• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analysis of Supply Chain Risk Management for Mangosteen Fruit with Analytic Network Process Method in PT Agung Mustika Selaras, West Java

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analysis of Supply Chain Risk Management for Mangosteen Fruit with Analytic Network Process Method in PT Agung Mustika Selaras, West Java"

Copied!
217
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK

BUAH MANGGIS DENGAN METODE

ANALYTIC NETWORK

PROCESS

DI PT AGUNG MUSTIKA SELARAS,

JAWA BARAT

SUNGGUL JANSIHAR SIMANJUNTAK

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Manajemen Risiko Rantai Pasok Buah Manggis dengan Metode Analytic Network Process di PT Agung Mustika Selaras, Jawa Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2013

(4)
(5)

ABSTRACT

SUNGGUL JANSIHAR SIMANJUNTAK. Analysis of Supply Chain Risk Management for Mangosteen Fruit with Analytic Network Process Method in PT Agung Mustika Selaras, West Java. Supervised by MUHAMMAD SYAMSUN and RIZAL SYARIEF.

Supply chain management (SCM) of mangosteen is generally different with supply chain management of manufacturing products because of the mangosteen rots very quickly, its availability is depend on the season, its various shape, size and voluminous also which is difficult to handle it. The high complexity of the supply chain network and the characteristics of the mangosteen make supply chain management of mangosteen are more vulnerable to the risk of losses that have not been able to provide profit improvements for stakeholder of the mangosteen supply chain. In order to solve various risk of mangosteen supply chain is needed supply chain risk management (SCRM) as one of efforts to build the robust supply chain management. The purpose of this research were ; (1) to identify activities of mangosteen SCM, (2) to identify source and kind of risks of mangosteen SCM, (3) to analyze the potential risks of mangosteen SCM losses, (4) to analyze alternative solutions and other risk factors to improve the ability of supply chain risk management (5) to design mangosteen SCRM for improving continuously. Methods used consist of descriptive qualitative method, to identify source of risk assessment and risk factors that affect on mangosteen supply chain management and using analytic network process method, to analyze the source and kind of risk factors that affect on increasing competency of SCRM. Data input were obtained from opinion of some experts in mangosteen supply chain through a questionnaire filling. There are three (3) experts that can be represented as experts in mangosteen supply chain management; they are Manager of KBU Al-Ihsan, Operational Manager of PT Agung Mustika Selaras and Head of Center for Tropical Fruit Studies, Bogor Agricultural University. The results of ANP assessment that the types of risk were the uncertainty of the price and demand in market risk as source risk and the type of risk of the uncertainty quality and weather as production risk. Results of the ANP to improve supply chain risk management obtained priority scale were operational key process (OKP), organizational performance factor (OPF), operational process cycle (OPC) and risk operational practices (ROP). In order to develop the robust SCM through the development of sustainable mangosteen SCRM, thus risk control was done by weakening and separating the risk to increase product management, supply management and information management which prioritized on procurement and production of the mangosteen.

(6)
(7)

RINGKASAN

SUNGGUL JANSIHAR SIMANJUNTAK. Analisis Manajemen Rantai Pasok Buah Manggis dengan Metode Analytic Network Process di PT Agung Mustika Selaras, Jawa Barat. Dibimbing oleh MUHAMMAD SYAMSUN dan RIZAL SYARIEF

Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan komoditas ekspor Indonesia yang paling diminati sebagai produk buah segar karena memiliki rasa dan tampilan yang menarik. Selain sebagai produk buah segar, pada kulit Manggis mengandung zat seperti xanthones, anti-oksidan, anti-inflamatori yang banyak digunakan sebagai obat penyembuhan dan terapi berbagai penyakit. Selain itu Manggis memiliki kegunaan unik yang lain sebagai bahan baku zat pewarna, kosmetik dan jamu. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah produksi Manggis terbesar di Indonesia dengan memberikan kontibusi produksi 29% dari produksi Manggis nasional. Pusat produksinya meliputi Purwakarta, Subang, Bogor dan Tasikmalaya memberikan kontribusi produksi Manggis 90%. Namun dalam pengembangannya belum dapat memberikan penyelarasan antara produksi dengan volume ekspornya.

Manajemen rantai pasokan buah Manggis umumnya berbeda dengan manajemen rantai pasok produk manufaktur, karena buah Manggis bersifat mudah rusak, ketersediaannya bergantung pada musim, bentuk dan ukurannya yang bervariasi dan juga kamba, sehingga sulit untuk ditangani. Kompleksitas yang tinggi dari jaringan rantai pasok dan karakteristik Manggis menjadikan manajemen rantai pasok buah Manggis lebih rentan terhadap munculnya risiko kerugian, sehingga belum dapat memberikan peningkatan kesejahteraan yang cukup bagi para pelaku atau mitra rantai pasok Manggis.

Dalam rangka menangani berbagai risiko yang dihadapi rantai pasok buah Manggis dibutuhkan manajemen risiko rantai pasok sebagai salah satu upaya membangun manajemen rantai pasok yang tangguh. Penggunaan manajemen risiko rantai pasok dilakukan dengan mengidentifikasi sumber dan jenis risiko, serta beberapa faktor yang dapat memengaruhi peningkatan kemampuan manajemen risiko rantai pasok.

Tujuan penelitian ini (1) mengidentifikasi kegiatan manajemen rantai pasok Manggis, (2) mengidentifikasi sumber dan jenis risiko dari manajemen rantai pasok Manggis, (3) menganalisis potensi risiko kerugian dari manajemen rantai pasok buah Manggis, (4) menganalisis pemilihan alternatif solusi dan faktor manajemen risiko lain untuk meningkatkan kemampuan manajemen risiko rantai pasok, (5) merancang manajemen risiko rantai pasok Manggis untuk perbaikan terus-menerus.

(8)

Manggis melalui pemberian kuesioner. Terdapat tiga (3) orang narasumber yang dapat mewakili sebagai ahli dari rantai pasok Manggis, yaitu manajer koperasi petani Manggis, manajer operasional perusahaan eksportir Manggis dan kepala Pusat Kajian Buah Tropis IPB Bogor.

Hasil ANP memberikan penilaian bahwa sumber dan jenis risiko dengan bobot kepentingan tertinggi yang mungkin muncul pada rantai pasok buah Manggis adalah risiko pasar dengan jenis risiko ketidakpastian harga dan ketidakpastian permintaan dan risiko produksi dengan jenis risiko ketidakpastian mutu dan ketidakpastian cuaca. Hasil ANP untuk memperbaiki manajemen risiko rantai pasok melalui analisis pada faktor risiko didapatkan urutan prioritas faktor, yaitu proses kunci operasional, faktor kinerja organisasi, siklus proses operasional dan praktek operasional risiko dengan nilai prioritas masing-masing 52%, 31%, 10% dan 7%.

Hasil ANP untuk tiap faktor risiko adalah pada faktor Operational Key Process (OKP) diprioritaskan pada manajemen produk, manajemen pasokan dan manajemen informasi dengan nilai prioritas masing-masing 36,37%, 34,07% dan 16,05%. Untuk faktor Organization Performance Factor (OPF) diprioritaskan pada mutu dan jumlah dengan prioritas masing-masing 44,72% dan 26,02%. Untuk faktor Operational Process Cycle (OPC) diprioritaskan pada pengadaaan dan produksi dengan nilai prioritas masing-masing 40,68% dan 21,96%. Dan untuk faktor Risk Operational Practice (ROP) diprioritaskan pada melemahkan dan pemisahan risiko dengan nilai prioritas 37,71% dan 23,66%.

Agar dapat membentuk manajemen rantai pasok Manggis yang tangguh melalui pengembangan manajemen risiko rantai pasok Manggis yang berkelanjutan, maka dilakukan pengendalian risiko dengan cara melemahkan dan memisahkan risiko dengan melakukan peningkatan manajemen produk, manajemen pasokan dan manajemen informasi yang diutamakan pada proses pengadaan dan produksi buah Manggis, sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu dan jumlah buah Manggis secara berkelanjutan.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

ANALISIS MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK

BUAH MANGGIS DENGAN METODE

ANALYTIC NETWORK

PROCESS

DI PT AGUNG MUSTIKA SELARAS,

JAWA BARAT

SUNGGUL JANSIHAR SIMANJUNTAK

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Manajemen

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIANBOGOR

(12)
(13)

Judul Tesis : Analisis Manajemen Rantai Pasok Buah Manggis dengan Metode Analytic Network Process di PT Agung Mustika Selaras, Jawa Barat

Nama : Sunggul Jansihar Simanjuntak

NIM : H251100031

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Manajemen

Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya, sehingga penelitian dan penulisan karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains di Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2012 sampai Desember 2012 ini ialah Manajemen Rantai Pasok, dengan judul Analisis Manajemen Risiko Rantai Pasok Buah Manggis dengan Metode Analytic Network Process di PT Agung Mustika Selaras, Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS selaku pembimbing, serta Bapak Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis M.S Dipl. Ing. DEA yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada Bapak Nanang Koswara Manajer KBU Al-Ihsan, Bapak Budi Waluyo Manajer Operasional PT Agung Mustika Selaras dan Bapak Dr. Ir. Sobir Kepala Pusat Kajian Buah Tropis (PKBT) Bogor atas waktu yang telah diberikan selaku responden dari penelitian ini. Juga kepada Bapak Dr. Andi Baso Lompengeng Ishak, S.Pt M.P dan teman-teman Baristar atas dukungan semangat, kebersamaan, bantuan, dan doanya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua saya Bapak E.M. Simanjuntak, Ibu A. Harianja dan adik-adik tercinta (Donal Yosua Simanjuntak, S.E dan Mei Linda Simanjuntak), serta seluruh keluarga atas dukungan, doa dan kasih sayangnya yang sangat besar yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga dalam penelitian ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Maret 2013

(16)
(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Aek Loba pada tanggal 21 Juni 1986 sebagai Anak Sulung dari tiga bersaudara pasangan E.M. Simanjuntak dan A. Harianja. Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU), lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2010 penulis diterima di Program Studi Ilmu Manjemen pada Program Pascasarjana (S2) IPB dan menamatkannya pada tahun 2013.

Selama mengikuti program S2. Penulis pernah mengikuti beberapa kegiatan seminar internasional dan nasional sebagai peserta, diantaranya adalah seminar internasional pada tahun 2011 yang berjudul Optimizing Rome-based UN

agencies programs by strengthening the role of universities in Indonesia’s

(18)
(19)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iii

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.4 Manfaat Penelitian 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1 Manggis 7

2.2 Manajemen Rantai Pasok 9

2.3 Manajemen Risiko Rantai Pasok 11

2.3.1 Definisi Risiko 12

2.3.2 Denifisi SCRM 13

2.3.3 Pendekatan Manajemen Risiko 13

2.3.4 Proses Manajemen Risiko 16

2.3.5 Faktor, Bentuk dan Taktik Risiko Rantai Pasok 18

2.4 Analytic Network Process 20

2.4.1 Gambaran Metode ANP 20

2.4.2 Prinsip Dasar ANP 22

2.4.3 Prosedur ANP 23

3 METODE PENELITIAN 27

3.1 Kerangka Pemikiran 27

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 28

3.3 Pengumpulan Data 28

3.4 Teknik Analisis Data 29

3.4.1 Analisis Deskriptif 29

3.4.2 Metode Analytic Network Process 33

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 35

4.1 Karakteristik Rantai Pasok Buah Manggis 35

4.1.1 Struktur Rantai Pasok Buah Manggis 35

4.1.2 Anggota Rantai Pasok Buah Manggis di PT AMS 35

4.2 Karakteristik Risiko 39

4.2.1 Identifikasi Risiko 39

4.2.2 Analisis Risiko 39

4.2.3 Evaluasi dan Pengendalian Risiko 40

4.3 Hasil Analisis 42

4.3.1 Sumber Risiko dan Jenis Risiko 42

4.3.2 Faktor Risiko SCRM 43

(20)

ii

4.4.1 Implikasi Manajerial Analisis Risiko Rantai Pasok Manggis 47 4.4.2 Implikasi Manajerial Pengendalian Risiko Rantai Pasok Manggis 48

SIMPULAN DAN SARAN 51

1 Simpulan 51

2 Saran 51

DAFTAR PUSTAKA 53

(21)

iii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Produksi buah Manggis di Indonesia pada tahun 2010 7 2 Produksi buah Manggis di Indonesia pada tahun 2011 8

3 Indeks acak 24

4 Skala perbandingan fundamental 26

5 Prioritas akhir ANP pada manajemen risiko rantai pasok 41 6 Rangking jenis risiko dari nilai prioritas risiko rantai pasok 43 7 Check list Hubungan ketergantungan kriteria penilaian risiko rantai pasok 59

8 Keterangan jenis risiko 59

9 Check list Hubungan saling ketergantungan antar faktor-faktor pendukung untuk meningkatkan kemampuan SCRM buah Manggis 60

10 Keterangan kode faktor risiko 60

DAFTAR GAMBAR

1 Ketahanan organisasi terhadap gangguan rantai pasok 11

2 Pembentukan SCRM 13

3 Pendekatan dasar SCRM 14

4 Proses manajemen risiko 17

5 Struktur jaringan umpan balik pada ANP 22

6 Kerangka pemikiran penelitian 27

7 Tahapan penelitian 34

8 Struktur rantai pasok buah Manggis di Bogor 35 9 Prioritas jenis risiko pada sumber risiko rantai pasok Manggis 42

10 Prioritas dari alternatif dan faktor SCRM 44

11 Prioritas OKP 44

12 Prioritas OPF 45

13 Prioritas pada OPC 46

14 Prioritas dari alternatif dan faktor SCRM dalam tiap klaster 47

DAFTAR LAMPIRAN

1 Langkah menggunakan ANP 59

2 Kuesioner pengendalian risiko rantai pasok buah Manggis 68

(22)
(23)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemerintah melalui Departemen Pertanian telah menetapkan beberapa komoditas pertanian secara nasional yang dijadikan sebagai unggulan nasional dalam menunjang pendapatan negara dari sektor non migas. Penetapan komoditas pertanian unggulan nasional tersebut didasarkan atas beberapa kriteria yaitu promosi ekspor, substitusi impor, eksistensi kelembagaan kemitraan usaha, kesesuaian dengan komoditas unggulan spesifik daerah. Buah Manggis ini dijadikan buah unggulan nasional, sehubungan dengan keunikan yang terdapat di dalamnya (bentuk unik dan manfaat yang diperoleh daripadanya banyak), selain untuk konsumsi buah segar pada bagian kulitnya juga dapat dijadikan untuk bahan baku industri farmasi, industri makanan dan industri lainnya. Dari sisi jumlah negara produsen, buah Manggis hingga saat ini masih dibudidayakan dan diekspor oleh beberapa negara tertentu, sehingga potensi pasarnya masih terbuka lebar. Walaupun Manggis sebagai buah unggulan nasional, akan tetapi dalam kenyataannya masih terkendala dalam pengembangannya (Saptana et al. 2005).

Dari sisi konsumen, adanya tanggapan positif tentang komoditas buah Manggis, baik konsumen lokal dan terutama konsumen manca negara. Selain dari rasa (segar manis sedikit masam), tampilan (bentuk, warna dan tekstur yang eksotik) dan kegunaan (kulit, daun dan batang) sebagai bahan baku zat pewarna, kosmetik dan jamu. Manggis juga memiliki sifat dan kandungan zat dengan kemampuan penyembuhan dan terapi berbagai penyakit (xanthones, anti-oksidan, anti-inflamatori, dsb). Tentunya dengan banyaknya kegunaan buah Manggis ini akan semakin meningkatkan permintaan akan buah Manggis sebagai buah ekspor unggulan di manca negara.

Dari sisi produksi secara umum, menurut data BPS perkembangan produksi buah Manggis dua (2) tahun terakhir, yaitu pada tahun 2010-2011 mengalami peningkatan dari 84.538 ton menjadi 2.131.139 ton, sehingga terjadi pertambahan produksi 2.046.601 ton. Khusus pada provinsi Jawa Barat terjadi peningkatan dari 27.983 ton menjadi 357.188 ton, sehingga terjadi pertambahan produksi 329.205 ton (BPS 2012). Namun hal ini tidak selaras dengan peningkatan volume dan nilai ekspor buah Manggis.

Dalam menyelaraskan peningkatan produksi dengan volume ekspor diperlukan penerapan manajemen rantai pasok yang baik pada semua stakeholder rantai pasok buah Manggis. Peningkatan volume ekspor sangat berkaitan dengan peningkatkan nilai ekspor dan peningkatkan pendapatan atau keuntungan bagi seluruh anggota rantai pasok. Kerjasama antara mitra bisnis dan tanggung jawab terhadap kebutuhan konsumen merupakan strategi bersaing dengan tetap mempertahankan kebutuhan peningkatan efisiensi dalam operasi. Oleh karena itu, manajemen rantai pasok mulai sangat dibutuhkan.

(24)

yang memadai dengan melakukan penanganan rantai pasok yang baik melalui pembentukan manajemen rantai pasok yang tangguh.

Namun, masalah besar (risiko) dalam pengembangan industri hortikultura adalah sifat komoditas yang mudah rusak, khususnya buah dan sayuran hampir tidak pernah ada yang mempunyai umur kesegaran panjang setelah dipanen. Kondisi produk tersebut adalah produk hayati yang masih melakukan proses respirasi setelah panen. Selain itu, tanaman holtikultura juga bersifat kamba, sehingga membutuhkan tempat yang lapang, produk biasa dikonsumsi dalam keadaan segar, mutu produk sangat memengaruhi pasaran, dan harga selalu berubah-ubah (Sunarjono, 1984). Di sisi lain sistem produksi di lokasi yang terpencar, serta skala usaha kecil dan belum efisien juga menjadi penyebab utama yang menjadi risiko, atau ketidakpastian produk buah nasional sehingga kurang dapat bersaing di pasar internasional.

Karena risiko dan ketidakpastian dapat berdampak pada keandalan, biaya dan efisiensi kegiatan produksi, pengolahan dan pemasaran, maka saat ini tidak cukup hanya dengan mengandalkan SCM saja dalam pengembangan rantai pasok buah Manggis, karena risiko menjadi lebih canggih dari sebelumnya. Oleh sebab itu, perlu dilakukan manajemen risiko pada konteks manajemen rantai pasok yang biasa disebut sebagai manajemen risiko rantai pasok (SCRM). Tujuan manajemen risiko adalah minimisasi kerugian dan meningkatkan kesempatan, ataupun peluang pada rantai pasok. Sasaran utama dari implementasi manajemen risiko adalah melindungi perusahaan terhadap kerugian yang mungkin timbul, Sehingga diharapkan tantangan bisnis masa depan berupa ketidakpastian bisnis dapat ditangani dengan baik, dengan cara mengelola dan mengurangi risiko dalam rantai pasok untuk dapat menghasilkan rantai pasok yang tangguh (Peck and Cristopher 2004).

Hal di atas diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Astuti et al. (2012) dimana dikemukakan bahwa salah satu tujuan rantai pasok yang paling penting ialah menurunkan risiko setelah membangun kekuatan finansial dan meningkatkan akses informasi. Jadi kebutuhan akan peningkatan kemampuan, atau kompetensi dari SCRM buah Manggis sangat penting sebagai salah satu syarat untuk usaha mengembangkan SCM buah Manggis dalam membentuk suatu SCM yang tangguh bagi rantai pasok buah Manggis, khususnya pada rantai pasok buah Manggis di Jawa Barat yang saat ini masih diabaikan.

(25)

1.2 Perumusan Masalah

Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) produk pertanian mewakili manajemen proses produksi secara keseluruhan dari kegiatan pengolahan, distribusi dan pemasaran, sehingga produk yang diinginkan sampai ke tangan konsumen. Tujuan yang mendasari manajemen rantai pasok pertanian adalah menyediakan produk tepat (jumlah dan mutu), dalam jumlah tepat, ke tempat tepat, pada waktu tepat dan dengan biaya yang kompetitif dan untuk mendapatkan uang/keuntungan dari kegiatan tersebut. Manajemen rantai pasok produk pertanian berbeda dengan manajemen rantai pasok produk manufaktur lainnya. Bila dibandingkan dengan perusahaan manufaktur maka, perusahaan yang mengelola sektor pertanian memiliki tingkat kebergantungan dan kompleksitas yang tinggi pada jaringan rantai pasoknya.

Menurut data dari Direktorat Jenderal Hortikultura dalam Astuti et al. (2010) sentra produksi buah Manggis terbesar di Indonesia adalah Provinsi Jawa Barat dengan Kabupaten Purwakarta, Subang, Bogor dan Tasikmalaya merupakan Kabupaten penghasil buah Manggis yang terbanyak. Produksi buah Manggis dari empat (4) kabupaten tersebut memberikan kontribusi 90% terhadap produksi buah Manggis di Provinsi Jawa Barat dan 29% terhadap produksi buah Manggis nasional, sehingga potensi pengembangan kawasan buah Manggis di Provinsi Jawa Barat dapat dijadikan tolak ukur dalam meningkatkan potensi peningkatan volume ekspor nasional.

Peluang inilah yang menarik minat PT Agung Mustika Selaras untuk mendapatkan keuntungan sebagai salah satu eksportir buah Manggis terbesar di Indonesia yang hampir menguasai pangsa pasar 50% dan berada di 12 provinsi. Untuk itu, melalui kerjasama yang baik antara PT AMS dengan mitra rantai pasok khususnya para petani Manggis di Jawa Barat dapat memberikan peningkatan kesejahteraan tidak hanya bagi PT AMS, tetapi juga bagi para petani Manggis, baik yang tergabung dalam kelompok tani maupun yang tergabung dalam Koperasi Bina Usaha melalui bagi hasil keuntungan yang merata.

Menciptakan keunggulan kompetitif tidak cukup hanya dengan mengandalkan manajemen rantai pasok, karena risiko menjadi lebih canggih daripada sebelumnya dan hal ini memerlukan pendekatan baru, serta metodologi, termasuk manajemen risiko dalam mengelola dunia bisnis global yang penuh dengan kejutan, terutama pada rantai pasok. Di sisi lain peningkatan ketidakpastian dalam rantai pasok mengharuskan perusahaan lebih banyak menghabiskan sumber daya dalam mengatasi permintaan, penawaran, serta ketidakpastian untuk keberlanjutan yang lebih baik dari rantai pasok perusahaan. Menariknya peningkatan ketidakpastian tidak hanya disebabkan oleh bisnis eksternal, tetapi juga disebabkan oleh internal seperti peningkatan kompleksitas struktur rantai pasok dan mekanisme yang bervariasi, dimulai dari rantai pasok bisnis perusahaan.

(26)

terjadi karena semakin berkembangnya dunia perusahaan dan meningkatnya kompleksitas aktivitas perusahaan mengakibatkan meningkatnya tingkat risiko yang dihadapi perusahaan, khususnya pada aktivitas rantai pasok perusahaan. Dengan tingginya tingkat ketergantungan dan kompleksitas dari rantai pasok buah Manggis, maka perlu dirancang dan diterapkan suatu manajemen risiko dengan tahapan yang terdiri dari identifikasi, analisis, evaluasi, pengendalian risiko, monitor dan review, serta komunikasi dan konsultasi.

Analisis manajemen risiko pada rantai pasok disalah satu perusahaan eksportir Manggis di Jawa Barat dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dan metode Analytic Network Process (ANP). Metode deskriptif digunakan untuk melakukan eksplorasi pada rantai pasok buah Manggis berupa kajian pustaka dan wawancara dengan para narasumber untuk mengidentifikasi sumber risiko dan faktor yang memengaruhi manajemen risiko rantai pasok Manggis yang menjadi obyek penelitian.

Metode ANP digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi sumber risiko dan faktor risiko yang teridentifikasi pada suatu rantai pasok dan untuk menentukan alternatif solusi dari pengendalian risiko diperusahaan. Proses analisis dan evaluasi dengan metode ini dilakukan dengan wawancara dan penggunaan kuesioner yang diberikan pada narasumber ahli yang pendapat/penilaiannya dianggap mewakili para pelaku rantai pasok dalam menentukan prioritas. Penggunaan metode ANP ini didasarkan dari kekuatan ANP untuk mengidentifikasi adanya hubungan saling keterkaitan antar obyek (selama ini diabaikan). Hal ini memungkinkan interaksi dan umpan balik dalam klaster (inner dependence) dan antara klaster (outer dependence). Umpan balik yang lebih baik dapat menangkap pengaruh kompleks yang saling memengaruhi dengan penggunaan skala prioritas rasio dari distribusi pengaruh antar unsur-unsur dan diantara kelompok.

Tujuan penggunaan metode ANP diharapkan dapat menangkap interaksi ketergantungan yang tinggi antar jenis risiko dan faktor-faktor risiko yang memengaruhi dalam meningkatkan manajemen risiko rantai pasok buah Manggis, sehingga dapat ditentukan prioritas risiko dan pilihan alternatif pengendalian risiko yang akurat untuk membuat keputusan yang lebih baik dalam mengatasi risiko yang akan dihadapi oleh rantai pasok perusahaan.

Untuk mengembangkan rantai pasok buah Manggis dengan tujuan menurunkan risiko, terdapat lima (5) pertanyaan penelitian berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan manajemen rantai pasok buah Manggis yang dilakukan ?

2. Apa sumber permasalahan rantai pasok buah Manggis yang dapat menimbulkan risiko yang berpotensi menyebabkan ketidakpastian pada kegiatan rantai pasok buah Manggis ?

3. Bagaimana prioritas dari risiko yang paling berpotensi menyebabkan kerugian bagi rantai pasok buah Manggis ?

4. Bagaimana pemilihan solusi pengendalian risiko dan faktor-faktor pendorong risiko yang paling penting dalam meningkatkan manajemen risiko rantai pasok ?

(27)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini:

1. Mengidentifikasi kegiatan rantai pasok buah Manggis.

2. Mengidentifikasi sumber dan jenis risiko pada kegiatan rantai pasok buah Manggis.

3. Menganalisis risiko yang paling berpotensi menimbulkan kerugian pada kegiatan rantai pasok buah Manggis.

4. Menganalisis pemilihan alternatif solusi pengendalian risiko dan faktor-faktor pendorong risiko lain dalam meningkatkan kemampuan manajemen risiko rantai pasok.

5. Merancang manajemen risiko rantai pasok buah Manggis untuk perbaikan berkelanjutan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Pihak perusahaan untuk menangani risiko rantai pasok buah Manggis, serta mengetahui sumber risiko dan dampak risiko yang ditimbulkannya.

2. Dapat membantu pemangku kepentingan untuk pengambilan keputusan dalam membuat perencanaan manajemen rantai pasok buah Manggis dengan pertimbangan meminimalkan risiko dan optimalisasi keuntungan.

3. Untuk meningkatkan kewaspadaan pada semua pelaku rantai pasok terhadap munculnya risiko yang dapat memengaruhi kinerja rantai pasok secara keseluruhan.

4. Dapat mempermudah melakukan pengawasan risiko dan penanganannya sehingga menajemen risiko menjadi lebih efektif dan efisien.

(28)
(29)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manggis

Buah Manggis (Garcinia mangoestana L) merupakan salah satu komoditas buah unggulan Indonesia. Permintaan ekspor buah Manggis dari Indonesia sampai saat ini terus meningkat. Pesaing pasar buah Manggis bagi Indonesia pada saat ini adalah Thailand, Malaysia dan negara Amerika Latin. Di Indonesia, tanaman Manggis tersebar hampir ada di semua pulau. Penghasil utama buah Manggis untuk ekspor adalah di pusat produksi Manggis, yaitu Tasikmalaya, Purwakarta, Bogor, Sukabumi, Lampung, Purworejo, Belitung, Lahat, Tapanuli Selatan, Limapuluh Kota, Padang Pariaman, Trenggalek, Blitar, dan Banyuwangi. Produksi buah Manggis di setiap provinsi di Indonesia ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Produksi buah Manggis di Indonesia pada tahun 2010

Provinsi Volume

(Ton) Provinsi

Volume

(Ton) Provinsi

Volume

(Ton) Provinsi

Volume (Ton)

Aceh 1.181 Bangka

Belitung 2.377 B a l i 2.236

Sulawesi

Tengah 1.461

Sumatera

Utara 7.751

Kepulauan

Riau 156

Nusa Tenggara Barat

235 Sulawesi

Selatan 1.235

Sumatera

Barat 4.093 DKI

Jakarta 1

Nusa Tenggara Timur

14 Sulawesi

Tenggara 88

R i a u 893 Jawa Barat 27.983 Kalimantan

Barat 862 Gorontalo 0

J a m b i 959 Jawa

Tengah 3.260

Kalimantan

Tengah 947

Sulawesi

Barat 301

Sumatera

Selatan 415

Daerah Istimewa Yogyakarta

866 Kalimantan

Selatan 452 Maluku 120

Bengkulu 4.442 Jawa

Timur 11.238

Kalimantan

Timur 314

Maluku

Utara 421

Lampung 6.583 Banten 2.369 Sulawesi

Utara 1.282

Papua

Barat 3

Total Produksi = 84.538

Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)

(30)
[image:30.595.66.485.129.814.2]

pertambahan produksi 2.046.601 ton. Khusus pada provinsi Jawa Barat terjadi peningkatan dari 27.983 ton menjadi 357.188 ton, sehingga terjadi pertambahan produksi 329.205 ton (BPS 2012). Peningkatan produksi buah Manggis dapat dilihat pada Tabel 2. Peningkatan produksi tersebut menjadi suatu peluang untuk meningkatkan nilai ekspor Manggis. Hampir seluruh panen buah Manggis di Indonesia ditampung oleh satu eksportir, yaitu PT Agung Mustika Selaras di Tangerang (menguasai pangsa pasar hampir 50%). Negara tujuan ekspor buah Manggis adalah Hong Kong, Taiwan, RRC, Singapura, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan negara-negara Eropa. Permintaan dari Amerika Serikat juga mulai tinggi pada akhir-akhir ini.

Tabel 2 Produksi buah Manggis di Indonesia pada tahun 2011

Provinsi Volume

(Ton) Provinsi

Volume

(Ton) Provinsi

Volume

(Ton) Provinsi

Volume (Ton)

Aceh 27,053 Bangka

Belitung 4,143 B a l i 39,551

Sulawesi

Tengah 31,702

Sumatera

Utara 31,743

Kepulauan

Riau 4,047

Nusa Tenggara Barat

113,83 Sulawesi

Selatan 124,058

Sumatera

Barat 9,308 DKI

Jakarta 3,602 Nusa Tenggara Timur

71,962 Sulawesi

Tenggara 18,572

R i a u 6,005 Jawa Barat 357,188 Kalimantan

Barat 4,777 Gorontalo 4,42

J a m b i 3,459 Jawa

Tengah 350,780

Kalimantan

Tengah 4,815

Sulawesi

Barat 15,78

Sumatera

Selatan 9,284

Daerah Istimewa Yogyakarta

31,011 Kalimantan

Selatan 11,479 Maluku 9,338

Bengkulu 5,169 Jawa

Timur 754,93

Kalimantan

Timur 10,87

Maluku

Utara 2,367

Lampung 24,752 Banten 37,286 Sulawesi

Utara 5,929

Papua

Barat 477

Total Produksi = 2,131,139

Sumber: Badan Pusat Statistik (2012)

Dari data produksi buah Manggis dua (2) tahun terakhir dapat dilihat peningkatan produksi sangat signifikan dan memberikan peluang bagi Indonesia sebagai pengekspor buah Manggis dan dari potensi ini dapat juga dilihat bahwa sebenarnya Indonesia dapat melakukan pemberhentian impor buah Manggis, terutama dengan melihat potensi dari Provinsi Jawa Barat untuk dijadikan sebagai pusat pengembangan buah Manggis di Indonesia. Namun, peningkatan produksi dan perubahan volume ekspor buah Manggis Indonesia tidak selaras dengan nilai ekspornya, disebabkan mutu buah Manggis hasil panen petani Manggis tidak stabil, sehingga harga yang diberikan oleh pembeli juga tidak stabil. Sebagian besar tanaman Manggis merupakan tanaman pekarangan, kebun campuran dan ditanam pada daerah perbukitan/hutan.

(31)

alamiah, sehingga mutu buah Manggis yang dipanen tidak stabil. Dalam menyelaraskan peningkatan volume ekspor dengan nilai ekspor untuk meningkatkan keuntungan diperlukan penerapan manajemen rantai pasok yang baik pada semua stakeholder rantai pasok buah Manggis.

2.2 Manajemen Rantai Pasok

Rantai pasok adalah jejaring fisik dan aktivitas yang terkait dengan aliran bahan dan informasi di dalam atau melintasi batas-batas perusahaan. Sebuah rantai pasok akan terdiri dari rangkaian proses pengambilan keputusan dan eksekusi yang berhubungan dengan aliran bahan, informasi dan uang. Proses dari rantai pasok bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan mulai dari produksi sampai konsumen akhir. Rantai pasok bukan hanya terdiri dari produsen dan pemasoknya tetapi mempunyai ketergantungan dengan aliran logistik, pengangkutan, penyimpanan atau gudang, pengecer dan konsumen akhir itu sendiri (Hadiguna, 2010).

Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2003), rantai pasok adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan produk dan jasanya kepada konsumennya. Rantai ini juga merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang saling berhubungan dan mempunyai tujuan sama, yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan, atau penyaluran produk dan jasa tersebut. Analisis rantai pasok menekankan pada cara barang berpindah dari produsen kepada konsumen, pertukaran pembayaran kredit dan modal diantara anggota rantai pasok, sinyal harga, nilai tambah, teknologi dan aliran informasi.

Jika secara spesifik melihat rantai pasok pertanian, terdapat beberapa perbedaan antara rantai pasok pertanian dengan rantai pasok pada umumnya, diantaranya Pertama, rantai pasok pertanian memiliki karakteristik produk yang khas, yaitu (1) Produk bersifat mudah busuk/rusak, (2) Proses penanaman, pertumbuhan dan pemanenan produk tergantung pada iklim dan musim, (3) Produk mempunyai berbagai ukuran dan bentuk, (4) Produk bersifat kamba, yaitu produk sulit untuk diangkut atau dikelola karena ukuran dan bentuk yang kompleks (Marimin, 2008). Dalam jaringan rantai pasok pertanian, jumlah dari pemasok dan proses bisnis lebih dari satu pemasok dan lebih dari satu proses bisnis yang dapat diidentifikasi. Proses paralel dan berurutan dapat terjadi dalam satu waktu pada rantai pasok pertanian (Vorst, 2006).

(32)

Menurut Jaffee et al. (2008) rantai pasok pertanian modern adalah jaringan yang biasanya mendukung tiga (3) aliran utama berikut:

1. Aliran produk fisik, yang merupakan gerakan produk fisik dari pemasok input ke produsen untuk pembeli kepada konsumen akhir.

2. Aliran keuangan, berupa syarat-syarat kredit dan pinjaman, jadwal pembayaran dan pelunasan, tabungan, dan pengaturan asuransi.

3. Aliran informasi, berupa koordinasi produk fisik dan arus keuangan.

Dalam menjalankan bisnis setiap perusahaan harus mengelola rantai pasok untuk mencapai tujuan bisnisnya. Proses mengelola rantai pasok sering disebut dengan manajemen rantai pasok (SCM) dimana terdapat banyak definisi seperti yang dikemukakan oleh Heizer dan Render (2010), manajemen rantai pasok adalah integrasi aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan. Kemudian Bailey et al. (2002) menggunakan definisi SCM yang dikembangkan oleh The International Centre for Competitive Exellence, yaitu manajemen rantai pasok merupakan integrasi proses bisnis dari pengguna akhir melalui pemasok awal yang memberikan produk, pelayanan dan informasi yang memberikan nilai tambah bagi konsumen.

Tang (2006) mendefinisikan SCM sebagai manajemen aliran bahan, informasi dan finansial melalui sebuah jaringan kerja organisasi (pemasok, pengelola, penyedia logistik, pedagang besar/distributor dan pengecer) yang bertujuan untuk memproduksi dan mengirimkan produk ata jasa untuk pelanggan. SCM mencakup koordinasi serta kolaborasi proses dan kegiatan melalui fungsi yang berbeda seperti pemasaran, penjualan, produksi, perancangan produk, pangadaan, logistik, pembiayaan dan teknologi informasi dalam jaringan kerja organisasi.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat dilihat beberapa kesamaan pengertian yang dapat dikatakan sebagai prinsip dasar SCM yang meliputi lima (5) hal yaitu:

1. Prinsip Integrasi, artinya semua unsur yang terlibat dalam rangkaian SCM berada dalam satu kesatuan yang kompak dan menyadari adanya saling ketergantungan.

2. Prinsip Jejaring, artinya semua unsur berada dalam hubungan kerja yang selaras.

3. Prinsip Ujung ke Ujung, proses operasinya mencakup unsur pemasok yang paling hulu sampai ke konsumen yang paling hilir.

4. Prinsip Saling Ketergantungan, setiap unsur dalam SCM menyadari bahwa untuk mencapai manfaat bersaing diperlukan kerja sama yang saling menguntungkan.

5. Prinsip Komunikasi, keakuratan data menjadi hal terpenting dalam jaringan untuk menjamin ketepatan arus informasi dan barang.

(33)

Manus et al. (2007) sebuah organisasi yang tangguh diawali dengan memiliki kesadaraan akan situasi kerentanan dan kapasitas adaptif, sehingga sanggup mengatasi, merespon, mengurangi, dan memulihkan goncangan yang dialami dengan membentuk rantai pasok yang tangguh, seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Ketahanan organisasi terhadap gangguan rantai pasok (Mc Manus et al. 2007)

Dari penjelasan di atas perbedaan manajemen rantai pasok dengan rantai pasok dimana manajemen rantai pasok mencakup koordinasi serta kolaborasi proses dan kegiatan melalui fungsi berbeda, seperti pemasaran, penjualan, produksi, perancangan produk, pengadaan, logistik, pembiayaan dan teknologi informasi dalam jaringan kerja organisasi. Rantai pasok lebih ditekankan pada aliran bahan dan informasi, sedangkan manajemen rantai pasok menekankan pada upaya memadukan kumpulan rantai pasok (Vorst, 2004). Tujuan manajemen rantai pasok adalah mengurangi risiko pasar, meningkatkan nilai tambah, efisiensi dan keunggulan kompetitif, serta menyusun strategi pengembangan produk dan memasuki pasar baru (Saptana et al. 2006)

2.3 Manajemen Risiko Rantai Pasok

Manajemen risiko rantai pasok merupakan salah satu unsur penting dalam mendukung keberlanjutan menjalankan manajemen rantai pasok dan bisnis perusahaan, karena semakin berkembangnya dunia perusahaan serta meningkatnya kompleksitas aktivitas perusahaan mengakibatkan meningkatnya tingkat risiko yang dihadapi perusahaan, khususnya pada aktivitas rantai pasok perusahaan. Manajemen risiko rantai pasok memainkan peran utama dalam mengelola secara sukses proses bisnis melalui cara proaktif.

(34)

Sejalan untuk menghasilkan rantai pasok yang tangguh salah satunya perlu bagi setiap perusahaan untuk meningkatkan kompetensi atau kemampuan dari manajemen risiko rantai pasoknya. Dalam meningkatkan manajemen risiko rantai pasok sangat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti menurut Xia and Chen (2011) pelaksanaan manajemen risiko rantai pasok dipengaruhi oleh banyak faktor. Bila dilihat dari konteks SCM faktor-faktor dapat diklasifikasikan dalam empat (4) klaster yaitu Product Life Cycle (PLC), Operational Process Cycle (OPC), Organization Performance Factors (OPF) dan Risk Operational Practice (ROP). Setiap dari klaster ini memiliki keterkaitan unsur-unsur risiko manajerial.

Untuk mengetahui secara jelas SCRM ada baiknya perlu diawali dengan mengetahui defenisi dari risiko dan SCRM, serta pendekatan yang dilakukan. Kemudian perlu dilakukan analisis bentuk-bentuk dan taktik dari risiko rantai pasok. Dari penjabaran analisis bentuk dan taktik risiko rantai pasok akan dapat dilihat faktor-faktor penyebab munculnya risiko serta bagaimana taktik dalam mengendalikan risiko tersebut. Analisis faktor- faktor tersebut bertujuan untuk melihat pengaruh masing-masing faktor yang paling dominan dalam meningkatkan kemampuan SCRM. Komponen dari faktor tersebut akan dijabarkan lebih jelas selanjutnya dibawah ini.

2.3.1 Definisi Risiko

Risiko adalah konsep yang meragukan. Ada banyak definisi dari risiko tergantung pada aplikasi khusus dan cakupan situasinya. Secara teknis risiko tidak memiliki nilai, sehingga keadaan ini dapat menguntungkan atau merugikan. Yates dan Stone (1992) menekankan tiga (3) unsur untuk mendefinisikan risiko: besarnya kerugian (unsur kerugian), kepentingnya (signifikansi kerugian) dan peluang dari kemunculan (ketidakpastian terkait kerugian). Mitchell (1995) menggunakan rumus berikut untuk mengevaluasi risiko dari suatu peristiwa n dari kemungkinan kerugian [P (lossn)] dan pentingnya kerugian [L (lossn)].

Risk n = P (lossn) x L (lossn) ... (1)

Menurut Djohanputro (2008), risiko diartikan sebagai ketidakpastian yang telah diketahui tingkat peluang kejadiannya atau ketidakpastian yang bisa dikuantifikasikan yang dapat menyebabkan kerugian atau kehilangan. Risiko juga dapat diartikan penyebaran dan/atau penyimpangan dari target, sasaran, atau harapan. Menurut Deloach (2000) agar dapat mengerti akan risiko rantai pasok adalah sangat penting diawali dengan melihat pada risiko bisnis secara umum yaitu (a) dorongan dari eksternal atau risiko lingkungan (faktor eksternal, para pesaing, para pelanggan dan regulasi), (b) dorongan dari internal atau risiko proses (operasi dan pengolahan) (c) dorongan dari keputusan, atau risiko informasi (dukungan keputusan yang tidak memadai atau keliru).

(35)

tepat dalam menilai risiko dan mengembangkan proses untuk mengelolanya. Risiko hadir dalam banyak kegiatan perusahaan dan telah banyak dipelajari dari banyak perspektif termasuk strategi, keuangan, produksi, akuntansi dan pemasaran, terdapat perbedaan-perbedaan konsentrasi dan defenisinya. Risiko juga dapat dipelajari dari sudut pandang manajemen rantai pasok.

2.3.2 Denifisi SCRM

Xiaohui et al. (2006) yang berpendapat bahwa SCRM dapat digambarkan sebagai perpotongan dari manajemen rantai pasok dan manajemen risiko, memiliki pendekatan kolaboratif dan terstruktur dan termasuk dalam proses perencanaan dan kontrol dari rantai pasok, untuk menangani risiko yang dapat memengaruhi pencapaian tujuan rantai pasok seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Pembentukan SCRM (Xiaohui et al. 2006)

Tang (2011) mendefinisikan secara rinci bahwa SCRM adalah pengelolaan risiko rantai pasok melalui koordinasi atau kerjasama antara mitra rantai pasok, kemudian untuk memastikan profitabilitas dan kelangsungan. Sedangkan Lavastre et al. (2012) menggambarkan lebih kepada rencana tindakan preventif dari risiko dengan berpendapat bahwa SCRM adalah sebagai pengelolaan risiko yang mengimplikasikan wawasan, baik strategik maupun operasional untuk penilaian jangka panjang dan jangka pendek. Hal ini mengacu pada risiko yang dapat memodifikasi atau mencegah bagian dari gerakan dan kelancaran arus informasi, bahan dan produk antara para pelaku rantai pasok dalam suatu organisasi, atau antara para pelaku dalam rantai pasok global (dari para pemasok kepada para pelanggan)

2.3.3 Pendekatan Manajemen Risiko

(36)

Gambar 3 Pendekatan dasar SCRM (Tang, 2006)

Koordinasi dan kolaborasi dengan empat (4) pendekatan dasar tersebut di dalam sebuah organisasi atau perusahaan disebut sebagai Operational Key Process (OKP). OKP merupakan salah satu strategi yang bertujuan untuk mengurangi dampak risiko rantai pasok seperti yang dijelaskan berikut.

1. Manajemen Pasokan

Pelaku dalam rantai pasok dapat melakukan koordinasi atau kolaborasi dengan mitra hulu untuk menjamin pasokan bahan yang efisien sepanjang rantai pasok. Manajemen pasokan terkait dengan lima (5) hal, yaitu:

a. Perancangan jaringan kerja pasokan.

Dalam merancang jaringan kerja rantai pasokan, perlu diperhatikan hal-hal berikut:

1) Konfigurasi jaringan kerja, yaitu pemasok, fasilitas pengolah, pusat distribusi, dan gudang mana yang harus dipilih

2) Penugasan produk, yaitu fasilitas (pemasok, fasilitas pengolah, pusat distribusi, dll) mana yang harus bertanggungjawab untuk proses perakitan, produk setengah jadi dan produk akhir.

3) Penugasan pelanggan, yaitu fasilitas di hulu yang mana yang harus bertanggung jawab untuk menangani permintaan dari hilir.

4) Perencanaan produksi, yaitu kapan dan berapa produksi, atau proses dilakukan pada setiap fasilitas.

5) Perencanaan transportasi, yaitu kapan dan sarana transportasi apa yang harus digunakan.

b. Hubungan pemasok.

(37)

c. Proses pemilihan pemasok (kriteria dan pemilihan pemasok).

Boer et al. (2001) membagi proses pemilihan pemasok ke dalam tiga (3) tahap, yaitu:

1. Pembentukan pemilihan kriteria yang dapat dilakukan dengan metode interpretative structural modeling dan sistem pakar.

2. Penentuan pemasok yang disetujui yang dapat dilakukan dengan metode analisis klastering, data envelopment analysis, dan artificial intelligence.

3. Pemilihan akhir pemasok yang dapat dilakukan dengan metode model pembobotan linier, biaya total kepemilikan, model pemrograman matematis (pemograman linear, goal programming, data envelopment analysis, dll), dan model simulasi.

d. Alokasi pesanan ke pemasok.

Setelah pemasok dipilih, maka pembeli harus menentukan cara untuk mengalokasikan kuantitas pesanan pada pemasok terpilih. Risiko pada alokasi pesanan ini diklasifikasikan menjadi empat (4) jenis, yaitu permintaan yang tidak pasti, kapasitas pemasok yang tidak pasti, lead time pemasok yang tidak pasti dan biaya pemasok yang tidak pasti.

e. Kontrak pemasok.

Jenis kontrak pemasok yang dikarakteristikkan berdasarkan aliran bahan dan aliran finansial berikut:

1. Permintaan yang tidak pasti yang terdiri dari kontrak dengan harga borongan, kontrak pembelian kembali, kontrak pembagian pendapatan, dan kontrak berdasarkan kuantitas (fleksibilitas kuantitas dan pemesanan minimum)

2. Harga yang tidak pasti. 2. Manajemen Permintaan

Pelaku dalam rantai pasok dapat melakukan koordinasi, atau kolaborasi dengan mitra hilir untuk memengaruhi permintaan dengan cara yang menguntungkan. Strategi manajemen permintaan digunakan untuk membentuk permintaan yang tidak pasti, sehingga pelaku dalam rantai pasok dapat menggunakan pasokan yang tidak fleksibel untuk memenuhi permintaan yang dimodifikasi. Strategi manajemen permintaan dirancang untuk membangkitkan efek berikut:

a. Menarik/memindahkan permintaan ke waktu lain b. Menarik/memindahkan permintaan ke pasar lain.

c. Menarik/memindahkan permintaan ke produk lain yang dapat dilakukan dengan mekanisme substitusi produk dan membuat paket produk.

3. Manajemen Produk

Pelaku dalam rantai pasok dapat memodifikasi rancangan produk atau proses agar pasokan lebih mudah memenuhi permintaan. Strategi manajemen produk dapat dilakukan dengan cara:

a. Penundaan proses yang diklasifikasikan berdasarkan cara pengoperasian dan peramalan permintaan berikut:

(38)

3) Sistem make to order dengan perbaruan peramalan 4) Sistem make to stock dengan perbaruan peramalan. b. Pengurutan proses

c. Substitusi produk. 4. Manajemen Informasi

Pelaku dalam rantai pasok dapat meningkatkan koordinasi atau kolaborasinya jika informasi yang tersedia pada setiap pelaku rantai pasok dapat diakses oleh mitranya. Manajemen informasi dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis produk, yaitu:

a. Strategi manajemen informasi untuk pengelolaan produk fashion.

Pengurangan simpangan baku permintaan selama lead time pengisian akan menghasilkan pengurangan persediaan untuk seluruh rantai pasok. Pengelolaan produk dengan siklus hidup yang pendek dan lead time pengisian yang pendek dapat membuat pengecer melakukan pemesanan lebih dari satu kali pesanan selama musim penjualan. Pada industri barang-barang fashion,

jenis sistem pengisian ini disebut sistem “respon cepat”.

b. Strategi manajemen informasi untuk pengelolaan produk fungsional.

Dalam pengelolaan produk bersiklus hidup panjang, informasi pasar merupakan hal kritis untuk membangkitkan peramalan permintaan yang tepat. Pedagang besar, distributor, pengolah, dan pengecer semakin jauh dari pasar pelanggan, maka para pelaku pada rantai pasok tersebut biasanya tidak mempunyai informasi pasar pada tangan pertama, seperti data penjualan, preferensi pelanggan, serta tanggapan pelanggan pada berbagai strategi pemberian harga dan promosi.

Mitra rantai pasok hulu biasanya membangkitkan peramalan permintaannya berdasarkan pada pesanan yang dilakukan oleh mitra hilir mereka. Perencanaan berdasarkan pesanan yang dilakukan oleh mitra hilir akan membentuk fenomena yang disebut dengan bullwhip effect, yaitu pesanan menunjukkan peningkatan variabilitas seluruh rantai pasok walaupun permintaan pelanggan stabil. Strategi untuk mengatasi bullwhip effect, yaitu informasi bersama, persediaan pedagang yang dikelola, serta perencanaan peramalan dan pengisian secara bersama.

2.3.4 Proses Manajemen Risiko

(39)
[image:39.595.113.502.104.381.2]

Gambar 4 Proses manajemen risiko (Hallikas et al. 2004)

Identifikasi Risiko, pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap risiko yang akan dikelola. Identifikasi harus dilakukan terhadap semua risiko dan sumbernya, baik yang berada didalam, ataupun diluar organisasi.

Analisis Risiko, Dilakukan dengan menentukan tingkatan peluang dan konsekuensi yang akan terjadi. Kemudian ditentukan tingkatan risiko yang ada dengan mengalikan kedua variabel tersebut (peluang x konsekuensi). Tujuan dari analisis risiko adalah untuk membedakan risiko minor yang dapat diterima dari risiko mayor, dan untuk menyediakan data untuk membantu evaluasi dan penanganan risiko. Analisis risiko termasuk pertimbangan dari sumber risiko, faktor pendorong, peluang dan konsekuensinya (dampaknya). Konsekuensi dan peluang adalah kombinasi/ gabungan untuk memperlihatkan level risiko.

Evaluasi Risiko adalah membandingkan tingkat risiko yang telah dihitung pada tahapan analisis risiko dengan kriteria standar yang digunakan. Hasil evaluasi risiko diantaranya adalah:

a. Gambaran tentang seberapa penting risiko yang ada.

b. Gambaran tentang prioritas risiko yang perlu ditanggulangi.

c. Gambaran tentang kerugian yang mungkin terjadi baik dalam parameter biaya ataupun parameter lainnya.

d. Masukan informasi untuk pertimbangan tahapan pengendalian.

Pengendalian Risiko, Tahapan pengendalian risiko meliputi identifikasi alternatif-alternatif pengendalian risiko, analisis pilihan-pilihan yang ada, rencana pengendalian dan pelaksanaan pengendalian. Alternatif-alternatif pengendalian risiko berupa penghindaran risiko, pemisahan risiko, mengurangi peluang, mengurangi konsekuensi (melemahkan risiko), transfer risiko dan asuransi. Pilihan sebaiknya dinilai atas dasar/ besarnya pengurangan risiko dan besarnya

Identifikasi Risiko

Analisis Risiko

Evaluasi Risiko

Penilaian Risiko

Pengendalian Risiko

Komu

nik

a

s

i

Dan

Ko

nsul

tas

i

M

o

n

ito

r

D

an

R

ev

(40)

tambahan keuntungan atau kesempatan yang ada. Seleksi dari alternatif yang paling tepat meliputi keseimbangan biaya pelaksanaan terhadap keuntungan. Walaupun pertimbangan biaya menjadi faktor penting dalam penentuan alternatif pengendalian risiko, tetapi faktor waktu dan keberlangsungan operasi tetap menjadi pertimbangan utama.

Monitor dan Review, tahapan monitor dan review dilakukan terhadap hasil sistem manajemen risiko yang dilakukan serta mengidentifikasi perubahan-perubahan yang perlu dilakukan.

Komunikasi dan Konsultasi, tahapan komunikasi dan konsultasi dilakukan dengan pengambil keputusan internal dan eksternal untuk tindak lanjut dari hasil manajemen risiko yang dilakukan.

2.3.5 Faktor, Bentuk dan Taktik Risiko Rantai Pasok

Pelaksanaan manajemen rantai pasok disebabkan oleh banyak faktor seperti yang dikemukakan oleh Xia and Chen (2011) terdapat empat faktor yang dapat diklasterkan yaitu OPC, OPF, PLC dan ROP. Faktor-faktor ini didasarkan pada penelitian pada perusahaan bidang manufaktur. Untuk rantai pasok pertanian terdapat perbedaan dimana didalam rantai pasok pertanian buah segar seperti Manggis tidak terdapat PLC, PLC hanya ada pada rantai pasok bidang manufaktur. Ketiga (3) faktor tersebut adalah OPC, OPF dan ROP.

a. Operational Process Cycle (OPC)

OPC memainkan peran yang penting dalam SCRM. OPC terdiri dari pengadaan, produksi, distribusi, logistik dan pelayanan. Selanjutnya dijabarkan bagaimana OPC memengaruhi manajemen risiko.

Keputusan pengadaan akan memengaruhi keberlanjutan dari produksi dan mutu dari produk akhir. Taktik dari pengadaan cenderung kepada kinerja dari produk baru dalam banyak cara, seperti kesetabilan mutu dan persaingan harga. Terdapat banyak cara dalam menjaga kestabilan dari mutu produk. Beberapa praktisi sangat berhati-hati dalam memilih mitra rantai pasok dan membuat kredit antar rantai pasok.

Ketika risiko dipicu oleh perubahan permintaan, penyesuaian dari kebijakan-kebijakan internal rantai pasok dan aplikasi dari hasil keuangan eksternal mungkin tepat. Sebagai contoh modifikasi dari kebijakan-kebijakan kekurangan internal bahwa berbagi hambatan informasi diantara mitra-mitra rantai pasok akan meningkatkan akurasi dari prediksi, perbaikan dari kontrak-kontrak pengadaan diantara wakil operator mungkin akan menurunkan volume penyimpanan dan menyempurnakan struktur dari arus aset-aset. Dilain pihak alat-alat keuangan seperti opsi dan transaksi kredit bersama adalah pilihan yang baik untuk mentransfer risiko-risiko dari pengadaan.

(41)

Distribusi dan logistik juga berisi banyak unsur-unsur risiko dasar. Dimana termasuk seleksi dari titik-titik distribusi dan metode-metode transportasi, pengantaran tepat waktu dan perlindungan produk. Untuk mencegah kemungkinan risiko dalam proses-proses ini, satu kebutuhan untuk merancang kebijakan distribusi yang cocok dan metode-metode transportasi berdasarkan pada karakteristik produk dan wilayah pasar.

Sesungguhnya logistik termasuk investasi besar dan memiliki periode pengembalian yang lama. Ini merupakan kawasan operasional khusus, dimana terdapat banyak model-model operasional untuk memenuhi tujuan yang sama dengan bermacam rasio efisiensi dan bentuk. Seperti dukungan sendiri, dukungan kerjasama dan logistik pihak ketiga. Kesemuanya memiliki bentuk risiko yang berbeda.

Manajemen dari risiko-risiko dalam penyediaan pelayanan/jasa adalah sebuah tantangan baru. Terdapat ketidakpastian yang penting pada penerimaan konsumen. Penyesuaian pada kemauan konsumen dengan membangun kerjasama dengan mitra lokal akan mengurangi ketidakpastian pada pasar baru.

b. Organization Performance Factors (OPF)

Menurut Copra and Sodhi (2004) gambaran risiko mungkin berubah-ubah sepanjang proses-proses operasi rantai pasok. Namun terdapat beberapa bentuk-bentuk utama dari risiko-risiko rantai pasok yang dapat ditinjau dari faktor kinerja organisasi yaitu jumlah, biaya, mutu dan waktu. Selanjutnya akan dijabarkan bagaimana bentuk-bentuk risiko tersebut.

Ketidakpastian jumlah akan memengaruhi kegiatan rantai pasok secara menyeluruh. Sebuah kesalahan prediksi atas stok pengaman akan mengarahkan pada kekurangan dari produk dan berdampak pada perubahan pemesanan. Keandalan dari produksi dan pelayanan akan secara serius menyebabkan sebuah gangguan pada pasokan selanjutnya akan menurunkan citra perusahaan sehingga menghasilkan penurunan jumlah penjualan. Kesalahan prediksi permintaan juga akan mengarahkan kepada kelebihan persediaan produk. Kesalahan desain kegiatan dan struktur rantai pasok sangat beralasan untuk meningkatkan volume dalam penyimpanan.

Biaya juga memiliki pengaruh lain. Fluktuasi dari biaya pengadaan akan meningkatkan skala goncangan pendapatan dan keuntungan (Ray et al. 2005). Terlalu banyaknya kelambanan sistem produksi seperti dukungan peralatan produksi, terlalu banyak jadwal kerja karyawan dan lead-time yang panjang akan selalu meningkatkan biaya produksi. Sebuah keputusan yang tidak wajar terhadap harga akan mengarahkan kepada suatu kehilangan jumlah penjualan dan suatu peningkatan penyimpanan. Suatu kekurangan sistem dukungan pelayanan akan meningkatkan frekuensi dari pelayanan darurat yang sangat beralasan untuk meningkatkan biaya logistik.

(42)

Vendor Management Inventory (VMI). Mutu dari sistem pendukung setelah penjualan akan memengaruhi kepuasan konsumen.

Sebagai bentuk risiko waktu memiliki beragam pengaruh pada sebuah rantai pasok. Dalam masa program pengembangan produk baru, teknologi dan orientasi yang ketinggalan jaman membuat perusahaan kehilangan persaingan (Kleindorfer and Partovi, 1990). Kompetensi dari waktu pengiriman cenderung menyebabkan fluktuasi dari proses produksi. Penurunan jumlah persediaan memperlihatkan esensi dari ketidaktepatan. Riwayat ketidakwajaran persediaan akan membuat ketidaktepatan dan penurunan mutu dari yang jelek ke buruk. c. Risk Operational Process (ROP)

Dengan banyaknya jumlah ragam risiko dengan atribut-atribut yang berbeda, para praktisi memiliki banyak alternatif pilihan seperti pemisahan, transfer, melemahkan, menghindar dan mengasuransikan (Xia and Chen, 2011). Beberapa dari metode dan alat manajemen risiko ini adalah hasil dari inovasi di bidang keuangan. Asuransi tradisional dan produk keuangan lain menguntungkan praktisi dan membantu memudahkan mengurangi pengaruh negatif yang dihasilkan dari perubahan cuaca, fluktuasi harga yang hebat dan energi yang sedikit selama operasi rantai pasok, seperti pengadaan, produksi, distribusi, logistik dan pelayanan.

Produk baru dalam keuangan seperti transaksi kredit bersama dan opsi dapat mengurangi kehilangan yang dihasilkan dari risiko peristiwa yang jarang terjadi tetapi sangat serius dan bahkan menyebabkan akhir yang fatal. Selagi hipotek dan sedikit transaksi masih dapat ditransfer dan menghindarkan risiko secara lengkap. Dilain pihak ketika risiko sangat sulit untuk ditransfer dan dihindarkan, praktisi dapat menggunakan pengungkit operasional sebagai ganti dari pengungkit yang disebutkan di atas, untuk memisahkan dan melemahkan pengaruh negatifnya. 2.4 Analytic Network Process

2.4.1 Gambaran Metode ANP

(43)

ANP merupakan alat analisis yang mampu merepresentasikan tingkat kepentingan berbagai pihak dengan mempertimbangkan hubungan ketergantungan, baik antar kriteria, ataupun sub kriteria. Oleh karena itu, ANP memberikan pendekatan yang lebih akurat karena mampu menangani masalah yang kompleks yang berkaitan dengan ketergantungan dan umpan balik. Perhitungan ANP dapat diselesaikan dengan bantuan Software Super Decision.

Pendekatan ANP banyak diabaikan dibandingkan dengan pendekatan AHP (Analytic Hierarchy Process) yang berstruktur linear dan tidak mengakomodasikan adanya feed-back. Hal ini dikarenakan AHP relatif lebih sederhana dan mudah untuk diterapkan, sedangkan ANP lebih dalam dan luas, sesuai diterapkan pada pengambilan keputusan yang rumit, kompleks serta memerlukan berbagai variasi intertaksi dan ketergantungan. Sebagai metode pengembangan dari metode AHP, ANP masih menggunakan cara Pairwise Comparison Judgement Matrices (PCJM) antar unsur yang sejenis. Perbandingan berpasangan ANP dilakukan antar unsur dalam komponen/ klaster untuk setiap interaksi dalam network.

Saaty (1996) dan Saaty (2001), menyatakan bahwa jaringan umpan balik adalah struktur untuk memecahkan masalah yang tidak dapat disusun dengan menggunakan struktur hirarki. Jaringan umpan balik terdiri dari interaksi dan ketergantungan antara unsur pada level yang lebih rendah. Struktur umpan balik tidak mempunyai bentuk linear dari atas ke bawah, tetapi nampak seperti sebuah jaringan siklus pada masing-masing klaster dari setiap unsur, serta dapat berbentuk looping pada klaster itu sendiri. Bentuk ini tidak dapat disebut sebagai level. Umpan balik juga mempunyai sumber (source) dan tumpahan (sink). Titik sumber menunjukkan asal dari jalur kepentingan dan tidak pernah dijadikan tujuan dari jalur kepentingan lain, sedangkan titik tumpahan adalah titik yang menjadi tujuan dari jalur kepentingan dan tidak pernah menjadi asal untuk kepentingan lain.

(44)
[image:44.595.52.485.51.829.2]

Gambar 5 Struktur jaringan umpan balik pada ANP (Saaty, 2004)

Supermatriks ANP akan secara otomatis menghasilkan bobot yang tepat bagi kriteria dan alternatif, jika data yang digunakan adalah vektor prioritas pada supermatriks. Hal ini merupakan cara yang sederhana, karena tidak membutuhkan pemikiran per bagian pada pengguna. Hanya mengetahui data dan supermatriks akan menghasilkan prioritas pada setiap titik pada model (Saaty, 2004). Menurut Azis (2004) dengan umpan balik, alternatif bukan hanya dapat tergantung pada criteria, tetapi juga dapat tergantung antara satu alternatif dengan alternatif lainnya. Kriteria itu sendiri dapat tergantung pada alternatif dan faktor lain. Untuk merepresentasikan feedback pada ANP, diperlukan matriks berukuran besar yang disebut sebagai supermatrix yang terdiri dari beberapa sub matriks. Metode ANP digunakan untuk menghitung bobot kinerja rantai pasok dengan memperhatikan tingkat ketergantungan antar kelompok atau klaster. Klaster dapat memiliki kriteria dan alternatif di dalamnya yang disebut simpul.

2.4.2 Prinsip Dasar ANP

(45)

2.4.3 Prosedur ANP

Menurut Izik et al. (2011), proses solusi ANP memiliki empat (4) langkah utama berikut:

1. Mengembangkan struktur model keputusan

Pada langkah ini dilakukan penyusunan masalah dan pemodelan konseptual. Awalnya, melakukan identifikasi terhadap komponen-komponen penting. Unsur paling atas (klaster) didekomposisikan menjadi sub-komponen dan atribut (node). ANP memungkinkan dependensi baik di dalam tubuh sebuah klaster (ketergantungan dalam) dan antar klaster (ketergantungan luar). Masing-masing variabel pada setiap tingkat harus didefenisikan bersama dengan hubungannya dengan unsur-unsur lain dalam sistem.

Selanjutnya hasil kuesioner dari beberapa responden digabung untuk menentukan ada tidaknya hubungan saling ketergantungan antar kriteria tersebut dengan rumus berikut:

Q = N / 2 ... (2)

Jika Vij > Q, maka ada hubungan saling ketergantungan antar kriteria. Jika Vij < Q, maka tidak ada hubungan saling ketergantungan antar kriteria. Dimana :

N = Jumlah responden atau pengambil keputusan

Q = Nilai tengah dari jumlah responden atau pengambil keputusan

Vij = Jumlah responden yang memilih adanya hubungan saling ketergantungan antar kriteria pada sel yang menghubungkan baris i dengan kolom j.

2. Matriks perbandingan berpasangan dari variabel yang saling terkait.

Pada tahap kedua ini, dipilih kelompok dan unsur-unsur yang akan dibandingkan sesuai dengan kriteria kontrol (apakah memengaruhi kelompok dan unsur lain yang berkaitan dengan kriteria kontrol, atau dipengaruhi oleh kelompok dan unsur lainnya?). Dalam membandingkan unsur dalam kelompok digunakan pertanyaan yang sama dan pertanyaan berkaitan dengan unsur spesifik dalam suatu kelompok (kriteria kontrol); pasangan mana yang berpengaruh lebih besar?. Penulis mengunakan jenis pertanyaan yang sama untuk membandingkan kelompok.

Digunakan skala perbandingan fundamental pada Tabel 4. Dan setelah itu dilakukan perbandingan berpasangan berikut matriks antara kelompok/unsur untuk menurunkan eigen vector, serta membentuk supermatriks. Perbandingan berpasangan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Perbandingan Kelompok.

Melakukan perbandingan berpasangan pada kelompok yang memengaruhi masing-masing kelompok yang saling terhubung dan berkaitan dengan kriteria kontrol yang diberikan. Bobot yang diperoleh dari proses ini akan digunakan untuk memberikan bobot pada unsur-unsur yang sesuai dengan kolom blok dari supermatriks. Berikan angka nol bila tidak ada pengaruh. b. Perbandingan Unsur.

(46)

kelompok lain yang saling terhubung (atau unsur-unsur dalam kelompoknya sendiri)

c. Perbandingan untuk Alternatif

Membandingkan semua alternatif yang berkaitan dengan masing-masing unsur di dalam komponen. Perbandingan berpasangan dilakukan dengan membuat matriks perbandingan berpasangan, dengan nilai aij merepresentasikan nilai kepentingan relatif dari unsur pada baris (i) terhadap unsur pada kolom (j). Contohnya aij = wi/wj. Setelah semua perbandingan berpasangan selesai dibuat, vektor bobot prioritas (w) dihitung dengan rumus:

Aw = λmax w ... (3)

Dimana λ max adalah eigen value terbesar pada matriks A dan w adalah eigen vector.

Perbandingan unsur berpasangan pada ANP dalam setiap tingkat dilakukan terhadap kepentingan relatif untuk kriteria kontrolnya. Matriks korelasi disusun berdasarkan skala rasio 1-9. Ketika penilaian dilakukan untuk sepasang, nilai timbal balik secara berpasangan selesai. Vektor yang sesuai dengan nilai eigen maksimum dari matriks yang dibangun dihitung dan vektor prioritas diperoleh. Nilai prioritas ditemukan dengan menormalkan vektor ini. Dalam proses penilaian, masalah dapat terjadi dalam konsistensi dari perbandingan berpasangan. Dengan model ANP yang memakai persepsi decision maker sebagai input, maka dapat terjadi ketidakkonsistenan, karena manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten, terutama pada saat harus membandingkan banyak kriteria. Batas ketidakkonsistenan yang ditetapkan oleh Thomas L. Saaty adalah tidak lebih dari 0,1 (CR<0,1)

CR =

< 0,1

... (4) dan CI = ... (5)

Keterangan :

CR = Rasio Konsistensi CI = Indeks Konsistensi

= Nilai eigen maksimun pada matriks RI = Indeks Acak

n = Jumlah matriks

Ada empat langkah dalam menentukan nilai CR yaitu: Langkah 1: Hitung nilai satu matrik perbandingan Langkah 2: Hitung nilai dari CI dengan rumus 5

Langkah 3: Hitung nilai CR dengan menggunakan rumus 4 dan Tabel 3 Langkah 4: Bandingkan nilai CR dengan ambang konsistensi 0,1 untuk menilai apakah perbandingan itu konsisten (jika CR<0,1 = konsisten)

(47)

3. Perhitungan supermatriks.

Setelah perbandingan berpasangan selesai dilakukan, dilakukan perhitungan supermatriks dengan tiga (3) langkah, yaitu:

a. Unweighted Supermatrix (supermatiks tanpa pembobotan), dibuat secara langsung dari semua prioritas lokal yang berasal dari perbandingan berpasangan antar unsur yang memengaruhi satu sama lain. Vektor prioritas yang berasal dari matriks perbandingan berpasangan dimasukkan sebagai sub kolom dari kolom yang sesuai pada supermatriks. Supermatriks merepresentasikan prioritas pengaruh dari unsur disisi sebelah kiri matriks terhadap unsur di atas matriks. Hasil dari proses ini adalah unweighted supermatrix.

b. Weighted Supermatrix (supermatiks berbobot), diperoleh dengan mengalikan semua unsur di blok dari unweighted supermatrix dengan bobot kelompok yang sesuai. Weighted supermatrix dikenal juga sebagai kolom matriks stokastik dimana masing-masing kolom dijumlahkan jadi satu.

c. Limiting Supermatrix (supermatriks terbatas) komposisi dari supermatiks terbatas dibuat dengan memangkatkan Weighted supermatrix sampai stabil. Stabilitas dic

Gambar

Tabel 2  Produksi buah Manggis di Indonesia pada tahun 2011
Gambar 4  Proses manajemen risiko (Hallikas et al. 2004)
Gambar 5  Struktur jaringan umpan balik pada ANP (Saaty, 2004)
Tabel 4  Skala perbandingan fundamental
+7

Referensi

Dokumen terkait

Arsip merupakan hal yang sangat penting bagi organisasi baik pemerintah maupun swasta, namun sistem kearsipan yang digunakan Unit Tata Usaha Dinas Pendidikan Kayu

mengenai kualitas produk atau jasa yang ditawarkan oleh penjual. Kompetensi produk dan kapabilitas bisnis, dengan indikator:. a) Kualitas produk dan jasa: seberapa baik kualitas

Hasil akhir produk penelitian ini dalam bentuk buku digital IPA Terpadu pada pokok bahasan Tekanan pada Zat Cair untuk siswa SMP kelas VIII.. Implementasi buku digital

Tawadhu’ menurut Al-Ghozali adalah mengeluarkan kedudukanmu atau kita dan menganggap orang lain lebih utama dari pada kita (Ihya Ulumudin, jilid III, terj. Tawadhu’ yaitu

Pada perhitungan faktor median, kendaraan yang diperhitungkan pada Jalan yang dilengkapi dengan median berbentuk ditinggikan, pagar, dan garis adalah kendaraan

 Tidak ada hubungan antara kepuasan pasien terhadap pelayanan gizi dengan sisa makanan pasien diet makanan biasa dan lunak.. Perbedaan penelitian ini dengan

Ruang lingkup analisis sitiran pada penelitian ini adalah hanya menganalisis tingkat relevansi notasi klasifikasi subjek dokumen yang disitir mencakup, semua notasi klasifikasi

Hal ini menguatkan penelitian sebelumnya dan teori yang diungkapkan oleh Mangkunegara (2006, h. 76) menyimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara motivasi