DAFTAR PUSTAKA
Achmad Akmaluddin Orientasi Politik Etnis Tionghoa di Batauraja Kabupaten Ogan Komering Ulu.
Bahtiar Effendi. 1996. “Islam dan Demokrasi: Mencari Sebuah Sinesta yang Memungkinkan”, dikutip dari Islam dan Demokrasi Oleh: Muhammad Abduh Bakran Suni. Program Kerja Calon Kepala Daerah dan Tipologi Pemilih Dalam
Pilkada.Fisip Universitas Tanjung Pura
Budiarjo Miriam, 1998, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta; Gramedia.
Dalimunthe, Rika Sulastri, 2011.skripsi Etnisitas dan Prefrensi Politik (studi Kasus: masyarakat Etnis Tionghoa Di Dalam Pemilu Legislatif 2009 Di Kelurahan Polonia
Diamond Larry. Dan Marc. F.Planter 1998. Konsolidasi Demokrasi di Pasifik Asia, dalam Aklesius Jemadu, HI Kawasan di Asia Pasifik, Pascasarjana Unpar Bandung.
Deliarnov. 2006. Ekonomi Politik, Jakarta; Penerbit Erlangga.
Firmanzah. 2007. Marketing Politik antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Imam Gunawan, S. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Praktik. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Joko J Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hal.3, dikutip dari Caharyadi Tarigan skripsi Perilaku Pemilih Pemula
Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013
Larry Diamond. Dan Marc. F.Planter 1998. Konsolidasi Demokrasi di Pasifik Asia, dalam Aklesius Jemadu, HI Kawasan di Asia Pasifik, Pascasarjana Unpar Bandung
Lubis M.R. 1995. Pribumi di mata orang Cina. Medan : Pustaka Widyasarana.
Lazarsfeld. Paul F. 1968. The People’s Choice: How The Voter Makes Up His Mind in a Presidential Campaign. Columbia: Columbia Univesity Press
Mar’at. 1982. Sikap Manusia serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia
Prasetryo, Bambang. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori Dan Aplikasi, Jakarta: Raja Grafindo Perkasa
____________. 2010. Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pemiliha Kepala Daerah Langsung di desa Wonokampir Kecamatan Watumalang Kabupaten Wonosobo Rose & McAllister. 1990. The Loyalities of Voters: A Lifetime Learning Model.
London: Sage dikutip dari Jurnal Poelitik Volume – 5 No.1 Tahun 2009
Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Penerbit PT. Grasindo Suryadinata, Leo. 2002. Negara dan Etnis Tionggghoa. Jakarta: LP3ES
__________. 2005. Pemikiran Politik Etnis Tionghoa Indonesia 1900-2002. Jakarta pustaka LP3ES Indonesia
Setiono. Benny G. 2003. Tionghoa dalam Pusaran Politik. Jakarta: Transmedia
Situs Internet
https://kakarisah.wordpress.com/2010/03/09/perkembangan-etnis-tionghoa-di-indonesia-dari-masa-ke-masa.
http://KPUD/sumutprov.go.id/ http://.kpud/sumutprov.go.id
http//zonachinese.blogspot.com/2010/asal muasal orang Tionghoa http//zonachinese.blogspot.com/2010/asal muasal orang Tionghoa.
Jurnal
Bakran Suni. Jurnal Program Kerja Calon Kepala Daerah dan Tipologi Pemilih Dalam Pilkada.Fisip Universitas Tanjung Pura dalam buku Firmanzah. 2007. Marketing Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Effendi Bahtiar. 1996. “Islam dan Demokrasi: Mencari Sebuah Sinesta yang Memungkinkan dalam M. Nasir Tamara dan Elza Peldi Taher,(ed), Agama dan Dialog antar Peradaban. Paramadina, Jakarta. dikutip dari Islam dan Demokrasi Oleh: Muhammad Abduh.
Isabella Tarigan, skripsi Partisipasi Politik Dan Pemilihan Umum (Suatu Studi tentang Perilaku Politik Masyarakat di Kelurahan Dataran Tinggi Kecamatan Binjai Timur Pada Pemilihan Presiden tahun 2009 ).
Mahdalena Lidya skripsi, Tingkah laku Politik Etnis Tionghoa Dalam Pemilihan Kepala daerah 2010, Di kelurahan Pusat Pasar Medan Kota.
BAB III
PERILAKU PEMILIH ETNIS TIONGHOA
(Studi Deskriptif Perilaku Pemilih Etnis Tionghoa Pada Pemilihan Umum
Legislatif Kota Medan Tahun 2014 Di Kelurahan Sekip Kecamatan Medan
Petisah Kota Medan)
Bab ini menyajikan data yang di peroleh melaui pembagian kuesioner kepada para responden yaitu masyarakat etnis Ttionghoa di Kelurahan Sekip. Dalam menentukan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan cara random berdasarkan Etnis mayoritas di kelurahan tersebut, yakni etnis Tionghoa.
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat etnis Tionghoa di Kelurahan Sekip. Settelah dilakukan penelitian dengan penyebaran kuesioner ke beberapa masyarakat etnis Tionghoa di Kelurahan Sekip maka diperoleh berbagai data mengenai keadaan responden serta jawaban-jawaban dari beberapa pertanyaan yang di ajukan dalam kuesioner yang kemudian disajikan. Bab ini juga akan menyajikan analisis data yang menjadi rumusan masalah diatas.
A. Identitas Responden
Kuisioner dibagikan kepada seratus (100) masyarakat Etnis Tionghoa sessuai dengan jumlah sampel yang telah dihitung.
a. Karakteristik Reponden Berdasarkan Usia
Tabel 3.1
Deskripsi Responden Berdasarkan Usia
Usia Jumlah
17-30 42
31-40 48
41-50 10
51 Tahun keatas -
Total 100
Sumber: Data Primer, diolah oleh peneliti (2016)
b. Karakteristik Ressponden Berdasarkan Agama
Tabel 3.2
Deskripsi Responden berdaarkan Jenis kelamin
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-Laki 49
Perempuan 51
Total 100
Sumber: Data Primer, diolah oleh peneliti (2016)
Tabel 3.2 dapat disiimpulkan dari 100 orang yang terpilih menjadi responden untuk mengetahui pengaruh Perilaku politik Etnis Tionghoa Pada Pemilihan Umum Legislatif di Kelurahan Sekip adalah 50% laki-laki dan 50% jumlah responden perempuan. Menurut Mar’at, manusia sebagai badan yang mendasar suatu alam dipengaruhi kepribadiannya oleh corak badan itu sendiri, konstitusi seksual yang mengakibatkan perbedaan antara pria dan wanita juga membedakan kepribadian pria dan wanita.35 Posisi laki-laki yang lebih banyak akan menjadi faktor yang mempengaruhi variasi jawaban berikutnya, namun jenis kelamin bukan satu-satunya faktor yang memegang peranan.
35
Mar’at. 1982. Sikap Manusia serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia. hal 54
c. Karakteristik Responden Berdasarkan Agama
Tabel 3.3
Deskripsi Responden Berdasarkan Agama
Agama Jumlah
Islam _
Kristen Protestan 42
Katholik 5
Hindu 5
Budha 43
Total 100
Sumber: data Primer,Diolah oleh peneliti (2016)
Tabel 3.3 menunjukkan dari 100 responden, sebanyak 43& diantaranya memeluk agama Budha, kemudian 42% diantaranya memeluk agama Kristen Protestan, sebanyak 5% memeluk agama katolik, dan 5% memeluk agama Hindu. Menurut Lazarsfeld, pemilih dengan agama tertentu cenderung memilih kepada salah satu kubu kandidat dalam pemilihan umum, seperti agama Kristen Protestan di Amerika, cenderung memilih Partai Republik daripada Partai Demokrat.36 Perbedaan karakteristik responden berdasarkan agama terlihat jelas, agama Budha menjadi agama yang dominan pada responden, hal tersebut akan mempengaruhi variasi pilihan maupun prefrensi pemilihan seperti yang disebutkan Lazarsfeld.
36
Paul F. Lazarsfeld. 1968. The People’s Choice: How The Voter Makes Up His Mind in a Presidential Campaign. Columbia: Columbia Univesity Press. hal 21-22
d. Karakteristik Responden Berdaarkan Pendidikan Terakhir
Tabel 3.4
Deskripsi Responden Berdasarkan Pekerjaan Pendidikan Terakhir
Pendidikan terakhir Jumlah
Sarjana 31
Diploma 35
SMA/Sederajat 32
SMP/Sederajat 2
SD/Sederajat _
Total 100
Sumber: Data Primer, Diolah oleh peneliti (2016)
e. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 3.5
Deskripsi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Jumlah
Pengusaha 35
Pedagang/petani 17
Pegawai Negeri Sipil _
Wiraswasta 35
Dll 13
Total 100
Sumber: data primer, diolah oleh peneliti (2016)
Table 3.5 menunjukkan bahwa pekerjaan responden yang bekerja sebagai pengusaha sebanyak 35%, pekerjaan respoden bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 35%, kemudian responden yang bekerja sebagai pedagang/petani sebanyak 17% dan ressponden yang masih mengecap pendidikan sebanyak 13 responden. Menurut Roe & McAllister, di Inggris Khususnya pada anak-anak pekerja atau kelas buruh akan melakukan percontohan terhadap pilihan orangtua mereka.37 Oleh karena itu pekerjaan sepertinya cukup berpengaruh terhadap perilaku pemilih.
37
Rose & McAllister. 1990. The Loyalities of Voters: A Lifetime Learning Model. London: Sage dikutip dari Jurnal Poelitik Volume – 5 No.1 Tahun 2009. hal 11
f. Karakteristik Responden Berdasarkan Penghasilan
Tabel 3.6
Deskripsi Responden Berdasarkan Penghasilan
Penghasilan Orangtua Jumlah
<Rp1juta 17
Rp1juta – Rp2juta 27
Rp2juta – Rp3juta 30
> Rp3juta 26
Total 100
Sumber: Data primer, diolah oleh peneliti (2016)
Tabel 3.6 menunjukkan bahwa penghasilan responden di bawah Rp 1.000.000 sebanyak 17%, responden yang memiliki penghasilan Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000 sebanyak 27%, kemudian responden yang memiliki penghasilan Rp 2.000.000 – Rp 3000.000 sebanyak 30% dan responden yang memiliki penghasilan lebihdari 3.000.000 sebanyak 26%. Menurut Ramlan Surbakti, faktor social ekonomi dalam pendekatan sosiologis berkaitan erat dalam mempengaruhi pilihan pemilih terhadap kandidat dalam pemilu.38
38
Ramlan Surbakti. 2010. Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Penerbit PT. Grasindo. hal 185
Tabel 3.7
Ingin ikut memilih sejak sebelum pemilihan umum legislatif 2014
Pilihan Frequency Percent
Ya 37 37%
Ragu – ragu 38 38%
Tidak 30 25%
Total 100 100%
Sumber: Data primer, diolah oleh peneliti (2016)
Tabel 3.8
Menggunakan hak pilih dalam pemilihan Umum Legislatif 2014
Pilihan Frequency Percent
Ya 54 54%
Tidak 46 46%
Total 100 100%
Sumber: Data primer, diolah oleh peneliti (2016)
Berdasarkan Tabel 3.10 dapat disimpulkan bahwa sebanyak 54% responden di Kelurahan Sekip menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum leislatif 2014 lalu, dan 46% responden di kelurahan Sekip tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum legislatif 2014. Dengan demikian pernyataan di Tabel 3.10 (menggunakan hak pilih dalam pemilihan umum legislatif pada tahun 2014) dapat terlihat bahwa mayoritas responden menggunakan hak pilihnya sebanyak 54% dan 46% responden tidak menggunakan hak pilihnya. Hal ini menjelaskan bahwa 54% masyarakat sekip menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum legislatif 2014 dan hamper separuh dari responden tidak menggnakan hak pilihnya, berdasarkan data yang di dapat dari KPU Kota Medan, jumlah pemilih di kelurahan Sekip sebanyak 6,930 pemilih yang terdiri dari 3,237 laki laki dan 3,693 perempuan, dan jumlah total pengunaan hak pilih sebanyak 3,592 suara yang terdiri dari 1669 laki-laki dan 1923 perempuan.39
39
Sertifikat Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perolehan Suara dari Setiap Kelurahan di Tingkat Kecamatan Dalam Pemilihan Umum Anggota DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2014
Tabel 3.9
Sudah menetapkan pilihan sejak sebelum pemilihan umum legislatif
Pilihan Frequency Percent
Ya 12 12%
Ragu-Ragu 39 39%
Tidak 59 59%
Total 100 100%
Sumber: Data primer, diolah oleh peneliti (2016)
pemilihan umum legislatif 2014” disebabkan karena ia belum belum menetapkan siapa calon legislatif yang akan dipilihnya nanti pada pemilihan umum legislatif.40
Tabel 3.10
Percaya dengan memilih membawa dampak positif
Pilihan Frequency Percent
Ya 21 21%
Ragu-ragu 50 50%
Tidak 29 29%
Total 100 100%
Sumber: Data primer, diolah oleh peneliti(2016)
Pada Tabel 3.9 dapat dilihat sebanyak 21% responden menyatakan “ya” dengan memilih akan membawa dampak positif bagi responden, kemudian ebnyak 50% responden menyatakann “ragu-ragu” dengan memilih akan membawa dampak positif bagi responden, dan 29% responden menyatakan ”tidak” memilih tidak akan membawa dampak positif kepada responden. Maka pernyataan tabel 3.9 (percaya dengan memilih akan membawa dampak positif) dapat dilihat bahwa mayoritas responden banyak memberikan jawaban ragu-ragu sebesar 50%, responden yang menyatakan tidak sebesar 29% dan 12% responden menyatakan dengan memilih akan membawa dampak positif bagi responden. Hal ini menunjukkan bahwa 50% masyarakat etnis Tionghoa di kelurahan Sekip ragu-ragu dengan memilih akan membawa dampak positif bagi masyarakat di kelurahan terseut. Salah satu
40
Responden bernama Ong Pui Yuen yang memilih ragu-ragu pada pernyataan “percaya dengan memilih akan membawa dampak positif” sebab dalam masa pemerintahan sebelumnya warga kelurahan Sekip tidak mengalami perubahan dalam beberapa periode lalu.41
Tabel 3.11
Mengetahui visi/misi calon legislatif pada pemilihan umum
Pilihan Frequency Percent
Ya 26 26%
Ragu-ragu 23 23%
Tidak 51 51%
Total 100 100%
Sumber: Data primer, diolah oleh peneliti(2016)
Pada tabel 3.11 dapat dilihat bahwa sebanyak 26% responden menyatakan “ya” mengetahui visi, misi calon legislatif pada pemilihan umum 2014, sebanyak 26% responden memilih ragu-ragu, dan 51% responden memilih “tidak” mengetahui visi dan misi calon legislatif pada pemilihan umum 2014. Dengan demikian pada pernyataan tabel 3.11 (mengetahui visi dan misi calon legislatif pada pemilihan umum 2014) bisa dilihat sebanyak 51% responden yang mayoritas Etnis Tionghoa tidak mengetahui visi dan misi calon legislatif 2014. sebanyak 30% dari Responden yang tidak mengetahui visi dan misi calon legislatif pada pemilihan umum 2014 adalah responden yang tahu visi dan misi calon legislatif pada pemilihan umum 2014
41
yakni sebanyak 26%. Sebagian responden menyatakan ragu-ragu mengetahui visi misi calon legislatif pada pemilihan umum 2014 yakni 23%. Hal ini menjelaskan bahwa 51% masyrakat etnis Tionghoa di kelurahan Sekip tidak mengetahui visi dan misi calon legislatif pada pemilihan umum legislatif 2014. Wawancara dengan Ong Pei Xian salah satu responden yang memilih ragu-ragu pada pernyataan (mengetahui visi dan misi calon legislatif pada pemilihan umum 2014) mengatakan ragu-ragu sebab ia pernah mendengar visi dan misi dari salah satu calon legislatif namun tidak mengetahui pasti kebenaran visi dan misi tersebut.42
Tabel 3.12
Paham dengan visi dan misi calon legislatif pada pemilihan umum legislatif 2014
Pilihan Frequency Percent
Ya 22 22%
Ragu-ragu 28 28%
Tidak 50 50%
Total 100 100%
Sumber: Data primer, diolah oleh peneliti (2016)
Berdasarkan Tabel 3.12 dapat disimpulkan bahwa sebanyak 22% responden yang ber Etnis Tionghoa yang tersebar di kelurahan Sekip menyatakan paham dengan visi dan misi calon legislatif pada pemilihan umum legislatif 2014, sebanyak 28% ressponden menyatakan ragu-ragu, dan 50% menyatakan tidak paham dengan visi dan misi calon legislatif pada pemilihan umum legislatif 2014.
42
Dengan demikian pada pernyataan Tabel 3.12 (paham dengan visi dan misi calon legislatif pada pemiihan umum legislatif 2014) dapat terlihat bahwa mayoritas responden memberikan jawaban tidak paham terhadap visi misi calon legislatif pada pemilihan umum legislatif sebesar 50%, responden yang menyatakan ragu-ragu sebanyak 28%, dan 22% responden menyatakan Paham dengan visi an misi calon legislatif pada pemilihan umum legislatif 2014. Hal ini menjelaskan bahwa 50% masyarakat etnis Tionghoa tidak paham dengan visi misi calon legislatif pada pemilihan umum legislatif 2014.
Tabel 3.13
Percaya calon legislatif akan melaksanakan visi dan misinya setelah terpilih
Pilihan Frequency Percent
Ya 26 26%
Ragu-ragu 56 56%
Tidak 18 18%
Total 100 100%
Sumber: Data primer, diolah oleh peneliti (2016)
visi dan misinya setelah terpilih) dapat terlihat bahwa mayoritas responden yang memberikan jawaban “ragu-ragu” sebesar 56% responden, yang menyatakan “ya” sebanyak 26% responden,dan yang menyatakan “tidak” sebanyak 18% responden, hal ini menjelaskan bahwa 56% masyarakat etnis Tionghoa kelurahan Sekip ragu-ragu calon legislatif akan melaksanakan visi dan misinya setelah terpilih.
Tabel 3.14
Mengutamakan program yang ditawarkan calon legislatif dalam menentukan pilihan
Pilihan Frequency Percent
Ya 38 38%
Ragu-ragu 12 12%
Tidak 50 50%
Total 100 100%
Sumber: Data primer, diolah oleh peneliti (2016)
sekip tidak mengutamakan program yang ditawarkan calon legislatif dalam menentukan pilihannya.
Tabel 3.15
Mencari rekam jejak calon legislatif sebelum menentukan pilihan
Pilihan Frequency Percent
Ya 20 20%
Ragu-ragu 10 10%
Tidak 70 70%
Total 100 100%
Sumber: Data primer, diolah oleh peulis(2016)
Tabel 3.16
Terpengaruh oleh alat peraga kampanye dalam menentukan pilihannya
Pilihan Frequency Percent
Ya 5 5%
Ragu-ragu 25 25%
Tidak 70 70%
Total 100 100%
Sumber: data primer, diolah oleh penulis (2016)
Tabel 3.17
Ikut serta dalam kampanye partai politik
Pilihan Frequency Percent
Semua Kampanye Parpol yang
ada - 0%
Hanya kampanye partai politik
yang dipilih saja 5 5%
Kampanye yang mendatangkan
artis/tokoh terkenal 5 5%
Tidak mengikuti kampanye
apapun 90 90%
Total 100 100%
Sumber: data primer, diolah oleh penulis (2016)
Tabel 3.18
Mengutamakan ideologi calon legislatif dalam menentukan pilihan
Pilihan Frequency Percent
Ya 28 28%
Ragu-ragu 16 16%
Tidak 56 56%
Total 100 100%
Sumber: data primer, diolah oleh peneliti (2016)
Tabel 3.19
Tergabung dalam organisasi masyarakat
Pilihan Frequency Percent
Ya 14 14%
Tidak 86 86%
Total 100 100%
Sumber: data primer, data diolah peneliti (2016)
Tabel 3.20
Organisasi atau kelompok meminta memilih calon legislatif tertentu
Pilihan Frequency Percent
Ya 1 1%
Ragu-ragu 6 6%
Tidak 93 93%
Total 100 100%
Sumber: data primer, diolah oleh peneliti (2016)
Berdasarkan Tabel 3.20 dapat dilihat bahwa 1% responden menyatakan bahwa organisasi atau kelompok responden meminta untuk memilih calon legislatif tertentu, 6% responden memilih ragu-ragu bahwa organisasi atau kelompok responden meminta memilih calon legislatif, dan 93% responden menyatakan tidak memilih berdasarkan permintaan dari organisasi responden. Hal ini menjelaskan bahwa hampir keseluruhan atau 93% masyarakat etnis Tionghoa di kelurahan Sekip tidak merasa dimintai oleh organisasinya dalam memilih calon tertentu, atau bisa disimpulkan sebagian besar dari masyarakat etnis Tionghoa di kelurahan Sekip tidak tergabung dalam organisasi masyarakat.
Tabel 3.21
Organisasi atau kelompok merupakan bagian dari partai politik tertentu
Pilihan Frequency Percent
Ya _ _%
Ragu-ragu 5 5%
Tidak 95 95%
Total 100 100%
Dari Tabel 3.21 dapat dilihat bahwa tidak ada responden yang mengikuti organisasi atau kelompok yang merupakan bagian dari partai politik, 5% responden menyatakan ragu-ragu bahwa organisasi atau kelompoknya merupakan bagian dari partai politik, dan 95% menyatakan tidak, bahwa organisasinya merupakan bagian dari partai politik. Dengan demikian pernyataan tabel 3.21 (organisasi atau kelompok merupakan bagian dari partai politik tertentu) dapat kita lihat mayoritas responden yakni 95% memilih tidak, bahwa organisasi atau kelompok responden merupakan bagian dari partai politik, dan 5% menyatakan ragu-ragu. Hal ini menjelaskan bahwa penduduk etnis Tionghoa di kelurahan Sekip mengikuti organisasi yang bukan bagian dari partai politik tertentu, atau masyarakat etnis Tionghoa di kelurahan Sekip tidak bergabung dalam organisasi tertentu.
Tabel 3.22
Ikut serta atau terlibatdalam keanggotaan partai politik
Pilihan Frequency Percent
Ya, sebagai pengurus _ _%
Ya, sebagai anggota 1 1%
Ya, sebagai simpatisan 2 2%
Tidak tergabung dalam parpol 97 97%
Total 100 100%
Sumber: data primer, diolah oleh peneliti (2016)
ikut atau terlibat dalam keanggotaan partai politik sebagai simpatisan, dan 97% responden menyatakan tidak tergabung dalam partai politik. Dengan demikian pada pernyataan Tabel 3.22 (ikut serta terlibat dalam keanggotaan partai politik) dapat terlihat bahwa mayoritas responden memberikan jawaban tidak tergabung dalam partai politik sebanyak 97%, 3% responden lainnya menyatakan ikut serta dalam keanggotaan partai politik baik itu menjadi partisipan dan anggota, hal ini menjelaskan bahwa responden selaku masyarakat etnis Tionghoa di kelurahan Sekip hampir keseluruhan masyarakatnya tidak tergabung dalam keanggoatan partai politik.
Tabel 3.23
Mengutamakan partai politik calon legislatif dalam menentukan pilihan
Pilihan Frequency Percent
Ya 27 27%
Ragu-ragu 20 20%
Tidak 63 63%
Total 100 100%
Sumber: data primer, diolah oleh peneliti (2016)
terlihat bahwa mayoritas responden memilih “tidak” sebanyak 63%, responden yang mengutamakan partai politik calon legislatif dalam menentukan pilihan sebanyak 27% responden dan 20% responden menyatakan ragu-ragu mengutamakan partai politik calon dalam menentukan pilihannya, hal ini menjelaskan bahwa sebagian besar masyarakat etnis Tionghoa di kelurahan Sekip tidak mengutamakan partai politik dari calon legislatif dan terpengaruh dalam menentukan pilihannya pada pemmilihan umum legislatif 2014.
Tabel 3.24
Melakukan perankingan terhadap calon legislatif
Pilihan Frequency Percent
Ya 58 58%
Ragu-ragu 20 20%
Tidak 22 22%
Total 100 100%
Sumber: data primer, diolah oleh peneliti (2016)
perankingan terhadap calon legislatif, dan 20% responden menyatakan bahwa tidak melakukan perangkingan pada calon legislatif.
Tabel 3.25
Menentukan pilihan berdasarkan kedekatan agama
Pilihan Frequency Percent
Ya 20 20%
Ragu-ragu 9 9%
Tidak 71 71%
Total 100 100%
Sumber: data primer, diolah oleh peneliti (2016)
Berdasarkan Tabel 3.25 dapat disimpulkan bahwa sebanyak 20% responden memillih “Ya” menentukan pilihan berdasarkan kedekatan agama, sebanyak 9% responden memilih ragu-ragu menentukan pilihannya berdasarkan kedekatan agama, dan 71% responden memilih tidak menentukan pilihannya berdasarkan kedekatan agama. Dengan demikian pada Tabel 3.25 (menentukan pilihan berdasarkan kedekatan agama) dapat terlihat bahwa mayoritas responden memberikan jawaban “tidak” sebanyak 71%, responden yang menjawab “ya” sebanyak 20%, sedangkan responden yang menjawab “tidak” sebanyak 9%, hal ini menjelaskan bahwa 71%, atau sebagian masyarakat etnis Tionghoa di kelurahan Sekip tidak menentukan pilihan mereka berdasarkan kedekatan agama. Menurut William H. Riker komponen utama dalam pilihan rasional adalah perankingan43
43
Deliarnov hal 135
Tabel 3.26
Menentukan pilihan berdasarkan kedekatan suku atau etnis
Pilihan Frequency Percent
Ya 18 18%
Ragu-ragu 12 12%
Tidak 70 70%
Total 100 100%
Sumber: data primer, diolah oleh peneliti (2016)
B. Analisis Perilaku Etnis Tionghoa.
Tabel 3.27
Tipe Perilaku Pemilih Berdasarkan Pertanyaan
Nomor pertanyaan Perilaku Politik
Jumlah pertanyaan yang menyatakan perilaku politik
4, 8, 12, 14, 15, 16, 17 Kritis 1
4, 9, 10, 11, 12, 19, 20 Tradisional 1
4, 5, 6, 7, 8, 9, 18 Rasional 3
1, 2, 3, 4, 7, 12 Skeptis 4
Sumber: data primer, diolah oleh peneliti (2016)
Berdasarkan tabel di atas firmanzah mengkategorikan perilaku pemilih berdasarkan 2 orientasi yaitu tentang ideologi dan problem policy solving. Dalam diri masing-masing pemilih terdapat orientasi ‘ideologi’, pemilih jenis ini akan cenderung memberikan pilihanya terhadap aspek subjektifitas seperti kedekatan nilai, budaya agama, moralitas, norma, emosi, dan psikografis.44 Nilai nilai tersebut dituangkan penulis dalam kuesioner yang telah dibagikan kepada masyarakat Etnis tioghoa kelurahan Sekip, yang tertuang dalam pertanyaa kuesioner yang telah di bagikan kepada masyarakat Etnis Tionghoa di kelurahan Sekip. Berdasarkan tabel diatas program(policy problem solving) terdapat pada pertanyaan kuesioner 5, 6, 8, 9, 18 dimana dalam teori firmanzah juga dijelaskan bagaimana karakter pemilih rasional menentukan pilihannya, ketika pemilih menilai partai politik atau seorang kontestan dari kacamata Policy Problem Solving, diamana pemilih lebih mementingkan sejauh mana para kontestan pemilu mampu menawarkan program kerja atas solusi dari suatu
44
Firmanzah. 2007. Op.cit. hal 113-114
permasalahan yang ada. Pemilih akan cenderung objektif memilih partai politik atau kontestan yang memiliki kepekaan terhadap masalah nasional dan kejelasan program kerja.45 Berdasarkan point pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner yang mencirikan perilaku pemilih rasional mayoritas etnis Tionghoa kelurahan Sekip tidak mencirikan kategori pemilih rasional.
Menurut Firmanzah perilaku pemilih dengan kategori pemilih Skeptis merupakan pemilih yang tidak memiliki orientasi ideologi cukup tinggi dalam sebuah partai politik atau seorang kontestan, juga tidak menjadikan kebijakan sebagai sesuatu yang penting. Keinginan untuk terlibat dalam sebuah partai politik pada pemilih jenis ini sangat kurang karena ikata ideologis yang sangat rendah.46 Penulis menyatakan Kategori skeptis terdapat pada pertanyaan kueisoner nomor 1, 2 , 3 , 4, 7 dan 12 Berdasarkan point pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner yang mencirikan perilaku pemilih skeptis mayoritas etnis Tionghoa kelurahan Sekip mencirikan kategori pemilih skeptis.
Berdasarkan tabel di atas penulis juga menyimpulkan kategori pemilih Tradisional, dimana kategori pemilih tradisional menurut Firmanzah adalah bahwa pemilih jenis tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosial-buadaya, nilai dan asal-usul paham dan agama sebagai ukuran untuk memiloh sebuah partai politik, dan
45
Loc.cit.
46
Firmanzah 2007.Op. cit. hal 124-125.
dijelaskan bahwa pemilih ini cenderung mengutamakan figur dan kepribadian pemimpin dan nilai historis sebuah partai politik atau seorang calon, salah satu karakteristik mendasar jenis pemilih tradisional adalah tingkat pendidikan yang rendah dan sangat konservatif dalam memegang nilai serta faham yang dianut. Firmanzah juga mnenyimpulkan pemilih tradisional adalah jenis pemilih yang bisa dimobilisasi selama periode kampanye.47Oleh karena itu penulis menyertakan pertanyaan pada kueisioner pada pertanyaan no.9, 10, 11, 12, 19, dan 20. Berdasarkan point pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner yang mencirikan perilaku pemilih tradisional mayoritas etnis Tionghoa kelurahan Sekip tidak mencirikan kategori pemilih tradisional.
Berdasarkan Tabel diatas penulis menganalisis bahwa pemilih dikatakan kritis jika Responden mementingkan ideologi calon legislatif dan Problem policy solving calon dalam memilih calon legislatif pada pemilihan umum legislatif 2014, dalam kategori pemilih menurut Firmanzah pemilih jenis ini merupakan perpaduan antara tingginya orientasi pada kemampuan partai politik atau seorang Calon dalam menuntaskan permasalahan bangsa maupun tingginya orientasi mereka akan hal-hal yang bersifat ideologis. begitu juga pada kategori Pemilih Tradisional dimana menurut Firmanzah pemilih dengan kategori ini mengutamakan sosial budaya, nilai, asal-usul, paham dan agama sebagai ukuran untuk memilih sebuah partai politik,
47
Firmanzah.Op.cit hal. 123
Firmanzah juga menjelaskan Pemilih tradisional adalah jenis pemilih yang bisa dimobilisasi selama periode kampanye. Loyalitas tinggi merupakan salah satu ciri khas yang paling kelihatan bagi pemilih jenis ini, Nilai nilai tersebut dituangkan Penulis dalam beberapa pertanyaan kueisoner yakni pada pertanyaan nomor 17, 8, 12, 14, 15, 16 yang telah dibagikan kepada masyarakat Etnis Tionghoa di kelurahan Sekip. Berdasarkan point pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner yang mencirikan perilaku pemilih kritis mayoritas etnis Tionghoa kelurahan Sekip tidak mencirikan kategori pemilih kritis.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil perhitugan kuesioner hal tersebut dilihat dari banyaknya responden (100 orang) yang memberikan pernyataan yang baik terhadap seluruh aspek perilaku pemilih etnis Tionghoa. Mengetahui dan mengingat bahwa etnis Tionghoa di kelurahan Sekip memiliki tingkat golput yang cukup tinggi.
kepribadian calon legislatif yakni sebesar 7% yang merupakan pemilih tradisional.
3. Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar masyarakat etnis tionghoa di kelurahan Sekip tidak menentukan pilihannya berdasarkan pengaruh kedekatan suku/etnis dan agama dengan demikian kedekatan etnis maupun agama tidak cukup berpengaruh dalam menentukan pilihan.
4. Berdasarkan hasil penelitian maka perilaku pemilih etnis Tionghoa pada pemilihan umum legislatif tahun 2014 di kecamatan Medan Petisah kelurahan Sekip cenderung berperilaku Skeptis.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka saran penulis adalah:
A. Disarankan kepada masyarakat etnis Tionghoa untuk tetap ikut serta dalam proses politik baik itu tingkat lokal dan nasional walau tidak ada calon Kepala Daerah ataupun calon legislatif yang berasal dari etnis mereka khususnya pada masyarakat kelurahan Sekip kecamatan Medan petisah.
BAB II
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Etnis Tionghoa Di Sumatera Utara
Istilah “Cina” dalam pers Indonesia tahun 1950-an telah diganti menjadi “Tionghoa” (sesuai ucapannya dalam bahasa Hokkian) untuk merujuk pada orang Cina dan “Tiongkok” untuk negara Cina dalam pers Indonesia 1950-an. Etnis Tionghoa menurut Purcell adalah seluruh imigran negara Tiongkok dan keturunannya yang tinggal dalam ruang lingkup budaya Indonesia dan tidak tergantung dari kewarganegaraan mereka dan bahasa yang mereka gunakan21
Suku bangsa Tionghoa di Indonesia adalah salah satu etnis penting dalam percaturan sejarah di Indonesia jauh sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Setelah negara Indonesia terbentuk, maka otomatis orang Tionghoa yabg berkewarganegaraan Indonesia haruslah digolongkan menjadi salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia setingkat dan sederajat dengan suku-suku bangsa lainnya yang membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Etnis Tionghoa adalah individu yang memandang dirinya sebagai “Tionghoa” atau dianggap demikian oleh lingkungannya. Pada saat bersamaan mereka berhubungan dengan etnis Tionghoa perantauan lain atau negara Tiongkok secara sosial, tanpa memandang kebangsaan, bahasa, atau kaitan erat dengan budaya
21
Tiongkok. Menurut Liem, etnis Tionghoa di Indonesia yaitu orang Indonesia yang berasal dari negara Tiongkok dan sejak generasi pertama/kedua telah tinggal di negara Indonesia, dan berbaur dengan penduduk setempat, serta menguasai satu atau lebih bahasa yang dipakai di Indonesia.22
Tionghoa di Sumatera Utara, sama seperti Tionghoa di Indonesia merupakan keturunan dari leluhur mereka yang bermigrasi secara periodik dan bergelombang sejak ribuan tahun lalu. Catatan-catatan literatur Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuna di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Tiongkok di Sumatera Utara yang merantau dan berdagang di Asia Tenggara. Perantau Tionghoa itu kemudian menetap di negara-negara yang mereka kunjingi, karena dilarang kembali ke leluhurnya.
Masyarakat Tionghoa telah ribuan tahun mengunjungi kepulauan nusantara. Salah satu catatan-catatan tertua ditulis oleh para agamawan Fa Hasien pada abad ke-4 dan terutama I Ching pada abad ke-7. I Ching ingin datang ke Indonesia untuk mempelajari agama Budha dan singgah dulu di Nusantara untuk belajar bahasa sansekerta dahulu. Di jawa ia berguru pada seseorang bernama Jñânabhadra.
Kemudian dengan berkembangnya negara-negara kerajaan di tanah jawa mulai abad ke-8, para imigran Tionghoa di Sumatera Utara pun mulai berdatangan terutama untuk kepentingan berdagan. Pada prasasti-prasasti dari jawa orang
22
Tionghoa disebut-sebut sebagai warga asing yang menetap di samping nama-nama suku bangsa dari Nusantara, daratan Asia Tenggara dan anak benua India. Dalam prasasti-prasasti ini orang-orang Tionghoa disebut sebagai Cina dan seringkali jika disebut, dihubungkan dengan sebuah jabatan bernama juru Cina atau kepala orang-orang Tionghoa setelah negara Indonesia merdeka, orang-orang Tionghoa yang berkewarganegaraan digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia23
Tionghoa atau tionghwa, adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang keturunan Cina di Indonesia, yang berasal dari kata zhonghua dalam Bahasa Mandarin. Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa. Orang Tionghoa di Sumatera Utara terbiasa menyebut diri mereka sebagai tenglatng (Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau Thongnyin (Hakka). Sedangkan dalam dialek mandarin disebut Tangeng (Hanzi: 唐人, bahasa Indonesia: Orang Tang). Ini sesuai
dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa di Sumatera Utara mayoritas berasal dari Tiongkok Selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang Tang, sedangkan Tiongkok Utara menyebut diri mereka sebagai orang Han(Hanzi: 唐人, hanyu
pinyin: hanren, bahasa Indonesia: orang Han).
23
http//zonachinese.blogspot.com/2010/asal muasal orang Tionghoa dikutip dari Mahdalena Lidya skripsi, Tingkah laku Politik Etnis Tionghoa Dalam Pemilihan Kepala daerah 2010, Di kelurahan
Pusat Pasar Medan Kota. Hal 42.
Menurut hasil sensus penduduk tahun 2010 dari badan pusat statistik Medan jumlah penduduk masyarakat etnis tionghoa di Sumatera Utara mencapai 340.320 , dan berdasarkan data kependudukan catatan tahun 2005 dari dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Medan jumlah penduduk etnis Tionghoa di Medan mencapai 25% dari total keseluruhan penduduk Medan yang berjumlah 2.036.018.24 jumlah ini lebih meningkat dibanfing sensus penduduk tahun 2001 yang hanya 10.6%. Etnis Tionghoa merupakan etnis ketiga terbesar di Sumatera Utara setelah jawa, batak karo.
Populasi Tionghoa di Indonesia berdasarkan Volkstelling (sensus) di masa Hindia Belanda, mencapai 1.233.000 (2,03%), dari penduduk Indonesia di tahun 1930 tidak ada data resmi mengenai jumlah populasi Tionghoa di Indonesia dikeluarkan pemerintah sejak Indonesia merdeka. Namun ahli antropologi Amerika, G.W.Skinner, dalam risetnya pernah memperkirakan populasi masyarakat Tionghoa di Indonesia mencapai 2.505.000 (2,5%) pada tahun 1961. Dalam sensus penduduk pada tahun 2000, ketika untuk pertama kalinya responden sensus ditanyai mengenai asal etnis mereka, hanya 1% dari jumlah keseluruhan populasi Indonesia mengaku sebagai Tionghoa. Perkiraan kasar yang dipercaya mengenai jumlah etnis Tionghoa-Indonesia saat ini ialah berada diantara kisaran 4%-5% dari seluruh jumlah populasi Indonesia.25
24
ibid
25
http//zonachinese.blogspot.com/2010/asal muasal orang Tionghoa. Diakses pada tanggal 14 april 2016, pukul 12:45 WIB.
Sebagian besar dari orang-orang Tionghoa di Indonesia menetap di Sumatera Utara. Daerah-daerah lain dimana mereka juga menetap dalam jumlah besar selain di daerah perkotaan adalah: Bangka-Belitung, pulau Jawa, Sumatera Selatan, Lampung, Lombok, Kalimantan, Barat, Banjarmasin dan beberapa tempat di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara.
Keberadaan etnis Tionghoa di kota Medan bervariasi dan juga dalam jangka waktu yang berbeda. Gelombang pertama dimulai pada abad ke-15, ketika armada perdagangan Tiongkok datang mengunjungi pelabuhan Sumatera Timur dan melakukan hubungan dagang dengan sistem barter. Hubungan ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sehingga sebagian para pedagang tersebut ada yang menetap di Sumatera Timur.26
A.1. Masyarakat Tionghoa pada masa Orde Lama
Konflik pribumi dengan etnis Tionghoa sebenarnya sudah terjadi ketika pertama kali etnis Cina datang ke Nusantara. Sikap anti Tionghoa semakin kuat pada zaman Orde Lama (ORLA) tahun 1959 dengan munculnya keputusan larangan dagang bagi orang asing termasuk Tionghoa. Kondisi ini membuat para pedangan Tionghoa mendapat kesulitan. Buah dari kondisi ini, ada sekitar 100 ribu etnis Tionghoa mencoba lari daro Indonesia menuju negeri asalnya.
26
Pada jaman orde lama hubungan antara Indonesia dengan Cina sangat mesra, sampai-sampai tercipta hubungan politik Poros Jakarta-Peking. Pada waktu itu (PKI). Pada tahun 1946 Konsul Jendral Pem. Nasionalis Tiongkok, Chiang Chia Tung (itu waktu belum ada RRT) dengan Bung Karno datang ke Malang dan menyatakan Tiongkok sebagai salah satu 5 negara besar (one of the big five) berdiri dibelakang Republik Indonesia. Orang Tionghoa mendapat sorakan khalayak ramai sebagai kawan seperjuangan. Di stadion Solo olahragawan Tony Wen dengan isterinya (bintang film Tionghoa) menyeruhkan untuk membentuk barisan berani mati (cibaku-tai, kamikaze) melawan Belanda dan sesuai contoh batalyon Nisei generasi ke II Jepang di USA yang ikut dalam perang dunia ke II, di Malang ingin didirikan batalyon Tionghoa berdampingan dengan lain-lain kesatuan bersenjata seperti Laskar Rakyat, Pesindo, Kris (gol. Menado), Trip (pelajar) dsb. Pimpinan Tionghoa kuatir provokasi kolonial dapat menimbulkan bentrokan bersenjata dengan kesatuan Pribumi. Mereka menolak pembentukan batalyon tsb. Orang-orang Tionghoa yang ingin ikut melawan Belanda dianjurkan untuk masing-masing masuk kesatuan-kesatuan Pribumi menurut kecocokan pribadi.
salah satu peristiwa yang sanagt membuat trauma etnis Tionghoa selain kierusuhan Mei 98.27
Pada masa Orde Lama, terdapat beberapa menteri Republik Indoensia dari keturunan Tionghoa seperti Oei Tjoe Tat, Ong Eng Die, Siauw Giok Tjhan dan Lain-lain. Oei Tjoe Tat pernah diangkat sebagai salahsatu “tangan kanan” Ir Soekarno pada masa kabinet Dwikora.28 Pada masa ini hubungan Ir. Soekarno dengan beberapa tokoh dari kalangan Tionghoa dapat dikatakan sangat baik. Walau pada Orde Lama terdapat beberapa kebijakan politik yang diskriminatif seperti peraturan pemerintah No. 10 tahun 1959 yang melarang WNA Tionghoa untuk berdagang eceran di daerah luar ibukota provinsi dan kabupaten. Hal ini menimbulkan dampak yang luas terhadao distribusi barang dan pada akhirnya menjadi salah satu sebab keterpurukan ekonomi menjelang tahun 1965 dan lainnya.
Kerusuhan anti Tionghoa pada masa Orde Lama, pada tahun 1963 terjadi di berbagai daerah, termasuk di kota Medan. Kerusuhan terjadi akibat kesenjangan kemakmuran. Etnis Tionghoa terkena imbas dari situasi politik-ekonomi saat itu, yaitu inflasi yang melonjak tinggi, kelangkaan barang-barang kebutuhan pokok, frustasi terhadap kebijakan ekonomi pemerintah Soekarno yang amburadul. Rasa frustasi dengan mudah dapat diarahkan dengan mencari target kemarahan yang
27
https://kakarisah.wordpress.com/2010/03/09/perkembangan-etnis-tionghoa-di-indonesia-dari-masa-ke-masa. diakses pada tanggal 14 april 2016. Pukul 1:30 WIB.
28
Ibid hal 44
termanifestasikan dalam kerusuhan anti-Cina/Tionghoa, dan ini adalah bagian dari pertarungan memperebutkan kekuasaan politik antara kekuatan kiri dengan kanan.
pada etnis India.29 Nilai-nilai yang dimiliki oleh etnis India cenderung mempunyai porsi yang cukup seimbang.
A.2 Masyarakat Tionghoa Pada Masa Orde Baru
Pada tahun 1956 terjadi pergolakan politik yang maha dahsyat di Indoensia, yaitu pergantian Orde, dari Orde Lama ke Orde Baru. Orde lama yang memberi ruang adanya partai komunis di Indonesia dan Orde Baru yang membasmi keberadaan komunisme di Indoensia. Bersamaan dengan perubahan politik itu reazim Orde Baru melarang segala sesuatu yang berbau Tionghoa. Segala kegiatan keagamaan kepercayaan dan adat istiadat Tionghoa tidak boleh dilakukan. Hal ini dituangkan ke dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 14 tahun 1967. Disamping itu masyarakat keturunan Tionghoa dicurigai masih memiliki ikatan yang kuat dengan tanah leluhurnya dan masa nasionalisme mereka terhadap Negara Indonesia diragukan. Akibatnya, keluarlah kebijakan yang sangat diskriminatif terhadap masyarakat Tionghoa baik dalam bidang poltik maupun sosial budaya. Disamping Inpres No. 14 tahun 1967 tersebut, juga dikeluarkan Surat Edaran No. 06/Preskab/6/67 yang memuat tentang perubahan nama. Dalam surat itu disebutkan bahwa masyarakat keturunan Tionghoa harus berubah nama Tionghoanya menjadi nama berbau Indoneasia.
29
Ibid hal.48
Selama Orde Baru dilakukan penerapan ketentuan tentang Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia, atau yang lebih populer disebut SBKRI, yang utama ditujukan kepada warga negara Indonesia (WNI) etnis Tionghoa beserta keturunan-keturunannya. Walaupun ketentuan ini bersifat administratif, secara esensi oenerapan SBKRI sama artinya dengan upaya yang menempatkan WNI Tionghoa pada posisi status hukum WNI yang “masih dipertanyakan”.30
Pada Orde Baru warga keturunan Tionghoa di Sumatera Utara juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada dibawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Segala yang berbau Tionghoa dilarang, seperti kesenian barongsai, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin.
Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagai artikelnya ditulis dlam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh mliter Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa bekerja juga disana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah. Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh
30
Leo Suryadinata, Pemikiran Politik Etnis Tionghoa Indonesia, jakarta: LP3ES, hal 340. dikutip dari skripsi Mahdalena Lidya , Tingkah laku Politik Etnis Tionghoa Dalam Pemilihan Kepala daerah 2010,
Di kelurahan Pusat Pasar Medan Kota. hal 48
komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagan, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan. Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya. Pada masa akhir dari Orde Baru, terdaoat peristiwa kerusuhan rasial yang merupakan peristiwa terkelam bagi masyarakat Indonesia terutama warga Tionghoa karena kerusuhan tersebut menyebabkan jatuhnya banyak korban bahkan diantara mereka mengalami pelecehan seksual, penjarahan, kekerasan, dan lainnya.
A.3. Masyarakat Tionghoa pada Masa Reformasi
Melihat sisi positif dari gerakan reformasi 1998 merupakan momentum yang membuka peluang bagi berbagai kelompok warga Negara, termasuk juga etnis Tionghoa, untuk memperbaiki posisi kehidupannya didalam bangunan tubuh bangsa Indonesia. Masyarakat Tionghoa seperti diberi kesempatan untuk dapat menunjukkan kembali keberadaannya dan juga dapat menghapus pandangan umum masyarakat bahwasanya masyarakat Tionghoa adalah penggila ekonomi dan oportunis belaka. Hal ini dapat terwujud dengan aktif berpolitik dan tokoh-tokohnya tampil sebagai tokoh-tokoh politik yang berpengaruh didalam bidang eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
umumnya. Walau belum 100% perubahan tersebut terjadi, namun hal ini sudah menunjukkan adanya tren perubahan padnangan pemerintah dan warga pribumi terhadap masyarakat Tionghoa.
Pada 16 september 1998 Presiden B.J Habibie mengeluarkan Inpres No. 26/1998 yang menghapuskan penggunaan istilah pribumi dan non-pribumi, memberikan arahan agar semua pejabat pemerintah memberikan layanan yang sama kepada setiap warga negara serta menginstruksikan dilakukan peninjauan kembali dan penyelesaian seluruh produk hukum perundang-undangan, kebijakan, program dan kegiatan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Selain itu Presiden B.J Habibie juga mengeluarkan Inpres No. 4 tahun 1999 yang menghapuskan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) dan izin perayaan tahun baru imlek sebagai Hari Nasional. Namun dalam keppresnya tidak konsisten dengan penjelasan UUD 1945 dan pernyataannya ketika menjadi tamu negara di RRT beberapa bulan sebelumnya.31 Bila pada masa Orde Baru aksara, budaya, atuapun atraksi Tionghoa dilarang dipertontonkan di depan publik, saat ini telah menjadi pemandangan umum hal tersebut dilakukan. Di Medan, Sumatera Utara, adalah hal yang biasa ketika warga Tionghoa di toko atau rumahnya. Selain itu, pada pemilu 2004 lalu, kandidat presiden dan wakil presiden Megawati-Wahid Hasyim menggunakan aksara
31
Tionghoa dalam selebaran kampanye untuk menarik minat warga Tionghoa, yaitu Dr. Sofyan Tan maju sebagai calon Kepala Daerah Kota Medan.32
B. Kecamatan Medan Petisah
Kecamatan Medan Petisah dengan luas wilayahnya 13,764 km². Kecamatan Medan Petisah adalah daerah pusat perdagangan Kota Medan, dengan penduduknya berjumlah 61.855 (jiwa). Dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 29.371 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 32.484 jiwa. Jika dilihat menurut kelurahan tercatat Kelurahan Sei putih Barat yaitu sebanyak 11.663 orang (18,86 persen). Kecamatan Medan Petisah yang terdiri dari 69 lingkungan, Kelurahan Petisah Tengah memiliki lingkungan terbanyak yaitu 16 lingkungan, dan Sei Putih Barat memiliki penduduk terbanyak yaitu 11.663 orang penduduk.
32
Mahdalena Lidya skripsi, Tingkah laku Politik Etnis Tionghoa Dalam Pemilihan Kepala daerah
2010, Di kelurahan Pusat Pasar Medan Kota. Hal 49.
Tabel. 2.1
Jumlah penduduk, Luas kelurahan, Kepadatan Penduduk Dirinci Menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Petisah Tahun 2012
Kelurahan Jumlah
Penduduk (jiwa)
Luas Wilayah (km2)
Kepadatan
penduduk per km2
Sei Sikambing D 9.215 0,91 10.126
Petisah Tengah 9.137 1,27 7.194
Sekip 7.654 0,61 12.528
Sei Putih Timur II 8.114 0,34 23.865
Sei Putih Timur I 6.403 0,32 20.009
Sei Putih Tengah 9.669 0,50 19.338
Sei Putih Barat 11.663 0,98 11.901
Medan Petisah 61.855 4,93 12.547
Sumber: Medan Petisah dalam Angka 2013
Pada tabel 2.2 dijelaskan bahwa Kepadatan penduduk merupakan jumlah penduduk dibagi luas wilayah. Kepadatan penduduk wilayah Kecamatan Medan Petisah yaitu 12.846 penduduk per km2, dengan jumlah penduduk terbanyak pada Kelurahan Sei Putih Tengah yaitu 9.907 jiwa. Sedangkan kepadatan penduduk terbesar pada Sei Putih Timur II yaitu 24.415 jiwa per km2.
satu tempat yang cukup dikenal di Kecamatan Medan Petisah adalah Pasar Tradisional yang menjual berbagai macam keperluan masyarakat. Masyarakat pada kelurahan Petisah Tengah dari dulu sudah dikenal sebagai pusat perdagangan eceran maupun besar dengan adanya Mall, Plaza, dan Perbankan.33
Dapat dilihat dengan kemacetan pada daerah ini, transportasi umum maupun pribadi banyak dipakai oleh masyarakat daerah ini. Transportasi umum pada daerah Kecamatan Medan Petisah menjadi akses para pengguna transportasi umum untuk menuju tempat tujuan. Tentunya dengan tujuan perbelanjaan, rekreasi dengan keluarga maupun kantor-kantor pemerintahan.
33
Dapat dilihat pada: medankota.go.id/badan pusat statistik Kota Medan,statistik kecamatan medan petisah 2013
B.1. Batas Wilayah
Pada gambar diatas Kelurahan Sekip Kecamatan Medan Petisah di sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat, di sebelah Selatan berbatasan dengan Petisah Tengah Kecamatan Medan Petisah, sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Silalas Kecamatan Medan Barat, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Sei Putih Timur I Kecamatan Medan Petisah.
C. Demografi Kelurahan Sekip
Kelurahan Sekip merupakan salah satu dari 151 Kelurahan di wilayah Kota Medan yang memiliki luas wilayah 98 Ha dan terdiri dari 11 lingkungan. Kelurahan Sekip merupakan daerah yang sebagian besar adalah pemukiman penduduk, dan sebagian lagi adalah perdagangan dan perkantoran. Lokasinya terletak di tengah kota, membuat Kelurahan ini menjadi tempat ideal bagi penduduk asli maupun pendatang untuk bermukim dan berdagang.
Perkembangan dan pembangunan Kota Medan yang khususnya di Kelurahan Sekip sangat berpengaruh pada keterlibatan partisipasi masyarakat yang mana telah terbukti pada penataan wilayah di Kelurahan Sekip seperti : pembuatan pot bunga, pembangunan median jalan dan lain-lain.
Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan-keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam satu kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada masyarakat dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan.
C.1. SISTEM ORGANISASI
[image:56.612.81.530.260.401.2]Dalam menjalankan tugas Pemerintahan sehari-hari, Pemerintah Kelurahan Sekip yang dikepalai oleh Lurah dibantu oleh 1 (satu) orang Sekretaris, 3 (tiga) orang Kepala Seksi serta di bantu 11 (sebelas) Kepala Lingkungan Sekip, yaitu :
Tabel 2.2 Struktur Organisasi
No. N A M A / N I P PANGKAT / GOL.
RUANG J A B A T A Ã
1. YUDA P SETIAWAN,S.STP, MSP PENATA III/C LURAH
2. HAFIZAL DARUS, SH PENATA MUDA III//A SEKRETARIS
3. NILA KESUMA MATONDANG,S.STP
PENATA MUDA III/A KASI TATA PEMERINTAHAN 4. JUNI HARDIAN, S.Sos PENATA MUDA III/A KASI PEMBANGUNAN
5. RUSLAN EFFENDI PENATA III/C KASI TRANTIB
Sumber: Data Monografi kelurahan sekip 2014
Tabel 2.3
Nama-nama Kepala Lingkungan Sekip Kecamatan Medan Petisah
NO. N A M A J A B A T A N
1. HJ.BUDINAR,SE Kepala Lingkungan I 2. YADI SUYATNO Kepala Lingkungan II
3. KOK HWA Kepala Lingkungan III
4. TUGIYO Kepala Lingkungan IV
5. H.SADJIBUN Kepala Lingkungan V
6. GANESHA Kepala Lingkungan VI
7. KHAIRUL BURBA Kepala Lingkungan VII 8. MHD. NOOR Kepala Lingkungan VIII 9. HJ.RATNAWATI Kepala Lingkungan IX 10. OK. M.SOFYAN Kepala Lingkungan X
11. ADB.WAHAB Kepala Lingkungan XI
Sumber: Data Monografi Kelurahan Sekip 2014
D DEMOGRAFI PENDUDUK
D.1. Jumlah Penduduk
Tabel 2.4
Data monografi kelurahan Sekip
NO. KELURAHAN SEKIP KETERANGAN
1. Kepala Keluarga (KK) 2.081 kk
2. Jumlah Penduduk 11.378 jiwa
3. Laki-laki 5.491 jiwa
4. Perempuan 5.887 jiwa
Sumber: data monografi keluarahan Sekip Kecamatan Medan Petisah
[image:58.612.157.480.205.331.2]Dilihat berdasarkan data monografi di kelurahan sekip jumlah penduduk di kelurahan sekip berjumlah 11,378 jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak 5,491 jiwa dan perempuan sebanyak 5,887 jiwa, dan memiliki 2,081 kepala keluarga.
Tabel 2.6
Klasifikasi Penduduk Kelurahan Sekip Berdasarkan Suku
Suku Laki laki Perempuan
Batak 24 orang 21 orang
Minang 1 orang _orang
Sunda 4 orang 2 orang
Jawa 1 orang 8 orang
China 439 orang 598 orang
Tamil 1 orang 6 orang
Jumlah 470 orang 635 orang
Sumber: data monografi keluarahan Sekip Kecamatan Medan Petisah
[image:58.612.138.481.469.599.2]penduduk. Dimana penduduk etnis Tiongha cukup banyak bermukim di kelurahan ini. Warga Kelurahan Sekip terdiri atas beberapa suku bangsa dengan mayoritas etnis Tionghoa, selain itu kelurahan ini juga terdapat suku-suku lainnya seperti suku Jawa, Padang, Batak, Sunda bahkan warga negara asing keturunan Tamil yang jumlahnya lebih sedikit dibanding suku Tionghoa. Dikelurahan ini walaupun terdapat multi etnis dan agama tetapi masyarakatnya hidup berdampingan dan menghormati suku atau agama lain. berikut adalah persentase Ragam Etnis yang ada di Kelurahan Sekip, kecamatan Medan Petisah.
Tabel 2.5
Klasifikasi berdasarkan Agama
Agama Laki-Laki Perempuan
Islam 78 183
Kristen Protestan 77 165
Khatolik 8 20
Hindu 1 7
Budha 542 1600
Jumlah 706 1975
Sumber: data monografi Kelurahan Sekip Kecamata Medan Petisah
E. Perolehan Suara Di Kelurahan Sekip Pada pemilihan Umum Legislatif
[image:60.612.108.472.220.322.2]DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2014.
Tabel 2.6
Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perolehan Suara di Kelurahan Sekip pada Pemilihan Legislatif 2014
Data pemilih yang menggunakan hak pilih
Rincian perolehan suara Laki-laki Perempuan
Jumlah DPT 6,724 3,131 3,593
Daftar Pemilih Khusus (DPK) 26 12 14
Pemilih Khusus Tambahan 180 96 86
Jumlah 6,930
Sumber KPU Medan 2014
Berdasarkan tabel 2.6 dijelaskan Ketika Pemilihan Umum Legislatif 2014 dilaksanakan di Kelurahan Sekip jumlah total pemilih yang terdaftar di DPT adalah sebanyak 6930 jiwa, dengan jumlah Laki laki 3.131 jiwa dan perempuan 3.593 jiwa..34
Tabel 2.7
Rincian Penggunaan Hak Suara Pada Pemilihan Legislatif di Kelurahan Sekip
Data pengunaan surat suara Sekip
Jumlah surat suara yang diterima termasuk cadangan 2% 6,872 Jumlah surat suara yang tidak digunakan 3,280
Jumlah surat suara yang digunakan 3,592
Sumber KPU Medan 2014
Pada Tabel 2.7 dapat dilihat bahwa masyarakat yang menggunakan Hak suaranya pada pemilihan umum legislatif di kelurahan Sekip berjumlah 3,592 dari
34
Sertifikasi Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perolehan Ssuara Dari Setiap Kelurahan Di Tingkat Kecamatan Dalam Pemilihan Umum Anggota DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2014.
total surat suara sebanyak 6,872. Dari tabel tersebut penulis menyimpulkan bahwa hampir sseparuh dari masyarakat sekip tidak menggunakan hak pilihnya dlam pemilihan umum legislatif 2014.
Tabel 2.8
12 Besar Perolehan Suara Calon Legislatif Dan Partai Politik Di kelurahan Sekip
No Partai Politik Nama Calon Legislatif perolehan suara
1 PDIP Roby 629
2 NASDEM Johny RH simanjuntak, SE 54
3 PKB Ir. Fahri Nasution 16
4 PKS RAHMAWATI, S.S 81
5 GOLKAR H. ADLIN UMARYUSRI TAMBUNAN, ST 61
6 GERINDRA HENDY 205
7 DEMOKRAT Drs. Herri Zulkarnain, M.si 86
8 PAN AHMAD RIZALY, SE 12
9 PPP MURSAL HARAHAP, S.AG 31
10 HANURA RATNA SITEPU 23
11 PBB ABDUL MUTAHALIB, S Ag, MA 61
12 PKPI ANTONIUS DEVOLIS TUMANGGOR, S.Sos 26
Jumlah 1285
Sumber KPU Medan 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemilihan umum adalah salah satu pilar utama dari sebuah demokrasi. Salah satu konsepsi modern diajukan oleh Joseph Scumpeter1
Pemilu atau yang disebut dengan Pemilihan Umum merupakan salah satu
pilar dan poin penting dalam sebuah negara dalam membentuk pemerintahannya.
Pemilu yang merupakan bagian dari demokrasi. Beberapa tokoh politik menyarankan
memang bahwa sebuah negara yang mengadopsi sistem politik haruslah melakukan
pemilihan umum secara langsung untuk memilih pemimpin mereka. Di dalam negara
yang demokratis kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat, hal ini terlihat jelas
melalui pengertian dari demokrasi menurut Abraham Lincoln yaitu didefinisikan
sebagai government of the people, by the people, for the people atau pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.2
Ketika suatu negara melakukan pemilihan umum untuk menentukan
pemimpinnya, maka saat itu pula terjadi partisipasi dan keinginan rakyat untuk ikut
terlibat dalam pemilihan umum tersebut. Herbet McClosky menjelaskan bahwa
1
Joseph Scumpeter , Capitalism, Socialism, and Democracy, New York : Harper., 1947 dikutip dari oleh Isabella Tarigan, skripsi Partisipasi Politik Dan Pemilihan Umum (Suatu Studi tentang Perilaku Politik Masyarakat di Kelurahan Dataran Tinggi Kecamatan Binjai Timur Pada Pemilihan Presiden tahun 2009 ). hal 1.
2
Effendi Bahtiar. 1996. “Islam dan Demokrasi: Mencari Sebuah Sinesta yang Memungkinkan dalam M. Nasir Tamara dan Elza Peldi Taher,(ed), Agama dan Dialog antar Peradaban. Paramadina, Jakarta. Cet. I hal 86 dikutip dari Islam dan Demokrasi Oleh: Muhammad Abduh hal, 6.
partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari masyarakat melalui mana
mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan kekuasaan dan secara langsung
atau tidak langsung, serta dalam proses kebijakan umum.3 Dengan ikut serta dalam
melakukan pemilu maka secara tidak langsung kita telah berpartisipasi dalam
membangun bangsa dan negara ini. Dalam hal ini, keaktifan dan keikutsertaan
masyarakat menjadi peran penting dalam pemilu. Penulis dapat mengasumsikan
bahwa peran dan keaktifan masyarakat merupakan perilaku dalam berpolitik, walau
hanya terjadi pada tingkat individu.
Sejak tahun 2004 Indonesia melaksanakan pemilihan legislatif yang menjadi sarana bagi rakyat Indonesia untuk menentukan calon-calon pemimpin dalam DPD, DPR, dan DPRD, dan bagi rakyat daerah untuk menetukan pemipin dalam DPRD baik tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Dalam pemilihan legislatif rakyat menjadi objek yang akan melaksanakan proses dalam menghasilkan suara, secara khusus pemilihan legislatif pada tahun 2014 pada provinsi Sumatera Utara. Provinsi Sumatera Utara dengan ibukota Medan yang terdiri dari 21 kecamatan dan dengan jumlah penduduk kota medan berjumlah 2.983.868 juta jiwa dan jmlah penduduk di sumut sebesar 13.530.185 Juta jiwa.Jumlah pemilih pada pemilu legislatif pada tahun
3
Miriam Budiarjo, 1998, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta; Gramedia, dikutip dari B. Prasetyo, Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pemiliha Kepala Daerah Langsung di desa Wonokampir Kecamatan Watumalang Kabupaten Wonosobo Tahun 2010. Hal7-8.
2014 provinsi Sumatera Utara 6.807.340 juta pemilih 4 yang terdiri dari berbagai suku, agama, dan ras.
Perilaku pemilih yang merupakan bentuk dalam perilaku politik. Perilaku pemilih adalah keikutsertaan warga dalam pemilu sebagai rangkaian pembuat keputusan. Tindakan tersebut merupakan respon terhadap lingkungan politik tertentu yang berkenaan dengan distribusi dan pemanfaatan kekuasaan dalam masyrakat, bangsa, dan negara yang muncul dengan berbagai bentuk.
Ada suatu hal yang menarik jika membahas mengenai partisipasi politik dan
perilaku pemilih itu sendiri dalam menentukan pilihannya dalam pemilihan umum.
Dalam penelitian yang Penulis lakukan mengenai perilaku politik etnis Tionghoa,
Penulis ingin menggambarkan dan mendeskripsikan sedikit hal mengenai perilaku
etnis Tionghoa ini dalam memilih pemimpin yang mereka pilih.
Perilaku pemilih dan partisipasi politik pemilih merupakan suatu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan. Perilaku pemilih merupakan aspek penting dalam
menunjang keberhasilan pelaksanaan suatu pemilihan umum. Di dalam penelitian ini
yang ingin ditekankan ialah bagaimana perilaku pemilih dalam pelaksanaan dan
keikutsertaan proses voting ataupun pemberian suara dalam pemilihan umum baik
tingkat nasional maupun tingkat lokal.
Perilaku politik seseorang itu bisa berbeda-beda. Beberapa hal yang telah
dijelaskan diatas merupakan beberapa beberapa bentuk dari perilaku politik individu.
4
http://KPUD/sumutprov.go.id/ diakses pada hari 28 September 2015 pukul 13.36.WIB
Ikut serta dan bergabung dalam partai politik juga merupakan bentuk dari perilaku
politik. Hal ini dikarenakan bahwa partai politik merupakan sarana bagi warga negara
untuk turut berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara dan menjalankan
kebijakan-kebijakan untuk negara. Perilaku pemilih dalam pemilihan legislatif itu
sangat penting, dikarenakan apabila pelaksanaan pemilihan legislatif itu berjalan
sukses, maka tentu saja perilaku pemilih itu sukses juga.
Sebelumnya kita telah membahas mengenai sedikit konsep mengenai perilaku
dan partisipasi masyarakat dalam politik. Pada dasanya sebelum kita mengkaji ke
sana kita perlu mengetahui bahwa perilaku politik itu ada dikarenakan suatu negara
yang menganut sistem demokrasi memberika kebebasan kepada rakyatnya untuk
memilih mana yang menurut masyarakat yang paling baik. Kita perlu berterima kasih
dengan adanya sistem politik demokrasi ini, jika tidak ada sistem politik seperti ini,
maka tentu saja kita tidak akan pernah mengenal apa itu Pemilu, apa itu preferensi
politik, partisipasi politik sampai perilaku pemilih dalam pelaksanaan salah satu
aktivitas politik yakni Pemilu.
berhasil dilaksanakan. Terbukti dengan masyarakatnya yang kurang memberi perhatian pada peserta demokrasi tersebut.5
Keterlibatan orang Tionghoa Indonesia di ajang politik bukan merupakan fenomena baru, tetapi bagaimana hal ini bangkit atau jatuh tergantung pada kebijakan masing-masing rezim terhadap orang Tionghoa di Indonesia. Hal ini terlihat dari faktor sejarah migrasi pada masa kolonialisme dan derajat penetrasi etnis Tionghoa dengan kebudayaan lokal juga memberikan pengaruh yang besar bagi ketersinggungan etnis ini dengan dunia politik. Jika pada masa kolonial orientasi politik etnis terbagi dalam tiga corak, maka setelah Indonesia merdeka sikap mereka terpecah dalam beberapa kelompok, yakni integrasionis, asimilasionis dan cukong. Masing-masing kelompok ini menempuh cara politik yang berbeda-beda dalam pencapaian tujuannya.6
Perubahan ini terlihat dari rezim Soeharto ke rezim reformasi, terjadinya transisi demokrasi, yaitu periode yang merupakan rentangan waktu dari runtuhnya pemerintahan non demokratik sampai terbentuknya pememrintahan demoratik.7
Studi konsolidasi demokrasi mecakup peningkatan secara prinsipil komitmen seluruh elemen masyarakat dalam aturan Demokrasi. Legitimasi demokrasi sebuah proses panjang mengurangi kemungkinan pembalikan demokratisasi, erosi Demokrasi. Demokrasi konsolidasi apabila aktor-aktor politik, partai kelompok
5
Joko J Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hal.3, dikutip dari
Caharyadi Tarigan skripsi Perilaku Pemilih Pemula Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala
Daerah Sumatera Utara Tahun 2013 hal 5
6
Achmad Akmaluddin Orientasi Politik Etnis Tionghoa di Batauraja Kabupaten Ogan Komering Ulu Hal; 2.
7
Larry Diamond. Dan Marc. F.Planter 1998. Konsolidasi Demokrasi di Pasifik Asia, dalam Aklesius Jemadu, HI Kawasan di Asia Pasifik, Pascasarjana Unpar Bandung.hal:56
kepentingan dalam masyarakat menganggap tindakan demokratois sebagai alternatife utama dalam meraih kekuasaan dan tidak ada aktor atau kelompok yang mempunyai kalim veto dalam tindakan pembuatan keputusan.8
Lokasi penelitian akan dilakukan di Kelurahan Sekip, Kecamatan Medan
Petisah. Keterlibatan masyarakat etnis Tionghoa di dalam Pemilihan Umum
Legislatif pada 9 april 2014 yang lalu merupakan bentuk partisipasi masyarakat
dalam memilih wakil rakyat. Di Kelurahan sekip terdapat 16 (enam belas) TPS
dengan jumlah daftar pemilih tetap sebanyak 6725 orang.
Pada penelitian ini, penulis memfokuskan perilaku politik etnis Tionghoa
pada pemilihan umum legislatif kota Medan tahun 2014, dimana Kelurahan Sekip
memiliki penduduk etnis Tionghoa sebanyak 75% dari total populasi di kelurahan
Sekip9. yang selanjutnya ingin menampilkan ke mana ataupun pada caleg yang mana
masyarakat etnis Tionghoa di Kelurahan Sekip memberikan pilihannya. Selain itu,
penelitian ini juga menelusuri hal-hal yang mendasari dan juga faktor-faktor yang
mempengaruhi pilihan politik etnis Tionghoa di Kelurahan Sekip tersebut.
Masyarakat etnis Tionghoa yang berada di negara Indonesia berhak untuk
memberikan suaranya pada Pemilu. Sebagai warga negara etnis Tionghoa khususnya
8
Taher, Taarmizi (1997). Masyarakat Cina: Ketahanan Nasional dan Integrasi Bangsa Indonesia. Jakarta: Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat hal:24.
9
Wawancara dengan sekertaris kelurahan sekip, Hafizal Darus, SH, kantor kelurahan sekip, 23 oktober 2015, pukul 14.15 wib.
di Kelurahan Sekip berhak untuk ikut dan berpartisipasi dalam setiap pemilihan
umum.
B. Rumusan masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah menganalisis apa saja faktor
yang mempengaruhi perilaku pemilih etnis Tionghoa dalam menentukan pilihannya
dan cenderung termasuk dalam kategori apakah perilaku masyarakat kelurahan sekip
pada pemilihan legislatif Kota Medan 2014, etnis Tionghoa kelurahan Sekip
diharapkan dapat memilih tidak berdasarkan etnisitas seperti pada penelitian Rika
Sulastri Dalimunthe di kecamatan Medan Polonia, yang menyatakan bahwa
Etnisitas/suku kurang berpengaruh terhadap prefrensi politik responden yang berasal
dari etnis Tionghoa di Kelurahan Polonia.10
C. Pertanyaan Penelitian
Adapun yang menjadi pertanyaan penelitian di dalam analisa penelitian kuantitatif
ini adalah apa faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih etnis Tionghoa dalam
memilih calon legislatif kota Medan pada Pemilu Legislatif tahun 2014 yang lalu.
10
Dalimunthe, Rika Sulastri, 2011.skripsi Etnisitas dan Prefrensi Politik (studi Kasus: masyarakat
Etnis Tionghoa Di Dalam Pemilu Legislatif 2009 Di Kelurahan Polonia.Hal 67.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian yang di kemukakan di atas, maka penelitian ini
bertujuan untuk :
1. Untuk menggambarkan pilihan dan perilaku pemilih etnis Tionghoa di Kelurahan
Sekip pada Pemilu Legislatif kota tahun 2014 lalu.
2. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
pemilih etnis Tionghoa pada Pemilu Legislatif kota Medan tahun 2014 lalu.
E. Manfaat penelitian
1 Bagi Penulis penelitian ini sangat bermanfaat dalam mengembangkan
kemampuan berpikir dan kemampuan menulis karya ilmiah. Selain itu dapat
menambah pengetahuan penulis preferensi politik dan perilaku pemilih
dalam menentukan pilihannya dalam Pemilu.
2. Secara Akademis, Penelitian ini diharapkan berfungsi sebagai referensi
tambahan bagi mahasiswa Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Penelitian ini bermanfaat dalam memberikan informasi tambahan mengenai
etnisitas dan kaitannya dengan ilmu politik. Serta penelitian ini di harapkan
menjadi acuan ke depannya untuk mengembangkan Pemilukada yang
F. Keragka teori
Dalam melakukan suatu penelitian, seorang peneliti perlu
mengungkapkan dan memakai teori atapun penjelasan lainnya dalam
memecahkan permasalahan yang ditelitinya. Penjelasan tersebut yang
merupakan teori-teori dari peneliti lain dipakai sebagai landasan berpikir
untuk memecahkan dan memperdalam analisis mengenai permasalahan dalam
penelitian. Untuk itulah perlu disusun kerangka teori yang membuat
pokok-pokok pemikiran yang menggambarkan ba