BERSALIN EKA KECAMATAN MEDAN DENAI
MARDIANA SAGALA 145102127
KARYA TULIS ILMIAH
PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin Di Klinik Bersalin Eka
Kecamatan Medan Denai 2015
ABSTRAK
Mardiana Sagala
Latar belakang : Ruptur perineum adalah robeknya perineum pada saat jalan lahir. Ruptur perineum perlu dapat perhatian karena dapat menyebabkan disfungsi organ reproduksi wanita, sebagai sumber perdarahan atau jalan keluar masuknya infeksi yang kemudian dapat menyebabkan kematian karena perdarahan atau sepsis.
Tujuan : Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui Faktor – faktor yang berhubungan dengan terjadinya Ruptur perineum pada ibu bersalin di klinik Bersalin Eka Kecamatan Medan Denai Tahun 2015.
Metodologi penelitian: Penelitian ini menggunakan desain deskriptif . Jumlah sampel adalah 34 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan total
sampling.Penelitian ini dilakukan di Klinik Bersalin Eka Medan Denai 2015.
Hasil Penelitian: Berdasarkan hasil penelitian mayoritas umur 20-34 sebanyak 19 orang (55,9%), mayoritas pendidikan SMA sebanyak 21 orang (61,8%), mayoritas pekerjaan IRT sebanyak 17 orang (50%). Berdasarkan terjadinya ruptur perineum mayoritas responden ibu dengan paritas multipara sebanyak 21 orang (61,8%), mayoritas dengan jarak kelahiran 2-3 tahun sebanyak 11 (32,3%), partus presiptatus yang tidak mengalami sebanyak 25 orang (73,5%), partus lama yang tidak mengalami sebanyak 29 orang (85,3%), dan berat bayi mayoritas > 4000 gram sebanyak 16 orang (47,1%).
Kesimpulan : Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ruptur adalah faktor ibu yaitu paritas, jarak kelahiran, partus presipitatus, partus lama dan faktor bayi yaitu berat badan bayi.
Saran: Diharapkan petugas kesehatan lebih berhati-hati dalam proses persalinan dengan memperhatikan apa saja hal-hal yang dapat menyebabkan ruptur perineum tersebut serta tidak mengikutsertakan hal-hal yang merugikan kelangsungan proses persalinan yang dapat memberikan dampak kesehatan kurang menguntungkan baik bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan.
Factors associated with occurrence of rupture of perineum maternal of maternity at maternity clinic eka Medan district denai 2015
ABSTRACT Mardiana Sagala
Background: Rupture of the perineum is tearing of the perineum during birth canal. Rupture of the perineum may need attention because it can cause dysfunction of the female reproductive organs, as source of bleeding or exit the entry of infection which can lead to death due to bleeding or sepsis.
Objective: The aim of this study was to determine factors - factors associated with the occurrence of perineal rupture in women giving birth in of Maternity clinics Eka district of Medan Denai 2015.
Methodology: This study used a descriptive design. The number of samples is 34 people. Sampling was done by using total sampling. This research was conducted at the Maternity Clinic Eka Medan Denai 2015.
Results: Based on the results the majority aged 20-34 as many as 19 people (55.9%), the majority of high school education as many as 21 people (61.8%), the majority of IRT work as many as 17 people (50%). Based on the majority of respondents rupture perineum multiparous mothers with parity as many as 21 people (61.8%), the majority with a spacing of 2-3 years as many as 11 people (32,3%), parturition presiptatus who do not experience as many as 25 people (73.5 %), obstructed labor that is not experiencing as much as 29 people (85.3%), and the majority of the baby weight > 4000 g as many as 16 people (47.1%).
Conclusion: Based on the results of this study concluded that the factors that can lead to rupture of the mother is a factor that is parity, birth spacing, Precipitate parturition, prolonged labor and infant factors that baby weight.
Advice : therefore expected health officials more cautious in labor by taking into account what are the things that can cause a rupture of the perineum and does not include things that are detrimental to the survival of labor which can provide less favorable health effects for both mother and baby was born.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala curahan
nikmat dan rahmat-Nya, memberikan kekuatan lahir dan batin, kejernihan hati dan
fikiran, serta kemudahan kepada penulis sehingga masih diberi kesempatan untuk
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Faktor-faktor yang berhubungan
dengan ruptur perineum pada ibu bersalin diKlinik Bersalin Eka Kecamatan Medan
Denai Tahun 2015”.
Keberhasilan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, tidak lepas dari
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak yang dengan tulus membantu dalam
proses pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini dari awal hingga akhir. Atas dasar alasan
tersebut, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Program D-IV Bidan Pendidik
Fakultas Keperawatan Sumatera Utara yang telah memberikan pengarahan
dan petunjuk selama menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Nur Asnah Sitohang, S.Kep, Ns, M.Kep selaku Ketua Pelaksana Program
D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Sumatera Utara yang telah
memberikan pengarahan dan petunjuk selama menyusun Karya tulis Ilmiah
ini.
3. Diah Lestari Nasution, SST., M.Keb. selaku Pembimbing dan sekaligus
sebagai Orang Tua angkat yang telah memberikan segenap arahan, bimbingan
dan dan petunjuk serta waktu luang selama menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.
4. dr. Cut Adeya Adella,SpOG selaku dosen penguji I yang telah memberikan
yang arahan dan masukan kepada penulis demi terselesaikannya Karya Tulis
5. Devi Tumanggor, S.Kep, Ns, Mtlhth, selaku dosen penguji II yang telah
memberikan yang arahan dan masukan kepada penulis demi terselesaikannya
Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Ibu Klinik Bersalin Eka Kecamatan Medan Denai yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
7. Seluruh Staf Dosen Karyawan/i Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas
Keperawatan Sumatera Utara yang telah banyak memberi pengetahuan dan
dorongan serta motivasi kepada penulis.
8. Orang tua yang telah memberikan dukungan, semangat dan motivasi serta
do’a yang tiada henti-hentinya kepada penulis dalam menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah ini.
9. Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih belum
sempurna dikarenakan keterbatasan kemampuan peneliti. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan
Karya Tulis Ilmiah ini.
Akhir kata, semoga Allah SWT, melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kita semua. Amin.
Medan, Juli 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI... iii
DAFTAR GAMBAR... vi
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN……….…viii
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
1 Tujuan Umum………... 3
2. Tujuan Khusus………...4
D. Manfaat Penelitian ... 4
Bab II TINJAUAN PUSTAKA A. Ruptur Perineum ... 5
B. 1. Pengertian ... 5
2. Anatomi Perineum ... 6
3. Klasifikasi Ruptur Perineum ... 7
4. Etiologi Ruptur Perineum ... 9
5. Tanda – Tanda Dan Gejala Robekan Jalan Lahir ... 9
6. Ciri Khas Robekan Jalan Lahir ... 9
8. Mempersipakan Perjanjian ... 10
9. Penanganan Ruptur Perineum...12
10. Pengobatan Robekan Perineum ... 14
11. Komplikasi ... 14
B. Persalinan Refleks ... 16
1. Pengertian ... 16
2. Fase-Fase Dalam Kala Satu Persalinan ... 17
3. Kala Dua Persalinan ... 17
C. Faktor-Faktor Terjadinya Ruptur Perineum ... 18
1. Paritas ... 18
2. Jarak Kelahiran ... 19
3. Partus Presipitatus ... 19
4. Partus Lama ... 20
5. Berat Badan Bayi ... 20
BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep ... 22
B. Defenisi Operasional...23
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian...24
B. Populasi dan sampel ... 24
C. Tempat Penelitian ... 24
D. Waktu penelitian ... 25
E. Pertimbangan Etik Penelitian...25
F. Instrument Penelitian...26
H. Pengumpulan Data ... 26
I. Analisa Data ... 27
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 29
Analisa ... 29
B. Pembahasan ... 31
1. Interprestasi dan diskusi hasil ... 31
2. Keterbatasan Penelitian...36
3. Implikasi untuk Asuhan kebidanan/pendidikan Bidan...36
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...38
B. Saran ...38
DAFTAR SKEMA
Skema 1. Kerangka Konsep dalam penelitian yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin di
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Tabel 5.1
Defenisi Operasional...
Distribusi Respnden berdasarkan karasteristik di Klinik Bersalin Eka
Kecamatan Medan Denai tahun 2015………
23
29
Tabel 5.2 Distribusi Respnden berdasarkan faktor Ibu di Klinik Bersalin Eka
Kecamatan Medan Denai tahun 2015……… 30
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan Berat badan bayi di Klinik Bersalin Eka Kecamatan Medan Denai Tahun 2015………
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Penjelasan Calon Responden
Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan
Lampiran 3 : Lembar Kuesioner
Lampiran 4 : Master data penelitian
Lampiran 4 : Mohon izin data pendahuluan
Lampiran 5 : Surat Izin Data Penelitian dari Fakultas Keperawatan USU
Lampiran 6 : Balasan Surat Izin Penelitian
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin Di Klinik Bersalin Eka
Kecamatan Medan Denai 2015
ABSTRAK
Mardiana Sagala
Latar belakang : Ruptur perineum adalah robeknya perineum pada saat jalan lahir. Ruptur perineum perlu dapat perhatian karena dapat menyebabkan disfungsi organ reproduksi wanita, sebagai sumber perdarahan atau jalan keluar masuknya infeksi yang kemudian dapat menyebabkan kematian karena perdarahan atau sepsis.
Tujuan : Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui Faktor – faktor yang berhubungan dengan terjadinya Ruptur perineum pada ibu bersalin di klinik Bersalin Eka Kecamatan Medan Denai Tahun 2015.
Metodologi penelitian: Penelitian ini menggunakan desain deskriptif . Jumlah sampel adalah 34 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan total
sampling.Penelitian ini dilakukan di Klinik Bersalin Eka Medan Denai 2015.
Hasil Penelitian: Berdasarkan hasil penelitian mayoritas umur 20-34 sebanyak 19 orang (55,9%), mayoritas pendidikan SMA sebanyak 21 orang (61,8%), mayoritas pekerjaan IRT sebanyak 17 orang (50%). Berdasarkan terjadinya ruptur perineum mayoritas responden ibu dengan paritas multipara sebanyak 21 orang (61,8%), mayoritas dengan jarak kelahiran 2-3 tahun sebanyak 11 (32,3%), partus presiptatus yang tidak mengalami sebanyak 25 orang (73,5%), partus lama yang tidak mengalami sebanyak 29 orang (85,3%), dan berat bayi mayoritas > 4000 gram sebanyak 16 orang (47,1%).
Kesimpulan : Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ruptur adalah faktor ibu yaitu paritas, jarak kelahiran, partus presipitatus, partus lama dan faktor bayi yaitu berat badan bayi.
Saran: Diharapkan petugas kesehatan lebih berhati-hati dalam proses persalinan dengan memperhatikan apa saja hal-hal yang dapat menyebabkan ruptur perineum tersebut serta tidak mengikutsertakan hal-hal yang merugikan kelangsungan proses persalinan yang dapat memberikan dampak kesehatan kurang menguntungkan baik bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan.
Factors associated with occurrence of rupture of perineum maternal of maternity at maternity clinic eka Medan district denai 2015
ABSTRACT Mardiana Sagala
Background: Rupture of the perineum is tearing of the perineum during birth canal. Rupture of the perineum may need attention because it can cause dysfunction of the female reproductive organs, as source of bleeding or exit the entry of infection which can lead to death due to bleeding or sepsis.
Objective: The aim of this study was to determine factors - factors associated with the occurrence of perineal rupture in women giving birth in of Maternity clinics Eka district of Medan Denai 2015.
Methodology: This study used a descriptive design. The number of samples is 34 people. Sampling was done by using total sampling. This research was conducted at the Maternity Clinic Eka Medan Denai 2015.
Results: Based on the results the majority aged 20-34 as many as 19 people (55.9%), the majority of high school education as many as 21 people (61.8%), the majority of IRT work as many as 17 people (50%). Based on the majority of respondents rupture perineum multiparous mothers with parity as many as 21 people (61.8%), the majority with a spacing of 2-3 years as many as 11 people (32,3%), parturition presiptatus who do not experience as many as 25 people (73.5 %), obstructed labor that is not experiencing as much as 29 people (85.3%), and the majority of the baby weight > 4000 g as many as 16 people (47.1%).
Conclusion: Based on the results of this study concluded that the factors that can lead to rupture of the mother is a factor that is parity, birth spacing, Precipitate parturition, prolonged labor and infant factors that baby weight.
Advice : therefore expected health officials more cautious in labor by taking into account what are the things that can cause a rupture of the perineum and does not include things that are detrimental to the survival of labor which can provide less favorable health effects for both mother and baby was born.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kematian pada wanita hamil dan bersalin masalah besar di negara
berkembang. Kematian yang terjadi pada wanita subur di negara berkembang
sekitar 25-50%. Angka kematian ibu merupakan tolak ukur untuk menilai keadaan
pelayanan obstetri di suatu negara. Bila Angka Kematian Ibu masih tinggi berarti
sistem pelayanan obstetri masih buruk (Saifuddin,2001).
Menurut World Health Organization (WHO) di negara–negara miskin dan
berkembang,kematian maternal berkisar antara 750-1000 per 100.000kelahiran
hidup. Sedangkan di Negara-negara maju kematian maternal berkisar antara 5–10
per 100.000 kelahiran hidup (Suprida,2012).
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan dan Rumah Tangga (SKRT) pada 2006
angka kematian ibu di Indonesia mencapai 262 per 100.00 kelahiran hidup.
Masalah yang ditemukan adalah masih rendahnya kesehatan perempuan yang
disebabkan oleh tingginya angka kematian ibu pada saat hamil, melahirkan dan
nifas, serta kualitas hidup perempuan yang masih rendah baik dari segi kesehatan
maupun kemampuan ekonominya (Sutikno,2006).
Menurut Kementrian Kesehatan RI tahun 2010, tiga faktor utama kematian
ibu melahirkan adalah perdarahan (28%), ekampsia (24%), dan infeksi (11%). Di
Indonesia diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan. Setiap
tahunnya paling sedikit 128.000 perempuan mengalami perdarahan sampai
meninggal. Perdarahan pasca persalinan terutama perdarahan postpartum primer
Perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi
dalam 24 jam pertama kelahiran (Ismil,2008).
Menurut Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara penyebab utama kematian
ibu di Sumatera Utara belum ada survei khusus, tetapi secara nasional disebabkan
karena komplikasi persalinan (45%), retensio plasenta (20%), robekan jalan lahir
(19%), partus lama (11%), perdarahan dan eklampsia masing–masing (10%),
komplikasi selama nifas (5%),dan demam nifas (4%) (Ismil,2010).
Perdarahan postpartum menjadi penyebab utama 40% kematian ibu di
Indonesia. Penyebab perdarahan utama adalah atonia uteri sedangkan ruptur
perineum merupakan penyebab kedua yang hampir terjadi pada setiap persalinan
pervaginam setelah atonia uteri yang terjadi pada hampir persalinan pertama dan
tidak jarang pula pada persalinan berikutnya. Luka-luka biasanya ringan tetapi
kadang-kadang terjadi juga luka yang luas dan berbahaya yang dapat
menyebabkan perdarahan banyak (Prawihardjo,1999).
Perdarahan postpartum merupakan penyebab kematian ibu, kematian ibu ini
disebabkan oleh perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio pasenta,
kahamilan ektopikplasenta previa,solusio plasenta, ruptur uteri. Salah satu
penyebab perdarahan adalah robekan jalan lahir (ruptur perineum),robekan ini
dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalianan
denganuterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan karena serviks atau
vagina. Ruptur perineum disebabkan paritas, jarak kelahiran, berat badan bayi,
pimpinan persalinan tidak sebagaimana mestinya, ekstraksi cunam, ekstraksi
vakum, traumaalat dan episiotomy(Rosdiana, 2013).
Ruptur perineum dialami oleh 85% wanita yang melahirkan pervaginam.
menyebabkandisfungsi organ reproduksi wanita, sebagai sumber perdarahan atau
jalan keluar masuknya infeksi, yang kemudian dapat menyebabkan kematian
karena perdarahan atau sepsis (Chapman dalam Cahyanim,2009).Resiko
komplikasi yang mungkin terjadi jika ruptur perineum tidak segera diatasi, yaitu
perdarahan, fistula, hematoma,infeksi(Rosdiana,2013).
Dari survey awal yang dilakukan oleh peneliti berdasarkan data angka
kejadian ruptur perineumyang dialami ibu di Klinik Eka tahun 2014 relatif tinggi
yait ditemukan sebanyak 29 orang dari 38 persalinan normal. Sedangkan yang
tidak mengalami ruptur perineum berjumlah 9 ibu bersalin. Sehingga peneliti
tertarik melakukan penelitian dengan judul tentang “Faktor-faktor yang
berhubungan dengan terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin di Klinik
Bersalin Eka Kecamatan Medan Denai tahun 2015”.
B.Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ Apakah faktor - faktor yang
berhubungan dengan terjadinya Ruptur perineum pada ibu bersalin di Klinik
Bersalin Eka Kecamatan Medan Denai 2015.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian iniadalahuntuk mengetahui Faktor – faktor yang
berhubungan dengan terjadinya Ruptur perineum pada ibu bersalin di klinik
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik responden yang mengalami ruptur
perineum pada ibu bersalin di Klinik Bersalin EkaKecamatan Medan
Denai Tahun 2015.
b. Untuk mengetahui faktor ibu yang berhubungan dengan terjadinya ruptur
perineum pada ibu bersalin di Klinik Bersalin EkaKecamatan Medan
Denai Tahun 2015.
c. Untuk mengetahui faktor bayi yang berhubungan terjadinya ruptur
perineumpada ibu bersalin di Klinik Bersalin EkaKecamatan Medan Denai
Tahun 2015.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Pelayanan Kebidanan
Diharapkan petugas kesehatan lebih berhati-hati dalam proses persalinan
dengan memperhatikan apa saja yang dapat hal-hal yang menyebabkan ruptur
perineum tersebut serta tidak mengikutsertakan hal-hal yang merugikan
kelangsungan proses persalinan yang dapat memberikan dampak kesehatan
kurang menguntungkan baik bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan.
2. Perkembangan Ilmu Kebidanan Khususnya Asuhan Kebidanan
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bekal mahasiswa nantinya
dalam menerapkan asuhan kebidanan secara komprehensif pada ibu bersalin
dengan memperhatikan faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ruptur Perineum 1. Pengertian
Perineum merupakan ruang berbentuk jajaran genjang yang terletak dibawah
dasar panggul. Batas–batasnya adalah:
a. Superior: Dasar panggul yang terdiri dari Musculus Levator dan Musculus
Coccygeus.
b. Lateral: tulang dan ligament yang membentuk pintu bawah pinggul (exitus
pelvis):yakni dari depan kebelakang angulus subpubius, ramus ischiopubicus,
tuber ischiadicum, ligamentum Sacrotuberosum, os coccygis.
c. Inferior: kulitdan fascia (Oxorn, 2010).
Perineum adalah daerah yang terletak antara vulva dan anus, panjangnya
rata-rata 4 cm (Winknjosatro,2007). Perineum merupakan daerah tepi bawah
vulva dengan tepi depan anus. Perineum meregang pada saat persalinan
kadang perlu dipotong (episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir dan
mencegah robekan (Sumara,dkk,2002). Ruptur perineum adalah robeknya
perineum pada saat jalan lahir. Berbeda dengan episiotomy, robekan ini
bersifatnya traumatik karena perineum tidak kuat menahan regangan pada
saat janin lewat(Siswosudarmo, Ova Emilia, 2008).
Ruptur adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan
secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat persalinan.
Bentuk ruptur biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan
Menurut Oxom (2010), robekan perineum adalah robekan obstetrik yang
terjadi pada daerah perineum akibat ketidakmampuan otot dan jaringan lunak
pelvik untuk mengakomodasi lahirnya fetus.
Persalinan sering kali menyebabkan perlukaan jalan lahir. Luka yang terjadi
biasanya ringan tetapi seringkali juga terjadi luka yang luas dan berbahaya, untuk
itu setelah persalinan harus dilakukan pemeriksaaan vulva dan perineum
(Sumarah, 2009).
Robekan perineum terjadi hampir pada semua persalinan pertama dan tidak
jarang pada persalinan berikutnya. Namun hal ini dapat dihindarkan atau
dikurangi dengan menjaga sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan
cepat (Soepardiman dalam Nurasiah, 2012).
2. Anatomi perineum
Perineum merupakan bagian permukaan pintu atas panggulterletak antara
vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia superfisialis perinci dan
terdiiri dari otot- otot koksigis dan levator anus yang tediri dari 3 otot penting
yaitu muskulus puborekatalis, muskulus pubokoksigis, muskulus iliokoksigis.
Susunan otottersebut merupakan penyangga dari struktur pelvis, diantaranya lewat
uratra, vagina dan rektum. Perineum berbatasan sebagai berikut: a) Ligamentum
arkuata dibagian depan tengah; b) Arkus iskiopublik dan tuber iskii dibagian
lateral lateral depan; c) Ligamentum sakrotuberosum dibagian lateral belakang; d)
Tugas koksigis dibagian belakang tengah.
Daerah perineum terdiri dari 2bagian:a) Regional disebelah belakang, disini
terdapat muskulus fingter ani eksterna yang melingkari anus; b) Regio
urogenetalis, disini terdapat muskulus bulboka verous, muskulus transversusu
3. Klasifikasi Ruptur Perineum a. Robekan derajat pertama
Robekan derajat pertama melitupi mukosa vagina, fourchetten dan kulit
perineum tepat dibawahnya (Oxorn,2010).
Robekan perineum yang melebihi derajat satu di jahit. Hal ini dapat
dilakukan sebelum plasaenta lahir, tetapi apabila ada kemungkinan plasenta
harus dikeluarkan secara manual, lebih baik tindakan itu ditunda sampai
menunggu palasenta lahir. Dengan penderita berbaring secara litotomi
dilakukan pembersihan luka dengan cairan anti septik dan luas robekan
ditentukan dengan seksama(Sumarah,2009).
b. Robekan derajat kedua
Laserasi derajat dua merupakan luka robekan yang paling dalam.Luka ini
terutama mengenai garis tengah dan melebar sampai corpus perineum.
Acapkali musculus perineus transverses turut terobek dan robekan dapat turun
tapi tidak mencapai spinter recti. Biasanya robekan meluas keatas
disepanjang mukosa vaginadan jaringan submukosa. Keadaan ini
menimbulkanluka laserasi yang berbentuk segitiga ganda dengan dasar pada
fourchette, salah satu apexpada vagina dan apex lainnya didekat rectum
(Oxorn,2010).
Pada robekan perineumderajat dua, setelah diberi anastesi local otot-otot
difragma urogenetalis dihubungkan digaris tengah jahitan dan kemudian luka
pada vagina dan kulit perineum ditutup dengan mengikut sertakan
c. Robekan derajat ketiga
Robekanderajat ketiga meluas sampai corpus perineum, musculus
transverses perineus dan spinter recti. Pada robekan partialis derajat ketiga
yang robek hanyalah spinter recti; pada robekan yang total, spinter recti
terpotong dan laserasi meluas hingga dinding anterior rectum dengan jarak
yang bervariasi. Sebagaian penulis lebih senang menyebutkan keadaan ini
sebagai robekan derajat keempat (Oxorn,2010).
Menjahit robekan perineum derajat tiga harus dilakukan dengan teliti,
mula-mula dinding depan rectum yang robek dijahit, kemudian fasia prarektal
ditutup, dan muskulus sfingter ani eksternus yang robek dijahit. Selanjutnya
dilakukan penutupan robekan seperti pada robekan perineum derajat kedua.
Untuk mendapatkan hasil yang baik pada robekan perineum total perlu
diadakan penanganan pasca pembedahan yang sempurna (Sumarah,2009).
d. Robekan derajat keempat
Robekan yang terjadi dari mukosa vagina, komisura posterior, kulit
perineum, otot perineum, otot spinter ani eksterna, dinding rectum anterior
(Sumarah, 2009).
Semua robekan derajat ketiga dan keempat harus diperbaiki diruang
bedah dengan anastesi regional atau umum secara adekuat untuk mencapai
relaksasi sfingter. Ada argument yang baik bahwa robekan derajat ketiga dan
keempat, khususnya jika rumit, hanya boleh diperbaikioleh profesional
berpengalaman seperti ahli bedah kolorektum, dan harus ditindak-lanjuti
hingga 12 bulan setelah kelahiran. Beberapa unit maternitas memiliki akses
ke perawatan spesialis kolorektal yang memiliki bagian penting untuk
4. Etiologi Ruptur Perineum
Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana:
a)Kepalajaninterlalu cepat; b) Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya; c)
Sebelumya pada perineum terdapat banyak jaringan parut; d)Pada persalianan
dengan distosia bahu (Prawiharjo, 2011); e) Presentasi defleksi (dahi,muka); f)
Primipara; g) Letak sungsang; h) Pada obstetri dan embriotomi: ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep, dan embriotomi(Mochtar,2005).
Robekan perineum berkaitan dengan kelahiran primipara, kala dua persalinan
yang lama, arcus pubis yang sempit, posisi kepala yang kurang fleksi dan oksipital
posterior, presipitasi persalinan,bayi besar (lebih dari 4000 g), distosia bahu,
kelahiran pervaginam dengan bantuan misalnya forcep tetapi lebih sedikit dengan
ventiouse (David,2008).
5. Tanda – Tanda dan Gejala Robekan Jalan lahir
Bila perdarahan masih berlangsung meski kontraksi uterus baik dan tidak
didapatkan adanya retensi plasenta maupun adanya sisa plasenta, kemungkinan
telah terjadi perlukaan jalan lahir (Taufan Nungroho,2012).
Tanda dan gejala robekan jalan lahir diantaranya adalah perdarahan, darah
segar yang mengalir setelah bayi lahir, uterus berkontraksi dengan baik, dan
plasenta normal. Gejala yang sering terjadi antara lain pucat, lemah, pasien dalam
keadaan menggigil.
6. Ciri Khas Robekan Jalan Lahir
a. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
b. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir, perdarahan ini terus menerus
setelah massase atau pemberian uterotonika langsung mengeras tapi
dapat diminimalkan karena tak jarang perdarahan terjadi karena robekan dan
ini menimbulkan akibat ynag fatal seperti terjadinya syok (Rukiyah,2012).
c. Bila perdarahan berlangsung meski kontraksi uterus baik dan tidak didapatkan
adanya retensi plasenta maupun sisa plasenta, kemungkinan telah terjadi
perlukaan jalan lahir(Taufan 2012).
7. Pencegahan Terjadinya ruptur Perineum
Laserasi spontan pada vagina atauperineum dapat terjadi saatbayi dilahirkan,
terutama saat kelahiran kepala dan bahu. Kejadian laserasi akan meningkat jika
bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Janin bekerjasama dengan ibu
selama persalinan dan gunakan manufer tangan yang tepat untuk mengendalikan
kelahiran bayi serta membantu mencegah terjadinya laserasi. Kerjasama ini
dibutuhkan terutama saat kepala bayi dengan diameter 5-6 cm telah membuka
vulva (crowning). Kelahiran kepala yang terkendali dan perlahan memberikan
waktu pada jaringan vagina dan perineum untuk melakukan penyesuaian dan akan
mengurangi kemungkinan terjadinya robekan. Saat kepala mendorong vulva
dengan diameter 5-6 cm bimbing ibu untuk meneran dan berhenti untuk
beristirahat atau bernapas dengan cepat.
8. Mempersiapkan Penjahitan
a. Bantu ibu mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada di tepi tempat
tidur meja.
b. Tempatkan handuk atau kain bersih di bawah bokong ibu.
c. Jika mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehinnga perineum padat
dilihat jelas.
d. Gunakan teknik aseptik pada saatmemeriksa robekanatau episiotomi,
e. Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.
f. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau yang steril.
g. Dengan menggunakan aseptik, persiapkan peralatan dan bahan – bahan
disinfeksi tingkat tinggi untuk penjahitan.
h. Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah
dilihat dan panjahitan tanpa kesulitan.
i. Gunakan kain/kasa disinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk menyeka vulva,
vagina dan perineum ibu dengan lembut, bersihkan darah atau bekuan darah
yang ada sambil menilai dalam luasnya luka.
j. Periksa vagina, servik dan perineum secara lengkap, pastikan bahwa laserasi/
sayatan perineum hanya merupakan derajat satu atau lebih jauh untuk
memeriksa bahwa tidak terjadi robekan derajat tiga atau empat. Masukkan jari
yang bersarung tangan ke dalam anus dengan hati –hati dan angkat jari tersebut
perlahan –lahan untuk mengidentifikasi sfinter ani. Raba tonus atau ketegangan
sfinger.Jika sfingter terluka, ibu mengalami laserasi derajat tiga atau empat dan
harus segera dirujuk. Ibu juga dirujuk jika mengalami laserasi serviks.
k. Ganti sarung tangan sengan sarungtangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril
yang baru setelah melakukan pemeriksaaan rektum.
l. Berikan anastesi lokal.
m. Siapkan jarum (pilih jarum yang batangnya bulat, tidak pipih) dan benang.
Gunakan benang kronik 2-0 atau 3-0. Benang kromik bersifat lentur, kuat,
tahan lama dan paling sedikit menimbulkan reaksi jaringan.Tempatkan jarum
pada pemegang jarum dengan sudut 90 derajat, jepit dan jepit jarum
9. Penanganan Ruptur perineum
Menurut nugroho (2012) ada beberapa langka untuk menangani ruptur
perineum.
a. Sebelum merepair luka episiotomy laserasi, jalan lahir harus
diekpose/ditampilkan dengan jelas, bila diperlukan dapat menggunakan
bantuan speculum sims.
b. Identifikasi apakah terdapat laserasi serviks, jika harus direpair terlebih
dahulu.
c. Masukkan tampon atau kassa kepuncak vagina untuk menahan perdarahan
dari dalam uterus untuk sementara sehingga luka episiotomi tampak jelas.
d. Masukkan jari ke II dan III dalam vagina dan regangkan untuk dinding vagina
untuk mengekpose batas atas (ujung) luka.
e. Jahitan dimulai 1 cm prosimal puncak luka, luka dinding vagina dijahit kearah
distal hingga batas commissura posterior.
f. Rekontruksi diapgrama urogenital (otot perineum) dengan cromic catgut 2-0.
g. Jahitan diteruskan dengan penjahitan perineum.
Menurut 0xorn (2010) adabeberapa langkah menangani ruptur perineum
1) Robekan derajat pertama
Robekan ini kecil dan diperbaiki sesederhana mungkin. Tujuannya
adalah merapatkan kembali jaringan yang terpotong dan menghasilkan
hemostatis. Pada rata-rata kasus beberapa jahitan terputus lewat mukosa
vagina, fourchette dan kulit perineum sudah memadai. Jika
perdarahannya banyak dapat digunakan jahitan angka-8, jahitan karena
jahitan ini kurang menimbulkan tegangan dan lebih menyenagkan bagi
2) Robekan derajat kedua lapis demi lapis: a) Jahitan terputus, menerus
ataupun jahitan simpul digunakan untuk merapatkan tepi mukosa
vagina dan submukosanya; b) Otot-otot yang dalam corpus perineum
dijahit menjadi satu dengan terputus; c) Jahitan subcutis bersambung
atau jahitan terputus, yang disimpulkan secara longgar menyatukan
kedua tepi kulit3
3) Robekan derajat ketiga yang total diperbaiki lapis demi lapis:
a. Dinding anterior rectum diperbaiki dengan jahitan memakai chromic
catgut halus 000 atau 0000 yang menyatu dengan jarum. Mulai pada
apex, jahitan terputus dilakukan pada submukosa sehingga tunica
serosa,musculusdan submukosa rectum tertutup rapat.
b. Garis perbaiki ulang dengan merapatkanfascia perirectal dan fascia
septum rectovaginalis. Digunakan jahitan menurus atau jahitan
terputus.
c. Pinggir robekan spincter recti (yang telah mengerut) diidentifikasi
dijepit dengan forceps allis dan dirapatkan dengan jahitan terputus
atau jahitan berbentuk angka- 8 sebanyak dua buah.
d. Mukosa vagina kemudian diperbaiki seperti pada episotomi garis
tengah, dengan jahitan menerus atauterputus.
e. Musculusperineus dijahit menjadi satu dengan jahitan terputus.
f. Kedua tepi kulit dijahit menjadi satu dengan jahitan subculus
menerus atau jahitan terputus yang disimpulkan secara longgar.
Perbaikan pada robekan partial. Perbaikanpada robekan partial derajat ketiga
dan perbaikan dimulai dengan menerapkan kembali kedua ujung spchinter recti
terobek (Oxorn,2010).
10. Pengobatan Robekan Jalan Lahir
Pengobatan yang dapat dilakukan untuk robekan jalan lahir adalah dengan
memberikan uterotonika setelah lahirnya plasenta, obat ini tidak boleh diberikan
sebelum bayi lahir. Manfaat dari pemberian obat ini adalah untuk mengurangi
terjadinya perdarahan pada kala III dan mempercepat lahirnya plasenta.
Perawatan luka perineum pada ibu setelah melahirkan berguna untuk
mengurangi rasa ketidaknyamanan, menjaga kebersihan, mencegah infeksi dan
mempercepat penyembuhan luka. Perawatan perineum umumnya bersamaan
dengan perawatan vulva. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: a)Mencegah
kontaminasi dengan rectum; b) Menangani dengan lembut jaringan luka; c)
Menbersihkan darah yang menjadi sumber infeksi dan bau (Saifuddin,2001).
11. Komplikasi
Resiko komplikasi yang mungkin terjadi jika ruptur perineum tidak segera
diatasi, yaitu:
a. Perdarahan
Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam
waktu satu jam setelah melahirkan. Penilaian dan penataksanaan yang cermat
selama kala satu dan kala empat persalinan sangat penting. Menilai
kehilangan darah yaitu dengan cara memantau tanda vital, mengevaluasi asal
perdarahan, serta memperkirakan jumlah perdarahan lanjutan dan menilai
b. Fistula
Fistula dapat terjadi tanda diketahui penyebabnya karena perlukaan pada
vagina menembus kandung kencing atau rectum. Jika kandung kencing luka,
maka air kencing akan segera keluar melalui vagina. Fistula dapat menekan
kandung kencing atau rektum yang lama antara janin dan panggul,sehingga
terjadi iskemia (Depkes,2006)
d. Hematoma
Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada persalinan karena
adanya penekanan kepala janin serta tindakan persalinan yang ditandai dengan
rasa nyeri pada perineum dan vulva berwarna biru dan merah.
Hematoma dibagian pelvis bisa terjadi dalam vulva perineum dan fosa
iskiorektalis. Biasanya karena trauma perineum tetapi bisa juga dengan
varikositasvulva yang timbul bersamaan dengan gejala peningkatan nyeri.
Kesalahan yang menyebabkan diagnosis tidak diketahui dan memungkinkan
banyak darah yang hilang. Dalamwaktu yang singkat, adanya pembengkakan
biru yang tegang pada salah satu sisi introitus di daerah ruptur perineum
(Martius, 1997).
a. Infeksi
Infeksi pada masanifas adalahperadangan di sekitar alat genitalia pada
kala nifas. Perlukaan pada persalinan merupakan tempat masuknya kuman
ke dalam tubuh sehingga menimbulkan infeksi. Dengan ketentuan
meningkat suhu tubuh melebihi 38℃, tanpa menghitung pireksia nifas.
Setiap wanita yang mengalami pireksia nifas harus diperhatikan, diisolasi,
dan dilakukan inspeksi pada traktus genetalis untuk mencari laserasi,
Robekan jalan lahir selalu meyebabkan perdarahan yang berasal dari
perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus (ruptur uteri). Penanganan
yang dapat dilakukan dalamhal ini adalah dengan melakukan evaluasi
terhadap sumber dan jumlah perdarahan. Jenis robekan perineum adalah
mulai dari tingkatan ringan sampai dengan robekan yang terjadi pada
seluruh perineum yaitu mulai dari derajat satu sampai dengan derajat
empat. Ruptur perineum dapat diketahui dari tanda dan gejala yang
muncul serta penyebab terjadinya. Dengan diketahuinya tanda dan gejala
terjadinya rupture perineum, maka tindakan dan penanganan selanjutnya
dapat dilakukan.
Kaitan yang ditemukan dalam penulisan ini adalah penyebab
terjadinya ruptur perineum, hal-hal yang dapat dilakukan serta tanda dan
gejala yang terlihat serta upaya lanjutan yang berkaitan dengan
penangannya.
B. Persalinan 1. Pengertian
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin + yang dapat
hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain
(Mochtar,2012).
Tanda – tanda inpartu: a) Rasa nyeri oleh adanya his yang datang lebih kuat,
sering dan teratur; b) Keluar lendir bercampur darah (show) yanglebih banyak
karena robekan – robekan kecil pada serviks; c) Kadang – kadang, ketuban pecah
dengan sendirinya; d) Pada pemeriksaaan dalam,serviks mendatar dan telah ada
Faktor – faktor yang berperan dalam persalinan adalah:
a. Kekuatan mendorong janin keluar (power)
b. Faktor janin (passenger).
c. Faktor jalan lahir (passage)
Pada waktu partus akan terjadi perubahan-perubahan pada uterus, serviks,
vagina dan dasar panggul (Mochtar, 2012).
2. Fase-fase Dalam Kala Satu Persalinan
Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratus
dan meningkat (frekuansi dan kekuatannya) hingga serviks membuklengkap (10
cm). Kala satu persalinan terdiri atas dua fase yaitu fase laten dan faseaktif.
Fase laten pada kalasatu persalinan:a)Dimulai sejak awal kontraksi yang
menyebabkan penipisan danpembukaan serviks secara bertahap; b) Berlangsung
hingga serviks membuka kurang dari 4 cm; c) Pada umumnya, fase laten
berlangsung hampir atau hingga 8 jam.
Fase aktif pada kala satu persalinan: a)Frekuensi dan lama kontraksi uterus
akan meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap adekuat/ memadai jika
terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit,dan berlangsung selama 40 detik
atau lebih); b) Dari pembukaan 4 cm hingga pembukaan lengkap atau 10 cm, akan
terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam(nulipara atau primigravida) atau
lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara); c) Terjadinya penurunan bagian
terbawah janin (APN,2011).
3. Kala Dua Persalinan
Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm)
dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua juga disebutsebagai kala pengeluaran
Gejala dan tanda kala dua persalinan: a) Ibu merasa ingin meneran
bersamaan dengan terjadinya kontraksi; b) Ibu merasakan adanya peningkatan
tekanan pada rectumdan/ atau vaginanya; c) Perineum menonjol; d) Vulva-vagina
dan sfingter ani membuka; e) Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah
(APN,2012).
Pada saat hisdatang kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka dan
perineum meregang. Dengan his dan mengedan yang terpimpin, akan lahir kepala,
diikuti oleh seluruh badan janin (Mochtar,2012).
C. Faktor-faktorTerjadinya Ruptur Perineum
Ruptur perineum disebabkan oleh faktor yang mencakup paritas, jarak
kelahiran, berat badan lahir, dan riwayat persalinan yang mencakup ekstraksi
cuman, ekstraksi vakum dan episiotomi.
1. Paritas
Persalinan adalah anak yang dilahirkan seorang ibu. Jumlah anak yang
dilahirkan berpengaruh terhadap kesehatan ibu. Menurut Notoadmojo, dikatakan
bahwa terdapat kecendrungan kesehatan ibu yang berparitas rendah lebih baik dari
yang berparitas tinggi. Paritas dapat dibedakan menjadi primipara, multipara dan
grandemultipara (Prawirohardjo,2009).
a. Primipara adalah seorang wanitayang melahirkan bayi hidup untuk pertama
kalinya.
b. Multipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi viable beberapa kali
(sampai 5 kali).
c. Grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6 kali
Robekan perineum terjadi hampir semua persalinan pertama dan tidak jarangjuga
pada persalinan berikutnya (Soepardiman,2009). Pada ibu dengan paritas satu atau
ibu primipara memiliki resiko lebih besar untuk mengalamirobekan perineum
daripada ibu dengan paritas lebih dari satu. Hal ini dikarenakan karena jalan lahir
yang pernah dilalui oleh kepala bayi sehingga otot – otat perineum belum
meregang.
2. Jarak Kalahiran
Jarak kelahiran adalah rentang waktu antara kelahiran anak sekarang dengan
kelahiran anak sebelumnya. Jarak kelahiran kurang dari dua tahun tergolong
resiko tinggi karena dapat menimbulkan komplikasi pada persalinan. Jarak
kelahiran 2-3 tahun merupakan jarak kelahiran yang lebih aman bagi ibu dan
janin. Begitu juga dengan keadaan jalan lahir yang mungkin pada persalinan
terdahulu mengalami robekan perineumderajat tiga dan empat, sehingga proses
pemulihanbelum sempurna dan robekan perineum dapat terjadi (Depkes dalam
Rosdiana, 2013).
Menurut pendapat ambarwati jarak kehamilan sebaiknya lebih dari 2tahun.
Jarak kahamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu punya kembali kondisi
sebelumnya (Ambarawati dalam Rifida, 2012).
3. Partus Presipitatus
Partus presipitatus adalah persalinan yang terlalu cepat yakni kurang dari 3
jam. Sehingga sering petugas belum siap untuk menolong persalinan dan ibu
mengejan kuat dan tidak terkotrol, kepala janin terjadi defleksi terlalu cepat.
Keadaan ini memperbesar kemungkinan terjadinya ruptur perineum
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan
bahu dilahirkan.Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu
cepat dan tidak terkendali. Partus presipitatus dapat menyebabkan terjadinya
ruptur perineum bahkan robekan serviks yang dapat mengakibatkan perdarahan
pascapersalinan (Saifuddin,2008).
4. Partus Lama
Partus lama adalah bila persalinan berlangsung lebih dari 24 jam pada
primigravida dan 18 jam bagi multigravida (Oxorm,2010). Parus lama dapat
menimbulkan bahaya baik bagi ibu maupun janin, beratnya cidera makin
meningkat dengan semakin lamanya proses persalinan seperti meningkatnya
insiden atonia uteri, laserasi, dan perdarahan lainnya yang merupakan penyebab
utama kematian ibu (Oxorm,1996).
5. Berat Badan Bayi
Menurut Winkjosastro berat badan lahir pada janin yang berat badannya
melebihi 4000 gram akan menimbulkan kesukaran persalinan, apabila
dijumpapada kepala yang besar atau kepala yang lebih keras dapat menyebabkan
ruptur perineum (Kutipan Gea, 2013).
Menurut Sylviati(2008), barat badan lahir dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Bayi besar adalah bayi dengan berat lebih dari 4000 gram
b. Bayi berat lahir cukup yaitu bayi dengan lahir lebih dari 2500 – 4000 gram.
c. Bayi berat lahir dengan adalah bayi dengan berat lahir dibawah2500
gram.Berat badan janin dapat mengakibatkan terjadinya ruptur perineum yang
pada berat badan janin diatas 3500 gram, karena resiko trauma partus melalui
vagina seperti distosia bahu dan kerusakan jaringan lunak pada ibu. Perkiraan
bidan. Pada masa kehamilan, hendaknya terlebih dahulu mengukur tafsiran
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEPENISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian yang berjudul “ Faktor – faktor yang
berhubungan dengan terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin di Klinik
Bersalin Eka Kecamatan Medan Denai 2015 “ adalah sebagai berikut.
Kerangka Konsep
Adapun faktor yang dilihat adalah berdasarkan faktor ibu yakni paritas, jarak
kelahiran, partus presipitatus, partus lama serta faktor bayi yakni berat badan bayi. 1. Faktor ibu
- Paritas
- Jarak Kelahiran - Partus presipitatus
- Partus Lama
2. Faktor Bayi
Berat Badan Bayi
Terjadinya
B. Defenisi Operasional
Variabel penelitian
Defenisi operasioanl
Alat ukur Cara ukur
Hasil ukur Skala
ukur Faktor-faktor yang mempengaruhi Ruptur perineum - Paritas
- Jarak kelahiran
- Partus
presipitatus
- Partus lama
Jumlah persalinan yang dialami ibu sampai persalinan sekarang Rentang waktu kelahiran anak
saat ini dengan
anak sebelumnya Persalinan pervaginam yang terlalu cepat yakni
kurang dari 3
jam Bila persalinan sudah masuk fase aktif Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner Check list Check list Check list Check list
Digolongkan menjadi 3 kelompok:
1. Primipara (seorang wanita yang
melahirkan bayi hidup untuk
pertama)
2. Multipara (wanita yang pernah
melahirkan bayi viabel beberapa
kali (sampai 5 kali)
3. Grandemultipara (wanita yang
pernah melahirkan bayi 6 kali atau
lebih, hidup ataupun mati)
Jarak kelahiran antara:
1. < 2 tahun
2. 2-3 tahun
3. > 3 tahun
1. Ya
2. Tidak
1. Ya
2. Tidak
- Berat badan
bayi
berlangsung
lebih dari 24
jam pada
primigravida
dan 18 jam bagi
mulltigravida
Berat badan
yang ditimbang
dengan
menggunakan
timbangan bayi
Check
list
Berat badan bayi dengan kategori
1. < 2500 gram
2. 2500-4000 gram
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan untuk mengetahui faktor-faktor
yang berhubungan dengan terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin di Klinik
Bersalin Eka Kecamatan Medan Denai Tahun 2015.
B. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin yang
mengalami ruptur perineum di Klinik bersalin Eka Tahun 2015.
2. Sampel
Adapun sampel dalam penelitian ini sebanyak 34 orang bersalin yang
mengalami ruptur perineum yang diperoleh dari Februari-Mei 2015. Sehingga
teknik pembuatan sampei ini menggunakan total sampling yaitu seluruh
populasi dijadikan sampel.
C. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan diKlinik Bersalin Eka Kecamatan Medan Denai
Tahun 2015. Peneliti memilih lokasi ini dengan pertimbangan lokasi dapat
D. Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan melakukan persiapan yaitu penyusunan
proposal penelitian yang dimulai bulan oktober 2014 sampai dengan juni 2015,
untuk menyusun proposal dilakukan dari bulan November-februari 2015,
penelitian dan pengolahan hasil penelitian dilakukan dari bulan Februari-Juni
2015.
E. Etika Penelitian
Pertimbangan etik yang dilakukan dalam penelitian ini, antara lain: 1)
Benefience (menguntungkan responden), yaitu tidak mencelakakan/menyakiti
responden (freedomfrom harm) dengan tidak memaksa dan menekan pasien untuk
ikut dalampenelitian dan tidak menimbulkan situasi yang merugikan responden
dengan memberikan waktu yang tepat untuk pasien mengisi kuesioner (freedom
freedomfrom exploitation); 2)respect from human diginity (menghargai martabat
manusia), yaitu hak untuk bebas menentukan apakah calon responden akan ikut
berpartisipasi dalam penelitian atau tidak (the right to self determination) dengan
membuat informed consent sehingga calon responden tidak merasa terpaksa untuk
dijadikan responden dalam penellitian ini, dan hak untuk mendapatkan informasi
mengenai penelitian (the rigth to full disclosure) dengan memberitahukan calon
responden maksud dan tujuan penelitian; 3) justice (keadilan), yaitu hak untuk
mendapatkan perlakuan yang adil (the right to fair treatment) dengan memberikan
kesempatan kepada semua pasien pasien untuk menjadi responden, dan menjaga
kerahasiaan informasi yang diberikan responden (the right to privacy), dimana
pada kuesioner tidak dicantumkan nama responden, namun hanya memberikan
F. Alat Pengumpulan data
Instrumen yang digunakan digunakan dalam penelitian ini adalah lembar
cheeklis. Lembar cheklis merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan
untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya
(Arikunto,2006). Lembar cheklis terdiri dari dua bagian yaitu data demografi dan
mengenai determinan yang berhubungan dengan ruptur perineum pada ibu
bersalin. Cara pengisian dengan menggunakan cheklis (√) di tempat yang telah
tersedia.
Data demografi terdiri dari inisial nama, umur, pekerjaan. Untuk data
responden tentang gambaran ruptur perineumdisusun sendiri oleh peneliti dengan
berpedoman pada tinjauan pustaka.
G. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas
Dalam penelitian ini tidak dilakukam uji validitas karena menggunakan
lembar cheklist untuk memperoleh data tentang paritas, jarak kelahiran, partus
presipitatus, partus lama dan berat badan bayi.
2. Uji Reliabilitas
Dalam penelitian ini tidak dilakukan uji reliabilitas karena menggunakan
lembar checlist untuk memperoleh data tentang paritas, jarak kelahiran, partus
H. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian iniyaitu penelitian terlebih
dahulu memberikan izin penelitian daripendidikan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara dan Klinik Eka Kecamatan Medan Denai. Setelah
mendapat, maka peneliti mulai melakukan proses penelitian yang dimulai degan
menentukan responden penelitian ini, setelah responden bersedia maka responden
menandatangani informed consent. Setelah responden menandatangani surat
persetujuan, Peneliti menggunakan lembar cheklist untuk memperoleh data.
I. Analisis Data
Data-data yang terkumpul dioleh dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Editing
Memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan agar
data yang masuk dapat dioleh secara benar sehingga pengolahan data dapat
memberikan hasil yang baik, kemudian data dikelompokkan sesuai dengan
variabel yang akan diteliti.Setelah dilakukan pemeriksaan apabila terdapat
kekurangan segera diperbaikidan dilengkapi.
2. Coding
Pemberian kode numerik terhadap data yang terdiri dari atas kategori, untuk
memudahkan dalam pengolahan data.
3. Entry
Memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau
berkomputerisasi. Kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana.
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa univariat
responden yang diteliti yaitu paritas, jarak kelahiran, Partus presitatus, partus
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
Setelah dilakukan penelitian tentang faktor- faktor yang berhubungan
dengan ruptur perineum pada ibu bersalin di Klinik Bersalin Eka Kecamatan
Medan Denai tahun 2015 maka diperoleh hasil bahwa ibu yang bersalin yang
mengalami ruptur perineum sebanyak 34 orang. Faktor-faktor yang berhubungan
dengan ruptur perineum antara lain faktor ibu yaitu paritas, jarak kelahiran,
partus presipitatus, partus lama, dan faktor bayi yaituberat badan bayi.
1. Karakteristik Responden
Padapenelitian ini karasteristik respondenmencakup umur, pendidikan
[image:46.595.127.511.505.728.2]dan pekerjaan. Secara rinci dapat dilihat sebagai berikut.
Tabel 5.1
Distribusi Respnden berdasarkan karakteristik di Klinik Bersalin Eka Kecamatan Medan Denai tahun 2015 (n=34)
No. Karakteristik Frekuensi Persentase
1. Umur
< 20 10 29,4
20 – 35 19 55,9
> 35 5 14,7
2. Pendidikan
SMP 4 11,8
SMA 21 61,8
PT 9 26,5
3. Pekerjaan
IRT 17 50,0
Wiraswata 10 29,4
PNS 2 5,9
Berdasarkan Tabel 5.1 di atas dapat dilihat bahwa mayoritas ibu berumur
20-35 tahun sebanyak 19 orang (55,9%). Mayoritas ibu mempunyai
pendidikan SMA yaitu sebanyak 21 orang (61,8%). Mayoritas ibu
mempunyai pekerjaan IRT yaitu sebanyak 17 orang (50%).
2. Faktor Ibu
Pada peneltian ini faktor ibu mencakup paritas, jarak kelahiran, partus
[image:47.595.126.505.320.559.2]presipitatus, partus lama.
Tabel 5.2
Distribusi Responden berdasarkan faktor Ibu di Klinik Bersalin Eka Kecamatan Medan Denai tahun 2015 (n=34)
No. Variabel Frekuensi Persentase
1. Paritas
Primipara 11 32,4
Multipara 21 61,8
Grandemultipara 2 5,9
2. Jarak kelahiran
< 2 tahun 6 17,5
2-3 tahun 11 32,3
>3tahun 7 20,7
3. Partus presipitatus
YA 9 26,5
Tidak 25 73,5
4. Partus lama
YA 5 14,7
Tidak 29 85,3
Berdasarkan tabel 5.2 di atas dapat dilihat mayoritas ibu dengan paritas
multipara sebanyak 21 orang (61,8%), ibu dengan jarak kelahiran 2-3 tahun
sebanyak 11 orang (32,3%), ibu dengan partus presipitatus yang tidak mengalami
sebanyak 25 orang (73,5%), ibu dengan partus lamayang tidak mengalami
3. Faktor Bayi
[image:48.595.117.521.182.249.2]Pada peneltian ini faktor bayi mencakup berat badan bayi
Tabel 5.3
Distribusi frekuensi responden berdasarkan Berat badan bayi di Klinik Bersalin Eka Kecamatan Medan Denai Tahun 2015 (n=34). No. Berat badan bayi Frekuensi Persentase
1. <2500 5 14,70
2. 2500-4000 13 38,23
3. >4000 16 47,1
Berdasarkan Tabel 5.3 di atas dapat dilihat bahwa mayoritas bayi dengan
berat badan >4000 sebanyak 16 orang (47,1%).
B. Pembahasan
1. Interprestasi dan diskusi hasil
Berdasarkan Tabel 5.1 di atas dapat dilihat bahwa mayoritas ibu berumur
20-34 tahun sebanyak 19 orang (55,9%). Mayoritas ibu mempunyai pendidikan
SMA yaitu sebanyak 21 orang (61,8%). Mayoritas ibu mempunyai pekerjaan
IRT yaitu sebnyak 17 orang (17%).
a. Faktor Ibu
Berdasarkan tabel 5.2 diperoleh hasil penelitian bahwa mayoritas
responden dengan paritas multipara sebanyak 21 orang (61,8%).
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup dipunyai oleh seorang wanita
(BKKBN,2006). Paritas dapat dibedakan menjadi primipara dan multipara
(Prawiroharjo,2010). Resiko kesehatan ibu dan anak meningkat pada
Kehamilan dan persalinan pertama meningkat resiko kesehatan yang
timbul karena ibu belum pernah mengalami kehamilan sebelumnya, selain itu
jalan lahir baru akan dicoba dilalui janin. Sebaiknya jika terlalu sering
melahirkan rahim akan menjadi semakin lemah karena jaringan parut uterus
akibat kehamilan berulang. Jaringan parut ini menyebabkan tidak adekuatnya
persediaan darah ke plasenta tidak mendapat aliran darah yang cukup untuk
menyalurkan nutrisi ke janin akibatnya pertumbuhan janin terganggu (Depkes
RI,2004).
Paritas adalah banyaknya bayi yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik
dalam keadaan hidup atau lahir mati. Menurut Helm Varney (2009) bahwa
paritas adalah jumlah kehamilan yang diakhiri dengan kelahiran janin yang
memenuhi syarat melangsungkan kehidupan. Sedangkan menurut fortney A,
Paritas yang kemungkinan beresiko bila hamil dan melahirkan ≥ 3 kali.
Menurut institute Medicine dalam Sastrawina (2004) menyatakan ibu
dengan paritas tinggi (melahirkan lebih dari 3 kali) cenderung mengalami
komplikasi dalam kehamilan yang akhirnya berpengaruhi pada persalinan.
Ibu dengan paritas di atas 3, secara fisik sudah mengalami kemunduran
untuk menjalani kehamilan yang tidak mudah. Paritas tinggi merupakan paritas
rawan karena banyak kejadian obstetri patologi yang bersumber pada paritas
tinggi, antara lain preeklamsia, perdarahan antenatal sampai atonia uteri. Hal
ini disebabkan pada ibu yang lebih dari satu kali mengalami kehamilan dan
persalinan fungsi reproduksi telah mengalami penurunan (Sunaitri,2008).
Menurut Wiknjosastro (2005) paritas 2-3 merupakan paritas paling aman
Hasil penelitian Rosdiana (2013) yang berjudul faktor-faktoryang
mempengaruhi terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin normal di
puskesmas pelayanan obstetri neonatal emergency dasar (PONED) Darul
Imarah Aceh Besar diperoleh hasil kunjungan ibu bersalin sejumlah 56 orang
yang menunjukkan bahwa hubungan yang bermakna antara paritas dengan
kejadian ruptur perineum. Dan dalam penelitian Cut Rosmawar (2009) dengan
judul faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya laserasi pada persalinan
normal di Puskesmas Tanah Jambo Aye Panto Labu menunjukkan bahwa ada
pengaruh antara terjadinya laserasi pada persalinan dengan paritas.
Menurut Soepardiman (2009) dikatakan bahwa robekan perineum terjadi
pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Pada ibu dengan paritas satu atau ibu primipara daripada ibu
dengan paritas lebih sari satu. Hal ini dikarenakan karenajalan lahir yang belum
pernah dilalui oleh kepala bayi sehingga otot-otot perineumbelum meregang.
Berdasarkan jarak kelahiran, paling banyak 2-3 tahun yaitu sebanyak 11
responden (32,3%) .
Danuatmadja (2005) mengemukakan bahwa jarak kelahiran 2-3 tahun
merupakan jarak kelahiran yang lebih aman bagi ibu dan janin. Jarak kelahiran
kurang dari 2 tahun tergolong resiko tinggi karena dapat menimbulkan
komplikasi pada persalinan, begitu juga dengan keadaaan jalan lahir yang
mungkin mengalami robekan perineum derajat tiga atau empat sehingga proses
pemulihan belum sempurna dan robekan dapat terjadi. Pada jarak kelahiran
kurang dari dua tahun tergolong resiko tinggi karena dapat menimbulkan
komplikasi pada persalinan. Jarak kelahiran 2-3 tahun merupakan jarak
Penelitian yang dilakukan oleh Dina di Rumah Sakit Haji Medan (2007)
menunjukkan bahwa berdasarkan jarak kelahiran juga berpengaruh terhadap
kejadian ruptur perineum. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa jarak
kelahiran berpengaruh terhadap kejadian ruptur perineum.
Berdasarkan partuspresipitatus ditemukan bahwa paling banyak tidak
mengalami sebanyak 25 orang (73,5%).
Partus presipitatus adalah persalinan yang terlalu cepat yakni kurang dari 3
jam. Sehingga sering petugas belum siap untuk menolong persalinan dan ibu
mengejan kuat tidak terkontrol, kepala janin terjadi defleksi terlalu cepat.
Keadaan ini akan memperbesar kemungkinan terjadi ruptur perineum
(Mochtar, 1998).
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan
bahu dilahirkan.Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu
cepat dan tidak terkendali. Partus presipitatus dapat menyebabkan terjadinya
ruptur perineum bahkan robekan serviks yang dapat mengakibatkan perdarahan
pascapersalinan (Saifuddin,2008).
Kejadian robekan akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan
tidak terkendali (JNPK-KR, 2007). Lama persalinan kala I pada primigravida
maksimal terjadi selama 12 jam dan pada multigravida terjadi maksimal terjadi
selama 8 jam, sedangkan lama persalinan kala II pada primi gravida maksimal
terjadi selama 2 jam dan pada multigravida terjadi maksimal terjadi selama 1
jam.
Berdasarkanpartus lama ditemukan bahwa paling banyak tidak mengalami
Parus lama dapat menimbulkan bahaya baik bagi ibu maupun janin,
beratnya cidera makin meningkat dengan semakin lamanya proses persalinan
seperti meningkatnya insiden atonia uteri, laserasi, dan perdarahan lainnya yang
merupakan penyebab utama kematian ibu (Oxorm,1996).
Persalinan yang lama atau >24 jam dapat menyebabkan ruptur hal ini
dibuktikan berdasarkan penelitian Aswin (2007), persalinan lama >24 jam dapat
menyebabkan fistula urogenital yaitu suatu hubungan yang abnormal antara dua
organ internal atau lebih yaitu saluran kemih (uretra, kandung kemih, ureter) dan
saluran genetalia (uterus, vagina, perineum).
b. Faktor Bayi
Berdasarkan berat badan lahir ditemukan bahwa paling banyak dengan
berat badan >4000 gram sebanyak 16 responden (47,1%).
Penelitian yang dilakukan oleh Dina (2007) dan irmayasari (2006) dalam
hal berat badan bayi terlihat bahwa berat badan bayi paling banyak adalah pada
berat badan diatas 3500 gram. Hasil kedua penelitian tersebut, sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan penelitian.
Menurtu Manjoer (2000) berat badan janin dapat mengakibatkan ruptur
perineum pada berat badan janin diatas 4000 gram. Berat badan janin dapat
mengakibatkan terjadinya ruptur perineum yaitu pada berat badan janin diatas
4000 gram, karena resiko trauma partus melalui vagina seperti distosia bahu
dan kerusakan jaringan lunak pada ibu. Perkiraan berat badan janin tergantung
pada pemeriksaan klinik atau ultrasonografi dokter atau bidan. Pada masa
kehamilan, hendaknya terlebih dahulu mengukur tafsiran berat badan janin
Berdasarkan teori yang ada, bayi baru lahir yang terlalu besar atau berat
badan lahir lebih dari 4000 gram akan meningkatkan resiko proses persalinan
yaitu kemungkinan terjadi bahu bayi tersangkut, bayi akan lahir dengan
gangguan nafas dan kadang bayi lahir dengan trauma leher, bahu dan
syarafnya. Hal ini terjadi karena berat bayi yang besar sehingga sulit melewati
panggul dan menyebabkan terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin.
(Enggar, 2010).
C. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti telah berupaya semaksimal mungkin untuk
memperoleh data yang sebenarnya. Namun berbagai kendala tidak jarang muncul.
Keterbatasan waktu melaksanakan penelitian ini antara lain dalam memperoleh
data di saat bersalin karena ada responden yang melahirkan di malam hari,
sehingga peneliti tidak melakukan penelitian tetapi peneliti melakukan pada pagi
harinya, sehingga tidak semua ditanyakan langsung ke responden dan di lihat pada
rekam medik.
D. Implikasi Terhadap Pelayanan Dan Penelitian
Bagi pelayanan kebidanan diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan
sebagai bahan informasi bagi tenaga kesehatan khususnya tentang ruptur
perineum. Setelah membuktikan bahwa ruptur perineum ada hubungannya
dengann paritas, jarak kelahiran, partus presipitatus, partus lama dan berat badan
bayi maka diharapkan dengan penelitian ini para petugas akan lebih
BAB VI
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisa dan pembahasan, dapat diambil kesimpuan dan saran
mengenai “Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya ruptur perineum
pada ibu bersalin di Klinik Bersalin Eka Kecamatan Medan Denai Tahun 2015”
dapat disimpulkan:
1. Berdasarkan karakteristik responden, mayoritas ibu berumur 20-34 tahun
sebanyak 19 orang (55,9%). Mayoritas ibu mempunyai pendidikan SMA
yaitu sebanyak 21 orang (61,8%), dan mayoritas ibu mempunyai pekerjaan
IRT yaitu sebanyak 17 orang (50,0%).
2. Berdasarkan faktor ibu menunjukkan bahwa mayoritas ibu dengan paritas
multipara sebanyak 21 orang (61,8%), mayoritas dengan jarak kelahiran 2-3
tahun sebanyak 11 orang (32,3%), partus presiptatus yang tidak
mengalamisebanyak 25 orang (73,5%), partus lama yang tidak
mengalamisebanyak29orang (85,3%),
3. Berdasarkan faktor bayi dengan berat bayi mayoritas >4000gram sebanyak 16
orang (47,1%).
B. Saran
1. Pelayanan Kebidanan
Diharapkan petugas kesehatan lebih berhati-hati dalam proses persalinan
dengan memperhatikan apa saja yang dapat hal-hal yang menyebabkan
ruptur perineum tersebut serta tidak mengikutsertakan hal-hal yang
merugikan kelangsungan proses persalinan yang dapat memberikan
dampak kesehatan kurang menguntungkan baik bagi ibu maupun bayi
2. Perkembangan Ilmu Kebidanan Khususnya Asuhan Kebidanan
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bekal mahasiswa nantinya
dalam menerapkan asuhan kebidanan secara komprehensif pada ibu
bersalin dengan memperhatikan faktor-faktor apa saja yang dapat
menyebabkan terjadinya ruptur perineum.
DAFTAR PUSTAKA
Boyle, Maurin. (2009). Pemulihan Luka. Jakarta : EGC.
Enggar P, Y. (2010). Hubungan berat badan lahir dengan kejadian ruptur perineum
pada persalinan normal di RB Harapan Bunda di Surakarta 2011.
Ilu, David. (2008). Manual Persalinan. Jakarta : EGC.
Hidayat, A.A.(2007). Metode Penelitian Kebidanan & Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika.
JNP-KR. (2007). Asuhan Persalinan Normal. Jakarta
JNR-KR. (2011). Asuhan Persalinan Normal & Inisiasi Menyusui Dini. Jakarta.
Khairi, Ismail. (2010). Pengaruh paritas terhadap perdarahan postpartum primer di
RSUD Dr. Pringadi Medan tahun 2007-2010.
Sumber: diakses tanggal 9 Desember 2014.
Mochtar, Rustam. (2012). Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta : EGC
Notoadmojo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta :
Rineka Cipta
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: salemba Medika.
Nugroho, Taufan. (2012). Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Oxorn, Harry. (2010). Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta : Yayasan Essensial Medica.
Prawiharjo, Sarwono. (1999.) Ilmu Bedah Kebidanan, Jakarta : PTBina Pustaka.
Rosdiana. (2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ruptur perineum
pada ibu bersalin normal di puskesmas pelayanan obstetri neonatal emergency dasar (Poned)darul imarah aceh besar.
Sumber
Rukiyah, yeyen & Lia Yulianti. (2010). Asuhan Kebidanan IV : CV. Trans Info
Media.
Sumarah. (2009). Perawatan Ibu Bersalin Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Yogyakarta fitramaya.
Suprida. (2012). Hubungan berat badan janin dan paritas dengan kejadian ruptur
Sumber dan paritas dengan kejadian rutur perineum pada persalinan normal.pdf. Diakses 15 Desember 2014.
Sutikno, F.B. (2006). Aneka Tindakan Melahirkan. http:www.Tabloid.nikita. Diakses tanggal 9 Desember 2014.
Hamdani. (2011) , Hubungan antara lingkar kepala janin dengan terjadinya
laserasi perineum pada proses persalinan pada proses persalinan primigravida. Sumber:http://digilib.unimus.ac.id//piles//disk
1//117//jtptunimus-glg-ijjatulyaj-58432-baby.pdf. Diakses : 3 januari 2015
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN
Assalamualaikum Wr.Wb/Salam Sejahtera
Nama Saya Mardiana Sagala, sedang menjalani pendidikan di program D-IV
Pendidik Fakultas Keperawatan USU. Saya sedang melakukan penelitian yang
berjudul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya ruptur perineum pada
ibu bersalin di Klinik Bersalin Eka Kecamatanmedan Denai Tahun 2015”.
Peran bidan sangat penti