainnya. Maka dari itu perlu dilihat pilihan saluran pemasaran dan faktor saja yang mempengaruhi pilihan petani. Kerangka operasional penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Kerangka pemikiran operasional penelitian

(34)

18

4

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai sistem pemasaran nanas dilakukan di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Bogor merupakan daerah penghasil nanas terbesar di Jawa Barat serta merupakan salah satu daerah pengembangan sentra produksi nanas. Kecamatan Cijeruk merupakan sentra pengembangan sekaligus penghasil nanas Bogor terbesar di Kabupaten Bogor yang rata-rata memiliki tanaman nanas yang berada pada masa produktif. Penelitian dilakukan sejak bulan Maret 2015.

Jenis dan Sumber Data

Metode Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer didapat melalui hasil pengamatan langsung dan wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya, yang berisi antara lain karakteristik pelaku pemasaran nanas, harga beli dan harga jual nanas, alur dan proses pemasaran nanas, serta volume penjualan nanas. Kuesioner ditujukan kepada beberapa responden yang terdiri atas petani dan pedagang. Petani yang menjadi responden yakni petani yang melakukan budidaya nanas Bogor dan pernah melakukan pemanenan minimal satu kali. Pedagang yang menjadi responden pada penelitian ini adalah pedagang yang terlibat dalam penjualan dan pembelian serta sebagai alur distribusi produksi petani kepada konsumen akhir. Selain itu, dilakukan juga pengamatan langsung terhadap kegiatan pemasaran yang terjadi dan penelusuran saluran pemasaran atau lembaga-lembaga pemasaran.

Data sekunder diperoleh dari tinjauan pustaka dan studi literatur serta beberapa model penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini. Data sekunder yang menyangkut data produksi diperoleh dari Direktorat Tanaman Pangan dan Hortikultura, Badan Pusat Statistika Kabupaten Bogor, Pusat data dan Informasi Kementerian Pertanian, serta Dinas pertanian Kabupaten Bogor.

Metode Pengumpulan Data

Responden dalam penelitian ini adalah petani dan lembaga pemasaran nanas di Kabupaten Bogor. Penentuan sampel dilakukan dengan metode multistage sampling, memilih sekitar 40 lembaga pemasaran pada dua desa yang memproduksi nanas di Kecamatan Cijeruk. Lembaga pemasaran tersebut terdiri atas 30 orang petani, 8 orang pedagang pengumpul desa (PPD), dua orang pedagang besar, serta satu usaha pengolahan yaitu Asinan Sedap Gedung Dalam. Pengumpulan data petani dan lembaga pemasaran dilakukan dengan metode

(35)

19 ditelusuri berdasarkan informasi yang didapat dari pelaku pasar yaitu mulai dari tingkat petani sampai nanas pedagang pengecer.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menganalisis rantai pasok nanas sesuai dengan kerangka Food Supply Chain Networking (FSCN) dan saluran pemasaran nanas dari petani berdasarkan pendekatan kelembagaan. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis efisiensi pemasaran dan marketing channel choice.

Analisis Rantai Pasok Nanas

Sistem pemasaran nanas dianalis menggunakan pendekatan food supply chain network (FSCN). Kerangka FSCN dapat mendeskripsikan kondisi rantai pasok mulai dari anggota rantai pasok, proses bisnis, sumber daya rantai pasok, dan manajemen rantai pasok. Hal ini memungkinkan untuk dapat memahami secara jelas bagaimana kondisi rantai pasok. Dengan kerangka analisis FSCN, akan dilihat apakah sistem pemasaran nanas di Kecamatan Cijeruk sudah berjalan menurut pola manajemen yang baik yang dikehendaki oleh sistem agribisnis. Dengan kata lain, masing-masing kriteria di dalam FSCN digunakan sebagai alat bantu untuk membuat penilaian apakah sistem pemasaran nanas sudah baik atau belum dari perspektif manajerial.

Konsep rantai pasok berasal dari manufacturing industry, di mana perusahaan manufaktur berupaya melakukan manajemen dalam proses pengadaan bahan baku dari pemasok ke gudang bahan baku hingga ke gudang produk jadi (inventory). Manajemen rantai pasok dilakukan agar agar kontinyuitas bahan baku perusahaan manufaktur terjamin serta tidak adanya penumpukan bahan baku di gudang bahan baku dan penumpukan stok di gudang inventory yang akhirnya dapat merusak produk. Manajemen rantai pasok juga dapat menghemat biaya biaya distribusi dan transportasi. Hal ini memungkinkan perusahaan dapat memenuhi keinginan konsumen secara kontinyu tanpa ada gejala overload di gudang bahan baku maupun inventory. Dalam rantai pasok nanas, hal tersebut mungkin dilakukan jika ada perusahaan pengolah nanas sebagai lead company

yang mengendalikan rantai pasok.

(36)

20

Tabel 3 Kerangka analisis deskriptif rantai pasok

Struktur Hubungan Proses Rantai Bisnis Manajemen Rantai Sumber Daya Rantai

Anggota-anggota dalam rantai pasok.

 Hubungan proses bisnis.

Pemilihan mitra. Sumber daya fisik.

Peran setiap anggota yang terlibat.

 Pola distribusi. Kesepakatan kontraktual.

Sumber daya teknologi.

 Aspek risiko. Sistem transaksi. Sumber daya manusia.

Sebelum menjelaskan empat karakteristik yang digambarkan melalui kerangka FSCN, perlu diketahui sasaran rantai pasok. Sasaran rantai pasok dapat dijelaskan dengan dua sisi pandang yaitu sasaran pasar dan sasaran pengembangan. Pada sasaran pasar dijelaskan seperti apa dan siapa pelanggan serta apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari produk yang dipasarkan. Sasaran pasar dalam FSCN dapat diklasifikasikan ke dalam upaya segmentasi pasar, kualitas yang teritegrasi, dan optimalisasi rantai, atau bahkan kombinasi antara tiga hal tersebut. Selain sasaran pasar perlu juga target dan objek dalam rantai pasok yang dikembangkan oleh beberapa pihak yang terlibat di dalamnya. Bentuk sasaran pengembangan dapat berupa penciptaan koordinasi, kemudahan akses perbankan, pengembangan penggunaan teknologi atau hal lain yang dapat meningkatkan kinerja rantai pasok. Selain itu, penilaian kinerja dari rantai pasok perlu dilakukan untuk mengetahui kepuasan konsumen dan seluruh anggota rantai pasok. Pengukuran kinerja rantai pasok menggunakan analisis efisiensi pemasaran.

Analisis Efisiensi Pemasaran

Efisiensi pemasaran merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu sistem pemasaran. Analisis efisiensi pemasaran dapat diukur untuk mengetahui efisiensi rantai pasok dimana di dalam rantai pasok terdapat kegiatan pemasaran yang pada akhirnya akan mencerminkan tingkat efisiensi suatu rantai pasok. Analisis efisiensi pemasaran dalam penelitian ini dilakukan melalui pendekatan efisiensi operasional. Efisiensi operasional berhubungan dengan penanganan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan rasio dari output-input pemasaran. Efisiensi pemasaran nanas dengan pendekatan operasional dapat diukur dari margin pemasaran, analisis farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya.

Analisis margin pemasaran

(37)

biaya-21 biaya pemasaran yang dikeluarkan dan keuntungan yang oleh lembaga pemasaran. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Mi = Psi – Pbi ... (1) Keterangan:

Mi = margin tataniaga di tingkat ke-i Psi = harga jual pasar di tingkat ke-i Pbi = harga beli pasar di tingkat ke-i

Margin tataniaga juga dapat diperoleh dari penjumlahan biaya dan keuntungan pada masing-masing lembaga tataniaga. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Mi = Ci + πi ... (2)

Keterangan:

Ci = biaya lembaga tataniaga di tingkat ke-i

πi = keuntungan lembaga tataniaga di tingkat ke-i

Dari persamaan (1) dan (2), maka diperoleh persamaan sebagai berikut: Psi - Pbi = Ci + πi

Dengan demikian keuntungan lembaga tataniaga di tingkat ke-i sebesar:

πi = Psi – Pbi - Ci

Sumber : Asmarantaka (2014)

Analisis Farmer’s Share

Farmer’s share merupakan perbandingan antara harga di tingkat petani nanas dan di tingkat konsumen. Ini merupakan porsi dari nilai yang dibayar konsumen akhir yang diterima oleh petani dalam bentuk persen. Secara matematis farmer’s share dapat dirumuskan sebagai berikut :

Fs =

x 100%

Keterangan:

Fs = farmer’s share

Pf = harga ditingkat produsen (petani nanas) Pr = harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir

Sumber : Asmarantaka (2014)

Analisis Rasio Keuntungan terhadap Biaya

Tingkat efisiensi sebuah sistem tataniaga dapat dilihat dari rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Apabila dengan semakin meratanya rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga maka secara teknik sistem tataniaga tersebut efisien. Secara matematis rasio keuntungan dan biaya tataniaga dirumuskan sebagai berikut:

Rasio keuntungan terhadap biaya =

Keterangan:

(38)

22

Ci = biaya Pemasaran

Sumber: Asmarantaka (2014)

Analisis Pilihan Saluran Pemasaran

Pemilihan saluran pemasaran merupakan salah satu pendukung suksesnya pemasaran. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor mungkin mempengaruhi petani dalam memilih sebuah saluran pemasaran, akan dianalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam memilih sebuah saluran pemasaran nanas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Analisis pemasaran nanas di Kecamatan Cijeruk dilakukan dengan menelusuri kegiatan pemasaran mulai dari petani sampai ke pedangang pengecer. Setelah itu akan terlihat pola saluran pemasaran yang terjadi dan jumlah lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran tersebut. Perbedaan saluran pemasaran akan berpengaruh pada tingkat pendapatan yang diterima oleh masing-masing lembaga yang terlibat. Analisis pilihan saluran pemasaran digunakan untuk melihat kecenderungan saluran pemasaran yang dipilih oleh petani dalam menjual nanas. Analisis data yang digunakan dalam penentuan pilihan saluran pemasaran ini adalah analisis binary logit karena variabel tak bebas yang dihadapi, yaitu pilihan lembaga pemasaran, adalah kategorik yang terdiri atas dua kategori. Untuk mencari faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan saluran pemasaran digunakan uji likelihood ratio

(simultan) dan uji Wald (parsial). Sedangkan untuk mencari besarnya peluang dari faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan lembaga pemasaran digunakan uji odds ratio. Software statistik yang digunakan dalam pengolahan data adalah SPSS 23. Model Regresi Binary Logit

Model regresi binary logit digunakan untuk menganalisis data apabila responnya merupakan variabel kualitatif. Bentuk model regresi logistik dengan

P(Y=1|x) = π(x) menurut Hosmer dan Lemeshow (2000) adalah:

dengan g(x) = β + β1x1+ β2x2+ ... + βpxp

Bentuk transformasi logit ditunjukkan dalam persamaan berikut: gj(x) = ln | |

di mana g(x) merupakan penduga logit sebagai fungsi linier dari peubah penjelas dengan kemungkinan nilai peluang terbesar adalah 1.

(39)

23 desa, sementara variabel respon Y=1 adalah petani memilih selain pedagang pengumpul desa sebagai tujuan penjualannya. Variabel penjelas yang digunakan dalam analisis ini adalah faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan petani nanas dalam memilih saluran pemasaran nanas adalah umur, pendidikan, jumlah panen petani per minggu, harga nanas per buah, biaya pemasaran yang dikeluarkan petani, serta apakah bertani nanas merupakan mata pencaharian utama petani atau tidak.

Tabel 4 Rincian peubah penjelas pada model regresi binary logit

Variabel Uraian Jenis Pengukuran

Variabel

Keterangan

X1 Umur Rasio Tahun

X2 Pendidikan Rasio Tahun

X3 Jumlah panen/minggu Rasio Buah

X4 Harga/buah nanas Rasio Rupiah

X5 Biaya pemasaran Rasio Rupiah

X6 Bertani nanas utama Nominal (Dummy) 1= ya, 0 = tidak Hipotesis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani nanas dalam memilih saluran pemasaran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Umur petani adalah jumlah tahun hidup dari petani nanas. Hipotesis dalam penelitian ini adalah umur petani akan berhubungan negatif dengan lingkup pedagang yang lebih luas. Semakin tua umurnya, petani akan memilih menjual nanas kepada lingkup pedagang yang lebih sempit, dalam hal ini adalah pedagang pengumpul desa. Hal ini disebabkan petani yang lebih tua lebih memilih hubungan bisnis yang lebih stabil dengan orang-orang yang sudah ia percaya, yaitu pedagang pengumpul desa yang merupakan tetangga ataupun saudaranya. Sementara itu, petani yang lebih muda akan lebih giat, dapat mengambil keputusan dengan cepat, dan mampu mengadopsi teknologi baru seperti penggunaan handphone untuk memperluas jaringan dan pengetahuannya.

2. Pendidikan merupakan jumlah tahun bersekolah petani nanas. Pendidikan yang baik dapat memfasilitasi petani dalam mengadopsi teknologi baru dan melatih kemampuan majemen sehingga dapat masuk ke pasar yang lingkupnya lebih luas.

3. Hasil panen nanas umumnya diperoleh petani setiap minggu. Diharapkan semakin banyak jumlah hasil panen, maka petani akan memilih saluran pemasaran dengan lingkup yang lebih luas.

4. Harga jual nanas, yang dilihat dari harga per buah nanas, diharapkan memiliki efek positif pada saluran pemasaran dengan lingkup yang lebih luas. Pada lingkup pedagang yang lebih luas, diharapkan petani yang mampu bernegosiasi dengan baik dapat menerima harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberikan pedagang pengumpul desa.

(40)

24

lembaga pemasaran yang berada di dekat tempat tinggalnya, yaitu pedagang pengumpul desa.

6. Pencaharian utama petani menunjukkan petani menjadikan bertani nanas sebagai kegiatan utama yang dapat memenuhi kebutuhan hidup petani atau tidak. Petani yang menjadikan bertani nanas sebagai mata pencaharian utama diduga akan memilih saluran pasar yang memberikan keuntungan lebih tinggi sehingga petani akan memilih saluran pemasaran dengan lingkup yang lebih luas.

Uji Kesesuaian Model (Goodness of Fit)

Uji kesesuaian model (goodness of fit) digunakan untuk mengetahui kesesuaian atau derajat bebas kecocokan dari model yang telah terbentuk. Uji kesesuaian model yang digunakan adalah uji Deviance yang mengikuti distribusi

chi-square dengan derajat bebas J-p-1, dimana J adalah banyaknya sampel dan p adalah banyaknya parameter dalam model. Daerah penolakan H0 yaitu nilai statistik uji X2hitung≥ X2(j-p-1)atau nilai signifikansi ≤ α. Uji Deviance ditunjukkan dalam persamaan berikut:

∑ ∑ ∑

mendekati distribusi X2

Sumber: McCullagh dan Nelder (1989) dalam Hosmer dan Lemeshow (2000)

Pengujian Parameter

a. Uji Likelihood Ratio (uji simultan)

Uji likelihood ratio digunakan untuk mengetahui apakah variabel penjelas mempunyai pengaruh yang signifikan terhdap variabel respon secara bersamaan. Pada penelitian ini digunakan uji likelihood ratio dengan persamaan sebagai berikut:

G = - 2 ln

Keterangan:

Ly = likelihood model tereduksi Lk = likelihood model penuh

Statistik G mengikuti distribusi chi-square dengan derajat bebas p, di mana p merupakan banyaknya parameter dalam model. Daerah penolakan H0 jika G ≥ X2

(α,v) atau dengan nilai signifikansi ≤ α.

b. Uji Wald (uji parsial)

Gambar

Tabel 1 Perkembangan volume ekspor komoditas buah tahun 2008–2012
Gambar 1 Skema diagram rantai pasok
Gambar 2 Kerangka analisis deskriptif rantai pasok
Gambar 4 Kerangka pemikiran operasional penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan analisis kualitatif yang dilakukan untuk menggambarkan saluran dan lembaga pemasaran, fungsi pemasar- an, serta struktur dan

Kenyataan dilapangan petani jagung lebih memilih saluran pemasaran I yakni Petani---Pedagang pengumpul---Pedagang besar---Eksportir hal ini terlihat dari rata-rata

Dalam Rantai Nilai Agribisnis Labu terdapat pelaku atau aktor yang berperan yaitu petani, tengkulak, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul level kecamatan,

Rantai pasok gambir yang dilakukan analisis nilai tambah pada penelitian ini yaitu saluran 1 pemasaran gambir dimulai dari petani, pedagang pengumpul, eksportir lokal dan konsumen

Model saluran pemasaran yang dilalui oleh bunga hortensia dari produsen (petani) ke konsumen akhir ada empat model yaitu Saluran I: Petani  Pedagang Pengumpul  Pedagang kecil

Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan analisis kualitatif yang dilakukan untuk menggambarkan saluran dan lembaga pemasaran, fungsi pemasar- an, serta struktur dan

Harga jual petani pada saluran pemasaran II lebih rendah karena pedagang pengumpul harus menyalurkan pedagang besar, pedagang pengumpul tidak mau membeli semangka

Aliran informasi pada performa rantai pasok (Supply Chain) kopi Arabika di Kecamatan Rumbia mulai dari agroindustri ke pedagang besar kemudian ke pedagang