DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan. 2008. Kajian Peluang Bisnis Bagi Sepuluh Komoditi Unggulan di Sumatera Utara. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara. Medan.
Barasa, R. F. 2013. Dampak Debu Vulkanik Letusan Gunung Sinabung Terhadap Kadar Cu, Pb, dan B Tanah di Kabupaten Karo. J. Agroekotekno
1(4):1288-1297
BBPPTP. 2015. Laporan Serangan OPT Penting Perkebunan UPPT Tiga Pancur. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Sumatera Utara. Medan.
BPTP. 2013. Rekomendasi Kebijakan Mitigasi Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Sektor Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara. Medan.
Bustami, B. R. dan Hidayat, P. 2013. Analisis Daya Saing Produk Ekspor Provinsi Sumatera Utara. J. Eko. Keu 1(2), Januari 2013.
Departemen Pertanian. 2002. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Kopi. Departemen Pertanian. Jakarta
Dinas Informasi dan Informatika Kabupaten Karo. 2015. Potensi Perkebunan. http://www.karokab.go.id. 2015.[1 April 2015].
Krebs. 1978. Ecology. The Experimental Analysis of Distribution and Abudance. Third Edition. Harper and Row Publisher. New York dalam Rosalyn, I. 2007. Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Tanah Raja Perbaungan PT. Perkebunan Nuantara III. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Manurung, V. U. 2008. Penggunaan Brocap Trap Untuk Pengendalian Penggerek Buah Kopi Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae) Pada Tanaman Kopi. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Manurung, N. 2010. Ekologi Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei) Pada Tanaman Kopi Arabika (Coffea Arabica) di Kabupaten Pakpak Barat. Thesis. Universitas Sumatera Utara.Medan.
Michael P. 1995. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Tanaman Lapangan dan Laboratorium. Terjemahan Yanti R. Koester. UI Press. Jakarta dalam
Odum, E. P. 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Saunders. Philadelphia dalam
Rosalyn, I. 2007. Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Tanah Raja Perbaungan PT. Perkebunan Nuantara III. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Plantamor. 2015. Informasi Spesies Kopi, Coffea Arabica L.
http://www.plantamor.com [26 November 2015].
Pohlan, H. A. J. danJansen, M. J. J. 2011. Growth and Production of Ceffee. Soil, Plant Growth and Crop Production. Vol. III. Encylopedia of life Support Systems (EOLSS).
Prastowo, B., E. Karmawati, Rubijo, Siswanto, C. Indrawanto, S. Joni Munarso. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kopi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor.
Price, P.W. 1997. Insect Ecology. 3rd Ed. John Wiley & Sons, Northern Arizona University, New York. 661 pp. dalam Sianipar, M. S. 2006. Keanekaragaman dan Kelimpahan Populasi Serangga Hama dan Serangga
Musuh Alami Pada Budidaya Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus (Jacq. Ex Fr.) Kummer). Penelitian Mandiri.
Universitas Padjadjaran. Jatinangor
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2013. Program Pelatihan Tahun 2013. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember
Putri, A. C. 2015. Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Sosial Ekonomi Petani Kopi di Desa Kinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Rahayu, S., A. Setiawan. E. A. Husaeni dan S. Suyanto. 2006. Biological Control of Black Twig Borer Xylosandrus compactus in Multistrata Coffee Agroforestry: A Case Study From Sumberjaya District, West Lampung. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rosalyn, I. 2007. Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Tanah Raja Perbaungan PT. Perkebunan Nuantara III. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Saragih, A. 2008. Indeks Keragaman Jenis Serangga Pada Tanaman Stroberi (Fragaria sp.) di Lapangan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. Situmorang, T. S. 2013. Kopi Sigarar Utang dari Sumatera Utara. Balai Besar
Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP). Medan
Suin, N. M. 1997. Ekologi Hewan. Bumi Aksara. Jakarta dalam Saragih, A. 2008. Indeks Keragaman Jenis Serangga Pada Tanaman Stroberi (Fragaria sp.) di Lapangan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Tambunan, G. R. 2013. Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Helvetia PT. Perkebunan Nusantara II. J. Agrotekno.1(4):1081-1091.
BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di perkebunan kopi milik rakyat di 3 desa
di Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo dan 1 desa Kabupaten Dairi,
Sumatera Utara pada ketinggian ± 1300 m di atas permukaan laut dan identifikasi
serangga dilakukan di Laboratorium Hama Penyakit Tumbuhan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan Juli sampai Oktober
2015
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lahan tanaman kopi
yang telah berbuah, imago serangga yang tertangkap, air bersih, detergen, plastik
transparan, kertas warna kuning, cup plastik, lem perekat, tissue, tali plastik,
kertas karton, formalin dan alkohol 70%.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah stoples, botol kecil,
mikroskop, jaring serangga atau sweeping net, pit fall trap, hekter, pinset, gunting,
kalkulator, kamera, jarum suntik, sekop, buku acuan identifikasi yaitu Kalshoven
(1981), Borror dkk (1996) dan alat tulis.
Pelaksanaan Penelitian
Penentuan Lokasi Pengamatan
Pengambilan lokasi sampel dilakukan pada pertanaman kopi milik
masyarakat yang berada pada 4 desa terkena erupsi dengan 2 petak pengamatan
pada masing-masing desa. Sebagai daerah pembanding, dilakukan pengamatan
pada lahan tidak kena erupsi di Desa Lae Parira, Kec. Lae Parira, Kabupaten
1. Desa Lingga, 2 lahan pengamatan masing dengan luas 0,25 Ha dengan jumlah
populasi tanam 200-250 pohon/lahan.
2. Desa Perteguhan, 2 lahan pengamatan masing dengan luas 0,25 Ha dengan
jumlah populasi tanam 200-250 pohon/petak.
3. Desa Ndokumsiroga, 2 lahan pengamatan masing dengan luas 0,25 Ha dengan
jumlah populasi tanam 200-250 pohon/petak.
4. Desa Lae Parira, 2 lahan pengamatan masing dengan luas 0,25 Ha dengan
jumlah populasi tanam 200-250 pohon/petak.
Jumlah pohon yang akan digunakan sebagai tanaman sampel pada
masing-masing lahan adalah 25 pohon sampel/petak pengamatan.
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel yang dilakukan sebanyak empat kali pengambilan
dengan menangkap serangga yang tertangkap pada pertanaman kopi yang telah
berbuah dan dikumpulkan dalam jumlah sebanyak mungkin. Yang menjadi
sampel pengamatan adalah serangga dewasa (imago) dari serangga di pertanaman
kopi.
Penangkapan serangga dilakukan dengan menggunakan berbagai
perangkap, yaitu sebagai berikut : perangkap jaring (sweeping net), perangkap jatuh (pit fall trap) untuk menangkap serangga yang hidup di atas permukaan tanah, perangkap kuning (yellow trap), dan handpicking yaitu mengambil langsung serangga yang terdapat pada dua puluh lima pohon sampel. Penentuan
pohon sampel dilakukan dengan memilih lima pohon yang berada disekitar
Perangkap Jaring (Sweep Net)
Perangkap jaring (sweep net) terbuat dari bahan ringan dan kuat seperti kain kasa, mudah diayunkan dan serangga yang tertangkap dapat terlihat.
Pengambilan sampel pada lahan pertanaman kopi dilakukan dengan sepuluh kali
pengayunan secara diagonal pada setiap lahan pertanaman. Serangga yang
tertangkap kemudian dikumpulkan, lalu dimasukkan kedalam wadah
penyimpanan sampel untuk diidentifikasi dan dihitung. Penangkapan serangga
dilakukan pada pagi pukul 07.00 - 09.00 atau sore hari pukul 17.00 - 18.00.
Penangkapan dilakukan satu kali seminggu dengan rentang waktu penangkapan
tujuh hari dari penangkapan sebelumnya.
Gambar 7. Perangkap Jaring (Sweep Net) (Sumber : Foto Langsung)
Perangkap Jatuh (Pit Fall Trap)
Perangkap jatuh (Pit Fall Trap) digunakan untuk menangkap serangga yang hidup diatas permukaan tanah. Perangkap ini dibuat dari cup plastik,
kemudian kedalam cup plastik tersebut dimasukkan air jernih yang telah dicampur
dengan deterjen. Cup tersebut dimasukkan kedalam tanah hingga rata dengan
permukaan tanah yang diletakkan selama tiga hari pada keempat sisi lahan dan
hujan datang air tidak memenuhi cup tersebut sehingga serangga yang tertangkap
tidak keluar. Serangga yang jatuh kedalam cup tersebut dikumpulkan, dihitung
dan dimasukkan kedalam botol kocok untuk diidentifikasi.
Gambar 8. Perangkap Jatuh (Pit Fall Trap) (Sumber : Foto Langsung)
Perangkap Kuning (Yellow Trap)
Perangkap ini terbuat dari kertas berwarna kuning yang berukuran 30 cm x
20 cm yang diolesi dengan lem perekat. Perangkap ini diletakan pada keempat sisi
lahan pertanaman kopi sesuai arah mata angin, yang pasang pada pagi hari dan
diletakkan selama tiga hari. Serangga yang diperoleh pada perangkap ini
dikumpulkan, diidentifikasi, dan dihitung.
Gambar 9. Perangkap Kuning (Yellow Trap) (Sumber : Foto Langsung)
Mengambil Serangga Secara Langsung (Handpicking)
masing-masing pohon sampel yaitu dengan mengambil buah yang terserang dan
serangga yang terdapat pada tanaman sampel secara langsung. Serangga yang
diperoleh dikumpulkan, dan dimasukkan kedalam wadah penyimpanan untuk
diidentifikasi dan dihitung.
Gambar 10. Handpicking
(Sumber : Foto Langsung)
Identifikasi Serangga
Serangga yang tertangkap dari lapangan ada yang dapat diindentifikasi
secara langsung dan ada yang belum dapat diidentifikasi secara langsung.
Serangga yang belum diidentifikasi, dilakukan identifikasi di Laboratorium Hama
Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Identifikasi
dilakukan sampai pada tingkat family.
Peubah Amatan
1. Jumlah dan jenis serangga tertangkap
Serangga yang tertangkap dikumpulkan, diidentifikasi dan dihitung sesuai
dengan kelompok family masing-masing setiap serangga pada setiap pengamatan.
2. Nilai Kerapatan Mutlak, Kerapatan Relatif, Frekuensi Mutlak, Frekuensi
Relatif pada setiap pengamatan.
Dengan diketahuinya jumlah populasi serangga tertangkap yang telah
frekuensi mutlak, frekuensi relative pada setiap pengamatan.
3. Nilai indeks keanekaragaman jenis serangga
Setelah jumlah serangga yang tertangkap pada setiap pengamatan
diketahui, maka dihitung nilai indeks keanekaragaman pada masing-masing
pengamatan dengan menggunakan rumus indeks Shanon-Weiner (H).
Metode Analisa Data
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, yaitu melakukan
pengambilan sampel serangga pada lahan tanaman kopi yang terkena erupsi abu
vulkanik Gunung Sinabung dan pada lahan yang tidak terkena erupsi. Serangga
yang diperoleh pada setiap penangkapan kemudian diidentifikasi dan dihitung
kemudian dianalisis sebagai berikut:
Kerapatan Mutlak (KM) suatu jenis serangga:
Kerapatan mutlak menunjukkan jumlah serangga yang ditemukan pada
habitat yang dinyatakan secara mutlak (Purba, 2010).
Kerapatan Relatif (KR) suatu jenis serangga KR = X 100%
KR = X 100% (Suin, 1997 dalam Saragih, 2008).
Frekuansi Mutlak (FM) suatu jenis serangga:
Frekuensi mutlak menunjukkan jumlah kesering hadiran suatu serangga
tertentu yang ditemukan pada habitat tiap pengamatan yang dinyatakan secara
mutlak (Purba, 2010).
Frekuensi Relatif (FR) suatu jenis serangga:
KM
∑ KM
Frekuensi relatif menunjukkan keseringhadiran suatu jenis serangga pada
habitat dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut
(Purba, 2010).
FR = X 100%
FR = X 100% (Suin, 1997 dalam Saragih, 2008).
Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga
Indeks keanekaragaman merupakan suatu penggambaran secara matematik
untuk mempermudah dalam menganalisis informasi mengenai jumlah jenis
indvidu serta berapa banyak jumlah jenis individu yang ada dalam suatu area
(Tambunan, 2013). Untuk membandingkan tinggi rendahnya keanekaragaman
jenis serangga yaitu keanekaragaman jenis serangga hama dan musuh alami
digunakan indeks Shanon-Weiner (H) dengan rumus:
H´ = – ∑pi ln pi pi =
dimana : H´ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Weaver
pi = Proporsi jumlah individu ke-1 dengan jumlah total individu ni = Spesies ke-i
N = Jumlah total individu (Price, 1997 dalam Sianipar, 2006). Dengan kriteria indeks keanekaragaman menurut Krebs (1978) sebagai
berikut:
H > 3 = Tinggi
H < H < 3 = Sedang
H < 1 = Rendah (Rosalyn, 2007). s
i=1
ni N
FM
∑ FM
HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah dan Jenis Serangga yang Tertangkap
Hasil pengamatan serangga yang tertangkap pada 6 lahan pertanaman kopi
dari 3 desa yang diketahui terkena erupsi abu vulkanik Gunung Sinabung terdiri
dari 11 ordo dan 34 family dengan jumlah populasi serangga sebesar 4011 ekor,
sedangkan pada lahan yang tidak terkena erupsi abu vulkanik serangga yang
tertangkap terdiri dari 11 Ordo dan 40 family dengan jumlah populasi serangga
sebesar 3079 ekor. Hasil tangkapan dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 4. Jumlah dan Jenis Serangga yang Tertangkap
Ordo Famili
Lahan Terkena Erupsi Abu Vulkanik
Lahan Tidak Terkena Erupsi Abu Vulkanik Pengamatan
Total Pengamatan Total I II III IV I II III IV
Hemiptera
Corixidae 9 3 5 0 17 4 0 4 0 8
Pentatomidae 1 2 2 0 5 9 6 5 9 29
Reduviidae 2 0 1 0 3 9 3 4 7 23
Hymenoptera
Braconidae 22 18 19 5 64 29 41 15 16 101
Eulophidae 0 0 0 0 0 2 0 0 3 5
Formicidae 139 45 30 43 257 371 301 179 205 1056
Halictidae 0 0 0 0 0 25 10 4 18 57
Ichneumonidae 49 23 61 17 150 37 23 18 9 87
Pompilidae 27 32 13 17 89 21 19 4 7 51
Vespidae 22 13 6 7 48 19 14 4 10 47
Diptera
Agromyzidae 0 1 0 1 2 15 7 3 1 26
Bombylidae 0 0 0 0 0 2 3 2 2 9
Culicidae 0 0 0 0 0 3 1 2 3 9
Luciliae 14 3 0 5 22 10 1 0 0 11
Muscidae 523 190 159 55 927 19 6 4 4 33
Neriidae 34 29 33 21 117 7 4 3 0 14
Sciaridae 2 4 1 1 8 11 3 1 1 16
Tachinidae 46 19 20 14 99 37 19 22 18 96
Tephritidae 892 231 450 189 1762 275 201 270 118 864
Tipulidae 1 0 1 0 2 9 11 1 0 21
Homoptera
Cicadellidae 0 0 0 0 0 33 13 5 1 52
Coccidae 34 20 11 5 70 18 5 19 5 47
Delphacidae 0 0 0 0 0 4 7 5 6 22
Lepidoptera
Cossidae 1 0 1 1 3 2 5 0 0 7
Noctuidae 1 1 0 0 2 10 7 3 6 26
Papilionidae 1 0 0 1 2 5 5 3 1 14
Coleoptera
Chrysomelidae 5 7 3 3 18 7 4 3 0 14
Coccinellidae 18 27 12 14 71 4 0 1 3 8
Geotrupidae 1 0 1 1 3 7 2 4 0 13
Scarabidae 24 13 17 9 63 22 17 9 15 63
Scolytidae 33 29 17 21 100 39 28 21 29 117
Hasil pengamatan menunjukkan jumlah serangga yang paling banyak
tertangkap pada lahan terkena erupsi adalah family tephritidae dari ordo diptera
yang berjumlah 1762 ekor yang dinominasi spesies lalat buah. Hal ini dikarenakan
sebelum ditanam kopi, pada lahan tersebut ditanam jeruk yang akhirnya
dikonversi menjadi pertanaman kopi akibat adanya serangan lalat buah. Hal ini
menunjukkan bahwa tanaman sebelumnya berperan dalam menentukan
keberadaan jenis serangga pada suatu tempat.
Dari hasil pengamatan pada lahan terkena erupsi diketahui bahwa jumlah
serangga yang paling sedikit tertangkap terdiri dari 5 family yaitu agromyzidae,
gryllotalpidae, noctuidae, papilionidae dan tipulidae yang tergolong dalam 3 ordo.
Hal ini dikarenakan sistem tanam yang monokultur pada lahan sehingga serangga
sulit menemukan sumber makanan yang sesuai dan adanya erupsi abu vulkanik
yang menyebabkan lingkungan bagi serangga tersebut tidak sesuai. Hal ini sesuai
dengan Krebs (1978) yang menyatakan semakin heterogen suatu lingkungan fisik
semakin kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat tersebut dan semakin
tinggi keragaman jenisnya.
Hasil pengamatan pada lahan yang tidak terkena erupsi menunjukkan
jumlah serangga yang paling banyak tertangkap adalah family formicidae dari
ordo hymenoptera yang berjumlah 1056 ekor yang didominasi spesies semut Orthoptera
Acrididae 4 1 0 3 8 7 9 9 0 25
Gryllidae 3 2 4 0 9 3 3 1 1 8
Gryllotalpidae 0 1 0 1 2 2 3 3 1 9
Tettigonidae 7 7 8 4 26 1 2 2 0 5
Odonata Ghomphidae 0 1 0 5 6 6 7 5 2 20
Dermaptera Chelisachidae 0 0 1 2 3 2 8 5 1 16
Blatodea Blattellidae 0 2 0 3 5 9 6 7 0 22
Isoptera Rhinotermitidae 0 5 12 3 20 5 3 6 0 14
hitam. Hal ini dikarenakan banyaknya bahan organik pada lahan terutama bahan
organik pada permukaan tanah.
Pada lahan yang tidak terkena erupsi menunjukkan jumlah serangga yang
paling sedikit tertangkap adalah family eulophidae dari ordo hymenoptera dan
tettigonidae dari ordo diptera dengan jumlah yang tertangkap pada masing-masing
family 5 ekor. Hal ini dikarenakan pada lahan tersebut lebih banyak jenis tanaman
yang dibudidayakan dibandingkan dengan lahan yang terkena erupsi. Hal ini
sesuai dengan Krebs (1978) yang menyatakan semakin heterogen suatu
lingkungan fisik semakin kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat
tersebut dan semakin tinggi keragaman jenisnya.
Jumlah serangga yang tertangkap pada lahan yang terkena erupsi setiap
penangkapan berbeda-beda. Serangga yang paling banyak tertangkap yaitu pada
penangkapan pertama dan ketiga. Hal ini dikarenakan pada penangkapan yang
kedua dan keempat kembali terjadi erupsi abu vulkanik, abu yang jatuh keatas
permukaan tanah mengandung unsur sulfur yang dapat menguraikan zat kitin pada
serangga yang menyebabkan serangga yang aktif bergerak sedikit. Setelah erupsi
penangkapan yang ketiga meningkat dari penangkapan yang kedua dan kembali
menurun pada penangkapan yang keempat karena kembali terjadi erupsi abu
vulkanik.
Penangkapan serangga pada lahan yang tidak terkena erupsi abu vulkanik
juga berbeda-beda. Hal ini dikarenakan kondisi ekosistem tidak selalu sama yang
dipengaruhi curah hujan. Jumlah serangga terbanyak yang tertangkap yaitu pada
penangkapan pertama dengan jumlah 1109 ekor dan mengalami penurunan
yang aktif terbang ataupun bergerak sedikit.
Dari empat cara penangkapan yang dilakukan, jenis serangga yang paling
banyak tertangkap pada perangkap kuning (yellow trap) dan paling sedikit pada perangkap jatuh (pit fall trap). Hal ini dikarenakan serangga pada umumnya lebih tertarik pada gelombang cahaya warna kuning yang dipantulkan dari perangkap
kuning sehingga mendekati perangkap kuning yang telah diberi perekat dan
akhirnya melekat di perangkap.
Pengamatan terhadap jumlah serangga yang terdapat lahan yang terkena
erupsi abu vulkanik dan lahan yang tidak terkena abu vulkanik dapat
dikelompokkan berdasarkan jenis serangga dengan interaksi yang terjadi dapat
dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 5. Serangga Pengganggu Tanaman (Hama) yang diperoleh dari hasil perangkap
Ordo Famili Lahan Terkena Erupsi Abu Vulkanik
Lahan Tidak Terkena Erupsi Abu Vulkanik
Hemiptera Corixidae 17 8
Pentatomidae 5 29
Diptera
Agromyzidae 2 26
Culicidae 0 9
Muscidae 927 33
Neriidae 117 14
Sciaridae 8 16
Tephritidae 1762 864
Homoptera
Cicadellidae 0 52
Coccidae 70 47
Delphacidae 0 22
Lepidoptera Cossidae 3 7
Noctuidae 2 26
Coleoptera
Chrysomelidae 18 14
Scarabidae 63 63
Scolytidae 100 117
Tenebrionidae 8 14
Orthoptera
Acrididae 8 25
Gryllidae 9 8
Gryllotalpidae 2 9
Tettigonidae 26 5
Blatodea Blattellidae 5 22
Isoptera Rhinotermitidae 20 14
Serangga hama pada lahan yang terkena erupsi abu vukanik terdapat dari 8
ordo dalam 20 famili dan pada lahan tidak terkena abu vulkanik di atas permukaan
tanah terdapat 8 ordo dalam 23 famili. Jumlah serangga tertinggi terdapat pada
ordo diptera dan famili Tephritidae dengan jumlah serangga 1762 ekor pada lahan
yang terkena erupsi dan 864 pada lahan yang tidak terkena erupsi.Hasil penelitian
menunjukkan bahwa jumlah populasi hama yang terdapat pada lahan terkena
erupsi lebih banyak yaitu 3172 ekor dari pada lahan yang tidak terkena erupsi
yang berjumlah 1444 ekor, akan tetapi jenis serangga hama lebih sedikit dari pada
jenis serangga hama pada lahan yang terdapat pada lahan yang tidak terkena
erupsi.
Tabel 6. Musuh Alami yang diperoleh dari hasil perangkap.
Jumlah serangga musuh alami yang terdapat pada lahan terkena erupsi
1858 ekor yang terbagi pada 6 ordo dan 14 famili dan pada lahan yang tidak
terkena erupsi terbagi dalam 6 ordo dan 16 famili. Jumlah serangga tertinggi
terdapat pada ordo Formicidae dengan jumlah serangga 257 ekor dan 1056 pada
lahan yang tidak terkena erupsi. Jumlah populasi serangga musuh alami tertinggi
Ordo Famili Lahan Terkena Erupsi Abu VulkanikLahan Tidak Terkena Erupsi Abu Vulkanik
Hemiptera Reduviidae 3 23
Hymenoptera
Braconidae 64 101
Eulophidae 0 5
Formicidae 257 1056
Halictidae 0 57
Ichneumonidae 150 87
Pompilidae 89 51
Vespidae 48 47
Diptera
Bombylidae 0 9
Luciliae 22 11
Neriidae 117 14
Tachinidae 99 96
Tipulidae 2 21
Coleoptera Coccinellidae 71 8
Odonata Ghomphidae 6 20
Dermaptera Chelisachidae 3 16
terdapat pada lahan yang terkena erupsi dengan jumlah 1858 ekor dibandingkan
pada lahan yang tidak terkena erupsi yaitu 1655 ekor.
Jenis serangga hama dan musuh alami pada lahan yang tidak terkena
erupsi lebih beragam dari pada lahan yang terkena erupsi walaupun jumlah
populasi serangga lebih sedikit bila dibandingkan dengan populasi serangga pada
lahan yang terkena erupsi. Hal ini disebabkan selain adanya pengaruh erupsi yang
menekan musuh alami yang terdapat lahan pada lahan sehingga serangga hama
meningkat dan menarik musuh alami dari tempat lain untuk dating dan terdapat
juga heterogenitas pada lahan yang berbeda pada masing-masing lahan. Hal ini
sesuai dengan Krebs (1978) yang menyatakan semakin heterogen suatu
lingkungan fisik semakin kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat
tersebut dan semakin tinggi keragaman jenisnya.
Nilai Kerapatan Mutlak, Kerapatan Relatif, Frekuensi Mutlak, Frekuensi Relatif Pada Lahan
Nilai kerapatan mutlak, kerapatan relatif, frekuensi mutlak, frekuensi
relatif setiap penangkapan serangga yang tertangkap pada lahan pertanaman kopi
yang terkena erupsi dan lahan tidak terkena erupsi dapat diketahui dari Tabel 7.
Dari table 7 dapat diketahui bahwa nilai kerapatan mutlak dan kerapatan
relatif tertinggi pada lahan terkena erupsi abu vulkanik terdapat pada family
tephritidae dengan nilai KM = 1762 dan KR = 43.92919 % sedangkan yang
terendah terdapat pada family agromyzidae, gryllotalpidae, noctuidae,
papilionidae dan tipulidae dengan nilai KM = 2 dan KR = 0,049863%. Hal ini
disebabkan karna family tephritidae pada lahan pengamatan adalah family paling
banyak tertangkap dan family yang sedikit tertangkap adalah family agromyzidae,
(2010) yang menyatakan bahwa kerapatan mutlak menunjukkan jumlah serangga
yang ditemukan pada habitat yang dinyatakan secara mutlak.
Tabel 7. Nilai KM, KR, FM, FR Pada Lahan
Dari tabel dapat diketahui bahwa nilai frekuensi mutlak dan frekuensi relatif
tertinggi pada lahan terkena erupsi abu vulkanik terdapat pada family Vespidae,
Ordo Famili Lahan Terkena Erupsi Abu VulkanikLahan Tidak Terkena Erupsi Abu Vulkanik
KM KR (%) FM FR (%) KM KR (%) FM FR (%)
Hemiptera
Corixidae 17 0.423834 3 2.654867 8 0.259825 2 1.408451
Pentatomidae 5 0.124657 3 2.654867 29 0.941864 4 2.816901
Reduviidae 3 0.074794 2 1.769912 23 0.746996 4 2.816901
Hymenoptera
Braconidae 64 1.595612 4 3.539823 101 3.280286 4 2.816901
Eulophidae 0 0 0 0 5 0.16239 2 1.408451
Formicidae 257 6.40738 4 3.539823 1056 34.29685 4 2.816901
Halictidae 0 0 0 0 57 1.85125 4 2.816901
Ichneumonidae 150 3.739716 4 3.539823 87 2.825593 4 2.816901
Pompilidae 89 2.218898 4 3.539823 51 1.656382 4 2.816901
Vespidae 48 1.196709 4 3.539823 47 1.52647 4 2.816901
Diptera
Agromyzidae 2 0.049863 2 1.769912 26 0.84443 4 2.816901
Bombylidae 0 0 0 0 9 0.292303 4 2.816901
Culicidae 0 0 0 0 9 0.292303 4 2.816901
Luciliae 22 0.548492 3 2.654867 11 0.357259 2 1.408451
Muscidae 927 23.11144 4 3.539823 33 1.071777 4 2.816901
Neriidae 117 2.916978 4 3.539823 14 0.454693 3 2.112676
Sciaridae 8 0.199452 4 3.539823 16 0.519649 4 2.816901
Tachinidae 99 2.468212 4 3.539823 96 3.117895 4 2.816901
Tephritidae 1762 43.92919 4 3.539823 864 28.06106 4 2.816901
Tipulidae 2 0.049863 2 1.769912 21 0.68204 3 2.112676
Homoptera
Cicadellidae 0 0 0 0 52 1.68886 4 2.816901
Coccidae 70 1.745201 4 3.539823 47 1.52647 4 2.816901
Delphacidae 0 0 0 0 22 0.714518 4 2.816901
Lepidoptera
Cossidae 3 0.074794 3 2.654867 7 0.227347 2 1.408451
Noctuidae 2 0.049863 2 1.769912 26 0.84443 4 2.816901
Papilionidae 2 0.049863 2 1.769912 14 0.454693 4 2.816901
Coleoptera
Chrysomelidae 18 0.448766 4 3.539823 14 0.454693 3 2.112676
Coccinellidae 71 1.770132 4 3.539823 8 0.259825 3 2.112676
Geotrupidae 3 0.074794 3 2.654867 13 0.422215 3 2.112676
Scarabidae 63 1.570681 4 3.539823 63 2.046119 4 2.816901
Scolytidae 100 2.493144 4 3.539823 117 3.799935 4 2.816901
Tenebrionidae 8 0.199452 4 3.539823 14 0.454693 3 2.112676
Orthoptera
Acrididae 8 0.199452 3 2.654867 25 0.811952 3 2.112676
Gryllidae 9 0.224383 3 2.654867 8 0.259825 4 2.816901
Gryllotalpidae 2 0.049863 2 1.769912 9 0.292303 4 2.816901
Tettigonidae 26 0.648217 4 3.539823 5 0.16239 3 2.112676
Odonata Ghomphidae 6 0.149589 2 1.769912 20 0.649562 4 2.816901
Dermaptera Chelisachidae 3 0.074794 2 1.769912 16 0.519649 4 2.816901
Blatodea Blattellidae 5 0.124657 2 1.769912 22 0.714518 3 2.112676
Isoptera Rhinotermitidae 20 0.498629 3 2.654867 14 0.454693 3 2.112676
braconidae, formicidae, ichneumonidae, pompilidae, muscidae, neriidae,
tettigonidae, tachinidae, tephritidae, coccidae, sciaridae, chrysomelidae,
coccinellidae, scarabidae, scolytidae, tenebrionidae dengan nilai FM = 4 dan FR =
3.539823%. Nilai tersebut karena serangga tersebut sering hadir dalam lahan
pengamatan dan penyebaran serangga tersebut luas di daerah lahan pertanaman
kopi. Hal ini sesuai dengan Purba (2010) yang menyatakan bahwa frekuensi
relatif menunjukkan keseringhadiran suatu jenis serangga pada habitat dan dapat
menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut.
Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa nilai frekuensi mutlak dan
frekuensi relatif terendah pada lahan terkena erupsi abu vulkanik terdapat pada
family reduviidae, agromyzidae, tipulidae, noctuidae, papilionidae, gryllotalpidae,
ghomphidae, chelisachidae, blattellidae dengan nilai FM = 2 dan FR =
1.769912%. Nilai yang rendah disebabkan karena serangga tersebut jarang hadir
pada lahan pengamatan dan penyebaran serangga tersebut tidak luas pada lahan
pengamatan. Hal ini sesuai dengan Purba (2010) yang menyatakan bahwa
frekuensi relatif menunjukkan keseringhadiran suatu jenis serangga pada habitat
dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut.
Pada pengamatan lahan yang tidak terkena erupsi sinabung diketahui bahwa
nilai kerapatan mutlak dan kerapatan relatif tertinggi adalah family formicidae
dengan nilai KM = 1056 dan KR = 34, 29685 % sedangkan nilai yang terendah
adalah family eulophidae dan tettigonidae dengan nilai KM = 5 dan KR =
1,408%. Hal disebabkan karena family formicidae adalah family yang paling
banyak tertangkap dan yang paling sedikit tertangkap adalah family eulophidae
kerapatan mutlak menunjukkan jumlah serangga yang ditemukan pada habitat
yang dinyatakan secara mutlak
Pada lahan tidak terkena erupsi abu vulkanik diketahui bahwa nilai
frekuensi mutlak dan frekuensi relatif tertinggi terdapat pada family Vespidae,
pentatomidae, reduviidae, braconidae, formicidae, halictidae, ichneumonidae,
pompilidae, agromyzidae, bombylidae, culicidae, muscidae, tachinidae,
tephritidae, cicadellidae, coccidae, delphacidae, noctuidae, papilionidae, sciaridae,
scarabidae, scolytidae, gryllidae, gryllotalpidae, ghomphidae, chelisachidae
dengan nilai FM = 4 dan FR = 3.539823%. Nilai tersebut karena serangga tersebut
sering hadir dalam lahan pengamatan dan penyebaran serangga tersebut luas di
daerah lahan pertanaman kopi. Hal ini sesuai dengan Purba (2010) yang
menyatakan bahwa frekuensi relatif menunjukkan keseringhadiran suatu jenis
serangga pada habitat dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga
tersebut.
Dari table hasil perhitungan dapat diketahui bahwa nilai frekuensi mutlak
dan frekuensi relatif terendah pada lahan tidak terkena erupsi abu vulkanik
terdapat pada family corixidae, eulophidae, Luciliae, cossidae dengan nilai FM =
2 dan FR = 1.769912%. Nilai yang rendah disebabkan karena serangga tersebut
jarang hadir pada lahan pengamatan dan penyebaran serangga tersebut tidak luas
pada lahan pengamatan. Hal ini sesuai dengan Purba (2010) yang menyatakan
bahwa frekuensi relatif menunjukkan keseringhadiran suatu jenis serangga pada
habitat dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut.
Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga
terkena erupsi abu vulkanik dan tidak terkena erupsi abu vulkanik adalah sebagai
berikut :
Tabel 8: Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga pada lahan terkena terkena erupsi abu vulkanik dan tidak terkena erupsi abu vulkanik.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan indeks keanekaragaman
Ordo Famili Lahan Terkena Erupsi Abu Vulkanik
Lahan Tidak Terkena Erupsi Abu Vulkanik
Pi ln pi H` Pi ln pi H`
Hemiptera
Corixidae 0.004238 -5.46358 0.023157 0.002598 -5.95292 0.015467
Pentatomidae 0.001247 -6.68736 0.008336 0.009419 -4.66506 0.043939
Reduviidae 0.000748 -7.19818 0.005384 0.00747 -4.89687 0.036579
Hymenoptera
Braconidae 0.015956 -4.13791 0.066025 0.032803 -3.41724 0.112095
Eulophidae 0 0 0 0.001624 -6.42292 0.01043
Formicidae 0.064074 -2.74772 0.176057 0.342968 -1.07012 0.367016
Halictidae 0 0 0 0.018513 -3.98931 0.073852
Ichneumonidae 0.037397 -3.28616 0.122893 0.028256 -3.56645 0.100773
Pompilidae 0.022189 -3.80816 0.084499 0.016564 -4.10053 0.067921
Vespidae 0.011967 -4.42559 0.052961 0.015265 -4.18221 0.06384
Diptera
Agromyzidae 0.000499 -7.60365 0.003791 0.008444 -4.77426 0.040315
Bombylidae 0 0 0 0.002923 -5.83514 0.017056
Culicidae 0 0 0 0.002923 -5.83514 0.017056
Luciliae 0.005485 -5.20575 0.028553 0.003573 -5.63446 0.02013
Muscidae 0.231114 -1.46484 0.338546 0.010718 -4.53585 0.048614
Neriidae 0.02917 -3.53462 0.103104 0.004547 -5.3933 0.024523
Sciaridae 0.001995 -6.21735 0.012401 0.005196 -5.25977 0.027332
Tachinidae 0.024682 -3.70168 0.091365 0.031179 -3.46801 0.108129
Tephritidae 0.439292 -0.82259 0.361358 0.280611 -1.27079 0.356596
Tipulidae 0.000499 -7.60365 0.003791 0.00682 -4.98784 0.034019
Homoptera
Cicadellidae 0 0 0 0.016889 -4.08112 0.068924
Coccidae 0.017452 -4.0483 0.070651 0.015265 -4.18221 0.06384
Delphacidae 0 0 0 0.007145 -4.94132 0.035307
Lepidoptera
Cossidae 0.000748 -7.19818 0.005384 0.002273 -6.08645 0.013837
Noctuidae 0.000499 -7.60365 0.003791 0.008444 -4.77426 0.040315
Papilionidae 0.000499 -7.60365 0.003791 0.004547 -5.3933 0.024523
Coleoptera
Chrysomelidae 0.004488 -5.40642 0.024262 0.004547 -5.3933 0.024523
Coccinellidae 0.017701 -4.03412 0.071409 0.002598 -5.95292 0.015467
Geotrupidae 0.000748 -7.19818 0.005384 0.004222 -5.46741 0.023084
Scarabidae 0.015707 -4.15366 0.065241 0.020461 -3.88923 0.079578
Scolytidae 0.024931 -3.69163 0.092038 0.037999 -3.27019 0.124265
Tenebrionidae 0.001995 -6.21735 0.012401 0.004547 -5.3933 0.024523
Orthoptera
Acrididae 0.001995 -6.21735 0.012401 0.00812 -4.81348 0.039083
Gryllidae 0.002244 -6.09957 0.013686 0.002598 -5.95292 0.015467
Gryllotalpidae 0.000499 -7.60365 0.003791 0.002923 -5.83514 0.017056
Tettigonidae 0.006482 -5.0387 0.032662 0.001624 -6.42292 0.01043
Odonata Ghomphidae 0.001496 -6.50504 0.009731 0.006496 -5.03663 0.032716
Dermaptera Chelisachidae 0.000748 -7.19818 0.005384 0.005196 -5.25977 0.027332
Blatodea Blattellidae 0.001247 -6.68736 0.008336 0.007145 -4.94132 0.035307
Isoptera Rhinotermitidae 0.004986 -5.30106 0.026433 0.004547 -5.3933 0.024523
serangga terkena erupsi abu vulkanik dan tidak terkena erupsi abu vulkanik. Pada
lahan terkena erupsi abu vulkanik dengan nilai indeks kenekaragaman sebesar
1.97543 lebih kecil dari pada indeks keanekaragaman lahan tidak terkena erupsi
abu vulkanik dengan nilai sebesar 2.3257864. Hal ini disebabkan karena jenis dan
jumlah yang tertangkap pada pada masing-masing lahan berbeda yaitu pada lahan
terkena erupsi abu vulkanik jumlah dan jenis serangga lebih sedikit dari pada
jumlah dan jenis serangga pada lahan tidak terkena erupsi abu vulkanik. Hal ini
sesuai dengan Tambunan (2013) yang menyatakan bahwa indeks keanekaragaman
merupakan suatu penggambaran secara matematik untuk mempermudah dalam
menganalisis informasi mengenai jumlah jenis indvidu serta berapa banyak
jumlah jenis individu yang ada dalam suatu area.
Nilai indeks keanekaragaman pada lahan terkena erupsi adalah H’ = 1.975
dimana nilai keragaman jenis sedang bila H’= 1-3 (Kondisi lingkungan sedang).
Menurut Michael (1996) bila H’ 1-3 berarti keanekaragaman serangga sedang
yaitu mengarah hampir baik dimana keberadaan hama dan musuh alami hampir
seimbang.
Pada lahan tidak terkena erupsi nilai indeks keanekaragaman serangga
adalah H’ = 2.325. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan lingkungan dalam
keadaan sedang dimana menurut Michael (1996) bila H’ 1-3 berarti
keanekaragaman serangga sedang yaitu mengarah hampir baik dimana keberadaan
hama dan musuh alami hampir seimbang.
Pada lahan yang terkena erupsi abu vulkanik, serangga yang tertangkap ada
11 ordo dengan 34 family sedangkan pada lahan yang tidak terkena erupsi
penangkapan pada lahan terkena erupsi adalah family eulophidae dan halictidae
dari ordo hymenoptera, family bombylidae dan culicidae dari ordo diptera, family
cicadellidae dan delphacidae dari ordo homoptera.
Penyebab perbedaan nilai indeks keanekaragaman selain adanya erupsi abu
vulkanik, disebabkan juga oleh adanya flora dan fauna yang heterogen. Pada lahan
yang tidak terkena erupsi terdapat tanaman tumpang sari seperti jagung, kacang
tanah, ubi kayu, cabai, kakao dan pisang sehingga serangga yang terdapat pada
lebih beragam dibandingkan dengan lahan terkena erupsi yang pada umumnya
hanya ditanam kopi saja. Hal ini sesuai dengan Kreb (1978) yang menyatakan
semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin kompleks komunitas flora dan
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Jumlah yang tertangkap pada lahan terkena erupsi abu vulkanik Gunung
Sinabung lebih banyak yaitu 4011 ekor dibandingkan jumlah serangga yang
tertangkap pada lahan yang tidak terkena erupsi abu vulkanik Gunung
Sinabung yaitu 3079 ekor. Sedangkan jenis yang tertangkap pada lahan terkena
erupsi abu vulkanik Gunung Sinabung lebih sedikit yaitu 34 family serangga
dibandingkan jenis serangga yang tertangkap pada lahan yang tidak terkena
erupsi abu vulkanik Gunung Sinabung yaitu 40 family serangga.
2. Jumlah serangga hama dan musuh alami pada lahan yang tidak terkena erupsi
lebih beragam dari pada lahan yang terkena erupsi abu vulkanik Gunung
Sinabung.
3. Nilai KM tertinggi pada lahan terkena erupsi adalah KM = 1762 dan KR =
43.92919 % pada family tephritidae sedangkan yang terendah terdapat pada
family agromyzidae, gryllotalpidae, noctuidae, papilionidae dan tipulidae
dengan nilai KM = 2 dan KR = 0,049863. Sedangkan pada lahan yang tidak
terkena erupsi kerapatan mutlak dan kerapatan relatif tertinggi adalah family
formicidae dengan nilai KM = 1056 dan KR = 34, 29685 % sedangkan nilai
yang terendah adalah family Eulophidae dan Tettigonidae dengan nilai KM = 5
dan KR = 1,408%.
4. Nilai FM dan FR tertinggi pada lahan terkena erupsi abu vulkanik sinabung
maupun pada lahan tidak terkena erupsi adalah FM = 4 dan FR = 3.539823%
dan yang terendah adalah FM = 2 dan FR = 1.769912%.
1.97543 dan pada lahan yang tidak terkena erupsi abu vulkanik sinabung
adalah H` = 2.3257864.
6. Faktor yang membedakan indeks keanekaragaman serangga adalah adanya
eruspsi abu vulkanik Gunung Sinabung, waktu, heterogenitas, kompetisi,
pemangsaan, iklim dan produktivitas.
Saran
Selain melihat dampak erupsi abu vulkanik Gunung Sinabung terhadap
keanekaragaman serangga perlu dilakukan pengamatan perkembangan penyakit
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kopi Arabika (Coffea ArabicaL.)
Tanaman kopi termasuk dalam Kingdom Plantae, Sub Kingdom
Tracheobionta, Super Divisi Spermatophyta, Divisi Magnoliophyta, Class
Magnoliopsida/Dicotyledons, Sub Class Asteridae, Ordo Rubiales, Famili
Rubiaceae, Genus Coffea, Spesies Coffea arabicaL. (USDA, 2002).
Kopi adalah species tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam
family Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang.
Meskipun kopi merupakan tanaman tahunan, tetapi umumnya mempunyai
perakaran yang dangkal. Oleh karena itu tanaman ini mudah mengalami
kekeringan pada kemarau panjang bila di daerah perakarannya tidak di beri mulsa.
Secara alami tanaman kopi memiliki akar tunggang sehingga tidak mudah rebah.
Tetapi akar tunggang tersebut hanya dimiliki oleh tanaman kopi yang bibitnya
berupa bibit semaian atau bibit sambungan (okulasi) yang batang bawahnya
merupakan semaian. Tanaman kopi yang bibitnya berasal dari bibit stek,
cangkokan atau bibit okulasi yang batang bawahnya merupakan bibit stek tidak
memiliki akar tunggang sehingga relatif mudah rebah
(Badan Penelitian dan Pengembangan, 2008).
Daun kopi berbentuk bulat, ujungnya agak meruncing sampai bulat
dengan bagian pinggir yang bergelombang. Daun tumbuh pada batang, cabang
dan ranting. Pada cabang Orthrotrop letak daun berselang seling, sedangkan pada
cabang Plagiotrop terletak pada satu bidang. Daun kopi robusta ukurannya lebih
besar dari arabika (Manurung, 2010).
Mula- mula bunga ini keluar dari ketiak daun yang terletak pada batang utama
atau cabang reproduksi. Tetapi bunga yang keluar dari kedua tempat tersebut
biasanya tidak berkembang menjadi buah, jumlahnya terbatas, dan hanya
dihasilkan oleh tanaman- tanaman yang masih sangat muda. Bunga yang
jumlahnya banyak akan keluar dari ketiak daun yang terletak pada cabang primer.
Bunga ini berasal dari kuncup-kuncup sekunder dan reproduktif
yang berubah fungsinya menjadi kuncup bunga. Kuncup
bunga kemudian berkembang menjadi bunga secara serempak dan bergerombol
(Badan Penelitian dan Pengembangan, 2008).
Gambar 1. Tanaman Kopi (Situmorang, 2013)
Syarat Tumbuh
Kopi di Indonesia saat ini umumnya dapat tumbuh baik pada ketinggian
tempat di atas 700 m di atas permukaan laut beberapa klon saat ini dapat ditanam
mulai di atas ketinggian 500 m dpl, namun demikian yang terbaik seyogyanya
kopi ditanam di atas 700 m dpl, terutama jenis kopi robusta. Kopi arabika baik
tumbuh dengan citarasa yang bermutu pada ketinggian di atas 1000 m dpl. Namun
demikian, lahan pertanaman kopi yang tersedia di Indonesia sampai saat ini
yang menyebabkan mengapa sebagian besar (sekitar 95%) jenis kopi di Indonesia
saat ini adalah kopi robusta (Prastowo dkk, 2010).
Umumnya dianggap bahwa jumlah curah hujan tahunan terbaik untuk
coffeeis arabika antara 1400 dan 2400 mm, meskipun kisaran antara 800 dan 4200
mm tetap diterima. adalah penting bahwa hujan didistribusikan lebih musim teh
atau terus-menerus selama sekitar 7-8 bulan. sifat musim hujan dari segi panjang
dan intensitas hujan merupakan faktor ekologi kunci yang menentukan dalam
interval antara berbunga dan pematangan biji. juga, ketika curah hujan tahunan
melebihi 3000 penyakit daun mm dari infeksi jamur mengembangkan lebih
mudah. Kopi arabika lebih rentan terhadap dideases daun dan hama dari robusta,
terutama ketika curah hujan melebihi 3000 mm per tahun. karena sistem akar
dangkal Robusta dapat mentolerir curah hujan dalam waktu lama dan kelembaban
tanah yang tinggi, tetapi membutuhkan musim kemarau pendek untuk berbunga
besar (Pohlandan Jansen, 2011).
Status Serangga Pada Pertanaman Kopi
Interaksi antara tanaman dan hama dapat dilihat dari aspek ekologis dan
ekonomis. Dari sisi ekologi hubungan antara tanaman dan hama merupakan
interaksi yang saling mengendalikan antara tanaman yang autotroph dengan
binatang herbivora yang heterotrophdalam suatu sistem trofi yang berjalan secara
efisien dan berkesinambungan. Karena kemampuannya mengubah energi surya
menjadi energi biokimia melalui proses fotosistesis tanaman menempati aras trofi
pertama sebagai produsen. Energi pada tanaman digunakan oleh binatang yang
memakan tanaman (Untung, 2010).
banyak jenis serangga hama. Di Indonesia terdapat beberapa jenis yang
merupakan hama utama kopi, yaitu hama penggerek buah kopi (PBKo)
Hypothenemus hampei, penggerek cabang hitam Xylosandrus compactus, penggerek cabang coklat X. morigerus, kutu hijau Coccus viridis, dan penggerek batang merah Zuezera coffea (Manurung, 2008). Hingga pada tahun 2014, hama kopi yang terdapat di Kabupaten Karo adalah penggerek buah kopi (H. Hampei) ,
kutu dompolan (Pseudococcus citri), penggerek batang atau cabang kopi (Zeuzera sp.), karat daun kopi (H.vastatrix) (Tabel 1).
Gambar 2. Penggerek Buah Kopi (PBKO) (Departemen Pertanian, 2002)
PBKo sangat merugikan, karena mampu merusak biji kopi dan sering
mencapai populasi yang tinggi. Pada umumnya, hanya kumbang betina yang
sudah kawin yang akan menggerek buah kopi; biasanya masuk buah dengan buat
lubang kecil dari ujungnya. Kumbang betina menyerang buah kopi yang sedang
terbentuk, dari 8 minggu setelah berbunga sampai waktu panen. Buah yang sudah
tua paling disukai. Kumbang betina terbang dari pagi hingga sore. PBKo
mengarahkan serangan pertamanya pada bagian kebun kopi yang bernaungan,
lebih lembab atau di perbatasan kebun. Jika tidak dikendalikan, serangan dapat
menyebar ke seluruh kebun. Dalam buah tua dan kering yang tertinggal setelah
panen, dapat ditemukan lebih dari 100 PBKo. Karena itu penting sekali
membersihkan kebun dari semua buah yang tertinggal
Tabel 1. Laporan Serangan OPT Penting Perkebunan UPPT Tiga Pancur
No. Tahun Jenis Hama Luas Serangan (Ha)
Berat Ringan
1. 2011
H.vastatrix - -
Xyloborus sp. - -
H. hampei 1 175
Zeuzera sp. - -
Pseudococcus citri - 133
Corticium salmonicolor - -
Antraknose - -
2. 2012
H.vastatrix - -
Xyloborus sp. - -
H. hampei 10 147,1
Zeuzera sp. - -
Pseudococcus citri - 63,3
Corticium salmonicolor - -
Antraknose - -
3. 2013
H.vastatrix 5 110,5
Xyloborus sp. - -
H. hampei 409,95 1.267,25
Zeuzera sp. 2,5 41,25
Pseudococcus citri 201,50 772,15
Corticium salmonicolor - -
Antraknose - -
4. 2014
H.vastatrix 203,58 432,46
Xyloborus sp. - -
H. hampei 1037,10 1.761,50
Zeuzera sp. 105,70 295,45
Pseudococcus citri 427,20 1.183,62
Corticium salmonicolor - -
Antraknose - -
Sumber : BBPPTP Medan, 2015
Gambar 3. Penggerek Cabang Kopi (Departemen Pertanian, 2002)
nyata. Proses pembuatan lubang yang dilakukan oleh X.compactus menyebabkan ujung ranting layu, menguning dan mati. Serangan X. compactus dicirikan oleh adanya lubang gerek berdiameter sekitar 1-2 mm pada permukaan ranting
tanaman kopi hingga mencapai panjang 20-50 mm. Lubang gerek dibuat oleh
X. compactus betina dewasa sebagai tempat tinggalnya. Setelah menggerek, serangga betina meletakkan telur dalam lubang tersebut hingga menetas dan
sampai tumbuh dewasa. Larva yang berada di dalam lubang gerek tidak memakan
jaringan tanaman tetapi memakan jamur ambrosia (Fusarium solani) yang tumbuh dan berkembang dalam lubang gerek. Spora jamur tersebut dibawa oleh X. compactus betina dewasa sewaktu menggerek lubang. Aktivitas larva ketika makan jamur tersebut menyebabkan rusaknya jaringan tanaman pada lubang,
sehingga mengakibatkan semakin lebar dan panjangnya lubang gerek
[image:30.595.223.405.442.557.2](Rahayu dkk, 2006).
Gambar 4. Kutu Hijau (Departemen Pertanian, 2002)
Kutu hijau adalah serangga yang tidak berpindah tempat dalam
kebanyakan fase hidupnya sehingga tetap tinggal di satu tempat untuk menghisap
cairan dari tanaman. Kutu hijau menyerang cabang, ranting dan daun pohon kopi
Arabica dan Robusta. Ada beberapa jenis semut yang menjaga dan mendukung
koloni kutu hijau ini karena kutu hijau ini mengeluarkan cairan manis. Ada juga
juga lebih senang di dataran rendah daripada di dataran tinggi. Pengendaliannya
dilakukan dengan melestarikan kumbang helm dan larvanya yang merupakan
[image:31.595.221.389.163.260.2]musuh alami kutu hijau yang ampuh (Departemen Pertanian, 2002).
Gambar 5. Ngengat Penggerek Batang/Cabang (Departemen Pertanian, 2002)
Penggerek batang/cabang (Zeuzera coffeae) merusak bagian batang/cabang dengan cara menggerek empulur (xylem) batang/cabang,
selanjutnya gerekan membelok ke arah atas. Menyerang tanaman muda. Pada
permukaan lubang yang baru digerek sering terdapat campuran kotoran dengan
serpihan jaringan. Akibat gerekan ulat, bagian tanaman di atas lubang gerekan
akan merana, layu, kering dan mati (Departemen Pertanian, 2002).
Gambar 6. Imago Kutu Putih (Departemen Pertanian, 2002)
Kutu putih mengisap cairan dari tanaman kopi dengan mulut yang seperti
jarum. Dia menyerang banyak jenis tanaman selain kopi, termasuk lamtoro, jambu
mete, kakao, jeruk, kapas, tomat, singkong, dll. Kotoran kutu putih mengandung
gula dari tanaman; jika kotoran dibuang pada daun kopi, jamur dapat tumbuh pada
[image:31.595.230.398.471.616.2]sinar matahari yang diserap oleh daun, sehingga mengganggu fotosintesis (proses
daun mengambil tenaga matahari untuk tumbuh). Jamur ini biasanya berwarna
hitam, tetapi bisa warna lain juga. (Departemen Pertanian, 2002).
Keanekaragaman Serangga
Serangga merupakan bioindikator kesehatan hutan. Penggunaan serangga
sebagai bioindikator akhir-akhir ini dirasakan semakin penting dengan tujuan
utama untuk menggambarkan adanya keterkaitan dengan kondisi faktor biotik dan
abiotik lingkungan. Sejumlah kelompok serangga seperti kumbang (terutama
kumbang pupuk), semut, kupu-kupu dan rayap memberikan respons yang khas
terhadap tingkat kerusakan hutan sehingga memiliki potensi sebagai spesies
indicator untuk mendeteksi perubahan lingkungan akibat konversi hutan oleh
manusia yang sekaligus menjadi indikator kesehatan hutan (Subekti, 2013).
Keragaman jenis adalah sifat komunitas yang memperlihatkan tingkat
keanekaragaman jenis organisme yang ada didalamnya (Krebs, 1978 dalam
Rosalyn, 2007). Untuk memperoleh keragaman jenis ini cukup diperlukan
kemampuan mengenal dan membedakan jenis meskipun tidak dapat
mengidentifikasikan jenis hama (Odum, 1971 dalam Rosalyn, 2007).
Ada 7 faktor yang saling berkaitan menentukan derajat naik turunnya
keragaman jenis, yaitu:
a. Waktu, keragaman komunitas bertambah sejalan waktu, berarti komunitas tua
yang sudah lama berkembang, lebih banyak terdapat organism daripada
komunitas muda yang belum berkembangan. Waktu dapat berjalan dalam
ekologi lebih pendek atau hanya sampai puluhan generasi.
kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat tersebut dan semakin
tinggi keragaman jenisnya.
c. Kompetisi, terjadi apabila sejumlah organisme menggunakan sumber yang
sama yang ketersediaannya kurang atau walaupun ketersediaanya cukup,
namun persaingan tetap terjadi juga bila organism-organisme itu.
d. Memanfaatkan sumber tersebut, yang satu menyerang yang lain atau
sebaliknya.
e. Pemangsaan yang mempertahankan komunitas populasi dari jenis bersaing
yang berbeda dibawah daya dukung masing-masing selalu memperbesar
kemungkinan hidup berdampingan sehingga mempertinggi keragaman,
apabila intensitas dari pemangsaan terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat
menurunkan keragaman jenis.
f. Kestabilan iklim, makin stabil keadaan suhu, kelembaban, salinitas, pH dalam
suatu lingkungan, maka semakin banyak jenis dalam lingkungan tersebut.
Lingkungan yang stabil, lebih memungkinkan keberlangsungan evolusi.
g. Produktivitas juga dapat menjadi syarat mutlak untuk keanekaragaman yang
tinggi (Krebs, 1978 dalam Rosalyn, 2007).
Ada 3 kriteria keanekaragaman jenis serangga yaitu bila H’ < 1 berarti
keanekaragaman jenis serangga rendah, dimana keberadaan serangga dan musuh
alami tidak seimbang yang dapat membuat kerusakan pada tanaman, bila H’ 1-3
berarti keanekaragaman serangga sedang yaitu mengarah hampir baik dimana
keberadaan hama dan musuh alami di lapangan hampir seimbang, bila H’ > 3
berarti keanekaragaman serangga tinggi, dimana keadaan ekosistem yang ada di
seimbang sehingga tidak perlu dilakukan perlakuan untuk membunuh serangga
hama (Michael, 1996 dalam Aryoudi, 2015).
Dampak Erupsi Abu Vulkanik Gunung Sinabung
Abu vulkanik atau pasir vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan
yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan. Abu maupun pasir vulkanik
terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran halus, yang berukuran besar
biasanya jatuh disekitar sampai radius 5-7 km dari kawah, sedangkan yang
berukuran halus dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan hingga ribuan kilometer
(Barasa, 2013).
Erupsi Gunung Sinabung memberikan pengaruh yang sangat besar
terhadap keberadaan sumberdaya petani kopi. Sumberdaya yang terpengaruh
langsung diantaranya adalah lahan usahatani dan tanaman kopi (Putri, 2011).
Kerusakan sumberdaya tersebut (lahan dan tanaman kopi) memberikan dampak
[image:34.595.106.514.500.755.2]yang sangat besar terhadap proses produksi usahatani kopi (table 2).
Tabel 2. Data Pertanaman Terkena Bencana Alam Erupsi Gunung Sinabung Kabupaten Karo Situasi Sampai Dengan Tanggal 7 Maret 2014
No. Tanaman
Luas Terkena (Ha) Kecamatan
Total T iga bi na nga Juha r M unt e K ut abul uh P ayung T iga nde rke t S im pa ng E m pa t N am an ter an M er d ek a K ab an jah e B er as tag i T ig ap an ah D o lat rak y at Ba ru sj ah e
1. Tembakau - - 12 - 123,33 158,3 4 - - - - 16 - - 313,63
2. Coklat 594 364 449 198 187,96 734,04 69,13 1 - - - 2.597,13
3. Kopi - - 180 103 901,70 477,11 761,86 874,75 - - - 184 146,5 70 3.498,92
4. Tebu - - - - 5,5 - 26,64 - - - 32,14
5. Kemiri - - 36 - 15,56 1,5 - - - 53,06
6. Cengkeh - - 14 27 52,10 1 - 2 - - - 96,1
7. Jahe - - - 0,6 - - - 0,6
8. Kelapa - - 2 - 0,01 - - - 2,01
9. Kulit Manis - - 2 - - - 2
11.Kelapa Sawit - - - 2 - - - 2
Total 594 364 696 328 1.286,16 1.374,54 861,63 677,75 - - - 200 146,5 70 6.598,58
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karo tahun 2015
Setelah erupsi Gunung Sinabung terjadi penurunan yang sangat drastis
terhadap komponen panen yang mengakibatkan turunnya pendapatan menjadi
sebesar Rp 11.142.296 per ha per tahun (terjadi penurunan sebesar 83,66 %)
(Putri, 2011). Hal ini diakibatkan areal pertanaman kopi yang terkena erupsi
semakin meluas terutama pada daerah yang sentra tanaman kopi di Kabupaten
Karo seperti Namanteran dan Simpang Empat (Tabel 4)
[image:35.595.110.513.366.524.2](Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2015).
Tabel 3. Data Luas Tanaman Puso Dampak Erupsi Gunung Sinabung di 32 Desa dari 4 Kecamatan Kabupaten Karo Per Tanggal 7 Maret 2014
No. Tanaman
Kecamatan Luas Tanaman Puso (Ha)
Jumlah
Namanteran Simpang
Empat Tiganderket Payung
1. Tembakau - - 45,13 96,40 141,53
2. Coklat - 15,41 433,04 134,81 583,25
3. Kopi 487,90 455,33 305,01 443,76 1.682
4. Tebu - 26,64 - 5,50 32,14
5. Kemiri - 0,84 1,50 4,77 7,11
6. Cengkeh - 14,08 1 12,28 27,36
7. Jahe - 0,07 0,60 - 0,67
8. Kelapa - - 0,60 0,01 0,61
Total 487,9 502,37 786,87 697,53 2.474,67
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2015
Komponen teknologi spesifik lokasi yang perlu diterapkan antara lain : a).
Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) yaitu dengan terlebih dahulu memantau
perkembangan hama/penyakit yang muncul akibat dampak erupsi gunung
sinabung. b). Teknologi pemangkasan untuk tanaman perkebunan, dimana
tanaman kopi terlihat kanopinya sangat padat dan perlu dilakukan pemangkasan
dalam upaya mengurangi tutupan abu yang masih ada pada tajuk tanaman
PENDAHULUAN Latar Belakang
Tanaman kopi merupakan komoditi andalan propinsi Sumatera Utara
disamping komoditi perkebunan yang lain seperti kelapa sawit, kakao dan karet.
Lahan penanaman kopi arabika di Propinsi Sumatera Utara terletak pada
hamparan dataran tinggi berkisar antara 1000m dpl – 1650m dpl yang tersebar
luas pnada beberapa kabupaten di wilayah Propinsi Sumatera Utara.
(Situmorang, 2013). Selain sebagai sumber devisa, produk kopi juga merupakan
suatu usaha ekonomi yang memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat dan
juga sebagai sumber pendapatan dari petani kopi. Dalam perkembangannya setiap
tahun ekspor kopi mengalami peningkatan, dalam hal ini memperlihatkan
permintaan akan produk kopi sangat tinggi di pasar internasional
(Bustami dan Hidayat, 2013).
Tanaman kopi di Kabupaten Karo tersebar di seluruh Kecamatan, yang
paling luas secara berturut terletak di Kecamatan Merek, Tiga Panah, Simpang
Empat, Payung dan Munthe (www.karokab.go.id, 2015). Luas areal tanam kopi
arabika di Kabupaten Karo pada umumnya mengalami peningkatan dari tahun
2009 hingga tahun 2013 sebesar 0,24%, akan tetapi panen kopi
menurun sebesar 3,82% dan produktivitasnya turun sebesar 0,12%
(Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2015).
Besarnya penurunan produktivitas kopi ditentukan oleh berbagai faktor, di
antaranya oleh Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Terdapat tiga (3) jenis
OPT utama yang menyerang tanaman kopi yaitu hama (Hama Penggerek Buah
(Penyakit Karat Daun Kopi) (Prastowo dkk, 2010).
OPT yang menyerang tanaman kopi di Kabupaten Karo mengalami
peningkatan serangan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011 serangan berat pada
lahan pertanaman kopi hanya serangan Penggerek buah kopi akan tetapi pada
tahun 2014 serangan berat pada lahan meningkat dan meluas akibat serangan
penggerek buah kopi (H. Hampei) , kutu dompolan (Pseudococcus citri), penggerek batang atau cabang kopi (Zeuzera sp.), karat daun kopi (H.vastatrix) (BBPPTP Medan, 2015).
Selain adanya gangguan OPT, tanaman kopi arabika juga mengalami
gangguan erupsi gunung sinabung yang terlihat pada bagian daun, bunga dan
buah. Semua daun kopi ditutupi oleh abu, sehingga tanaman kelihatan tidak segar
karena tertutup abu. Sedang tanaman kopi yang sedang berbunga jelas terlihat
terganggu oleh pengaruh erupsi, dimana bunga-bunga kopi berguguran akibat
pengaruh erupsi gunung sinabung. Sedangkan buah kopi yang ada, ditutupi oleh
abu, terlihat buah kopi berwarna kusam dan tidak segar. Namun pengaruhnya
tidak begitu jelek terhadap buah, dibandingkan dengan bunganya, semua bunga
yang ada berguguran akibat pengaruh abu yang ada (BPTP, 2013).
Hampir semua hama yang ada pada tanaman perkebunan hilang akibat
adanya abu yang disebabkan erupsi ini. Hama yang hilang seperti penggerek
batang kopi, penggerek buah dan hama lainnya. Biasanya pada tanaman kopi
banyak dijumpai semut, namun setelah terjadi erupsi ini semua semut hilang dan
mati dari tanaman yang ada. Hal ini dikuatirkan kalau peredator hama juga ikut
mati, maka ditakutkan nanti lonjakan hama akan muncul maka perlu diwaspadai
perkembangan hama yang muncul akibat dampak erupsi gunung sinabung
(BPTP, 2013).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis serangga
pada lahan pertanaman kopi arabika (Coffea Arabica L.) dan mengetahui jenis-jenis hama dan musuh alami setelah erupsi abu vulkanik Gunung Sinabung di
Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo.
Hipotesa Penelitian
Adanya perbedaan keanekaragaman serangga yang terdapat pada lahan
pertanaman kopi setelah erupsi abu vulkanik Gunung Sinabung di Kecamatan
Simpang Empat, Kabupaten Karo dengan lahan yang tidak terkena erupsi abu
vulkanik.
Kegunaan Penulisan
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian, di Program Studi
Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan
diharapkan dapat pula berguna sebagai sumber informasi bagi pihak yang
ABSTRACT
Harun Bonael Nainggolan, “DIVERSITY OF INSECTS IN Coffea arabica L. PLANTATIONS AFTER ERUPTION VOLCANIC ASH
OF MOUNT SINABUNG IN KARO REGENCY, Supervised by Prof. Dr. Ir. Darma Bakti MS and Dr. Ir. Marheni MP. This research aims to know diversity of insects in arabica coffee plantations affected by volcanic ash eruptions and to know important pests and natural enemies in the land of coffee plantations on the land affected by the eruption. This research was conducted in three villages in Simpang Empat district, Karo Regency and one village in Dairi Regency and pest and diseases plant Laboratory Faculty of Agriculture, North Sumatra, Medan in August until October 2015. This research used four traps insects (sweep net, pitfall trap, yellow trap and handpicking), and repeated four times.
The results showed insects caught on the land affected by eruption there are 11 Order and 34 family, the highest relative density value is 43.92919%, the lowest amounted to 0.049863% and the value of insect diversity index Shannon-Weiner (H ') is 1.97543 (moderate) whereas land is not affected by eruption there are 11 orders and 40 family with the highest relative density value is 34.29 685%, the lowest amounted to 1.408% and the value of insect diversity index is 2.325 (moderate).
ABSTRAK
Harun Bonael Nainggolan, “KEANEKARAGAMAN JENIS
SERANGGA PADA PERTANAMAN Coffea arabica L. SETELAH ERUPSI ABU VULKANIK GUNUNG SINABUNG DI KABUPATEN KARO”, di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Darma Bakti MS dan Dr. Ir. Marheni MP. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis serangga pada lahan pertanaman kopi arabika yang terkena erupsi abu vulkanik dan untuk mengetahui hama penting dan musuh alami pada lahan pertanaman kopi pada lahan terkena erupsi. Penelitian ini dilaksanakan di 3 Desa di Kec. Simpang Empat, Kab. Karo dan 1 Desa di Kab. Dairi. dan Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Sumatera Utara, Medan pada bulan Agustus sampai Oktober 2015. Penelitian ini menggunakan 4 teknik perangkap serangga (Sweep Net, Pitfall Trap,Yellow Sticky Trap dan Handpicking), dan diulang sebanyak empat kali.
Hasil penelitian menunjukkan serangga yang tertangkap pada lahan terkena erupsi terdapat dari 11 Ordo dan 34 family, nilai Kerapatan relatif tertinggi sebesar 43.92919%, yang terendah sebesar 0,049863% dan indeks keanekaragaman Shanon-Weiner (H’) 1.97543 (sedang) sedangkan pada lahan tidak terkena erupsi terdapat 11 ordo 40 family dengan nilai Kerapatan Relatif tertinggi sebesar 34,29685%, yang terendah sebesar 1,408% dan nilai indeks keanekaragaman serangga sebesar 2,325 (sedang).
KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA PADA PERTANAMAN Coffea arabica L.
SETELAH ERUPSI ABU VULKANIK GUNUNG SINABUNG DI KABUPATEN KARO
SKRIPSI
OLEH :
HARUN B. NAINGGOLAN 110301055
HAMA PENYAKIT TUMBUHAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA PADA PERTANAMAN Coffea arabica L.
SETELAH ERUPSI ABU VULKANIK GUNUNG SINABUNG DI KABUPATEN KARO
SKRIPSI
OLEH :
HARUN B. NAINGGOLAN 110301055
HAMA PENYAKIT TUMBUHAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pertanian
di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul : Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman Coffea arabica L. Setelah Erupsi Abu Vukanik Gunung Sinabung di Kabupaten Karo
Nama : HARUN B. NAINGGOLAN
NIM : 110301055
Prodi : Agroekoteknologi
Minat : Hama dan Penyakit Tumbuhan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing :
Mengetahui
Ketua Program Studi (Prof. Ir. T. Sabrina MSc. PhD.) (Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS )
Ketua Komisi Pembimbing
ABSTRACT
Harun Bonael Nainggolan, “DIVERSITY OF INSECTS IN Coffea arabica L. PLANTATIONS AFTER ERUPTION VOLCANIC ASH
OF MOUNT SINABUNG IN KARO REGENCY, Supervised by Prof. Dr. Ir. Darma Bakti MS and Dr. Ir. Marheni MP. This research aims to know diversity of insects in arabica coffee plantations affected by volcanic ash eruptions and to know important pests and natural enemies in the land of coffee plantations on the land affected by the eruption. This research was conducted in three villages in Simpang Empat district, Karo Regency and one village in Dairi Regency and pest and diseases plant Laboratory Faculty of Agriculture, North Sumatra, Medan in August until October 2015. This research used four traps insects (sweep net, pitfall trap, yellow trap and handpicking), and repeated four times.
The results showed insects caught on the land affected by eruption there are 11 Order and 34 family, the highest relative density value is 43.92919%, the lowest amounted to 0.049863% and the value of insect diversity index Shannon-Weiner (H ') is 1.97543 (moderate) whereas land is not affected by eruption there are 11 orders and 40 family with the highest relative density value is 34.29 685%, the lowest amounted to 1.408% and the value of insect diversity index is 2.325 (moderate).
ABSTRAK
Harun Bonael Nainggolan, “KEANEKARAGAMAN JENIS
SERANGGA PADA PERTANAMAN Coffea arabica L. SETELAH ERUPSI ABU VULKANIK GUNUNG SINABUNG DI KABUPATEN KARO”, di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Darma Bakti MS dan Dr. Ir. Marheni MP. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis serangga pada lahan pertanaman kopi arabika yang terkena erupsi abu vulkanik dan untuk mengetahui hama penting dan musuh alami pada lahan pertanaman kopi pada lahan terkena erupsi. Penelitian ini dilaksanakan di 3 Desa di Kec. Simpang Empat, Kab. Karo dan 1 Desa di Kab. Dairi. dan Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Sumatera Utara, Medan pada bulan Agustus sampai Oktober 2015. Penelitian ini menggunakan 4 teknik perangkap serangga (Sweep Net, Pitfall Trap,Yellow Sticky Trap dan Handpicking), dan diulang sebanyak empat kali.
Hasil penelitian menunjukkan serangga yang tertangkap pada lahan terkena erupsi terdapat dari 11 Ordo dan 34 family, nilai Kerapatan relatif tertinggi sebesar 43.92919%, yang terendah sebesar 0,049863% dan indeks keanekaragaman Shanon-Weiner (H’) 1.97543 (sedang) sedangkan pada lahan tidak terkena erupsi terdapat 11 ordo 40 family dengan nilai Kerapatan Relatif tertinggi sebesar 34,29685%, yang terendah sebesar 1,408% dan nilai indeks keanekaragaman serangga sebesar 2,325 (sedang).
RIWAYAT HIDUP
Harun Bonael Nainggolan, lahir pada tanggal 21 September 1991 di Simpang Empat, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat merupakan anak
kedua dari empat bersaudara dari Ayahanda Rasian Nainggolan dan Ibunda
tercinta Bunga Harapan Simarmata.
Tahun 2010, penulis lulus dari SMA N 1 Pasaman, Kecamatan Pasaman,
Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat dan masuk Universitas Sumatera
Utara, Fakultas Pertanian, Departemen Agroekoteknologi melalui jalur SNMPTN
pada tahun 2011.
Selama mahasiswa, penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi
kemahasiswaan, antara lain : Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi
(HIMAGROTEK), UKM KMK USU Unit Pelayanan Fakultas Pertanian USU,
Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI).
Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Tinggi Raja, di
Desa Tinggi Raja, Kecamatan Buntu Pane, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmatNyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada
waktunya.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman Coffea arabica L. Setelah Erupsi Abu Vulkanik Gunung Sinabung di Kabupaten Karo” yang bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis serangga pada lahan terkena erupsi abu vulkanik dan
mengetahui jenis-jenis hama dan musuh alami setelah erupsi abu vulkanik
Gunung Sinabung di Kabupaten Karo.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS. selaku ketua dan
Dr. Ir. Marheni, MP selaku anggota yang telah memberikan bimbingan dan arahan
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan
skripsi ini di masa yang akan datang. Akhir kata penulis mengucapkan
terimakasih.
Medan, November 2015
DAFTAR ISI
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii