• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KERAPATAN KERAMBA JARING APUNG (KJA) TERHADAP KUALITAS PERAIRAN WADUK WAY TEBABENG KABUPATEN LAMPUNG UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KERAPATAN KERAMBA JARING APUNG (KJA) TERHADAP KUALITAS PERAIRAN WADUK WAY TEBABENG KABUPATEN LAMPUNG UTARA"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

EFFECT OF FLOATING NET CAGES DENSITY ON THE WATER QUALITY OF WAY TEBABENG RESERVOIR IN NORTH LAMPUNG

By

ERWINSYAH PUTRA

(2)

Pollution index of the six stations on the 45th day observation showed range from 10.28-14.19. Pollution index all of the six stations categorized high polluted. The correlation value of floating net cages density versus pollution index value is negatively correlated at r = -0.085. Effect of floating net cages percentage density against pollution index valued is showed at R = 0.7 %. Aquaculture activities in Way Tebabeng reservoir was managed traditionally by using a single net.

(3)

ABSTRAK

PENGARUH KERAPATAN KERAMBA JARING APUNG (KJA) TERHADAP PERUBAHAN KUALITAS PERAIRAN WADUK WAY TEBABENG KABUPATEN LAMPUNG UTARA

Oleh

ERWINSYAH PUTRA

(4)

lurus dengan peningkatan indeks pencemaran. Nilai indeks pencemaran ke 6 stasiun pada pengamatan hari ke-45 berkisar antara 10,28-14,19. Nilai indeks pencemaran ke-6 stasiun termasuk kategori tercemar berat. Nilai korelasi kerapatan KJA terhadap indeks pencemaran adalah berkorelasi negatif senilai r = -0,085. Pengaruh persentase kerapatan KJA terhadap indeks pencemaran senilai R = 0,7 %. Budidaya ikan di Waduk Way Tebabeng masih tradisional dengan menggunakan jaring tunggal.

(5)

PENGARUH KERAPATAN KERAMBA JARING APUNG (KJA) TERHADAP KUALITAS PERAIRAN

WADUK WAY TEBABENG KABUPATEN LAMPUNG UTARA

Oleh

ERWINSYAH PUTRA

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER SAINS

Pada

Program Pascasarjana Magister Ilmu Lingkungan Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU LINGKUNGAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(6)

xvii DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(7)

xiv DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……… xvi

DAFTAR GAMBAR ……….. xvii

PENDAHULUAN ……….. 1

Latar Belakang ………... 1

Perumusan Masalah ………... 4

Tujuan Penelitian ………... 4

Manfaat ………. 4

Kerangka Teoritis ………... 5

Hipotesis ……….... 8

TINJAUAN PUSTAKA ……….. 9

Waduk ……… 9

Kualitas Air ………. 12

Indeks Pencemaran ………. 22

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ……….... 25

Desa Jagang ………..….. 25

Waduk Way Tebabeng ………..……. 26

METODE ………..……... 29

Tempat dan Waktu ………. 29

Alat dan Bahan ……….. 29

Metode Penelitian ………. 30

Pelaksanaan Penelitian ……….. 34

Analisis Data ………. 35

HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 37

Hasil ……… 37

Nilai Parameter Kualitas Air ………. 39

IP Pada Setiap Stasiun Pengamatan ………... 45

(8)

xv

Korelasi antar Parameter Kualitas Air dengn IP …..………. 49

Aktivitas Budidaya Ikan di KJA Waduk Way Tebabeng…... 53

Pembahasan ………..….. 54

Nilai Parameter Kualitas Air ………..……… 54

IP Pada Setiap Stasiun Pengamatan ……….…. 70

Hubungan Kerapatan KJA dengan Peningkatan Nilai IP .…. 72

Korelasi antar Parameter Kualitas Air dengn IP ….………... 79

Aktivitas Budidaya Ikan di KJA Waduk Way Tebabeng... 81

SIMPULAN DAN SARAN ……… 87

DAFTAR PUSTAKA ………... 89

LAMPIRAN ………...…. 96

Analisis Kualitas Air ………..…... 97

Gambar Kondisi Masing-Masing Stasiun Pengamatan………….. 98

Gambar Pengamatan Kualitas Air ……….. 99

Gambar Kondisi disekitar Stasiun Pengamatan …………..……… 100

(9)

xvi DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ………..…… 29 4.2 Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ……….. 30 4.3 Karakteristik stasiun pengamatan ……… 31 4.4 Parameter fisika, kimia, dan mikrobiologi kualitas air…………. 34 5.1 Nilai rata-rata parameter kualitas air setiap stasiun pengamatan

(10)
(11)
(12)
(13)

MOTO

Sabda Rasulullah SAW, “Khairunnas anfa’uhum linnas”, “ Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain”. (HR. Bukhari

(14)
(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi, Lampung Utara pada tanggal 24 Mei 1988, sebagai anak pertama dari empat bersaudara, dari Bapak Barwen Nawawi dan Ibu Nelli Wati Cedeta.

Penulis menempuh Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) Aisiyah Kotabumi diselesaikan Tahun 1994, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 4 Tanjung Aman Kotabumi pada Tahun 2000, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Swasta Xaverius Kotabumi pada Tahun 2003, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA N 3 Kotabumi Lampung Utara pada Tahun 2006.

(16)

SANWACANA

Puji syukur selalu penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Solawat dan salam semoga selalu tercurah kepada baginda agung rasullullah Muhammad saw.

Tesis dengan judul “Pengaruh Kerapatan Keramba Jaring Apung (KJA)

Terhadap Kualitas Perairan Waduk Way Tebabeng Kabupaten Lampung Utara” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Allah SWT, dzat pemilik alam semesta dan isinya

2. Kedua orang tua penulis Bapak Barwen Nawawi dan Ibu Nelli Wati

3. Bapak Dr. Ir. Henrie Buchari, M.Si. selaku ketua program studi MIL dan pembimbing Utama atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian tesis ini;

4. Bapak Drs. Tugiyono, M.Si., Ph.D. selaku pembimbing kedua atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian tesis ini;

(17)

6. Kepala Desa Jagang, Bapak Suwardi, Mas Gendhon, Mas Dedi, Mas Surya dan seluruh pembudidaya ikan di perairan Waduk Way Tebabeng Kotabumi, Lampung Utara.

7. Kak Sapri, Dinas Perikanan, Dinas PU, dan Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kotabumi, Lampung Utara.

8. Sahabat-sahabat MIL angkatan 2012 (Pak Yun, Pak Pri, Pak Dedi, Pak Salman, Bang Almo, Atu Alia, dan Kak Ina), Bang Yayan, Tante Nurprima, serta teman-teman MIL angkatan 2010-2014.

9. Karyawan laboratorium kesehatan lingkungan Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Lampung.

10.Dosen pengajar MIL, Mas Heri, Mas Hendri dan seluruh karyawan Pascasarjana Universitas Lampung.

11.Pakde Heri dan Bude Lina serta dek Nurul. 12.Uda Andi, Wawan dan Mas Danu.

13.Sahabat-sahabat perjuangan di Asrama Puri Agung Kampung Baru, terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya.

Akhir kata penulis menyadari kekurangan dari tesis ini, akan tetapi besar harapan tesis ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua khususnya pelaku budidaya ikan dan lingkungan hidup.

Bandar Lampung, 9 April 2015

(18)

1 I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan dan berbentuk pelebaran alur atau badan atau palung sungai (PerMen LH No 28 Tahun 2009). Waduk merupakan salah satu perairan yang memiliki potensi sumber daya hayati. Keberadaan ekosistem waduk memberikan fungsi yang menguntungkan bagi kehidupan manusia, antara lain keperluan rumah tangga, industri, pertanian, dan perikanan. Fungsi penting waduk antara lain sebagai sumber plasma nutfah terutama jenis-jenis ikan dengan tingkat endemisitas yang tinggi, penyimpan air, kebutuhan air minum, irigasi, pendukung sarana transportasi, budidaya perikanan, pariwisata dan pembangkit listrik.

(19)

2 menggunakan KJA telah dilakukan masyarakat sekitar tahun 1980-an hingga sekarang.

Budidaya ikan menggunakan KJA merupakan salah satu cara yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan. Budidaya ikan baik menggunakan keramba jaring apung (KJA), keramba jaring tancap (KJT), atau keramba saja akan menyebabkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan. Hal tersebut akan menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi lingkungan perairan.

Demetrio et al. (2011) menyatakan budidaya ikan menggunakan KJA dapat menyebabkan berbagai dampak lingkungan pada badan air. Dampak negatif tersebut berupa sedimentasi, umbalan, dan eutrofikasi yang dapat menurunkan kualitas perairan waduk. Menurut Simarmata (2007) penurunan kualitas perairan danau atau waduk, disebabkan oleh aktivitas budidaya ikan pada KJA yang berlebihan. Permasalahan yang selalu muncul dengan adanya budidaya ikan adalah terjadinya kematian masal ikan, terjangkitnya penyakit, dan bahkan turunnya produksi ikan budidaya.

(20)

3 Hasil studi kasus budidaya ikan di Waduk Cirata, Jawa Barat yang menerima beban nutrien total Nitrogen dan Fosfor baik yang berasal dari limbah sisa pakan budidaya ikan maupun yang masuk dari inlet waduk termasuk meningkat. Peningkatan beban nutrien memperburuk ketersediaan oksigen terlarut dan meningkatnya bahan toksik berupa amonia di perairan. Hasil identifikasi logam berat jenis kadmium (Cd) juga telah melebihi baku mutu (Sudrajat dkk., 2010). Hal tersebut juga didukung oleh kejadian yang selalu berlangsung setiap tahun yaitu terjadinya kematian ikan secara mendadak. Hal ini diduga terjadi karena adanya kasus pembalikan massa air yang biasa disebut arus balik atau umbalan (up welling).

Sedimentasi (pendangkalan waduk) pada Waduk Way Tebabeng juga ditemukan. Hasil komunikasi dengan pembudidaya ikan di Waduk Way Tebabeng menyebutkan terdapat kedalaman waduk yang bervariasi mulai dari inlet waduk, bagian tengah waduk, pinggiran waduk dan outlet waduk. Inlet waduk memiliki kedalaman berkisar 2-3 m. Bagian perairan waduk dengan jumlah kerapatan KJA tinggi dan pinggiran waduk sebelah utara memiliki kedalaman berkisar 1-3 m. Bagian perairan waduk dengan jumlah kerapatan KJA sedang 3-4 m. Sedangkan bagian outlet waduk memiliki kedalaman berkisar antara 5-7 m. Waduk Way Tebabeng juga pernah mengalami kekeringan. Hal tersebut mengakibatkan sawah di sekitar waduk tidak dapat diairi.

(21)

4 diharapkan didapatkan informasi terbaru tentang kondisi kualitas perairan Waduk Way Tebabeng. Informasi kondisi tersebut berupa tingkat pencemaran perairan Waduk Way Tebabeng oleh budidaya ikan. Hal tersebut guna pemanfaatan dan pengelolaan waduk sebagai tempat budidaya ikan. Waduk tetap mengairi sawah pertanian dan kegiatan budidaya ikan tetap berlangsung dengan kondisi perairan Waduk Way Tebabeng yang lestari.

1.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh kerapatan KJA terhadap kondisi kualitas perairan Waduk Way Tebabeng?

2. Bagaimana aktivitas pengelolaan budidaya ikan pada KJA oleh pembudidaya ikan di Waduk Way Tebabeng?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis pengaruh persentase kerapatan KJA terhadap kondisi kualitas perairan Waduk Way Tebabeng.

2. Mendeskripsikan aktivitas pengelolaan budidaya ikan pada KJA oleh pembudidaya ikan di Waduk Way Tebabeng.

1.4. Manfaat

(22)

5 2. Rekomendasi kepada masyarakat sekitar waduk, dalam pengelolaan dan

pemanfaatan Waduk Way Tebabeng sebagai tempat budidaya ikan menggunakan KJA.

1.5. Kerangka Teoritis

Waduk memiliki fungsi sebagai tempat pembakit listrik, sumber air minum, irigasi pertanian, pariwisata, penyimpan air, dan kegiatan perikanan. Salah satu fungsi waduk yaitu kegiatan budidaya ikan mengunakan KJA. Kegiatan budidaya ikan menggunakan KJA harus memperhatikan beberapa faktor pendukung. Faktor-faktor tersebut adalah kedalaman minimal KJA, jarak antar KJA, dan arus air di waduk. Jarak kerapatan antar KJA yang baik untuk kelestarian lingkungan adalah 4,5 m (Erlania dkk., 2010). Menurut Sudrajat dkk. (2010) kedalaman air yang terlalu rendah (< 1 m) dapat memicu terjadinya umbalan. Oleh karena itu, budidaya ikan menggunakan KJA harus memperhatikan faktor-faktor tersebut agar tidak mencemari lingkungan perairan waduk.

(23)

6 Penambahan jumlah KJA di waduk mengakibatkan variasi peningkatan kerapatan KJA. Terdapat KJA dengan kerapatan rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Kegiatan budidaya ikan dengan variasi kerapatan KJA tersebut akan menghasilkan bahan organik tinggi yang berasal dari pakan dan metabolisme ikan. Bahan organik yang berasal dari pakan ikan berupa nitrat (NO3), nitrit (NO2), fosfat (PO4), amonia (NH3), dan hidrogen sulfida (H2S). Bahan organik tersebut dalam jumlah yang melebihi baku mutu akan mengakibatkan penurunan kualitas perairan waduk.

Hal tersebut memberikan dampak pada kegiatan budidaya ikan dan badan perairan waduk menjadi tercemar. Dampak tersebut mulai dari kematian ikan, ledakan fitoplankton, sedimentasi, umbalan dan eutrofikasi. Jadi, diperlukan manajemen pengelolaan budidaya ikan menggunakan KJA di Waduk Way Tebabeng. Hal tersebut dimaksudkan budidaya ikan di KJA tetap berlangsung dengan perairan waduk tetap lestari.

(24)

7 Gambar 1.1. Bagan alir kerangka penelitian.

Waduk multi fungsi

Kegiatan budidaya ikan di keramba

jaring apung

Menghasilkan bahan organik dari sisa pakan dan faeces Proses penelitian

Mendapat data dan dianalisis

Kerapatan KJA rendah, sedang, tinggi, dan sangat

tinggi

Pengamatan parameter kualitas

perairan

Deskriptif, regresi linier dan korelasi

bivariat

Perubahan kualitas perairan

Fisika, kimia, dan mikrobiologi

Dampak budidaya ikan di KJA

Manajemen pengelolaan KJA di

Waduk

Kualitas air dan Indeks pencemaran

tidak sesuai baku mutu Waduk Way Tebabeng Sedimentasi, umbalan, eutrofikasi blooming algae

Pergeseran letak KJA, pengurangan padat tebar ikan, monitoring

(25)

8 F. Hipotesis

(26)

9 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Waduk

Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki ceruk, saluran masuk (inlet), saluran pengeluaran (outlet) dan berhubungan langsung dengan sungai utama yang mengairinya. Waduk umumnya memiliki kedalaman 16 sampai 23 kaki (5-7 m) (Shaw et al., 2004). Menurut Perdana (2006) waduk merupakan badan air tergenang (lentik) yang dibuat dengan cara membendung sungai, umumnya berbentuk memanjang mengikuti bentuk awal dasar sungai. Berdasarkan pada tipe sungai yang dibendung dan fungsinya, dikenal tiga tipe waduk, yaitu waduk irigasi, waduk lapangan dan waduk serbaguna. Waduk irigasi berasal dari pembendungan sungai yang memiliki luas antara 10–500 ha dan difungsikan untuk kebutuhan irigasi. Waduk lapangan berasal dari pembendungan sungai episodik dengan luas kurang dari 10 ha, dan difungsikan untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat di sekitar waduk.

(27)

10 tergenang dibagi menjadi dua, yaitu zonasi bentik dan zonasi kolom air. Zonasi bentik (zonasi dasar) terdiri atas supra-litoral, litoral, sub-litoral, dan profundal. Zonasi kolom air terdiri atas zonasi limnetik, tropogenik, kompensasi, dan tropolitik (Effendi, 2003).

Menurut Perdana (2006) berdasarkan fungsinya, waduk diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu :

1) Waduk eka guna (single purpose)

Waduk eka guna adalah waduk yang dioperasikan untuk memenuhi satu kebutuhan saja, misalnya untuk kebutuhan air irigasi, air baku atau PLTA. Pengoperasian waduk eka guna lebih mudah dibandingkan dengan waduk multi guna dikarenakan tidak adanya konflik kepentingan di dalam. Pada waduk eka guna pengoperasian yang dilakukan hanya mempertimbangkan pemenuhan satu kebutuhan.

2) Waduk multi guna (multi purpose)

Waduk multi guna adalah waduk yang berfungsi untuk memenuhi berbagai kebutuhan, misalnya waduk untuk memenuhi kebutuhan air, irigasi, air baku dan PLTA. Kombinasi dari berbagai kebutuhan ini dimaksudkan untuk dapat mengoptimalkan fungsi waduk dan meningkatkan kelayakan pembangunan suatu waduk.

(28)

11 Kemudian berdasarkan tingkat cahaya bagian waduk dibagi menjadi dua. Bagian yang memperoleh cukup cahaya dan pencampuran air terjadi dengan baik disebut zona fotik atau eufotik. Zona tersebut membentang dari permukaan waduk sampai dengan kedalaman cahaya kira-kira 1 % dari yang terdapat dipermukaan. Kemudian zona afotik membentang dibawah litoral dan fotik sampai ke dasar waduk. Respirasi terjadi pada semua kedalaman waduk, sehingga zona afotik merupakan daerah konsumsi oksigen tertinggi.

Karakteristik suatu waduk merupakan bagian pokok dari waduk yaitu volume hidup (efective storage), volume mati (dead storage), tinggi muka air (TMA) maksimum, tinggi muka air (TMA) minimum, tinggi mercu bangunan pelimpah berdasarkan debit rencana. Sifat waduk tergantung dari perbedaan fluktuasi aliran air masuk dan aliran air keluar. Rasio antara volume waduk terhadap alirannya akan memberikan waktu detensi hidraulik. Hidraulik yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mengusongkan waduk. Aliran keluar waduk yang berlangsung lambat, maka waktu detensi makin besar. Hal tersebut menyebabkan pencampuran banyak terjadi di dalam waduk, sehingga waduk termasuk bersifat homogen. Sebaliknya waktu detensi yang berlangsung singkat maka pencampuran yang terjadi sedikit, sehingga waduk bersifat heterogen (Perdana, 2006).

(29)

12 a. Oligotrof adalah status trofik air danau dan atau waduk yang mengandung unsur hara dengan kadar rendah. Status tersebut menunjukkan kualitas air masih bersifat alamiah belum tercemar dari sumber unsur hara N dan P.

b. Mesotrof adalah status trofik air danau dan atau waduk yang mengandung unsur hara dengan kadar sedang. Status tersebut menunjukkan adanya peningkatan kadar N dan P, namun masih dalam batas toleransi karena belum menunjukkan adanya indikasi pencemaran air.

c. Eutrof adalah status trofik air danau dan atau waduk yang mengandung unsur hara dengan kadar tinggi. Status tersebut menunjukkan air telah tercemar oleh peningkatan kadar N dan P.

d. Hipereutrofik adalah status trofik air danau dan atau waduk yang mengandung unsur hara dengan kadar sangat tinggi. Status tersebut menunjukkan air telah tercemar berat oleh peningkatan kadar N dan P.

2.2. Kualitas Air

(30)

13 a. Suhu

Suhu dinyatakan dalam satuan derajat celcius (oC) atau derajat Fahrenheit (oF). Cahaya matahari yang masuk ke perairan akan mengalami penyerapan dan perubahan menjadi energi panas. Proses penyerapan cahaya ini berlangsung secara lebih intensif pada bagian lapisan permukaan air. Hal tersebut menyebabkan lapisan permukaan perairan memiliki suhu yang lebih tinggi (lebih panas) dan densitas yang lebih kecil dibandingkan dengan suhu lapisan dalam perairan (Effendi, 2003).

Air mempunyai sifat unik yang berhubungan dengan panas, secara bersama-sama mengalami penurunan. Suhu dalam air lebih kecil dan perubahan terjadi lebih lambat dibandingkan dengan di udara. Variasi suhu dalam air tidak sebesar jika dibandingkan dengan suhu udara. Hal tersebut merupakan faktor pembatas utama karena organisme akuatik sering kali mempunyai toleransi yang sempit. Perubahan suhu menyebabkan pola sirkulasi yang khas dan stratifikasi yang amat mempengaruhi kehidupan akuatik (Odum, 1993).

(31)

14 b. Kecerahan

Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Pengambilan sampel air secara vertikal dilakukan berdasarkan kedalaman keping secchi (secchi disc). Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, zat-zat terlarut, partikel-partikel dan warna air (Effendi, 2003). Kecerahan juga berfungsi untuk mengetahui proses asimilasi dalam air, bagian air yang tidak keruh, agak keruh, dan paling keruh (Kordi dan Tancung, 2007). Menurut Hardiyanto dkk. (2012) penurunan nilai kecerahan dipengaruhi oleh penurunan volume air. Hal tersebut mengakibatkan proses fotosintesis menjadi terganggu sehingga terjadi penurunan kecerahan.

c. TSS (total suspended solid)

(32)

15 d. Kedalaman

Kedalaman perairan berperan penting terhadap kehidupan biota pada ekosistem tersebut. Peningkatan kedalaman perairan menyebabkan terdapat zona-zona yang masing-masing memiliki kekhasan tertentu, seperti suhu, kelarutan gas-gas dalam air, kecepatan arus, penetrasi cahaya matahari dan tekanan hidrostatik. Perubahan faktor-faktor fisik dan kimiawi perairan tersebut akibat perubahan kedalaman sehingga menyebabkan respon yang berbeda pada biota akuatik di dalamnya (Hanif dkk., 2011). Hasil penelitian Yuningsih dkk. (2014) menyebutkan bahwa kedalaman perairan 324-345 cm cukup baik untuk membudidayakan ikan menggunakan KJA.

e. Kadar asam (pH).

pH didefinisikan sebagai logaritma dari konsentrasi ion hidrogen (H) dalam mol per liter. Derajat keasaman (pH) adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen dan menunjukkan suasana air tersebut bereaksi asam atau basa. Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5 – 7,5 (Kordi dan Tancung, 2007). Boyd (1982) menyebutkan bahwa, nilai pH air yang kurang dari 5 dan lebih besar dari 9, maka perairan tersebut telah tercemar berat mengakibatkan kehidupan biota air akan terganggu.

(33)

16 Sudrajat dkk. (2010) kisaran pH 6,6 – 9,7 merupakan kondisi yang baik untuk budidaya ikan menggunakan KJA di waduk.

f. Oksigen terlarut (DO)

Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air dan dari atmosfer (udara) yang masuk kedalam air. Biota air sangat memerlukan oksigen terlarut minimal 5 ppm. Konsentrasi oksigen terlarut minimal untuk kehidupan biota tidak boleh kurang dari 5 ppm (Fardiaz, 1992). Menurut Connell dan Miller (1995) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi oksigen terlarut di dalam badan air. Faktor-faktor tersebut adalah pernafasan organisme air, proses nitrifikasi, suhu air, kadar garam, musim, dan fotosintesis. Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas Air dan pengendalian pencemaran air bahwa konsentrasi oksigen terlarut (DO) golongan III adalah sebesar 3 mg/L.

(34)

17 g. BOD5 (Biological Oxygen Demand)5

BOD5 (Biological Oxygen Demand) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. BOD5 digunakan untuk mengukur secara relatif jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan yang ada diperairan. Nilai BOD5 tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Peningkatan konsumsi oksigen yang tinggi ditunjukkan dengan penurunan sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi. (Fardiaz, 1992). Menurut Erlania dkk. (2010) perairan waduk yang memiliki konsentrasi BOD5 4- 6 mg/L termasuk belum tercemar oleh kegiatan perikanan.

h. COD (Chemical Oxygen Demand)

(35)

18 konsentrasi COD golongan III adalah sebesar 50 mg/L. Menurut Pujiastuti dkk. (2013) konsentrasi COD 20 – 37 mg/L memenuhi syarat untuk kegiatan perikanan.

i. Amonia (NH3)

Amonia (NH3) merupakan senyawa nitrogen yang dapat berubah menjadi ion NH4 pada pH rendah. Amonia berasal dari limbah domestik dan limbah pakan ikan. Amonia diperairan waduk dapat pula bersumber dari dekomposisi bahan organik oleh mikroba dan jamur berupa nitrogen organik dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air (Marganof, 2007). Menurut Kordi dan Tancung (2007) amonia didasar perairan berasal dari sisa pakan, sisa-sisa ganggang yang mati, faeces biota perairan. Pengaruh langsung dari peningkatan konsentrasi amonia adalah rusaknya jaringan insang. Pembengkakan insang menyebabkan fungsinya sebagai alat pernafasan menjadi terganggu. Hal tersebut akhirnya menyebabkan biota perairan mati. Hasil penelitian Zahidah (2004) di Waduk Cirata didapatkan konsentrasi amonia yang tinggi berkisar antara 0,182-0,275 mg/L dengan jumlah KJA 3186 buah.

j. Hidrogen sulfida (H2S)

(36)

19 peningkatan konsentrasi hidrogen sulfida (Connell dan Miller, 1995). Perairan waduk yang memiliki konsentrasi hidrogen sulfida (H2S) melebihi baku mutu 0,002 mg/L, menandakan perairan tersebut sudah tercemar (Peraturan Pemerintah Indonesia No. 82 Tahun 2001). Penelitian Erlania dkk. (2010) mendapatkan konsentarsi hidrogen sulfida (H2S) 0,2-0,89 mg/L disebabkan oleh aktivitas budidaya ikan.

k. Total coliform

(37)

20 l. Bahan organik

Nitrogen terdapat di lingkungan perairan dalam berbagai macam bentuk dan gabungan unsur kimia yang luas. Nitrogen anorganik seperti amonia, nitrit, nitrat dan gas nitrogen biasanya larut dalam air (Connell dan Miller, 1995). Fosfat merupakan unsur kunci dalam kesuburan perairan dan nutrien pertama yang menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan fitoplankton. Fosfat dalam bentuk terlarut berupa ortofosfat, sedangkan dalam bentuk padatan berupa mineral – mineral batuan dan dalam bentuk suspensi dalam sel organisme seperti bakteri, plankton, sisa tanaman, dan protein. Fosfat yang terdapat di perairan berasal dari hasil pelapukan mineral fosfat yang terbawa saat erosi, pupuk, kegiatan pertanian, serta limbah industri dan rumah tangga (Effendi, 2003).

Menurut Saeni (1991) senyawa fosfat merupakan salah satu senyawa esensial

untuk pembentuk protein, pertumbuhan alga dan pertumbuhan organisme

perairan. Fosfat di perairan bebas terdapat dalam tiga bentuk yaitu fosfat organik

(tidak terlarut), polifosfat (setengah terlarut) dan ortofosfat (terlarut). Menurut Achmad (2011) perairan waduk dengan konsentrasi fosfat 0,215-0,366 mg/L termasuk perairan yang telah tercemar. Menurut Effendi (2003) kadar nitrat dari nitrogen pada perairan alami tidak pernah lebih dari 0,1 mg/L, akan tetapi apabila kadar nitrat lebih besar 0,2 mg/l akan mengakibatkan eutrofikasi (pengayaan). Hal tersebut selanjutnya menstimulir pertumbuhan alga dan tumbuhan air secara pesat. Marganof (2007) menyebutkan bahwa.nitrit merupakan senyawa nitrogen beracun yang biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit.

(38)

21 kelangsungan hidup bagi organisme di dalamnya. Organisme tersebut berperan sebagai mata rantai dari rantai makanan yang mendukung produktivitas perairan. Pengkayaan zat hara di lingkungan perairan memiliki dampak positif, namun pada tingkatan tertentu juga dapat menimbulkan dampak negatif. Dampak positifnya adalah terjadi peningkatan produksi fitoplankton dan total produksi sedangkan dampak negatifnya adalah terjadinya penurunan kandungan oksigen di perairan, penurunan biodiversitas. Dampak negatif lain yaitu memperbesar potensi muncul dan berkembangnya jenis fitoplankton berbahaya yang lebih umum dikenal dengan istilah Harmful Algal Blooms atau HABs (Risamasu & Prayitno, 2011).

Parameter-parameter kualitas air tersebut diatas juga dibandingkan dengan baku mutu tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air golongan III. Peraturan Pemerintah Indonesia No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air menyebutkan terdapat 4 (empat) klasifikasi air. Klasifikasi golongan air tersebut adalah sebagai berikut :

1. Air golongan I : Air yang dapat digunakan untuk air baku (air minum) secara langsung tanpa harus dimasak atau diolah terlebih dahulu atau dapat digunakan yang lainnya sebagai mempersyarat mutu air sama dengan kegunaan tersebut.

(39)

22 3. Air golongan III : Air yang dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, mengairi keperluan pertanian atau dapat digunakan yang lainnya sebagai mempersyarat mutu air sama dengan kegunaan tersebut. 4. Air golongan IV : Air yang dapat digunakan untuk mengairi keperluan

pertanian, industri, pembangkit listrik atau dapat digunakan yang lainnya sebagai syarat mutu air sama dengan kegunaan tersebut.

2.3. Indeks Pencemaran (IP)

Indeks pencemaran (IP) merupakan indeks (nilai) yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang di izinkan. Indeks Pencemaran (IP) dibuat untuk tujuan peruntukan tertentu, kemudian dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu sungai. Pengelolaan kualitas air atas dasar IP tersebut dapat memberi masukan pada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air. Nilai IP tersebut digunakan untuk suatu peruntukan dan dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas air jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar. IP mencakup berbagai kelompok parameter kualitas yang independen dan bermakna (KepMen LH, 2003).

(40)

23 sungai, maka Pij adalah Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j) yang merupakan fungsi dari Ci/Lij.

Harga Pij tersebut dapat ditentukan dengan cara :

1. Pilih parameter-parameter yang jika harga parameter rendah maka kualitas air akan membaik.

2. Pilih konsentrasi parameter baku mutu yang tidak memiliki rentang.

3. Hitung harga Ci/Lij untuk tiap parameter pada setiap lokasi pengambilan cuplikan.

4. Nilai konsentrasi parameter yang menurun menyatakan tingkat pencemaran meningkat, misalnya DO. Tentukan nilai teoritik atau nilai maksimum Cim (misal untuk DO, maka Cim merupakan nilai DO jenuh). Dalam kasus ini nilai Ci/Lij hasil pengukuran digantikan oleh nilai Ci/Lij hasil perhitungan, yaitu : (Ci/Lij)baru =

Nilai baku Lij yang memiliki rentang untuk nilai Ci < Lij rata-rata

(Ci/Lij)baru =

untuk nilai Ci > Lij rata-rata (Ci/Lij)baru =

Keraguan timbul jika dua nilai (Ci/Lij) berdekatan dengan nilai acuan 1,0, misal C1/L1j = 0,9 dan C2/L2j = 1,1 atau perbedaan yang sangat besar, misal C3/L3j = 5,0

Cim - Ci(hasil pengukuran) Cim - Lij

(Ci - (Lij)rata-rata) (Lij(minimum)- Lij(rata-rata)

(41)

24 dan C4/L4j = 10,0. Dalam contoh ini tingkat kerusakan badan air sulit ditentukan. Cara untuk mengatasi kesulitan ini adalah dengan cara :

Penggunaan nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran kalau nilai ini lebih kecil dari 1,0. Penggunaan nilai (Ci/Lij)baru jika nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran lebih besar dari 1,0.

5. Tentukan nilai rata-rata dan nilai maksimum dari keseluruhan Ci/Lij ((Ci/Lij)R dan (Ci/Lij)M).

6. Tentukan harga Pij

IP = 2 ) / ( ) /

( 2 2

R M C L

L C

Keterangan :

L = Konsentrasi parameter kualitas air dalam baku mutu. C = Konsentrasi parameter kualitas air hasil pengukuran.

IP digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan. Hasil pengukuran akan menentukan layak atau tidaknya perairan dipakai untuk penggunaan tertentu. Menurut KepMen LH (2003) evaluasi terhadap nilai IP adalah sebagai berikut:

0 ≤ IP ≤ 1,0 = memenuhi baku mutu (kondisi baik)

1,0 < IP ≤ 5,0 = tercemar ringan 5,0 < IP ≤ 10 = tercemar sedang IP > 10 = tercemar berat

(42)

25 III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1. Desa Jagang

Desa Jagang awalnya termasuk wilayah Kecamatan Abung Selatan. Bulan Desember Tahun 2012 terjadi pemekaran dan menjadi Kecamatan Blambangan Pagar. Berdasarkan dta monografi Desa Jagang memiliki luas 1500 ha. Jarak desa dari pusat pemerintahan kecamatan berjarak 7 km. Desa Jagang memiliki enam dusun. Penduduk sekitar Desa Jagang dominan berprofesi sebagai petani, pembudidaya ikan, dan peternak. Jenis tanaman yang banyak ditanam petani adalah singkong, karet dan jagung. Penduduk sekitar Waduk Way Tebabeng membudidayakan ikan menggunakan KJA jenis mas, nila, lele, dan patin serta peternakan ayam potong. Desa Jagang memiliki ketinggian tanah dari permukaan laut ± 45 m. Kondisi geografis Desa Jagang termasuk dataran rendah dengan kecepatan angin 2193 mm/tahun.

(43)

26 Tanah di Desa Jagang yang memiliki sertifikat hak milik sebanyak 1300 buah seluas 1450 ha. Tanah tersebut termasuk dalam tiga kategori. Kategori pertama tanah bersertifikat 1300 buah seluas 1450 ha. Kategori kedua tanah bersertifikat melalui prona sebanyak 1205 buah seluas 1275 ha. Kategori ketiga tanah yang belum bersertifikat sebanyak 90 buah seluas 50 ha. Tanah-tanah tersebut digunakan untuk bagunan umum seluas 122 ha, empang seluas 9 ha, pekuburan seluas 2 ha, dan perkantoran seluas 3 ha.

Jumlah penduduk Desa Jagang adalah 2742 orang. Jumlah tersebut terdiri dari 1406 orang laki-laki dan 1336 orang perempuan. Penduduk yang beragama islam sebanyak 2739 orang penduduk yang beragama katolik sebanyak 3 orang. Perangkat Desa Jagang terdiri dari 4 jenis jabatan. Kepala Desa yang membawahi sekertaris 1 orang, kepala urusan sebanyak 3 orang, dan kepala dusun 5 orang. Jumlah RT sebanyak 17 yang diketuai oleh 17 orang dan RK sebanyak 5 orang.

3.2. Waduk Way Tebabeng

(44)

27 hujan yang berfungsi sebagai penyuplai air untuk kegiatan pertanian, kegiatan pariwisata dan perikanan darat.

Waduk Way Tebabeng terletak di S 4o55’33.54’’ dan T 104o58’57.08’’ dengan jarak elevasi 47 m. Waduk Way Tebabeng mengairi sawah pertanian seluas 4.000 ha, di sekitar Desa Jagang. Waduk Way Tebabeng memiliki luas perairan dan daratan 14 ha. Waduk tersebut dibangun pada tahun 1973 dengan kedalaman waduk awal berkisar 5-7 m. Hasil komunikasi dengan pembudidaya ikan di waduk dan data dari Dinas PU kabupaten Lampung Utara Waduk Way Tebabeng memiliki luas keseluruhan 14 ha. Luas waduk yang digenangi air 10 ha. Luas waduk 8 ha terletak di Kabupaten Lampung Utara dan 2 ha terletak di Kabupaten Lampung Tengah dengan tidak ada aktivitas budidaya ikan di KJA. Luas daratan (hamparan) waduk 4 ha dengan lebar Waduk Way Tebabeng 137-237 m.

Waduk Way Tebabeng memiliki kedalaman total 8 m. Pengamatan sewaktu penelitian angin dan arus air mengarah ke barat laut. Jenis keramba yang terdapat di Waduk Way Tebabeng ada 3 jenis. Jenis pertama yaitu KJA untuk budidaya ikan dengan jumlah KJA 214 petak (dolos). Jenis kedua keramba jaring tancap (KJT) untuk penampungan benih ikan, seleksi ukuran ikan, dan budidaya ikan dengan jumlah keramba jaring tancap > 100 buah. Jenis ketiga jaring anco (tangkul) untuk menangkap benih ikan nila dengan jumlah jaring anco (tangkul) > 50 buah.

(45)
(46)

29 IV. METODE

4.1.Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan September 2014 - November 2014 di Perairan Waduk Way Tebabeng Kecamatan Blambangan Pagar, Kabupaten Lampung Utara dan di Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Lampung. Waktu pengamatan tersebut termasuk musim kemarau. Musim kemarau berkaitan dengan menurunnya volume air, dan terjadingya arus bawah mengakibatkan konsenterasi bahan organik menjadi terkumpul. Pengumpulan bahan organik akan memudahkan untuk mengamati kualitas air waduk. Periode penelitian ini terbagi atas masa persiapan dan masa penelitian utama.

4.2. Alat dan Bahan

[image:46.595.114.510.637.754.2]

Alat-alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.

Tabel 4.1 Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

No Nama Alat Spesifikasi Kegunaan Keterangan

1. Perahu Kayu Mengantar

pengamatan setiap stasiun

1 buah

2 GPS Garmin Menentukan titik

ordinat

1 buah 3. Kantong plastik Plastik Untuk menyimpan

bahan

(47)

30

No Nama Alat Spesifikasi Kegunaan Keterangan

4. Botol 600 ml Menyimpan

sampel air

10 buah

5. Pelampung Gabus Melindungi diri 2 buah

6. Ember plastik Volume 10 l Mengambil sampel air

1 buah

7. Secchi disk Kayu Mengamati

kecerahan

1 buah 8. Peralatan

kualitas air

Menganalisis kualitas air

1 set

9. pH meter Mengukur pH 1 buah

10. Kotak besar Plastik fiber Menyimpan sampel

1buah 11. Kamera digital Sahicamp

DB705 C

7 megapixel CCD

Untuk dokumentasi kegiatan penelitian

1 buah

12. Spidol Permanen marker

Menulis 1 buah

13. DO meter Mengukur Oksigen

terlarut

[image:47.595.114.511.442.516.2]

1 buah

Tabel 4.2 Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

No Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan Keterangan

1. Air sampel Cair Analisis kualitas air Secukupnya

2. Aquades Cair Mencuci alat Secukupnya

3. Formalin Cair Bahan pengawet Secukupnya 4. Bahan kimia Cair Analisis kualitas air Secukupnya

4.3. Metode Penelitian

(48)

31 langsung di perairan waduk (in-situ) yaitu suhu air, suhu udara, kecerahan, pH air, dan kedalaman air. Pengambilan sampel air untuk parameter yang dianalisis di laboratorium (ex-situ) yaitu TSS, BOD5, COD, NO3, NO2, NH3, PO4, H2S, dan total coliform. Lokasi pengambilan sampel air terdapat pada beberapa stasiun di perairan Waduk Way Tebabeng. Jumlah stasiun pengamatan sebanyak 6 (enam) titik. Jumlah stasiun pengamatan tersebut sudah memenuhi syarat penelitian di lapangan dengan jumlah perlakuan 6 (enam) dan diamati sebanyak 4 (empat) kali periode pengamatan (Cochran, 1977).

[image:48.595.114.512.547.748.2]

Penentuan stasiun pengamatan berdasarkan jumlah persentase (%) kerapatan (tutupan) KJA/ha. Jarak kerapatan antar KJA yang baik untuk kelestarian lingkungan adalah 4,5 m (Erlania dkk., 2010). Sedangkan jumlah kerapatan keramba di perairan Waduk Way Tebabeng banyak yang kurang dari 4,5 m, yang berkisar antara 2,5-4 m. Sampel air diambil pada enam stasiun pengamatan dengan perbedaan karakteristik. Karakteristik setiap stasiun disajikan pada Tabel 4.3 sebagai berikut :

Tabel 4.3 Karakteristik Stasiun Pengamatan

Stasiun (Perlakuan) Kerapatan KJA Jumlah KJA Kedalaman air

(cm) Titik koordinat

I Inlet 0 % 0 290 S 04.55’37.4”

E 104.58’39.1”

II 25 % 33 390 S 04.55’39.0”

E 104.48’4”

III 50 % 45 385 S 04.55’22.9”

E 104.58’54.6”

IV 75 % 58 490 S 04.55’26.9”

E 104.59’08.6”

V 100 % 78 170 S 04.55’30.4”

E 104.59’07.2”

VI Outlet 0 % 0 470 S 04.55’22.9”

(49)

32 4.4. Lokasi penelitian, sketsa letak stasiun pengamatan

Gambaran umum lokasi penelitian disajikan pada Gambar 4.1., sketsa letak stasiun pengambilan sampel kualitas air disajikan pada Gambar 4.2., dan kondisi masing-masing stasiun pengamatan disajikan pada Gambar 4.3.

Gambar 4.1. Peta lokasi penelitian (sumber : Pencitraan google earth Tahun 2014) Keterangan :

[image:49.595.115.513.205.512.2]
(50)
[image:50.842.89.765.111.451.2]
(51)

34 4.5. Pelaksanaan Penelitian

Pengamatan kualitas air di waduk (in-situ) dan pengambilan sampel air untuk dianalisis di laboratorium (ex-situ) dilaksanakan secara berkala selama 45 hari. Terdapat 4 (empat) kali periode pengamatan dan pengambilan sampel air, yaitu pada hari ke-1, ke-15, ke-30, dan ke-45.

4.5.1. Parameter Kualitas Air

[image:51.595.118.504.331.652.2]

Parameter kualitas air yang diamati pada penelitian ini disajikan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Parameter Fisika, Kimia, dan Mikrobiologi Kualitas Air

N0 Parameter Satuan Nilai baku

mutu Metode/Alat Parameter Fisika :

1 Suhu o C 28o-32o C Termometer

2 Kecerahan Cm > 5 Secchi disk

3 TSS mg/L 20 Spektrometri

Parameter Kimia :

4 pH 6 – 9 pH meter

5 DO mg/L 3 DO meter

6 COD mg/L 50 Spektrometri

7 BOD5 mg/L 6 Modifikasi

Winkler

8 NH3 mg/L ≤ 0,02 Spektrometri

9 NO2 mg/L 0,06 Spektrometri

10 NO3 mg/L 20 Spektrometri

11 PO4 mg/L 1 Spektrometri

12 H2S mg/L 0,002 Spektrometri

Parameter Mikrobiologi :

13 Total coliform Jumlah/ 100 ml

10000 MPN

(52)

35 4.6. Analisis Data

4.6.1 Analisis data tingkat kualitas pencemaran perairan (IP).

Penentuan tingkat kualitas pencemaran perairan dengan IP berdasarkan KepMen LH No 115 Tahun 2003.

IP = 2 ) / ( ) /

( 2 2

R M C L

L C

Keterangan :

L = Konsentrasi parameter kualitas air dalam baku mutu. C = Konsentrasi parameter kualitas air hasil pengukuran.

Indeks Pencemaran (IP)

Kualitas perairan Waduk Way Tebabeng ditentukan dengan menggunakan IP. Indeks pencemaran yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan. IP ditentukan untuk suatu peruntukan, kemudian dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukan bagi seluruh badan air atau sebagian dari suatu sungai. Metode dapat langsung dihubungkan dengan tingkat pencemaran dan dapat ditentukan layak atau tidaknya perairan dipakai untuk penggunaan tertentu. Menurut KepMen LH (2003) evaluasi terhadap nilai IP adalah sebagai berikut:

0 ≤ IP ≤ 1,0 = memenuhi baku mutu (kondisi baik)

(53)

36 4.6.2. Analisis hubungan persentase kerapatan KJA dengan nilai IP, dan hubungan antar parameter kualitas air dengan nilai IP.

1.6.2.1. Melihat hubungan antara persentase kerapatan KJA dengan nilai IP dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi linier sederhana (r). Melihat pengaruh persentase kerapatan KJA terhadap nilai IP ditentukan dengan nilai R (determinasi) menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 16.

1.6.2.2. Melihat hubungan antar parameter kualitas air dan nilai IP semua stasiun perngamatan dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi bivariat (korelasi pearson) menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 16.

Menurut Sugiyono (2010) hubungan (korelasi) antara variabel X dan variabel Y dapat ditentukan dengan melihat nilai keeratan koefisien korelasi (r). Kemudian pengaruh variabel X terhadap variabel Y diketahui dengan melihat nilai determinasi (R) dari r2 x 100 %. Interpretasi nilai r adalah sebagai berikut :

0,80 – 1,000 = 0,60 – 0,799 = 0,40 – 0.599 = 0,20 – 0,399 = 0,00 – 0,199 =

Sangat kuat (erat) Kuat (erat)

Cukup kuat (erat) Rendah (tidak erat)

(54)

87 BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Peningkatan kerapatan (tutupan) KJA tidak berpengaruh (berpengaruh sangat lemah) terhadap peningkatan nilai IP setiap stasiun pengamatan (R = 0,7 %). 2. Hubungan persentase kerapatan KJA dengan peningkatan nilai IP adalah

berkorelasi negatif (tidak signifikan).

3. Budidaya ikan di Waduk Way Tebabeng masih tradisional yaitu menggunakan jaring tunggal.

6.2. Saran

(55)

88

(56)

89 DAFTAR PUSTAKA

Achmad, F. 2011. Dampak Pencemaran Lingkungan Kota Praya Terhadap Kualitas Air Waduk Batujai. Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Volume 21 No.2 Agustus 2011 : 69-82.

Agustiyani, D., H. Imamuddin, E. N. Faridah, Oedjijono. 2004. Pengaruh pH dan Substrat Organik Terhadap Pertumbuhan dan Aktivitas Bakteri Pengoksidasi Amonia. Jurnal Biodiversitas Vol. 5 No. 2, Juli 2004, Hal. 43-47.

Aisyah, S. 2013. Pengaruh Variasi Iklim Terhadap Konsentrasi Senyawa Nitrogen di Wilayah Karamba Jaring Apung, Waduk Cirata, Jawa Barat. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan MLI I, Cibinong 3 Desember 2013.

Alianto, E. M. Adiwilaga, A. Damar. 2007. Produktivitas Primer Fitoplankton dan Keterkaitannya Dengan Unsur Hara dan Cahaya di Perairan Teluk Banten. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Juni 2008, Jilid 15, Nomor 1: 21-26.

Anshorullah, A., E. Widyastuti, A. S. Siregar. 2008. Distribusi Diatomae Planktonik Pada Musim yang Berbeda di Perairan Waduk Wadaslintang Wonosobo. Prosiding Seminar Nasional Limnologi IV 2008.

Badruddin, M. 2010. Model Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan Waduk. Jurnal Sumber Daya Air Vol 6 No 2 November 2010 : 103-204.

Barus, T.A., S.Sayrani, T. Rosalina. 2008. Produktivitas Primer Fitoplankton dan Hubungan dengan Faktor Fisika Kimia di Perairan Parapat, Danau Toba. Jurnal Biologi Sumatera, 3(1):11-16.

Boyd, G.E. 1982. Water Quality Management For Pond Fish Culture. Amsterdam. Oxford. New York. Elsevier Scientific Publishing Company 359 pp. Cochran, W. G. 1977. Sampling Techniques Third Edition. Harvard University,

(57)

90 Connel, D.W. dan G.J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.

Terjemahan Yanti Koestoer. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. 475 hal.

Demetrio, J.A., L.C. Gomez, J.D. Latini, A.A. Agostinho. 2011. Influence of Net Cage Farming on the Diet of Associated Wild Fish in a Neotropical Reservoir. Journal Aquaculture 330-333 (2012): 172-178.

Dingguo, J.D. Huichao, L. Wei. 2011. Influence of Thermal Density Flow on Hydrodynamics of Xiangxi Bay in Three Georges Reservoir, China. Procedia Environmental Science, Vol.10 (2011): 1637-1645.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.

Erlania, Rusamedi, A. B. Prasetio, J. Haryadi. 2010. Dampak Manajemen Pakan dari Kegiatan Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Di Keramba Jaring Apung Terhadap Kualitas Perairan Danau Maninjau. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010

Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara, Jakarta. Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan udara. Kanisius, Yogyakarta.

Fauzi, A., D. Darnaedi, L.B. Prasetyo, B. Gunawan, Driejana, I.M. Kamil, H. D. Ariesyadi, H. Yulinawati, A. Herwana, D. Gardera, E. Hamonangan, D. Ratnaningsih, Jetro. 2013. Status Lingkungan Hidup Indonesia 2012. Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta.

Garno, Y. S. 2002. Beban Pencemaran Limbah Perikanan Budidaya dan Eutrofikasi di Perairan Waduk pada Das Citarum. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 3, No. 2, Mei 2002: 112-120.

Goldman, C. R. and A. J. Horne. 1983. Limnology International Student Edition. McGraw-Hill Book Company, Japan.

Hadi, S. 2005. Metode Penelitian Sosial : Kuantitatif, Kualitatif, dan Kaji Tindak. Program Magister Ilmu Lingkungan. Universitas Diponegoro. Semarang.

Handayani, S dan M.P. Patria. 2005. Komunitas Zooplankton di Perairan Krenceng Cilegon, Banten. Makara Sains.

(58)

91 Hardiyanto, R., H. Suherman, R. I. Pratama. 2012. Kajian Produktivitas Primer

Fitoplankton di Waduk Saguling Desa Bongas dalam Kaitannya dengan Kegiatan Perikanan. Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3 No. 4 Desember 2012 : 51-59.

Haro, D. B., Yunafi, Z. A. Harahap. 2013. Kondisi Kualitas Air Danau Toba di Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Fakultas Pertanian USU. Medan. Skripsi.

Harsono, E. 2011. Kajian Hubungan Antara Fitoplankton dengan Kecepatan Arus Air Akibat Operasi Waduk Jatiluhur. Jurnal Biologi Indonesia 7 (1): 99-120 (2011).

Imboden, D. M. and R. Gachter. 1978. The Impact of Processes on The Trophic State of a Lake. Proceedings of the Course held at the Joint Research Centre of the Commission of the European Communities, Ispra, Italy, 5-9 June 15-978.

Irianto, E.W. dan R. W. Triweko. 2011. Eutrofikasi Waduk dan Danau Permasalahan, Pemodelan dan Upaya Pengendalian. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Sumber Daya Air Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum. Jakarta.

Kartamiharja, E. S. 2013. Fenomena Dampak Upwelling Pada Usaha Budidaya Ikan dengan KJA di Danau dan Waduk. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan. Workshop Pengelolaan Lingkungan Perikanan Budidaya di Perairan Umum. Bogor, 2-4 Oktober 2013.

KepMen LH. 2003. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 115 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air dengan Metoda Indeks Pencemaran.

Komarawidjaja, W., S. Sukimin, E. Arman. 2005. Status Kualitas Air Waduk Cirata dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Ikan Budidaya. Jurnal Teknik Lingkungan P3TL-BPPT. 6 (1) : 268-273.

Kordi, M.G.H dan A. B. Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Koswara, B. 2011. Restorasi Waduk Saguling Melalui Aplikasi Metode Ekoteknologi. Jurnal Akuatika Volume II Nomor 2 September 2011. Machbub,B., M.A. Fulazzaky, S. Brahmana, dan I.A.Yusuf. 2003. Eutrophication

(59)

92 Manik, K.E.S. 2009. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penerbit Djambatan,

Jakarta.

Marganof. 2007. Model Pengendalian Pencemaran Perairan Di Danau Maninjau Sumatra Barat. Laporan hasil penelitian Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.

Marganof, L.K. Darusman., E. Riani, B. Pramudya. 2007. Analisis Beban Pencemaran, Kapasitas Asimilasi dan Tingkat Pencemaran dalam Upaya Pengendalian Pencemaran Perairan Danau Maninjau. Jurnal Perikanan dan Kelautan 12, I (2007) : 8-14.

Nemerow, N.L. and Sumitomo, H. 1970. Benefits of Water Quality Enhancement. Report No. 16110 DAJ, prepared for the U.S. Environmental Protection Agency. December 1970. University Syracuse. New York.

Notohadiprawiro, T., S. Sukadarmodjo, M. Dradjad. 2006. Beberapa Fakta dan Angka Tentang Lingkungan Fisik Waduk Wonogiri dan Kepentingannya Sebagai Dasar Pengelolaan. Repro : Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada (2006).

Nurdin, M., A. Widiyati, Kusdiarti, I. Insan. 2011. Pengaruh Frekuensi Pemberian Pakan Terhadap Produksi Pembesaran Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Keramba Jaring Apung Waduk Cirata. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011.

Nyanti, L., K.M. Hii, A. Sow, I. Norhadi, T.Y. Ling. 2012. Impacts of Aquaculture at Different Depths and Distances from Cage Culture Sites in Batang Ai Hydroelectric Dam Reservoir, Sarawak, Malaysia. World Applied Sciences Journal 19 (4): 451-456 (2012).

Odum, E. P. 1993. Dasar – Dasar Ekologi. Terjemahan Samingan T. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 Tentang Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Baku Mutu Air Kelas III.

Perdana, A. 2006. Pola Hubungan Antara Tata Guna Lahan dengan Erosi di Daearah Tangkapan dan Nitrat dalam Waduk Cisanti Berdasarkan Perhitungan Limpasan Hujan. Tugas Akhir. Teknik Lingkungan ITB. Bandung.

PerMen LH. 2009. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 28 Tahun 2009 Tentang Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan atau Waduk.

(60)

93 Suatu Upaya Menghadapi Perubahan Iklim. Prosiding Seminar Nasional Limnologi IV 2008.

Priyanto, N., Dwiyitno, F. Ariyani. 2008. Kandungan Logam Berat (Hg, Pb, Cd, dan Cu) Pada Ikan, Air, dan Sedimen di Waduk Cirata, Jawa Barat. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol. 3 No. 1 Bulan Juni 2008.

Pujiastuti, P., B. Ismail, Pranoto. 2013. Kualitas Dan Beban Pencemaran Perairan Waduk Gajah Mungkur. Jurnal Ekosains Vol. V No. 1 Maret 2013. Risamasu, F.J.L dan H.B. Prayitno. 2011. Kajian Zat Hara Fosfat, Nitrit, Nitrat

dan Silikat di Perairan Kepulauan Matasiri Kalimantan Selatan. Ilmu Kelautan.

Rohyati, T., Hida dan Husnah. 2003. Produktivitas Primer dan Komunitas Plankton di Danau Buatan Kawasan Pemukiman Organ Permata Indah Jakabaring Plalembang. Jurnal Ilmu-Ilmu Perikanan dan Budidaya Perairan. Balai Riset Perikanan Perairan Umum I (1) : 1-14.

Roy, K., M.S. Chari, S.R. Gaur. 2013. Eutrophication In Lentic Systems and Its Impact on Fisheries. International Journal of Research In Fisheries and Aquaculture 2013; 3(4): 170-175.

Saeni, M.S. l989. Kimia Lingkungan. Departemen P dan K. Dirjen Pendidikan Tinggi. PAU Ilmu Hayat. IPB, Bogor.

Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Jurnal Oseana, Volume XXX, Nomor 3, 2005 : 21 – 26.

Sastrawijaya, A. T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Schimittou, H. R. 1991. Cage Culture, a Method of Fish Production In Indonesia. Central Research Institute of Fisheries. Jakarta.

Shaw, B., C. Mechenich, L. Klessig. 2004. Understanding Lake Data. University of Wisconsin. USA.

Simarmata, A.H. 2007. Kajian keterkaitan antara kemantapan cadangan oksigen dengan beban masukan bahan organik di Waduk Ir. H. Juanda Purwakarta Jawa Barat. Disertasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sudradjat, A., H. Supriyadi, A. Saputra. 2010. Evaluasi Perairan Waduk Cirata

(61)

94 Perikanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya. Jakarta.

Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Penerbit Alfabeta, Bandung.

Susanti, I. T., S. B. Sasongko, Sudarno. 2012. Status Trofik Waduk Manggar Kota Balikpapan dan Strategi Pengelolaannya. Jurnal Presipitasi Vol. 9 No.2 September 2012.

Suriawiria, U. 2003. Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan Buangan Secara Biologis. Alumni, Bandung.

Tsanis, I.K., J. Wu, H. Shen, C.Valeo. 2007. Environmental Hydroulics, Hydrodynamic and Pollutant Transport Modelling of Lakes and Coastal Water. Elsevier. New York.

Utomo. N.B. P., P. Hasanah, I. Mokoginta. 2005. Pengaruh Cara Pemberian Pakan yang Berbeda Terhadap Konversi Pakan dan Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus Carpio) di Keramba Jaring Apung. Jurnal Akuakultur Indonesia, 4(2): 49–52 (2005).

Wicaksono, P. 2008. Pengaruh Padat Tebar Terhadaap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Nilem (Ostechilus hasselti C.V) yang dipelihara di Keramba Jaring Apung di waduk Cirata dengan Pakan Perifiton. Skripsi. IPB. Bogor. 58 hal.

Widyastuti, E., Sukanto, S. Rukayah. 2010. Penggunaan Pakan Fermentasi pada Budidaya Ikan Sistem Keramba Jaring Apung untuk Mengurangi Potensi Eutrofikasi di Waduk Wadaslintang. Jurnal Limnotek (2010) 17 (2) : 191-200.

Wulandari, D. T. 2006. Pengelolaan Sumber Daya Alam Danau. Pascasarjana Biologi UI. Jakarta.

Wulandriyani, M. D., A. Dharmawan, H. Tuarita. 2013. Struktur Komunitas dan Pola Distribusi Vertikal Fitoplankton di Ranu Klakah Desa Tegalrandu Kabupaten Lumajang. Laporan Penelitian. Universitas Negeri Malang. Malang.

Yosmaniar. 2010. Hubungan Konversi Pakan dengan Beban Limbah Hara N dan P yang dibuang ke Air Pemeliharaan. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar. Bogor. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010.

(62)

95 Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Diponegoro Journal of Maquares. Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 37-43.

Zahidah. 2004. Evaluasi Kelayakan Kualitas Air untuk Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNPAD. Laporan Penelitian.

Gambar

Gambar 1.1. Bagan alir kerangka penelitian.
Tabel 4.1 Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2 Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3 Karakteristik Stasiun Pengamatan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pengamatan pada mutu edible film yang dilakukan pada penelitian karakteristik fisik, mekanik dan barrier edible film kolang – kaling (Arenga pinnata) dengan penambahan CMC

Hasil Observasi di Hidayah Centre Peneliti di Penelitian pada Bulan Febuari Sehingga Oktober 2017.. Pandangan Masyarakat Terhadap Peran Hidayah Centre Dalam Pembinaan

Perbuatan yang dikriminalisasi dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE merupakan bentuk penanggulangan tindak pidana penipuan online yaitu untuk mengatur perbuatan yang

Tujuan penelitian ini adalah pengembangan yang dilakukan pada perangkat pembelajaran dan buku ajar PKn kelas IV SD untuk meningkatkan hasil belajar kognitif siswa, yaitu sebuah

Poin peluang pada industri kecil kerajinan tenun songket/tenun ikat di Kota Pekanbaru yang memiliki skor dan bobot paling tinggi adalah adanya dukungan dari pemerintah

Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk al-ij-tihad (bersatu dengan Tuhan). Di dalam kategori di atas baik yang tinggi maupun yang rendah, penyebab

Memberikan masukan yang bermanfaat bagi Dinas atau Instasi terkait khususnya Komisi Penanggulangan Aids Kota Semarang dalam penanggulangan tingginya kasus HIV/AIDS

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terimakasih