MOBILITAS SOSIAL DAN KEBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA
PENGRAJIN SEPATU DI BUNUT KECAMATAN KISARAN BARAT
KABUPATEN ASAHAN
DI SUSUN OLEH :
ELFI JULIANTI 080901003
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan
keselamatan kepada penulis jarena atas ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul : “Mobilitas Sosial dan Keberdayaan Ekonomi Keluarga Pengrajin Sepatu di Bunut Kecamatan Kisaran Barat Kabupaten Asahan”. Skripsi ini merupakan karya ilmiah yang disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di
Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menemukan tantangan dan hambatan,
namun berkat rahmat Allah SWT maka skripsi ini dapat diselesaikan. Tidak lupa penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada orang-orang yang luar biasa yang selalu
mendukung dan memberi semangat serta motivasi bantuannya kepada penulis pada saat
penulis menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih secara khusus penulis ucapkan kepada ibunda
tercinta Elpina Dewi Hsb yang senantiasa memberikan kasih sayang dari penulis kecil hingga
sekarang dan selalu berdoa untuk kebaikan penulis serta mendukung penulis dan memotivasi
penulis untuk menyelesaikan skripsi, dan ayah tercinta yaitu Surianto ST yang senantiasa
mendidik, mengingatkan dan mengajarkan penulis agar tetap bersyukur dan memotivasi
penulis. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada kakak penulis Nelly
Suriani dan suaminya bang Kodri, abang penulis Surya Madan dan adik penulis yang bawel
Depi Ulpa yang selalu memotivasi penulis serta keponakan penulis yang lucu dan imut-imut
Zidan dan Zacky. Terkhusus untuk orang yang spesial bagi penulis yang selalu memberikan
semangat, dukungan dan motivasi kepada penulis ketika penulis merasa malas ataupun
ketika penulis merasa capek dan sedih yaitu Putra Kurniawan. Penulis juga mengucapkan
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,MSc.(CTM)Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
dan para pembantu dekan serta seluruh staf pegawai dan administrasi.
3. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.SI selaku Ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik dan dosen pembimbing serta menjadi dosen wali penulis
selama ini yang tidak pernah lelah dan selalu sabar dalam membimbing penulis untuk
menyelesaikan skripsi penulis.
4. Dan seluruh dosen-dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara
5. Kak Fenny dan Kak Betty serta Syarifah yang telah banyak membantu.
6. Untuk anak kos sofyan 32 Ayu dan Irma Suraya (mama dedeh) yang telah banyak
memberi nasehat-nasehat tentang agama dan terus menyemangati penulis agar cepat
menyelesaikan skripsi kepada penulis.
7. Untuk teman-teman alumni 08 Rina Humairah dan Kharisma yang cerewet dan terus
memotivasi penulis agar cepat tamat, Icetea (esty), Dicky Eko, Anggre (tembung),
Silky dan semua teman-teman 08 yang tidak bisa penulis sebut namanya.
8. Teman-teman yang sedang dalam tahap menyelesaikan skripsi Mitha Mutia, Sri
Rahmadani, Gusnimar, Fikar dan seluruh teman-teman angkatan 2008 yang masih
berjuang menyelesaikan skripsi.
9. Pemerintah daerah Kabupaten Asahan yang telah memberikan bantuan kepada penulis
10.Bapak Lurah kelurahan Bunut, Ibu Tika sekretaris Lurah dan kak Ita yang banyak
membantu Penulis selama dilapangan dan semua jajaran kelurahan Bunut yang telah
banyak membantu penulis.
11.Untuk para pengrajin sepatu Bunut dan semua orang yang telah banyak membantu
penulis, memberikan informasi yang sangat berharga sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
12.Semua pihak yang telah banayak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan kalian.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan tidak terlepas dari
kekurangan dan kesalahan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan skripsi ini dikemudian hari. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat dan menambah wawasan bagi semua pihak. Akhir kata penulis mengucapkan
banyak terimakasih.
Medan, Mei 2014
Penulis
ABSTRAK
Industri kecil dalam perekonomian suatu negara memiliki peran dan perkembangan yang sangat penting karena memiliki nilai strategi dalam memperkokoh perekonomian nasional (ekonomi rakyat), maka selayaknya pemerintah memberikan perhatian yang layak untuk memberdayakannya, yaitu dipandang sebagai suatu kelompok unit usaha yang seharusnya terintegrasi dalam dunia usaha secara nasional yang nantinya dapat meningkatkan taraf hidup dan daya saing. Dalam penelitian ini terjadi mobilitas sosial pada industri pengrajin sepatu bunut dan keberdayaan ekonomi yang dilakukan oleh pengrajin sepatu Bunut dalam memenuhi kebutuhan hidupnya ketika pabrik Uni Royal tempat para karyawan yang dulunya bekerja untuk membuat sepatu tutup.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mobilitas sosial yang terjadi pada pengrajin sepatu Bunut dan Kerberdayaan Sosial pengrajin Bunut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara mendalam.
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR………. i
ABSTRAK……… iv
DAFTAR ISI……… v
DAFTAR TABEL………... viii
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang………. 1
1.2Rumusan Masalah………. 8
1.3Tujuan Penelitian……….. 9
1.4Manfaat Penelitian………... 9
BAB ll. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mobilitas Sosial………. 10
2.1.1 Pengertian Mobilitas Sosial………... 10
2.1.2 Bentuk-bentuk Mobilitas Sosial………. 12
2.2 Keberdayaan………. 14
2.3 Keberdayaan Ekonomi………. 18
2.4 Etos Kerja……….….... 21
2.5 Motivasi Berprestasi atau n-Ach……….. 23
2.5 Defenisi Konsep……….….. 25
BAB lll METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian………. 28
3.3.1 Unit Analisis………. 29
3.3.2 Informan……….... 29
3.4 Teknik Pengumpulan Data………... 30
3.5 Interpretasi Data………... 31
3.6 Jadwal Kegiatan………... 33
3.7 Keterbatasan Penelitian……… 34
BAB IV. DESKRIPSI WILAYAH dan INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian……….. 35
4.2 Kondisi Demografi………... 36
4.3 Profil Informan………. 47
4.4 Temuan dan Interpretasi Data……….. 57
4.4.1 Sejarah dan Latar Belakang Sentra Industri Kecil Sepatu Bunut……….. 57
4.4.2 Terbatasnya Lapangan Kerja……….. 59
4.4.3 Insiatif Membuka Usaha Sepatu……… 61
4.4.4 Mobilitas Sosial Pengrajin Sepatu... ………. 62
4.4.4.1 Perubahan Sosial Pengrajin Sepatu Sebelum dan Setelah menjadi pengrajin……… 64
4.4.5 Keberdayaan dalam Berusaha………...…. 66
4.4.5.1 Modal memulai usaha Sepatu………..……... 66
4.4.5.2 Keahlian Membuat Sepatu ………... 69
4.4.6 Etos Kerja Pengrajin Sepatu dalam Berusaha……….... 71
4.4.7 Jaringan yang di Manfaatkan Pengrajin untuk Meningkatkan Usaha...………. 73
4.4.7.1 Keterampilan, Kreatifitas, dan Model……… 73
4.4.7.2.Pemasaran……….... 75
4.4.7.3 Organisasi Kelompok Pengrajin………... 77
4.4.7.4 Bantuan Pemerintah……….... 79
4.4.8 Faktor-faktor Penghambat dalam Pengembangan Usaha Sepatu.………. 83
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan………... 90
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Indikator Keberdayaan………. 15
Tabel 4.1 Pemanfaatan Tanah di Kelurahan Bunut……… 35
Tabel 4.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Kewarganegaraan di Bunut……… 37
Tabel 4.3 Komposisi Penduduk Menurut Usia……….. 37
Tabel 4.4 Komposisi Penduduk Menurut Agama……….. 38
Tabel 4.5 Lulusan Pendidikan Umum……… 39
Tabel 4.6 Lulusan Pendidikan Khusus………... 39
Tabel 4.7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian………... 41
Tabel 4.8 Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku………... 42
Tabel 4.9 Jumlah Industri Besar dan Industri Sedang Menurut Kecamatan………. 44
ABSTRAK
Industri kecil dalam perekonomian suatu negara memiliki peran dan perkembangan yang sangat penting karena memiliki nilai strategi dalam memperkokoh perekonomian nasional (ekonomi rakyat), maka selayaknya pemerintah memberikan perhatian yang layak untuk memberdayakannya, yaitu dipandang sebagai suatu kelompok unit usaha yang seharusnya terintegrasi dalam dunia usaha secara nasional yang nantinya dapat meningkatkan taraf hidup dan daya saing. Dalam penelitian ini terjadi mobilitas sosial pada industri pengrajin sepatu bunut dan keberdayaan ekonomi yang dilakukan oleh pengrajin sepatu Bunut dalam memenuhi kebutuhan hidupnya ketika pabrik Uni Royal tempat para karyawan yang dulunya bekerja untuk membuat sepatu tutup.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mobilitas sosial yang terjadi pada pengrajin sepatu Bunut dan Kerberdayaan Sosial pengrajin Bunut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara mendalam.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Industri kecil dalam perekonomian suatu negara memiliki peran dan perkembangan
yang sangat penting karena memiliki nilai strategi dalam memperkokoh perekonomian
nasional (ekonomi rakyat), maka selayaknya pemerintah memberikan perhatian yang layak
untuk memberdayakannya, yaitu dipandang sebagai suatu kelompok unit usaha yang
seharusnya terintegrasi dalam dunia usaha secara nasional yang nantinya dapat meningkatkan
taraf hidup dan daya saing. Tambunan (dalam Ahimsa-Putra, 2003:254) mengemukakan,
bahwa kontribusi langsung industri kecil kepada pembangunan ekonomi antara lain
penciptaan lapangan kerja untuk memproduksi barang-barang.
Industri merupakan aktivitas manusia untuk mengelola sumber daya-sumber daya
(resources) baik Sumber Daya Manusia (SDM), maupun Sumber Daya Alam (SDA) di
bidang produksi dan jasa dasar, seperti makanan, pakaian, bahan bangunan, peralatan rumah
tangga dan sebagainya. Ini dapat dilihat pada keadaan krisis moneter yang terjadi pada tahun
1997 sampai 1998 di Indonesia bahwa IKM (Industri Kecil Menengah) dan UKM (Usaha
Kecil Menengah) merupakan sabuk pengaman bagi perekonomian nasional. Dalam keadaan
krisis tersebut banyak industri dan usaha besar yang gulung tikar, namun IKM dan UKM
yang mampu menjadi penopang perekonomian nasional. Industri kecil juga memberikan
manfaat sosial yang sangat berarti yaitu dapat menciptakan peluang berusaha yang luas
dengan pembiayaan yang relatif murah, mengambil peranan dalam peningkatan dan
mobilisasi tabungan domestik serta industri kecil mempunyai kedudukan yang komplementer
terhadap industri besar dan sedang.
Probinka digantikan dengan proyek bimbingan dan pengembangan industri kecil (BIPIK),
dengan program utamanya berupa diklat dan penyuluhan yang umumnya bersifat insidental.
Oleh karena kegiatan ini belum mampu menciptakan proses pengembangan yang kondusif
dan berkesinambungan, maka sejak akhir Pelita II mulai dikembangkan sarana-sarana
pembinaan yang tetap. Dalam Pelita III dilakukan upaya meningkatkan investasi dan
kegiatan golongan ekonomi lemah. Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan pembinaan industri
kecil dalam Pelita IV. Pembinaan diarahkan pada penciptaan iklim usaha, peningkatan
kerjasama, peningkatan bantuan, peningkatan sarana pelayanan lapangan, pengembangan
pusat-pusat pertumbuhan industri kecil, dan peningkatan perangkat pelaksana. Dan dalam
Pelita V kebijaksanaan pengembangan industri kecil meliputi antara lain: (1) pengembangan
industri rumah tangga dan kerajinan di daerah-daerah yang belum berkembang, maupun
didaerah pemukiman transmigrasi; (2) peningkatan pertumbuhan industri kecil pada aspek
kemampuan dan kemandirian usaha; (3) pelibatan berbagai instansi seperti Departemen
Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil,
Departemen Sosial, dan Departemen Dalam Negeri dalam Pembinaan industri kecil tersebut.
Menurut Bank Indonesia No. 26/1/UKK tanggal 29 Mei 1993 (Hubeis, Musa, 2009
hal 11). industri kecil adalah usaha yang memiliki total asset maksimum Rp. 600 juta tidak
termasuk tanah rumah yang ditempati. Pengertian usaha ini meliputi usaha perorangan, badan
usaha swasta dan koperasi, sepanjang asset yang dimiliki tidak melebihi nilai Rp. 600 juta.
Dalam Undang-Undang No. 9 tahun 1995 pasal 14 tentang industri kecil merumuskan bahwa
pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melakukan pembinaan serta pengembangan industri
kecil dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, SDM, ketenagakerjaan atau
kewirausahaan, teknologi dan pelayanan. Industri kecil dapat mengurangi tingkat
mempercepat siklus financial suatu komunitas masyarakat, memperpendek rentang
kesenjangan sosial yang tercipta, sekaligus mengurangi dampak kriminalitas yang
ditimbulkannya, dan sebagai alat penganekaragaman sumber daya alam maupun sumber daya
manusia. Menurut Ina Primania (2009:35) dalam proses pengembangan industri kecil
mencakup tiga aspek, yaitu:
1. pendanaan
2. pembinaan dan pengembangan potensi
3. dan manajerial
Undang-undang No.5 tahun 1984 tentang perindustrian pasal 1 juga menyatakan
industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah
jadi, dan/atau jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya,
termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. BPS mengklasifikasikan
industri berdasarkan jumlah pekerjanya, yaitu: (1) industri rumah tangga dengan pekerja 1
sampai 4 orang; (2) industri kecil dengan pekerja 5-19 orang; (3) industri menengah dengan
pekerja 20-99 orang; (4) industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih.
Menurut hasil studi Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
(dalam Anoraga, 2002: 225), menunjukkan bahwa di Indonesia kriteria atau ciri-ciri industri
kecil itu sangat berbeda-beda, tergantung pada fokus permasalahan yang dituju dan instansi
yang berkaitan dengan sektor ini. Ciri-ciri dari industri kecil adalah usaha dimiliki secara
bebas, terkadang tidak berbadan hukum, skala usaha yang kecil (baik modal, tenaga kerja,
maupun potensi pasarnya); berlokasi di pedesaan dan kota-kota kecil atau pinggiran kota
besar, modal bergantung pada modal sendiri dan kebanyakan industri kecil dikelola oleh
perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta
Di Indonesia hasil survei yang dilakukan oleh Ahimsa (dalam Ahimsa-Putra,
2003:254) tentang usaha-usaha kecil menunjukkan bahwa setengah dari usaha-usaha kecil ini
bermula dari usaha industri rumah tangga. Selanjutnya dikatakan pula bahwa produk-produk
industri kecil tersebut berasal dari kerajinan yang berkembang terbatas pada keterampilan dan
keahlian lokal, serta menggunakan bahan lokal. Kabupaten Asahan merupakan kabupaten
yang mempunyai sektor unggulan dalam bidang pertanian dan industri. Berdasarkan data
Asahan Dalam Angka pada tahun 2013, sektor pertanian merupakan kontributor utama pada
PDRB Kabupaten Asahan sebesar 38.75%, kemudian disusul oleh sektor industri sebesar
32,36% dan sektor-sektor lainnya hanya memberikan kontribusi sebesar 17,76%. Pada tahun
2012 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Asahan mencapai 5,89% pertumbuhan terbesar
terjadi pada sektor industri yaitu 9,74% sedangkan pada sektor pertanian hanya 2,64%.
Perusahaan besar di Asahan pada tahun 2007 berjumlah 20 unit, industri sedang berjumlah
111 unit dan jumlah industri kecil dan industri rumah tangga berjumlah 650 unit. Jenis indutri
kecil dan rumah tangga di Kabupaten Asahan cukup banyak yaitu 650 unit, diantaranya yaitu
industri Sepatu Bunut, industri pengolahan daging, industri pengasinan ikan, industri
pengasinan buah, industri roti/kue basah/kering, industri gula aren, industri tahu/tempe,
industri makanan ringan, industri kerupuk, industri batu bata/keramik, industri sulaman dan
industri sabut kelapa.
Kabupaten Asahan juga memiliki sejumlah produk unggulan yang dihasilkan dari
industri kecil dan kerajinan rumah tangga. Beberapa bidang usaha yang berkembang antara
lain adalah pengolahan meubel kayu batang kelapa, pembuatan pupuk kompos, pengolahan
sabuk kelapa, kerajinan kulit (sepatu Bunut), anyaman pandan, sapu lidi hias, makanan ringan
(dodol, keripik), dan lain-lain (www.pemkab-asahan.go.id). Pengrajin sepatu Bunut yang
didirikan oleh tiga rumah tangga yang ada di kelurahan Bunut, namun sekarang industri
sepatu ini diproduksi oleh 14 toko sepatu. Toko sepatu Bunut ini terletak berjajar di
sepanjang jalan lintas Sumatera sehingga tempat ini terbilang cukup strategis di tambah lagi
industri sepatu Bunut ini juga sudah berdiri cukup lama sehingga menjadi salah satu daya
tarik masyarakat untuk menjadi oleh-oleh khas kabupaten Asahan. Jarak tempuh antara
kelurahan Bunut dengan pusat kota tidak cukup jauh yaitu hanya sekitar 8 km. Menurut
sejarahnya, sepatu Bunut pada awalnya diproduksi oleh perusahaan perkebunan karet milik
pengusaha Amerika yang bernama Colehan. Modal dan bahan-bahan baku untuk membuat
sepatu ini di datangkan langsung dari Amerika. Produk sepatu ini pun ditujukan hanya untuk
kalangan terbatas, yaitu untuk staf perkebunan dan para tamu istimewa sehingga apabila ada
orang selain staf perkebunan dan para tamu istimewa memakai sepatu tersebut maka orang
tersebut akan ditangkap. Sepatu Bunut sampai terkenal keluar negeri tepatnya, setelah tamu
perkebunan sering membawa sepatu Bunut ke Negara asalnya sebagai oleh-oleh dan pada
akhirnya, nama kelurahan Bunut ini pun mulai dikenal di mancanegara.
Pada tahun 80-an Abdul Rizal Bakrie membeli pabrik tersebut dengan tujuan agar sepatu
Bunut tersebut dapat dipasarkan kedalam negeri. Ketika produksi dibuat dan sepatu mulai
dipasarkan kedalam negeri ternyata hasilnya kurang memuaskan karena promosi yang di
lakukan kurang menarik minat konsumen sehingga konsumen tidak begitu suka dan tidak
begitu tertarik dengan sepatu Bunut ini dan juga karena adanya persaingan dari sepatu di
Jawa. Akhirnya Bakrie pun mulai memasarkan sepatu Bunut ini kembali lagi ke AS namun
ternyata pihak AS menolak karena bahan bakunya tidak berasal dari Amerika dan pihak AS
pun tidak mau menjalin hubungan kerjasama dengan Bakrie sehingga kerugian pun terjadi.
tidak mau menjalin hubungan kerjasama dengan Bakrie sehingga kerugian pun terjadi. Akibat
penurunan jumlah produksi sepatu sehingga akhirnya Bakrie pun memberhentikan para
karyawannya.
Setelah beberapa tahun pabrik sepatu ditutup para pekerja yang menjadi pengangguran
mulai mengembangkan keterampilan yang mereka dapat selama bekerja di pabrik. Dengan
berbekalkan keterampilan dari pabrik sepatu tempat bekerja dulu dan dengan didorong oleh
tekad yang kuat, para pengrajin tersebut memberanikan diri membuka usaha pembuatan
sepatu secara kecil-kecilan di rumah masing-masing dengan bantuan anggota keluarga dan
dengan modal sendiri yang bersumber pada tabungan pribadi, pinjaman dari bank, dan
pinjaman dari kerabat atau tetangga. Tidak butuh waktu lama bagi para pengrajin sepatu
untuk membuat masyarakat tertarik untuk membeli sepatu buatan mereka, hal ini dikarenakan
sepatu Bunut dulunya memang sudah dikenal oleh masyarakat luas. Ternyata sepatu yang
diproduksi secara rumahan ini cukup laku di masyarakat sehingga para pengrajin
membutuhkan tenaga kerja tambahan dan mulai merekrut pekerja dari warga sekitar yang
tinggal di daerah kelurahan Bunut.
Pada akhirnya, keterampilan membuat sepatu secara rumahan ini pun diwariskan
secara turun temurun kepada anak-anaknya sehingga kini telah menjadi bagian dari karya
industri khas dari Asahan. Jika dulu sepatu Bunut diproduksi oleh perusahaan perkebunan
karet, sekarang sepatu Bunut ini telah diproduksi oleh warga kelurahan Bunut itu sendiri.
Kualitas sepatu Bunut sangat baik dan tahan lama ditambah lagi model sepatunya tidak kalah
dengan sepatu merk terkenal lainnya sehingga sepatu Bunut sangat terkenal di berbagai
daerah mulai dari dalam negeri seperti Jawa, Nangroe Aceh Darussalam, Riau, Jambi dan
Kalimantan hingga di luar negeri seperti Malaysia, Brunei Darussalam dan sebagainya. Harga
Alat-alat dalam proses pembuatan sepatu ini masih menggunakan teknologi yang
sederhana yaitu terdiri dari alat seset, mesin pres sepatu dan mesin jahit sepatu. Cara untuk
membuat sepatu Bunut tersebut yang pertama adalah memilih bahan baku kulit untuk sepatu
lalu membuat pola sepatu diatas bahan baku kulit sesuai dengan desain sepatu. Kedua, setelah
pola selesai, pola tersebut dipotong dan kulit yang sudah dipotong masuk kedalam proses
seset. Ketiga, masuk dalam tahap penyetelan sepatu dan dalam proses pembuatan upper
(potongan kulit atas). Keempat, proses perakitan sepatu mulai dari melakukan pengeleman
dan tahap penjahitan. Terakhir, dipres setelah itu mulai pengecekan produksi sol lalu masuk
dalam proses penyemprotan dan sepatu pun siap untuk dijual. Pengrajin sepatu ini menjual
sepatu di toko yang terdapat didepan rumahnya dan ada juga sebagian toko yang hanya
menjual sepatunya saja dan mengambil sepatu langsung kepada pengrajin sepatu.
Sepatu Bunut ini banyak dibeli ketika menjelang hari-hari besar seperti hari lebaran,
natal dan hari-hari libur seperti hari libur sekolah. Kebanyakan pembeli berasal dari luar
daerah Asahan seperti dari Pekanbaru atau dari pulau Jawa. Sepatu ini memiliki kualitas yang
bagus karena kualitas kulit sepatu yang bagus, model sepatu yang senyawa sehingga tidak
mudah rusak dan ciri khas sepatu Bunut dengan model jahitan dikepala sepatunya serta
sepatu ini juga menggunakan tapak yang terbuat dari bahan karet sehingga jika dilengkukan
tidak akan merusak bentuk dari tapak tersebut. Sehingga pekerja kantoran seperti pegawai
negeri sering menempah sepatu untuk berkerja di tempat ini. Sepatu Bunut ini tidak kalah
kualitasnya apabila dibandingkan dengan sepatu dari Cibaduyut ataupun dari Sidoarjo.
Bantuan dari pemerintah juga ada yaitu dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) berupa
pelatihan yang dilakukan oleh beberapa pengrajin sepatu Bunut ke Sidoarjo pada tahun 2008
yang dibiayai langsung oleh dinas tersebut dan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan
dengan alat yang dibutuhkan oleh pengrajin. Misalnya saja pengrajin kekurangan mesin seset
yaitu alat untuk mengurangi ketebalan kulit tapi dinas terkait memberikan mesin untuk
menjahit. Padahal mesin untuk menjahit sudah cukup banyak, maka mesin tersebut pun tidak
dipergunakan dan menjadi tidak bermanfaat. Namun yang menjadi masalah adalah kurangnya
modal, pemasaran dan manajemen yang kurang baik membuat sepatu Bunut ini kurang dapat
berkembang dengan pesat, ditambah lagi kurangnya dukungan dan bantuan dari pemerintah
setempat dan dinas-dinas yang terkait kalaupun bantuan tersebut ada kurang bermanfaat
karena bantuan yang diperlukan oleh pengrajin tidak sesuai dengan yang diberikan oleh dinas
tersebut.
Kondisi ini sangat berbeda dengan pengrajin sepatu yang berada di Cibaduyut,
pengrajin sepatu Cibaduyut mendapatkan dukungan dari pemerintah. Pada bulan oktober
pada tahun 2011, pemerintah mengadakan kegiatan pelatihan manajemen dan peningkatan
mutu produksi sepatu Cibaduyut. Pelatihan ini diikuti pengrajin sepatu yang merupakan
anggota forum rereongan pengrajin alas kaki, tas, sepatu sareng sajabina (Repalts), ditandai
pembagian alat cetakan standarisasi alas kaki berbahan baku fiber dan diserahkan pula 5 ribu
eksemplar katalog sarana pemasaran hasil produk. Kegiatan ini merupakan pelaksanaan
program penyaluran Corporate Social Responsibility (CSR) Bank BJB (Bank Jabar Banten)
tahun 2011 alokasi Kota Bandung senilai Rp 200 juta dari Rp 700 juta yang diterima Pemkot
Bandung.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, maka peneliti mencoba menarik suatu
1. Bagaimana mobilitas sosial keluarga pengrajin sepatu di Bunut?
2. Bagaimana keberdayaan ekonomi keluarga pengrajin sepatu di Bunut?
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah jawaban atas pertanyaan apa yang akan dicapai dalam
penelitian itu menurut misi ilmiah ( Sudarwan Danim,2009:91). Berdasarkan perumusan
masalah diatas maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui mobilitas sosial yang terjadi pada keluarga pengrajin sepatu di
Bunut Kecamatan Kisaran Barat Kabupaten Asahan.
2. Untuk mengetahui keberdayaan ekonomi yang terdapat pada pengrajin terutama
keluarga pengrajin sepatu di Bunut Kecamatan Kisaran Barat Kabupaten Asahan
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Untuk meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu
sosiologi dan juga menambah referensi hasil penelitian yang juga dijadikan sebagai bahan
rujukan untuk penelitian bagi mahasiswa sosiologi selanjutnya, serta diharapkan dapat
memberikan sumbangan pemikiran dan memperluas cakrawala pengetahuan.
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam membuat
karya tulis ilmiah tentang mobilitas sosial dan keberdayaan ekonomi keluarga pengrajin
sepatu dan untuk memberikan masukan-masukan kepada pihak-pihak atau lembaga-lembaga
BAB II
KERANGKA TEORI 2.1 Strategi
2..1.1 Pengertian Strategi
Kata strategi berasal dari bahasa Yunani yang berarti kepemimpinan
dalam ketentaraan (Dirgantoro,2001 : 5). Konotasi ini berlaku selama perang yang
kemudian berkembang menjadi manajemen ketentaraan dalam rangka mengelola
tentara bagaimana melakukan mobilisasi pasukan dalm jumlah yang besar,
bagaimana megkoordinasikan komando yanng jelas, dan lain sebagainya. Menurut
Rangkuti (2001 : 3), strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan.
Menurut Muslich (1997:11), strategi adalah rencana yang disatukan,
menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan antara keunggulan strategi perusahaan
faktor intern) dengan tantangan lingkungannya (faktor ekstern). Rencana yang
disatukan artinya bahwa rencana tersebut mengikat semua bagian perusahaan
menjadi satu kesatuan yang tergabung dalam rencana strategis perusahaan.
Rencana yang menyeluruh artinya meliputi semua aspek penting perusahaan harus
dicakup dalam rencana strategis ini. Rencana yanng terpadu artinya semua
rencana yang dibuat secara partial di dalam perusahaan harus merupakan
serangkaian rencana yang terintegrasi. Artinya antara rencana yanng satu dengan
rencana yang lain yang ada di dalam perusahaan saling mendukung dan tidaknsatu
pun rencana partial yang bertentangan degan rencana strategis.
Dalam bidang manajemen, Daft mendefenisikan strategi sebagai rencana
menghadapi lingkungan dan membantu organisasi dalam meraih tujuannya (2007:
362). Strategi harus berubah dari waktu ke waktu agar sesuai dengan kondisi
lingkungan, namun harus tetap kompetitif, perusahaan mengembangkan strategi
yang berfokus pada kompetensi utama, mengembangkan sinergi dan menciptakan
nilai bagi pelangggan.
2.1.2 Tingkatan Strategi
Dalam perusahaan bisnis, manajer strategis umumnya berpikir dengan tiga
tingkatan strategi. Tingkatan strategi tersebut adalah strategi di tingkat
perusahaan, strategi di tingkat bisnis dan strategi tingkat fungsional (Daft,
2007:365).
1. Strategi di Tingkat Perusahaan
Strategi ini berkaitan dengan perusahaan secara keseluruhan dan
kombinasi antara unit bisnis dan rangkaian produk yang membentuk
kesatuan organisasi. Tindakan strategis di tingkat ini biasanya terkait
dengan akuisisi usaha baru: penambaha atau divestasi unit bisnis, pabrik
atau rangkaian prosuk dan usaha bersama dengan perusahaan baru di area
baru.
2. Strategi di Tingkat Bisnis
Strategi ini berpengaruh ke tiap unit bisnis dan rangkaian produk.
Strategi ini berfokus pada bagaimana unit bisnis berkompetisi di
industrinya bagi konsumen. Keputusan strategis di tingkat bisnis
pengembangan, perubahan produk, pengembangan produk, peralatan dan
fasilitas, dan ekspansi atau pengurangan produk.
3. Strategi di Tingkat Fungsional
Strategi ini berkaitan dengan seluruh fungsi utama termasuk
keuangan, penelitian dan pengembangan, penjualan dan produksi.
Gambar 2.1 Tingkatan Strategi
Strategi perusahaan
Strategi Bisnis
Strategi Fungsional
(Sumber: Hunger & Wheelen, 2003: 26)
2.2 Manajemen Strategis
2.2.1 Defenisi Manajemen Strategis
Beberapa defenisi manajemen strategis sebagai berikut (Dirgantoro, 2001:9) :
a. Suatu proses berkesinambungan yang membuat organisasi secara
keseluruhan dapat match dengan lingkungannya, atau dengan kata lain
organisasi secara keseluruhan dapat selalu responsif terhadap perubahan-Kantor Pusat
perubahan di dalam lingkungannya, baik yang bersifat internal maupun
eksternal
b. Kombinasi ilmu dan seni untuk memformulasikan, mengimplementasikan
dan mengevaluasi keputusan yang bersifat cross-fungsional yang
memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuannya.
c. Usaha untuk mengembangkan kekuatan yang ada di perusahaa untuk
menggunakan atau menangkap peluang bisnis yang muncul guna
mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Dari defenisi-defenisi tersebut ada beberapa kesamaan dasar yang bisa
ditangkap, yaitu adanya tujuan yang ingin dicapai, perubahan lingkungan
yang harus diantisipasi serta strategi yang harus diimplementasikan.
Menurut Hunger & Wheelen (2003:4), manajemen strategis adalah
serangkaian keputusan dan tindakan yang menetukankinerja perusahaan dalam
jangka panjang.
2.2.2 Proses Manajemen Strategis
Manajemen strategis dapat dilihat sebagai suatu proses yang meliputi sejumah tahapan yang saling berkaitan dan berurutan. Menurut hunger &
Wheelen, proses manajemen strategis meliputi empat elemen dasar : (1)
pengamatan lingkungan, (2) perumusan strategi, (3) implementasi strategi dan (4)
Gambar 2.2 Proses Manajemen Strategis
Sumber : Hunger & Wheelen,( 2003:11)
2.3 Analisis Lingkungan
Analisa lingkungan adalah proses memonitoring terhadap lingkungan
organisasi yang bertujuan untuk mengidentifikasikan peluang (opportunities) dan
tantangan (threats) yang mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mencapai
tujuannya (Dirgantoro, 2001: 38). Tujuan dilakukannya analisis lingkungan
adalah agar organisasi dapat mengantisipasi lingkungan organisasi sehingga dapat
bereaksi scara cepat dan tepat untuk kesuksesan organisasi.
Menurut Situmorang (2008 : 230), secara umum lingkungan organisasi
dapat dikategorikan ke dalam 2 bagian yaitu lingkungan eksternal dan lingkungan
internal.
2.3.1 Lingkungan Eksternal yang terdiri :
a. Lingkungan umum adalah suatu lingkungan dalam lingkungan eksternal
organisasi yang menyusun faktor-faktor yang memiliki ruang lingkup luas Pengamatan
Lingkungan
Perumusan Strategi
Implementasi Strategi
dan faktor-faktor tersebut pada dasarnya di luar dan terlepas dari operasi
perusahaan. Faktor-faktor tersebut diantaranya:
1. Faktor ekonomi
Faktor ekonomi mengacu kepada sifat, cara dan arah dari
perekonomian dimana suatu perusahaan akan atau sedang berkompetisi.
Indikator dari kesehatan perekonomian suatu negara antara lain adalah
tingkat inflasi, tingkat suku bunga, defisit atau surplus perdagangan,
tingkat tabungan pribadi dan bisnis, serta produk domestik bruto.
2. Faktor Sosial
Faktor-faktor sosial yang mempengaruhi suatu perusahaan
mencakup keyakinan, nilai, sikap, opini yang berkembang, dan gaya hidup
dari orang-orang di lingkungan dimana perusahaan beroperasi.
3. Faktor Politik dan Hukum
Faktor politik dan hukum mendefenisikan parameter-parameter
hukum dan bagaimana pengaturan pperusahaan harus beroperasi.
Beberapa tindakan politik dan hukum juga didisain untuk memberi
manfaat dan melindungi perusahaan. Di dalam bisnis, kepastian hukum
menjadi salah satu faktor yang paling penting bagi pengusaha dalam
menjalankan bisnisnya.
4. Faktor Teknologi
Faktor teknologi dalam lingkungan umum untuk merefleksikan
dramatis telah mengubah produk, jasa, pasar, pemasok, distributor,
pesaing, pelanggan, proses persaingan.
5. Faktor Demografi
Faktor demografi ini adalah ukuran populasi, percampuran etnis
serta distribusi pendapatan. Perusahaan harus menganalisis perubahan
faktor ini dalam konteks yang global, bukan hanya secara domestik.
b. Lingkungan Industri
Lingkungan industri adalah tingkatan dari lingkungan eksternal
organisasi yang menghasilkan komponen-komponenyang secara normal
memiliki implikasi yang relatif spesifik dan langsung terhadap oprasionalisasi
perusahaan. Lima kekuatan persaingan atau yang dikenal dengan The Five
Forces Model menjadi model analisis lingkungan industri. Kelima kekuatan
persaingan tersebut adalah :
a. Ancaman Masuknya Pendatang Baru
Pendatang baru dalam industri biasanya dapat mengancam pesaing
yang ada karena pendatang baru sering kali membawa kapasitas baru,
keinginan untuk merebut pangsa pasar, serta seringkali pula memiliki
sumber daya yang besar.
b. Tingkat Rivalitas Diantara Pesaing yang Ada
Rivalitas (rivalry) di kalangan pesaing yang ada berbentuk
perlombaan untuk mendapatkan posisi dengan menggunakan taktik-taktik
seperti persaingan harga, perang iklan, introduksi produk, dan
c. Tekanan dari Produk Pengganti
Produk pengganti/ barang substitusi merupakan salah satu
persaingan dari perusahaan-perusahaan. Ancaman dari produk substitusi
ini kuat jika konsumen dihadapkan paa sedikitnya switching cost dan jika
produk substitusi tersebut mempunyai harga yang lebih murah atau
kualitasnya sama bahkan lebih tinggi dari produk-produk suatu industri.
d. Kekuatan Tawar Menawar Pembeli
Pembeli biasanya membeli barang dengan harga yang termurah
dengan meminta kualitas yang tinggi dan pelayanan yang lebih baik. Hal
ini membuat persaingan antara perusahaan dalam industri yang sama.
Biasanya kekuatan tawar-menawar pembeli meningkat jika situasi berikut
terjadi: (1) Pembeli membeli dalam jumlah yang besar, (2) Produk yang
dibeli adalah produk standar dan tidak terdiferensiasi, (3) Pembeli
memperoleh laba yang rendah, (4) Produk industri tidak penting untuk
produk atau jasa pembeli, (5) Pembeli menempatkan suatu ancaman
melakukan integrasi kehulu untuk membuat produk industri.
e. Kekuatan Tawar Menawar Pemasok
Pemasok dapat menekan perusahaan yang ada dalam suatu industri
dengan cara menaikkan harga serta menurunkan kualitas barang yang
dijualnya. Pemasok memiliki tawar menawar jika: (1) Didominasi oleh
sedikit perusahaan, (2)Produknya adalah unik dan istimewa, (3) Industri
tersebut bukanlah pelanggan yang penting dari pemasok, (4) Pemasok
Gambar 2.3 Lima Kekuatan Persaingan Michael Porter
Sumber : Situmorang (2008 : 232)
2.3.2 Lingkungan Internal
Lingkungan internal adalah lingkungan organisasi yang berada di dalam
organisasi tersebut dan secara normal memiliki implikasi yang langsung dan
khusus pada perusahaan. Analisa lingkungan internal perusahaan merupakan
proses untuk menentukan dimana perusahaan atau pemerintah daerah mempunyai
kemampuan yang efektif sehingga perusahaan dapat memanfaatkan peluang
secara efektif dan dapat menangani ancaman di dalam lingkungan. Menurut
Hunger & Wheelen (2003:), bidang fungsional yang menjadi variabel dalam
analisis internal adalah:
Tekanan dari produk pengganti
Kekuatan tawar menawar pemasok
Kekuatan tawar menawar
pembeli Tingkat rivalitas di
antara pesaing yang ada
1. Budaya Perusahaan
Budaya perusahaan adalah sekumpilan keyakinan, harapan dan nilai yang
dipelajari dan dibagikann oleh anggota-anggota organisasi dan
disampaikan dari generasi ke generasi berikutnya.
2. Pemasaran
Tujuan pemasaran adalah mempengaruhi tingkat, waktu dan karakter
permintaan dalam suatu cara yang akan membantu perusahaan mencapai
tujuannya. Manajer pemasaran menghubungkan perusahaan dengan
konsumennya dan dengan pesaingnya, karena itu manajer harus peduli
terutama pada posisi pasar perusahaan dan bauran pemasarannya.
a. Posisi dan segmentasi pasar
Posisi pasar menunjukkan bidang-bidang khusus bagi konsetrasi
pemasaran dan dapat diekspresikan dalam bentuk pasar produk dan
lokasi geografis
b. Bauran pemasaran
Bauran pemasaran menunjukkan kombinasi tertentu variabel-variabel
kunci di bawah pengawasan perusahaan yang dapat dipakai untuk
mempengaruhi permintaan dan memperoleh keunggulan kompetitif.
Variabel tersebut adalah produk, harga, promosi dan distribusi.
c. Daur hidup produk
Berkaitan dengan manajemen strategis, salah satu konsep yang paling
orang-oang pemasaran menyetujui bahwa produk yang berbeda
memiliki bentuk daur hidup yang berbeda pula, pertimbangan dalam
daur hidup merupakan faktor penting dalam perumusan strategi.
3. Keuangan
Keuangan perusahaan sangat penting untuk memformulasikan strategi
secara efektif. Aspek keuangan mencakup uang dari berbagai sumber
yang digunakan oleh perusahaan. Aliran dana operasi organisasi harus
dimonitor.
4. Penelitian dan pengembangan
Teknologi pasar menentukan posisi pasar dan jenis persaingan yang
dihadapi. Dalam hal ini manajer bertanggung jawab mengusulkan dan
melaksanakan strategi teknologis perusahaan denga mempertimbangkan
tujuan dan kebijakan perusahaan.
5. Operasi
Dalam operasi, yang harus dilakukan adalah mengembangkan dan
mengoperasikan sebuah sistem yang akan menghasilkan jumlah produk
dan jasa yang dibutuhkan dengan kualitas tertentu pada harga yang sudah
ditentukan pula dan dalam waktu yang sudah dibagikan.
6. Sumber daya manusia
Dalam kaitannya dengan sumber daya manusia, yang dilakukan adalah
meningkatjkan antar individu dengan pekerjaan-pekerjaan yang ada.
Kualitas kesesuaian ini berpengaruh terhadap kinerja, keputusan
7. Sistem informasi
Mengenai sistem informasi, yang dilakukan adalah merancang dan
mengelola aliran informasi dalam organisasi dengan cara-cara yang dapat
meningkatkan produktivitas dan pengambilan keputusan . Informasi harus
dikumpulkan, disimpan, dan digabungkan dalam suatu metode tertentu
sehingga nantinya dapt menjadi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
operasional dan strategis.
2.4 Crafting (mengukir) dan Executing (mengeksekusi) Strategi
Crafting dalam hal ini bukan hanya sekedar dalam arti mengukir
dalam artian sederhana tetapi arti yang lebih mendalam tentang strategi.
Menurut Arthur Thomson, dkk (2010:17), Crafting and Executing Strategy
merupakan tugas-tugas prioritas utama manajerial dalam dua alasan yang
sangat besar. Pertama, ada kebutuhan yang mendesak bagi manajer untuk
secara proaktif membentuk atau megukir bagaimana bisnis perusahaan akan
dilakukan. Strategi yang jelas dan beralasan adalah resep manajemen untuk
melakukan bisnis. Peta jalan untuk keungguan kompetitif, rencana
permainan untuk menyenangkan pelanggan dan meningkatkan kinerja
keuangan.
Kedua, perusahaan dengan strateg yang berfokus lebih cenderung
menjadi pemain yang kuat daripada perusahaan yang tim manajemennya
tidak menganggap strategi tersebut sebagai tanggung jawab serius. Tidak
dan penerapan strategi memilki dampak positif yang tinggi pada
pertumbuhan pendapatan, laba dan tingkat pengembalian investasi.
Perusahaan yang memiliki arah yang kurang jelas, memiliki target kerja
yang kabur atau tidak berat, memiliki strategi kacau atau cacat, atau tidak
bisa menjalankan strategi kompeten adalah perusahaan yang kinerja
keuangan mungkin menderita dan bisnis yang beresiko jangka panjang.
Merumuskan dan menjalankan strategi adalah fungsi inti
manajemen. Di antara semua hal yang dilakukan oleh manajer, tidak ada
yang mempengaruhi kesuksesan utama atau kegagalan yang lebih mendasar
daripada seberapa baik tim manajemennya menggamnarkan tujuan
perusahaan, mengembangkan langkah-langkah strategi yang efektif dalam
pendekatan bisnis dan mengejar apa yang perli dilakukan secara interna
untuk menghasilkan hari yang baik, peneraan strategi dan keunggulan
bersaing.
Proses manajerial perumusan dan melaksanakan strategi
perusahaan terdiri dari lima tahap yang saling terkait dan terpadu:
1. Mengembangkan divisi strategis dimana perusahaan perlu menghadapi
apa produk masa depan/pelanggan/pasar/teknologi. Sangat awal dalam
pembuatan strategi, seorang menajer senior perusahaan harus bergulat
dengan isu arah perusahaan yang harus diambil. Akankah perubahan
dalam fokus produk perusahaan masa kini/pasar/pelangggan/perusahaan
teknologi cenderung meningkatkan posisi pasar perusahaan dan prospek
dibandingkan dorongan lain bagi manajer untuk menarik kesimpulan
yang beralasan tentang situasi dan bagaimana memodifikasi
produk/pasar/teknologi dan kondisi jangka panjang.
2. Menetapkan tujuan dan menggunakannya sebagai tolak ukur untuk
mengukur kinerja dan kemajuan perusahaan.
Tujuan manajerial menetapkan tujuan adalah untuk mengkonversi visi
strategis dalam kinerja sasaran-hasil tertentu dan hasil manajemen
perusahaan yang ingin dicapai. Tujuan yang ingin dicpai adalah
kuantitatif, atau terukur dan mengandung tenggat waktu utnuk
pencapaian.
3. Menyusun strategi untuk mencapai tujuan dan menggerakkan
perusahaan sepanjang perjalanan strategis dimana manajemen telah
dipetakan.
Tugas penyusunan strategi menangani serangkaian bagaimana:
bagaimana mengembangkan bisnis, bagaimana untuk menyenangkan
pelanggan, bagaimana saingan, bagaimana merespon kondisi pasar yang
terus berubah, bagaimana mengelola setiap bagian fungsional dari
bisnis, bagaimana mengembangkan kompetensi dan kemampuan yang
diperlukan dan bagaimana untuk mencapai tujuan yang strategis dan
tujuan keuangan. Itu juga berarti kewirausahawan yang cerdik dalam
memilih di antara berbagai alernatif strategi-proaktif mencari
kesempatan untuk melakukan hal-hal baru atau yang sudah ada sehingga
4. Menerapkan dan melaksanakan strategi yang dipilih secara efisien dan
efektif.
Mengelola implementasi dan pelaksanaan strategi adalah orientasi
terhadap operasional.kegiatan menjadikan semua hal terjadi ditujukan
untuk melakukan kegiatan bisnis inti secara strategi-cara mendukung.
Hal itu dengan mudah menjadi hal yang paling menuntut dan menyita
waktu bagian dariproses manajemen strategis. Mengubah rencana
strategis ke dalam tindakan dan uji hasil kemampuan seorang manajer
untuk mengarahkan perubahan organisasi, memotivasi orang,
memperkuat kompetensi perusahaan dan kemampuan bersaing,
membuat dan memelihara iklim kerja yang mendukung strategi dan
memenuhi atau mencapai sasaran kinerja. Inisiatif untuk menempatkan
strategi dan menjalankannya dengan mahir harus diluncurkan dan
dikelola di bernagai bidang organisasi.
5. Mengevaluasi kinerja dan memulai penyesuaian korektif dalam arah
jangka panjang perusahaan, tujuan, strategi, atau penerapan mengingat
pengalaman aktual, kondisi yang berubah, ide-ide baru, dan kesempatan
baru.
Fase kelima dari proses manajemen strategi-memanrtau perkembangan
eksternal, mengevaluasi kemajuan perusahaan dan membuat koreksi
adalah titik pemicu untuk memutuskan apakah akan melanjutkan atau
mengubah visi perusahaan, tujuan, strategi dan /atau metode strategi
industri dan kondisi yang kompetitif dan sasaran kinerja terpenuhi,
eksekutif perusahaan mungkin memutuskan untuk tinggal saja. Hanya
rencana strategis dan melanjutkan dengan upaya untuk pelaksanaan
strategi yang cukup.
Gambar 2.4 Tahapan Proses Crafting dan Executing Strategy
(sumber : Arthur Thomson dkk, 2010: 24)
2.5 Pemilihan Alternatif Strategi
Menurut Situmorang (2008: 240), jenis-jenis strategi alternatif yaitu:
1. Strategi Integrasi
a. Integrasi ke depan, memperoleh kepemilikan atau meningkatkan
kendali pada distributor atau pengecer. Menetapkan
b. Integrasi ke belakang, strategi yang mencari kepemilikan atau
kendali lebih besar pada perusahaan pemasok.
c. Integrasi horizontal, merujuk pada strategi strategi mencari
kepemilikan dari atau kendali yang lebih besar atas perusahaan
asing
2.Strategi Progresif
a. Penetrasi pasar, berusaha meningkatkan pangsa pasar untuk
produk atau jasa yang sudah ada di pasar yang sudah lewat, usaha
pemasaran yang lebih gencar. Penetrasi pasar termasuk menambah
jumlah wiraniaga, menambah belanja iklan, menawarkan barang
promosi, penjualan eksentif atau menambah usaha publisitas.
b. Pengembangan pasar, memperkenalkan produk atau jasa yang
sudah ada ke wilayah geografi yang baru, misalnya banyaknya
produk-produk internasional yang masuk ke daerah Indonesia.
c. Pengembangan Produk, strategi yang mencari peningkatan
penjualan dengan memperbaiki dan memodifikasi produk atau jasa
yang sudah ada. Pengembangan produk biasanya memerlukan
pengeluaran yang besar untuk penelitian dan pengembangan.
3.Strategi Diversifikasi
a. Diversivikasi konsentrik adalah menambah jumlah produk atau jasa
baru tetapi berkaitan secara luas, misalnyaperbankan yang sekarang
b. Diversifikasi horizontal, menambah produk atau jasa baru yang
tidak berkaitan untuk pelanggan yang sudah ada. Misalnya Coca
Cola yang merambah pasar air minum dalam botol serta teh.
c. Diversifikasi konglomerat adalah menambah produk atau jasa baru.
Beberapa perusahaan melakukan diversifikasi konglomerat
sebagian didasarkan pada laba dari memecah mecah perusahaan
yang dibeli dan menjual divisi sebagian demi sebagian.
4. Strategi Defensif
a. Usaha patungan, strategi populer yang terjadi kalau ada dua
perusahaan atau lebih membentuk kemitraan atau konsorsium
sementara dengan tujuan kapitalisasi attau beberapa peluang.
Strategi ini dapat dianggap defensif hanya karena perusahaan tidak
melakukan proyek sendirian
b. Penghematan/ penciutan, terjadi ketika suatu organisasi mengubah
kelompok lewat penghematan biaya dan aset untuk mendongkrak
penjualan dan laba yang menurun. Kadang- kadang disebut strategi
berbalik atau reorganisasional. Penciutan didisain untuk
memperkuat kompetensi khas mendasar dari organisasi.
c. Divestasi, sering dipakai untukmeningkatkan modal untuk akuisisi
atau investasi strategis lebih lanjut. Divestasi dapat menjasi bagian
dari strategi penciutan menyeluruh untuk menghapus suatu
modal terlalu besar, atau tidak cocok dengan aktivitas perusahaan
lain.
d. Likuidasi, menjual semua aset perusahaan, bagian demi bagian,
untuk nilai dari aset berwujud.
e. Strategi kombinasi, dimana organisasi mengusahakan kombinasi
dari dua atau lebih strategi secara simultan tetapi suatu strategi
kombinasi mungkin membawa resiko yang istimewa bila
dilaksanakan terlalu jauh.
2.6 Pengembangan Usaha
Menurut Solihin (2006), pengembangan usaha dapat dilakukan melalui
tahap-tahap pengembangan usaha sebagai berikut:
1. Memiliki ide bisnis
Usaha apapun yang akan dikembangkan oleh seorang wirausahawan pada
mulanya berasal dari ide bisnis. Ide usaha yang dimiliki seorang
wirausahawan dapat berasal dari berbagai sumber. Ide tersebut muncul
setelah melihat keberhasilan orang lain atau karena adanya sense of
business yang kuat dari wirausahawan.
2. Penyaringan ide/konsep usaha
Ide usaha masih merupakan gambaran yang kasarmengenai bisnis yang
wirausahawan akan menterjemahkan ide tersebut dalam konsep usaha
yang lebih spesifik.
3. Pengembangan rencana usaha
Wirausahawa adalah orang yang melakukan penggunaan sumber daya
untuk memperoleh keuntungan. Dengan demikian komponen utama yang
harus dikembangkan oleh wirausahawan adalah perhitungan laba rugi dari
bisnis tersebut. selain itu, yang juga harus diperhatikan adalah
kecenderungan pasar saat ini maupun yang akan datang. Rencana usaha
tersebut akan menjad panduan bagi pelaksanaan usaha.
4. Implementasi rencana usaha pada pengendalian usaha
Rencana usaha yang dibuat kemudian diimplementasikan dalam
pelaksaan usaha. Dalam kegiatan implementasi rencana usaha, seorang
wirausaha akan mengerahkan berbagai sumber daya yang dibutuhkan
seperti modal, material dan tenaga kerja untuk menjalani kegiatan usaha.
Setelah itu dilakukan proses evaluasi dengan membandingkan hasil
pelaksanaan usaha dengan target usaha yang telah dibuat dalam
perencanaan usaha. Melalui pelaksanaan kegiatan usaha, seorang
pengusaha juga akan memperoleh umpan balik yang dapat digunakan
untuk melakukan perbaikan dalam pelaksanaan kegiatan usaha, penetapan
tujuan dan strategi baru atau melakukan tindakan koreksi.
Pengembangan usaha dapat dilakukan dengan teknik sebagai berikut
(Suryana, 2006:156):
Cara ini dapat dilakukakan dengan menambah skala produksi, tenaga
kerja, teknologi, sistem distribusi dan tempat usaha. Ini dilakukan bila
perluasan usaha atau peningkatan output akan menurunkan biaya jangka
panjang, yang berarti mencapai skala ekonomis (economics of scale).
Sebaliknya, bila peningkatan output mengakibatkan peningkatan biaya
jangka panjang (diseconomic of scale), maka tidak baik untuk dilakukan.
Denga kata lain, bila produk barang dan jasa yang dihasilkan sudah
mencapai titik paling efisien, maka perluasan skala ekonomi tidak bisa
dilakukan, sebab akan mendorong kenaikan biaya.
2. Perluasan cakupan usaha
Cara ini bisa dilakukan dengan menambah usaha baru, produk dan jasa
baru yang berbeda dari sekarang yang diproduksi (diversifikasi), serta
dengan teknologi yang berbeda. Dengan demikian, lingkup usaha
ekonomis dapat didefenisikan sebagai suatu diversifikasi usaha ekonomis
yang ditandai oleh total biaya produksi gabungan (joint total production
cost) dalam memproduksi dua atau lebih jenis produk secara
bersama-sama adalah lebih kecil daripada penjumlahan biaya produksi
masing-masing produk itu apabila diproduksi secara terpisah. Perluasan cakupan
usaha ini bisa dilakukan bila wirausaha memiliki permodalan yang cukup.
Sebaliknya lingkup usaha tidak ekonomis dapat didefenisikan sebagai
suatu diversifikasi yang tidak ekonomis, dimana biaya produksi total
bersama (joint total production cost) dalam memproduksi dua atau lebih
penjumlahan biaya produksi dari masing-masing jenis produk itu apabila
diproduksi secara terpisah.
Menurut Indivara (2008:60), mengembangkan usaha dapat dilakukan
dengan beberapa langkah berikut:
1. Menyisihkan dana harian atau bulanan untuk mengembangkan usaha
yang akan digunakan untuk:
a. Menambah jumlah dan ragam barang/jasa yang dijual.
b. Memperbesar tempat usaha demi kenyamanan konsumen
c. Menambah lokasi usaha
d. Memperbesar jaringan usaha
e. Menjadi agen (semi grosir)
2. Kecermatan dalam menyusun cash flow (aliran keuangan)
3. Mengoptimalkan ruang yang ada.
Mengoptimalkan ruang yang ada berarti menata ruang secara efisien
karena faktor tata letak sangat mempengaruhi image konsumen
terhadap produk. Langkah-langkah yang bisa dilakukan adalah :
a. Mengutamakan pelayanan konsumen
b. Penempatan barang dagangan dan stok
c. Fokus, artinya prosuk unggulan berada ddi tempat yang mudah
dijangkau oleh konsumen.
4. Menerapkan Quality Control (QC)
Quality Control diperlukan demi meningkatkan kualitas. Hal ini
Jadi, produk yang terbaik saja yang akan dijual kepada konsumen,
sementara produk gagal/tidak lolos seleksi bisa dijadikan semacam alat
promosi.
5. Persaingan sehat
Persaingan yang sehat perlu diterapkan dalam dunia usaha. Persaingan
yang sehat dapat dicapai dengan menggali kelebihan yag dimiliki dan
melihat kelebihan bisnis.
6. Mengatasi piutang
Dalam kegiatan bisnis, sering dijumpai seorang pembeli yang berniat
membeli dengan menghutang. Jika hal ini tidak bisa diantisipasi
dengan baik, akan membuat bisnis menjasi lemah. Beberapa langkah
yang bisa dilakukan adalah meengenali pelanggan secara pribadi,
melayani dengan mengantisipasi penipuan dan kecurangan, dan
mengarahkan sesuai dengan kemampuan pembeli.
7. Jumlah pegawai yang efektif
Jumlah karyawan yang dimiliki harus tepat karena kekurangan dan
kelebihan karyawan akan menimbulkan permasalahan.
8. Nilai plus bisnis
Bisnis tersebut harus memiliki nilai lebih dibandig dengan bisnis-bisnis
lain yang sejenis. Dengan demikian bisnis akan memiliki ciri khas
yang membedakannya dengan bisnis lain. Nilai plus bisnis dapat
ditempuh dengan pelayanan yang baik, peralatan dan perlengkapan
2.7 Analisis SWOT
2.7.1 Pengertian Analisis SWOT
Menurut Rangkuti (2001 :18), Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai
faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini
didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength) dan
peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan
kelemahan (Weakness) dan ancaman ( Threats). Proses pengambilan strategis
selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan
perusahaan.
Kekuatan (strength) adalah segala sesuatu yang bagus yang dapat
diperbuat oleh perusahaan atau suatu karakteristik yang memiliki kapabilitas
penting. Kekuatan itu dapat berupa keahlian (skill), keunggulan/kompetensi inti
(core competence), sumber daya, kemampuan bersaing, teknologi superior, dll.
Kelemahan adalah (weakness) adalah segala sesuatu yang merupakan kekurangan
perusahaan, atau kondisi yang tidak menguntungkan perusahaan.
Peluang (opportunities) adalah situasi di dalam perusahaan yang
menggambarkan peluang dan identifikasi segmen pasar, teknologi, dll. Ancaman
(threats) merupakan faktor-faktor yang tidak menguntungkan yang berasal dari
2.7.2 Cara membuat analisis SWOT
Penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh
kombinasi faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut harus
dipertimbangkan dalam analisis SWOT. Analisis SWOT membandingkan antara
faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor
internal kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness).
Analisis situasi mengharuskan para pihak perusahaan untuk
mengidentifikasi peluang dan ancaman yang juga harus memperhatikan ancaman
dan kelemahan. Dengan identifikasi terhadap peluang, kekuatan, ancaman dan
tantangan tersebut dari hasil analisis SWOT akan diperoleh strategi alternatif
perusahaan dalam memutuskan arah kemana perusahaan berkembang.
Gambar 2.5 Diagram Analisis SWOT
3 Mendukung strategi 1. Mendukung strategi
Turn-around agresif
4 Mendukung 2. Mendukung strategi
Kuadran 1. Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan
tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapt
memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus
ditetapkan dalam strategi ini adalah mendukung kebijakan
pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy)
Kuadran 2. Meskipun menghadapi ancaman, perusahaan ini masih
memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus
diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang jangka panjang dengan strategi
diversifikasi (produk/pasar)
Kuadran 3. Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar,
tetapi di pihak lain, ia menghadapi berbagai kendala/
kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan ini adalah
meminimalkan masalah-masalah internal prusahaan sehingga
dapat merebut peluang pasar yang lebih baik
Kuadran 4. Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan,
perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan
2.7.3 Tahapan Perencanaan Strategis Melalui Analisis SWOT
Menurut Rangkuti (2009), proses penyusunan perencanaan strategis
melalui tiga tahap analisis, yaitu:
1. Tahap pengumpulan data
Tahap ini bukan sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga
merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian data dan pra-analisis. Pada
tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua yaitu data eksternal dan data
internal. Data eksternal dapat diperoleh dari lingkungan di luar perusahaan
seperti analisis pasar, analisis kompetitor, analisis komunitas, anslisi
pemasok, analisis pemerintah dan analisis kelompk kepentingan tertentu.
Data internal diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri seperti laporan
keuangan, laporan kegiatan sumber daya manusia, laporan kegiatan
operasional dan laporan kegiatan pemasaran. Metode yang dipakai dalam
tahap ini adalah matriks faktor internal strategi (Internal Factor Analysis
Summary) dan matriks faktor strategi eksternal (Eksternal Factor Analyis
Summary)
2. Tahapan Analisis
Setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh
terhadap kelangsungan perusahaan, tahap selanjutnya adalah
menggabungkan IFAS+EFAS yang bertujuan untuk melihat hasil sub total
IFAS dan sub total EFAS. Bila dijumlahkan dan dibandingkan akan
memberikan suatu alternatif bahwa analisis atau diagnose ini benat-benar
3. Tahap Pengambilan Keputusan
Pada tahap pengambilan keputusan akan digunakan Matriks SWOT untuk
memperoleh alternatif strategi yang tepat bagi perusahaan sesuai dengan
posisi perusahaan yang telah digambarkan pada matriks SWOT.
2.8Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) 2.8.1 Defenisi UMKM
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang UMKM yang
dikutip dari www.bi.go.id, ada beberapa kriteria yang digunakan untuk
mendefenisikan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perseorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,
atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha
Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau
atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunansebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Kriteria UMKM menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2008 :
1. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut :
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
atau
b. Memiliki hasil penjualan tahuan paling banyak Rp 300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah)
2. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paing banyak Rp 500.00.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dariRp 300.000.00,00 (tiga
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000,000,00
(dua milyar lima ratus juta rupiah)
3. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) sampai dengan paing banyak Rp 10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 50.000.000.000 (lima
puluh milyar rupiah.
Selain menggunakan nilai moneter sebagai kriteria, sejumlah lembaga
negara seperti Departemen Perindustrian dan Badan Pusat Statistik (BPS), selama
ini juga menggunakan jumlah pekerja sebagai ukuran untuk membedakan skala
usaha antara UMI (Usaha Mikro), UK (Usaha Kecil), UM (Usaha Menengah) dan
UB ( Usaha Besar). Misalnya, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), UMI (atau di
sektor industri manufaktur umum disebut industri rumah tangga) adalah unit
usaha dengan jumlah pekerja tetap hinggga 4 orang; UK antara 5 hingga 19
pekerja; dan UM dari 20 sampai dengan 99 orang. Perusahaan-perusahaan dengan
jumlah pekerja di atas 99 orang masuk dalam kategori UB (Tambunan, 2009:16).
2.8.2 Peran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Dari perspektif dunia, diakui bahwa Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) memainkan suatu peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang (NSB),
tetapi juga di negara maju (Tambunan,2009:1) Di negara maju, UMKM sangat
penting tidak hanya karena kelompok usaha tersebut menyerap paling banyak
tenaga kerja dibandingkan usaha besar, seperti halnya di negara sedang
berkembang, tetapi juga di banyak negara kontribusinya terhadap pembentukan
atau pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) paling besar dibandingkan
Di negara sedang berkembang di Asia, Afrika dan Amerika Latin, UMKM
juga berperan sangat penting, khususnya dari perspektif kesempatan kerja dan
sumber pendapatan bagi kelompok miskin, distribusi pendapatan dan
pengurangan kemiskinan dan pembangunan ekonomi perdesaan. Di negara sedang
berkembang, UMKM memegang peranan sangat penting. Dengna jumlah usaha
yangsangat banyak, jauh melebihi jumlah usaha besar, maka kelompok usaha ini
memiliki peran yang sangat besar terutama di pedesaan. Dapat dikatakan bahwa
kemajuan ekonomi di pedesaan ditentukan oleh kemajuan dan perkembangnan
UMKM nya.
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah mempunyai potensi pertumbuhan yang
sangat besar. Bahkan dalam kebijakan-kebijakan di berbagai negara telah
dicantumkan menjadi bagian penting yang menyokong perekonomian nasional.
Tidak hanya dari UMKM saja, kegiatan produksi di negara sedang berkembang
didominasi oleh pertanian. Sehingga terus dibutuhkan peranan pemerintah dalam
pengembangnya. Selain itu, UMKM tidak harus menggunakan SDM yang
berpendidikan tinggi, sehingga berperan membuka lapangan kerja bagi
2.9Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.6 Kerangka Konseptual
Sumber : diolah oleh peneliti
USAHA KERAJINAN SAPU MORO BONDO
Analisis Lingkungan Eksternal :
Peluang
Ancaman Analisis Lingkungan
Internal :
Kekuatan
Kelemahan
Lingkungan Usaha
Matriks IFAS
Matriks EFAS
Matriks SWOT
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif
dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif merupakan penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
misalnya perilaku, persepsi motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistic dan dengan
menggunakan pendekatan deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Meleong,2006:6). Jenis
penelitian yang masuk dalam penelitian deskriptif yaitu penelitian survey, studi kasus,
penelitian perkembangan, analisis korelasi dan analisis dokumentasi (Suharsimi, 2007:236).
Dengan menggunakan penelitian kualitatif peneliti akan memperoleh informasi atau data
yang lebih mendalam mengenai mobilitas sosial dan keberdayaan ekonomi keluarga
pengrajin sepatu di Bunut kec. Kisaran Barat kab. Asahan.
Tujuan penelitian kualitatif ini adalah untuk memahami permasalahan yang diteliti
sehingga diharapkan dapat mendapatkan data dan informasi dari apa yang diamati.
Pendekatan deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan, berbagai kondisi,
berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi
objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter,
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Kel. Bunut Kec. Kota Kisaran Barat Kab. Asahan.
Lokasi ini dipilih karena dilokasi ini terdapat pusat pengrajin sepatu Bunut di Kabupaten
Asahan dan juga terdapat 5 toko yang hanya menjual sepatu Bunut serta 8 toko sepatu yang
mempunyai pengrajin sepatu ditambah lagi letaknya yang cukup strategis karena terdapat di
jalan lintas Sumatera tepatnya di Kelurahan Bunut.
3.3 Unit Analisis dan Informan
3.3.1 Unit Analisis
Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian
(Arikunto, 1999: 22). Salah satu ciri atau karakteristik dari hasil penelitian sosial adalah
menggunakan apa yang disebut dengan ‘unit of analysis’. Ada sejumlah unit analisis yang
lazim digunakan pada kebanyakan penelitian sosial yaitu individu, kelompok, dan sosial.
Adapun yang menjadi unit analisis atau objek kajian dalam penelitian ini adalah 8 pengrajin
sepatu yang tinggal di Kel. Bunut Kec. Kota Kisaran Barat Kab. Asahan, pembeli, Dinas
Tenaga Kerja dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan.
3.3.2 Informan
Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai
pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (Bungin, 2007: 76). Adapun
informan dari penelitian ini adalah
1. Pengrajin sepatu merupakan orang yang bekerja sebagai pembuat sepatu Bunut