• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Hydraulic Retenton Time (HRT) Dan Recycle Sludge Pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Menggunakan Temperatur 45 °C

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Hydraulic Retenton Time (HRT) Dan Recycle Sludge Pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Menggunakan Temperatur 45 °C"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH HYDRAULIC RETENTON TIME (HRT) DAN

RECYCLE SLUDGE PADA PROSES ASIDOGENESIS

LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS)

MENGGUNAKAN TEMPERATUR 45 °C

SKRIPSI

Oleh

YOLA MELIDA

110405016

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGARUH HYDRAULIC RETENTON TIME (HRT) DAN

RECYCLE SLUDGE PADA PROSES ASIDOGENESIS

LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS)

MENGGUNAKAN TEMPERATUR 45 °C

SKRIPSI

Oleh

YOLA MELIDA

110405016

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:

PENGARUH

HYDRAULIC RETENTON TIME

(HRT) DAN

RECYCLE

SLUDGE

PADA PROSES ASIDOGENESIS

LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS)

MENGGUNAKAN TEMPERATUR 45 °C

Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.

Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Medan, Oktober 2015

(4)
(5)

iv

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “Pengaruh Hydraulic Retenton Time (HRT) Dan Recycle Sludge

Pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Menggunakan Temperatur 45 °C”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Hasil penelitian ini:

1. Memberikan informasi mengenai proses loading up dan variasi recycle sludge dalam proses digestasi anaerobik tahapan asidogenesis menggunakan temperatur 45 oC.

2. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan mengenai pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Eng. Ir. Irvan, M.Si. sebagai Ketua Departmen Teknik Kimia dan sebagai Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bantuan dalam pelaksanaan sidang.

2. Ibu Ir. Renita Manurung, M.T selaku Koordinator Penelitian Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Ir. Rosdanelli Hasibuan, MT dan Dr. Ir. Fatimah, MT selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

(6)

v

5. Kedua orang tua tercinta yang telah memberikan semangat, dorongan baik secara material maupun secara spiritual kepada penulis.

6. Rekan penelitian Intan Afrilia yang telah sabar dan membantu Penulis bekerja sama dalam menyelesaikan penelitian.

7. Rekan-rekan LPPM yaitu Bg Zoeliadi, Bg Dedy Anwar, Aidil Saputra, Ramlan, M. Darul Nafis, Rio Agung Prakoso, Ekuino Simanungkalit, Tri Putra Pasaribu, Khairul Fahmi, Endah Hutabarat, Christianto Sitio dan Muksalmina.

8. Teman-teman angkatan 2011 yang telah menemani Penulis dalam menempuh jalan menuju skripsi terutama, Ayu, Tika, Dania, Kherly, Piti, Yani dan Amin.

9. Teman-teman LETHGEN dan KAMMI TEKNIK yang selalu memberikan motivasi dan doa kepada penulis.

10. Seluruh Dosen/Staf Pengajar dan Pegawai Administrasi Departemen Teknik Kimia yang telah memberikan banyak ilmu yang berharga dan bantuan kepada penulis selama menjalankan perkuliahan.

11. Semua orang yang telah membantu penulis hingga penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat ditulis namanya satu per satu.

Penulis menyadari bahwa laporan hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Oktober 2015

(7)

vi

DEDIKASI

Skripsi ini saya persembahkan untuk : Bapak & Ibu tercinta

Bapak Donni Hendri dan Ibu Erlinda

Orang tua dengan seluruh perhatian, nasehat dan kasih sayang yang telah membesarkan dan mendidikku

hingga seperti saat ini.

Serta Kakak & Adik tersayang Ruri Soraya dan Ahmad Gani

Terima kasih atas pengorbanan, cinta kasih sayang dan do’a yang tak pernah putus selalu kalian

(8)

vii

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Yola Melida

NIM : 110405016

Tempat, tanggal lahir : Duri / 16 Mei 1993 Nama Orang Tua : Donni Hendri dan Erlinda Alamat Orang Tua:

Jalan Gajah Mada Pelita III No. 96 Sebanga, Kelurahan Titian Antui, Kecamatan Pinggir, Kota Duri, Riau.

Asal Sekolah:

 SD Negeri 04 Talang Mandi Duri tahun 1999–2005

 SMP S IT Mutiara Duri tahun 2005–2008

 SMA Negeri Plus Prop.Riau tahun 2008–2011 Beasiswa yang pernah diperoleh:

1. Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2012–2013 2. Beasiswa Kabupaten Bengkalis tahun 2011–2012

Pengalaman Organisasi/Kerja:

1. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Teknik USU periode 2014/2015 sebagai Sekretaris Umum

2. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USU periode 2014/2015 sebagai anggota Sosial dan Rohani

3. Covalen Study Group (CSG) periode 2013/2014 sebagai Ketua Keputrian 4. Anggota English Club FT USU tahun 2012-2013

5. Anggota USU Youth Rural Envoy tahun 2014

(9)

viii

ABSTRAK

Asidogenesis merupakan proses yang kompleks dimana mikroba anaerob bersama-sama mengurai senyawa organik menjadi asam organik molekul rendah berupa Volatile Fatty Acid (VFA) yang terdiri dari asam asetat, asam propionat dan asam butirat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pengaruh variasi HRT dan

recycle sludge serta mendapatkan rasio recycle sludge terbaik pada proses asidognesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada temperatur 45 oC. Fermentor yang digunakan yaitu CSTR dan laju pengadukan fermentor 150 rpm. Proses loading up dilakukan dengan variasi HRT yang dimulai dari HRT 20, 15, 10 dan 4 dengan pH 6 kemudian dilanjutkan dengan variasi recycle sludge yaitu pada 0, 15, 25, dan 35% dengan pH 6 dan HRT 4. Analisis yang dilakukan yaitu analisis TS, VS, TSS, VSS, COD dan VFA. Kondisi terbaik pada variasi recycle sludge dengan HRT 4 dicapai pada rasio recycle sludge 15% dengan konsentrasi VSS 9.467 mg/L dan reduksi VS tertinggi sebesar 27% serta memiliki reduksi COD tertinggi sebesar 49,58%.

(10)

ix

ABSTRACT

Acidogenesis is a complex process in which microbes decompose anaerobically together organic compounds into low molecular organic acids such as Volatile Fatty Acid (VFA) consisting of acetic acid, propionic acid and butyric acid. This study aims to get the effect of variations in HRT and recycle sludge and to obtain the best sludge recycle ratio on Palm Oil Mill Effluent (POME) acidogenesis process at a temperature of 45 oC. Fermenter used is CSTR fermentor and agitation rate of 150 rpm. Up the loading process is done by varying the starting HRT 20, 15, 10 and 4 to pH 6 and then proceed with the variation of the recycle sludge that is at 0, 15, 25, and 35% with a pH of 6 and HRT 4. Analysis conducted the analysis TS, VS, TSS, VSS, COD and VFA. The best conditions in the variation of the recycle sludge with HRT 4 achieved in the sludge recycle ratio of 15% with a VSS concentration of 9.467 mg / L and the highest VS reduction of 27% and has the highest COD reduction of 49.58%.

(11)

x

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN ii

PRAKATA iii

DEDIKASI v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP vi

ABSTRAK vii

ABSTRACT DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR SINGKATAN

viii ix xii xiv xv xvii BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG 1.2 PERUMUSAN MASALAH 1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

1 1 4 4 4 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS) 2.2 BIOGAS

2.3 PROSES PEMBUATAN BIOGAS 2.3.1 Hidrolisis

2.3.2 Asidogenesis 2.3.3 Asetogenesis 2.3.4 Metanogenesis

2.4 PEMILIHAN PROSES DIGESTASI ANAEROBIK DUA TAHAP

7 7 9 11 12 13 13 14

(12)

xi 2.4.1 Parameter Digestasi Anaerobik

2.4.1.1 Temperatur 2.4.1.2 Nilai pH 2.4.1.3 Nutrisi

2.4.1.4 Kecepatan Pengadukan

2.4.1.5 Hydraulic Retention Time (HRT) 2.4.1.6 Alkalinitas

2.7 ANALISA EKONOMI

16 16 17 17 18 18 19 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN 3.2 BAHAN DAN PERALATAN

3.2.1 Bahan-Bahan 3.2.2 Peralatan

3.2.2.1 Peralatan Utama 3.2.2.2 Peralatan Analisa

3.3 TAHAPAN PENELITIAN

3.3.1 Analisa Bahan Baku Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)

3.3.1.1 Analisis pH

3.3.1.2 Analisi M-Alkalinity 3.3.1.3 Analisis Total Solids (TS) 3.3.1.4 Analisis Volatile Solids (VS)

3.3.1.5 Analisis Total Suspended Solids (TSS) 3.3.1.6 Analisis Volatile Suspended Solids (VSS) 3.3.1.7 Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)

3.3.2 Loading Up dan Operasi Target 3.3.3 Recycle

3.3.4 Pengujian Sampel (Sampling) 3.4 JADWAL PENELITIAN

22 22 22 22 22 22 23 24 24 24 24 24 25 26 26 27 28 28 29 30 BAB IV PEMBAHASAN

4.1 KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT 4.2 HASIL PENELITIAN VARIASI HRT (PROSES LOADING UP)

(13)

xii

4.2.1 Pengaruh HRT terhadap Profil pH dan Alkalinitas 4.2.2 Pengaruh HRT terhadap Profil Pertumbuhan Mikroba 4.2.3 Pengaruh HRT terhadap Reduksi Chemical Oxygen

Demand (COD)

4.2.4 Pengaruh HRT terhadap Pembentukan Volatile Fatty Acid

(VFA)

4.2.5 Pengaruh HRT terhadap Rasio VFA/Alkalinitas 4.3 HASIL PENELITIAN VARIASI RECYCLE SLUDGE

4.3.1 Pengaruh recycle sludge terhadap Profil pH dan Alkalinitas

4.3.2 Pengaruh recycle sludge terhadap Profil Pertumbuhan Mikroba

4.3.3 Pengaruh recycle sludge terhadap Volatile SolidS (VS) 4.3.4 Pengaruh recycle sludge terhadap Reduksi Chemical

Oxygen Demand (COD)

32 33 35

36

37 38 38

40

42 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 46

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Diagram alir sederhana proses produksi minyak sawit

mentah termasuk limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS)

Gambar 2.2 Tahapan proses fermentasi metana Gambar 2.3 Proses Digestasi Anaerobik Dua Tahap Gambar 2.4 Konversi Total VFA menjadi Biogas Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan

Gambar 4.1 Pengaruh HRT terhadap Profil pH dan Alkalinitas Gambar 4.2 Pengaruh HRT terhadap Profil Pertumbuhan Mikroba Gambar 4.3 Pengaruh HRT terhadap Reduksi Chemical Oxygen

Demand (COD)

Gambar 4.4 Pengaruh HRT terhadap Pembentukan Volatile Fatty Acid (VFA)

Gambar 4.5 Pengaruh HRT terhadap Rasio VFA/Alkalinitas Gambar 4.6 Pengaruh Recycle Sludge terhadap Alkalinitas

Gambar 4.7 Pengaruh Recycle Sludge terhadap Rata-Rata Alkalinitas

Gambar 4.8 Pengaruh Recycle Sludge terhadap Konsentrasi VSS pada Operasi Target

Gambar 4.9 Pengaruh Recycle Sludge terhadap Rata-Rata VSS Gambar 4.10 Pengaruh Recycle Sludge terhadap Reduksi Volatile

Solid (VS) pada Operasi Target

Gambar 4.11 Pengaruh Recycle Sludge terhadap Rata-Rata Volatile Solid (VS)

Gambar 4.12 Pengaruh Recycle Sludge terhadap Reduksi Chemical Oxygen Demand (COD)

Gambar A.1 Rangkaian Peralatan

Gambar A.2 Flowchart Prosedur Analisis pH

7

12 15 20 21 33 34 35

36

37 39 39

41

41 42

43

44

(15)

xiv

Gambar A.3 Flowchart Prosedur Analisis M-Alkalinity

Gambar A.4 Flowchart Prosedur Analisis Total Solids (TS) Gambar A.5 Flowchart Prosedur Analisis Volatile Solids (VS) Gambar A.6 Flowchart Prosedur Analisis Total Suspended Solids

(TSS)

Gambar A.7 Flowchart Prosedur Analisis Volaite Suspended Solids

(VSS)

Gambar A.8 Flowchart Prosedur Analisis Chemical Oxygen Demand

(COD)

Gambar A.9 Flowchart Prosedur Analisis Loading Up dan Operasi Target

Gambar A.10 Flowchart Prosedur Recycle

Gambar D.1 Tangki Umpan Gambar D.2 Fermentor

Gambar D.3 Botol Keluaran Fermentor (Discharge) Gambar D.4 Botol Penampung Biogas (Gas Collector) Gambar D.5 Gas Meter

Gambar D.6 Rangkaian Peralatan

Gambar D.7 Peralatan Analisis M-Alkalinity

Gambar D.8 Detecting Tube Hasil Analisis Gas H2S dan CO2

Gambar D.9 Peralatan Analisis Padatan Tersuspensi

Gambar D.10 Peralatan Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) Gambar D.11 Timbangan Analitik

Gambar D.12 Desikator Gambar D.13 Oven Gambar D.14 Furnace

57 58 59 60

61

62

63

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Potensi Sumber Daya Energi Baru Terbarukan Tabel 1.2 Rangkuman Hasil Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Tabel 2.2 Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Minyak Sawit Tabel 2.3 Karakteristik Biogas

Tabel 2.4 Perbandingan Nilai Kalori dan Kesetaraan Biogas dengan Sumber Energi Lain

Tabel 2.5 Kebutuhan Nutrisi Mikroba

Tabel 2.6 Volume Pembentukan Biogas dari Jumlah VFA yang Terbentuk

Tabel 3.1 Jadwal Analisis Influent dan Effluent

Tabel 3.2 Jenis Kegiatan dan Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tabel 4.1 Karakteristik LCPKS dari PKS Adolina PTPN IV

Tabel B.1 Hasil Analisis Karakteristik LCPKS dari PTPN IV PKS Adolina

Tabel B.2 Data Hasil Analisa pH, Alkalinitas, TS, VS, TSS dan VSS pada Variasi Hydraulic Retention Time (HRT)

Tabel B.3 Data Hasil Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) pada Variasi Hydraulic Retention Time (HRT)

Tabel B.4 Data Hasil Analisis Pembentukan Volatile Fatty Acid

(VFA) pada Variasi Hydraulic Retention Time (HRT) Tabel B.5 D Data Hasil Analisa pH, Alkalinitas, TS, VS, TSS dan

VSS pada Variasi Recycle Sludge

Tabel B.6 Data Hasil Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) pada Variasi Recycle Sludge

2 3 8 9 10 10

18 20

29 30 31 65

65

67

67

67

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman LAMPIRAN A METODOLOGI PENELITIAN

A.1 LOKASI PENELITIAN A.2 BAHAN DAN PERALATAN

A.2.1 Bahan-Bahan A.2.2 Peralatan

A.3 FLOWCHART PROSEDUR PENELITIAN A.3.1 Flowchart Prosedur Analisis pH

A.3.2 Flowchart Prosedur Analisis M-Alkalinity

A.3.3 Flowchart Prosedur Analisis Total Solids (TS) A.3.4 Flowchart Prosedur Analisis Volatile Solids (VS)

A.3.5 Flowchart Prosedur Analisis Total Suspended Solids

(TSS)

A.3.6 Flowchart Prosedur Analisis Volaite Suspended Solids

(VSS)

A.3.7 Flowchart Prosedur Analisis Chemical Oxygen Demand

(COD)

A.3.8 Flowchart Prosedur Analisis Loading Up dan Operasi Target

A.3.9 Flowchart Prosedur Recycle

53 53 53 53 53 56 56 57 58 59

60

61

62

63 64 LAMPIRAN B DATA HASIL ANALISIS

B.1 KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

B.2 DATA HASIL PENELITIAN

B.2.1 Data Hasil Penelitian pada Variasi Hydraulic Retention Time (HRT)

B.2.2 Data Hasil Penelitian pada Variasi Recycle Sludge

65

65 65

65 67 LAMPIRAN C CONTOH PERHITUNGAN

C.1 PERHITUNGAN REDUKSI COD C.2 PERHITUNGAN STANDAR DEVIASI

(18)

xvii

LAMPIRAN D DOKUMENTASI 71

LAMPIRAN E HASIL UJI LABORATORIUM

E.1 HASIL UJI LABORATORIUM UNTUK ANALISIS LEMAK DALAM LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS) E.2 HASIL UJI LABORATORIUM UNTUK ANALISIS PROTEIN DALAM LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS) E.3 HASIL UJI LABORATORIUM UNTUK ANALISIS

KARBOHIDRAT DALAM LIMBAH CAIR PABRIK

KELAPA SAWIT (LCPKS)

E.4 HASIL UJI LABORATORIUM UNTUK ANALISIS

VOLATILE FATTY ACID (VFA)

76

76

77

77

(19)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

BOD COD CPO CSTR HRT LCPKS MLSS OLR PKS POME SBR SCABR TBS TCOD TKS TN TS TSS UASB VFA VS VSS

Biological Oxygen Demand Chemical Oxygen Demand Crude Palm Oil

Continous Stirred Tank Reactor Hydraulic Retention Time

Limbah CairPabrik Kelapa Sawit

Mix Liquor Suspended Solid Organic Loading Rate

Pabrik Kelapa Sawit

Palm Oil Mill Effluent Sequencing Batch Reactor

Suspended Closed Anaerobic Bioreactor

Tandan Buah segar

Total Chemical Oxygen Demand

Tandan Kosong Sawit Total Nitrogen

Total Solids

Total Suspended Solids

Upflow Anaerobic Sludge Bed Volatile Fatty Acid

Volatile Solids

(20)

viii

ABSTRAK

Asidogenesis merupakan proses yang kompleks dimana mikroba anaerob bersama-sama mengurai senyawa organik menjadi asam organik molekul rendah berupa Volatile Fatty Acid (VFA) yang terdiri dari asam asetat, asam propionat dan asam butirat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pengaruh variasi HRT dan

recycle sludge serta mendapatkan rasio recycle sludge terbaik pada proses asidognesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada temperatur 45 oC. Fermentor yang digunakan yaitu CSTR dan laju pengadukan fermentor 150 rpm. Proses loading up dilakukan dengan variasi HRT yang dimulai dari HRT 20, 15, 10 dan 4 dengan pH 6 kemudian dilanjutkan dengan variasi recycle sludge yaitu pada 0, 15, 25, dan 35% dengan pH 6 dan HRT 4. Analisis yang dilakukan yaitu analisis TS, VS, TSS, VSS, COD dan VFA. Kondisi terbaik pada variasi recycle sludge dengan HRT 4 dicapai pada rasio recycle sludge 15% dengan konsentrasi VSS 9.467 mg/L dan reduksi VS tertinggi sebesar 27% serta memiliki reduksi COD tertinggi sebesar 49,58%.

(21)

ix

ABSTRACT

Acidogenesis is a complex process in which microbes decompose anaerobically together organic compounds into low molecular organic acids such as Volatile Fatty Acid (VFA) consisting of acetic acid, propionic acid and butyric acid. This study aims to get the effect of variations in HRT and recycle sludge and to obtain the best sludge recycle ratio on Palm Oil Mill Effluent (POME) acidogenesis process at a temperature of 45 oC. Fermenter used is CSTR fermentor and agitation rate of 150 rpm. Up the loading process is done by varying the starting HRT 20, 15, 10 and 4 to pH 6 and then proceed with the variation of the recycle sludge that is at 0, 15, 25, and 35% with a pH of 6 and HRT 4. Analysis conducted the analysis TS, VS, TSS, VSS, COD and VFA. The best conditions in the variation of the recycle sludge with HRT 4 achieved in the sludge recycle ratio of 15% with a VSS concentration of 9.467 mg / L and the highest VS reduction of 27% and has the highest COD reduction of 49.58%.

(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Saat ini Indonesia merupakan produsen minyak sawit pertama dunia. Namun demikian, industri pengolahan kelapa sawit menyebabkan permasalahan lingkungan yang perlu mendapat perhatian, antara lain adalah mesokarp, serat, tempurung, tandan kosong kelapa sawit, dan palm oil mill effluent atau limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) [1]. LCPKS merupakan limbah cair yang dibuang dari pabrik kelapa sawit sebagai cairan coklat kental pada suhu antara 80 oC dan 90 oC dengan pH antara 4 dan 5. Ini merupakan kombinasi dari air limbah yang dihasilkan dan dibuang dari sterilisasi kondensat (36% dari total LCPKS), air limbah klarifikasi (60% dari total LCPKS) dan air limbah hidrosiklon (hampir 4% dari total LCPKS) [2].

Namun, di sisi lain kandungan organik pada LCPKS sangat tinggi dengan kandungan BOD sebesar 25.000 – 65.714 dan COD sebesar 44.300 – 102.696, sehingga membuat LCPKS menjadi sumber yang baik untuk menghasilkan gas metana melalui proses anaerobik. Selain itu, LCPKS juga mengandung konstituen biodegradable

dengan rasio BOD / COD sebesar 0,5 dan ini berarti bahwa LCPKS dapat diurai dengan mudah menggunakan cara biologis [3]. Perhatian pada menipisnya bahan bakar fosil telah menyebabkan peningkatan kegiatan penelitian pada pengembangan energi terbarukan seperti produksi biogas. LCPKS sebagai limbah dengan kandungan karbon organik tinggi menjadi sumber yang menjanjikan untuk produksi biogas dan berpotensi menaikkan sektor energi terbarukan [4].

(23)

2

Indonesia memiliki potensi sumber daya energi baru terbarukan yang sangat beragam selain sumber energi fosil, seperti yang terlampir pada Tabel 1.1 berikut.

Tabel 1.1 Potensi Sumber Daya Energi Baru Terbarukan [5]

No Energi Baru Terbarukan Sumber Daya

1 Tenaga Air 75.091 MW

2 Panas Bumi 29.164 MW

3 Mini/Mikro Hydro 769,69 MW

4 Biomasa 49.810 MW

5 Tenaga Surya 4,80 kWh/m2/day

6 Tenaga Angin 3 – 6 m/s

7 Bahan Bakar Nabati 161,5 juta SBM

8 Biogas 2,3 juta SBM

9 Sampah Kota 1.872 MW

10 Uranium 3.000 MW

Biogas adalah campuran beberapa gas yang merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerobik, yang terdiri dari campuran metana (50-75%), CO2 (25-45%), dan sejumlah kecil H2, N2, dan H2S [1]. Salah satu faktor yang penting

yang harus diperhatikan dalam proses fermentasi untuk menghasilkan biogas pada digester anaerob adalah temperatur yang digunakan untuk memanaskan digester [6].

Proses fermentasi anaerobik adalah proses yang kompleks yang mengalami empat fase: hidrolisis, asidogenesis - fase pengasaman, asetogenesis, metanogenesis. Terlibat dalam konversi biokimia dari H2 dan CO2 menjadi metana dan asetat menjadi

metana dan CO2 [7]. Dalam setiap langkah dari proses, produksi gas dan laju

dekomposisi bahan organik dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti suhu, pH, waktu retensi hidrolik (HRT) dan konsentrasi substrat [8].

Untuk meningkatkan laju dekomposisi COD, salah satu caranya yaitu dengan melakukan recycle sludge atau pengembalian lumpur dari digester ke reaktor. Selain itu,

recycle sludge juga digunakan untuk mendapatkan kembali mikroba pengurai yang sudah familiar dengan kondisi reaktor. Berdasarkan penelitian Sulaiman (2009) proses

(24)

3

rate) 6,0 kg COD m3/hari di mana konsentrasi VFA dalam digester menunjukkan peningkatan [9].

Hasil keluaran tahap asidogenesis adalah asam-asam lemak volatil seperti asam asetat, asam propionat dan asam butirat. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa proses metanogenesis dipengaruhi oleh propionat ketika konsentrasi propionat sebanyak 1500-2220 mg/L. Degradasi propionat menjadi asetat dianggap sebagai salah satu langkah laju pembatas dalam sistem pencernaan anaerobik. Selanjutnya konsentrasi propionat yang tinggi (> 3000 mg/L) dapat menghentikan proses fermentasi [10]. Oleh sebab itu penelitian ini penting dilakukan untuk melihat pengaruh rasio recycle sludge

terhadap proses asidognesis LCPKS.

Berikut ini beberapa penelitian terdahuluyang telah dilakukan untuk menguraikan LCPKS pada proses asidogesis diantaranya ditunjukkan oleh Tabel 1.2 berikut ini:

Tabel 1.2 Rangkuman Hasil Penelitian Terdahulu

Peneliti (Tahun) Metode Penelitian Hasil Penelitian

Bambang Trisakti, Veronica Manalu, Irvan, Taslim, Muhammad Turmuzi (2015) [11]

Menggunakan reaktor Continous Stirred Tank Reactor dengan volume 2 liter untuk menguraikan POME variasi HRT menggunakan HRT 6,7; 5 dan 4 hari dengan laju pengadukan 50 rpm, pH 6 dan temperatur ruangan, sedangkan variasi pH menggunakan pH 5; 5,5; 6, dengan laju pengadukan 100-110 rpm pada temperatur 55°C

Hasil terbaik didapatkan pada HRT 4 dengan konsentrasi mikroba 20.62 mg VSS/L dan pengurangan COD sebesar 15.7%. Konsentrasi VFA maksimum (5.622,72 mg/L) pada HRT 4 hari dan pH 6.

Maneerat Khemkhao, Boonyarit Nuntakumjorn, Somkiet Techkarnjanaruk, Chantaraporn Phalakornkule (2012) [12]

Menggunakan reaktor Upflow Anaerobic Sludge Bed (UASB) dengan volume 5,3 liter untuk menguraikan POME dengan OLR antara 2.2 dan 9.5 g COD/L.hari. Dioperasikan pada suhu 37oC, 42oC, 47oC, 52oC dan 57oC dengan HRT 2 sebanyak 123 hari.

Penurunan COD efisiensi berkisar antara 76 dan 86%. Total VFA tertinggi diperoleh pada hari ke 94 dengan suhu 57 oC sebanyak 4.400 mg CH3COOH/L. Suhu

termofilik 57 oC ditemukan lebih cocok untuk diversifikasi hidrolitik dan asidogenik.

Tjandra Setiadi, Husaini and Asis Djajadiningrat. (1996) [13]

Menggunakan Anaerobic Baffled reactor dengan volume 5 liter untuk penguraian POME pada suhu 35oC. Dioperasikan pada HRT 4 selama 80

Efisiensi penurunan COD tertinggi pada rasio recycle 25% yaitu 84.6%. untuk rasio recycle

(25)

4

hari dengan variasi recycle 5, 10, 15, 20 dan 25%.

penanganan pH agar tidak ebih besar dari 6.8.

Yi Jing Chan, Mei Fong Chong, Chung Lim Law (2015) [14]

Menggunakan Sequencing Batch Reactor (SBR) dengan volume 2 liter untuk menguraikan POME pada suhu 50oC. waktu operasi divariasikan dengan MLSS 18.000, 21.000, 24.000, 27.000 dan 30.000 mg/L serta OLR 1.5, 2.5 dan 3.5 dan COD/L.day. HRT 4 hari.

Efisiensi penurunan COD, BOD dan TSS optimal hingga 86%, 87% dan 89% pada konsentrasi MLSS 27.000 mg/L dan OLR 2.5 g COD/L.day

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dapat dilihat bahwa proses asidogenesis dapat dilangsungkan pada keadaan mesofilik [13] dan termofilik [12], namun juga dapat dilakukan pada temperatur intermediet 45oC [15]. Menurut penelitian Bambang Trisakti [11] HRT terbaik untuk proses ini adalah 4 hari pada temperatur 55 oC . Sedangkan menurut Tjandra Setiadi [13] rasio recycle slugde terbaik untuk proses digestasi anaerobik cenderung meningkat dengan meningkatnya rasio recycle (25%) pada temperatur 35oC.

Oleh karena itu perlu dikaji pengaruh variasi HRT dan pengaruh variasi rasio

recycle sludge terhadap proses asidogenesis LCPKS pada temperatur 45°C.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan pengaruh variasi HRT dan mendapatkan HRT target untuk proses asidognesis LCPKS pada temperatur 45 oC.

2. Mendapatkan pengaruh recycle sludge dan rasio recycle sludge terbaik pada proses asidognesis LCPKS pada temperatur 45 oC.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini antara lain yaitu :

(26)

5

2. Memberikan informasi mengenai pengaruh recycle sludge dan rasio recycle sludge terbaik pada proses asidognesis LCPKS pada temperatur 45 oC.

3. Memberikan informasi bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian sejenis atau yang berhubungan.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian dilakukan dengan proses asidogenesis digestasi anaerobik menggunakan digester jenis Continous Stirred Tank Reactor (CSTR) recycle sludge dan tanpa recycle sludge dengan volume umpan 2 liter. Adapun variabel-variabel dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel konstan:

a. Starter yang digunakan berasal dari hasil olahan penelitian sebelumnya yaitu

proses digestasi anaerobik tahapan asidogenesis, dimana starter yang

digunakan paling awal berasal dari kolam pengasaman Pabrik Kelapa Sawit

Torgamba PTPN III.

b. Jenis bahan baku atau umpan yang digunakan : Limbah cair kelapa sawit dari Pabrik Kelapa Sawit Adolina PTPN IV.

c. Kecepatan pengadukan tangki umpan : 250 rpm. d. Kecepatan pengadukan fermentor : 150 rpm. e. Temperatur fermentor 45oC.

f. pH : 6

2. Variabel divariasikan:

a. HRT dari fermentor yaitu : 20; 15; 10 dan 4 hari

b. Perlakuan non-recyclesludge dan recycle sludge pada effluent dari fermentor : 0%, 15%, 25% dan 35% .

Analisis yang akan dilakukan di dalam penelitian ini meliputi analisis pada bahan baku yang digunakan yaitu LCPKS dengan influent limbah dan effluent limbah. Adapun analisis cairan ini terdiri dari :

1. Pengontrolan pH

(27)

6

3. Analisis kadar total solid (TS) (Metode Analisis Proksimat) 4. Analisis volatile solid (VS) (Metode Analisis Proksimat)

5. Analisis kadar total suspended solid (TSS) (Metode Analisis Proksimat) 6. Analisis volatile suspended solid (VSS) (Metode Analisis Proksimat) 7. Analisis COD (Chemical Oxygen Demand) (Metode Open Reflux) 8. Analisis volatile fatty acid (VFA) (Metode Kromatografi)

Adapun analisis gas dilakukan jika pada penelitian ada terbentuk gas yaitu gas CO2, H2S dan CH4.

(28)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS)

Indonesia memproduksi minyak sawit mentah (CPO) sebesar hampir 33 juta metrik ton sawit di 2014/2015 karena tambahan 300.000 hektar perkebunan pindah ke buah usia bantalan. Total luas panen kelapa sawit Indonesia diperkirakan akan mencapai 8,4 juta hektar di tahun ini [16].

Proses untuk mengekstrak minyak sawit membutuhkan sejumlah besar air untuk uap sterilisasi tandan buah sawit dan mengklarifikasi minyak yang diekstraksi. Pabrik-pabrik kelapa sawit juga memerlukan sejumlah besar air untuk operasi dan debit dalam jumlah besar air limbah atau limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS). Gambar 2.1 berikut merupakan diagram alir proses ekstraksi minyak sawit pada industri kelapa sawit, dilengkapi dengan limbah yang dihasilkan beserta sumber limbahnya.

(29)

8

Dalam satu ton buah kelapa sawit sekitar 0,87 m3 LCPKS dihasilkan atau 3,7 ton limbah per ton minyak yang dihasilkan. Pabrik kelapa sawit juga menghasilkan sejumlah besar limbah padatan seperti tandan kosong buah (TKS) (23%), serat mesocarp (12%) dan shell (5%) untuk setiap ton tandan buah segar (TBS) yang diproses [18].

LCPKS berwarna kecoklatan, berbentuk bubur, kental, asam dan mengandung minyak dan lemak yang tinggi. Karakteristik LCPKS dan TKS yang ditunjukkan pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

Parameter Satuan Nilai Referensi

Ph – 4 – 5 [19]

Suhu °C 47 [20]

Biochemical Oxygen Demand (BOD) mg/l 25.000 – 65.714 [19]

Chemical Oxygen Demand (COD) mg/l 44.300 – 102.696 [19]

Soluble Chemical Oxygen Demand

(SCOD)

mg/l 22.000 – 32.400 [21]

Total Chemical Oxygen Demand

(TCOD)

mg/l 54.100 – 94.300 [21]

Total Solids (TS) mg/l 40,500 – 72,058 [19]

Total Suspended Solids (TSS) mg/l 16,000 – 32,000 [21]

Volatile Solids (VS) mg/l 34,000 – 49,300 [19]

Volatile Suspended Solids (VSS) mg/l 15,200 – 30,600 [21]

Minyak dan Lemak mg/l 4.000 – 9.341 [19]

Total nitrogen (TN) mg/l 750 – 770 [19]

Ammoniacal nitrogen(NH3–N) mg/l 35 – 103 [19]

Total P mg/l 628 – 2,370 [22]

Total K mg/l 260 – 400 [23]

Total Ca mg/l 1.000 – 2.000 [23]

Total Mg mg/l 250 – 350 [23]

Volatile Fatty Acid / VFA (CH3COOH) mg/l 3540 [20]

Limbah LCPKS ini, jika tidak dibuang dengan benar, akan memiliki dampak negatif yang besar terhadap lingkungan sekitar. Beberapa peneliti menyoroti bahwa membuang LCPKS tanpa pengolahan yang memadai di kolam terbuka menyebabkan degradasi lingkungan dan emisi gas rumah kaca yang tinggi [17].

(30)

9

Tabel 2.2 Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Minyak Sawit [24]

Parameter Kadar Maksimum

(mg/l)

Beban Pencemaran Maksimum (kg/ton)

BOD5 250 1,5

COD 500 3,0

TSS 300 1,8

Minyak dan Lemak 30 0,18

Amonia Total (sebagai NH3-N) 20 0,12

pH 6,0 – 9,0

Debit Limbah Maksimum 6 m3 ton bahan baku

Perhatian pada menipisnya bahan bakar fosil telah menyebabkan peningkatan kegiatan penelitian pada pengembangan energi terbarukan seperti produksi biogas dari limbah untuk pembangkit listrik yang berkelanjutan. LCPKS menjadi limbah dengan kandungan karbon organik yang tinggi telah menjadi sumber yang menjanjikan untuk produksi biogas dan berpotensi menaikkan sektor energi terbarukan .

2.2 BIOGAS

Biogas adalah gas digester yang timbul dari aktivitas bakteri anaerob metanogen yang menguraikan bahan organik [25]. Biogas yang diperoleh dapat digunakan dalam berbagai bidang ekonomi, terutama dalam proses teknologi dan untuk tujuan rekayasa listrik, termasuk yang berikut :

1. Produksi energi panas di boiler gas dan produksi energi panas dan listrik dalam satuan terkait - (dari 1 m3 biogas - dalam produksi terkait energi 2.1 kWh energi listrik dan 2,9 kWh panas diperoleh);

2. Produksi energi listrik di percikan - pengapian atau turbin mesin;

3. Menggunakan gas yang diperoleh sebagai bahan bakar dalam mesin motor-mobil; 4. Menggunakan gas yang diperoleh dalam berbagai proses teknologi, misalnya dalam

produksi methanol [7].

(31)

10

Tabel 2.3 Karakteristik Biogas

Parameter Komposisi Referensi

Metana (CH4) 50 – 60% [26]

Karbon dioksida (CO2) 38 – 48% [26]

Nitrogen (N2) 0,4 – 1,2% [27]

Oksigen (O2) 0 – 0,4% [27]

Hidrogen Sulfida (H2S) 0,02 – 0,4% [27]

Kandungan Energi 6,0 – 6,5 kWh/m3 [28]

Kesetaraan Bahan Bakar

0,60 – 0,65 liter minyak/m3 udara [28]

Batas Ledakan 6 – 12% biogas di udara [28]

Temperatur Nyala 650 – 750 °C [28]

Tekanan Kritis 75 – 89 bar [28]

Temperatur Kritis –82,5 °C [28]

Densitas Normal 1,2 kg/m3 [28]

Massa Molar 16,043 kg/kmol-1 [28]

Kandungan energi biogas tergantung langsung pada isi metana. Semakin tinggi kandungan zat mudah terurai seperti lemak dan pati yang akan difermentasi, substrat yang lebih tinggi akan menjadi output gas. Sebuah meter kubik gas metana memiliki kandungan energi hampir sepuluh jam kilowatt (9,97 kWh). Jika kandungan metana akan berjumlah 60% kandungan energi total dari satu meter kubik biogas sekitar enam kWh, nilai kalor akan sesuai kira-kira 0,6 liter bahan bakar minyak [25].

Efisiensi rata-rata pencernaan metana mencapai sekitar 0,24 m3 metana dari 1 kg bahan organik kering. 1 m3 biogas dari 26 MJ nilai kalori dapat menggantikan 0,77 m3 gas alam dari nilai kalori 33,5 MJ, 1,1 kg batubara keras nilai kalori 23,4 MJ atau 2 kg kayu bakar dari 13,3 MJ nilai kalori [7]. Tabel 2.4 berikut merupakan perbandingan nilai kalori dan kesetaraan biogas dengan sumber energi lain.

Tabel 2.4 Perbandingan Nilai Kalori dan Kesetaraan Biogas dengan Sumber Energi Lain [7],[18].

No Bahan Bakar Nilai Kalori (kJ) Nilai Kesetaraan

1 Biogas 15000 1 m3

2 Gas alam 33500 0.77 m3

3 Batubara 23400 1.1 kg

4 Minyak tanah 8000 0.62 liter

(32)

11

bakteri metana

hidrolisis

fosforilas i

β-oksidasi

bakteri metana

bakteri metana

hidrolisis deaminasi bakteri metana

2.3 PROSES PEMBUATAN BIOGAS

Proses pencernaan anaerobik terdiri dari hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis, dan tahap metanogenesis, dan setiap tahap merupakan fungsi dari kondisi metabolik dari berbagai mikroorganisme [29]. Langkah-langkah degradasi individu dilakukan oleh berbagai mikroorganisme, yang memiliki kebutuhan yang berbeda pada lingkungan. Mikroorganisme hidrolisis dan fermentasi seperti Clostridia, dan Bifidobacteria

bertanggung jawab untuk awal serangan terhadap polimer dan monomer dan menghasilkan terutama asetat, hidrogen dan volatile lemak asam seperti propionat dan butirat dalam jumlah yang bervariasi [30].

Proses fermentasi memerlukan waktu 7 sampai 10 hari untuk menghasilkan biogas dengan suhu optimum 35 oC dan pH optimum pada range 6,4 – 7,9 [31]. Pada akhir rantai degradasi, dua kelompok bakteri metanogen menghasilkan metana dari asetat atau hidrogen dan karbon dioksida. Bakteri ini adalah jenis anaerob yang memerlukan potensial redoks yang lebih rendah untuk pertumbuhannya daripada kebanyakan bakteri anaerobik lainnya. Hanya sedikit spesies yang mampu mendegradasi asetat ke CH4 dan CO2, misalnya, Methanosarcina barkeri, Metanonococcus mazei, dan

Methanotrix soehngenii, sedangkan semua bakteri metanogen dapat menggunakan hidrogen untuk membentuk metana [30].

Reaksi pembentukan metana dari bahan – bahan organik yang dapat terdegradasi dengan bantuan enzim maupun bakteri dapat dilihat sebagai berikut [31]:

 polisakarida glukosa asam asetat CH4+CO2+H2 (2.1)

gliserol asam asetat CH4+CO2+H2 (2.2)

 lemak asam lemak asam asetat CH4+CO2+H2 (2.3)

 protein asam amin asam asetat CH4+CO2+H2 (2.4)

(33)

12

[image:33.612.147.505.133.423.2]

Empat tahapan proses digestasi anaerobik yaitu hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis dan metanogenesis dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut.

Gambar 2.2 Tahapan proses fermentasi metana [7].

2.3.1 Hidrolisis

Degradasi bahan organik diawali dengan tahapan penguraian secara enzimatik

bahan organik dengan berat molekul besar (berantai panjang) sebagai sumber energi

bagi sel dan sumber karbon. Sejumlah a-glycosidic carbohydrates, seperti zat tepung,

sukrosa, glikogen dan amilase terhidrolisis oleh enzim amilase yang dihasilkan oleh

mikroorganisme. Enzim ini merusak polisakarida dengan memutus ikatan rantai

glycosidic menjadi disakarida yang kemudian oleh enzim glikosidase diuraikan menjadi

monosakarida. Sedangkan protein akan di hidrolisis oleh enzim protease dan peptidase,

kedua enzim ini sebagian bersumber dari dinding sel mikroorganisme dan sebagian lagi

terdapat bebas dalam reaktor [32].

Polimers, proteins, carbohydrates, lipids

Acetic acid

HYDROLYSIS

Monomeres, oligomeres, aminoacids, sugars, long-chain fatty acids

Fatty acids (propionic, butylic, valeric and others), alcohols ACIDOGENESIS

ACETOGENESIS

H2

METHANOGENESIS

(34)

13

selulosa air glukosa

Reaksi hidrolisis dapat dilihat seperti dibawah ini [31]: (C6H10O5)n (s) + n H2O(l) n C6H12O6 (2.5)

2.3.2 Asidogenesis

Asam amino, gula dan asam lemak yang dihasilkan proses hidrolisis selanjutnya difermentasi menjadi asam lemak volatile (asam asetat, asam propionat, asam butirat). Konsentrasi total asam volatil terbentuk dapat meningkat dengan adanya kenaikan nilai pembebanan organik dan keberadaan toksik [33].

Asidogenesis mungkin dua-arah karena efek dari berbagai populasi mikroorganisme. Proses ini dapat dibagi menjadi dua jenis: Hidrogenasi dan dehidrogenasi. Jalur dasar transformasi melewati asetat, CO2 dan H2, sedangkan produk

asidogenesis lainnya memainkan peran signifikan. Produk baru tidak boleh digunakan secara langsung oleh bakteri metanogen dan harus diubah oleh bakteri wajib memproduksi hidrogen dalam proses yang disebut asetogenesis. Diantara produk dari asidogenesis, amonia dan hidrogen sulfida yang memberikan bau yang tidak menyenangkan. Bakteri asam anaerob fakultatif yang digunakan sebagai berikut:

Pseudomonas, Bacillus, Clostridium, Micrococcus atau Flavobacterium [7]. Reaksi asidogenesis dapat di lihat di bawah ini [34]:

C6H12O6 CH3CH2CH2COOH + 2 CO2 + 2 H2 (2.6)

Glukosa asam butirat

C6H12O6 + 2 H2 CH3CH2COOH + 2 H2O (2.7)

Glukosa asam propionat

2.3.3 Asetogenesis

Tahap berikutnya asetogenesis, permintaan biologis oksigen (BOD) dan kebutuhan oksigen kimia (COD) berkurang melalui jalur ini. Asetogenesis terjadi melalui fermentasi karbohidrat, di mana asetat merupakan produk utama, dan proses metabolisme lainnya. Hasilnya adalah kombinasi dari asetat, CO2, dan H2. Peran

(35)

14

Asam lemak rantai panjang, terbentuk dari hidrolisis lipid, yang teroksidasi menjadi asetat atau propionat dan gas hidrogen terbentuk. Dalam kondisi standar, dengan adanya hidrogen dalam larutan dapat menghambat oksidasi.

Reaksi penting lainnya dalam tahap asetogenesis melibatkan konversi glukosa (2.8), etanol (2.9) dan bikarbonat (2.10) menjadi asetat, yaitu :

C6H12O6 + 2H2O ↔ 2CH3COOH + 2 CO2 + 4H2 (2.8)

CH3CH2OH + 2H2O ↔ CH3COO- + 2H2 +H+ (2.9)

2HCO3- + 4H2+ H+ ↔ CH3COO- + 4H2O (2.10)

Transisi dari substrat bahan organik menjadi asam organik dalam tahap pembentukan asam menyebabkan pH sistem drop. Hal ini menguntungkan bagi bakteri

acidogenic dan acetagenic yang lebih memilih lingkungan yang sedikit asam, dengan pH 4,5-5,5, dan kurang sensitif terhadap perubahan dalam aliran umpan yang masuk, tetapi bermasalah bagi bakteri yang terlibat dalam tahap berikutnya metanogenesis [35].

2.3.4 Metanogenesis

Proses ini sangat penting dalam digester anaerob. Selama proses metanogenesis karbondioksida direduksi menjadi metana dan air, asetat dikonversi menjadi metana dan karbondioksida. Bakteri penghasil metana antara lain Methanococcus, Methanobacteria, dan Methanosarcina. Kebanyakan bakteri metanogen bersifat mesofilik dengan kisaran suhu optimum 20oC - 40oC, namun bakteri metanogen juga dapat ditemui pada suhu termofilik. Bakteri ini akan membentuk gas CH4 dan CO2 dari gas H2, CO2 dan asam

asetat yang dihasilkan pada tahap pengasaman [36]. CH3COOH → CH4 + CO2 (2.11)

(methane)

2 H2 + CO2→ CH4 + 2 H2O (2.12)

(methane)

2.4 PEMILIHAN PROSES DIGESTASI ANAEROBIK DUA TAHAP

Proses dekomposisi bahan organik dengan sistem anaerobik akan dihasilkan

biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi substitusi (bukan sumber energi

(36)

15

itu sendiri. Pada sistem anaerobik ini terdapat dua kelompok besar mikroorganisme yang

bekerja yaitu bakteri pembentuk asam dan bakteri pembentuk metan. Kedua bakteri ini

memiliki kemampuan duplikasi yang sangat berbeda dan sangat kontradiksi. Dengan

menggunakan sistem anaerobik, permasalahan ini dapat diatasi karena sistem ini

mempunyai kemampuan penyangga pH (buffer) terhadap tingkat keasaman dengan

adanya alkalinitas sebagai reaksi adanya komponen bikarbonat dan hidroksida dalam

reaktor [32].

Pembentukan biogas lebih besar pada proses fermentasi 2 tahap disebabkan

karena adanya proses hidrolisa terlebih dahulu yang merupakan proses degradasi

senyawa kompleks yaitu polisakarida menjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu

disakarida dan monosakarida sehingga akan mempermudah proses pembentukan asam

oleh bakteri asetogenik dan juga proses pembentukan metan oleh bakteri metanogenesis.

Proses tersebut tidak akan dijumpai pada fermentasi 1 tahap, sehingga akan terjadi

pembentukan asam yang terlalu cepat. Pembentukan asam yang terlalu cepat ini

menyebabkan banyaknya bakteri metanogenesis yang mati karena tidak tahan dengan

suasana asam [36]. Proses digestasi anaerobik dua tahap dapat digambarkan sebagai

[image:36.612.189.463.451.658.2]

berikut:

(37)

16

Pengembangan reaktor tingkat tinggi didasarkan pada imobilisasi dari biomassa dalam sistem pengolahan air limbah yang meningkatkan tingkat degradasi sistem pengolahan anaerobik dengan mengurangi waktu retensi. Kelemahan dari sistem ini adalah bahwa sistem biasanya cocok untuk aliran air limbah encer, yang mengandung sekitar 3% total suspensi padatan dengan ukuran partikel kurang dari 0,75 mm. Ini berarti bahwa substrat dengan kandungan padatan tinggi harus dilarutkan sebelum dapat diperkenalkan ke sistem tingkat tinggi ini. Oleh karena itu, sistem dua fasa yang diperlukan dalam rangka untuk mencapai pencernaan yang cepat dan operasi lebih stabil dan kapasitas beban organik yang lebih tinggi. Namun, hanya ada pemeriksaan yang sangat sedikit pada penerapan substrat dengan kandungan total padatan yang tinggi dalam proses dua tahap [22].

2.4.1 Parameter Digestasi Anaerobik

Keberhasilan dari proses digestasi anaerobik tergantung dari beberapa parameter. Pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme anaerobik sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti :

a) Temperatur b) Nilai pH c) Nutrisi

d) Kecepatan pengadukan

e) Hydraulic Retention Time (HRT) f) Alkalinitas

2.4.1.1 Temperatur

(38)

17

drastis dari tingkat konversi dan dengan demikian diharapkan produksi biogas dapat terbentuk.

Jika tingkat aliran tinggi yang digunakan dan substrat yang digunakan adalah

biowastes, maka proses termofilik akan menjadi keuntungan. Proses termofilik mencapai kecepatan dekomposisi lebih tinggi, produksi gas lebih tinggi dan lebih stabil untuk sejumlah beban. Operasi mesofilik dan operasi termofilik berbeda dalam hal adaptasi bakteri untuk suhu lingkungan dan tidak boleh cepat berubah [25].

2.4.1.2 Nilai pH

Pada pH dikendalikan, biogas yang terbentuk adalah lebih besar daripada pH yang tidak terkendali. Pengaruh perubahan pH sangat sensitif terhadap proses fermentasi yang dilakukan oleh aktivitas bakteri. Oleh karena itu, kontrol pH adalah parameter penting untuk aplikasi produksi biogas. Penurunan pH disebabkan oleh bakteri asidogenesis yang menghasilkan asetat, gas hidrogen, karbon dioksida, dan beberapa lainnya VFA seperti asam propionat dan butirat. Nilai pH yang rendah menghambat aktivitas mikroorganisme yang terlibat dalam produksi biogas terutama bakteri metanogen.

Kondisi pH rendah disebabkan oleh dua sumber keasaman (H2CO3 dan VFA),

yang dihasilkan oleh aktivitas bakteri. Asam ini diperlukan alkalinitas untuk netralisasi sehingga aktivitas bakteri tidak terganggu dengan penurunan pH. Natrium karbonat (Na2CO3) dapat meningkatkan alkalinitas atau penyangga kapasitas fermentasi untuk

mengontrol pH substrat. Hubungan yang sempurna antara tahap asidogenesis dan metanogenesis adalah saat pH tetap pada 7,0 dan tidak ada peningkatan drastis dalam keasaman atau alkalinitas [37].

2.4.1.3 Nutrisi

(39)

18

mikronutrien yang cukup dan tersedia populasi bakteri yang diperlukan untuk fermentasi anaerobik [25]. Tabel 2.5 berikut merupakan kebutuhan nutrisi mikroba dalam fermentasi.

Tabel 2.5 Kebutuhan Nutrisi Mikroba [38].

Bahan Jumlah Kebutuhan

(mg/gr asetat)

NH4-N 3.3

PO4-P 0.1

S 0.33

Ca 0.13

Mg 0.018

Fe 0.023

Ni 0.004

Co 0.003

Zn 0.02

2.4.1.4 Kecepatan pengadukan

Kecepatan upflow yang lebih tinggi berpengaruh terhadap pengadukan dalam reaktor sehingga mikroorganisme dan substrat dapat bercampur dengan lebih baik dan memudahkan mikroorganisme dalam mendegradasi zat organik. Kecepatan upflow yang tinggi memberikan kontak yang baik antara substrat dan biomassa yang menyebabkan peningkatan efisiensi penyisihan dalam reaktor. Menurunkan kecepatan upflow dapat mengurangi pencampuran dalam reaktor dan karenanya yang mengganggu kontak antara substrat dan biomassa [39].

2.4.1.5 Hydraulic Retention Time (HRT)

Kebanyakan sistem anaerob dirancang untuk mempertahankan limbah agar tetap jumlahnya setiap harinya. Jumlah hari bahan tetap dalam tangki disebut Hydraulic Retention Time (HRT). HRT sama dengan volume tangki dibagi dengan aliran harian

(HRT = V / Q). HRT penting karena menetapkan jumlah waktu yang tersedia untuk pertumbuhan bakteri dan konversi berikutnya dari bahan organik ke gas [40].

(40)

19

yang mudah untuk mengontrol, tetapi juga waktu makro-konseptual untuk bahan organik untuk tinggal di reaktor. Dalam rekayasa bio-reaksi, kebalikan dari HRT didefinisikan sebagai tingkat pengenceran, yang jika lebih besar dari laju pertumbuhan sel-sel mikroba dalam reaktor, mikroba akan dicuci, dan sebaliknya mikroba akan terakumulasi dalam reaktor. Salah satu dari situasi ini dapat mengakibatkan kerusakan biologis dalam reaktor [41].

2.4.1.6 Alkalinitas

Alkalinitas dalam air limbah dapat dihasilkan dari keberadaan senyawa hidroksida dan karbonat dari kalsium, magnesium, natrium, kalium atau ammonia memegang peranan penting dalam proses pengkontrolan pH. Tingginya nilai alkalinitas cairan dalam sistem digestasi anaerobik diperlukan untuk meningkatkan kemampuan netralisasi terhadap asam lemak volatil yang dihasilkan untuk mencegah terjadinya penurunan pH drastis yang dapat bersifat menghambat aktivitas metanogen. Jika alkalinitas tidak tersedia cukup dalam substrat, maka dapat dilakukan pengurangan laju pembebanan organik atau penambahan bahan kimia. Penambahan senyawa kimia seperti Ca(OH)2 dan Na2CO3 dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai pH dan alkalinitas

larutan perlu dilakukan pada substrat dengan kadar alkalinitas di bawah 1000 mg/L CaCO3. Peningkatan nilai alkalinitas akan menghasilkan peningkatan laju metanogenesis

yang selanjutnya berakibat pada perbaikan dalam reduksi COD [42].

2.5 ANALISA EKONOMI

(41)

20

Tabel 2.6 Volume Biogas dari Jumlah VFA yang Terbentuk

Pada penelitian ini, total pembentukan VFA diperoleh pada variasi HRT 4 hari (tanpa Recycle Sludge) dengan jumlah 14.984,32 mg/L. Melalui Tabel 2.6 dapat digambarkan grafik linear seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4 berikut.

Gambar 2.4 Konversi Total VFA menjadi Biogas [57, 58, 59]

Gambar 2.4 menunjukkan grafik linearisasi pembentukkan biogas dari VFA dengan persamaan garis lurus: y = 0,0009 x + 0,1043 dengan y merupakan produksi biogas dan x merupakan VFA yang terbentuk. Berdasarkan persamaan tersebut maka jumlah biogas yang dapat dihasilkan dari total VFA tertinggi pada penelitian ini adalah:

y = 0,0009 x + 0,1043

= (0,0009) (14.984,32) + 0,1043 = 13,59 liter biogas/liter LCPKS hari = 13,59 m3 biogas/m3 LCPKS hari

y = 0,0009x + 0,104 0

2 4 6 8

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

P

ro

du

k

si

B

io

g

a

s

(lite

r/lit

er

·ha

ri)

Total VFA (mg/l)

Produksi Biogas

Linear (Produksi Biogas)

Peneliti Total VFA (mg/L) Volume Biogas (L/L·hari)

Ivet Ferrer et al [57] 1.270 0,87

Setiadi et al [13] 19.800 19,8

(42)

21

Ekivalensi 1 m3 biogas terhadap solar adalah sebesar 0,62 liter [7]. Sehingga

=

×

= 8,43 liter solar/m3 LCPKS

Harga solar industri adalah Rp 8.200/liter [56], sehingga untuk biogas yang dihasilkan pada proses satu tahap diperoleh keuntungan sebesar:

Harga biogas yang dihasilkan =

×

= Rp. 69.126/m3 LCPKS

Jika LCPKS yang diolah sebesar 450 m3/ hari, maka keuntungan yang akan diperoleh perhari adalah:

Keuntungan yang diperoleh =

×

(43)

22

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ekologi, Departemen Teknik

Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara (USU), Medan.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan-bahan

1. Starter dari penelitian sebelumnya 2. Sampel LCPKS dari fat pit PKS Adolina 3. Asam klorida (HCl) 0,1 N

4. Aquadest (H2O)

5. Natrium Bikarbonat (NaHCO3)

3.2.2 Peralatan

3.2.2.1 Peralatan Utama

1. Fermentor tangki berpengaduk/jar fermentor (EYELA model No: MBF 300ME)

2. Pompa sludge/slurry pump (HEISHIN, model No.:3NY06F) 3. Gas meter (SHINAGAWA, model No.:W-NK-0.5B)

4. Tangki umpan (service tank) 5. Pengaduk

6. Sensor temperatur 7. pH elektroda

8. Timer (OMRON, model No.:H5F) 9. Botol penampungan keluaran fermentor

10.Gascollector

(44)

23 3.2.2.2 Peralatan Analisis

1. Buret 25 ml

2. Timbangan analitik 3. Oven

4. Desikator 5. Pipet volumetrik 6. Karet penghisap 7. Pengaduk magnetic

8. Furnace

1. Pengaduk (mixer) 2. Tangki Umpan 3. Pompa Sludge 4. Jar Fermentor

5. Tombol pompa air jaket 6. Tombol penghidup fermentor 7. Pengatur kecepatan pengaduk 8. Pengatur suhu air jaket

1 0

2 4

3 1

11

7 5

3

10

8 6

4 2

3 alarm

heating 13

12

14

9

9. Wadah keluaran fermentor

10. Gas Meter

11. Gas Collector

12. pH elektroda 13. Penyerap H2S 14. Sampling injector

(45)

24

3.3 TAHAPAN PENELITIAN

3.3.1 Analisis Bahan Baku Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

3.3.1.1 Analisis pH

Adapun prosedur analisis pH adalah :

1) Kalibrasi pH meter dilakukan ke dalam pH 4 dan pH 7.

2) Bagian elektroda dari pH meter dicuci dengan aquadest.

3) Elektoda dimasukkan ke dalam sampel yang akan diukur pH-nya.

4) Nilai bacaan pH meter ditunggu sampai konstan lalu dicatat nilai

bacaannya.

3.3.1.2 Analisis M-Alkalinity

Adapun prosedur analisis M-alkalinity adalah :

1) Sampel dimasukkan sebanyak 5 ml ke dalam beaker glass lalu

ditambahkan dengan aquadest hingga volume larutan 80 ml.

2) Beaker glass diletakkan di atas magnetic stirrer, dan diletakkan pH

elektroda di dalam beaker gelas, kemudian stirrer dihidupkan dan

kecepatan diatur sedemikian rupa hingga sampel tercampur sempurna

dengan aquadest.

3) Campuran dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N hingga pH mencapai 4,8 ±

0,02.

4) Analisis M-Alkalinity dilakukan untuk LCPKS dan limbah fermentasi pada

Jar fermentor.

5) M-Alkalinity dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

M-Alkalinity =

Sampel Vol

5 x 1000 x M x terpakai yang

Vol.HCl HCl

3.3.1.3Analisis Total Solids (TS)

Adapun prosedur analisis TS adalah :

1) Cawan penguap kosong yang telah dibersihkan, dipanaskan pada 105oC di

dalam oven selama 1 jam. Apabila akan dilanjutkan untuk analisis zat

tersuspensi organik, cawan dipanaskan pada 550oC, selama 1 jam.

2) Cawan didinginkan selama 15 menit di dalam desikator, lalu ditimbang.

(46)

25

3) Sampel dikocok merata, lalu dituangkan ke dalam cawan. Volume sampel

diatur sehingga berat residu antara 25-250 mg.

4) Cawan berisi sampel dimasukkan ke dalam oven, suhu 98oC untuk

mencegah percikan akibat didihan air di dalam cawan. Namun bila volum

sampel kecil dan dinding cawan cukup tinggi maka langkah ini tidak perlu.

5) Pengeringan diteruskan di dalam oven dengan suhu 103-105oC selama 1

jam.

6) Cawan yang berisi residu zat padat tersebut didinginkan di dalam desikator

sebelum ditimbang.

7) Langkah 5 dan 6 diulang sampai didapat berat yang konstan atau

berkurang berat lebih kecil 4% berat semula atau 0,5 mg, biasanya

pemanasan 1-2 jam sudah cukup. Penimbangan harus dikerjakan dengan

cepat untuk mengurangi galat.

8) Kandungan TS dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

mL sampel, volume

1000 B) -(A tal/L

padatan to

mg  

Keterangan: A = berat residu kering + cawan porselen, mg

B = berat cawan porselen, mg

3.3.1.4Analisis Volatile Solids (VS)

Adapun prosedur analisis VS adalah :

1) Cawan penguap setelah dari TS dipanaskan dengan menggunakan muffle

furnace pada suhu 550oC selama 1 jam.

2) Setelah itu cawan penguap didinginkan di dalam desikator hingga

mencapai suhu kamar.

3) Berat cawan penguap ditimbang.

4) Kandungan VS dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

mL sampel, volume

1000 B) -(A latil/L

padatan vo

mg  

Keterangan: A = berat residu+cawan porselen sebelum pembakaran, mg

B = berat residu + cawan porselen setelah pembakaran, mg (3.2)

(47)

26

3.3.1.5Analisis Total Suspended Solids (TSS)

Adapun prosedur analisis TSS adalah :

1) Berat kertas saring kering yang digunakan ditimbang.

2) Kertas saring dibasahi dengan sedikit air suling.

3) Sampel diaduk dengan magnetic stirrer untuk memperoleh sampel yang

lebih homogen.

4) Sampel dipipetkan ke penyaringan dengan volume tertentu pada waktu

contoh diaduk dengan magnetic stirer.

5) Kertas saring dicuci atau disaring dengan 3 x 10 ml aquadest.

6) Kertas saring dipindahkan secara hati-hati dari peralatan penyaring ke

wadah timbang dengan aluminium sebagai penyangga.

7) Dikeringkan di dalam oven setidaknya selama 1 jam pada suhu 103ºC

sampai dengan 105ºC, didinginkan dalam desikator untuk

menyeimbangkan suhu dan massanya.

8) Tahapan pengeringan, pendinginan dalam desikator, dan penimbangan

diulangi sampai diperoleh berat konstan atau sampai perubahan berat lebih

kecil dari 4% terhadap penimbangan sebelumnya atau 0,5 mg.

9) Kandungan TSS dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

mL sampel, volume

1000 B) -(A total/L

rsuspensi padatan te

mg  

Keterangan: A = berat kertas saring + berat residu, mg

B = berat kertas saring, mg

3.3.1.6Analisis Volatile Suspended Solids (VSS)

Adapun prosedur analisis VSS adalah :

1) Sampel residu hasil analisa TSS dibakar mengunakan api bunsen di dalam

cawan porselen yang telah dikering dan diketahui beratnya.

2) Setelah terbakar sempurna atau bebas asap, selanjutnya sampel diabukan

di dalam furnace pada suhu 550oC selama 1 jam.

3) Setelah 1 jam, furnace dimatikan dan sampel diambil setelah suhu furnace

sekitar 100oC dan disimpan di dalam desikator selama 15 menit lalu

ditimbang.

4) Kandungan VSS dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

(48)

27

mL sampel, volume

1000 B) -(A volatil/L

rsuspensi padatan te

mg  

Keterangan: A = berat residu + cawan porselen sebelum pembakaran, mg

B = berat residu + cawan porselen setelah pembakaran, mg

3.3.1.7Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)

Analisis ini dilakukan di luar Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Universitas Sumatera Utara yaitu di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan

Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas 1 Medan dengan Metode Open Reflux.

Adapun prosedur analisis COD adalah :

1) Dimasukkan 10 ml contoh uji ke dalam erlenmeyer 250 ml.

2) Ditambahkan 0,2 g serbuk raksa (II) sulfat (HgSO4) dan beberapa batu didih.

3) Ditambahkan 5 ml larutan kalium dikromat, (K2Cr2O7) 0,25 N.

4) Ditambahkan 15 ml pereaksi asam sulfat (H2SO4) – perak sulfat (Ag2SO4)

perlahan-lahan sambil didinginkan dalam air pendingin.

5) Dihubungkan dengan pendingin Liebig dan dididihkan di atas hot plate

selama 2 jam.

6) Didinginkan dan dicuci bagian dalam dari pendingin dengan air suling hingga volume contoh uji menjadi lebih kurang 70 ml.

7) Didinginkan sampai temperatur kamar, ditambahkan indikator ferroin 2 sampai dengan 3 tetes, dititrasi dengan larutan ferro ammonium sulfat atau FAS 0,1 N sampai warna merah kecoklatan, dicatat kebutuhan larutan FAS. 8) Langkah 1 sampai dengan 7 dilakukan terhadap air suling sebagai blanko.

Kebutuhan larutan FAS dicatat. Analisis blanko ini sekaligus melakukan pembakuan larutan FAS dan dilakukan setiap penentuan COD.

9) Kandungan COD dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

sampel ml

N)8000 )(

B A ( O mg/l 2

 

Keterangan: A = ml FAS untuk titrasi blanko B = ml FAS untuk titrasi sampel N = Normalitas FAS

8000 = berat miliekivalen oksigen 1000 ml/l

(3.5)

(49)

28

3.3.2 Loading Up dan Operasi Target

Adapun prosedur loading up dan operasi target adalah:

1) Starter asidogenesis sebanyak 2 L dimasukkan ke dalam fermentor.

2) Bahan baku LCPKS dimasukkan ke dalam tangki umpan.

3) Kecepatan di dalam tangki umpan LCPKS segar diatur hingga kecepatan

150 rpm agar larutan LCPKS akan tercampur dengan baik.

4) Bahan baku LCPKS dialirkan dari tangki umpan ke dalam fermentor.

5) Suhu di dalam fermentor selama proses loading up dan operasi target

dijaga pada suhu 45 oC dengan kecepatan pengadukan pada 250 rpm.

6) HRT awal dimulai dengan HRT 20 hari karena untuk adaptasi hidrolitik bakteri dengan umpan dimasukkan secara bertahap yaitu 2 kali sehari. 7) Setelah 15 hari, percobaan dilanjutkan untuk HRT 15, 10, dan 4.

Dilakukan analisis untuk tiap HRT.

8) pH di dalam fermentor di atur 6 dengan penambahan NaHCO3 hingga pH

yang dinginkan tercapai.

9) Dilakukan analisis untuk setiap run.

3.3.3 Prosedur Recycle

1) Keluaran fermentor (discharge) dipindahkan ke dalam gelas ukur 1000 ml.

2) Keluaran fermentor (discharge) dibiarkan selama 6 jam hingga terjadi

sedimentasi.

3) Bagian yang jernih dipisahkan dengan bagian yang mengendap.

4) Lumpur bagian bawah diambil sesuai variasi sebesar 0%, 15%, 25%

Prosedur dan 35% lalu dikembalikan ke dalam tangki umpan.

3.3.4 Pengujian Sampel (Sampling)

Adapun prosedur yang dilakukan untuk pengujian sampel adalah sama

seperti prosedur yang dilakukan untuk analisis bahan baku, ditambah dengan

analisis VFA, sedangkan analisis gas dilakukan jika pada penelitian ada terbentuk

(50)
[image:50.595.85.561.103.385.2]

29

Tabel 3.1 Jadwal Analisis Influent dan Effluent

Analisis Metode Hari ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

pH -

M-Alkalinity

Titrasi

TS Analisis

Proksimat

VS Analisis

Proksimat

TSS Analisis

Proksimat

VSS Analisis

Proksimat

COD Open

Reflux

VFA Kromato

grafi

Gas -

Keterangan: = Analisis influent

(51)

30

3.4 Jadwal Penelitian

[image:51.842.83.775.175.471.2]

Pelaksanaan penelitian direncanakan selama 7 (tujuh) bulan. Jenis kegiatan dan jadual pelaksanaannya dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Jenis Kegiatan dan Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No

.

Kegiatan Bulan ke 1 Bulan ke-2 Bulan ke-3 Bulan ke-4 Bulan ke-5 Bulan ke-6 Bulan ke-7

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Persiapan penelitian

2. Survei dan pembelian

bahan

3. Pelaksanaan

penelitian dan

pengumpulan data

4. Kompilasi data dan

penarikan kesimpulan

5. Penulisan karya

ilmiah

6. Penulisan karya

(52)

31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 KARAKTERISASI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS)

Bahan baku LCPKS yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari PKS Adolina PTPN IV. Adapun hasil analisa karakteristik dari bahan baku yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik LCPKS dari PKS Adolina PTPN IV

No. Parameter Satuan Hasil Uji Metode Uji

1. pH - 3,5 - 4,7 APHA 4500-H

2. Chemical Oxygen Demand (COD)

mg/L 41.818 SNI

3. Total Solid (TS) mg/L 16.040-61.000 APHA 2540B 4. Volatile Solid (VS) mg/L 16.060-52.360 APHA 2540E 5.

6.

Total Suspended Solid (TSS)

Total Suspended Solid (TSS)

mg/L mg/L 2.920-24.700 1.920-25.800 APHA 2540D APHA 2540E 7. 8. 9. 10.

Volatile fatty acids

-Asam asetat -Asam propionat -Asam butirat Lemak Protein Karbohidrat mg/L % % % 1.508,987 560,0297 1.088,613 31,8 0,14 1,99 APHA 2540E Ekstraksi Sokletasi Kjeldah Lane Eynon * Laporan hasil uji laboratorium terlampir

LCPKS merupakan cairan kecoklatan yang kental, koloid dan mengandung padatan tersuspensi. Meskipun LCPKS tidak beracun, tetapi LCPKS memiliki efek buruk terhadap lingkungan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.1 dimana pH limbah sangat asam sebesar 3,5-4,7. Sementara menurut Kementerian Lingkungan Hidup dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP 51-/MENLH/10/1995, syarat limbah yang dapat dibuang ke lingkungan yaitu sebesar 6-9 [24].

(53)

32

dimana seharusnya yang dizinkan hanya bernilai sebesar 500 mg/L. Tingginya nilai COD ini menunjukkan tingginya kandungan bahan organik yang ada dalam LCPKS sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan VFA.

Pada Tabel 4.1 juga dapat dilihat kandungan lemak, protein, dan karbohidrat dari LCPKS yaitu sebesar 31,8%, 0,14% dan 1,99%. Senyawa-senyawa organik inilah yang nantinya akan diolah pada proses asidogenesis menjadi asam-asam lemak rantai pendek yang terkandung didalam VFA.

4.2 HASIL PENELITIAN VARIASI HRT (PROSES LOADING UP) Loading up merupakan langkah penting untuk kelancaran proses digestasi anaerobik. Proses loading up dilakukan dengan memvariasikan HRT yang dimulai dari HRT 20 hari, 15 hari, 10 hari, dan 4 hari. Proses ini dilakukan agar mikroba pada starter dapat beradaptasi. Starter berasal dari kolam pengasaman PTPN III PKS Torgamba. Selama proses loading up, fermentor dioperasikan pada kondisi temperatur 45 oC, pengadukan fermentor sebesar 150 rpm dan pH dijaga konstan pada 6 (±0,2) dengan penambahan natrium bikarbonat (NaHCO3). Analisis pH,

alkalinitas, TS, VS, TSS, VSS, COD serta VFA dilakukan untuk melihat metabolisme dan pertumbuhan mikroba selama proses loading up.

4.2.1 Pengaruh HRT terhadap Profil pH dan Alkalinitas

Sebagai produk dari asidogeneis, VFA bisa bisa berdifusi ke dalam sel bakteri anaerob dan mengionisasi untuk mengurangi pH. Hal ini umumnya diakui sebagai penghambat asidogenesis [43]. Alkalinitas memungkinkan netralisasi VFA yang menyebabkan penurunan pH, sehingga proses asidogenesis dapat berjalan dengan baik [44]. Menurut penelitian Rafael Borja et al [45] pH antara 5,2-5,8 menunjukkan peningkatan produksi asam yang baik saat proses asidogenesis. Oleh sebab itu, pada proses loading up perlu dilakukan pengontrolan pH (6±0,2) agar proses asidogenesis yang diharapkan dapat tercapai. pH LCPKS dijaga stabil dengan dengan penambahan NaHCO3. Pengaruh

(54)

33

0 1 2 3 4 5 6 7

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

pH

Alk

a

lin

it

a

s

(m

g

/L

)

Hari ke-

Alkalinitas pH

[image:54.595.107.516.89.325.2]

HRT 20 HRT 15 HRT 10 HRT 4

Gambar 4.1 Pengaruh HRT terhadap Profil pH dan Alkalinitas

Pada Gambar 4.1, menunjukkan grafik pH yang relatif konstan diantara 5,8-6,2. Fluktuasi pH disebabkan oleh penambahan umpan segar yang memiliki pH berbeda-beda, sehingga untuk menjaga pH fermentor tetap berada antara 5,8-6,2 dilakukan penambahan NaHCO3.

Nilai alkalinitas yang diperoleh pada HRT 20 hingga HRT 4 berfluktuasi antara 1.300 – 4.200 mg/L. Nilai Alkalinitas yang diperoleh masih dalam rentang yang diizinkan yaitu 2000-4000 mg/L untuk kondisi fermentor yang stabil [46]. Penelitian Kameswari et al [29] memberikan nilai alkalinitas 2000 – 3.500 mg/L yang menunjukkan mikroba beradaptasi dengan baik.

Pada proses loading up penurunan HRT tidak memberikan dampak yang signifikan pada perubahan alkalinitas. Grafik alkalinitas berfluktuasi pada kisaran pH dan alkalinitas asidognesis.

4.2.2 Pengaruh HRT Terhadap Pertumbuhan Mikroba

Proses digestasi dipengaruhi oleh pH, suhu, alkalinitas dan HRT. Kandungan biomassa dipantau dengan mengukur profil VSS effluent fermentor.

(55)

Gambar

Gambar 2.2 Tahapan proses fermentasi metana [7].
Gambar 2.3 Proses Digestasi Anaerobik Dua Tahap [22]
Tabel 3.1 Jadwal Analisis Influent dan Effluent
Tabel 3.2 Jenis Kegiatan dan Jadwal Pelaksanaan Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Sejalan dengan hal tersebut, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana

[r]

MEMUTUSKAN:.. Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DI KABUPATEN

1(satu) berkas.

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat

Then, the system individually compares each binary image to the reference image, which consists of both positive examples (where the feature is found) and

UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN KERINCI.. Urusan Pemerintahan : 1