KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN SELAR KUNING
Selaroides leptolepis
(Cuvier 1833) DI PERAIRAN SELAT SUNDA
YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN BANTEN
LARAS SUCIATI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Kajian Stok Sumber Daya Ikan Selar Kuning Selaroides Leptolepis (Cuvier 1833) di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan, Banten’’ adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2014
Laras Suciati
ABSTRAK
LARAS SUCIATI. Kajian Stok Sumber Daya Ikan Selar Kuning Selaroides leptolepis (Cuvier 1833) di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan, Banten. Dibimbing oleh YONVITNER dan MENNOFATRIA BOER.
Ikan selar kuning merupakan salah satu ikan pelagis yang memiliki nilai ekonomis penting dan merupakan ikan tangkapan dominan di PPP Labuan. Populasi ikan selar kuning dikhawatirkan akan menurun akibat penangkapan yang dilakukan secara terus menerus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji stok ikan selar kuning (Selaroides leptolepis) di perairan Selat Sunda yang meliputi pertumbuhan, mortalitas, dan laju eksploitasi. Penelitian dilakukan di PPP Labuan pada bulan Juni-Oktober 2013. Ikan contoh yang diamati mencapai 752 ekor dengan kisaran panjang antara 81-168 mm. Ikan selar kuning memliki pola pertumbuhan allometrik negatif dan ukuran pertama kali matang gonad mencapai 157 mm. Parameter pertumbuhan yang diduga menggunakan metode Ford Walford menunjukan pertumbuhan ikan selar kuning betina lebih cepat dibandingkan ikan jantan dengan laju pertumbuhan masing-masing sebesar 0,42 dan 0,36. Laju eksploitasi ikan selar kuning melebihi laju eksploitasi optimum sehingga ikan selar kuning diperairan Selat Sunda telah mengalami tangkap lebih. Upaya optimum yang diduga menggunakan metode Schaefer menunjukan nilai sebesar 1089 trip/tahun dengan hasil tangkapan maksimum lestari 1977 ton/tahun dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan 1423 ton/tahun. Pengelolaan ikan selar kuning sebaiknya melalui pengaturan upaya penangkapan dan pengaturan ukuran mata jaring lebih dari 6 cm.
Kata kunci: eksploitasi, hasil tangkapan maksimum lestari, ikan selar kuning, dan pertumbuhan.
ABSTRACT
LARAS SUCIATI. Fish Stock Assesment of Yellowstripe Scad Selaroides leptolepis (Cuvier 1833) in Sunda Strait landed on PPP Labuan, Banten. Supervised by YONVITNER and MENNOFATRIA BOER.
allowable catch 1423 tonnes/year. Management that can be suggested is setting fishing effort and mesh size more than 6 cm.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan
KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN SELAR KUNING
Selaroides leptolepis
(Cuvier 1833) DI PERAIRAN SELAT SUNDA
YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN BANTEN
LARAS SUCIATI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Kajian Stok Sumber Daya Ikan Selar Kuning Selaroides leptolepis (Cuvier 1833) di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan, Banten
Nama : Laras Suciati NIM : C24100060
Program studi : Manajemen Sumber Daya Perairan
Disetujui oleh
Dr Yonvitner, SPi MSi Pembimbing I
Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul “Kajian Stok Sumber Daya Ikan Selar Kuning Selaroides Leptolepis (Cuvier 1833) di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan, Banten”.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. IPB yang telah memberikan kesempatan untuk studi.
2. Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) yang telah memberikan bantuan dana perkuliahan.
3. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), DIPA IPB Tahun Ajaran 2013, kode Mak:2013. 089. 521219, Penelitian Dasar untuk Bagian, Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitan dan Pengabdian kepada Masyarakat, IPB dengan judul
“Dinamika Populasi dan Biologi Reproduksi Sumberdaya Ikan Ekologis
dan Ekonomis Penting di Perairan Selat Sunda, Provinsi Banten” yang dilaksanakan oleh Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA (sebagai ketua peneliti) dan Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi (sebagai anggota peneliti).
4. Dr Yonvitner, SPi MSi dan Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA sebagai pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini.
5. Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc selaku penguji tamu dan Dr Majariana Krisanti, SPi MSi selaku perwakilan komisi pendidikan Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan atas saran dan masukan dalam penyempurnaan karya ilmiah ini.
6. Dr Ir Niken Tunjung Murti Pratiwi, MSi sebagai dosen pembimbing akademik atas arahan dan masukan selama penulis melaksanakan studi. 7. Orang tua (Mamah dan Ayah), Adik (Muhammad Fadilah Akbar dan
Syafa’a Maulidya), Muhammad Nurfadillah, dan seluruh keluarga atas segala bantuan moril maupun materil.
8. Staf Tata usaha Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Bapak Suminta, dan Staf DKP Kabupaten Pandeglang.
9. Teman-teman MSP 47 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, teman-teman tim labuan, Indah Silvariani, Novia Akmaliyah H, Annisa Primanitasari, Deti Triani, Fitri Sarah Iskandar, Siti Sarah, Annisa Windita, dan Zeta Fadilah I atas segala bentuk bantuan yang diberikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
.
Bogor, Mei 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 1
METODE
Lokasi dan Waktu 2
Pengumpulan Data 3
Analisis Data 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil 8
Pembahasan 19
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 22
Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 22
LAMPIRAN 25
DAFTAR TABEL
1 Penentuan TKG secara morfologi (Cassie 1956 in Effendie 2002) 3 2 Proporsi ikan selar kuning jantan dan betina contoh 9 3 Parameter pertumbuhan ikan selar kuning contoh 16 4 Mortalitas dan laju eksploitasi ikan selar kuning contoh 17 5 Hasil tangkapan (ton) dan upaya penangkapan (trip) 18 6 Perbandingan parameter pertumbuhan ikan selar kuning 20
DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi pengambilan contoh ikan 2
2 Ikan selar kuning (Selaroides leptolepis) 2
3 Komposisi hasil tangkapan ikan di PPP Labuan 9 4 Tingkat kematangan gonad ikan selar kuning betina contoh 10 5 Tingkat kematangan gonad ikan selar kuning jantan contoh 10 6 Proporsi ikan selar kuning contoh yang telah matang gonad 11 7 Hubungan panjang bobot ikan selar kuning total contoh 11 8 Hubungan panjang bobot ikan selar kuning betina contoh 12 9 Hubungan panjang bobot ikan selar kuning jantan contoh 12 10 Pergeseran modus panjang ikan selar kuning total contoh 13 11 Pergeseran modus panjang ikan selar kuning betina contoh 14 12 Pergeseran modus panjang ikan selar kuning jantan contoh 15 13 Pertumbuhan von Bertalanffy ikan selar kuning total contoh 16 14 Pertumbuhan von Bertalanffy ikan selar kuning betina contoh 17 15 Pertumbuhan von Bertalanffy ikan selar kuning jantan contoh 17 16 Pendugaan fMSY dan MSY ikan selar kuning contoh 18
DAFTAR LAMPIRAN
1 Proses penentuan laju mortalitas total (Z) melalui kurva yang
dilinerakan berdasarkan data panjang 25
2 Uji Chi square ikan selar kuning contoh 27
3 Tingkat kematangan gonad ikan selar kuning contoh 27 4 Ukuran pertama kali matang gonad ikan selar kuning contoh 28 5 Hubungan panjang bobot ikan selar kuning contoh 29 6 Sebaran frekuensi panjang berdasarkan waktu pengambilan contoh 29
7 Sebaran kelompok umur ikan contoh 30
8 Pendugaan parameter pertumbuhan ikan selar kuning contoh 30
9 Standarisasi alat tangkap 31
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan selar kuning (Selaroides leptolepis) merupakan salah satu sumber daya ikan yang terdapat di Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan, Banten. Ikan selar kuning di Selat Sunda merupakan ikan yang ditangkap sepanjang tahun (Yusfiandani 2004). Ikan selar kuning memiliki nilai ekonomis penting di Selat Sunda dengan permintaan pasar terhadap ikan selar kuning yang cukup tinggi. Menurut Atmaja et al. (2003) sumberdaya ikan pelagis seperti Sardinella spp.,
Rastrelliger brachysoma, Dusumieria acuta, dan Selar spp. di Laut Jawa dan Selat Sunda memiliki nilai ekonomis tinggi. Permintaan pasar yang tinggi beresiko pada kegiatan penangkapan yang tinggi sehingga dapat menurunkan volume produksi ikan selar kuning. Hal ini dibuktikan dengan statistik mengenai volume produksi hasil tangkapan ikan selar kuning di kabupaten Pandeglang Banten yang cenderung mengalami penurunan dari tahun 2003-2013 (DKP Kabupaten Pandeglang 2013).
Ikan selar kuning ditangkap dengan menggunakan beberapa alat tangkap diantaranya: pukat pantai, payang, dan purse seine. Menurut Irhamni (2009) penggunaan alat tangkap pukat pantai, payang, dan purse seine di Labuan bersifat tidak ramah lingkungan atau tidak selektif, karena ukuran mata jaring yang kecil dapat menyebabkan ikan-ikan berukuran kecil serta ikan yang belum matang gonad ikut tertangkap pada jaring nelayan. Kegiatan penangkapan ikan selar kuning yang dilakukan secara terus-menerus serta penggunaan alat tangkap yang tidak selektif dapat mempengaruhi keberadaan dan mengubah status stok sumberdaya ikan selar kuning di perairan Selat Sunda. Pertimbangan ini menjadi dasar perlunya pengkajian stok terhadap ikan selar kuning di perairan Selat Sunda. Informasi mengenai status stok tersebut dapat digunakan sebagai alternatif pengelolaan sumberdaya ikan selar kuning demi mewujudkan pemanfaatan sumberdaya ikan selar kuning yang lestari dan berkelanjutan.
Perumusan Masalah
Keberadaan ikan selar kuning sebagai salah satu ikan ekonomis penting menyebabkan kegiatan penangkapan ikan selar kuning meningkat setiap tahunnya. Kegiatan penangkapan yang semakin meningkat dapat mengakibatkan adanya upaya tangkap lebih yang dapat menyebabkan penurunan stok ikan selar kuning di Selat Sunda. Perlu dilakukan kajian dalam rangka pengelolaan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan pada stok sumberdaya ikan selar kuning di Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan, Banten.
Tujuan Penelitian
2
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Provinsi Banten. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai Oktober 2013 dengan selang waktu pengambilan contoh ± 20 hari. Lokasi pengambilan contoh disajikan pada Gambar 1. Pengamatan data biologi dilaksanakan di Laboratorium Biologi Perikanan, Bagian Manajemen Sumber Daya Perikanan, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Alat yang digunakan adalah alat pengukuran dan alat pencatatan, sedangkan bahan yang digunakan adalah ikan selar kuning (Gambar 2).
Gambar 1 Lokasi pengambilan contoh ikan
3 Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer meliputi data panjang, bobot, jenis kelamin, dan tingkat kematangan gonad ikan selar kuning contoh sebanyak 752 ekor. Pengukuran panjang ikan dimulai dari mulut paling depan sampai ujung ekor (sirip kaudal) menggunakan penggaris. Bobot ikan yang meliputi bobot tubuh serta air yang terkandung di tubuh ikan ditimbang menggunakan timbangan digital. Jenis kelamin dapat diketahui dengan membedah ikan dan penentuan tingkat kematangan gonad ikan diamati melalui ciri-ciri morfologi kematangan gonad berdasarkan Cassie (1956) in Effendi (2002) yang disajikan pada Tabel 1. Pengumpulan data sekunder dilakukan selama penelitian berlangsung dengan mengumpulkan statistik produksi dan upaya penangkapan ikan selar kuning tahun 2003-2013 dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang,serta wawancara dengan beberapa nelayan dan masyarakat di sekitar PPP Labuan.
Tabel 1 Penentuan TKG secara morfologi (Cassie 1956 in Effendie 2002)
TKG Betina Jantan
Permukaan testes tampak bergerigi, warna makin putih dan ukuran makin besar
IV
Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi 1/2-2/3 rongga perut
Dalam keadaan diawet mudah putus, testes semakin pejal
V Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat didekat pelepasan
Testes bagian belakang kempis dan dibagian dekat pelepasan masih berisi
Analisis Data Nisbah kelamin
Nisbah kelamin adalah perbandingan dari jantan dan betina dalam suatu populasi. Nilai nisbah kelamin antara jantan dan betina diamati karena adanya perbedaan tingkah laku berdasarkan kelamin, kondisi lingkungan, dan penangkapan. Proporsi jantan betina ini dihitung menggunakan rumus (Effendie 1997):
4
pjadalah proporsi kelamin (jantan atau betina) (%), A adalah jumlah jenis ikan tertentu (jantan atau betina) (individu), dan B adalah jumlah total individu ikan yang ada. Keseimbangan antara jumlah jantan dan betina dalam suatu populasi uji khi kuadrat (χ2) (Steel dan Torrie 1980): sebaran khi kuadrat (Chi-square), oi adalah frekuensi ikan jantan dan betina yang
diamati, dan ei adalah frekuensi harapan ikan jantan dan betina.
Hubungan Panjang Bobot
Analisis hubungan panjang bobot dilakukan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan. Pola pertumbuhan ditentukan dengan persamaan berikut (Effendie 2002):
W = aLb (3)
W adalah bobot (gram), L adalah panjang (mm), a adalah konstanta dan b adalah dugaan pola pertumbuhan ikan (isometrik dan allometrik). Nilai a dan b diduga dari bentuk linear persamaan 3, yaitu:
log log a b log L (4)
Penduga a dan b yang digunakan diperoleh dari analisis regresi dengan log sebagai ordinat (y) dan log L sebagai absis (x), sehingga didapatkan persamaan:
5 Pola hubungan panjang dan bobot diperoleh dari kostanta b yang diduga berdasarkan b1yang diuji dengan hipotesis H0:b1 3 versus H1: b1 3
1. Jika b1 = 3, ikan memiliki hubungan isometrik (pertambahan bobot sebanding dengan pertambahan panjang).
2. Jika b1 3, ikan memiliki hubungan allometrik, yaitu: pertambahan bobot tidak sebanding dengan pertambahan panjang. Pola pertumbuhan allometrik terdiri dua macam yaitu allometrik negatif (b1 < 3) mengindikasikan pertambahan panjang lebih dominan dibandingkan dengan pertambahan bobotnya dan allometrik positif (b1 > 3) yang mengindikasikan pertambahan bobot lebih dominan dibandingkan dengan pertambahan panjang
Untuk menguji hipotesis tersebut digunakan uji statistika sebagai berikut: | -
| (9)
Sbadalah simpangan baku dugaan a atau b yang dihitung dengan:
s2 b1
s2
∑ni 1 i2-1n(∑ni 1 i)2 (10)
Ukuran Pertama Kali Matang Gonad
Penentuan panjang ikan pertama kali matang gonad (Lm) menggunakan sebaran frekuensi proporsi gonad yang telah matang (King 1995). Analisis data sebaran frekuensi tersebut dilakukan dengan cara:
a. Menentukan banyak kelas dan selang kelas panjang yang diperlukan b. Menentukan lebar selang kelas panjang
c. Menghitung frekuensi ikan secara keseluruhan dan frekuensi TKG III dan IV pada selang kelas panjang yang sudah ditentukan
d. Menentukan proporsi antara TKG III dan IV terhadap frekuensi total tiap selang kelas yang sudah ditentukan
e. Memplotkan pada sebuah grafik dengan panjang ikan sebagai sumbu horizontal dan proporsi gonad matang sebagai sumbu vertikal.
Persamaan tingkat kematangan gonad terhadap panjang ikan adalah: P = 1
1 e-r(L-Lm) 100 (11)
P adalah proporsi gonad yang telah matang pada selang kelas tertentu (%), r adalah kemiringan kurva sigmoid, L adalah panjang rata-rata pada selang kelas tertentu (mm), dan Lm adalah panjang pertama kali matang gonad (mm). Lm ditentukan berdasarkan perpotongan kurva persamaan 11 dengan titik proporsi pada 50%.
Identifikasi Kelompok Umur
Sebaran frekuensi panjang digunakan untuk menentukan kelompok umur. Data panjang ikan selar kuning dikelompokan kedalam beberapa kelas panjang sedemikian sehingga setiap kelas panjang ke-i memiliki frekuensi (fi). Pendugaan
6
separation) dengan bantuan software FISAT II. Menurut Boer (1996), jika fi
adalah frekuensi ikan dalam kelas panjang ke-i (i 1, 2, …, N), µj adalah rata-rata
panjang kelompok umur ke-j, σj adalah simpangan baku panjang kelompok umur
ke-j dan pj adalah proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j (j 1, 2, …, G),
fungsi objektif yang digunakan untuk menduga ̂j, σ̂j,p̂j adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum likelihood function):
L ∑Ni 1filog∑Gj 1pjqij (12)
ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap ̂j σ̂j, dan p̂j sehingga diperoleh dugaan ̂j, σ̂j, dan p̂j yang akan digunakan untuk menduga parameter pertumbuhan.
Penduga parameter pertumbuhan
Pendugaan laju pertumbuhan (K) dan panjang asismtotik (L∞) dilakukan dengan menggunakan metode Ford-Walford yang diturunkan dari model von Bertalanffy sebagai berikut (Sparre dan Venema 1999):
Lt L∞ 1-e- (t-t0) (14)
Untuk t sama dengan t+1, persamaan 13 dapat ditulis menjadi:
Lt 1 L∞ 1-e- (t 1-t0)) (15)
Lt+1 adalah panjang ikan pada saat umur t+1 (satuan waktu), L∞ adalah panjang
maksimum secara teoritis (panjang asimtotik), K adalah laju pertumbuhan (per satuan waktu), dan t0 adalah umur pada saat panjang ikan sama dengan nol.
Kedua persamaan terakhir disubstitusikan dan diperoleh persamaan:
Lt 1-Lt [L∞-Lt] 1-e- (16)
atau
Lt+1 L∞ 1-e-K)+e-KLt (17)
Persamaan 17 merupakan bentuk persamaan linier dengan L(t+1) sebagai
peubah tak bebas (y) dan Lt sebagai peubah bebas (x) yang memiliki kemiringan
7
menggunakan persamaan empiris Pauly (Pauly 1984 in Sparre dan Venema 1999): Log (-t0) = 0,3922 – 0,2752 Log L∞) – 1,038 (Log K) (20)
Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Menurut Sparre dan Venema 1999 parameter mortalitas meliputi mortalitas alami (M), mortalitas penangkapan (F), dan mortalitas total (Z). Mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinearkan berdasarkan data panjang sedemikian sehingga diperoleh hubungan:
ln LI L2)
t L1,L2 = h – Z t( L1 L2
2 ) (21)
Persamaan (21) diduga melalui persamaan regresi linear sederhana y= b0+b1x, dengan y= ln t LI L2)L1,L2 sebagai ordinat, x= (L1 L2 2) sebagai absis, dan Z=
-b1 (Lampiran 1).
Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut:
M = 0,8 exp (-0,152 – 0,279 ln L∞ + 0,6543 ln K + 0,463 ln T) (22) M adalah mortalitas alami (per satuan waktu), dan T adalah suhu rata-rata perairan (0C).
Setelah mortalitas total dan mortalitas alami diketahui, maka mortalitas penangkapan dapat ditentukan melalui hubungan:
F = Z – M (23)
Selanjutnya (Pauly 1984) menyatakan laju eksploitasi dapat ditentukan dengan membandingkan F dengan Z sebagai berikut:
E F (24)
F adalah mortalitas penangkapan (per satuan waktu), Z adalah mortalitas total (per satuan waktu), dan E adalah tingkat eksploitasi.
Model Produksi Surplus
8 dugaan Maximum Sustainable Yield (MSY) melalui penentuan turunan pertama sedemikian sehingga diperoleh dugaan fMSY dan MSY untuk model Schaefer:
f
MS = a serta dugaan fMSY dan MSY model Fox:f
MSY= -
1
b
(29)
dan
MSY = -1bea-1 (30)
Jumlah tangkapan yang diperbolehkan atau Total Allowable Catch (TAC) dihitung berdasarkan nilai potensi lestari yang sama dengan 90% dari nilai MSY, sedangkan TAC dihitung dengan 80% dari potensi lestari (Gulland 1971).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
9
Gambar 3 Komposisi hasil tangkapan ikan di PPP Labuan
Persentase hasil tangkapan ikan selar kuning mencapai 7% dari total hasil tangkapan ikan yang didaratkan di PPP Labuan. Ikan selar kuning merupakan ikan yang cenderung didaratkan setiap hari di Labuan dengan harga jual berkisar antara Rp 8.000-17.000/kg.
Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin merupakan perbandingan ikan jantan dan betina pada suatu populasi. Nisbah kelamin ikan selar kuning pada setiap pengambilan contoh disajikan pada Tabel 2. Ikan selar kuning contoh mencapai 752 ekor dengan komposisi ikan betina 221 ekor, ikan jantan 274 ekor dan 257 ekor tidak di identifikasi jenis kelaminnya.
Pada pengambilan contoh ke-3, 4, dan 6 proporsi ikan selar kuning betina selalu lebih sedikit dibandingkan proporsi ikan jantan, dan sebaliknya. Setelah diuji dapat disimpulkan bahwa perbandingan ikan selar kuning jantan dan betina dalam keadaan tidak seimbang (Lampiran 2).
Tabel 2 Proporsi ikan selar kuning jantan dan betina contoh
Tanggal pengamatan Nisbah Rasio
Betina Jantan Betina Jantan
10
Tingkat Kematangan Gonad
Tingkat kematangan gonad merupakan tahap-tahap tertentu perkembangan gonad ikan sebelum dan sesudah memijah. Kajian tingkat kematangan gonad bertujuan untuk menentukan perbandingan antara ikan yang sudah dan belum matang gonad dari stok di perairan, dan ukuran ikan saat matang gonad. Gambar 4 dan 5 menyajikan grafik sebaran tingkat kematangan gonad ikan selar kuning betina dan jantan.
Gambar 4 Tingkat kematangan gonad ikan selar kuning betina contoh
Gambar 5 Tingkat kematangan gonad ikan selar kuning jantan contoh
11 pada selang kelas 101-165 mm, dan TKG IV terdapat pada selang kelas 131-160 mm.
Panjang pertama kali ikan selar kuning matang gonad terjadi pada saat proporsi ikan contoh mencapai 50% yaitu pada panjang 157 mm (Lampiran 4). Hal ini berarti pada saat panjang ikan 157 mm ikan telah mengalami pemijahan minimal satu kali. Proporsi ikan selar kuning contoh yang telah matang gonad disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6 Proporsi ikan selar kuning contoh yang telah matang gonad
Hubungan panjang bobot
Analisis hubungan panjang bobot digunakan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan. Gambar 7, 8, dan 9 menyajikan hubungan panjang bobot ikan selar kuning.
12
Gambar 8 Hubungan panjang bobot ikan selar kuning betina contoh
Gambar 9 Hubungan panjang bobot ikan selar kuning jantan contoh
Hubungan panjang bobot ikan selar kuning total mengikuti persamaan W=0,0001L2,50. Ikan selar kuning betina mengikuti persamaan W=0,00001L2,89 dan ikan selar kuning jantan mengikuti persamaan W=0,000092,58. Setelah di uji dapat disimpulkan ikan selar kuning total, betina dan jantan memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif yaitu pertambahan bobot lebih lambat dibanding pertambahan panjangnya (p<0,05, Lampiran 5).
Kelompok umur
Analisis kelompok umur dilakukan pada setiap pengambilan contoh ikan. Hasil analisis pemisahan kelompok umur ikan selar kuning contoh disajikan pada Gambar 10, 11, dan 12. Pendugaan pertumbuhan ikan selar kuning ditunjukkan dengan pergesaran titik nilai tengah kelompok ukuran dari satu kohort.
13
14
15
16
Pendugaan pertumbuhan ikan selar kuning ditunjukkan dengan pergesaran titik nilai tengah kelompok ukuran dari satu kohort. Pergeseran modus ke arah kanan menunjukkan adanya pertumbuhan dan adanya modus baru menunjukkan terjadi rekruitmen. Pertumbuhan ikan betina dan jantan terjadi pada bulan Juli sampai awal September dan terjadi rekruitmen pada akhir bulan September. Nilai indeks sparasi ikan selar kuning yang memiliki lebih dari satu kelompok umur, didapatkan lebih dari dua (Lampiran 7). Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil pemisahan kelompok umur dapat diterima dan digunakan untuk analisis berikutnya.
Parameter pertumbuhan
Pendugaan parameter pertumbuhan ikan menggunakan model Ford-Walford (Lampiran 8) yang meliputi panjang asimtotik L∞), laju pertumbuhan (K), dan umur teoritik ikan pada saat panjang ikan nol (t0) disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Parameter pertumbuhan ikan selar kuning contoh
Parameter Total Betina Jantan
K (tahun) 0,27 0,42 0,36
L∞ mm) 193,06 190,21 192,06
t0 (bulan) -0,37 -0,24 -0,28
Gambar 13, 14, dan 15 menyajikan kurva pertumbuhan von Bertalanffy ikan selar kuning contoh. Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy untuk ikan selar kuning total, betina, dan jantan masing-masing adalah Lt =193,06[1-e-0,27(t+0,37)], Lt =190,21[1-e-0,42(t+0,24)], dan Lt =192,06[1-e -0,36(t+0,28)]. Ikan selar kuning betina memiliki panjang asimtotik sebesar 190,21 mm dengan koefisien pertumbuhan 0,42 sedangkan ikan jantan meiliki panjang asimtotik 192,06 mm dengan koefisien pertumbuhan 0,36. Laju pertumbuhan ikan betina lebih besar dibandingkan ikan jantan. Hal tersebut menunjukan ikan betina lebih cepat mencapai panjang asimtotik sehingga lebih cepat mengalami mortalitas alami.
17
Gambar 14 Pertumbuhan von Bertalanffy ikan selar kuning betina contoh
Gambar 15 Pertumbuhan von Bertalanffy ikan selar kuning jantan contoh
Mortalitas dan Laju eksploitasi
Mortalitas total (Z) merupakan tingkat kematian ikan yang disebabkan oleh faktor alami (M) dan penangkapan (F). Dugaan mortalitas dan laju eksploitasi ikan selar kuning contoh disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Mortalitas dan laju eksploitasi ikan selar kuning contoh
Parameter Nilai
Total Betina Jantan
Mortalitas alami (M) 0,44 0,59 0,53
Mortalitas penangkapan (F) 1,30 0,88 1,11
18
Mortalitas penangkapan (F) ikan selar kuning menunjukan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan nilai mortalitas alami (M). Laju eksploitasi ikan selar kuning sudah melebihi laju optimum sebesar 0,5 yang mengindikasikan ikan selar kuning telah mengalami tangkap lebih.
Model Produksi Surplus Ikan Selar Kuning
Data hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan selar kuning yang telah distandarisasi pada Lampiran 9 disajikan pada Tabel 5. Hasil tangkapan ikan selar kuning di PPP Labuan berfluktuatif dari tahun ke tahun. Produksi tertinggi terdapat pada tahun 2007 dan cenderung mengalami penurunan produksi hingga tahun 2013. Grafik model produksi surplus dengan pendekatan model Schaefer disajikan pada Gambar 16.
Tabel 5 Hasil tangkapan (ton) dan upaya penangkapan (trip)
Tahun Hasil tangkapan (ton) Upaya (trip)
2003 839,23 1129
Gambar 16 Pendugaan fMSY dan MSY ikan selar kuning contoh
Analisis produksi surplus ikan selar kuning menggunakan model Schaefer atau model Fox. Model Schaefer lebih tepat digunakan pada penelitian ini karena nilai koefisien determinasi (R2) model Schaefer lebih besar daripada model Fox.
19 Nilai upaya optimum (fMSY) dan Maximum Sustainable Yield (MSY) yang di
peroleh dari model Schaefer sebesar 1089 trip/tahun dan 1977 ton/tahun. Upaya dalam kondisi aktual (faktual) sebesar 1384 trip/tahun lebih besar dibandingkan
dengan upaya optimum (fMSY) sehingga diduga telah terjadi tangkap lebih
(overfishing) terhadap sumber daya ikan selar kuning.
Pembahasan
Pertumbuhan individu merupakan suatu pertambahan ukuran panjang atau berat pada periode waktu tertentu (Effendie 2002). Studi tentang pertumbuhan pada dasarnya merupakan penentuan ukuran badan sebagai suatu fungsi umur (Sparre dan Venema 1999). Pendugaan pertumbuhan ikan selar kuning ditunjukkan dengan pergesaran titik nilai tengah kelompok ukuran dari satu kohort pada setiap wakru pengambilan contoh. Pergeseran modus ke arah kanan menunjukkan terjadi pertumbuhan ikan (Sulistiono et al. 2001) sedangkan adanya modus baru menunjukkan terjadi rekruitmen. Pertumbuhan ikan betina dan jantan terjadi pada bulan Juli sampai awal September sedangkan ikan mengalami rekruitmen pada akhir bulan September. Nilai indeks sparasi yang diperoleh didapatkan lebih dari dua, hal tersebut menunjukkan bahwa hasil pemisahan kelompok ukuran ikan selar kuning dapat diterima. Indeks sparasi menggambarkan kualitas pemisahan dua kelompok umur yang berdekatan. Bila indeks sparasi kurang dari dua (I<2) maka tidak mungkin dilakukan pemisahan di antara dua kelompok umur, karena akan terjadi tumpang tindih yang besar antara keduanya atau modus yang diperoleh berupa modus palsu (Sparre dan Venema 1999).
Pola pertumbuhan ikan selar kuning betina, jantan, maupun secara total bersifat allometrik negatif yang artinya pertambahan bobot lebih lambat dibandingkan pertambahan panjangnya. Hal ini sesuai dengan penelitian Damayanti (2010) di perairan Teluk Jakarta dan Febrianti et al. (2013) di Laut Natuna yang menyebutkan bahwa ikan selar kuning memiliki pertumbuhan allometrik negatif. Adanya perbedaan pertambahan antara bobot dan panjang dapat disebabkan ikan yang tertangkap di dominasi oleh ikan ukuran kecil, yang pertumbuhan panjangnya lebih cepat dari pada bobotnya (Saputra et al. 2005). Nilai b yang diperoleh antara ikan betina, jantan maupun total berbeda-beda. Menurut Effendie (1997) pengaruh ukuran panjang dan bobot tubuh ikan sangat besar terhadap nilai b yang diperoleh sehingga secara tidak langsung faktor–faktor yang berpengaruh terhadap ukuran tubuh ikan akan mempengaruhi pola variasi dari nilai b. Ketersediaan makanan, tingkat kematangan gonad, dan variasi ukuran tubuh ikan–ikan contoh dapat menjadi penyebab perbedaan nilai b tersebut (Suwarni 2009).
20
ikan di suatu perairan sehingga mempengaruhi pula mortalitas. Berikut merupakan perbandingan mengenai parameter pertumbuhan ikan selar kuning dari beberapa penelitian yang disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Perbandingan parameter pertumbuhan ikan selar kuning Sumber Lokasi Nama
Perbedaan parameter pertumbuhan pada Tabel 6 disebabkan oleh variasi jumlah contoh yang digunakan (Widodo dan Suadi 2006), perbedaan kondisi perairan (Effendi 2002), perbedaan lokasi ikan tertangkap, kondisi lingkungan antara jantan dan betina (Sparre dan Venema 1999), perbedaan lama waktu pengambilan contoh, musim, ukuran ikan yang diambil, daerah penangkapan (Kasim dan Hamsa 1994).
21 lebih dahulu daripada ikan jantan sehingga didapatkan jumlah ikan jantan yang lebih banyak dibandingkan dengan ikan betina.
Laju eksploitasi ikan selar kuning dalam penelitian ini (Tabel 4) melebihi laju eksploitasi optimum sebesar 0,5 (Gulland 1971 in Pauly 1984) sehingga diduga ikan selar kuning di Selat Sunda telah mengalami tangkap lebih. Kondisi perikanan ikan selar kuning yang sudah mengalami tangkap lebih dapat mengakibatkan menurunnya potensi sumberdaya ikan tersebut. Perhitungan potensi melalui pendekatan maximum sustainable yield (MSY) dengan model produksi surplus digunakan untuk menduga upaya yang dapat menghasilkan tangkapan maksimum yang berkelanjutan tanpa berpengaruh terhadap produktivitas jangka panjang dari stok. Model yang digunakan adalah model Schaefer karena memiliki nilai koefisien determinasi (R2) yang lebih besar dibandingkan dengan model Fox. Model yang memiliki nilai R2 tertinggi menunjukan model tersebut mempunyai keterwakilan yang tinggi dengan model sebenarnya (Susilo 2002). Hasil yang diperoleh menunjukan upaya kondisi aktual (faktual) sebesar 1384 trip/tahun berada diatas fMSY (1089 trip/tahun). Hasil tersebut
menunjukan penambahan upaya yang melebihi fMSY tidak berdampak pada
peningkatan hasil tangkapan ikan. Hal ini dapat disebabkan karena adanya penurunan stok ikan selar kuning akibat adanya upaya tangkap lebih. King (1995) menyatakan bahwa spesies yang dieksploitasi akan berdampak pada tereduksinya ikan-ikan dewasa sehingga ikan dewasa lebih dahulu ditangkap sebelum sempat untuk bereproduksi, sehingga hal tersebut akan mengakibatkan tidak adanya rekruitmen yang masuk ke dalam stok dan pada akhirnya stok akan menipis sehingga lama kalamaan stok akan habis.
22
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Ikan selar kuning di perairan Selat Sunda diduga telah mengalami tangkap lebih dengan laju eksploitasi yang telah melebihi laju eksploitasi maksimum sebesar 0,5. Selain itu, upaya penangkapan ikan selar kuning dalam kondisi aktual lebih besar dibandingkan dengan kondisi upaya MSY (fMSY) sehingga
diduga telah terjadi tangkap lebih (overfishing).
Saran
Hasil yang didapatkan dari penelitian, ikan selar kuning memiliki laju pertumbuhan yang kecil. Hal tersebut dikarenakan ikan contoh memiliki ukuran yang seragam. Oleh karena itu, sebaiknya ikan yang dijadikan contoh dalam penelitian memiliki ukuran yang tidak seragam (ukuran ikan dari yang paling kecil sampai paling besar).
DAFTAR PUSTAKA
Atmaja SB, John H, Akhmad F. 2003. Pendugaan pertumbuhan bersih stok ikan pelagis di Laut Jawa dan sekitarnya. Buletin PSP. Vol 12 (2) ISSN 0251-286X.
Boer M. 1996. Pendugaan koefisien pertumbuhan (L∞, k, t0) berdasarkan data
frekuensi panjang. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. Vol 4(1): 75-84.
Brojo Muniarti & Sari RP. 2002. Biologi reproduksi ikan kurisi (Nemipterus tambuloides Blkr.) yang didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Labuan (Pandeglang). Jurnal Iktiologi Indonesia. Vol 2 (l): 1-5.
Damayanti W. 2010. Kajian stok sumberdaya ikan selar kuning (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) di Perairan Teluk Jakarta dengan menggunakan sidik frekuensi panjang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang. 2013. Statistik
perikanan tangkap tahun 2003-2013. Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. (Draft tahun 2013).
Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusantama.
Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusatama.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 1995. Code of conduct for responsible fisheries. FAO. Rome, Italy. 41p.
23 Gulland J. 1971. The Fish Resources of the ocean. England:Fishing News
Books.
Irhamni W. 2009. Potensi pengembangan usaha penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang dan dukungan PPP Labuan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Kasim HM, Hamsa KMSA. 1994. Carangid fishery ang yield per recruit analysis
of Caranx carangus (Bloch) and Caranx leptolepis Cuvier and
Valenciennes from Tuticorin waters. J mar boll Ass India. Vol 36 (1&2): 63-71
King M. 1995. Fisheries Biology:Assessment and Management. London:Fishing News Books.
Marasebessy MD. 1990. Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan dan reproduksi ikan seribu (Poecilia reticulata, 1860).71-78. in Balai Litbang Sumber Daya Laut, Puslitbang Oseanologi, LIPI, Ambon.
Nababan JMA. 1994. Kajian tingkat kematangan gonad ikan cakalang
Katsuwonus pelamis (Linn) hasil tangkapan nelayan di Perairan Cilacap [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pauly D. 1984. Fish Population Dynamic in Tropical waters:a manual for use with progfammable calculators. ICLARS Stud, Rev. 8:325 p.
Putri AK. 2013. Kajian stok sumber daya ikan selar kuning Caranx (Selaroides) leptolepis Cuvier dan Valenciennes yang didaratkan di PPN Karangantu, Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Saputra SW, Sukimin S, Boer M, Affandi R, Monintja DR. 2005. Dinamika populasi Udang Jari (Matapenaeus elegans de Man 1907) di Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. Vol 12 (1): 51-58.
Sparre P, Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis Buku e-manual (Edisi Terjemahan). Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan Pusat Penelitiaan dan Pengembangan Perikanan. Steel RGD, Torrie JH. 1980. Principle and Procedure of Statistic:a Biological
Approach. New York (NY): Mic Drow Hill Bool Company, Inc.
Sudradjat A. 2006. Studi pertumbuhan, mortalitas dan tingkat eksploitasi ikan selar kuning, Selaroides leptolepis (Cuvier dan Valenciennes) di perairan Pulau Bintan, Riau. Jurnal Perikanan. Vol 8 (2): 223-228.
Suhono W. 2005. Aspek biologi reproduksi dan pertumbuhan ikan lidah lumpur (Cynoglossus bilineatus Lacepede, 1802) di Perairan Pantai Mayangan, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sulistiono, Arwani M, Aziz KA. 2001. Pertumbuhan ikan belanank (Mugil dussumieri) di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Jurnal Iktiologi Indonesia. Vol 1(2): 39-47.
Susilo SB. 2002. Pendugaan stok dan daya dukung biomass ikan melalui data tangkapan ikan. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. Vol 9 (1): 99-108.
Suwarni. 2009. Hubungan panjang-bobot dan faktor kondisi ikan butana
24
Widodo J, Suadi. 2006. Pengelolaan Sumber daya Perikanan Laut. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada (ID): Pr.
Yusfiandayani, R. 2004. Studi tentang mekanisme berkumpulnya ikan pelagis kecil di sekitar rumpon dan pengembangan perikanan di Perairan Pasauran,Propinsi Banten [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Zulbainarni N. 2012. Teori dan Praktik Permodelan Bioekonomi dalam
25
LAMPIRAN
Lampiran 1 Proses penentuan laju mortalitas total (Z) melalui kurva yang dilinerakan berdasarkan data panjang
Berdasarkan persamaan tangkapan atau persamaan Baranov (Baranov 1918
in Sparre dan Venema 1999), tangkapan antara waktu t1 dan t2 sama dengan:
t1,t2 F N t1 -N t2 (1.1)
N(t1) adalah banyaknya ikan pada saat t1, N(t2) adalah banyaknya ikan pada saat
t2, F adalah mortalitas penangkapan, dan Z adalah mortalitas total. Fraksi ikan
yang mati akibat penangkapan, F disebut laju eksploitasi. Oleh karena:
N t2 N t1 e - (t1- t2) (1.2)
persamaan Baranov (1.2) dapat ditulis menjadi
t1,t2 N t1 F 1-e- (t1- t2) (1.3)
N t1 N Tr e - (t1-Tr) (1.4)
sehingga
t1,t2 N Tr e - (t1-Tr) F 1-e- (t1- t2) (1.5)
N (Tr) adalah rekrutmen. Selanjutnya dengan menggunakan logaritma di kiri dan kanan persamaan 1,5 diperoleh
ln t1,t2 d- t1 ln 1-e- (t1- t2) (1.6)
d N Tr Tr lnF (1.7)
jika t1- t2=t2- t3=...= suatu konstanta dengan satuan waktu diperoleh konstanta baru:
g d ln1-e- (t1- t2) (1.8)
sehingga persamaan (1.6) dapat ditulis menjadi
ln t1,t2 d- t1 (1.9)
26
Menurut Van Sickle (1977) in Sparre dan Venema (1999 ) cara lain dapat ditempuh untuk menyelesaikan (1.6) melalui
ln (1-e-x) ≈ ln (X)
-2 (1.11)
untuk X yang bernilai kecil (X<1,0), sehingga ln 1-e- (t1- t2) = ln Z(t
1 t2) – t22-t1) (1.12)
dan persamaan (1.6) dapat ditulis ln t1,t2)t2
-t1 = h - Zt1-
1
2 Z (t1 t2) (1.13)
atau
ln t,t t) t = h – Z (t+ 21 t) (1.14) selanjutnya, bentuk konversi data panjang menjadi data umur dengan menggunakan persamaan von Bertalanffy
t L t0- 1ln 1-LL
∞ (1.15)
Notasi tangkapan C(t1,t2) dapat diubah menjadi C(L1,L2)
C t,t t) = C (L1,L2) (1.16)
dan
t t L2 - t L1 1ln LL∞∞--LL12 (1.17)
Bagian (t+ 21 t) pada persamaan (1.14) dapat dikonversi kedalam notasi L1 dan L2
sehingga
t(L1)+ 21 t)≈ t L1 L2 2 t0- 1ln 1-L2L∞1 L2 (1.18)
sehingga
ln L1 L2 t L
1,L2 h- t L1 L2
27 yang membentuk persamaan linear dengan y = ln L t L1 L2
1,L2 sebagai ordinat dan x =
(L1 L2)
2 ) sebagai absis, dengan koefisien kemiringan persamaan (1.19) yaitu Z.
Lampiran 2 Uji Chi square ikan selar kuning contoh
Tanggal pengamatan
Nisbah Rasio Uji Chi-square
Kesimpulan
Lampiran 3 Tingkat kematangan gonad ikan selar kuning contoh a. Ikan selar kuning betina
Selang kelas TKG Jumlah Frekuensi relatif (%)
28
Lampiran 3 Tingkat kematangan gonad ikan selar kuning contoh (lanjutan) b. Ikan selar kuning jantan
Selang kelas TKG Jumlah Frekuensi relatif (%)
I II III IV I II III IV
Lampiran 4 Ukuran pertama kali matang gonad ikan selar kuning contoh
Selang kelas Frekuensi Proporsi F % P
Total Matang gonad Matang gonad
29 Lampiran 5 Hubungan panjang bobot ikan selar kuning contoh
a. Ikan selar kuning total
Koefisien Standar deviasi
Kemiringan (b) 2,50 0,04
thit 286,39
ttab 2,25
thit > ttab maka tolak Ho, dan b<3 maka alometrik negatif
b. Ikan selar kuning betina
Koefisien Standar deviasi
Kemiringan (b) 2,89 0,07
thit 3,94
ttab 2,26
thit > ttab maka tolak Ho, dan b<3 maka alometrik negatif
c. Ikan selar kuning jantan
Koefisien Standar deviasi
Kemiringan (b) 2,58 0,04
thit 222,62
ttab 2,25
thit > ttab maka tolak Ho, dan b<3 maka alometrik negatif
Lampiran 6 Sebaran frekuensi panjang berdasarkan waktu pengambilan contoh
Selang kelas
Frekuensi
18-Jun-13 07-Jul-13 27-Jul-13 16-Agust-13
30
Lampiran 6 Sebaran frekuensi panjang berdasarkan waktu pengambilan contoh (lanjutan)
Selang kelas
Frekuensi
06-Sep-13 26-Sep-13 13-Okt-13
T J B T J B T J B
Lampiran 7 Sebaran kelompok umur ikan contoh
Waktu pengamatan Kelompok
Umur
Panjang rata-rata Indeks Separasi
Total Betina Jantan Total Betina Jantan
Lampiran 8 Pendugaan parameter pertumbuhan ikan selar kuning contoh a. Ikan selar kuning total
31 Lampiran 8 Pendugaan parameter pertumbuhan ikan selar kuning contoh
(lanjutan) b. Ikan selar kuning betina
Lt Lt t Perpotongan (a) 64,87
98 140,63 Kemiringan (b) 0,66
140,63 151,97 K 0,42
151,97 163,59 L∞ 190,21
163,59
c. Ikan selar kuning jantan
Lt Lt t Perpotongan (a) 57,68
Lampiran 9 Standarisasi alat tangkap
Tahun
Payang Pukat cincin Gillnet Bagan rakit Bagan tancap
32
Lampiran 10 Pendugaan mortalitas ikan selar kuning a. Ikan selar kuning total
SB SA Xi C(L1,L2) t(L1) t
Mortalitas Total (Z) 1,74
Mortalitas alami (M) 0,44
Mortalitas tangkapan (F) 1,30
Laju Eksploitasi (E) 0,75
b. Ikan selar kuning betina
33 Lampiran 10 Pendugaan mortalitas ikan selar kuning (lanjutan)
Kemiringan (b) -1,47
Mortalitas Total (Z) 1,47
Mortalitas alami (M) 0,59
Mortalitas tangkapan (F) 0,88
Laju Eksploitasi (E) 0,60
c. Ikan selar kuning jantan
SB SA Xi C(L1,L2) t(L1) t
Mortalitas Total (Z) 1,64
Mortalitas alami (M) 0,53
Mortalitas tangkapan (F) 1,11
35
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 04 Agustus 1993 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari ayah yang bernama Acep Endang Suhendar dan ibu yang bernama Siti Julaeha. Pendidikan formal pernah dijalani penulis berawal dari sekolah dasar di SDN 03 Cipicung pada tahun 1998 dan lulus pada tahun 2004, Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al-Amin tahun 2004 dan lulus tahun 2007 dan melanjutkan sekolah di MAN 2 Kota Bogor. Pada tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas dan diterima menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui Jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.