ANALISIS RANTAI PASOK BIJI KAKAO
DI KECAMATAN KALUKKU KABUPATEN MAMUJU
(Kasus: Petani Program Nestle
Cocoa Plan
PISAgro)
REZA PRIMADITA
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Rantai Pasok Biji Kakao di Kecamatan Kalukku Kabupaten Mamuju (Kasus: Petani Program Nestle Cocoa Plan PISAgro) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
ABSTRAK
REZA PRIMADITA. Analisis Rantai Pasok Biji Kakao di Kecamatan Kalukku Kabupaten Mamuju (Kasus: Petani Program Nestle Cocoa Plan PISAgro). Dibimbing oleh BAYU KRISNAMURTHI
Peningkatan investasi pada industri pengolahan kakao tidak diiringi dengan peningkatan jumlah produksi dan kualitas dari biji kakao. Kegiatan rantai pasok merupakan salah satu solusi untuk menyelesaikan permasalahan kakao tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi rantai pasok program Nestle Cocoa Plan dan tradisional di Kecamatan Kalukku, membandingkan kinerja rantai pasok program Nestle Cocoa Plan dan tradisional di Kecamatan Kalukku dan mengidentifikasi penerapan visi PISAgro dalam kegiatan rantai pasok program Nestle Cocoa Plan. Observasi dan wawancara dilakukan pada petani melalui teknik convinience sampling dan lembaga tataniaga berikutnya menggunakan snowball sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rantai pasok Nestle Cocoa Plan mempunyai kinerja yang lebih baik dari dari rantai pasok tradisional. Rantai pasok Nestle Cocoa Plan telah menerapkan visi PISAgro.
Kata Kunci: Kakao, Kualitas, Produksi, Program Nestle Cocoa Plan, Rantai Pasok
ABSTRACT
REZA PRIMADITA. Cocoa Beans Supply Chain Analysis in Kalukku, Mamuju (Case Farmer in PISAgro Nestle Cocoa Plan Program). Supervised by BAYU KRISNAMURTHI
The increasing of cocoa processing investment was not followed by the increased of cocoa bean production and quality improvement. Supply chain approach could become a solution for these problems. The research aimed in identififying Nestle Cocoa Plan (NCP) and traditional cocoa supply chain in Kalukku, comparing the perfomance of NCP and traditional cocoa supply chain in Kalukku and identifying the implementation of PISAgro vision in supply chain NCP program. Purposive sampling technique was applied to observe and interview the farmer, proceed with the snowball sampling to study the marketing institution. The study showed that Nestle Cocoa Plan cocoa supply chain had better performance than that of traditional cacao supply chain, and it has applied the PISAgro vision.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis
ANALISIS RANTAI PASOK BIJI KAKAO
DI KECAMATAN KALUKKU KABUPATEN MAMUJU
(Kasus: Petani Program Nestle
Cocoa Plan
PISAgro)
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 sampai Mei 2014 ini ialah supply chain, dengan judul Analisis Rantai Pasok Biji Kakao di Kecamatan Kalukku Kabupaten Mamuju (Kasus: Petani Program Nestle Cocoa Plan PISAgro)
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada Bapak Dr Ir Bayu Krisnamurthi, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, waktu serta segala saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini. Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku dosen penguji utama dan Eva Yolynda Aviny, SP MM selaku dosen penguji komisi akademik, yang telah meluangkan waktu serta memberikan kritik dan saran kepada penulis. Di samping itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang tergabung dalam program Nestle Cocoa Plan PISAgro (Pak Wisman Djaja selaku Direktur Suistainability Nestle, Pak Sindra Wijaya selaku Direktur Utama BT Cocoa, Pak Ong Kang selaku General Manager BT Source, Pak Haerul, Pak Dwi, Pak Aryo, Pak David, Pak Lukmansyah, Pak Mas’ud, Pak Edi, Kak Susan, dan Kak Ani) yang telah memberikan waktu dan informasi untuk pengumpulan data, para pedagang pengumpul, petani tradisional serta petani yang tergabung dalam program Nestle Cocoa Plan selaku responden dalam penelitian ini. Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada kedua orang tua, kedua adik, dan seluruh keluarga atas doa, kasih sayang, dan dukungan yang senantiasa diberikan. Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan sebimbingan (Hadiyansyah Anwar dan Siti Nurjanah), sahabat-sahabat Agribisnis 47, dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas semangat, doa, dan dukungan yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 4
Ruang Lingkup Penelitian 5
TINJAUAN PUSTAKA 5
Penelitian Terdahulu Error! Bookmark not defined.
KERANGKA PEMIKIRAN 7
Kerangka Pemikiran Konseptual 7
Kerangka Pemikiran Operasional 16
METODE PENELITIAN 18
Lokasi dan Waktu Penelitian 18
Jenis dan Sumber Data 18
Metode Pengumpulan Data 18
Metode Penentuan Responden 18
Metode Pengolahan dan Analisis Data 19
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21
Keadaan Umum Kabupaten Mamuju 21
Keadaan Umum Kecamatan Kalukku 21
Keadaan Agribisnis Kakao di Kecamatan Kalukku 23
Karakteristik Petani Responden 23
HASIL DAN PEMBAHASAN 25
Rantai Pasok Biji Kakao 25
Penerapan Visi PISAgro dalam Kegiatan Supply Chain Program Nestle
Cocoa Plan 56
SIMPULAN DAN SARAN 57
DAFTAR PUSTAKA 58
DAFTAR TABEL
1 Produksi Biji Kakao Dunia (000)Ton 1
2 Produks i Beberapa Komoditi Unggu lan di Sulawesi Barat Tahun
2010 3
3 Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kakao di Kabupaten Mamuju,
2011-2012 3
4 Luas Lahan Kering Dirinci Menurut Penggunaannya 22 5 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Rakyat Dirinci Per Jenis
Tanaman di Kecamatan Kalukku Tahun 2012 22
6 Golongan Usia Petani NCP Sampel di Kecamatan Kalukku 23 7 Golongan Usia Petani Tradisional Sampel di Kecamatan Kalukku 24 8 Status Usahatani Petani Sampel di Kecamatan Kalukku 24 9 Pengalaman Usahatani Kakao Petani Sampel di Kecamatan Kalukku 24 10 Luas Lahan Kakao Petani Sampel di Kecamatan Kalukku 25 11 Sasaran Rantai Pasok Biji Kakao di Kecamatan Kalukku 26 12 Anggota Rantai Pasok Biji Kakao di Kecamatan Kalukku 29 13 Manajemen Rantai Pasok Biji Kakao di Kecamatan Kalukku 33 14 Sumber Daya Fisik Rantai Pasok Biji Kakao di Kecamatan Kalukku 37 15 Sumber Daya Manusia Rantai Pasok Biji Kakao di Kecamatan
Kalukku 38
16 Sumber Daya Permodalan Rantai Pasok Biji Kakao di Kecamatan
Kalukku 39
17 Proses Bisnis Rantai Pasok Biji Kakao di Kecamatan Kalukku 40 18 Fungsi-fungsi pemasaran pada lembaga pemasaran biji kakao
program Nestle Cocoa Plan di Kecamatan Kalukku, Kabupaten
Mamuju 49
18 Fungsi-fungsi pemasaran pada lembaga pemasaran biji kakao tradisional di Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju 52 19 Margin Pemasaran Rantai Pasok Biji Kakao Program Nestle Cocoa
Plan 54
20 Margin Pemasaran Rantai pasok Biji Kakao Tradisional 54 21 Farmer's Share Rantai Pasok Biji Kakao Program Nestle Cocoa Plan 55 22 Farmer's Share Rantai Pasok Biji Kakao Tradisional 55
DAFTAR GAMBAR
1 Struktur Rantai Pasok 8
2 Kerangka Food Supply Chain Networking 9
3 Marjin Pemasaran 15
4 Rantai Pasok Biji Kakao Program Nestle Cocoa Plan 25
5 Rantai Pasok Biji Kakao Tradisional 26
6 Biji Kakao Asalan 28
7 Biji Kakao Fermentasi 29
10 Aliran Finansial Rantai Pasok Biji Kakao Program Nestle
Cocoa Plan 43 11 Aliran Finansial Rantai Pasok Biji Kakao Tradisional 44 12 Aliran Infromasi Rantai Pasok Biji Kakao Program Nestle Cocoa Plan 44 13 Aliran Infromasi Rantai Pasok Biji Kakao Tradisional 45 14 Label Nama Petani Nestle Cocoa Plan 46 15 Karung Nestle Cocoa Plan 47
DAFTAR LAMPIRAN
1 Margin Pemasaran Rantai Pasok Program Nestle Cocoa Plan 60 2 Margin Pemasaran Rantai Pasok Tradisional 61
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia dari sektor perkebunan. Kakao memiliki peranan yang cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Pada tahun 2012, ekspor biji kakao dan produk olahan kakao menyumbang sebesar US$ 1.05 miliar untuk devisa negara1
Tabel 1 Produksi Biji Kakao Dunia (000)Ton
. Berdasarkan ICCO Quarterly Bulletin of Cocoa Statistic (2014), Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana.
Sumber : ICCO Quarterly Bulletin of Cocoa Statistic, Vol. XL, No.1, Cocoa year 2013/14
Dalam melihat peluang perkembangan kakao Indonesia, Pemerintah menetapkan kebijakan bea keluar kakao sebesar 5-15% pada 1 April 2010. Kebijakan bea keluar ini menyebabkan peningkatan investasi industri pengolahan kakao. Perkembangan positif ini terlihat dari peningkatan kapasitas produksi industri domestik dari 130 000 ton pada tahun 2009 menjadi 280 000 ton pada tahun 20112
1
Kementerian Perindustrian. 2013. Pemerintah Genjot Produksi Kakao. [Internet]. [diunduh pada 2014 Apr 4]. Tersedia pada:
. Namun, perkembangan industri pengolahan kakao dalam negeri, ternyata tidak diiringi dengan peningkatan produksi biji kakao.
2
Mulai dari tahun 2010 terjadi penurunan pada produksi kakao dalam negri dan berdasarkan data BPS 2012 produksi kakao hanya mencapai 460 000 ton 3
1. Nestle Indonesia melaui Swisscontact memberikan penyuluhan dan penerapan Good Agriculture Practice (GAP) kepada para petani kakao dan Dinas Perkebunan untuk peningkatan produksi dan mutu serta kelembagaan petani.
. Jumlah produksi kakao tersebut tidak mencukupi kapasitas industri pengolahan kakao sebesar 600 000 ton. Hal ini menyebabkan industri pengolahan kakao kekurangan bahan baku. Untuk memenuhi kekurangan bahan baku industri, Indonesia harus mengimpor biji kakao. Pada tahun 2010, impor biji kakao mencapai 47 500 ton. Penurunan terjadi pada tahun 2011 dengan jumlah impor menjadi 43 700 ton. Namun, pada tahun 2012 kembali mengalami peningkatan menjadi 48 200 ton dan mencapai peningkatan sebesar 63 000 ton pada tahun 2013 (Ditjenbun 2013).
Permasalahan penurunan produksi kakao dalam negri termasuk dalam issue pertanian berkelanjutan. Salah satu wadah kemitraan yang memperhatikan issue pertanian berkelanjutan adalah PISAgro. PISAgro (Partnership for Indonesia Sustainable Agriculture) merupakan kemitraan publik swasta yang bertujuan untuk mendukung pemerintah Indonesia dalam mengatasi ketahanan pangan nasional dengan cara meningkatkan produksi komoditas pertanian strategis secara lestari dan meningkatkan penghidupan petani kecil. PISAgro memiliki tiga visi yaitu peningkatan produktivitas pertanian Indonesia, pengurangan emisi gas rumah kaca dan peningkatan pendapatan petani Indonesia. Sesuai dengan tiga visinya, PISAgro berperan dalam mengkoordinasikan perusahaan-perusahaan yang melakukan kemitraan PISAgro untuk menciptakan rantai pasok yang berbasiskan visi. PISAgro memiliki 10 kelompok kerja yaitu kelompok kerja kakao, susu, kopi, kelapa sawit, padi, jagung, kedelai, hortikultura dan agrifinance.
Kelompok kerja kakao pada awalnya diketuai oleh Nestle Indonesia dengan program The Cocoa Plan. Nestle Indonesia memimpin rencana pengembangan kelompok kerja kakao serta membuat perencanaan untuk mewujudkan rantai pasok sesuai visi PISAgro. Bersama perusahaan anggota, Neste Indonesia menjalankan program The Cocoa Plan yang berlokasi di Mamuju, Sulawesi Barat. Program- program The Cocoa Plan, yaitu
2. Nestle melalui Puslitkoka Jember membuat kebun percontohan dan budidaya benih unggul sebagai media pembelajaran untuk para petani. 3. Nestle menciptakan rantai pasok yang traceable dan efisien dengan
dibantu oleh BT Cocoa
Program Nestle Cocoa Plan ini telah berjalan selama 2 tahun. Maka dari itu, penerapan tiga visi PISAgro telah dapat dilihat dalam kegiatan supply chain.
3
Perumusan Masalah
Sulawesi Barat dikenal sebagai salah satu penghasil utama kakao di Indonesia. Berdasarkan data BPS Sulawesi Barat tahun 2012, kakao termasuk komoditi unggulan di Sulawesi Barat pada tahun 2010. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2 tentang produksi beberapa komoditi unggulan di Sulawesi Barat tahun 2010.
Tabel 2 Produksi Beberapa Komoditi Unggulan di Sulawesi Barat Tahun 2010 No. Komoditi Luas Panen (ha) Produksi (ton)
1 Kakao 181 156 101 011
2 Kelapa Sawit 53 370 702 755
3 Kelapa dalam 49 587 56 502
4 Kopi (Arabika & Robusta) 19 362 9 364
5 Rotan - 640
6 Perikanan tangkap - 71 177
Sumber : BPS Sulawesi Barat (2012)
Namun, dari waktu ke waktu terjadi penurunan dalam produktivitas kakao yang dihasilkan petani di Kabupaten Mamuju. Hal ini disebabkan oleh umur pohon yang sudah tua, adanya serangan hama penyakit, perubahan iklim dan cuaca yang ekstrim serta masih kurangnya pelaksanaan pertanian yang sesuai GAP oleh petani. Penurunan dalam produktivitas kakao ini dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kakao di Kabupaten Mamuju, 2011-2012
Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (Kg) Produktivitas (Kg/Ha)
2011 68 344.02 27 864 290 407.71
2012 68 330.52 26 869 600 393.23
Sumber : BPS Kabupaten Mamuju (2012)
dalam permodalan. Jika dilihat dari segi aliran informasi, kurangnya keterbukaan informasi antar pelaku rantai pasokan menjadi permasalahan.
Dari permasalahan-permasalahan yang ada diperlukan penataan rantai pasok yang memandang keseluruhan kegiatan baik dari pemerolehan bahan baku, proses pengirimannya sampai ke pelanggan maupun proses pengembalian produk (return), sehingga para anggota rantai pasokan dapat bertahan dan meningkatkan produktivitasnya di tengah pasar yang kompetitif.
PISAgro bersama PT Nestle Indonesia dan BT Cocoa dalam program Nestle Cocoa Plan membuat rantai pasok biji kakao yang transparan yang sesuai dengan tiga visi PISAgro untuk mengatasi permasalahan dalam rantai pasokan biji kakao. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan analisis untuk mengetahui bagaimana rantai pasok biji kakao PISAgro dan tradisional ini menjalankan aktifitas bisnisnya. Selain itu, diperlukan analisis kinerja dari proses pengelolaan rantai pasok biji kakao PISAgro dan tradisional yang tentunya juga harus dievaluasi agar rantai pasok tersebut dapat terus berkembang menyesuaikan juga dengan perubahan lingkungan bisnisnya. Untuk rantai pasok biji kakao PISAgro dapat dilihat sudah sejauh mana penerapan tiga visi PISAgro memberikan manfaat dalam kegiatan supply chain. Berdasarkan penjelasan dan fakta tersebut, penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi dan kinerja rantai pasok biji kakao Nestle Cocoa Plan (NCP) dan tradisional yang terbentuk di Kecamatan Kalukku Kabupaten Mamuju ?
2. Bagaimana penerapan tiga visi PISAgro dalam kegiatan supply chain pada program Nestle Cocoa Plan ?
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian adalah:
1. Mengidentifikasi rantai pasok biji kakao Nestle Cocoa Plan (NCP) dan tradisional di Kecamatan Kalukku Kabupaten Mamuju.
2. Membandingkan kinerja rantai pasok biji kakao Nestle Cocoa Plan (NCP) dan tradisional di Kecamatan Kalukku Kabupaten Mamuju 3. Mengidentifikasi penerapan visi PISAgro dalam kegiatan supply chain
pada program Nestle Cocoa Plan
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, antara lain :
1. Bagi anggota rantai pasokan, hasil analisis ini dapat digunakan sebagai masukan dan pertimbangan dalam menjalankan operasional kegiatan usaha dan dalam membuat rencana kerja selanjutnya.
3. Bagi Mahasiswa, dapat menambah pengetahuan tentang rantai pasokan biji kakao dan sebagai bahan referensi atau sumber informasi.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi untuk melihat kondisi dan kinerja rantai pasok biji kakao yang dilaksanakan kelompok binaan Nestle Cocoa Plan dan rantai pasok biji kakao tradisional (belum tergabung dalam program Nestle Cocoa Plan) yang memasok kakao ke gudang BT Cocoa di Mamuju. Hal ini dilakukan agar jelas dalam melakukan perbandingan antara kedua rantai pasok biji kakao. Untuk rantai pasok biji kakao kelompok binaan Nestle Cocoa Plan (PISAgro) akan dilihat sudah sejauh mana penerapan tiga visi PISAgro memberikan manfaat dalam kegiatan supply chain.
TINJAUAN PUSTAKA
Hasil penelitian yang menjadi tinjauan dalam penelitian ini yaitu penelitian yang bertemakan analisis deskriptif rantai pasok. Analisis deskriptif rantai pasok dilakukan untuk mengetahui bagaimana gambaran rantai pasok secara keseluruhan, apakah sudah baik atau belum dan bagian mana yang harus diperbaiki. Tujuan dari analisis ini pada umumnya adalah mengidentifikasi dan mengkaji pengelolaan rantai pasok (Wicaksono 2010; Sari 2012; Dilana 2013), menganalisis aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh setiap anggota rantai pasok (Priyono 2008; Rheza dan Karlinda 2013) serta menganalisis kinerja rantai pasok dan alternatif kebijakan pengembangan manajemen rantai pasok (Wicaksono 2010).
Dalam menganalisis strategi rantai pasokan udang vaname, Wicaksono (2010) menggunakan metode penelitian analisis deskriptif menggunakan kerangka analisis manajemen rantai pasokan yang telah dimodifikasi oleh Vorst. Setelah itu, baru dilakukan tahap formulasi strategi dengan analisis lingkungan internal dan eksternal (IFE dan EFE), analisis SWOT dan analisis QSPM. Untuk melihat kinerja rantai pasok diukur menggunakan metode chek list, diperoleh 62.8% kriteria yang sudah dimiliki dalam rantai pasokan udang vaname dari total 43 kriteria-kriteria sebagai syarat layak tidaknya struktur suatu rantai pasokan. Sedangkan 20.9% kriteria yang belum ada dan 17.3% yang sedang dalam proses. Secara umum dapat dikatakan bahwa rantai pasokan udang vaname yang ada saat ini masih belum optimal, sehingga menghambat berbagai aktivitas yang terkait di dalam rantai pasokan. Rantai pasokan udang vaname berada pada posisi Grow and Build (tumbuh dan berkembang). Strategi yang tepat digunakan dalam kuadran ini adalah penetrasi pasar, pengembangan pasar,dan pengembangan produk.
seperti yang dilakukan oleh Wicaksono (2010), Sari (2012) dan Dilana (2013). Priyono (2008) dan Rheza dan Karlida (2013) tidak menggunakan Kerangka FSCN, tetapi menggunakan metode value chain (rantai nilai).
Kerangka FSCN digunakan untuk menganalisis kondisi manajemen rantai pasok secara deskriptif. Metode ini menganalisis enam elemen yang menyusun rantai pasok. Sari (2012) menganalisis network supply chain dan pengendalian persediaan beras organik. Dalam penelitian ini penulis mengkaji kondisi dan kinerja rantai pasok beras organik dengan menggunakan kerangka FSCN (Food Supply Chain Networking) dan pendekatan efisiensi pemasaran dan pengelolaan asset untuk menilai kinerja dari rantai pasok. Rantai pasok beras organik berbentuk jaringan. Dari hasil analisis efisiensi pemasaran pada rantai pasok beras organik, hanya saluran 2 yang belum efisien dengan nilai margin Rp. 22 500 dan farmer’s share 22.41% sehingga rantai pasok beras organik belum efisien secara keseluruhan. Analisis efisiensi pengelolaan asset persediaan beras organik TSF sudah efisien dengan nilai inventory turnover 12 kali dan inventory days of supply 30 hari. Pengelolaan asset uang tunai belum efisien dengan nilai cash to cash cycle time yang besar selama 35 hari. Bila dilihat dari keenam elemen kerangka FSCN, kondisi rantai pasok beras organik belum baik karena penerapan manajemen rantai pasok belum baik, proses bisnis kurang lancar, dan kinerja belum efisien seluruhnya.
Dilana (2013) dalam Pemasaran dan Nilai Tambah Biji Kakao di Kabupaten Madiun, Jawa Timur menyampaikan bahwa secara keseluruhan rantai pasok biji kakao di Kabupaten Madiun berjalan lancar, sudah memiliki sasaran yang jelas, struktur hubungan rantai yang baik, adanya penerapan manajemen, dan proses bisnis yang sudah berjalan dengan baik. Namun, masih terdapat kendala pada sumber daya rantai pasok, terutama pada sumber daya modal dan sumber daya manusia. Sampai saat ini sebagian besar pelaku pada rantai pasok biji kakao di Kabupaten Madiun hanya melakukan aktivitas penjemuran terhadap biji kakao dan sebagian kecil sudah melakukan fermentasi terhadap biji kakao.
Untuk menganalisis faktor pendorong dan penghambat rantai pasokan ramah ingkungan, Priyono (2008) menggunakan konsep value chain, yaitu fungsi pembelian, in-bound logistic, produksi, distribusi yang meliputi outbound logistic dan pemasaran, dan reverse logistic. Penggunaan konsep value chain ini atas pertimbangan bahwa rantai pasokan merupakan suatu sistem yang integratif, sehingga pembahasan yang menyeluruh terhadap seluruh komponen yang terlibat dalam rantai pasokan dengan mempertimbangkan permintaan dan penawaran. Dalam penerapan rantai pasokan yang ramah lingkungan tidak hanya mempertimbangkan proses yang terjadi di dalam perusahaan tetapi juga yang terjadi di luar perusahaan. Seperti halnya minat pelanggan terhadap produk ramah lingkungan dan peraturan pemerintah yang berpengaruh untuk mendorong agar perusahaan menerapkan program ramah lingkungan.
ditekan oleh penyedia saprodi yang juga berprofesi sebagai pengepul. Dari kelembagaan yang ada seperti poktan atau gapoktan masih belum dapat menguatkan posisi tawar petani di dalam pasar karena kelembagaan yang ada baru pada tingkat inisiasi saja. Gapoktan pun tidak berfungsi, meskipun ada, yang lebih sering bergerak adalah petani maupun poktan. Selain itu, masih belum ada regulasi khusus yang mengatur tentang produksi kakao atau standar biji kakao yang diterapkan oleh pemda Majene. Dengan pengaturan khusus ini, kualitas biji kakao yang diinginkan oleh pengusaha atau pabrikan seperti biji kakao yang di fermentasi terjaga. Belum ada akses pasar langsung bagi petani kakao di Majene. Pemasaran masih bergantung pada pedagang pengepul. Belum ada pabrikan yang langsung membuka akses atau langsung ke petani. Serta masih belum kuatnya koordinasi dan sinkronisasi antara Pemprop dengan Pemkab untuk pelaksanaan.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Konseptual Rantai Pasok
Kotler P dan Keller KL (2009) menyampaikan bahwa rantai pasokan (supply chain) adalah saluran yang lebih panjang yang membentang dari bahan mentah hingga komponen sampai produk akhir yang dihantarkan ke pembeli akhir. Setiap anggota rantai hanya meraih persentase tertentu dari total nilai yang dihasilkan oleh sistem penghantaran nilai rantai pasokan. Untuk memperoleh persentase yang lebih tinggi dari nilai rantai pasokan maka perusahaan akan memperluas bisnisnya ke hulu atau hilir.
Keterangan: Aliran Produk Aliran Finansial Aliran Informasi
Gambar 1. Struktur rantai pasok Sumber : Pujawan (2005)
Aliran produk bergerak dari supplier menuju konsumen terakhir. Sedangkan aliran finansial bergerak dari konsumen akhir ke supplier. Aliran informasi tidak hanya bergerak dari supplier ke konsumen akhir, tetapi juga bergerak dari konsumen akhir ke supplier sehingga aliran informasi bergerak dua arah timbal balik sepanjang rantai.
Rantai pasok dikelola oleh perusahaan-perusahaan dalam suatu rantai nilai yang dilatarbelakangi oleh dua alasan penting. Pertama, perusahaan berusaha untuk mendekatkan diri dengan konsumen, memberikan kepastian adanya tautan dengan pasar. Kedua, semua perusahaan yang terkoordinir dalam suatu rantai pasok merumuskan tujuan bersama sebagai pedoman dalam aktivitas mereka. Dalam rantai pasok, semua pemangku kepentingan memiliki peran bukan hanya perusahaan seperti pemasok saja. Tiga level pelaku utama dalam rantai pasok meliputi level aktor atau pelaku tunggal, level rantai pasok, dan level politik atau komunitas yang memiliki peran dalam kegiatan operasional suatu rantai pasok. Sebuah rantai pasok sederhana memiliki komponen-komponen yang disebut saluran yang terdiri dari pemasok, manufaktur, pusat distribusi, gudang, dan retail yang bekerja memenuhi kebutuhan konsumen akhir (Anatan & Ellitan 2008).
Rantai pasok tercipta karena setiap pelaku usaha pada umumnya sulit menciptakan produk dari bahan mentah hingga barang jadi yang dikonsumsi konsumen. Hal tersebut akan membutuhkan biaya investasi dan produksi yang sangat banyak serta pengelolaannya menjadi tidak efisien dan efektif mengingat kebutuhan konsumen yang semakin meningkat. Proses produksi barang membutuhkan tahapan yang tidak sedikit dalam menciptakan nilai tambah sementara konsep just in time sangat dituntut konsumen dalam pendistribusian produk pada saat ini. Oleh karena itu, setiap pelaku usaha bergabung membentuk rantai pasok dalam mengalirkan produk dari produsen awal hingga konsumen akhir.
Analisis rantai pasokan dapat dievaluasi dalam konteks jaringan rantai pasokan makanan yang kompleks, disebut juga sebagai Food Supply Chain Network (FSCN). Elemen yang dapat digunakan untuk menjelaskan, menganalisis dan atau mengembangkan secara spesifik rantai pasokan dalam FSCN antara lain sasaran rantai pasok, struktur rantai pasok, manajemen rantai pasok, proses bisnis rantai pasok, sumberdaya rantai dan kinerja rantai pasok.
Pada gambar 2 Kerangka Food Supply Chain Network, terdapat garis hubung yang menghubungi setiap elemen. Garis hubung satu arah menandakan bahwa satu elemen mempengaruhi elemen lainnya. Garis hubung dua arah menandakan bahwa terdapat hubungan saling mempengaruhi di antara keduanya. Misalnya antara elemen sasaran rantai pasok dan manajemen rantai pasok, sasaran yang ditetapkan sebuah rantai pasok akan mempengaruhi bagaimana proses manajemen yang diterapkan di dalam rantai pasok. Manajemen rantai pasok tidak mempengaruhi sasaran karena sasaran lebih dulu ditetapkan dalam rantai pasok. Penerapan manajemen dalam rantai pasok akan mempengaruhi proses bisnis yang terjadi antar anggota rantai pasok dan sebaliknya, proses bisnis yang terjadi juga akan mempengaruhi manajemen dilihat dari bagaimana penerapan dalam sebuah rantai pasok.
Gambar 2. Kerangka Food Supply Chain Network Sumber: Vorst (2006)
Elemen dalam Kerangka Food Supply Chain Network yaitu : 1. Sasaran Rantai Pasok
• Sasaran Pasar
Menjelaskan bagaimana model rantai pasok berlangsung terhadap produk yang dipasarkan. Tujuan pasar dijelaskan seperti siapa pelanggan, apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari produk tersebut. Sasaran pasar Food Supply Chain Network dalam dapat diklasifikasikan ke dalam: upaya segmentasi pasar, kualitas yang terintegrasi, dan optimalisasi rantai atau kombinasi di antara tiga hal tersebut.
• Sasaran Pengembangan
pengembangan penggunaan teknologi informasi serta prasarana lain yang dapat meningkatkan kinerja rantai pasok.
2. Struktur Rantai Pasok
Struktur rantai pasok akan dijelaskan dalam dua bagian, yaitu (1) anggota rantai dan aliran komoditas atau menjabarkan siapa saja yang menjadi anggota rantai pasok dan dijelaskan pula peran tiap anggota rantai pasok dan (2) entitas rantai pasok atau elemen-elemen di dalam rantai pasok yang mampu menstimulasi terjadinya berbagai proses bisnis. Elemen-elemen tersebut meliputi produk, pasar, stakeholder, dan situasi persaingan.
3. Manajemen Rantai Pasok
Manajemen rantai pasok menggambarkan bentuk koordinasi dan struktur manajemen dalam jaringan rantai pasok yang memfasilitasi proses pengambilan keputusan secara cepat oleh pelaku rantai pasok dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki dalam rantai pasok guna meningkatkan kinerja rantai pasok. Tujuannya adalah untuk mengetahui pihak mana yang bertindak sebagai pengatur dan pelaku utama dalam rantai pasok. Pihak yang menjadi pelaku utama adalah pihak yang melakukan sebagian besar aktivitas di dalam rantai pasok dan memiliki kepemilikan penuh terhadap asset yang dimilikinya. Beberapa hal yang perlu dikaji adalah pemilihan mitra, kesepakatan kontraktual dan sistem transaksi, dukungan pemerintah serta kolaborasi rantai pasok.
4. Sumber Daya Rantai Pasok
Setiap anggota rantai pasok memiliki potensi sumber daya untuk mendukung upaya pengembangan rantai pasok. Sumber daya rantai yang dikaji meliputi sumber daya fisik, teknologi, manusia, dan permodalan.
5. Proses Bisnis Rantai Pasok
Proses bisnis rantai pasok menjelaskan proses-proses yang terjadi di dalam rantai pasok dalam rangka mengetahui apakah keseluruhan alur rantai pasok sudah terintegrasi satu sama lain dengan setiap anggota rantai pasok dan apakah sudah berjalan dengan baik atau tidak serta menjelaskan bagaimana melalui suatu tindakan strategik tertentu mampu mewujudkan rantai pasok yang mapan dan terintegrasi. Proses bisnis rantai pasok dapat ditinjau berdasarkan aspek hubungan proses bisnis antar anggota rantai pasok, pola distribusi, anggota rantai pendukung, perencanaan kolaboratif, penelitian kolaboratif, jaminan identitas merek, aspek risiko, dan proses membangun kepercayaan.
6. Kinerja Rantai Pasok
Kinerja rantai pasok kemudian dinilai untuk mencapai tujuan akhir rantai pasok, yaitu memenuhi kepuasan konsumen dan memuaskan seluruh anggota rantai pasok.
Manajemen Rantai Pasok Konsep Manajemen Rantai Pasok
bahwa manajemen rantai pasok mencakup manajemen atas aliran-aliran di antara tingkatan dalam suatu rantai pasok untuk memaksimumkan keuntungan total. Manajemen rantai pasok merupakan konsep yang semakin penting pada era perdagangan bebas dan globalisasi. Dalam manajemen rantai pasok, terdapat empat penggerak (driver) yaitu persediaan, transportasi, fasilitas, dan informasi. Dari keempat penggerak tersebut, penggerak informasi menjadi penggerak utama. Informasi sangat mempengaruhi ketiga penggerak lainnya.
Menurut Van der Vorst (2006), manajemen rantai pasok adalah perencanaan terpadu, koordinasi dan kontrol dari semua proses bisnis dan kegiatan dalam rantai pasok untuk memberikan yang terbaik kepada konsumen. Di mana definisi rantai pasok itu sendiri adalah serangkaian kegiatan (fisik dan pengambilan keputusan) yang berkaitan dengan arus material dan informasi maupun arus yang terkait dengan uang serta hak milik yang melintasi batas-batas organisasi. Rantai pasok tidak hanya mencakup produsen dan pemasok, tetapi juga (tergantung pada arus logistik) transporter, gudang, pengecer, organisasi pelayanan, dan konsumen sendiri.
Tujuan penerapan manajemen rantai pasok, yaitu mempermudah penentuan lokasi atas dasar pertimbangan aktivitas dan biaya dalam rangka memproduksi produk yang diinginkan pelanggan dari supplier atau pabrik hingga disimpan di gudang dan pendistribusiannya ke sentra penjualan serta mencapai efisiensi aktivitas dan biaya seluruh sistem, total biaya sistem dari transportasi hingga distribusi persediaan bahan baku, dan barang jadi (Panggabean 2009).
Manajemen rantai pasok berbeda dengan rantai pasok. Rantai pasok merupakan jaringan fisik atau wadah perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke konsumen akhir sedangkan manajemen rantai pasok adalah konsep, pemikiran, metode, alat atau pendekatan pengelolaan rantai pasok.
Fungsi Manajemen Rantai Pasok
Menurut Ma’arif dan Tanjung (2003), fungsi yang dilakukan dalam manajemen rantai pasok adalah :
1. Perkiraan permintaan
Pada dasarnya manajemen rantai pasok adalah rantai pasok dari produsen ke konsumen, maka permintaan konsumen menjadi acuan untuk proses ke produsen (belakang). Artinya, permintaan konsumen harus diketahui. Salah satu permasalahan dalam manajemen rantai pasok adalah kesalahan perkiraan atau peramalan.
2. Menyeleksi pemasok
Pemasok yang digunakan haruslah pemasok yang dipercaya. Oleh karena itu, kegiatan memilih pemasok merupakan kegiatan awal yang krusial.
3. Memesan bahan baku
4. Pengendalian persediaan
Persediaan harus dikendalikan agar tidak memboroskan anggaran keuangan atau biaya produksi. Intinya adalah bagaimana melakukan pengadaan sehingga biaya persediaan menjadi minimal.
5. Penjadwalan produksi
Setelah bahan baku dipesan, penjadwalan produksi mulai dilakukan. Salah satu ketidakpastian yang mungkin terjadi adalah kerusakan mesin yang menyebabkan produksi telah dijadwalkan tertunda.
6. Pengapalan dan pengiriman
Pengapalan dan pengiriman menjadi penting ketika barang-barang yang diangkut bersifat cepat rusak. Salah satu ketidakpastian yang mungkin terjadi adalah keterlambatan pengiriman.
7. Manajemen informasi
Informasi harus dikelola dengan baik sehingga informasi yang dikumpulkan merupakan informasi yang benar. Salah satu ketidakpastian yang mungkin terjadi adalah penyampaian informasi yang salah.
8. Manajemen mutu
Mutu bahan baku yang diperoleh dari pemasok hendaknya dengan mutu yang terbaik. Seringkali mutu yang dikirim pemasok tidak sama dengan yang sesuai dengan kesepakatan. Salah satu ketidakpastian yang mungkin terjadi adalah kualitas produk yang tidak sesuai standar.
9. Pelayanan konsumen
Fungsi manajemen rantai pasok yaitu untuk melayani konsumen yang terlihat dari berapa banyak barang yang sebenarnya dibutuhkan oleh konsumen. Produsen akan memproduksi sesuai dengan keinginan konsumen.
Pemain Utama dalam Manajemen Rantai Pasok
Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2006), hubungan antara pemain utama dalam manajemen rantai pasok yang mempunyai kepentingan sama, yaitu:
1. Rantai 1 : Pemasok
Jaringan bermula dari rantai ini, yang merupakan sumber penyedia bahan pertama dimana mata rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan pertama bisa berbentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan, dan suku cadang. Jumlah pemasok bisa banyak atau sedikit.
2. Rantai 1-2 : Pemasok – Manufaktur
manufaktur, dan tempat transit merupakan target penghematan. Penghematan sebesar 40-60 persen dapat diperoleh dengan menggunakan konsep kemitraan dengan pemasok.
3. Rantai 1-2-3 : Pemasok - Manufaktur – Distributor
Dalam rantai ini terjadi kegiatan penyaluran barang jadi yang dihasilkan oleh perusahaan. Berbagai cara untuk menyalurkan barang kepada pelanggan, misalkan melalui distributor. Barang dari pabrik melalui gudang disalurkan ke gudang distributor atau pedagang besar dalam jumlah besar dan pedagang besar akan menyalurkan barang dalam jumlah yang lebih kecil kepada pengecer atau ritel.
4. Rantai 1-2-3-4 : Pemasok - Manufaktur - Distributor - Ritel
Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau dapat juga menyewa dari pihak lain. Gudang digunakan untuk menyimpan barang sebelum disalurkan lagi ke pihak pengecer. Pada rantai ini dapat dilakukan penghematan dalam bentuk persediaan dan biaya gudang, yaitu dengan cara melakukan desain kembali pola-pola pengiriman barang baik dari gudang manufaktur maupun ke toko pengecer.
5. Rantai 1-2-3-4-5 : Pemasok - Manufaktur - Distributor – Ritel – Konsumen
Pengecer menawarkan barangnya kepada pelanggan atau pembeli atau pengguna barang. Contoh pengecer adalah toko, warung, toko serba ada, pasar swalayan, toko koperasi, supermarket. Mata rantai pasok baru benar-benar berhenti setelah barang berada pada pembeli akhir yang merupakan pemakai terakhir karena pembeli belum tentu pengguna terakhir.
Efisiensi Pemasaran
Pemasaran menurut Kotler (1997) adalah suatu proses sosial dan manajerial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Pemasaran yang efisien adalah kegiatan pemasaran yang dilakukan dengan mengoptimalkan input tanpa megurangi kepuasan konsumen.
Efisiensi pemasaran dapat diukur dengan dua cara yaitu efisiensi operasional dan harga. Efisiensi operasional menunjukkan biaya minimum yang dapat dicapai dalam pelaksanaan fungsi dasar pemasaran yaitu pengumpulan, transportasi, penyimpanan, pengolahan, distribusi dan aktivitas fisik, dan fasilitas. Sedangkan efisiensi harga menunjukkan pada kemampuan harga dan tanda-tanda harga untuk penjual serta memberikan tanda kepada konsumen sebagai panduan dari penggunaan sumber daya produksi dari sisi produksi dan pemasaran (Dahl dan Hammond, 1977).
dari analisis S-C-P (structure, conduct, and performance). Efisiensi harga mengukur seberapa kuat harga pasar menggambarkan sistem produksi dan biaya pemasaran. Efisiensi harga biasanya diukur dari korelasi harga komoditas yang sama pada tingkat pasar yang berbeda.
Efisiensi pemasaran dapat terjadi apabila : (1) biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi, (2) persentase perbedaan harga yang dibayar konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, (3) tersedianya fasilitas fisik tataniaga, (4) adanya kompetisi pasar yang sehat (Soekartawi 1989). Efisiensi pemasaran dalam penelitian ini dapat dilihat dari indikator margin pemasaran dan farmer’s share.
Margin Pemasaran
Margin pemasaran merupakan perbedaan harga antara harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima produsen atau petani. Adanya perbedaan harga disebabkan adanya perbedaan nilai dari jasa-jasa yang telah dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran. Jasa-jasa yang dilakukan setiap lembaga pemasaran merupakan pengeluaran yang disebut sebagai biaya pemasaran. Namun, dalam margin pemasaran tidak hanya terdapat biaya pemasaran saja, terdapat pula keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran.
Setiap lembaga pemasaran melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang berbeda sehingga menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga pemasaran satu dengan lembaga pemasaran lainnya sampai ke tingkat konsumen akhir. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat, semakin besar pula perbedaan harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat konsumen akhir atau semakin besar pula margin pemasaran. Tinggi rendahnya margin pemasaran sering digunakan sebagai salah satu kriteria penilaian apakah kegiatan pemasaran sudah efisien atau belum.
Menurut Asmarantaka (2012), marjin tataniaga (dari prespektif makro atau sistem pemasaran) menggambarkan kondisi pasar ditingkat lembaga-lembaga yang berbeda, minimal ada dua tingkat pasar yaitu pasar di tingkat petani dan pasar di tingkat kondumen akhir. Asumsinya, struktur pasar di setiap tingkat adalah pasar kompetitif (pasar persaingan sempurna) sehingga kurva supply dan demand di setiap tingkat pasar mempunya slope yang sama dan jumlah transaksi di setiap tingkat pasar juga sama.
perantara ataupun pabrik pengolah. Bentuk dari derived supply dapat dicontohkan sebagai penawaran yang dilakukan oleh pabrik pengolahan kepada konsumen akhir.
Gambar 3. Marjin Pemasaran
Sumber: Asmarantaka (2012), diadaptasi dari buku Pemasaran Agribisnis
Keterangan :
Dr = Permintaan di tingkat konsumen akhir (primary demand) Df = Permintaan di tingkat petani (derived demand)
Sf = Penawaran di tingkat petani (primary supply)
Sr = Penawaran di tingkat konsumen akhir (derived supply) Qr,f = Jumlah produk di tingkat petani dan konsumen akhir
Farmer’s Share
Farmer’s share menurut Kohls dan Uhl (2002) adalah persentase harga yang diterima oleh petani dari harga yang dibayar oleh konsumen sebagai imbalan atas jasa usahatani yang dilakukan dalam menghasilkan produk. Asmarantaka (2012), farmer’s share merupakan perbedaan antara harga di tingkat retail dengan marjin pemasaran. Ini merupakan porsi dari nilai yang dibayar konsumen akhir yang diterima oleh petani dalam bentuk persentase (%). Besarnya farmer’s share dipengaruhi oleh banyaknya fungsi pemasaran yang dilakukan petani. Farmer’s share dapat dijadikan sebagai indikator untuk menilai efisiensi pemasaran suatu komoditi. Farmer’s share yang tinggi menunjukkan bahwa bagian yang diterima oleh petani dari harga yang dibayar konsumen tinggi, tetapi belum tentu menunjukkan bahwa sebuah pemasaran komoditi efisien, tergantung juga pada indikator lainnya. Farmer’s share dapat dikaitkan dengan aktivitas yang dilakukan produsen atau petani dalam memberi nilai tambah pada produk yang dihasilkan. Bagian yang diterima oleh petani atau besarnya farmer’s share ditunjukkan dalam bentuk persentase.
Qr,f Harga
Sr Sf
Dr Df
Kuantitas pf
Kerangka Pemikiran Operasional
PISAgro (Partnership for Indonesia Sustainable Agriculture) merupakan kemitraan publik swasta yang bertujuan untuk mendukung pemerintah Indonesia dalam mengatasi ketahanan pangan nasional dengan cara meningkatkan produksi komoditas pertanian strategis secara lestari dan meningkatkan penghidupan petani kecil. PISAgro memiliki tiga visi yaitu peningkatan produktivitas pertanian Indonesia, pengurangan emisi gas rumah kaca dan peningkatan pendapatan petani Indonesia. Untuk mencapai ketiga visi tersebut dapat diterapkan dalam kegiatan rantai pasok.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat sudah sejauh mana diterapkan ketiga visi PISAgro dalam kegiatan rantai pasok biji kakao dalam program Nestle Cocoa Plan. Untuk dapat melihat penerapan tiga visi tersebut, maka terlebih dahulu dianalisis kegiatan rantai pasok dengan menggunakan kerangka Food Supply Chain Networking (FSCN). Untuk menilai kinerja dari rantai pasok dilihat dari efisiensi pemasaran dengan menggunakan margin pemasaran dan farmer’s share.
Peningkatan dalam investasi pada industri pengolahan kakao (cocoa processing) dan cokelat tidak diiringi dengan peningktan produksi dan kualitas biji kakao
Analisis Rantai Pasok Biji Kakao dengan Metode FSCN
1. Sasaran Rantai Pasok 2. Struktur Rantai Pasok 3. Manajemen Rantai Pasok 4. Sumber daya Rantai Pasok 5. Proses Bisnis Rantai Pasok 6. Kinerja Rantai Pasok
a. Efisiensi Pemasaran • Margin Pemasaran • Farmer’s Share Program Nestle
Cocoa Plan
Rantai pasok biji kakao
PISAgro mendukung pemerintah Indonesia dalam mengatasi ketahanan pangan nasional untuk komoditas kakao dengan cara meningkatkan
produktivitas, meningkatkan pendapatan petani dan menurunkan
emisi gas rumah kaca
Peneraparan Visi PISAgro dalam kegiatan Supply Chain Nestle Cocoa Plan
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Kalukku, sebagai salah satu kecamatan yang tergabung dalam program Nestle Cocoa Plan periode pertama dan lokasi tempat unit pembelian biji kakao BT Cocoa untuk wilayah Kabupaten Mamuju.
Lokasi penelitian adalah Kelurahan Kalukku, Desa Guliling, Desa Pammulukang, Kelurahan Sinyonyoi dan Kelurahan Bebanga. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa kelurahan dan desa yang terpilih telah merasakan dampak dari program Nestle Cocoa Plan. Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Mei 2014.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan anggota rantai pasokan biji kakao PISAgro dan tradisional di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian diperoleh dari studi literatur berbagai buku, skripsi, tesis, internet, serta instansi terkait seperti Badan Pusat statistik (BPS), PISAgro, PT Bumitangerang Mesindotama, PT Nestle Indonesia dan Swisscontact.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dari tahap penyusunan proposal yaitu bulan April 2014. Metode pengumpulan data primer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pengamatan langsung ke lokasi kegiatan rantai pasokan biji kakao PISAgro dan tradisional di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat serta melakukan wawancara dengan pihak anggota rantai pasokan biji kakao beserta narasumber yang terkait. Sedangkan pengumpulan data sekunder melalui studi literatur dari berbagai buku, skripsi, tesis, internet, serta instansi terkait seperti Badan Pusat statistik (BPS), PISAgro, PT Bumitangerang Mesindotama, PT Nestle Indonesia dan Swisscontact.
Metode Penentuan Responden
Responden dalam penelitian ini adalah petani, pedagang pengumpul, pedagang besar di Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Penentuan responden petani kakao dilakukan secara convinience dimana setelah ditentukan lokasi penelitian, petani yang menjadi responden adalah petani yang sedang melakukan penjualan biji kakao.
dan unit pembelian BT Cocoa di Kecamatan Kalukku. Petani yang tergabung dalam program Nestle Cocoa Plan berjumlah 18 orang (4 orang dari Kelurahan Kalukku, 2 orang dari Kelurahan Sinyonyoi, 3 orang dari Desa Guliling dan 6 orang dari Kelurahan Bebanga) dan petani yang tidak tegabung dalam program Nestle Cocoa Plan berjumlah 12 orang (1 orang dari Kelurahan Kalukku, 2 orang dari Desa Guliling dan 9 orang dari Kelurahan Bebanga).
Sedangkan pengumpulan informasi saluran pemasaran biji kakao dimulai dari infromasi data dari unit pembelian biji kakao. Informasi dari unit pembelian biji kakao berupa data petani dan pedagang yang menjual biji kakao ke unit pembelian. Setelah itu ditelusuri informasi ke tingakat pedagang untuk mengetahui petani yang melakukan penjualan melalui pedagang.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Topik yang dikaji secara mendalam, yaitu rantai pasokan. 1. Analisis deskriptif rantai pasok biji kakao
Model rantai pasok biji kakao dianalisis dengan menggunakan metode pengembangan rantai pasok yang mengikuti kerangka proses Food Supply Chain Networking (FSCN) dari Lambert dan Cooper kemudian dimodifikasi oleh Van der Vorst (Vorst 2006). Setiap bagian dalam kerangka Manajemen rantai pasokan tersebut dianalisis secara deskriptif kecuali pada kinerja rantai pasok akan dilakukan pengolahan data kuanitatif menggunakan kalkulator dan Microsoft Excel.
a. Sasaran Rantai Pasok
(i) Sasaran Pasar Menjelaskan bagaimana model suatu rantai pasokan berlangsung terhadap produk yag dipasarkan. Tujuan pasar dijelaskan dengan jelas, seperti siapa pelanggannya, apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari produk tersebut.
(ii) Sasaran Pengembangan Bagian ini menjelaskan target atau objek dalam rantai pasokan yang hendak dikembangkan oleh beberapa pihak yang terlibat di dalamnya.
b. Struktur Rantai Pasok
Pada bagian ini dijelaskan siapa saja yang menjadi anggota rantai pasokan yang terlibat di dalamnya, dan dijelaskan pula peran tiap anggota rantai pasokan. Aliran komoditas mulai dari hulu sampai ke hilir serta penyebarannya ke berbagai lokasi dijelaskan dan dikaitkan dengan keberadaan anggota rantai pasokan serta bentuk kerjasama yang terjadi diantara berbagai pihak.
c. Manajemen Rantai Pasok
dilapangan. Selain itu, dijelaskan pula mengenai bagaimana proses kemitraan itu terbentuk. Dijelaskan juga mengenai bentuk kesepakatan kontraktual yang disepakati dalam membangun hubungan kerjasama disertai dengan sistem transaksi yang dilakukan diantara berbagai pihak yang bekerjasama. Pada manajemen rantai juga menjelaskan peran pemerintah sebagai pihak yang mengambil kebijakan dalam mengatur dan mendukung proses di sepanjang rantai pasok.
d. Sumber Daya Rantai Pasok
Menerangkan potensi sumber daya yang dimiliki oleh anggota rantai pasok adalah penting guna mengetahui potensi-potensi apa saja yang mendukung upaya pengembangan rantai pasokan. Sumber daya yang dikaji meliputi sumber daya fisik, sumber daya manusia, dan sumber daya permodalan.
e. Proses Bisnis Rantai Pasok
Proses bisnis rantai pasok menjelaskan proses-proses yang terjadi di dalam rantai pasok untuk mengetahui apakah keseluruhan alur rantai pasok sudah terintegrasi dan berjalan dengan baik atau tidak, dan menjelaskan bagaimana melalui suatu tindakan strategik tertentu mampu mewujudkan rantai pasok yang mapan dan terintegrasi.
f. Kinerja Rantai Pasok
Kinerja rantai pasok biji kakao ini akan diukur melalui efisiensi pemasaran dengan alat margin pemasaran dan farmer’s share.
(i) Margin pemasaran
Analisis margin pemasaran dilakukan untuk mengetahui komponen biaya pemasaran yang membuat harga produk semakin naik dan berbeda antara lembaga pemasaran yang satu dengan lembaga pemasaran lainnya. Margin pemasaran mencerminkan perbedaan pendapatan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran. Hal tersebut dikarenakan besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan setiap lembaga pemasaran juga berbeda, tergantung dari fungsi pemasaran yang dilakukan.
Margin pemasaran secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut (Kohls & Uhl 2002) :
Mi = Psi – Pbi
Mi = Ci + πi
Psi – Pbi = Ci + πi
Keuntungan lembaga pemasaran di tingkat i adalah
Πi = Psi – Pbi – Ci
Maka besarnya margin pemasaran total adalah
Keterangan: Mi = Margin pemasaran pada pasar tingkat ke-i Psi = Harga jual pada pasar tingkat ke-i
Pbi = Harga beli pada pasar tingkat ke-i Ci = Biaya lembaga pemasaran tingkat ke-i
Πi = Keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i
MT = Margin total I = 1,2,3,....,n (ii) Farmer’s Share
Farmer’s share merupakan indikator efisiensi pemasaran yang diukur untuk mengetahui apakah bagian yang diterima oleh petani sesuai atau tidak dengan harga yang dibayar konsumen akhir. Farmer’s share berkebalikan dengan margin pemasaran. Jika margin pemasaran rendah, maka bagian yang diterima oleh petani atau farmer’s share tinggi dan sebaliknya. Secara matematis, dirumuskan sebagai berikut (Kohls & Uhl 2002) :
�� =��
��� 100%
Keterangan: Fs = Farmer’s share
Pf = Harga di tingkat petani
Pr = Harga yang dibayar konsumen akhir
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Keadaan Umum Kabupaten Mamuju
Kabupaten Mamuju terletak pada Provinsi Sulawesi Barat pada posisi 10 38’ 110’’ - 20 54’ 552’’ Lintang Selatan dan 110 54’ 47’’ – 130 5’ 35’’ Bujur Timur dari Jakarta; (00 0’ 0’’ Jakarta = 1600 48’ 28’’ Bujur Timur Green Wich). Kabupaten Mamuju yang beribukota di Mamuju, berbatasan dengan Kabupaten Mamuju Utara di sebelah utara dan Kabupaten Luwu Utara di sebelah timur, Kabupaten Majene, Kabupaten Mamasa dan Kabupaten Tana Toraja di sebelah selatan serta Selat Makasar di sebelah barat. Kabupaten Mamuju dengan luas wilayah 794 276 Ha, secara administrasi pemerintahan terbagi atas 16 kecamatan, terdiri dari 143 desa, 10 kelurahan dan 2 UPT.
Keadaan Umum Kecamatan Kalukku
Sondoang, Belang belang, dan Kalukku Barat. Pada sebelah utara Kecamatan Kalukku berbatasan dengan Kecamatan Papalang, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Bonehau, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Mamuju dan sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar.
Tabel 4 Luas Lahan Kering Dirinci Menurut Penggunaannya
No. Jenis lahan Luas Area (Ha)
1 Tegalan 1 694
2 Pekarangan 6 276
3 Perkebunan 12 340
4 Kolam/Tambak 919
5 Hutan 20 626
6 Lainnya 1 409
Jumlah Total 43 354
Menurut Badan Pusat Statistik Kecamatan Kalukku, lahan kering di Kecamatan Kalukku memiliki luas 4 363 hektar terbagi dalam berbagai pengunaannya. Penggunaan lahan kering yaitu sebagai tegalan, pekarangan, perkebunan, kolam/tambank, hutan dan lainnya. Penggunaan lahan kering sebagai perkebunan di Kecamatan Kalukku termasuk terluas kedua. Pada Tabel 4 dijelaskan secara detail mengenai luas lahan menurut penggunaannya di Kecamatan Kalukku.
Tabel 5 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Rakyat Dirinci Per Jenis Tanaman di Kecamatan Kalukku Tahun 2012
No. Jenis Tanaman Luas (ha) Produksi (ton) Petani (Orang)
1 Kelapa Dalam 939.00 903.00 868.00
2 Kelapa Hibrida 45.00 25.00 36.00
3 Kakao 5 451.00 725.00 4 273.00
4 Cengkeh 37.00 12.50 105.00
5 Kemiri 379.00 151.00 350.00
6 Kopi Robusta 122.00 23.00 133.00
7 Jambu Mete 1.25 - 3.00
8 Kopi Arabika 1 450.00 13.00 21.00
9 Vanili 5.00 0.01 15.00
10 Lada 15.00 0.70 37.00
11 Kapuk 8.00 1.20 31.00
12 Sagu 127.00 10.00 175.00
13 Obat-obatan 1.00 1.50 12.00
14 Enau/Aren 9.00 3.00 65.00
Pada tahun 2012, lahan perkebunan rakyat yang digunakan untuk tanaman kakao seluas 5451 ha dengan jumlah produksi sebesar 72 5ton. Penggunaan lahan untuk tanaman kakao merupakan yang terluas dibandingkan dengan tanaman perkebunan lainnya di Kecamatan Kalukku. Pada tabel 5 dijelaskan secara rinci mengenai luas areal dan produksi perkebunan rakyat per jenis tanaman di Kecamatan Kalukku tahun 2012.
Keadaan Agribisnis Kakao di Kecamatan Kalukku
Kakao merupakan komoditas perkebunan yang menjadi unggulan di Kabupaten Mamuju, khususnya Kecamatan Kalukku. Berusahatani kakao merupakan mata pencaharian utama petani di Kecamatan Kalukku setelah padi. Besarnya potensi pada pengembangan kakao merupakan faktor utama bagi pemerintah mendukung kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kakao. Pemerintah juga turut serta untuk mengembangkan potensi komoditi kakao di Kecamatan Kalukku melalui kegiatan penyuluhan.
Sebagian besar petani kakao di Kecamatan Kalukku memasarkan biji kakao kepada pedagang pengumpul karena petani telah terikat dengan pedagang pengumpul. Kebanyakan dari petani memperoleh pinjaman dari pedagang pengumpul, sehingga untuk membayar pinjaman tersebut petani harus menjual biji kakaonya ke pedagang pengumpul. Peranan pedagang pengumpul sangat besar dalam kegiatan rantai pasok biji kakao.
Karakteristik Petani Responden
Petani yang dijadikan sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 orang, yaitu terdiri dari 18 orang petani yang tergabung dalam program Nestle Cocoa Plan dan 12 orang petani tradisional. Sampel petani diklasifikasi dalam beberapa hal yaitu menurut usia, pengalaman berusahatani kakao, status usahatani, dan luas lahan. Karakteristik petani sampel perlu diketahui karena hal ini diduga akan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam melakukan kegiatan budidaya maupun pemasaran kakao.
Tabel 6 Golongan Usia Petani NCP Sampel di Kecamatan Kalukku Golongan Usia (tahun) Jumlah Petani (orang) Persentase (%)
21 – 30 5 27.78
31 – 40 5 27.78
41 – 50 2 11.11
51 – 60 4 22.22
> 60 2 11.11
berusia 41 – 50 tahun yang memiliki persentase 41.67 % dari total sampel. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan petani kakao di Kecamatan Kalukku berada pada usia 21 - 50 tahun. Pengelompokan petani sampel berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7.
Tabel 7 Golongan Usia Petani Tradisional Sampel di Kecamatan Kalukku Golongan Usia (tahun) Jumlah Petani (orang) Persentase (%)
< 21 1 8.33
21 – 30 1 8.33
31 – 40 4 33.33
41 – 50 5 41.67
51 – 60 1 8.33
Kecamatan Kalukku merupakan wilayah yang menjadikan kakao sebagai komoditi unggulannya sehingga sebagian besar petani adalah petani kakao. Hal ini dapat dilihat dari pengelompokan petani sampel berdasarkan status usahatani kakao pada Tabel 8. Sebesar 96.7 persen petani sampel menjadikan usahatani kakao sebagai mata pencaharian utamanya. Pengelompokan petani sampel berdasarkan lamanya pengalaman usahatani kakao dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 8 Status Usahatani Petani Sampel di Kecamatan Kalukku
Status Usahatani Jumlah Petani
(Orang)
Persentase (%)
Pencaharian Utama 29 96.70
Pencaharian Sampingan 1 3.30
Total 30 100.00
Usahatani kakao di Kecamatan Kalukku telah lama menjadi mata pencarian penduduk di Kecamatan Kalukku. Berdasarkan tabel 9, sebesar 40 % petani responden telah berusahatani kakao selama kurang dari 11 tahun dan 33.33 % telah berusahtani selama 11-20 tahun. Sebanyak 26.67 % telah berusahatani kakao lebih dari 20 tahun. Lamanya pengalaman berusahatani dapat mempengaruhi keputusan petani dalam menerima inovasi dan pembelajaran.
Tabel 9 Pengalaman Usahatani Kakao Petani Sampel di Kecamatan Kalukku Pengalaman Usahatani Kakao
memiliki lahan antara 1 hingga 2 ha. Pengelompokan petani sampel berdasarkan luas lahan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Luas Lahan Kakao Petani Sampel di Kecamatan Kalukku Luas Lahan
(ha)
Jumlah Petani (Orang)
Persentase (%)
< 1 5 16.67
1 – 2 20 66.67
> 2 5 16.67
Total 30 100.00
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rantai Pasok Biji Kakao Rantai Pasok Biji Kakao Program Nestle Cocoa Plan
Pada rantai pasok biji kakao program Nestle Cocoa Plan terdapat 4 saluran. Pertama, saluran dari petani langsung menjual ke unit pembelian biji kakao. Saluran ini yang paling banyak digunakan oleh petani program Nestle Cocoa Plan. Kedua, saluran dari petani lalu dilakukan penjualan ke KUB dan terakhir dari KUB dijual ke unit pembelian kakao. Ketiga, saluran dari petani yang melakukan penjualan melalui gapoktan dan dari gapoktan dijual ke unit pembelian. Saluran kedua dan ketiga masih dalam tahap perencanaan dan uji coba. Saluran ini diharapkan dapat berjalan sehingga kegiatan rantai pasok dapat lebih efisien dan memudahkan petani menjual kakao terutama yang tinggal jauh dari unit pembelian. Keempat, saluran dari petani menjual biji kakao ke pedagang pengumpul dan dari pedagang pengumpul dijual ke unit pembelian biji kakao. Rantai ini menjadi alternatif para petani yang memiliki tempat tinggal jauh dari unit pembelian biji kakao.
Gambar 4. Rantai Pasok Biji Kakao Program Nestle Cocoa Plan
Petani GAPOKTAN Unit Pembelian
Biji Kakao KUB
Pedagang Pengumpul 1
2
3
Rantai Pasok Biji Kakao Tradisional
Pada rantai pasok biji kakao tradisional terdapat 4 saluran. Pertama, saluran dari petani langsung menjual biji kakao ke unit pembelian. Hanya sebagian kecil dari petani tradisional yang langsung menjual ke unit pembelian. Petani pada saluran pertama merasa penjualan langsung ke unit pembelian biji kakao lebih transparan dan menguntungkan dibanding menjual ke pedagang. Kedua, saluran dari petani ke pedagang kecil dan terakhir ke unit pembelian biji kakao. Ketiga, saluran dari petani ke pedagang besar dan terakhir ke unit pembelian biji kakao. Keempat, saluran dari petani ke pedagang kecil lalu ke pedagang besar dan terakhir ke unit pembelian. Pada rantai pasok biji kakao tradisional pedagang pengumpul memiliki peranan yang sangat besar. antar petani dengan pedagang pengumpul memiliki ikatan yang cukup erat. Hal ini dikarenakan adanya fasilitas permodalan yang diberikan oleh pedagang pengumpul kepada petani. Permodalan yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan petani dan pengembalian dapat dilakukan dengan penjualan biji kakao ke pedagang pengumpul. Inilah yang mengikat petani dengan pedagang pengumpul.
Gambar 5. Rantai Pasok Biji Kakao Tradisional Sasaran Rantai Pasok
Sasaran rantai pasok merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh rantai pasok. Dalam hal ini akan dijelaskan sasaran rantai pasok di Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju. Untuk Kecamatan Kalukku terdapat rantai pasok untuk program Nestle Cocoa Plan dan rantai pasok tradisional. Sasaran rantai dapat dilihat dalam dua sisi, yaitu sasaran pasar dan sasaran pengembangan.
Tabel 11 Sasaran Rantai Pasok Biji Kakao di Kecamatan Kalukku
Sasaran Rantai Pasok Nestle Cocoa Plan Tradisional
Sasaran Pasar Unit pembelian biji kakao
di Tasiu
Unit pembelian biji kakao di Tasiu
Sasaran Pengembangan Peningkatan produksi dan
Sasaran Pasar
Suatu produsen akan berhasil jika mampu mendefinisikan sasaran pasar dan menyiapkan program pemasaran yang sesuai (Hanafie 2010). Pada rantai pasok biji kakao di Kecamatan Kalukku baik yang tergabung dalam program Nestle Cocoa Plan dan tradisional yang menjadi sasaran pasar adalah unit pembelian biji kakao yang berada di desa Tasiu. Unit pembelian biji kakao ini merupakan bagian dari cocoa processing BT Cocoa di Tangerang. Unit pembelian biji kakao ini dibentuk untuk mendekatkan pasar kepada petani dan untuk memenuhi kebutuhan industri untuk biji kakao yang akan diolah. Oleh karena itu, seluruh hasil pembelian biji kakao dari unit ini akan dikirim ke Tangerang untuk diolah menjadi cocoa powder, cocoa liquor dan cocoa butter.
Unit pembelian BT Cocoa menerima biji kakao dalam bentuk biji kakao kering asalan dan biji kakao kering fermentasi. Pada unit pembelian BT Cocoa telah melakukan sistem quality control di mana terdapat syarat mutu dari biji kakao yang akan dibeli. Syarat mutu dibuat berdasarkan permintaan dari industri pengolahan. Biji kakao asalan memiliki syarat mutu sebagai berikut: bean count 100-110, waste maksimal 2.5%, moisture maksimal 7.5%, mouldy maksimal 3%, insect maksimal 2% dan brown minimal 20%. Sedangkan untuk biji kakao fermentasi, syarat mutunya adalah bean count 100-110, waste maksimal 2%, moisture maksimal 7%, moldy maksimal 3%, insect maksimal 2%, brown minimal 80% dan slaty maksimal 3%. Biji akan dihargai sesuai dengan kualitas. Ketika biji dapat memenuhi syarat mutu bahkan dengan kualitas yang lebih baik maka akan diberikan reward, sedangkan jika biji kakao dibawah syarat mutu maka akan ada potongan (claim). Reward dan claim diberikan sesuai dari hasil quality control.
Sasaran Pengembangan
Sasaran pengembangan merupakan tujuan yang ingin dicapai dengan mengembangkan suatu hal dalam bentuk koordinasi, kolaborasi, penggunaan teknologi di dalam rantai pasok yang dapat meningkatkan kinerja rantai pasok. Proses pengembangan tidak boleh hanya menguntungkan salah satu pihak saja dalam rantai pasok agar tercipta keunggulan kompetitif rantai pasok biji kakao.
sedangkan petani cendrung ingin cepat memperoleh penerimaan sehingga kebanyakan petani lebih memilih untuk langsung menjemur biji kakao tanpa melalui proses fermentasi.
Menurut Wahyudi et al., (2008), biji kakao yang tidak difermentasi ditandai dengan ciri-ciri bertekstur pejal, berwarna keabu-abuan, memiliki rasa sangat pahit dan sepat, serta bercita rasa cokelat. Biji kakao yang kurang fermentasi ditandai dengan ciri-ciri berwarna ungu bertekstur pejal, didominasi oleh rasa pahit dan sepat, serta sedikit cita rasa cokelat. Gambar 6 menunjukkan gambar biji kakao kering asalan (biji kakao yang belum sempurna fermentasi). Biji kakao yang difermentasi dengan baik akan bertekstur agak remah atau mudah pecah, warna keping biji cokelat sampai dengan cokelat sedikit warna ungu, cita rasa pahit dan sepat tidak dominan, dan tentunya berkualitas baik. Gambar 7 adalah gambar biji kakao kering fermentasi. Sementara biji kakao yang kelebihan fermentasi akan sangat mudah pecah, berwarna keping cokelat sampai cokelat tua, kurang memiliki rasa pahit dan sepat, cita rasa cokelat kurang, serta permukaan bijinya banyak ditumbuhi jamur.
Gambar 6. Biji Kakao Asalan
Kesadaran petani untuk meningkatkan kualitas biji kakao dipengaruhi oleh tingkat ekonomi. Petani kakao dengan tingkat ekonomi yang kurang, akan melakukan penjualan dengan segera setelah panen, khususnya jika petani kakao tersebut tidak dapat mengendalikan kebutuhannya.
Gambar 7. Biji Kakao Fermentasi Struktur Rantai Pasok
Struktur hubungan rantai pasok biji kakao dapat dianalisis melalui anggota-anggota yang membentuk rantai pasok dan peran masing-masing anggota serta elemen-elemen yang terdapat di rantai pasok seperti produk, pasar, stakeholder, dan situasi persaingan. Anggota rantai pasok yang dimaksud adalah para pelaku yang tergabung atau terlibat dalam aliran produk, aliran finansial, dan aliran informasi.
Tabel 12 Anggota Rantai Pasok Biji Kakao di Kecamatan Kalukku
Struktur Rantai Pasok Nestle Cocoa Plan Tradisional
Anggota rantai pasok 1. Petani
2. KUB
3. Gapoktan 4. Pedagang
Pengumpul 5. Unit Pembelian
1. Petani 2. Pedagang
Pengumpul Kecil 3. Pedagang
Pengumpul Besar 4. Unit Pembelian
Rantai Pasok Program Nestle Cocoa Plan
Pada rantai pasok biji kakao Nestle Cocoa Plan, yang menjadi anggota rantai pasok saat ini adalah petani dan unit pembelian biji kakao. Namun saat ini sedang diuji coba anggota rantai pasok baru yaitu KUB dan Gapoktan. Penambahan anggota rantai pasok ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam kegiatan rantai pasok serta untuk mendekatkan pasar kepada petani yang memiliki lokasi jauh dari unit pembelian biji kakao.
Agriculture Pratice) dalam rangka meningkatkan produksi dan mutu kakao. Program Nestle Cocoa Plan juga meningkatkan kemampuan petani dalam pengembangan kelompok tani dan akses pasar terhadap hasil produksi kakao.
Petani melakukan kegiatan budidaya tanaman kakao, dimulai dari pembibitan, pengolahan lahan, penanaman, perawatan dan panen. Perawatan secara rutin dalam pertumbuhan tanaman kakao seperti pemangkasan, pemupukan, dan penyemprotan dilakukan oleh petani. Sebagian besar petani telah melakukan kegiatan perawatan dengan baik. Namun masih ditemukan beberapa petani yang tidak melakukan pemupukan dan penyemprotan secara berkala. Hal ini dikarenakan keterbatasan modal dari petani tersebut dalam memenuhi kebutuhan sarana produksi. Ketika modal terbatas, petani memilih untuk menunda ataupun tidak melakukan kegiatan pemupukan dan penyemprotan.
Petani kakao di Kecamatan Kalukku umumnya menggunakan bibit Sulawesi 1 dan Sulawesi 2. Untuk kegiatan pemanenan dilakukan setiap dua minggu dengan produksi buah kakao paling besar yaitu pada bulan Mei. Bulan Mei ini dikenal dengan panen raya. Untuk lahan seluas 1ha, hasil panen petani dapat mencapai 1kuintal pada musim panen raya. Dari 18 petani Nestle Cocoa Plan yang menjadi responden, 12 orang telah melakukan telah melakukan fermentasi pada biji kakao. Petani binaan Nestle Cocoa Plan menjual biji kakao dalam bentuk biji asalan kering dan biji fermentasi kering.
KUB yang akan menjadi anggota rantai pasok ini baru terbentuk dan berlokasi di Desa Guliling. Dengan adanya KUB di Desa Guliling, maka pasar lebih dekat ke petani sehingga petani bisa mendapatkan harga yang optimal dan menghemat biaya transfortasi. Sedangkan gapoktan yang terpilih adalah Gapoktan Sipokannyang yang terletak di desa Pammulukang. Gapoktan Sipokannyang adalah gapoktan yang kurang aktif dan cenderung tidak jalan. Harapannya dengan adanya usaha pembelian biji kakao tersebut maka pengurusnya mau kembali beraktifitas untuk menjalankan organisasi Gapoktan tersebut.
Sistem yang akan dibangun untuk KUB dan Gapoktan adalah dengan melakukan jual beli biji kakao secara professional mendapatkan keuntungan berdasarkan kebersamaan dan gotong royong. Harga yang berlaku di KUB dan Gapoktan sama dengan harga yang berlaku di unit pembelian. KUB dan Gapoktan memperoleh keuntungan dari selisih harga jual ke unit pembelian dengan harga beli petani dikurangi dengan biaya-biaya yang ditanggung pihak KUB dan Gapoktan. Pihak KUB dan Gapoktan tidak langsung menjual biji kakao yang dibeli petani pada hari itu ke unit pembelian. Pihak KUB dan Gapoktan akan mengumpulkan biji kakao hingga 500 kg atau menunggu harga di unit pembelian lebih tinggi dari harga beli biji kakao ke petani baru akan dilakukan kegiatan penjualan ke unit pembelian. Hal tersebut dilakukan atas pertimbangan biaya transportasi dan besarnya keuntungan yang akan diperoleh pihak KUB dan Gapoktan.