• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman Coffea arabica L. Setelah Erupsi Abu Vukanik Gunung Sinabung di Kabupaten Karo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman Coffea arabica L. Setelah Erupsi Abu Vukanik Gunung Sinabung di Kabupaten Karo"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan. 2008. Kajian Peluang Bisnis Bagi Sepuluh Komoditi Unggulan di Sumatera Utara. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara. Medan.

Barasa, R. F. 2013. Dampak Debu Vulkanik Letusan Gunung Sinabung Terhadap Kadar Cu, Pb, dan B Tanah di Kabupaten Karo. J. Agroekotekno

1(4):1288-1297

BBPPTP. 2015. Laporan Serangan OPT Penting Perkebunan UPPT Tiga Pancur. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Sumatera Utara. Medan.

BPTP. 2013. Rekomendasi Kebijakan Mitigasi Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Sektor Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara. Medan.

Bustami, B. R. dan Hidayat, P. 2013. Analisis Daya Saing Produk Ekspor Provinsi Sumatera Utara. J. Eko. Keu 1(2), Januari 2013.

Departemen Pertanian. 2002. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Kopi. Departemen Pertanian. Jakarta

Dinas Informasi dan Informatika Kabupaten Karo. 2015. Potensi Perkebunan. http://www.karokab.go.id. 2015.[1 April 2015].

Krebs. 1978. Ecology. The Experimental Analysis of Distribution and Abudance. Third Edition. Harper and Row Publisher. New York dalam Rosalyn, I. 2007. Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Tanah Raja Perbaungan PT. Perkebunan Nuantara III. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Manurung, V. U. 2008. Penggunaan Brocap Trap Untuk Pengendalian Penggerek Buah Kopi Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae) Pada Tanaman Kopi. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Manurung, N. 2010. Ekologi Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei) Pada Tanaman Kopi Arabika (Coffea Arabica) di Kabupaten Pakpak Barat. Thesis. Universitas Sumatera Utara.Medan.

Michael P. 1995. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Tanaman Lapangan dan Laboratorium. Terjemahan Yanti R. Koester. UI Press. Jakarta dalam

(2)

Odum, E. P. 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Saunders. Philadelphia dalam

Rosalyn, I. 2007. Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Tanah Raja Perbaungan PT. Perkebunan Nuantara III. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Plantamor. 2015. Informasi Spesies Kopi, Coffea Arabica L.

http://www.plantamor.com [26 November 2015].

Pohlan, H. A. J. danJansen, M. J. J. 2011. Growth and Production of Ceffee. Soil, Plant Growth and Crop Production. Vol. III. Encylopedia of life Support Systems (EOLSS).

Prastowo, B., E. Karmawati, Rubijo, Siswanto, C. Indrawanto, S. Joni Munarso. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kopi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor.

Price, P.W. 1997. Insect Ecology. 3rd Ed. John Wiley & Sons, Northern Arizona University, New York. 661 pp. dalam Sianipar, M. S. 2006. Keanekaragaman dan Kelimpahan Populasi Serangga Hama dan Serangga

Musuh Alami Pada Budidaya Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus (Jacq. Ex Fr.) Kummer). Penelitian Mandiri.

Universitas Padjadjaran. Jatinangor

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2013. Program Pelatihan Tahun 2013. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember

Putri, A. C. 2015. Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Sosial Ekonomi Petani Kopi di Desa Kinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Rahayu, S., A. Setiawan. E. A. Husaeni dan S. Suyanto. 2006. Biological Control of Black Twig Borer Xylosandrus compactus in Multistrata Coffee Agroforestry: A Case Study From Sumberjaya District, West Lampung. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rosalyn, I. 2007. Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Tanah Raja Perbaungan PT. Perkebunan Nuantara III. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Saragih, A. 2008. Indeks Keragaman Jenis Serangga Pada Tanaman Stroberi (Fragaria sp.) di Lapangan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. Situmorang, T. S. 2013. Kopi Sigarar Utang dari Sumatera Utara. Balai Besar

Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP). Medan

(3)

Suin, N. M. 1997. Ekologi Hewan. Bumi Aksara. Jakarta dalam Saragih, A. 2008. Indeks Keragaman Jenis Serangga Pada Tanaman Stroberi (Fragaria sp.) di Lapangan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Tambunan, G. R. 2013. Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Helvetia PT. Perkebunan Nusantara II. J. Agrotekno.1(4):1081-1091.

(4)

BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di perkebunan kopi milik rakyat di 3 desa

di Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo dan 1 desa Kabupaten Dairi,

Sumatera Utara pada ketinggian ± 1300 m di atas permukaan laut dan identifikasi

serangga dilakukan di Laboratorium Hama Penyakit Tumbuhan, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan Juli sampai Oktober

2015

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lahan tanaman kopi

yang telah berbuah, imago serangga yang tertangkap, air bersih, detergen, plastik

transparan, kertas warna kuning, cup plastik, lem perekat, tissue, tali plastik,

kertas karton, formalin dan alkohol 70%.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah stoples, botol kecil,

mikroskop, jaring serangga atau sweeping net, pit fall trap, hekter, pinset, gunting,

kalkulator, kamera, jarum suntik, sekop, buku acuan identifikasi yaitu Kalshoven

(1981), Borror dkk (1996) dan alat tulis.

Pelaksanaan Penelitian

Penentuan Lokasi Pengamatan

Pengambilan lokasi sampel dilakukan pada pertanaman kopi milik

masyarakat yang berada pada 4 desa terkena erupsi dengan 2 petak pengamatan

pada masing-masing desa. Sebagai daerah pembanding, dilakukan pengamatan

pada lahan tidak kena erupsi di Desa Lae Parira, Kec. Lae Parira, Kabupaten

(5)

1. Desa Lingga, 2 lahan pengamatan masing dengan luas 0,25 Ha dengan jumlah

populasi tanam 200-250 pohon/lahan.

2. Desa Perteguhan, 2 lahan pengamatan masing dengan luas 0,25 Ha dengan

jumlah populasi tanam 200-250 pohon/petak.

3. Desa Ndokumsiroga, 2 lahan pengamatan masing dengan luas 0,25 Ha dengan

jumlah populasi tanam 200-250 pohon/petak.

4. Desa Lae Parira, 2 lahan pengamatan masing dengan luas 0,25 Ha dengan

jumlah populasi tanam 200-250 pohon/petak.

Jumlah pohon yang akan digunakan sebagai tanaman sampel pada

masing-masing lahan adalah 25 pohon sampel/petak pengamatan.

Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel yang dilakukan sebanyak empat kali pengambilan

dengan menangkap serangga yang tertangkap pada pertanaman kopi yang telah

berbuah dan dikumpulkan dalam jumlah sebanyak mungkin. Yang menjadi

sampel pengamatan adalah serangga dewasa (imago) dari serangga di pertanaman

kopi.

Penangkapan serangga dilakukan dengan menggunakan berbagai

perangkap, yaitu sebagai berikut : perangkap jaring (sweeping net), perangkap jatuh (pit fall trap) untuk menangkap serangga yang hidup di atas permukaan tanah, perangkap kuning (yellow trap), dan handpicking yaitu mengambil langsung serangga yang terdapat pada dua puluh lima pohon sampel. Penentuan

pohon sampel dilakukan dengan memilih lima pohon yang berada disekitar

(6)

Perangkap Jaring (Sweep Net)

Perangkap jaring (sweep net) terbuat dari bahan ringan dan kuat seperti kain kasa, mudah diayunkan dan serangga yang tertangkap dapat terlihat.

Pengambilan sampel pada lahan pertanaman kopi dilakukan dengan sepuluh kali

pengayunan secara diagonal pada setiap lahan pertanaman. Serangga yang

tertangkap kemudian dikumpulkan, lalu dimasukkan kedalam wadah

penyimpanan sampel untuk diidentifikasi dan dihitung. Penangkapan serangga

dilakukan pada pagi pukul 07.00 - 09.00 atau sore hari pukul 17.00 - 18.00.

Penangkapan dilakukan satu kali seminggu dengan rentang waktu penangkapan

tujuh hari dari penangkapan sebelumnya.

Gambar 7. Perangkap Jaring (Sweep Net) (Sumber : Foto Langsung)

Perangkap Jatuh (Pit Fall Trap)

Perangkap jatuh (Pit Fall Trap) digunakan untuk menangkap serangga yang hidup diatas permukaan tanah. Perangkap ini dibuat dari cup plastik,

kemudian kedalam cup plastik tersebut dimasukkan air jernih yang telah dicampur

dengan deterjen. Cup tersebut dimasukkan kedalam tanah hingga rata dengan

permukaan tanah yang diletakkan selama tiga hari pada keempat sisi lahan dan

(7)

hujan datang air tidak memenuhi cup tersebut sehingga serangga yang tertangkap

tidak keluar. Serangga yang jatuh kedalam cup tersebut dikumpulkan, dihitung

dan dimasukkan kedalam botol kocok untuk diidentifikasi.

Gambar 8. Perangkap Jatuh (Pit Fall Trap) (Sumber : Foto Langsung)

Perangkap Kuning (Yellow Trap)

Perangkap ini terbuat dari kertas berwarna kuning yang berukuran 30 cm x

20 cm yang diolesi dengan lem perekat. Perangkap ini diletakan pada keempat sisi

lahan pertanaman kopi sesuai arah mata angin, yang pasang pada pagi hari dan

diletakkan selama tiga hari. Serangga yang diperoleh pada perangkap ini

dikumpulkan, diidentifikasi, dan dihitung.

Gambar 9. Perangkap Kuning (Yellow Trap) (Sumber : Foto Langsung)

Mengambil Serangga Secara Langsung (Handpicking)

(8)

masing-masing pohon sampel yaitu dengan mengambil buah yang terserang dan

serangga yang terdapat pada tanaman sampel secara langsung. Serangga yang

diperoleh dikumpulkan, dan dimasukkan kedalam wadah penyimpanan untuk

diidentifikasi dan dihitung.

Gambar 10. Handpicking

(Sumber : Foto Langsung)

Identifikasi Serangga

Serangga yang tertangkap dari lapangan ada yang dapat diindentifikasi

secara langsung dan ada yang belum dapat diidentifikasi secara langsung.

Serangga yang belum diidentifikasi, dilakukan identifikasi di Laboratorium Hama

Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Identifikasi

dilakukan sampai pada tingkat family.

Peubah Amatan

1. Jumlah dan jenis serangga tertangkap

Serangga yang tertangkap dikumpulkan, diidentifikasi dan dihitung sesuai

dengan kelompok family masing-masing setiap serangga pada setiap pengamatan.

2. Nilai Kerapatan Mutlak, Kerapatan Relatif, Frekuensi Mutlak, Frekuensi

Relatif pada setiap pengamatan.

Dengan diketahuinya jumlah populasi serangga tertangkap yang telah

(9)

frekuensi mutlak, frekuensi relative pada setiap pengamatan.

3. Nilai indeks keanekaragaman jenis serangga

Setelah jumlah serangga yang tertangkap pada setiap pengamatan

diketahui, maka dihitung nilai indeks keanekaragaman pada masing-masing

pengamatan dengan menggunakan rumus indeks Shanon-Weiner (H).

Metode Analisa Data

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, yaitu melakukan

pengambilan sampel serangga pada lahan tanaman kopi yang terkena erupsi abu

vulkanik Gunung Sinabung dan pada lahan yang tidak terkena erupsi. Serangga

yang diperoleh pada setiap penangkapan kemudian diidentifikasi dan dihitung

kemudian dianalisis sebagai berikut:

Kerapatan Mutlak (KM) suatu jenis serangga:

Kerapatan mutlak menunjukkan jumlah serangga yang ditemukan pada

habitat yang dinyatakan secara mutlak (Purba, 2010).

Kerapatan Relatif (KR) suatu jenis serangga KR = X 100%

KR = X 100% (Suin, 1997 dalam Saragih, 2008).

Frekuansi Mutlak (FM) suatu jenis serangga:

Frekuensi mutlak menunjukkan jumlah kesering hadiran suatu serangga

tertentu yang ditemukan pada habitat tiap pengamatan yang dinyatakan secara

mutlak (Purba, 2010).

Frekuensi Relatif (FR) suatu jenis serangga:

KM

∑ KM

(10)

Frekuensi relatif menunjukkan keseringhadiran suatu jenis serangga pada

habitat dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut

(Purba, 2010).

FR = X 100%

FR = X 100% (Suin, 1997 dalam Saragih, 2008).

Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga

Indeks keanekaragaman merupakan suatu penggambaran secara matematik

untuk mempermudah dalam menganalisis informasi mengenai jumlah jenis

indvidu serta berapa banyak jumlah jenis individu yang ada dalam suatu area

(Tambunan, 2013). Untuk membandingkan tinggi rendahnya keanekaragaman

jenis serangga yaitu keanekaragaman jenis serangga hama dan musuh alami

digunakan indeks Shanon-Weiner (H) dengan rumus:

H´ = – ∑pi ln pi pi =

dimana : H´ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Weaver

pi = Proporsi jumlah individu ke-1 dengan jumlah total individu ni = Spesies ke-i

N = Jumlah total individu (Price, 1997 dalam Sianipar, 2006). Dengan kriteria indeks keanekaragaman menurut Krebs (1978) sebagai

berikut:

H > 3 = Tinggi

H < H < 3 = Sedang

H < 1 = Rendah (Rosalyn, 2007). s

i=1

ni N

FM

∑ FM

(11)

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah dan Jenis Serangga yang Tertangkap

Hasil pengamatan serangga yang tertangkap pada 6 lahan pertanaman kopi

dari 3 desa yang diketahui terkena erupsi abu vulkanik Gunung Sinabung terdiri

dari 11 ordo dan 34 family dengan jumlah populasi serangga sebesar 4011 ekor,

sedangkan pada lahan yang tidak terkena erupsi abu vulkanik serangga yang

tertangkap terdiri dari 11 Ordo dan 40 family dengan jumlah populasi serangga

sebesar 3079 ekor. Hasil tangkapan dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 4. Jumlah dan Jenis Serangga yang Tertangkap

Ordo Famili

Lahan Terkena Erupsi Abu Vulkanik

Lahan Tidak Terkena Erupsi Abu Vulkanik Pengamatan

Total Pengamatan Total I II III IV I II III IV

Hemiptera

Corixidae 9 3 5 0 17 4 0 4 0 8

Pentatomidae 1 2 2 0 5 9 6 5 9 29

Reduviidae 2 0 1 0 3 9 3 4 7 23

Hymenoptera

Braconidae 22 18 19 5 64 29 41 15 16 101

Eulophidae 0 0 0 0 0 2 0 0 3 5

Formicidae 139 45 30 43 257 371 301 179 205 1056

Halictidae 0 0 0 0 0 25 10 4 18 57

Ichneumonidae 49 23 61 17 150 37 23 18 9 87

Pompilidae 27 32 13 17 89 21 19 4 7 51

Vespidae 22 13 6 7 48 19 14 4 10 47

Diptera

Agromyzidae 0 1 0 1 2 15 7 3 1 26

Bombylidae 0 0 0 0 0 2 3 2 2 9

Culicidae 0 0 0 0 0 3 1 2 3 9

Luciliae 14 3 0 5 22 10 1 0 0 11

Muscidae 523 190 159 55 927 19 6 4 4 33

Neriidae 34 29 33 21 117 7 4 3 0 14

Sciaridae 2 4 1 1 8 11 3 1 1 16

Tachinidae 46 19 20 14 99 37 19 22 18 96

Tephritidae 892 231 450 189 1762 275 201 270 118 864

Tipulidae 1 0 1 0 2 9 11 1 0 21

Homoptera

Cicadellidae 0 0 0 0 0 33 13 5 1 52

Coccidae 34 20 11 5 70 18 5 19 5 47

Delphacidae 0 0 0 0 0 4 7 5 6 22

Lepidoptera

Cossidae 1 0 1 1 3 2 5 0 0 7

Noctuidae 1 1 0 0 2 10 7 3 6 26

Papilionidae 1 0 0 1 2 5 5 3 1 14

Coleoptera

Chrysomelidae 5 7 3 3 18 7 4 3 0 14

Coccinellidae 18 27 12 14 71 4 0 1 3 8

Geotrupidae 1 0 1 1 3 7 2 4 0 13

Scarabidae 24 13 17 9 63 22 17 9 15 63

Scolytidae 33 29 17 21 100 39 28 21 29 117

(12)

Hasil pengamatan menunjukkan jumlah serangga yang paling banyak

tertangkap pada lahan terkena erupsi adalah family tephritidae dari ordo diptera

yang berjumlah 1762 ekor yang dinominasi spesies lalat buah. Hal ini dikarenakan

sebelum ditanam kopi, pada lahan tersebut ditanam jeruk yang akhirnya

dikonversi menjadi pertanaman kopi akibat adanya serangan lalat buah. Hal ini

menunjukkan bahwa tanaman sebelumnya berperan dalam menentukan

keberadaan jenis serangga pada suatu tempat.

Dari hasil pengamatan pada lahan terkena erupsi diketahui bahwa jumlah

serangga yang paling sedikit tertangkap terdiri dari 5 family yaitu agromyzidae,

gryllotalpidae, noctuidae, papilionidae dan tipulidae yang tergolong dalam 3 ordo.

Hal ini dikarenakan sistem tanam yang monokultur pada lahan sehingga serangga

sulit menemukan sumber makanan yang sesuai dan adanya erupsi abu vulkanik

yang menyebabkan lingkungan bagi serangga tersebut tidak sesuai. Hal ini sesuai

dengan Krebs (1978) yang menyatakan semakin heterogen suatu lingkungan fisik

semakin kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat tersebut dan semakin

tinggi keragaman jenisnya.

Hasil pengamatan pada lahan yang tidak terkena erupsi menunjukkan

jumlah serangga yang paling banyak tertangkap adalah family formicidae dari

ordo hymenoptera yang berjumlah 1056 ekor yang didominasi spesies semut Orthoptera

Acrididae 4 1 0 3 8 7 9 9 0 25

Gryllidae 3 2 4 0 9 3 3 1 1 8

Gryllotalpidae 0 1 0 1 2 2 3 3 1 9

Tettigonidae 7 7 8 4 26 1 2 2 0 5

Odonata Ghomphidae 0 1 0 5 6 6 7 5 2 20

Dermaptera Chelisachidae 0 0 1 2 3 2 8 5 1 16

Blatodea Blattellidae 0 2 0 3 5 9 6 7 0 22

Isoptera Rhinotermitidae 0 5 12 3 20 5 3 6 0 14

(13)

hitam. Hal ini dikarenakan banyaknya bahan organik pada lahan terutama bahan

organik pada permukaan tanah.

Pada lahan yang tidak terkena erupsi menunjukkan jumlah serangga yang

paling sedikit tertangkap adalah family eulophidae dari ordo hymenoptera dan

tettigonidae dari ordo diptera dengan jumlah yang tertangkap pada masing-masing

family 5 ekor. Hal ini dikarenakan pada lahan tersebut lebih banyak jenis tanaman

yang dibudidayakan dibandingkan dengan lahan yang terkena erupsi. Hal ini

sesuai dengan Krebs (1978) yang menyatakan semakin heterogen suatu

lingkungan fisik semakin kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat

tersebut dan semakin tinggi keragaman jenisnya.

Jumlah serangga yang tertangkap pada lahan yang terkena erupsi setiap

penangkapan berbeda-beda. Serangga yang paling banyak tertangkap yaitu pada

penangkapan pertama dan ketiga. Hal ini dikarenakan pada penangkapan yang

kedua dan keempat kembali terjadi erupsi abu vulkanik, abu yang jatuh keatas

permukaan tanah mengandung unsur sulfur yang dapat menguraikan zat kitin pada

serangga yang menyebabkan serangga yang aktif bergerak sedikit. Setelah erupsi

penangkapan yang ketiga meningkat dari penangkapan yang kedua dan kembali

menurun pada penangkapan yang keempat karena kembali terjadi erupsi abu

vulkanik.

Penangkapan serangga pada lahan yang tidak terkena erupsi abu vulkanik

juga berbeda-beda. Hal ini dikarenakan kondisi ekosistem tidak selalu sama yang

dipengaruhi curah hujan. Jumlah serangga terbanyak yang tertangkap yaitu pada

penangkapan pertama dengan jumlah 1109 ekor dan mengalami penurunan

(14)

yang aktif terbang ataupun bergerak sedikit.

Dari empat cara penangkapan yang dilakukan, jenis serangga yang paling

banyak tertangkap pada perangkap kuning (yellow trap) dan paling sedikit pada perangkap jatuh (pit fall trap). Hal ini dikarenakan serangga pada umumnya lebih tertarik pada gelombang cahaya warna kuning yang dipantulkan dari perangkap

kuning sehingga mendekati perangkap kuning yang telah diberi perekat dan

akhirnya melekat di perangkap.

Pengamatan terhadap jumlah serangga yang terdapat lahan yang terkena

erupsi abu vulkanik dan lahan yang tidak terkena abu vulkanik dapat

dikelompokkan berdasarkan jenis serangga dengan interaksi yang terjadi dapat

dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 5. Serangga Pengganggu Tanaman (Hama) yang diperoleh dari hasil perangkap

Ordo Famili Lahan Terkena Erupsi Abu Vulkanik

Lahan Tidak Terkena Erupsi Abu Vulkanik

Hemiptera Corixidae 17 8

Pentatomidae 5 29

Diptera

Agromyzidae 2 26

Culicidae 0 9

Muscidae 927 33

Neriidae 117 14

Sciaridae 8 16

Tephritidae 1762 864

Homoptera

Cicadellidae 0 52

Coccidae 70 47

Delphacidae 0 22

Lepidoptera Cossidae 3 7

Noctuidae 2 26

Coleoptera

Chrysomelidae 18 14

Scarabidae 63 63

Scolytidae 100 117

Tenebrionidae 8 14

Orthoptera

Acrididae 8 25

Gryllidae 9 8

Gryllotalpidae 2 9

Tettigonidae 26 5

Blatodea Blattellidae 5 22

Isoptera Rhinotermitidae 20 14

(15)

Serangga hama pada lahan yang terkena erupsi abu vukanik terdapat dari 8

ordo dalam 20 famili dan pada lahan tidak terkena abu vulkanik di atas permukaan

tanah terdapat 8 ordo dalam 23 famili. Jumlah serangga tertinggi terdapat pada

ordo diptera dan famili Tephritidae dengan jumlah serangga 1762 ekor pada lahan

yang terkena erupsi dan 864 pada lahan yang tidak terkena erupsi.Hasil penelitian

menunjukkan bahwa jumlah populasi hama yang terdapat pada lahan terkena

erupsi lebih banyak yaitu 3172 ekor dari pada lahan yang tidak terkena erupsi

yang berjumlah 1444 ekor, akan tetapi jenis serangga hama lebih sedikit dari pada

jenis serangga hama pada lahan yang terdapat pada lahan yang tidak terkena

erupsi.

Tabel 6. Musuh Alami yang diperoleh dari hasil perangkap.

Jumlah serangga musuh alami yang terdapat pada lahan terkena erupsi

1858 ekor yang terbagi pada 6 ordo dan 14 famili dan pada lahan yang tidak

terkena erupsi terbagi dalam 6 ordo dan 16 famili. Jumlah serangga tertinggi

terdapat pada ordo Formicidae dengan jumlah serangga 257 ekor dan 1056 pada

lahan yang tidak terkena erupsi. Jumlah populasi serangga musuh alami tertinggi

Ordo Famili Lahan Terkena Erupsi Abu VulkanikLahan Tidak Terkena Erupsi Abu Vulkanik

Hemiptera Reduviidae 3 23

Hymenoptera

Braconidae 64 101

Eulophidae 0 5

Formicidae 257 1056

Halictidae 0 57

Ichneumonidae 150 87

Pompilidae 89 51

Vespidae 48 47

Diptera

Bombylidae 0 9

Luciliae 22 11

Neriidae 117 14

Tachinidae 99 96

Tipulidae 2 21

Coleoptera Coccinellidae 71 8

Odonata Ghomphidae 6 20

Dermaptera Chelisachidae 3 16

(16)

terdapat pada lahan yang terkena erupsi dengan jumlah 1858 ekor dibandingkan

pada lahan yang tidak terkena erupsi yaitu 1655 ekor.

Jenis serangga hama dan musuh alami pada lahan yang tidak terkena

erupsi lebih beragam dari pada lahan yang terkena erupsi walaupun jumlah

populasi serangga lebih sedikit bila dibandingkan dengan populasi serangga pada

lahan yang terkena erupsi. Hal ini disebabkan selain adanya pengaruh erupsi yang

menekan musuh alami yang terdapat lahan pada lahan sehingga serangga hama

meningkat dan menarik musuh alami dari tempat lain untuk dating dan terdapat

juga heterogenitas pada lahan yang berbeda pada masing-masing lahan. Hal ini

sesuai dengan Krebs (1978) yang menyatakan semakin heterogen suatu

lingkungan fisik semakin kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat

tersebut dan semakin tinggi keragaman jenisnya.

Nilai Kerapatan Mutlak, Kerapatan Relatif, Frekuensi Mutlak, Frekuensi Relatif Pada Lahan

Nilai kerapatan mutlak, kerapatan relatif, frekuensi mutlak, frekuensi

relatif setiap penangkapan serangga yang tertangkap pada lahan pertanaman kopi

yang terkena erupsi dan lahan tidak terkena erupsi dapat diketahui dari Tabel 7.

Dari table 7 dapat diketahui bahwa nilai kerapatan mutlak dan kerapatan

relatif tertinggi pada lahan terkena erupsi abu vulkanik terdapat pada family

tephritidae dengan nilai KM = 1762 dan KR = 43.92919 % sedangkan yang

terendah terdapat pada family agromyzidae, gryllotalpidae, noctuidae,

papilionidae dan tipulidae dengan nilai KM = 2 dan KR = 0,049863%. Hal ini

disebabkan karna family tephritidae pada lahan pengamatan adalah family paling

banyak tertangkap dan family yang sedikit tertangkap adalah family agromyzidae,

(17)

(2010) yang menyatakan bahwa kerapatan mutlak menunjukkan jumlah serangga

yang ditemukan pada habitat yang dinyatakan secara mutlak.

Tabel 7. Nilai KM, KR, FM, FR Pada Lahan

Dari tabel dapat diketahui bahwa nilai frekuensi mutlak dan frekuensi relatif

tertinggi pada lahan terkena erupsi abu vulkanik terdapat pada family Vespidae,

Ordo Famili Lahan Terkena Erupsi Abu VulkanikLahan Tidak Terkena Erupsi Abu Vulkanik

KM KR (%) FM FR (%) KM KR (%) FM FR (%)

Hemiptera

Corixidae 17 0.423834 3 2.654867 8 0.259825 2 1.408451

Pentatomidae 5 0.124657 3 2.654867 29 0.941864 4 2.816901

Reduviidae 3 0.074794 2 1.769912 23 0.746996 4 2.816901

Hymenoptera

Braconidae 64 1.595612 4 3.539823 101 3.280286 4 2.816901

Eulophidae 0 0 0 0 5 0.16239 2 1.408451

Formicidae 257 6.40738 4 3.539823 1056 34.29685 4 2.816901

Halictidae 0 0 0 0 57 1.85125 4 2.816901

Ichneumonidae 150 3.739716 4 3.539823 87 2.825593 4 2.816901

Pompilidae 89 2.218898 4 3.539823 51 1.656382 4 2.816901

Vespidae 48 1.196709 4 3.539823 47 1.52647 4 2.816901

Diptera

Agromyzidae 2 0.049863 2 1.769912 26 0.84443 4 2.816901

Bombylidae 0 0 0 0 9 0.292303 4 2.816901

Culicidae 0 0 0 0 9 0.292303 4 2.816901

Luciliae 22 0.548492 3 2.654867 11 0.357259 2 1.408451

Muscidae 927 23.11144 4 3.539823 33 1.071777 4 2.816901

Neriidae 117 2.916978 4 3.539823 14 0.454693 3 2.112676

Sciaridae 8 0.199452 4 3.539823 16 0.519649 4 2.816901

Tachinidae 99 2.468212 4 3.539823 96 3.117895 4 2.816901

Tephritidae 1762 43.92919 4 3.539823 864 28.06106 4 2.816901

Tipulidae 2 0.049863 2 1.769912 21 0.68204 3 2.112676

Homoptera

Cicadellidae 0 0 0 0 52 1.68886 4 2.816901

Coccidae 70 1.745201 4 3.539823 47 1.52647 4 2.816901

Delphacidae 0 0 0 0 22 0.714518 4 2.816901

Lepidoptera

Cossidae 3 0.074794 3 2.654867 7 0.227347 2 1.408451

Noctuidae 2 0.049863 2 1.769912 26 0.84443 4 2.816901

Papilionidae 2 0.049863 2 1.769912 14 0.454693 4 2.816901

Coleoptera

Chrysomelidae 18 0.448766 4 3.539823 14 0.454693 3 2.112676

Coccinellidae 71 1.770132 4 3.539823 8 0.259825 3 2.112676

Geotrupidae 3 0.074794 3 2.654867 13 0.422215 3 2.112676

Scarabidae 63 1.570681 4 3.539823 63 2.046119 4 2.816901

Scolytidae 100 2.493144 4 3.539823 117 3.799935 4 2.816901

Tenebrionidae 8 0.199452 4 3.539823 14 0.454693 3 2.112676

Orthoptera

Acrididae 8 0.199452 3 2.654867 25 0.811952 3 2.112676

Gryllidae 9 0.224383 3 2.654867 8 0.259825 4 2.816901

Gryllotalpidae 2 0.049863 2 1.769912 9 0.292303 4 2.816901

Tettigonidae 26 0.648217 4 3.539823 5 0.16239 3 2.112676

Odonata Ghomphidae 6 0.149589 2 1.769912 20 0.649562 4 2.816901

Dermaptera Chelisachidae 3 0.074794 2 1.769912 16 0.519649 4 2.816901

Blatodea Blattellidae 5 0.124657 2 1.769912 22 0.714518 3 2.112676

Isoptera Rhinotermitidae 20 0.498629 3 2.654867 14 0.454693 3 2.112676

(18)

braconidae, formicidae, ichneumonidae, pompilidae, muscidae, neriidae,

tettigonidae, tachinidae, tephritidae, coccidae, sciaridae, chrysomelidae,

coccinellidae, scarabidae, scolytidae, tenebrionidae dengan nilai FM = 4 dan FR =

3.539823%. Nilai tersebut karena serangga tersebut sering hadir dalam lahan

pengamatan dan penyebaran serangga tersebut luas di daerah lahan pertanaman

kopi. Hal ini sesuai dengan Purba (2010) yang menyatakan bahwa frekuensi

relatif menunjukkan keseringhadiran suatu jenis serangga pada habitat dan dapat

menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut.

Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa nilai frekuensi mutlak dan

frekuensi relatif terendah pada lahan terkena erupsi abu vulkanik terdapat pada

family reduviidae, agromyzidae, tipulidae, noctuidae, papilionidae, gryllotalpidae,

ghomphidae, chelisachidae, blattellidae dengan nilai FM = 2 dan FR =

1.769912%. Nilai yang rendah disebabkan karena serangga tersebut jarang hadir

pada lahan pengamatan dan penyebaran serangga tersebut tidak luas pada lahan

pengamatan. Hal ini sesuai dengan Purba (2010) yang menyatakan bahwa

frekuensi relatif menunjukkan keseringhadiran suatu jenis serangga pada habitat

dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut.

Pada pengamatan lahan yang tidak terkena erupsi sinabung diketahui bahwa

nilai kerapatan mutlak dan kerapatan relatif tertinggi adalah family formicidae

dengan nilai KM = 1056 dan KR = 34, 29685 % sedangkan nilai yang terendah

adalah family eulophidae dan tettigonidae dengan nilai KM = 5 dan KR =

1,408%. Hal disebabkan karena family formicidae adalah family yang paling

banyak tertangkap dan yang paling sedikit tertangkap adalah family eulophidae

(19)

kerapatan mutlak menunjukkan jumlah serangga yang ditemukan pada habitat

yang dinyatakan secara mutlak

Pada lahan tidak terkena erupsi abu vulkanik diketahui bahwa nilai

frekuensi mutlak dan frekuensi relatif tertinggi terdapat pada family Vespidae,

pentatomidae, reduviidae, braconidae, formicidae, halictidae, ichneumonidae,

pompilidae, agromyzidae, bombylidae, culicidae, muscidae, tachinidae,

tephritidae, cicadellidae, coccidae, delphacidae, noctuidae, papilionidae, sciaridae,

scarabidae, scolytidae, gryllidae, gryllotalpidae, ghomphidae, chelisachidae

dengan nilai FM = 4 dan FR = 3.539823%. Nilai tersebut karena serangga tersebut

sering hadir dalam lahan pengamatan dan penyebaran serangga tersebut luas di

daerah lahan pertanaman kopi. Hal ini sesuai dengan Purba (2010) yang

menyatakan bahwa frekuensi relatif menunjukkan keseringhadiran suatu jenis

serangga pada habitat dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga

tersebut.

Dari table hasil perhitungan dapat diketahui bahwa nilai frekuensi mutlak

dan frekuensi relatif terendah pada lahan tidak terkena erupsi abu vulkanik

terdapat pada family corixidae, eulophidae, Luciliae, cossidae dengan nilai FM =

2 dan FR = 1.769912%. Nilai yang rendah disebabkan karena serangga tersebut

jarang hadir pada lahan pengamatan dan penyebaran serangga tersebut tidak luas

pada lahan pengamatan. Hal ini sesuai dengan Purba (2010) yang menyatakan

bahwa frekuensi relatif menunjukkan keseringhadiran suatu jenis serangga pada

habitat dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut.

Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga

(20)

terkena erupsi abu vulkanik dan tidak terkena erupsi abu vulkanik adalah sebagai

berikut :

Tabel 8: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga pada lahan terkena terkena erupsi abu vulkanik dan tidak terkena erupsi abu vulkanik.

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan indeks keanekaragaman

Ordo Famili Lahan Terkena Erupsi Abu Vulkanik

Lahan Tidak Terkena Erupsi Abu Vulkanik

Pi ln pi H` Pi ln pi H`

Hemiptera

Corixidae 0.004238 -5.46358 0.023157 0.002598 -5.95292 0.015467

Pentatomidae 0.001247 -6.68736 0.008336 0.009419 -4.66506 0.043939

Reduviidae 0.000748 -7.19818 0.005384 0.00747 -4.89687 0.036579

Hymenoptera

Braconidae 0.015956 -4.13791 0.066025 0.032803 -3.41724 0.112095

Eulophidae 0 0 0 0.001624 -6.42292 0.01043

Formicidae 0.064074 -2.74772 0.176057 0.342968 -1.07012 0.367016

Halictidae 0 0 0 0.018513 -3.98931 0.073852

Ichneumonidae 0.037397 -3.28616 0.122893 0.028256 -3.56645 0.100773

Pompilidae 0.022189 -3.80816 0.084499 0.016564 -4.10053 0.067921

Vespidae 0.011967 -4.42559 0.052961 0.015265 -4.18221 0.06384

Diptera

Agromyzidae 0.000499 -7.60365 0.003791 0.008444 -4.77426 0.040315

Bombylidae 0 0 0 0.002923 -5.83514 0.017056

Culicidae 0 0 0 0.002923 -5.83514 0.017056

Luciliae 0.005485 -5.20575 0.028553 0.003573 -5.63446 0.02013

Muscidae 0.231114 -1.46484 0.338546 0.010718 -4.53585 0.048614

Neriidae 0.02917 -3.53462 0.103104 0.004547 -5.3933 0.024523

Sciaridae 0.001995 -6.21735 0.012401 0.005196 -5.25977 0.027332

Tachinidae 0.024682 -3.70168 0.091365 0.031179 -3.46801 0.108129

Tephritidae 0.439292 -0.82259 0.361358 0.280611 -1.27079 0.356596

Tipulidae 0.000499 -7.60365 0.003791 0.00682 -4.98784 0.034019

Homoptera

Cicadellidae 0 0 0 0.016889 -4.08112 0.068924

Coccidae 0.017452 -4.0483 0.070651 0.015265 -4.18221 0.06384

Delphacidae 0 0 0 0.007145 -4.94132 0.035307

Lepidoptera

Cossidae 0.000748 -7.19818 0.005384 0.002273 -6.08645 0.013837

Noctuidae 0.000499 -7.60365 0.003791 0.008444 -4.77426 0.040315

Papilionidae 0.000499 -7.60365 0.003791 0.004547 -5.3933 0.024523

Coleoptera

Chrysomelidae 0.004488 -5.40642 0.024262 0.004547 -5.3933 0.024523

Coccinellidae 0.017701 -4.03412 0.071409 0.002598 -5.95292 0.015467

Geotrupidae 0.000748 -7.19818 0.005384 0.004222 -5.46741 0.023084

Scarabidae 0.015707 -4.15366 0.065241 0.020461 -3.88923 0.079578

Scolytidae 0.024931 -3.69163 0.092038 0.037999 -3.27019 0.124265

Tenebrionidae 0.001995 -6.21735 0.012401 0.004547 -5.3933 0.024523

Orthoptera

Acrididae 0.001995 -6.21735 0.012401 0.00812 -4.81348 0.039083

Gryllidae 0.002244 -6.09957 0.013686 0.002598 -5.95292 0.015467

Gryllotalpidae 0.000499 -7.60365 0.003791 0.002923 -5.83514 0.017056

Tettigonidae 0.006482 -5.0387 0.032662 0.001624 -6.42292 0.01043

Odonata Ghomphidae 0.001496 -6.50504 0.009731 0.006496 -5.03663 0.032716

Dermaptera Chelisachidae 0.000748 -7.19818 0.005384 0.005196 -5.25977 0.027332

Blatodea Blattellidae 0.001247 -6.68736 0.008336 0.007145 -4.94132 0.035307

Isoptera Rhinotermitidae 0.004986 -5.30106 0.026433 0.004547 -5.3933 0.024523

(21)

serangga terkena erupsi abu vulkanik dan tidak terkena erupsi abu vulkanik. Pada

lahan terkena erupsi abu vulkanik dengan nilai indeks kenekaragaman sebesar

1.97543 lebih kecil dari pada indeks keanekaragaman lahan tidak terkena erupsi

abu vulkanik dengan nilai sebesar 2.3257864. Hal ini disebabkan karena jenis dan

jumlah yang tertangkap pada pada masing-masing lahan berbeda yaitu pada lahan

terkena erupsi abu vulkanik jumlah dan jenis serangga lebih sedikit dari pada

jumlah dan jenis serangga pada lahan tidak terkena erupsi abu vulkanik. Hal ini

sesuai dengan Tambunan (2013) yang menyatakan bahwa indeks keanekaragaman

merupakan suatu penggambaran secara matematik untuk mempermudah dalam

menganalisis informasi mengenai jumlah jenis indvidu serta berapa banyak

jumlah jenis individu yang ada dalam suatu area.

Nilai indeks keanekaragaman pada lahan terkena erupsi adalah H’ = 1.975

dimana nilai keragaman jenis sedang bila H’= 1-3 (Kondisi lingkungan sedang).

Menurut Michael (1996) bila H’ 1-3 berarti keanekaragaman serangga sedang

yaitu mengarah hampir baik dimana keberadaan hama dan musuh alami hampir

seimbang.

Pada lahan tidak terkena erupsi nilai indeks keanekaragaman serangga

adalah H’ = 2.325. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan lingkungan dalam

keadaan sedang dimana menurut Michael (1996) bila H’ 1-3 berarti

keanekaragaman serangga sedang yaitu mengarah hampir baik dimana keberadaan

hama dan musuh alami hampir seimbang.

Pada lahan yang terkena erupsi abu vulkanik, serangga yang tertangkap ada

11 ordo dengan 34 family sedangkan pada lahan yang tidak terkena erupsi

(22)

penangkapan pada lahan terkena erupsi adalah family eulophidae dan halictidae

dari ordo hymenoptera, family bombylidae dan culicidae dari ordo diptera, family

cicadellidae dan delphacidae dari ordo homoptera.

Penyebab perbedaan nilai indeks keanekaragaman selain adanya erupsi abu

vulkanik, disebabkan juga oleh adanya flora dan fauna yang heterogen. Pada lahan

yang tidak terkena erupsi terdapat tanaman tumpang sari seperti jagung, kacang

tanah, ubi kayu, cabai, kakao dan pisang sehingga serangga yang terdapat pada

lebih beragam dibandingkan dengan lahan terkena erupsi yang pada umumnya

hanya ditanam kopi saja. Hal ini sesuai dengan Kreb (1978) yang menyatakan

semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin kompleks komunitas flora dan

(23)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Jumlah yang tertangkap pada lahan terkena erupsi abu vulkanik Gunung

Sinabung lebih banyak yaitu 4011 ekor dibandingkan jumlah serangga yang

tertangkap pada lahan yang tidak terkena erupsi abu vulkanik Gunung

Sinabung yaitu 3079 ekor. Sedangkan jenis yang tertangkap pada lahan terkena

erupsi abu vulkanik Gunung Sinabung lebih sedikit yaitu 34 family serangga

dibandingkan jenis serangga yang tertangkap pada lahan yang tidak terkena

erupsi abu vulkanik Gunung Sinabung yaitu 40 family serangga.

2. Jumlah serangga hama dan musuh alami pada lahan yang tidak terkena erupsi

lebih beragam dari pada lahan yang terkena erupsi abu vulkanik Gunung

Sinabung.

3. Nilai KM tertinggi pada lahan terkena erupsi adalah KM = 1762 dan KR =

43.92919 % pada family tephritidae sedangkan yang terendah terdapat pada

family agromyzidae, gryllotalpidae, noctuidae, papilionidae dan tipulidae

dengan nilai KM = 2 dan KR = 0,049863. Sedangkan pada lahan yang tidak

terkena erupsi kerapatan mutlak dan kerapatan relatif tertinggi adalah family

formicidae dengan nilai KM = 1056 dan KR = 34, 29685 % sedangkan nilai

yang terendah adalah family Eulophidae dan Tettigonidae dengan nilai KM = 5

dan KR = 1,408%.

4. Nilai FM dan FR tertinggi pada lahan terkena erupsi abu vulkanik sinabung

maupun pada lahan tidak terkena erupsi adalah FM = 4 dan FR = 3.539823%

dan yang terendah adalah FM = 2 dan FR = 1.769912%.

(24)

1.97543 dan pada lahan yang tidak terkena erupsi abu vulkanik sinabung

adalah H` = 2.3257864.

6. Faktor yang membedakan indeks keanekaragaman serangga adalah adanya

eruspsi abu vulkanik Gunung Sinabung, waktu, heterogenitas, kompetisi,

pemangsaan, iklim dan produktivitas.

Saran

Selain melihat dampak erupsi abu vulkanik Gunung Sinabung terhadap

keanekaragaman serangga perlu dilakukan pengamatan perkembangan penyakit

(25)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kopi Arabika (Coffea ArabicaL.)

Tanaman kopi termasuk dalam Kingdom Plantae, Sub Kingdom

Tracheobionta, Super Divisi Spermatophyta, Divisi Magnoliophyta, Class

Magnoliopsida/Dicotyledons, Sub Class Asteridae, Ordo Rubiales, Famili

Rubiaceae, Genus Coffea, Spesies Coffea arabicaL. (USDA, 2002).

Kopi adalah species tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam

family Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang.

Meskipun kopi merupakan tanaman tahunan, tetapi umumnya mempunyai

perakaran yang dangkal. Oleh karena itu tanaman ini mudah mengalami

kekeringan pada kemarau panjang bila di daerah perakarannya tidak di beri mulsa.

Secara alami tanaman kopi memiliki akar tunggang sehingga tidak mudah rebah.

Tetapi akar tunggang tersebut hanya dimiliki oleh tanaman kopi yang bibitnya

berupa bibit semaian atau bibit sambungan (okulasi) yang batang bawahnya

merupakan semaian. Tanaman kopi yang bibitnya berasal dari bibit stek,

cangkokan atau bibit okulasi yang batang bawahnya merupakan bibit stek tidak

memiliki akar tunggang sehingga relatif mudah rebah

(Badan Penelitian dan Pengembangan, 2008).

Daun kopi berbentuk bulat, ujungnya agak meruncing sampai bulat

dengan bagian pinggir yang bergelombang. Daun tumbuh pada batang, cabang

dan ranting. Pada cabang Orthrotrop letak daun berselang seling, sedangkan pada

cabang Plagiotrop terletak pada satu bidang. Daun kopi robusta ukurannya lebih

besar dari arabika (Manurung, 2010).

(26)

Mula- mula bunga ini keluar dari ketiak daun yang terletak pada batang utama

atau cabang reproduksi. Tetapi bunga yang keluar dari kedua tempat tersebut

biasanya tidak berkembang menjadi buah, jumlahnya terbatas, dan hanya

dihasilkan oleh tanaman- tanaman yang masih sangat muda. Bunga yang

jumlahnya banyak akan keluar dari ketiak daun yang terletak pada cabang primer.

Bunga ini berasal dari kuncup-kuncup sekunder dan reproduktif

yang berubah fungsinya menjadi kuncup bunga. Kuncup

bunga kemudian berkembang menjadi bunga secara serempak dan bergerombol

(Badan Penelitian dan Pengembangan, 2008).

Gambar 1. Tanaman Kopi (Situmorang, 2013)

Syarat Tumbuh

Kopi di Indonesia saat ini umumnya dapat tumbuh baik pada ketinggian

tempat di atas 700 m di atas permukaan laut beberapa klon saat ini dapat ditanam

mulai di atas ketinggian 500 m dpl, namun demikian yang terbaik seyogyanya

kopi ditanam di atas 700 m dpl, terutama jenis kopi robusta. Kopi arabika baik

tumbuh dengan citarasa yang bermutu pada ketinggian di atas 1000 m dpl. Namun

demikian, lahan pertanaman kopi yang tersedia di Indonesia sampai saat ini

(27)

yang menyebabkan mengapa sebagian besar (sekitar 95%) jenis kopi di Indonesia

saat ini adalah kopi robusta (Prastowo dkk, 2010).

Umumnya dianggap bahwa jumlah curah hujan tahunan terbaik untuk

coffeeis arabika antara 1400 dan 2400 mm, meskipun kisaran antara 800 dan 4200

mm tetap diterima. adalah penting bahwa hujan didistribusikan lebih musim teh

atau terus-menerus selama sekitar 7-8 bulan. sifat musim hujan dari segi panjang

dan intensitas hujan merupakan faktor ekologi kunci yang menentukan dalam

interval antara berbunga dan pematangan biji. juga, ketika curah hujan tahunan

melebihi 3000 penyakit daun mm dari infeksi jamur mengembangkan lebih

mudah. Kopi arabika lebih rentan terhadap dideases daun dan hama dari robusta,

terutama ketika curah hujan melebihi 3000 mm per tahun. karena sistem akar

dangkal Robusta dapat mentolerir curah hujan dalam waktu lama dan kelembaban

tanah yang tinggi, tetapi membutuhkan musim kemarau pendek untuk berbunga

besar (Pohlandan Jansen, 2011).

Status Serangga Pada Pertanaman Kopi

Interaksi antara tanaman dan hama dapat dilihat dari aspek ekologis dan

ekonomis. Dari sisi ekologi hubungan antara tanaman dan hama merupakan

interaksi yang saling mengendalikan antara tanaman yang autotroph dengan

binatang herbivora yang heterotrophdalam suatu sistem trofi yang berjalan secara

efisien dan berkesinambungan. Karena kemampuannya mengubah energi surya

menjadi energi biokimia melalui proses fotosistesis tanaman menempati aras trofi

pertama sebagai produsen. Energi pada tanaman digunakan oleh binatang yang

memakan tanaman (Untung, 2010).

(28)

banyak jenis serangga hama. Di Indonesia terdapat beberapa jenis yang

merupakan hama utama kopi, yaitu hama penggerek buah kopi (PBKo)

Hypothenemus hampei, penggerek cabang hitam Xylosandrus compactus, penggerek cabang coklat X. morigerus, kutu hijau Coccus viridis, dan penggerek batang merah Zuezera coffea (Manurung, 2008). Hingga pada tahun 2014, hama kopi yang terdapat di Kabupaten Karo adalah penggerek buah kopi (H. Hampei) ,

kutu dompolan (Pseudococcus citri), penggerek batang atau cabang kopi (Zeuzera sp.), karat daun kopi (H.vastatrix) (Tabel 1).

Gambar 2. Penggerek Buah Kopi (PBKO) (Departemen Pertanian, 2002)

PBKo sangat merugikan, karena mampu merusak biji kopi dan sering

mencapai populasi yang tinggi. Pada umumnya, hanya kumbang betina yang

sudah kawin yang akan menggerek buah kopi; biasanya masuk buah dengan buat

lubang kecil dari ujungnya. Kumbang betina menyerang buah kopi yang sedang

terbentuk, dari 8 minggu setelah berbunga sampai waktu panen. Buah yang sudah

tua paling disukai. Kumbang betina terbang dari pagi hingga sore. PBKo

mengarahkan serangan pertamanya pada bagian kebun kopi yang bernaungan,

lebih lembab atau di perbatasan kebun. Jika tidak dikendalikan, serangan dapat

menyebar ke seluruh kebun. Dalam buah tua dan kering yang tertinggal setelah

panen, dapat ditemukan lebih dari 100 PBKo. Karena itu penting sekali

membersihkan kebun dari semua buah yang tertinggal

(29)

Tabel 1. Laporan Serangan OPT Penting Perkebunan UPPT Tiga Pancur

No. Tahun Jenis Hama Luas Serangan (Ha)

Berat Ringan

1. 2011

H.vastatrix - -

Xyloborus sp. - -

H. hampei 1 175

Zeuzera sp. - -

Pseudococcus citri - 133

Corticium salmonicolor - -

Antraknose - -

2. 2012

H.vastatrix - -

Xyloborus sp. - -

H. hampei 10 147,1

Zeuzera sp. - -

Pseudococcus citri - 63,3

Corticium salmonicolor - -

Antraknose - -

3. 2013

H.vastatrix 5 110,5

Xyloborus sp. - -

H. hampei 409,95 1.267,25

Zeuzera sp. 2,5 41,25

Pseudococcus citri 201,50 772,15

Corticium salmonicolor - -

Antraknose - -

4. 2014

H.vastatrix 203,58 432,46

Xyloborus sp. - -

H. hampei 1037,10 1.761,50

Zeuzera sp. 105,70 295,45

Pseudococcus citri 427,20 1.183,62

Corticium salmonicolor - -

Antraknose - -

Sumber : BBPPTP Medan, 2015

Gambar 3. Penggerek Cabang Kopi (Departemen Pertanian, 2002)

(30)

nyata. Proses pembuatan lubang yang dilakukan oleh X.compactus menyebabkan ujung ranting layu, menguning dan mati. Serangan X. compactus dicirikan oleh adanya lubang gerek berdiameter sekitar 1-2 mm pada permukaan ranting

tanaman kopi hingga mencapai panjang 20-50 mm. Lubang gerek dibuat oleh

X. compactus betina dewasa sebagai tempat tinggalnya. Setelah menggerek, serangga betina meletakkan telur dalam lubang tersebut hingga menetas dan

sampai tumbuh dewasa. Larva yang berada di dalam lubang gerek tidak memakan

jaringan tanaman tetapi memakan jamur ambrosia (Fusarium solani) yang tumbuh dan berkembang dalam lubang gerek. Spora jamur tersebut dibawa oleh X. compactus betina dewasa sewaktu menggerek lubang. Aktivitas larva ketika makan jamur tersebut menyebabkan rusaknya jaringan tanaman pada lubang,

sehingga mengakibatkan semakin lebar dan panjangnya lubang gerek

[image:30.595.223.405.442.557.2]

(Rahayu dkk, 2006).

Gambar 4. Kutu Hijau (Departemen Pertanian, 2002)

Kutu hijau adalah serangga yang tidak berpindah tempat dalam

kebanyakan fase hidupnya sehingga tetap tinggal di satu tempat untuk menghisap

cairan dari tanaman. Kutu hijau menyerang cabang, ranting dan daun pohon kopi

Arabica dan Robusta. Ada beberapa jenis semut yang menjaga dan mendukung

koloni kutu hijau ini karena kutu hijau ini mengeluarkan cairan manis. Ada juga

(31)

juga lebih senang di dataran rendah daripada di dataran tinggi. Pengendaliannya

dilakukan dengan melestarikan kumbang helm dan larvanya yang merupakan

[image:31.595.221.389.163.260.2]

musuh alami kutu hijau yang ampuh (Departemen Pertanian, 2002).

Gambar 5. Ngengat Penggerek Batang/Cabang (Departemen Pertanian, 2002)

Penggerek batang/cabang (Zeuzera coffeae) merusak bagian batang/cabang dengan cara menggerek empulur (xylem) batang/cabang,

selanjutnya gerekan membelok ke arah atas. Menyerang tanaman muda. Pada

permukaan lubang yang baru digerek sering terdapat campuran kotoran dengan

serpihan jaringan. Akibat gerekan ulat, bagian tanaman di atas lubang gerekan

akan merana, layu, kering dan mati (Departemen Pertanian, 2002).

Gambar 6. Imago Kutu Putih (Departemen Pertanian, 2002)

Kutu putih mengisap cairan dari tanaman kopi dengan mulut yang seperti

jarum. Dia menyerang banyak jenis tanaman selain kopi, termasuk lamtoro, jambu

mete, kakao, jeruk, kapas, tomat, singkong, dll. Kotoran kutu putih mengandung

gula dari tanaman; jika kotoran dibuang pada daun kopi, jamur dapat tumbuh pada

[image:31.595.230.398.471.616.2]
(32)

sinar matahari yang diserap oleh daun, sehingga mengganggu fotosintesis (proses

daun mengambil tenaga matahari untuk tumbuh). Jamur ini biasanya berwarna

hitam, tetapi bisa warna lain juga. (Departemen Pertanian, 2002).

Keanekaragaman Serangga

Serangga merupakan bioindikator kesehatan hutan. Penggunaan serangga

sebagai bioindikator akhir-akhir ini dirasakan semakin penting dengan tujuan

utama untuk menggambarkan adanya keterkaitan dengan kondisi faktor biotik dan

abiotik lingkungan. Sejumlah kelompok serangga seperti kumbang (terutama

kumbang pupuk), semut, kupu-kupu dan rayap memberikan respons yang khas

terhadap tingkat kerusakan hutan sehingga memiliki potensi sebagai spesies

indicator untuk mendeteksi perubahan lingkungan akibat konversi hutan oleh

manusia yang sekaligus menjadi indikator kesehatan hutan (Subekti, 2013).

Keragaman jenis adalah sifat komunitas yang memperlihatkan tingkat

keanekaragaman jenis organisme yang ada didalamnya (Krebs, 1978 dalam

Rosalyn, 2007). Untuk memperoleh keragaman jenis ini cukup diperlukan

kemampuan mengenal dan membedakan jenis meskipun tidak dapat

mengidentifikasikan jenis hama (Odum, 1971 dalam Rosalyn, 2007).

Ada 7 faktor yang saling berkaitan menentukan derajat naik turunnya

keragaman jenis, yaitu:

a. Waktu, keragaman komunitas bertambah sejalan waktu, berarti komunitas tua

yang sudah lama berkembang, lebih banyak terdapat organism daripada

komunitas muda yang belum berkembangan. Waktu dapat berjalan dalam

ekologi lebih pendek atau hanya sampai puluhan generasi.

(33)

kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat tersebut dan semakin

tinggi keragaman jenisnya.

c. Kompetisi, terjadi apabila sejumlah organisme menggunakan sumber yang

sama yang ketersediaannya kurang atau walaupun ketersediaanya cukup,

namun persaingan tetap terjadi juga bila organism-organisme itu.

d. Memanfaatkan sumber tersebut, yang satu menyerang yang lain atau

sebaliknya.

e. Pemangsaan yang mempertahankan komunitas populasi dari jenis bersaing

yang berbeda dibawah daya dukung masing-masing selalu memperbesar

kemungkinan hidup berdampingan sehingga mempertinggi keragaman,

apabila intensitas dari pemangsaan terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat

menurunkan keragaman jenis.

f. Kestabilan iklim, makin stabil keadaan suhu, kelembaban, salinitas, pH dalam

suatu lingkungan, maka semakin banyak jenis dalam lingkungan tersebut.

Lingkungan yang stabil, lebih memungkinkan keberlangsungan evolusi.

g. Produktivitas juga dapat menjadi syarat mutlak untuk keanekaragaman yang

tinggi (Krebs, 1978 dalam Rosalyn, 2007).

Ada 3 kriteria keanekaragaman jenis serangga yaitu bila H’ < 1 berarti

keanekaragaman jenis serangga rendah, dimana keberadaan serangga dan musuh

alami tidak seimbang yang dapat membuat kerusakan pada tanaman, bila H’ 1-3

berarti keanekaragaman serangga sedang yaitu mengarah hampir baik dimana

keberadaan hama dan musuh alami di lapangan hampir seimbang, bila H’ > 3

berarti keanekaragaman serangga tinggi, dimana keadaan ekosistem yang ada di

(34)

seimbang sehingga tidak perlu dilakukan perlakuan untuk membunuh serangga

hama (Michael, 1996 dalam Aryoudi, 2015).

Dampak Erupsi Abu Vulkanik Gunung Sinabung

Abu vulkanik atau pasir vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan

yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan. Abu maupun pasir vulkanik

terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran halus, yang berukuran besar

biasanya jatuh disekitar sampai radius 5-7 km dari kawah, sedangkan yang

berukuran halus dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan hingga ribuan kilometer

(Barasa, 2013).

Erupsi Gunung Sinabung memberikan pengaruh yang sangat besar

terhadap keberadaan sumberdaya petani kopi. Sumberdaya yang terpengaruh

langsung diantaranya adalah lahan usahatani dan tanaman kopi (Putri, 2011).

Kerusakan sumberdaya tersebut (lahan dan tanaman kopi) memberikan dampak

[image:34.595.106.514.500.755.2]

yang sangat besar terhadap proses produksi usahatani kopi (table 2).

Tabel 2. Data Pertanaman Terkena Bencana Alam Erupsi Gunung Sinabung Kabupaten Karo Situasi Sampai Dengan Tanggal 7 Maret 2014

No. Tanaman

Luas Terkena (Ha) Kecamatan

Total T iga bi na nga Juha r M unt e K ut abul uh P ayung T iga nde rke t S im pa ng E m pa t N am an ter an M er d ek a K ab an jah e B er as tag i T ig ap an ah D o lat rak y at Ba ru sj ah e

1. Tembakau - - 12 - 123,33 158,3 4 - - - - 16 - - 313,63

2. Coklat 594 364 449 198 187,96 734,04 69,13 1 - - - 2.597,13

3. Kopi - - 180 103 901,70 477,11 761,86 874,75 - - - 184 146,5 70 3.498,92

4. Tebu - - - - 5,5 - 26,64 - - - 32,14

5. Kemiri - - 36 - 15,56 1,5 - - - 53,06

6. Cengkeh - - 14 27 52,10 1 - 2 - - - 96,1

7. Jahe - - - 0,6 - - - 0,6

8. Kelapa - - 2 - 0,01 - - - 2,01

9. Kulit Manis - - 2 - - - 2

(35)

11.Kelapa Sawit - - - 2 - - - 2

Total 594 364 696 328 1.286,16 1.374,54 861,63 677,75 - - - 200 146,5 70 6.598,58

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karo tahun 2015

Setelah erupsi Gunung Sinabung terjadi penurunan yang sangat drastis

terhadap komponen panen yang mengakibatkan turunnya pendapatan menjadi

sebesar Rp 11.142.296 per ha per tahun (terjadi penurunan sebesar 83,66 %)

(Putri, 2011). Hal ini diakibatkan areal pertanaman kopi yang terkena erupsi

semakin meluas terutama pada daerah yang sentra tanaman kopi di Kabupaten

Karo seperti Namanteran dan Simpang Empat (Tabel 4)

[image:35.595.110.513.366.524.2]

(Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2015).

Tabel 3. Data Luas Tanaman Puso Dampak Erupsi Gunung Sinabung di 32 Desa dari 4 Kecamatan Kabupaten Karo Per Tanggal 7 Maret 2014

No. Tanaman

Kecamatan Luas Tanaman Puso (Ha)

Jumlah

Namanteran Simpang

Empat Tiganderket Payung

1. Tembakau - - 45,13 96,40 141,53

2. Coklat - 15,41 433,04 134,81 583,25

3. Kopi 487,90 455,33 305,01 443,76 1.682

4. Tebu - 26,64 - 5,50 32,14

5. Kemiri - 0,84 1,50 4,77 7,11

6. Cengkeh - 14,08 1 12,28 27,36

7. Jahe - 0,07 0,60 - 0,67

8. Kelapa - - 0,60 0,01 0,61

Total 487,9 502,37 786,87 697,53 2.474,67

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2015

Komponen teknologi spesifik lokasi yang perlu diterapkan antara lain : a).

Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) yaitu dengan terlebih dahulu memantau

perkembangan hama/penyakit yang muncul akibat dampak erupsi gunung

sinabung. b). Teknologi pemangkasan untuk tanaman perkebunan, dimana

tanaman kopi terlihat kanopinya sangat padat dan perlu dilakukan pemangkasan

dalam upaya mengurangi tutupan abu yang masih ada pada tajuk tanaman

(36)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tanaman kopi merupakan komoditi andalan propinsi Sumatera Utara

disamping komoditi perkebunan yang lain seperti kelapa sawit, kakao dan karet.

Lahan penanaman kopi arabika di Propinsi Sumatera Utara terletak pada

hamparan dataran tinggi berkisar antara 1000m dpl – 1650m dpl yang tersebar

luas pnada beberapa kabupaten di wilayah Propinsi Sumatera Utara.

(Situmorang, 2013). Selain sebagai sumber devisa, produk kopi juga merupakan

suatu usaha ekonomi yang memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat dan

juga sebagai sumber pendapatan dari petani kopi. Dalam perkembangannya setiap

tahun ekspor kopi mengalami peningkatan, dalam hal ini memperlihatkan

permintaan akan produk kopi sangat tinggi di pasar internasional

(Bustami dan Hidayat, 2013).

Tanaman kopi di Kabupaten Karo tersebar di seluruh Kecamatan, yang

paling luas secara berturut terletak di Kecamatan Merek, Tiga Panah, Simpang

Empat, Payung dan Munthe (www.karokab.go.id, 2015). Luas areal tanam kopi

arabika di Kabupaten Karo pada umumnya mengalami peningkatan dari tahun

2009 hingga tahun 2013 sebesar 0,24%, akan tetapi panen kopi

menurun sebesar 3,82% dan produktivitasnya turun sebesar 0,12%

(Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2015).

Besarnya penurunan produktivitas kopi ditentukan oleh berbagai faktor, di

antaranya oleh Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Terdapat tiga (3) jenis

OPT utama yang menyerang tanaman kopi yaitu hama (Hama Penggerek Buah

(37)

(Penyakit Karat Daun Kopi) (Prastowo dkk, 2010).

OPT yang menyerang tanaman kopi di Kabupaten Karo mengalami

peningkatan serangan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011 serangan berat pada

lahan pertanaman kopi hanya serangan Penggerek buah kopi akan tetapi pada

tahun 2014 serangan berat pada lahan meningkat dan meluas akibat serangan

penggerek buah kopi (H. Hampei) , kutu dompolan (Pseudococcus citri), penggerek batang atau cabang kopi (Zeuzera sp.), karat daun kopi (H.vastatrix) (BBPPTP Medan, 2015).

Selain adanya gangguan OPT, tanaman kopi arabika juga mengalami

gangguan erupsi gunung sinabung yang terlihat pada bagian daun, bunga dan

buah. Semua daun kopi ditutupi oleh abu, sehingga tanaman kelihatan tidak segar

karena tertutup abu. Sedang tanaman kopi yang sedang berbunga jelas terlihat

terganggu oleh pengaruh erupsi, dimana bunga-bunga kopi berguguran akibat

pengaruh erupsi gunung sinabung. Sedangkan buah kopi yang ada, ditutupi oleh

abu, terlihat buah kopi berwarna kusam dan tidak segar. Namun pengaruhnya

tidak begitu jelek terhadap buah, dibandingkan dengan bunganya, semua bunga

yang ada berguguran akibat pengaruh abu yang ada (BPTP, 2013).

Hampir semua hama yang ada pada tanaman perkebunan hilang akibat

adanya abu yang disebabkan erupsi ini. Hama yang hilang seperti penggerek

batang kopi, penggerek buah dan hama lainnya. Biasanya pada tanaman kopi

banyak dijumpai semut, namun setelah terjadi erupsi ini semua semut hilang dan

mati dari tanaman yang ada. Hal ini dikuatirkan kalau peredator hama juga ikut

mati, maka ditakutkan nanti lonjakan hama akan muncul maka perlu diwaspadai

(38)

perkembangan hama yang muncul akibat dampak erupsi gunung sinabung

(BPTP, 2013).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis serangga

pada lahan pertanaman kopi arabika (Coffea Arabica L.) dan mengetahui jenis-jenis hama dan musuh alami setelah erupsi abu vulkanik Gunung Sinabung di

Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo.

Hipotesa Penelitian

Adanya perbedaan keanekaragaman serangga yang terdapat pada lahan

pertanaman kopi setelah erupsi abu vulkanik Gunung Sinabung di Kecamatan

Simpang Empat, Kabupaten Karo dengan lahan yang tidak terkena erupsi abu

vulkanik.

Kegunaan Penulisan

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai

salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian, di Program Studi

Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan

diharapkan dapat pula berguna sebagai sumber informasi bagi pihak yang

(39)

ABSTRACT

Harun Bonael Nainggolan, DIVERSITY OF INSECTS IN Coffea arabica L. PLANTATIONS AFTER ERUPTION VOLCANIC ASH

OF MOUNT SINABUNG IN KARO REGENCY, Supervised by Prof. Dr. Ir. Darma Bakti MS and Dr. Ir. Marheni MP. This research aims to know diversity of insects in arabica coffee plantations affected by volcanic ash eruptions and to know important pests and natural enemies in the land of coffee plantations on the land affected by the eruption. This research was conducted in three villages in Simpang Empat district, Karo Regency and one village in Dairi Regency and pest and diseases plant Laboratory Faculty of Agriculture, North Sumatra, Medan in August until October 2015. This research used four traps insects (sweep net, pitfall trap, yellow trap and handpicking), and repeated four times.

The results showed insects caught on the land affected by eruption there are 11 Order and 34 family, the highest relative density value is 43.92919%, the lowest amounted to 0.049863% and the value of insect diversity index Shannon-Weiner (H ') is 1.97543 (moderate) whereas land is not affected by eruption there are 11 orders and 40 family with the highest relative density value is 34.29 685%, the lowest amounted to 1.408% and the value of insect diversity index is 2.325 (moderate).

(40)

ABSTRAK

Harun Bonael Nainggolan, “KEANEKARAGAMAN JENIS

SERANGGA PADA PERTANAMAN Coffea arabica L. SETELAH ERUPSI ABU VULKANIK GUNUNG SINABUNG DI KABUPATEN KARO”, di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Darma Bakti MS dan Dr. Ir. Marheni MP. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis serangga pada lahan pertanaman kopi arabika yang terkena erupsi abu vulkanik dan untuk mengetahui hama penting dan musuh alami pada lahan pertanaman kopi pada lahan terkena erupsi. Penelitian ini dilaksanakan di 3 Desa di Kec. Simpang Empat, Kab. Karo dan 1 Desa di Kab. Dairi. dan Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Sumatera Utara, Medan pada bulan Agustus sampai Oktober 2015. Penelitian ini menggunakan 4 teknik perangkap serangga (Sweep Net, Pitfall Trap,Yellow Sticky Trap dan Handpicking), dan diulang sebanyak empat kali.

Hasil penelitian menunjukkan serangga yang tertangkap pada lahan terkena erupsi terdapat dari 11 Ordo dan 34 family, nilai Kerapatan relatif tertinggi sebesar 43.92919%, yang terendah sebesar 0,049863% dan indeks keanekaragaman Shanon-Weiner (H’) 1.97543 (sedang) sedangkan pada lahan tidak terkena erupsi terdapat 11 ordo 40 family dengan nilai Kerapatan Relatif tertinggi sebesar 34,29685%, yang terendah sebesar 1,408% dan nilai indeks keanekaragaman serangga sebesar 2,325 (sedang).

(41)

KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA PADA PERTANAMAN Coffea arabica L.

SETELAH ERUPSI ABU VULKANIK GUNUNG SINABUNG DI KABUPATEN KARO

SKRIPSI

OLEH :

HARUN B. NAINGGOLAN 110301055

HAMA PENYAKIT TUMBUHAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(42)

KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA PADA PERTANAMAN Coffea arabica L.

SETELAH ERUPSI ABU VULKANIK GUNUNG SINABUNG DI KABUPATEN KARO

SKRIPSI

OLEH :

HARUN B. NAINGGOLAN 110301055

HAMA PENYAKIT TUMBUHAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pertanian

di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(43)

Judul : Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman Coffea arabica L. Setelah Erupsi Abu Vukanik Gunung Sinabung di Kabupaten Karo

Nama : HARUN B. NAINGGOLAN

NIM : 110301055

Prodi : Agroekoteknologi

Minat : Hama dan Penyakit Tumbuhan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing :

Mengetahui

Ketua Program Studi (Prof. Ir. T. Sabrina MSc. PhD.) (Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS )

Ketua Komisi Pembimbing

(44)

ABSTRACT

Harun Bonael Nainggolan, DIVERSITY OF INSECTS IN Coffea arabica L. PLANTATIONS AFTER ERUPTION VOLCANIC ASH

OF MOUNT SINABUNG IN KARO REGENCY, Supervised by Prof. Dr. Ir. Darma Bakti MS and Dr. Ir. Marheni MP. This research aims to know diversity of insects in arabica coffee plantations affected by volcanic ash eruptions and to know important pests and natural enemies in the land of coffee plantations on the land affected by the eruption. This research was conducted in three villages in Simpang Empat district, Karo Regency and one village in Dairi Regency and pest and diseases plant Laboratory Faculty of Agriculture, North Sumatra, Medan in August until October 2015. This research used four traps insects (sweep net, pitfall trap, yellow trap and handpicking), and repeated four times.

The results showed insects caught on the land affected by eruption there are 11 Order and 34 family, the highest relative density value is 43.92919%, the lowest amounted to 0.049863% and the value of insect diversity index Shannon-Weiner (H ') is 1.97543 (moderate) whereas land is not affected by eruption there are 11 orders and 40 family with the highest relative density value is 34.29 685%, the lowest amounted to 1.408% and the value of insect diversity index is 2.325 (moderate).

(45)

ABSTRAK

Harun Bonael Nainggolan, “KEANEKARAGAMAN JENIS

SERANGGA PADA PERTANAMAN Coffea arabica L. SETELAH ERUPSI ABU VULKANIK GUNUNG SINABUNG DI KABUPATEN KARO”, di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Darma Bakti MS dan Dr. Ir. Marheni MP. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis serangga pada lahan pertanaman kopi arabika yang terkena erupsi abu vulkanik dan untuk mengetahui hama penting dan musuh alami pada lahan pertanaman kopi pada lahan terkena erupsi. Penelitian ini dilaksanakan di 3 Desa di Kec. Simpang Empat, Kab. Karo dan 1 Desa di Kab. Dairi. dan Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Sumatera Utara, Medan pada bulan Agustus sampai Oktober 2015. Penelitian ini menggunakan 4 teknik perangkap serangga (Sweep Net, Pitfall Trap,Yellow Sticky Trap dan Handpicking), dan diulang sebanyak empat kali.

Hasil penelitian menunjukkan serangga yang tertangkap pada lahan terkena erupsi terdapat dari 11 Ordo dan 34 family, nilai Kerapatan relatif tertinggi sebesar 43.92919%, yang terendah sebesar 0,049863% dan indeks keanekaragaman Shanon-Weiner (H’) 1.97543 (sedang) sedangkan pada lahan tidak terkena erupsi terdapat 11 ordo 40 family dengan nilai Kerapatan Relatif tertinggi sebesar 34,29685%, yang terendah sebesar 1,408% dan nilai indeks keanekaragaman serangga sebesar 2,325 (sedang).

(46)

RIWAYAT HIDUP

Harun Bonael Nainggolan, lahir pada tanggal 21 September 1991 di Simpang Empat, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat merupakan anak

kedua dari empat bersaudara dari Ayahanda Rasian Nainggolan dan Ibunda

tercinta Bunga Harapan Simarmata.

Tahun 2010, penulis lulus dari SMA N 1 Pasaman, Kecamatan Pasaman,

Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat dan masuk Universitas Sumatera

Utara, Fakultas Pertanian, Departemen Agroekoteknologi melalui jalur SNMPTN

pada tahun 2011.

Selama mahasiswa, penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi

kemahasiswaan, antara lain : Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi

(HIMAGROTEK), UKM KMK USU Unit Pelayanan Fakultas Pertanian USU,

Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI).

Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Tinggi Raja, di

Desa Tinggi Raja, Kecamatan Buntu Pane, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera

(47)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkat dan rahmatNyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada

waktunya.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman Coffea arabica L. Setelah Erupsi Abu Vulkanik Gunung Sinabung di Kabupaten Karo” yang bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis serangga pada lahan terkena erupsi abu vulkanik dan

mengetahui jenis-jenis hama dan musuh alami setelah erupsi abu vulkanik

Gunung Sinabung di Kabupaten Karo.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS. selaku ketua dan

Dr. Ir. Marheni, MP selaku anggota yang telah memberikan bimbingan dan arahan

dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan

skripsi ini di masa yang akan datang. Akhir kata penulis mengucapkan

terimakasih.

Medan, November 2015

(48)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

Gambar

Gambar 7. Perangkap Jaring ( Sweep Net)
Gambar 8. Perangkap Jatuh ( Pit Fall Trap)
Gambar 10. Handpicking
Tabel 4. Jumlah dan Jenis Serangga yang Tertangkap
+7

Referensi

Dokumen terkait

At this stage the key point of generalization is buildings, generalizing process does not basically affect the position of settlement, traffic condition and the relationship

Keluaran Terpenuhinya Perbaikan Peralatan Kerja 1 Tahun Hasil Meningkatnya layanan Administrasi Perkantoran 0,77%. Kelompok Sasaran Kegiatan : Aparatur

 Tujuan kebijakan publik  Konsekue nsi ketidakikutserta an masyarakat dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan  Mendiskusikan arti penting partisipasi masyarakat dalam

 Dalam proses pembelajaran pada bidan pengembangan bahasa di kelas seiring denga kecerdasan dan gaya belajar serta lata belakang suku budaya anak yang berbeda beda, terjadi

Kemudian Pada pengujian gesek lintasan Aspal kondisi basah, kompon yang menghasilkan koefisien grip paling tinggi yaitu kompon Pabrikan dengan nilai koefisien grip

aktivitas yang dimulai dengan mengunyah bolus yang telah dikeluarkan dari.. rumen ke mulut hingga aktivitas menelan beberapa bolus, serta

KNP mencerminkan bagian atas laba atau rugi dan aset neto dari entitas anak yang dapat diatribusikan secara langsung maupun tidak langsung oleh Perusahaan, yang masing-

Linux merupakan suatu sistem operasi alternatif dimana gerakan Open Source-nya dapat membangun dan mengembangkan perangkat lunak yang bersifat terbuka dan bebas dikembangkan oleh