• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Persepsi Masyarakat Nelayan Tradisional terhadap Daerah Penangkpan Ikan di Teluk Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Persepsi Masyarakat Nelayan Tradisional terhadap Daerah Penangkpan Ikan di Teluk Banten"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT NELAYAN

TRADISIONAL TERHADAP DAERAH PENANGKAPAN

IKAN DI TELUK BANTEN

LUH SEKAR AYUNING TYAS

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Persepsi Masyarakat Nelayan Tradisional terhadap Daerah Penangkapan Ikan di Teluk Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Luh Sekar Ayuning Tyas

(4)
(5)

ABSTRAK

LUH SEKAR AYUNING TYAS. Analisis Persepsi Masyarakat Nelayan Tradisional terhadap Daerah Penangkapan Ikan di Teluk Banten. Dibimbing oleh BUDY WIRYAWAN dan JOHN HALUAN.

Sumberdaya perikanan di Teluk Banten telah dimanfaatkan oleh 4 779 orang nelayan tradisional dengan daerah penangkapan yang berada di sepanjang garis pantai. Namun dengan berkembangnya industri di sepanjang pesisir Teluk Banten mengakibatkan terjadinya reklamasi pantai. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Serang tahun 2009-2029, pemerintah Kabupaten Serang merencanakan industri di sepanjang pesisir Banten. Hal ini mengakibatkan terdapat pembuangan limbah ke perairan Teluk Banten dan akan menyebabkan terganggunya ekosistem. Metode yang digunakan berupa metode penelitian survei yang termasuk kedalam metode deskriptif. Pola pemanfaatan sumberdaya perikanan bersifat Open Access dimana kawasan Teluk Banten dimanfaatkan oleh delapan alat tangkap, namun terjadi ketidak-meratanya pemanfaatan daerah penangkapan yang mengarah kepada deplesi sumberdaya. Nelayan tradisional di Teluk Banten memiliki persepsi yang berbeda terhadap daerah penangkapan ikan. Faktor yang mempengaruhi persepsi nelayan adalah terjadinya penambangan pasir di Teluk Banten, keberadaan industri, abrasi dan sedimentasi serta pembuangan limbah domestik. Penambangan pasir memunculkan dampak sosial berupa konflik nelayan dengan pemerintah, nelayan dengan pengusaha serta konflik internal antar nelayan. Aspek keruangan yang mempengaruhi perikanan tangkap di Teluk Banten yaitu terdapatnya zona industri. Potensi konflik pengelolaan dan pembangunan di Teluk Banten antara perikanan tangkap dengan industri berat.

(6)

ABSTRACT

LUH SEKAR AYUNING TYAS. Perception Analysis of Traditional Fishermen on Fishing Ground in Banten Bay. Supervised by BUDY WIRYAWAN and JOHN HALUAN.

Fisheries resources in Banten Bay has been exploited by 4 779 traditional fishermen with the fishing area is along the shoreline. Reclamation caused by the development of industry on the Banten Bay coast. Based on the Serang Regency’s Areas Spatial Plan (RTRW) in 2009 – 2029, Serang Regency Government planned industries in the east coast of Banten Bay. The result is industrial waste disposal were contain in Banten Bay area and would cause disruption to ecosystems. The research used a descriptive survey method. Fisheries resources utilization’s pattern is Open Access where Banten Bay area used by eight types of fishing gear, however un-equitable utilization of fishing ground leads to resources depletion. Traditional fishermen in Banten Bay had different perception on fishing ground. Perceptions were affected by sand mining industry in Banten Bay, industries, abrasions, sedimentations and domestic waste. Sand minings caused social impact, such as conflict between fishermen with government, fishermen with employers and internal conflict between fishermen. Spatial aspect that affected capture fisheries was industrial zone. Potential conflict management and development in Banten Bay was between capture fisheries with heavy industries.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT NELAYAN

TRADISIONAL TERHADAP DAERAH PENANGKAPAN

IKAN DI TELUK BANTEN

LUH SEKAR AYUNING TYAS

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Analisis Persepsi Masyarakat Nelayan Tradisional terhadap Daerah Penangkpan Ikan di Teluk Banten

Nama : Luh Sekar Ayuning Tyas NIM : C44100054

Disetujui oleh

Dr Ir Budy Wiryawan, MSc Pembimbing I

Prof Dr Ir John Haluan, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Budy Wiryawan, MSc Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah daerah penangkapan ikan, dengan judul Analisis Persepsi Masyarakat Nelayan Tradisional terhadap Daerah Penangkapan Ikan di Teluk Banten.

Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1) Bapak Dr Ir Budy Wiryawan MSc dan Bapak Prof Dr Ir John Haluan MSc selaku pembimbing atas bimbingan dan sarannya hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan;

2) Bapak Dr Eko Sri Wiyono SPi MSi selaku dosen penguji, serta Ibu Retno Muninggar SPi ME selaku komisi pendidikan departemen;

3) Bapak Bambang Koesminto selaku Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu, Bapak Amrul beserta staf Tata Operasional PPN Karangantu, serta Bapak Juanda yang telah membantu selama pengumpulan data.

4) Mama, Papa, mbak Retno, mbak Kunthie, Bowo, Bimo, Hanif, Hilmi, dan

Aisyah atas segala do’a, dukungan dan kasih sayangnya sehingga skripsi ini

dapat diselesaikan dengan baik;

5) Keluarga 414 tersayang Mezi, Ika, Tita dan P43 tercinta mak Loren, Nifri, Maria, Valen, Yoe, yang selalu memberikan semangat, bantuan, kebahagiaan dan arti sahabat, saudara dan keluarga bagi penulis;

6) Debby, Jannah, Rivinia dan seluruh keluarga besar PSP 47, atas segala doa dan kasih sayangnya;

7) Seluruh pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 3

Waktu dan Tempat Penelitian 3

Metode Penelitian 3

Metode Pengumpulan Data 4

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kondisi Perairan Teluk Banten 7

Pola Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan 8

Persepsi Nelayan terhadap Daerah Penangkapan Ikan 13 Keruangan 15 Lingkungan dan Ancaman terhadap Keberlanjutan Perikanan 17

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 24

(14)

DAFTAR TABEL

1 Jenis data, teknik pengambilan dan sumber data penelitian 4

2 Jenis data berdasarkan tujuan penelitian 5

3 Analisis data berdasarkan tujuan penelitian 5

4 Produksi dan nilai produksi ikan tahun 2009 - 2013 8

5 Peristiwa yang terjadi di Teluk Banten 11

6 Kualitas perairan Teluk Banten 18

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian 3

2 Peta zonasi umum pemanfaatan kawasan Teluk Banten 9

3 Peta zonasi perikanan tangkap di Teluk Banten 10 4 Hubungan interaksi antar lembaga dan kelompok di Teluk Banten 12

5 Persentase penilaian nelayan terhadap daerah penangkapan ikan 14 6 Persentase penilaian nelayan terhadap faktor yang mempengaruhi

daerah penangkapan ikan 15

7 Peta pola ruang kawasan pesisir Teluk Banten 17

8 Distribusi spasial permasalahan lingkungan hidup strategis utama 19

9 Kawasan ekologi kritis Teluk Banten 20

10 Kawasan Teluk Banten Timur yang diusulkan untuk peninjauan

kembali 21

DAFTAR LAMPIRAN

1 Baku mutu air laut untuk biota laut 23

2 Hasil kuisioner dan wawancara nelayan 24

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Teluk Banten merupakan salah satu sentra perikanan tangkap di Provinsi Banten. Terletak 90 km di sebelah barat Jakarta dan memiliki 55,62 km garis pantai. Teluk ini memiliki ekosistem yang penting yaitu padang lamun, terumbu karang serta adanya kawasan lindung untuk satwa burung di Pulau Dua. Teluk Banten dikelilingi oleh empat kecamatan yang berada di wilayah pesisir, yaitu Kecamatan Tirtayasa, Kecamatan Bojonegara, Kecamatan Kasemen dan Kecamatan Kramatwatu. Kawasan Teluk Banten merupakan kawasan yang memiliki daya saing. Faktor-faktor penentu keunggulan yaitu memiliki faktor produksi dalam perikanan tangkap, adanya peluang permintaan pasar akan produk ikan, adanya industri pendukung, adanya persaingan domestik dan terbukanya peluang usaha.

Sumberdaya perikanan di Teluk Banten telah dimanfaatkan oleh 4 779 orang nelayan tradisional dengan daerah penangkapan yang berada di sepanjang garis pantai (DKP Provinsi Banten). Nelayan tersebut umumnya menggunakan kapal atau perahu kecil dalam kegiatan penangkapan ikan. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Serang tahun 2009-2029, pemerintah Kabupaten Serang merencanakan industri di sepanjang pesisir Banten. Hal ini mengakibatkan terdapat pembuangan limbah ke perairan Teluk Banten dan akan menyebabkan terganggunya ekosistem yang menjadi daerah penangkapan ikan nelayan tradisional.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ernaningsih (2012), delapan jenis ikan pelagis dan 10 jenis ikan demersal tingkat produksinya mengalami penurunan. Penurunan ini disebabkan karena perairan Teluk Banten sudah tercemar buangan industri, sejak banyaknya bangunan industri berdiri di sepanjang pesisir Bojonegara. Dibuktikan dengan hilangnya padang lamun sekitar 75 ha pada bagian barat Teluk Banten sejak tahun 1980 sampai dengan tahun 2004 (Kiswara 2004).

Permasalahan lain yaitu terjadi penangkapan ikan yang berlebihan, pengambilan karang hidup dan karang mati, hilangnya kawasan bakau, serta perubahan garis pantai dari Teluk Banten akibat abrasi dan sedimentasi. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap aktivitas penangkapan, penurunan hasil tangkapan nelayan dan kondisi sosial ekonomi nelayan yang diindikasikan dengan adanya konflik kepentingan multi sektoral dalam pemanfaatan kawasan laut, dan rendahnya kesejahteraan nelayan.

(16)

2

Berdasarkan informasi yang telah disampaikan menunjukkan bahwa keberadaan faktor-faktor eksternal tersebut memberikan pengaruh terhadap kondisi daerah penangkapan ikan yang dituju oleh nelayan, sehingga penelitian ini diharapkan dapat menggali lebih jauh terkait persepsi nelayan skala kecil di Teluk Banten, termasuk bagaimana nelayan tradisional melihat berbagai faktor yang mengganggu keberlanjutan perikanan pantai, yang dimulai dengan identifikasi karakteristik sosial ekonomi nelayan, kondisi terkini pengelolaan perikanan pantai serta persepsi spesifik terhadap operasional perikanan pantai.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang terkait dengan penelitan yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana pola pemanfaatan sumberdaya ikan oleh nelayan tradisional di Teluk Banten?

2. Bagaimana mengidentifikasi persepsi nelayan tradisional terhadap kondisi daerah penangkapan ikan di Teluk Banten kedepannya?

3. Apa saja aspek-aspek keruangan dan lingkungan hidup yang mempengaruhi perikanan tangkap di Teluk Banten?

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi pola pemanfaatan sumberdaya ikan oleh nelayan tradisional di Teluk Banten.

2. Mengidentifikasi persepsi nelayan tradisional terhadap kondisi daerah penangkapan ikan di Teluk Banten kedepannya.

3. Menganalisis aspek-aspek keruangan dan lingkungan hidup yang mempengaruhi perikanan tangkap di Teluk Banten.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Membantu pemerintah dalam mengidentifikasi persepsi nelayan skala kecil terhadap kegiatan perikanan pantai yang dilakukannya, sehingga dapat menentukan tindakan pengembangan yang tepat dengan kondisi sosial ekonomi nelayan skala kecil.

(17)

3

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – November 2014 di PPN Karangantu dan TPI Wadas dimana lokasi pengambilan data adalah wilayah pesisir di Kecamatan Kasemen dan Kecamatan Bojonegara.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini berupa metode penelitian survei yang termasuk ke dalam metode deskriptif. Metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual, baik tentang sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah. Dalam metode survei juga dilakukan evaluasi serta perbandingan-perbandingan terhadap hal-hal yang telah dikerjakan orang dalam menangani situasi atau masalah yang serupa dan hasilnya dapat digunakan dalam pembuatan rencana dan pengambilan keputusan di masa mendatang (Nazir 1983).

(18)

4

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini ada dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data untuk data primer dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Metode sampling ini mengambil sampel secara sengaja yang dirasa dapat mewakili populasi sehingga tujuan yang diinginkan tercapai (Mangkusubroto dan Trisnadi 1985). Populasi yang diteliti merupakan nelayan di wilayah Kabupaten Serang dan Kota Serang, Selain itu, responden yang digunakan pada penelitian ini yaitu pengelola PPN Karangantu dan pengelola TPI Wadas serta stakeholder terkait. Secara umum, metode pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan menggali informasi dari responden dengan menggunakan kuisioner, wawancara dan pengamatan langsung di lapangan. Wawancara kepada nelayan di PPN Karangantu dan TPI Wadas dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang meliputi wawancara tak berencana yang berfokus dan wawancara sambil lalu (Idrus 2009). Wawancara tak berencana berfokus adalah pertanyaan yang diajukan secara tidak terstruktur, namun selalu berpusat pada satu pokok masalah. Wawancara sambil lalu adalah wawancara yang tertuju kepada orang-orang yang dipilih tanpa melalui seleksi lebih dalam. Jumlah responden dalam penelitian ini yaitu 15 orang nelayan Karangantu dan 15 orang nelayan Wadas.

Tabel 1 Jenis data, teknik pengambilan dan sumber data penelitian

Jenis data Teknik pengambilan Sumber data Data primer 1. Deskripsi unit

penangkapan (ukuran kapal, mesin, alat tangkap dan lainnya)

2. Daerah penangkapan ikan

3. Jenis hasil tangkapan

4. Peristiwa yang terjadi di Teluk Banten

(19)

5

Tabel 2 Jenis data berdasarkan tujuan penelitian

No Tujuan Jenis data - Peristiwa yang terjadi di

Teluk Banten 2 Persepsi nelayan terhadap daerah penangkapan ikan - Persepsi nelayan

tradisional terhadap 3 Aspek-aspek keruangan dan lingkungan hidup - Rencana tata ruang

wilayah Provinsi Banten - Kualitas perairan Teluk

Banten

Analisis Data

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis pemanfaatan sumberdaya perikanan dan analisis keruangan dan lingkungan. Berikut merupakan penjelasan lebih rinci mengenai analisis yang digunakan tersebut:

Tabel 3 Analisis data berdasarkan tujuan penelitian

(20)

6

Analisis deskriptif adalah analisis yang digunakan untuk mendeskripsikan hasil pengamatan sesuai dengan kenyataan di lapangan mengenai sesuatu yang diteliti. Persepsi nelayan skala kecil terhadap daerah penangkapan ikan dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif. Data yang diperoleh disusun melalui beberapa langkah, yaitu editing, coding, tabulasi dan analisis.

Analisis Pola Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Analisis Pola Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan menggunakan metode

Pisces (Bennett E, Jolley T 2002). Pisces merupakan metode yang digunakan untuk melihat manajemen konflik dalam perikanan tropis. Pisces terdiri dari tiga elemen, yaitu:

1. Participatory Geographic Information Exercise (PGIE)

(21)

7 Dalam peta tersebut digambarkan zonasi perikanan tangkap per alat tangkap yang digunakan di Teluk Banten, serta bagaimana perubahan daerah penangkapan ikan per alat tangkap tersebut pada setiap tahunnya dan faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut.

2. Time-lines

Metode ini digunakan untuk menganalisis serta memberikan gambaran yang jelas tentang peristiwa yang berkaitan dengan perikanan pantai dan nelayan tradisional yang terjadi di Teluk Banten dan bagaimana peristiwa tersebut terjadi secara berurutan. Peristiwa ini akan menunjukkan bagian dari persepsi nelayan tradisional terhadap kondisi perikanan pantai saat ini.

3. Institutional Wheels

Roda kelembagaan digunakan untuk menunjukkan antara orang, kelompok masyarakat dan organisasi dalam suatu komunitas yang berguna dalam mengidentifikasi konflik serta lembaga yang terlibat di dalamnya.

Analisis Keruangan dan Lingkungan

Analisis ini digunakan untuk menganalisis rencana tata ruang yang diusulkan oleh pemerintah dan dampaknya terhadap perikanan pantai serta persepsi nelayan tradisional terhadap rencana tata ruang tersebut (Wiryawan et al 2012). Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Serang 2009-2029, direncanakan pembangunan kawasan industri di sepanjang pesisir Teluk Banten. Keruangan dan lingkungan dianalisis dengan cara deskripsi gambar dan peta.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Perairan Teluk Banten

Teluk Banten merupakan salah satu wilayah pesisir di perairan Indonesia yang terletak di Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Secara geografis, teluk ini

terletak pada posisi 5°53’07” - 6°01’49” LS dan 106°04’30” - 106°16’39” BT, dengan luas wilayah 19 556.213 ha (Ernaningsih 2013). Teluk Banten berada pada tiga kecamatan yaitu Kecamatan Kasemen, Kecamatan Kramatwatu dan Kecamatan Bojonegara.

Kawasan Teluk Banten merupakan kawasan yang saat ini cukup pesat perkembangannya. Sebagian daerah pesisirnya termasuk Kota Serang, sedang mengalami industrialisasi yang cepat dan di dekatnya terdapat Pelabuhan Merak. Di Teluk Banten tidak kurang lima sungai yang diantaranya mempunyai hulu di lima kota dan kabupaten. Industri juga dibangun di sepanjang pesisir laut Teluk Banten. Pada daerah Bojonegara terdapat tidak kurang 50 industri yang telah bermukim.

(22)

8

Jenis industri yang dikembangkan adalah industri logam dasar, kimia dasar, rekayasa dan rancang bangun (Ernaningsih 2012).

Potensi sumberdaya ikan di Teluk Banten dimanfaatkan dengan menggunakan beberapa alat tangkap, diantaranya yaitu payang, jaring insang, bagan tancap, bagan apung, rampus, sero, lampara dasar dan pancing. Alat tangkap ini menangkap beberapa spesies, yaitu teri nasi (Stolephorus commersonnii), tembang (Sardinella fimbriata), tenggiri (Scomberomorus commerson), kembung (Rastrelliger spp), selar kuning (Selaroides leptolepis), tongkol (Auxis thazard), layang (Decapterus russelli), lemuru (Sardinella longiceps), kurisi (Nemipterus nematophorus) dan pepetek (Leioghnatus sp). Tabel 4 Produksi dan nilai produksi ikan tahun 2009-2013

Tahun Produksi (Ton) Nilai Produksi (Rp 1000) Karangantu Wadas Karangantu Wadas 2009 Sumber: PPN Karangantu dan TPI Wadas

Pola Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Ikan adalah salah satu bentuk sumberdaya alam yang bersifat renewable atau mempunyai sifat dapat pulih atau dapat memperbaharui diri.Sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya yang bersifat open access dan

common property (Widodo dan Nurhakim 2002), sehingga setiap orang berhak memanfaatkannya dengan tujuan memperoleh economic rent. Pola pemanfaatan yang demikian cenderung mengarah kepada deplesi sumberdaya, sehingga jika tidak ada upaya untuk menjaga kelestariannya seperti konservasi dikhawatirkan terjadi kelangkaansumberdaya yang mengarah kepada kepunahan.

Pisces merupakan salah satu metode yang dikembangkan oleh Bennet dan Jolley (2002) sebagai bagian dari program Departement for International Development CEMARE. Pisces merupakan metode yang digunakan untuk melihat manajemen konflik dalam perikanan tropis. Berikut ini merupakan elemen-elemen yang terdapat pada Pisces.

1. Participatory Geographic Information Exercise (PGIE)

Participatory Geographic Information Exercise merupakan pemetaan daerah dengan mencakup wilayah georgafis yang lebih besar untuk menghasilkan informasi mengenai zonasi perikanan tangkap di Teluk Banten.

(23)

9 kuning merupakan daerah penambangan pasir. Penambangan pasir dilakukan di wilayah daerah penangkapan ikan, sehingga kegiatan ini berdampak terhadap kegiatan operasi penangkapan ikan. Tumpang tindihnya daerah penangkapan ikan dengan kawasan penambangan pasir mengakibatkan nelayan berupaya menghindari kapal keruk yang sedang beroperasi agar tidak terjadi tabrakan dan terhisapnya alat tangkap. Keadaan ini menyebabkan nelayan melakukan kegiatan penagkapan ikan di dekat pantai dengan resiko hasil tangkapan yang terbatas dan berukuran kecil atau melakukan kegiatan penangkapan ikan lebih jauh yang membutuhkan bahan bakar yang lebih banyak.

(Sumber: Ernaningsih 2012, Parluhutan 2007 dengan modifikasi)

(24)

10

Berdasarkan peta zonasi perikanan tangkap di Teluk Banten (Gambar 3), terlihat bahwa pada kawasan tersebut, sumberdaya perikanan dimanfaatkan oleh berbagai macam alat tangkap, yaitu bagan tancap, bagan perahu, gillnet, lampara dasar, pancing, payang, rampus dan sero.

(Sumber: Ernaningsih 2012)

(25)

11 Tingkat pemanfaatan daerah penangkapan ikan oleh tiap jenis alat tangkap beragam. Ernaningsih (2012) menyatakan bahwa perairan sekitar Pulau Tunda merupakan daerah penagkapan yang paling banyak dimanfaatkan oleh enam jenis alat tangkap (75%) dari delapan jenis alat tangkap yang ada. Tidak meratanya pemanfaatan daerah penangkapan disebabkan kemampuan armada penangkapan yang terbatas, dan perairan di sekitar Pulau Tunda merupakan perairan yang masih memiliki sumber daya ikan yang cukup besar.

Jalur perikanan tangkap Ia merupakan perairan pantai yang diukur dari permukaan air laut pada surut terendah sampai 3 mil. Pada jalur penangkapan ini, alat dan kapal penangkapan ikan yang diperbolehkan beroperasi yaitu alat penangkapan ikan yang menetap, alat penangkapan ikan tidak menetap yang tidak dimodifikasi dan kapal perikanan tanpa motor dengan ukuran panjang keseluruhan tidak lebih dari 10 m. Jalur perikanan tangkap Ib merupakan perairan pantai di luar 3 mil laut sampai 6 mil laut. Alat penangkapan ikan yang diperbolehkan yaitu alat penangkapan ikan tidak menetap yang dimodifikasi, kapal perikanan yang terdiri dari kapal tanpa motor atau bermotor tempel dengan ukuran panjang keseluruhan tidak lebih dari 10 m, bermotor tempel dan motor dalam dengan ukuran panjang keseluruhan maksimal 12 m atau berukuran maksimal 5 GT. 2. Time-lines

Time-lines memberikan gambaran peristiwa yang terjadi di sekitar pesisir Teluk Banten yang berkaitan dengan perikanan pantai dan nelayan tradisional. Peristiwa tersebut ditulis secara berurutan dari tahun ke tahun.

Tabel 5 Peristiwa yang terjadi di Teluk Banten

Tahun Peristiwa yang terjadi

1978

Peresmian PPP Karangantu menjadi UPT Direktorat Jenderal Perikanan.

PT Jetstar selaku pemegang ijin Penambangan Pasir Laut memulai kegiatan penambangan pasir di perairan Teluk Banten.

Pemerintah Kabupaten Serang menerbitkan SK No. 541.35/1750/2003 tentang penghentian sementara penambangan pasir laut terhitung 6 November 2003.

Terbitnya ijin eksploitasi pasir laut di Teluk Banten.

Ditetapkannya Perda Kabupaten Serang No. 02 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serang Tahun 2009-2029.

Peningkatan Kelas PPP Karangantu menjadi PPN Karangantu.

(26)

12 2012

Januari

Agustus

2013 Januari

Februari

April

Juni

Terjadi aksi demo sebagai bentuk protes penolakan nelayan tradisional terhadap penambangan pasir yang terjadi di Teluk Banten.

Nelayan mendapatkan bantuan 8 unit kapal dari DKP Provinsi Banten

Terbitnya keputusan Bupati Serang melalui Surat Bupati Serang No. 540/02-Huk. BPTPM/2013 memutuskan penghentian sementara kegiatan usaha operasi produksi pasir PT. Jetstar

Sosialisasi dan penyerahan Life Jacket untuk nelayan Serang dari BAKORKAMLA

Dibuka kembali perizinan penambangan pasir laut di perairan Lontar, Kabupaten Serang.

Dimulainya penambangan pasir laut oleh PT Sinar Serang. Sumber : hasil wawancara dan penelusuran pustaka

3. Institutional Wheels

Institutional Wheels menggambarkan hubungan antar kelompok masyarakat serta lembaga atau organisasi dalam komunitas perikanan tangkap. Khususnya berguna dalam mengidentifikasi potensi konflik antar grup yang berkepentingan. Institutional Wheels juga dapat menjelaskan peran individu dan kelompok. Berikut ini merupakan hubungan interaksi antar komunitas perikanan tangkap di Teluk Banten.

(Sumber: hasil wawancara, dimodifikasi dari Bannet dan Jolley 2002)

(27)

13 hubungan yang terdapat diantara lembaga dan kelompok, yaitu positif, negatif dan netral. Interaksi yang bersifat positif menunjukkan bahwa interaksi yang terjadi saling menguntungkan berbagai pihak yang berkaitan. Interaksi yang bersifat negatif menunjukkan bahwa interaksi yang terjadi hanya menguntungkan salah satu pihak, sementara pihak yang lain dirugikan.

Interaksi positif terjadi pada nelayan dan lembaga-lembaga yang berada di Teluk Banten. Nelayan dengan bantuan Forum Kebangkitan Petani dan Nelayan (FKPN), Kelompok Pengawal Masyarakat (POKMASWAS) dan Himpunan Nelayan Selruh Indonesia (HNSI) menyampaikan pendapatnya kepada Pemerintah Kabupaten Serang mengenai aktivitas penambangan pasir yang terjadi di Teluk Banten. Keberadaan koperasi dan BANK bermanfaat untuk peminjaman modal melaut.

Interaksi negatif yang terjadi yaitu nelayan dirugikan dengan adanya penambangan pasir karena hal tersebut akan berpengaruh terhadap daerah penangkapan ikan, sehingga akan terjadi penurunan hasil tangkapan bila kegiatan tersebut dilakukan pada daerah penangkapan ikan. Terdapatnya industri akan meningkatkan resiko terjadinya pencemaran yang akan berdampak pada aktivitas perikanan yang berada di pesisir Teluk Banten. Keberadaan tengkulak dapat membantu nelayan dalam hal peminjaman modal untuk melaut, namun kerugian yang dirasakan oleh nelayan lebih besar dibandingkan keuntungannya. Besarnya bunga yang harus ditanggung dalam setiap peminjaman uang serta hasil tangkapan yang harus dijual kepada tengkulak dengan harga dibawah harga pasar membuat keuntungan yang didapatkan oleh nelayan sangat kecil sehingga ketergantungan nelayan akan tengkulak akan terus berlanjut.

Persepsi Nelayan terhadap Daerah Penangkapan Ikan

Persepsi merupakan suatu proses seseorang menyeleksi dan menginterpretasi stimulus untuk membentuk deskripsi menyeluruh. Sifat abstrak dari persepsi menyebabkan deskripsi yang digambarkan oleh seorang pemersepsi tidak objektif tetapi subjektif (Simamora 2005). Persepsi nelayan terhadap sumberdaya perikanan merupakan proses pengorganisasian potensi daya yang dimiliki nelayan dalam menafsirkan pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan. Mulyadi (2007) mengemukakan bahwa wilayah perairan yang ditafsirkan atau dianggap bebas untuk dieksploitasi oleh nelayan menimbulkan kecenderungan terjadinya eksploitasi berlebih. Individu yang memiliki akses terbaik pada modal dan teknologi, cenderung memperoleh manfaat terbanyak.

Robbins (2002) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah sebagai berikut:

1. Orang yang mempersepsikan, yaitu nelayan tradisional yang terdapat di PPN Karangantu dan TPI Wadas.

2. Objek atau sasaran yang dipersepsikan, yaitu daerah penangkapan ikan di Teluk Banten.

(28)

14

Perikanan tangkap di Teluk Banten merupakan kegiatan yang diusahakan oleh masyarakat (artisanal fisheries) dengan beragam alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan yang multi spesies (Resmiati et al 2002). Armada penangkapan didominasi oleh perahu dengan motor tempel, perahu papan kecil dan kapal motor < 5 GT (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten dan PT. Plarenco 2007).

Hasil wawancara nelayan Teluk Banten menunjukkan bahwa penurunan hasil tangkapan memberikan pengaruh besar terhadap persepsi mereka dalam menilai daerah penangkapan ikan (60%). Penurunan hasil tangkapan dengan berbagai sebab akan mendorong nelayan bergerak meluaskan kegiatannya ke luar daerah kabupaten atau bahkan ke wilayah pengelolaan provinsi lainnya menjadi nelayan andon.

Gambar 5 Persentase penilaian nelayan terhadap daerah penangkapan ikan Pada Gambar 5 terlihat bahwa selain penurunan hasil tangkapan, keadaan perairan yang keruh berdampak pada kegiatan penangkapan ikan. Kekeruhan perairan yang terjadi diakibatkan karena adanya kegiatan penambangan pasir. Proses penambangan pasir laut menyebabkan endapan lumpur yang bercampur dengan pasir laut ikut tersedot dan dikembalikan ke laut. Material lumpur yang bercampur dengan air laut akan menimbulkan padatan terlarut. Lamanya padatan ini menyebar menyebabkan kekeruhan (Parluhutan 2007). Kondisi perairan dengan kadar kekeruhan yang tinggi akan mengganggu biota perairan. Meningkatnya kekeruhan perairan akan menyebabkan bermigrasinya populasi ikan dan rusaknya ekosistem terumbu karang.

Berdasarkan data yang didapatkan dari nelayan yang berada di Karangantu dan Wadas, sebagian besar responden mengatakan bahwa terjadinya penambangan pasir diperairan Teluk Banten merupakan faktor utama yang mengganggu keberlangsungan kegiatan penangkapan ikan di Teluk Banten (47%). Dampak dari penambangan pasir ini mengakibatkan perairan laut menjadi keruh sehingga ikan-ikan bermigrasi dan akhirnya nelayan mengalami penurunan hasil tangkapan. Selain itu terjadi kerusakan sarana produksi nelayan, yaitu alat tangkap yang akan menyebabkan menurunnya kesejahteraan nelayan.

60%

40% Penurunan hasil

tangkapan

(29)

15 Penambangan pasir laut juga telah memunculkan dampak sosial berupa terjadinya konflik baik antara masyarakat dengan pemda, masyarakat dengan pengusaha penambangan pasir laut serta konflik internal dalam masyarakat. Konflik antara masyarakat dengan pemerintah berujung pada demonstrasi yang menuntut dihentikannya penambangan pasir laut. Konflik internal yang terjadi di masyarakat ditandai dengan adanya ketidakpercayaan antar anggota masyarakat. Masyarakat terbagi menjadi kelompok yang pro dan kelompok yang kontra terhadap penambangan pasir laut.

Pada Gambar 6 terlihat bahwa selain penambangan pasir, keberadaan industri yang berada di pesisir Bojonegara berdampak pada kegiatan penangkapan ikan yang terjadi di pesisir Teluk Banten. Pabrik-pabrik atau industri membuang limbah ke laut melalui sungai-sungai terdekat, mengakibatkan sumberdaya hayati yang ada rusak dan punah, sehingga meningkatkan biaya operasi karena terjadi pergeseran daerah penangkapan ikan yang semula di pesisir Teluk Banten menjadi pesisir Pulau Panjang dan Pulau Tunda (Gambar 2).

Gambar 6 Persentase penilaian nelayan terhadap faktor yang mempengaruhi daerah penangkapan ikan

Keruangan

Wilayah pada prinsipnya merupakan suatu sistem, yaitu meliputi keseluruhan sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan sumberdaya manusia beserta kegiatannya dalam wilayah tersebut atau suatu tata ruang wilayah. Kawasan pesisir merupakan ruang daratan yang terikat erat dengan ruang lautan.

Pemerintah Provinsi Banten berencana menetapkan kawasan industri yang meliputi 3% dari wilayah provinsi. Sekitar 152 651 ha area akan dikembangkan menjadi daerah industri serta pemukiman dan pariwisata yaitu sekitar 17.65% dari wilyah Provinsi Banten. Diharapkan daerah perkotaan akan meningkat sebanyak 52% sampai tahun 2030 bila dibandingkan dengan kondisi saat ini. Salah satu wilayah yang direncanakan akan dijadikan zona industri besar yaitu Bojonegara dan Kabupaten Serang (Nicholson et al 2012).

47%

43%

7%

3%

Penambangan Pasir

Industri

Abrasi dan Sedimentasi

(30)

16

Ernaningsih (2012) menyatakan bahwa dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan nasional yang bersifat kewilayahan maka upaya pengembangan wilayah ditempuh melalui proses penataan ruang (spatial planning process), yang terdiri atas 3 hal, yaitu :

1. Proses perencanaan tata ruang wilayah, yang menghasilkan rencana tata ruang wilayah (RTRW). Disamping sebagai guidance of future actions RTRW pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk hidup serta kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan (development sustainability).

2. Proses pemanfaatan ruang, yang merupakan wujud operasionalisasi rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri.

3. Proses pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas mekanisme perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan RTRW dan tujuan penataan ruang wilayahnya.

Berdasarkan Perda Provinsi Banten No. 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten 2010-2030, Kabupaten dan Kota Serang masuk ke dalam wilayah kerja pembangunan (WKP II) bersama dengan Kota Cilegon yang diarahkan untuk pengembangan kegiatan pemerintahan, pendidikan, kehutanan, pertanian, industri, pelabuhan, pergudangan, pariwisata, jasa, perdagangan, dan pertambangan.

Kebijakan dan strategi penataan ruang daerah meliputi kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang; pola ruang kawasan lindung; pola ruang kawasan budi daya; kawasan laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil; serta kawasan strategis. Struktur ruang Provinsi Banten direncanakan sebagai (1) penghubung antara Pulau Jawa bagian barat dengan Pulau Sumatera; (2) menetapkan Banten sebagai simpul transportasi nasional (pusat penyebaran primer) Bandara Soekarno-Hatta dan pelabuhan internasional Bojonegara sebagai kesatuan sistem dengan Tanjung Priok (DKI Jakarta); dan (3) menetapkan pusat kegiatan nasional (PKN): Tangerang, Tangerang Selatan, Serang dan Cilegon, dan pusat kegiatan wilayah (PKW): Rangkasbitung dan Pandeglang.

Bersarkan pola ruang yang telah ditetapkan, zona industri direncanakan berada disepanjang pesisir Teluk Banten (Gambar 7). Keadaan ini akan berdampak pada aktivitas perikanan yang berada di pesisir Teluk Banten. Resiko terjadinya pencemaran semakin besar, mengingat limbah industri semuanya dibuang ke perairan Teluk Banten. Hal ini akan mengakibatkan rusaknya kelangsungan hidup biota yang ada di laut. Reklamasi pantai menyebabkan hilangnya hutan bakau dan padang lamun sebagai habitat berbagai jenis ikan, termasuk udang.

(31)

17 pengelolaan perikanan lainnya, seperti daerah Kepulauan Seribu dan perairan Lampung.

(Sumber: Ernaningsih 2012)

Gambar 7 Peta pola ruang kawasan pesisir Teluk Banten Lingkungan dan Ancaman terhadap Keberlanjutan Perikanan

(32)

18

Kondisi kualitas lingkungan terkadang ditutupi untuk kepentingan industri. Berdasarkan hasil uji sampel air laut di Teluk Banten pada bulan Desember 2009 yang dilakukan oleh BPLH Kabupaten Serang, menunjukkan tidak mengalami pencemaran. Terdapat kejanggalan dalam Parameter yang diuji meliputi parameter fisika (bau, zat padat tersuspensi, suhu) dan parameter kimia (pH, NH3N, H2S, dan Cu) semuanya menunjukkan di bawah batas ambang baku mutu (Kepmen LH no. 51 tahun 2004).

Keadaan ini bertolak belakang dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan, diantaranya adalah Simanjuntak (2007) yang mengatakan kondisi perairan Teluk Banten tercemar ringan, kadar oksigen terlarut yang tertinggi ditemukan di lapisan permukaan (0 m), kadar oksigen terlarut menurun dengan bertambahnya kedalaman dan perbedaan antar penurunan oksigen terlarut antar kedalaman sebesar 0,07 mg/l. Muchtar (2002), mengatakan bahwa kandungan fosfat dan nitrat di dekat pantai Bojonegara lebih tinggi pada bulan April dan Oktober tahun 2001.

Wijaya dan Ismail (2007) menyatakan bahwa produktivitas primer perairan teluk yang terdapat di Kecamatan Bojonegara, Cilegon, dan Serang relatif lebih rendah daripada kawasan-kawasan lainnya, hal ini dikarenakan di kecamatan-kecamatan tersebut mempunyai limbah yang diakibatkan baik industri dan domestik yang hampir 100% mengalir ke dalam Teluk. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Van Den Bergh et al, (2003) diacu dalam

Ernaningsih (2012), kecamatan Bojonegara mempunyai limbah domestik 1 049 996 m3/tahun dan limbah industri 1 759 700 m3/tahun; Kecamatan Cilegon

masing-masing mempunyai limbah domestik sebesar 1 156 886 m3/tahun dan limbah industry 4 354 849 m3/tahun, sedangkan kecamatan Serang mempunyai limbah domestik 752 922 m3/tahun dan limbah industri 352 095 m3/tahun yang seluruhnya masuk ke dalam Teluk Banten.

Tabel 6 Kualitas perairan Teluk Banten

No Lokasi DO BOD COD Fenol Zinc Amonia Merkuri

Simanjuntak (2007) menyatakan bahwa hasil penelitian kadar fosfat, silikat dan nitrat sebelum adanya penambangan pasir laut di menunjukkan bahwa Teluk Banten perairan sekitarnya dikategorikan sebagai perairan yang subur dan kualitas air laut masih baik sehingga layak digunakan untuk usaha perikanan tangkap dan perikanan budidaya.

(33)

19 baik konflik spasial lingkungan hidup yang terkait dengan akumulasi pencemaran udara dan air. Perencanaan pemanfaatan lahan industri gabungan dan pemekaran perkotaan akan menghasilkan pencemaran udara dan air yang tertimbun.

(Sumber : Wiryawan et. al 2012)

Gambar 8 Distribusi spasial permasalahan lingkungan hidup strategis utama Distribusi spasial umum permasalahan lingkungan hidup strategis yang teridentifikasi diilustrasikan dalam Gambar 8, dengan adanya rencana-rencana tata ruang yang akan diterapkan di Teluk Banten, terdapat beberapa kawasan tertentu dimana dampak-dampak yang ditimbulkan oleh rencana-rencana tata ruang terhadap kondisi-kondisi Fisika-Kimia teridentifikasi. Dalam hal sumber daya ekologi, tekanan pembangunan yang terkait dengan Kawasan Strategis Nasional terhadap habitat dan keanekaragaman hayati yang terdapat di perairan Teluk Banten diidentifikasi berdampak terhadapi kualitas lingkungan di perairan tersebut.

(34)

20

pertambangan, perminyakan dan docking kapal akan mengalirkan limbahnya ke perairan Teluk Banten.

Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten yang diacu dalam

Nicholson et al 2012, kawasan mangrove secara umum mengalami penurunan dari sekitar 180 ha menjadi di bawah 170 ha antara tahun 2000 dan 2009. Kawasan mangrove di Bojonegara turun dari 224 ha menjadi 16 ha pada periode yang sama. Peningkatan kawasan mangrove hanya terjadi di Kasemen dari 31 ha menjadi 137 ha.

(Sumber: Nicholson et al 2012 dengan modifikasi)

Gambar 9 Kawasan ekologi kritis Teluk Banten

(35)

21 Tingginya pencemaran Teluk Banten dapat dikendalikan dengan peran Pemda setempat dalam membuat regulasi terkait dengan pendirian industri di sepanjang pesisir pantai Bojonegara, dan regulasi pengolahan limbah sebelum dibuang ke laut. Dengan demikian kerusakan lingkungan di daerah pesisir dapat ditekan, yang pada akhirnya biota-biota di pesisir pantai dapat membentuk ekosistem alami kembali sehingga kelestarian sumber daya perikanan dapat terjaga.

(Sumber: Nicholson et al 2012)

Gambar 10 Kawasan Teluk Banten Timur yang diusulkan untuk peninjauan kembali

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(36)

22

Nelayan tradisional di Teluk Banten memiliki persepsi yang berbeda terhadap daerah penangkapan ikan. Faktor yang mempengaruhi persepsi nelayan adalah terjadinya penambangan pasir di Teluk Banten, keberadaan industri, abrasi dan sedimentasi serta pembuangan limbah domestik. Penambangan pasir memunculkan dampak sosial berupa konflik nelayan dengan pemerintah, nelayan dengan pengusaha serta konflik internal antar nelayan.

Aspek keruangan yang mempengaruhi perikanan tangkap di Teluk Banten yaitu terdapatnya zona industri yang mengalirkan limbahnya ke Teluk Banten dan mengakibatkan oksigen terlarut yang rendah serta kadar fosfat dan nitrat yang tinggi. Potensi konflik pengelolaan dan pembangunan di Teluk Banten antara perikanan tangkap dengan industri berat. Oleh karenanya dapat terjadi perikanan tangkap yang tidak berkelanjutan apabila pengelolaan lingkungan perairan Teluk Banten tidak diperbaiki.

Saran

Pengelolaan sumberdaya ikan harus didasarkan pada pengetahuan tentang keadaan stok, aspek biologi, aspek ekonomi dan teknologi penangkapannya, sehingga potensi lestari dan optimasi pemanfaatan dapat ditentukan. Perlu diteliti lebih lanjut mengenai penyebab dan faktor yang mempengaruhi daerah penangkapan ikan di Teluk Banten khususnya pada daerah Kepuh, Terate dan Wadas.

DAFTAR PUSTAKA

Bennett E, Jolley T. 2002. The Management of Conflict in Tropical Fisheries, Final Technical Report. UK: CEMARE, University of Portsmouth.

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten dan PT. Plarenco. 2007.

Rencana Pengelolaan Perikanan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Banten. Laporan Akhir (1 Januari-31 Desember 2007). Serang(ID): DKP Provinsi Banten.

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten. 2013. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2013. Serang (ID): DKP Provinsi Banten.

Ernaningsih D. 2012. Model Pengelolaan Kawasan Perikanan Tangkap di Teluk Banten [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ernaningsih D. 2013. Analisis Bioekonomi Ikan Pelagis Kecil di Teluk Banten.

Jurnal Ilmiah Satya Negara Indonesia.

Idrus M. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta (ID): PT Erlangga.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut.

(37)

23 Kusnadi. 2010. Kebudayaan Masyarakat Nelayan. Makalah Kegiatan Jelajah Budaya. Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional. Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.

Leavitt H. 1978. Psikologi Manajemen. Jakarta (ID): PT Erlangga.

Mangkusubroto K dan Trisnadi C L. 1985. Analisa Keputusan Pendekatan Sistem dalam Manajemen Usaha dan Proyek. Bandung (ID): Ganeca Exact. Muchtar M. 2002. Fluktuasi Fosfat dan Nitrat pada Musim Peralihan di Teluk

Banten. Jurnal Perairan Indonesia Oseanografi, Biologi, dan Lingkungan. ISBN 979-8105—95-8. Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI. Jakarta.

Nicholson A, Wiryawan B, Sukmara A, Machin J, van Berkel J, Salaki L, Yulianto I, Agusta I. 2012. Strategic Environmental Assessment for Proposed Sunda Strait Spatial Plan. DANIDA, Kementrian Pekerjaan Umum.

Nazir M. 1983. Metode Penelitian. Jakarta (ID): Penerbit Ghalia Indonesia.

Parluhutan P D. 2007. Analisis Dampak Penambangan Pasir Laut terhadap Perikanan Rajungan di Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[Perda] Peraturan Daerah Kabupaten Serang No. 2 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serang Tahun 2009-2029.

[Perda] Peraturan Daerah Provinsi Banten No. 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun 2010-2030.

Resmiati T, Diana S, Astuty S. 2002. Komposisi Jenis Alat Tangkap yang Beroperasi di Teluk Banten. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran Bandung.

Robbins S. 2002. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Edisi ke-5. Jakarta (ID): Erlangga.

Simamora B. 2005. Analisis Multivariat Pemasaran. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

Simanjuntak M. 2007. Variasi Musiman Oksigen Terlarut di Perairan Teluk Banten: 1. Pola Sebaran Oksigen Terlarut. Jurnal Ilmu Kelautan volume 12 (3). ISSN 0853-7291.

Widodo J, Nurhakim S. 2002. Konsep Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Disampaikan dalam Training of Trainers on Fisheries Resource Management.

Wijaya J, Ismail A. 2007. Distribusi Horisontal Suhu Permukaan Laut dan Produktivitas Primer Perairan Teluk Banten, Provinsi Banten. Proceeding Geo-Marine Research Forum 2007.

(38)

24

Lampiran 1 Baku mutu air laut untuk biota laut

(39)

25 Lampiran 1 Baku mutu air laut untuk biota laut (Lanjutan)

BIOLOGI

Coliform (total) Patogen

Plankton

RADIO NUKLIDA

Komposisi yang tidak diketahui

MPN/100 ml sel/100 ml sel/100 ml

Bq/l

1000 (g) nihil tidak bloom

4

(Sumber : KEPMENLH NO. 51 2004)

Lampiran 2 Hasil kuisioner dan wawancara nelayan

Aspek Lingkungan Aspek lingkungan yang menjadi permasalahan utama dan hambatan dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan yaitu,

- Adanya penambangan pasir di perairan Teluk Banten, kegiatan ini sudah berlangsung lama, protes dari nelayan sudah sering terjadi, namun pihak pemerintah tidak melakukan tindakan apapun untuk menanggulanginya. - Terjadi sedimentasi, sehingga kapal berukuran besar

kesulitan untuk menambatkan kapalnya di dermaga.

- Tidak terdapatnya unit pengolah limbah cair. Limbah cair langsung di buang ke muara sungai, sehingga menyebabkan pencemaran air.

Aspek Penangkapan - Keberadaan industri di pesisir Teluk Banten menyebabkan perairan menjadi keruh, sehingga terjadi penurunan hasil tangkapan. Nelayan meluaskan cakupan daerah penangkapan ikan hingga ke luar Banten.

(40)

26

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Serang, Banten pada tanggal 29 Mei 1992 dari ayah Bambang Riyanto Hadhy dan ibu Rusmiyati. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kramatwatu dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Gambar

Gambar 1  Peta lokasi penelitian
Tabel 1 Jenis data, teknik pengambilan dan sumber data penelitian
Tabel 2 Jenis data berdasarkan tujuan penelitian
Tabel 4 Produksi dan nilai produksi ikan tahun 2009-2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

PP 28/1992, PEMBENTUKAN 8 (DELAPAN) KECAMATAN DI WILAYAH KABUPATEN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SINJAI, SOPPENG, GOWA, MAROS, DAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II UJUNG PANDANG

Saham merupakan bukti penyertaan modal dalam suatu kepemilikan saham perusahaan atau yakni surat berharga yang menunjukkan bagian kepemilikan atas suatu perusahaan, Bambang Riyanto

Setelah peneliti bercerita anak diminta oleh peneliti untuk mengulang isi cerita dengan singkat dan apa saja pesan- pesan dari cerita yang diceritakan peneliti,

Penggunaan alat berat pada proyek pekerjaan tanah untuk pematangan lahan sangat memerlukan perencanaan pemakaian alat agar pekerjaan bisa cepat dan efektif,

Prestasi belajar siswa sebelum mengkonsumsi biskuit diperoleh melalui observasi awal atau pengambilan data awal, bahwa prestasi belajar siswa SD di kecamatan

Beberapa daerah penghasil madu hutan yang terkenal di Indonesia diantaranya pulau Sumbawa, Provinsi Riau (Kawasan Hutan Taman Nasional Tesso Nilo), Provinsi Kalimantan

Model penilaian suatu saham menyatakan bahwa nilai intrinsik suatu saham adalah nilai sekarang dari penjumlahan arus kas yang diterima pemegang saham di masa datang. Arus

Ke-2. Barangsiapa yang turut serta bermain judi di jalan umum atau di suatu tempat terbuka untuk umum, kecuali jika untuk permainan judi tersebut telah diberi ijin