1.1 Latar Belakang
Sindrom nefrotik (SN) adalah penyakit glomerolus atau cacat pada permeabilitas glomerolus yang ditandai dengan manifestasi klinis berupa proteinuria masif, hipoalbumin berat, edema dan hiperkolesterol. Sindrom nefrotik paling sering terjadi pada masa anak-anak (Leliana et al, 2012; Radde &
Macleod, 1999). Sindrom Nefrotik dapat digolongkan menjadi penyakit glomerolus primer dan penyakit glomerolus sekunder yang disebabkan oleh suatu penyakit sistemik. Penyebab yang sering terjadi pada anak-anak adalah penyakit kelainan minimal dan pada orang dewasa yang paling sering terjadi adalah glomerulonefritis membranosa dan penyakit sistemik seperti Diabetes Melitus (Burgess & Bakris, 2001). Penyakit kelainan minimal, glomerulosklerosis fokus dan segmental dan nefropati membranous adalah penyakit langka yang menyebabkan morbiditas serius dan kematian yang tinggi sekitar 15% pada tahun 2008 di Amerika Serikat (Gadegbeku et al, 2013)
Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan prevalensi berkisar 12–16 kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang angka kejadiannya lebih tinggi (Trihono et al, 2012). Angka kejadian di negara berkembang seperti Indonesia diperkirakan berkisar 6 kasus per tahun tiap 100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1 (Leliana et al, 2012; Radde & Macleod, 1999).
Dalam laporan ISKDC (International Study for Kidney Diseases in Children), pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) ditemukan 22%
nefropati membranosa (GNM) 1,5%. Pada pengobatan kortikosteroid inisial sebagian besar SNKM (94%) mengalami remisi total (responsif), sedangkan pada GSFS 80-85% tidak responsif (resisten steroid) (Trihono et al, 2012)
Sindrom nefrotrik terjadi karena adanya gangguan pada glomerulus sehingga glomerulus tidak dapat menjalankan fungsinya untuk filtrasi. Akibatnya zat-zat yang seharusnya tidak dikeluarkan oleh tubuh akhirnya dapat lolos dan keluar melalui urin. Ada dua penyebab terjadinya sindrom nefrotik yaitu sindrom nefrotik primer merupakan kelainan yang terjadi tanpa diketahui penyebabnya dan yang kedua sindrom nefrotik sekunder, yang disebabkan oleh penyakit seperti diabetes melitus dan lupus (Burgess & Bakris, 2001). Glomerulus yang tidak bisa melakukan fungsi dengan baik dapat menyebabkan proteinuria. Akibat dari proteinuria, terjadi ekstravasasi cairan yang menyebabkan edema anasarka (edema pada seluruh tubuh). Selain itu terjadi hipoalbumin dan juga hiperlipidemia
(Brunner & Suddarth, 2002).
Manifestasi klinis utama sindrom nefrotik adalah edema anasarka. Edema
biasanya lunak dan cekung bila ditekan dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital), pada area ekstremitas (sakrum, tumit dan tangan) dan pada abdomen (asites). Selain itu terjadi Proteinuria, hipoalbumin, hiperlipidemia dan lipiduria (Brunner & Suddarth, 2002). Pasien dengan manifestasi klinis sindrom nefrotik pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet, penanggulangan edema dan memulai pengobatan steroid (Trihono et al, 2012).
Sesuai dengan International Study on Kidney Disease (ISKD), kortikosteroid masih merupakan pilihan pertama untuk terapi sindrom nefrotik. Kortikosteroid digunakan dosis penuh selama 4 minggu pertama, setelah mengalami remisi dilanjutkan dengan 4 minggu kedua secara alternating (selang sehari) 1 kali sehari setelah makan pagi (Leliana et al, 2012). Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh tidak terjadi remisi maka pasien dinyatakan sebagai resisten steroid (Trihono, 2012). Penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapat menyebabkan retensi cairan, redistribusi lemak dari ekstremitas ke wajah (moon face) dan pendarahan gastrointestinal (Katzung, 2004). Hilangnya protein dari otot skelet menyebabkan pengurangan massa dan kelemahan otot. Peningkatan katabolisme tulang dapat menyebabkan osteoperosis. Selain itu dapat menyebakan kecendrungan untuk memar dan katarak (Neal, 2006)
Pada sebuah penelitian yang dilakukan di RSU Dr. Saiful Anwar Malang, mulai Januari 2000 sampai dengan Desember 2003, bertujuan untuk menganalisis
penggunaan kortikosteroid dalam penanganan pasien sindrom nefrotik. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa dari 91 pasien penderita sindrom nefrotik, 75 (82,4%) pasien respon terhadap pemberian steroid yang diklasifikasikan sebagai sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS) dan 16 (17,6%) pasien mengalami resisten steroid atau disebut Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS). Pada kelompok pasien SNSS didapatkan 51 (68%) pasien laki-laki dan 24 (32%) pasien perempuan, sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada jenis kelamin. Pada semua kategori dari SNSS, didapatkan median waktu remisi sebesar 15 hari (range 5–27 hari) (Subandiyah, 2004).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah pola penggunaan kortikosteroid pada pasien sindrom nefrotik (SN) di Rumah Sakit Umum Daerah Jombang?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui pola penggunaan kortikosteroid pada pasien sindrom nefrotik (SN) di Rumah Sakit Umum Daerah Jombang.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mengetahui jenis, bentuk sediaan, dosis, rute pemberian frekuensi dan lama pemberian kortikosteroid pada pasien sindrom nefrotik (SN) yang dikaitkan dengan data klinik dan data laboratorium di Rumah Sakit Umum Daerah Jombang.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagaimana pola penggunaan kortikosteroid pada pasien sindrom nefrotik (SN) dan dapat memberikan informasi kepada pasien sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi rumah sakit dalam peningkatan pelayanan kesehatan bagi para pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Jombang.
SKRIPSI
CAHYA DAMARIYAH SYUKUR
STUDI PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID
PADA PASIEN SINDROM NEFROTIK
(Penelitian Di Rumah Sakit Umum Daerah Jombang)
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
KATA PENGANTAR
Bismillahhirrohmanirrohim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarokatuh
Puji syukur tercurahkan kepada ALLAH SWT, Tuhan semesta alam karena berkat rahmad dan ridhonya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul STUDI PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PASIEN SINDROM NEFROTIK (Penelitian Dilakukan di Instalasi Rawat Inap Rumah sakit Umum Daerah Jombang).
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang . Dalam penyusunan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari peranan pembimbing dan bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. ALLAH SWT, Tuhan semesta alam yang senantiasa memberikan rahmat, nikmat serta hidayah kepada seluruh umatNya, dan Rasulullah SAW yang sudah menuntun kita menuju jalan kebenaran.
2. Kedua orang tua saya yang tercinta, Bapak Drs. Syukur Tahir dan Ibu
Mardiah M. Amin yang selama ini telah membesarkan dan mendidk penulis dari kecil hingga dewasa dengan penuh kasih sayang, selalu
berdoa untuk kesuksesan penulis serta dukungan dan semangat yang tidak pernah berhenti diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studinya dengan baik.
3. Bapak Yoyok Bekti Prasetyo,M.Kep.,Sp.Kom., selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di Fakultas Ilmu kesehatan Muhammadiyah Malang.
5. Ibu Naylis Syifa’,S.Farm.,M.Sc.,Apt., Selaku Ketua Program Studi S1 Farmasi Unversitas Muhammadiyah Malang yang telah memberi semangat dan sebagai motifasi untuk penulis serta memberi kesempatan penulis belajar di Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang.
6. Bapak Drs. Didik Hasmono,M.S.,Apt., selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Nailis Syifa’,S.Farm.,M.Sc.,Apt., selaku Dosen Pembimbing II yang dengan tulus dan ikhlas serta penuh kesabaran membimbing, mengarahkan dan memberikan kemudahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
7. Ibu Hidajah Rachmawati,S.Si.Apt.Sp.FRS dan Ibu Lilik Yusetyani,Apt.Sp.FRS selaku Dosen Penguji atas kritik dan saran yang diberikan kepada penulis untuk menjadikan skripsi ini lebih baik.
8. Untuk semua Dosen Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang terutama Bapak Ahmad Firdiansyah,S.Farm,Apt., selaku dosen wali yang
sudah memberikan waktunya untuk mengajarkan ilmu-ilmu yang sangat bermanfaat dan Ibu Sendi Lia Yunita, S.Farm.,Apt., yang telah membantu jalannya ujian skripsi.
9. Adik-adik saya, Suryani Syukur, Rahmat Syukur dan Hidayat Syukur yang menjadi penyemangat bagi penulis, serta Hasbi Hasbullah yang senantiasa mendukung, membantu dan menyemangati penulis dalam penyusunan skripsi ini.
10.Sahabat sekaligus teman seperjuangan saya, Ririn bebek, mbak Niar, Ardianti, Vety, Endah ,Desi Wardah, Indah dan Diah yang selama ini membantu dan menyemangati penulis serta rasa kekeluargaan yang terjalin selama ini.
11.Teman-teman Farmasi angkatan 2010, khususnya Farmasi A yang tidak bisa disebutin satu per satu, atas motivasi dan semangat yang diberikan kepada penulis.
13. Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu sehingga terselesaikannya skripsi ini. Semua keberhasilan ini tidak luput dari bantuan dan doa yang telah kalian semua berikan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini sehingga penulis mengharapkan masukkan dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi semua pihak
Malang, 11 Agustus 2014
RINGKASAN
STUDI PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PASIEN
SINDROM NEFROTIK
(Penelitian Dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Jombang)
Sindrom Nefrotik merupakan kelainan pada glomerulus yang ditandai dengan menifestasi klinis berupa proteinuria, hipoalbumin, edema anasarka, dan hiperkolesterol. Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada anak-anak dan lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 2:1. Ada 2 penyebab terjadinya sindrom nefrotik yaitu sindrom nefrotik primer dan sindrom nefrotik sekunder. Hal ini dapat meyebabkan gangguan pada glomerulus seperti terjadinya inflamasi sehingga glomerulus tidak dapat melakukan fungsinya.
Pemberian kortikosteroid diperlukan untuk pasien sindrom nefrotik sebagai anti inflamasi sehingga dapat memperbaiki kerusakan pada glomerulus. Pemilihan kortikosteroid yang tepat sangat berpengaruh pada keberhasilan terapi yang dilakukan. Kortikosteroid yang sering digunakan adalah prednison dengan dosis 2 mg/kgBB/hari atau 40-60 mg/hari (maksimal 80 mg), digunakan full dose sampai terjadi remisi, maksimal 4 minggu kemudian dilanjutkan dosis alternating selama 4 minggu. Apabila dalam pemberian full dose tidak terjadi remisi maka pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola penggunaan kortikosteroid pada pasien sindrom nefrotik, mengetahui jenis, bentuk sediaan, dosis, rute, frekuensi dan lama penggunaan yang dikaitkan dengan data klinik dan data laboratorium.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional karena peneliti tidak memberikan perlakuan terhadap pasien. Rancangan penelitian ini bersifat deskriptif yaitu berupa studi retrospektif (penelitian yang dilakukan dengan meninjau kebelakang). Kriteria inklusi meliputi pasien dengan diagnosis sindrom nefrotik dengan data rekam medik kesehatan (RMK) lengkap meliputi data terapi kortikosteroid.
ABSTRAK
STUDI PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PASIEN
SINDROM NEFROTIK
(Penelitian Dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Jombang)
Latar Belakang: Sindrom nefrotik merupakan kelainan pada glomerulus yang ditandai dengan menifestasi klinis berupa proteinuria, hipoalbumin, edema anasarka, dan hiperkolesterol. Ada 2 penyebab terjadinya sindrom nefrotik yaitu sindrom nefrotik primer dan sindrom nefrotik sekunder. Pemberian kortikosteroid yang tepat sangat penting dalam menentukan keberhasilan terapi. Kortikosteroid bekerja sebagai anti inflamasi untuk memperbaiki kerusakan glomerulus.
Tujuan: untuk mengetahui pola penggunaan kortikosteroid pada pasien sindrom nefrotik serta mengetahui hubungan terapi terkait jenis, dosis, rute pemberian, frekuensi dan lama pemberian yang dikaitkan dengan data klinik dan data laboratorium pasien.
Metode: Penelitian observasional berupa studi retrospektif pada pasien sindrom nefrotik periode Januari 2011 sampai Desember 2013
Hasil & Kesimpulan: Pola penggunaan kortikosteroid adalah terapi tunggal dan terapi kombinasi. Kortikosteroid digunakan secara tunggal sebanyak 94% dan kortikosteroid kombinasi sebanyak 6%. Penggunaan kortikosteroid tunggal yang paling banyak adalah prednison (5mg) peroral dengan dosis penggunaan sesuai dengan berat badan pasien dan sesuai rentang penggunaan dosis 40mg-60mg/hari (maksimal 80mg/hari), sedangkan penggunaan kortikosteroid kombinasi yang paling banyak adalah kombinasi deksamethason (3x4mg) secara intravena dengan metilprednisolon (3x16mg) peroral. Penggunaan kortikosteroid yang diberikan pada pasien sindrom nefrotik secara garis besar sudah sesuai dengan guidelines.
ABSTRACT
THE STUDY OF CORTICOSTEROID IN NEPHROTIC
SYNDROM PATIENT
(Research at General Hospital of Jombang)
Background: Nephrotic syndrome is an abnormalities in glomerulus the characterized by clinical manifestation such as proteinuria, hypoalbuminemia, edema, and hypercholesterolemia. There are two causes of nephrotic syndrome, primary nephrotic syndrome and nephrotic syndrome secondary. Corticosteroid administration is very important in determining the success of the therapy. Corticosteroids as an anti-inflammatory to repair a glomerular damage.
Objective: To determine the pattern of use of corticosteroids in patients with nephrotic syndrome and to know related therapeutic relationship the type, dose, route of administration, frequency and duration of administration are associated with clinical data and laboratory data of the patient.
Methods: The study was a retrospective observational study in nephrotic syndrome patients from January 2011 to December 2013
Results and Conclusions: The pattern of use of corticosteroids are single therapy and combination therapy. Corticosteroids are used single as many as 94% and combination of corticosteroid are 6%. Corticosteroid use the single most widely is prednisone (5 mg/tablet) orally with the frequency of use according to the patient's weight, while the use of corticosteroids combinations the most common is deksamethason combination (3x4mg) intravenous with methylprednisolone (3x16mg) orally. The use of corticosteroids therapy in nephrotic syndrome patients outline is in conformity with the guidelines.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PENGUJIAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
RINGKASAN ... vi
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
DAFTAR SINGKATAN ... xv
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian... 4
1.4 Manfaat Penelitian... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Tinjauan tentang Glomerulus Ginjal ... 5
2.2 Sindrom Nefrotik... 6
2.2.1 Definisi Sindrom Nefrotik ... 6
2.2.2 Epidemiologi Sindrom Nefrotik ... 6
2.2.3 Etiologi Sindrom Nefrotik ... 7
2.2.4 Patofisiologi Sindrom Nefrotik ... 9
2.2.5 Manifestasi Klinis Sindrom Nefrotik ... 11
2.2.4.1 Proteinuria ... 11
2.2.4.2 Hipoalbumin ... 11
2.2.4.3 Edema ... 11
2.2.4.4 Hiperlipidemia ... 12
2.2.6 Komplikasi Sindrom Nefrotik ... 12
2.2.8 Diagnosa Sindrom Nefrotik ... 14
2.2.8.1 Diagnosa Sindrom Nefrotik ... 14
2.2.8.2 Diagnosa Penyebab Sindrom Nefrotik ... 14
2.2.9 Terapi Sindrom Nefrotik ... 14
2.3 Kortikosteroid ... 16
2.3.1 Mekanisme Kerja Kortikosteroid ... 17
2.3.2 Efek Farmakologis Kortikosteroid ... 17
2.3.3 Klasifikasi Kortikosteroid ... 18
2.3.4 Penggunaan Kortikosteroid pada Sindrom Nefrotik ... 19
2.3.5 Efek Samping Kortikosteroid ... 21
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA KERJA24 3.1 Kerangka Konseptual ... 24
3.2 Kerangka Kerja ... 25
BAB IV METODE PENELITIAN ... 26
4.1 Rancangan Penelitian ... 26
4.2 Tempat Penelitian ... 26
4.3 Populasi dan sampel Penelitian ... 26
4.3.1 Poplasi Penelitian ... 26
4.3.2 Sampel Penelitian ... 26
4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 26
4.4.1 Inklusi Data ... 26
4.4.2 Eksklusi Data ... 27
4.5 Cara Pengambilan Sampel ... 27
4.6 Bahan Penelitian ... 27
4.7 Instrumen Penelitian ... 27
4.8 Definisi Operasional ... 27
4.9 Cara Pengumpulan Data ... 29
4.10 Cara Pengolahan dan Analisis Data ... 29
BAB V HASIL PENELITIAN... 30
5.1 Data Demografi Pasien... 31
5.1.1 Jenis Kelamin ... 31
5.2 Diagnosis Penyerta Pasien Sindrom Nefrotik ... 32
5.3 Penggunaan Kortikosteroid pada Pasien Sindrom Nefrotik ... 32
5.4 Distribusi dan Pola Terapi Utama Pasien Sindrom Nefrotik ... 34
5.5 Lama Masuk Rumah Sakit ... 35
5.6 Kondisi Pasien Keluar Rumah Sakit ... 35
5.7 Profil Pasien Sindrom Nefrotik dengan Kondisi Meninggal saat Keluar Rumah Sakit ... 36
BAB VI PEMBAHASAN ... 37
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 53
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Tubulus Ginjal ... 5
2.2 Penyebab sindrom nefrotik primer ... 8
2.3 Patofisiologi Sindrom Nefrotik ... 10
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Daftar Riwayat Hidup ... 55
2. Pernyataan Bebas Plagiasi ... 56
3. Lembar Pengumpul Data ... 57
SINGKATAN
Alternating : Selang sehari
Alternating dose : Penggunaan dosis selang sehari
Anasarka : Seluruh tubuh
Edema : Bengkak
Full dose : Dosis penuh
GNMP : Glomerulusnefritis Membrano Proliferatif GNM : Glomerulusnefritis Membranosa
GSFS : Glomerulosklerosis Fokal dan Segmental Inisial : Pengobatan Awal
I.V : Intravena
KGD : Kadar Gula Darah KRS : Keluar Rumah Sakit
MRS : Masuk Rumah Sakit
P.O : Peroral
Remisi : Proteinuria negatif selama 3 hari berturut-turut RMK : Rekam Medik Kesehatan
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
SN : Sindrom Nefrotik
DAFTAR PUSTAKA
Azis, A.I., 2006. Penggunaan Kortikosteroid di Klinik. Surabaya; RSUD Dr. Soetomo
Betz, C.L., and Sowden, L.A., 2009. Buku saku keperawatan pediatri . Edisi ke-5, Jakarta: EGC
Brunner & Suddart., 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC
Burgess, D. N., Bakris, G. L., 2001. Kelainan ginjal dan elektrolit. Dalam: S. Komala., A. H. Santoso., Ilmu penyakit dalam, Jakarta: Buku kedokteran EGC.
Cammas, B., Harambat, J., Thomas, A.B., Bouissou, F., Morin, D., Guigonis, V., Bendeddouched, S., Hacini, N.A., Cochat, P., Llanas, B., Decramer, S., and Rachin, B., 2011. Long-term effects of cyclophosphamide therapy in steroid-dependent or frequently relapsing idiopathic nephrotic syndrome. Oxfordjournals., Nephrol Dial Transplant (2011) 26: 178– 184
Diantri, P.W., dan Harjaningsih, W., 2007. Evaluasi Penggunaan ACEI pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di RSUD Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Farmasi Indonesia., Vol. 3 No. 4, Juli 2007; 189-194
Eguchi, A., Takei, T., Yoshida, T., Tsuchiya, K., and Nitta K., 2009. Combined cyclosporine and prednisolone therapy in adult patients with the first relapse of minimal-change nephrotic syndrome. Oxfordjournals., Nephrol Dial Transplant (2010) 25: 124–129
Fenty., 2010. Laju filtrasi Glomerulus pada lansia berdasarkan tes klirens kreatinin dengan formula cockroft-gault, cokroft-gault standardisasi dam modification of diet in renal disease. J. Penelitian., Vol. 13 No. 2, mei 2010.
Guyton & hall., 1997. Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9, Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Joy, M.S., Kshirsagar A., and Franceschini N., 2005. Chronic Kidney Disesase: Progression-Modifying Therapies. In: Dipiro., J.T, Talbert, L.R., Yee, C.G., Matzke, R.G., Wells, G.B. and Posey, M.L., Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 6th edition, New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
Katzung, B.G., 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Buku ke-3 Edisi ke-8, Jakarta: Salemba medika, hal 370-371
Kee, J.L., Hayes, E.R., 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Khairani Y. Hubungan hipoalbuminemia dengan hiperkolesterolemia pada pasien sindrom nefrotik anak di RSUP dr. M. Djamil Padang periode 2001-2006. Skripsi. Universitas Andalas Padang. 2007.
Leliana, V., Muryawan,M.H., Radityo,A.N., 2012. Association betwen corticosteroid therapy and catarct in children with nephrotic syndrome. J. Media Medika Muda.
Nasution A, Aumas P. Gambaran klinis laboratorium dan hasil pengobatan sindrom nefrotik pada anak yang dirawat di bagian IKA RSUP Dr. M. Djamil Padang periode 1997-2000. Disampaikan pada KONIKA XII Bali: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2001.
Neal, M. J., 2006. Medical pharmacology at a glance. Dalam: Safitri, A (Ed.). At a glance farmakologi medis, Edisi ke-5, Surabaya; Erlangga
Nuraeni., Idris,Nurlaily., Ilyas,Muhammad., Liyadi,Frans., Kasim Hasyim., and Satriono,R., 2012. The correlation betwen total kidney volume based on ultrasonography and glomerular filtration rate in chronic kidney disease patient.
Nursalam., B, B.Fransisca., 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan. Jakarta; Salemba medika
Pratiwi, D.P., Mayetti., Kadri, H., 2013. Hubungan antara Proteinuria dan Hipoalbuminemia pada Anak dengan Sindrom Nefrotik yang Dirawat di RSUP Dr. M. Djamil Padang periode 2009-2010. Jurnal Kesehatan Andalas 2013.
Radde, I.C., Macleod, S.M., 1999. Farmakologi & terapi pediatri. Edisi ke-2, Jakarta; EGC, hal 380-419.
Reid, J. L., Rubin, P. C., Whiting, B., 2008. lecture notes on clinical pharmacology,4th ed. Dalam: L. Setiawan, Cindy, dan H. Hartanto (Eds.). Catatan kuliah farmakologi klinis, edisi ke-4, Jakarta: EGC Robbins, S.L., Kumar, V., 1995. Buku ajar patologi II. Edisi ke-4, Jakarta;
Penerbit buku kedokteran EGC.
Saputra, L., 2009. Kapita selekta kedokteran klinik. Edisi terbaru, Bina rupa aksara.
Siregar, P., Rosa, J., Suhardi., Parsudi, I., 2001. Gangguan Elektrolit Dalam Klinik. Dalam: Suyono, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ketiga, Jakarta: FK UI.
Siswandono.,2008. Kimia Medisinal. Edisi ke-2, Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair (AUP)
Soewanto., Yogiantoro, M., Pranawa., Mahoni, C. I., Mardiana, N., thaha, M., Widodo., dan Aditiawardana., 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: RSU Dr. Soetomo.
Subandiyah, K., 2004. Outcome sindrom nefrotik pada anak-penelitian prospektif studi cohort. Jurnal kedokteran brawijaya., Vol. XX No. 3, desember 2004.
Trihono, P.P., Alatas, H., Tambunan, T., Pardede, S.O., 2012. Tata laksana sindrom nefrotik idiopatik pada anak. Edisi ke-2, Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Underwood, J. C. E.,2000. General and systematic pathology. Dalam: Sarjadi, dan SpPA (Eds.). Patologi umum dan sistematik, edisi ke-2, Jakarta: EGC