• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN TANJUNG BINTANG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POTENSI PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN TANJUNG BINTANG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN TANJUNG BINTANG KABUPATEN

LAMPUNG SELATAN

(Sripsi)

Oleh

HERU YOGA PRAWIRA

JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

POTENSI PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN TANJUNG BINTANG KABUPATEN

LAMPUNG SELATAN

Oleh

HERU YOGA PRAWIRA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)

ABSTRACT

DEVELOPMENT POTENCY OF BEEF CATTLE IN TANJUNG BINTANG DISTRICT SOUTH LAMPUNG REGENCY

By

HERU YOGA PRAWIRA

This study was conducted in February 2015 at Tanjung Bintang District South Lampung Regency. This study aimed to determine development of beef cattle potency by environment, natural resources, human resources, technology, and formulate strategies development of beef cattle to apply in Tanjung Bintang District. Interview farmer as much as 50 people from five village: Jati Baru, Jati Indah, Budilestari, Srikaton and Trimulyo. This study used survey method and than descriptive and SWOT analysis.

The result of this study showed that Tanjung Bintang District have good

environment potency and natural resources but has the human resources potency and technology adverse in development of beef cattle. Alternative strategy can be implemented in Tanjung Bintang District is improving farmer knowledge in beef cattle farming specially innovative feed processing technology input through counseling and training feed processing and capital aid to increase business of beff cattle.

(4)

ABSTRAK

POTENSI PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN TANJUNG BINTANG KABUPATEN

LAMPUNG SELATAN Oleh

HERU YOGA PRAWIRA

Penelitian ini dilaksanakan pada Februari 2015 di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi pengembangan peternakan sapi potong berdasarkan lingkungan, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan masukan teknologi, serta merumuskan strategi pengembangan peternakan sapi potong yang tepat diterapkan di Kecamatan Tanjung Bintang. Peternak yang diwawancarai sebanyak 50 orang yang berasal dari lima desa yaitu Jati Baru, Jati Indah, Budilestari, Srikaton dan Trimulyo. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode survei kemudian dianalisis secara deskriptif dan analisis SWOT.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kecamatan Tanjung Bintang memiliki potensi lingkungan dan sumber daya alam yang baik namun memiliki potensi sumber daya manusia dan masukan teknologi yang kurang baik dalam

pengembangan peternakan sapi potong. Alternatif strategi yang dapat diterapkan di Kecamatan Tanjung Bintang adalah meningkatkan peran aktif pemerintah untuk memberikan pengetahuan peternak dalam hal budidaya sapi potong khususnya penerapan teknologi pengolahan pakan ternak yang inovatif melalui penyuluhan dan pelatihan-pelatihan pembuatan pakan olahan serta perlu adanya bantuan dalam bentuk modal untuk peningkatan skala usaha ternak sapi potong.

(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada 21 April 1992 di Nabire, Irian Jaya dan merupakan putra kedua dari dua bersaudara, hasil buah cinta dari pasangan Bapak Sunaryo dan Ibu Ani Sunaryo.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri 1 Sukarame pada 2003; Sekolah Menengah Pertama Negeri 23 Bandar Lampung pada 2007; Sekolah Menengah Atas Arjuna Lampung pada 2010.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung pada 2010 melalui jalur SNMPTN. Pada 2013, penulis melaksanakan Praktik Umum di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul (BBPTU) Baturraden, Purwokerto, Jawa Tengah dan pada 2014 melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Kutowinangun, Kecamatan Sendang Agung, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.

(8)

Allhamdulillah...

Kuhaturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya

serta suri tauladanku Nabi Muhammad SAW yang menjadi pedoman

hidup dalam berikhtiar

Dengan kerendahan hati karya kecil dan sederhana ini

kupersembahkan

sebagai tanda terima kasih dan sayangku kepada

Bapak dan Ibu, sebagai wujud bakti, cinta dan terimakasihku,

dengan ketulusan dalam iringan do’a semoga Allah SWT kelak

menempatkan keduanya dalam jannah-Nya.

Kakak dan seluruh keluarga besarku,

Seluruh dosen dan guru yang telah mendidikku

Teman

yang telah memberikan do’a, motivasi

dan persahabatan yang tulus

Serta

Lembaga yang turut membangun diriku, mendewasakanku

dalam berpikir dan bertindak

(9)

Sesungguhnya kekayaan yang paling tinggi nilainya ialah

fikiran, kemelaratan yang paling parah ialah kebodohan,

kesepian yang paling menakutkan ialah perasaan bangga

terhdap diri sendiri dan keturunan yang paling mulia ialah

budi pekerti yang luhur

( Ali bin Abi Thalib)

Bila kita diuji seringkali merasakan diri kita tidak bahagia.

Sedangkan kebahagiaan sebenarnya terletak dalam hati kita

sendiri. Penjara yang paling menyiksa adalah penjara yang

tidak berdinding, penjara yang dipenjarakan oleh perasaan

(10)

SANWACANA

Alhamdulilahhirobbil ‘alamin, rasa syukur yang sangat besar ku haturkan kepada

Allah SWT, atas berkat, rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.—selaku Pembimbing Utama—atas ketulusan hati, kesabarannya dalam membimbing penulis dan memberikan motivasi terbaik, arahan, serta ilmu yang diberikan selama penyusunan skripsi;

2. Bapak Dr. Ir. Rudy Sutrisna, M.S.—selaku Pembimbing Anggota—atas bimbingan, kesabaran, arahan, kritik, nasehat dan perhatiannya selama penyusunan skripsi;

3. Ibu Dr. Ir. Farida Fathul, M.Sc.—selaku Pembahas—atas bimbingan, saran, persetujuan dan arahan kepada penulis selama masa penyusunan skripsi; 4. Ibu Sri Suharyati, S.Pt., M.P.— selaku Ketua Jurusan Peternakan—atas

bimbingannya;

(11)

6. Bapak/Ibu Dosen Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Lampung—atas bimbingan, kesabaran, arahan, nasehat dan perhatiannya selama penulis menempuh pendidikan;

7. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. —selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung--atas izin yang telah diberikan;

8. Bapak Camat Tanjung Bintang beserta pegawai—atas izin dan bantuan selama penelitian berlangsung;

9. Bapak Falahudin dan seluruh pegawai UPTD dan SP-IB Kecamatan Tanjung Bintang—atas bantuan selama penelitian berlangsung;

10.Bapak dan Ibuku, atas kasih sayang, do’a, semangat dan motivasi yang diberikan selama ini, serta mbak ku Ery Suryanika yang selalu ku sayang; 11.Teman tim penelitianku Dewa Ketut Adi Parawimbawe dan Kunaifi

Wicaksana yang telah berjuang bersama meraih langkah awal menuju kesuksesan;

12.Teman-teman seperjuangan Tri, Jay, Rangga, Febi, Nano, Ajrul, Fara,Indah, Yuli, dan seluruh saudara angkatan 2010 atas kebersamaan dan motivasinya serta teman-teman angkatan 11, 12 dan 13 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas do’anya;

Akhir kata, penulis berharap agar kripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi civitas akademika. Amin.

Bandar Lampung, Juni 2015

(12)

v

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Manfaat Penelitian ... 3

D. Kerangka Pemikiran ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Deskripsi Kecamatan Tanjung Bintang ... 6

B. Ternak Sapi... 7

1. Sapi Ongole ... 8

2. Sapi Bali ... 9

3. Sapi Madura ... 9

4. Sapi Brahman ... 10

C. Karakteristik Peternakan ... 11

D. Lingkungan Ternak ... 12

E. Sumber Daya Alam (SDA) Peternakan ... 14

F. Kapasitas Tampung Ternak ... 16

G. Sumber Daya Manusia (SDM) ... 17

(13)

vi

I. Analisis SWOT ... 19

III. METODE PENELITIAN ... 21

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

B. Alat dan Bahan Penelitian ... 21

1. Alat penelitian ... 21

2. Bahan penelitian ... 21

C. Peubah yang Diamati ... 21

D. Metode Penelitian ... 22

E. Pengumpulan Data ... 22

F. Prosedur Penelitian ... 23

G. Analisis Data ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

A. Kondisi Umum Kecamatan Tanjung Bintang ... 29

B. Lingkungan Peternakan Kecamatan Tanjung Bintang ... 30

1. Iklim lingkungan ... 30

2. Fasilitas pendukung ... 31

C. Sumber Daya Alam (SDA) ... 32

1. Jenis hijauan limbah pertanian dan perkebunan ... 32

2. Kapasitas tampung ternak ... 34

D. Sumber Daya Manusia (SDM) ... 35

1. Karakteristik peternakan Kecamatan Tanjung Bintang ... 36

2. Umur peternak ... 38

3. Pengalaman peternak ... 39

(14)

vii

E. Masukan Teknologi Peternakan ... 41

1. Tenkik pengolahan pakan ternak ... 41

2. Metode perkawinan ternak ... 43

F. Analisis Faktor Internal Eksternal ... 44

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 50

A. Simpulan ... 50

B. Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

(15)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Populasi sapi potong di Indonesia ... 7

2. Pembobotan matriks evaluasi ... 25

3. Matriks evaluasi faktor internal ... 27

4. Matriks evaluasi faktor eksternal ... 27

5. Perumusan strategi ... 28

6. Jenis dan luas lahan hijauan di Kecamatan Tanjung Bintang ... 33

7. Kebutuhan BK ternak ruminansia di Kecamatan Tanjung Bintang ... 34

8. Kapasitas tampung ternak ... 34

9. Potensi penambahan ternak di Kecamatan Tanjung Bintang ... 35

10. Populasi ternak di Kecamatan Tanjung Bintang ... 36

11. Kepemilikan sapi potong di Kecamatan Tanjung Bintang ... 36

12. Sistem pemeliharaan di Kecamatan Tanjung Bintang ... 37

13. Mata pencaharian peternak di Kecamatan Tanjung Bintang ... 38

14. Umur peternak di Kecamatan Tanjung Bintang... 38

15. Pengalaman berternak di Kecamatan Tanjung Bintang ... 39

16. Pendidikan peternak di Kecamatan Tanjung Bintang ... 40

17. Pengolahan pakan di Kecamatan Tanjung Bintang ... 42

18. Metode perkawinan di Kecamatan Tanjung Bintang ... 43

19. Matriks evaluasi faktor internal ... 44

(16)

viii

21. Perumusan strategi ... 49

22. Pembobotan matriks evaluasi faktor internal ... 59

23. Pembobotan matriks evaluasi faktor eksternal ... 59

24. Rata-rata kadar BK hijauan di Kecamatan Tanjung Bintang ... 60

25. Jumlah produksi bahan kering rumput lapang kelapa sawit dan karet 61 26. Jumlah produksi bahan kering jerami padi, jerami jagung, dan daun singkong ... 61

27. Total produksi hijauan berdasarkan bahan kering ... 61

28. Kebutuhan bahan kering sapi di Kecamatan Tanjung Bintang ... 61

29. Total kebutuhan bahan kering ternak ruminansia di Kecamatan Tanjung Bintang ... 61

30. Kelebihan produksi hijauan berdasarkan bahan kering ... 62

31. Potensi penambahan ternak ... 63

32. Data hasil survei umur, pendidikan, pengalaman berternak dan pekerjaan peternak ... 69

33. Data hasil survei terapan masukan teknologi peternakan ... 70

(17)

ixi

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Matriks internal eksternal (IE) ... 27

2. Matriks internal eksternal (IE) ... 46

3. Kantor Kecamatan Tanjung Bintang ... 63

4. Pengukuran lingkar dada ternak sapi ... 63

5. Wawancara dengan responden ... 64

6. Pengambilan sampel rumput lapang perkebunan sawit ... 64

7. Pengambilan sampel rumput singkong ... 65

8. Pengambilan sampel rumput padi ... 65

9. Pengambilan sampel rumput jagung ... 66

10. Gardunak Tanjung Bintang ... 66

11. Satuan Pelayanan Inseminasi Buatan (SP-IB) Tanjung Bintang ... 67

12. Proses pemotongan sampel hijauan ... 67

(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Pembangunan peternakan merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan untuk mengembangkan kemampuan masyarakat peternak agar mampu

melaksanakan usaha produktif bidang peternakan secara mandiri. Usaha tersebut dilaksanakan bersama oleh peternak, pelaku usaha dan pemerintah sebagai fasilitator yang mengarah kepada berkembangnya usaha peternakan yang efisien dan memberi manfaat bagi petani peternak. Pembangunan peternakan di

Indonesia ditujukan kepada upaya peningkatan produksi peternakan yang

sekaligus untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak, memenuhi kebutuhan pangan dan gizi, menciptakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, mendorong pengembangan agroindustri dan agribisnis.

(19)

2 sosial ekonomi masyarakat setempat, dan faktor-faktor lain baik bersifat sarana-sarana, teknologi peternakan yang berkembang, kelembagaan, serta kebijakan yang harus mendukung secara baik dan konsisten. Kurangnya pemanfaatan potensi yang ada merupakan faktor penyebab kebanyakan usaha peternakan sapi potong tidak mencapai hasil yang optimal.

Faktor lingkungan seperti iklim akan langsung mempengaruhi ternak dan secara tidak langsung akan mempengaruhi sumber pakan dan kesehatan ternak. Iklim merupakan kombinasi dari suhu, kelembaban, kecepatan angin, penyinaran dan tekanan udara. Sumber daya alam yang didalamnya terdapat sumber bahan pakan ternak, dapat menentukan produksi ternak. Pemanfaatan hasil maupun limbah pertanian dan perkebunan dapat mengurangi keterbatasan hijauan yang tersedia. Sumber daya manusia merupakan faktor yang penting dalam membangun usaha peternakan, seiring kualitas manusia yang baik seperti pendidikan dan

pengalaman dapat memajukan usaha peternakan. Kualitas SDM yang baik juga mempengaruhi teknologi peternakan yang diterapkan. Rancangan untuk

pengembangan usaha peternakan yang dilihat dari berbagai macam potensi berguna dalam membentuk peternakan yang maju dan mandiri.

(20)

3 lahan perkebunan dan pertanian yang cukup besar, maka Kecamatan Tanjung Bintang memiliki potensi pengembangan peternakan sapi potong yang baik.

Berkaitan dengan hal tersebut, potensi pengembangan peternakan sapi potong perlu dikaji dalam kontribusi terhadap pembangunan usaha petrnakan

kedepannya.

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut

1. mengetahui potensi pengembangan peternakan sapi potong dari berbagai aspek, yaitu lingkungan, SDA (Sumber Daya Alam), SDM (Sumber Daya Manusia) dan masukan teknologi yang ada di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan;

2. merumuskan alternatif strategi pengembangan usaha sapi potong yang cocok untuk diterapkan di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan.

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai potensi lingkungan, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan masukan teknologi dalam pengambangan peternakan sapi potong serta sebagai acuan pemerintah dalam mengambil kebijakan pengembangan peternakan sapi potong.

D. Kerangka Pemikiran

(21)

4 peternakan besar maupun peternakan rakyat di Provinsi Lampung. Tanjung Bintang merupakan salah satu kecamatan yang berada di Provinsi Lampung. Selain memiliki lahan pertanian dan perkebunan yang besar, Tanjung Bintang juga memiliki populasi ternak yang cukup besar.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembangunan usaha peternakan, antara lain faktor fisik, sosial dan faktor lainnya. Faktor fisik meliputi iklim, tanah, ketersediaan bahan pakan dan topografi. Faktor sosial meliputi umur, pendidikan, tenaga kerja, dan pengalaman ternak, selain itu terdapat faktor

ekonomi yang juga mempengaruhi usaha ternak. Iklim merupakan kombinasi dari suhu, kelembaban, penyinaran. Terdapat zona suhu dan kelembaban yang

nyaman dimana ternak sapi dapat berproduksi secara maksimal. Iklim juga berpengaruh terhadap ketersediaan dan kualitas hijauan pakan ternak.

Sumber daya alam pada usaha pembangunan peternakan sangat diperlukan, salah satunya adalah bahan pakan. Ketersediaan bahan pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam melakukan usaha peternakan. Kurangnya ketersediaan dan rendahnya kualitas bahan pakan yang diberikan merupakan salah satu kendala peternak khususnya peternak rakyat. Ketersediaan pakan yang baik secara kualitas maupun kuantitas sangat diperlukan dalam usaha peningkatan produksi ternak untuk pengembangan usaha peternakan sapi potong.

Dalam segi kualitas SDM, umur manusia mempunyai pengaruh terhadap

(22)

5 keterampilan menejemen dalam mengelola usaha. Semakin tinggi tingkat

pendidikan diharapkan pola pikirnya semakin rasional. Pembaharuan akan lebih cepat terjadi pada masyarakat yang berumur muda dan pendidikan yang cukup.

Dalam setiap kegiatan dan aktivitas manusia, faktor pengalaman umumnya merupakan salah satu faktor penentu bagi seseorang dalam menentukan sikap, pendapat, pandangan dan tindakan nyata sehari-hari. Kesadaran dan pengalaman seseorang menentukan keputusan yang diambil oleh individu tersebut. Gabungan kesadaran dan pengalaman akan tercernin dalam keputusan yang diambil dan tindakan yang akan dilakukan kedepannya.

Baiknya teknologi peternakan yang diterapkan dalam suatu peternakan merupakan hasil dari seseorang yang memiliki pendidikan dan pengalaman yang cukup baik. Terapan teknologi peternakan, diantaranya pengolahan pakan, perkandangan, dan teknik perkawinan dapat meningkatkan produktivitas juga berdampak pada pembangunan peternakan yang baik.

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Kecamatan Tanjung Bintang

Kondisi Geografis Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah dataran yang sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian wilayahnya dimanfaatkan untuk kegiatan perkebunan karet dan sebagian kecil sawah tadah hujan yang merupakan sumber utama mata pencaharian sebagian besar penduduknya selain, pegawai, guru, pedagang, peternak. Mayoritas masyarakat Kecamatan Tanjung Bintang awalnya merupakan penduduk pendatang (transmigrasi lokal dari Pulau Jawa) dan cukup banyak pula yang merupakan penduduk pendatang baru yang kemudian menetap. Kecamatan Tanjung Bintang, merupakan kecamatan yang terletak paling utara dari Kabupaten Lampung Selatan dan memiliki perbatasan daerah ;

- Sebelah Barat dengan Kecamatan Jati Agung Kabupaten LampungSelatan,

- Sebelah Timur dengan Kecamatan Waway Karya Kabupaten Lampung Timur,

- Sebelah Selatan dengan Kecamatan Merbau Mataram Kabupaten Lampung Selatan,

(24)

7 Kondisi wilayah di Tanjung Bintang meliputi persawahan yang memiliki luas sawah tadah hujan 1.524,5 ha, perkebunan diantaranya perkebunan karet, perkebunan coklat, perkebunan sawit, peternakan dengan jumlah peternak sebanyak 2.320 orang dan ternak 7.586 ekor serta organisasi dengan jumlah kelompok tani sebanyak 135 kelompok, KWT sebanyak 14 kelompok, dan taruna tani 5 kelompok (UPK Tanjung Bintang, 2012)

B. Ternak Sapi

Ternak sapi khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya bahan makanan sumber protein hewani yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya dalam kehidupan masyarakat. Seekor atau sekelompok ternak sapi bisa menghasilkan berbagai macam kebutuhan terutama sebagai bahan makanan berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit, tulang dan lain sebagainya (Sugeng, 1998).

Tabel 1. Populasi sapi potong di Indonesia Populasi

sapi potong

2009 2010 2011 2012 2013

12.760.000 13.528.000 14.824.000 15.981.000 16.607.000

Sumber: Direktorat Jendral Peternakan (2013)

(25)

8 Bangsa sapi potong di dunia ini banyak jenisnya yang masing-masing memiliki keunggulan dan kekurangan. Beberapa bangsa sapi tropis yang banyak dan populer di Indonesia sampai saat ini antara lain sapi Bali (Bos sondaicus), sapi Madura, sapi Ongole, dan Brahman. Soedomo (1984) menyatakan bahwa sapi Bali termasuk jenis sapi terbanyak di Indonesia yaitu 23,81%, diikuti sapi Madura 11,28% dan sisanya dari sapi Ongole, peranakan Ongole, Brahman Cross, dan persilangan sapi lokal dan sapi impor (Simmental, Limousine, Hereford, dan lain-lain).

1. Sapi Ongole

Sapi Ongole merupakan sapi keturunan Bos Indicus yang berhasil dijinakkan di India. Sapi ongole masuk di Indonesia mulai abad ke 19, dan dikembangkan cukup baik di Pulau Sumba sehingga lebih populer dikenal sebagai sapi Sumba Ongole. Murtidjo (1990) menyatakab bahwa persilangan sapi ongole jantan murni dengan sapi betina Jawa, menghasilkan keturunan yang disebut sapi Peranakan Ongole (PO), dilanjutkan Sapi Ongole memiliki karakteristik :

1) punuk yang besar dan kulit longgar dengan banyak lipatan di bawah leher dan perut, telinga panjang serta menggantung.

2) temperamen tenang dengan mata besar, tanduk pendek dan hampir tak terlihat. 3) tanduk sapi betina ongole lebih panjang daripada tanduk pejantannya.

(26)

9 2. Sapi Bali

Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan sapi yang berdarah murni karena

merupakan hasil domestikasi (penjinakan) langsung dari banteng liar. Banteng liar masih dapat ditemui di hutan ujung kulon (Jabar), Ujung Waten (Jatim), dan Taman Nasional Bali Barat. Guntoro (2002) menyatakan bahwa sapi Bali merupakan ras atau bangsa sapi asli berasal dari negara Indonesia dan memiliki cirri-ciri pada jantan yaitu :

1) warna bulu badan hitam (kecuali kaki dan pantat)

2) tanduk bagian luar kepala mengarah latera dorsal dan membelok dorso cranial 3) tubuhnya relatif besar dibanding dengan sapi betina, berat sapi dewasa rata-rata

350 – 450 kg dan tinggi badan 130 – 140 cm. Ciri-ciri Sapi Bali betina yaitu :

1) warna bulu badan merah bata (kecuali kaki dan pantat).

2) tanduk agak dibagian dalam dari kepala, mengarah latero dorsal dan membelok dorso medial.

3) tubuh relatif lebih kecil dibandingkan dengan sapi jantan dan berat sapi dewasa 250 – 350 kg.

3. Sapi Madura

(27)

10 sebagai berikut:

1) baik jantan maupun betina berwarna merah bata (warisan Bos Sondaicus) 2) paha bagian belakang berwarna putih, tetapi kaki depan berwarna merah muda. 3) tanduk pendek, ada yang melengkung seperti bulan sabit, tetapi ada yng lurus

ke sampingkemudian ke atas atau mengarah ke depan.

4) tubuh sapi jantan memiliki bagian depan yang lebih kuat daripada bagian belakang, berponok kecil (warisan dari Bos Indicus).

4. Sapi Brahman

Sapi Brahman merupakan sapi keturunan Bos Indicusyang berhasil dijinakkan di India, tetapi mengalami perkembangan pesat di Amerika Serikat. Sapi Brahman diekspor ke Amerika Serikat pada tahun 1849, dan disana diseleksi dan

dikembangkan genetiknya melalui penelitian yang cukup lama. Murtidjo (1990) menyatakan bahwa sampai sekarang sebagian besar bibit sapi Brahman Amerika Serikat diekspor ke berbagai negara, dan masuk Indonesia sejak tahun 1974, serta memiliki ciri-ciri:

1) ponoknya longgar, gelambirnya lebar dan lipatan kulit dibawah perut juga lebar.

2) telinganya panjang dan bergelantung

3) warna bulunya pada umumnya abu-abu tetapi ada juga yang merah 4) dapat beradaptasi dengan makanan dengan baik

(28)

11 C. Karakeristik Peternakan

Peternakan sapi potong di Indonesia dikelola dengan berbagai macam bentuk usaha. Pada umumnya hampir 90% sapi potong dimiliki dan diusahakan oleh rakyat dengan skala kecil dan hanya 1% saja yang dikelola oleh perusahaan. Menurut Aziz (1993), karakteristik sapi potong yang ada di Indonesia dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Peternakan sapi potong baru bersifat dimiliki, belum diusahakan, biasanya ternak merupakan status sosial, ternak tidak digunakan untuk tenaga kerja, pemasaran baru dilakukan bila ada kebutuhan yang sangat mendesak untuk kepentingan yang bersifat sosial, budaya atau keagamaan. Harga yang

terbentuk biasanya sangat rendah dan jumlah ternaknya cukup bervariasi pada umumnya relatif banyak.

2. Pada tingkat pemeliharaan minimum 6 ekor per rumah tangga sudah

dapat dikatagorikan kepada usaha peternakan sapi potong skala kecil, yaitu usaha ternak sapi potong yang telah mulai berorientasi ekonomi. Pada skala tersebut perhitungan keuntungan dan masukan teknologi sudah mulai diterapkan walaupun masih sangat sederhana.

3. Peternakan sapi potong skala menengah

Usaha yang dilakukan sepenuhnya menggunakan input teknologi yang berorientasi pada produksi daging, dan kebutuhan pasar dan adanya jaminan kualitas. Jumlah ternak yang diusahakan berkisar antara 11-50 ekor per produk.

4. Peternakan sapi potong skala kecil

(29)

12 pasar modal, menggunakan input teknologi tinggi yang berorientasi pada faktor input dan out produksi. Usahanya ditujukan untuk memproduksi daging atau bakalan. Jumlah ternak yang usahakan melebihi 50 ekor per produksi.

Keterbatasan pengembangan usaha dari peternak dengan skala usaha kecil tradisional menuju kepada skala usaha yang lebih besar adalah pada akses mendapatkan saprodi dan pada keterbatasan SDM keluarga yang dimiliki. Dengan demikian jika jumlah sapi yang dimiliki petani tersebut meningkat maka harus ada ternak sapinya yang dikeluarkan. Umumnya pengeluaran ternak dimulai dari sapi jantan yang paling cepat tumbuh mencapai bobot potong, kemudian sapi betina dengan jarak kelahiran yang paling panjang dan berikutnya (sapi-sapi betina inilah yang dikenal sebagai ”pemotongan ternak betina

produktif”). Dengan pemahaman seperti ini maka jelas aturan pelarangan

pemotongan sapi betina produktif tidak cukup jika hanya berupa peraturan, tetapi harus menyediakan jalan keluar terbaik bagi peternak agar peraturan tersebut dapat berjalan efektif.

D. Lingkungan Ternak

(30)

13 tropik dan sub tropik memungkinkan tanaman tumbuh sepanjang tahun. Crowder dan Chheda (1982) mengatakan bahwa semakin jauh dari khatulistiwa fluktuasi suhu antara musim yang berbeda semakin besar. Williamson dan Payne (1968) Mc Dowell (1980) dan Sastry dkk (1982) mengatakan bahwa.iklim adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, penyinaran, tekanan udara dan ionisasi

Daerah tropik unsur utama pembentukan iklim adalah kelembaban, suhu udara, penyinaran, serta angin. Suhu udara, kelembaban dan penyinaran berpengaruh besar terhadap pertanian pada umumnya dan peternakan pada khususnya (Crowder dan Chheda, 1982).

Produktivitas ternak dicerminkan oleh penampilannya (performance), sedangkan penampilan ternak merupakan manifestasi pengaruh Genetik (G) dan Lingkungan (L) ternak secara bersama-sama. Penampilan ternak pada setiap waktu adalah perpaduan dari sifat genetic dengan lingkungan yang diterimanya. Ternak dengan sifat genetik baik tidak akan mengekspresikan potensi genetiknya tanpa didukung oleh lingkungan yang menunjang. Bahkan telah diketahui bahwa dalam

membentuk penampilan, lingkungan berpengaruh lebih besar dari pada sifat genetik ternak (Williamson dan Payne, 1968).

Ternak merupakan hewan yang selalu berupaya mempertahankan temperatur tubuhnya pada kisaran yang normal. Apabila sapi diekspose pada temperatur 45°C selama 5 jam sehari dalam 21 hari terus-menerus maka mulai hari ke 10 sapi tersebut sudah dapat menyesuaikan diri dengan temperatur panas sehingga

(31)

14 mempertahankan temperatur tubuh tersebut tidak berjalan secara langsung tetapi melalui proses yang bertahap (Mount,1979).

Mcdowell dkk (1972) berpendapat bahwa pengetahuan mengenai elemen-elemen iklim serta pengaruhnya terhadap ternak merupakan modal vital untuk berhasilnya usaha peternakan. Campbell (1969) dan Lawrench (1980) mengatakan bahwa alam pemeliharaan ternak, elemen iklim yang perlu diperhatikan adalah suhu udara, kelembaban relatif, kecepatan angin dan curah hujan.

Temperatur udara di Indonesia berkisar antara 21.11°C – 37.77°C dengan kelembaban relatif 55 – 100 %. Soedomo (1984) menyatakan bahwa rata-rata curah hujan sepanjang tahun berkisar antara 2032 – 3048 mm atau 80 – 120 inchi.

Kelembaban udara dari suatu lingkungan kehidupan ternak merupakan salah satu unsur iklim. Dimana kelembaban lingkungan mempengaruhi kesehatan ternak. Kelembaban yang terlalu tinggi akan mempertinggi kejadian penyakit saluran pernapasan yang pada gilirannya memakai biaya perawatan kesehatan yang tinggi pada usaha produksi ternak. Kelembaban udara yang tinggi disertai suhu udara yang tinggi menyebabkan meningkatnya frekuensi respirasi.

E. Sumber Daya Alam (SDA) Peternakan

(32)

15 pertanian dan perkebunan yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak

(Diwyanto, 2002).

Hijauan sebagai bahan makanan ternak dapat diberikan dalam dua macam bentuk, yaitu hijauan segar dan hijauan kering. Hijauan segar berasal dari rumput segar, leguminosa segar dan silase, sedangkan hijauan kering berasal dari berasal dari hijauan yang sengaja dikeringkan (hay) ataupun jerami kering. Sebagai bahan makanan ternak, hijauan memegang peranan penting karena hijauan mengandung hampir semua zat yang diperlukan hewan. Khususnya di Indonesia, bahan

hijauan memegang peranan istimewa karena diberikan dalam jumlah besar (AAK, 1983).

Limbah pertanian seperti jerami padi, jerami jagung, jerami kacang tanah, pucuk tebu dan lain-lain merupakan sumber makanan ternak ruminansia yang dapat diperoleh dari tanaman pertanian. Pemanfaatan limbah pertanian tersebut akan mendukung integrasi usaha peternakan dengan usaha pertanian baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan.

Perbedaan mutu suatu hijauan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu sifat genetis dan lingkungan. Faktor genetis berkaitan dengan pembawaan masing-masing jenis hijauan. Faktor lingkungan mempunyai peranan yang sangat penting, mutu yang diwariskan oleh faktor genetis hanya mungkin dipertahankan atau

ditingkatkan apabila faktor lingkungan mendukung (AAK,1983)

(33)

16 mongering dan dipanen janggel jagungnya (Mariyono dkk, 2004). Jerami padi merupakan bagian batang tumbuhan tanpa akar yang tertinggal setelah dipanen butir buahnya (Shiddieqy, 2005). Jerami padi merupakan sumber pakan bagi ternak ruminansia. Daun singkong merupakan sumber hijauan yang potensial untuk ternak. Daun singkong bisa dimanfaatkan melalui defoliasi sistematis setelah umbi singkong dipanen (Fasae dkk, 2006). Daun singkong memiliki nilai nutrien yang tinggi untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak.

Faktor iklim dapat mempengaruhi mutu hijauan. Di daerah tropis-basah

banyak terjadi erosi yang dapat mengakibatkan defisiensi mineral dalam makanan. Selain itu drainasi yang kurang baik sering meningkatkan proses ekstraksi

mineral, terutama mikro mineral dan menyebabkan tingginya konsentrasi mineral tersebut dalam jaringan tanaman. Pada umumnya daun-daun legumoinosa lebih banyak mengandung mineral dibanding dengan rumput. Semakin menuanya tanaman, kadar mineral semakin menurun karena pengenceran alamiah ataupun karena pemindahan mineral ke sistem akar.

F. Kapasitas Tampung Ternak

Kapasitas tampung adalah jumlah hijauan makanan ternak yang dapat disediakan dari kebun hijauan makanan ternak atau padang penggembalaan untuk kebutuhan ternak selama satu tahun yang dinyatakan dalam satuan ternak per hektar.

(34)

17 Konsumsi bahan kering (BK) merupakan faktor yang sangat penting. Menurut Despal, dkk (2007), pakan dengan kandungan bahan kering tinggi berpengaruh terhadap intake. Pada ruminansia intake dipengaruhi oleh tingkat penyerapan dan bentuk pakan. Parakkasi (1999) mengatakan bahwa kemampuan ternak untuk mengkonsumsi bahan kering tinggi berhubungan erat dengan kapasitas fisik lambung dan saluran pencernaan secara keseluruhan.

Produksi hijauan segar yang diperoleh dapat diketahui dengan menghitung produksi hijauan persatuan luas lahan yang ada. Pakan hijauan yang diperoleh tidak seluruhnya dikonsumsi oleh ternak karena pada sebagaian dari bagian tanaman ada yang ditinggalkan untuk menjamin pertumbuhan kembali. Besarnya bagian tersebut harus diperhitungkan sebagai faktor yang disebut proper use. Besarnya faktor proper use untuk hijauan yang digunakan secara ringan adalah 25 – 30%, sedang 40 – 45%, dan penggunaan yang berat 60 – 70% (Susetyo, 1980).

Menurut Blakely dan Bade (1991), kambing dapat mengkonsumsi bahan kering yang relatif banyak yaitu 5—7% dari bobot hidupnya, jika dibandingkan dengan sapi hanya 2—3% dari bobot hidupnya. Parakkasi (1999) menambahkan,

(35)

18 G. Sumber Daya Manusia (SDM)

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, diantaranya umur, pendidikan, pengalaman. Umur sangat berpengaruh terhadap kemampuan fisik dalam melakukan pekerjaan, umumnya umur yang lebih muda akan memiliki kemampuan lebih baik dalam melakukan usaha taninya yang akan menghasilkan produksi lebih banyak serta lebih giat dan aktif memelihara sapi. Petani yang lebih muda akan lebih cepat menerima dan menyerap inovasi baru. Faktor umur biasanya lebih diidentikan dengan peroduktivitas kerja, jika

seseorang masih tergolong usia produktif ada kecendrungan produktivitasnya juga tinggi . Semakin muda usia peternak (usia produktif 20 – 45 tahun) umumnya rasa keingintahuan tarhadap sesuatu semakin tinggi dan terhadap introduksi teknologi semakin tinggi (Chamdi, 2003). Semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka akan semakin tinggi kualitas sumberdaya manusia, yang pada gilirannya akan semakin tinggi pula produktivitas kerja yang dilakukannya (Syafaat, dkk 1995)

(36)

19 H. Masukan Teknologi Peternakan

Masukan teknologi dalam usaha ternak potong ditinjau dari aspek-aspek: (a) perkandangan, (b) pakan menyangkut sumber pakan, penggunaan pakan

tambahan, pemanfaatan limbah pertanian, dan pembuatan kebun rumput, dan (c) perkawinan dengan menggunakan inseminasi buatan (IB). Menurut Toelihere (1993), reproduksi merupakan suatu fungsi tubuh yang secara fisiologis tidak vital pengaruhnya terhadap kehidupan individu ternak tapi sangat berpengaruh pada kelangsungan suatu jenis hewan. Reproduksi menjadi dasar utama untuk menentukan tingkat produksi ternak di dalam peternakan. Reproduktivitas sapi potong yang tinggi merupakan kunci keberhasilan tingginya produksi ternak, terutama berhubungan dengan jumlah anak yang dilahirkan.

Pada saat ini masukan teknologi dalam bidang peternakan di daerah pedesaan dikembangkan model masukan ekternal rendah (Model Low External Input) namun diharapkan menghasilkan produksi yang cukup baik (Wijono dan

Mariyono, 2005). Masukan teknologi yang rendah ini dilakukan atas dasar fakta bahwa karakteristik peternak sapi potong di Indonesia masih sulit untuk

melakukan masukan teknologi yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: karena tingkat pendidikan yang rendah, tingkat kepemilikan lahan yang sempit, sulitnya mendapatkan modal usaha.

I. Analisis SWOT

(37)
(38)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan. Kegiatan penelitian berlangsung pada Februari 2015.

B. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sabit, kantong plastik, timbangan untuk mengambil sampel hijauan dan kuisioner untuk mewawancarai responden.

2. Bahan penelitian

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah data primer berupa kuisioner yang berisi identitas peternak sebanyak 50 responden yang terdiri dari peternak di Desa Jati Baru, Jati Indah, Budilestari, Srikaton dan Trimulyo, sampel hijauan serta data sekunder berupa luas lahan hijauan dan kondisi lingkungan dari instansi terkait di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan.

C. Peubah yang Diamati

(39)

22 2. Potensi Sumber Daya Alam yaitu, jenis dan ketersediaan hijauan makanan

ternak serta kapasitas tampung ternak yang terdapat di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan.

3. Potensi Sumber Daya Manusia yaitu, pengalaman beternak, umur peternak, pengetahuan peternak dan tingkat pendidikan di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan.

4. Masukan teknologi yaitu teknologi pakan dan teknik perkawinan ternak di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan.

D. Metode Penelitian

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode survei. Pengambilan data menggunakan metode purposive sampling. Purposive sampling merupakan metode pengambilan data yang didasarkan atas tujuan dan pertimbangan tertentu dari peneliti. Data yang diambil merupakan data primer dan sekunder. Data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif dan analisis SWOT (Adinata, 2012).

E. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer mencakup segala informasi mengenai lingkungan, SDA, SDM dan masukan teknologi yang menjadi obyek penelitian, misalnya temperatur lingkungan, produksi dan kualitas hijauan, produksi limbah hijauan yang

(40)

23 instansi-instansi/lembaga-lembaga terkait, yaitu kantor Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan dan Dinas Pertanian dan Peternakan wilayah setempat. Data sekunder meliputi informasi tentang potensi pertanian, perkebunan, dan peternakan yang ada di wilayah Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan.

F. Prosedur Penelitian

Prosedur pengambilan sampel

1. menentukan peternak sebagai responden dengan menggunakan metode

purposive sampling, yaitu menetapkan responden sesuai dengan tujuan dan

pertimbangan tertentu dari peneliti. Responden dipilih berdasarkan kepemilikan ternak minimal satu ekor sapi potong dan bersedia untuk diwawancarai;

2. mewawancarai 50 responden dengan kuisioner untuk mengetahui potensi Sumber Daya Manusia (SDM) dan masukan teknologi;

3. menyiapkan peralatan untuk pengambilan sampel hijauan;

4. menentukan lahan pertanian, perkebunan dan hijauan sebagai tempat pengambilan data dengan menggunakan metode purposive sampling. Jenis hijauan yang diambil sampelnya, yaitu rumput lapang perkebunan karet, rumput lapang perkebunan kelapa sawit, jerami padi, jerami jagung, daun singkong, dan kulit buah kakao. Lahan tanaman sebagai sampel adalah lahan petani yang sedang panen dan diambil sebanyak 2 sampel setiap jenis

(41)

24 5. melakukan pengukuran luas lahan terhadap lahan tanaman yang akan diambil

sampel;

6. memotong bagian sampel hijauan makanan ternak; 7. memasukkan sampel ke kantong plastik untuk ditimbang; 8. menimbang bobot segar dari sampel, lalu analisis kadar air.

Analisis SWOT

Penentuan bobot

(42)

25 Tabel 2. Pembobotan matriks evaluasi

Faktor Penentu A B C … Total

Bobot setiap variabel akan diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan menggunakan rumus:

αi = Xi

n=1Xi Keterangan:

αi = Bobot variabel faktor internal/eksternal ke-i Xi = Nilai variabel faktor internal/eksternal ke-i

i = 1, 2, 3, …n

n = Jumlah variabel

Penentuan peringkat

Peringkat pada kolom ketiga diberikan untuk faktor internal dan faktor

eksternal. Skala yang diberikan mulai dari 4,000 (paling tinggi) sampai 1,000 (paling rendah). Pemberian nilai dilakukan berdasarkan pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap peternakan di lokasi penelitian.

Skala matriks evaluasi faktor internal yang digunakan meliputi:

(43)

26 Mengalikan bobot dan peringkat, bobot pada kolom 2 dikalikan dengan peringkat pada kolom 3 untuk memperoleh skor pembobotan pada kolom 4.

Penjumlahan skor pembobotan

Skor pembobotan pada masing-masing faktor dijumlahkan untuk memperoleh total skor pembobotan bagi peternakan yang ada di lokasi penelitian. Nilai total skor pembobotan ini akan menunjukkan bagaimana peternakan bereaksi terhadap faktor-faktor strategi internal dan strategi eksternalnya.

Total skor pembobotan matriks evaluasi faktor internal

Kisaran nilai total skor pembobotan untuk matriks evaluasi faktor internal akan berada antara 1,000 (rendah) sampai 4,000 (tinggi) dengan rata-rata 2,500.

a) Total skor pembobotan yang jauh di bawah nilai 2,500 menunjukkan bahwa suatu peternakan masih lemah secara internal.

b) Total skor pembobotan yang jauh di atas nilai 2,500 menunjukkan bahwa posisi internal suatu peternakan sudah kuat.

Total skor pembobotan matriks evaluasi faktor eksternal

a) Total skor pembobotan 1,000 menunjukkan bahwa suatu peternakan tidak memanfaatkan peluang yang ada dan tidak menghindari ancaman-

ancaman yang ada.

(44)

27 Tabel 3. Matriks evaluasi faktor internal

Faktor Faktor Internal Bobot Rating Skor

(A) (B) (AxB)

Tabel 4. Matriks evaluasi faktor eksternal

Faktor Faktor Eksternal Bobot Rating Skor

(A) (B) (AxB)

Matriks Internal Eksternal (IE)

Mariks IE menentukan posisi dalam diagram skematis.

To

Total skor bobot evaluasi faktor internal

Kuat Rata-rata Lemah

3,000-4,000 2,000-2,999 1,000-1,999

Kuat I II III

3,000-4,000

(tumbuh dan membangun)

(tumbuh dan

membangun) (tetap dan bertahan)

Rata-rata IV V VI

2,000-2,999

(tumbuh dan

membangun) (tetap dan bertahan)

(menghasilkan dan terbuka)

Lemah VII VIII IX

1,000-1,999 (tetap dan bertahan)

(menghasilkan dan terbuka)

(menghasilkan dan terbuka)

(45)

28 Tabel 5. Perumusan Strategi

Internal Kekuatan (S) Kelemahan (W)

Eksternal

Peluang (O) Strategi SO Strategi WO

Gunakan kekuatan untuk Meminimalkan kelemahan untuk

memanfaatkan peluang memanfaatkan peluang

Ancaman (T) Strategi ST Strategi WT

Gunakan kekuatan untuk meminimalkan kelemahan dan

mengatasi ancaman menghindari ancaman

G. Analisis Data

(46)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka simpulan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Kecamatan Tanjung Bintang memiliki potensi lingkungan peternakan yang baik, dilihat dari iklim lingkungan baik dari segi curah hujan, suhu maupun kelembaban serta memiliki fasilitas pendukung peternakan seperti UPTD, SP-IB dan Gardunak yang membantu dalam pengembangan sapi potong.

2. Terdapat potensi sumber daya alam (SDA) yang baik dalam pengembangan peternakan sapi potong dengan memiliki jenis hijauan pakan yang beragam, yaitu rumput lapang perkebunan karet, rumput lapang perkebunan sawit, jerami padi, jerami jagung, dan daun singkong. Kecamatan Tanjung Bintang

memiliki kapasitas tampung ternak sebanyak 28.110,42 UT dengan ternak yang sudah ada sebanyak 9.524,20 UT, maka masih terdapat potensi penambahan ternak sapi potong sebanyak 18.586,22 UT.

(47)

51

4. Memiliki potensi masukan teknologi terapan yang kurang baik dalam pengembangan peternakan sapi potong. Tidak adanya penerapan teknik pengolahan pakan ternak dan masih terdapatnya peternak yang tidak memanfaatkan teknologi IB.

5. Strategi yang dapat diterapkan di Kecamatan Tanjung Bintang yaitu,

meningkatkan peran aktif pemerintah untuk memberikan pengetahuan peternak dalam hal budidaya sapi potong khususnya penerapan teknologi pengolahan pakan ternak yang inovatif melalui penyuluhan dan pelatihan-pelatihan

pembuatan pakan olahan serta perlu adanya bantuan dalam bentuk modal untuk peningkatan skala usaha ternak sapi potong.

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disarankan sebagai berikut :

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Adinata, K. I., A. I. Sari, dan E. T. Rahayu. 2012. Strategi Pengembangan Sapi Potong di Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukaharjo.

Anonim. 2012. Buku Putih Sanitasi Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman. Pokja Sanitasi Kabupaten Lampung Selatan. Pemerintah Daerah Lampung Selatan.

Anonim. 2012. Monografi dan Profil Kecamatan Tanjung Bintang. Kabupaten Lampung selatan

Aksi Agraris Kanisius. 1983. Hijauan Makanan Ternak Potong, Kerja dan Perah. Kanisius. Yogyakarta.

Aksi Agraris Kanisius. 1990. Beternak Sapi Perah, Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Aziz, M. A. 1993. Agroindustri Sapi Potong. Prospek Pengembangan pada PJPT

II. PT. Insan Mitra Satya. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2014. Kabupaten Lampung Selatan Dalam Angka. Provinsi Lampung.

Balai Pertanian. 2013. Luas Lahan Pertanian dan Perkebunan Kecamatan Tanjung Bintang. Kabupaten Lampung Selatan.

Blakely, J and D. H. Blade. 1991. The Science of Animal Husbandry. Printice- Hall Inc. New Jersey

Campbell, J.R, and J.F. Lesley. 1969. The Science of Animal that Serve Mankid. Second Edition. New York.

Chamdi, A. N. 2003. Kajian Profil Sosial Ekonomi Usaha Kambing di Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan Departemen Pertanian. Bogor.

Crowder, L. V and H. R. Chheda. 1982. Tropical Grassland Husbandry. London and New York. Longmans.

(49)

53 Despal, N. S., Suryahadi, D. Evvyernie., A. Sardiana., I. G. Permana dan T.

Toharmat. 2007. Nutrisi Ternak Perah. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Direktorat Jendral Peternakan. 2013. Populasi Sapi Potong Indonesia. Direktorat

Jendral Peternakan. Jakarta

Diwyanto, K. 2002. Pemanfaatan Sumberdaya Lokal dan Inovasi Teknologi dalam Mendukung Pengembangan Sapi Potong di Indonesia. Orasi APU Badan Litbang Pertanian

Ensminger, M. E. 1961. Nilai Konversi AU pada Ternak Ruminansia. Danville. Illinois

Fasae, O. A., O. S. Akintola, O. S. Sorunke, and I. F. Adu. 2006. Replacement Value of Cassava Foliage for Gliricidiasepium Leaves in the Diets of Goat. Proceeding Nutrition Society of Nigeria

Guntoro, S. 2002. Membudidayakan Sapi Bali. Penerbit: Kanisius. Yogyakarta. Hungate, R.E. 1996. The Rumen and Its Microbes. Academic Press. New York

and London.

Lawrence, T.L.J. 1980. Growth in Animals. Studies in the Agricultural and Food Science. Butterworths. London.

Lubis, D.A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. Pembangun Jakarta.

Mariyono, D.B., Wijono, dan Hartati. 2004. Teknologi Pakan Murah untuk Sapi Potong: Optimalisasi Pemanfaatan Tumpi Jagung. Puslitang Peternakan. Bogor.

Ma’sum, M., 1999. Kemungkinan Pengunaan Data Satelit untuk Mengestimasi Produksi Pakan Ruminansia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Deptan. Bogor.

McDowell, P.E., G.J. Richard., H.C. Pant., A. Roy., E.J. Siegentha and J.R. Stouffer. 1980. Improvement of livestook Production in Warm Climat. W.H. Freeman and Co. San Fransisco.

Mcllroy, R. J. 1976. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika.

Diterjemahkan oleh susetyo, S. Soedarmadi, T. Kismono, dan Sri Harini, L.S. Pradya Paramita. Jakarta

(50)

54 Nitis, I.M. 1995. Sistem Penyediaan Pakan Hijauan Menunjang Industri

Peternakan yang Berkesinambungan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Deptan. Bogor

Palabiran. 2012. Sistem Pemeliharaan Sapi Potong. Penebar swadaya. Jakarta. Prakkasi, A. 1999. Ilmu Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit Universitas

Indonesia. Jakarta.

Rakhmat, J. 2000. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung. Riady, M. 2004. Tantangan dan Peluang Peningkatan Produksi Sapi Potong

Menuju 2020. Di dalam Setiadi B. Editor. Prosiding Lokakarya

Nasional Sapi Potong. Yogyakarta. 8-9 Oktober 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Hlm. 3-6. Bogor.

Samsudin, U. 1977. Dasar-dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian. Binacipta. Bandung.

Santosa, U. 2001. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Peneber Swadaya. Jakarta.

Santoso, U. 2005. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta

Saputra, H. 2009. Strategi Pengembangan Ternak Sapi Potong Berwawasan Agribisnis journal litbang sumut.

Sastry, N.S.R., C.K. Thomas, and R.A. Singh. 1982. Farm Animal Management and Poultry Production. Vikas Publishing House. PVT.LTD.India

Shiddieqy, M. I. 2005. Pakan Ternak Jerami Olahan. Cakrawala. Jakarta Sitorus, S.R.P. 1998. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Tarsito. Bandung.

Sri Kuning, S.W. 1999. Analisis Kebutuhan Budidaya Sapi Perah di Kabupaten Sleman D. I. Y. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB. Bogor. Soedomo, R. 1984. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. BPFE. Yogyakarta

Soejana, T.D. 1993. Ekonomi Pemeliharaan Ternak Ruminansia Kecil. Di Dalam; Produksi Kambing dan Domba Indonesia.Sebelas Maret University Press. Sofyan, I., 2003. Kajian Pengembangan Bisnis Pengusahaan Kebun Rumput

Gajah untuk Penyediaan Pakan pada Usaha Penggemukan Sapi Potong PD. Gembala Kabupaten Garut Jawa Barat. IPB.

(51)

55 Suratman, S., Ritung, dan Djaenudin. 1998. Potensi Lahan untuk Pengembangan

Ternak Ruminansia Besar di Beberapa Propinsi di Indonesia. Dalam Karama AS. (Editor). Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bidang Pedologi. Cisarua. 4-6 maret 1997. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Hlm. 169-182. Bogor.

Susetyo B. 1980. Padang Penggembalaan. Fakultas Peternakan IPB. Bogor Syafaat, N., A. Agustian., T. Pranadji., M. Ariani., I. Setiadjie, dan Wawan. 1995.

Studi Kajian SDM dalam Menunjang Pembangunan Pertanian Rakyat Terpadu di KTI. Bogor.

Tilman, A.D., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S, Prawirokoesumo., S. Lebdosoekodjo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Toelihere, M. R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Bandung: Angkasa Unit Pelayanan Teknis Daerah. 2013. Data Populasi Ternak. Kecamatan Tanjung

Bintang. Lampung Selatan.

Unit Pengelola Kegiatan. 2012. Profil Kecamatan. Kecamatan Tanjung Bintang. Lampung Selatan.

Wijono, D.B dan Mariyono. 2005. Review hasil penelitian model low external input di loka penelitian sapi potong tahun 2002-2004. Dalam Proseding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Hlm. 43-56.

Williamson, G and W.J.A. Payne. 1968. An Introduction to Animal Husbandry in The Tropics. Third Edition. Longmans and Co. Ltd. London.

Gambar

Tabel
Tabel 1. Populasi sapi potong di Indonesia
Tabel 2. Pembobotan matriks evaluasi
Tabel 3. Matriks evaluasi faktor internal
+2

Referensi

Dokumen terkait

KESIMPULAN Berdasarkan uraian yang telah peneliti paparkan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan dari penerapan Project Based Learning pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi tang tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri ini, bahwa mata

Membantu Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah merumuskan kebijakan daerah dalam pelaksanaan kewenangan daerah di bidang perhubungan, komunikasi dan informatika

N-Methyl perfluoroctan sulfonamid ethanol / N-Methyl perfluorooctane sulfonamide ethanol 24448-09-7 N-Me-FOSE. N-Ethyl perfluoroctan sulfonamid ethanol / N-Ethyl perfluorooctane

Penelitian ini membahas tentang metode penafsiran yang digunakan Asma Barlas yaitu maudhu’i karena Barlas membahas ayat alquran sesuai dengan tema yang telah ditetapkan,

Menguraikan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian berupa timbulan, komposisi sampah, karakteristik dan potensi daur ulang sampah yang dihasilkan di Kawasan

Hal ini berarti nilai thitung˂ttabel yaitu -1,7 ˂ 2,011 maka Ho diterima yang artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan kognitif siswa antara

Peraturan Bupati Belitung Nomor 42 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi, serta Tata Kerja pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten