• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Model Bisnis Industri Premix Kernel Untuk Fortifikasi Beras Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan Model Bisnis Industri Premix Kernel Untuk Fortifikasi Beras Di Indonesia"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN MODEL BISNIS INDUSTRI PREMIX

KERNEL UNTUK FORTIFIKASI BERAS DI INDONESIA

MUJI BUDIONO

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Model Bisnis Industri Premix Kernel untuk Fortifikasi Beras di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

MUJI BUDIONO. Perencanaan Model Bisnis Industri Premix Kernel untuk Fortifikasi Beras di Indonesia. Dibimbing oleh SLAMET BUDIJANTO.

Dewasa ini defisiensi mikronutrien seperti vitamin A, zat besi, idin dan zinc menjadi masalah penting bagi kesehatan manusia. Fortifikasi merupakan program yang dapat menjadi alternatif untuk mengatasi defisiensi mikronutrien. Fortifikasi zat besi telah dilakukan melalui vehicle beras. Namun perlu dilakukan komersialisasi melalui perancangan model bisnis. Perancangan model bisnis industri premix kernel meliputi 9 elemen bisnis model kanvas serta aspek teknis dan legalisasi. Elemen bisnis model adalah customer segments, value proposition, channels, customer relationships, revenue streams, key resources, key activities, key partners, dan cost structure. Pengembangan model bisnis dilakukan dengan test the problem dan test the solution. Verifikasi model bisnis mencakup elemen value proposition dan channels. Hasil penelitian menunjukkan bahwa value proposition dari industri premix kernel adalah memiliki nilai fungsional dan solutif untuk mengatasi anemia. Channels industri ini adalah toko retail, bisnisman dan agen pengiriman barang. Harga pokok produksi untuk premix kernel sebesar Rp30 708/kg. Berdasarkan analisis kelayakan finansial NPV proyek ini sebesar Rp 4 232 255 670, IRR 24.88 %, Net B/C 3.30, BEP Rp 1 379 999 999 dan Pay Back Periode 2.16 tahun. Hasil tersebut menunjukkan bahwa industri premix kernel layak untuk dikembangkan.

(5)

ABSTRACT

MUJI BUDIONO. Premix Kernel Industry Business Model for Rice Fortification in Indonesia. Supervised by SLAMET BUDIJANTO.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

PERENCANAAN MODEL BISNIS INDUSTRI PREMIX

KERNEL UNTUK FORTIFIKASI BERAS DI INDONESIA

MUJI BUDIONO

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tugas akhir dengan judul “Perencanaan Model Bisnis Industri Premix Kernel untuk Fortifikasi Beras di Indonesia” ini berhasil diselesaikan.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Slamet Budijanto, MAgr selaku dosen pembimbing utama atas bimbingan dan nasihatnya selama menjalankan perkuliahan hingga penyelesaian tugas akhir. Ir. Sutrisno Koswara, MSi dan M Syaefudin A, STP, MSi selaku dosen penguji atas arahan dan masukannya sehingga skripsi ini lebih baik. Bapak Wiryanto, Ibu Parsem, Mba Yudi, Mas Ludi, Mba Wati dan seluruh keluarga besar atas kasih sayang, doa dan dukungannya. Teman satu bimbingan Masita Ardi K dan Yustikawati yang telah membantu dan bekerja sama selama menyelesaikan tugas akhir. Para sahabat M Abdi Manaf Z, Randy Pramuditha A, Y Indramawan, Sarah Diana, Dewi Emilia, Mima Uasha, Sahabat Soka Buntu 16 (Aga, Muksin, Farid, Sandi, Ichsan, Hilman, Yos, Anggun, Ian, dan Brahma) serta teman-teman ITP angkatan 48 lainnya atas persahabatan, semangat dan dukungannya. Keluarga besar DPPI Himitepa yang selalu memberi semangat, keceriaan, kekeluargaan dan motivasi kepada penulis. Serta semua pihak yang telah membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan serta dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu dan teknologi.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 3

Waktu dan Tempat Penelitian 3

Proses Pembuatan Premix Kernel 3

Identifikasi Bisnis Model 3

Verifikasi Bisnis Model 3

Analisis Aspek Market 3

Analisis Finansial 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Teknologi Proses Pembuatan Premix Kernel 5

Identifikasi Bisnis Model 6

Hipotesis Elemen Bisnis Model Kanvas 10

Verifikasi Bisnis Model Kanvas 12

Analisis Market 15

Analisis Finansial 18

Kelayakan Bisnis Premix Kernel 19

SIMPULAN DAN SARAN 20

Simpulan 20

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 24

(10)

DAFTAR TABEL

1 Kebutuhan ruang industri premix kernel 8

2 Penentuan harga pokok produksi 19

3 Analisis kelayakan usaha 20

DAFTAR GAMBAR

1 Ilustrasi Aktivitas Perusahaan 7

2 Desain layout industri premix kernel 7

3 Line produksi premix kernel 9

4 Hipotesis bisnis model kanvas industri pemix kernel 12 5 Presentase intensitas pembelian responden terhadap produk pangan

fungsional 13

6 Presentase tingkat kepentingan aspek teknologi dalam keputusan

pembelian 13

7 Hasil uji solusi program fortifikasi zat besi terhadap beras menurut

responden 14

8 Data hasil perbandingan harga jual sesuai pendapat responden 15 9 Bisnis Model Kanvas Industri Premix Kernel di Indonesia

(Osterwalder dan Pigneur 2015) 17

10Arus distribusi premix kernel 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Mesin dan Peralatan 24

2 Daftar Responden 27

3 Pertanyaan Wawancara 29

4 Asumsi dasar perencanaan bisnis 33

5 Perkiraan biaya investasi 34

6 Perkiraan biaya produksi 35

7 Perkiraan biaya overhead 35

8 Proyeksi laba rugi 36

9 Laporan arus kas 38

10 Angsuran Modal 40

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Undang-undang Pangan Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan menyebutkan bahwa “Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat Indonesia senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga terjangkau oleh daya beli masyarakat”. Berdasarkan definisi tersebut pangan tidak hanya aspek kuantitatif namun juga kualitatif. Aspek kualitatif erat kaitannya dengan komponen gizi yang terkandung dalam makanan.

Permasalahan pangan di dunia masih banyak ditemukan. World Health Report menyatakan bahwa masalah defisiensi mikronutrien di dunia cukup besar dan beresiko bagi kesehatan manusia. Kasus defisiensi mikronutrien terus berkembang dan menjadi masalah kesehatan yang cukup penting. Defisiensi mikronutrien terbesar yaitu vitamin A, zat besi, iodin dan zinc. Salah satu defisiensi mikronutrien yang cukup besar di Indonesia adalah defisiensi zat besi yng menyebabkan anemia gizi besi (AGB). Menurut FAO dan WHO (2006), lebih dari 2 milyar penduduk di dunia beresiko anemia gizi besi. Kasus anemia gizi besi banyak terjadi di negara berkembang. Anemia besi dapat menyebabkan kelelahan yang berdampak pada rendahnya produktivitas kerja (Dexter 1998). Oleh karena itu, diperlukan peningkatan status gizi masyarakat dengan melakukan modifikasi makanan dan penerapan teknologi yang dapat diterima masyarakat luas.

Fortifikasi mikronutrien pada produk pangan dapat menjadi alternatif untuk memecahkan masalah defisiensi mikronutrien melalui makanan pembawa (vehicles) (Schmidl dan Theodore 2000). Fortifikasi ditujukan untuk mempertahankan dan memperbaiki kualitas gizi pada makanan dengan peran utama pencegahan defisiensi (Siagian 2003). Fortifikasi zat besi merupakan salah satu fortifikasi yang bersifat wajib (mandatory) sesuai peraturan pangan di Indonesia untuk mengatasi permasalahan defisiensi zat gizi. Hal ini telah diterapkan pada produk tepung terigu (BPOM 2004).

Program fortifikasi zat besi telah banyak dilakukan pada produk pangan pembawa (vehicles) yang disesuaikan dengan pola makan penduduk setempat seperti tepung, minyak dan lainnya (Soekirman 2011). Namun untuk efektivitas fortifikasi yang dapat diterima oleh masyarakat luas harus dilakukan dengan produk yang sering dikonsumsi. Beras merupakan bahan pangan yang paling banyak dikonsumsi di masyarakat sehingga memudahkan pelaksanaan program fortifikasi. Selain itu beras memenuhi syarat sebagai makanan pembawa (vehicle). Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam fortifikasi pangan seperti harus merupakan makanan pokok ataupun makanan yang sering dikonsumsi penduduk, dapat tetap mempertahankan sifat organoleptik makanan pembawa/vehicle (rasa, warna ,tekstur dll) setelah proses fortifikasi, adanya monitoring yang tegas terhadap pelaku fortifikasi, strategi kerjasama yang konkrit antara pemerintah, non pemerintah dan swasta serta perlu peraturan untuk mendukung fortifikasi (Miller dan Ross 2013, Untoro 2000)

(12)

memiliki kelemahan yaitu mikronutrien mudah hilang karena pencucian dan pemasakan (Mannar dan Callego 2002). Teknologi hot extrusion dipilih karena menghasilkan kualitas produk yang lebih baik, biaya murah dan sederhana (Beinner et al. 2009). Hot extrusion membutuhkan suhu tinggi dalam prosesnya untuk menggelatinisasi pati dari adonan (Akdogan 1999). Fortifikasi dengan menggunakan teknologi ekstrusi sering disebut dengan premix kernel. Premix kernel merupakan butiran menyerupai beras yang mengandung mikronutrien. Karena dalam bentuk beras merupakan keuntungan tersendiri yaitu dapat meningkatkan nilai gizi tanpa mengubah kebiasaan konsumsi pangan (Kunz 2009). Teknologi beras fortifikasi perlu dikomersialisasi untuk memperluas populasi sasaran. Hal tersebut perlu dukungan organisasi internasional maupun pemerintahan (Miller dan Ross 2013). Uji coba produksi premix kernel telah dilakukan di berbagai negara seperti China, Philipina, Mexico dan India (USAID 2008). Pun demikian dilakukan di Indonesia. Namun perlu dilakukan penerapan model bisnis dan industrialisasi beras premix kernel untuk skala yang lebih besar. Perancangan bisnis model merupakan media untuk menghasilkan konsep produk yang tepat. Bisnis model kanvas digunakan sebagai alat bantu untuk mengorganisasikan ide bisnis untuk mendapatkan konsep produk yang sesuai (Osterwalder dan Pigneur 2010). Penelitian ini akan membahas perencanaan bisnis model industri premix kernel di Indonesia yang mencakup aspek pendirian pabrik dan aspek pasar industri.

Perumusan Masalah

Uji coba fortifikasi zat besi dilakukan pada beras dengan pembuatan premix kernel. Premix kernel dibuat dengan teknologi hot extrusion. Diperlukan pengembangan dan perencanaan bisnis model untuk industri premix kernel di Indonesia.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan bisnis model industri premix kernel di Indonesia dan mengubah menjadi bisnis model terverifikasi yang tepat. Tujuan lain dari penelitian ini adalah merancang pengembangan bisnis produk premix kernel sehingga dapat diaplikasikan untuk mendirikan industri.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan start up model bisnis untuk pengembangan bisnis premix kernel dan dapat dijadikan salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan defisiensi mikronutrien di Indonesia.

Ruang Lingkup Penelitian

(13)

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kampus Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor, Jawa Barat pada bulan Mei 2015 hingga Agustus 2015.

Proses Pembuatan Premix Kernel

Proses pembuatan premix dilakukan tiga tahap yaitu mixing, ekstrusi, dan pengeringan. Pembuatan premix kernel dilakukan dengan metode hot extrusion dengan tujuan untuk menghindari kehilangan mineral akibat efek pencucian dan pemasakan. Premix kernel dibuat dari formula tepung beras dengan campuran gliseril monostrearat 1 %, air 45 % serta campuran mikronutrien (mineral besi, vitamin B1, niacin, asam folat, vitamin B12 dan zinc) 6.5 %. Kemudian dilakukan ekstrusi pada set suhu 80 oC. Pengeringan dilakukan dengan continous dryer selama 15 menit.

Identifikasi Bisnis Model

Langkah awal dalam perancangan bisnis model adalah dengan memperhatikan aspek teknis yang meliputi lokasi, komposisi, area produksi, teknologi, proses produksi dan tata letak. Serta aspek legal yang mencakup business licences dan building permits (Nurmalina et al. 2010).

Bisnis model dibuat untuk mengorganisasikan suatu produk untuk menggagas bisnis di tingkat abstrak untuk kemudian diuji di tingkat nyata. Penentuan bisnis model diawali dengan menentukan 9 elemen bisnis model yaitu Customer segments, Value proposition, Channels, Customer relationships, Revenue streams, Key Resources, Key Activities, Key partners, dan Cost structure (Osterwalder & Pigneur 2015). Bisnis model ditentukan secara deskriptif dan kualitatif (Tjitradi 2015). Pengumpulan data awal dilakukan melalui telaah pustaka.

Verifikasi Bisnis Model

Verifikasi bisnis model dilakukan dengan mengumpulkan informasi dari konsumen. Metode pengumpulan informasi yang digunakan adalah metode focus group interview (Purba 2009). Metode ini mencakup pengambilan data melalui kuesioner maupun wawancara. Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah 50 orang.

Analisis Aspek Market

(14)

Analisis Finansial

Analisis finansial diperlukan untuk melihat kelayakan usaha suatu industri dari sisi ekonomi. Parameter yang digunakan adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Payback Periode (PBP), Breack Event Point (BEP) dan Net Benefit Ratio (B/C) (Nurmalina et al. 2010).

Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) merupakan metode untuk mengukur perbedaan nilai investasi sekarang dengan biaya dari masa yang akan datang. Formulasi Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat diskon yang menghasilkan nilai NPV sama dengan nol. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

�� = � + � −� × � − �

Keterangan:

i1 = Discount rate yang menghasilkan NPV positif

i2 = Discount rate yang menghasilkan NPV negatif

NPV1 = NPV positif

NPV2 = NPV negatif

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net B/C merupakan rasio antara jumlah present value yang bernilai positif dengan jumlah present value yang bernilai negatif. Bisnis dinyatakan layak apabila memiliki Net B/C lebih besar dari satu dan dinyatakan sebaliknya apabila nilainya kurang dari satu. Secara umum dirumuskan sebagai berikut:

(15)

Ct = Biaya pada tahun ke t t = Tahun kegiatan usaha i = Discount rate (%) Pay Back Period (PBP)

Pay Back Period (PBP) merupakan perhitungan waktu yang digunakan untuk mengembalikan investasi awal. Secara matematis, PBP dapat ditentukan dengan rumus berikut:

= +

+ − +

Keterangan;

n = periode investasi pada saat nilai kumulatif Bt-Ct negatif yang terakhir m = nilai kumulatif Bt-Ct negatif yang terakhir

Bn = manfaat bruto pada tahun ke-n Cn = biaya bruto pada tahun ke-n Break Even Point (BEP)

Break Even Point (BEP) merupakan titik dimana nilai usaha tidak menderita kerugian. Total biaya produksi sama dengan total pendapatan atau sering disebut dengan titik impas. Secara matematis dapat dirumuskan:

� = � � �

−� � � �� � � �

HASIL DAN PEMBAHASAN

Teknologi Proses Pembuatan Premix Kernel

Teknologi hot extrusion digunakan dalam pembuatan premix kernel untuk program fortifikasi beras. Hot extrusion dilakukan dengan melewatkan adonan tepung beras, campuran bahan fortifikasi, dan air melewati ekstruder ulir kemudian dipotong dengan cutter pada ekstruder menjadi butiran beras artifisial. Teknologi hot extrusion dipilih karena lebih efektif. Mineral yang difortifikasi lebih homogen dan tidak mudah tereduksi. Suhu yang digunakan pada proses ini adalah 70o– 110

oC yang bersumber dari jaket pemanas. Teknik pembuatan beras ekstrusi telah

banyak diaplikasikan sebelumnya di China dan Philipina (USAID 2008). Ekstruder yang digunakan dalam proses pembuatan beras artifisial ini adalah ekstruder ulir ganda (twin-screw extruder).

(16)

Fortifikan yang digunakan terdiri dari mineral besi, vitamin B1 (thiamin), niacin, asam folat, vitamin B12, dan zinc.

Tahap pertama dilakukan pencampuran bahan kering selanjutnya ditambahkan air hingga merata. Tahapan mixing dilakukan hingga semua bahan homogen yaitu selama 15-20 menit. Tahap berikutnya dilakukan proses ekstrusi pada suhu 80 oC. Setelah proses ekstrusi selesai, tahap selanjutnya adalah

pengeringan dengan continous dryer suhu 50 oC hingga kadar air mencapai 13 % selama 15 menit.

Produk premix kernel dapat disalurkan dalam dua bentuk yaitu beras fortifikasi dan premix kernel. Beras fortifikasi adalah beras biasa ataupun beras lokal (non-fortified) yang dicampur premix kernel dengan perbandingan 100:1 (Matthias 2008, de Pee 2014). Premix kernel merupakan campuran vitamin dan mineral yang berbentuk butiran beras. Perbandingan 100:1 dilakukan agar biaya produksi tidak terlalu tinggi dan dapat diterima konsumen. Harga yang tidak terlalu tinggi menjadi salah satu keunggulan selain keunggulan gizinya (Matthias 2008).

Identifikasi Bisnis Model

Bisnis model menjelaskan tentang pemikiran dasar suatu industri/oganisasi didirikan. Melalui bisnis model dapat dilihat bahwa suatu nilai/produk dapat diproduksi dan menjamin target konsumen memiliki akses terhadap produk. Bisnis model dapat digunakan sebagai alternatif strategi perusahaan dalam menentukan kelayakan usaha. Dalam mendesain bisnis model perlu diperhatikan aspek-aspek penting terkait pasar seperti aspek teknis, legalitas dan lingkungan.

Aspek Teknis

(17)

Gambar 1 Ilustrasi Aktivitas Perusahaan

Gambar 2 Desain layout industri premix kernel Keterangan:

A = Sumber air

B = Penyimpanan bahan baku C = Line produksi

D = Laboratorium E = Ruang pengemasan

F = Ruang penyimpanan produk G = Penanganan limbah

(18)

I = Mushola J = Kantor K = Parkir area

Tabel 1 Kebutuhan ruang industri premix kernel

Aspek teknis yang lain adalah rancangan pabrik. Perlu dilakukan penyusunan tata letak agar produksi lebih efektif dan efisien. Tata letak dapat ditentukan berdasarkan proses maupun produk. Pada kasus ini sistem yang digunakan adalah tata letak berdasarkan produk. Hal tersebut karena mesin dan peralatan disusun untuk satu lini produk dan digunakan oleh satu produk dengan skala yang besar. Gambar 1 dan 2 menunjukkan perencanaan ruang dan perlengkapan perusahaan. Tata ruang perusahaan terdiri dari tiga fasilitas utama yaitu fasilitas produktif, non produktif dan pendukung (Griffin dan Ebert 2006). Bagian yang termasuk fasilitas produktif ialah ruang produksi, gudang bahan baku, dan laboratorium. Fasilitas non produktif dalam perencanaan adalah ruang pengemasan dan penyimpanan. Sedangkan fasilitas pendukung yang disediakan adalah kantor, toilet, area parkir dan mushola.

Penentuan tata letak atau aliran bahan perlu dipertimbangkan dalam pendirian industri (Machfud dan Agung 1989). Sistem tata letak yang digunakan pada produksi beras fortifikasi adalah sistem garis lurus (straigth line) atau one stage production. Pola aliran garis lurus banyak diaplikasikan pada proses produksi yang pendek (Mahfud dan Agung 1989). Model ini digunakan karena operasi yang digunakan cukup sederhana dan tidak membutuhkan banyak peralatan dan sedikit komponen. Model ini juga cukup banyak diaplikasikan pada industri (Gibson et al. 1995).

No Ruang Dimensi (m2)

1 Ruang Produksi 30 x 15 2 Gudang bahan baku 10 x 6

3 Laboratorium 10 x 6

4 Ruang pengemasan 10 x 6 5 Ruang penyimpanan 10 x 6

6 Toilet 5 x 5

7 Mushola 7 x 5

8 Kantor 7 x 10

(19)

Gambar 3 Line produksi premix kernel

Aspek legalitas dan lingkungan

Aspek legalitas dibutuhkan untuk memastikan kelayakan suatu industri dijalankan. Karena jika industri tidak layak dijalankan dapat diberhentikan oleh pihak berwenang. Aspek legalitas mencakup hukum yang mengatur tingkah laku usaha. Sebelum melakukan kegiatan usaha, perusahaan berkewajiban untuk memenuhi dokumen penunjang usaha untuk melindungi perusahaan. Dokumen yang dibutuhkan seperti izin lokasi, izin mendirikan bangunan (IMB), dan pajak bangunan. Aspek legal lainnya yang pelru dilakukan terkait peredaran produk yaitu perizinan dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Pendaftaran produk pangan ke BPOM dilakukan secara manual dengan mengisi formulir dan melakukan pembayaran Rp 3 000 000 untuk mendapatkan nomor registrasi MD (produk dalam negeri). Berikut merupakan persyaratan pendaftaran nomor registrasi MD:

1. Sertifikat / Pendaftaran Merek 2. Sampel

3. Komposisi 4. Proses Produksi

5. Spesifikasi Kemasan dan Bahan Baku 6. Hasil Laboratorium produk

7. PSB Pemeriksaan Sarana Balai (dari BPOM Setempat) 8. Foto copy KTP Direktur

9. Foto copy Akta Pendirian Perusahaan 10. Foto copy Domisili, NPWP, SIUP, TDP

11. Foto copy Ijin Usaha Industri / Tanda Daftar Industri (untuk MD) 12. Foto copy Undang-undang Gangguan (untuk MD) (BPOM 2015).

(20)

analisis dampak lingkungan adalah teknik untuk menganalisis proyek yang dijalankan mencemari lingkungan atau tidak mencemari (Kasmir dan Jakfar 2010).

Hipotesis Elemen Bisnis Model Kanvas

Bisnis model kanvas merupakan media yang disusun untuk menggagas ide bisnis dan biasa digunakan oleh pemula usaha (start-up) untuk fokus pada pengembangan nilai secara efektif dan efisien. Terdapat sembilan elemen pada bisnis model kanvas. Berikut merupakan hipotesis awal bisnis model kanvas industri premix kernel:

Customer segments

Customer merupakan pihak yang memberikan kontribusi dalam hal peningkatan pendapatan bagi perusahaan. Elemen ini merupakan sasaran yang ingin dijangkau oleh perusahaan. Hipotesis awal customer segments industri premix kernel ini adalah masyarakat indonesia secara luas. Namun terdapat sasaran khusus ialah masyarakat yang menderita anemia gizi besi (AGB). Kalangan masyarakat kelas menengah ke atas yang peduli terhadap pangan kesehatan juga menjadi sasaran produk premix kernel.

Value proposition

Elemen ini menggambarkan solusi ataupun keunggulan produk. Tujuan utamanya adalah kepuasan konsumen. Proporsi nilai merupakan gabungan dari manfaat dan keunggulan perusahaan yang ditawarkan kepada konsumen (Osterwalder dan Pigneur 2010). Produk premix kernel ini memiliki keunggulan teknologi dan nilai fungsional. Premix kernel ini dibuat dengan teknologi yang sama dengan beras artifisial yaitu menggunakan teknologi hot extrusion. Nilai fungsional yang didapat dari produk ini adalah memiliki kadar zat besi lebih tinggi dari beras pada umumnya sehingga dapat dikonsumsi oleh penderita anemia besi ataupun untuk mencegahnya.

Channels

(21)

Customer Relationships

Elemen ini merupakan usaha yang dilakukan oleh pihak perusahaan untuk menjaga hubungan baik dengan konsumen. Hubungan konsumen dapat dibangun dengan tiga prinsip menurut Blank dan Dorf (2012) yaitu “Get, Keep, and Grow”. Get digunakan untuk mendapatkan konsumen yang dilakukan dengan promosi berbagai media seperti iklan melalui media massa. Keep dengan cara menjaga kontak dengan kosumen melalui layanan konsumen. Grow dengan mempermudah akses pembelian dan distribusi produk.

Revenue Streams

Revenue streams merupakan elemen yang cukup vital. Elemen ini menggambarkan uang tunai yang didapatkan oleh perusahaan. Pendapatan yang dihasilkan oleh industri premix kernel ini berasal dari penjualan langsung maupun tidak langsung kepada konsumen. Revenue streams yang diharapkan adalah penjualan produk langsung maupun dengan cara berlangganan. Dalam satu tahun diperkirakan mendapat pemasukan dari produksi 486 ton/tahun dengan harga Rp 400/10 gram premix kernel atau Rp 40 943.67 per kilogram.

Key Resources

Key resources merupakan elemen yang meggambarkan aset-aset ataupun sumber daya yang dimiliki perusahaan dalam menghasilkan value proposition yang ditawarkan serta meningkatkan pendapatan. Sumber daya dapat berupa sumber daya finansial seperti modal. Sumber daya investasi berupa peralatan dan bahan baku. Serta sumber daya intelektual berupa formulasi produk.

Key Activities

Key activities merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk menunjang keberhasilan perusahaan dalam mewujudkan value proposition. Aktivitas yang penting dalam bisnis premix kernel ini adalah pengelolaan bahan baku dan supply chain untuk menjaga ketersediaan bahan baku. Selain itu juga dilakukan penelitian untuk mendapatkan produk yang optimal. Serta peningkatan pemasaran dengan berbagai media. Untuk mendapatkan kepuasan dan kepercayaan konsumen, perusahaan perlu melakukan sertifikasi seperti Halal dari LPPOM MUI dan HACCP.

Key Partnership

Key partnership merupakan mitra kerja sama dalam menjalankan perusahaan. Perusahaan membentuk mitra dengan tujuan mengoptimalkan model bisnis dan memperoleh sumber daya. Partnership dapat meningkatkan performa perusahaan. Menjalin kerja sama dengan partner (supplier) dapat menekan biaya produksi (Dewobroto 2013). Mitra kerja produk premix kernel adalah supplier mikronutrien, BULOG dan Balai Penelitian Pasca Panen. Banyak studi yang menganjurkan bahwa kerja sama supplier dan pengembangan produk menghasilkan dampak positif bagi industri (Bombaywala dan Andra 2014).

Cost Structure

(22)

produksi, dan biaya operasional. Struktur biaya diperlukan untuk membentuk value yang dapat diterima konsumen. Selain itu dibutuhkan pula biaya promosi untuk meningkatkan pasar.

Gambar 4 Hipotesis bisnis model kanvas industri pemix kernel

Verifikasi Bisnis Model Kanvas

Pengujian Masalah

Tahap lanjutan dari pembuatan hipotesis bisnis model adalah pengujian masalah. Tahap ini dilakukan melalui survei/wawancara kepada 50 responden calon pembeli untuk menguji model bisnis yang dilakukan (Blank dan Dorf 2012). Pengujian masalah dilakukan untuk memverifikasi hipotesis awal dari bisnis model serta untuk mendapatkan informasi pengetahuan responden terhadap produk. Berdasarkan wawancara yang dilakukan ditemukan bahwa sebanyak 22 % responden sering mengonsumsi produk pangan fungsional, 54 % di antaranya kadang-kadang dan sisanya menyatakan tidak pernah mengonsumsi. Betoret et al.

Key Partners

(23)

(2011) menyatakan bahwa dalam satu dekade terakhir kepedulian manusia terhadap kesehatan meningkat. Konsumen mulai percaya bahwa makanan dapat mempengaruhi tingkat kesehatan.

Berdasarkan informasi intensitas pembelian diperoleh calon konsumen potensial untuk melanjutkan uji masalah. Uji masalah lanjutan ini ditemukan masalah pada elemen bisnis model yaitu value proposition. Hipotesis awal menyatakan bahwa value proposition produk premix kernel adalah nilai fungsional dan aspek teknologi. Value proposition pertama adalah nilai fungsional produk. Dalam wawancara ini uji masalah mengarahkan konsumen terhadap program yang solutif untuk mengatasi masalah defisiensi zat besi terkait dengan nilai fungsional produk. Responden menyatakan bahwa program fortifikasi zat besi pada beras lebih solutif dalam mengatasi defisiensi zat besi. Nilai proporsi terkait aspek teknologi diuji dengan melihat tingkat kepentingannya terhadap keputusan pembelian. Setelah dilakukan uji masalah didapatkan value proposition berupa aspek teknologi tidak terlalu berpengaruh. Berdasarkan tingkat kepentingan dalam keputusan pembelian, teknologi tidak terlalu penting sehingga dapat dihilangkan dari value proposition.

22%

54%

24% Sering

Kadang-kadang

Tidak Pernah/Tidak Tahu

0%

16%

46% 38%

0%

Sangat penting

Penting

Cukup penting

Tidak penting

Sangat tidak penting

Gambar 5 Presentase intensitas pembelian responden terhadap produk pangan fungsional

(24)

Hasil pengujian masalah pada poin channels dapat dipertahankan yaitu dengan melakukan penjualan di berbagai retailer (Giant, Alfamidi, Indomaret dan lainnya). Selain itu dengan konsep “B to B” memudahkan pemasaran produk. Hal ini terkait dengan tingkat kepentingan lokasi untuk mendapatkan produk. Hasil wawancara menyatakan bahwa 62 % responden menyatakan tempat penjualan produk sangat penting, 26 % lainnya menyatakan penting dan 12 % menyatakan cukup penting. Menurut Aji dan Widodo (2010), lokasi penjualan dapat mempengaruhi perilaku konsumen. Lokasi penjualan dipengaruhi beberapa faktor seperti kemudahan dijangkau serta kemudahan distribusi.

Pengujian Solusi

Pengujian solusi bertujuan untuk memastikan asumsi-asumsi dari hipotesis bisnis model dapat menyelesaikan masalah. Tahapan ini masih berkaitan dengan pengujian masalah. Pengujian solusi diberikan terkait elemen value proposition dan channels. Bentuk pengujian terkait solusi value proposition adalah melalui jawaban responden terkait solutif atau tidaknya program fortifikasi ini.

Sebanyak 62 % responden menyatakan bahwa program fortifikasi ini memberikan solusi kesehatan untuk mengatasi kekurangan zat besi. Menurut Hotz et al. (2008), program fortifikasi zat besi mampu meningkatan status gizi pada wanita dan mengatasi anemia gizi besi. Uji solusi dilakukan juga untuk menentukan harga jual yang diterima konsumen. Harga jual dilakukan dengan pendekatan produk beras fortifikasi. Hasil pengujian solusi harga jual diperoleh 56 % responden setuju apabila beras fortifikasi dijual pada kisaran harga Rp 9 000 hingga Rp 10 000, sebanyak 20 % setuju dengan harga Rp 10 000 hingga Rp 12 000 serta sebanyak 24 % setuju dengan harga Rp 8 000 hingga Rp 9 000. Jika produk disalurkan melalui beras fotifikasi maka diperkirakan harga per kilogram beras fortifikasi yang sesuai dengan keinginan konsumen adalah pada kisaran Rp 9 000 hingga Rp 10 000. Sedangkan untuk premix kernel ditetapkan harga jual Rp 400/10 gram produk atau Rp40 943.67 per kilogram.

Hasil pengujian lain menyatakan bahwa faktor-faktor yang penting dalam pengambilan keputusan pembelian adalah desain kemasan, lokasi penjualan produk

62% 10%

28%

Ya

Tidak

Ragu-ragu

(25)

(kemudahan mendapatkan produk), nilai fungsional produk, harga jual, serta penampilan produk.

Verifikasi Model Bisnis

Verifikasi dilakukan untuk perbaikan model bisnis kanvas agar menjadi lebih layak. Verifikasi dilakukan sesuai hasil uji masalah dan solusi. Hasil verifikasi model bisnis ini dilakukan pada elemen-elemen yang terdapat ketidaksesuaian. Elemen value proposition akan mengunggulkan aspek nilai fungsional produk. Selain itu pada elemen channels, kemudahan mendapatkan produk menjadi penting sehingga ditambahkan agen (distributor) untuk meningkatkan jangkauan pemasaran. Dengan menambahkan agen dapat mempermudah penjualan produk dan lebih tepat sasaran. Efek perubahan pada elemen channels juga mempengaruhi elemen key partnership yakni dengan ditambahkan mitra jasa distribusi atau jasa pengiriman untuk menyalurkan produk kepada agen sebelum sampai konsumen. Hasil verifikasi bisis model dapat diilustrasikan pada Gambar 8.

Analisis Market

Analisis STP (Segmentation, Targeting dan Positioning)

Penentuan strategi STP yang tepat dapat meghasilkan keuntungan yang besar bagi perusahaan. Pemasaran dapat dikatakan baik jika strategi STP baik. Segmentasi yang efektif, targeting dan positioining yang strategis dapat menciptakan daya saing yang baik di pasar (Purba 2009).

1. Segmentation

Segmentation diperlukan untuk membagi konsumen dalam beberapa kelompok untuk mendapatkan keuntungan. Dasar segmentasi pasar ada dua macam yatu karakteristik konsumen dan situasi pembelian (Purba 2009). Pada kasus ini segmentasi pasar didasarkan pada karakteristik konsumen (consumer characteristic). Variabel pada segmentasi berdasar karakteristik konsumen terdiri atas faktor geografis, demografis dan psikografis (Kotler 2003). Segmentasi produk premix kernel ini berdasar pada faktor psikografis yaitu konsumen yang peduli terhadap kesehatan dan gaya hidup.

20%

56% 24%

8 000 - 9 000

9 000 - 10 000

10 000 - 12 000

(26)

2. Targeting

Target pasar diperlukan untuk memilih/menyeleksi satu atau lebih kelompok pasar yang memiliki prospek baik dan dianggap paling potensial untuk mendapatkan keuntungan. Targeting diidentifikasi setelah dilakukan identifikasi peluang pasar atau segmentasi pasar (Kasali 2003). Targeting dirancang untuk mendapatkan potensi penjualan yang besar (Shinta 2011). Target pasar premix kernel ini adalah masyarakat menengah ke atas yang peduli terhadap kesehatan serta yang mengalami anemia gizi besi.

3. Positioning

Positioning sering digunakan untuk menunjukkan keunggulan produk yang disesuaikan dengan keinginan konsumen. Menentukan posisi pasar berarti menyatakan posisi yang kompetitif untuk produk maupun pasar (Kasmir dan Jakfar 2010). Positioning dilakukan setelah menentukkan sasaran pasar (segmentasi). Positioning yang diterapkan dalam bisnis ini adalah berdasarkan manfaat produk. Premiks kernel memiliki nilai fungsional lebih yaitu kandungan mikronutrien yang lebih tinggi dari produk sejenis.

Bauran Pemasaran (Market Mix Development)

Pemasaran merupakan proses suatu perusahaan menciptakan nilai untuk konsumennya dan membentuk relasi untuk meningkatkan keuntungan. Perencanaan pemasaran merupakan usaha untuk merencanakan, implementasi serta mengendalikan kegiatan pasar secara efektif dan efisien (Shinta 2011). Menurut Pearce dan Robinson (1997), bauran pemasaran merupakan media bagi pemasar yang terdiri atas berbagai unsur yang perlu dipertimbangkan untuk kepentingan implementasi strategi pasar. Berikut ini merupakan bauran pemasaran premix kernel dengan analisis 4P (Product, Price, Promotion dan Placement).

1. Product

Produk premix kernel merupakan contoh inovasi teknologi. Premix kernel ini diproduksi dengan teknologi hot extrusion. Selain aspek teknologi, nilai fungsional dari produk menjadi keunggulan lain dan mampu memberikan dampak baik bagi kesehatan masyarakat. Produk yang ditawarkan yaitu dalam bentuk premix kernel, butiran menyerupai beras yang mengandung campuran mikronutrien berupa mineral besi, vitamin B1 (thiamin), niacin, asam folat, vitamin B12, dan zinc.

2. Price

Price merupakan informasi mengenai harga dan nilai produk. Harga merupakan suatu nilai guna untuk pertukaran/transaksi yang dibayarkan konsumen untuk mendapat barang/jasa. Harga produk yang ditawarkan untuk premix kernel adalah Rp 40 493.67 per kg.

3. Promotion

(27)

4. Placement

Media distribusi dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Distribusi langsung dilakukan dengan menjual di retailer maupun supermarket sehingga konsumen dapat memperoleh produk secara langsung. Saluran distribusi yang digunakan merupakan saluran distribusi kompetitif dengan tujuan meningkatkan keuntungan perusahaan. Produsen premix kernel dapat menyalurkan melalui BULOG untuk dijadikan beras fortifikasi ataupun industri-industri beras dan selanjutnya dipasarkan. Ataupun disalurkan kepada perusahaan pangan yang bergerak di bidang pangan untuk kesehatan atau fortifikasi melalui konsep ”B to B”. Berikut merupakan jalur distribusi produk premix kernel:

Key Partners

Penjualan produk secara langsung dan melalui biaya distribusi berlangganan

(28)

Gambar 10 Arus distribusi premix kernel

Analisis Finansial

Analisis finansial bertujuan memilih alternatif pembiayaan melalui prakiraan biaya dan manfaat kelayakan. Analisis finansial mengacu pada pencapaian biaya minimum (Hadiguna 2009). Analisis finansial merupakan tahapan yang sangat penting dalam menentukan kelayakan suatu bisnis dari sisi ekonomi (Ferreira 2012). Biaya merupakan komponen kelayakan usaha yang perlu dipertimbangkan. Analisis finansial bertujuan untuk menentukan perencanaan investasi dengan memperhitungkan biaya dan manfaat dan membandingkan pengeluaran serta pendapatan (Sutoyo 2003). Untuk mendapatkan perhitungan tersebut diperlukan asumsi-asumsi yang menjadi dasar perhitungan. Asumsi yang digunakan harus disesuaikan dengan kondisi saat analisis finansial dilaksanakan untuk studi kelayakan usaha (Purwoko dan Yandra 2013).

Analisis finansial diawali dengan menentukan biaya investasi. Biaya investasi meliputi komponen biaya alat produksi, biaya peralatan perkantoran, biaya bangunan dan infrastruktur serta biaya legalisasi dengan total Rp 4 010 905 000. Investasi perusahaan yang dimiliki akan mengalami penyusutan sehingga diperlukan perhitungan biaya penyusutan. Total biaya penyusutan dari aset perusahaan premix kernel adalah sebesar Rp 312 500 000.

Selanjutnya dilakukan perhitungan biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendukung jalannya bisnis. Biaya operasional meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya stabil sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang menyesuaikan proses produksi. Biaya tetap yang dibutuhkan selama satu tahun adalah Rp1 434 000 000. Rincian biaya operasional dapat dilihat pada lampiran. Biaya tetap meliputi tenaga kerja, utilitas, serta administrasi kantor. Biaya variabel yang dibutuhkan sebesar Rp13 177 468 500. Biaya variabel meliputi bahan baku produksi seperti tepung beras, GMS, air, mikronutrien (mineral dan vitamin) dan kemasan.

Biaya penyusutan, biaya produksi dan biaya operasional digunakan untuk menentukan harga pokok produksi (HPP). Rincian perhitungan harga pokok produksi adalah sebagai berikut:

(29)

Tabel 2 Penentuan harga pokok produksi

Harga pokok produksi per kilogram premix kernel adalah Rp30 708 sehingga untuk konsep produk per 10 gram adalah Rp 307.08. Kemudian jika dikemas dalam bentuk beras fortifikasi dengan perbandingan 100:1 untuk beras dan premix akan didapatkan HPP Rp8 807.08. Berdasarkan perhitungan ditentukan harga jual untuk produk premix kernel (fortified kernels) dengan formula berikut:

� � = � � �� ��

= − .

= . �

Mark up yang diharapkan pada industri ini adalah 25 % sehingga harga jual untuk Premix kernel per 10 gram adalah Rp 409.44 atau mendekati Rp 400.

Kelayakan Bisnis Premix Kernel

Studi kelayakan bisnis digunakan untuk melihat dapat atau tidaknya suatu pendirian usaha dilaksanakan dengan berhasil. Kelayakan bisnis dapat dilakukan pada usaha yang sudah berjalan maupun dalam tahap perencanaan. Studi kelayakan dalam tahap perencanaan dilakukan untuk membuat keputusan investor (Jumingan 2011). Studi kelayakan yang dilakukan pada produksi premix kernel ini adalah studi kelayakan perencanaan. Kriteria layak mencakup kemungkinan bisnis memberikan benefit yang ditinjau dari aspek keuangan dan sosial (Halim 2012)

Aspek ekonomis meliputi Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Payback Periode (PP), Breack Event Point (BEP) dan Net Benefit Ratio (B/C). Konsep tersebut dapat diselesaikan melalui konsep time value of money yakni mengenai tingkat diskon di masa sekarang dan tingkat diskon di masa yang akan datang (Halim 2012). Teknik analisis kelayakan melibatkan proyeksi net cash flow karena teknik ini mampu memenuhi konsep time value of money.

(30)

Tabel 3 Analisis kelayakan usaha

Net Present Value merupakan seluruh aliran kas bersih yang dibandingkan dengan faktor diskon. Berdasarkan perhitungan arus kas didapatkan nilai NPV sebesar Rp 4 232 255 670. Nilai NPV positif menunjukkan industri layak untuk dilaksanakan. Internal Rate of return merupakan hasil bunga sebenanya yang dihasilkan oleh investasi. Jika nilai IRR lebih besar dari diskon faktor maka usaha layak didirikan. Hasil perhitungan menunjukkan nilai IRR sebesar 24.88 % sedangkan diskon faktor yang berlaku adalah 11.50 % yang artinya jika uang diinvestasikan untuk mendirikan perusahaan premix kernel ini dapat memberikan nilai keuntungan yang lebih tinggi daripada diinvestasikan di bank sehingga usaha premix kernel layak untuk didirikan. Faktor berikutnya yang perlu diperhatikan adalah nilai payback periode yang mana menunjukkan jangka waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikkan seluruh investasi yang dikeluarkan. Payback periode industri ini adalah 2.16 tahun. Nilai NPV yang semakin positif akan menunjukkan waktu pengembalian semakin cepat. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah nilai Net B/C yakni perbandingan nilai benefit masa ini dengan biaya. Nilai investasi dikatakan layak apabila memiliki nilai Net B/C lebih besar atau sama dengan satu. Industri premix kernel ini memilki nilai Net B/C sebesar 3.30 yang artinya setiap biaya Rp 1 yang dikeluarkan akan mendapatkan tingkat keuntungan sebesar Rp 3.30 sehingga bisnis premix kernel ini layak untuk didirikan. BEP proyek ini bernilai Rp 1 379 999 999 dan BEP dalam produk (kg) adalah 8293.27 kg.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Industri premix kernel untuk program fortifikasi beras merupakan industri yang cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Berasfortifikasi merupakan campuran beras lokal (non fortified) dan premix kernel dengan perbandingan 100:1. Hal ini terkait dengan kasus defisiensi mikronutrien khususnya zat besi sehingga industri ini mampu menjadi solusi untuk pencegahan defisiensi zat besi. Bisnis model kanvas digunakan untuk mengorganisasikan nilai tambah dari produk premix kernel sehingga mendapatkan keuntungan. Hasil identifikasi model bisnis kanvas menunjukkan elemen value proposition dan channels menjadi elemen yang cukup penting untuk industri premix kernel ini. Value proposition industri premix kernel ini adalah memiliki nilai fungsional dan solutif untuk mengatasi kesehatan. Elemen channels meliputi retail (Alfamart,

(31)

Indomaret, Giant dan sebagainya) dan agen distribusi. Hasil analisis finansial menunjukkan nilai harga pokok produksi untuk produk Premix kernel adalah Rp 30 708 dengan mark up 25 % didapatkan harga jual Rp 40 943.67 per kilogram produk. Studi kelayakan dilakukan dengan melakukan analisis finansial mencakup NPV, IRR, Net B/C dan PBP. Analisis finansial menunjukkan bahwa nilai NPV bernilai Rp 4 232 255 670, IRR 24.88 %, Net B/C sebesar 3.30, BEP Rp1 379 999 999 dan Payback Periode 2.16 tahun. Berdasarkan analisis tersebut bisnis dinyatakan layak untuk didirikan.

Saran

Perlu dilakukan validasi model bisnis yang telah dibuat dengan melihat ukuran pasar yang disesuaikan dengan elemen model bisnis yang ada sehingga model bisnis terverifikasi sempurna. Serta harus dilakukan evaluasi model bisnis karena model bisnis terus berkembang dan berubah-ubah. Studi kelayakan bisnis juga diperlukan untuk meninjau layak atau tidaknya suatu industri untuk didirikan. Tidak hanya melalui aspek finansial namun juga perlu kelayakan aspek hukum, sosial, dan lingkungan. Perlu dilakukan analisis sensitivitas untuk mengetahui kelayakan aspek finansial terhadap perubahan parameter finansial akibat ketidakpastian di masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Aji JMM dan Agung W. 2010. Perilaku konsumen pada pembelian beras bermerk di Kabupaten Jember dan faktor yang mempengaruhinya. J Sos Eko Pert. 4 (3) : 12-24.

Akdogan, H. 1999. High moisture food extrussion. Intl J of Food Scie and Tech. 34: 195-207.

Apple, JM. 1977. Plant Layout and Material Handling. United State of America : Ronald Press Company.

Beinner MA, Gustavo VM, Milene CP dan Ted G. 2009. Iron-fortified rice is as efficacious as suplemental iron drops in infants and young children. J of Nutr. 49-53 Doi : 10.3945/jn.1.09.112623.

Betoret E, N Betoret, D Vidal, dan P Vito. 2011. Functional food developments : trends and technology. Trends in Food Sci and Tech. 22 (9):598-508.

Bigliardi, B dan Fransesco G. 2013. Innovation trends in the food industry : the case of functional foods. Trends in Food Sci and Tech. 31 : 118-129.

Blank, Steve dan Dorf, Bob. 2012. The Startup Owner’s Manual: The Step by Step Guide for Building a Great Company. United State of America : and S Ranch, Inc. Publisher.

Bombaywala M dan Andra Riandita. 2014. Stakeholders’ collaboration on innovation in food industry. Procedia Soc and Behavioral Sci. 169 : 395-399. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan (ID). 2004. Kebijakan dan Program

(32)

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan (ID). 2015. Izin Pendaftaran MD [internet] http://www.permatamas.com/?Izin_BPOM_MD%2FML (diakses 26 September 2015).

De Pee, S. 2014. Proposing nutrients and nutrients levels for rice fortification. Annals of The New York Acad of Sci. 1324:55-66 Doi : 10.1111/nyas.12478. Dewobroto, WS. 2013. Penggunaan business model canvas sebagai dasar untuk

menciptakan alternatif strategi bisnis dan kelayakan usaha. J Teknol Indust. ISSN:1411-6340.

Dexter, PB. 1998. Rice Fortification for Developing Countries. Department of Food Science, University of Arkansas.

[FAO dan WHO] Food and Agriculture Organization dan World Health Organization. 2006. Guidelines on food fortifications with micronutrients. France : WHO Press.

Ferreira, Diogo. 2012. Financial Projection Based on Business Model Canvas. Lisboa (PT) : Computer and Engineering, Lisboa University.

Gibson, P, G Greenhalgh dan R Kerr. 1995. Manufacturing Management: Principles and Concepts. London (UK) : Chapman & Hall.

Griffin WR dan Ebert RJ. 2006. Bisnis. Jakarta (ID) : Erlangga.

Hadiguna RA. 2009. Manajemen Pabrik : Pendekatan Sistem untuk Efisiensi dan Efektivitas. Jakarta (ID) : Bumi Aksara.

Halim Abdul. 2012. Analisis Kelayakan Investasi Bisnis : Kajian dari Aspek Keuangan. Jakarta (ID) : Graha Ilmu.

Hotz C,Maribel P, German O, Armando GG, Terry E, Shirley J, dan Ted G. 2008. Efficacy of iron-fortifed ultra rice in improving the iron status of women in Mexico. Food and Nutr Bul. 29(2) : 140-149.

Jumingan. 2011. Studi Kelayakan Bisnis : Teori dan Pembuatan Proposal Kelayakan. Jakarta (ID) : Bumi Aksara.

Kasali Rhenald. 2003. Manajemen Public Relations Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta (ID) : Pustaka Utama Grafiti.

Kasmir dan Jakfar. 2010. Studi Kelayakan Bisnis Edisi Kedua. Jakarta (ID) : Kencana Prenada Media Group.

Kotler P. 2003. Manajemen Pemasaran Edisi ke-11 Jilid I. Molan B. Penerjemah. Jakarta (ID) : PT Indeks Kelompok Gramedia.

Kunz R. 2009. A breakthrough in rice fortification [internet] http://www.buhlergroup.com/global/downloads/Breakthrough_in_Rice_Fortif ication.pdf (diakses 5 Maret 2015).

Mannar V dan Errick BG. 2002. Iron fortification : country experiences and lessons learned. J of Food Nutr. 132 (44).

Matthias D. 2008. Introduction of fortified rice using the ultra rice technology frequently asked technical question. PATH pada Oktober 2008.

Miller DDM dan Ross MW. 2013. Food system strategies for preventing micronutrient malnutrition. Food Policy. 42 : 115-128.

Machfud dan Agung Y. 1989. Perancangan Tata Letak pada Industri Pangan. Bogor (ID) : Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor.

Nurmalina R, Titin S, Arif K. 2011. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor (ID): Departemen Agribisnis FEM-IPB.

(33)

Osterwalder dan Pigneur. 2015. Business Model Canvas Poster. [internet] http://businessmodelgeneration.com/downloads/business_model_canvas_post er.pdf (diakses 26 Juni 2015).

Pearce J dan Robinson R. 1997. Manajemen Strategik Jilid I. Jakarta (ID) : Binarupa Aksara.

Purba HH. 2009. Inovasi Nilai Pelanggan dalam Perencanaan dan Pengembangan Produk : Aplikasi Strategi Samudera Biru dalam Meraih Keunggulan. Jakarta (ID) : Graha Ilmu.

Purwoko dan Yandra A. 2013. Kelayakan industri kerupuk jamur tiram di Kabupaten Bogor. J Teknol Ind Pert. 13 (3) : 83-91.

Siagian, A. 2003. Pendekatan fortifikasi pangan untuk mengatasi kekurangan zat gizi mikro [internet] http://www.library.usu.ac.id/ (tanggal akses 4 Maret 2015).

Schmidl MK dan Theodore PL. 2000. Essentials of Functional Foods. Maryland (US) : Aspen Publishers Inc.

Shinta A. 2011. Manajemen Pemasaran. Malang (ID) : Universitas Brawijaya Press. Sutoyo S. 2003. Studi Kelayakan Proyek : Konsep dan Teknik. Jakarta (ID) : Badan

Penerbit LPPM.

Tjitradi, EC. 2015. Evaluasi dan perancangan model bisnis berdasarkan business model canvas. AGORA. 3 (1) : 8-16.

Untoro, Rachmi. 2000. Masalah Gizi Mikro di Indonesia dan Potensi Penanggulangannya. Komisi Fortifikasi Nasional. Di dalam : Seminar Fortifikasi Tepung Terigu dan Minyak Goreng. 19 -20 Maret 2000. Jakarta, Indonesia.

(34)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Mesin dan Peralatan

No Alat Spesifikasi Gambar

1 Mixer BFJ-I

Power : 4 KW Dimensi (m) : 1.1 x 0.8 x 1.2

2 Screw Conveyor LXSL-I

Power : 1.1 KW Dimensi (m) : 1.7 x 0.6 x 2.2

Convey height range: 1.5~2.5m Barrel

diameter:Φ141mm Screw running speed: 0-225rpm

3 Double Screw Extruder SLG70-II

Power : 60 KW Dimensi (m) : 4.0 x 0.9 x 1.9

4 Vibrate Sifter ZDS-II

(35)

5 Air

Conveyor FSJ-0.75

Power : 0.75 KW Dimensi (m) : 1.1 x 0.7 x 1.8

6 Cooling Box LQX-I

Power : 4 KW Dimensi (m) : 5.4 x 1.2 x 1.8

7 Oven 3-layer 5-meter KX-5-5D

Temperatur : 10 – 180 oC

Dimensi (m) : 5.4 x 1.2 x 1.8

Transmission motor : 1.5 KW Heating power : 45 KW

8 Polishing Machine PGJ-I

(36)

9 Storage Tank CLC-750

(37)
(38)

39 Farida 39

40 Mia 43

41 Rahayu 48

42 Sartini 47

43 Dewi 38

44 Lina 35

45 Nur 40

46 Asma 35

47 Ruroh 37

48 Esy 36

49 Martina 46

(39)

Lampiran 3 Pertanyaan Wawancara

KUESIONER

PERENCANAAN MODEL BISNIS INDUSTRI BERAS TERFORTIFIKASI ZAT BESI DI INDONESIA

Dengan hormat, Saya Muji Budiono (F24110095), mahasiswa program sarjana Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB sedang melakukan penelitian skripsi berjudul “Perencanaan Model Bisnis Industri Beras Fortifikasi Zat Besi di Indonesia”. Saya memohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner ini secara lengkap dan sesuai dengan kondisi Anda. Semua informasi yang diminta dalam penelitian ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Tidak ada jawaban yang salah dalam menjawab kuesioner ini. Atas kerjasama Anda dalam pengisian kuesioner ini, saya ucapkan Terima kasih.

KARAKTERISTIK RESPONDEN

1. Nama :

2. No. Handphone :

3. Usia :

4. Penghasilan/bulan :

I. PENGETAHUAN FORTIFIKASI

Fortifikasi adalah upaya meningkatkan nilai gizi pangan dengan menambah satu atau lebih zat gizi tertentu pada makanan pembawa (vehicle).

1. Apakah anda peduli dengan kesehatan diri anda? a. Sangat Peduli

b. Peduli c. Biasa Saja d. Tidak Peduli e. Sangat tidak peduli

2. Apakah anda sering membeli produk pangan fungsional (makanan untuk kesehatan)?

a. Sering

b. Kadang-kadang c. Tidak pernah

3. Apakah anda tahu program pemberian suplemen zat besi oleh pemerintah untuk mencegah anemia?

a. Tahu b. Tidak tahu

(40)

a. Ya b. Tidak c. Ragu-ragu

5. Apakah anda tahu mengenai program fortifikasi/penambahan zat gizi pada makanan?

a. Tahu b. Tidak Tahu

6. Produk fortifikasi apa sajakah yang pernah anda ketahui? a. Biskuit 7. Apakah anda tahu mengenai produk beras terfortifikasi?

a. Tahu b. Tidak Tahu

8. Pernahkah anda membeli/menemukan produk beras terfortifikasi di pasaran?

a. Pernah b. Tidak pernah

9. Apakah dengan adanya program fortifikasi zat besi pada beras dapat memberikan solusi kesehatan khususnya untuk mengatasi kekurangan zat besi?

a. Ya b. Tidak c. Ragu-ragu

II. TANGGAPAN PRODUK

1. Jika produk disajikan dalam bentuk sachet premix kernel (beras ekstrusi terfortifikasi) untuk ditambahkan pada beras komersial. Apakah anda mau membeli?

a. Ya b. Tidak c. Ragu-ragu

2. Produk beras terfortifikasi zat besi (memiliki nilai fungsional) akan dikomersialisasi. Berapa harga jual yang anda harapkan (per kg)? a. Rp 8.000 s/d Rp 9.000

(41)

d. Lainnya... 3. Dimana tempat biasa anda membeli beras?

a. Pasar tradisional

b. Retailer (Giant, Alfamart, Indomaret) c. Warung/toko

d. Pesan antar

e. Lainnya... 4. Apa pertimbangan anda dalam memutuskan tempat pembelian

tersebut? 5. Bagaimana media promosi yang sesuai menurut anda?

a. Media cetak b. Iklan di televisi

c. Facebook, Twitter, Instagram dll d. Himbauan pemerintah

e. Lainnya... 6. Bersediakah anda menjadi reseller produk beras terfortifikasi mauun

premix kernel? a. Bersedia b. Tidak bersedia c. Ragu-ragu

7. Pada kolom kepentingan: Berilah tanda [√] pada salah satu kotak pilihan yang telah disediakan, sesuai dengan pandangan Anda

No Atribut Penilaian Tingkat Kepentingan

(42)

mendapatkan produk 7 Komposisi

produk 8 Penampilan

produk

9 Iklan/promosi

(43)

Lampiran 4 Asumsi dasar perencanaan bisnis

Asumsi-asumsi yang menjadi dasar perhitungan adalah sebagai berikut: 1. Umur proyek adalah 10 tahun.

2. Harga-harga yang digunakan dalam analisis finansial adalah harga pada bulan Juni 2015.

3. Nilai penyusutan dihitung dengan metode garis lurus (straight line depreciation). Metode ini mengasumsikan bahwa nilai suatu aset menurun dengan konstan per tahunnya.

4. Kapasitas produksi per hari adalah 2 000 kg dengan rendemen produk 90%. 5. Proyek dimulai pada tahun ke-0 sehingga proses produksi dimulai pada

tahun ke-1.

6. Jumlah produksi premix kernel dalam jumlah tetap.

7. Awal produksi terjual 70 %, 80 % tahun kedua dan 90 % untuk tahun ketiga dan seterusnya.

8. Struktur modal unuk industri ini adalan mandiri 60 % dan kredit 40 %. 9. Diskon faktor yang digunakan adalah 11.50 % (Bank Central Asia).

10.Pajak ditentukan berdasarkan Undang-Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008, pajak penghasilan perusahaan adalah 25 %.

(44)
(45)

Lampiran 6 Perkiraan biaya produksi

Komponen Jumlah Unit Harga/unit Total

Tepung Beras 540000 kg Rp 11.000 Rp 5.940.000.000

Gliseril Monostearat 5400 kg Rp 125.000 Rp 675.000.000 Air 241 m3 Rp 28.500 Rp 6.868.500

Kemasan 540000 pack Rp 2.000 Rp 1.080.000.000 Premiks (Mineral dan

vitamin) 35100 kg Rp 156.000 Rp 5.475.600.000

Total Rp 13.177.468.500

Lampiran 7 Perkiraan biaya overhead

Komponen Jumlah Unit Harga/unit Total/bulan Total/tahun

Biaya Listrik 5500 V

dan air 1 Unit Rp 30.000.000 Rp 30.000.000 Rp 360.000.000

Telepon dan Internet 1 Unit Rp 1.500.000 Rp 1.500.000 Rp 36.000.000 Biaya Promosi 1 Unit Rp 3.000.000 Rp 3.000.000 Rp 24.000.000 Administrasi Kantor 1 Unit Rp 2.000.000 Rp 2.000.000 Rp 60.000.000 Manager Produksi 1 Orang Rp 5.000.000 Rp 5.000.000 Rp 60.000.000 Tenaga kerja

produksi 14 Orang Rp 3.500.000 Rp 49.000.000 Rp 588.000.000 Administrasi dan

Keuangan 1 Orang Rp 3.500.000 Rp 3.500.000 Rp 42.000.000

QC 1 Orang Rp 3.500.000 Rp 3.500.000 Rp 42.000.000

Marketing 2 Orang Rp 3.500.000 Rp 7.000.000 Rp 84.000.000

HRD 1 Orang Rp 3.500.000 Rp 3.500.000 Rp 42.000.000

Sopir 2 Orang Rp 2.000.000 Rp 4.000.000 Rp 48.000.000 Keamanan 2 Orang Rp 2.000.000 Rp 4.000.000 Rp 48.000.000

(46)
(47)
(48)
(49)
(50)

Lampiran 10 Angsuran Modal

Periode

Angsuran Pokok

(Rp) Bunga (Rp)

Jumlah Angsuran (Rp)

Saldo Akhir (Rp)

Tahun 0 7.514.427.400,00

Tahun 1 1.252.404.566,67 144.026.525,17 1.396.431.091,83 6.262.022.833,33 Tahun 2 1.252.404.566,67 144.026.525,17 1.396.431.091,83 5.009.618.266,67 Tahun 3 1.252.404.566,67 144.026.525,17 1.396.431.091,83 3.757.213.700,00 Tahun 4 1.252.404.566,67 144.026.525,17 1.396.431.091,83 2.504.809.133,33 Tahun 5 1.252.404.566,67 144.026.525,17 1.396.431.091,83 1.252.404.566,67 Tahun 6 1.252.404.566,67 144.026.525,17 1.396.431.091,83 -

Lampiran 11 Profil harga pokok produksi

Tepung beras 44%

GMS 5% Premix

40%

Kemasan 8% Air

0%

Penyusutan

2% Biaya Variabel1%

(51)

RIWAYAT PENULIS

Muji Budiono dilahirkan di Purbalingga (Jawa Tengah) pada 21 Juni 1994 dari pasangan Wiryanto Al Kasman dan Parsem. Penulis adalah anak ke tiga dari tiga bersaudara. Penulis mengenyam pendidikan di SD Negeri 1 Bojong (1999-2005), SMP Negeri 3 Purbalingga (2005-2008), SMA Negeri 2 Purbalingga (2008-2011) dan masuk pendidikan S1 di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Ujian Tertulis.

Selama menjalani studi di IPB, penulis aktif dalam menjalani kegiatan kemahasiswaan. Penulis berperan aktif dalam Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) dan pernah menjadi Anggota Divisi Peduli Pangan Indonesia (DPPI) 2013 dan Ketua Divisi Peduli Pangan Indonesia (DPPI) 2014. Penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitiaan yang diselenggarakan oleh Himpunan Profesi maupun Badan Eksekutif Mahasiswa seperti I-Food Day (2012), BEM Muda (2012), Divisi Konsumsi LCTIP XX dan XXI, Divisi Acara BAUR ACCESS 2013, Orde dan Malam Keramat 2013, Auditor Kantin Kampus IPB (2013), Penyelenggara Drawing and Paper Competition Tropical Plant Curriculum Program SEAFAST Center IPB (2014), Divisi Acara Food Day Festival 2014, dan lainnya. Penulis pernah mengikuti Training Food Safety Representative (Capacity Building for Safety and Hygiene in Food Supply Chain in Indonesia) TUVRheinland (2014) yang diselenggarakan oleh Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan bekerja sama dengan TUVRheinland. Penulis juga aktif bergabung sebagai volunteer beberapa acara seperti Pekan Sarapan Sehat PERGIZI 2015, Pasar Rakyat Tani 2015, dan partner We Are Siblings (WRS) 2015. Beberapa prestasi pernah penulis raih seperti Vocal Group, Aerobik maupun penulisan artikel. Selain itu penulis juga aktif mengisi acara bersama “Foody Voice” seperti dalam IPB Business Festival (IBF) 2013 dan Seminar Nasional Pangan dan Gizi (SEMNAS PAGI) di Balai Kartini Jakarta pada 2013. Penulis merupakan penerima Beasiswa Bidik Misi DIKTI tahun 2011-2015.

(52)

Gambar

Gambar 1 Ilustrasi Aktivitas Perusahaan
Tabel 1 Kebutuhan ruang industri premix kernel
Gambar 4 Hipotesis bisnis model kanvas industri pemix kernel
Gambar 9 Bisnis Model Kanvas Industri Premix Kernel di Indonesia (Osterwalder dan
+2

Referensi

Dokumen terkait