• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Risiko Rantai Pasok Kakao di Indonesia dengan Metode Analytic Network Process dan Failure Mode Effect Analysis Terintegrasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Risiko Rantai Pasok Kakao di Indonesia dengan Metode Analytic Network Process dan Failure Mode Effect Analysis Terintegrasi"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK KAKAO DI INDONESIA

DENGAN METODE ANALYTIC NETWORK PROCESS DAN

FAILURE MODE EFFECT ANALYSIS TERINTEGRASI

HARUMI AINI

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Manajemen

ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK KAKAO DI INDONESIA

DENGAN METODE ANALYTIC NETWORK PROCESS DAN

FAILURE MODE EFFECT ANALYSIS TERINTEGRASI

HARUMI AINI

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Risiko Rantai Pasok Kakao di Indonesia dengan Metode Analytic Network Processdan Failure Mode Effect Analysis Terintegrasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013

Harumi Aini

(4)
(5)

ABSTRAK

HARUMI AINI. Analisis Risiko Rantai Pasok Kakao di Indonesia dengan Metode Analytic Network Process dan Failure Mode Effect Analysis Terintegrasi. Dibimbing oleh MUHAMMAD SYAMSUN dan ALIM SETIAWAN

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional Indonesia. Kakao adalah komoditas perkebunan penyumbang devisa Indonesia peringkat keempat setelah kelapa sawit, karet, dan kelapa (Direktorat Jendral Perkebunan, 2010). Industri kakao menghadapi beberapa tantangan global dan permasalahan termasuk berbagai risiko yang terlibat dalam rantai pasok kakao. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis berbagai gangguan risiko tertinggi yang timbul pada rantai pasok kakaodi unit yang mudah mengalami gangguan serta mitigasi dan perancangan strategi proaktif dalam menangani risiko yang timbul. Metode yang digunakan untuk menentukan dan menganalisis risiko tertinggi dalam rantai pasok kakao adalah metode Integrasi Analytic Network Process (ANP) dan

Failure Mode Effects Analysis (FMEA). Risiko yang teridentifikasi pada rantai pasok kakao yaitu risiko kualitas, produksi, harga, pasokan, lingkungan, transportasi. Hasil prioritas dari anggota rantai pasok komoditas kakao dalam manajemen risiko rantai pasok adalah petani (0.408), dengan risiko yang memiliki prioritas terbesar adalah risiko produksi (0.221). Pembobotan ANP dan integrasi FMEA menunjukkan hasil yang mempertimbangkan hubungan kepentingan risiko pada tiap anggota rantai pasok. Berdasarkan hasil FMEA terintegrasi, risiko produksi tetap menempati urutan pertama dengan Weighted Risk Priority Number

226.174. Pengendalian risiko dilakukan dengan upaya peningkatan produktivitas dan daya saing komoditas kakao dengan memberikan penyuluhan kepada petani, pemberian kredit dan akses bahan tanam yang terjangkau bagi petani, pemberian akses langsung terhadap pasar, informasi yang transparan, serta penyediaan mekanisme untuk penjaminan standar kualitas kakao yang berlaku.

(6)

ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK KAKAO DI INDONESIA

DENGAN METODE ANALYTIC NETWORK PROCESS DAN

FAILURE MODE EFFECT ANALYSIS TERINTEGRASI

HARUMI AINI H24090010 Dibawah bimbingan

Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc dan Alim Setiawan, S.TP, M.Si.

RINGKASAN

HARUMI AINI. Analisis Risiko Rantai Pasok Kakao di Indonesia dengan Metode Analytic Network Process dan Failure Mode Effect Analysis Terintegrasi. Dibimbing oleh MUHAMMAD SYAMSUN dan ALIM SETIAWAN

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional Indonesia. Kakao adalah komoditas perkebunan penyumbang devisa Indonesia peringkat keempat setelah kelapa sawit, karet, dan kelapa (Direktorat Jendral Perkebunan, 2010). Industri kakao menghadapi beberapa tantangan global dan permasalahan termasuk berbagai risiko yang terlibat dalam rantai pasok kakao. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis berbagai gangguan risiko tertinggi yang timbul pada rantai pasok kakaodi unit yang mudah mengalami gangguan serta mitigasi dan perancangan strategi proaktif dalam menangani risiko yang timbul. Pengambilan sampel berdasarkan non probability sampling dimana pengumpulan informasi dan pengetahuan dari pakar menggunakan metode purposive sampling. Pertimbangan-pertimbangan yang digunakan untuk menentukan pakar adalah kesesuaian pendidikan pakar, pengalaman pakar dan track record kepakarannya. Metode yang digunakan untuk menentukan dan menganalisis risiko tertinggi dalam rantai pasok kakao adalah metode Integrasi Analytic Network Process (ANP) dan Failure Mode Effects Analysis (FMEA). Risiko yang teridentifikasi pada rantai pasok kakao yaitu risiko kualitas, produksi, harga, pasokan, lingkungan, transportasi. Hasil prioritas dari anggota rantai pasok komoditas kakao dalam manajemen risiko rantai pasok adalah petani (0.408), dengan risiko yang memiliki prioritas terbesar adalah risiko produksi (0.221). Pembobotan ANP dan integrasi FMEA menunjukkan hasil yang mempertimbangkan hubungan kepentingan risiko pada tiap anggota rantai pasok. Berdasarkan hasil FMEA terintegrasi, risiko produksi tetap menempati urutan pertama dengan Weighted Risk Priority Number 226.174. Pengendalian risiko dilakukan dengan upaya peningkatan produktivitas dan daya saing komoditas kakao dengan memberikan penyuluhan kepada petani, pemberian kredit dan akses bahan tanam yang terjangkau bagi petani, pemberian akses langsung terhadap pasar, informasi yang transparan, serta penyediaan mekanisme untuk penjaminan standar kualitas kakao yang berlaku.

(7)
(8)

ABSTRACT

HARUMI AINI. Risk Analysis of Cocoa Supply Chain in Indonesia Through Integrated Method of Analytic Network Process and Failure Mode Effects Analysis. Supervised by MUHAMMAD SYAMSUN and ALIM SETIAWAN

Cocoa is one of the commodities whose role is quite important to the national economy of Indonesia. Cocoa plantations are ranked fourth to earn the national income after oil palm, rubber, and coconut (Directorate General of Agriculture, 2010). The cocoa industry faces some global challenges and problems including the various risks involved in the cocoa supply chain. The purpose of this study is to identify and analyze a variety of disorders that arise at the highest risk of the cocoa supply chain in the critical unit, as well as the mitigation and design proactive strategies in dealing with risks. An integrated Analytic Network Process (ANP) and Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) is the method used to determine and analyze the highest risk in the cocoa supply chain. Risks identified in the cocoa supply chain are risk quality, production, prices, supply, environment, and transportation. Priority outcomes of members in the cocoa supply chain risk management supply chain are farmers (0.40898), with the risk of having the biggest priority is production risk (0.221). ANP weighting and integration of FMEA shows results considering risk alternatives for each member of the supply chain. The integrated FMEA result shows that the risk of production ranks first with Weighted Risk Priority Number 226.174. Risk control is done by improving the productivity and competitiveness of cocoa by providing information to farmers, provision of credit and access to affordable planting materials for farmers, providing direct access to markets, information transparency, and the provision of mechanisms to guarantee the cacao quality standards.

(9)
(10)

Judul Skrispi : Analisis Risiko Rantai Pasok Kakao di Indonesia dengan Metode Analytic Network Process dan Failure Mode Effect Analysis Terintegrasi

Nama : Harumi Aini

NIM : H24090010

Disetujui oleh

Dr Ir Muhammad Syamsun, MSc Alim Setiawan, STP, MSi

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Jono M. Munandar, MSc Ketua Departemen

(11)
(12)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang dilaksanakan dari bulan Januari 2013-April 2013 dan menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul Analisis Risiko Rantai Pasok Kakao di Indonesia dengan Metode Analytic Network Process dan

Failure Mode Effect Analysis Terintegrasi sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Muhammad Syamsun, MSc dan Alim Setiawan, STP, MSi. selaku pembimbing skripsi. Terima kasih pula kepada Dr Ir Anggraini Sukmawati, MM selaku dosen penguji. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada Bapak Zulhefi Ketua Asosiasi Kakao Indonesia, Bapak Firman Sekjen Asosiasi Kakao Indonesia, Bapak Risnaldi Pratama Direktur PT. Bumi Niaga Pratama, Ibu Ani Setiyoningrum Manager Sourcing & Sustainability PT. General Food Indonesia atas waktu yang telah diberikan selaku responden dari penelitian ini. Ungkapan terima kasih penulis haturkan kepada kedua orang tua tercinta (Edy Hartulistiyoso dan Mira Suprayatmi), adik-adik tersayang (Hanifah Azizah dan Halimah Azzahrah), serta seluruh keluarga atas dukungan, doa dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis. Terimakasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan satu bimbingan untuk kerjasama dan motivasi selama proses penyusunan skripsi. Terimakasih pula untuk sahabat-sahabat terbaik dan seluruh keluarga besar Manajemen 46 atas kenangan selama mengenyam pendidikan di Departemen Manajemen. Terimakasih kepada teman-teman Bicara Desa, Callidus Cultio, Center of Management, BEM FEM, dan IPB Debating Community atas dukungan dan doa yang diberikan. Terima kasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga dalam penelitian ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkan.

Bogor, Mei 2013

(13)
(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup 3

METODE PENELITIAN 3

Kerangka Pemikiran 3

Lokasi dan Waktu Penelitian 4

Jenis dan Sumber Data 4

Metode Pengambilan Sampel 4

Pengolahan dan Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Analisis Daya Saing Global Kakao Indonesia 6

Manajemen Risiko Rantai Pasok Kakao 7

Identifikasi Risiko Rantai Pasok Kakao 8 Analisis Risiko Rantai Pasok Kakao 15 Evaluasi Risiko Rantai Pasok Kakao 17 Pengendalian Risiko Tertinggi Rantai Pasok Kakao 17

Implikasi Manajerial 17

SIMPULAN DAN SARAN 18

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 21

(15)
(16)

DAFTAR TABEL

1 Perkembangan produksi kakao Indonesia 2008-2012 1

2 Kategori risiko berdasarkan WRPN 6

3 Perkembangan ekspor kakao Indonesia 2006-2010 (juta dollar) 7 4 Standar Nasional Indonesia (SNI) biji kakao (SNI 01-232-2000) 9

5 Tahapan pengolahan kakao 10

6 Proyeksi produksi dan produktivitas kakao nasional 11

7 Price Cost Margin kakao Indonesia 2000-2009 12

8 Tabel FMEA hasil penilaian pakar 16

9 Hasil perhitungan RPN dan WRPN 16

10 Implikasi manajerial rantai pasok kakao 18

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 3

2 Supermatriks ANP 5

3 Proyeksi produksi dan konsumsi kakao dunia 2007-2011 (juta ton) 7

4 Rantai pasok kakao Indonesia 8

5 Kerangka umum ANP 8

6 Hasil perbandingan bobot masalah rantai pasok Kakao 12 7 Hasil Perbandingan bobot risiko rantai pasok Kakao 13 8 Hasil perbandingan bobot aktor rantai pasok Kakao 15

DAFTAR LAMPIRAN

(17)
(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran cukup penting bagi perekonomian nasional. Kakao adalah penyumbang devisa Indonesia peringkat keempat setelah kelapa sawit, karet, dan kelapa (Direktorat Jendral Perkebunan, 2010). Pada tahun 2012 produksi kakao meningkat menjadi 936.266 ton, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan produksi kakao Indonesia 2008-2012

Tahun Produksi Kakao

2008 803.595

2009 820.496

2010 837.918

2011 712.231

2012 936.266

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010

Nilai produktifitas nasional perkebunan kakao yang ada di Indonesia masih rendah, yaitu rata-rata 897 kg/ha/tahun, padahal potensi produktivitas tanamannya bisa mencapai lebih dari 2.000 kg/ha/tahun. Indonesia berhasil menempatkan diri sebagai produsen kakao terbesar kedua dunia setelah Pantai Gading pada tahun 2002, walaupun pada tahun 2003 tergeser ke posisi ketiga oleh Ghana hingga saat ini.

Hal-hal yang menyebabkan tergesernya posisi Indonesia tersebut berupa produktivitas yang masih rendah, mutu kakao rendah, ketidakstabilan harga dan pasokan, risiko lingkungan dan pasar, dan berbagai faktor lainnya. Berbagai faktor tersebut merupakan risiko yang harus ditanggung oleh para anggota rantai pasok kakao (Grinsven dan Toledano, 2009). Risiko adalah probabilitas suatu kejadian yang mengakibatkan kerugian ketika kejadian itu terjadi selama periode tertentu (Badariah et al, 2011).

Tantangan pasar global dan nilai tambah kakao membawa konsekuensi perlunya peningkatan daya saing pada rantai pasok industri kakao, maka perlu adanya upaya melakukan identifikasi risiko, penilaian risiko, dan mitigasi risiko. Setelah prioritas dari risiko rantai pasokan diketahui, maka dibutuhkan suatu pengelolaan risiko rantai pasokan yang berupa manajemen risiko pada rantai pasokan. (Sijabat, 2012) Manajemen risiko yaitu pendekatan secara sistematis untuk menentukan kebijakan manajemen kualitas, prosedur dan praktik berdasarkan penilaian risiko, kontrol risiko, dan evaluasi risiko. Manajemen risiko merujuk pada perencanaan, monitoring dan pengontrolan kegiatan yang didasarkan pada informasi yang dihasilkan oleh aktivitas analisis risiko (The Chartered Quality Institute, 2010).

(19)

2

Network Process (ANP). Menurut Saaty (2005), ANP merupakan alat analisis yang mampu merepresentasikan tingkat kepentingan berbagai pihak dengan mempertimbangkan hubungan ketergantungan baik antar kriteria maupun subkriteria. Tujuan penggunaan metode ANP diharapkan dapat menangkap interaksi ketergantungan yang tinggi antar jenis risiko dan faktor-faktor risiko yang memengaruhi dalam meningkatkan manajemen risiko rantai pasok kakao, sehingga dapat ditentukan prioritas risiko dan pilihan alternatif pengendalian risiko yang akurat untuk membuat keputusan yang lebih baik (Simanjuntak, 2013). Hasil yang didapatkan dari ANP berupa identifikasi bobot risiko yang paling berpengaruh dalam rantai pasok kakao.

Tahap analisis dan evaluasi risiko pada umumnya dilakukan dengan metode Failure Mode Effect Analysis (FMEA), namun menurut pendapat Chen (2007), metode tersebut hanya menilai risiko tanpa mempertimbangkan hubungan kepentingan alternatif dengan rencana mitigasi. Maka untuk mengkalkulasikan bobot dari tiap risiko dan hubungannya dengan mitigasi risiko pada masing-masing anggota rantai pasok, digunakan integrasi antara metode ANP dan FMEA. Tahapan ini menggunakan suatu pendekatan baru yaitu WeightedFailure Mode Effect Analysis (WFMEA) yang merupakan sebuah teknik mengenali dan mengevaluasi kegagalan dari produk atau proses yang diperkenalkan oleh Huang et al (2011). Bobot yang didapatkan dari hasil identifikasi risiko melalui ANP digunakan sebagai bobot pengali untuk menghasilkan penilaian Weighted Risk Priority Number (WRPN) yang merupakan perkalian antara bobot risiko dengan tingkat keparahan kegagalan yang timbul (severity), tingkat frekuensi kegagalan yang terjadi (occurrence), dan tingkat kemampuan mendeteksi kegagalan (detection). Hasil dari WRPN menunjukkan keseriusan dari potential failure, semakin tinggi nilai WRPN maka risiko tersebut memiliki prioritas utama kontrol risiko (Badariah et al, 2011). Dengan manajemen risiko yang baik maka diharapkan risiko dalam rantai pasok kakao dapat dikelola sehingga dapat menghasilkan rantai pasok yang tangguh serta meningkatkan keunggulan kompetitif kakao.

Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan diselesaikan dalam penelitian ini adalah (1) Risiko-risiko apa sajakah yang dapat terjadi pada kegiatan rantai pasok kakao? (2) Pada anggota rantai pasok manakah terletak risiko yang paling tinggi? (3) Bagaimana cara memitigasi risiko-risiko pada setiap anggota rantai pasokan kakao?

Tujuan Penelitian

(20)

3

Ruang Lingkup Penelitian

Anggota rantai pasok yang dikaji dalam penelitian ini adalah anggota primer yaitu petani, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul besar dan industri olahan kakao yang tidak mencakup industri hilir olahan cokelat. Risiko yang dikaji yaitu risiko operasional karena berhubungan langsung dengan kegiatan perusahaan dalam proses rantai pasok kakao.

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Komoditas kakao saat ini menghadapi tantangan gobal dan daya saing. Indonesia merupakan negara yang potensial dalam pengembangan pengusahaan komoditas kakao. Realitas yang ada menunjukkan bahwa industri komoditas kakao yang ada di Indonesia tidak berkembang dengan baik, disebabkan oleh beberapa faktor risiko yang menghambat, maka diperlukan suatu manajemen risiko terhadap rantai pasok kakao yaitu mengidentifikasi faktor risiko dengan metode ANP. Kemudian dilakukan analisis dan evaluasi risiko dengan metode WFMEA. Sehingga dapat dilakukan pengendalian risiko agar meningkatkan keunggulan kompetitif dan menciptakan daya saing pada komoditas kakao. Adapun Kerangka Penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

text text Tantangan Global Daya Saing Kakao

Analisis Potensi Kakao di Indonesia

Analisis Manajemen Risiko Rantai Pasok

Perumusan Masalah Rantai Pasok

Struktur Rantai

Pasok Kakao Identifikasi RisikoRantai Pasok

Analisis Risiko

Analisis ANP Analisis FMEA

Evaluasi Risiko

Pengendalian Risiko

Keunggulan Kompetitif dan Daya Saing Kakao

Integrasi ANP dan Weighted FMEA

(21)

4

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dari bulan Januari 2013 – April 2013. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara pakar yang bergerak di bidang kakao serta dari Asosiasi Kakao Indonesia yang bertempat di Jakarta.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan berupa data primer dan sekunder. Data sekunder diperoleh dari dokumen, literatur, jurnal ilmiah, laporan kajian terdahulu yang relevan serta dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, Departemen Perindustrian, balai-balai penelitian, asosiasi, data perusahaan yang menjadi obyek kajian, dan pihak-pihak yang relevan. Sedangkan data primer diperoleh melalui beberapa cara yaitu observasi lapangan, wawancara dan pendapat pakar.

Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel berdasarkan non probability sampling dimana pengumpulan informasi dan pengetahuan dari pakar menggunakan metode

purposive sampling untuk menentukan pakar yang dilibatkan dalam penelitian. Pertimbangan-pertimbangan yang digunakan untuk menentukan pakar adalah kesesuaian pendidikan pakar, pengalaman pakar dan track record kepakarannya.

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis Deskriptif

(22)

5

Analytical Network Process (ANP)

Menurut Saaty (2005), ANP merupakan alat analisis yang mampu merepresentasikan tingkat kepentingan berbagai pihak dengan mempertimbangkan hubungan ketergantungan baik antar kriteria maupun subkriteria. Metode Analytical Network Process (ANP) digunakan untuk menghitung bobot kinerja rantai pasok dengan memerhatikan tingkat ketergantungan antar kelompok atau cluster (Amalia, 2012). Tahap yang dilakukan dalam ANP yaitu dipilih kelompok dan elemen-elemen yang akan dibandingkan sesuai dengan kriteria kontrol. Gunakan skala perbandingan fundamental kemudian lakukan perbandingan berpasangan berikut matriks antara kelompok/elemen untuk menurunkan eigen vector dan untuk membentuk supermatriks. Setelah semua perbandingan berpasangan selesai dibuat, maka vektor bobot prioritas (w) dihitung dengan rumus persamaan (1) :

Aw = max w……… (1)

dimana max adalah eigen value terbesar pada matriks A dan w adalah

eigen vector.Indeks Konsistensi/Consistency Index (CI) dan Consistency Ratio (CR) dari matriks perbandingan berpasangan dapat dihitung dengan rumus persamaan (2) :

………..……… (2)

Jika CI < 0,1 maka penilaian dianggap konsisten. Angka-angka yang diperoleh dari hasil kuesioner masing-masing responden berupa pendapat mengenai interaksi saling ketergantungan antar elemen pada masing-masing

cluster diturunkan menjadi suatu supermatriks.

Secara umum hubungan kepentingan antar elemen di dalam jaringan dengan elemen lain di dalam jaringan dapat digambarkan mengikuti supermatriks pada Gambar 2.

Masing-masing kolom dalam Wij adalah eigen vector yang menunjukkan kepentingan dari elemen pada komponen ke-i dari jaringan pada sebuah elemen pada komponen ke-j. Beberapa masukan yang menunjukkan hubungan nol pada elemen mengartikan tidak terdapat kepentingan pada elemen tersebut. Jika hal tersebut terjadi maka elemen tersebut tidak digunakan dalam perbandingan berpasangan untuk menurunkan eigen vector. Jadi yang digunakan adalah elemen yang

(23)

6

menghasilkan nilai kepentingan bukan nol (Saaty, 2005). Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan software Superdecision 2.2.6.

Weighted Failure Mode Effect Analysis (WFMEA)

Tahap analisis dan evaluasi risiko dilakukan dengan metode

Weighted Failure Mode and Effects Analysis (WFMEA) yang diperkenalkan oleh Huang et al. (2011). Metode ini merupakan pengembangan dari model

Failure Mode Effects Analysis (FMEA) secara umum dengan tujuan memperoleh penilaian yang lebih akurat setelah mengagregasikan hubungan antara faktor risiko yang telah dihitung bobot prioritasnya. Menurut Chen (2007), penilaian FMEA secara umum dilakukan dengan menggunakan nomor prioritas risiko/risk priority number (RPN). RPN adalah hasil perkalian dari peringkat keparahan/severity (S), kejadian/occurrence (O), dan deteksi/detection (D) yang dihitung dengan persamaan (3).

RPN = S x O x D………..……… (3)

Metode WFMEA menggunakan suatu penilaian berbobot untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dan berkesinambungan dari tahapan penilaian risiko sebelumnya Bobot pada masing-masing risiko dapat dihitung dengan menggunakan rumus penghitungan Weighted Risk Priority Number (WRPN) dengan rumus persamaan (4).

WRPNn = Si x Oi x Di x f(Wi) = RPNn x f(Wi)……… (4)

Mode kegagalan yang memiliki RPN lebih tinggi diasumsikan lebih penting dan diberi prioritas lebih tinggi untuk tindakan korektif daripada yang memiliki RPN yang lebih rendah (Surendro&Yaumi, 2012).

Evaluasi Risiko adalah membandingkan tingkat risiko yang telah dihitung pada tahapan analisis risiko dengan kriteria standar yang digunakan. Nilai output variabel yaitu WRPN digunakan untuk mewakili prioritas pada tindakan koreksi dengan skala 1-1000, yang dikategorikan ke dalam lima kelas interval yang digambarkan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Kategori risiko berdasarkan WRPN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Daya Saing Global Kakao Indonesia

Pada 2011 produksi kakao dunia mencapai 4,05 juta ton atau tumbuh melambat menjadi 1,9% rata-rata per tahun (2007-2011), akibat makin

Nilai Output Kategori Risiko Pengendalian Risiko 1-50 Sangat Rendah Menerima

50-100 Rendah Menerima

100-150 Menengah Menghindari 150-200 Tinggi Mitigasi 200-250 Sangat Tinggi Mitigasi

(24)

7 tingginya ketidak-seimbangan iklim global yang pada akhirnya menyebabkan rendahnya produktivitas kakao. Selain itu melambatnya pertumbuhan produksi juga disebabkan masalah regulasi dan politik yang terjadi pada negara-negara produsen utama.

Sementara konsumsi dunia pada 2011 lebih tinggi dari produksi yang mencapai 4,1 juta ton. Pertumbuhan rata-rata sepanjang 2007-2012 diperkirakan mencapai 2,7% per tahun. ICCO memperkirakan dalam jangka panjang akan terjadi defisit kakao dunia sekitar 10-50 ribu ton setiap tahun akibat makin tingginya konsumsi seperti tertera pada Gambar 3.

Seiringan dengan kebutuhan kakao dunia yang semakin meningkat, ekspor kakao Indonesia pun mengalami peningkatan. Jika tahun 2006 ekspor mencapai US$ 855,0 juta, maka pada tahun 2010 naik menjadi US$ 1.643,6 juta (Tabel 3). Penerimaan devisa seharusnya bisa menjadi lebih besar lagi apabila mutu kakao Indonesia terus diperbaiki.

Tabel 3. Perkembangan ekspor kakao Indonesia 2006-2010 (juta dollar)

Komoditas 2006 2007 2008 2009 2010 Tren

Kakao 855,0 924,2 1.268,9 1.413,4 1.643,6 18,91 %

Sumber: Kementerian Perdagangan (2010)

Selama rentang waktu 2006-2010 volume ekspor kakao Indonesia nilainya melaju rata-rata 18,91 % setahun. Perkembangan ekspor nasional mengisyaratkan bahwa peluang pasar ekspor kakao Indonesia yang berkualitas di masa-masa mendatang masih terbuka lebar.

Manajemen Risiko Rantai Pasok Kakao

Risiko adalah kemungkinan terjadinya penyimpangan dari harapan yang dapat menimbulkan kerugian. Sedangkan manajemen risiko adalah usaha yang secara rasional ditujukan untuk mengurangi kemungkinan

Gambar 3. Proyeksi produksi dan konsumsi kakao dunia 2007-2011 (juta ton) (International Cacao Organization 2010)

Te

(25)

8

terjadinya kerugian dari risiko yang dihadapi (Kasidi, 2010) dalam Muslich (2007). Tujuan manajemen risiko adalah minimisasi kerugian dan meningkatkan kesempatan, ataupun peluang. Bila dilihat terjadinya kerugian, manajemen risiko dapat memotong mata rantai kejadian kerugian tersebut, sehingga efek dominonya tidak akan terjadi. Dengan menggabungkan manajemen rantai pasok dan manajemen risiko ini maka diharapkan tantangan bisnis masa depan berupa ketidakpastian bisnis dapat ditangani dengan baik, dengan cara mengelola dan mengurangi risiko dalam rantai pasok, sehingga dapat menghasilkan rantai pasok yang tangguh (Peck dan Christopher, 2004) dalam Simanjuntak (2013).

Rantai pasok produk merupakan aktifitas yang berawal dari bahan mentah sampai dengan penanganan purna jual. Rantai pasok ini mencakup aktivitas yang terjadi karena hubungan dengan produsen, pemasok,dan hubungan dengan konsumen. Aktifitas ini merupakan kegiatan yang terpisah tapi sangat tergantung satu dengan yang lain (Porter, 2001) dalam Gayatri (2009). Rantai pasok komoditas kakao di Indonesia dapat digambarkan pada Gambar 4.

Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Industri dalam Negeri Pasar Luar Negeri

Identifikasi Risiko Rantai Pasok Kakao

Berdasarkan hasil studi literature (Suharjito, 2011) dan brainstorming,

serta interview mendalam dengan beberapa pakar maka diperoleh kerangka ANP untuk mengidentifikasi risiko rantai pasok komoditas kakao.Struktur ANP tersebut dapat diperlihatkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Kerangka umum ANP Gambar 4. Rantai pasok kakao Indonesia

Masalah

1. Peningkatan Kualitas 2. Peningkatan Produktivitas 3.Jaminan Kontinuitas Pasokan yang stabil 4. Peningkatan Pendapatan

Aktor

1. Petani

2. Pedagang Pengumpul 3. Pedagang Besar 4.Industri Pengolahan Kakao

Faktor Risiko

(26)

9

Struktur ini terdiri dari 3 cluster:

1. Cluster Masalah : Permasalahan manajemen risiko rantai pasok komoditas kakao yang menjadi perhatian dalam kajian ini adalah: Peningkatan kualitas kakao, peningkatan produktivitas kakao, jaminan kontinuitas pasokan yang stabil, serta peningkatan pendapatan.

2. Cluster Risiko : Alternatif faktor risiko yang teridentifikasi dari hasil

interview mendalam dengan pakar dan hasil studi literature adalah risiko kualitas, produksi, harga, pasokan, lingkungan, dan transportasi.

3. Cluster Aktor : Aktor yang berperan dalam rantai pasok komoditas kakao terdiri dari: Petani, Pedagang Pengumpul, Pedagang Besar, dan Industri.

1. Permasalahan Manajemen Risiko Rantai Pasok Kakao

a. Peningkatan Kualitas

Kualitas kakao utamanya ditentukan pada tahap fermentasi, namun kualitas kakao di Indonesia saat ini masih rendah karena pada umumnya petani tidak melakukan fermentasi. Alasan utama adalah tidak adanya perbedaan harga yang siginifikan antara kakao yang difermentasi dengan yang tidak difermentasi. Sementara untuk melakukan fermentasi petani harus menyimpan dalam peti selama 4-6 hari dan setiap hari harus diperhatikan kandungan airnya. Menurut petani pekerjaan ini cukup melelahkan.

Pada tahun 2001 harga biji kakao yang difermentasi lebih tinggi Rp. 300,- sampai dengan Rp. 500,- per kilogramnya dibandingkan biji kakao yang tidak difermentasi. Total margin saluran pemasaran berkisar antara Rp. 750,-/kg sampai dengan Rp. 2.400,-/kg. Margin pemasaran terbesar diperoleh pedagang besar yang berkisar antara Rp. 560,-/kg sampai dengan Rp. 980,-/kg. Share harga tertinggi diterima petani pada saluran pemasaran dengan share tertinggi sebesar 95% dari total margin.

Kualitas biji kakao ditentukan berdasarkan standar uji yang berlaku, yaitu menurut SP-45-1976 atas usulan dari Asosiasi Kakao Indonesia yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4.Standar Nasional Indonesia (SNI) biji kakao (SNI 01-232-2000)

Sumber : KADIN (2007)

*) Ukuran biji ditentukan oleh jumlah biji per 100 g

Karakteristik Mutu I Mutu II Sub Standar

Jumlah biji / 100 g * * *

Kadar air (% b/b) maks 7,5 7,5 >7,5 Berjamur (% b/b) maks 3 4 >4 Tak terfermentasi (% b/b) maks 3 8 >8 Berserangga,hampa,

berkecambah (% b/b) maks

3 6 >6

Biji pecah (% b/b) maks 3 3 3

(27)

10

* AA jumlah biji per 100 gram maksimum 85 * A jumlah biji per 100 gram maksimum 100 * B jumlah biji per 100 gram maksimum 110 * C jumlah biji per 100 gram maksimum 120

* Substandar jumlah biji per 100 gram maksimum 120

Selain faktor harga, selama ini belum ada ketentuan atau kebijakan yang mewajibkan petani dalam melakukan standarisasi kakao nasional, untuk mendapatkan kakao yang berkualitas tersebut petani kakao harus melakukan beberapa tahapan yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Tahapan pengolahan kakao

No. Tahapan Aktifitas Terkait Mutu

1 Pemetikan Buah Tingkat kematangan buah dapat dilihat dari perubahan warna buah, yaitu dari A hingga C. Untuk mendapatkan 1 kg biji kakao kering (kadar air 8 – 7 %) diperlukan sekitar 25-35 buah kakao.

3 Fermentasi Fermentasi biji kakao dimaksudkan untuk untuk menimbulkan

aroma yang khas coklat. Fermentasi dilakukan di dalam suatu wadah/kotak kayu dengan tebal tumpukkan biji tidak boleh lebih dari 42 cm. Fermentasi yang sempurna dilakukan dalam waktu 5 hari, dimana pada hari kedua harus dilakukan pembalikan.

4 Perendaman dan

Pencucian

Perendaman mempunyai pengaruh terhadap proses pengeringan dan rendemen. Selama proses perendaman berlangsung, sebagian kulit biji kakao terlarut sehingga kulit bijinya lebih tipis dan rendemennya berkurang. Dengan demikian proses pengeringan menjadi lebih cepat. Sesudah perendaman, dilakukan pencucian.

5 Pengeringan Tujuan pengeringan adalah untuk menurunkan kadar air biji dari 60 % sampai kadar airnya mencapai 7 – 8 % diperlukan waktu 2 – 3 hari, tergantung dari kondisi cuaca.

b. Peningkatan Produktivitas

(28)

11 tahun 2006-2007 terjadi peningkatan produktivitas kakao PBN sehingga pencapaiannya diatas produktivitas kakao PR dan PBS. Pada tahun 2009 terjadi penurunan produktivitas yang cukup signifikan di ketiga status pengusahaan dibandingkan tahun sebelumnya yakni masing-masing 8,61% untuk kakao PR, 0,38% (PBN) dan 1,18% (PBS) (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010).

c. Jaminan Kontinuitas Pasokan

ICCO memperkirakan produksi kakao Indonesia di tahun 2015 akan mencapai 1.062.059 ton/tahun atau tumbuh rata-rata 2,3% per tahun (Tabel 6). Sementara itu Pantai Gading sebagai pemasok/produsen terbesar di dunia diperkirakan tumbuh melamban hanya mencapai 1,3% per tahun akibat adanya regulasi pemerintah untuk mengurangi subsidi komoditas ini.

Tabel 6. Proyeksi produksi dan produktivitas kakao nasional

Sumber : International Cacao Organzation, 2010

Proyeksi dari ICCO mengisyaratkan bahwa sesungguhnya Indonesia memiliki potensi pasokan kakao yang sangat besar, namun saat ini belum terdapat jaminan kontinuitas pasokan sesuai demand industri karena tidak terjadi integrasi langsung antara industri pengolah kakao dengan petani-petani kakao. Selama ini informasi harga dan volume serta jalur pendistribusian kakao masih dimonopoli oleh para pedagang besar. Untuk memaksimalkan potensi produksi dan produktivitas nasional tersebut, maka diperlukan suatu jaminan kontinuitas pasokan komoditas kakao di Indonesia yang terintegrasi.

d. Peningkatan Pendapatan

Sebagian besar kakao Indonesia dipasarkan ke negara negara Asia Pasifik, Eropa, Afrika, dan Amerika. Ekspor kakao Indonesia senantiasa meningkat dari tahun ke tahun,. Jika tahun 2006 ekspor mencapai US$ 855,0 juta, maka pada tahun 2010 naik menjadi US$ 1.643,6 juta. Bentuk hasil kakao yang banyak diekspor oleh Indonesia adalah biji kakao kering tanpa mengalami pengolahan apapun. Rata-rata dalam kurun 2004-2009 ekspor biji kakao kering mencapai lebih dari 70% dari total ekspor kakao Indonesia. Realisasi ekspor biji kakao kering pada tahun 2009 mencapai 461,19 ribu ton atau setara dengan US$ 1,12 milyar (Kementerian Pertanian, 2010).

Kakao Indonesia, khususnya yang dihasilkan oleh rakyat, di pasaran internasional masih dihargai paling rendah karena citranya yang kurang baik, yakni didominasi oleh biji-biji dengan kadar kotoran tinggi, serta

Kakao 2015 2020 2025

(29)

12

terkontaminasi serangga, jamur, atau mikotoksin. Selain itu, cita rasanya pun lemah.Hal ini berdampak pada penerapan diskon terhadap kakao Indonesia.Sebagai contoh, pemerintah Amerika Serikat terus meningkatkan diskonnya dari tahun ke tahun yang pada tahun 2005 telah mencapai US$ 250 per ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010).

Permasalahan harga dan peningkatan nilai tambah ini berdampak langsung terhadap pendapatan para petani dan anggota rantai pasok yang lainnya yangdapat dilihat dari tingkat keuntungan Price Cost Margin (PCM). PCM bertindak sebagai indikator keuntungan yang diperoleh atas biaya langsung dalam rantai pasok kakao. Nilai rata-rata PCM periode 2000-2009 adalah sebesar 21.30% dengan nilai PCM terbesar terjadi pada tahun 2006 sebesar 87.68%dan PCM terendah pada tahun 2001 sebesar 2.06% (Tabel 7). Tingkat keuntungan tersebut masih sangat fluktuatif dan belum optimal, sehingga masih terbuka kesempatan untuk meningkatkan pendapatan para anggota pada rantai pasok kakao dengan cara peningkatan nilai tambah dalam rantai pasok kakao.

Tabel 7. Price Cost Margin kakao Indonesia 2000-2009 Tahun Nilai Tambah

(Ribu Rupiah)

Upah (Ribu Rupiah)

PCM (%)

2000 110.554.773 76.043.610 13.06 2001 83.915. 493 71.665.597 2.06 2002 13.4 44. 546 79.858.653 5.71 2003 165.500.577 82.597.018 26.34 2004 104.654.868 68.672.660 12.98 2005 291.731.553 70.019.665 35.32 2006 9.124.196.157 99.664.514 87.68 2007 953.452.348 32.043.885 10.41 2008 1.054.320.496 27.304.429 12.06 2009 927.433.194 442.414.646 7.31 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009

Berdasarkan hasil kuesioner pakar dengan menggunakan Analytic Network Process (ANP) diperolah perbandingan berpasangan antara masalah dalam rantai pasok dan akan dilihat yang memiliki pengaruh yang paling besar. Hasil pengolahan prioritas adalah peningkatan pendapatan, yaitu sebesar 0.360. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam manajemen risiko rantai pasok komoditas kakao mempunyai permasalahan utama untuk meningkatkan pendapatan anggota rantai pasok.

0.173

(30)

13

2. Faktor Risiko dalam Rantai Pasok Kakao

Beberapa faktor-faktor risiko dalam rantai pasok kakao telah diidentifikasi dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Agriculture and Rural Development World Bank (2011). Berdasarkan penelitian terdahulu serta melalui observasi dan diskusi dengan pakar, maka pada penelitian ini diidentifikasi enam jenis risiko. Risiko kualitas merupakan risiko yang diakibatkan oleh musim dan cuaca, metode penyimpanan, variasi mutu pasokan, dan mutu pasokan bahan baku. Risiko produksi adalah risiko yang terkait pada kapasitas produksi, proses produksi, penggunaan teknologi produksi dan mutu bahan baku. Risiko harga yaitu disebabkan adanya inflasi, nilai tukar dan bunga bank, fluktuasi harga serta distorsi informasi harga dan pasokan. Risiko pasokan bersumber dari keberagaman mutu pasokan, loyalitas pemasok, ketidakpastian pasokan dan ketersediaan pasokan. Risiko lingkungan disebabkan oleh bencana alam, hama dan penyakit, kebijakan pemerintah, keamanan, kondisi sosial budaya dan politik, serta produk pesaing. Serta risiko transportasi yang diakibatkan oleh pemilihan moda transportasi, ketidakpastian waktu transportasi, keamanan di jalan, dan kerusakan jalan mengurangi mutu produk.

Hasil pengolahan prioritas secara keseluruhan adalah risiko produksi mempunyai nilai prioritas paling tinggi, yaitu sebesar 0.221 sehingga risiko produksi memiliki pengaruh paling besar. Hasil pada penelitian ini sesuai dengan penelitian terhadap risiko rantai pasok kakao di Indonesia yang telah dilakukan oleh Lembaga Swisscontact pada tahun 2008, dimana risiko produksi mencakup budidaya dan pengolahan pasca panen, merupakan permasalahan utama yang masih dihadapi di Indonesia.

Gambar 7. Hasil perbandingan bobot risiko rantai pasok kakao

3. Anggota Rantai Pasok Komoditas Kakao

Analisis risiko rantai pasok membantu untuk memahami posisi anggota pada rantai pasok komoditas kakao untuk meningkatkan keunggulan kompetitif. Risiko diidentifikasi berdasarkan penilaian pada perbandingan berpasangan antara alternatif risiko terhadap masing-masing anggota rantai pasok kakao.

0.135

0.221 0.217 0.211 0.097

0.117

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25

(31)

14

a. Petani

Hasil pengolahan prioritas adalah risiko produksi mempunyai nilai prioritas paling tinggi yaitu, sebesar 0.285 sehingga risiko produksi memiliki pengaruh paling besar atau penting diantara keenam risiko lain terhadap Petani. Risiko lainnya memiliki bobot yaitu risiko harga 0.714, risiko kualitas 0.071, risiko lingkungan 0.085, risiko pasokan 0.195, risiko transportasi 0.095. Nilai CR sebesar 0.00021 yang berarti penilaian dianggap konsisten, karena nilai CR < 0.1.

Dalam melakukan proses produksi, dari mulai penanaman hingga penanganan pasca panen, petani masih menemui kendala seperti rendahnya pengetahuan terhadap penanganan hama penyakit yang menyerang buah kakao sehingga menurunkan produktivitas. Dalam hal produksi, petani juga kekurangan modal untuk berinvestasi lebih, baik pada bibit, pupuk, lahan, dan pengolahan pasca panen (Swisscontact, 2008).

b. Pedagang Pengumpul

Hasil pengolahan prioritas adalah risiko harga mempunyai nilai prioritas paling tinggi yaitu, sebesar 0.265 sehingga risiko pasokan memiliki pengaruh paling besar atau penting diantara keenam risiko lain terhadap Pedagang Pengumpul. Risiko lainnya memiliki bobot yaitu risiko pasokan 0.238, risiko kualitas 0.148, risiko lingkungan 0.060, risiko produksi 0.141, risiko transportasi 0.141. Nilai CR sebesar 0.00036 yang berarti penilaian dianggap konsisten, karena nilai CR < 0.1.

Sebagai agen atau penyedia akses dari petani kepada pasar yang lebih luas, risiko yang dihadapi yaitu harga fluktuatif dan harus disesuaikan dari petani terhadap demand atau kontrak dengan pasar atau pembeli besar (Grinsven dan Toledano, 2009).

c. Pedagang Besar

Hasil pengolahan prioritas adalah risiko pasokan mempunyai nilai prioritas paling tinggi yaitu, sebesar 0.346 sehingga risiko pasokan memiliki pengaruh paling besar atau penting diantara keenam risiko lain terhadap Pedagang Besar. Risiko lainnya memiliki bobot yaitu risiko harga 0.173, risiko kualitas 0.153, risiko lingkungan 0.056, risiko produksi 0.190, risiko transportasi 0.080. Nilai CR sebesar 0.00060 yang berarti penilaian dianggap konsisten, karena nilai CR < 0.1.

Risiko pasokan yang dihadapi pedagang besar disini dimaksudkan risiko signifikan dalam ketersediaan kakao untuk memenuhi volume pasokan, spesifikasi kakao dengan mutu yang diharapkan, waktu pemenuhan dan pengiriman pasokan. Hubungan dengan para pedagang pengumpul juga merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam kelancaran pasokan ini (Grinsven dan Toledano, 2009).

d. Industri

(32)

15 lingkungan 0.085, risiko pasokan 0.272, risiko produksi 0.158, risiko transportasi 0.081. Nilai CR sebesar 0.00036 yang berarti penilaian dianggap konsisten, karena nilai CR < 0.1.

Industri memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap kualitas kakao terkait dengan pilihan dan permintaan konsumen sehingga industri tentunya berkomitmen untuk selalu menghasilkan kakao olahan kualitas terbaik, namun hal ini menjadi suatu risiko yang besar dikarenakan kualitas bukan merupakan hal utama yang diperhatikan oleh anggota rantai pasok sebelumnya, yaitu petani, pedagang pengumpul dan pedagang besar (Grinsven dan Toledano, 2009).

Pada perbandingan berpasangan antar aktor anggota rantai pasok kakao, dari Gambar 8 terlihat bahwa risiko di tingkat petani mempunyai bobot nilai yang tertinggi yaitu sebesar 0.408 dibandingkan dengan risiko di tingkat lain dalam aktor rantai pasok. Hal ini dapat disimpulkan bahwa dalam rantai pasok kakao petani mempunyai kecenderungan menanggung risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan aktor yang lain.

Gambar 8. Hasil perbandingan bobot aktor rantai pasok kakao

Analisis Risiko Rantai Pasok Kakao

Analisis risiko dilakukan untuk membedakan risiko minor yang dapat diterima dari risiko mayor, dan untuk menyediakan data yang akan membantu tahap evaluasi dan pengendalian risiko. Tahap penilaian risiko dibantu dengan metode Weighted Failure Mode and Effects Analysis

(WFMEA). Tiga komponen severity, occurence, dan detection dikalikan dengan bobot risiko, dihasilkan nilai Weighted Risk Priority Numbers

(WRPN) (Surendro&Yaumi, 2012). Hasil penilaian risiko dari pendapat para pakar dapat dilihat pada Tabel 8.

Untuk mendapatkan analisis yang lebih akurat dan terintegrasi antara permasalahan dan anggota rantai pasok, maka dilakukan perhitungan

Weighted Risk Priority Number (WRPN) dengan bobot (W) yaitu

0.408 0.183

0.190 0.216

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5

(33)

16

didapatkan dari hasil prioritas identifikasi risiko dengan metode ANP yang tertera pada Tabel 9.

Tabel 8.Tabel FMEA hasil penilaian pakar

Faktor Risiko Variabel Risiko Severity

(1-10) Penggunaan teknologi produksi

sederhana

Ketidakpastian ketersediaan pasokan Transportasi Kerusakan infrastruktur 7 7 5 245

Ketidakamanan perjalanan 3 7 4 84 Ketidakpastian waktu transportasi 7 7 4 196 Jarak Angkut yang jauh 3 5 7 105

Tabel 9. Hasil perhitungan RPN dan WRPN

Terdapat sedikit perbedaan antara hasil perhitungan sebelum dan setelah terbobot, yaitu perbedaan urutan risiko pertama yaitu produksi, kedua risiko pasokan dan ketiga risiko harga. Sedangkan faktor risiko kualitas, lingkungan dan transportasi tidak mengalami perubahan dan menempati urutan yang sama.

(34)

17

Evaluasi Risiko Rantai Pasok Kakao

Evaluasi Risiko adalah membandingkan tingkat risiko yang telah dihitung pada tahapan analisis risiko dengan kriteria standar yang digunakan. Berdasarkan kategori risiko, dapat disimpulkan bahwa yang termasuk kategori risiko sangat rendah yaitu risiko lingkungan (WRPN 29.408). Kategori risiko rendah yaitu risiko transportasi (WRPN 73.716). Kategori risiko menengah yaitu risiko kualitas (WRPN 127.317) kategori risiko tinggi yaitu risiko harga (WRPN 161.806) dan risiko pasokan (WRPN 167.624). Sedangkan risiko produksi (WRPN 226.174) termasuk kategori sangat tinggi sehingga diperlukan pengendalian risiko berupa mitigasi.

Pengendalian Risiko Tertinggi Rantai Pasok Kakao

Pengendalian risiko berupa mitigasi risiko dan rencana kontingensi melibatkan pengembangan tindakan risiko respon berencana untuk mengendalikan risiko (Schoenherr, 2001). Penentuan tindakan yang tepat untuk dilakukan dalam manajemen risiko rantai pasok mengacu pada hasil identifikasi dan evaluasi risiko rantai pasok yang telah dilakukan sebelumnya. Beberapa tindakan pengendalian risiko yang dijelaskan dalam bagian ini merupakan proses mitigasi yang dapat dilakukan berdasarkan prioritas risiko terbesar yaitu risiko produksi pada petani.

Untuk mengatasi produktivitas kebun kakao yang menurun akibat serangan hama dan penyakit, usia pohon yang sudah tua, nutrisi tanah yang buruk, dan kekeringan, maka pengendalian risiko dilakukan dengan memberikan penyuluhan kepada petani untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan informasi untuk menangani permasalahan dan meningkatkan produktivitas kakao. Petani kecil tidak memiliki akses ke jaminan lembaga keuangan, petani juga kekurangan akses kredit untuk pembelian pupuk dan bahan tanam penunjang. Untuk itu, diperlukan ketersediaan dan akses kredit bagi petani kecil dengan sistem kelembagaan yang komprehensif. Dalam hal produksi, juga terdapat kurangnya insentif bagi petani untuk berinvestasi dalam meningkatkan produktivitas pertanian atau kualitas biji kakao. Pengendalian yang bisa dilakukan adalah penyediaan insentif bagi petani yang meningkatkan kualitas kakao dengan mekanisme kebijakan untuk menjamin kepatuhan terhadap standar kualitas yang berlaku (SNI) untuk komoditas kakao (ARD The World Bank, 2011).

Implikasi Manajerial

(35)

18

Tabel 10. Implikasi manajerial rantai pasok kakao

No Permasalahan Risiko Implikasi Manajerial Aktor 1 Peningkatan

Kualitas

Kualitas, Produksi

Pembinaan pendampingan secara langsung dari industri pengolahan kakao terhadap para petani,serta sosialisasi dan pengawasan penerapan standar kualitas kakao

Petani,

Dana yang terkumpul dari bea keluar dapat di share kembali ke daerah. Dana ini dapat diwujudkan dalam bentuk riset dan pengembangan kakao serta akses pendanaan yang mudah untuk budidaya

Dibutuhkan suatu kerjasama terintegrasi antar semua anggota rantai pasok agar kebutuhan demand-supply

terpenuhi dengan sesuai dan distribusi kakao berjalan dengan lancar

Untuk meningkatkan nilai tambah produk kakao Indonesia semestinya para pelaku usaha kakao mengekspor hasil produknya bukan saja dalam biji kakao tetapi biji kakao yang sudah difermentasi. Kakao juga tidak seharusnya diekspor dalam biji kakao mentah,

(36)

19 yang mempertimbangkan hubungan kepentingan alternatif dengan rencana mitigasi pada tiap anggota rantai pasok. Berdasarkan hasil WFMEA, risiko produksi tetap menempati urutan pertama dengan WRPN 226.174. Hasil Pengendalian risiko utamanya difokuskan terhadap upaya peningkatan produktivitas dan daya saing komoditas kakao yaitu dengan memberikan penyuluhan kepada petani, pemberian kredit dan akses bahan tanam yang terjangkau bagi petani, pemberian akses langsung terhadap pasar, informasi yang transparan, serta penyediaan mekanisme untuk penjaminan standar kualitas kakao yang berlaku.

Saran

Saran tindak lanjut dari penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap pengembangan model sistem kelembagaan yang dapat mengimplementasikan manajemen risiko rantai pasok khususnya dalam rangka penyeimbangan risiko dalam jaringan rantai pasok. Selain itu, penelitian juga dapat berlanjut pada rancangan sistem penunjang keputusan risiko untuk membuat pemodelan komputasi manajemen risiko.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia C, Setiawan A, Syamsun M. 2012. Perancangan dan Pengukuran Kinerja Rantai Pasokan Sayuran dan Perusahaan dengan Pendekatan Analytic Network Process Serta Data Envelopment Analysis. [skripsi] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

[ARD] Agriculture and Rural Development World Bank. 2011. Supply Chain Risk Assessment Cocoa in Ghana. Washington D.C (US) : The World Bank

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Industri Besar dan Sedang.2000-2009. Jakarta (ID) : Badan Pusat Statistik,

Badariah N, Surjasa D, Trinugraha Y. 2011. Analisa Supply Chain Risk Management Berdasarkan Metode Failure Mode Effects Analysis (FMEA). Jurnal Teknik Industri. ISSN: 1411-6340

Chen JK. 2007. Utility Priority Number Evaluation for FMEA. Journal of Failure Analysis and Prevention. 7 (5) : 321-328

[Deptan] Departemen Pertanian. 2011. Direktori dan Revitalisasi Agribisnis Kakao di Indonesia dalam Menghadapi Era Globalisasi.Jakarta. (ID); Komisi Kakao Indonesia

Direktorat Jendral Perkebunan. 2010. Outlook Komoditas Pertanian Perkebunan. Jakarta (ID): Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertanian

(37)

20

Grinsven P, Toledano J. 2009. Agricultural Risks in the Cocoa Sector. Virginia (US): MARS Inc.

Hanggraeni D. 2010. Pengelolaan Risiko Usaha. Depok (ID): Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI

Huang H, Xiao N, et al. 2011. Multiple Failure Modes Analysis and Weighted Risk Priority Number Evaluation in FMEA. Elsevier Engineering Journal of Failure Analysis. 18 (2011) : 1162-1170

[ICCO] International Cocoa Organization. 2010. Annual Report 2010. [internet]. [diacu 2013 Maret 3]. Tersedia dari: http://www.icco.org Meyer M, Panlibuton H. 2004. Value Chain Assessment: Indonesia Cocoa.

Washington DC (US): Accelerated Microenterprise Advancement Project

Muslich M. 2007. Manajemen Risiko Operasional. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara

Ragimun. 2012. Analisis Daya Saing Komoditas Kakao Indonesia. Jakarta (ID): Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu

Saaty TL. 2005. Theory and Applications of the Analytic Network Process.

Pittsburgh (US): RWS Publications

Schoenherr T, Tummala R. 2011. Supply Chain Risk Management Process. Supply Chain Management: An International Journal. 16(6): 474-483 6. Sijabat AN, Setiawan A, Syamsun M. 2012. Manajemen Risiko Rantai

Pasokan Sayuran Edamame Yang Diintroduksi Oleh PT Saung Mirwan. [skripsi] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Simanjuntak SJ. 2013. Analisis Manajemen Risiko Rantai Pasok Buah Manggis Dengan Metode Analytic Network Process Di PT. Agung Mustika Selaras, Jawa Barat. [thesis] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Suharjito. 2011. Pemodelan Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan Cerdas Manajemen Risiko Rantai Pasok Produk/Komoditi Jagung.

[thesis] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Surendro K, Yaumi NT. 2012. Model Manajemen Risiko pada Penerapan Cloud Computing untuk Sistem Informasi di Perguruan Tinggi Menggunakan Framework COSO ERM dan FMEA. Jurnal Sarjana Institut Teknologi Bandung Teknik Elektro dan Informatika. 1 (2)

Swisscontact. 2008. Cocoa Value Chain Development. Zurich (CH): Swisscontact Institute

The Chartered Quality Institute. 2010. A Guide to Supply Chain Risk Management. Virginia (US): Pharmaceutical Quality Group

(38)

21

PENGANTAR

KERANGKA ANP

Lampiran 1 Kuisioner penelitian

Kepada Responden yang terhormat,

Saya Harumi Aini, mahasiswa S1 Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor yang sedang mengadakan penelitian tentang ANALISIS MANAJEMEN RISIKO DAN

RANTAI NILAI KOMODITAS KAKAO DI INDONESIA di bawah

bimbingan Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc dan Alim Setiawan, S.TP, M.Si. Dalam rangka menyelesaikan studi/tugas akhir ini, diperlukan dukungan serta kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini.

Pengisian kuesioner ini memiliki tujuan untuk menentukan besarnya pengaruh serta tingkat masalah, aktor dan faktor dalam mengidentifikasi risiko terbesar dalam rantai pasok kakao. Kuisioner ini menggunakan motode ANP (Analytical Network Process). Kemudian akan dinilai dampak, pengaruh serta tingkat keparahan untuk risiko setiap anggota rantai pasok dengan metode FMEA (Failure Mode Effect Analysis). Pengisian kuisioner ini diharapkan berdasarkan pengalaman dan penilaian yang dirasakan oleh Bapak/Ibu selaku pakar serta praktisi dalam industri kakao.

Demi tercapainya hasil penelitian yang diinginkan, mohon kesediaan waktu Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini. Informasi yang didapatkan dari kuisioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk keperluan akademik. Atas kerjasama Bapak/Ibu, saya ucapkan terimakasih.

(39)

22

A. KUISIONER ANP

PETUNJUK PENGISIAN

1. Responden diharapkan melakukan pengisian kuesioner pada satu waktu secara tuntas, untuk menghindari inkonsistensi antar jawaban 2. Dalam pengisian kuisioner ini anda diminta untuk membandingkan

antara elemen-elemen A dan B, lalu memberi tanda (X) atau (√) 3. Jawaban dari pertanyaan tersebut diberi nilai oleh responden

berdasarkan tingkat besar pengaruh dari elemen-elemen yang dibandingkan secara bersamaan

4. Nilai perbandingan yang diberikan mempunyai skala 1-9. Definisi dari skala yang digunakan untuk menilai komparasi sebagai berikut :

Nilai skala 2, 4, 6, 8 diberikan apabila terdapat sedikit saja perbedaan dengan patokan-patokan nilai diatas.

CONTOH

Apabila anda diminta untuk membandingkan tingkat pengaruh antara

“Mutu Produk” dengan “Harga”

1. Jika anda menganggap “Mutu Produk” sedikit lebih besar pengaruhnya

dari “Harga”

Faktor Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh Faktor

Mutu Produk

Harga

2. Jika anda menganggap “Harga” sedikit lebih besar pengaruhnya dari

“Mutu Produk”

Faktor Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh Faktor

Mutu Produk

Harga

3. Jika anda menganggap “Harga” sangat lebih besar pengaruhnya

dengan “Mutu Produk”

Nilai Komparasi (A dibandingkan B)

Definisi

1 A dan B sama besar pengaruhnya

3 A sedikit lebih besar pengaruhnya

dari B

5 A lebih besar pengaruhnya dari B

7 A sangat lebih besar pengaruhnya

dari B

9 A mutlak lebih besar pengaruhnya

(40)

23

Faktor Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh Faktor

Mutu Produk

Harga

PERTANYAAN ANP

I. Dalam kaitannya dengan fokus hirarki yaitu Identifikasi Pengaruh Risiko pada Rantai Nilai Industri Kakao, maka masalah yang teridentifikasi adalah:

a. Peningkatan Kualitas Kakao (PKK)

b. Peningkatan Produktifitas Kakao (PPK) c. Jaminan Kontinuitas Pasokan yang stabil (JKP)

d. Peningkatan Pendapatan (PP)

II. Dalam kaitannya dengan tujuan diatas, aktor-aktor yang berperan yaitu

a. Petani

b. Pedagang Pengumpul c. Pedagang Besar

d. Industri Pengolahan Kakao

III. Dalam kaitannya dengan aktor-aktor yang berpengaruh dalam Identifikasi Risiko pada Rantai Nilai Industri Kakao, faktor risiko dominan yang ingin diidentifikasi adalah:

a. Risiko Kualitas : Musim dan cuaca, hama penyakit, teknik budidaya, mutu bahan baku, penyimpanan

b. Risiko Produksi : kapasitas, mutu bahan baku, proses produksi, teknologi

c. Risiko Harga : Inflasi, nilai tukar, fluktuasi harga, distorsi informasi

d. Risiko Pasokan : keberagaman mutu, loyalitas pemasok, ketersediaan pasoka

e. Risiko Lingkungan : bencana alam, kebijakan pemerintah, produk pesaing, kondisi sosial, budaya, politik

f. Risiko Transportasi : infrastruktur, keamanan, ketidakpastian waktu, jarak angkut

MASALAH - AKTOR

1. Dalam masalah Peningkatan Kualitas Kakao, bandingkan tingkat pengaruh dari masing-masing aktor berikut:

Aktor Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh Aktor

Petani Peda

(41)

24

2. Dalam masalah Peningkatan Produktifitas Kakao, bandingkan tingkat pengaruh dari masing-masing aktor berikut:

Aktor Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh Aktor

Petani Peda

3. Dalam masalah Jaminan Kontinuitas Pasokan yang stabil,

bandingkan tingkat pengaruh dari masing-masing aktor berikut:

Aktor Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh Aktor

(42)

25 4. Dalam masalah Peningkatan Pendapatan, bandingkan tingkat

pengaruh dari masing-masing aktor berikut:

Aktor Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh Aktor

Petani Peda

1. Dalam masalah Peningkatan Kualitas Kakao, bandingkan tingkat pengaruh dari masing-masing faktor risiko berikut

Faktor Risiko

(43)

26

2. Dalam masalah Peningkatan Produktifitas Kakao, bandingkan tingkat pengaruh dari masing-masing faktor risiko berikut: Faktor

Risiko

Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh Faktor Risiko

3. Dalam masalah Jaminan Kontinuitas Pasokan yang stabil,

bandingkan tingkat pengaruh dari masing-masing faktor risiko berikut:

Faktor Risiko

(44)

27

4. Dalam masalah Peningkatan Pendapatan, bandingkan tingkat pengaruh dari masing-masing faktor risiko berikut:

Faktor Risiko

Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh Faktor Risiko

1. Berdasarkan tingkat perhatian petani, bandingkan tingkat pengaruh dari masing-masing faktor risiko berikut:

Faktor Risiko

Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh Faktor Risiko

Kualitas Produksi

(45)

28

2. Berdasarkan tingkat perhatian Pedagang Pengumpul, bandingkan tingkat pengaruh dari masing-masing faktor risiko berikut:

Faktor Risiko

(46)

29 Lingkun

gan

Transpo rtasi

3. Berdasarkan tingkat perhatian Pengumpul Besar, bandingkan tingkat pengaruh dari masing-masing faktor risiko berikut: Faktor

Risiko

Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh Faktor Risiko

4. Berdasarkan tingkat perhatian Industri, bandingkan tingkat pengaruh dari masing-masing faktor risiko berikut:

Faktor Risiko

(47)

30

gan

Produksi Transpo

rtasi

Harga Pasokan

Harga Lingkun

gan

Harga Transpo

rtasi

Pasokan Lingkun

gan

Pasokan Transpo

rtasi Lingkun

gan

Transpo rtasi

FEEDBACK

AKTOR – MASALAH

Masalah yang teridentifikasi adalah:

a. Peningkatan Kualitas Kakao (PKK) b. Peningkatan Produktifitas Kakao (PPK) c. Jaminan Kontinuitas Pasokan yang stabil (JKP)

d. Peningkatan Pendapatan (PP)

1. Berdasarkan tingkat perhatian petani, bandingkan tingkat pengaruh dari masing-masing masalah berikut:

Masalah Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh Masalah

PKK PPK

PKK JKP

PKK PP

PPK JKP

PPK PP

JKP PP

2. Berdasarkan tingkat perhatian pedagang pengumpul, bandingkan tingkat pengaruh dari masing-masing masalah berikut:

Masalah Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh Masalah

PKK PPK

PKK JKP

PKK PP

PPK JKP

PPK PP

JKP PP

(48)

31

Masalah Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh Masalah

PKK PPK

PKK JKP

PKK PP

PPK JKP

PPK PP

JKP PP

4. Berdasarkan tingkat perhatian industri, bandingkan tingkat pengaruh dari masing-masing masalah berikut:

Masalah Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh Masalah

PKK PPK

PKK JKP

PKK PP

PPK JKP

PPK PP

JKP PP

FAKTOR RISIKO - MASALAH

1. Pada faktor risiko kualitas, dari beberapa masalah berikut mana yang lebih berpengaruh?

Masalah Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh Masalah

PKK PPK

PKK JKP

PKK PP

PPK JKP

PPK PP

JKP PP

2. Pada faktor risiko produksi, dari beberapa masalah berikut mana yang lebih berpengaruh?

Masalah Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh Masalah

PKK PPK

PKK JKP

PKK PP

PPK JKP

PPK PP

JKP PP

3. Pada faktor risiko harga, dari beberapa masalah berikut mana yang lebih berpengaruh?

(49)

32

PKK PPK

PKK JKP

PKK PP

PPK JKP

PPK PP

JKP PP

4. Pada faktor risiko pasokan, dari beberapa masalah berikut mana yang lebih berpengaruh?

Masalah Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh Masalah

PKK PPK

PKK JKP

PKK PP

PPK JKP

PPK PP

JKP PP

5. Pada faktor risiko lingkungan, dari beberapa masalah berikut mana yang lebih berpengaruh?

Masalah Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh Masalah

PKK PPK

PKK JKP

PKK PP

PPK JKP

PPK PP

JKP PP

6. Pada faktor risiko transportasi, dari beberapa masalah berikut mana yang lebih berpengaruh?

Masalah Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh Masalah

PKK PPK

PKK JKP

PKK PP

PPK JKP

PPK PP

JKP PP

Keterangan:

a. Peningkatan Kualitas Kakao (PKK) b. Peningkatan Produktifitas Kakao (PPK) c. Jaminan Kontinuitas Pasokan yang stabil (JKP)

(50)

33

FAKTOR RISIKO - AKTOR

1. Pada faktor risiko kualitas, dari beberapa aktor berikut mana yang lebih berpengaruh?

Aktor Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh Aktor

Petani Peda

Aktor Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh Aktor

Petani Peda

3. Pada faktor risiko harga, dari beberapa masalah berikut mana yang lebih berpengaruh?

Aktor Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh Aktor

(51)

34

Aktor Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh Aktor

Petani Peda

5. Pada faktor risiko lingkungan, dari beberapa masalah berikut mana yang lebih berpengaruh?

Aktor Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh Aktor

Petani Peda

6. Pada faktor risiko transportasi, dari beberapa masalah berikut mana yang lebih berpengaruh?

Aktor Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh Aktor

(52)

35

gang Pengumpul

Petani Peda

gang Besar

Petani Indus

tri Pedagan

g Pengumpul

Peda gang Besar Pedagan

g Pengumpul

Indus tri Pedagan

g Besar

Indus tri

MATRIKS ANTAR KLASTER

MASALAH SEBAGAI KONTROL

Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh

Masalah Aktor

Masalah Faktor

Risiko

Aktor Faktor

Risiko

AKTOR SEBAGAI KONTROL

Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh

Masalah Aktor

Masalah Faktor

Risiko

Aktor Faktor

Risiko

FAKTOR RISIKO SEBAGAI KONTROL

Lebih berpengaruh Lebih berpengaruh

Masalah Aktor

Masalah Faktor

Risiko

Aktor Faktor

Risiko

B. KUISIONER FMEA

(53)

36

1. Tabel tersebut diberi nilai oleh responden berdasarkan :

a. Severity/Tingkat Keparahan: keseriusan efek akibat risiko yang terjadi dengan 1 merupakan efek keparahan terkecil dan 10 adalah efek keparahan terbesar

b. Occurrence/Tingkat Kejadian: kemungkinan atau frekuensi risko terjadi dengan 1 merupakan kesempatan paling tidak ada kejadian dan 10 adalah yang ada kejadian tertinggi

c. Detection/Tingkat Deteksi: ketidakmampuan untuk mendeteksi kegagalan akibat risiko yang terjadi dengan 1 merupakan kemampuan deteksi terendah dan 10 kemampuan deteksi tertinggi

No

Faktor Risiko

Variabel Risiko Severity/ Keparahan

Kualitas Musim dan Cuaca tidak menentu Rendahnya mutu pasokan bahan

baku

Pengetahuan Teknik Budidaya rendah

Fasilitas Penyimpanan tidak memadai

Hama dan Penyakit Produksi Kapasitas Produksi terbatas

Mutu bahan baku rendah Proses produksi tidak efisien Penggunaan teknologi produksi

sederhana Harga Inflasi

Nilai Tukar Rupiah dan Bunga Bank Fluktuasi harga

Distorsi informasi harga dan pasokan Pasokan Keberagaman mutu pasokan

Loyalitas pemasok

ketidakpastian ketersediaan pasokan Risiko sertifikasi mutu

Lingkungan Bencana Alam Kebijakan pemerintah Produk Pesaing

Kondisi sosial, budaya, politik Transportasi Kerusakan infrastruktur

(54)

37

RIWAYAT HIDUP

Harumi Aini dilahirkan di Bogor pada tanggal 24 September 1990 dari pasangan Edy Hartulistiyoso dan Mira Suprayatmi. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan dasar di Bruder Grimm Schule Gottingen, Jerman pada tahun 1996 kemudian lulus dari SDIT Ummul Quro Bogor pada tahun 2003. Kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 2006. Jenjang pendidikan berikutnya penulis tempuh di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Bogor, kemudian penulis pindah dan menamatkan pendidikan menengah atas di Sekolah Indonesia Netherland pada tahun 2009. Selepas SMA penulis diterima di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Gambar

Tabel 1. Perkembangan produksi kakao Indonesia 2008-2012
Gambar 2. Supermatriks ANP
Tabel 2.  Kategori risiko berdasarkan WRPN
Gambar 3. Proyeksi produksi dan konsumsi kakao dunia 2007-2011 (juta ton)  (International Cacao Organization 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil identifikasi penyebab risiko, terdapat sebelas penyebab risiko rantai pasok pengadaan beton ready mix proyek Hotel GAIA, yaitu kondisi kendaraan yang kurang

Untuk itu, hasil dari analisis metode ANP dapat menguraikan besarnya nilai pengaruh dari sumber risiko dan jenis risiko yang terjadi pada manajemen rantai pasok

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam manajemen risiko rantai pasok komoditas jagung mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan mutu pasokan pada

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam manajemen risiko rantai pasok komoditas jagung mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan mutu pasokan pada

Urutan prioritas risiko rantai pasok beras organik pada manufaktur adalah risiko : pengembalian produk, produk pesaing, penurunan kualitas, kontaminasi selama

Kemudian untuk menampilkan hasil evaluasi risiko setiap tingkatan rantai pasok dapat dilakukan dengan mengklik menu Risiko SCM, sehingga akan tampil tampilan sistem

Hasil penilaian gabungan antar pelaku dalam rantai pasok bawang merah dari Kabupaten Nganjuk ke Jakarta menunjukkan bahwa kriteria keseimbangan keuntungan pelaku rantai

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam manajemen risiko rantai pasok komoditas jagung mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan mutu pasokan pada