• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Tanaman Kedelai (Glycine Max L.) Terhadap Cekaman Kekeringan Pada Fase Vegetatif Dan Generatif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon Tanaman Kedelai (Glycine Max L.) Terhadap Cekaman Kekeringan Pada Fase Vegetatif Dan Generatif"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON TANAMAN KEDELAI (

Glycine max L.

) TERHADAP

CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE

VEGETATIF DAN GENERATIF

ANDI SAFITRI SACITA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Respon Tanaman Kedelai (Glycine max L.) Terhadap Cekaman Kekeringan pada Fase Vegetatif dan Generatif adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016

Andi Safitri Sacita

(4)

RINGKASAN

ANDI SAFITRI SACITA. Respon Tanaman Kedelai (Glycine max L.) Terhadap Cekaman Kekeringan pada Fase Vegetatif dan Generatif. Dibimbing oleh TANIA JUNE dan IMPRON.

Kedelai merupakan komoditas yang kaya akan protein sehingga berperan sebagai sumber protein nabati dan sangat penting dalam peningkatan gizi masyarakat. Perubahan iklim memicu adanya perubahan cuaca secara ekstrim sehingga musim kemarau sangat rentan terjadi kekeringan. Cekaman kekeringan akan berpengaruh besar terhadap penurunan produksi kedelai terlebih lagi jika terjadi selama fase reproduktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi respon tanaman kedelai terhadap cekaman kekeringan sebagai acuan untuk menentukan varietas yang adaptif dan toleran serta membandingkan pengaruh pemberian cekaman pada fase vegetatif dan generatif sebagai acuan untuk informasi pengaturan waktu dan pola tanam.

Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret – Juni 2015. Penelitian menggunakan rancangan petak-petak terpisah dengan varietas (Dering dan Argomulyo) sebagai petak-petak utama, fase perkembangan (fase vegetatif dan generatif) sebagai anak petak, dan cekaman kekeringan berupa interval penyiraman (2 hari, 5 hari, dan 10 hari) sebagai anak-anak petak. Penelitian ini merupakan percobaan pot dan menggunakan naungan dengan tutupan plastik transparan untuk menghindari kontaminasi air hujan yang dapat mengganggu pemberian perlakuan cekaman kekeringan. Cekaman pada fase vegetatif dimulai setelah tanaman berumur 2 MST dan cekaman dihentikan setelah tanaman memasuki fase generatif atau muncul bunga pertama. Pada waktu yang sama dimulai pemberian cekaman pada fase generatif hingga panen. Pada awal tanam hingga tanaman berumur 2 MST, semua tanaman disiram setiap hari. Tanaman disiram hingga jenuh dan dibiarkan beberapa saat hingga tercapai kondisi kapasitas lapang. Dilakukan metode penimbangan untuk mengetahui kehilangan air selama periode cekaman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pemberian cekaman pada fase vegetatif tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai. Sebaliknya, pemberian cekaman pada fase generatif sangat berpengaruh nyata menghambat pertumbuhan dan menurunkan produksi hingga 70 %. Pemberian cekaman menyebabkan tanaman melakukan mekanisme adapatasi yaitu dengan mengurangi jumlah daun, penyempitan daun, mengurangi bukaan stomata, degradasi klorofil daun, dan melakukan respon gerak dengan melipat daun. Mekanisme adapatasi tanaman mempengaruhi nilai efisiensi penggunaan air dan efisiensi penggunaan radiasi. Berdasarkan ketahanan terhadap cekaman, varietas Argomulyo lebih toleran kekeringan dibandingkan varietas Dering karena mengalami penurunan produksi yang lebih rendah pada kondisi cekaman yang sama.

(5)

SUMMARY

ANDI SAFITRI SACITA. Soybean Response to Drought Stress on Vegetative and Generative Phases. Supervised by TANIA JUNE and IMPRON

Soybean is rich in protein and is one of the main sources of vegetable protein which essential in enhancing public nutrition. Climate change is the main trigger of the occurance of extreme weather events makes plants become more vulnerable to drought. Drought stress significantly affect the decline in soybean production, especially when it occurs during the reproductive phase. This research aimed to identify the response of soybean to drought stress as a reference for determining the adaptive and tolerant varieties and also to compare the effect of drought stress on vegetative and generative phases.

The research was conducted from March to June 2015 in the Cikabayan field experiment, Bogor Agricultural University. The research was arranged in split-split plot design, with main plot was the variety (Dering and Argomulyo), the development phase (vegetative and generative phases) as the subplot, and drought stress in the form of irrigation intervals (2, 5, and 10 days) as the sub-sub plots.

This research was form of pots method and used the shade of bamboo with a transparent plastic cover to be protected from contamination of rain to the drought stress treatment. Drought stress treatment for vegetative phase was started after 2-week-after planting (Week After Planting=WAP) and stopped at the time of entering of generative phase or flowering stage and at the same time, treatment for generative phase was started and finished at harvest. At the beginning of planting until 2 WAP, all crops were irrigated everyday. The crops were given the saturated water and left for some time until the condition has reached the field capacity. The weighing method was done to determined water loss and soil water content during the stress period.

The results showed that drought stress during the vegetative phase has not shown significant effect on soybean growth and production statistically. On the other hand, drought stress on generative phase affected growth obstacle and decline production up to 70%. Soybean adapting to drought stress by reducing the number of leaves, narrowing the leaf area, closure stomatal, degradation of chlorophyll and as well as doing motion response by folding leaves. This adaptation mechanism affecting the water use efficiency and radiation use efficiency. Based on tolerance to drought stress, Argomulyo is more tolerant than Dering variety.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

RESPON TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE VEGETATIF DAN GENERATIF

ANDI SAFITRI SACITA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Klimatologi Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Respon Tanaman Kedelai (Glycine max L.) Terhadap Cekaman Kekeringan pada Fase Vegetatif dan Generatif

Nama : Andi Safitri Sacita NIM : G251130011

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Tania June, MSc

Ketua

Dr Ir Impron, MScAgr

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Klimatologi Terapan

Dr Ir Impron, MScAgr

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis dengan judul Respon Tanaman Kedelai (Glycine max L.) Terhadap Cekaman Kekeringan pada Fase Vegetatif dan Generatif dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari beberapa pihak, penulisan tesis ini tidak akan terselesaikan dengan baik, karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Tania June MSc dan Dr Ir Impron, MScAgr sebagai pembimbing yang telah memberikan arahan, ilmu, motivasi, nasehat, dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih kepada Prof Dr Ir Handoko, MSc yang telah bersedia menjadi penguji pada ujian sidang dan terima kasih juga kepada Ir Bregas Budianto, Ass Dpl yang telah membantu dan memberi arahan dalam pelaksanaan penelitian. Ungkapan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah mensponsori penulis dalam memperoleh Beasiswa BPPDN. Kepada, Marlina Mustafa, Mayasari Yamin, Taufiq Hidayat, Misnawati, Rezki Nur Awalia, dan Ika Purnamasari, terima kasih atas diskusi dan bantuannya dalam penelitian ini. Terima kasih juga kepada Erfan Tamsil yang telah memberi semangat dan motivasi selama perkuliahan, penelitian, hingga penyelesaian tesis ini.

Tesis ini penulis dedikasikan untuk kedua orang tua (Andi Basir dan Rosmiati), Puang Nanna dan Om Herman juga untuk adik-adik tersayang serta seluruh keluarga, atas doa, motivasi dan kasih sayangnya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini.

Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

2 METODE 4

Lokasi 4

Bahan 4

Alat 4

Prosedur Analisis Data 4

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Kondisi Iklim Wilayah Penelitian 12

Kadar Air Tanah 13

Komponen Agronomi 14

Respon Pertumbuhan dan Perkembangan (Morfologi) 16

Respon Produksi 22

Respon Fisiologi 25

Respon Gerak 29

Komponen Agrometeorologi 30

Suhu Daun dan Suhu Permukaan Tanah 30

Intersepsi Radiasi dan Efisiensi Penggunaan Radiasi 31

Efisiensi Penggunaan Air 33

Heat Unit 34

Pembahasan Umum 35

4 SIMPULAN DAN SARAN 40

Simpulan 40

Saran 40

DAFTAR PUSTAKA 41

LAMPIRAN 47

(14)

DAFTAR TABEL

1 Hasil sidik ragam (ANOVA) respon tanaman kedelai terhadap cekaman

kekeringan pada fase vegetatif dan generatif 15

2 Pengaruh varietas terhadap tinggi tanaman kedelai 16 3 Pengaruh interaksi antara fase perkembangan dengan cekaman

kekeringan terhadap tinggi tanaman kedelai pada umur 7 MST 16 4 Pengaruh interaksi antara varietas, fase perkembangan dengan cekaman

kekeringan terhadap jumlah daun tanaman kedelai pada umur 7 MST 18 5 Pengaruh varietas terhadap luas daun tanaman kedelai 19 6 Pengaruh interaksi antara fase perkembangan dengan cekaman

kekeringan terhadap luas daun tanaman kedelai pada umur 4 dan 7

MST 19

7 Pengaruh interaksi antara fase perkembangan dengan cekaman kekeringan terhadap berat kering akar tanaman kedelai 20 8 Pengaruh cekaman terhadap panjang akar tanaman kedelai 20 9 Pengaruh interaksi antara varietas, fase perkembangan dengan cekaman

kekeringan terhadap jumlah polong tanaman kedelai 22 10 Pengaruh interaksi antara varietas dengan fase perkembangan terhadap

jumlah biji tanaman kedelai 22

11 Pengaruh interaksi antara varietas, fase perkembangan dengan cekaman

kekeringan terhadap jumlah biji tanaman kedelai 23

12 Pengaruh interaksi antara fase perkembangan dengan cekaman kekeringan terhadap berak kering biji dan produksi total tanaman

kedelai 24

13 Pengaruh varietas terhadap bukaan stomata tanaman kedelai 26 14 Pengaruh interaksi antara fase perkembangan dengan cekaman

kekeringan terhadap bukaan stomata tanaman kedelai 26 15 Pengaruh interaksi antara varietas, fase perkembangan, dan cekaman

kekeringan terhadap kandungan klorofil daun tanaman kedelai 28 16 Rata-rata suhu daun dan suhu permukaan tanah pada berbagai kondisi

cekaman kekeringan 30

17 Nilai akumulasi panas tanaman kedelai pada berbagai stadia

perkembangan 35

18 Rekapitulasi respon adaptasi tanaman kedelai terhadap cekaman

kekeringan 37

DAFTAR GAMBAR

1 Ilustrasi pemberian perlakuan cekaman kekeringan 6

2 Pengamatan jumlah dan bukaan stomata dengan menggunakan sampel

replika 8

(15)

8 Berat kering akar (A) dan Panjang akar (B) tanaman kedelai pada

berbagai kondisi cekaman 21

9 Jumlah polong (A) dan jumlah biji (B) tanaman kedelai pada berbagai

kondisi cekaman 23

10 Berat kering biji (A) dan produksi total (B) tanaman kedelai pada

berbagai kondisi cekaman 25

11 Jumlah stomata tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman 26 12 Bukaan stomata tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman 27 13 Kandungan klorofil daun tanaman kedelai pada berbagai kondisi

cekaman 28

14 Perbandingan kandungan klorofil daun bagian pucuk, tengah, dan daun bawah tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman 28 15 Respon melipat daun pada tanaman kedelai saat kondisi cekaman

kekeringan 29

16 Persentase intersepsi radiasi tanaman kedelai pada berbagai kondisi

cekaman 31

17 Efisiensi penggunaan radiasi global tanaman kedelai pada berbagai

kondisi cekaman 33

18 Efisiensi penggunaan air tanaman kedelai pada berbagai kondisi

cekaman 33

19 Hubungan antara kadar air tanah (KAT) dengan produksi tanaman

kedelai 36

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir penelitian 47

2 Hasil analisis sampel tanah 48

3 Data intensitas radiasi di dalam naungan dan di luar naungan 49 4 Data iklim Stasiun Klimatologi Darmaga (April – Juni 2015) 50 5 Perhitungan akumulasi panas heat unit) tanaman kedelai 53

6 Deskripsi varietas Argomulyo 55

7 Deskripsi varietas Dering 56

8 Pengacakan dan tata letak 57

9 Gambaran pelaksanaan penelitian 58

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan utama setelah padi dan jagung yang kaya akan kandungan protein, sehingga komoditas ini memiliki kegunaan yang beragam terutama sebagai bahan baku industri makanan dan sekaligus sebagai bahan baku industri pakan ternak (Zakaria 2010). Kedelai juga sangat esensial sebagai sumber minyak nabati, protein, mikronutrien, dan mineral (Clemente dan Cahoon 2009). Kandungan protein nabati dalam kedelai sangat penting untuk peningkatan gizi masyarakat. Protein nabati, selain aman juga relatif lebih murah jika dibandingkan dengan protein hewani sehingga menyebabkan kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk (Sudaryanto dan Swastika 2007).

Konsumsi kedelai di Indonesia mencapai 2,2 juta ton per tahun, dari jumlah itu sekitar 1,6 juta ton harus diimpor. Produksi kedelai pada tahun 2013 sebesar 780,16 ribu ton biji kering atau mengalami penurunan sebesar 62,99 ribu ton dibanding tahun 2012 (BPS 2014). Hasil proyeksi Bappenas (2013) bahwa konsumsi kedelai di Indonesia pada tahun 2015-2019 diperkirakan terus meningkat yaitu sekitar 2,77 juta ton untuk tahun 2015 dan 3,25 juta ton pada tahun 2019. Berdasarkan angka tersebut maka produksi kedelai dalam negeri masih mengalami defisit dan belum mampu untuk mencukupi kebutuhan konsumsi kedelai dalam negeri. Untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri dan mencapai swasembada kedelai maka perlu dilakukan peningkatan produktivitas dan penambahan luas areal pertanaman kedelai.

Potensi lahan untuk pengembangan kedelai cukup luas namun menghadapi kendala terutama pada musim kemarau sangat rentan terjadi kekeringan sehingga penyediaan kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman kedelai menjadi terbatas, dan akan berakibat pada rendahnya produksi kedelai. Perubahan iklim memicu adanya perubahan cuaca secara ekstrim. Terjadinya pergeseran musim, akan berpengaruh pada perencanaan aktivitas kegiatan pertanian, jadwal tanam akan terganggu yang mengakibatkan menurunnya angka produksi dan bahkan kegagalan panen. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat patut menjadi sebuah kekhawatiran besar, mengingat selaras dengan hal tersebut kebutuhan pangan khususnya kedelai juga akan tinggi, sementara produktivitas hasil pertanian menurun karena pengaruh perubahan iklim.

(17)

indeks penanaman (IP), luas areal tanam, awal waktu tanam dan pola tanam. Sebaliknya, di Bagian Utara Sumatera dan Kalimantan ada kecenderungan perpanjangan musim hujan dengan intensitas yang lebih rendah, yang mengakibatkan pemanjangan musim tanam dan peningkatan IP. Namun produktivitas lahan di Sumatera dan Kalimantan tidak sebaik di Jawa (BPPP 2011). Sementara itu, produksi kedelai nasional sebagian besar masih berasal dari Pulau Jawa (sekitar 60%).

Cekaman kekeringan selama fase reproduktif, mengakibatkan hasil kedelai menurun lebih dari 40%. Padahal, pertanaman kedelai di Indonesia sebagian besar (65%) di tanam di lahan sawah pada musim kemarau. Pada kondisi demikian, budidaya kedelai seringkali dihadapkan pada risiko kekeringan. Kondisi kering pada masa pembungaan menyebabkan bunga dan polong muda rontok serta mengurangi jumlah polong dan ukuran biji. Sementara pada fase pengisian biji tidak terbentuk sempurna, berakibat biji kedelai lebih kecil dan bobot kering biji rendah, akibatnya produksi dapat turun hingga 40% (BPTP 2013). Cekaman air berpengaruh sangat nyata terhadap semua komponen pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Tingkat yang paling sensitif terhadap kekurangan air ialah tingkat akhir perkembangan polong dan pertengahan pengisian biji (Nurhayati 2009). Karakter morfologi tanaman kedelai mengalami penurunan dengan semakin meningkatnya stres kekeringan baik pada varietas toleran maupun peka terhadap kekeringan (Kisman 2010).

Tanaman yang toleran umumnya mampu menghadapi cekaman air dengan mengurangi fungsi metabolis yang dilanjutkan berfungsi kembali setelah terjadi peningkatan potensial air pada sel (Bartels 2005). Tanaman toleran mampu mempertahankan fungsi biologinya pada kondisi potensial air yang rendah, walaupun dengan pertumbuhan yang terbatas. Tanaman toleran memiliki mekanisme untuk mengatasi kekurangan air salah satunya yaitu dengan adaptasi morfologi seperti mengurangi luas daun untuk menurunkan laju transpirasi, penutupan stomata, atau meningkatkan pemanjangan dan densitas akar dan meningkatkan efisiensi penggunaan air (Ramanjulu dan Bartels 2002).

Perlu dilakukan program aksi adaptasi pada sub-sektor tanaman pangan khususnya kedelai dalam upaya melestarikan dan memantapkan ketahanan pangan nasional. Dalam aspek klimatologi perlu dikembangkan prediksi pola hujan dan kalender tanam, sementara untuk aspek pengelolaan tanaman perlu pengembangan jenis dan varietas tanaman toleran kekeringan (Fagi et al. 2002; DITJEN Tanaman Pangan 2013). Alternatif baru untuk sistem pertanian yang berkelanjutan, seperti tanaman yang toleran kekeringan, akan menyediakan solusi praktikal yang penting untuk menanggulangi ketersediaan air yang terbatas (Sopandie 2014).

(18)

pengambilan keputusan terkait dengan pengaturan waktu dan pola tanam. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan kajian terkait varietas-varietas yang toleran kekeringan serta pengujian pengaruh kekurangan air pada masing-masing fase perkembangan.

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi respon tanaman kedelai terhadap cekaman kekeringan sebagai acuan untuk menetukan varietas yang adaptif dan toleran kekeringan. 2. Membandingkan pengaruh pemberian cekaman pada fase vegetatif dan

(19)

METODE

Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor. Persiapan alat pengukuran dilakukan di Laboratorium Instrumentasi Meteorologi GFM–FMIPA. Persiapan alat dan bahan penelitian dilakukan pada bulan Maret 2015 dan penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2015.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu benih varietas kedelai (Dering dan Argomulyo), legin (rhizobium), pupuk kandang, pupuk anorganik Urea (75 kg/ha), SP-36 (100 kg/ha), KCl (100 kg/ha), pengendalian hama dan penyakit digunakan Furadan 3G dan insektisida.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu polybag ukuran 35 cm x 40 cm, ember/ pot plastik, bambu, plastik transparan, timbangan analitik,

mikroskop Olympus tipe BX41 (elektrik), mikroskop trinokuler, oven, kaca preparat, alat ukur kandungan klorofil daun (SPAD/klorofil meter), solarimeter, thermometer inframerah, dan data logger.

Prosedur Analisis Data

Rancangan Penelitian

Pengujian varietas kedelai terhadap cekaman kekeringan dilakukan pada fase vegetatif dan fase generatif. Cekaman kekeringan yang diberikan berupa lama periode cekaman dengan interval pemberian air (hari). Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Petak-Petak Terpisah (RPPT) dengan taraf perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Petak utama adalah varietas : V1 = Varietas Dering V2 = Varietas Argomulyo

Anak petak adalah fase perkembangan tanaman : F1 = cekaman pada fase vegetatif

F2 = cekaman pada fase generatif

Anak-anak petak adalah interval pemberian air : I1 = setiap 2 hari

I2 = setiap 5 hari I3 = setiap 10 hari

(20)

Pelaksanaan Penelitian

Uji Perkecambahan

Benih yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (BALITKABI) untuk varietas Dering dan varietas Argomulyo diperoleh dari Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertanian (BB-Biogen). Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan uji perkecambahan terhadap benih kedelai. Uji perkecambahan dilakukan untuk mengetahui daya tumbuh benih kedelai.

Persiapan Lahan dan Pembuatan Naungan

Lahan yang akan digunakan dibajak dengan menggunakan traktor untuk meratakan tanah dan membersihkan dari rumput. Setelah lahan siap digunakan, dilakukan pembuatan naungan dari bambu dengan tutupan plastik transparan. Penggunaan naungan dimaksudkan untuk menghindari kontaminasi air hujan yang dapat mengganggu pemberian perlakuan cekaman kekeringan.

Penyiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah tanah yang diambil dari lahan percobaan Cikabayan dan dicampur dengan pupuk kandang. Tanah yang telah dicampur pupuk kandang dimasukkan ke dalam polybag yang berukuran 35 cm x 40 cm dengan berat sekitar 10 kg per polybag pada kondisi kapasitas lapang.

Penanaman dan Pemeliharaan

Penanaman dilakukan setelah persiapan media tanam selesai. Untuk tanah yang belum pernah ditanami kedelai maka perlu digunakan legin (rhizobium) untuk merangsang pembentukan bintil akar pada tanaman kedelai. Benih kedelai terlebih dahulu direndam dengan legin kemudian dibenamkan pada media tanam sebanyak 3 benih per polybag. Penjarangan dilakukan setelah tanaman berumur 1 MST (minggu setelah tanam) dengan menyisakan 1 tanaman per polybag. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyiangan terhadap gulma dan pengendalian hama penyakit.

Pemupukan

(21)

Penyiraman dan Perlakuan Cekaman Kekeringan

Gambar 1. Ilustrasi pemberian perlakuan cekaman kekeringan

Pemberian cekaman pada fase vegetatif dimulai setelah tanaman berumur 2 MST dan cekaman dihentikan ketika tanaman menunjukkan tanda-tanda memasuki fase generatif, yaitu muncul bunga pertama dan cekaman pada fase generatif dimulai bersamaan dengan dihentikannya cekaman pada fase vegetatif dan dihentikan pada saat panen (Gambar 1). Pada awal tanam hingga tanaman berumur 2 MST, semua tanaman diberi perlakuan penyiraman yang sama yaitu disiram setiap hari. Tanaman yang tidak diberi cekaman juga disiram setiap hari. Perlakuan cekaman kekeringan dengan interval penyiraman dilakukan setiap 2 hari, 5 hari, dan 10 hari. Tanaman disiram hingga jenuh dan dibiarkan beberapa saat hingga tercapai kondisi kapasitas lapang. Selanjutnya dilakukan metode penimbangan untuk mengetahui kehilangan air (pengurangan kadar air tanah) melalui evapotranspirasi selama periode cekaman.

Panen

Kedelai dapat dipanen jika daun sudah mulai menguning dan gugur, serta polong mulai berubah warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan, batang berwarna kuning agak coklat.

Parameter Pengamatan

Kondisi Iklim Wilayah Penelitian

(22)

Kadar Air Tanah

Status kadar air tanah selama periode cekaman diketahui melalui proses penimbangan. Selisih antara bobot awal (kondisi kapasitas lapang) dengan bobot akhir merupakan jumlah air yang hilang melalui proses evapotranspirasi yang menunjukkan penggunaan air oleh tanaman. Selisih antara kadar air pada kondisi kapasitas lapang dengan jumlah air yang hilang merepresentasikan kadar air tanah selama periode cekaman. Informasi mengenai persentase kadar air tanah dari media yang digunakan diperoleh dari hasil analisis tanah (Lampiran 2).

Komponen Agronomi

Parameter pertumbuhan, perkembangan, dan produksi yang diamati yaitu : Tinggi tanaman (cm), diukur mulai dari pangkal batang sampai ujung titik tumbuh. Pengamatan mulai dilakukan pada saat tanaman berumur 1 MST dan dilakukan tiap minggu hingga tanaman berumur 7 MST.

Jumlah daun (helai), daun tanaman kedelai merupakan daun trifoliate sehingga 3 daun majemuk terhitung 1 daun. Pengamatan jumlah daun dimulai pada saat tanaman berumur 2 MST dan selanjutnya pengamatan dilakukan setiap minggu hingga tanaman berumur 7 MST.

Luas Daun (cm2), dilakukan pada saat tanaman berumur 2 MST hingga 6 MST dan pengamatan dilakukan setiap 2 minggu. Perhitungan luas daun menggunakan metode gravimetri.

Berat kering total per tanaman (gram), pengamatan berat kering tanaman dilakukan dengan metode destruktif setiap 2 minggu dengan jumlah sampel tiga tanaman per perlakuan. Sampel tanaman dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu 80oC selam 48 jam.

Berat kering akar (gram), pengamatan berat kering akar dilakukan tiap 2 minggu.

Panjang akar (cm), pengamatan panjang akar dilakukan pada saat panen. Jumlah polong per tanaman (polong), pengamatan dilakukan pada saat panen. Jumlah biji per tanaman (biji), pengamatan dilakukan pada saat panen.

Berat biji kering per tanaman (gram), pengamatan dilakukan pada saat panen. Biji tanaman kedelai dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu 80oC selama 48 jam.

Umur berbunga dan umur panen (hari), pengamatan umur berbunga dilakukan dengan cara menghitung jumlah hari sejak tanam hingga tanaman mulai mengeluarkan bunga. Umur panen dihitung sejak tanam hingga tanaman menunjukkan kriteria panen.

Pengamatan Jumlah dan Bukaan Stomata

(23)

bagian tengah dan sampel stomata diambil pada bagian permukaan atas dan bawah daun. Teknik replika dilakukan dengan menggunakan cat kuku bening dan selotip bening yang ditempelkan pada permukaan daun dan didiamkan beberapa saat. Setelah itu, replika stomata ditempelkan pada kaca preparat. Hasil replika stomata diamati di bawah mikroskop Olympus tipe BX41 pada pembesaran 10 x 40 dan luas bidang pandang 0,19625 mm2. Stomata yang terlihat pada mikroskop, difoto dengan menggunakan kamera dan diamati dengan bantuan aplikasi CorelDraw (Gambar 2).

Gambar 2. Pengamatan jumlah dan bukaan stomata dengan menggunakan sampel replika

Pengamatan bukaan stomata dilakukan dengan menggunakan sampel hasil replika stomata dan diamati dibawah mikroskop trinokuler yang dilengkapi dengan kamera digital tipe Olympus DP25 dan aplikasi DP2-BSW (Gambar 2).

Kandungan Klorofil Daun

Kandungan klorofil dalam daun diukur 2 kali yaitu pada fase vegetatif dan fase generatif dengan menggunakan alat ukur SPAD (klorofil meter). Daun yang diukur kandungan klorofilnya yaitu daun bagian bawah, tengah, dan bagian atas (pucuk).

Komponen Agrometeorologi

Suhu Daun dan Suhu Permukaan Tanah

(24)

Intensitas Radiasi

Intensitas radiasi diukur dengan menggunakan solarimeter yang telah dikalibrasi dan dilengkapi dengan data logger. Intensitas radiasi diukur di dalam dan di luar naungan dengan waktu pengamatan mulai pukul 07.00-17.00 WIB. Intensitas radiasi di dalam naungan merupakan radiasi yang sampai diatas tajuk tanaman. Dilakukan juga pengukuran radiasi yang sampai di bawah tajuk tanaman (radiasi transmisi). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan solarimeter yang diletakkan dibawah tajuk tanaman, dan pengukuran dilakukan pada tengah hari yaitu pukul (11.00-12.00 WIB).

Intersepsi Radiasi

Radiasi intersepsi merupakan selisih antara radiasi diatas tajuk dengan radiasi dibawah tajuk tanaman. Pengukuran radiasi dilakukan dengan menggunakan sensor solarimeter yang telah dikalibrasi dengan solarimeter standar dan disambungkan dengan data logger. Persamaan yang digunakan yaitu (Perdinan 2002):

Int = 1- trans (1)

Trans = (Q/Qo) x 100% (2) Int = (1- Q/Qo) x 100% (3) Qint = int x total intensitas radiasi surya (4) Keterangan :

Int : intersepsi radiasi (%) Trans : transmisi radiasi (%)

Q : radiasi yang diterima dibawah tajuk (MJ m-2) Qo : radiasi yang diterima diatas tajuk (MJ m-2) Qint : intersepsi radiasi (MJ m-2)

Efisiensi Penggunaan Radiasi

Efisiensi penggunaan radiasi ditentukan dengan menggunakan persamaan :

ε = dW/Qint (5)

dW = BKn– BKn-2 (6)

Keterangan :

ε : efisiensi penggunaan radiasi surya (g MJ-1) dW : penambahan berat kering tanaman (g m-2)

Qint : radiasi surya yang diintersepsi oleh tajuk tanaman secara kumulatif (MJ m-2)

BKn : berat kering minggu ke-n

(25)

Efisiensi Penggunaan Air

Efisiensi penggunaan air ditentukan dengan persamaan:

(7)

Keterangan :

EPA : efisiensi penggunaan air (kg/m3) dW : penambahan berat kering tanaman (kg)

ETA : kehilangan air melalui evapotranspirasi (m3)

Penggunaan air kumulatif tanaman diperoleh dari hasil penimbangan kehilangan air melalui selisih antara bobot awal dengan bobot akhir selama periode cekaman.

Heat Unit (Degree Days)

Heat unit dihitung untuk tiap fase perkembangan tanaman kedelai. Data yang digunakan untuk menghitung besaran heat unit adalah data suhu udara rata-rata harian dan data suhu dasar (temperature base). Data suhu udara rata-rata-rata-rata menggunakan data sekunder dari Stasiun Klimatologi BMKG Klas I Darmaga.

HU = Trata-rata– To (8)

Sementara untuk menentukan akumulasi heat unit pada tanaman kedelai untuk setiap fase digunakan persamaan :

(9)

Hubungan antara fase perkembangan tanaman dengan suhu udara dapat dituliskan sebagai berikut (Handoko 1994):

s = atau ds = (T - To)/TU, T>To (10)

ds = 0, T≤To

nilai s akan sama dengan satu bila tingkat pertumbuhan tersebut telah tercapai atau pada saat = HU. Oleh sebab itu, jumlah hari (t) yang diperlukan untuk mencapai fase tersebut dapat ditentukan pada saat s=1.

Keterangan :

HU : Heat unit tanaman ke-i

Trata-rata : Suhu udara rata-rata harian

To : Suhu dasar tanaman kedelai: 10oC (Kumar et al. 2008)

n : Hari ke-i

i : 1,2,3,4…….

(26)

Analisis Data

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Iklim Wilayah Penelitian

Gambaran mengenai keadaan iklim di sekitar lokasi penelitian Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga diperoleh dari stasiun Klimatologi Klas I BMKG Darmaga periode April-Juni 2015 (Gambar 3). Keadaan iklim yang diamati selama penelitian yaitu suhu maksimum (oC), suhu minimum (oC), suhu udara rata-rata (oC), Intensitas radiasi matahari (MJ/m2/hari), lama penyinaran (jam), curah hujan (mm hari-1), kelembaban (%) dan kecepatan angin (knot).

Gambar 3. Kondisi iklim wilayah Darmaga periode April-Juni 2015

Berdasarkan data iklim yang diperoleh dari stasiun Klimatologi BMKG Darmaga maka diketahui kondisi iklim selama bulan penelitian diantaranya suhu maksimum yaitu 32,3oC, suhu minimum 22,4oC, dan suhu udara rata-rata 26oC. Intensitas radiasi per hari yaitu sekitar 13.7 MJ/m2 dengan lama penyinaran rata-rata yaitu 7 jam per hari. Kondisi curah hujan rata-rata-rata-rata selama bulan penelitian yaitu 28 mm selama bulan April, 30 mm selama bulan Mei, dan 8 mm selama bulan Juni. Kelembaban rata-rata yaitu 82% dan kecepatan angin rata-rata pada ketinggian 10 m yaitu 4 knot atau 7,2 km/jam.

(28)

Kadar Air Tanah

Perlakuan cekaman kekeringan dengan interval penyiraman memberikan informasi mengenai pengurangan kadar air tanah (KAT) selama periode cekaman (Gambar 4). Pemberian cekaman pada fase vegetatif tidak menyebabkan pengurangan KAT yang besar meskipun cekaman diberikan hingga 10 hari. Sedangkan cekaman yang diberikan pada fase generatif menyebabkan pengurangan KAT hingga 68% pada saat cekaman 10 hari. Pengurangan KAT sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada fase vegetatif, kebutuhan air tanaman masih rendah namun akan terus meningkat seiring dengan pertambahan umur tanaman (Baharsjah 1991).

Kebutuhan air tanaman diduga dari evapotranspirasi yang merupakan gabungan antara proses evaporasi dari media tumbuh tanaman dengan transpirasi yang terjadi pada daun. Namun seiring dengan pertambahan umur tanaman, kehilangan air akan lebih banyak dipengaruhi oleh proses transpirasi disebabkan oleh tutupan tajuk yang dinyatakan dengan indeks luas daun (ILD). Jumlah daun pada saat fase vegetatif masih relatif sedikit sehingga penggunaan air oleh tanaman tidak begitu besar yang menyebabkan pengurangan KAT tidak melewati batas kritis. Jumlah daun akan terus meningkat hingga tercapai LAI maksimum dan penggunaan air oleh tanaman juga akan lebih besar karena semakin banyaknya bidang transpirasi. Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa, makin luas daerah permukaan daun maka akan semakin meningkatkan evapotranspirasi. Pengaruh kekurangan air terhadap pertumbuhan dan hasil panen tanaman budidaya sangat ditentukan oleh genotipe, tingkat kekurangan air, dan tingkat perkembangan.

Gambar 4. Pengurangan kadar air tanah pada berbagai interval penyiraman

(29)

Komponen Agronomi

Hasil sidik ragam mengenai respon tanaman kedelai terhadap cekaman kekeringan pada fase vegetatif dan generatif dapat dilihat pada Tabel 1. Perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, jumlah polong, jumlah biji, bukaan stomata pada fase vegetatif, dan kehijauan daun. Hal ini disebabkan karena kedua varietas memiliki deskripsi yang berbeda. Varietas Dering lebih tinggi, memiliki jumlah daun lebih banyak namun ukurannya lebih sempit, memiliki jumlah polong dan biji yang lebih banyak, serta memiliki bukaan stomata yang lebih lebar dibandingkan varietas Argomulyo.

Perlakuan fase perkembangan berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman dan jumlah daun pada umur 7 MST, luas daun, berat kering akar, jumlah polong, jumlah biji, berat biji, berat total, bukaan stomata, dan kehijauan daun. Pemberian cekaman pada fase vegetatif tidak menyebabkan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan, produksi, dan respon fisiologi tanaman kedelai. Sedangkan cekaman pada fase generatif mempengaruhi semua parameter pengamatan, kecuali panjang akar dan jumlah stomata.

Perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pada umur 7 MST, luas daun, berat kering akar, panjang akar, jumlah polong dan biji, berat biji dan berat total, bukaan stomata dan kehijauan daun. Cekaman dengan periode 10 hari lebih menekan pertumbuhan dan hasil dibandingkan dengan cekaman 5 hari dan 2 hari. Pengaruh interaksi antara perlakuan terhadap parameter pengamatan paling banyak pada interaksi antara cekaman dan fase perkembangan. Sedangkan interaksi tiga faktor antara perlakuan varietas, fase perkembangan dan cekaman hanya berpengaruh nyata pada kandungan klorofil daun pada fase generatif.

(30)

Tabel 1. Hasil sidik ragam (ANOVA) respon tanaman kedelai terhadap cekaman kekeringan pada fase vegetatif dan generatif

Tinggi tanaman 4 MST (cm) Tinggi tanaman 7 MST (cm)

0.3109 tn Jumlah daun 4 MST (helai)

Jumlah daun 7 MST (helai)

0.5236 tn Berat biji per tanaman (g) Produksi total (g)

(31)

Respon Pertumbuhan dan Perkembangan (Morfologi)

Tinggi Tanaman

Perlakuan varietas memberikan perbedaan yang nyata terhadap tinggi tanaman kedelai (Tabel 2). Varietas Dering memiliki karakter tinggi tanaman yang lebih tinggi daripada Argomulyo. Berdasarkan deskripsi varietas, tinggi tanaman kedua varietas ini memang berbeda (Lampiran 6 dan 7). Terjadi interaksi antara perlakuan fase perkembangan dengan cekaman kekeringan (Tabel 3). Cekaman kekeringan pada fase vegetatif tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, sebaliknya berpengaruh nyata pada fase generatif, namun cekaman 5 hari tidak berbeda nyata dengan cekaman 10 hari. Interaksi antara fase perkembangan dengan cekaman menunjukkan bahwa pemberian cekaman pada fase vegetatif dan diamati pada fase generatif (umur 7 MST) tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman, sedangkan tanaman yang tidak diberi cekaman pada fase vegetatif tetapi diberi cekaman pada fase generatif, berpengaruh nyata menurunkan tinggi tanaman. Varietas Dering mengalami penurunan tinggi tanaman pada saat umur 7 MST lebih besar dibandingkan varietas Argomulyo pada cekaman 5 dan 10 hari (Gambar 5).

Fase vegetatif merupakan fase perkembangan dan pembelahan sel-sel secara aktif sehingga sangat rentan terhadap kekurangan air. Menurut Purwanto dan Agustono (2010) bahwa kondisi cekaman kekeringan pada fase vegetatif dapat menurunkan tinggi tanaman. Namun pada penelitian ini, pengurangan kadar air tanah yang tidak melewati batas kritis pada fase vegetatif menyebabkan tidak adanya pengaruh cekaman terhadap tinggi tanaman kedelai. Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa pada stadium pertumbuhan vegetatif, cekaman kekeringan dapat mengurangi pertumbuhan tinggi tanaman, pembentukan daun, dan pertambahan luas daun.

Tabel 2. Pengaruh varietas terhadap tinggi tanaman kedelai

Varietas Rataan (cm)

V1 V2

80.64 a 64.60 b

Tabel 3. Pengaruh interaksi antara fase perkembangan dengan cekaman kekeringan terhadap tinggi tanaman kedelai pada umur 7 MST

Rataan (cm)

Fase Cekaman Kekeringan

2 hari 5 hari 10 hari

Ket : Huruf yang sama pada masing – masing baris dan kolom menunjukkan tidak ada perbedaan

yang nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 5 %. V1= varietas Dering; V2= varietas

(32)

Gambar 5. Tinggi tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman. F1= Fase Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3= Cekaman kekeringan dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari. Angka di atas diagram menunjukkan persentase penurunan tinggi tanaman dibandingkan dengan cekaman 2 hari.

Cekaman kekeringan menghambat pertumbuhan tanaman, menyebabkan tanaman menjadi kerdil. Tinggi tanaman kedelai menurun dengan meningkatnya cekaman kekeringan (Mapegau 2006; Suhartono et al. 2008; Nurhayati 2009; Sharifa dan Muriefah 2015). Terhambatnya pertumbuhan tanaman disebabkan karena terganggunya proses fotosintesis akibat kekurangan air. Taiz dan Zeiger (2002) menyatakan bahwa cekaman kekeringan akan menurunkan pertumbuhan dan fotosintesis. Ritche (1980) menyatakan bahwa proses yang sensitif terdapat kekurangan air adalah pembelahan sel. Hal ini dapat diartikan bahwa pertumbuhan tanaman sangat peka terhadap defisit (cekaman) air karena berhubungan dengan turgor dan hilangnya turgiditas dapat menghentikan pembelahan dan pembesaran sel yang mengakibatkan tanaman lebih kecil.

Jumlah Daun

Perlakuan varietas, fase perkembangan, dan cekaman kekeringan memberikan pengaruh interaksi terhadap jumlah daun tanaman kedelai (Tabel 4). Varietas Dering memiliki jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan Argomulyo. Tanaman kedelai yang tercekaman pada fase vegetatif dan diamati pada umur 7 MST terlihat mengalami penurunan jumlah daun namun tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan cekaman 2 hari. Sementara itu, cekaman pada fase generatif memberikan pengaruh yang berbeda pada masing-masing varietas. Jumlah daun menurun seiring dengan meningkatnya periode cekaman. Varietas Dering mengalami penurunan lebih besar dibandingkan varietas Argomulyo pada kondisi cekaman yang sama (Gambar 6). Jumlah daun yang sedikit pada saat cekaman disebabkan oleh adanya gangguan pertumbuhan serta mekanisme adaptasi tanaman melalui pengguguran daun untuk mengurangi kehilangan air dalam jumlah yang besar.

10%

Dering Veg Argomulyo Veg Dering Gen Argomulyo Gen

(33)

Tabel 4. Pengaruh interaksi antara varietas, fase perkembangan dengan cekaman kekeringan terhadap jumlah daun tanaman kedelai pada umur 7 MST

Ket : Huruf yang sama pada masing – masing baris dan kolom menunjukkan tidak ada perbedaan

yang nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 5 %. V1= varietas Dering; V2= varietas

Argomulyo; F1= fase vegetatif; F2= fase generatif; Cekaman= Interval penyiraman.

Gambar 6. Jumlah daun tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman. F1= Fase Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3= Cekaman kekeringan dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari. Angka di atas diagram menunjukkan persentase penurunan jumlah daun dibandingkan dengan cekaman 2 hari.

Pengguguran daun merupakan salah satu mekanisme adaptasi tanaman terhadap cekaman kekeringan. Pengguguna daun biasanya disebabkan oleh penumpukan asam absisat. Kekurangan air akan menyebaban berkurangnya potensial air sehingga hormon tanaman juga berubah konsentrasinya. Misalnya asam absisat (ABA) yang akan meningkat dalam daun, penimbunan ABA akan menyebabkan daun yang tua gugur jika akumulasinya tinggi (Hsiao 1973). Tanaman yang kekurangan air hingga titik layu biasanya akan segar kembali bila segera diairi, namun daun yang tua akan gugur, daun baru akan lebih kecil (Gardner et al. 1991).

Luas Daun

Perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap luas daun tanaman kedelai (Tabel 5). Varietas Argomulyo memiliki ukuran daun yang lebih lebar dibandingkan Dering baik pada fase vegetatif maupun generatif. Perlakuan fase perkembangan dengan cekaman kekeringan menyebabkan terjadinya interaksi terhadap luas daun tanaman kedelai pada umur 4 dan 6 MST (Tabel 6). Pada fase

25%

Dering (Veg) Argomulyo (Veg) Dering (Gen) Argomulyo (Gen)

(34)

vegetatif, varietas Argomulyo mengalami penurunan luas daun lebih besar, sedangkan pada fase generatif varietas Dering mengalami penurunan luas daun lebih besar dibandingkan varietas Argomulyo pada kondisi cekaman yang sama (Gambar 7). Pada saat tercekam, tanaman mengurangi luas daun untuk memperkecil bidang penguapan (transpirasi). Luas daun menurun dengan meningkatnya periode cekaman kekeringan.

Tabel 5. Pengaruh varietas terhadap luas daun tanaman kedelai Rataan (cm2)

Tabel 6. Pengaruh interaksi antara fase perkembangan dengan cekaman kekeringan terhadap luas daun tanaman kedelai pada umur 4 dan 7 MST

Rataan (cm2)

Fase (4 MST) Cekaman Kekeringan

2 hari 5 hari 10 hari

Ket : Huruf yang sama pada masing – masing baris dan kolom menunjukkan tidak ada perbedaan

yang nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 5 %. V1= varietas Dering; V2= varietas

Argomulyo; F1= fase vegetatif; F2= fase generatif; Cekaman= Interval penyiraman.

Gambar 7. Luas daun tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman. F1= Fase Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3= Cekaman kekeringan dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari. Angka di atas diagram menunjukkan persentase penurunan luas daun dibandingkan dengan cekaman 2 hari.

Pengaruh kekurangan air selama tingkat vegetatif ialah berkembangnya daun-daun yang lebih kecil yang dapat mengurangi nilai LAI dan berakibat berkurangnya penyerapan cahaya oleh tanaman (Gardner et al. 1991) dan tingkat

17% 29%

Dering (Veg) Argomulyo (Veg) Dering (Gen) Argomulyo (Gen)

(35)

ekspansi daun (Casteel 2012). Cekaman air mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kanopi (Stone et al. 2001). Sulistyono et al. (2012) menyatakan bahwa proses fisiologi pertama yang terjadi yang dipengaruhi oleh cekaman kekeringan adalah penurunan ukuran daun, yang dapat menyebabkan penurunan hantaran stomata dan fotosintesis. Perubahan ukuran daun dan stomata merupakan mekanisme untuk menghindari kekeringan dengan cara mengurangi transpirasi. Pada saat cekaman kekeringan tanaman masih dapat melanjutkan proses pertumbuhan dan perkembangannya meskipun jumlah daun dan luas daun berkurang. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa tanaman yang kekurangan air akan menjadi lebih kerdil, daun menjadi lebih sedikit dan helainya kecil.

Berat Kering dan Panjang Akar

Pemberian cekaman pada fase vegetatif dan generatif memberikan pengaruh interaksi terhadap berat kering akar tanaman kedelai (Tabel 7). Cekaman kekeringan pada fase vegetatif menurunkan berat kering akar namun cekaman 5 hari tidak berbeda nyata dengan cekaman 10 hari. Sedangkan pada saat fase generatif, berat akar menurun dengan meningkatnya periode cekaman. Penurunan berat kering akar pada saat cekaman fase vegetatif dan generatif paling besar pada varietas Dering dibandingkan varietas Argomulyo (Gambar 8A).

Perlakuan cekaman kekeringan pada fase generatif berpengaruh nyata terhadap panjang akar tanaman kedelai namun cekaman 5 hari tidak berbeda nyata dengan cekaman 10 hari (Tabel 8). Varietas Dering dan Argomulyo memiliki panjang akar yang hampir sama sehingga tidak ada pengaruh perlakuan varietas. Selain itu cekaman pada fase vegetatif juga tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar tanaman kedelai. Penurunan panjang akar lebih besar pada varietas Dering dibandingkan varietas Argomulyo (Gambar 8B).

Tabel 7. Pengaruh interaksi antara fase perkembangan dengan cekaman kekeringan terhadap berat kering akar tanaman kedelai

Rataan (g)

Fase Cekaman Kekeringan

2 hari 5 hari 10 hari

Tabel 8. Pengaruh cekaman terhadap panjang akar tanaman kedelai

Cekaman Rataan (cm)

Ket : Huruf yang sama pada masing – masing baris dan kolom menunjukkan tidak ada perbedaan

yang nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 5 %. V1= varietas Dering; V2= varietas

(36)

Gambar 8. Berat kering akar (A) dan Panjang akar (B) tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman. F1= Fase Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3= Cekaman kekeringan dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari. Angka di atas diagram menunjukkan persentase penurunan berat kering akar dan panjang akar dibandingkan dengan cekaman 2 hari.

Penurunan berat akar pada saat cekaman disebabkan karena adanya gangguan pertumbuhan akibat terhambatnya pembelahan sel karena kekurangan air. Kekurangan air juga menyebabkan terganggunya proses fotosintesis sehingga hasil fotosintat yang terbentuk sangat sedikit yang disebar ke seluruh bagian tubuh tanaman, termasuk akar sehingga mengakibatkan pembentukan akar terhambat. Hal ini juga mempengaruhi pertumbuhan akar sehingga pada perlakuan cekaman kekeringan, menyebabkan penurunan panjang akar dibandingkan yang tidak tercekam. Pertumbuhan akar semakin tertekan seiring dengan meningkatnya cekaman kekeringan, namun penurunan relatif pertumbuhan akar pada genotipe toleran lebih rendah dibandingkan dengan genotipe peka (Himim 1996; Efendi 2009). Pada umumnya, saat tanah mengering dari permukaan tanah hingga ke lapisan tanah bawah akan menghambat pertumbuhan akar di lapisan tanah yang dangkal, karena sel-selnya tidak dapat mempertahankan turgor yang diperlukan untuk pemanjangan (Campbell et al. 2003). Tanaman dengan volume akar yang besar akan mampu mengabsorbsi air lebih banyak sehingga mampu bertahan pada kondisi kekurangan air (Palupi dan Dedywiryanto 2008).

(37)

pertumbuhan sistem perakaran umumnya meningkat, sedangkan pertumbuhan tajuk menurun. Tanaman yang lebih mementingkan pertumbuhan akar daripada pertumbuhan tajuk, akan memiliki kemampuan yang lebih baik untuk bertahan pada kondisi kekurangan air (Palupi dan Dedywiryanto 2008).

Respon Produksi

Jumlah Polong dan Biji

Perlakuan varietas, fase perkembangan, dan cekaman kekeringan memberikan pengaruh interaksi terhadap jumlah polong dan jumlah biji tanaman kedelai. Perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah polong dan jumlah biji tanaman kedelai (Tabel 9,10,11). Varietas Dering memiliki jumlah polong lebih banyak sehingga jumlah biji juga lebih banyak dibandingkan varietas Argomulyo. Pemberian cekaman pada fase vegetatif tidak berpengaruh nyata menurunkan jumlah polong dan biji dibandingkan pada fase generatif (Tabel 9 dan 11). Cekaman kekeringan pada fase generatif menyebabkan pengurangan yang sangat besar terhadap jumlah polong dan biji tanaman kedelai. Pengurangan jumlah polong dan biji meningkat dengan meningkatnya periode cekaman kekeringan. Penurunan akibat cekaman paling besar pada varietas Dering baik untuk jumlah polong, maupun jumlah biji pada cekaman 5 hari dan 10 hari (Gambar 9).

Tabel 9. Pengaruh interaksi antara varietas, fase perkembangan dengan cekaman kekeringan terhadap jumlah polong tanaman kedelai

(38)

Tabel 11. Pengaruh interaksi antara varietas, fase perkembangan dengan cekaman kekeringan terhadap jumlah biji tanaman kedelai

Ket : Huruf yang sama pada masing – masing baris dan kolom menunjukkan tidak ada perbedaan

yang nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 5 %. V1= varietas Dering; V2= varietas

Argomulyo; F1= fase vegetatif; F2= fase generatif; Cekaman= Interval penyiraman.

Gambar 9. Jumlah polong (A) dan jumlah biji (B) tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman. F1= Fase Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3= Cekaman kekeringan dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari. Angka di atas diagram menunjukkan persentase penurunan jumlah polong dan jumlah biji dibandingkan dengan cekaman 2 hari.

Perlakuan cekaman pada fase generatif dimulai sejak muncul bunga pertama hingga panen. Fase pembungaan dan fase pembentukan polong merupakan fase kritis tanaman terhadap kekurangan air. Tanaman kedelai yang tercekam terlihat mengurangi jumlah bunga sehingga berpengaruh terhadap jumlah polong tanaman. Kekurangan air pada fase pembungaan kedelai akan menyebabkan gagalnya pembentukan polong (Zen et al. 1993). Candogan et al.

(2013) menyatakan bahwa produksi biji kedelai menurun seiring dengan meningkatnya cekaman air.

Berat Kering Biji dan Produksi Total

Perlakuan cekaman kekeringan dan fase perkembangan memberikan pengaruh interaksi terhadap berat kering biji dan produksi total tanaman kedelai (Tabel 12). Pemberian cekaman pada fase vegetatif tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap penurunan berat kering biji (Gambar 10A) dan produksi total (Gambar 10B). Sementara itu, pemberian cekaman pada fase generatif sangat

(39)

berpengaruh terhadap penurunan berat kering biji dan produksi total. Selain itu perlakuan cekaman 5 hari dan 10 hari berbeda nyata menurunkan berat biji dan produksi total. Produksi kedelai menurun seiring dengan meningkatnya periode cekaman kekeringan. Varietas Dering mengalami penurunan produksi lebih besar jika dibandingkan dengan varietas Argomulyo pada kondisi cekaman yang sama. Pada pengamatan ini tidak terdapat pengaruh dari perbedaan varietas, meskipun jumlah biji dan polong berbeda nyata antar varietas. Hal ini disebabkan karena ukuran biji masing-masing varietas berbeda. Varietas Dering memiliki jumlah polong dan biji yang banyak tetapi ukuran biji lebih kecil, sedangkan varietas Argomulyo memiliki polong dan biji yang lebih sedikit tapi berukuran besar, sehingga berat kering biji tidak berpengaruh nyata. Hal ini juga mempengaruhi berat produksi total dan menyebabkan tidak adanya perbedaan produksi antara varietas Dering dan Argomulyo.

Tabel 12. Pengaruh interaksi antara fase perkembangan dengan cekaman kekeringan terhadap berak kering biji dan produksi total tanaman kedelai

Berat Kering Biji Rataan (g)

Fase Cekaman Kekeringan

2 hari 5 hari 10 hari

Ket : Huruf yang sama pada masing – masing baris dan kolom menunjukkan tidak ada perbedaan

yang nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 5 %. V1= varietas Dering; V2= varietas

Argomulyo; F1= fase vegetatif; F2= fase generatif; Cekaman= Interval penyiraman.

Rendahnya produksi bahan kering pada tanaman yang tercekam disebabkan oleh adanya mekanisme adaptasi tanaman yang mengurangi jumlah daun dan luas daun sehingga bidang fotosintesis menjadi lebih sedikit. Tanaman juga melakukan adaptasi dengan mengurangi bukaan stomata dan melipat daun sehingga pertukaran CO2 dan H2O pada daun menjadi terhambat. Mekanisme

adaptasi tanaman terhadap cekaman menyebabkan terhambatnya proses fotosintesis sehingga berpengaruh terhadap produksi bahan kering dan hasil biji pada tanaman kedelai. Berdasarkan Sopandie (2014) bahwa cekaman kekeringan akan menurunkan pertumbuhan dan fotosintesis. Penurunan fotosintesis pada kondisi kekeringan disebabkan oleh penutupan stomata dan pengaruh metabolis. Defisit air akan menyebabkan penutupan stomata yang akan menurunkan konsentrasi CO2, sedangkan dehidrasi pada sel mesofil daun dapat menyebabkan

(40)

Gambar 10. Berat kering biji (A) dan produksi total (B) tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman. F1= Fase vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3= Cekaman kekeringan dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari. Angka di atas diagram menunjukkan persentase penurunan berat kering biji dan produksi total dibandingkan dengan cekaman 2 hari.

Harnowo (1992) menyatakan bahwa cekaman kekeringan pada fase reproduktif menghambat distribusi asimilat ke bagian reproduktif, menurunkan jumlah polong, biji dan bobot biji per tanaman. Tekanan kekeringan juga berpengaruh terhadap penurunan persentase akar aktif, berat kering tanaman, jumlah daun dan polong, serta tinggi tanaman. Penelitian juga menghasilkan kesimpulan bahwa cekaman kekeringan akan menurunkan luas daun, mempercepat penuaan daun, menurunkan jumlah polong per hektar dan hasil biji. Cekaman kekeringan pada kondisi 50% di bawah air tersedia selama pertumbuhan vegetatif tidak mempengaruhi hasil. Hamim et al. (1996) menyatakan bahwa secara umum cekaman kekeringan mempunyai pengaruh menurunkan pertumbuhan tanaman kedelai baik tajuk maupun akar sehingga menyebabkan penurunan bobot kering total tanaman. Laju fotosintesis pada tanaman yang mengalami cekaman kekeringan akan menurun tajam dan lebih rendah jika dibandingkan dengan tanaman yang tidak tercekam (Liu et al. 2004).

Respon Fisiologi

Jumlah dan Bukaan Stomata

Perlakuan varietas, fase perkembangan, dan cekaman kekeringan tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap jumlah stomata tanaman kedelai per 0.2 mm daun (Tabel 1). Pada tanaman kedelai, stomata paling banyak jumlahnya pada bagian bawah permukaan daun namun ukurannya lebih kecil sedangkan pada bagian atas lebih sedikit namun memiliki ukuran yang lebih besar. Berdasarkan Gambar 11, dapat diketahui bahwa jumlah stomata pada fase generatif lebih banyak dibandingkan pada fase vegetatif. Jumlah stomata pada luas bidang pandang 0.2 mm tidak berpengaruh, namun pengaruh dari jumlah stomata akan terlihat sebagai pengaruh dari penyempitan daun. Dengan semakin sempit daun maka jumlah stomata pada tiap-tiap daun juga akan berkurang jumlahnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sinay (2015) bahwa pada tanaman yang mengalami

(41)

cekaman kekeringan, terjadi penghambatan panjang daun juga dimaksudkan untuk mengurangi luas permukaan daun dan reduksi jumlah stomata untuk mencegah proses penguapan.

Gambar 11. Jumlah stomata tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman. F1= Fase Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3= Cekaman kekeringan dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari.

Perbedaan varietas menyebabkan adanya perbedaan bukaan stomata (Tabel 13). Varietas Dering memiliki bukaan stomata yang lebih lebar dibanding Argomulyo. Perlakuan fase perkembangan dengan cekaman kekeringan memberika pengaruh interaksi terhadap bukaan stomata tanaman kedelai (Tabel 14). Pemberian cekaman selama 5 hari dan 10 hari menyebabkan tanaman melakukan respon adaptasi dengan mengurangi bukaan stomata. Bukaan stomata menurun dengan meningkatnya periode cekaman. Pengurangan bukaan stomata lebih besar pada varietas Argomulyo dibanding Dering (Gambar 12). Pengurangan bukaan stomata merupakan salah satu mekanisme toleransi tanaman terhadap cekaman untuk mengurangi kehilangan air dalam jumlah yang besar. Hasil penelitian Sudarsono dan Widoretno (2003); Purwanto dan Agustono (2010); Permanasari dan Sulistyaningsih (2013) bahwa lebar pembukaan stomata semakin kecil seiring penambahan taraf cekaman kekeringan. Tanaman yang mengalami kekeringan akan mengecilkan lubang stomata untuk mengurangi hilangnya air melalui transpirasi.

Tabel 13. Pengaruh varietas terhadap bukaan stomata tanaman kedelai

Varietas Rataan (cm)

V1 V2

6.69a 6.24b

Tabel 14. Pengaruh interaksi antara fase perkembangan dengan cekaman kekeringan terhadap bukaan stomata tanaman kedelai

Rataan (μm)

Fase Cekaman Kekeringan

2 hari 5 hari 10 hari

Ket : Huruf yang sama pada masing – masing baris dan kolom menunjukkan tidak ada perbedaan

yang nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 5 %. V1= varietas Dering; V2= varietas

Argomulyo; F1= fase vegetatif; F2= fase generatif; Cekaman= Interval penyiraman. 0

20 40

Dering (veg) Argomulyo (veg) Dering (gen) Argomulyo (gen)

(42)

Gambar 12. Bukaan stomata tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman. F1= Fase Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3= Cekaman kekeringan dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari. Angka di atas diagram menunjukkan persentase penurunan bukaan stomata dibandingkan dengan cekaman 2 hari.

Jumlah stomata meningkat pada fase generatif (Gambar 11), namun bukaan stomata justru menurun (Gambar 12) jika dibandingkan pada fase vegetatif. Penurunan bukaan stomata pada semua varietas dan tingkat cekaman merupakan respon tanaman dalam memafaatkan air yang tersedia. Media yang digunakan memiliki ukuran yang tetap sehingga air tersedia dalam media akan tetap sama dengan ketersediaan air pada fase vegetatif. Sementara itu, pada saat tanaman memasuki fase generatif, terjadi pembelahan sel yang cepat sehingga terjadi pertumbuhan yang relatif cepat (fast growth) mulai dari pertambahan tinggi dan jumlah daun hingga tercapai LAI maksimum. Hal ini tentu akan mempengaruhi fisologi tanaman, dimana air tersedia yang pada fase vegetatif masih cukup dimanfaatkan hingga 10 hari akan berbeda pada fase generatif. Tanaman harus melakukan mekanisme adaptasi agar air yang tersedia didalam tanah dapat dimanfaatkan secara maksimal salah satunya dengan mengurangi bukaan stomata untuk mencegah kehilangan air yang lebih besar.

Kandungan Klorofil Daun

Perlakuan varietas, fase perkembangan, dan cekaman kekeringan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kandungan klorofil dalam daun tanaman kedelai (Tabel 15). Varietas Argomulyo memiliki lebih banyak kandungan klorofil berdasarkan hasil pengukuran dengan SPAD, selain itu pengamatan di lapangan juga menunjukkan bahwa daun varietas Argomulyo lebih hijau dibandingkan varietas Dering. Namun daun bagian bawah memiliki kandungan klorofil paling rendah jika dibandingkan dengan varietas Dering (Gambar 14). Pemberian cekaman pada fase vegetatif tidak mempengaruhi kandungan klorofil daun tanaman kedelai, sedangkan cekaman kekeringan pada fase generatif mempengaruhi kandungan klorofil dalam daun tanaman kedelai utamanya pada daun tua. Kandungan klorofil menurun dengan meningkatnya periode cekaman. Penurunan kadar klorofil dalam daun paling besar pada varietas Argomulyo (Gambar 13). Hasil penelitian Purwanto dan Agustono (2010) juga menunjukkan bahwa kandungan klorofil menurun dengan meningkatnya cekaman.

Dering (veg) Argomulyo (veg) Dering (gen) Argomulyo (gen)

(43)

Tabel 15. Pengaruh interaksi antara varietas, fase perkembangan, dan cekaman kekeringan terhadap kandungan klorofil daun tanaman kedelai

Rataan

Varietas Fase Cekaman Kekeringan

2 hari 5 hari 10 hari

V1 F1 39.83 a 40.40 b-a 42.97 a F2 40.50 b-a 36.13 a-b 27.07 a-b-c V2 F1 44.47 a 45.37 a 43.07 a

F2 45.90 a 33.17 a-b 28.10 a-b-c

Ket : Huruf yang sama pada masing – masing baris dan kolom menunjukkan tidak ada perbedaan

yang nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 5 %. V1= varietas Dering; V2= varietas

Argomulyo; F1= fase vegetatif; F2= fase generatif; Cekaman= Interval penyiraman.

Gambar 13. Kandungan klorofil daun tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman. F1= Fase Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3= Cekaman kekeringan dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari. Angka di atas diagram menunjukkan persentase penurunan klorofil daun dibandingkan dengan cekaman 2 hari.

Gambar 14. Perbandingan kandungan klorofil daun bagian pucuk, tengah, dan daun bawah tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman. V1= vaerietas Dering; V2= varietas Argomulyo; F1= Fase Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3= Cekaman kekeringan dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari.

11%

28%

33% 39%

0.0 10.0 20.0 30.0 40.0

Dering (veg) Argomulyo (veg) Dering (gen) Argomulyo (gen)

F1I1 F1I2 F1I3 F2I1 F2I2 F2I3

(44)

Kandungan klorofil sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air, khususnya daun yang berada pada bagian bawah (daun tua). Pada kondisi dilapangan, daun tanaman kedelai pada bagian bawah terlihat menguning karena pengaruh cekaman kekeringan. Perlakuan cekaman kekeringan mempercepat proses penuaan daun tanaman kedelai. Klorofil pada daun terbentuk dari nitrogen yang dapat diperoleh tanaman dari pemupukan. Perlakuan cekaman selain menghambat penyerapan air, juga menyebabkan terhambatnya penyerapan hara karena hara dalam tanah dapat diserap tanaman jika dalam bentuk terlarut. Kekurangan air menyebabkan tanaman tidak mampu menyerap hara dengan maksimal sehingga tanaman kekurangan nutrisi.

Rendahnya kandungan klorofil pada daun tanaman yang tercekam disebabkan oleh adanya mekanisme adaptasi tanaman membentuk senyawa prolin. Senyawa prolin terbentuk dari senyawa N (nitrogen) yang berasal dari degradasi protein pada daun (Fukai dan Cooper 1995). Kekurangan air akan mempengaruhi kandungan dan organisasi klorofil dalam kloroplas pada jaringan. Di samping itu penyerapan unsur hara dari tanah oleh akar terhambat, sehingga mempengaruhi ketersediaan unsur N dan Mg yang berperan penting dalam sintesis klorofil (Syafi 2008).

Respon Gerak

Melipat Daun

Salah satu respon adaptasi tanaman terhadap cekaman yaitu dengan pelipatan daun untuk mengurangi terpaan panas radiasi pada permukaan daun yang dapat mempercepat laju transpirasi. Respon ini terjadi saat tanaman tercekam pada fase generatif. Pada (Gambar 15) terlihat perbedaan antara posisi daun tanaman yang tidak tercekam dan tanaman yang tercekam. Tanaman yang tidak tercekam terlihat tumbuh dengan segar dan membuka lebar permukaan daun, sedangkan pada tanaman yang mendapat cekaman kekeringan terlihat layu dan melipat daun. Fukai dan Cooper (1995); Supijatno (2012) menyatakan bahwa tanaman menggulung atau melipat daun untuk mengurangi jerapan panas radiasi dan mengurangi penguapan melalui permukaan daun. Banyak tanaman mempunyai mekanisme dalam daun yang menguntungkan dalam mengurangi transpirasi bila ketersediaan air terbatas. Tanaman jagung akan mengurangi daerah daun yang terbuka dengan cara penggulungan daun. Tanaman berdaun lebar memiliki mekanisme yang lain untuk

A B

Gambar 15. Respon melipat daun pada tanaman kedelai saat kondisi cekaman

(45)

mengurangi kehilangan air, misalnya pada tanaman kedelai mempunyai kecenderungan membalikkan daunnya keatas sehingga bulu-bulu yang terdapat pada bagian bawah permukaan daun dapat merefleksikan lebih banyak cahaya (Gardner et al. 1991). Casteel (2012) menyatakan bahwa pada cekaman yang hebat, tanaman kedelai akan melipat daun. Daun trifoliat akan melipat secara bersamaan untuk mengurangi paparan radiasi dan mengurangi kehilangan air. Membalik dan melipat daun dapat terjadi selama pertumbuhan tanaman, mulai stadia tanaman muda hingga pengisian biji.

Komponen Agrometeorologi

Suhu Daun dan Suhu Permukaan Tanah

Cekaman kekeringan mempengaruhi suhu daun dan suhu permukaan tanah. Pada perlakuan cekaman kekeringan, terlihat tanaman memiliki suhu daun dan suhu permukaan tanah yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak tercekam. Suhu daun dapat digunakan sebagai parameter untuk mendeteksi terjadinya stress air. Penurunan laju transpirasi akan diikuti pengurangan pertukaran panas laten antara daun dengan atmosfer. Pengaruh peningkatan suhu daun dapat diukur dengan menggunakan thermometer inframerah. terdapat perbedaan suhu daun antara tanaman yang diairi dengan tanaman yang tercekam air (Jones et al. 1997). Radiasi yang diserap oleh daun memberikan pengaruh terhadap transpirasi, pelepasan panas keluar dari daun, dan simpanan panas di dalam daun. Pada tanaman yang terpapar radiasi tetapi tidak mengalami cekaman air maka perbedaan antara suhu udara dengan suhu daun relatif kecil (Chang 1968).

Tabel 16. Rata-rata suhu daun dan suhu permukaan tanah pada berbagai kondisi cekaman kekeringan

Perlakuan Suhu Daun Suhu Permukaan Tanah

Veg Gen Veg Gen

(46)

Suhu permukaan tanah sangat dipengaruhi oleh kekurangan air. Pada tanah kering akan lebih cepat mengalami pemanasan dibandingkan tanah basah. Suhu pada permukaan tanah yang mengalami pemanasan akibat radiasi akan perlahan-lahan mempengaruhi suhu tanah dibawah permukaan melalui proses konduksi. Suhu tanah yang tinggi akan mempercepat proses kehilangan air melalui evaporasi.

Pada percobaan ini, perlakuan cekaman air tidak menyebabkan perubahan suhu tanah yang sangat besar. Hal ini karena suhu tanah dipengaruhi oleh tekstur tanah. Tekstur tanah untuk media tanam yang digunakan pada percobaan yaitu (3% pasir, 44% debu, dan 53% liat). Tekstur lempung dan liat memiliki kapasitas panas dan konduktivitas panas yang lebih tinggi dibandingkan tanah bertekstur pasir sehingga tanah akan lebih lama panas. Suhu tanah yang tinggi dapat berbahaya bagi akar, selanjutnya jika suhu tanah terlalu rendah akan menganggu penyerapan hara dan air dari dalam tanah. Pertumbuhan akar sangat sensitif terhadap suhu tanah (Mavi dan Tupper 2004).

Intersepsi Radiasi dan Efisiensi Penggunaan Radiasi

Radiasi intersepsi merupakan selisih antara radiasi yang sampai di atas tajuk tanaman dengan radiasi yang di transmisikan (radiasi yang diteruskan sampai di bawah tajuk tanaman). Besarnya radiasi yang diintersepsi tanaman semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman dan kembali menurun menjelang panen (Gambar 16). Berdasarkan grafik tersebut diketahui bahwa kedua varietas kedelai yang mendapat cekaman 5 dan 10 hari pada fase generatif mengintersepsi radiasi lebih sedikit jika dibandingkan dengan cekaman 2 hari. Intersepsi radiasi sangat dipengaruhi oleh struktur kanopi tanaman melalui indeks luas daun. Tanaman kedelai yang tercekam memiliki nilai indeks luas daun yang rendah karena tanaman menggugurkan serta menyempitkan daun.

Gambar 16. Persentase intersepsi radiasi tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman. V1= vaerietas Dering; V2= varietas Argomulyo; F1= Fase Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3= Cekaman kekeringan dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari.

0

V1F1I1 V1F1I2 V1F1I3 V1F2I1 V1F2I2 V1F2I3

Gambar

Gambar 1. Ilustrasi pemberian perlakuan cekaman kekeringan
Gambar 2. Pengamatan jumlah dan bukaan stomata dengan menggunakan sampel
Gambar 3. Kondisi iklim wilayah Darmaga periode April-Juni 2015
Gambar 4. Pengurangan kadar air tanah pada berbagai interval penyiraman
+7

Referensi

Dokumen terkait

terhadap cekaman kekeringan, pada parameter berat kering tanaman menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada seluruh varietas dengan tingkat pemberian air yang

Gambar histogram tersebut juga menunjukkan bahwa pada tanaman kedelai yang tidak mengalami cekaman kekeringan, maupun yang mengalami cekaman kekeringan ringan dan

Pada perlakuan kering fase vegetatif dilanjutkan kering fase generatif C3 terdapat genotipe Huanghuazan yang memnili jumlah gabah hampa yang tinggi dibandingkan genotipe

Dari nilai Re-Growth diperoleh bahwa varietas Willis , Detam I, dan Anjasmoro adalah toleran aluminium.Karekter vegetatif yang dipengaruhi cekaman aluminium adalah

Gangguan pertumbuhan pada saat tanaman mengalami cekaman kekeringan bukan hanya disebabkan oleh kekurangan air untuk bahan fotosintesis, namun dengan adanya cekaman

Pertumbuhan Akar Kedelai Pada Cekaman Aluminium Kekeringan dan Cekaman Ganda Aluminium dan Kekeringan .Fakultas Udayana..

Dari nilai Re-Growth diperoleh bahwa varietas Willis , Detam I, dan Anjasmoro adalah toleran aluminium.Karekter vegetatif yang dipengaruhi cekaman aluminium adalah

terhadap cekaman kekeringan, pada parameter berat kering tanaman menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada seluruh varietas dengan tingkat pemberian air yang