• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPON VARIETAS TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE PERTUMBUHAN VEGETATIF.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RESPON VARIETAS TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE PERTUMBUHAN VEGETATIF."

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON VARIETAS TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE

PERTUMBUHAN VEGETATIF

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Prasyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Program Studi Agroteknologi

Disusun Oleh :

IMELDA VIRGO VINTIA

NPM. 1025010032

Kepada

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL“ VETERAN” JAWA TIMUR

SURABAYA

2014

(2)
(3)

RESPON VARIETAS TANAMAN JAGUNG

(Zea mays L.)

TERHADAP

CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE PERTUMBUHAN VEGETATIF

Disusun Oleh :

IMELDA VIRGO VINTIA

NPM : 1025010032

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur PadaTanggal 20 Januari 2014

Pembimbing : Tim Penguji : 1. Pembimbing Utama 1. Ketua

Ir. Ida Retno Moeljani, MP Ir. Ida Retno Moeljani, MP

2. Pembimbing Pendamping 2 . Sekretaris

Ir. Yonny Koentjoro, MM Ir. Yonny Koentjoro, MM

3 . Anggota

Ir. Mulyadi, MS

4 . Anggota

Ir. Didik Utomo P, MP

Mengetahui :

Dekan Ketua

Fakultas Pertanian `Progdi Agroteknologi

Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS Ir. Mulyadi. MS

(4)

RESPON VARIETAS TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE

PERTUMBUHAN VEGETATIF

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Prasyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Program Studi Agroteknologi

Disusun Oleh :

IMELDA VIRGO VINTIA

NPM. 1025010032

Kepada

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL“ VETERAN” JAWA TIMUR

SURABAYA

2014

(5)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

RESPON VARIETAS TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE PERTUMBUHAN VEGETATIF

Diajukan Oleh :

IMELDA VIRGO VINTIA 1025010032

Menyetujui,

DOSEN PEMBIMBING I DOSEN PEMBIMBING II

IR. IDA RETNO MOELJANI, MP IR. YONNY KOENTJORO, MM 19600620 198811 2001 19610606 198903 1001

Mengetahui, KETUA

PROGDI AGROTEKNOLOGI

IR. MULYADI, MS NIP. 19530503 198503 1001

(6)

SURAT PERNYATAAN

Berdasarkan Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan Permendiknas No. 17 tahun 2010 Pasal 1 Ayat 1 tentang Plagiatisme.

Maka saya sebagai penulis skripsi dengan judul :

RESPON VARIETAS TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE PERTUMBUHAN VEGETATIF

Menyatakan bahwa skripsi tersebut diatas bebas dari Plagiatisme.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan saya sanggup mempertanggungjawabkan sesuai dengan hukum dan perundangan yang berlaku.

Surabaya, Februari 2014 Yang membuat pernyataan

Imelda Virgo Vintia NPM. 1025010032

(7)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

1.5. Hipotesa ... 4

II. Tinjauan Pustaka 2.1. Karakteristik Tanaman Jagung ... 5

2.2. Pertumbuhan Tanaman Jagung ... 6

2.3. Peranan Air Pada Tanaman ... 9

2.4. Kebutuhan Air Tanaman Jagung ... 11

2.5. Varietas ... 12

2.6. Reaksi Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan ... 13

2.6.1. Pengaruh Kekeringan terhadap Anatomi Daun ... 17

2.6.2. Efek Kekeringan Terhadap Fotosintesis ... 18

2.7. Daya Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan ... 18

III. Bahan dan Metode 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

3.2. Bahan dan Alat ... 20

3.3. Metode Penelitian ... 20

3.4. Pelaksanaan Penelitian ... 23

3.4.1. Persiapan Lahan ... 23

(8)

iv

3.4.2. Pemilihan Benih ... 23

3.4.3. Penanaman ... 23

3.4.4. Perlakuan ... 23

3.4.5. Penyulaman ... 24

3.4.6. Penyiangan ... 25

3.5. Pengamatan ... 25

3.5.1. Panjang Tanaman ... 25

3.5.2. Jumlah Daun ... 25

3.5.3. Luas Daun ... 25

3.5.4. Prosentase Jumlah Daun ... 26

3.5.5. Berat Basah Total Tanaman ... 26

3.5.6. Berat Kering Total Tanaman ... 26

3.5.7. Berat Basah Akar ... 26

3.5.8. Berat Kering Akar ... 26

3.5.9. Kadar Air Tanaman... 26

3.5.10. Kadar Air Akar ... 27

3.5.11. Diameter Batang ... 27

3.5.12. Nisbah Biomasa ... 3.6. Analisa Data ... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1. Panjang Tanaman ... 28

4.1.2. Jumlah Daun ... 30

4.1.3. Luas Daun ... 33

4.1.4. Prosentase Jumlah Daun Menggulung ... 35

4.1.5. Berat Basah Total Tanaman ... 37

4.1.6. Berat Kering Total Tanaman ... 38

(9)

v

4.1.7. Hubungan Antar Parameter ... 39

4.1.8. Berat Basah Akar ... 40

4.1.9. Berat Kering Akar ... 42

4.1.10. Kadar Air Akar ... 44

4.1.11. Kadar Air Tanaman ... 45

4.1.12. Diameter Batang ... 47

4.1.13. Nisbah Biomasa ... 49

4.2. Pembahasan 4.2.1. Kombinasi Varietas Tanaman Jagung Pada Berbagai Tingkat Cekaman Kekeringan ... 51

4.2.2. Perlakuan Varietas Tanaman Jagung ... 54

4.2.3. Perlakuan Tingkat Cekaman Kekeringan ... 55

V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 59

5.2. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(10)

RESPON VARIETAS TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP

CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE PERTUMBUHAN VEGETATIF

Imelda Virgo V, Ida Retno M, Yonny Koentjoro, Makhziah ABSTRAK

Sifat tanaman toleran terhadap cekaman kekeringan merupakan sikap kompleks, karena dicerminkan oleh beberapa karakteristik morfologi tanaman. Strategi tanaman toleran menghadapi cekaman kekeringan dimulai pada saat fase perkecambahan dan pertumbuhan vegetatif dengan membentuk formasi akar, akumulasi prolin, dan kepekaan penggulungan daun merupakan indikator tanaman toleran terhadap cekaman kekeringan. Penelitian terdiri atas 2 faktor, faktor pertama (I) yaitu 10 macam varietas tanaman jagung dan faktor kedua (II) yaitu tingkat pemberian air yang terdiri dari 3 level. Penelitian disusun secara faktorial dengan menggunakan kaidah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Setiap satuan percobaan diulang tiga kali. Faktor I adalah varietas jagung (V), faktor II adalah tingkat pemberian air, yang terdiri dari 3 level yaitu, A1 = Kebutuhan Air

100%, A2 = Kebutuhan Air 50%, dan A3 = Kebutuhan Air 25%. Respon tanaman

terhadap cekaman kekeringan, pada parameter berat kering tanaman menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada seluruh varietas dengan tingkat pemberian air yang berbeda. Perlakuan varietas menunjukan pengaruh yang nyata terhadap beberapa parameter yang diamati yaitu panjang tanaman, berat basah tanaman, berat basah akar, dan diameter batang. Perlakuan tingkat pemberian air menunjukkan pengaruh berbeda nyata terhadap semua parameter pengamatan kecuali parameter kadar air tanaman. Rata-rata semua parameter tanaman dengan tingkat pemberian air A1 menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan tingkat pemberian air A2 dan A3, hal ini dikarenakan bahwa tingkat pemberian A1 merupakan tingkat kebutuhan air normal pada tanaman jagung sehingga hasil yang ditunjukkan yaitu lebih baik dibandingkan dengan yang lain.

Kata kunci : Jagung, Cekaman Kekeringan, Varietas

(11)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman jagung (Zea mays. L) merupakan salah satu tanaman bahan pangan pokok yang sudah populer diseluruh dunia. Jagung juga berperan penting dalam perekonomian nasional dengan adanya perkembangan industri pangan yang ditunjang dengan teknologi budidaya dan varietas unggul. Komoditi jagung mempunyai peran besar sebagai bahan baku makanan, minuman, dan pakan ternak. Menurut Suryana (2005) dalam Kaswan dan Amzeri (2011), dalam beberapa tahun terakhir proporsi penggunaan jagung oleh industri pakan telah mencapai 50% dari total keseluruhan kebutuhan nasional. Dalam 20 tahun kedepan, penggunaan jagung untuk pakan diperkirakan terus meningkat bahkan setelah tahun 2020 penggunaan jagung untuk kebutuhan pakan diperkirakan lebih dari 60% dari total kebutuhan nasional. Dengan meningkatnya kebutuhan jagung setiap tahunnya, maka budidaya tanaman jagung sangat menguntungkan dan mempunyai prospek cukup baik bagi yang mengusahakannya.

Di Indonesia jagung lebih banyak ditanam di lahan kering (79 %). Luas areal pertanaman jagung di lahan sawah tadah hujan dan sawah irigasi masing-masing 10 % dan 11 % dari total luas pertanaman. Hal ini merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas jagung. Peluang perluasan area jagung di lahan kering masih cukup besar. Luas lahan kering di Indonesia meliputi 23 juta hektar lahan tidur. Salah satu upaya peningkatan produktivitas guna mendukung program pengembangan agribisnis jagung adalah penyediaan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman (Damardjati, Subandi, Kariyasa, Zubachtirodin dan Saenong, 2005).

Jagung merupakan tanaman hari pendek, jumlah daunnya ditentukan pada saat inisiasi bunga jantan dan dikendalikan oleh genotipe, lama penyinaran dan

(12)

2

suhu. Secara umum jagung memiliki pola pertumbuhan yang sama. Pada fase vegetatif yaitu pada fase munculnya daun pertama yang terbuka smepurna sampai tasseling sebelum keluarnya bunga betina yang diawali munculnya rambut dari dalam tongkol yang terbungkus kelobot, biasanya 2-3 hari setelah tasseling (Subekti, Syafruddin, Effendi, dan Sunarti, 2007).

Jagung merupakan tanaman dengan tingkat penggunaan air sedang, berkisar antar 400-500 mm. Namun demikian, budidaya jagung terkendala oleh tidak tersedianya air dalam jumlah dan waktu yang tepat. Khusus pada lahan sawah tadah hujan dataran rendah, masih tersisanya lengas tanah dalam jumlah yang berlebihan akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Sementara itu, penundaan waktu tanam akan menyebabkan terjadinya cekaman kekurangan air pad fase pertumbuhan sampai pembentukan biji (Aqil dan Firmansyah, 2008)

Perubahan iklim (climate changes) berpengaruh secara langsung terhadap siklus musim. Prediksi pergantian musim kemarau ke musim penghujan atau sebaliknya tidak dapat dilakukan secara akurat. Akibat dari perubahan iklim adalah pergantian musim yang tidak menentu salah satunya adalah musim kemarau yang panjang sehingga menyebabkan ketersedian air tanah semakin menurun. Perubahan iklim juga berdampak pada potensi lahan karena mengalami cekaman kekeringan (terjadi musim kemarau yang panjang), hal tersebut berdampak terhadap penurunan hasil atau kegagalan panen (Cahyo, 2012).

Sifat tanaman toleran terhadap cekaman kekeringan merupakan sikap kompleks, karena dicerminkan oleh beberapa karakteristik morfologi tanaman. Strategi tanaman toleran menghadapi cekaman kekeringan dimulai pada saat fase perkecambahan dan pertumbuhan vegetatif dengan membentuk formasi akar, akumulasi prolin, dan kepekaan penggulungan daun merupakan indikator

(13)

3

tanaman toleran terhadap cekaman kekeringan (Moussa dan Aziz, 2008 dalam Effendi, Suwardi, dan Isnaini, 2010).

Pertumbuhan tanaman didefinisikan sebagai bertambah besarnya tanaman yang diikuti oleh peningkatan berat kering. Proses pertumbuhan tanaman terdiri dari pembelahan sel, perbesaran sel dan diferensiasi sel. Cekaman kekeringan menyebabkan kehilangan air pada jaringan tanaman sehingga turgor sel menurun, mempengaruhi membran sel dan potensi aktivitas kimia air dalam tanaman (Mubiyanto, 1997).

Menurut Iriany, Takdir, Subekti, dan Dahlan (2001), varietas hibrida memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas bersari bebas, karena hibrida menggabungkan gen-gen dominan karakter yang diinginkan dari penyusunnya, dan hibrida mampu memanfaatkan gen adiktif dan non adiktif. Varietas hibrida akan memberikan keuntungan yang lebih tinggi bila ditanam pada lahan yang produktivitasnya tinggi.

Budidaya tanaman jagung biasanya mengalami tingkat penurunan hasil yang mengakibatkan kerugian pada musim kemarau berkepanjangan. Oleh karena itu, salah satu teknologi yang relatif murah dan efektif untuk menekan kerugian akibat cekaman kekeringan adalah menggunakan varietas tanaman jagung yang tahan terhadap cekaman kekeringan. Berdasarkan uraian diatas maka akan dilakukan penelitian tentang uji ketahanan beberapa varietas jagung yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Hal ini sangat bermanfaat dalam mengetahui pertumbuhan varietas yang tahan kekeringan utuk dibudidayakan dan meningkatkan hasil produksi jagung dilahan kering atau di musim kemarau berkepanjangan.

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimana respon pertumbuhan vegetatif dari sepuluh varietas tanaman jagung (Zea mays L.) akibat cekaman kekeringan.

(14)

4

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui respon varietas jagung terhadap cekaman kekeringan pada fase pertumbuhan vegetatif.

1.4. Manfaat Penelitian

a. Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh informasi varietas tanaman jagung berkaitan dengan toleran terhadap cekaman kekeringan.

b. Dari sepuluh varietas yang diperoleh dapat dijadikan tetua dan bahan genetik terhadap keturunan tanaman jagung yang tahan cekaman kekeringan kepada pemulia tanaman.

1.5. Hipotesa

a. Diduga terdapat respon yang berbeda dari pertumbuhan vegetatif setiap varietas tanaman jagung terhadap cekaman kekeringan.

b. Diduga terdapat interaksi antara tingkat cekaman kekeringan yang berbeda pada berbagai varietas terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung.

(15)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

RESPON VARIETAS TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE PERTUMBUHAN VEGETATIF

Diajukan Oleh :

IMELDA VIRGO VINTIA 1025010032

Menyetujui,

DOSEN PEMBIMBING I DOSEN PEMBIMBING II

IR. IDA RETNO MOELJANI, MP IR. YONNY KOENTJORO, MM 19600620 198811 2001 19610606 198903 1001

Mengetahui, KETUA

PROGDI AGROTEKNOLOGI

IR. MULYADI, MS NIP. 19530503 198503 1001

(16)

SURAT PERNYATAAN

Berdasarkan Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan Permendiknas No. 17 tahun 2010 Pasal 1 Ayat 1 tentang Plagiatisme.

Maka saya sebagai penulis skripsi dengan judul :

RESPON VARIETAS TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE PERTUMBUHAN VEGETATIF

Menyatakan bahwa skripsi tersebut diatas bebas dari Plagiatisme.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan saya sanggup mempertanggungjawabkan sesuai dengan hukum dan perundangan yang berlaku.

Surabaya, Februari 2014 Yang membuat pernyataan

Imelda Virgo Vintia NPM. 1025010032

(17)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

1.5. Hipotesa ... 4

II. Tinjauan Pustaka 2.1. Karakteristik Tanaman Jagung ... 5

2.2. Pertumbuhan Tanaman Jagung ... 6

2.3. Peranan Air Pada Tanaman ... 9

2.4. Kebutuhan Air Tanaman Jagung ... 11

2.5. Varietas ... 12

2.6. Reaksi Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan ... 13

2.6.1. Pengaruh Kekeringan terhadap Anatomi Daun ... 17

2.6.2. Efek Kekeringan Terhadap Fotosintesis ... 18

2.7. Daya Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan ... 18

III. Bahan dan Metode 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

3.2. Bahan dan Alat ... 20

3.3. Metode Penelitian ... 20

3.4. Pelaksanaan Penelitian ... 23

3.4.1. Persiapan Lahan ... 23

(18)

iv

3.4.2. Pemilihan Benih ... 23

3.4.3. Penanaman ... 23

3.4.4. Perlakuan ... 23

3.4.5. Penyulaman ... 24

3.4.6. Penyiangan ... 25

3.5. Pengamatan ... 25

3.5.1. Panjang Tanaman ... 25

3.5.2. Jumlah Daun ... 25

3.5.3. Luas Daun ... 25

3.5.4. Prosentase Jumlah Daun ... 26

3.5.5. Berat Basah Total Tanaman ... 26

3.5.6. Berat Kering Total Tanaman ... 26

3.5.7. Berat Basah Akar ... 26

3.5.8. Berat Kering Akar ... 26

3.5.9. Kadar Air Tanaman... 26

3.5.10. Kadar Air Akar ... 27

3.5.11. Diameter Batang ... 27

3.5.12. Nisbah Biomasa ... 3.6. Analisa Data ... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1. Panjang Tanaman ... 28

4.1.2. Jumlah Daun ... 30

4.1.3. Luas Daun ... 33

4.1.4. Prosentase Jumlah Daun Menggulung ... 35

4.1.5. Berat Basah Total Tanaman ... 37

4.1.6. Berat Kering Total Tanaman ... 38

(19)

v

4.1.7. Hubungan Antar Parameter ... 39

4.1.8. Berat Basah Akar ... 40

4.1.9. Berat Kering Akar ... 42

4.1.10. Kadar Air Akar ... 44

4.1.11. Kadar Air Tanaman ... 45

4.1.12. Diameter Batang ... 47

4.1.13. Nisbah Biomasa ... 49

4.2. Pembahasan 4.2.1. Kombinasi Varietas Tanaman Jagung Pada Berbagai Tingkat Cekaman Kekeringan ... 51

4.2.2. Perlakuan Varietas Tanaman Jagung ... 54

4.2.3. Perlakuan Tingkat Cekaman Kekeringan ... 55

V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 59

5.2. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(20)

RESPON VARIETAS TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP

CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE PERTUMBUHAN VEGETATIF

Imelda Virgo V, Ida Retno M, Yonny Koentjoro, Makhziah ABSTRAK

Sifat tanaman toleran terhadap cekaman kekeringan merupakan sikap kompleks, karena dicerminkan oleh beberapa karakteristik morfologi tanaman. Strategi tanaman toleran menghadapi cekaman kekeringan dimulai pada saat fase perkecambahan dan pertumbuhan vegetatif dengan membentuk formasi akar, akumulasi prolin, dan kepekaan penggulungan daun merupakan indikator tanaman toleran terhadap cekaman kekeringan. Penelitian terdiri atas 2 faktor, faktor pertama (I) yaitu 10 macam varietas tanaman jagung dan faktor kedua (II) yaitu tingkat pemberian air yang terdiri dari 3 level. Penelitian disusun secara faktorial dengan menggunakan kaidah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Setiap satuan percobaan diulang tiga kali. Faktor I adalah varietas jagung (V), faktor II adalah tingkat pemberian air, yang terdiri dari 3 level yaitu, A1 = Kebutuhan Air

100%, A2 = Kebutuhan Air 50%, dan A3 = Kebutuhan Air 25%. Respon tanaman

terhadap cekaman kekeringan, pada parameter berat kering tanaman menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada seluruh varietas dengan tingkat pemberian air yang berbeda. Perlakuan varietas menunjukan pengaruh yang nyata terhadap beberapa parameter yang diamati yaitu panjang tanaman, berat basah tanaman, berat basah akar, dan diameter batang. Perlakuan tingkat pemberian air menunjukkan pengaruh berbeda nyata terhadap semua parameter pengamatan kecuali parameter kadar air tanaman. Rata-rata semua parameter tanaman dengan tingkat pemberian air A1 menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan tingkat pemberian air A2 dan A3, hal ini dikarenakan bahwa tingkat pemberian A1 merupakan tingkat kebutuhan air normal pada tanaman jagung sehingga hasil yang ditunjukkan yaitu lebih baik dibandingkan dengan yang lain.

Kata kunci : Jagung, Cekaman Kekeringan, Varietas

(21)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman jagung (Zea mays. L) merupakan salah satu tanaman bahan pangan pokok yang sudah populer diseluruh dunia. Jagung juga berperan penting dalam perekonomian nasional dengan adanya perkembangan industri pangan yang ditunjang dengan teknologi budidaya dan varietas unggul. Komoditi jagung mempunyai peran besar sebagai bahan baku makanan, minuman, dan pakan ternak. Menurut Suryana (2005) dalam Kaswan dan Amzeri (2011), dalam beberapa tahun terakhir proporsi penggunaan jagung oleh industri pakan telah mencapai 50% dari total keseluruhan kebutuhan nasional. Dalam 20 tahun kedepan, penggunaan jagung untuk pakan diperkirakan terus meningkat bahkan setelah tahun 2020 penggunaan jagung untuk kebutuhan pakan diperkirakan lebih dari 60% dari total kebutuhan nasional. Dengan meningkatnya kebutuhan jagung setiap tahunnya, maka budidaya tanaman jagung sangat menguntungkan dan mempunyai prospek cukup baik bagi yang mengusahakannya.

Di Indonesia jagung lebih banyak ditanam di lahan kering (79 %). Luas areal pertanaman jagung di lahan sawah tadah hujan dan sawah irigasi masing-masing 10 % dan 11 % dari total luas pertanaman. Hal ini merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas jagung. Peluang perluasan area jagung di lahan kering masih cukup besar. Luas lahan kering di Indonesia meliputi 23 juta hektar lahan tidur. Salah satu upaya peningkatan produktivitas guna mendukung program pengembangan agribisnis jagung adalah penyediaan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman (Damardjati, Subandi, Kariyasa, Zubachtirodin dan Saenong, 2005).

Jagung merupakan tanaman hari pendek, jumlah daunnya ditentukan pada saat inisiasi bunga jantan dan dikendalikan oleh genotipe, lama penyinaran dan

(22)

2

suhu. Secara umum jagung memiliki pola pertumbuhan yang sama. Pada fase vegetatif yaitu pada fase munculnya daun pertama yang terbuka smepurna sampai tasseling sebelum keluarnya bunga betina yang diawali munculnya rambut dari dalam tongkol yang terbungkus kelobot, biasanya 2-3 hari setelah tasseling (Subekti, Syafruddin, Effendi, dan Sunarti, 2007).

Jagung merupakan tanaman dengan tingkat penggunaan air sedang, berkisar antar 400-500 mm. Namun demikian, budidaya jagung terkendala oleh tidak tersedianya air dalam jumlah dan waktu yang tepat. Khusus pada lahan sawah tadah hujan dataran rendah, masih tersisanya lengas tanah dalam jumlah yang berlebihan akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Sementara itu, penundaan waktu tanam akan menyebabkan terjadinya cekaman kekurangan air pad fase pertumbuhan sampai pembentukan biji (Aqil dan Firmansyah, 2008)

Perubahan iklim (climate changes) berpengaruh secara langsung terhadap siklus musim. Prediksi pergantian musim kemarau ke musim penghujan atau sebaliknya tidak dapat dilakukan secara akurat. Akibat dari perubahan iklim adalah pergantian musim yang tidak menentu salah satunya adalah musim kemarau yang panjang sehingga menyebabkan ketersedian air tanah semakin menurun. Perubahan iklim juga berdampak pada potensi lahan karena mengalami cekaman kekeringan (terjadi musim kemarau yang panjang), hal tersebut berdampak terhadap penurunan hasil atau kegagalan panen (Cahyo, 2012).

Sifat tanaman toleran terhadap cekaman kekeringan merupakan sikap kompleks, karena dicerminkan oleh beberapa karakteristik morfologi tanaman. Strategi tanaman toleran menghadapi cekaman kekeringan dimulai pada saat fase perkecambahan dan pertumbuhan vegetatif dengan membentuk formasi akar, akumulasi prolin, dan kepekaan penggulungan daun merupakan indikator

(23)

3

tanaman toleran terhadap cekaman kekeringan (Moussa dan Aziz, 2008 dalam Effendi, Suwardi, dan Isnaini, 2010).

Pertumbuhan tanaman didefinisikan sebagai bertambah besarnya tanaman yang diikuti oleh peningkatan berat kering. Proses pertumbuhan tanaman terdiri dari pembelahan sel, perbesaran sel dan diferensiasi sel. Cekaman kekeringan menyebabkan kehilangan air pada jaringan tanaman sehingga turgor sel menurun, mempengaruhi membran sel dan potensi aktivitas kimia air dalam tanaman (Mubiyanto, 1997).

Menurut Iriany, Takdir, Subekti, dan Dahlan (2001), varietas hibrida memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas bersari bebas, karena hibrida menggabungkan gen-gen dominan karakter yang diinginkan dari penyusunnya, dan hibrida mampu memanfaatkan gen adiktif dan non adiktif. Varietas hibrida akan memberikan keuntungan yang lebih tinggi bila ditanam pada lahan yang produktivitasnya tinggi.

Budidaya tanaman jagung biasanya mengalami tingkat penurunan hasil yang mengakibatkan kerugian pada musim kemarau berkepanjangan. Oleh karena itu, salah satu teknologi yang relatif murah dan efektif untuk menekan kerugian akibat cekaman kekeringan adalah menggunakan varietas tanaman jagung yang tahan terhadap cekaman kekeringan. Berdasarkan uraian diatas maka akan dilakukan penelitian tentang uji ketahanan beberapa varietas jagung yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Hal ini sangat bermanfaat dalam mengetahui pertumbuhan varietas yang tahan kekeringan utuk dibudidayakan dan meningkatkan hasil produksi jagung dilahan kering atau di musim kemarau berkepanjangan.

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimana respon pertumbuhan vegetatif dari sepuluh varietas tanaman jagung (Zea mays L.) akibat cekaman kekeringan.

(24)

4

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui respon varietas jagung terhadap cekaman kekeringan pada fase pertumbuhan vegetatif.

1.4. Manfaat Penelitian

a. Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh informasi varietas tanaman jagung berkaitan dengan toleran terhadap cekaman kekeringan.

b. Dari sepuluh varietas yang diperoleh dapat dijadikan tetua dan bahan genetik terhadap keturunan tanaman jagung yang tahan cekaman kekeringan kepada pemulia tanaman.

1.5. Hipotesa

a. Diduga terdapat respon yang berbeda dari pertumbuhan vegetatif setiap varietas tanaman jagung terhadap cekaman kekeringan.

b. Diduga terdapat interaksi antara tingkat cekaman kekeringan yang berbeda pada berbagai varietas terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung.

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Tanaman Jagung

Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal (batang semu), meski terdapat kemungkinan munculnya cabang anakan pada beberapa genotipe dan lingkungan tertentu. Batang jagung terdiri atas buku dan ruas. Daun jagung tumbuh pada setiap buku, berhadapan satu sama lain. Bunga jantan terletak pada bagian terpisah pada satu tanaman sehingga lazim terjadi penyerbukan silang. Jagung merupakan tanaman har pendek, jumlah daunnya ditentukan pda saat inisiasi bunga jantan, dan dikendalikan oleh genotipe, lama penyinaran, dan suhu (Subekti dkk, 2007).

Jagung, tebu, dan sergum merupakan jenis tanaman C4 yaitu hasil dari fotosintesisnya adalah molekul dengan 4 atom karbon. Mempunyai 2 tipe sel fotosintesis, yaitu mesofil dan bundle-sheath, sehingga CO2 yang dihasilkan dari

siklus Calvin di Bundel Sheath ditangkap kembali dan dipergunakan di mesofil. Fiksasi CO2 dilakukan oleh enzim PEPC yang afinitas terhadap CO2 lebih tinggi

dibandingkan pada tanaman C3, yaitu enzim Rubisco. Substrat pada tanaman C4 adalah CA (Carbonic Anhydrose). Ada pemisahan tempat antara: reduksi NO2 + NO3 dan reduksi CO2. Dan tidak ada fotorespirasi yang terukur (Deptan,

2013).

Fotosintesis C4 pertama kali ditemukan pada rumput-rumputan 24-35 tahun

yang lalu dan pada tumbuhan dikotil 15-21 juta tahun yang lalu termasuk tanaman jagung. Konsentrasi CO2 di udara yang menurun sangat berpengaruh

terhadap evolusi tumbuhan C4. Penurunan konsentrasi CO2 di udara sebabkan

oleh aktivitas fotosistensis dan perubahan geokimia (Pons and Chapin, 2008 dalam Ai, 2012).

(26)

6

Beberapa hal penting dalam proses peningkatan CO2 pada tumbuhan C4

dibandingkan dengan tumbuhan C3 (Lambers 2008 dalam Ai, 2012) adalah

sebagai berikut :

1. Membutuhkan lebih banyak ATP (Adenosina trifosfat). 2. Sintetis glukosa berlangsung lebih luas persatuan luas daun. 3. Berlangsungnya lebih efisien dalam keadaan cahaya yang tinggi. 4. Afinitas enzim yang besar terhadap CO2.

5. Proses fotosintesis dapat berlangsung lebih baik pada saat konsentrasi CO2 yang sangat sedikit di udara.

Tidak terjadi atau sedikit sekali terjadi fotorespirasi (pernapasan dalam keadaan terang di kloroplas).

2.2. Pertumbuhan Tanaman Jagung

Dalam budidaya jagung untuk mendapatkan tanaman berproduksi maksimal perlu adanya pemahaman tentang fase/stadium pertumbuhan tanaman jagung. Subekti dkk (2007) menyebutkan bahwa jagung mempunyai pola pertumbuhan yang sama, namun interval waktu antar tahap pertumbuhan dan jumlah daun yang berkembang dapat berbeda. Pertumbuhan jagung dapat dikelompokan ke dalam tiga tahap yaitu fase perkecambahan saat proses imbibisi air yang ditandai dengan pembengkakan biji sampai dengan sebelum munculnya daun pertama, fase pertumbuhan vegetatif yaitu fase mulai muncul daun pertama yang terbuka sempurna sampai tasseling dan sebelum keluarnya bunga betina (silking), fase reprodiltif yaitu fase pertumbuhan setelah silking sampai masak fisiologis. Adapun stadia fase pertumbuhan tanaman jagung setelah perkecambahan dan fase reproduktif disajikan pada tabel 1.

(27)

7

Tabel 1. Uraian Stadia Vegetatif dan Reproduktif Pertumbuhan Tanaman Jagung Singkatan

Stadium Tingkatan Stadium Uraian

V3 – V5 Jumlah daun yang terbuka sempurna 3-5

Pada saat tanaman berumur 10-18 hari setelah berkecambah.

V6 – V10 Jumlah daun terbuka sempurna 6-10

Pada saat tanaman umur 18-35 hari setelah berkecambah

Perkembangan akar dan pemanjangan batang meningkat dengan cepat

Bakal bunga jantan dan perkembangan tongkol dimulai

V11 – Vn Jumlah daun terbuka sempurna 11 sampai daun akhir 15-18

Pada saat tanaman berumur 33-50 hari setelah berkecambah

Kebutuhan hara dan air tinggi

Tanaman sensitif terhadap cekaman kekeringan dan kekurangan hara

Berpengaruh pada pertumbuhan,

perkembangan tongkol, dan hasil Tasseling Berbunga Jantan Antara 45-52 hari

Ditandai dengan adanya bunga jantan muncul sebelum kemunculan bunga betina

Tinggi maksimum dan mulai menyebarkan serbuk sari

R1 Silking Muncul bunga betina 2-3 hari setelah tasseling

Munculnya rambut dari dalam tongkol

R2 Blister 10-14 hari setelah silking rambut tongkol sudah kering dan berwarna gelap

R3 Masak Susu 18-22 hari setelah silking

Pengisian biji dalam bentuk cairan bening Kekeringan pada R1-R3 menurunkan ukuran dan jumlah biji terbentuk

Kadar air mencapai 80%

R4 Dough 24-28 hari setelah silking

Biji seperti pasta (belum mengeras) Kadar air biji menurun 70%

Cekaman kekeringan berpengaruh pada bobot biji

R5 Pengerasan biji 35-42 setelah silking

Biji terbentuk sempurna Kadar air biji 55% R6 Masak Fisiologis 55-56 hari setelah silking

Biji pada tongkol mencapai bobot kering maksimum

Biji berkembang sempurna Kadar air biji 30-35%

Pada varietas hibrida tanaman tetap hijau yang tinggi

Sumber : Subekti dkk (2007).

Selama siklus hidup tanaman, mulai dari perkecambahan sampai panen selalu membutuhkan air. Tidak satupun proses kehidupan tanaman yang dapat bebas dari air. Besarnya kebutuhan air setiap fase pertumbuhan selama siklus hidupnya tidak sama. Kebutuhan air pada tanaman dapat dipenuhi melalui tanah

(28)

8

dengan jalan penyerapan oleh akar. Besarnya air yang diserap, oleh akar tanaman sangat tergantung pada kadar air dalam tanah ditentukan oleh pF (Kemampuan partikel tanah memegang air), dan kemampuan akar untuk menyerapnya (Jumin, 1992).

Cekaman kekeringan merupakan salah satu faktor abiotik yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman untuk menghasilkan produksi yang tinggi. Menurut Baneti dan Westage (1992) dalam Kaswan dan Amzeri (2011), kekeringan merupakan salah satu kendala produksi tanaman jagung. Kekeringan pada setiap stadia pertumbuhan tanaman jagung sangat mempengaruhi produktivitas jagung.

Pada gambar 1 dapat dilihat ketepatan pemberian air sesuai dengan tingkat pertumbuhan tanaman jagung sangat berpengaruh terhadap produksi. Periode pertumbuhan tanaman membutuhkan adanya pengairan dibagi menjadi 5 (lima) fase yaitu fase pertumbuhan awal (selama 15-25 hari), fase vegetatif (25-40 hari), fase pembungaan (15-20 hari), fase pengisian biji (34-45 hari), dan fase pematangan (10-25 hari) (Aqil dan Firmansyah 2008).

Gambar 1. Skema pertumbuhan jagung pada setiap fase (Sumber : Subekti dkk, 2007)

(29)

9

Perkecambahan benih jagung terjadi ketika radikula muncul dari kulit biji. Benih jagung akan berkecembah jika kadar air benih pada saat didalam tanah meningkat >30% (McWilliams et al, 1999 dalam Subekti dkk , 2007). Proses perkecambahan benih jagung, mula-mula benih menyerap air melalui proses imbibisi dan benih membengkak yang diikuti oleh kenaikan aktivitas enzim dan respirasi yang tinggi.

2.3. Peranan Air Pada Tanaman

Air merupakan kebutuhan pokok bagi semua tanaman juga merupakan bahan penyusun utama dari protoplasma sel. Disamping itu, air adalah komponen utama dalam proses fotosintesis, pengangkutan aasimilate hasil proses ini kebagian – bagian tanaman hanya dimungkinkan melalui gerakan air dalam tanaman. Dengan peranan tersebut di atas, jumlah pemakaian air oleh tanaman akan berkorelasi positif dengan produksi bimase tanaman, hanya sebagian kecil dari air yang diserap akan menguap melalui stomata atau melalui proses transpirasi (Dwijoseputro, 1994).

Kuantitas air yang dibutuhkan oleh tanaman sangat berbeda – beda sesuai dengan jenis dan lingkungan dimana tumbuhan itu hidup. Tanaman herba menyerap air lebih banyak dibandingkan tanaman perdu. Tanaman golongan efemera yang hidup didaerah gurun, akan memanfaatkan hujan yang datang sekali dalam setahun untuk mulai hidup dan berkecambah, berbunga, berbuah, dan mati sebelum air yang ada dalam tanah habis. Pertumbuhan yang cepat dan pendeknya umur tanaman tersebut merupakan usaha untuk menghindari diri dari kekurangan air yang menimpanya (Dwijoseputro, 1994).

Pentingnya air sebagai pelarut dalam organisme tampak amat jelas, misalnya pada proses osmosis. Dalam suatu daun, volume sel dibatasi oleh dinding sel dan relative hanya sedikit aliran air yang dapat diakomodasikan oleh elastisitas dinding sel. Konsekuensi tekanan hidrotastis (tekanan turgor)

(30)

10

berkembang dalam vakuola. Dengan naiknya tekanan turgor, sel – sel yang berdekatan saling menekan, dengan hasil bahwa sehelai daun yang mulanya dalam keadaan layu menjadi bertambah segar (turgid). Pada keadaan seimbang, tekanan turgor menjadi atau mempunyai nilai maksimum dan disini air tidak cenderung mengalir dari apoplast ke vakuola (Fitter dan Hay, 1981).

Selama siklus hidupnya tanaman membutuhkan air karena itu perlu dihindari tanaman adanya kekurangan air. Karena kecendurungan penurunan produksi jagung disebabkan oleh cekaman kekeringan. Menurut Dwijoseputro (1994), kekurangan air akan menyebabkan tanaman menjadi kerdil, perkembangan menjadi abnormal. Kekurangan yang terjadi terus menerus selama periode pertumbuhan akan menyebabkan tanaman tersebut menderita dan kemudian akan mati. Sedang tanda-tanda pertama terlihat ialah, layunya daun-daun. Peristiwa kelayuan ini disebabkan karena penyerapan air tidak dapat mengimbangi kecepatan penguapan air dari tanaman. Jika proses transpirasi ini cukup besar dan penyerapan air tidak dapat mengimbanginya, maka tanaman akan mengalami kelayuan sementara (transcient wilting), sedang tanaman yang mengalami kelayuan tetap, apabila keadaan air dalam tanah telah mencapai permanent wilting precentage. Tanaman dalam keadaan ini sulit untuk disembuhkan karena sebagian besar sel – selnya telah mengalami plasmosia. 2.4. Kebutuhan Air Tanaman Jagung

Berlangsungnya pertumbuhan tanaman yang baik harus di dukung oleh keadaan air yang optimum. Cekaman (kelebihan maupun kekurangan) air dapat berakibat buruk karena akan mengganggu proses-proses metabolisme dalam tubuh tanaman. Pemberian air bagi tanaman merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk meningkatkan hasil suatu tanaman (Kramer, 1983 dalam Jasminarni, 2008).

(31)

11

Hasil penentuan nilai kebutuhan air tanaman, baik melalui estimasi maupun pengukuran, kemudian dibandingkan dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan pengamatan, prosedur pengamatan, dan ketersediaan data. Misalnya data kebutuhan air tanam, baik dalam bentuk estimasi maupun pengukuran langsung, dikumpulkan dan dibandingkan dengan data hujan untuk menentukan periode defisit air, sehingga jadwal dan jumlah air yang harus diberikan direncanakan dengan baik (Aqil dan Firmansyah, 2008) . Sesuai dengan tabel 2 bahwa kebutuhan tanaman jagung pada setia fase berbeda ditandai dengan umur tanaman jagung.

Tabel 2. Kebutuhan Air Tanaman Jagung Umur Tanaman Jagung

Ketersediaan air tanah di musim kering akan mengalami penurunan. Nilai simpanan air (kelembaban) berada diantara nol dan kapasitas maksimum tanah menyimpan air (water holding capacity, WHC). Nilai WHC ditentukan oleh porositas tanah dan kedalaman akar. Pergerakan air maupun laju perubahan kadar air dalam tanah sangat ditentukan oleh karakteristik pori tanah yang menyusun struktur tanah, seperti distribusi pori, kontinuitas pori, dan tortuositas pori ( Hillel, 1980 dalam Ayu, Prijono, dan Soemarno, 2013).

Kebutuhan air tanaman sangat penting pertimbangan pemilihan model pola tanam, agar tidak mengalami reduksi potensial yang besar. Kendala utama pertanian lahan kering adalah terbatasnya ketersediaan air (Prijono, 2008).

(32)

12

2.5. Varietas

Tanaman jagung adalah protandry, dimana pada sebagian besar varietas, bunga jantannya muncul (anthesis) 1-3 hari sebelum rambut bunga betina muncul (silking). Serbuk sari (pollen) terlepas mulai dari spikelet yang terletak pada spike yang ditengah, 2-3 cm dari ujung malai (tassel), kemudian turun kebawah. Satu bulir anther melepas 15-30 juta serbuk sari. Serbuk sari sangat ringan dan jatuh karena gravitasi atau tertiup angin sehingga terjadi penyerbukan silang. Dalam keadaan tercekam (stress) karena kekurangan air, keluarnya rambut tongkol kemungkinan tertunda sedangkan keluarnya malai tidak berpengaruh. Interval antara keluarnya bunga betina dan bunga jantan (Anthesis silking interval, ASI) adalah yang sangat penting. ASI yang kecil menunjukan terdapat sinkronisasi pembungaan, yang berarti peluang terjadinya penyerbukan sempurna sangat besar. Semakin besar nilai ASI semakin kecil sinkronisasi pembungaan dan penyerbukan terhambat sehingga menurunkan hasil. Cekaman abiotis umumnya mempengaruhi nilai ASI, seperti pada cekaman kekeringan dan temperatur tinggi (Subekti dkk, 2007).

Varietas adalah individu tanaman yang memiliki sifat yang dapat dipertahankannya setelah melewati berbagai proses pengujian keturunan. Varietas berdasarkan tekhnik pembentukannya dibedakan atas varietas hibrida, varietas sintetik dan varietas komposit (Mangoendidjojo, 2003).

Menurut Syafruddin (2002), perkembangan akar jagung (kedalaman dan penyebarannya) bergantung pada varietas, pengolahan tanah, fisik dan kimia tanah, keadaan air tanah, dan pemupukan. Akar jagung dapat dijadikan indikator toleransi tanaman terhadap cekaman alumunium. Tanaman yang toleran terhadap alumunium, tudung akarnya terptong dan tidak mempunyai bulu-bulu akar. Kaswan dan Amzeri (2011) menambahkan bahwa Genotipe Jagung yang toleran dan yang peka cekaman kekeringan mempunyai daya tanggap yang

(33)

13

berbeda terhadap cekaman kekeringan pada fase pertumbuhan reproduktif. Cekaman kekeringan pada fase reproduktif menyebabkan penurunan jumlah biji, bobot kering biji, bobot kering tongkol, bobot kering akar, dan bobot kering batang.

2.6. Reaksi Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan

Kekeringan adalah sebuah masalah yang dialami seluruh dunia, mempengaruhi produktivitas dan kualitas tanaman secara serius. Perubahan iklim global akhir – akhir ini telah membuat situasi tersebut semakin serius. Cekaman kekeringan mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan hasil panennya. Cekaman kekeringan juga memaksa tanaman untuk mengatasi defisit air. Hal tersebut ditunjukkan dengan menutupnya stomata secara progresif dan menurunnya hasil fotosintesis akibat efisiensi penggunaan air (Cahyo, 2012).

Gambar 2. Mekanisme cekaman kekeringan

Respon tanaman yang mengalami kekurangan air dapat merupakan perubahan di tingkat selular dan molekular yang ditunjukkan dengan penurunan laju pertumbuhan, berkurangnya luas daun dan peningkatan rasio akar : tajuk.

(34)

14

Tingkat kerugian tanaman akibat kekurangan air dipengaruhi oleh beberap a faktor, antara lain intensitas kekeringan yang dialami, lamanya kekeringan dan tahap pertumbuhan saat tanaman mengalami kekeringan.Dua macam respons tanaman yang dapat memperbaiki status jika mengalami kekeringan adalah mengubah distribusi asimilat baru dan mengatur derajat pembukaan stomata. Pengubahan distribusi asimilat baru akan mendukung pertumbuhan akar daripada tajuk, sehingga dapat meningkatkan kapasitas akar menyerap air serta menghambat pertumbuhan tajuk untuk mengurangi transpirasi. Pengaturan derajat pembukaan stomata akan menghambat hilangnya air melalui transpirasi (Mansfield dan Atkinson,1990).

Rifin (2008) dalam Jasminarni (2008) menyatakan bahwa, kekurangan atau kelebihan air pada fase tumbuh akan mengakibatkan tidak normalnya pertumbuhan dan merosotnya hasil tanaman. Penelitian yang telah dilakukan terhadap tanaman jagung menunjukan bahwa terjadinya cekaman air pada fase awal pertumbuhan reproduksi paling besar pengaruhnya terhadap hasil.

Apabila tanaman mendapat cekaman air yang cukup hebat, laju absorbsi air dari dalam tanah tidak dapat mengimbangi laju transpirasi, akibatnya stomata akan tertutup. Dengan demikian, penye rapan CO2 dari udara kejaringan mesofil

daun tidak akan terjadi. Selanjutnya aktivitas fotosintesis akan terganggu karena kurang tersedianya ion H yang berasal dari air tanah dan CO2 dari udara

sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik. Kebutuhan air oleh tanaman diukur berdasarkan presentase kapasitas lapang (Jasminarni, 2008). Hal ini dapat dilihat pada gambar 2 diatas.

Menurut Papenfus dan Quin (1984), kekurangan air secara terus menerus akan menghambat perkembangan daun yang dipanen, sehingga berpengaruh terhadap hasil dan kualitas. Daya baker, ketebalan, tekstur dan elastisitas daun mempunyai nilai rendah, karena perkembangan sel per unit luas daun terbatas,

(35)

15

serta komposisi secara kimiawi juga rendah, yaitu perbandingan kandungan gula dengan nitrogen dan gula dengan nicotin rendah.

Tanaman melakukan beberapa strategi yang dimulai saat fase perkecambahan dan pertumbuhan awal vegetatif dalam menghadapi cekaman kekeringan dengan membentuk formasi akar yang dalam dan percabangan akar yang banyak. Selain itu tanaman juga dapat mempertahankan turgor sel dalam kondisi cekaman kekeringan dengan mengakumulasi senyawa organik yang dapat menurunkan potensial osmotik sel tanpa membatasi fungsi enzim yaitu prolin (Tardieu, 1997 dalam Effendi, 2009).

Menurut Effendi (2009) cekaman kekeringan menyebabkan pertumbuhan tanaman, luas daun, kehijauan daun, dan presentase tanaman fertil menurun. Sementara gejala kelayuan (penggulungan daun), interval waktu berbungan jantan dan berbunga betina serta kandungan prolin akar akan semakin membesar. Karakter akar merupakan variable yang paling dominan mempengaruhi penurunan hasil pada kondisi cekaman kekeringan. Salisbury and Ross (1995) menambahkan saat terjadi cekaman kekeringan, sebagian stomata menutup daun sehingga terjadi hambatan masuknya CO2 dan

menurunkan aktivitas fotosintesis. Selain menghambat fotosintesis, cekaman kekeringan juga menghambat sintesis protein dan dinding sel. Sedangkan Cahyo (2012) mengatakan bahwa, salah satu akibat proses transpirasi terhambat adalah kehilangan air pada tanaman. Hal tersebut terjadi saat proses membuka dan menutupnya stomata pada proses masuknya CO2. Kehilangan air pad

proses transpirasi lebih banyak terjadi melalui stomata daripada melalui kutikula. Indeks luas daun yang merupakan perkembangan tajuk, sangat peka terhadap cekaman kekeringan, yang mengakibatkan penurunan dalam pembentukan dan perluasan daun, peningkatan penuaan, dan perontokan daun. Perluasan daun lebih peka terhadap cekaman kekeringan daripada penutupan stomata.

(36)

16

Sehingga peningkatan penuaan daun akibat cekaman air cenderung terjadi pada daun-daun yang lebih bawah, yang paling kurang aktif dalam fotosintesa dan dalam penyediaan asimilat.

Pada tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan terjadi mekanisme mempertahankan turgor agar tetap diatas nol sehingga potensial jaringan tetap rendah dibandingkan potensial air eksternal sehingga tidak terjadi plasmolisis (Jones and Tuner, 1980 dalam Djazulli, 2010).

Ketersediaan air merupakan salah satu cekaman abiotik yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. Tanaman tidak akan hidup tanpa air, karena air merupakan faktor utama yang berperan penting dalam proses fisiologi tanaman. Air merupakan bagian dari protoplasma dan menyeluruh 85-90% dari berat keseluruhan jaringan tanaman. Air juga merupakan reagen penting dalam fotosintesis dan dalam reaksi-reaksi hidrolisis (Ceeta, 2011 dalam Ai dan Banyo, 2011).

Pada umumnya tanaman dengan pengairan yang baik mempunyai sistem perakaran yang lebih panjang daripada tanaman yang tumbuh pada tempat yang kering. Rendahnya kadar air tanah akan menurunkan perpanjangan akae, kedalaman penetrasi dan diameter akar (Cahyo, 2008). Menurut Effendi dan Azral (2010), kemampuan tanaman menjaga turgor daun dan pertumbuhan tanaman (tajuk) ditunjang oleh perakaran yang dalam dan besar. Perluasan akar yang lebih besar (panjang akar dan bobot kering akar besar) memberi peluang untuk mengabsorbsi air lebih banyak pada lapisan tanah yang lebih dalam dengan lengas tanah yang lebih besar dibandingkan permukaan tanah. Absorbsi air yang cukup oleh akar pada kondisi cekaman kekeringan berpengaruh terhadap kelangsungan pertumbuhan tajuk tanaman.

(37)

17

2.6.1. Pengaruh Kekeringan terhadap Anatomi Daun

Lamina daun merupakan bagian utama yang mengandung jaringan fotosintesa, sedang tangkai daun yang berfungsi menopang lamina daun memiliki jaringan fotosintesi yang relatif kecil. Pada lamina daun dari tumbuhan dikotil terdapat sel mesofil yang terdiferensiasi menjadi jaringan palidase dan bunga karang. Sedangkan pada tumbuhan monokotil mempunyai lamina daun yang bagian adaksialnya terdapat sel bulliform yang ebrfungsi menutup dan membuka helai daun bila mendapatkan gangguan lingkungan seperti intensitas cahaya yang tinggi maupun cekaman kekeringan (Sutrian, 1992).

Terjadinya penurunan laju fotosintesis tersebut berhubungan dengan kombinasi beberapa proses, yaitu penutupan stomata yang secara hidroaktif mengurangi suplai CO2 ke dalam daun, dehidrasi kutikula, dinding epidermis, dan

membran sel mengurangi permeabilitas terhadap CO2. Selain itu, bertambahnya

tahanan sel mesofil terhadap pertukaran gas dan menurunnya efisiensi sistem fotosintesis berkenaan dengan proses-proses biokimia dan aktivitas enzim dalam sitoplasma, terutama dalam fotosintesis terdapat hidrolisis yang memerlukan air. Air sebagai komponen utama tumbuhan dibutuhkan untuk berbagai proses metabolisme tumbuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan termasuk transportasi hara dan mineral (Radwan, 2007).

2.6.2. Efek Kekeringan Terhadap Fotosintesis

Penurunan Potensial air tanaman pada kondisi kekeringan menyebabkan penurunan laju fotosintesis. Hal ini terjadi karena adanya hambatan yang ditimbulkan oeleh penutupan stomata maupun hambatan akibat penurunan proses biokimia dalam tumbuhan (Kalefetoglu dam Ekmekei, 2005).

Pada kondisi cekaman kekeringan tumbuhan akan segera mengurangi pembukaan somata. Penurunan pembukaan stomata ini dilakukakan untuk meminimalisir kehilangan air yang berlebihan. Dengan terjadinya penurunan

(38)

18

pembukaan stomata, maka konsentrasi CO2 daun akan menurun sehinggan

dengan snedirinya proses fotosintesis juga menurun (Flexas dan Mendrano, 2002).

2.7. Daya Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan

Berdasarkan kemampuan genetiknya, daya adaptasi tumbuhan terhadap cekaman kekeringan itu berbeda-beda. Jones, Tuner, and Osmond (1981) mengklasifikasikan resistensi tanaman terhadap kekeringan berdasarkan beberapa mekanisme :

1. Melepaskan diri dari cekaman kekeringan (Drougth escape) yaitu kemampuan tanaman menyelesaikan siklus hidupnya sebelum mengatasi defisit air yang parah. Mekanisme ini ditunjukan dengan perkembangan sistem sistem pembungaan yang cepat dan perkembangan plastisitas jaringannya.

2. Toleransi dengan potensial air jaringan yang tinggi, yaitu kemampuan tanaman tetap menjaga potensial jaringan dengan meningkatnya penyerapan air atau menekan kehilanagan air. Pada mekanisme ini biasanya tanaman mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem perakaran dan konduktivitas hidrolitik atau kemampuan untuk menurunkan hantaran epidermis dengan regulasi stomata, penguapan absorbsi radiasi dengan pembentukan lapisan lilin, bulu yang tebal, dan penurunan permukaan evapotranspirasi melalui penyempitan daun serta pengguguran daun tua.

3. Toleransi dengan potensial air jaringan yang rendah, yaitu dengan kemampuan tumbuhan untuk menjaga tekanan turgor sel dengan menurunkan potensial airnya melalui akumulasi solut seperti gula, asam amino, dan sebagainya atau dengan meningkatkan elastisitas sel.

(39)

19

Ada dua pendekatan utama yang sering digunakan untuk melihat kemampuan tumbuhan dalam menghadapi cekaman kekeringan. Pendekatan pertama adalah dengan melihat kemampuan pengambilan air secara mekasimal dengan perluasan dan kedalaman sistem perakaran. Pendekatan kedua dengan melihat kemampuan tumbuhan mempertahankan turgor melalui penurunan potensial osmotik, mengingat tekanan turgor mutlak diperlukan bagi jaringan untuk menjaga tingkat aktivitas fisiologi (Cortes dan Sinclair, 1986).

(40)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di green house Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jatim Surabaya pada ketinggian ± 5 meter dpl. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus 2013 – November 2013.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk penelitian meliputi : benih jagung dengan 10 varietas (Pionir, NK33, DK979, Bisi-2, Bima-3, Gumarang, Sukmaraga, Lamuru, Bisma dan Madura), dan media tanam (tanah dan kompos dengan perbandingan 7 : 3).

Alat yang digunakan adalah pot plastik diameter 30 cm, papan nama, meteran, timbangan analitik, gelas ukur, gunting, selang, camera, dan alat tulis. 3.3. Metode Penelitian

Penelitian terdiri atas 2 faktor, faktor pertama (I) yaitu 10 macam varietas tanaman jagung dan faktor kedua (II) yaitu tingkat pemberian air yang terdiri dari 3 level. Penelitian disusun secara faktorial dengan menggunakan kaidah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Setiap satuan percobaan diulang tiga kali. Faktor I adalah varietas jagung (V), yang terdiri dari 10 varietas yaitu :

V1 = Jagung Varietas Pioneer-21

V2 = Jagung Varietas NK33

V3 = Jagung Varietas DK797

V4 = Jagung Varietas Bisi – 2

V5 = Jagung Varietas Bima – 3

V6 = Jagung Varietas Gumarang

V7 = Jagung Varietas Sukmaraga

V8 = Jagung Varietas Lamuru

(41)

21

V9 = Jagung Varietas Bisma

V10 = Jagung Varietas Madura

Faktor II adalah tingkat pemberian air, yang terdiri dari 3 level yaitu A1 = Kebutuhan Air 100%

A2 = Kebutuhan Air 50%

A3 = Kebutuhan Air 25%

Dari kedua faktor tersebut diperoleh 30 kombinasi perlakuan seperti yang disajikan pada tabel 4, yang masing-masing diulang 3 kali sehingga terdapat 90 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 1 tanaman jagung yang ditanam dalam pot dengan diameter 30 cm dan jarak antar pot 25 cm x 25 cm antar ulangan 70 cm.

Tabel 3. Perlakuan Kombinasi antara varietas tanaman jagung (V) dan tingkat pemberian air (A)

Faktor I

Varietas Tanaman

Jagung

Faktor II

(Tingkat Pemberian Air)

A1 A2 A3

V1 V1A1 V1A2 V1A3

V2 V2A1 V2A2 V2A3

V3 V3A1 V3A2 V3A3

V4 V4A1 V4A2 V4A3

V5 V5A1 V5A2 V5A3

V6 V6A1 V6A2 V6A3

V7 V7A1 V7A2 V7A3

V8 V8A1 V8A2 V8A3

V9 V9A1 V9A2 V9A3

V10 V10A1 V10A2 V10A3

Penempatan perlakuan pada setiap petak penelitian dilakukan secara acak (random) berdasarkan tabel bilangan acak pada masing-masing deret kelompok pertama kemudian diulang pada kelompok lain. Denah percobaan hasil pengacakan disajikan pada gambar 3 dibawah ini :

(42)

22

v

Keterangan :

1. I, II, III : Kelompok (Ulangan) 2. V : Varietas

3. A : Tingkat Pemberian Air (Cekaman Kekeringan) 4. U : Arah Utara

Gambar 3. Denah Percobaan di Green House 3.4. Pelaksanaan Penelitian

3.4.1. Persiapan Lahan

Sebelum dilakukannya penelitian maka dipersiapkan lahan di green house dengan mengatur jarak antar pot 25 cm x 25 cm dan antar ulangan 70 cm. Setelah itu mengisi pot dengan media tanam tanah dan kompos seberat 10 kg perpot. Kemudian pot diberi label sesuai dengan denah yang telah di tentukan.

V1A2 V8A2

(43)

23

3.4.2. Pemilihan Benih

Kriteria dalam pemilihan benih untuk digunakan dalam percobaan ini adalah benih jagung yang sehat, seragam, dan bernas.

3.4.3. Penanaman

Penanaman pada setiap pot berisi 2 benih jagung di setiap potnya sesuai dengan varietas dari denah yang telah ditentukan. Setelah tanaman berumur 7 hari setelah tanam dilakukan penjarangan dengan menyisakan 1 tanaman perpot.

3.4.4. Perlakuan

Pemberian air dilakukan setiap hari sesuai kebutuhan air tanaman jagung tiap periode tumbuh dengan menggunakan gelas ukur dimulai dari satdium perkecambahan sampai pada fase pertumbuhan vegetatif.

Menurut Aqil et al (2008), Jagung merupakan tanaman dengan tingkat penggunaan air sedang, berkisar 400-500 mm. Selanjutnya dijelaskan oleh Sugeng Prijono (2008), sesuai dengan tabel 3 menetapkan jumlah kebutuhan air tanaman jagung setiap umur pertumbuhan berbeda – beda.

Dalam percobaan ini ada 3 perlakuan yaitu kebutuhan air pada tanaman jagung dengan kebutuhan air dalam 10 harinya yaitu :

V = luas pot x tinggi kebutuhan air

10 (hari)

= 3,14 x (15)2 x 24.691 10

= 174.439 (100%)

Perlakuan 1 = Kebutuhan Air 100% kebutuhan air tanaman Perlakuan 2 = Kebutuhan Air 50% dihitung 1/2 dari kebutuhan air tanaman

jagung normal perharinya = 1/2 x 174.439 = 87.220

Perlakuan 3 = Kebutuhan Air 25% dihitung 1/4 dari kebutuhan air tanaman

jagung normal perharinya = 1/4 x 174.439 = 43.610

(44)

24

Tabel 4. Perlakuan Pemberian Air Tanaman Jagung

No.

Sumber : Prijono Sugeng, 2008 Data diolah

Perlakuan pada percobaan tersebut yaitu dengan 3 kali ulangan pada 10 varietas tanaman jagung. Dengan melihat ukuran air yang diberikan karena setiap harinya akan mengalami perbedaan kebutuhan air. Pemberian air memakai gelas ukur yang telah disediakan dengan mengukur air karena setiap perlakuan memiliki perbedaan perhitungan pemberian kebutuhan air.

3.4.5. Penyulaman

Penyulaman dilakukan apabila tanaman jagung tidak tumbuh atau mati. Penyulaman dilakukan dengan menanam benih varietas yang sama pada umur 7 hari setelah tanam awal.

3.4.6. Penyiangan

Penyiangan dilakukan pada pot percobaan yang ada gulmanya. Penyiangan tersebut dilakukan secara manual yaitu mencabut gulma dengan tangan.

3.5. Pengamatan

Pengamatan mulai dilakukan 14 sampai 63 hari setelah tanam. Parameter yang diamati yaitu :

(45)

25

3.5.1. Panjang Tanaman (cm)

Pengamatan dilakukan 7 hari sekali mulai dari 14 hst sampai 63 hst dengan mengukur tanaman jagung mulai dari permukaan tanah sampai pada ujung daun tertinggi.

3.5.2. Jumlah Daun

Pengamatan dilakukan 7 hari sekali mulai dari 14 sampai 63 hst, jumlah daun dihitung yang membuka sempurna pada setiap tanaman.

3.5.3. Luas Daun (cm)

Di ambil beberapa daun dan dihitung dengan metode luas daun pertanaman pada saat akhir pengamatan.

Dihitung dengan rumus : A = C x (axb) c Keterangan :

A = Luas Daun

C = Berat kotak daun dan sisa daun a = Luas kotak daun total

b = Jumlah kotak daun c = berat kotak daun total

3.5.4. Prosentase Jumlah Daun Menggulung

Dengan melihat keadaan di lapang memakai presentasi daun menggulung setiap varietas dan setiap perlakuan. Dan dihitung dengan :

Ʃ daun menggulung Ʃ daun keseluruhan

3.5.5. Berat Basah Total Tanaman (gram)

Ditimbang secara keseluruhan pada tanaman mulai dari daun, batang, tongkol, dan akar.

X 100%

(46)

26

3.5.6. Berat Kering Total Tanaman (gram)

Berat kering ditimbang setelah tanaman dioven pada suhu 85ºC selama ±24 jam keseluruhan bagian tanaman.

3.5.7. Berat Basah Akar (gram)

Akar tanaman ditimbang dalam keadaan basah (kering udara) setelah dari panen.

3.5.8. Berat Kering Akar (gram)

Ditimbang setelah akar tanaman di oven ± 80ºC dengan waktu ± 4-5 jam. 3.5.9. Kadar Air Tanaman (%)

Dihitung dari berat basah keseluruhan tanaman mulai dari batang daun akar tongkol setelah itu di open dan dihitung berat kering secara keseluruhan dan dihitunung dengan rumus :

KA = BB – BK BB

Keterangan :

KA = Kadar Air BB = Berat Basah BK = Berat Kering 3.5.10. Kadar Air Akar (%)

Dihitung dari berat basah akar dan berat kering akar. Di ukur melalui berat basah yang ditimbang sebelum dimasukan oven untuk mencari berat kering akar. 3.5.11. Diameter Batang (cm)

Di ukur dengan jangkar sorong kemudian dijumlah dan dicari rata – rata dari tengah bawah atas pada batang pertanaman.

3.5.12. Nisbah Bobot Biomasa (NBA)

Nisbah Bobot biomasa diatas akar dan tanah, dianalisis dengan perbandingan antara berat kering biomasa tanaman diatas permukaan tanah

X 100%

(47)

27

(WS) dengan bobo kering biomasa akar (WR). Pengamatan ini digunakan untuk mengukur dampak kekeringan terhadap tanaman terhadap perkembangan akar. Menurut Agustina (1994) untuk menghitung NBA digunakan persamaan :

NBA = Ws Wr 3.6. Analisa Data

Data analisis pengamatan pada semua variabel dianalisis menggunakan analisis ragam yang sesuai dengan metode rancangan yang digunakan, yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK). Selanjutnya untuk menguji perbedaan perlakuan, digunakan dengan taraf kepercayaan 5%. Tetapi jika Fhitung nyata atau

sangat nyata, maka untuk menentukan perbedaan diantara nilai tengah perlakuan tersebut dilakukan uji beda. Uji beda yang digunakan adalah uji BNJ (Beda Nyata Jujur) dengan α = 0.05 (Gaspersz, 1991).

(48)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Panjang Tanaman

Berdasarkan hasil analisis ragam (tabel lampiran 1-8) terhadap panjang tanaman menunjukan tidak terjadi pengaruh interaksi yang berbeda nyata antara perlakuan Varietas (V) dan tingkat pemberian air (A) pada seluruh umur pengamatan (14, 21, 28, 35, 42, 49, 56, dan 63 HST). Sedangkan pada perlakuan varietas menunjukan pengaruh berbeda sangat nyata (p = 0,01) pada umur 21, 28, 35, 42, 49, 56 Hst dan berbeda nyata (p = 0,05) pada umur 63 Hst. Tetapi pada perlakuan tingkat pemberian air menunjukan pengaruh berbeda sangat nyata (p = 0,01) pada umur 28, 35, 42, 49, 56, dan 63.

Tabel 5. Rata-rata Panjang Tanaman (cm) akibat Perlakuan Tingkat Pemberian Air dan Varietas pada Berbagai Umur.

Perlakuan Umur Tanaman (HST)

14 21 28 35 42 49 56 63

− Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%

− HST = Hari Setelah Tanam − tn = tidak nyata

(49)

29

Varietas Madura (V10) menunjukan panjang tanaman yang tertinggi jika dibandingkan dengan varietas lainnya dan Varietas Bima-3 (V5) menunjukan panjang tanaman yang paling rendah. Sedangkan pada perlakuan tingkat pemberian air menunjukan panjang tanaman tertinggi ditunjukan pada perlakuan tingkat pemberian air 100% (A1) dan yang terendah ditunjukan pada perlakuan tingkat pemberian air 25% (A3) (Tabel 5).

Setiap varietas menunjukan respon yang berbeda-beda terhadap perlakuan tingkat pemberian air. Secara umum penurunan pertumbuhan panjang tanaman terjadi pada setiap peningkatan tingkat pemberian air (Tabel 6).

Tabel 6. Rata-rata Prosentase Penurunan Panjang Tanaman pada Perlakuan Varietas dan Tingkat Pemberian Air

Varietas A2 A3

V1 (pioneer-21) 30,38 41,88

V2 (NK33) 27,48 51,01

V3 (DK797) 34,59 53,31

V4 (Bisi-2) 27,84 52,89

V5 (Bima-3) 26,27 32,03

V6 (Gumarang) 48,05 46,41

V7 (Sukmaraga) -1,34* 8,68

V8 (Lamuru) 37,08 41,51

V9 (Bisma) 25,32 67,25

V10 (Madura) 19,17 47,97

Keterangan : * menunjukan kenaikan pertumbuhan

Grafik penurunan dapat dilihat pada gambar 4 yang menunjukan adanya penurunan pada setiap varietas dengan perlakuan tingkat pemberian air. Penurunan yang dihasilkan tidak seragam pada pada setiap varietas. Pada tingkat pemberian air A3 menunjukan grafik terendah pada seluruh varietas dibangkan dengan tingkat perlakuan lainnya.

(50)

30

Pioneer-21 NK33 DK797 Bisi-2 Bima 3 Gumarang Sukmaraga Lamur u Bisma M adura

Air 100% Air 50% Air 25%

Gambar 4. Penurunan Panjang Tanaman pada Setiap Varietas dengan Tingkat Pemberian Air

4.1.2. Jumlah Daun

Dari hasil analisis ragam (Tabel lampiran 9 – 16) menunjukan tidak ada pengaruh berbeda nyata antara perlakuan varietas (V) dengan tingkat pemberian air (A). Perlakuan varietas menunjukan pengaruh berbeda sangat nyata (p=0,01) pada umur 21 Hst dan 63 Hst, sedangkan pada tingkat pemberian air menunjukan pengaruh perbedaan sangat nyata (p=0,01) pada umur 28 Hst dan berbeda nyata pada umur 35, 42, dan 63 Hst.

Varietas Lamuru (V8) menunjukan jumlah daun terbesar dibandingkan dengan varietas lainnya, sedangkan pada perlakuan tingkat pemberian air jumlah daun terbesari ditunjukkan pada tingkat pemberian air A1 dan terendah tingkat pemberian air A3 (tabel 7).

Tingkat pemberian air pada tanaman adalah tingkat yang akan menunjukan perbedaan pertumbuhan pada tanaman. Setiap varietas pada tanaman memiliki karakteristik yang berbeda dalam suatu pertumbuhan. Pada setiap tingkat pemberian air setiap verietas mengalami respon yang berbeda-beda, oleh

(51)

31

karena itu prosentase yang dialami setiap varietas dengan tingkat pemberian air menunjukkan hasil yang berbeda (Tabel 8).

Tabel 7. Rata-rata Jumlah Daun akibat Perlakuan Tingkat Pemberian Air dan Varietas pada Berbagai Umur.

Perlakuan Umur Tanaman (HST)

14 21 28 35 42 49 56 63 menunjukan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%

− HST = Hari Setelah Tanam

− tn = tidak nyata

Perbedaan respon varietas dipengaruhi oleh pemberian air yan g tidak sama. Pada setiap varietas dengan tingkat pemberian air yang berbeda mengalami penurunan yang hasilnya bervariasi. Hal ini dapat ditunjukkan pada Tabel 8 ata-rata prosentase penurunan jumlah daun pada perlakuan varietas dan tingkat pemberian air yang menunjukan penurunan yang tertinggi yaitu pada V4 pada tingkat pemberian air A2, sedangkan pada tingkat pemberian air A3 pada V10.

Tabel 8. Rata-rata Prosentase Penurunan Jumlah Daun pada Perlakuan Varietas dan Tingkat Pemberian Air

(52)

32

Grafik penurunan dapat dilihat pada gambar 5 yang menunjukan adanya penurunan pada setiap varietas dengan perlakuan tingkat pemberian air. Penurunan yang dihasilkan tidak seragam pada pada setiap varietas. Pada tingkat pemberian air A3 menunjukan grafik terendah pada seluruh varietas dibangkan dengan tingkat perlakuan lainnya.

42

Gambar 5. Penurunan Jumlah Daun pada Setiap Varietas dengan Tingkat Pemberian Air

Respon varietas berbeda pada tingkat pemberian air yang ditrunjukkan pada gambar 5. Penurunan jumlah daun terbesar ditunjukkan pada V9 dengan tingkat pemberian air A3.

(53)

33

4.1.3. Luas Daun

Hasil analisis statistika (Tabel lampiran 17) terhadap parameter luas daun menunjukan bahwa tidak terjadi pengaruh berbeda nyata antara perlakuan A dan V. Pada perlakuan tingkat pemberian air menunjukkan pengaruh berbeda sangat nyata (p = 0,01) sedangkan pada perlakuan varietas tidak menunjukkan pengaruh yang sangat nyata.

Varietas Bisma (V) menunjukkan luas daun tertinggi dibandingkan dengan varietas lainnya, sedangkan perlakuan pemberian air luas daun tertinggi ditunjukkan pada perlakuan tingkat pemberian air A1 dan yang terendah pada tingkat pemberian air A3 (tabel 9).

Tabel 9. Rata-rata Luas Daun (cm2) terhadap Perlakuan Tingkat Pemberian Air dan Varietas pada Umur 63 Hst

Keterangan :

− Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%

Pada perlakuan tingkat pemberian air rata-rata yang ditunjukkan pada keseluruhan tanaman mengalami peningkatan jika tingkat pemberian air lebih rendah. Setiap varietas tanaman memiliki respon yang berbeda akibat tingkat

Perlakuan Rata-rata Luas Daun

Varietas (V)

A1 (100% kebutuhan air) 384,82c

A2 ( 50% kebutuhan air) 234,41b

A3 ( 25% kebutuhan air) 132,94a

BNJ 5% 8 8,37

(54)

34

pemberian air. Hal ini ditunjukan pada tabel 10 rata-rata prosentase penurunan luas daun pada perlakuan varietas dan tingkat pemberian air.

Tabel 10. Rata-rata Prosentase Penurunan Luas Daun pada Perlakuan Varietas dan Tingkat Pemberian Air

Keterangan : *kenaikan luas daun

Pada tabel 10 menunjukan penurunan yang terjadi pada setiap varietas akibat perlakuan tingkat pemberian air. Varietas Gumarang (V6) menunjukan penurunan luas daun tertinggi pada tingkat pemberian air A2 dibandingkan dengan varietas lainnya sedangkan pada tingkat pemberian air A3 penurunan luas daun tertinggi ditunjukan pada varietas Bisma (V9). Pada tingkat pemberian air A2 terdapat kenaikan luas daun pada varietas Sukmaraga (V7).

425,2 453 ,2

Gambar 6 . Penurunan luas daun pada setiap Varietas dengan Tingkat Pemberian Air

(55)

35

Reaksi cekaman kekeringan pada luas daun yang ditunjukan pada gambar 5 yaitu terjadi penurunan dari perlakuan tingkat pemberian air 100% ke tingkat cekaman air 50% dan ke 25%. Pada V5 terlihat grafik menurun selanjutnya mengingkat. Sedangkan pada V10 penurunan seimbang dan rata.

4.1.4. Prosentase Jumlah Daun Menggulung

Berdasarkan hasil analisis statistika (tabel lampiran 25) terhadap parameter prosentase daun menggulung menunjukkan bahwa tidak terjadi pengaruh berbeda nyata antara perlakuan A dan V. Pada perlakuan tingkat pemberian air menunjukkan pengaruh berbeda sangat nyata (p = 0,01) sedangkan pada perlakuan varietas tidak menunjukkan pengaruh yang sangat nyata.

Tabel 11. Rata-rata Prosentase Jumlah Daun Menggulung terhadap Perlakuan Tingkat Pemberian Air dan Varietas Data Asli dan Data Transformasi (Transformasi Arcsin)

Perlakuan Data Asli Data Transformasi

Varietas (V) menunjukan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%

− tn = tidak nyata

Gambar

Gambar 2. Mekanisme cekaman kekeringan
Tabel 3. Perlakuan Kombinasi antara varietas tanaman jagung (V) dan tingkat pemberian air (A)
Gambar 3. Denah Percobaan di Green House
Tabel 4. Perlakuan Pemberian Air Tanaman Jagung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi data panel model random effect (REM) dengan metode Ordinary Least Square (OLS)

Manfaat dari kampanye ini adalah untuk memperkenalkan jenis-jenis keputihan yang dapat terjadi pada wanita, menyadarkan serta mengajak para wanita untuk lebih peduli

Sragen adalah salah satu penggerak pertanian organik khususnya padi organik. Produktivitas padi organik di Kabupaten Sragen secara rata-rata dari tahun 2001- 2008

13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dalam mewujudkan terjaminnya

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan dapat dilihat pada table 4.3 dan 4.4 hasil pembacaan suhu dan kelembababn kurang lebih sama dengan pembandingnya yaitu alat ukur

Bentuk pembuka karangan ini menjelaskan terlebih dahulu masalah atau kejadian yang terjadi pada bagian awal

Salah satu minuman yang mengandung protein tinggi yang dihasilkan oleh sapi adalah.... Anggota tubuh yang paling sering cedera ketika bermain sepak

Pembelajaran kontekstual dimulai dengan mengambil (mensimulasikan, menceritakan, berdialog, atau tanya jawab) kejadian pada dunia nyata kehidupan sehari- hari yang di