• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemetaan Karakteristik Kimia, Fisik, Sensori, dan Fungsional Beberapa Jenis Pala (Myristica spp.).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemetaan Karakteristik Kimia, Fisik, Sensori, dan Fungsional Beberapa Jenis Pala (Myristica spp.)."

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PEMETAAN KARAKTERISTIK KIMIA, FISIK, SENSORI

DAN FUNGSIONAL BEBERAPA JENIS PALA (

Myristica

spp.)

APRILIA WULANDARI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemetaan Karakteristik Kimia, Fisik, Sensori, dan Fungsional Beberapa Jenis Pala (Myristica spp.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Aprilia Wulandari

(4)
(5)

ABSTRAK

APRILIA WULANDARI. Pemetaan Karakteristik Kimia, Fisik, Sensori, dan Fungsional Beberapa Jenis Pala (Myristica spp.). Dibimbing oleh DIAN HERAWATI.

Pemanfaatan daging buah pala di Maluku Utara masih terbatas karena terdapat rasa sepat, pahit, dan asam yang disebabkan oleh kandungan senyawa fenolik dan asam organik. Senyawa fenolik juga diketahui berpotensi sebagai senyawa antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh karakteristik kimia, fisik, sensori, dan fungsional serta hubungan antara komponen kimia dengan karakteristik sensori dan fungsional daging buah pala. Sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis pala yang berasal dari Gebe Maluku Utara dan dua jenis pala yang berasal dari kawasan Bogor. Jenis buah pala berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap karakter kimia, fisik, sensori, dan fungsional pada daging buah pala. Grafik biplot mendiskripsikan daging buah pala bogor muda memiliki karakteristik rasa sepat dan pahit, total asam tertitrasi yang tinggi, serta kapasitas antioksidan yang tinggi; daging buah pala bogor tua memiliki karakteristik rasa sepat; daging buah pala gebe biji lonjong muda dan tua memiliki karakteristik rasa asam, kandungan total fenol dan kadar tanin yang tinggi; daging buah pala gebe biji bulat muda memiliki karakteristik rasa asam; dan daging buah pala gebe biji bulat tua tidak memiliki kecenderungan karakteristik rasa sepat, asam, dan pahit. Kadar tanin dan total fenol berkaitan erat terhadap rasa pahit dan kapasitas antioksidan, namun tidak berkaitan erat terhadap rasa sepat dan asam. Kandungan asam organik tidak berkaitan erat terhadap adanya rasa sepat, asam, dan pahit pada daging buah pala.

(6)

ABSTRACT

APRILIA WULANDARI. Characteristic Mapping of Chemical, Physical, Sensory and Functional Properties from Various Type of Nutmegs (Myristica spp.). Supervised by DIAN HERAWATI.

Utilization of nutmeg flesh in North Maluku is still limited because there are flavors of astringent, bitter, and sour caused by the content of phenolic and organic acids compounds. Phenolic compounds are also known as antioxidant compounds. The purpose of this this research is to investigate chemical, physical, sensory, and functional properties, as well as the relationship between the chemical components with sensory and functional properties of nutmeg flesh. The sample used consist of four type nutmeg from Gebe North Maluku island and two type nutmegs from Bogor area. Type of nutmeg gives significant effect (p<0.05) to chemical, physical, sensory, and functional properties of nutmeg flesh. Biplot analysis describes unripe bogor nutmeg flesh has the characteristic with astringent and bitter taste, high total titrable acid and high antioxidant capacity; ripe bogor nutmeg flesh has characteristic with astringent taste; unripe oval seed and ripe oval seed gebe nutmeg flesh has characteristic with sour taste, high tannin, and high phenolic compound content; unripe round seed gebe nutmeg flesh has characteristic with sour taste; and ripe round seed gebe nutmeg flesh doesnot have characteristic of astringent, sour, and bitter taste. Levels of tannin and total phenol are closely related to bitter taste and antioxidant capacity, but are not closely related to the astringent and sour taste. The content of organic acids are not closely related to the presence of astringent, sour, and bitter taste on nutmeg flesh.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

PEMETAAN KARAKTERISTIK KIMIA, FISIK, SENSORI,

DAN FUNGSIONAL BEBERAPA JENIS PALA (

Myristica

spp.)

APRILIA WULANDARI

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pemetaan Karakteristik Kimia, Fisik, Sensori, dan Fungsional Beberapa Jenis Pala (Myristica spp.)

Nama : Aprilia Wulandari NIM : F24110031

Disetujui oleh

Dian Herawati, STP MSi. Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Feri Kusnandar, MSc. Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah karakterisasi buah pala, dengan judul Pemetaan Karakteristik Kimia, Fisik, Sensori, dan Fungsional Beberapa Jenis Pala (Myristica spp.).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dian Herawati, STP MSi selaku dosen pembimbing, Bapak Dr. Tjahja Muhandri, STP MT, Ibu Dr Ir Hanifah Nuryani Lioe, MSi sebagai dosen penguji, dan pimpinan PT Antam tbk atas bantuan biaya penelitian yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh keluarga Bapak Mubadi, Ibu Mujiwarti, dan Zhufara Adhil atas doa dan semangat yang telah diberikan, seluruh teknisi laboran dan staff Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan atas bantuan yang telah diberikan, serta teman-teman ITP 48 yang turut mendukung penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE PENELITIAN 2

Waktu dan Tempat 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur Penelitian 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Kadar Air, Rendemen, dan Ekstrak Tepung Daging Buah Pala 8

Karakteristik Sifat Fisik Buah Pala 9

Karakteristik Kimia dan Fungsional Daging Buah Pala 12

Karakteristik Sensori Daging Buah Pala 19

Pemetaan dan Analisis Hubungan Karakteristik Kimia dengan Karakteristik

Sensori dan Fungsional Daging Buah Pala 21

SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 26

RIWAYAT HIDUP 43

(14)

DAFTAR TABEL

1 Rendemen dan kadar air tepung daging buah pala 8

2 Penampakan dan deskripsi buah pala 10

3 Kekerasan daging buah pala segar 11

4 Proporsi daging buah pala 12

5 Karakteristik kimia daging buah pala 13

6 Total fenol daging buah pala. 15

7 Kadar tanin daging buah pala. 16

8 Kapasitas antioksidan ekstrak metanol daging buah pala 17

9 Total asam tertitrasi (%) daging buah pala 19

10 Koefisien korelasi Pearson antara karakteristik kimia, karakteristik sensori, dan karakteristik fungsional daging buah pala. 24

DAFTAR GAMBAR

1 Penampakan beberapa jenis buah pala 9

2 Spider web atribut rasa asam, rasa pahit, dan rasa sepat daging buah

pala 20

3 Grafik biplot beberapa jenis daging buah pala. 23

DAFTAR LAMPIRAN

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman pala (Myristica spp.) merupakan tanaman rempah-rempah asli Indonesia. Buah pala termasuk salah satu komoditas ekspor yang penting, karena 60% kebutuhan pala dunia dipasok dari Indonesia. Produktivitas pala di Indonesia relatif stabil dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Ditjen Perkebunan (2006), produksi pala pada tahun 2000 – 2005 berkisar antara 20,101 – 23,600 ton dengan luas areal 59,500 – 74,700 ha. Daerah penghasil utama pala di Indonesia adalah Kepulauan Maluku, Sulawesi Utara, Sumatra Barat, Nanggroe Aceh Darusalam, Jawa Barat, dan Papua (Nurdjannah 2007).

Pulau Maluku memiliki potensi ketersediaan pala yang cukup besar, namun pemanfaatan buah pala masih terbatas pada biji dan fulinya saja (Jan et al. 2014). Daging buah pala hanya menjadi limbah sampingan hasil pengolahan setelah diambil biji dan fulinya. Daging buah pala dapat menjadi komoditi yang potensial untuk dikembangkan karena merupakan bagian terbesar dari buah pala. Buah pala segar terdiri atas daging buah sebanyak 77.8%, fuli sebanyak 4%, tempurung biji sebanyak 15.1%, dan daging biji sebanyak 13.1% (Rismunandar 1990). Daging buah pala dapat diolah menjadi berbagai produk pangan misalnya manisan, asinan, dodol, selai, sari buah pala, marmelade, dan kristal daging buah pala (Nurdjannah 2007).

Penelitian mengenai beberapa produk diversifikasi daging buah pala telah banyak dilakukan, namun hingga saat ini pengolahan buah pala di wilayah Maluku Utara masih terbatas karena terdapat rasa sepat, pahit, dan asam pada daging buah pala. Rasa sepat, pahit, dan asam pada daging buah pala diduga berasal dari senyawa fenolik dan asam-asam organik pada buah pala yang berdampak pada produk olahannya.

Puertolas et al. (2010) menyatakan kandungan senyawa fenolik yang terdapat dalam makanan dapat berkontribusi terhadap karakter sensori buah terutama pada warna, astringency, dan rasa pahit pada buah. Senyawa fenolik juga berpotensi sebagai zat antioksidan. Menurut Singh et al. (2005), golongan fenolik berperan penting terhadap aktivitas antioksidan. Menurut penelitian Tan et al. (2013), ekstrak buah pala memliki kemampuan untuk mereduksi dan menangkap senyawa radikal bebas dengan nilai aktivitas antioksidan Trolox sebesar 48.22 µmol TEAC/g basis kering (bk).

(16)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan memetakan karakteristik kimia, fisik, sensori, fungsional serta hubungan antara komponen kimia dengan karakteristik rasa sepat, pahit, asam, dan kapasitas antioksidan daging buah pala.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai karakteristik kimia, fisik, sensori, dan fungsional, serta senyawa yang menyebabkan adanya rasa sepat, pahit, dan asam buah pala.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan selama empat bulan dari bulan Januari hingga April 2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia Pangan, Laboratorium Analisis Pangan, dan Laboratorium Evaluasi Sensori Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini yaitu buah pala biji bulat, buah pala biji lonjong dari Pulau Gebe Maluku, dan buah pala yang berasal dari kawasan Bogor. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis kimia yaitu NaOH (Merck, Jerman), H2SO4 (Merck, Jerman), HCl (Merck, Jerman), akuades, pelarut hexana (Merck, Jerman), HgO (Merck, Jerman), Na2S2O3 (Merck, Jerman), H3BO3 (Cica, Jepang), K2SO4 (Merck, Jerman), indikator red metil (Merck, Jerman), indikator PP (Merck, Jerman), kalium phtalat (Merck, Jerman), metanol (Merck, Jerman), Folin Ciocalteau (Merck, Jerman) Folin Dennis (Merck, Jerman), NaCO3 (Merck, Jerman), asam galat (Sigma, Amerika), asam tanat (Merck, Jerman), asam sitrat, asam askorbat (Merck, Jerman), kaffein, dan DPPH (Sigma, Amerika).

Alat

(17)

3 Prosedur Penelitian

Preparasi Sampel

Sampel yang digunakan untuk analisis terdiri atas buah pala segar, tepung daging buah pala, dan ekstrak metanol tepung daging buah pala. Sampel buah pala segar digunakan untuk analisis sensori dan analisis fisik, tepung daging buah pala digunakan untuk analisis proksimat dan total asam tertitrasi (TAT), sedangkan ekstrak metanol tepung daging buah pala digunakan untuk analisis kadar tanin, total fenol, dan kapasitas antioksidan daging buah pala. Sampel buah pala yang digunakan yaitu buah pala gebe biji bulat muda, pala gebe biji bulat tua, pala gebe biji lonjong muda, pala gebe biji lonjong tua, pala bogor muda, dan pala bogor tua. Buah pala muda memiliki warna kulit hijau dan biji berwarna putih kekuningan dilapisi fuli yang berwarna putih. Buah pala tua memiliki warna kulit kuning, biji berwarna coklat kehitaman dilapisi fuli yang berwarna merah.

Preparasi daging buah pala segar dan tepung daging buah pala

Tahapan preparasi sampel buah pala segar meliputi pengupasan buah pala, pemisahan daging buah dengan biji, dan pemotongan daging buah pala. Proses pembuatan tepung daging buah pala memiliki tahapan yang sama dengan preparasi sampel buah segar namun dilanjutkan dengan tahapan pengeringan menggunakan freeze dry dengan suhu 38 oC, tekanan 0.0025 bar selama 48 jam. Daging buah pala kering yang diperoleh selanjutnya dihaluskan menggunakan blender sehingga diperoleh tepung daging buah pala. Tepung yang diperoleh dianalisis kadar airnya menggunakan metode oven vakum. Rendemen tepung daging buah dihitung dengan rumus :

Analisis kimia yang dilakukan menggunakan tepung daging buah pala sehingga hasil analisis yang diperoleh menunjukkan besarnya kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam tepung daging buah pala. Apabila ingin diketahui hasil analisis kimia dalam daging buah pala segar maka nilai hasil analisis tepung daging buah pala dikalikan dengan rendemen tepung daging buah pala.

Ekstraksi metanol tepung daging buah pala

Pembuatan larutan ekstrak metanol daging buah pala menggunakan metode Tan et al. (2013). Tepung daging buah pala ditimbang sebanyak 2 gram, lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL. Selanjutnya ditambah 50 mL metanol dan dishaker selama 24 jam dengan kecepatan 40 rpm. Larutan ekstrak yang diperoleh disaring menggunakan kertas saring Whatman no 1.

Analisis Karakteristik Fisik

(18)

4

Analisis penampakan dan edible portion buah pala

Analisis penampakan daging buah pala dilakukan secara subyektif terhadap bentuk buah, bentuk biji, warna kulit, dan warna daging buah pala. Analisis edible portion buah pala menggunakan neraca analitik dengan menimbang berat buah pala utuh dan berat daging buah pala setelah dikupas dan dipisahkan dengan bijinya. Edible portion buah pala dihitung dengan rumus:

Analisis kekerasan daging buah pala

Analisis kekerasan menggunakan alat penetrometer digital dengan probe jarum, beban 150 gram, dan waktu penetrasi selama 10 detik. Pengukuran tekstur menggunakan daging buah pala yang telah dikupas dan dipisahkan dari bijinya. Analisis kekerasan daging buah pala dilakukan pada lima titik yang terdiri atas tiga titik di bagian tengah buah dan dua titik pada bagian pangkal dan ujung buah. Pengukuran kekerasan daging buah pala dilakukan sebanyak tiga ulangan.

Analisis Karakteristik Kimia dan Fungsional

Analisis kadar air (AOAC 2005)

Cawan alumunium dikeringkan dalam oven selama 15 menit pada suhu 105 o

C, didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang beratnya (A). Sejumlah sampel (1‒2 gram) ditimbang dalam cawan (B). Cawan beserta isinya dikeringkan dalam oven suhu 105 oC selama 5 jam. Cawan dipindahkan ke dalam desikator dan ditimbang. Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh berat konstan (C). Perhitungan kadar air dilakukan sebanyak dua ulangan dengan menggunakan rumus berikut:

Analisis kadar abu (AOAC 2005)

Cawan porselen dikeringkan dalam oven suhu 105 oC selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2‒3 gram dalam cawan (B), kemudian dibakar dalam ruang asap lalu dimasukkan ke tanur listrik suhu 550 oC selama 4‒6 jam. Abu beserta cawan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang beratnya (C). Kadar abu sampel diukur sebanyak dua ulangan dan dihitung dengan rumus :

Analisis kadar lemak (AOAC 2005)

(19)

5 kemudian dilakukan refluxs selama 5 jam. Pelarut yang tersisa dalam labu lemak didestilasi dan ekstrak lemak dikeringkan dalam oven suhu 105 oC kemudian ditimbang (C). Analisis kadar lemak dilakukan sebanyak dua ulangan. Kadar lemak dapat dihitung dengan perhitungan:

Analisis kadar protein (AOAC 2005)

Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. Sampel melalui tiga tahap, yakni digesti, destilasi, dan titrasi. Tahap penghancuran (digestion), sampel sebanyak 0.25 gram ditimbang terlebih dahulu kedalam labu Kjeldahl, ditambahkan 0.04 gram HgO, 1 gram K2SO4 dan 2 mL H2SO4. Sampel didihkan selama 1-1.5 jam dengan kenaikan suhu secara bertahap sampai cairan jernih, lalu didinginkan.

Tahap destilasi, sejumlah kecil air destilata ditambahkan agar kristal yang terbentuk dapat larut kembali. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 8-10 mL larutan 60% NaOH- 5% Na2S2O3. Erlenmeyer 250 mL yang berisi 5 mL larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator red-metilen blue diletakkan dibawah kondensor, sehingga diperoleh sekitar 50 mL destilat. Tahap titrasi menggunakan HCl 0.02 N terstandardisasi sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu sehingga diperoleh volume yang diperlukan untuk titrasi. Prosedur yang sama juga dilakukan untuk penetapan volume HCl standar yang digunakan untuk titrasi blanko. Kadar protein contoh dapat dihitung menggunakan rumus berikut:

Analisis karbohidrat by difference

Analisis kadar karbohidrat dilakukan dengan metode by difference. Penghitungan kadar karbohidrat berdasarkan selisih dari kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein sampel.

Analisis kadar tanin (AOAC 2005)

(20)

6

Keterangan:

c = kadar tanin dari kurva standar (mg/L) V = volume sampel (L) m = bobot sampel (g)

Analisis total fenol (Tan et al 2013)

Metode yang digunakan untuk menentukan kadar fenolik total yaitu metode Folin Ciocalteau mengacu pada metode penelitian Tan et al. (2003). Ekstrak metanol buah pala dipipet sebanyak 0.2 mL, ditambah dengan 1.5 mL Folin Ciocalteau kemudian didiamkan selama 5 menit pada suhu ruang. Setelah itu sebanyak 1.5 mL Na2CO3 (6%) ditambahkan pada larutan ekstrak yang akan dianalisis. Larutan dihomogenisasi dan didiamkan selama 90 menit pada suhu ruang dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 725 nm. Standar yang digunakan untuk membuat kurva kalibrasi yaitu standar asam galat. Konsentrasi asam galat yang digunakan yaitu 50– 450 mg/L dengan rentang 50 mg/L. Selanjutnya masing-masing standar diberi perlakuan yang sama dengan larutan ekstrak sampel. Analisis total fenol dilakukan sebanyak dua ulangan. Total fenol ekstrak sampel dinyatakan dalam mg asam galat/g sampel (mg GAE/g sampel) dengan rumus :

Keterangan :

c = kadar total fenol dari kurva standar (mg/L) V = volume sampel (L) m = bobot sampel (g)

Analisis kapasitas antioksidan metode DPPH (Fayed 2009)

Kapasitas antioksidan ditentukan menggunakan metode DPPH (1,1-difenil-2 pikrilhidrazil). Larutan ekstrak metanol sampel dipipet sebanyak 50 µL, kemudian ditambahkan 1 mL larutan DPPH 0.2 mM dalam metanol. Campuran larutan dihomogenkan dan didiamkan selama 30 menit. Pengukuran serapan absorbansi dilakukan pada panjang gelombang maksimum DPPH yaitu 517 nm. Kurva standar asam askorbat dapat digunakan sebagai pembanding, sehingga kapasitas antioksidan dapat dinyatakan dalam AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioksidant Capacity). Konsentrasi kurva standar asam askorbat yang digunakan yaitu 20, 40, 60, 80, 100, 120, dan 140 mg/L. Kapasitas antioksidan dinyatakan dalam mg AEAC/g dan dianalisis sebanyak dua ulangan. Kapasitas antioksidan dihitung dengan rumus:

c = kapasitas antioksidan dari kurva standar (mg/L) V = volume sampel (L) m = bobot sampel (g)

Analisis Total Asam Tertitrasi (Sudarmadji dkk 1997)

(21)

7 kertas saring Whatman no 1. Sebanyak 25 mL sampel ekstrak air dipipet, dimasukkan kedalam labu erlenmeyer 100 mL dan ditambah 2-3 tetes indikator PP. Proses titrasi menggunakan NaOH 0.1 N hingga larutan berubah warna menjadi pink seulas. Analisis total asam tertitrasi dilakukan sebanyak dua ulangan. Total asam dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan : V = volume tertitrasi (mL NaOH 0.1 N) Fp = faktor pengenceran

W = berat bahan (mg)

BE = bobot ekuivalen asam oksalat (63)

Analisis Karakteristik Sensori, Uji Deskriptif QDA (Stone dan Sidel 1993) Metode uji sensori yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis sensori deskriptif dengan metode QDA (Quantitative Descriptive Analysis). Panelis yang digunakan yaitu 10 orang panelis terlatih yang telah melalui tahapan seleksi panelis dan pelatihan panelis. Tahapan seleksi panelis dilakukan melalui serangkaian pengujian organoleptik yang terdiri atas uji aroma dan rasa dasar, uji segitiga, dan uji rating intensitas. Pengujian organoleptik tersebut bertujuan untuk mengetahui kemampuan calon panelis dalam mengenali, mendiskripsikan, dan membedakan aroma serta rasa dasar. Rasa yang digunakan terdiri atas rasa manis, pahit, asam, pahit, dan umami. Calon panelis yang lolos seleksi merupakan panelis yang dapat menjawab dengan benar sekurang-kurangnya 60% untuk uji segitiga dan 80% jawaban benar uji deskriptif.

Panelis yang lolos selanjutnya melalui tahapan pelatihan panelis. Tahapan pelatihan panelis terdiri atas pengenalan atribut flavor, pengenalan skala, dan penilaian sampel. Pengujian sampel dilakukan sebanyak 2 kali ulangan. Jenis skala yang digunakan dalam pengujian yaitu skala tidak terstruktur atau skala garis horizontal dengan panjang 15 cm dan ditransformasikan pada nilai 0 hingga 15, nilai 0 = intensitas rasa lemah dan nilai 15 = intensitas rasa kuat. Atribut sensori yang diamati yaitu rasa asam, rasa sepat, dan rasa pahit daging buah pala. Menurut Aryati (2003) reference yang digunakan untuk standar rasa pada buah pala yaitu larutan asam tanat 0.2% untuk standar rasa sepat, larutan kafein 0.06% sebagai standar rasa pahit, dan larutan asam sitrat 0.8% sebagai standar rasa asam. Sampel disajikan pada setiap panelis, panelis diminta untuk membandingkan intensitas sampel terhadap sampel reference, dan memberikan tanda garis vertikal pada skala garis masing-masing atribut dan menuliskan kode sampel diatas atau dibawah garis vertikal respon.

Analisis Data

Data hasil analisis yang diperoleh disajikan dalam bentuk rata-rata dan dianalisis statistik dengan menggunakan SPSS 20.0 dengan ANOVA dan uji lanjut Duncan (p = 0.05). Pengelompokan dan pemetaan atribut serta sampel dilakukan dengan principal component analysis (PCA) menggunakan program SAS.

(22)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air, Rendemen, dan Ekstrak Tepung Daging Buah Pala

Pembuatan tepung daging buah pala bertujuan untuk memperpanjang daya simpan sampel yang digunakan untuk analisis. Proses pembuatan tepung daging buah pala melalui tahap pengeringan menggunakan freeze dry yang bertujuan untuk menghindari terjadinya penguapan dan kerusakan komponen volatil di dalam buah pala. Pengukuran kadar air tepung daging buah pala bertujuan untuk mengetahui daya simpan tepung daging buah pala. Semakin kecil kadar air suatu bahan maka bahan tersebut dapat disimpan dalam waktu yang semakin lama karena kemungkinan kontaminasi jamur dan mikroba selama penyimpanan akan semakin rendah. Hal tersebut terkait dengan kandungan air dalam suatu bahan yang merupakan salah satu media tumbuh bagi bermacam-macam mikroorganisme (Winarno 2002).

Rendemen tepung daging buah pala yang diperoleh berkisar antara 13.39 ‒ 18.46% dengan kadar air 11.28‒26.38% (Tabel 1). Rendemen tertinggi terdapat pada sampel pala bogor tua diiringi dengan tingginya kadar air pada sampel tersebut. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 1 dan Lampiran 2) jenis buah pala tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap rendemen tepung daging buah pala, namun berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar air tepung daging buah pala. Penerapan proses yang sama umumnya menghasilkan tepung daging buah pala dengan karakteristik yang hampir sama. Hasil analisis yang diperoleh kadar air tepung daging buah pala yang diperoleh cenderung beragam. Hal tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan ukuran potongan dan ketebalan daging buah pala sebelum melalui proses pengeringan menggunakan freeze dryer.

Tabel 1 Rendemen dan kadar air tepung daging buah pala Sampel Rendemen tepung (%) Kadar air (%)

Keterangan: huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)

A = Pala gebe biji bulat muda D = Pala gebe biji lonjong tua

B = Pala gebe biji bulat tua E = Pala bogor muda

C = Pala gebe biji lonjong muda F = Pala bogor tua

(23)

9 Abdullah (2009), ekstraksi senyawa polifenol dalam buah pala dapat dioptimalkan dengan menggunakan metanol, karena larutan ekstrak metanol memberikan nilai kapasitas antioksidan tertinggi dibandingkan dengan kapasitas antioksidan ekstrak heksana, kloroform, dan aseton 70%.

Karakteristik Sifat Fisik Buah Pala

Deskripsi dan penampakan buah pala

Analisis penampakan, dimensi, tekstur dan proporsi daging buah pala dilakukan untuk mengenali karakter buah pala yang dianalisis. Hasil analisis deskripsi dan penampakan buah pala disajikan pada Tabel 2 dan gambar buah pala yang dianalisis dapat dilihat pada Gambar 1.

A C E

B D F

Gambar 1 Penampakan beberapa jenis buah pala

Keterangan : A= pala gebe biji bulat muda; B= pala gebe biji bulat tua; C= pala gebe biji lonjong muda; D= pala gebe biji lonjong tua; E= pala bogor muda; F= pala bogor tua

Menurut Nurdjannah (2007), buah pala (Myristica spp.) memiliki bentuk

peer, lebar, dengan ujung meruncing dan biji berbentuk bulat telur hingga lonjong. Buah pala yang sudah tua memiliki warna kuning pucat, daging buah membelah, kulit tempurung biji berwarna coklat dengan fuli berwarna merah. Buah pala tua dipetik pada umur 9 bulan, sedangkan untuk buah pala muda dipetik pada umur 4‒5 bulan. Penelitian mengenai keragaman spesies pala di wilayah Maluku utara telah dilakukan. Berdasarkan pendekatan dan kesamaan analisis morfologi yang telah dilakukan oleh Sri et al. (2012)sampel A dan B termasuk ke dalam spesies

(24)

10

spesies Myristica sp (pala Patani), dan sampel E dan F termasuk ke dalam spesies

Myristica fragrans (pala Banda).

Tabel 2 Penampakan dan deskripsi buah pala Sam telur, berwarna coklat kehitaman dengan fuli berwarna merah tua. lonjong, berwarna coklat muda dengan fuli berwarna putih lonjong, berwarna putih coklat muda, dengan fuli berwarna putih

Keterangan: A= pala gebe biji bulat muda; B= pala gebe biji bulat tua; C= pala gebe biji lonjong muda; D= pala gebe biji lonjong tua; E= pala bogor muda; F= pala bogor tua

Tekstur daging buah pala

Parameter tekstur yang diamati dalam penelitian adalah tingkat kekerasan daging buah pala. Tingkat kekerasan buah pala diukur berdasarkan kedalaman penetrasi jarum penetrometer menembus daging buah pala dalam selang waktu tertentu. Semakin besar angka penetrasi jarum, maka tingkat kekerasan daging buah pala semakin rendah. Hasil analisis kekerasan daging buah pala segar disajikan pada Tabel 3.

(25)

11 berbeda dengan pala gebe biji lonjong muda. Pala gebe biji bulat muda, pala gebe biji bulat tua, pala bogor muda, dan pala bogor muda memiliki tingkat kekerasan yang tidak berbeda nyata ditunjukkan oleh kehomogenan dalam satu subset.

Tabel 3 Kekerasan daging buah pala segar Sampel Penetrasi Jarum Penetrometer

Keterangan: huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)

A = Pala gebe biji bulat muda D = Pala gebe biji lonjong tua

B = Pala gebe biji bulat tua E = Pala bogor muda

C = Pala gebe biji lonjong muda F = Pala bogor tua

Data hasil analisis terlihat kecenderungan daging buah pala tua untuk setiap jenis pala yang dianalisis memiliki tingkat kekerasan yang lebih rendah dibandingkan daging buah pala muda. Tingkat kekerasan dan derajat kematangan buah dapat dipengaruhi oleh komposisi kandungan protopektin, pektin, dan asam pektat. Protopektin merupakan senyawa pektin yang tidak larut dan banyak ditemukan pada tanaman muda (Winarno 2002). Kandungan protopektin yang tinggi di dalam buah dapat menyebabkan buah memiliki tekstur yang keras. Menurut Pantastico (1993) selama proses pematangan buah ketegaran dinding sel akan berkurang karena terjadi proses perombakan protopektin yang tidak larut menjadi pektin yang lebih larut sehingga tekstur buah menjadi lebih lunak.

Proporsi daging buah pala (Edible portion)

Buah pala terdiri dari empat bagian yaitu kulit, daging buah, biji, dan fuli. Menurut Nurdjannah (2007), daging buah pala merupakan bagian terbesar dari buah pala dengan presentase lebih dari 70% dari berat buah. Edible portion atau proporsi daging buah merupakan perbandingan bobot daging buah pala terhadap bobot total buah. Hasil analisis proporsi daging buah pala disajikan pada Tabel 4.

(26)

12

Tabel 4 Proporsi daging buah pala Sampel Edible Portion (%)

Keterangan: huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05); A= pala gebe biji bulat muda; B= pala gebe biji bulat tua; C= pala gebe biji lonjong muda; D= pala gebe biji lonjong tua; E= pala bogor muda; F= pala bogor tua

Proporsi daging buah per bobot buah merupakan salah satu parameter yang digunakan oleh industri untuk memilih bahan baku yang digunakan. Untuk pemanfaatan buah pala di wilayah Maluku buah pala gebe biji lonjong muda dapat digunakan sebagai bahan baku karena memiliki proporsi daging buah yang lebih besar dibandingkan dengan buah pala gebe biji bulat. Besarnya proporsi daging buah pala dapat tidak hanya ditentukan oleh faktor genetik. Lingkungan dan kondisi tempat pala tumbuh berpengaruh terhadap pertumbuhan pohon pala karena berperan dalam menyediakan zat-zat hara yang diperlukan pohon pala untuk tumbuh.

Karakteristik Kimia dan Fungsional Daging Buah Pala

Komponen kimia penyusun buah-buahan terdiri atas air, karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin dan senyawa-senyawa lainnya. Presentase dari setiap komponen penyusun pada buah beragam dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik kimia buah yaitu jenis buah, lokasi tumbuh, kondisi geografis, dan umur buah. Hasil analisis komposisi kimia daging buah pala segar disajikan pada Tabel 5.

Kadar air

Air merupakan komponen dalam bahan pangan yang mempengaruhi tingkat kesegaran, stabilitas, keawetan pangan, aktivitas enzim, dan pertumbuhan mikroba (Kusnandar 2010). Aktivitas enzim seperti pholipenol oksidase dalam membentuk warna coklat pada buah-buahan sangat dipengaruhi oleh keberadaan ai bebas. Pada aktivitas air pangan yang rendah, ketersediaan air bebas tidak cukup sehingga reaksi enzimatis akan terhambat. Hasil analisis menunjukkan daging buah pala memiliki kadar air yang cukup tinggi yaitu sebesar 688.57 ‒ 890.11% basis kering (bk), sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek dan mudah mengalami kerusakan enzimatis. Selain itu kandungan air di dalam bahan pangan berperan dalam menentukan jumlah total padatan dan tekstur bahan pangan.

(27)

13 dan tidak berbeda nyata dengan daging buah pala lainnya, kecuali untuk daging buah pala bogor tua. Hasil analisis kadar air daging buah pala yang diperoleh cenderung sama dengan hasil penelitian Marzuki et al. (2008) daging buah pala memiliki kadar air berkisar 82.39 ‒ 83.56% bb (basis basah) atau sekitar 467.86

‒ 508.27% bk. Kadar air pada buah pala berkaitan erat dengan kondisi tanah dan iklim selama fase reproduksi tanaman (Marzuki et al. 2008).

Tabel 5 Karakteristik kimia daging buah pala Sam muda; D= pala gebe biji lonjong tua; E= pala bogor muda; F= pala bogor tua; bb = basis basah; bk= basis kering

Berdasarkan data hasil analisis dapat diketahui, daging buah buah pala dengan tingkat kematangan yang lebih tua memiliki kadar air yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan kadar air daging buah pala muda. Antarlina (2009) menyatakan buah yang muda umumnya memiliki kadar air yang lebih tinggi berpengaruh terhadap nilai gizi dan karakteristik sensori buah. Yan Jiang dan Wen (2015), menyatakan buah mulberry mengandung Fe yang cukup tinggi sehingga banyak digunakan sebagai obat anemia.

(28)

14

Kadar protein

Kandungan protein dalam bahan pangan bervariasi baik dalam jumlah maupun jenisnya. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan perbedaan komposisi kimia adalah faktor genetik, lingkungan tempat tumbuh, dan umur panen (Antarlina 2009). Kadar protein daging buah pala hasil analisis berkisar 3.90 ‒ 6.30% bk (Tabel 5). Analisis ragam (Lampiran 7) menunjukkan jenis buah pala berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar protein daging buah pala. Kadar protein tertinggi terdapat pada gebe biji bulat tua, sedangkan untuk kadar protein terendah terdapat pada pala gebe biji lonjong tua. Daging buah pala gebe biji bulat muda dan tua, serta daging buah pala bogor muda dan tua memiliki kadar protein yang tidak berbeda nyata sama secara statistik. Daging buah pala gebe biji lonjong muda dan tua memiliki kadar protein yang berbeda dan cenderung rendah dibandingkan dengan sampel lainnya. Menurut Marzuki et al. (2008), kandungan protein pada daging buah pala banda berkisar antara 0.31 ‒ 0.39% bb atau sekitar 1.7 ‒ 2.4% bk . Kadar protein hasil analisis cenderung lebih besar dibandingkan literatur.

Kadar lemak

Buah-buahan umumnya mengandung lemak yang cukup rendah. Berdasarkan hasil analisis kadar lemak cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kadar abu, protein, dan karbohidrat pada daging buah pala. Hasil analisis kadar lemak daging buah pala yang diperoleh berkisar antara 1.14 ‒ 2.41% bk (Tabel 5). Analisis ragam menunjukkan jenis buah pala berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar lemak daging buah pala (Lampiran 8). Kadar lemak tertinggi yaitu terdapat pada sampel pala gebe biji lonjong muda dan kadar lemak terendah terdapat pada pala gebe biji bulat tua.

Hasil analisis yang diperoleh cenderung sama dengan hasil penelitian Marzuki et al. (2008), kadar lemak daging buah pala Banda berkisar antara 0.23

‒0.28% bb atau sekitar 1.21 ‒ 1.71% bk. Komposisi kimia dipengaruhi oleh faktor genetik/ jenis pala, lingkungan lokasi pala tumbuh, dan tingkat kematangan pala yang dianalisis.

Kadar karbohidrat

(29)

15 Total fenol

Senyawa polifenol merupakan senyawa metabolit sekunder dari tanaman yang dikenal bermanfaat bagi tubuh manusia (Yilmaz 2006). Terdapat berbagai jenis senyawa fenolik diantaranya fenol sederhana, asam fenolik (benzoat dan turunan sianamat), kumarin, flavonoid, stilbenes, tannin, lignin dan lignan (Sakihama et al. 2002). Senyawa polifenol berpotensi sebagai senyawa antioksidan, namun juga dapat menyebabkan adanya rasa pahit dan astringent

pada teh, anggur merah dan beberapa jenis buah-buahan (Naczk dan Shahidi 2004; Lesschaeve dan Noble 2005). Aktivitas antioksidan dari senyawa fenol berhubungan dengan struktur senyawa fenol (Meskin et al. 2002). Keberadaan grup hidroksil pada posisi orto atau para dapat menghasilkan struktur quinoid yang stabil, dan grup metoksi pada posisi orto atau para adalah donor elektron yang efektif dalam menstabilkan radikal bebas (Meskin et al. 2002). Hasil analisis total fenol daging buah pala disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Total fenol daging buah pala. Sampel Total Fenol (mg GAE/g bk) pala gebe biji lonjong muda; D= pala gebe biji lonjong tua; E= pala bogor muda; F= pala bogor tua

Analisis total fenol daging buah pala dalam penelitian ini menggunakan sampel kering berupa tepung daging buah yang hasil freeze dryer. Daging buah pala memiliki kandungan air yang cukup tinggi sehingga memiliki peluang kerusakan mikrobiologis dan kerusakan enzimatis yang cukup besar sehingga dilakukan proses pengeringan menggunakan freeze dryer. Analisis ragam (Lampiran 10) menunjukkan jenis buah pala berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kandungan total fenol pada daging buah pala. Daging buah pala gebe biji lonjong muda (10.49 mg GAE/g bk), daging buah pala bogor muda (10.47 mg GAE/g bk), dan daging buah pala gebe biji lonjong tua (9.55 mg GAE/ g bk) memiliki kandungan total fenol yang lebih tinggi dibandingkan daging buah pala lainnya. Daging buah pala gebe biji bulat muda (6.05 mg GAE/g bk) memiliki kandungan total fenol terendah dibanding sampel lainnya dan tidak berbeda nyata dengan sampel daging buah pala gebe biji bulat tua (7.07 mg GAE/ g bk).

(30)

16

dibandingkan dengan daging buah pala yang lebih tua untuk jenis yang sama, kecuali pada sampel daging buah pala gebe biji bulat. Total fenol daging buah pala gebe biji bulat muda lebih rendah dibandingkan dengan pala gebe biji bulat tua namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05). Daging buah pala gebe biji lonjong muda dan pala bogor muda memiliki total fenol yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging buah pala gebe biji lonjong tua dan pala bogor tua. Menurut Ojala (2001) keberadaan enzim esterase dan cahaya matahari selama proses pematangan buah dapat menyebabkan penguraian senyawa fenolik sehingga menurunkan kadarnya di dalam buah.

Perbedaan kadar fenolik ini dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik yang akan menentukan proporsi kandungan senyawa kimia dalam tumbuhan. Kandungan senyawa metabolit sekunder dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat pala tumbuh. Satu jenis tanaman yang sama bila ditanam di tempat yang berlainan akan memiliki kandungan metabolit sekunder yang berbeda (Yenni 2012). Senyawa fenolik yang terdapat pada pala umumnya berasal dari minyak esensial dan lignan. Minyak esensial pala mengandung sabiene, safrole, terpinen-4-ol, elemicin, dan miristisin (Tan et al. 2013).

Kadar tanin

Tanin merupakan salah satu senyawa bioaktif yang termasuk ke dalam golongan polifenol yang larut dalam air dan pelarut organik (Sakihama et al. 2002). Senyawa tanin dihasilkan melalui polimerisasi flavonoid dan banyak terdapat pada tanaman kayu (Zeuthen dan Sorensen 2003). Hasil analisis kadar tanin daging buah pala disajikan pada Tabel 7. Analisis ragam (Lampiran 11) menunjukkan jenis buah pala berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar tanin daging buah pala. Daging buah pala bogor muda (9.55 mg/g bk), daging buah pala gebe biji lonjong muda (8.83 mg/g bk), dan daging buah pala gebe biji lonjong tua (8.68 mg/g bk) memiliki kadar tanin yang lebih tinggi dibandingkan daging buah pala lainnya. Daging buah pala gebe biji bulat tua (6.68 mg/g bk) memiliki karakteristik kadar tanin yang tidak berbeda nyata dengan daging buah pala gebe biji bulat muda (6.29 mg/g bk) dan daging buah pala bogor tua (7.49 mg/g bk).

Tabel 7 Kadar tanin daging buah pala. Sampel Kadar tanin (mg/g bk) pala gebe biji lonjong muda; D= pala gebe biji lonjong tua; E= pala bogor muda; F= pala bogor tua

(31)

17 lonjong muda dan tua, serta daging buah pala bogor muda dan tua. Hasil analisis diperoleh kadar tanin daging buah pala berkisar antara 6.29‒9.55 mg/g bk (Tabel 7). Hasil analisis kadar tanin yang diperoleh jauh lebih rendah dibandingkan kadar tanin yang diperoleh oleh Fidriany et al. (2004) yaitu berkisar 12.34% - 15.30% atau sekitar 123.4 – 153.0 mg/g. Perbedaan karakter kimia pada buah dapat disebabkan oleh faktor genetik, pemupukan, lingkungan geografis, iklim dan tingkat kematangan buah (Antarlina 2009).

Kapasitas antioksidan daging buah pala

Sebagian besar rempah-rempah mengandung senyawa kimia yang dapat berperan sebagai senyawa antioksidan (Jan et al. 2014). Aktivitas antioksidan pada rempah-rempah berasal dari senyawa fitokimia aktif yang mencangkup vitamin, karotenoid, terpenoid, alkaloid, flavonoid, lignan, fenol sederhana, dan asam fenolik (Tan et al. 2013). Senyawa antioksidan alami memiliki peranan yang penting dalam mengurangi jumlah radikal bebas yang terdapat di dalam tubuh. Senyawa antioksidan dapat mencegah proses oksidasi karena mampu menangkap, mendeaktivasi atau memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas (Alanon et al. 2011).

Aktivitas antioksidan daging buah pala ini diduga berasal dari kandungan senyawa fenolik yang terdapat di dalamnya. Menurut Tan et al. (2013) buah pala mengandung senyawa fenolik yang mampu bertindak sebagai senyawa antioksidan. Hasil penelitian Dewi (2014) menunjukkan terdapat korelasi positif antara aktivitas antioksidan dan kandungan senyawa fenol pada ekstrak daun singkong. Pengujian kapasitas antioksidan ekstrak metanol daging buah pala pada penelitian menggunakan senyawa radikal DPPH. Kapasitas antioksidan yang diperoleh dibandingkan dengan kapasitas antioksidan yang dihasilkan oleh asam askorbat. Nilai kapasitas antioksidan yang diperoleh dinyatakan dalam satuan mg AEAC/g bk. Hasil analisis kapasitas antioksidan daging buah pala disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Kapasitas antioksidan ekstrak metanol daging buah pala Sampel Kapasitas antioksidan (mg AEAC/g bk)

A 2.19b ± 0.04 muda; D= pala gebe biji lonjong tua; E= pala bogor muda; F= pala bogor tua

(32)

18

bulat tua (2.00 mg AEAC/g bk) Surveswaran et al. (2006) melaporkan kapasitas antioksidan daging buah pala India yaitu sekitar 13.31 TEAC mmol/100g bk.

Secara kuantitatif terlihat kecenderungan kapasitas antioksidan daging buah pala muda lebih tinggi dibandingkan dengan daging buah pala tua untuk jenis yang sama. Selain itu, kapasitas antioksidan daging buah pala gebe biji bulat muda dan tua cenderung lebih rendah dibandingkan sampel lainnya. Kapasitas antioksidan pada daging buah pala berkaitan erat dengan kandungan senyawa fenolik pada daging buah pala tersebut. Hasil analisis senyawa fenolik menunjukkan daging buah pala muda memiliki total fenol dan kadar tanin yang lebih tinggi diandingkan dengan daging buah pala tua sehingga kapasitas antioksidannya cenderung lebih tinggi. Hasil analisis total fenol dan kadar tanin juga menunjukkan daging buah pala gebe biji bulat cenderung memiliki total fenol dan kadar tanin yang lebih rendah dibandingkan sampel lainnya, sehingga kapasitas antioksidan pada sampel tersebut juga relatif lebih rendah dibandingkan daging buah pala gebe biji lonjong dan pala bogor.

Perbedaan kapasitas antioksidan pada beberapa jenis pala dapat disebabkan oleh perbedaan kandungan dan aktivitas senyawa bioaktif yang terdapat pada sampel. Widyawati et al. (2010) menyatakan perbedaan aktivitas antioksidan dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti perbedaan kemampuan dalam menstransfer atom hidrogen ke radikal bebas, struktur kimia senyawa antioksidan, dan pH campuran reaksi. Selain itu aktivitas antioksidan dipengaruhi oleh jumlah serta posisi gugus hidroksil dan metil pada cincin. Molekul dengan gugus hidroksil lebih banyak memiliki kemampuan dalam mendonorkan atom hidrogen yang semakin besar.

Total asam tertitrasi (TAT) daging buah pala

Kandungan asam organik yang terdapat pada sayur-sayuran dan buah-buahan berperan penting dalam menentukan dan menjaga rasa, aroma, dan nilai gizi dari sayur-sayuran dan buah-buahan tersebut (Wu et al. 2012). Tanpa adanya asam organik (sitrat, malat, tartarat, oksalat) buah-buahan akan terasa sangat manis atau berasa hambar (Reineccius 1994). Menurut Aryati (2003) buah pala merupakan buah dengan tingkat keasaman yang cukup tinggi. Hasil analisis total asam tertitrasi daging buah pala disajikan pada Tabel 9. Hasil analisis ragam (Lampiran 13) menunjukkan jenis buah pala berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap total asam daging buah pala sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan.

Menurut hasil penelitian Das dan Savage (2012) daging buah pala mengandung asam oksalat sebesar 194 mg/100g DM (dry mass) atau sekitar 0.194%, sehingga dilakukan penghitungan total asam tertitrasi dengan asam oksalat. Daging buah pala memiliki nilai total asam berkisar antara 2.19 – 2.93% bk. Nilai TAT tertinggi terdapat pada daging buah pala bogor muda dengan nilai total asam sebesar 2.93%. Kandungan total asam terendah terdapat pada daging buah pala gebe biji bulat tua dengan nilai total asam sebesar 2.19%. Daging buah pala gebe biji lonjong muda dan tua memiliki nilai total asam yang relatif sama berdasarkan uji statistik dengan total asam sebesar 2.47% dan 2.45% bk.

(33)

19 diketahui daging buah pala gebe biji lonjong muda dan daging buah pala bogor muda memiliki kandungan total asam yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging buah pala tua untuk jenis yang sama.

Tabel 9 Total asam tertitrasi (%) daging buah pala Sampel Total asam tertitrasi (%)

A 2.19a± 0.03

B 2.70d ± 0.02

C 2.47c ± 0.03

D 2.45c ± 0.03

E 2.93e ±0.04

F 2.31b ± 0.06

Keterangan : huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05); TAT = Total asam tertitrasi; A= pala gebe biji bulat muda; B= pala gebe

biji bulat tua; C= pala gebe biji lonjong muda; D= pala gebe biji lonjong tua; E= pala bogor muda; F= pala bogor tua

Kandungan total asam dapat mempengaruhi tingkat keasaman buah. Semakin tinggi kandungan asam-asam organik pada bahan pangan, maka nilai keasamaannya akan meningkat. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh kandungan total asam berbeda-beda dan cenderung lebuh tinggi dibandingkan dengan literatur. Menurut Antarlina (2009) komposisi kimia pada buah dapat berbeda- beda disebabkan oleh faktor genetik, kondisi geografis, iklim tumbuh, dan tingkat kematangan buah.

Karakteristik Sensori Daging Buah Pala

Hasil analisis deskriptif daging buah pala disajikan dalam bentuk spider web

(34)

20

Gambar 2 Spider web atribut rasa asam, rasa pahit, dan rasa sepat daging buah pala

Pala gebe biji bulat muda dideskripsikan dengan rasa asam yang cenderung lebih dominan dibandingkan rasa sepat dan rasa pahitnya. Intensitas rasa asam, sepat, dan pahit pada sampel tersebut yaitu 9.94, 8.52. 6.21. Daging buah pala gebe biji bulat tua dideskripsikan dengan rasa sepat yang cenderung lebih dominan dibandingkan rasa asam dan rasa pahit. Intensitas rasa sepat, asam, dan pahit pada sampel tersebut secara berturut-turut yaitu 10.48, 8.88, dan 6.56.

Daging buah pala bogor muda dan tua dideskripsikan dengan rasa sepat. Rasa sepat pada kedua sampel tersebut lebih dominan dibandingkan rasa asam dan pahitnya. Intensitas rasa sepat, asam, dan pahit pada daging buah pala bogor mudasecara berturut-turut yaitu 10.01, 8.23, dan 7.11, sedangkan untuk daging buah pala bogor tua yaitu 10. 48, 8.88, dan 6.56. Atribut rasa pahit untuk keenam sampel daging buah pala tidak dominan dan cenderung tertutupi rasa sepat dan rasa asam yang terdapat pada daging buah pala.

(35)

21 Pemetaan dan Analisis Hubungan Karakteristik Kimia dengan Karakteristik

Sensori dan Fungsional Daging Buah Pala

Pemetaan sampel dan karakteristik buah pala menggunakan Principal Component Analysis (PCA) yang terdiri atas grafik scores, grafik x-loading, dan grafik biplot. Grafik biplot merupakan gabungan plot scores dan x-loading dari komponen-komponen utama. Grafik scores menerangkan hubungan antar sampel pala berdasarkan pemetaan posisi sampel. Sampel yang saling berdekatan menunjukkan sampel memiliki karakter yang hampir sama. Grafik x-loading

menerangkan hubungan antar variabel-variabel yang ditunjukkan oleh arah vektor dan sudut yang dibentuk oleh variabel- variabel (Aryati 2003). Vektor variabel yang searah menunjukkan antar variabel berkorelasi positif. Panjang garis vektor menunjukkan besarnya keragaman data dan besarnya sudut yang dibentuk oleh beberapa vektor menunjukkan keeratan antar variabel.

Representasi grafik biplot untuk variabel karakter kimia, sensori, dan fungsional daging buah pala disajikan pada Gambar 3. Presentase kumulatif PC 1 dan PC 2 sebesar 94.3% dari ragam, yang artinya variabel-variabel yang digunakan dalam analisis faktor mampu menjelaskan keragaman sebesar 94.3%. PC 1 menerangkan keragaman sebesar 77.7% dan pada PC 2 menerangkan keragaman data sebesar 16.6%.

Pemetaan dan analisis hubungan antara karakteristik sensori, kimia, dan fungsional daging buah pala

Berdasarkan grafik biplot (Gambar 3) terdapat korelasi positif antara total fenol, kadar tanin, TAT, kapasitas antioksidan, atribut rasa pahit, dan atribut rasa sepat yang ditunjukkan oleh garis vektor yang searah. Menurut Naczk dan Shahidi (2004); Lesschaeve dan Noble (2005), senyawa polifenol dapat menyebabkan adanya rasa pahit dan astringent/ sepat pada teh, anggur merah dan beberapa jenis buah-buahan. Tanin diketahui dapat menyebabkan terjadinya presipitasi protein pada kelenjar saliva melalui ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik yang menimbulkan adanya sensasi rasa sepat/ astringent (Laaksonen 2011). Sudut yang dibentuk antara variabel total fenol, dan kadar tanin terhadap variabel rasa sepat lebih besar dibandingkan dengan rasa pahit. Hal tersebut menunjukkan total fenol dan tanin lebih berkaitan erat dengan adanya rasa pahit dibandingkan rasa sepat pada daging buah pala.

Hasil analisis Pearson correlation (Tabel 10) menunjukkan terdapat pengaruh nyata (p<0.05) antara total fenol dan kadar tanin dengan atribut rasa pahit, namun tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap adanya rasa sepat pada daging buah pala (Tabel 10). Nilai korelasi tersebut menunjukkan senyawa polifenol berpengaruh nyata terhadap adanya rasa pahit dibandingkan dengan rasa sepat pada daging buah pala. Hasil Pearson correlation juga menunjukkan tidak terdapat korelasi yang nyata antara atribut rasa sepat dan rasa pahit pada daging buah pala sehingga interaksi antara atribut rasa sepat dengan adanya rasa pahit pada daging buah pala relatif lemah.

(36)

22

astringent pada teh hitam, sedangkan flavan-3-ols yang terdiri atas katekin dan epikatekin termasuk senyawa polifenol yang memiliki karaktersitik rasa pahit.

Sensasi rasa sepat dan pahit oleh senyawa polifenol karena senyawa tersebut dapat menyebabkan terjadinya pengendapan protein prolin PRPs (asam amino aromatik) dan histatin serta interaksi hidrofobik pada permukaan epitelium rongga mulut (Shimada 2006; Bajec dan Pickering 2008). Menurut Kusnandar (2010) residu beberapa jenis asam amino aromatik akan memberikan rasa pahit. Misnawi (2003) juga menyatakan pengendapan protein prolin dalam air ludah dapat mengakibatkan rasa pahit bersamaan dengan adanya senyawa alkaloid, asam amino, peptida, dan pirazin. Pengendapan PRPs juga dapat mengurangi kemampuan kelenjar saliva dalam melumasi rongga mulut sehingga muncul sensasi pengkerutan/ astringent (Clifford 1997). Menurut Horne et al (2002) sensasi astringent disebabkan oleh efek langsung dari astringent pada epitel mulut, PRPs berperan protektif dan mencegah astringency dengan mengikat senyawa polifenol sebelum senyawa tersebut berikatan dengan membran mukosa pada lidah.

Grafik biplot menunjukkan nilai TAT memiliki korelasi positif dengan atribut rasa sepat. Hal tersebut menunjukkan semakin tinggi kandungan total asam maka intensitas rasa sepat akan semakin tinggi. Menurut Karl dan Alexander (2001) beberapa jenis asam organik memiliki rasa yang cenderung lebih sepat/

astringent dibandingkan rasa asam, sehingga berkontribusi terhadap adanya rasa sepat/ astringent. Menurut Green (1993) senyawa polifenol merupakan senyawa yang paling berpengaruh terhadap adanya rasa sepat/ astringent dibandingkan dengan adanya asam, garam logam, dan alkohol. Grafik biplot mendiskripsikan atribut rasa sepat memiliki keeratan yang lebih besar terhadap TAT daging buah pala dibandingkan dengan senyawa fenol dan kadar tanin pada daging buah pala. Analisis Pearson Correlation juga menunjukkan nilai korelasi antara atribut rasa sepat dengan TAT lebih besar dibandingkan dengan senyawa fenol dan kadar tanin (Tabel 10), walaupun nilai korelasi tersebut tidak signifikan (p>0.05).

Hasil korelasi yang tidak signifikan menunjukkan sensasi rasa sepat diduga tidak hanya disebabkan oleh satu senyawa saja, namun dapat berupa kombinasi yang sinergis antara senyawa fenol dan asam organik organik pada daging buah pala dan zat-zat lain. Karl dan Alexander (2001) menyatakan penambahan asam dan senyawa polifenol ke dalam air dapat meningkatkan adanya rasa sepat, kombinasi dari kedua senyawa tersebut dapat menimbulkan adanya sensasi rasa sepat yang lebih kuat dibandingkan rasa asam. Hasil korelasi Pearson

menunjukkan terdapat korelasi negatif antara atribut rasa sepat dan rasa asam (Tabel 10). Hal tersebut menunjukkan semakin besar intensitas rasa sepat maka intensitas rasa asam yang terdeteksi akan semakin berkurang.

Karl dan Alexander (2001) menyatakan mekanisme terbentuknya sensasi rasa sepat/ astringency oleh asam disebabkan oleh proses interaksi antara protein pada saliva dan senyawa polifenol. Penambahan asam-asam organik dapat meningkatkan pengendapan protein yang terdapat pada kelenjar saliva sehingga menimbulkan sensasi sepat/ astringent. Sensasi sepat/ astringent dari senyawa fenolik umumnya meningkat pada pH rendah (Kallithraka et al. 1997 di dalam Karl dan Alexander 2001).

(37)

23 menunjukkan semakin besar kandungan TAT yang terdapat pada buah pala maka intensitas rasa asam yang terbentuk akan semakin rendah. Hasil analisis yang diperoleh berbeda dengan literatur. Aurswald et al. (1999) menyatakan terdapat korelasi positif yang signifikan antara nilai TAT pada buah tomat dengan intensitas rasa dan flavor tomat. Analisis korelasi menunjukkan kandungan TAT berkorelasi negatif dan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap atribut rasa asam (Tabel 10). Analisis korelasi (Tabel 10) menunjukkan atribut rasa asam memiliki korelasi negatif terhadap atribut rasa sepat dan pahit dengan nilai signifikansi yang tidak nyata. Hal tersebut menunjukkan korelasi dan interaksi yang lemah antara atribut rasa asam dengan rasa sepat dan pahit.

Perbedaan hasil analisis yang diperoleh diduga karena rasa sepat yang terdapat pada daging buah pala lebih dominan dibandingkan rasa asam. Asam-asam organik yang terdapat di dalam buah bersinergi dengan senyawa polifenol dalam membentuk sensasi rasa sepat sehingga intensitas rasa sepat lebih tinggi dibandingkan intensitas rasa asam pada daging buah pala. Menurut Peleg et al.

(1998) perpaduan antara senyawa fenolik dan asam dapat meningkatkan sensasi rasa sepat/ astringency.

Gambar 3 Grafik biplot beberapa jenis daging buah pala.

Keterangan: KA = Kapasitas antioksidan (mg AEAC/ g bk); T = Kadar Tanin (mg/g bk); F = Total fenol (mg GAE/ g bk); TAT = Total asam (%); P = rasa pahit; S = rasa sepat; AS= rasa asam; a = pala gebe biji bulat muda; b = pala gebe biji bulat tua; c= pala gebe biji lonjong muda; d= pala gebe biji lonjong tua; e= pala bogor muda; f= pala bogor tua

(38)

24

secara statistik, namun nilai korelasi yang diperoleh cukup besar yaitu 0.778. Hal tersebut menunjukkan kapasitas antioksidan pada daging buah pala dipengaruhi oleh adanya senyawa fenol dan tanin, namun senyawa tanin lebih berpengaruh nyata terhadap adanya kapasitas antioksidan pada daging buah pala.

Nilai kapasitas antioksidan meningkat seiring dengan semakin besarnya senyawa fenolik dan kadar tanin buah pala, ditunjukkan oleh nilai korelasi yang bernilai positif. Penelitian mengenai korelasi antara aktivitas antioksidan dengan kandungan senyawa fenolik telah banyak dilakukan. Jan et al. (2014) melaporkan terdapat korelasi yang kuat antara total fenol dari ekstrak kulit, daging buah dan biji dari buah pala dengan kemampuan dalam mereduksi radikal DPPH.

Tabel 10 Koefisien korelasi Pearson antara karakteristik kimia, karakteristik sensori, dan karakteristik fungsional daging buah pala.

Variabel Fenol Tanin TAT KA Sepat Asam Pahit

Fenol 1

Tanin 0.980** 1

TAT 0.528 0.559 1

KA 0.778 0.859* 0.564 1

Sepat 0.291 0.317 0.447 0.431 1

Asam -0.045 -0.132 -0.514 -0.572 -0.574 1

Pahit 0.845* 0.814* 0.444 0.820* 0.208 -0.504 1

Keterangan : TAT = total asam tertitrasi (0.1 N NaOH/100 g bk); KA= kapasitas antioksidan (mg AEAC/g bk); **= korelasi signifikan dan berpengaruh nyata pada p< 0.01; *= korelasi signifikan dan berpengaruh nyata pada p<0.05

Senyawa tanin dapat bersifat sebagai antioksidan karena kemampuannya dalam menstabilkan fraksi lipid dan keaktifannya dalam penghambatan lipoksigenase (Zeuthen dan Sorensen 2003). Dai dan Mumper (2010) menyatakan senyawa fenolik memiliki potensi sebagai antioksidan dan efek dalam mencegah stres oksidatif yang dapat menyebabkan penyakit misalnya kanker. Senyawa fenolik bersifat multifungsional karena mempunyai kemampuan sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkelat logam, dan pengubah oksigen singlet menjadi bentuk triplet. Efektivitas senyawa antioksidan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu energi aktivasi, konstanta kecepatan reaksi, potensi oksidasi reduksi, stabilitas terhadap radikal intermediet, dan kelarutannya.

Pemetaan buah pala berdasarkan karakteristik kimia, sensori, dan fungsional

(39)

25 Kelompok pertama terdiri atas daging buah pala bogor muda dan tua yang cenderung memiliki rasa sepat. Deskripsi sensori dengan spider web (Gambar 2) juga menunjukkan daging buah pala bogor muda dan tua dideskripsikan memiliki rasa sepat. Grafik biplot menunjukkan daging buah pala bogor muda memiliki nilai TAT, senyawa fenol dan kadar tanin yang tinggi. Total fenol dan tanin berkorelasi positif dan berpengaruh nyata (Tabel 10) terhadap adanya aktivitas antioksidan pada daging buah pala, sehingga daging buah pala bogor muda memiliki kapasitas antioksidan yang lebih besar dibandingkan pala lainnya.

Kelompok kedua yaitu daging buah pala gebe biji lonjong muda dan tua, serta daging buah pala gebe biji bulat muda dideskripsikan memiliki rasa asam. Rasa asam pada daging buah pala gebe biji lonjong tua lebih dominan ditunjukkan oleh pengeplotan sampel yang lebih dekat dengan garis vektor rasa asam dibandingkan dengan daging buah pala gebe lonjong muda dan daging buah pala gebe bulat muda. Hasil analisis sensori dengan QDA (Gambar 2) menunjukkan hasil yang sama, intensitas rasa asam tertinggi terdapat pada daging buah pala gebe biji lonjong tua. Daging buah pala gebe biji bulat muda dan daging buah pala gebe biji lonjong tua memiliki kandungan senyawa fenol, tanin, TAT yang rendah yang ditunjukkan oleh jarak pengeplotan antara vektor variabel fenol, tanin, dan TAT yang berlawanan dengan kedua sampel. Daging buah pala gebe biji lonjong muda memiliki kandungan senyawa tanin dan fenol yang cukup tinggi sehingga berpengaruh terhadap adanya rasa pahit pada daging buah pala tersebut walaupun rasa pahit pada sampel tersebut tidak dominan dibandingkan rasa asam.

Kelompok ketiga yaitu daging buah pala gebe biji bulat tua yang tidak memiliki kecenderungan rasa asam, sepat dan pahit. Posisi pengeplotan sampel terletak pada kuadran yang berlawanan dengan atribut rasa pahit sehingga daging buah pala gebe biji bulat tua memiliki rasa yang cenderung tidak pahit. Kandungan senyawa fenol, tanin, dan TAT pada sampel tersebut cenderung lebih rendah yang ditunjukkan oleh arah garis vektor yang berlawanan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(40)

26

gebe biji bulat muda memiliki karakteristik rasa asam; dan daging buah pala gebe biji bulat tua tidak memiliki kecenderungan karakteristik rasa sepat, asam, dan pahit.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjut menggunakan buah pala dengan umur panen dan tingkat kematangan yang berbeda agar diketahui lebih lanjut mengenai profil dan karakteristik buah pala.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah MI. 2009. Physicochemical profiling and detection of phenolic constituents with antioxidant and antibacterial activities of Myristica fragrans Houtt. Tesis. Malaysia (MY): Universitas Sains Malaysia.

Alanon ME, Vazquez LC, Maroto MCD, Gordon MH.2011. A study of the antioxidant capacity of oak wood used in wine aging and the correlation with polyphenol composition. J Food Chem. 128(4): 997-1002.doi:10.1016/j.foodchem.2011.04.005

Antarlina SS. 2009. Identifikasi Sifat Fisik dan Kimia Buah-buahan Lokal Kalimantan. Buletin Plasma Nutfah. 15(2): 80-90.

Aryati S. 2003. Karakterisasi sifat fisiko kimia dan deskripsi flavor daging buah beberapa aksesi pala (Myristica sp.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of Analysis of the Association of Official Analitycal Chemistry. 18th ed. Maryland (US): AOAC International.

Aurswald H, Peter P, Bruckner B, Krumbein A, Kunchenbuch R. 1999. Sensory analysis and instrumental measurement of short-term stored tomatoes (Lycopersicon esculentum Mill.). J Postharvest Biol Tech. 15(3): 323-334 Bajec MR, Pickering GJ. 2008. Astringency: Mechanisms and perception. Cri Rev

inFood Sci Nutr. 48(9): 858–875

Clifford MN. 1997. Astringency (Phytochemistry of Fruit and Vegetables).

Prosiding Phytochemical Society of Europe. 41:87-107.

Dai J, Mumper RJ. 2010. Plant phenolics: Extraction, analysis, and their antioxidant and anticancer properties. J Molecules. 15(10): 7313-7352.doi:10.3390/molecules15107313

Das SG, Savage GP. 2012. Total and soluble oxalate content of some Indian Spices. Plant Foods Hum Nutr. 67(2):186-190.doi 10.1007/s11130-012-0278-0 Dewi LK. 2014. Kadar total senyawa fenolik, flavonoid, dan aktivitas antioksidan ekstrak air dan ekstrak metanol daun singkong (Manihot esculenta Crantz).

Skripsi. Bogor(ID): IPB.

(41)

27 Fayed SA. 2009. Antioxidant and anticancer activities of Citrus reticulate

(Petigrain Mandarin) and Pelargonium graveolens (Geranium) Essential Oils. J Agr Biol Sci. 5(5): 740-747

Fidriany, Ruslan, dan Ibrahim. 2004. Karakteristik simplisia dan ekstrak daging buah pala (Myristica frangrans Houtt). Acta Pharmaceut Indonesia. Vol. XXIX, No. 1.

Fourie PC. 1996. Fruit and Human Nutrition. Di Dalam D. Arthey and P Asburs (ed). Fruit Processing. Cambridge (US): Chapman and Gall, Hlm 20-39. Green BG. 1993. Oral astringency: a tactile component of flavor. J Acta Psychol.

84(1):119-25.

Gundogdu M, Ozrenk K, Ercisli S, Kan T, Kodad T, Hegedus A. 2014. Organic acids, sugars, vitamin C content and some pomological characteristics of eleven hawthorn species (Crataegus spp.) from Turkey. J Biol Res. 47(1):21-25.doi: 10.1186/0717-6287-47-21.

Horne J, Hayes J, Lawless HT. 2002. Turbidity as a measure of salivary protein reactions with astringent substances. J Chem Sens. 27(7):653-659.

Jan RA, Simon BW, Joni K, Siegfried B. 2014. Antioxidant potential of flesh, seed and mace of nutmeg (Myristica fragrans Houtt). Int J ChemTech Res. 8(4): 2460-2468.

Kallithraka S, Bakker J, Clifford MN. 1997. Effect of pH on astringency in model solutions and wines. J Agr Food Chem. 45(6): 2211–2216.doi: 10.1021/jf960871l.

Karl J S. Alexander W Chassy. 2001. An alternate mechanism for the astringent sensation of acids. J Food Qual Prefer. 15(1): 13-18.

Kusnandar F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Jakarta(ID): PT Dian Rakyat

Laaksonen O. 2011. Astringent food compounds and their interactions with taste properties [skripsi]. Finlandia (FI): Universitas Turku

Lesschaeve I, Noble AC. 2005. Polyphenols: Factors influencing their sensory properties and their effects on food and beverages preferences. Am J Clin Nutr. 8(1): 330S–335S.

Marzuki I, Uluputty MR, Aziz SA, dan Surahman M. 2008. Karakterisasi morfoekotipe dan proksimat Pala Banda (Myristica fragrans Houtt.). Buletin Agronomi. 36(2): 146 – 152.

Meskin MS, Bidlack WR, Davies AJ, Omaye ST. 2002. Phytochemicals in Nutrition and Health. London (UK): CRC Pr.

Misnawi, Jinap S. 2003. Effect of Cocoa Bean Polyphenols on Sensory Properties and Their Changes during Fermentation. J Pelita Perkebunan. 19(2): 90-103. Naczk M, Shahidi F. 2004. Extraction and analysis of phenolics in food. J

Chromatographya. 1054(1-2): 95-111.doi.10.1016/j.chroma.2004.08.059. Nurdjannah N. 2007. Teknologi Pengolahan Pala. Balai besar penelitian dan

Pengembangan Pascapanen Pertanian

Ojala T. 2001. Biological screening of plant coumarins [disertasi]. Finlandia (FI): Universitas Helsinki.

(42)

28

Peleg H, Bodine KK, Noble AC. 1998. The influence of acid on astringency of alum and phenolic compounds. J Chem Sens. 23(3): 371–378.

Puertolas E, Orte PH, Slanada G, Alvarez I, Raso J. 2010. Improvement of wine making process using pulsed electric fields at pilot-plant scale. Evolution of chromatic parameters and phenolic content of Cabernet Sauvignon red wines. J Food Res. 43(3): 761-766.doi.10.1016/j.foodres.2009.11.005

Rismunandar. 1990. Budidaya dan Tata Niaga Pala. Jakarta (ID): Penebar Swadaya

Sakihama Y, Cohen MF, Grace SC, Yamasaki H. 2002. Plant phenolic antioxidant and prooxidant activities: phenolics-induced oxidative damage mediated by metals in plants. J Toxicology. 177(1):67-80.doi.10.1016/S0300-483X(02)00196-8.

Shimada T. (2006). Salivary proteins as a defense against dietary tannins. J Chem Ecol. 32(6): 1149–1163

Singh DP, Marimuthu CS, de Heluani, Catalan C. 2005. Antimicrobial and Antioxidant Potentials of Essenstial Oil and Acetone Extract of Myristica fragrans Houtt (aril part). J Food Sci. 70(2):M141-M148.doi: 10.1111/j.1365-2621.2005.tb07105.x

Sri SD, Sudarsono, Djoefrie HMHB, Yudiwanti WEK. 2012. Keragaman spesies pala (Myristica spp.) Maluku Utara berdasarkan penanda morfologi dan agronomi. J Litri. 18(1): 1-9

Stone H, Sidel JL. 1993. Descriptive analysis. Di dalam: Stone, H., Sidel JL (Eds.). Sensory Evaluation Practices. San Diego California (US): Academic Pr. Sudarmadji S, Bambang H, dan Suhardi, 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan

Makanan dan Pertanian. Bandung(ID): Penerbit Angkasa.

Surveswaran S, Cai YZ, Corke H, Sun M. 2006. Systematic evaluation of natural phenolic antioxidants from 133 Indian medicinal plants. J Food Chem. 102(3): 938–95. doi.org/10.1016/j.foodchem.2006.06.033.

Tan KP, Khoo HE, Azrina A. 2013. Comparison of antioxidant components and antioxidant capacity in different parts of nutmeg (Myristica fragrans). J Food Res. 20(3):1049-1052.

Widyawati PS, Wijaya CH, Harjosworo PS, Sajuthi D. 2010. Pengaruh ekstraksi dan fraksinasi terhadap kemampuan menangkap radikal bebas DPPH ( 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) ekstrak dan fraksi daun beluntas (Pluchea indica Less.). Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. ISSN: 1411-4216.

Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

Wu BH, Zhao JB, Chen J, Xi HF, Jiang Q, Li SH. 2012. Maternal inheritance of sugars and acids in peach (P. persica (L.) Batsch) fruit. J Euphytica. 188(3): 333–345. doi:10.1007/s10681-012-0668-2

Yan Jiang, Wen-Jinh Nie. 2015. Chemical properties in fruits of mulberry species from the Xinjiang province of China. J Food Chem. 174:460-466.doi 10.1016/j.foodchem.2014.11.083

Yenni. 2012. Ameliorasi tanah sulfat masam potensial untuk budidaya tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.). J Lahan Suboptimal. 1(1): 40-49. Yilmaz Y. 2006. Novel uses of catechins in foods. J Trends Food Sci Tech. 17(2):

(43)

29 Zeuthen,P. and L.B.Sorensen. 2003. Food Preservation Techniques. England

Gambar

Gambar 1 Penampakan beberapa jenis buah  pala
Tabel 2  Penampakan dan deskripsi buah pala
Tabel 4  Proporsi daging buah pala
Tabel 5  Karakteristik kimia daging buah pala
+4

Referensi

Dokumen terkait