• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penambahan Template Kitosan dan Albumin pada Sintesis Nanosilika Abu Ketel Industri Gula dengan Metode Kopresipitasi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penambahan Template Kitosan dan Albumin pada Sintesis Nanosilika Abu Ketel Industri Gula dengan Metode Kopresipitasi."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

PENAMBAHAN

TEMPLATE

KITOSAN DAN ALBUMIN PADA

SINTESIS NANOSILIKA ABU KETEL INDUSTRI GULA

DENGAN METODE KOPRESIPITASI

MEGA ERIN SETIYAWATI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penambahan Template Kitosan dan Albumin pada Sintesis Nanosilika Abu Ketel Industri Gula dengan Metode Kopresipitasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2015

(3)

ABSTRAK

MEGA ERIN SETIYAWATI. Penambahan Template Kitosan dan Albumin pada Sintesis Nanosilika Abu Ketel Industri Gula dengan Metode Kopresipitasi. Dibimbing oleh NASTITI SISWI INDRASTI dan ANDES ISMAYANA.

Nanosilika memiliki potensi aplikasi pada berbagai bidang. Abu ketel mengandung silika yang dapat disintesis menggunakan metode presipitasi. Penambahan template merupakan salah satu modifikasi dari proses presipitasi. Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis nanosilika dari abu ketel industri gula menggunakan metode presipitasi dengan template, mengetahui pengaruh penambahan jumlah template kitosan dan albumin terhadap karakteristik nanosilika yang dihasilkan, dan memberikan informasi terkait aplikasi yang sesuai dengan karakteristik nanosilika yang dihasilkan. Penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan, yaitu preparasi abu ketel, ekstraksi silika, pembuatan nanosilika, pengujian bahan, pengujian dan karakterisasi nanosilika, serta analisis data. Kandungan silika pada abu ketel 49.69% sedangkan pada abu furnace sebesar 78.75%. Peningkatan jumlah template baik kitosan dan albumin menurunkan jumlah puncak difraksi, intensitas puncak difraksi, menurunkan rata-rata ukuran kristal, mempersempit distribusi ukuran kristal, dan mempersempit kurva distribusi ukuran partikel (PDI). Derajat kristalinitas nanosilika dengan template kitosan memiliki range 34.40-54.69% dan dengan template albumin memiliki range 39.33-68.79%. Ukuran kristal nanosilika memiliki range 35.87-61.57 nm. Ukuran partikel nanosilika memiliki range 228.39-1369.23 nm. Nilai PDI nanosilika memiliki range 0.09-0.297. Nanosilika memiliki potensi aplikasi sebagai komposit lapisan teratas membran ultrafiltrasi, komposit lapisan penyangga berpori membran ultrafiltrasi, dan komponen penyangga katalis.

Kata kunci : abu ketel, albumin, kitosan, presipitasi, nanosilika

ABSTRACT

MEGA ERIN SETIYAWATI. Chitosan and Albumin Template in Synthesis Nanosilica from Boiler Ash Sugar Cane Industry with Co-Precipitation Method. Supervised by NASTITI SISWI INDRASTI and ANDES ISMAYANA.

(4)

contained 78.75% silica. Increasing concentration of chitosan and albumin templates was decrease amount of diffraction peak, diffraction peak intensity, decrease average of crystal size, narrow of crystal size distribution, and narrow of particle size distribution (PDI) curve. Degree of crystallinity nanosilica with chitosan template has ranges 34.40-54.69% and with albumin template has ranges 39.33-68.79%. Crystal size nanosilica has ranges 35.87-61.57 nm. Particle size nanosilica has ranges 228.39-1369.23 nm. PDI value nanosilica has ranges 0.09-0.297. Nanosilica has potential application as compose top layer of ultrafiltration membrane, compose porous support of ultrafiltration membrane, and support component of catalyst.

(5)

PENAMBAHAN

TEMPLATE

KITOSAN DAN ALBUMIN PADA

SINTESIS NANOSILIKA ABU KETEL INDUSTRI GULA

DENGAN METODE KOPRESIPITASI

MEGA ERIN SETIYAWATI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Penambahan Template Kitosan dan Albumin pada Sintesis Nanosilika Abu Ketel Industri Gula dengan Metode Kopresipitasi Nama : Mega Erin Setiyawati

NIM : F34110006

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Dr Ir Andes Ismayana MT Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Januari 2015 sampai April 2015 ini ialah nanopartikel, dengan judul Penambahan Template Kitosan dan Albumin pada Sintesis Nanosilika Abu Ketel Industri Gula dengan Metode Kopresipitasi.

Terimakasih kepada ibunda Rini Roesmawati dan ayahanda Eming Agus Hidayat atas doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Terimakasih kepada Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti dan Dr Ir Andes Ismayana MT selaku pembimbing, serta Dr Ir Ika Amalia Kartika MT selaku dosen penguji. Terimakasih kepada Wahyu Kamal Setiawan atas bimbingannya. Di samping itu teman seperjuangan dalam penelitian Sasongko Setyo Utomo, Ersyad Mafqoeh, Aji Wibowo, dan Novi Dian Ruri Erlinda yang selalu mendukung dan memberikan penyemangat kepada penulis. Ucapan terimakasih juga diucapkan untuk rekan-rekan TIN 48, P1, dan laboran laboratorium TIN, atas doa dan dukungannya.

Semoga karya ilimiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2015

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODE PENELITIAN 2

Bahan dan Alat 2

Metode 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Abu Ketel dan Abu Furnace 5

Karakteristik Nanosilika 6

Potensi Aplikasi Nanosilika 18

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 22

(9)

DAFTAR TABEL

1. Kandungan senyawa abu ketel dan abu furnace 6

2. Pengaruh penambahan template terhadap ukuran partikel dan nilai PDI 12

3. Potensi aplikasi nanosilika 19

DAFTAR GAMBAR

1. Diagram alir proses preparasi abu ketel 3

2. Diagram alir sintesis silika dari abu furnace 3

3. Diagram alir proses pembuatan nanosilika 4

4. Difraktogram nanosilika dengan penambahan template kitosan 7

5. Difraktogram nanosilika dengan penambahan template albumin 8

6. Ukuran kristal nanosilika 9

7. Derajat kristalinitas nanosilika 11

8. Kurva distribusi ukuran partikel (a) nanosilika dengan penambahan 13

template kitosan (b) nanosilika dengan penambahan template albumin 9. Spektra nanosilika dengan penambahan template kitosan (a) sebelum 14

kalsinasi (b) setelah kalsinasi 10. Penyalutan nanosilika oleh kitosan 15

11. Spektra nanosilika dengan penambahan template albumin (a) sebelum 16

kalsinasi (b) setelah kalsinasi 12. Penyalutan nanosilika oleh albumin 17

13. Morfologi partikel nanosilika (a) dengan perbesaran 100X (b) dengan 18

(10)
(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Silikon oksida (silika) memiliki banyak kegunaan yang diakibatkan sifat fisiko-kimianya. Silika amorf hasil presipitasi banyak digunakan sebagai material dielektrik, material elastomer (seperti karet), layar flat, sensor, filter, adsorben, separator, dan sistem pelepasan obat serta menjadi katalis reaksi kimia dalam dunia kedokteran (Maurice dan Faouzi 2014). Saat ini, silika dan kalsium yang dibuat nanokomposit digunakan sebagai bahan bioaktif untuk aplikasi perbaikan jaringan tulang (Munasir et al. 2013). Silika dapat disintesis dari berbagai sumber seperti abu sekam padi (Thuadaij dan Nuntiya 2008), abu ketel industri gula (Affandi et al. 2009), pasir deuriet (Trabelsi et al. 2009), lumpur sidoarjo (lusi) (Munasir et al. 2010), pasir slopeng (Munasir et al. 2013), dan fly ash batubara (Retnosari 2013).

Saat ini silika telah banyak dimanfaatkan dalam orde nano. Nanopartikel adalah partikel terdispersi (partikel padat) yang memiliki ukuran dalam kisaran 10-1000 nm (Namazi et al. 2012). Ukuran partikel berskala nano menyebabkan penyusupan partikel lebih cepat dan merata sehingga struktur partikel lebih solid, luas permukaan interaksi lebih besar, dan partikel-partikel yang berinteraksi bertambah (Marlina et al. 2012).

Metode pembuatan nanopartikel dapat berupa mikroemulsi, dekomposisi termal, dan presipitasi. Presipitasi memiliki keunggulan yaitu mudah dilakukan, murah, dan temperatur proses rendah. Selain itu, metode presipitasi dapat menghasilkan nanopartikel yang memiliki kemurnian tinggi dan kualitas baik (Mahdavi et al. 2013). Thuadaij dan Nuntiya (2008), mensintesis nanosilika dari abu sekam padi dengan kemurnian 98 % menggunakan metode presipitasi. Affandi et al. (2009), mensintesis nanosilika dari abu ketel industri gula dengan kemurnian lebih dari 99% menggunakan metode presipitasi. Munasir et al. (2010), mensintesis nanosilika dari lumpur sidoarjo dengan kemurnian 95.7% menggunakan metode presipitasi. Permasalahan dalam pengembangan teknologi nanopartikel saat ini adalah ketidakseragaman ukuran.

(12)

2

Albumin merupakan salah satu protein globular (Nitta dan Numata 2013; Panta et al. 2014). Albumin memiliki karakteristik biodegradabel, tidak beracun, dan kapasitas ikatan spesifik yang tinggi (Panta et al. 2014). Albumin dapat ditemukan pada putih telur (ovalbumin), serum darah, susu, hewan, dan jaringan tumbuhan. Albumin sebagai template akan mengontrol proses nukleasi, pertumbuhan partikel primer, dan aglomerasi (Mishra dan Nayar 2014).

Kitosan merupakan polisakarida hidrofilik biokompatibel yang banyak ditemukan melimpah pada crustaceans. Selain itu memiliki sifat biodegradabel dan tidak beracun. Dengan adannya gugus amino dan hidroksil dalam kitosan memberikan kecocokan dalam mengenkapsulasi nanopartikel (Uthaman et al. 2013).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan sintesis abu ketel industri gula menjadi nanosilika melalui metode presipitasi, mengetahui pengaruh jenis dan jumlah template terhadap karakteristik nanosilika, dan memberikan informasi dan rekomendasi terkait aplikasi nanosilika yang sesuai berdasarkan karakteristik yang dihasilkan.

METODE PENELITIAN

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah abu ketel yang diperoleh dari Pabrik Gula Gunung Madu Plantation (GMP), kitosan dari Departemen Teknologi Hasil Perikanan (THP) FPIK IPB (DD 87%), albumin (ovalbumin) dari putih telur ayam (kristalisasi dan liofilisasi Sigma Aldrich), natrium hidroksida (Merck/Teknis), asam sulfat (Merck/PA), amonium hidroksida (Merck/PA), asam klorida (Merck/PA), dan kertas saring Whatman 42.

Alat yang digunakan yaitu furnace, peralatan refluks, magnetic stirrer, magnet, pengering oven, PSA (Particle Size Analyzer) Vasco, XRF (X-Ray

(13)

3

Gambar 1 Diagram alir proses preparasi abu ketel

Ekstraksi Silika

Sebanyak 10 g abu furnace diekstrak menggunakan NaOH 2.5 N sebanyak 80 ml. Setelah 3 jam, larutan disaring menggunakan kertas saring biasa. Residu dicuci menggunakan akuades mendidih sebanyak 20 ml. Filtrat yang diperoleh, didinginkan pada suhu ruang. Filtrat dititrasi menggunakan H2SO4 5 N hingga pH 2 (terbentuk fase sol) dan dilanjutkan dengan penambahan NH4OH 2.5 N hingga pH 8.5. Fase sol merupakan koloid yang mempunyai padatan tersuspensi dalam larutannya. Sol yang terbentuk didiamkan (aging) dalam suhu ruang selama 3 jam dan dikeringkan pada suhu 105˚C selama 12 jam (Thuadaij dan Nuntiya 2008; Ismayana 2014; Setiawan 2015). Gambar 2 menunjukkan diagram alir proses sintesis silika dari abu furnace.

Gambar 2 Diagram alir sintesis silika dari abu furnace

Silika

Selesai Pengeringan

Mulai

Ekstraksi Penyaringan

Presipitasi Aging

Abu Furnace

NaOH 2.5 N Pengabuan

Abu Furnace

Selesai Mulai

Abu Ketel

(14)

4

Pembuatan Nanosilika

Silika yang diperoleh dihidrolisis menggunakan HCl 3 N. Setelah 6 jam, larutan disaring menggunakan kertas saring Whatman 42. Residu yang dihasilkan dicuci dengan air akuades hingga pH netral. Setelah mencapai kondisi netral, residu tersebut dilarutkan dalam NaOH 2.5 N menggunakan magnetic stirrer. Setelah larutan homogen, ditambahkan template kitosan dan template albumin. Template kitosan ditambahkan dengan perbandingan template : nanosilika (v/b) sebesar 1:1, 1:2, 1:4, dan 1:8. Sedangkan template albumin ditambahkan dengan perbandingan template : nanosilika (b/b) sebesar 1:1, 1:2, 1:4, dan 1:8. Setelah 5 jam, larutan dititrasi menggunakan H2SO4 hingga pH 8.5 (terbentuk fase sol) dan dibilas dengan akuades. Sol yang terbentuk didiamkan (aging) pada suhu 60 °C selama 3 jam dan dikeringkan pada suhu 105 ˚C selama 12 jam (Thuadaij dan Nuntiya 2008; Ismayana 2014; Setiawan 2015). Gambar 3 menunjukkan diagram alir proses pembuatan nanosilika.

Gambar 3 Diagram alir proses pembuatan nanosilika

Pengujian Bahan (Abu Ketel dan Abu Furnace)

Abu ketel dan abu furnace dianalisis menggunakan XRF (X-Ray Fluorescence) ARL OPTX-2050 untuk mengetahui kandungan senyawa didalamnya. Alat ini dioperasikan dengan arus 10 mA tegangan 50 kV. Lima gram sampel ditimbang dan dipindai dan dikalibrasikan sesuai energi dan intensitasnya. Unsur yang dianalisis dari Na hingga U dengan detektor Si (Li) (Sintilation).

Pengujian dan Karakterisasi Hasil

Mulai

Silika

Hidrolisis HCl 3 N

Penyaringan Pengeringan

NaOH 2.5 N Pelarutan

Presipitasi Template

Pengeringan

Nanosilika

(15)

5

PSA (Particle Size Analyzer) Vasco menganalisis ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel. Sebanyak 0.002 gram nanosilika didispersikan dalam 100 ml akuades. Larutan diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 20 menit. Pemindaian partikel nanosilika dilakukan dengan PSA selama 2-10 menit.

XRD (X-Ray Diffraction) GBC Emma menganalisis ukuran kristal, derajat kristalinitas, dan fase kristal. Alat ini dioperasikan pada 35 kV dan 25 mA dan radiasi Cu-Kα dengan panjang gelombang ( ) 1.54056 Å. Difraktogram dipindai

mulai 10˚ sampai 80˚ (2θ) dengan laju pemindaian 3˚ per menit. Perhitungan derajat

kristalinitas menggunakan software PowderX dan ukuran kristal menggunakan persamaan Scherrer.

� =� ������

β merupakan Full Width at Half Maximum (FWHM) artinya lebar puncak

(peak) pada setengah tinggi puncaknya, dan θ adalah sudut fase. adalah panjang

gelombang Cu-Kα (0.154056 nm). K merupakan konstanta Scherrer (0.9). Kartu PDF (Powder Diffraction File) digunakan dalam menganalisis pola difraksi dan fase kristal dengan bantuan software Match! 2. PDF [96-900-0076] adalah kartu PDF fase kuarsa. PDF 900-0521] adalah kartu PDF fase tridimit dan PDF [96-900-1579] adalah kartu PDF fase kristobalit.

Nanosilika yang terbentuk dianalisis gugus fungsinya menggunakan FTIR (Fourier Transform Infrared) Tensor 37 (Bruker Optics). Sebanyak 2 mg sampel nanosilika ditambahkan 200 mg KBr untuk dibentuk menjadi pelet. Pelet yang terbentuk ini dianalisis menggunakan FTIR.

Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai suatu data yang diperoleh agar mudah dipahami dan informatif bagi orang yang membacanya. Gambaran mengenai data yang diperoleh akan ditampilkan melalui grafik, gambar, tabel, dan media lainnya yang mendukung. Analisis deskriptif menjelaskan berbagai karakteristik data seperti rata-rata (mean), jumlah (sum), simpangan baku (standard deviation), varians (variance), rentang (range), nilai minimum dan maksimum. Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan diolah dan ditampilkan berdasarkan karakteristik data yang dihasilkan baik seperti jumlah, rata-rata, dan rentang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Abu Ketel dan Abu Furnace

(16)

6

Tabel 1 Kandungan senyawa abu ketel dan abu furnace

No Senyawa Kandungan senyawa (%)

Abu ketel Abu furnace

1 SiO2 49.69 78.75

Hasil karakterisasi diatas membuktikan bahwa kandungan terbesar abu ketel adalah silika (SiO2) sebesar 49.69%. Hasil ini tidak berbeda jauh dari hasil analisis abu ketel oleh Affandi et al. (2009) yaitu 50.36%. Besarnya kandungan silika pada abu ketel ini berpotensi memberikan nilai tambah yang lebih tinggi dengan disintesis menjadi nanosilika.

Preparasi bahan abu ketel menjadi abu furnace dilakukan untuk membuang senyawa organik, mineral, dan pengotor lainnya. Abu ketel diabukan pada suhu

700˚C selama 6 jam, sehingga senyawa organik, mineral, dan pengotor lainnya

menurun persentasenya. Tabel 1 menunjukkan bahwa senyawa Al2O3, K2O, MgO, CaO, dan TiO2 mengalami penurunan persentase. Hal ini disebabkan senyawa Al2O3, K2O, CaO, dan MgO memiliki titik lebur ketika suhu 660.45 ˚C, 350 ˚C, 840

˚C, dan 64λ ˚C secara berturut-turut (Bauccio 1993). Senyawa P2O5 dan SO3 tidak

terdeteksi pada abu furnace. Hal ini disebabkan senyawa P2O5, Na2O, dan SO3

memiliki titik lebur ketika suhu 44.1λ ˚C, λ7.8 ˚C, dan 115.2 ˚C secara

berturut-turut (Bauccio 1993). Senyawa silika (SiO2) dan Fe2O3 mengalami peningkatan persentase karena tidak mengalami kehilangan massa selama proses pengabuan. Hal ini disebabkan senyawa Fe2O3 memiliki titik lebur ketika suhu 1535 ˚C

sehingga tidak mengalami penurunan jumlah akibat pengabuan suhu 700 ˚C

(Bauccio 1993). Senyawa silika (SiO2) memiliki titik lebur ketika suhu 1414 ˚C

sehingga tidak mengalami penurunan jumlah akibat pengabuan suhu 700 ˚C

(Bauccio 1993).

Kadar silika pada abu furnace akan berpengaruh dalam proses sintesis nanosilika dengan metode presipitasi. Kadar silika tinggi akan meningkatkan laju reaksi pembentukan natrium silikat (Na2SiO3) yang merupakan senyawa prekursor dalam sintesis silika dan nanosilika.

Karakteristik Nanosilika

Pola Difraksi dan Fase Krisal

(17)

7

nanosilika memiliki nilai 2θ yang khas. Puncak difraksi setiap perlakuan akan

dicocokkan dengan kartu PDF (Powder Diffraction File) fase silika. Pola difraksi dan fase kristal nanosilika dianalisis menggunakan XRD (X-Ray Diffraction).

Pola difraksi merupakan pola yang terbentuk dari difraksi sinar-X pada bidang kristal. Setiap material mempunyai fase kristal yang berbeda. Setiap fase kristal mempunyai bidang kristal yang berbeda pula sehingga mendifraksikan sinar-X dengan nilai 2θ yang khas dan membentuk pola difraksi khas pula. Pola difraksi nanosilika dengan penambahan template kitosan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Difraktogram nanosilika dengan penambahan template kitosan Berdasarkan Gambar 4 nanosilika dengan penambahan template kitosan memiliki pola difraksi tidak beraturan yang mengindikasikan struktur amorf. Kitosan merupakan polimer yang bersifat amorf (kristalinitas rendah) (Cai et al. 2009), sehingga nanosilika yang dihasilkan dengan penambahan kitosan sebagai

1:1 1:2 1:4 1:8

Kristobalit Tridimit Kuarsa

2θ (degrees)

Intensit

as

(

coun

ts

(18)

8

template juga bersifat amorf. Semakin sedikit template yang ditambahkan maka semakin banyak fase kristal yang ditunjukkan dengan munculnya puncak difraksi baru. Semakin sedikit template yang ditambahkan juga meningkatkan intensitas setiap puncak difraksi. Semakin sedikit template yang ditambahkan memungkinkan semakin sedikit pula nanosilika yang tersalut sehingga meningkatkan reaksi kondensasi antar senyawa silika. Reaksi kondensasi menyebabkan terjadinya penguatan struktur kristal dalam suatu senyawa sehingga senyawa tersebut mengalami peningkatan intensitas puncak difraksi (Smitha et al. 2006). Munculnya puncak difraksi dan meningkatnya intensitas puncak difraksi akan meningkatkan derajat kristalinitas. Pola difraksi nanosilika dengan penambahan template albumin dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Difraktogram nanosilika dengan penambahan template albumin Berdasarkan Gambar 5 nanosilika dengan penambahan template albumin memiliki struktur kristalin (lebih kristalin dibandingkan nanosilika dengan

1:1 1:2 1:4 1:8

Kristobalit Tridimit Kuarsa

Intensit

as

(

counts

)

(19)

9

penambahan template kitosan). Albumin merupakan salah satu protein globular yang memiliki struktur kristalin (Tanford dan Reynolds 2000), sehingga nanosilika yang dihasilkan dengan penambahan albumin sebagai template memiliki sifat lebih kristalin. Semakin sedikit template yang ditambahkan maka semakin banyak fase kristal dan semakin tinggi intensitas setiap puncak difraksi. Pola difraksi dan fase kristal nanosilika dengan penambahan template albumin lebih stabil dibandingkan nanosilika dengan penambahan template kitosan.

Selain dipengaruhi struktur template, perbedaan pola difraksi dan fase kristal nanosilika dengan penambahan template kitosan dan albumin juga dipengaruhi oleh gugus fungsi dalam reaksi kondensasi antara template dengan silika. Menurut Fang dan Yingchun (2011), gugus amina (NH2) dan gugus hidroksil (OH) dari kitosan yang akan berinteraksi dengan gugus silanol dari silika. Sedangkan menurut (Pondi et.al 2014), gugus karbonil (C=O) dari albumin yang akan berinteraksi dengan gugus silanol dari silika. Interaksi antar gugus inilah yang membedakan fase kristal yang terbentuk. Fase kristal yang berbeda akan mempengaruhi pola difraksi yang berbeda pula.

Berdasarkan difraktogram pada Gambar 4 dan 5 nanosilika dengan penambahan template kitosan dan albumin merupakan senyawa multifase. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya tiga fase dalam satu senyawa, yaitu fase kuarsa, fase tridimit, dan fase kristobalit.

Ukuran Kristal

Ukuran kristal mempengaruhi derajat kristalinitas pada nanosilika. Semakin besar ukuran kristal suatu senyawa maka semakin tinggi pula derajat kristalinitasnya. Pada penelitian ini, ukuran kristal dihitung menggunakan persamaan Scherrer dan software PowderX. Ukuran kristal nanosilika dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Ukuran kristal nanosilika

Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin banyak template yang ditambahkan, maka semakin kecil ukuran kristal nanosilika yang dihasilkan. Secara umum, nanosilika dengan penambahan template kitosan memiliki ukuran kristal yang lebih tinggi dibandingkan nanosilika dengan penambahan template albumin. Hal tersebut dipengaruhi oleh bobot molekul template yang ditambahkan. Tingginya bobot

(20)

10

molekul menunjukkan semakin banyak jumlah n (monomer) suatu senyawa. Semakin tingginya bobot molekul akan menurunkan laju pertumbuhan primer, sehingga akan menghasilkan ukuran kristal yang kecil. Selain itu semakin banyak jumlah penambahan template maka menyebabkan semakin banyak pula nanosilika yang dapat tersalut oleh template (Sormoli et al 2011). Kitosan yang digunakan pada penelitian ini berasal dari departemen THP FPIK IPB dengan derajat deasetilasi sebesar 87%. Menurut Sun et al. (2009), kitosan dengan derajat deasetilasi 80%-90% memiliki bobot molekul sebesar 40 000 Da. Sedangkan menurut Nitta dan Numata (2013), albumin memiliki bobot molekul sebesar 65 000 Da. Hal tersebut membuktikan bahwa nanosilika dengan penambahan template albumin memiliki ukuran kristal lebih kecil dibandingkan nanosilika dengan penambahan template kitosan. Namun pada penambahan template dengan perbandingan 1:8, nanosilika dengan penambahan template kitosan memiliki ukuran partikel yang lebih rendah dibandingkan nanosilika dengan penambahan template albumin. Menurut (Pondi et al. 2014), hal tersebut disebabkan oleh rendahnya kereaktifan template albumin yang ditambahkan dalam jumlah sedikit. Jumlah albumin dalam jumlah sedikit menunjukkan semakin pendeknya rantai molekul dimiliki oleh albumin. Semakin pendek rantai molekul akan semakin mengurangi jumlah tempat (sites) interaksi antara albumin dengan silika. Hal ini akan menyebabkan ukuran kristal yang membesar seiring berkurangnya jumlah template albumin yang ditambahkan.

Secara umum, nanosilika dengan penambahan template memiliki ukuran kristal yang lebih kecil dibandingkan nanosilika tanpa penambahan template. Albumin mampu menahan laju pertumbuhan partikel primer pada perbandingan 1:1, 1:2, dan 1:4. Menurut (Allaedini dan Muhamad 2013), pertumbuhan partikel primer akan menyebabkan bergabungnya inti kristal dan inti kristal lainnya menjadi kristal baru atau bergabungnya kristal dengan kristal lainnya untuk membentuk kristal yang memiliki ukuran lebih besar. Namun pada perbandingan 1:8 ukuran kristal lebih besar dari kontrol. Hal ini dipengaruhi oleh rendahnya kereaktifan saat jumlah template yang ditambahkan sedikit (Pondi et al 2014). Kitosan mampu menahan laju pertumbuhan partikel primer pada perbandingan 1:1 dan 1:2. Sedangkan pada perbandingan 1:4 dan 1:8 ukuran kristal lebih besar dari kontrol. Menurut Fang dan Yingchun (2011), jika jumlah penambahan sedikit maka kereaktifan berkurang akibat tidak tersalutnya nanosilika secara keseluruhan.

Derajat Kristalinitas

(21)

11

sampel. Pengaruh jumlah template yang ditambahkan terhadap derajat kristalinitas nanosilika dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Derajat kristalinitas nanosilika

Berdasarkan data yang diperoleh pada analisis pola difraksi dan fase kristal dapat terlihat bahwa nanosilika dengan penambahan template kitosan memiliki pola difraksi dan intensitas yang lebih rendah dibandingkan nanosilika dengan penambahan template albumin. Hal ini membuktikan bahwa derajat kristalinitas nanosilika dengan penambahan template kitosan selalu lebih rendah dibandingkan nanosilika dengan penambahan template albumin.

Ukuran kristal yang semakin semakin kecil akan menurunkan derajat kristalinitas. Semakin banyaknya template yang ditambahkan akan menurunkan laju pertumbuhan partikel primer (Allaedini dan Muhamad 2013). Pengontrolan laju pertumbuhan partikel primer akan menghasilkan ukuran kristal lebih kecil yang berdampak terhadap menurunnya derajat kristalinitas. Berdasarkan pembahasan pada ukuran kristal, didapatkan bahwa ukuran kristal dengan penambahan template kitosan lebih besar dibandingkan dengan template albumin. Namun derajat kristalinitas nanosilika dengan penambahan template albumin lebih tinggi dibandingkan nanosilika dengan penambahan template kitosan. Hal ini dipengaruhi oleh struktur dasar masing-masing template. Kitosan merupakan polimer dengan struktur amorf (Cai et al. 2009) dan albumin memiliki struktur kristalin (Tanford dan Reynold 2000). Struktur dasar ini yang berpengaruh terhadap pola difraksi dan fase kristal.

Ukuran Partikel dan PDI

(22)

12

nanopartikel memiliki keseragaman yang baik. Nanopartikel dengan nilai PDI 0.5-0.7 masih dalam batas toleransi penggunaan dalam aplikasi, sedangkan nanopartikel dengan nilai PDI lebih besar dari 0.7 tidak dapat digunakan dalam aplikasi. Pengaruh penambahan template terhadap ukuran partikel dan nilai PDI dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Pengaruh penambahan template terhadap ukuran partikel dan nilai PDI

PDI Range (nm) Z (nm)

Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin banyak template yang ditambahkan baik kitosan maupun albumin maka semakin kecil nilai PDI yang dihasilkan. Menurut Sormoli et al. (2011), semakin banyak penambahan jumlah template maka semakin banyak pula nanosilika yang dapat tersalut oleh template. Menurut Padalkar et al. (2009), penambahan template albumin akan mengontrol proses nukleasi inti kristal, pertumbuhan partikel primer, dan proses aglomerasi partikel. Menurut Uthaman et al. (2013) penyalutan nanopartikel dengan polisakarida seperti kitosan memberikan pencegahan terhadap proses aglomerasi baik aglomerasi saat pertumbuhan partikel (inti kristal) maupun aglomerasi partikel primer. Polisakarida memberikan kapasitas spesifik terhadap ikatan dengan nanopartikel. Melalui karakteristik pencegahan terhadap aglomerasi, maka penambahan template akan mengontrol keseragaman ukuran yang didapatkan. Semakin kecil nilai PDI maka semakin kecil pula range (jangkauan) yang dihasilkan (distribusi ukuran partikel akan semakin sempit).

(23)

13

(a)

(b)

Gambar 8 Kurva distribusi ukuran partikel (a) nanosilika dengan penambahan template kitosan (b) nanosilika dengan penambahan template albumin Nanosilika dengan penambahan template albumin memiliki kurva distribusi ukuran yang lebih sempit dibandingkan nanosilika dengan penambahan template kitosan. Hal tersebut dipengaruhi oleh bobot molekul template yang ditambahkan. Kitosan memiliki bobot molekul sebesar 40 000 Da (Sun et al. 2009), sedangkan albumin memiliki bobot molekul sebesar 65 000 Da (Nitta dan Numata 2013). Bobot molekul yang besar akan memberikan keefektifan yang tinggi dalam menyalut nanosilika sehingga akan meningkatkan keseragaman ukuran nanosilika yang dihasilkan.

Spektra Gugus FTIR

FTIR digunakan untuk melihat gugus fungsi pada nanosilika. Nanosilika memiliki dua gugus fungsi yaitu gugus silanol dan gugus siloksan. Gugus silanol bersifat hidrofilik, sedangkan gugus siloksan bersifat hidrofobik. Gugus siloksan terbentuk dari reaksi kondensasi antara dua gugus silanol sehingga menghasilkan

0

28.19 56.25 112.23 223.93 446.8 891.49 1,778.75

In

28.19 56.25 112.23 223.93 446.8 891.49 1,778.75

(24)

14

gugus siloksan (Si-O-Si) dan melepaskan molekul air. Selain itu, analisa menggunakan FTIR juga digunakan untuk membuktikan bahwa partikel nanosilika telah tersalut oleh template yang ditambahkan. Analisis menggunakan FTIR menghasilkan pita serapan pada bilangan gelombang (wavenumber) tertentu yang menunjukkan identitas spesifik suatu gugus fungsi. Semakin tinggi intensitas pita serapan (semakin rendah nilai transmitan) maka semakin banyak gugus fungsi dalam suatu senyawa. Gambar 9 menunjukkan spektra nanosilika dengan penambahan template kitosan.

(a)

(b)

Gambar 9 Spektra nanosilika dengan penambahan template kitosan (a) sebelum kalsinasi (b) setelah kalsinasi

Tr

ansmi

tan

Tr

ansmi

(25)

15

Dapat dilihat pada Gambar 9 sekitar pita serapan 1000 merupakan vibrasi Si-O-Si (siloksan) pada nanosilika, sedangkan pita serapan 3000-3500 menunjukkan vibrasi Si-OH (silanol) pada nanosilika. Pita serapan 1623.34 dan 1503.45 pada Gambar 9 (a) berturut-turut menunjukkan vibrasi ulur NH2 (amina)1 dan NH2 (amina)2 yang menunjukkan ikatan gugus –NH2 pada kitosan dengan gugus silanol pada nanosilika. Mekanisme penyalutan nanosilika oleh kitosan adalah melalui ikatan hidrogen antara gugus silanol yang dimiliki silika dengan gugus hidroksil dan amina yang dimiliki kitosan (Fang dan Yingchun 2011). Gambar 10 menunjukkan penyalutan nanosilika oleh kitosan.

Gambar 10 Penyalutan nanosilika oleh kitosan (Sumber : Fang dan Yingchun 2011)

Gambar 9 (b) menunjukkan bahwa intensitas gugus silanol mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh hilangnya template kitosan selama proses kalsinasi. Menurut Cecilia (2011) kitosan memiliki titik lebur sekitar 120 oC. Meleburnya kitosan pada kalsinasi suhu 700 °C menyebabkan gugus Si-OH (silanol) bertambah (sudah tidak berikatan dengan template). Gambar 7 menunjukkan spektra nanosilika dengan penambahan template albumin.

(26)

16

(a)

(b)

Gambar 11 Spektra nanosilika dengan penambahan template albumin (a) sebelum kalsinasi (b) setelah kalsinasi

Tr

ansmi

tan

Tr

ansmi

(27)

17

Gambar 12 Penyalutan nanosilika oleh albumin (Sumber: Pondi et al. 2014)

Pada Gambar 11 (b) dapat dilihat bahwa intensitas gugus silanol meningkat. Hal ini disebabkan oleh hilangnya template selama proses kalsinasi. Menurut Cecilia (2011) albumin memiliki titik lebur sekitar 62 oC. Meleburnya albumin pada kalsinasi suhu 700 °C menyebabkan gugus Si-OH (silanol) bertambah (sudah tidak berikatan dengan template).

Morfologi Partikel

(28)

18

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 13 Morfologi partikel nanosilika (a) dengan perbesaran 100X (b) dengan perbesaran 500X (c) dengan perbesaran 5000X (d) dengan perbesaran 10 000X

Analisa EDS (Energy Dispersion X-ray Spectroscopy) merupakan salah satu fitur pada analisa SEM. Analisa EDS digunakan untuk menganalisa secara kuantitatif elemen yang terkandung dalam bahan. Selain itu, analisa EDS juga dapat digunakan untuk elemental mapping (pemetaan elemen) dengan memberikan warna yang berbeda pada masing-masing elemen.

Hasil analisa EDS menunjukkan bahwa partikel nanosilika memiliki kandungan terbesar yaitu elemen Si dan O. Kandungan elemen Si sebesar 41.09 (%wt) dan O sebesar 45.41 (%wt). Selain kedua elemen tersebut, partikel nanosilika mengandung elemen C dan Na. Elemen C (karbon) sebesar 3.14 (%wt) berasal tempat preparat sampel yang berbahan dasar karbon. Sedangkan elemen Na sebesar 10.35 (%wt) berasal dari produk samping reaksi polimerisasi silika yaitu garam Na2SO4.

Potensi Aplikasi Nanosilika

(29)

19

Tabel 3 Potensi aplikasi nanosilika Perlakuan

Membran ultrafiltrasi merupakan teknik pemisahan menggunakan membran untuk menghilangkan zat terlarut BM (bobot molekul) tinggi, koloid, mikroba, dan padatan tersuspensi dalam air. Membran ultafiltrasi memiliki ukuran pori 1-100 nm dan ketebalan mencapai 150 m. Aplikasi dari membran ultrafiltrasi banyak terdapat pada pemurnian air dalam menghilangkan koloid, mikroba, dan padatan tersuspensi (Yuniarsih 2013).

Membran ultrafiltrasi terdiri dari 3 lapisan yaitu, lapisan atas (permukaan tipis), lapisan penyangga berpori, dan lapisan penyangga tambahan. Lapisan atas berfungsi sebagai media pemisah dengan ketebalan 0.1-0.5 m. Lapisan paling atas

ini memberikan selektivitas, peningkatan rejeksi, dan fluks yang rendah dengan karakteristik yang sangat rapat dan tipis. Lapisan penyangga berpori memiliki

ukuran pori >100 nm dan ketebalan > 0.5 m. Sedangkan lapisan penyangga

(30)

20

Gambar 14 Lapisan pada membran ultrafiltrasi (sumber : Yuniarsih 2013)

Polimer polisulfon merupakan polimer yang umum digunakan dalam memproduksi membran ultrafiltrasi. Namun masih memiliki beberapa kelemahan yaitu kurangnya sifat hidrofilitas serta lemahnya ketahanan mekanik dan stabilitas termal. Oleh karena, itu dibutuhkan material komposit anorganik untuk mengatasi kelemahan tersebut (Assufi 2014).

Menurut Iolevich (2014), derajat kristalinitas <45% mengindikasikan struktur amorf. Semakin amorf suatu bahan maka semakin tinggi pula sifat hidrofilitas yang dimiliki karena tingginya gugus silanol (hidrofilik). Ukuran partikel dan ukuran kristal pada perlakuan tersebut memiliki rata-rata dibawah 1000 nm (orde nano) sehingga dapat mendukung pembentukan pori <100 nm dan stabilitas fisik maupun termal. Selain itu, nilai PDI yang dihasilkan <0.7. Menurut Nidhin (2008), PDI yang >0.7 memiliki distribusi ukuran yang sangat luas sehingga tidak layak untuk dimanfaatkan dalam aplikasi komposit (filler). Perlakuan penambahan tenplate kitosan dengan perbandingan 1:1 memiliki derajat kristalinitas terendah, namun rata-rata ukurannya mencapai 1300 nm (diluar orde nano). Hal tersebut menyebabkan nanosilika yang dihasilkan tidak dapat dimanfaatkan sebagai komposit lapisan permukaan tipis membran ultrafiltrasi.

Komponen Penyangga Katalis

Teknologi katalis merupakan teknologi yang sedang berkembang dalam skala industri. Katalis sangat dibutuhkan bagi industri karena banyak produk dihasilkan dari reaksi yang menggunakan katalis. Katalis yang sering digunakan dapat berupa katalis homogen dan katalis heterogen. (Lubis 2009). Katalis heterogen memiliki kelebihan yaitu dapat dipisahkan dari campuran reaksi dan dapat digunakan kembali (reuse). Usaha heterogenisasi katalis homogen telah banyak dilakukan dengan penambahan katalis homogen pada suatu padatan pendukung (Subekti 2009).

(31)

21

permukaan katalis, dan sintering (penggumpalan) katalis (Utomo dan Laksono 2007). Masalah pembentukan racun katalis dan sintering dapat diatasi dengan menyangga komponen logam aktif pada suatu bahan penyangga (support) yang memiliki luas permukaan yang besar. Penyangga yang dapat digunakan adalah alumina, silika, zirkonia, magnesia, zeolit, dan titania. Penyangga akan menyebabkan komponen aktif katalis terdispersi dengan merata, meningkatkan luas permukaan untuk kontak dengan reaktannya, meningkatkan kekuatan mekanik, meratakan panas reaksi, dan meningkatkan stabilitas katalis (Lubis 2009).

Silika merupakan padatan pendukung untuk katalis homogen yang digunakan dalam proses-proses yang biasanya dijalankan pada suhu rendah (dibawah 300 ˚C), seperti hidrogenasi, polimerisasi, atau beberapa oksidasi. Sifatnya seperti ukuran partikel, gugus fungsi, dan luas permukaan dapat mendukung kinerja dari katalis homogen (Subekti 2009).

Pembuatan katalis Cu dengan penyangga silika gel dilakukan dengan metode impregnasi logam Cu2+ ke dalam silika gel. Ion Cu2+ yang berasal dari larutan Cu(NO3)2 diubah menjadi ion kompleks [Cu(NH3)4]2+ dengan penambahan amoniak pekat. Pembentukan kompleks ini bertujuan untuk meningkatkan kestabilan sehingga akan menghasilkan katalis logam yang terdispersi lebih merata dalam penyangga dengan ukuran kristal yang lebih kecil (Lubis 2009)

Reaksi dehidrogenasi etanol yang dilakukan pada pemanasan pada suhu 300

˚C menghasilkan asetaldehida sebesar 0.056%, sedangkan menggunakan silika gel

dihasilkan asetaldehida sebesar 0.47%. Hal ini menunjukkan bahwa silika gel tidak berfungsi sebagai katalis berperan sebagai penyangga yaitu tempat terdispersinya ion Cu2+. Ikatan antara Cu2+ dengan gugus siloksan pada silika dapat mencegah sintering dan menghasilkan parikel logam yang berukuran kecil. Silika gel tidak terlibat dalam mekanisme reaksi karena silika gel bersifat inert dan hanya memperbesar luas permukaan saja. Fungsi dari pusat aktif Cu2+ adalah dalam memfasilitasi pemutusan ikatan C – H sehingga mempercepat reaksi dehidrogenasi etanol menjadi asetaldehida (Lubis 2009).

Nanosilika memiliki potensi yang lebih baik sebagai bahan penyangga dalam katalis. Nanosilika memiliki luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan silika. Luas permukaan yang besar akan meningkatkan luas permukaan kontak antara katalis dengan reaktannya. Meningkatkan luas permukaan kontak dengan reaktan akan berdampak langsung terhadap rendemen produk yang dihasilkan. Selain itu semakin banyaknya jumlah gugus aktif (gugus silanol) pada nanosilika akan meningkatkan ikatan antara katalis dengan nanosilika. Semakin banyaknya katalis yang terikat pada nanosilika akan menurunkan resiko sintering pada katalis.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(32)

22

membran ultrafiltrasi dan komponen penyangga katalis. Nanosilika dengan perlakuan penambahan template kitosan perbandingan 1:8 dan nanosilika dengan penambahan template albumin perbandingan 1:4 dan 1:8 cocok diaplikasikan sebagai komposit lapisan penyangga berpori.

Saran

Perlakuan penambahan template pada penelitian tergolong memiliki derajat kristalinitas yang rendah. Perlu digunakan template lain yang memiliki derajat kristalinitas lebih tinggi dibandingkan albumin, sehingga lebih membuktikan pengaruh struktur template terhadap sifat dan ciri nanosilika yang dihasilkan. Selain itu perlu dikaji lebih lanjut mengenai peningkatan jumlah template lain yang akan mengakibatkan penurunan rata-rata ukuran partikel dan rata-rata ukuran kristal.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi S, Setyawan H, Winardi S, Purwanto A, Balgis R. 2009. A Facile Method for Production of High Purity Silica Xerogel from Bagasse Ash. Journal Advanced Powder Technology. 20 : 468–472.

Allaedini, G, Muhammad A. 2013. Study of influential factors in synthesis and characterization of cobalt oxide nanoparticles. Journal Of Nanostructure in Chemistry. 3 : 77.

Bauccio M. 1993. ASM Metals Reference Book Third Edition. United States of America : ASM International.

Cai Z, Chen P, Kim I. 2008. The Effect of Chitosan Content on The Crystallinity, Thermal Stability, and Mechanical Properties of Bacterial Cellulose-Chitosan Composites. Prosiding. IMechE Vol. 223 Part C: J. Mechanical Engineering Science.

Fang C, Yingchun Z. 2011. Chitosan Enclosed Mesoporous Silica Nanoparticles as Drug Nano-Carriers : Sensitive Response to The Narrow pH Range. Microporous and Mesoporous Materials. 150:83-89

Hernawati dan Indarto. 2010. Pabrik Silika dari Abu Ampas Tebu dengan Proses Presipitasi. [Skripsi]. Surabaya (ID) : Institut Teknologi Surabaya.

Ioelovich M. 2014. Crystallinity and Hydrophility of Chitin and Chitosan. Journal of Chemistry. 3(3):7-14.

Ismayana A. 2014. Perancangan proses co-composting dan nanoteknologi untuk penanganan limbah padat industry gula. [Disertasi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Khripin CY, Pritinski D, Dunphy DR, Brinker CJ, Kaehr B. 2010. Protein-Directed Assembly of Arbitrary Three-Dimensional Nanoporous Silica Architectures. ACS Nano. 1(1).

(33)

23

Mahdavi M, Mansor, Haron MJ, Namvar F, Nadi B, Rahman MZ , Amin J. 2013. Synthesis, Surface Modification and Characterisation of Biocompatible Magnetic Iron Oxide Nanoparticles for Biomedical Applications. Journal Molecules. 18 : 7533-7548.

Marlina L, Sriyanti I, Iskandar F, Khairurijal. 2012. Pengaruh Komposisi Sekam Padi dan Nano Silika Terhadap Kuat Tekan Material Nanokomposit. Jurnal Penelitian Sains. 15(3).

Mishra S, Nayar S. 2014. Protein-Polymer Matrix Mediated Synthesis of Silver Nanoparticle. Nanobiomedicine. 1(3).

Namazi H, Fathi F, Heydari A. 2012. Nanoparticles Based On Modified Polysaccharides. Iran : In Tech.

Nidhin M, Indumathy R, Sreeram K, Nair B.U. 2008. Synthesis of iron oxide nanoparticles of narrow size distribution on polysaccharide templates. Bull. Mater. Sci. 31 : 93-96.

Nitta SK, Numata K. 2013. Biopolymer-Based Nanoparticles for Drug/Gene Delivery and Tissue Engineering. Int. J. Mol. Sci. 14 : 1629-1654.

Padalkar S, Hulleman J, Kim SM, Tumkur T, Rochet JC. 2009. Fabrication of ZnS Nanoparticle Chains on A Protein Template. Birck And NCN Publications. Paper 482

Panta P, Kim DY, Kwon JS, Son AR, Lee KW, Moon SK. 2014. Protein Drg-Loaded Polymeric Nanoparticle. J. Biomedical Science and Engineering. 7:825-832.

Pondi S, Effendi J, Siong HC, Yuan LS, Chandren S, Nur H. 2014. The Study of Albumin Release from Silica/Albumin as A Potential Drug Delivery Carrier. Jurnal Telknologi (Science and Engineering). 69(5): 113-117.

Setiawan W K. 2015.Preparasi nanosilika dari abu ketel dengan metode co-presipitasi sebagai aditif membran elektrolit berbasis kitosan. [Tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Smitha S, Shajesh P, Aravind P R, Rajesh K S, Pillai P K, Warrier K G K. 2006. Effect f Aging Time and Concentration of Aging Solution on the Porosity Characteristics of Subcritically Dried Silica Aerogels. Microporous and MesoporousMaterials. 91:286-292.

Sormoli ME, Islam MIU, Langrish TAG. 2011. The Effect of Chitosan Hydrogen Bonding on Lactose Crystallinity During Spray Dryer. Journal Food Engineering. 108: 541-548.

Subekti A. 2009. Sintesis Co/Cu (II)-Salen yang tertambatkan pada silika sebagai katalis padat untuk oksidasi gliserol. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Thuadaij N, Nuntiya A. 2008. Preparation of Nanosilica Powder from Rice Husk Ash by Precipitation Method. Chiang Mai J. Sci. 35(1) : 206-211.

(34)

24

Yudhistira AD, Iswanto FB, Kusworo TD. 2012. Pembuatan Asimetrik Membran untuk Pengolahan Air : Pengaruh Waktu Penguapan Terhadap Kinerja Membran. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 1(1) : 186-193.

(35)

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kediri tanggal 09 Oktober 1993 dari ayah Eming Agus Hidayat dan ibu Rini Roesmawati. Penulis adalah putri kedua dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan di TK Hevea dan lulus pada tahun 1996. Kemudian penulis memulai pendidikan dasar di SD Jember Kidul IV dan lulus pada tahun 2005. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan tingkat menengah di SMP Negeri 2 Jember dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2011 penulis lulus dari dari SMAN 4 Jember dan pada tahun yang sama penulis diterima masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan di Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organisasi. Pada tahun 2011-2012 penulis aktif sebagai anggota klub asrama Cybertron dan anggota IMJB (Ikatan Mahasiswa Jember di Bogor), Tahun 2012-2013 penulis menjabat sebagai sekretaris Departemen Pengabdian Masyarakat Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (Himalogin) IPB. Tahun 2013-2014 penulis aktif sebagai staf ahli Departemen Pengabdian Masyarakat Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (Himalogin) IPB.

Gambar

Gambar 1  Diagram alir proses preparasi abu ketel
Gambar 3  Diagram alir proses pembuatan nanosilika
Tabel 1  Kandungan senyawa abu ketel dan abu furnace
Gambar 4  Difraktogram nanosilika dengan penambahan template kitosan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka salah satu solusi untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi Pesawat Sederhana adalah dengan menggunakan

DS : Pasien mengatakan sebelum sakit pasien melakukan hubungan suami istri 2x minggu, selama sakit tidak pernah melakukan hubungan seksual DO : - Pasien mengatakan

menunjukkan bahwa nilai total limfosit untuk semua perlakuan berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan perlakuan konsentrasi fukoidan komersil tidak berbeda nyata

Secara garis besar dari empat kasus red flags yang digunakan untuk mengukur kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan, hanya kasus pada variabel F1 yang

Bagi user yang tidak mempunyai id, maka dia disediakan fasilitas untuk mengetahui posisi dan rute kendaraan pengangkut paket dengan mengakses posisi

Salah satunya yaitu dengan menciptakan keluarga KEKINIAN (kreatif, komunkatif dan menyenangkan) melalui optimalisasi peran orang tua sebagai pemimpin keluarga

[r]

Hasil pre-test subjek penelitian menunjukkan bahwa seluruh anggota kelompok yang terdiri dari 8 peserta didik yang teridentifikasi sebagai perilaku cyber bullying