• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Rusa Timor terhadap Pemberian Pakan Alternatif di Penangkaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon Rusa Timor terhadap Pemberian Pakan Alternatif di Penangkaran"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON RUSA TIMOR TERHADAP PEMBERIAN PAKAN

ALTERNATIF DI PENANGKARAN

HELLY FITRIYANTY

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Respon Rusa Timor Terhadap Pemberian Pakan Alternatif di Penangkaran adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Helly Fitriyanty

(4)

ii

RINGKASAN

HELLY FITRIYANTY. Respon Rusa Timor Terhadap Pemberian Pakan Alternatif di Penangkaran. Dibimbing oleh BURHANUDDIN MASYUD dan AGUS PRIYONO KARTONO.

Salah satu faktor penentu keberhasilan dalam penangkaran satwaliar adalah pakan karena selain pakan diketahui sebagai faktor pembatas (limiting factor) bagi jaminan keberlanjutan hidup dan perkembangbiakan satwa, juga dari segi biaya produksi pakan merupakan biaya terbesar mencapai 70-80% (Surung & Rahman 2012). Secara umum salah satu permasalahan yang dihadapi terkait hijauan pakan rusa timor di penangkaran adalah keterbatasan kontinuitas ketersediaannya karena sangat tergantung pada musim. Pada musim hujan ketersediaannya melimpah sehingga kebutuhan rusa timor pada musim tersebut terpenuhi. Sebaliknya ketika musim kemarau hijauan pakan sulit diperoleh. Oleh karena itu diperlukan upaya pengembangan pakan alternatif melalui penerapan teknik pengawetan (pembuatan silase) hijauan pakan dan optimalisasi pemanfaatan bahan pakan lokal berupa limbah pertanian agar kebutuhan rusa timor pada musim kemarau tetap terpenuhi. Diantara limbah pertanian di sekitar lokasi penangkaran rusa timor di Tahura Wan Abdul Rachman Lampung yang diketahui memiliki potensi ketersediaan cukup besar, yang dapat dikembangkan melalui teknik silase untuk digunakan sebagai pakan alternatif bagi rusa timor adalah jerami padi (Oryza sativa) dan batang pisang (Musa paradisiaca).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas pakan silase yang dibuat, mengukur respon perilaku makan rusa timor terhadap introduksi pakan alternatif (silase), dan mengevaluasi pengaruh pemberian pakan alternatif berbahan penyusun rumput gajah, silase rumput gajah dan silase limbah pertanian (jerami padi dan batang pisang) terhadap penampilan (performans) rusa timor, berdasarkan palatabilitas pakan silase, rataan jumlah konsumsi pakan, rataan pertambahan berat badan harian dan nilai konversi pakan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga jenis perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan pakan terdiri atas rumput gajah segar (RGS), silase rumput gajah (SRG), silase jerami padi (SJP) dan silase batang pisang (SBP). Komposisi ketiga macam perlakuan pakan (dalam bahan kering) sebagai berikut: P1 terdiri atas 72% rumput gajah segar dan 28% silase rumput gajah (RGS+SRG), P2 terdiri atas 65% rumput gajah segar dan 35% silase jerami padi (RGS+SJP), dan P3 terdiri atas 54% rumput gajah segar dan 46% silase batang pisang (RGS+SBP). Rataan kandungan protein kasar masing-masing perlakuan adalah 8.70% (P1), 8.09% (P2) dan 7.76% (P3). Setiap unit contoh (rusa timor) diberi rumput gajah segar dan pakan silase sebanyak 12.5% dan 6.25% bahan segar per kg berat badan. Setiap perlakuan dicobakan pada tiga individu rusa timor sebagai ulangan, terdiri atas 3 individu rusa timor jantan dan 6 individu rusa timor betina dengan kisaran berat badan 18-50 kg. Masing-masing rusa timor ditempatkan dalam kandang individu berukuran 2.2 m x 2.56 m yang dilengkapi dengan tempat makan dan minum sesuai kebutuhan. Silase dibuat dengan penambahan molases sebanyak 3%.

(5)

harian, rataan pertambahan berat badan harian, dan konversi pakan. Untuk menentukan ada atau tidaknya pengaruh perlakuan maka dilakukan analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95%, yang dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil. Kualitas pakan silase ditentukan berdasarkan karakteristik fisik (meliputi bau, rasa, warna, ada tidaknya jamur dan lendir, tekstur dan derajat keasaman) dan kimiawi (kandungan nutrisi). Perilaku makan dianalisis secara deskriptif berdasarkan hasil pengamatan selama tahapan preliminary dan koleksi data. Analisis palatabilitas rusa terhadap pakan alternatif (silase) menggunakan Manly’s Alpha (Manly 1972; Chesson1978).

Kualitas silase yang dibuat dengan penambahan molases sebanyak 3% termasuk kategori baik berdasarkan karakteristik fisik dan kimiawi serta memenuhi standar minimum untuk satwa ruminansia. Dari segi fisik, silase yang dibuat berbau harum keasaman seperti bau tape, rasa keasaman, warna dan tekstur masih seperti semula, tidak berjamur, tidak berlendir dan tidak menggumpal dengan derajat keasaman (pH) 4. Dari segi kimiawi terjadi peningkatan kandungan nutrisi berupa peningkatan protein kasar dan penurunan serat kasar. Rusa timor di penangkaran Tahura Wan Abdul Rachman Lampung memberikan respon perilaku makan yang positif dan adaptif terhadap silase sebagai pakan alternatif dan cenderung menyukai silase rumput gajah dan silase batang pisang, serta kurang menyukai silase jerami padi. Ketiga pakan percobaan memberikan pengaruh tidak berbeda nyata (p>0.05) terhadap rataan konsumsi harian, pertambahan berat badan harian dan nilai konversi pakan. Nilai konversi pakan terbaik diperoleh dari pakan percobaan P3 dengan komposisi 54% rumput gajah segar (RGS) dan 46% silase batang pisang (SBP) karena secara teknis biologis dan ekonomi dipandang lebih efisien dan menguntungkan dibanding pakan percobaan P1 (72% rumput gajah segar dan 28% silase rumput gajah) dan pakan percobaan P2 (65% rumput gajah segar dan 35% silase jerami padi). Dengan demikian dari ketiga formula pakan alternatif yang dicobakan, pakan percobaan P3 (RGS+SBP) dapat dipilih sebagai pakan alternatif untuk diberikan pada rusa timor di penangkaran.

(6)

iv

SUMMARY

HELLY FITRIYANTY. Responses of Timor Deer toward the Provision of Alternative Feed in Captivity. Supervised by BURHANUDDIN MASYUD and AGUS PRIYONO KARTONO. abundant so that the feed for timor deer in this season can be fulfilled. Conversely, in the dry season, the forage source is scarce. It is, therefore, necessary to develop alternative feed through the application of preservation techniques of forage (making of silage) and optimize the utilization of local feed in the form of agricultural waste so that the needs of forage for timor deer in the dry season can be fulfilled. Two types of agricultural wastes found around the captivity site of timor deer in Tahura Wan Abdul Rachman Lampung include rice straw (Oryza sativa) and banana stem (Musa paradisiaca) which are known to have a great potential for the availability of forage, and they can be developed through a silage technique whose products can be used as an alternative feed for timor deer.

The study aimed to analyze the quality of silage, analyze the behavior of timor deer toward the introduction of alternative feed (silage), evaluate the effects of alternative feed made of elephant grass, elephant grass silage and agricultural waste silage (rice straw and banana stem) on the performance of timor deer viewed from the palatability of silage, average amount of daily consumption, average daily gain and feed conversion. The research used a completely randomized design with three types of treatments and three replications. The feed treatment consisted of elephant grass, elephant grass silage, rice straw silage and banana stem silage. The compositions of the three kinds of feed treatments (in dry matter) were as follows: P1 consisting of 72% of elephant grass and 28% of elephant grass silage (RGS+SRG), P2 consisting of 65% of grass silage and 35% of rice straw silage (RGS+SJP), and P3 consisting of 54% of elephant grass and 46% of banana stem silage (RGS+SBP). The average of crude protein content of each treatment was 8.70% (P1), 8.09% (P2) and 7.76% (P3). Each sample unit (timor deer) was given elephant grass and silage feed as much as 12.5% and 6.25% per kg of body weight (fresh matter). Each treatment used 3 individual timor deer as replicates, consisting of 3 individual timor deer males and 6 females where the weight of the deer ranging from 18 to 50 kg. Each timor deer was placed in an individual cage with the size of 2.2 m x 2.56 m equipped with food and drink containers as required. Silage was made by adding molasses as much as 3%.

(7)

physical characteristics (including smell, taste, color, presence or absence of mold and slime, texture and acidity) and chemicals (nutrient contents). Feeding behavior was analyzed descriptively based on observations during the preliminary stages and data collection. Analysis on timor deer palatability toward the alternative feed (silage) was conducted using Manly's Alpha (Manly 1972; Chesson 1978).

The quality of silage made by the addition of molasses as much as 3% is categorized good based on the physical and chemical characteristics and meets the minimum standards for ruminant animals. Physically, the silage made smells like acids such as tape fragrant, has an acidic flavor and original color and texture, also, it is not moldy, not slimy and agglomerates with the degree of acidity (pH) of 4. Chemically, there is an increase in nutrient content i.e. an increase in crude protein and a decrease in crude fibers. Timor deer in captivity in Tahura Wan Abdul Rachman Lampung gave a positive eating behavior response, and they are adaptive to the silage as an alternative feed and tend to prefer the elephant grass silage and banana stem silage than rice straw silage. The three experimental feeds did not give significantly different effects (p>0.05) on the average amount of daily consumption, average daily gain and feed conversion value. Therefore, feed conversion value was the best in P3 with the composition off 54% elephant grass (RGS) and 46% banana stem silage (SBP), because biologically and economically is considered more efficient and profitable than P1 (72% elephant grass and 28% elephant grass silage) and P2 (65% elephant grass and 35% rice straw silage). Thus, of the three alternative feed formulas tested, P3 (RGS+SBP) can be chosen as a feed alternative fed to the timor deer in captivity.

(8)

vi

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi

pada

Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati

RESPON RUSA TIMOR TERHADAP PEMBERIAN PAKAN

ALTERNATIF DI PENANGKARAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)

ii

(11)

Judul Tesis : Respon Rusa Timor terhadap Pemberian Pakan Alternatif di Penangkaran

Nama : Helly Fitriyanty NIM : E353120025

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Burhanuddin Masyud, MS Ketua

Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Konservasi

Keanekaragaman Hayati

Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

iv

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 sampai dengan Januari 2014 ini adalah pengembangan pakan alternatif, dengan judul Respon Rusa Timor terhadap Pemberian Pakan Alternatif di Penangkaran.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Burhanuddin Masyud, MS dan Bapak Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi selaku pembimbing, Bapak Dr Ir Nyoto Santoso, MS selaku Dosen Penguji luar komisi, dan Bapak Dr Ir Agus Hikmat, MScFTrop selaku Moderator pada Sidang Ujian Tesis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh staf pengajar, staf administrasi serta rekan-rekan program studi Konservasi Keanekaragaman Hayati Institut Pertanian Bogor atas ilmu, pelayanan dan kerjasamanya. Kepada Kementerian Kehutanan diucapkan terima kasih atas beasiswa yang diberikan. Di samping itu, penghargaan juga penulis sampaikan kepada Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Lampung, Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Lampung dan Kepala UPTD Tahura Wan Abdul Rachman Lampung beserta staf yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (alm), ibu, ayah mertua, ibu mertua, suami tercinta (Ariyadi Agustiono SHut, MSi) dan kedua anakku tersayang (M. Ghazi Fitraizza dan Tsamara Althafunnisa Nuraqila), serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN ii

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Kerangka Pikir Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 5

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian 6

Bahan dan Alat 6

Jenis dan Metode Pengumpulan Data 7

Tahapan Penelitian 8

Metode Analisis Data 10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Pakan Silase 14

Respon Perilaku Makan Rusa Timor terhadap Introduksi Pakan Silase 17

Palatabilitas dan Konsumsi Pakan Silase 20

Tingkat Konsumsi 22

Pertambahan Berat Badan Harian 26

Konversi Pakan 28

SIMPULAN DAN SARAN 29

DAFTAR PUSTAKA 30

(14)

ii

DAFTAR TABEL

1 Proporsi dan komposisi kimia pakan perlakuan 10

2 Denah lapangan Rancangan Acak Lengkap 11

3 Kriteria penilaian kualitas fisik silase 12

4 Kriteria yang diukur dalam penentuan indeks palatabilitas 13

5 Kualitas fisik dan kimiawi silase percobaan 15

6 Indeks palatabilitas dan rataan konsumsi pakan silase 20

7 Rataan jumlah konsumsi rusa timor penelitian 23

8 Rataan jumlah konsumsi berdasarkan kelas umur 24 9 Rataan jumlah konsumsi berdasarkan jenis kelamin 24 10 Proporsi rataan konsumsi terhadap berat badan berdasarkan kelas umur 25 11 Proporsi rataan konsumsi terhadap berat badan berdasarkan jenis

kelamin 25

12 Rataan pertambahan berat badan harian dan nilai konversi pakan 27

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir penelitian 4

2 Bagan tahapan penelitian 5

3 Bahan yang digunakan dalam pembuatan silase: (a) rumput gajah; (b) jerami padi; (c) batang pisang; dan (d) molases 7 4 Karakteristik fisik silase: (a) silase rumput gajah; (b) silase jerami padi;

(c) silase batang pisang 15

5 Perkembangan perilaku makan rusa timor percobaan: (a) perilaku investigatif (menyelidik); (b) perilaku sikap waspada; (c) perilaku

moving; (d) perilaku membaui; (e) perilaku memakan pakan silase 18 6 Fluktuasi rataan jumlah konsumsi pakan silase dalam bahan kering

(SRG; silase rumput gajah; SJP: silase jerami padi; SBP: silase batang

pisang) 19

7 Fluktuasi rataan jumlah konsumsi bahan kering pakan perlakuan (P1:

RGS+SRG; P2: RGS+SJP; P3: RGS+SBP) 26

DAFTAR LAMPIRAN

1 Matrik hubungan antara parameter yang diukur, data yang dikumpulkan, sumber data, teknik analisis data dan keluaran 36 2 Sidik ragam tingkat kesukaan (palatabilitas) pakan silase 38 3 Sidik ragam rataan konsumsi bahan segar pakan silase 38 4 Sidik ragam rataan konsumsi bahan kering pakan silase 38 5 Sidik ragam proporsi rataan konsumsi bahan segar pakan silase

terhadap berat badan 38

6 Sidik ragam proporsi rataan konsumsi bahan kering pakan silase

terhadap berat badan 39

(15)

9 Sidik ragam rataan jumlah konsumsi bahan segar pakan perlakuan

terhadap kelas umur 39

10 Sidik ragam rataan jumlah konsumsi bahan kering pakan perlakuan

terhadap kelas umur 39

11 Sidik ragam rataan jumlah konsumsi bahan segar pakan perlakuan

terhadap jenis kelamin 39

12 Sidik ragam rataan jumlah konsumsi bahan kering pakan perlakuan

terhadap jenis kelamin 40

13 Sidik ragam proporsi rataan jumlah konsumsi bahan segar pakan

perlakuan terhadap kelas umur 40

14 Sidik ragam proporsi rataan jumlah konsumsi bahan kering pakan

perlakuan terhadap kelas umur 40

15 Sidik ragam proporsi rataan jumlah konsumsi bahan segar pakan

perlakuan terhadap jenis kelamin 40

16 Sidik ragam proporsi rataan jumlah konsumsi bahan kering pakan

perlakuan terhadap jenis kelamin 40

17 Analisis regresi linear pengaruh berat badan terhadap rataan jumlah

konsumsi bahan segar 41

18 Analisis regresi linear berganda pengaruh konsumsi nutrien terhadap

rataan jumlah konsumsi bahan kering 41

19 Sidik ragam pertambahan berat badan harian (PBBH) 43

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kegiatan konservasi satwaliar selain dapat dilaksanakan di habitat aslinya (konservasi insitu), juga dapat dilaksanakan di luar habitatnya (konservasi eksitu). Salah satu bentuk pelaksanaan konservasi eksitu adalah penangkaran yakni usaha pemeliharaan dan pengembangbiakan satwaliar dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya, dengan tujuan untuk menjamin kelestarian populasinya dan pengembangan pemanfaatannya secara berkelanjutan (sustainable use) baik sebagai satwa konsumsi, wisata maupun kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Terkait dengan pengembangan pemanfaatan secara berkelanjutan tersebut, maka Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul Rachman Lampung mengembangkan penangkaran rusa timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) semi tertutup pada areal seluas 2 ha, yang berlokasi di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling Kota Bandar Lampung.

Salah satu faktor penentu keberhasilan produksi dalam penangkaran satwaliar adalah pakan karena selain pakan diketahui sebagai faktor pembatas (limiting factor) bagi jaminan keberlanjutan hidup dan perkembangbiakan satwa, juga dari segi biaya produksi seperti halnya pada hewan ternak menurut Surung & Rahman (2012) mencapai 70-80%. Oleh karena itu untuk mencapai produksi yang tinggi, jumlah dan komposisi pakan yang diberikan perlu mendapatkan perhatian agar secara teknis biologis dapat memenuhi kebutuhan satwa dan secara teknis ekonomis lebih murah (efisien). Pemberian pakan yang terlalu sedikit atau banyak akan merugikan, sehingga perlu dipilih pakan yang murah tetapi mengandung gizi yang tinggi (Garsetiasih 2007). Selain itu pemberian pakan perlu memperhatikan faktor palatabilitas karena merupakan aspek makan yang lebih menentukan daripada nilai gizinya (McIlroy 1964).

Rusa timor sebagai satwa ruminansia, hampir 90% kebutuhan pokoknya bersumber dari hijauan sebagai sumber energi utama (Hasan 2012). Selanjutnya Zakaria et al. (2013) juga menyatakan bahwa satwa ruminansia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengandalkan hijauan sebagai bahan utama pakan. Secara umum salah satu permasalahan yang dihadapi terkait hijauan pakan rusa timor di penangkaran adalah keterbatasan kontinuitas ketersediaannya karena sangat tergantung pada musim. Pada musim kemarau ketersediaannya berkurang sementara pada musim penghujan melimpah. Hal ini menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pihak pengelola penangkaran rusa timor di Tahura Wan Abdul Rachman Lampung saat ini.

(18)

2

paradisiaca). Satwa ruminansia mempunyai kemampuan untuk mencerna serat kasar dengan bantuan mikroorganisme rumen. Dengan demikian limbah pertanian yang mengandung serat kasar tinggi dapat dimanfaatkan sebagai pakan pengganti hijauan (Basuki & Wiryasasmita 1987). Penggunaan limbah ini diharapkan dapat meningkatkan daya guna limbah tersebut dan menghemat biaya pakan.

Telah terbukti bahwa melalui teknik silase, bahan pakan dari limbah pertanian yang berkualitas rendah yang ditandai dengan kandungan serat kasar cukup tinggi dan protein rendah ternyata dapat ditingkatkan dan memberikan efek positif sebagai pakan alternatif pada hewan ternak ruminansia (Hernaman et al. 2005). Selain itu juga dapat menyediakan pakan sepanjang tahun karena pembuatannya tidak dipengaruhi oleh musim dan dapat diberikan kapan saja sesuai kebutuhan. Hal ini dipertegas kembali dengan beberapa hasil riset yang menyatakan bahwa campuran konsentrat dan jerami padi fermentasi pada ransum kerbau lebih baik dan lebih ekonomis dibandingkan rumput lapang (Wadhwa & Bakshi 2004) dan penggunaan jerami padi fermentasi baik dipotong maupun digiling dapat menggantikan rumput gajah sebagai sumber energi utama bagi kambing peranakan etawah (Novita et al. 2006). Selanjutnya Wina (2001) melaporkan bahwa limbah dari tanaman pisang dapat dimanfaatkan sebagai pakan mulai dari batang bagian bawah (bongkol), tengah dan atas termasuk daunnya.

Apabila kedua silase limbah pertanian (jerami padi dan batang pisang) dan silase rumput gajah diberikan sebagai pakan alternatif pada rusa timor, maka pertanyaan penelitiannya adalah bagaimana respon perilaku dan tingkat kesukaan (palatabilitas) rusa timor sebagai satwa pemakan hijauan terhadap pemberian pakan alternatif tersebut? Selain itu apabila pemberian silase tersebut dikombinasikan dengan hijauan segar rumput gajah (Pennisetum purpureum) yang telah diketahui cukup melimpah di sekitar areal penangkaran dan memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi (Ella 2002), maka pertanyaannya apakah juga memberikan efek positif terhadap performans rusa timor dilihat dari rataan jumlah konsumsi pakan harian, pertambahan berat badan harian dan nilai konversi pakan? Berdasarkan pemikiran dan pertanyaan-pertanyaan di atas, maka dilakukan penelitian tentang respon rusa timor terhadap pemberian pakan alternatif di penangkaran.

Perumusan Masalah

(19)

pertanian dan dalam rangka mengatasi kelebihan produktivitas hijauan di musim hujan adalah melalui pembuatan silase. Berdasarkan beberapa hasil riset (Wina 2001; Wadhwa & Bakshi 2004; Novita et al. 2006) diketahui bahwa bahan pakan percobaan tersebut sudah digunakan sebagai pakan ternak ruminansia dan menunjukkan pertumbuhan yang baik. Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian implementasi bahan pakan tersebut terhadap rusa timor di penangkaran. Permasalahan yang menjadi fokus penelitian adalah belum adanya informasi mengenai respon rusa timor terhadap introduksi pakan alternatif tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka disusun pertanyaan penelitian (research question) sebagai berikut:

a. Bagaimana kualitas silase rumput gajah, silase jerami padi dan silase batang pisang yang dibuat dengan penambahan molases (akselerator) sebanyak 3%? b. Bagaimana respon perilaku makan dan tingkat kesukaan (palatabilitas) rusa

timor terhadap introduksi pakan alternatif berupa silase?

c. Bagaimana pengaruh pemberian pakan alternatif berbahan penyusun rumput gajah, silase rumput gajah dan silase limbah pertanian (jerami padi dan batang pisang) terhadap penampilan rusa timor dilihat dari rataan jumlah konsumsi pakan, rataan pertambahan berat badan harian dan nilai konversi pakan?

Kerangka Pikir Penelitian

Manajemen pakan merupakan faktor utama dalam pengembangan penangkaran rusa timor karena pakan harus tersedia baik secara kuantitas maupun kualitas sepanjang tahun dalam sistem produksi. Ketersediaan pakan sepanjang tahun juga merupakan faktor langsung yang berhubungan dengan keberlanjutan dan kestabilan penangkaran. Ketersediaan hijauan pakan sepanjang tahun sangat fluktuatif dan berhubungan erat dengan perubahan musim, biasanya di musim hujan hijauan pakan berlimpah sedangkan di musim kemarau hijauan pakan berkurang. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dalam pengembangan penangkaran rusa timor diperlukan suatu keterampilan baik dari segi tata laksana pemeliharaan maupun segi pengetahuan tentang pakan.

Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut dan sekaligus menekan biaya pakan adalah dengan mencari bahan pakan alternatif yang murah dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia maupun hewan ternak lainnya. Oleh karena itu, perlu dicarikan alternatif sumber pakan berupa hasil sampingan dari pertanian maupun kelebihan hijauan di musim hujan. Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan merupakan suatu alternatif dalam upaya memenuhi kebutuhan nutrisi rusa timor ketika hijauan sulit diperoleh. Introduksi pakan alternatif ini mempertimbangkan beberapa faktor di antaranya mudah diperoleh, harga relatif murah, tersedia dalam jumlah yang cukup secara kontinu sepanjang tahun serta palatabilitas dan nilai gizinya (dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan produksi). Berdasarkan kondisi tersebut maka dilakukan penelitian terkait pemanfaatan hijauan unggul dan limbah pertanian sebagai pakan sumber serat bagi rusa timor di penangkaran.

(20)

4

bervariasi, pakan yang biasa disukai sapi, domba dan kambing tentu disukai rusa. Selain itu rusa timor juga hampir menyukai segala jenis hijauan dan pakan tambahan sehingga mudah dalam hal penyediaan pakannya, serta mampu beradaptasi dengan mudah apabila terjadi perubahan pakan (Semiadi & Nugraha 2004). Bahan pakan lokal yang digunakan dalam penelitian adalah limbah pertanian potensial di Provinsi Lampung berupa jerami padi dan batang pisang.

Penelitian ini difokuskan pada respon rusa timor terhadap pemberian pakan alternatif (silase) yang meliputi analisis kualitas pakan silase dan respon perilaku makan rusa timor terhadap pakan alternatif berupa silase, serta mengevaluasi pengaruh pemberian pakan alternatif berbahan penyusun rumput gajah, silase rumput gajah dan silase limbah pertanian (jerami padi dan batang pisang) dengan mengukur palatabilitas terhadap pakan silase, rataan jumlah konsumsi pakan, rataan pertambahan berat badan harian dan nilai konversi pakan. Bagan alir kerangka pikir penelitian disajikan dalam Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian Konservasi Eksitu

Harga murah Palatabilitas Nilai gizi

Pengembangan pakan alternatif berbasis pemanfaatan hijauan unggul dan bahan pakan lokal

(21)

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini meliputi pembuatan silase, yaitu silase rumput gajah, silase jerami padi dan silase batang pisang dengan penambahan molases sebanyak 3%. Kualitas silase dianalisis secara fisik dan kimiawi (analisis proksimat). Selanjutnya dilakukan uji in vivo pakan silase yang diberikan kepada 9 individu rusa timor. Parameter yang diukur adalah respon perilaku makan rusa timor terhadap introduksi pakan silase, tingkat kesukaan (palatabilitas) terhadap pakan silase, rataan jumlah konsumsi harian, rataan pertambahan berat badan harian, dan nilai konversi pakan. Data yang diperoleh dianalisis statistik. Tahapan penelitian disajikan dalam Gambar 2.

Gambar 2 Bagan tahapan penelitian

(22)

6

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis kualitas pakan silase (silase rumput gajah, silase jerami padi dan silase batang pisang) yang ditambah molases sebanyak 3% sebagai akselerator, (2) menganalisis respon perilaku makan dan tingkat kesukaan (palatabilitas) rusa timor terhadap introduksi pakan alternatif berupa silase, (3) mengevaluasi pengaruh pemberian pakan alternatif berbahan penyusun rumput gajah, silase rumput gajah dan silase limbah pertanian (silase jerami padi dan silase batang pisang) terhadap penampilan rusa timor dilihat dari rataan jumlah konsumsi pakan, rataan pertambahan berat badan harian dan nilai konversi pakan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi ilmiah bagi pengembangan penangkaran rusa timor, terutama dalam hal manajemen pakan.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di penangkaran rusa timor Tahura Wan Abdul Rachman Lampung, yang berlokasi di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling Kota Bandar Lampung, pada bulan Oktober 2013 sampai dengan Januari 2014. Penangkaran rusa timor Tahura Wan Abdul Rachman Lampung ditetapkan secara resmi berdasarkan Surat Keputusan Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Lampung Nomor: SK.245/BKSDA.L/1.Prl/2012 tentang pemberian izin penangkaran non komersial satwa liar yang dilindungi Undang-Undang jenis rusa timor kepada UPTD Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul Rachman Lampung. Sistem penangkaran yang dikembangkan adalah semi terkurung dengan luasan 2 ha.

Bahan dan Alat

(23)

serai dan 25% pisang ambon), molases (tetes tebu), dan desinfektan. Air minum diberikan ad libitum.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 3 Bahan yang digunakan dalam pembuatan silase: (a) rumput gajah; (b) jerami padi; (c) batang pisang dan (d) molases

Jenis dan Metode Pengumpulan Data

(24)

8

Tahapan Penelitian

1 Pembuatan Pakan Silase

Penelitian ini diawali dengan pembuatan pakan silase berupa silase rumput gajah, silase jerami padi dan silase batang pisang. Pembuatan silase untuk meningkatkan kualitas bahan pakan dan mempertahankan kondisinya tetap segar (Nevy 1999; Hernaman et al. 2005). Teknologi fermentasi yang dilakukan dalam penelitian ini masih sangat sederhana dengan menggunakan molases sebanyak 3% sebagai bahan aditif. Penambahan molases sebagai aditif dalam pembuatan pakan silase didasari oleh pernyataan Asngad (2005), bahwa salah satu prinsip dalam pembuatan silase adalah usaha untuk mencapai dan mempercepat keadaan hampa udara dan suasana asam di tempat penyimpanan, dengan memberikan bahan pengawet yang banyak mengandung karbohidrat seperti tetes tebu (molases). Selanjutnya penentuan kadar (persentase) molases yang digunakan didasari oleh Mochtar & Tedjowahjono (1985) yang menyatakan bahwa penggunaan molases sebagai bahan pengawet dalam pembuatan silase sebanyak 1-4% dari berat segar hijauan.

Pembuatan silase diawali dengan penyiapan bahan atau materi. Rumput gajah dan jerami padi dilayukan selama 1 hari, kemudian dipotong-potong dengan ukuran 3-5 cm. Batang pisang terlebih dahulu dipotong-potong dengan ukuran 3-5 cm lalu dilayukan selama 1-2 hari. Proses pengeringan atau pelayuan dimaksudkan untuk mendapatkan kadar air mendekati 65-75%, yang ditandai ketika rumput gajah, jerami padi dan batang pisang diremas air tidak menetes dan tangan basah (Bolsen & Sapienza 1993). Bila kadar air lebih rendah dari 65% maka keadaan anaerob sukar dicapai sehingga jamur akan tumbuh. Sebaliknya ketika kadar air lebih besar dari 75%, maka Clostridia sp dapat berkembang biak sehingga banyak dihasilkan asam butirat dan merusak asam amino sehingga akan menurunkan kandungan nutrisi silase. Selanjutnya masing-masing bahan dicampur dengan molases sebanyak 3% dari berat segar bahan sampai homogen, kemudian dimasukkan ke dalam silo (kantung plastik), dipadatkan dan ditutup rapat untuk menjaga kondisi anaerob di dalam silo.

Proses ensilase berlangsung selama 21 hari dan silase siap diberikan sebagai pakan alternatif bagi rusa timor di penangkaran. Hal ini sesuai dengan Foley et al.

(1973), bahwa proses fermentasi silase terbagi atas 5 fase dan memakan waktu sedikitnya 21 hari untuk mencapai hasil yang optimal. Pendapat ini juga didukung oleh Santi et al. (2012), bahwa penambahan molases sebanyak 10% menghasilkan silase batang pisang yang dikategorikan berkualitas baik berdasarkan karakteristik fisik, kimiawi maupun nilai kecernaan invitro dan lama ensilase optimal untuk membuat silase batang pisang yaitu 21 hari. Sebelum diberikan kepada rusa timor percobaan, silase diangin-anginkan atau dikeringkan terlebih dahulu agar pH silase bisa meningkat (sama dengan pH rumen) sehingga tidak menyebabkan asidosis.

2 Persiapan

(25)

Wan Abdul Rachman Lampung sudah memberikan obat cacing merk kalbazen. Selanjutnya sebelum diberikan perlakuan, terlebih dahulu rusa timor diadaptasikan dengan lingkungan kandang selama 7 hari.

3 Penimbangan Berat Badan

Sebelum diberi perlakuan, dilakukan penimbangan berat badan awal pada pagi hari dengan mempuasakan unit contoh pada malam hari terlebih dahulu (Kuswandi 2007). Selanjutnya pada akhir tahapan koleksi data, dilakukan penimbangan kembali sehingga diperoleh data berat badan akhir dari masing-masing unit contoh (rusa timor).

4 Tahapan Koleksi Data (Pemberian Pakan Percobaan)

Percobaan Tahap 1 Pengukuran Tingkat Kesukaan (Palatabilitas) terhadap Jenis Pakan Silase

Pengukuran palatabilitas pada penelitian ini merupakan derajat kesediaan ketiga jenis pakan silase (silase rumput gajah, silase jerami padi dan silase batang pisang) untuk dipilih dan dimakan oleh satu individu rusa timor percobaan, melalui pemberian secara prasmanan (free choice feeding). Setiap unit contoh (rusa timor) diberi ketiga jenis pakan silase sebanyak 6.25% bahan segar per kg berat badan untuk masing-masing pakan silase. Ketiga jenis pakan silase disajikan terpisah antara jenis pakan silase yang satu dengan yang lainnya, namun masih dalam jangkauan rusa timor percobaan (saling berdekatan) sehingga mempermudah proses pengamatan respon perilaku makan. Percobaan pada tahap ini diawali dengan perlakuan preliminary selama 10 hari, yang dilanjutkan dengan perlakuan untuk menentukan tingkat kesukaan (palatabilitas) terhadap jenis pakan silase selama 14 hari. Perlakuan preliminary merupakan tahap pembiasaan agar rusa timor percobaan terbiasa dengan makanan yang dicobakan serta menghilangkan atau meminimumkan pengaruh makanan yang dicobakan.

Percobaan Tahap 2 Pengukuran Rataan Jumlah Konsumsi Harian

Pakan percobaan dalam penelitian ini terdiri atas rumput gajah segar, silase rumput gajah, silase jerami padi, dan silase batang pisang yang merupakan pakan sumber serat. Penyusunan pakan percobaan ini berdasarkan pernyataan Hasan (2012), bahwa hampir 90% kebutuhan pokok ruminansia bersumber dari hijauan yang merupakan sumber energi utama bagi ruminansia. Lebih lanjut ditegaskan Zakaria et al. (2013), bahwa satwa ruminansia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengandalkan hijauan sebagai bahan utama pakan. Setiap unit contoh (rusa timor) diberi rumput gajah segar dan pakan silase sebanyak 12.5% dan 6.25% bahan segar per kg berat badan (BB). Penentuan jumlah pemberian pakan didasarkan pernyataan Garsetiasih & Takandjanji (2006) bahwa pemberian pakan segar bagi rusa timor adalah sebesar 10% dari berat badan yang dikalikan 2. Selain itu juga berdasarkan hasil pengamatan preliminary selama 10 hari yang diberikan secara ad libitum. Adapun proporsi dari pakan percobaan (P) dalam bahan segar sebagai berikut:

(26)

10

P3 = Rumput gajah segar (12.5% BB) + silase batang pisang (6.25% BB)

Tahapan percobaan kedua ini juga diawali dengan perlakuan preliminary

kembali selama 10 hari dan dilanjutkan dengan pemberian pakan percobaan selama 24 hari. Pemberian pakan silase dilakukan 2 jam sebelum pemberian rumput gajah segar dan diberikan 2 kali sehari (pagi dan sore), yaitu pada pukul 07.00 WIB dan pukul 15.00 WIB, sedangkan rumput gajah segar diberikan pada pukul 09.00 WIB dan pukul 17.00 WIB. Air minum diberikan ad libitum. Rataan proporsi dan komposisi kimia pakan percobaan (dalam bahan kering) berdasarkan rataan jumlah konsumsi harian selama koleksi data seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Proporsi dan komposisi kimia pakan percobaan

Bahan penyusun/nutrien Pakan Percobaan

Rataan Kandungan Protein Kasar (%) 8.70 8.09 7.76

Rataan Kandungan Serat Kasar (%) 25.47 24.10 21.43

Rataan Kandungan Lemak Kasar (%) 0.77 0.49 0.86

Rataan Kandungan BETN (%) 36.68 37.45 41.65

P1: pakan percobaan 1, P2: pakan percobaan 2, P3: pakan percobaan 3; BS: bahan segar, BK: bahan kering; BETN: bahan ekstrak tanpa nitrogen.

Pengukuran tingkat kesukaan terhadap pakan silase dan rataan jumlah konsumsi harian pakan percobaan dilakukan dengan pendekatan jumlah pakan yang dikonsumsi, maka data yang dikumpulkan meliputi:

a. Jumlah pakan yang diberikan.

b. Jumlah sisa pakan yang ditimbang pada waktu pagi keesokan harinya sesaat sebelum diberi pakan kembali.

c. Jumlah pakan yang dikonsumsi.

5 Respon Perilaku Makan terhadap Introduksi Pakan Silase

Perilaku makan merupakan perilaku pokok yang dilakukan oleh rusa timor untuk mempertahankan hidupnya. Perilaku makan seolah-olah merupakan proses yang sederhana, tetapi hal ini merupakan masalah yang perlu diperhatikan pada rusa timor yang diintroduksi pakan alternatif. Introduksi pakan alternatif selain mempertimbangkan aspek kualitas pakan dan efisiensi ekonomi, juga merpertimbangkan respon rusa timor terhadap pakan alternatif tersebut. Pengamatan respon perilaku makan terhadap pakan silase dilakukan selama tahapan preliminary dan tahapan koleksi data. Peubah perilaku yang diamati meliputi perilaku makan dan minum (ingesti) dan perilaku lain yang menyertai perilaku makan. Pengamatan dilakukan mulai dari pagi hari hingga malam hari.

Metode Analisis Data

(27)

rataan. Untuk menentukan ada atau tidaknya pengaruh perlakuan maka dilakukan analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95%, yang dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil. Melalui prosedur pengacakan maka dibuatkan denah lapangan rancangan acak lengkap dengan 3 perlakuan pakan yang diulang 3 kali, sehingga ada 9 unit percobaan (Tabel 2). Adapun model matematika yang digunakan (Gaspersz 1991) sebagai berikut:.

yij = µ + Ti + keterangan:

yij : nilai pengamatan untuk perlakuan pakan dan ulangan rusa timor µ : rataan umum

Ti : efek perlakuan pakan

: pengaruh galat pada satuan percobaan rusa timor yang memperoleh pakan percobaan

Tabel 2 Denah lapangan rancangan acak lengkap

Ulangan Pakan Percobaan (P) Jumlah

P1 P2 P3

1 JM BM BM 3

2 BA BA BA 3

3 BM JA JA 3

Jumlah 3 3 3 9

JM: jantan muda, JA: jantan anak, BM: betina muda, BA: betina anak.

Salah satu faktor internal dari satwa yang mempengaruhi tingkat konsumsi adalah berat badan. Parakkasi (1995) menyatakan bahwa berat badan berkorelasi positif dengan tingkat konsumsi maka untuk mengetahui pengaruh berat badan dari unit contoh terhadap jumlah konsumsi harian maka dilakukan analisis regresi linear. Pengolahan data menggunakan program SPSS 16. Model matematika yang digunakan (Johnson & Bhattacharyya 2010) sebagai berikut:

y = ß0 + ß1x1 + e1 keterangan:

y : rataan jumlah konsumsi x1 : berat badan

ß0 : konstanta ß1 : koefisien regresi e1 : kesalahan galat

Tingkat konsumsi juga dipengaruhi oleh kualitas bahan pakan (Parakkasi 1995). Oleh karena itu untuk mengetahui zat gizi dalam bahan pakan yang paling berpengaruh terhadap jumlah konsumsi harian maka dilakukan analisis regresi linear berganda dengan pola stepwise. Model matematika yang digunakan (Johnson & Bhattacharyya 2010) sebagai berikut:

y = ß0 + ß1x1 + ß2x2 + ß3x3 + ß4x4 + ß5x5 + ß6x6 + ei keterangan:

(28)

12

x1 : konsumsi abu

x2 konsumsi protein kasar x3 : konsumsi serat kasar x4 : konsumsi lemak kasar

x5 : konsumsi bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) x6 : konsumsi energi bruto

ß0 : konstanta ßk : koefisien regresi ei : kesalahan galat

Parameter yang diukur dalam penelitian ini meliputi kualitas pakan silase, respon perilaku makan terhadap pakan alternatif (silase), tingkat kesukaan (palatabilitas) terhadap pakan silase, rataan jumlah konsumsi harian pakan perlakuan, pertambahan berat badan harian (PBBH) dan nilai konversi pakan. Matrik hubungan antara parameter yang diukur, data yang dikumpulkan, sumber data, teknik analisis data dan keluaran yang diharapkan dari penelitian ini disajikan dalam Lampiran 1. Adapun analisis dari paramater yang diukur adalah sebagai berikut:

1 Kualitas Pakan Silase

Kualitas pakan silase ditentukan berdasarkan karakteristik fisik (meliputi bau, rasa, warna, ada tidaknya jamur dan lendir, tekstur dan derajat keasaman) dan kimiawi (kandungan nutrisi). Kriteria penilaian status kualitas fisik silase (Tabel 3) mengacu pada Bolsen & Sapienza (1993), Bolsen et al. (2000), Syarifuddin (2008) dan Sandi et al. (2010). Adapun karakteristik kimiawi silase ditentukan berdasarkan perbandingan hasil analisis proksimat bahan pembuat silase dan silase terutama perbedaan kandungan protein kasar dan serat kasar. Analisis proksimat pakan percobaan (bahan kering, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar, bahan ekstrak tanpa nitrogen dan energi bruto) dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB.

Tabel 3 Kriteria penilaian kualitas fisik silase

Kriteria Baik sekali Baik Sedang Buruk

Bau asam asam kurang asam busuk

tidak ada sedikit lebih banyak banyak

Tekstur lemas/tidak

2 Respon Perilaku Makan terhadap Introduksi Pakan Silase

(29)

secara deskriptif berdasarkan hasil pengamatan selama tahapan preliminary dan koleksi data pada tahapan percobaan pengukuran tingkat kesukaan (palatabilitas) terhadap pakan silase dan tahapan percobaan pengukuran rataan jumlah konsumsi harian pakan perlakuan.

3 Tingkat Kesukaan (Palatabilitas) terhadap Pakan Silase

Analisis palatabilitas terhadap pakan silase menggunakan asumsi bahwa semakin tinggi konsumsi terhadap jenis pakan silase maka semakin disukai jenis pakan silase tersebut. Analisis palatabilitas rusa timor percobaan terhadap pakan alternatif (silase) menggunakan Manly’s Alpha (Manly 1972; Chesson 1978). Kriteria yang diukur dalam penentuan indeks palatabilitas disajikan dalam Tabel 4. Nilai indeks palatabilitas (αi) yang diperoleh menunjukkan tingkat kesukaan. Jika nilai indeks palatabilitas (αi) > 1/m berarti jenis pakan perlakuan disukai dan jika αi < 1/m berarti jenis pakan perlakuan tidak disukai, dengan m adalah jumlah jenis pakan silase.

1, 2, 3 : silase rumput gajah, silase jerami padi, silase batang pisang Tabel 4 Kriteria yang diukur dalam penentuan indeks palatabilitas

Pakan

SRG: silase rumput gajah, SJP: silase jerami padi, SBP; silase batang pisang.

Nilai alpha (αi) dinormalisasi sehingga:

4 Rataan Jumlah Konsumsi Pakan Perlakuan

(30)

14

meliputi konsumsi rumput gajah segar dan konsumsi pakan silase. Jumlah konsumsi pakan dikonversi dari bahan segar (BS) menjadi bahan kering (BK) dan digunakan perhitungan konsumsi nutrien. Konsumsi bahan kering pakan dihitung berdasarkan selisih antara bahan kering pakan yang diberikan setiap hari dengan bahan kering sisa pakan (Surung & Rahman 2012).

Konsumsi pakan (BK) = [pakan diberikan (g) x (%BK)]–[sisa pakan (g) x (%BK)]

5 Pertambahan Berat Badan

Pertambahan berat badan (PBB) diperoleh dengan menghitung selisih antara berat badan akhir dengan berat badan awal perlakuan. Selanjutnya dihitung rataan pertambahan berat badan harian (PBBH) dengan membagi PBB dengan lama periode koleksi data (Surung & Rahman 2012).

6 Konversi Pakan

Efisiensi penggunaan pakan ditentukan dari pertambahan berat badan dan konsumsi bahan kering. Konversi pakan merupakan ratio antara konsumsi pakan selama perlakuan dengan pertambahan berat badan selama perlakuan (Surung & Rahman 2012).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Pakan Silase

Berpedoman pada kriteria dari Bolsen & Sapienza (1993), Bolsen et al.

(31)

Tabel 5 Kualitas fisik dan kimiawi silase percobaan

Kriteria Penilaian SRG SJP SBP

Fisik:

Bau asam asam asam

Rasa keasaman keasaman keasaman

Warna hijau keperangan hijau keperangan coklat muda

Cendawan dan lendir tidak ada tidak ada tidak ada

Tekstur lemas/tidak kaku lemas/tidak kaku padat

pH 4 4 4

Kimiawi:

Bahan Kering (%) 23.47 92.84 88.02

Abu (%) 13.49 19.85 12.45

Protein Kasar (%) 9.69 (4.121) 6.62 (4.102) 6.33 (3.013)

Serat Kasar (%) 21.70 (27.571) 17.96 (33.352) 13.78 (29.403)

Lemak Kasar (%) 1.49 0.32 1.27

Beta-N (%) 49.28 48.09 54.19

Energi Bruto (kal/gram) 3627 3611 4130

Status Kualitas Baik/Sesuai Baik/Sesuai Baik/Sesuai

SRG: silase rumput gajah, SJP: silase jerami padi, SBP: silase batang pisang; Beta-N: bahan ekstrak tanpa nitrogen; 1) kandungan nutrisi rumput gajah; 2) kandungan nutrisi jerami padi (Preston 2005); 3) kandungan nutrisi batang pisang (Santi et al. 2012).

Kesesuaian kondisi kualitas silase yang dihasilkan ini antara lain dipengaruhi oleh penggunaan molases sebanyak 3% dalam proses pembuatannya. Dari segi fisik silase, penggunaan molases yang mengandung karbohidrat (sukrosa) yang merupakan golongan disakarida mudah dimanfaatkan oleh mikrobia selama proses fermentasi untuk memproduksi asam laktat, mengakibatkan penurunan pH sehingga menghasilkan silase yang berbau asam. Dalam kondisi asam pertumbuhan jamur maupun bakteri pembusuk terhambat sehingga warna dan tekstur silase masih seperti semula, tidak berjamur serta tidak berlendir (Said 1997; Lado 2007). Adapun sifat fisik silase disajikan dalam Gambar 4.

(a) (b) (c) Gambar 4 Karakteristik fisik silase: (a) silase rumput gajah; (b) silase jerami

padi; dan (c) silase batang pisang

Tahapan proses fermentasi yang menyebabkan terjadinya penurunan derajat keasaman (pH) silase menurut Seglar (2003) sebagai berikut:

(32)

16

menghasilkan panas. Proses proteolisis juga terjadi pada tahap pertama ini, kisaran pH 6.00-6.50.

2. Asam asetat, asam laktat dan etanol sudah mulai dihasilkan, pH sudah mulai turun menjadi 5.00 tapi masih belum optimal.

3. Fermentasi karbohidrat sederhana menjadi asam laktat sudah mulai mendominasi, suhu sudah mulai turun diikuti dengan penurunan pH.

4. Terjadi penurunan pH hingga di bawah 4.20 sebagai akibat produksi asam laktat yang mencapai 1-1.5% berat segar silase. Biasanya umur penyimpanan minimum 21 hari, hal ini menunjukkan hasil yang sudah stabil, produksi asam laktat semakin meningkat yang diikuti dengan penurunan pH sekitar 4.00.

5. Apabila asam laktat yang terbentuk pada tahapan sebelumnya cukup, maka penguraian karbohidrat lebih lanjut tidak akan berlangsung dan kualitas silase dapat dipertahankan. Akan tetapi apabila asam laktat yang terbentuk tidak cukup, maka akan terjadi perombakan asam laktat yang telah terbentuk pada proses sebelumnya menjadi asam butirat. Peristiwa ini disertai dengan perombakan asam amino menjadi Volatile Fatty Acid (VFA) dan amonia dalam jumlah yang besar. Terkadang juga terjadi perombakan karbohidrat menjadi CO2, sehingga kualitas silase tidak dapat dipertahankan.

6. Tahap penyimpanan selama silo dalam kondisi anaerob maka kualitas silase masih terjamin baik dan tahan lama.

7. Silo dalam keadaan terbuka, maka silase harus segera diberikan dan dihabiskan karena silase sudah tidak dalam kondisi anaerob, ada oksigen yang masuk sehingga pH akan kembali meningkat sampai 7, terjadi aktivitas jamur dan ragi sehingga kualitas silase tidak dapat dipertahankan lagi. Dari segi kimiawi, penggunaan molases sebanyak 3% meningkatkan kandungan protein kasar dari silase rumput gajah (SRG), silase jerami padi (SJP) dan silase batang pisang (SBP), yaitu dari 4.12%; 4.10% (Preston 2005) dan 3.01% (Santi et al. 2012) menjadi 9.69%; 6.62% dan 6.33%. Suasana asam yang terjadi dalam proses fermentasi tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan kematian mikroba pembusuk karena tidak tahan dalam suasana asam, dan akibatnya kandungan protein kasar silase meningkat (Darmono 1993). Lebih lanjut Fathul (1997) dan Krause et al. (2001) menyatakan bahwa protein bentukan baru pada silase merupakan gabungan antara N bebas bangkai bakteri dan senyawa sisa asam lemak volatile (campuran asam asetat, propionat dan butirat) yang telah kehilangan ion O, N dan H. Terlepasnya ion O, N dan H ini karena peningkatan suhu selama proses fermentasi. Penambahan molases sebanyak 3% tersebut juga dapat meningkatkan energi dan populasi mikroba anaerob, sehingga aktivitas mikroba anaerob meningkat dalam mendegradasi, merombak, melonggarkan dan memutuskan ikatan lignoselulosa dan lignohemiselulosa (Thalib et al. 2000; Wahyuni & Bijanti 2006; Jeya et al. 2009). Hal ini ditandai dengan terjadinya penurunan kandungan serat kasar dari silase rumput gajah (SRG), silase jerami padi (SJP) dan silase batang pisang (SBP), yaitu dari 27.57%; 33.35% (Preston 2005) dan 29.40% (Santi et al. 2012) menjadi 21.70%; 17.96% dan 13.78%.

(33)

memenuhi standar kualitas sebagai pakan alternatif bagi satwa ruminansia. Selanjutnya juga dapat dikatakan bahwa molases sebanyak 3% dapat digunakan sebagai salah satu bahan pengawet alternatif dalam pembuatan silase, sebagaimana Gunawan et al. (1988) yang menyatakan bahwa bahan pengawet (aditif) memiliki fungsi antara lain: (1) meningkatkan ketersediaan zat nutrisi, (2) meningkatkan nilai nutrisi silase, (3) meningkatkan palatabilitas, (4) mempercepat terciptanya kondisi asam, (5) memacu terbentuknya asam laktat dan asam asetat, (6) mendapatkan karbohidrat mudah terfermentasikan sebagai sumber energi bagi bakteri yang berperan dalam fermentasi, (7) menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri lain dan jamur yang tidak dikehendaki, (8) mengurangi oksigen yang ada baik secara langsung maupun tidak langsung, dan (9) mengurangi produksi air dan menyerap beberapa asam yang tidak diinginkan.

Respon Perilaku Makan Rusa Timor terhadap Introduksi Pakan Silase

Perilaku makan merupakan perilaku pokok untuk mempertahankan hidup. Secara alami setiap satwa termasuk rusa timor akan melakukan usaha penyesuaian diri (adaptasi) terhadap perubahan kondisi lingkungannya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, termasuk responnya terhadap pemberian pakan alternatif karena berbeda dengan kebiasaan alaminya (natural habit) sebagai pemakan rumput atau hijauan segar. Mempertimbangkan bahwa perkembangan respon perilaku adaptasi rusa timor bersifat gradual maka secara teknis dalam penelitian ini, introduksi pakan silase dilakukan secara bertahap pada pagi dan sore hari sebelum diberikan hijauan segar. Pakan silase diberikan terpisah dengan hijauan segar. Hal ini berdasarkan hasil perlakuan pada tahapan preliminary yang menunjukkan ketika pakan silase dicampur dengan hijauan segar, ada kecenderungan rusa timor hanya memakan hijauan segarnya saja dan meninggalkan pakan silase.

(34)

18

bahan makanan tanpa mencicipinya terlebih dahulu. Adapun perkembangan perilaku makan rusa timor dalam penelitian ini disajikan dalam Gambar 5.

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 5 Perkembangan perilaku makan rusa timor percobaan: (a) perilaku investigatif (menyelidik); (b) perilaku sikap waspada; (c) perilaku

moving; (d) perilaku membaui; (e) perilaku memakan pakan silase Hasil pengamatan lebih lanjut ternyata rusa timor menunjukkan perilaku memilih (selektif) dalam mengkonsumsi jenis pakan silase yang diberikan yang mengindikasikan urutan tingkat kesukaan (palatabilitas) rusa timor terhadap jenis pakan silase. Secara berulang rusa timor menunjukkan perilaku makan dengan terlebih dahulu memakan silase rumput gajah, kemudian silase batang pisang, lalu terakhir silase jerami padi. Artinya rusa timor cenderung lebih suka terhadap silase rumput gajah dan silase batang pisang dibandingkan dengan silase jerami padi. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa rusa timor tidak memperlihatkan gejala adanya gangguan metabolisme seperti adanya diare atau kelainan pada fesesnya, sehingga secara fisiologis konsumsi silase tidak berefek negatif pada rusa timor.

(35)

Gambar 6 Fluktuasi rataan jumlah konsumsi pakan silase dalam bahan kering (SRG: silase rumput gajah; SJP: silase jerami padi; SBP: silase batang pisang)

Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa sebagian besar alokasi waktu rusa timor dalam penelitian ini digunakan untuk aktivitas ingesti atau makan-minum sebagai aktivitas utama untuk memenuhi kebutuhan hidup (energi). Secara umum baik rusa timor jantan maupun rusa timor betina melakukan aktivitas

ingesti lebih banyak pada pagi dan sore hari, sedangkan pada siang hari lebih banyak waktu digunakan untuk istirahat. Hasil pengamatan ini sama dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Garsetiasih & Sutrisno (1997), Lelono (2003) dan Wirdateti et al. (2005). Aktivitas istirahat biasanya dilakukan sebagai aktivitas yang menyelingi aktivitas makan, yang dilakukan dengan duduk atau berbaring sambil memamahbiak yaitu paling sering dilakukan antara jam 13.00-17.00 WIB. Setelah makan rusa timor sering kali berbaring dan segera mengunyah, menelan dan memuntahkan kembali (regurgitasi) makanan berulang-ulang ke dalam rongga mulut kemudian dikunyah kembali. Hal ini berlangsung berulangkali. Aktivitas lainnya yang menyertai aktivitas makan adalah bergerak (moving) untuk berpindah dari tempat pakan yang satu ke tempat pakan lainnya. Selain itu di sela-sela aktivitas ingesti dan istirahat, rusa timor juga melakukan aktivitas membersihkan diri (grooming) dengan cara menjilati bagian tubuhnya untuk menghilangkan kotoran yang melekat di bagian tubuhnya.

Pada malam hari aktivitas ingesti juga berlangsung, tetapi tidak begitu aktif. Secara relatif terdapat perbedaan alokasi waktu yang digunakan untuk aktivitas

ingesti di antara rusa timor jantan dan rusa timor betina. Dalam pengamatan terlihat rusa timor betina relatif menggunakan waktu untuk aktivitas ingesti lebih lama dibanding rusa timor jantan baik pada pagi maupun sore hari. Dalam penelitian ini ditunjukkan dengan proporsi rataan jumlah konsumsi harian rusa timor betina terhadap berat badan lebih tinggi dibanding rusa timor jantan, yaitu sebesar 15.31% (bahan segar) atau 3.83% (bahan kering). Hasil penelitian ini selaras dengan yang dilaporkan oleh Ishak (1996).

Berdasarkan fenomena tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa rusa timor di penangkaran Tahura Wan Abdul Rachman Lampung memberikan respon

(36)

20

perilaku makan yang positif terhadap pemberian pakan alternatif berupa pakan silase. Pakan silase juga tidak menimbulkan gangguan metabolisme pada rusa timor sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu pakan alternatif dalam rangka pengkayaan pakan rusa timor di penangkaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rusa timor cenderung menyukai pakan yang biasa disukai oleh sapi, domba dan kambing, serta kembali mempertegas tentang rusa timor sebagai salah satu jenis satwa yang dikenal mudah beradaptasi terhadap perubahan pakan, sebagaimana pendapat Semiadi & Nugraha (2004).

Palatabilitas dan Konsumsi Pakan Silase

Palatabilitas merupakan hasil keseluruhan dari faktor-faktor yang menentukan suatu bahan pakan sampai pada tingkat menarik bagi satwa, dan beberapa ahli menganggap bahwa palatabilitas merupakan suatu aspek makan yang lebih menentukan dari pada nilai gizi bahan pakan (McIlroy 1964). Lebih lanjut Kartadisastra (1997) menyatakan bahwa palatabilitas merupakan sifat performansi bahan pakan sebagai akibat dari keadaan fisik dan kimiawi yang dimiliki bahan pakan yang dicerminkan oleh organoleptiknya seperti kenampakan, bau, rasa (hambar, asin, manis, pahit), tekstur dan temperaturnya, yang menumbuhkan daya tarik dan merangsang satwa untuk mengkonsumsinya. Hasil analisis palatabilitas ketiga jenis silase sebagai pakan alternatif menunjukkan bahwa rusa timor lebih menyukai silase rumput gajah dibandingkan dengan silase batang pisang dan silase jerami padi dengan indeks palatabilitas seperti disajikan pada Tabel 6. Jenis pakan silase berpengaruh nyata (p=0.02) terhadap palatabilitas (Lampiran 2), selanjutnya uji beda nyata terkecil menunjukkan bahwa palatabilitas silase jerami padi (SJP) berbeda nyata dengan palatabilitas silase rumput gajah (SRG) dan silase batang pisang (SBP).

Tabel 6 Indeks palatabilitas dan rataan jumlah konsumsi pakan silase

Parameter Pakan Silase

SRG SJP SBP

Rataan jumlah konsumsi (kgBS/individu/hari) 1.23a 0.67a 1.10a

Rataan jumlah konsumsi (kgBK/individu/hari) 0.37a 0.58a 0.90a

Indeks palatabilitas 0.45a 0.14c 0.42ab

Proporsi rataan konsumsi terhadap BB dalam BS (%) 2.99a 1.66a 3.20a

Proporsi rataan konsumsi terhadap BB dalam BK (%) 0.90a 1.44a 2.67a

SRG: silase rumput gajah, SJP: silase jerami padi, SBP: silase batang pisang; BS: bahan segar, BK: bahan kering; BB: berat badan; nilai rataan dan nilai indeks yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada α=0.05.

(37)

pisang (6.33%) dan silase jerami padi (6.62%) juga berpengaruh terhadap tingginya palatabilitas silase rumput gajah, sebagaimana Sanh et al. (2002) yang menyatakan bahwa semakin tinggi aras protein suatu bahan pakan maka palatabilitasnya juga akan meningkat. Lebih lanjut Hidayat & Akbarillah (2009) menyatakan bahwa palatabilitas pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain yang paling berpengaruh adalah kandungan zat gizi, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pakan yang berkualitas biasanya mempunyai palatabilitas tinggi dan akan meningkatkan konsumsi pakan.

Tingginya palatabilitas silase rumput gajah diduga juga disebabkan oleh kebiasaan rusa timor yang selama ini sudah mengkonsumsi rumput gajah segar sebagai pakan yang disukai. Artinya silase rumput gajah yang diberikan relatif memiliki kenampakan warna, rasa dan tekstur yang tidak berbeda jauh dengan rumput gajah segar yang selama ini sudah dikonsumsi rusa timor percobaan. Secara fisik, tingginya palatabilitas silase rumput gajah dan silase batang pisang juga diduga karena ukuran kedua silase ini relatif lebih kecil dibanding silase jerami padi sebagaimana pernyataan Parakkasi (1995) bahwa ukuran fisik silase yang lebih kecil dapat meningkatkan konsumsi. Rendahnya palatabilitas dan konsumsi silase jerami padi juga diduga disebabkan jerami padi yang bersifat voluminous. Dengan kalimat lain dapat dinyatakan bahwa silase yang berukuran lebih kecil lebih disukai rusa timor (palatabel) dibanding silase yang bersifat voluminous.

Hasil analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa rataan jumlah konsumsi pakan silase dalam bahan segar (p=0.19) dan bahan kering (p=0.08) tidak berbeda nyata (Lampiran 3 dan 4). Meskipun demikian, data Tabel 6 menunjukkan bahwa dalam bentuk konsumsi bahan segar (BS) maka rusa timor cenderung lebih banyak mengkonsumsi silase rumput gajah sebesar 1.23 kgBS/individu/hari, namun dilihat dari konsumsi bahan kering (BK) maka data menunjukkan rusa timor lebih banyak mengkonsumsi silase batang pisang yakni 0.90 kgBK/individu/hari. Tingginya rataan konsumsi bahan segar silase rumput gajah tetapi rendah pada kondisi bahan kering antara lain karena faktor tingginya kadar air pada pakan silase tersebut (76.53%) sehingga pada saat dikonversi ke dalam bahan kering menjadi paling rendah (0.37 kgBK/individu/hari). Hal ini menunjukkan bahwa silase jerami padi yang memiliki palatabilitas terendah juga memiliki tingkat konsumsi bahan segar yang terendah. Hasil analisis ini selaras dengan Parakkasi (1995), bahwa tingkat konsumsi suatu bahan pakan dapat disamakan dengan palatabilitas atau menggambarkan palatabilitas. Pendapat ini juga didukung oleh Arora (1989) dan Hidayat & Akbarillah (2009) yang menjelaskan bahwa palatabilitas suatu bahan pakan mempengaruhi tingkat konsumsi (voluntary feed intake).

(38)

22

dengan berat badan yang lebih rendah akan menghasilkan nilai proporsi yang lebih tinggi. Selain itu juga diduga disebabkan tingginya rataan jumlah konsumsi silase batang pisang dalam bahan kering, yaitu sebesar 0.90 kg/individu/hari.

Tingkat Konsumsi

Tingkat konsumsi (Voluntary Feed Intake) adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh satwa bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad libitum

(Parakkasi 1995), dan merupakan faktor penting yang akan menentukan aras, fungsi dan respon satwa serta penggunaan nutrien yang ada di dalam bahan pakan (van Soest 1994). Lebih lanjut Arora (1989) menyatakan bahwa jumlah konsumsi pakan merupakan salah satu tanda terbaik dari produktivitas satwa dan juga faktor esensial yang menjadi dasar untuk hidup dan menentukan produksi. Tingkat konsumsi dalam penelitian ini dihitung berdasarkan konsumsi pakan harian yang ditunjukkan oleh banyaknya rumput gajah segar dan pakan silase yang dikonsumsi oleh satu individu rusa timor. Rataan konsumsi harian rusa timor di penangkaran Tahura Wan Abdul Rachman Lampung sebesar 5.51 kgBS/individu atau 1.39 kgBK/individu. Lebih rendah dari hasil penelitian Kwatrina et al. (2011) pada rusa timor di penangkaran Hutan Penelitian Dramaga Bogor sebesar 6.4 kgBS/individu, tetapi lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Garsetiasih & Takandjanji (2006) pada rusa timor dewasa di penangkaran Kupang dan Bogor sebesar 5 kgBS/individu dan di penangkaran Sumbawa sebesar 4.42 kgBS/individu. Perbedaan jumlah konsumsi harian ini diduga karena adanya perbedaan jumlah dan spesifikasi rusa timor yang digunakan serta perbedaan jenis hijauan pakan yang diberikan.

(39)

Tabel 7 Rataan jumlah konsumsi rusa timor penelitian

Konsumsi BS (kg/individu/hari) 5.86a 5.06a 5.61a

Konsumsi BK (kg/individu/hari) 1.17a 1.33a 1.66a

Konsumsi PK (g/individu/hari) 62.50a 63.70a 71.30a

Konsumsi energi (kkal/individu/hari) 4441a 5008a 6615a

BS: bahan segar, BK: bahan kering, PK: protein kasar; nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada α=0.05.

Konsumsi bahan kering dapat dijadikan indikator untuk menentukan tingkat konsumsi nutrien. Konsumsi bahan kering berkorelasi positif dengan konsumsi bahan organik, protein kasar, dan energi bruto yaitu semakin tinggi konsumsi bahan kering semakin tinggi pula konsumsi bahan organik, protein kasar dan energi bruto atau sebaliknya (Siti et al. 2012). Rataan konsumsi protein kasar pada penelitian ini berkisar antara 62.50-71.30 g/individu/hari, sesuai dengan laporan Mukhtar (1996) bahwa total protein yang diperlukan rusa timor betina per hari adalah 69-70 g/individu, sedangkan untuk rusa timor jantan adalah 19-25 g/individu. Adapun untuk rataan konsumsi energi pada penelitian ini yakni 4441-6615 kkal ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan laporan Mukhtar (1996) sebesar 1908 kkal untuk rusa timor jantan dan 1907 kkal untuk rusa timor betina. Konsumsi energi ini digunakan untuk memenuhi keperluan metabolisme dan berbagai aktivitas rusa seperti berdiri, berlari, berjalan sejauh 1.63 km/hari, mencari makan, bermain dan memamah biak.

Konsumsi energi bruto rusa timor dalam penelitian ini belum mencerminkan ketepatan jumlah kebutuhan energinya, karena tidak semua energi bruto yang dikonsumsi oleh unit contoh diserap oleh tubuhnya, tetapi ada yang terbuang bersama ekskreta. Meskipun demikian, bila dibandingkan dengan hasil penelitian Mukhtar (1996), maka energi yang tersisa relatif tinggi yaitu sebesar 3091 kkal (61.85%) untuk rusa timor betina dan sebesar 4158.62 kkal (68.55%) untuk rusa timor jantan. Energi pakan yang tersisa ini digunakan untuk pertumbuhan, terlepas dalam bentuk panas dan sisa metabolisme yang terbuang melalui urin dan feses. Perbedaan tingkat konsumsi atau kebutuhan protein maupun energi seperti ditunjukkan di atas, pada dasarnya terkait dengan peningkatan kebutuhan rusa untuk berbagai aktivitasnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Siti et al. (2012) bahwa peningkatan ketersediaan dan keseimbangan nutrien terutama energi dan protein pada satwa pada dasarnya ditujukan untuk dapat memenuhi kebutuhan fisiologis satwa akan nutrien, baik untuk pertumbuhan mikroba rumen dan aktivitasnya merombak pakan maupun untuk berproduksi.

(40)

24

badan sampai maksimum dari 35% sampai 40% sejak satwa muda dan meningkat secara progresif (Lloyd 1991).

Tabel 8 Rataan jumlah konsumsi berdasarkan kelas umur

Parameter Rataan konsumsi (kg/ind/h)

BS BK

Rataan jumlah konsumsi rusa timor anak 5.14a 1.38a

Rataan jumlah konsumsi rusa timor muda 5.97a 1.39a

BS: bahan segar, BK: bahan kering; nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada α=0.05.

Rataan konsumsi bahan segar (p=0.35) dan bahan kering (p=0.32) menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara rusa timor jantan dan rusa timor betina (Lampiran 11-12). Meskipun demikian, data Tabel 9 menunjukkan bahwa rataan jumlah konsumsi harian rusa timor jantan lebih tinggi dibandingkan rusa timor betina, yaitu sebesar 5.98 kgBS/individu atau 1.57 kgBK/individu. Hasil analisis ini selaras dengan Novita et al. (2006) yang menyatakan bahwa perbedaan jenis kelamin menyebabkan perbedaan tingkat konsumsi. Selanjutnya dipertegas kembali oleh Lelono (2003), bahwa individu yang paling banyak beraktivitas adalah individu jantan sehingga membutuhkan lebih banyak energi dan berdampak terhadap tingginya tingkat konsumsi.

Tabel 9 Rataan jumlah konsumsi berdasarkan jenis kelamin

Parameter Rataan konsumsi (kg/ind/h)

BS BK

Rataan jumlah konsumsi rusa timor jantan 5.98a 1.57a

Rataan jumlah konsumsi rusa timor betina 5.27a 1.29a

BS: bahan segar, BK: bahan kering; nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada α=0.05.

Rataan konsumsi rusa timor pada penelitian ini adalah 14.55% (bahan segar) atau 3.72% (bahan kering) dari berat badan. Dalam bahan segar, maka nilai ini lebih rendah dari hasil penelitian Hasiholan (1995) pada rusa timor di alam, yaitu sebesar 19%. Hal ini diduga akibat perbedaan kondisi lingkungan antara di penangkaran dan di alam, yaitu di alam rusa timor memiliki ruang yang lebih luas untuk beraktivitas sehingga kebutuhan energinya lebih besar dan tingkat konsumsinya pun lebih tinggi. Sebaliknya pergerakan rusa timor di penangkaran relatif terbatas dan tidak sebebas di alam sehingga kebutuhan energi dan tingkat konsumsinya pun lebih rendah. Selanjutnya rendahnya aktivitas rusa timor di penangkaran berdampak terhadap berat badannya yang lebih besar dibandingkan berat badan rusa timor di alam, sehingga perbandingan tingkat konsumsi dengan berat badan yang lebih besar akan menghasilkan nilai proporsi yang lebih rendah. Nilai ini juga lebih rendah dari hasil penelitian Kwatrina et al. (2011) pada rusa timor di penangkaran Hutan Penelitian Dramaga sebesar 16.15%.

(41)

muda. Selanjutnya data Tabel 11 menunjukkan bahwa proporsi rataan konsumsi terhadap berat badan rusa timor betina lebih tinggi dibanding rusa timor jantan, yaitu sebesar 15.31% bahan segar atau 3.83% bahan kering, nilai ini lebih rendah dibanding hasil penelitian Kwatrina et al. (2011) pada rusa timor di penangkaran Hutan Penelitian Dramaga sebesar 17.55% (betina) dan 14.86% (jantan). Rataan konsumsi bahan kering rusa timor pada penelitian ini adalah 3.72% dari berat badan, dengan rincian rusa timor jantan dan betina sebesar 3.52% dan 3.83%. Hasil ini lebih tinggi dari standar yang dikemukakan oleh Dradjat (2002), yakni 3.39% untuk rusa timor jantan dan 2.72% untuk rusa timor betina. Tingginya nilai proporsi konsumsi pada rusa timor anak diduga disebabkan rendahnya rataan berat badan rusa timor anak dibanding rusa timor muda sehingga menghasilkan nilai proporsi yang lebih tinggi. Demikian juga dengan rusa timor betina yang rata-rata berat badannya lebih rendah dibanding rusa timor jantan.

Tabel 10 Proporsi rataan konsumsi terhadap BB berdasarkan kelas umur

Parameter BS BK

Proporsi rataan konsumsi rusa timor anak (%BB) 16.41a 4.43a

Proporsi rataan konsumsi rusa timor muda (%BB) 12.23a 2.85b

BS: bahan segar, BK: bahan kering; BB: berat badan; nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada α=0.05.

Tabel 11 Proporsi rataan konsumsi terhadap BB berdasarkan jenis kelamin

Parameter BS BK

Proporsi rataan konsumsi rusa timor jantan (%BB) 13.03a 3.52a

Proporsi rataan konsumsi rusa timor betina (%BB) 15.31a 3.83a

BS: bahan segar, BK: bahan kering; BB: berat badan; nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada α=0.05.

Gambar

Gambar 1  Kerangka pikir penelitian
Gambar 2  Bagan tahapan penelitian
Gambar 3  Bahan yang digunakan dalam pembuatan silase: (a) rumput gajah; (b)
Tabel 3  Kriteria penilaian kualitas fisik silase
+6

Referensi

Dokumen terkait

Mengingat bahan baku minyak dengan kandungan asam lemak tinggi jika digunakan sebagai bahan baku pada reaksi transesterifikasi yang berkatalis basa, maka asam lemal

Berdasarkan nilai koefisien penentuan (R 2 ), tampak bahwa pada kedua blok percobaan, pertumbuhan dan perkembangan larva serta imago L.huidobrensis memiliki pola

diolah untuk membangun model korelasi antara nilai cepat rambat gelombang ( v ) dengan kuat tekan (f’c) pada beton, Korelasi antara nilai. pantul ( R ) dengan

Pada prinsip-prinsip pemasaran, sikap merupakan evaluasi, perasaan, dan kecenderungan seseorang yang secara konsisten menyukai atau tidak menyukai suatu objek atau

Sistem enzim jaringan tubuh ternak tidak mampu menggunakan nitrogen anorganik (seperti amonia-N) untuk mensintesis protein selnya, dan ternak yang tidak mendapatkan keuntungan

Prosentase penyimpangan model dengan hasil pengamatan untuk keberangkatan penumpang SSK II Pekanbaru dapat dilihat pada tabel 6 dibawah ini : Tabel 6.. Model Kebutuhan

luas areal dan produksi tanaman kopi robusta rakyat pada tahun 2014. Penghasil kopi terbesar di Bondowoso terdapat

Grafik Rata-rata PSNR dari setiap metode pada semua masking Relatif Terhadap Jumlah Iterasi.. Grafik Rata-rata SSIM dari setiap metode pada semua masking Relatif Terhadap