• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nannochloropsis sp CULTURED AT MICRO ENVIRONMENTAL STRESS (MES) CONDITION AS Brachionus plicatilis FEED

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nannochloropsis sp CULTURED AT MICRO ENVIRONMENTAL STRESS (MES) CONDITION AS Brachionus plicatilis FEED"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh

TRI AGUSTINA

(Skripsi)

Sebagai Salah Satu Sarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PERIKANAN

Pada

Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

(2)

Oleh

Tri Agustina

Penelitian dilakukan untuk mengetahui kepadatan dan kandungan lemak total (crude lipid) Brachiounus plicatilis yang diberi Nannochloropsis sp dengan

perlakuan MES (Micro Environmental Stress). Penelitian telah dilakukan pada

bulan Oktober-November 2012 di Laboratorium Zooplankton Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung. Penelitian terdiri atas empat

perlakuan dan tiga ulangan.Nannochlororpsis sp dengan perlakuan MES tersebut

diberikan kepada B. plicatilis dengan rasio perbandingan 50 sel/ml : 1 ind/ml.

Pemberian pakan Nannochloropsis sp dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada

pukul 09.00 WIB dan 15.00 WIB. Pengujian proksimat lemak total (crude lipid)

dilakukan dengan metode soxhlet di Laboratorium THP Politeknik Negeri Lampung. Data dianalisis dengan metode Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan MES berpengaruh nyata terhadap kepadatan tetapi tidak

berpengaruh terhadap kandungan lemak total (crude lipid) B. plicatilis.Hubungan

regresi antar kepadatan dan kandungan lemak total cenderung linear negatif dan bersifat lemah.

(3)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan... 3

1.3. Manfaat Penelitian... 4

1.4. Perumusan Masalah... 4

1.5. Hipotesis ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bio-ekologi Rotifer (Brachionus plicatilis) ... 8

2.1.1. Klasifikasi dan Identifikasi... 8

2.1.2. Habitat dan Penyebaran... 10

2.1.3. Reproduksi... 10

2.1.4. Pemanfaatan Rotifer Bagi Larva Ikan... 12

2.1.5. Faktor Pembatas... ... 12

2.2. Bio-ekologi MikroalgaNannochloropsissp ... 14

2.2.1. Morfologi dan Klasifikasi ... ... 14

2.2.2. Habitat dan Penyebaran... 15

2.2.3. Faktor Pembatas... ... 16

2.2.4. Fase Pertumbuhan... ... 18

2.3. Lemak... 19

2.3.1. Lemak PadaNannochloropsissp ... ... 21

2.3.2. Lemak Pada Rotifer(Brachionus plicatilis)... 22

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat ... 24

(4)

iii

3.3.1. Persiapan Penelitian ... 25

a. Sterilisasi Ruangan ... 25

b. Sterilisasi Alat ... 25

c. Sterilisasi Media (Air) ... 25

3.4. Penelitian Pendahuluan ... 26

3.5. Rancangan Penelitian ... 27

3.6. Pelaksanaan Penelitian ... 27

3.7. Parameter Pengamatan ... 28

3.7.1. Parameter Utama ... 28

a. Kepadatan Rotifer... 28

b. Uji Proksimat Lemak ... 29

3.7.2. Parameter Pendukung... 29

3.8. Analisis Data ... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KepadatanB. plicatilis... 32

4.2. Kandungan Lemak Total (Crude Lipid)B. plicatilis... 36

4.3. Hubungan Antara Kepadatan dan Lemak ... 38

4.4. Kualitas Air Pada Media PemeliharaanNannochloropsissp danB. plicatilis... 39

V. KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan ... 44

5.2. Saran... 44

(5)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pakan merupakan salah satu input penting dalam budidaya ikan. Pakan

menghabiskan lebih dari setengah biaya produksi dalam kegiatan budidaya ikan.

Dalam kegiatan budidaya ikan, pakan dibagi menjadi dua jenis, pakan buatan dan

pakan alami. Ketersediaan pakan alami sangat penting dalam budidaya ikan pada

fase larva terutama setelah absorbsi kuning telur (fase pendahuluan). Fase

pendahuluan tersebut memerlukan pakan alami yang baik (fitoplankton maupun

zooplankton) (Rukka, 2011).

Salah satu zooplankton yang sering digunakan sebagai pakan alami adalah

Brachionus plicatilis. Zooplankton ini merupakan pakan yang baik untuk larva

ikan karena mempunyai ukuran sangat kecil, kecepatan berenang lambat,

kebiasaan hidup di kolom air, dapat dikultur pada kepadatan tinggi hingga 2000

individu/ml, reproduksi tinggi dengan bereproduksi sepanjang hidup, mudah

diperkaya dengan asam lemak, dan digunakan untuk transfer substansi ke larva

(Rukka, 2011).

Di samping beberapa keunggulan di atas, masih dijumpai permasalahan

dalam kultur B. plicatilis. Permasalahan yang sering dihadapi adalah tingginya

angka kematian pada saat kultur. Hal tersebut diduga karena adanya faktor

lingkungan yang tidak sesuai (Rukka, 2011). Menurut Koesoebiono (1980)dalam

Rukka (2011), kondisi lingkungan dan pakan dalam pemeliharaan organisme

(6)

Nannochloropsis sp seringkali dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Kondisi

lingkungan yang tidak sesuai menyebabkan pertumbuhan Nannochloropsis sp

sebagai pakan alami B. plicatilis mengalami penurunan kandungan nutrisi, yang

akan berdampak pada penurunan kandungan nutrisi pada B. plicatilis. Menurut

Tamaru et al, (1991) dalam Suminto, (2008), kualitas dan kuantitas B. plicatilis

ditentukan dari jenis dan kualitas pakan yang diberikan. Pakan tersebut

selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber nutrisi yang disimpan di dalam tubuh

B. plicatilis.

Beberapa metode pengkayaan Nannochloropsis sp telah dilakukan.

Penambahan vitamin B12pada kultur fitoplankton dapat meningkatkan kepadatan

dan kualitas B. rotundiformis (Sumiarsa et al., 1996). Upaya optimalisasi

pertumbuhan dan komposisi asam lemak Nannochloropsis sp dilakukan dengan

menambahkan karbon ke dalam media kultur Nannochloropsis sp (Hu and Gao,

2003).

Selain dengan pengkayaan, peningkatan kandungan nutrisi

Nannochloropsis sp dapat ditingkatkan dengan Micro Environmental Stress (MES). Secara umum MES merupakan pengkondisian lingkungan kultur di bawah

atau di atas kondisi optimum. Hasil penelitian menunjukkan ternyata dengan

MES, kandungan dan komposisi nutrisi (lemak) Nannochloropsis sp dapat

ditingkatkan (Muhaemin, 2011).

Kandungan lemak total dalam Nannochloropsis oculata sangat

(7)

kandungan nutrisi Nannochloropsis oculata(Widianingsih et al., 2011). Salinitas yang tinggi dan kandungan nitrogen yang rendah selama budidaya dapat

meningkatkan kandungan lemak pada Nannchloropsis sebesar 31,45%

(Muhaemin, 2011).

Nutrisi penting yang terkandung dalam B. plicatilis adalah protein,

karbohidrat, dan lemak. Lemak menyediakan energi dua kali lebih besar

dibandingkan protein di dalam tubuh (Sargentet al., 2002dalam Pangkey 2011).

Bagi ikan laut, lemak merupakan sumber nutrisi utama (Froyland et al., 2000;

Sargent et al., 2002; Tocher, 2003 dalam Pangkey, 2011). Lemak digunakan

untuk kebutuhan energi jangka panjang, juga untuk pergerakan atau cadangan

energi selama periode kekurangan makanan (Pangkey, 2011).

Peran penting dan tingginya kebutuhan lemak bagi pertumbuhan larva ikan

memerlukan upaya peningkatan kandungan lemak pada B. plicatilis melalui

pakannya berupa Nannochloropsis sp. Kandungan alami lemak pada

Nannochloropsis sp diharapkan dapat ditingkatkan dengan memodifikasi faktor

lingkungan berupa perlakuan salinitas dan nitrogen. Peningkatan kepadatan dan

kandungan alami lemak pada Nannochloropsis sp selanjutnya diharapkan pula

dapat meningkatkan kepadatan dan kandungan alami lemak padaB. plicatilis.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian untuk mengetahui fluktuasi kepadatan dan kandungan

lemak total (crude lipid) pada B. plicatilis setelah diberi pakan Nannochloropsis

(8)

Penelitian diharapkan mampu memberikan informasi kepada pengguna

mengenai upaya peningkatan kepadatan dan kandungan lemak total (crude lipid)

padaB. plicatilisdengan pemberian pakanNannochloropsissp.

1.4 Perumusan Masalah

Peningkatan kandungan lemak pada Nannochloropsis sp diharapkan akan

meningkatkan kandungan lemak pada B. plicatilis. Modifikasi faktor lingkungan

pada saat kultur Nannochloropsis sp diharapkan akan berpengaruh terhadap

kepadatan dan kandungan lemak total pada plankton tersebut. Dengan

memanfaatkan mekanisme rantai makanan, perubahan kepadatan dan kandungan

lemak total pada Nannochloropsis sp diharapkan dapat memberikan perubahan

pula pada kepadatan dan kandungan lemak total pada B. plicatilis. Salah satu

metode yang bisa digunakan adalah MES (Micro Environmental Stress).

Penelitian sebelumnya mengenai MES, membuktikan kondisi lingkungan

yang diubah dari kondisi optimal menjadi kondisi lingkungan MES ternyata dapat

meningkatkan salah satu atau beberapa kandungan nutrisi pada fitoplankton.

Penelitian Chiu et al. (2009) menjelaskan pertumbuhan dan kandungan lemak

pada Nannochloropsis oculata meningkat setiap fasenya pada media kultur

dengan konsentrasi CO2 yang berbeda. Krienitz dan Wirth (2006) menyatakan

bahwa kandungan polyunsaturated fatty acid (PUFA) pada Nannochloropsis

limneticameningkat pada kondisi lingkungan kultur tanpa aerasi dan penambahan

K2HPO4 sebanyak 40 mg/L. Penelitian Hu and Gao (2006) menyatakan bahwa

(9)

faktor yang diperlukan untuk meningkatkan kandungan EPA. Sedangkan

Muhaemin (2011) menyatakan bahwa salinitas 20% dan nitrogen pada konsentrasi

3 mM terbukti mampu meningkatkan kandungan lemak total sebesar 31,45%.

Pemberian tekanan terhadap lingkungan yang meliputi salinitas, suhu,

fotoperiode, intensitas cahaya dan nutrien dapat mempengaruhi kandungan lipid

total pada mikroalga (Qin, 2005dalamWidianingsihet al.,2011).

Diharapkan pemberian Nannochloropsis sp dengan kondisi kultur tertentu

(10)

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian Mulai

Modifikasi faktor

lingkungan (MES) pada Nannochloropsissp

• Salinitas

• Nitrogen

Mencapai fase stasioner

Tidak

Ya

Pakan alami untuk B. plicatilis

Analisis kepadatan dan

kandungan lemak totalB.

plicatilis

Selesai

Persiapan Penelitian

(11)

1.5 Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

H0 : PemberianNannochloropsissp yang mendapatkan perlakuan

MES tidak memberi pengaruh nyata terhadap kepadatan dan

kandungan lemak total(crude lipid)padaB. plicatilis.

H1 : PemberianNannochloropsissp yang mendapatkan perlakuan

MES memberi pengaruh nyata terhadap kepadatan kandungan lemak

(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologiBrachionus plicatilis

2.1.1 Klasifikasi dan Identifikasi

Brachionus plicatilis termasuk ke dalam filum Rotifera yang merupakan filum invertebrata. Ada tiga kelas rotifer, yaitu (1) Seisinoidea, (2) Bdelloidea:

kelompok yang menyerupai cacing dan bereproduksi secara aseksual, dan (3)

Monogononta: kelas yang di dalamnya terdapat B. plicatilis,B. calyciflorus, dan B. rubens.

Klasifikasi B. plicatilis menurut Fu et al. (1991) dalam Amali (2005)

adalah sebagai berikut:

Kingdom : Rotifera

Kelas : Monogononta

Ordo : Ploima

Famili : Brachionidae

Sub Famili : Brachioninae

Genus :Brachionus

(13)

Gambar 2. MorfologiBrachionussp jantan dan betina (Koste, 1980dalamAmali,

2005)

B. plicatilis merupakan salah satu pakan alami yang sering diberikan dalam usaha pembenihan dan cocok bagi larva ikan, mengandung 40-60% protein

dan 13-16& lemak (Lubzens et al., 1989 dalam Aprilia, 2008). B. plicatilis memiliki ukuran tubuh yang kecil (80-120 μ m), bersifat nonselektif filter feeder,

gerakan yang lambat, mudah diklutur, mudah dicerna dan mudah ditingkatkan

kandungan gizinya terutama asam lemaknya (Watanabe, 1988 dalam Aprilia,

2008).

Tubuh B. plicatilis terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala (head), badan (trunk), dan kaki atau ekor (foot). Bagian kepala dilengkapi dengan silia yang kelihatan seperti spiral dan disebut korona yang berfungsi untuk memasukkan

(14)

B. plicatilis ditemukan di seluruh dunia. Populasi yang berasal dari wilayah geografis berbeda memiliki karakteristik morfologi, fisiologi, dan

perilaku yang benar-benar berbeda. B. plicatilis tersebar di Amerika, Eurazia,

Australia, dan juga Indonesia. B. plicatilis termasuk hewan yang hidupnya

kosmopolitan, dapat ditemukan hampir di semua jenis perairan (Suminto, 2005).

2.1.3 Reproduksi

B. plicatilis mempunyai kelamin terpisah, dapat bereproduksi secara

aseksual dengan parthenogenesis yaitu menghasilkan telur tanpa terjadi

pembuahan dan individu baru yang dihasilkan bersifat diploid. Selain secara

aseksual, B. plicatilis juga bereproduksi secara seksual. Pada mulanya betina

miktik mengkasilkan 1-6 telur kecil (50-70 x 80-100 mikron). Betina miktik

adalah betina yang dapat dibuahi. Telur yang dihasilkan oleh betina miktik akan

menetas menjadi jantan. Jantan tersebut akan membuahi betina miktik dan

menghasilkan 1-2 telur istirahat. Telur tersebut mengalami masa istirahat sebelum

menetas menjadi betina amiktik. Betina amiktik adalah betina yang tidak dapat

dibuahi. Dari betina amiktik tersebut maka reproduksi secara aseksual akan terjadi

lagi (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

B. plicatilismemiliki masa hidup yang tidak terlalu lama. UsiaB. plicatilis

betina pada suhu 250C adalah antara 6-8 hari sedangkan yang jantan hanya sekitar

2 hari. Meskipun berumur pendek, namun B. plicatilis betina memiliki kapasitas

(15)

serta kualitas air yang bagus adalah 20-25 individu baru (Suminto, 2005).

Gambar 3. Partenogenesis dan reproduksi Brachionus plicatilis(Hoff and Snell,

(16)

Komposisi biokimia dan nutrisi B. plicatilis untuk larva ikan ditentukan

oleh makanannya. Komposisi nutrisi B. plicatilis didominasi oleh protein. Selain

itu terdapat juga lemak, abu, dan beberapa kandungan logam, dan 18 asam amino.

Zooplankton merupakan sumber pakan yang bagus bagi larva ikan kerena adanya

kandungan asam amino dan tingkat digestabilitas yang tinggi. Kandungan asam

lemak essensial B. plicatilis diketahui sebagai komponen penting yang

mempengaruhi daya tahan larva (Suminto, 2005). Redjeki (1999) menyatakan

pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan laut dan udang sangat tergantung

pada kualitasB. plicatilis.

Kualitas B. plicatilis yang diberikan harus mempunyai nutrisi yang sesuai

dengan kebutuhan larva ikan. Peningkatan kandungan nutrisi B. plicatilis dapat

ditingkatkan melalui Nannochloropsis sp karena dianggap sebagai pakan alami

yang dapat memindahkan kandungan nilai gizinya ke larva ikan (Redjeki, 1999).

2.1.5 Faktor Pembatas

Redjeki (1999) menyatakan pertumbuhan B. plicatilis sangat dipengaruhi

oleh kualitas air, pH, oksigen terlarut, karbondioksida dan salinitas. Kualitas air

merupakan salah satu faktor penting yang dapat menyebabkan perubahan tingkah

laku organisme perairan dan dapat memperlihatkan nafsu makan berkurang atau

tidak, pertumbuhan lambat atau cepat, adanya gangguan hama dan penyakit yang

(17)

B. plicatilis bersifat euryhalin. Betina dengan telurnya dapat bertahan hidup pada salinitas 98 ppt, sedangkan salinitas optimalnya adalah 10-35 ppt

(Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

a. Suhu Air

Kisaran suhu antara 220-300C merupakan kisaran suhu optimum untuk

pertumbuhan dan reproduksi (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

b. pH

Keasaman air mempengaruhi kehidupan B. plicatilis. B. plicatilis masih

dapat bertahan hidup pada pH 5-10. Sedangkan pH optimum untuk pertumbuhan

dan reproduksi berkisar antara 7,5-8,0 (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

c. Oksigen Terlarut

Jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh B. plicatilis pada suhu air 100C

adalah 7,07mg/L /hari, pada suhu air 250C 10,04 mg/L/hari (Fukusho, 1989dalam

Redjeki, 1999). BBL Lampung (2002) dalam Amali (2005) menyatakan oksigen

terlarut untuk pertumbuhanB. plicatilisadalah 4,5-6,5 mg/l.

d. Intensitas Cahaya

Suminto (2005) menyatakan cahaya sebesar 250-310 nm adalah yang

terbaik untuk menetaskan kistaB. plicatilis. Fulks dan Main (1991)dalamRedjeki (1999) menyatakan intensitas cahaya yang diperlukan untuk kultur B. plicatilis

(18)

Nannochloropsisadalah kelompok fitoplankton yang dikelompokkan dalam genus alga yang terdiri dari sekitar 6 spesies. Genus tersebut dalam

perkembangan ilmu taksonomi pertama kali disebut oleh Hibberd (1981). Spesies

yang sebagian besar telah dikenal dari lingkungan laut, tetapi juga terdapat di

perairan tawar dan payau.

Nannochloropsismampu mencapai konsentrasi tinggi dengan berbagai

pigmen seperti astaxanthin, zeaxanthindancanthaxanthin. Mikroalga tersebut

memiliki struktur yang sangat sederhana.Nannochloropsis memiliki diameter

sekitar 2 mikrometer. Nannochloropsis memiliki kemampuan dalam

mengakumulasi asam lemak tak jenuh ganda sehingga digunakan sebagai sumber

pangan yang kaya energi untuk larva ikan dan rotifer (Isnansetyo dan Kurniastuty,

1995).

2.2.1 Morfologi dan Klasifikasi

Nannochloropsis berukuran 2-4 μ m, berwarna hijau, tidak motil, dan

memiliki flagel (heterokontous) yang salah satu flagel berambut tipis (Allo, 2005).

Selnya berbentuk bola, berukuran kecil dengan diamater 4-6 mm. Organisme ini

merupakan divisi yang terpisah dari Nannochloriskarena tidak adanyachlorophyl

b. Nannochloropsis merupakan pakan yang populer untuk rotifer, artemia, dan

pada umumnya merupakan organisme filter feeder (penyaring). Nannochloropsis

(19)

Gambar 4. Ilustrasi morfologi selNannochloropsissp

(Waggoner dan Speer, 1999dalamAliabbas, 2002)

Klasifikasi Nannochloropsis sp menurut Hibberd (1981) adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Protista

Superdevisi : Eukaryotes

Divisi : Chromophyta

Kelas : Eustigmatophyceae

Genus :Nannochloropsis

Species :Nannochloropsissp

2.2.2 Habitat dan Penyebaran

Penyebaran habitat mikroalga biasanya di air tawar (limpoplankton) dan

air laut (haloplankton), sedangkan sebaran berdasarkan distribusi vertikal di

perairan meliputi: plankton yang hidup di zona euphotik (ephiplankton), hidup di

zona disphotik (mesoplankton), hidup di zona aphotik (bathyplankton) dan yang

(20)

Secara umum pertumbuhan fitoplankton dipengaruhi oleh

parameter-parameter sebagai berikut:

a. Salinitas

Salinitas merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

di air, terutama dalam mempertahankan keseimbangan osmotik. Kisaran salinitas

yang dimiliki oleh Nannochloropsis sp. antara 20-25 ppt, tetapi dapat tumbuh dalam salinitas 0-35 ppt (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

b. pH

Nannochloropsis sp dapat tumbuh baik pada kisaran pH 8-9,5 (Hirata,

1980dalam Aryanto, 2008).

c. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor penting yang sangat berpengaruh bagi

kehidupan dan laju pertumbuhan organisme suatu perairan. Suhu berpengaruh

langsung terhadap aktivitas enzim dalam metabolisme sel suatu organisme,

sedangkan secara tidak langsung akan mempengaruhi kondisi lingkungan media

pertumbuhan (Rusyani, 2001). Suhu 25-300C merupakan kisaran suhu optimal

(Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Menurut Ismi (1996), suhu 150C, 200C, dan

250C menghasilkan perkembangan populasi yang baik dibandingkan suhu 300.

d. DO (Oksigen Terlarut)

Arif & Adiwinata (2007) dalam Restiada et al., (2008) menyatakan

(21)

5,81 mg/L.

e. Cahaya

Kebutuhan akan cahaya untuk proses fotosintesis pada masing-masing

alga berbeda (Rusyani, 2001). Intensitas cahaya 1.000-10.000 lux merupakan

intensitas cahaya yang dibutuhkan Nannochloropsis sp (Hirata, 1980 dalam

Aryanto, 2008).

f. Karbondioksida

Tumbuhan akuatik seperti mikroalga membutuhkan CO2 untuk

fotosintesis, tetapi kehadiran CO2 dalam air menyebabkan turunnya pH.

Karbondioksida dengan kadar < 5 % biasanya sudah cukup digunakan dalam

kultur fitoplankton (Panggabeanet al.,2010).

g. Nutrien

Nutrien tersebut dibagi menjadi makronutrien dan mikronutrien,

makronutrien meliputi N (meliputi nitrat), P (posfat), K (Kalium), C (Karbon), Si

(Silikat), S (Sulfat) dan Ca (Kalsium). Sedangkan unsur Mikro nutrient terdiri atas

Fe (Besi), Zn (Seng), Cu (Tembaga), Mg (Magnesium), Mo (Molybdate), Co

(Kobalt), B (Boron), dan lainnya (Sylvester et al., 2002; Edhy et al., 2003;

Cahyaningsih, 2009dalamFachrullah, 2011).

Nitrogen merupakan salah satu makronutrien yang sangat mempengaruhi

pertumbuhan dan produktifitas biomassa alga karena dibutuhkan untuk

pembentuk protein, lemak dan klorofil (Richmond, 1998dalamMaula, 2009).

(22)

vitamin B1(thiamin), dan biotin (Rusyani, 2001).

2.2.4. Fase Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah biosintesis yang menyebabkan bertambahnya

substansi atau protoplasma berupa perbanyakan sel, pembesaran sel, dan

penggabungan berbagai materi dari sekitar sel (Rusyani, 2001). Pertambahan sel

dalam kultur tersebut akan mengikuti pola tertentu. Fogg (1975) dalam Rusyani (2001) membagi pola pertumbuhan menjadi 5 fase, yaitu:

1. Fase lag, ditandai dengan peningkatan populasi yang tidak nyata. Fase ini

disebut juga fase adaptasi, karena sel alga sedang beradaptasi terhadap

media tumbuhnya. Pada fase lag, alga tetap hidup namun tidak

berkembang biak.

2. Fase eksponensial (logaritmik), ditandai dengan naiknya laju pertumbuhan

hingga kepadatan populasi meningkat. Pada fase eksponensial sel alga

sedang aktif berkembang biak. Ciri metabolisme selama fase eksponensial

adalah tingginya aktivitas yang berguna untuk pembentukan protein dan

komponen-komponen penyusun plasma sel yang dibutuhkan dalam

pertumbuhan.

3. Fase penurunan laju pertumbuhan, ditandai dengan penurunan laju

pertumbuhan. Disebut juga fase decline karena terjadi penurunan

pertambahan populasi persatuan waktu bila dibandingkan dengan fase

eksponensial.

4. Fase stationer, ditandai dengan seimbangnya laju pertumbuhan dengan laju

(23)

pertumbuhan populasi. Jumlah sel cenderung tetap diakibatkan sel telah

mencapai titik jenuh. Pertumbuhan sel yang baru dihambat oleh

keberadaan sel yang telah mati dan faktor pembatas lainnya.

5. Fase kematian, ditandai dengan kepadatan populasi yang terus berkurang,

hal ini dikarenakan laju kematian lebih tinggi dari laju pertumbuhan.

Kurva pertumbuhanNannochloropsissp dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Kurva pertumbuhanNannochloropsissp.

2.3 Lemak

Lemak adalah suatu ester asam lemak dengan gliserol. Gliserol merupakan

suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon. Tiap atom karbon

mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua atau tiga

molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida

atau trigliserida. Lemak merupakan suatu trigliserida karena satu molekul gliserol

K

epa

da

ta

n (

se

l/

m

(24)

molekul asam lemak yang terikat pada gliserol (Poedjiadi, 1994).

Gambar 6. Struktur umum lemak (Poedjiadi, 1994)

Berdasarkan tingkat kejenuhannya, lemak terbagi menjadi dua yaitu lemak

jenuh dan tidak jenuh. berdasarkan sifat mengeringnya terbagi menjadi tiga yaitu

minyak tidak mengering, minyak setengah mengering dan minyak nabati

mengering. Penggolongan lemak berdasarkan sumbernya yaitu lemak hewani dan

lemak nabati (Herlina, 2002).

Fungsi lemak adalah sebagai sumber energi metabolik dan asam lemak

essensial yang berperan dalam struktur seluler, pemeliharaan dan integritas

biomembran (Widianingsih et al., 2011). Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai

sumber energi metabolik (ATP), sumber dari asam lemak esensial (EFA) yang

penting untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup, dan sebagai sumber steroid

yang berperan dalam fungsi biologis penting, seperti mempertahankan sistem

membran, transport lemak, dan prekursor berbagai hormon steroid (Subandrio,

2009). Lemak juga memiliki peranan sebagai sumber energi yang lebih baik

dibandingkan karbohidrat dan protein (Widianingsih et al., 2011). 1 gram lemak

R1–COO–CH2

R2–COO–CH

(25)

kkal (Winarno, 1991dalamWidianingsihet al.,2011).

Lemak dalam jaringan ikan terdapat dalam jumlah yang besar

mengindikasikan bahwa lemak merupakan energi cadangan yang lebih disukai

daripada karbohidrat. Komponen penting lemak adalah: a) triglisirida; b)

fosfolemak; c) wax; d) steroid; serta e) spingomielin. Masing-masing komponen

tersebut memiliki fungsi penting dalam tubuh ikan (Subandrio, 2009).

2.3.1 Lemak PadaNannochloropsissp

Lemak mikroalga pada umumnya terdiri dari asam lemak tidak jenuh,

seperti linoleat, eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid ( DHA)

(Skjak-Braek, 1992 dalamHarsanto, 2009). Mikroalga mengandung lemak dalam

jumlah yang besar terutama asam arachidonat (AA, 20:4ω6) (yang mencapai 36%

dari total asam lemak) dan sejumlah asam eikosapentaenoat (EPA, 20:5ω3)

(Fuentes, et al., 2000 dalam Harsanto, 2009). Selain itu, lemak mikroalga juga kaya akan asam lemak politidakjenuh (PUFA) dengan 4 atau lebih ikatan rangkap.

Sebagai contoh, yang sering dijumpai yaitu eicosapentaenoic acid (EPA, C20:5)

dandocosahexaenoic acid(DHA, C22:6) (Chisti, 2007dalamHarsanto, 2009).

Kandungan atau komposisi lemak pada mikroalga (Nannochloropsis

oculata dan Chlorella vulgaris) sangat dipengaruhi oleh suhu dan komposisi

nitrogen pada saat tumbuh (Converti, 2009 dalam He et al., 2011).

Bagaimanapun, tingginya kandungan lemak tidak bisa dijadikan kriteria untuk

(26)

keilmuan bioteknologi kelautan karena memiliki kandungan lemak yang tinggi

(Chiu et al., 2009). Banyak mikroalga dapat mengakumulasikan lemak yang

berasal dari hasil proses fotosintesis dan beberapa spesies dapat meningkatkan

kandungan lemaknya dalam kondisi lingkungan yang tidak sesuai (MES), seperti

penurunan kandungan nutrien (Takagiet al., 2000dalamChiuet al., 2009).

Yamazaki et al. (1989) dalam Haryanti et al (2010), memberikan contoh

beberapa spesies mikroalga yang dikultur pada kondisi yang berbeda akan

menghasilkan perbedaan kandungan nilai proximat dan komposisi lipid seperti;

Chlorella memiliki kandungan lipid 28-32 persen, Dunaliella primolecta (23

persen),Isochrysis galbana (2533%), danNannochloropsis oculata.(31-68 %)

Tabel 1. Komposisi asam lemak beberapa spesies fitoplankton

Asam lemak Chlorella (Malaysia)1 Chlorella vulgaris2) Chlorella minutissima2) Nannochloropsis oculata

16 : 0 9,3 20,2 20,6 16,54

18 : 1 8,8 8,6 2,5 2,04

18 : 2n-6 13,0 4,1 3,6 3,32

18 : 3n-3 9,2 - 0,1

-20 : 5n-3 0,10 26,6 27,3 30,51

22 : 6n-3 - - -

-Sumber: Suwiryaet al.,2002

2.3.2 Lemak Pada Rotifer(Brachionus plicatilis)

Lemak memiliki peran dalam pakan di samping sebagai sumber energi,

juga penting sebagai sumber lemak esensial untuk proses pertumbuhan dan

pertahanan tubuh (Kompiang dan llyas, 1988dalamNasution 2002).

Lemak digunakan untuk kebutuhan energi jangka panjang, juga untuk

(27)

(Sargentet al., 2002dalamPangkey, 2011).

Tabel 2. Kandungan asam lemak pada rotifer (Brachionus plicatilis) yang dikultur dengan pakan yang berbeda.

Asam Lemak

Chlorella regularis (air tawar)

Chlorella

minutissima(laut)

Yeast Nannochloropsis

16 : 0 9,3 16,8 6,7 11,1

18 : 1n-9 22,4 10,1 31,2 3,5

18 : 2n-6 18,5 3,2 5,9 2,5

18 : 3n-3 3,7 0,4 0,6 0,1

20 : 5n-3 1,9 24,1 - 37,8

22 : 6n-3 - - -

(28)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Balai

Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura-Lampung dan Uji

Proksimat dilaksanakan di Laboratorium THP Politeknik Negeri Lampung.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian antara lain, selang dan aerasi,

toples ukuran 2 L sebanyak 10 buah, toples ukuran 0,5 L sebanyak 48 buah,

mikroskop dan mikrometer, sedgewick rafter cell counts, pH meter, pipet tetes, gelas ukur, DO meter, refraktometer, thermometer, planktonnet, tisu dan kertas

saringwhatmann.

3.2.2. Bahan

a. Media Kultur

Media kultur yang digunakan adalah air laut steril yang berasal dari tandon

Laboratorium Zooplankton dan pupuk conwy untuk kulturNannochloropsissp.

b. Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Brachionus

plicatilis yang berukuran < 100 µm diperoleh dari kultur di Laboratorium

(29)

Pakan alamiB. plicatilis yang diberikan adalah Nannochloropsis sp tanpa Micro Environmental Stress (MES) pada perlakuan A dan Nannochloropsis sp

dengan Micro Environmental Stress (MES) pada perlakuan B, C, dan D. MES

yang digunakan berupa salinitas yang dinaikkan dan nitrogen yang diturunkan.

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Persiapan Penelitian

a. Sterilisasi Ruangan

Sterilisasi ruangan dilakukan dengan membersihkan ruangan kultur

kemudian dipel dengan menggunakan karbol.

b. Sterilisasi Alat

Sterilisasi dilakukan dengan merebus semua alat yang akan digunakan

kemudian semua alat tersebut ditiriskan dan didinginkan. Setelah dingin, semua

alat disemprot dengan alkohol 70% di semua permukaan baik bagian luar maupun

bagian dalam.

c. Sterilisasi Media (Air)

Air laut yang akan digunakan merupakan air laut yang telah melewati

proses radiasi ultraviolet dan ozonisasi. Kemudian air laut tersebut disterilisasi

dengan cara direbus hingga air mendidih selama ± 10 menit. Setelah didinginkan,

air laut tersebut disaring dengan menggunakan planktonnet ukuran 0,25 μ m. Air laut selanjutnya diaerasi selama 24 jam.

(30)

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui cara kultur dan

pengukuran morfometriB. plicatilissehingga ketika penelitian berlangsung sudah

terbiasa untuk mengkultur dan mengukur morfometri B. plicatilis. Selama

penelitian pendahuluan B. plicatilis diberi pakan Nannochloropsis sp tanpa

perlakuan MES yang diberikan sebanyak 2 kali pada pagi hari pukul 08.00 WIB

dan siang hari pukul 14.00 WIB.Nannochloropsis sp diberikan sebagai pakan B.

plicatilisdengan perbandingan 50 sel/ml : 1 ind/ ml.

B. plicatilis dimasukkan ke dalam toples volume 2 liter dengan kepadatan

30 individu/ml dan diletakkan di atas rak kultur kemudian diberi aerasi. Selama

uji pendahuluan, pertumbuhan B. plicatilisdiukur dengan mengukur panjang total

serta diameter bagian kepala dan perut B. plicatilis(morfometri). Hasil penelitian pendahuluan disajikan oleh Tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengukuran parameter morfometri rotifer(Brachionus plicatilis)

Hari Ke PT (μ m) DB (μ m) DK (μ m)

1 150.93 110.16 80.35

2 143.05 107.67 77.77

3 142.91 105.49 67.59

4 164.14 113.61 73.44

5 133.48 106.27 74.3

6 151.2 119.66 82.94

7 135.7 106.32 79.21

Keterangan: PT : Panjang Total

DB : Diameter Badan

(31)

Rancangan percobaan selama penelitian terdiri dari 4 perlakuan dan 3 kali

ulangan dengan analisis data menggunakan Chi-square. Perlakuan tersebut adalah:

Perlakuan A: kultur B. plicatilis dengan pemberian pakan Nannochloropsis sp.

yang dikultur dengan salinitas 28 ppt dan nitrogen 100%.

Perlakuan B : kultur B. plicatilis dengan pemberian pakan Nannochloropsis sp.

yang dikultur dengan salinitas 28 ppt dan nitrogen 50 %.

Perlakuan C : kultur B. plicatilis dengan pemberian pakan Nannochloropsis sp.

yang dikultur dengan salinitas 38 ppt dan nitrogen 100%.

Perlakuan D : kultur B. plicatilis dengan pemberian pakan Nannochloropsis sp.

yang dikultur dengan salinitas 38 ppt dan nitrogen 50%.

Keterangan:

Nitrogen 100% adalah kandungan komposisi NaNO3100 gr (pada pupuk conwy)

Nitrogen 50% adalah kandungan komposisi NaNO350 gr (pada pupuk conwy)

3.6 Pelaksanaan Penelitian

Selama penelitian B. plicatilis dikultur dengan diberi pakan

Nannochloropsissp dengan MES. B. plicatilisdikultur di dalam toples bervolume

2 liter dengan kepadatan 75-80 ind/ml. Toples yang digunakan dalam penelitian

(32)

dalam toples bervolume 0,5 liter.Nannochloropsissp dikultur sebanyak 12 toples perhari selama 4 hari sesuai jumlah perlakuan dan ulangan kultur B. plicatilis.

Nannochloropsis sp diberikan sebagai pakan B. plicatilis pada fase stasioner. Uji

penadahuluan yg dilakukan sebelum penelitian menunjukkan Nannochloropsissp

yang dikultur mencapai fase stasioner atau fase puncak pada hari ke 4. Oleh

karena itu, kultur Nannochloropsis sp yang dikultur pada hari pertama diberikan sebagai pakan B. plicatilis pada hari ke 4, begitu selanjutnya untuk kultur

Nannochloropsis sp diberikan pada hari berikutnya. Nannochloropsis sp sebagai pakan alami B. plicatilis diberikan dengan rasio perbandingan 1:50, yaitu 1

individu B. plicatilis diberikan 50 selNannochloropsis sp sebanyak 2 kali sehari

pada pukul 09.00 WIB dan pukul 15.00 WIB.

3.7 Pengukuran Parameter

Parameter yang diamati berupa parameter utama dan parameter pendukung.

3.7.1 Parameter Utama

Parameter utama yang diamati pada penelitian terdiri dari:

a. KepadatanB. plicatilis

Kepadatan populasiB. plicatilisdi dalam media kultur diukur dengan cara

sampling kulturB. plicatilis. Sampling dilakukan dengan cara mengaduk air pada

toples kultur dengan menggunakan pipet tetes kemudian diambil sampel sebanyak

1 ml pada bagian tengah air yang telah diaduk. Sampel yang telah diambil

(33)

kepadatanB. plicatilisper ml.

Jika B. plicatilis yang akan dihitung terlalu padat, maka dilakukan

pengenceran sebelum perhitungan. Pengenceran dilakukan dengan mengambil 1

ml sampel kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur dan ditambahkan air laut

hingga 100 ml. Kemudian dimasukkan ke dalam sedgwick rafter cell counts dan

dihitung di bawah mikroskop dengan bantuan hand counter. Hasil yang didapat dikali dengan 10.

b. Uji Proksimat Lemak

Pengujian kandungan lemak B. plicatilisdilakukan dengan uji proksimat.

Pengujian dilakukan dengan metode soxlet.

3.7.2 Parameter Pendukung

Parameter pendukung yang diamati adalah kualitas air berupa salinitas,

DO, pH, dan suhu. Pengamatan kualitas air ini dilaksanakan untuk

mengkondisikan media kultur rotifer dalam keadaan yang optimal.

3.8 Analisis Data

3.8.1Uji Chi Square (χ2)

Pengaruh MES padaNannochloropsis sp yang diberikan padaB. plicatilis

terhadap parameter pengamatan dianalisis dengan menggunakan uji Chi Square

(χ2). Pada dasarnya, untuk menguji hipotesis yang bersifat tetap. Uji Chi Square

(χ2) digunakan karena data merupakan data diskret (satu kali pengambilan

(34)

menggunakan formula berikut:

2 ( )

di mana:

Oi= frekuensi pengamatan (observasi) ke-i

Ei = frekuensi yang diharapkan mengikuti hipotesis yang dirumuskan (frekuensi

harapan ke-i)

P = notasi untuk banyaknya sifat yang diamati, banyaknya perlakuan yang

dicobakan, dan sebagainya.

Nilai Chi Square (χ2) yang diperoleh melalui rumus di atas akan menyebar

mengikuti sebaran Chi Square (χ2) dengan derajat bebas sama dengan p-1, di

mana p = banyaknya sifat atau perlakuan.

Metode pengambilan keputusan untuk Chi Square(χ2)adalah:

Jikaχ2hitung> daripadaχ2tabelmaka tolak H0

(35)

Sterilisasi ruangan Sterilisasi alat Sterilisasi media

KulturNannochloropsissp

Kultur dengan MES (B, C, D)

Kultur tanpa MES (A)

B. Plicatilis (A, B, C, D)

Analisis Data

Kesimpulan Parameter Utama:

1. Uji Proksimat (Kandungan Lemak Total) 2. Kepadatan Sel

[image:35.595.187.488.128.625.2]

Parameter Pendukung: 1. Salinitas 2. DO 3. pH 4. Suhu

(36)

salinitas ataupun nitrogen selama budidaya Nannochloropsis sp (sebagai pakan

alami B. plicatilis) berpengaruh nyata terhadap kepadatan populasi, namun

cenderung tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan lemak totalB. plicatilis.

5.2 SARAN

Perlu dilakukan penelitian sejenis untuk mengetahui pengaruh Micro

Environmental Stress (MES) lainnya selama budidaya Nannochloropsis sp yang

(37)

de Nanno. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Skripsi. Hal 4.

Allo, S. P. 2005.Pengamatan Terhadap Produksi Rotifera (Brachionus plicatilis)

yang Diberi Pakan Nannochloropsis sp Dengan Kepadatan Berbeda Pada Skala Laboratorium Di BBL Lampung. Program Studi Teknologi Akuakultur. Sekolah Tinggi Perikanan. Hal 13-17.

Amali, T. F. I. 2005. Pengaruh Pemberian Nannochloropsis sp. Natan dan

Coccolith sp. Pada Rotifera Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Skripsi. Hal 4-6.

Aprilia, T. 2008.Aplikasi Pengkayaan Rotifera Dengan Asam Amino Bebas Untuk

Larva Kerapu Bebek Cromileptes altivelis. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Skripsi. Hal 8; 27.

Aryanto, A. 2008. Laju Pertumbuhan Diaphanosoma sp Dengan Pemberian

Pakan Nannochloropsis sp, Tetraselmis sp, dan Dunaliella sp Dalam Kondisi Laboratorium. Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya. Skripsi. Hal 12.

Chiu, S. Y., Kao, C. Y., Tsai, M. T., Ong, S. C., Chen, C. H., dan Lin, C. S. 2009. Lipid Accumulation and CO2 Utilization of Nannochloropsis oculata In

Response to CO2 Aeration. Taiwan. National Chiao Tung University.

Jurnal. Bioresource Technology 100 (2009) 833-838.Introduction.

Eryanto et al., 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan

berkelanjutan Indonesia. Gramedia Pustaka. Jakarta

Fachrullah, M. R. 2011. Laju Pertumbuhan Mikroalga Penghasil Biofuel Jenis Chlorella sp. Dan Nannochloropsis sp. Yang Dikultivasi Menggunakan Air Limbah Hasil Penambangan Timah Di Pulau Bangka. Institut Pertanian Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Skripsi. Hal 9.

Harsanto, S. 2009. Analisis Asam Lemak Mikroalga Nannochloropsis oculata.

(38)

He, H., Rodgers, R. P., Marshall, A. G., and Hsu, C. S. 2011.Algae Polar Lipids Characterized by Online Liquid Chromatography Coupled with Hybrid Linear Quadrupole Ion Trap/Fourier Transform Ion Cyclotron Resonance Mass Spectrometry. Florida. Florida State University. Energy & Fuels Article. Hal. 4770.

Hibberd, D.J. (1981). Notes on the Taxonomy and Nomenclature of the Alga Classes Eustigmatophyceae and Tribophyceae (synonym Xanthophyceae). Journal of the Linnean Society of London, Botany.

Hu, H. and Gao, K. 2003. Optimization of Growth and Fatty Acid Composition of a Unicellular marine picoplankton, Nannochloropsis sp, with Enriched

Carbon Sources. Netherlands. Kluwer Academic Publisher.

Biotechnology Letters.Hal 421.

Hu, H and Gao, K. 2006. Response of Growth and Fatty Acid Compositions of

Nannochloropsis sp. to Environmental Factors Under Elevated CO2

Concetration.Biotechnol Lett (2006) 28:987992

Ismi, S. 1996. Perkembangan Populasi Nannochloropsis oculata Pada Suhu dan Salinitas yang Berbeda. Jurnal Pendidikan Perikanan Indonesia. 2 (2): Hal: 71-75.

Isnansetyo, A dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton &

Zooplankton. Penerbit Kanisius. Hal 49-51.

Krienitz, L and Wirth, M. 2006. The high content of polyunsaturated fatty acid in Nannochloropsis limnetica (Eustigmotophyceae) and its implication for food web interactions, freshwater aquaculture and biotechnology. Limnologica 36 (2006) 204-210.

Lavens, P. and P. Sorgeloos. 1996. Manual on Production and Use of Live Food

For Aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper. Hal 58.

Maula, N. M. 2009. Optimalisasi Kultivasi Mikroalga Laut Nannochloropsis

oculata Dengan Perlakuan Pupuk Urea Untuk Produksi Lemak Nabati. Malang. Universitas Brawijaya. Abstrak Skripsi.

Muhaemin, M. 2009. Cadmium- Peptides complexes in Dunaliella salina cells.

(39)

Cibinong. Pusat Penelitian Limnologi-LIPI. Jurnal Ikhtiologi Indonesia Vol. 2, No. 1, Tahun 2002.Hal 35.

Pangkey, H. 2011. Kebutuhan Asam Lemak Esensial Pada Ikan Laut. Sulawesi Utara. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis Vol. VII-2, Agustus 2011. Hal 93-94.

Panggabean, L. M. G., Hartono, R., Saveya, V. S., dan Sitorus S. 2010. Pengaruh Injeksi Karbon Dioksida Terhadp Pertumbuhan Chlorella Sp. Dan

Nannochloropsis oculata. Prosiding Seminar Nasional Limnologi V

Tahun 2010.Hal 704.

Paridi, P. N. 2011. Laporan Praktikum Teknik Budidaya Pakan Alami Kultur

Nannochloropsis sp dan Artemia sp. Mataram. Universitas Mataram. Laporan Praktikum. Hal 1-2.

Poedjiadi, A. 1994.Dasar-dasar Biokimia. UI Press. Jakarta.

Redjeki, S. 1999. Budidaya Rotifera (Brachionus plicatilis). Oseana, Volume

XXIV, Nomor 2, 1999: 27-43. Jurnal.Hal 27-37.

Restiada, I. N., Muhdiat, dan Arif, A. G. 2008. Penyediaan Bibit Plankton

Nannochloropsis oculata Untuk Skala Massal. Buletin Teknik. Lit.

Akuakultur Vol. 7 No. 1 Tahun 2008. Hal 34.

Rukka, A. H. 2011. Pengaruh Salinitas yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan

Rotifera Brachionus plicatilis O.F. Muller.Media Litbang Sulteng IV (1);

08-11 Juni 2011.Hal 8.

Rusyani, E. 2001. Pengaruh Dosis Zeolit Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan

Isochrysis galbana Klon Tahiti Skala Laboratorium Dalam Media Komersial. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Skripsi. Hal 6-12.

Sumiarsa G. S, Makatulu D, dan Rusdi I. Pengaruh Vitamin B12 dan Pengkayaan

Fitoplankton Kepadatan Tinggi Terhadap Kepadatan dan Kualitas Rotifer (Brachionus rotundiformis). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. 11 No. 2 Tahun 1996.

Suminto. 2005. Bididaya Pakan Alami Mikroalga dan Rotifer. Universitas

(40)

Pakan Mikroalga Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Populasi Rotifer, Brachionus rotundiformis. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI dan

Universitas Negeri Jakarta.Oseanologi dan Limnologi di Indonesia.

Suwirya, K., Marzuki, dan Giri, N. A. 2002. Informasi Nutrisi Ikan Untuk

Menunjang Pengembangan Budidaya Laut. Singaraja. Balai Besar Riset

Perikanan Budidaya Laut Gondol. Seminar Nasional Peningkatan

Pendapatan Petani Melalui Penerapan Teknologi Tepat Guna 2002. Hal 234-235.

Walpole, R. E. 1995.Pengantar Statistika. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Gambar

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian
Gambar 2. Morfologi Brachionus sp jantan dan betina (Koste, 1980 dalam Amali,
Gambar 3. Partenogenesis dan reproduksi Brachionus plicatilis (Hoff and Snell,1987 dalam Lavens dan Sorgelos, 1996 ).
Gambar 4. Ilustrasi morfologi sel Nannochloropsis sp(Waggoner dan Speer, 1999 dalam Aliabbas, 2002)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Bila sampel acak 10 keluarga menunjukan bahwa hanya 3 atau kurang yang membeli susu dari perusahaan A maka hipotesis bahwa.. kurang yang membeli susu dari perusahaan A maka

Terdapat kesesuaian antara laporan terdahulu dengan hasil penelitian bahwa dari identifikasi genus nyamuk dewasa yang tertangkap di desa Empat yaitu Culex, Mansonia,

Pro gradu -tutkielma Lokakuu 2019.. Yhdeksi yritysviestinnän trendiksi on noussut yrityksen arvoista viestiminen ja yritysaktivismi. Yrityksiltä odotetaan

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengkaji penataan karya, koleksi karya dan jumlah koleksi yang ada di Museum Fatahillah, secara efektif dan berdaya guna; (2)

Hasil ini konsisten dengan hasil sejumlah penelitian sebelumnya bahwa layu pentil kakao disebabkan oleh kompetisi nutrien antara pentil dengan tunas dan buah- buah yang

[r]

Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan berupa data-data dari wawancara, dokumentasi dan observasi sehingga diperoleh hasil seperti yang telah dibahas pada

Dari kedua hal tersebut yaitu tekanan hidrostatis adalah gaya yang dominan dibandingkan dengan gaya hidrodinamis, dan semua titik di bawah permukaan mengalami gaya hidrostatis