KEPENTINGAN POLITIK MUHAMMADIYAH DI ERA REFORMASI
(Studi Masa Kepemimpinan Din Syamsuddin)
AZHARI
090906069
Dosen Pembimbing : Dr. Heri Kusmanto, M.A.
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
AZHARI (090906069)
KEPENTINGAN POLITIK MUHAMMADIYAH DI ERA REFORMASI (Studi Masa Kepemimpinan Din Syamsudin)
Rincian isi Skripsi, 80 halaman, 16 buku, 2 Jurnal, 13 situs internet, 2 wawancara. (Kiasaran buku dari tahun 1990-2012)
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba mendeskripsikan kepentingan politik Muhammadiyah di era reformasi, khususnya pada masa kepemimpinan Din Syamsuddin. Sejarah panjang organisasi ini menggambarkan peranan dan dinamika politiknya dalam percaturan politik di Indonesia. Muhammadiyah memainkan fungsi sebagai kekuatan politik yang dapat mempengaruhi proses politik nasional melaui peran pata elitnya maupun sebagai kelompok kepentingan. Sebagai sebuah gerakan sosial yang besar dan terorganisasi dengan baik menjadikan Muhammadiyah memiliki magnet politik yang besar untuk membawanya dalam arus gejolak politik praktis. Kaitan Muhammadiyah dengan politik praktis tersebut terlihat pada masa kepemimpinan Din Syamsuddin. Fenomena-fenomena politik praktis tersebut memunculkan pertanyaan tentang kepentingan politik Muhammdiyah di era reformasi serta sikap Muhammadiyah terkait dengan politik praktis, baik yang dikaitkan secara kelembagaan maupun yang dilakukan oleh elite-elitenya.
Penelitian ini memaparkan bahwa pada dasarnya Muhammadiyah secara kelembagaan tetaplah netral dari politik praktis. Muhammadiyah mengambil peranan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menjadi kelompok kepentingan dalam sistem politik Indonesia.
Muhammadiyah juga mengambil peranan dalam kehidupan kemasyarakatan sebagai civil society
yang menjadi bagian dari amal usaha organisasi. Muhammadiyah tetap membebaskan anggota-anggotanya untuk terjun kedalam politik praktis, dimana prilaku-prilaku politik praktis yang di lakukan oleh elite-elite organisasi tersebut menjadi tindakan individual yang terlepas secara kelembagaan dari organisasi.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE
Azhari (090906069)
MUHAMMADIYAH POLITICAL INTERESTS IN THE REFORM ERA (Study the Leadership of Din Syamsudin)
Content: 80 pages, 16 books, 2 Journal, 13 internet sites, 2 interviews. (publication from 1990 to 2012)
ABSTRACT
This research attempts to describe the political interests of Muhammadiyah in the reform era, especially during the reign of Din Syamsuddin. The long history of this organization describe the role and political politics dynamics in Indonesia. Muhammadiyah perform the function as a political force that can influence the national political process through the role of the elite as well as interest groups. Transformation political post-reform bring new dynamics role of Muhammadiyah in life of the nation. As a large social movement and well organized makes Muhammadiyah has great political magnet to bring it in the current political turmoil practical. Connection Muhamamdiyah with pratical politics is visible in the leadership of Din Syamsuddin. Phenomena of practical politics is raising questions about the political interests of Muhammadiyah in the era of reform and Muhammadiyah attitudes related to practical politics, both institutionally linked and carried out by the elite-elite.
This reseacrh explained that basically institutional Muhammadiyah remains neutral of practical politics.Muhammadiyah take part in the life of the nation to be of interest groups in the Indonesian political system.Muhammadiyah also take part in social life as a civil society to be part of the organization's charitable efforts. Muhammadiyah keep indemnified members to plunge into practical politics, where the behaviors of practical politics undertaken by the elites of the organization become individual actions institutionally irrespective from the organization.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik, dan hidayah-Nya
penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah
curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabatnya, hingga kepada
umatnya hingga akhir zaman, amin.
Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
sarjana ilmu politik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Judul yang penulis ajukan dalam penulisan skripsi ini adalah “Kepentingan Politik
Muhammadiyah di Era Reformasi, Studi Masa Kepemimpinan Din Syamsuddin”.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi banyak mengalami kendala, namun
berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga
kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan
terimakasih kepada Bapak Dr. Heri Kusmanto, MA selaku dosen pembimbing yang telah dengan
sabar dan tekun meluangkan waktu, tenaga dan pikiran memberikan bimbingan, motivasi,
arahan, dan saran-saran yang sangat berharga bagi penulis selama menyusun skripsi.
Dalam penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, serta dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terimakasih penulis sampaikan pula kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP) USU.
2. Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si selaku ketua Departemen Ilmu Politik FISIP USU yang telah
banyak memberikan masukan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
3. Bapak/Ibu dosen dan staff di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU yang
telah banyak membantu penulis selama perkuliahan.
4. Bapak Prof. Dr. Asmuni, MA selaku ketua PW Muhammadiyah Sumatera Utara dan
Bapak Drs. Dalail Ahmad, MA selaku mantan ketua PW Muhammadiyah Sumatera Utara
yang telah bersedia sebagai narasumber dan banyak membantu memberikan segala
5. Teristimewa kepada kedua orang tua saya, Bapak Fachruddin Djaafar dan Ibu Salamah
atas kesabaran dalam mendidik dan memberikan bantuan moril serta materiil, arahan dan
selalu mendoakan keberhasilan dan keselamatan selama menempuh pendidikan.
6. Keluarga besar Teuku Ramli Djafar dalam memberi dukungan, perhatian serta motivasi
dalam menyelesaikan pendidikan untuk meraih gelar sarjana.
7. Abangda Muhammad Iqbal di Yogyakarta serta Zulfadli dan Cut Agusnita di Medan
terimakasih untuk bantuan dan dukungannya.
8. Keluarga besar Ilmu Politik FISIP USU terkhusus angkatan 2009, Teguh Setiawan
Santoso, Friska Ulina Elisabeth Ginting, Jon Iskandar, Yudith Sri Lestari, Rezka
Febriani, Elisa, Syahmi Lutfan Margolang, Annisa Bilhaq Tambunan, Febri Mahyani
Afif, Hansen Gunawan Gultom, Sri Maulizar, Afgan Fadilla Kaban, serta kawan-kawan
lainnya, tetap semangat, kalian luar biasa!
9. Sabahat-sahabat seleting, Feryansyah Nasution, Muhammad Arif Setiawan, Heri
Septianus Tarigan, Yudi Ramadhan, Sri Sunggul Cici Simanjuntak, Galuh Puspita Sari,
Meinita Melania Sebayang, Harwandi Ginting, dan Berti Falindo Sitompul, untuk
semangat, dukungan, dorongan, desakan hingga sindiran untuk cepat meyelesaikan
penulisan skripsi ini. Terimakasih untuk waktu-waktu bersama dalam suka maupun duka,
dalam susah dan senang, from bottom to the top like a zipper.
10.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Mohon maaf
jika tidak dapat disebutkan satu persatu dikarenakan keterbatasan penulis, tetapi rasa
hormat dan terimakasih penulis ucapkan dengan setulusnya.
Akhirnya, dengan dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih
banyak kekurangan dalam penulisan ini sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Medan, 15 Januari 2015
DAFTAR ISI
6.1. Kepentingan Politik………... 12
6.2. Kelompok Kepentingan………....………. 14
6.3. Civil Society……….. 23
7. Metode Penelitian………. 25
7.1. Jenis Penelitian……….. 25
7.2. Teknik Pengumpulan Data……… 25
7.3. Teknik Analisa Data……….. 26
8. Sistematika Penulisan………... 26
BAB II Profil Organisasi Muhammadiyah 1. Sejarah Berdirinya Muhammadiyah………. 28
2. Kelahiran Muhammadiyah………... 28
3. Landaan Ideal Muhammadiyah……… 31
4. Landasan Operasioanl Muhammdiyah………. 40
BAB III Analisa Kepentingan Politik Muhammadiyah Era Reformasi 1. Kepentingan Politik Muhammadiyah………... 49
2. Muhamadiyah dan Politik Praktis………. 57
3.1. Jihad Konstitusi…………...……….………. 70
BAB IV Penutup
1. Kesimpulan……….. 75
2. Saran……… 77
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
AZHARI (090906069)
KEPENTINGAN POLITIK MUHAMMADIYAH DI ERA REFORMASI (Studi Masa Kepemimpinan Din Syamsudin)
Rincian isi Skripsi, 80 halaman, 16 buku, 2 Jurnal, 13 situs internet, 2 wawancara. (Kiasaran buku dari tahun 1990-2012)
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba mendeskripsikan kepentingan politik Muhammadiyah di era reformasi, khususnya pada masa kepemimpinan Din Syamsuddin. Sejarah panjang organisasi ini menggambarkan peranan dan dinamika politiknya dalam percaturan politik di Indonesia. Muhammadiyah memainkan fungsi sebagai kekuatan politik yang dapat mempengaruhi proses politik nasional melaui peran pata elitnya maupun sebagai kelompok kepentingan. Sebagai sebuah gerakan sosial yang besar dan terorganisasi dengan baik menjadikan Muhammadiyah memiliki magnet politik yang besar untuk membawanya dalam arus gejolak politik praktis. Kaitan Muhammadiyah dengan politik praktis tersebut terlihat pada masa kepemimpinan Din Syamsuddin. Fenomena-fenomena politik praktis tersebut memunculkan pertanyaan tentang kepentingan politik Muhammdiyah di era reformasi serta sikap Muhammadiyah terkait dengan politik praktis, baik yang dikaitkan secara kelembagaan maupun yang dilakukan oleh elite-elitenya.
Penelitian ini memaparkan bahwa pada dasarnya Muhammadiyah secara kelembagaan tetaplah netral dari politik praktis. Muhammadiyah mengambil peranan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menjadi kelompok kepentingan dalam sistem politik Indonesia.
Muhammadiyah juga mengambil peranan dalam kehidupan kemasyarakatan sebagai civil society
yang menjadi bagian dari amal usaha organisasi. Muhammadiyah tetap membebaskan anggota-anggotanya untuk terjun kedalam politik praktis, dimana prilaku-prilaku politik praktis yang di lakukan oleh elite-elite organisasi tersebut menjadi tindakan individual yang terlepas secara kelembagaan dari organisasi.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE
Azhari (090906069)
MUHAMMADIYAH POLITICAL INTERESTS IN THE REFORM ERA (Study the Leadership of Din Syamsudin)
Content: 80 pages, 16 books, 2 Journal, 13 internet sites, 2 interviews. (publication from 1990 to 2012)
ABSTRACT
This research attempts to describe the political interests of Muhammadiyah in the reform era, especially during the reign of Din Syamsuddin. The long history of this organization describe the role and political politics dynamics in Indonesia. Muhammadiyah perform the function as a political force that can influence the national political process through the role of the elite as well as interest groups. Transformation political post-reform bring new dynamics role of Muhammadiyah in life of the nation. As a large social movement and well organized makes Muhammadiyah has great political magnet to bring it in the current political turmoil practical. Connection Muhamamdiyah with pratical politics is visible in the leadership of Din Syamsuddin. Phenomena of practical politics is raising questions about the political interests of Muhammadiyah in the era of reform and Muhammadiyah attitudes related to practical politics, both institutionally linked and carried out by the elite-elite.
This reseacrh explained that basically institutional Muhammadiyah remains neutral of practical politics.Muhammadiyah take part in the life of the nation to be of interest groups in the Indonesian political system.Muhammadiyah also take part in social life as a civil society to be part of the organization's charitable efforts. Muhammadiyah keep indemnified members to plunge into practical politics, where the behaviors of practical politics undertaken by the elites of the organization become individual actions institutionally irrespective from the organization.
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim yang sangat besar di
dunia. Karena itu dalam memahami perpolitikan di Indonesia, Islam dapat menjadi faktor
penting yang harus dipertimbangkan. Islam bukan hanya mampu menjadi arus ideologi politik
yang mampu mempengaruhi budaya politik dan tindakan di dalam masyarakat, tetapi Islam juga
juga mampu menjadi modalitas, yang dengannya tuntuntan-tuntutan sosial politik diartikulasikan
dan juga dilaksanakan.1
Ketika berbicara tetang Islam di Indonesia, tentunya tidak terlepas dari Muhammadiyah
yang merupakan salah satu dari dua organisasi Islam terbesar di Indonesia. Organisasi yang
didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta ini
bermaksud merubah perilaku masyarakat yang dianggap menyimpang dan tidak sesuai dengan
agama Islam. Maksud lain dari berdirinya organisiasi ini adalah memberikan pendidikan bagi
umat Islam.
2
Pemberian nama Muhammadiyah sendiri sebetulnya untuk mengikuti dan
meneladani Sunnah Nabi dengan berusaha menghidupkan ajaran Islam sebagaimana yang telah
dipraktikkan oleh Nabi Muhammad. Tujuannya untuk memahami dan melaksanakan agama
Islam dengan sebenar-benarnya seperti yang telah dicontohkan Nabi Muhammad.3
Muhammadiyah menghendaki pemahaman terhadap totalitas identitasnya yang tidak
hanya dimaknai sebagai serikat atau sekedar organisasi saja, tetapi tetapi juga sebagai
1
Muhammad AS Hikam, Demokrasi dan Civil Society, Jakarta: Pustaka LP3ES, 1996, hlm. 131. 2
M. Amin Rais, Visi dan Misi Muhammadiyah, Yogyakarta: Pustaka Suara Muhammadiyah, 1997, hlm. 15. 3
pergerakan. Muhammadiyah berproses pada pergerakan dalam berbagai dimensi kehidupan
seperti pendidikan, kesehatan, tablig, dan ekonomi.4
Sejak awal didirikan, Muhammadiyah yang dimaksudkan sebagai organisasi dakwah dan
pendidikan (organisasi sosial-keagamaan) tidak diarahkan menjadi organisasi politik. Oleh
karena itu, politik dasar Muhammadiyah ialah sikap yang moderat, kooperatif dan tidak menjadi
oposan. Muhammadiyah selalu berhati-hati dan bersikap lentur dalam dalam menghadapi
gelombang perubahan politik. Kesan positif ini membuat pemerintah kolonial Belanda tidak
menganggap organisasi ini membahayakan eksistensi kolonial mereka.
Dipahami disini Muhammadiyah menjadi
pergerakan dengan makna menyeluruh sebagai pemberdayaan umat.
5
Keterlibatan Muhammadiyah dalam politik terlihat misalnya pada masa kepemimpinan
KH. Mas Mansur pada masa pendudukan Jepang, Muhammadiyah berani menentang kebijakan
Jepang yang berlawanan dengan ajaran Islam yaitu dengan mengeluarkan keputusan pelarangan
melakukan seikere (membungkuk ke arah matahari terbit)
Muhammadiyah yang mengutamakan bidang dakwah, pendidikan dan kesejahteraan
masyarakat serta terlepas dalam bidang politik, bukan berarti menjadikan Muhammadiyah anti
politik. Hal ini karena bagaimanapun Muhammadiyah ikut terlibat atau ikut bermain dalam
politik, bahkan menjadi sebuah kekuatan politik di Indonesia. Keterlibatan tersebut diutamakan
untuk mendukung dan melancarkan gerakan dakwahnya dan tidak berubah menjadi organisasi
politik ataupun partai politik.
6
4
Syarifuddin Jurdi, Elite Muhammadiyah dan Kekuasaan Politik, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2004, hlm. 44. 5
Suwarno, Muhammadiyah Sebagai Oposisi, Yogyakarta: UII Press, 2001, hlm. 2. 6Ibid, hlm. 3.
di sekolah-sekolah dan dalam
pertemuan-pertemuan Muhammadiyah. Pada masa pendudukan Jepang ini pula, banyak anggota
Bagus Hadikusumo. Ki Bagus Hadikusumo bahkan ikut aktif mempersiapkan berdirinya Negara
Republik Indonesia dengan ikut terlibat dalam sidang-sidang Badan Usaha Penyelidik Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan ikut pula merumuskan Mukadimah Undang-Undang
Dasar 1945 dimana terkandung dasar-dasar dan falsafah negara yaitu Pancasila.7
Berdasarkan pengalaman sebelumnya ketika terlibat dalam politik praktis melalui partai
politik, hubungan Muhammadiyah dengan politik menjadi lebih tegas yang terlihat saat
mengambil kebijakan untuk tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis dan menjaga jarak yang
sama dengan kekuatan politik manapun dalam asas netralitas. Kebijakan netralitas itu diambil
pada Muktamar ke-38 tahun 1971 di Ujung Pandang, yang kemudian dikenal dengan dengan
konsep Khittah Perjuangan Muhammadiyah.
Kemudian setelah kemerdekaan, Muhammadiyah bersama Nahdatul Ulama (NU) dan
Sarekat Islam (SI) membidani lahirnya partai politik Islam Masyumi dimana Muhammadiyah
menjadi anggota istimewanya. Muhammadiyah menjadi organisasi yang paling setia menjadi
angggota istimewa Masyumi setelah NU dan PSII menjadi partai politik dan menarik diri dari
federasi politik partai Masyumi. Namun Masyumi akhirnya dibubarkan pada tahun 1960 dan
Muhammadiyah mundur dalam keterlibatan dalam bidang politik praktis.
8
7
Sutrisno Kutoyo, Kiai Haji Ahmad Dahlan dan Persyarikatan Muhammadiyah, Jakarta: Balai Pustaka, 1998, hlm. 301. 8 Haedar Nasir, Dinamika Politik Muhammadiyah, Malang: IMM Press, 2006, hlm. 52.
Khittah Perjuangan Muhammadiyah itu
menjelaskan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan dakwah yang tidak mempunyai hubungan
organisatoris dan afiliasi dari suatu partai politik atau organisasi manapun. Namun, setiap
anggota Muhammadiyah memiliki hak untuk memasuki atau tidak memasuki organisasi lain
sepanjang tidak menyimpang ketentuan-ketentuan yang berlaku di Persyarikatan
Pada masa Orde Baru, asas netralitas itu oleh M. Din Syamsudin (1995) disebut dengan
istilah “Politik Alokatif” (Allocative Politics)9
9
Suwarno, Op.Cit, hlm.2.
. Politik Alokatif Muhammadiyah ini bermakna
bahwa aktivitas politik Muhammadiyah diupayakan untuk menanamkan nilai-nilai tertentu di
dalam kerangka ideologi negara. Nilai-nilai tersebut adalah prinsip-prinsip Islam yang
ditanamkan ke dalam proses pembangunan berdasarkan Pancasila. Prilaku politik
Muhammadiyah dalam penerapan politik alokatif berubah-ubah tergantung pada situasi dan
kondisi serta karakter elit pemimpinnya.
Penerapan Politik Alokatif yang ditempuh Muhammadiyah tetap menunjukkan organisasi
ini sebagai sebuah kekuatan politik di Indonesia. Hal itu terlihat dari keterlibatan
Muhammadiyah dalam dalam proses legislasi terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU)
menjadi Undang-Undang. Misalnya dalam RUU Perkawinan, Muhammadiyah mengirim surat
kepada Presiden yang intinya menyerukan agar RUU tersebut ditarik karena bertentangan
dengan ajaran Islam. Kemudian dalam perdebatan alot RUU Ormas dimana Pancasila menjadi
asas tungal, Muhammadiyah berkali-kali melobi pejabat pemerintah termasuk Presiden dengan
mengajukan pembelaan bahwa Muhammadiyah dapat menerima/memasukkan Pancasila dalam
Anggaran Dasar asal tidak mengubah asas Islam. Selanjutnya Muhammadiyah juga terlibat
dalam proses legislasi RUU peradilan agama. RUU yang dalam pengajuannya menimbulkan isu
bahwa aturan hukum peradilan agama merupakan usaha menghidupkan kembali Piagam Jakarta
ini mendorong Muhammadiyah menghadap Presiden Soeharto. Pertemuan itu guna menegaskan
bahwa peradilan agama merupakan implementasi Pancasila dan UUD 1945 sebagai kewajiban
Perubahan prilaku politik Muhammadiyah mengalami perubahan secara signifikan pada
kepemimpinan M. Amien Rais pada 1995. Dilandasi konsep High Politics (Politik Adiluhung),
prilaku politik Muhammadiyah menunjukkan ketegasan dan keberanian dalam melakukan kritik
secara terbuka kepada pemerintah Orde Baru atas berbagai penyimpangan dan penyalahgunaan
wewenang terutama dalam bentuk Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Muhammadiyah
melakukannya dengan memainkan fungsi himbauan-himbauan moral dan kritik-kritik tertulis
melalui pernyataan resmi organisasi.10
Ketua umum Muhammadiyah merupakan simbol dan kunci bagi tegaknya gerakan
kultural Muhammadiyah. Sebagai ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin gencar
menyuarakan perlunya Islam membuka diri terhadap nilai-nilai luhur kemanusiaan dalam
kehidupan berbangsa, bernegara dan berdunia sebagai manifestasi rahmatan
Sebagai organisasi sosial keagamaan yang menyandang gerakan tajdid (pembaharuan),
era reformasi adalah merupakan era yang penting bagi Muhammadiyah, dimana Muhammadiyah
juga ikut berperan di dalamnya. Hal ini bukan hanya karena tokoh reformasinya (Amien Rais)
yang melakukan gerakan reformasi, tetapi gerakan reformasi (tajdid) itu merupakan essensi dari
jiwa, semangat, dan aktifitas Muhammadiyah.. Pada era reformasi, Muhammadiyah telah
menjalani dalam dua masa kepemimpinan. Pertama dipimpin oleh A. Syafii Maarif yang
menggantikan Amin Rais yang ketika itu tampil menjadi ketua umum Partai Amanat Nasional
pada 1998. Setelah Syafii Maarif, kepemimpinan Muhammadiyah kedua pada era reformasi
berada di bawah komando Din Syamsuddin. Muhammadiyah berada di bawah kepemimpinan
Din Syamsuddin dalam dua periode, setelah menjadi ketua PP Muhammadiyah periode
2005-2010, ia terpilih kembali untuk periode berikutnya.
lil’alamin.11 Namun, dalam perjalanan kepemimpinannya, Din Syamsuddin juga sering dikaitkan
dengan prilaku politik praktis, misalnya pada tahun 2005 ketika Partai Amanat Nasional (PAN)
berdiri dan dinyatakan secara tegas tidak ada hubungan organisatoris dengan Muhammadiyah,
Din Syamsuddin tetap menyatakan, bahwa PAN harus menjadi partai yang mewakili aspirasi
politik warga Muhammadiyah dengan menjadikan medium dakwah lewat jalur politik.12
Pada tahun 2008, Din Syamsuddin juga menunjukkan prilaku politik praktis dengan
menyatakan dukungan secara total pada Partai Matahari Bangsa pada Rapimnas partai yang
mengusungnya sebagai presiden tersebut.13 Lebih jauh terkait pemilihan presiden pada pemilu
2009, Din Syamsuddin secara khusus terlihat menyerukan dukungan kepada pasangan Jusuf
Kalla-Wiranto dimana dalam sebuah kesempatan ia menirukan slogan pasangan tersebut dalam
Sidang Tanwir Aisyiah, sebuah organisasi sayap dari Muhammadiyah.14
Menjelang Pemilihan Umum 2014, Din Syamsuddin secara terang-terangan melibatkan
dirinya dengan pernyataan kesiapan menjadi Presiden ataupun Wakil Presiden. Ia juga terlihat
mengadakan pertemuan dengan tokoh politik di kantor PP Muhammadiyah, salah satunya
dengan Prabowo Subianto. Ketika dikaitkan dengan tawaran menjadi cawapres, ia menyatakan
kesiapannya karena baik Din dan Prabowo memiliki pemikiran yang sama soal politik.
15
Melihat perkembangan dan dinamika politik Muhammadiyah seperti yang telah
dipaparkan, peneliti merasa penting untuk mengkaji Muhammadiyah sebagai sebuah penelitian
politik. Sebelumnya telah banyak studi terhadap Muhammadiyah yang berkaitan dengan aspek
20.45 WIB. 12
Ridho Al Hamdi, 2012. “Dinamika Islam dan Politik Elit-Elit Muhammadiyah periode 1998-2010”. Jurnal Studi Pemerintahan. Volume 3 Nomor 1 Tahun 2012. hlm. 186.
Dikases pada 15
Januari 2014 pukul 21.20 WIB.
Januari 2014 pukul 14.00 WIB.
politik. Beberapa karya tersebut antara lain pertama, studi berjudul “Gerakan Modern Islam di
Indonesia” oleh Deliar Noer yang membahas tentang peran dan partisipasi kekuatan-kekuatan
Islam dalam dinamika politik yang memfokuskan pada periode 1900-1942. Kedua, studi“Gerak
Politik Muhammadiyah Dalam Masyumi” oleh Syaifullah yang menjelaskan tentang hubungan
Muhammadiyah dengan partai politik Masyumi sejak masa akhir pendudukan Jepang hingga
tahun 1960. Ketiga, studi berjudul “Prilaku Politik Elit Muhammadiyah” oleh Haedar Nashir
yang menekanlan pada sikap moderat akomodatif para elit Muhammadiyah di Pekajangan
(Pekalongan) pada masa Orde Baru. Keempat, studi berjudul “Muhammadiyah Sebagai Oposisi”
oleh Suwarno, studi ini melihat kiprah politik Muhammadiyah pada fase akhir Orde Baru periode
tahun 1994-1998 khususnya pada kepemimpinan Amien Rais.
Selain penelitian-penelitian di atas, terdapat juga penelitian-penelitian lain terkait
dinamika politik Muhammadiyah seperti Haedar Nashir dalam “Dinamika Politik
Muhammadiyah” yang menjelaskan tentang peran Muhammadiyah dan hubungannya dengan
partai politik dari Masyumi hingga PAN serta pemikiran politik dan budaya politiknya. Selain itu
terdapat penelitian oleh Syarifuddin Jurdi yang mengangkat Muhammadiyah dalam dinamika
politik Indonesia dalam studi berjudul “Muhammadiyah dalam dinamika politik Indonesia
1996-2006”.
Berdasarkan hal tersebut, terlihat sebelummnya telah banyak penelitian yang mengangkat
tentang Muhammadiyah dalam aspek politik baik tentang kiprah, peran maupun dinamika
politiknya dari awal berdiri hingga masa era Orde Baru hingga awal reformasi. Untuk itu peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian terkait Muhammadiyah pada era reformasi dengan
menganalisa kepentingan politik Muhammadiyah di era reformasi dengan berfokus pada masa
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan sebelumnya pada latar belakang, Muhammadiyah sebagai salah
satu komponen bangsa memiliki posisi dan peran yang penting serta strategis. Muhammadiyah
sebagai bagian dari komunitas umat Islam yang menjadi penduduk terbesar di Indonesia dapat
mengambil peran proaktif dalam berbagai kehidupan, tidak terkecuali kehidupan politik.
Muhammadiyah dengan tidak menjadi partai politik memainkan fungsi sebagai kekuatan politik
(political force) yang dapat mempengaruhi proses politik nasional melalui peran para elitnya
maupun sebagai kelompok kepentingan (interest group). Maka masalah yang dirumuskan dalam
penelitian ini adalah “bagaimana kepentingan politik Muhammadiyah di era reformasi di
bawah kepemimpinan Din Syamsuddin?” 3. Batasan Masalah
Dalam suatu penelitian, penulis perlu membuat pembatasan masalah terhadap masalah
yang akan dibahas dengan tujuan untuk memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian
serta menghasilkan uraian yang sistemastis dan hasil penelitian yang diperoleh tidak
menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai. Adapun batas dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini mengkaji tentang kepentingan politik Muhammadiyah pada era reformasi
dimana fokus kajian pada masa kepemimpinan Din Syamsuddin tahun 2005-2014.
4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian penelitian ini adalah untuk mengetahui kepentingan politik
5. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat terlebih lagi untuk
perkembangan ilmu pengetahuan. Adapun manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian
ini antar lain:
1. Penelitian ini dijadikan penulis sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan
berpikir dan kompetensi dalam menulis karya ilmiah sekaligus sebagai syarat untuk
menyelesaikan pendidikan Strata Satu di Departemen Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara.
2. Penelitian ini secara akademis diharapakan dapat menambah objek kajian peneliatian
ilmu politik khususnya di Departemen Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara serta
menjadi salah satu sumber referensi bagi penelitian-penelitian berikutnya.
6. Kerangka Teori
6.1. Kepentingan Politik
Kepentingan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan suatu,
kebutuhan atau interes yang harus didahulukan sebagai sebuah keperluan. Dalam kaitan dengan
politik dapat diartikan sebagai posisi yang menentukan dalam pemerintahan atau negara.16
Politik secara umum dapat diartikan sebagai usaha untuk menggapai kehidupan yang lebih baik.
Politik dapat dikatakan sebagai usaha untuk menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima
oleh sebagian besar warga, untuk membawa masyarakat kearah kehidupan bersama yang
harmonis.17
David Easton menyatakan kehidupan politik mencakup segala aktifitas kebijakan yang
berwibawa, berkuasa dan diterima oleh masyarakat. Easton menilai sistem politik merupakan
interaksi yang dipakai untuk membagi dan mendistribusikan nilai-nilai materiil pada saat itu, dan
bisa berlangsung di dalam dan untuk masyarakat. Kepentingan politik dalam sebuah sistem
politik berwujud tuntutan dan dukungan sebagai input dalam sistem tersebut. Input merupakan
masukan dari masyarakat ke dalam sistem politik. input yang masuk dalam masyarakat inlah
uang berupa tuntutan dan dukungan. Tuntutan secara sederhana dijelaskan sebagai perangkat
kepentingan yang belum dialokasikan secara merata oleh sistem politik kepada sekelompok
masyarakat yang ada di dalam cakupan yang ada di dalam sistem politik. Disisi lain, dukungan
merupakan upaya dari masyarakat untuk mendukung keberadaan sistem politik agar terus
berjalan. Input-input inilah yang memberikan energi yang dibutuhkan untuk kelangsungan
sebuah sistem tersebut. Inilah alasan mengapa sistem politik terbentuk dalam suatu masyarakat
dan mengapa orang melibatkan diri dalam kegiatan politik yaitu adanya tuntutan-tuntutan dari
orang-orang atau kelompok-kelompok dalam masyarakat yang semuanya tidak dapat dipenuhi
dengan memuaskan.18
Menurut Almond, sistem politik merupakan organisasi yang di dalamnya masyarakat
berusaha merumuskan dan mencapai tujuan-tujuan tertentu yang sesuai dengan kepentingan
bersama. Dalam sistem politik terdapat lembaga-lembaga atau struktur-struktur seperti parlemen,
birokrasi, badan peradilan, dan partai politik yang menjalankan funsgsi—fungsi tertentu yang
memungkinkan sistem politik tersebut merumuskan dan melaksanakan
kebijaksanaan-kebijaksanaannya. Sebelum kebijakan-kebijakan dan tujuan-tujuan dapat ditetapkan,
individu-individu dan kelompok-kelompok dalam masyarakat harus menentukan apa yang menjadi
kepentingan mereka yaitu apa yang ingin mereka dapatkan dari politik.
Kepentingan-kepentingan dan tuntutan-tuntutan tersebut diartikulasikan kemudian diagregasikan atau
digabungkan menjadi alternatif-alternatif kebijaksanaan.19
6.2Kelompok Kepentingan
Selanjutnya alternatif-alternatif
kebijaksanaan itu dipertimbangkan dan ditentukan pilihan. Keputusan tersebut harus
dilaksanakan dan bila keputusan tersebut diselewengkan harus ada proses penghakiman.
Sistem politik yang terbuka selalu menyediakan ruang bagi munculnya partisipasi pubik
guna menanggapi atas keputusan-keputusan politik yang dihasilkan oleh sistem politik itu
sendiri. Salah satunya satunya adalah melalui artikulasi politik. artikulasi politik yang dimaksud
dapat, secara sederhana berupa pengajuan permohonan/tuntutan/dukungan orang per orang
ataupun kelompok atas berbagai keputusan politik yang ditetapkan. Pengajuan permohonan atau
tuntutan yang dilakukan secara individual tidak terasa terlalu kuat dibandingkan dengan yang
diajukan secara kelompok. Kelompok-kelompok, seperti kelompok kepentingan menjadi sangat
penting perannya dalam melakukan atrikulasi pada sebuah sistem politik.
Sebuah keputusan publik yang lahir dari keputusan-keputusan politik merupakan hasil
dari pelembagaan issu-issu yang menjadi masalah bersama (masalah publik). Keputusan publik
yang berusaha menyelesaikan suatu permasalahan atau persoalan yang bersifat individual atau
komunitas kecil semata akan kesulitan mendapat legitimasi politik untuk diselesaikan. Lain
halnya jika lingkup permasalahan tersebut luas dan dirasakan oleh mayoritas warga masyarakat.
Ketika masalah dan persoalan yang bersifat individual dikomunikasikan dan dikelola oleh
kelompok-kelompok kepentingan secara baik sehingga yang terlahir kemudian adalah masalah
subyektif yang dikolektifkan, maka bukan hal yang tidak mungkin masalah tersebut menjadi
masalah yang dirasakan oleh mayoritas warga masyarakat dan perlu diselesaikan oleh
pemerintah melalui keputusan politik yang dilembagakan dalam keputusan publik.
Begitu pentingnya peran dan posisi kelompok kepentingan dalam membangun issu-issu
individual atau komunitas menjadi issu-issu publik, maka dalam konteks politik artikulasi
kebutuhan warga bukan hanya dapat dilakukan oleh partai politik, tetapi juga
kelompok-kelompok kepentingan. Kelompok kepentingan (interest group) merupakan organisasi formal
yang dapat memberikan pengaruh terhadap pembuatan dan pelaksanaan kebijakan umum (public
policy) terutama dalam negara-negara yang demokratis (democratic politics). Kelompok
kepentingan merupakan suatu organisasi yang terdiri dari sekelompok individu yang
mempunyai kepentingan-kepentingan, tujuan-tujuan, keinginan-keinginan yang sama, dan
mereka melakukan kerjasama untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah demi tercapainya
kepentingan-kepentingan, tujuan-tujuan, dan keinginan-keinginan tersebut.20
Menurut Almond21
Kelompok kepentingan terdiri dari sejumlah orang yang mempunyai kesamaan sifat,
sikap, kepercayaan, dan tujuan yang sepakat yang sepakat mengorganisasikan diri untuk untuk
melindungi dan mencapai tujuan. Sebagai kelompok yang terorganisir, kelompok ini tidak hanya
memiliki sistem sistem keanggotaan yang jelas, tetapi juga memiliki pola kepemimpinan, sumber
keuangan untuk membiayai kegiatan dan pola komunikasi baik ke dalam maupun ke luar
organisasi. Posisi kelompok kepentingan dianggap penting karena kelompok kepentingan dilihat yang disebut kelompok kepentingan ialah setiap organisasi yang
berusaha mempengaruhi kebijakan pemerintah tanpa berkehendak memperoleh jabatan publik.
Dalam pandangan Almond, kecuali dalam keadaan luar biasa, kelompok kepentingan memmang
tidak berusaha menguasai pengelolaan pemerintahan secara langsung sekalipun mungkin para
pemeimpin ataupun anggota-anggotanya memenagkan kedudukan-kedudukan politik dalam
Pemilihan Umum.
20
sebagai sarana untuk menyampaikan dan memperkuat tuntutan-tuntutan,
kepentingan-kepentingan anggota masyarakat terhadap sistem politik.
6.2.1. Jenis Kelompok Kepentingan
Kelompok kepentingan terdiri atas beberapa tipe atau jenis, Gabriel Almond22
a) Kelompok Kepentingan Anomik
membedakannya menjadi empat tipe atau jenis kelompok kepentingan antara lain:
Kelompok kepentinga ini terbentuk diantara unsur-unsur dalam masyarakat secara
spontan. Karena tidak memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang mengatur, kelompok
ini sering bertumpang tindih dengan bentuk-bentuk partisipasi politik yang
non-konvensional, seperti demonstrasi, kerusuhan, kekerasan politik, pemogokan, huru-hara,
konfrontasi dan sebagainya.
b) Kelompok Kepentingan Non-Assosiasional
Kelompok Kepentingan Non-Assosiasional (Non-Associational Interest) merupakan
kelompok kepentingan yang kurang terorganisir secara rapi, dan kegiatannya masih
bersifat kadang kala saja. Kelompok ini berwujud keluarga atau keturunan etnik,
regional, status kelas yang menyatakan kepentingan secara kadangkala dengan melalui
individu-individu, kepala keluarga atau pemimpin agama. Keanggotaan kelompok ini
diperoleh berdasarkan kepentingan-kepentingan yang serupa karena
persamaan-persamaan dalam hal-hal tertentu, seperti keluarga, status, kedaerahan, keagamaan,
keturunan dan etnis. Setelah melakukan kegiatan, kelompok ini langsung bubar dengan
sendirinya. Kelompok ini biasanya menggunakan cara-cara pendekatan informal terhadap
pemerintah dalam memperjuangkan kepentingannya.
22
c) Kelompok Kepentingan Institusional
Kelompok ini merupakan kelompok kepentingan yang muncul di dalam lembaga politik
dan pemerintahan yang fungsinya untuk mengartikulasikan kepentingan seperti kelompok
tertentu di dalam angkatan bersenjata, birokrasi, dan partai politik. Kelompok ini
merupakan kelompok yang kepentingan yang bersifat formal yang sudah terorganisir
secara rapi dan teratur. Kelompok kepentingan institusional sangat berpengaruh, biasanya
akibat dari basis organisasinya yang kuat. Klik-klik militer, kelompok-kelompok birokrat,
dan pemimpin-pemimpin partai sangat dominan dinegara-negara belum maju, dimana
kelompok kepentingan assosiasional sangat terbatas jumlahnya dan belum efektif.
d) Kelompok Kepentingan Asosiasional
Kelompok kepentingan asosiasional yang terbentuk dari masyarakat dengan fungsi untuk
mengartikulasi kepentingan anggotanya kepada pemerintah. Kelompok ini memakai
tenaga professional yang bekerja penuh dan memiliki prosedur teratur untuk memutuskan
kepentingan dan tuntutan. Kelompok ini juga mengorganisasikan diri dengan baik dan
terus menerus menjalin hubungan dengan pemerintah. Kelompok kepentingan
asosiasional terdiri dari Serikat Buruh, Kamar Dagang, dan Industri atau perkumpulan
usahawan-usahawan, paguyuban etnik, persatuan-persatuan yang diorganisir oleh
kelompok-kelompok agama dan sebagainya. Kelompok kepentingan assosiasional jika
diijinkan berkembang cenderung untuk menetukan perkembangan dari jenis kelompok
kepentingan lain. Basis organisasionalnya menempatkannya diatas kelompok
non-assosiasional; taktik dan tujuannya sering diakui sah dalam msyarakat dan dengan
mewakili kelompok dan kepentingan yang luas, kelompok assosiasional dengan efektif
6.2.2. Saluran Aktualisasi Kelompok Kepentingan
Dalam mengkomunikasikan tuntutan politik, individu-individu yang mewakili kelompok
kepentingan atau dirinya sendiri biasanya tidak hanya ingin sekedar member informasi. Mereka
bertujuan agar pandangan-pandangan mereka dipahami oleh para pemimpin yang membuat
keputusan yang relevan dengan kepentingan mereka, dan memperoleh tanggapan baik.23
a) Demonstrasi dan Tindakan Kekerasan
Oleh
sebab itu kelompok kepentingan berusaha mencari saluran-saluran khusus untuk menyalurkan
tuntutan mereka dan mengembangkan teknik-teknik penyampaian agar tuntutan itu diperhatikan
dan ditanggapi. Saluran-saluran untuk menyatakan pendapat dalam masyarakat berpengaruh
besar dalam menentukan luasnya dan efektifnya tuntutan-tuntutan kelompok kepentingan.
Saluran-saluran tersebut antara lain:
Demonstrasi dan tindakan kekerasan fisik merupakan salah satu saluran yang
diperguanakan oleh kelompok-kelompok kepentingan untuk menyatakan
kepentingan-kepentingan atau tuntutan-tuntutan. Demonstrasi dan tindakan kekerasan fisik,yang
didalamnya termasuk kerusuhan, huru-hara, pembunuhan, konfrontasi, adalah merupakan
cirri khas kelompok kepentingan anomik.
b) Hubungan Pribadi
Hubungan pribadi merupakan saluran yang sering digunakan oleh kelompok kepentingan
untuk mencapai dan meepengaruhi para pembuat keputusan politik utama. Hubungan
pribadi biasanya melalui hungun
gan keluarga, almamater atau hubungan yang bersifar kedaerahan atau yang lain sebagai
perantara. Hubungan pribadi biasa digunakan oleh kelompok kepentingan
non-asosiasional yang mewakili kepentingan keluarga atau daerah, akan tetapi bisa juga
dipergunakan oleh kelompok kepentingan lain.Hal ini karena hubungan secara langsung
tatap muka merupakan salah satu cara paling efektif dalam membentuk sikap seseorang.
c) Perwakilan Langsung
Perwakilan lamgsung dalam badan legislatif atau birokrasi sangat memungkinkan
kelompok-kelompok kepentingan mengkomunikasikan kepentingan-kepentingannya
secara terus-menerus. Hal ini misalnya melalui anggota aktif dalam struktur pembuat
keputusan atau anggota yang duduk di dalam birokrasi, badan legislative maupun badan
eksekutif.
d) Media Massa
Media massa merupakan saluran dalam kegiatan yang dilakukan kelompok kepentingan
dalam mengkomunikasikan kepentingan-kepentingannya atau tuntutan-tuntutannya dan
pengaruhnya terhadap pembuat keputusan politik utama. Saluran ini antara lain seperti
televise, radio, surat kabar, majalah, dan sebaginya.
e) Partai Politik
Partai politik juga merupakan saluran yang digunakan kelompok-kelompok kepentingan
dalam mengkomunikasikan kepentingan-kepentingan ataupun tuntutan-tuntutannya.
Disini muncul seberapa jauh fungsi partai mengartikulasikan dan mengagregasikan
kepentingan-kepentingan kelompok kepentingan yang ada dalam msyarakat dalam sistem
rekrutmen politik. Semua fungsi partai itu diasosiasikan dalam dengan
kelompok-kelompok kepentingan.
f) Badan Legislatif, Eksekutif, dan Birokrasi
Kelompok-kelompok kepentingan dapat juga menyalurkan kepentingan-kepentingan,
tuntutan-tuntutannya dengan melalui saluran-saluran yang terwujud dalam badan
legislatif, eksekutif dan birokrasi.
Beberapa hal penting lain yang secara signifikan dapat mempengaruhi hasil akhir
kegiatan ialah sisi internal organisasi, seperti lingkup keanggotaan, loyalitas anggota, lingkup
kegiatan dan derajat kedalaman kegiatan. Dari segi cara dan sarana yang digunakan untuk
memperjuangkan tuntutan, dapat dilihat seperti teknk-teknik yang digunakan untuk mencapai
tujuan kelompok, bentuk tuntutan yang diajukan, derajat kelompakan kelompok, dan
sumberdaya material dan manusia yang tersedia serta yang digunakan untuk mencapai tujuan
kelompok. Kemudian dari sisi eksternal organisasi antara lain pertama, derajat kesesuaian dan
ketaatan tujuan dan kegiatan kelompok dengan norma-norma dan kebiasaan budaya politik yang
berlalu. Kedua, derajat kelembagaan kegiatan dan prosedur yang diikuti kelompok telah
mengikuti pola yang ada atau berubah-ubah. Ketiga, derajat kemampuan kelompok memelihara
akses komunikasi langsung dengan pemerintah yang hendak dipengaruhi akan sangat
mempengaruhi keberhasilan atau hasil akhir dari upaya pencapaian tujuan kelompok
kepentingan.24
6.3. Civil Society
Civil society sering diterjemahkan dengan masyarakat kewarganegaraan atau masyarakat
madani. Pengelompokannya antara lain pada organisasi sosial dan keagamaan, lembaga swadaya
masyarakat, organisasi sosial dan keagamaan, paguyuban-paguyuban, dan juga
kelompok-kelompok kepentingan.25
Menurut Tocqueville
Civil society dalam konsep Tocqueville dimana masyarakat hidup dalam tatanan
komunal, tidak tergantung dari campur tangan negara, dapat mengorganisasikan kebutuhannya
sendiri dan hanya terikat dalam aturan-aturan lokal. Negara masih dibutuhkan kekuasaannya
tetapi harus diminimalisir dan dikontrol. Tatanan civil society dapat ditemukan pada asosiasi,
yaitu sekelompok individu dalam masyarakat yang meyakini suatu doktrin atau kepentingan
tertentu dan memutuskan untuk merealisasikan doktrin atau kepentingan tersebut. Dalam
pemikirannya, civil society memiliki kapasitas politik yang cukup tinggi sehingga mampu
menjadi kekuatan penyeimbang terhadap kecenderungan intervensi negara atas warga negara.
Namun, civil society hanya menjadi entitas pressure group, tidak berusaha untuk mencari,
mempertahankan dan merebut kekuasaan.
civil society merupakan sebuah wilayah-wilayah kehidupan sosial
yang terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan
(self-generating), dan keswadayaan (self-suporting), kemandirian tinggi berhadapan dengan negara,
dan keterikatan dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya. Sebagai
sebuah ruang politik, civil society adalah suatu wilayah yang menjamin berlangsungnya prilaku,
tindakan dan refleksi mandiri, tidak terkungkung oleh kondisi kehidupan material, dan tidak
suatu ruang publik yang bebas (the free public sphere), tempat dimana transaksi komunikasi
yang bebas bisa dilakukan oleh warga masyarakat.
Civil society setidaknya memiliki tiga ciri utama,27
1) Adanya kemandirian yang cukup tinggi dari dari individu-individu dan
kelompok-kelompok masyarakat, utamanya ketika berhadapan dengan negara. antara lain:
2) Adanya ruang publik yang bebas sebagai wahana bagi keterlibatan politik secara aktif
dari warga negara melalui wacana yang berkaitan dengan kepentingan publik.
3) Adanya kemampuan membatasi kuasa negara agar tidak intervensionis
Dari pemaparan tersebut, cukup jelas bahwa civil society menyiratkan kemandirian dan
kematangan politis. Civil society terwujud dalam organisasi dan asosiasi yang dibuat di luar
penaruh negara. Civil society dapat diartikan sebagai pengelompokkan dari anggota-anggota
masyarakat sebagai warga negara mandiri yang dengan bebas dan egaliter bertindak aktif dalam
wacana mengenai segala hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan pada umumnya.
Hal ini menyiratkan keharusan adanya kebebasan dan keterbukaan untuk berserikat, berkumpul,
dan mengeluarkan pendapat serta kesempatan yang sama dalam mempertahankan
kepentingan-kepentingan di tempat umum.
7. Metode Penelitian 7.1. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini menggunakan metode
deskripstif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang menggambarkan berdasarkan fakta
serta data yang ada yang dianggap sebagai argumentasi terhadap suatu penelitian serta dapat
dipertanggungjawabkan dengan baik. Metode penelitian deskriptif dilakukan dengan
menganalisis data dan fakta sebagai suatu cara untuk memecahkan masalah yang diteliti dengan
menerangkan keadaan sebuah objek penelitian sebagaimana adanya.28
7.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan
mentode wawancara dengan pengurus wilayah Muhammadiyah tempat penulis menetap yaitu
pengurus wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara, selain itu penelitian ini juga menggunakan
penelitian kepustakaan (library research). Data-data yang digunakan diperoleh dari buku-buku,
jurnal, majalah dan keputusan-keputusan Muktamar Muhammadiyah yang berhubungan dengan
tema penelitian.
7.3.Teknik Analisa Data
Setelah tahap pengumpulan data, selanjutnya data yang diperoleh dari sumber-sumber
tersebut dilakukan analisis. Adapun teknik analisis data yang digunakan yaitu dengan teknik
analisis kualitatif yang menekan analisis pada sebuah proses pengambilan kesimpulan. Seluruh
data yang telah diperoleh dieksplorasi menggunakan teori-teori yang memadai dan dipilih untuk
memberi gambaran yang tepat terhadap kajian yang diteliti sehingga dapat menghasilkan sebuah
kesimpulan yang menjadi penjelasan dalam permasalahan yang diteliti.
8. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan
sistematika penelitian.
BAB II : PROFIL DAN DINAMIKA POLITIK MUHAMMADIYAH
Bab ini akan menguraikan profil Muhammadiyah yang meliputi sejarah dan
deskripsi landasan ideal dan landasan operasional organisasi Muhammadiyah.
BAB III : KEPENTINGAN POLITIK MUHAMMADIYAH DI ERA REFORMASI MASA KEPEMIMPINAN DIN SYAMSUDDIN
Bab ini akan dijelaslan tentang kepentingan politik Muhammadiyah pada era
reformasi dibawah kepemimpinan Din syamsuddin pada periode pertama
kepemimpinannya pada tahun 2005 hingga periode kedua yang berjalan sampai
tahun 2014.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan penelitian ini yang berisi
BAB II
PROFIL ORGANISASI MUHAMMADIYAH
1. Sejarah Berdirinya Muhammadiyah
Kelahiran Muhammadiyah secara umum dapat dikaitkan dalam rangka merespon kondisi
sosio-politik umat Islam sebagai akibat kebijakan pemerintahan Hindia Belanda. Pemerintah
Hinda Belanda mengembangkan kekuasaannya dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam di
Indonesia. Setelah berhasil melakukan penaklukan, Belanda melakukan proses kolonialisme
yang dikemas dengan kebijakan pemerintahan yang liberal. Kondisi belenggu kolonialisme
inilah yang kemudian menyebabkan sejumlah kalangan Islam terdidik membentuk organisasi,
pergerakan dan perkumpulan yang bersifat sosial maupun politik sebagai pencarian kerangka
ideologi alternatif. Sebagai respon atas politik Belanda dan kolonialisme itupula, pada awal abad
20 gerakan-gerakan kebangsaan mulai tumbuh. Gerakan-gerakan itu antara lain Sarekat Dadang
Islam (SDI) tahun 1905, Budi Utomo tahun 1908, Sarekat Islam pada awal tahun 1912,
Muhammadiyah pada akhir tahun 1912 serta Persis pada tahun 1923 dan Nahdatul Ulama pada
tahun 1926.
2. Kelahiran Muhammadiyah
Kelahiran Muhammadiyah tidak dapat dipisahkan dengan KH. Ahmad Dahlan Sebagai
pendirinya. KH. Ahmad Dahlan yang bernama asli Muhammad Darwisj, lahir di Kampung
Kauman Yogyakarta pada 1868. Darwisj berasal dari latar belakang keluarga golongan elite
Islam yang menanamkan nilai-nilai agama kepada dirinya. Selain belajar agama dari AL-Quran,
Setelah menunaikan ibadah haji, kemampuan intelektual Ahmad Dahlan berkembang.
Ahmad Dahlan banyak berkomunikasi dengan ulama yang berasal dari Indonesia di Arab Saudi.
Ia sering melakukan tukar pikiran menyangkut hal-hal sosial dan keagamaan. Ahmad Dahlan
beranggapan kondisi umat Islam ang merosot ruhul Islamiyahnya, pengalaman Islam yang
bercampur dengan bid’ah, khirafat, dan syirik membawa Islam dalam krisis kemurnian ajaran.
Setelah kembali dari ibadah hajinya, kegiatan sosial Ahmad Dahlan makin meningkat. Ia
membuka kelas belajar kelas belajar dengan membangun pondok guna menampung murit yang
hendak belajar ilmu umum seperti ilmu falaqI, ilmu tauhid, dan tafsir. Selain itu ia juga intensif
melakuna komunikasi dengan berbagai kalangan ulama, intelektual dan kalangan pergerakan
seperti Budi Utomo dan Jamiat Khair.29
Dalam perkembangannya, Dahlan menawarkan nama perkumpulan yang akan dibentuk
itu dengan nama Muhammadiyah, nama yang berhubungan dengan Nabi Muhammad. Nama ini
diberi dengan maksud setiap anggota Muhammadiyah dalam kehidupan beragama dan Pada tahun 1909, Ahmad Dahlan bergabung dalam dengan Budi Utomo sebagai
penasehat masalah-masalah agama, posisinya ini memungkinkan dirinya mengaktualisasikan
ilmu yang dikuasasinya dan belajar mengenai organiasasi modern. Selain Budi Utomo Ahmad
Dahlan juga menjadi anggota Jamiatul Khair, organisasi Islam yang bergerak di bidang
pendidikan. Keterlibatan dalam dua organisasi menambah pemahaman Ahmad Dahlan dalam
mengatur organisasi secara modern di kalangan orang Islam. Bekal pengalaman yang diperoleh
dari Budi Utomo dan Jamiat Khair mendorong Dahlan untuk membentuk organisasi dan
menyelenggarakan pendidikan. Dahlan yang sebelumnya membuat sekolah sebagai tempat
kegiatan belajar mendapat dukungan dari murid-muridnya untuk membentuk organisasi.
bermasyarakat dapat menyesuaikan dengan pribadi Nabi Muhammad SAW.30
Budi Utomo mengambil peran dalam proses permohonan pendirian Muhammadiyah
kepada pemerintah. Setelah melalui berbagai pertemuan, pematangan rencana dan berbagai
persiapan membentuk organisasi, akhirnya pada 18 November 1912 berdiri gerakan Islam
bernama Muhammadiyah.
Dengan
menisbahkan diri pada keteladanan Nabi Muhammad SAW, Muhammadiyah berusaha
menghidupkan ajaran Islam yang murni dan otentik dengan tujuan memahami dan melaksanakan
agjaran Islam yang telah dicontohkan Nabi.
31
3. Landasan Ideal Muhammadiyah
Setelah menerima permohonan dari Budi Utomo mengenai
berdirinya Muhammadiah, Gubernur Jenderal meminta pertimbangan dan saran empat penguasa
lembaga terkait, yaitu residen Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono VII; Pepatih Dalem Sri
Sultan Sri Sultan Hamengku Buwono VII; dan ketua penghulu Haji Muhammad Kholil
Kamaludiningrat.
Hasil rapat tersebut memberikan izin pendirian organisasi Muhammadiyah.dengan
keluarnya izin tersebut, maka Muhammadiyah secara resmi berdiri. Organisasi ini berdiri dengan
tujuan awal menyebarkan ajaran agama Islam kepada seperti yang diajarkan Nabi Muhammad
SAW kepada penduduk bumiputera, di dalam residensi Yogyakarta dan memajukan hal Islam
kepada anggota-anggotanya. Tujuan ini dari waktu ke waktu mengalami perbaikan setelah
mengalami perkembangan dengan berdirinya cabang-cabang di Jawa, Sumatera, Sulawesi,
Kalimantan, Nusa Tenggara dan daerah lainnya.
a. Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
30
Ibid, hlm. 79.
31
Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah merupakan rumusan konsepsi yang
bersumber pada Al-Quran dan Al-Sunnah tentang pengabdian manusia. Muqaddimah Anggaran
Dasar Muhammadiyah ini menjiwai dan menghembuskan semangat pengabdian dan perjuangan
ke dalam tubuh dan seluruh gerak organisasi Muhammadiyah. Matan Muqaddimah Anggaran
Dasar Muhammadiyah secara lengkap antara lain sebagai berikut:
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah dan Penyayang segala puji bagi
Allah yang mengasuh semua alam; yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, yang memegang
pengendalian pada hari kemudian. Hanya kepada Engkau, hamba menyembah dan hanya
kepada Engkau hamba mohon pertolongan. Berilah petunjuk kepada hamba akan jalan yang
lempang; jalan orang-orang yang telah engkau beri kenikmatan; yang tidak dimurkai dantidak
tersesat.” (Al-Qur’an Surat al-Fatihah).
“Saya ridla bertuhan kepada Allah, beragama kepada Islam dan bernabi kepada
Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.”
Amma Ba’du, bahwa sesungguhnya ketuhanan itu adalah hak Allah semata-mata,
bertuhan dan beribadah serta tunduk dan taat kepada Allah adalah satu-satunya ketentuan yang
wajib atas tiap-tiap Makhluk, terutama Manusia.
Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat-iradat) Allah atas kehidupan
manusia di dunia ini.
Masyarakat yamh sejahtera, aman, damai, makmur dan bahagia hanya dapat diwujudkan
di atas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong royong, bertolong-tolongan dengan
Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian Nabi yang bijaksana dan berjiwa
suci, adalah satu-satunya pokok hukum dalam masyarakat yang utama dan sebaik-baiknya.
Menjunjung tinggi hukum Allah lebih dari hukum yang manapun juga, adalah kewajiban
mutlak bagi tiap-tiap orang yang mengaku bertuhan kepada Allah.
Agama Islam adalah agama Allah yang dibawa oleh sekalian Nabi, sejak Nabi Adam
sampai Nabi Muhammad SAW dan diajarkan kepada umatnya masing-masing untuk
mendapatkan hidup bahagia dunia dan akhirat.
Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan sentosa tersebut, tiap-tiap
orang, terutama ummat Islam ummat yang yang percaya akan Allah dan hari kemudian, wajiblah
mengikuti jejak sekalian Nabi yang suci; beribadah kepada Allah dan berusaha segiat-giatnya
mengumpulkan segala kekuatan dan menggunakannya untuk menjelmakan masyarakat itu di
dunia, dengan niat yang murni-tulus dan ikhlas karena Allah semata-mata dan hanya
mengharapkan karunia Allah dan ridla-Nya belaka, serta mempunyai rasa tanggung jawab di
hadlirat Allah atas segala perbuatannya; lagi pula harus sabar dan tawakkal bertabah hati
menghadapi segala kesukaran atau kesulitan yang menimpa dirinya, atau rintangan yang
menghalangi pekerjaannya, dengan penuh pengharapan akan perlindungan dan pertolongan
Allah yang maha kuasa.
Untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian itu, maka dengan berkat
dan rahmat Allah didorong oleh firman Allah dalam Qur’an:
Adakah dari kamu sekalian, golongan yang mengajak kepada ke-Islaman, menyuruh kepada
kebaikan dan mencegah daripada keburukan. Mereka itulah golongan yang beruntung dan
Pada tanggal Dzulhijjah 133 Hijriyah atau 18 Nopember 1912 Miladiyah, oleh Almarhum
KH.A. Dahlan didirikan suatu persyarikatan sebagai “gerakan Islam” dengan nama
“MUHAMMADIYAH” yang disusun dengan Majlis-majlis (Bahagian-bahagian)nya, mengikuti
peredaran zaman serta berdasarkan “syura yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan atau Muktamar.
Kesemua itu perlu untuk menunaikan kewajiban mengamalkan perintah-perintah Allah
dan mengikuti sunnah Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW guna mencapai masyarakat yang
sentosa dan bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah yang melimpah, sehingga merupakan:
Suatu negara yang indah, bersih, suci dan makmur di bawah perlindungan Tuhan yang Maha
Pengampun (QS. AS-Saba’ :15).
Maka dengan Muhammadiyah ini, mudah-mudahan umat Islam dapatlah diantar ke pintu
gerbang syurga “Jannatun Na’im” dengan keridlaan Allah yang Rahman dan Rahim.
b. Kepribadian Muhammadiyah
Kepribadian Muhammadiyah memuat 4 (empat) hal yaitu:
1) Apakah Muhammadiyah itu?
Muhammadiyah adalah persyarikatan yang merupakan gerakan Islam. Maksud
gerakannya adalah dakwah Islam dan amar ma’ruf nahi munkar yang ditujukan pada dua bidang;
perseorangan dan masyarakat. Dakwah amar ma’ruf nahi munkar pada bidang yang pertama
terbagi dalam dua golongan, kepada yang telah Islam bersifat pembaharuan (tajdid) yaitu
mengembalikan kepada ajaran-ajaran Islam yang asli murni. Yang kedua kepada yang belum
Islam bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk agama Islam. Adapun dakwah dan amar ma’ruf
Kesemuanya itu dilakukan bersama dalam musyawarah atas dasar taqwa dan mengharap
keridlaan Allah semata-mata.
Dengan melaksanakan dakwaf dan amar ma’ruf nahi munkar dengan caranya
masing-masing yang sesuai, Muhammadiyah menggerakkan masyarakat menuju tujuannya, yaitu:
terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.
2) Dasar Amal Usaha Muhammadiyah
Dalam perjuangan melaksanakan usahanya menuju tujuan terwujudnya masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya dimana kesejahteraan, kebaikan dan kebahagiaan luas merata,
Muhammadiyah mendasarkan gerak amal usahanya atas prinsip-prinsip yang tersimpul dalam
uqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, yaitu:
a) Hidup manusia harus berdasarkan tauhid, ibadah dan taat kepada Allah;
b) Hidup manusia bermanfaat;
c) Mematuhi ajaran-ajaran agama Islam dengan berkeyakinan bahwa ajaran Islam itu
satu-satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia
akhirat;
d) Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam masyarakat adalah
kewajiban sebagai ibadah kepada Allah dan ihsan kepada kemanusiaan;
e) Ittiba’ kepada langkah dan perjuangan nabi Muhammad SAW; dan
3) Pedoman Amal Usaha dan Perjuangan Muhammadiyah
Menilik dasar prinsip tersebut diatas, maka pada apapaun yang diusahakan dan
bagaimanapun cara perjuangan Muhammadiyah untuk mencapai tujuan tunggalnya harus
berpedoman: “Berpegang teguh akan ajaran Allah dan Rasul-Nya, bergerak membangun di
segenap bidang dan lapangan dengan menggunakan cara serta menempuh jalan yang diridlai
Allah.”
4) Sifat Muhammadiyah
Memperhatikan uraian tentang: (a) Apakah Muhammadiyah itu, (b) Dasar Amal Usaha
Muhammadiyah, dan (c) Pedoman Amal Usaha dan Perjuangan Muhammadiyah, maka
Muhammadiyah memiliki dan wajib memelihara sifat-sifatnya, terutama yang terjalain di bawah
ini:
a) Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan;
b) Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah;
c) Lapang dada, luas pandangan dengan memegang teguh ajaran Islam;
d) Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan;
e) Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan serta dasar dan falsafah negara
yang sah;
f) Amar ma’ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan yang baik;
g) Kerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan
h) Aktif dalam perkembangan masyarakat, dengan maksud: Ishlah pembangunan sesuai
dengan ajaran Islam;
i) Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan
membangun negara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridlai Allah;
dan
j) Bersifat adil serta korektif ke dalam dank ke luar dengan bijaksana.
c. Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah
Rumusan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup (MKCH) Muhammadiyah ditetapkan
dalam siding Tanwir tahun 1969 di Ponorogo dan kemudian direvisi pada Tanwir di Yogyakarta
pada tahun 1970 dengan sistematika sebagai berikut:
1. Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar, beraqidah
Islam dan bersumber pada Al-Qur'an dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk
terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhai Allah SWT, untuk
malaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.
2. Muhammdiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada
Rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi
penutup Muhammad SAW, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia
sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materil dan spritual, duniawi dan
ukhrawi.
3. Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:
b) Sunnah Rasul: Penjelasan dan palaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur'an yang diberikan
oleh Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa
ajaran Islam.
4. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi
bidang-bidang:
a) Aqidah
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari
gejala-gejala kemusyrikan, bid'ah dan khufarat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi
menurut ajaran Islam.
b) Akhlak
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman
kepada ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Sunnah rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai
ciptaan manusia
c) Ibadah
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah
SAW, tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
d) Muamalah Duniawiyah
Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu'amalat duniawiyah (pengolahan
dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran Agama serta menjadi
5. Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia
Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan
Negara Republik Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil dan makmur dan diridhoi
Allah SWT.
Baldatun thayyibatub wa robbun ghofur.
4. Landasan Operasional Muhammadiyah a. AD/ART Muhammadiyah
Anggaran dasar merupakan anggaran pokok yang menyatakan dasar, maksud dan tujuan
organisasi Muhammadiyah, peraturan-peraturan pokok dalam menjalankan organisasi, dan
usaha-usaha yang harus dilakukan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut. Maksud dan
tujuan yang akan dicapai Muhammadiyah sebagaimana yang dicantumkan dalam AD pasal 2,
berbunyi “menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya.
Sedang usaha-usaha yang harus dilakukan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut
meliputi 17 subsistem sebagaimana yang tercantum dalam pasal 3, yaitu:
a. Menyebarkan Agama Islam terutama dengan mempergiat dan menggembirakan tabligh;
b. Mempergiat dan memperdalam pengkajian ajaran Islam untuk mendapatkan kemurnian
dan kebenarannya;
c. Memperteguh iman, mempergiat ibadah, mempergiat semngat jihad, mempeetinggi
d. Memajukan dan memperbarui pendidikan dan kebudayaan, mengembangkan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni serta mempergiat penelitian menurut Islam.
e. Menggembirakan dan membimbing masyarakat untuk berwakaf serta membangun dan
memelihara tempat ibadah;
f. Meningkatkan harkat dan martabat manusia menurut tuntutan Islam;
g. Membina dan menggerakkan angkatan muda sehingga menjadi manusia muslim yang
berguna bagi agama, nusa dan bangsa;
h. Membimbing masyarakat kea rah perbaikan kehidupan dan mengembangkan ekonomi
sesuai ajaran Islam;
i. Memelihara, melestarikan,dan memberdayakan kekayaan alam untuk kesejahteraan
masyarakat
j. Membina dan memberdayakan petani, nelayan, pedagang kecil, dan buruh untuk
meningkatkan taraf hidupnya;
k. Menjalin hubungan kemitraan dengan dunia usaha;
l. Membimbing masyarakat dalam menunaikan zakat, infaq, sadaqah, hibah, dan wakaf;
m. Menggerakkan dan menghidup-suburkan amal tolong-menolong dalam kebajikan dan
taqwa dalam bidang kesehatan, sosial, pengembangan masyarakat, dan keluarga
sejahtera;
n. Menumbuhkan dan meningkatkan ukhuwah Islamiyah dan kekeluargaan dalam
Muhammadiyah;
p. Memantapkan kesatuan dan persatuan bangsa serta peran serta dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara; dan
q. Usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan Persyarikatan.
b. Khittah Perjuangan Muhammadiyah
Khittah Perjuangan Muhammadiyah dapat dikatakan sebagai kerangka berpikir untuk
memahami dan memecahkan persoalan yang dihadapi Muhammadiyah sesuai dengan
gerakannya dalam konteks situasi dan kondisi yang dihadapi guna mencapai maksud dan tujuan
perserikatan. Khittah Perjuangan Muhammadiyah hasil keputusan Muktamar ke-40 di Surabaya
tahun 1078 berisi lima hal sebagai berikut.
1) Hakikat Muhammadiyah
Perkembangan masyarakat Indonesia, baik yang disebabkan oleh daya dinamika dari
dalam, ataupun karena persentuhan dengan kebudayaan dari luar, telah menyebabkan perubahan
tertentu. Perubahan itu menyangku dari segi kehidupan masyarakat, diantaranya bidang sosial,
ekonomi, politik, dan kebudayaan, yang menyangkut perubahan struktural dan perubahan pada
sikap serta tingkah laku dalam hubungan antar manusia.
Muhammadiyah sebagai gerakan, dalam mengikuti perkembangan dan perubahan itu
senantiasa mempunyai kepentingan untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, serta
menyelenggarakan amal usaha yang sesuai dengan lapangan yang dipilihnya, ialah masyarakat
sebagai usaha Muhammadiyah untuk mencapai tujuannya yaitu “Menegakkan dan menjunjung
tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” (masyarakat
Dalam melaksanakan usaha tersebut, Muhammadiyah berjalan di atas prinsip
gerakannya, seperti yang dimaksud di dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup
Muhammadiyah.
Keyakinan dalam melaksanakan usaha tersebut, Muhammadiyah senantiasa menjadi
landasan gerakannya, juga bagi gerakan dan amal usaha dan hubungannya dengan gerakan
masyarakat dan ketatanegaraan, serta dalam bekerjasama dengan golongan Islam lainnya.
2) Muhammadiyah dan Masyarakat
Sesuai dengan Khittahnya, Muhammadiyah sebagai persyarikatan memilih dan
menempatkan diri sebagai gerakan Islam amar ma’ruf nahi munkar dalam masyarakat, dengan
maksud yang terutama adalah membentuk keluarga dan masyarakat sejahtera sesuai dengan
dakwah jama’ah.
Di samping itu, Muhammadiyah menyelenggarakan amal usaha tersebut merupakan
sebagian ikhtiar Muhammadiyah untuk mencapai Cita-cita Hidup yang bersumberkan ajaran
Islam, dan bagi usaha terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (masyarakatutama,
adil, dan makmur yang diridlai Allah SWT).
3) Muhammadiyah dan Politik
Dalam bidang politik, Muhammadiyah berusaha sesuai dengan khittahnya dengan
dakwah amar ma’ruf nahi munkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya.
Muhammadiyah harus dapat membuktikan secara teoritis konseptional, secara operasional dan
secara konkrit riil, bahwa ajaran Islam mampu masyarakat dan Negara Republik Indonesia yang