• Tidak ada hasil yang ditemukan

JUDUL INDONESIA : KAJIAN PENAMBAHAN SUKROSA PADA PEMBUATAN GULA SEMUT DARI GULA MERAH KELAPA BERMUTU RENDAH (BELOW STANDARD) JUDUL INGGRIS : ADDITION OF SUCROSE IN MAKING CRYSTAL COCONUT SUGAR FROM BELOW STANDARD COCONUT SUGAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "JUDUL INDONESIA : KAJIAN PENAMBAHAN SUKROSA PADA PEMBUATAN GULA SEMUT DARI GULA MERAH KELAPA BERMUTU RENDAH (BELOW STANDARD) JUDUL INGGRIS : ADDITION OF SUCROSE IN MAKING CRYSTAL COCONUT SUGAR FROM BELOW STANDARD COCONUT SUGAR"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

ADDITION OF SUCROSE IN MAKING CRYSTAL COCONUT SUGAR FROM BELOW STANDARD COCONUT SUGAR

By

Fernando Lubis

Below standard of coconut sugar is often found in the level of home industry coconut

sugar and collectors and are sold at very cheap prices. Coconut sugar that has below

standart can be converted into“crystal coconut sugar”with improved the quantity of sucrose from the coconut sugar that have below standard. The research was aimed to

know the influenced addition of sucrose in coconut sugar that has below standard

against the quality of crystal coconut sugar was produced and know the dose addition

of the sugar exactly at coconut sugar that have below standart to produced crystal

coconut sugar that has characteristics in accordance with the SNI SII-0268-1985.

(2)

repeated four times. In this study, the data were analyzed anara and continued tests

using advanced test BNJ on levels 5%.

Characteristics of below standard coconut sugar soft textured and lunkhead indicated

high water, low sucrose and high sugar reduction. The majority research using below

standard coconut sugar shaped soft. Below standard coconut sugar shaped lunkhead

uneconomic to be used as crystal coconut sugar. Addition of sucrose in making

crystal coconut sugar from below standard coconut sugar gived effect to the quality of

particular yield, sucrose content, water content, flavor, color and overall acceptance.

But, didn’t give effect tothe total undissolve solids and ash content. Minimal dose of sucrose in the manufacture of sugar crystal coconut sugar was25%. The yield of

crystal coconut sugar produced 56,95%, 81.44% sucrose content, 3.38% water

content, 7.27% ash content, 5.57% undissolve solid. However,water content, ash

content and undissolve solids from the best treatment not met the SII-0268-1985.

(3)

ABSTRAK

KAJIAN PENAMBAHAN SUKROSA PADA PEMBUATAN GULA SEMUT DARI GULA MERAH KELAPA BERMUTU RENDAH (BELOW

STANDARD)

Oleh Fernando Lubis

Gula merah kelapa bermutu rendah sering ditemukan di masyarakat dengan harga

sangat murah. Gula merah kelapa bermutu rendah dapat diolah kembali menjadi gula

semut dengan menambahkan sukrosa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh dosis penambahan sukrosa pada gula merah kelapa mutu rendah (BS)

terhadap mutu gula semut yang dihasilkan dan mengetahui dosis yang tepat untuk

menghasilkan gula semut yang memiliki karakteristik sesuai dengan

SNISII-0268-1985.

Penelitian dilakukan dalam 3 tahap yaitu karakterisasi gula merah kelapa bermutu

rendah, penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Berdasarkan penelitian

pendahuluan, dalam penelitian utama dosis sukrosa yang digunakan 10%, 15%, 20%,

(4)

dianalisis dengan analisis ragam kemudian dilakukan uji lanjut menggunakan uji BNJ

pada taraf 5%.

Karakteristik gula merah kelapa bermutu rendah yang masih berbentuk tetapi

bertekstur lunak dan tidak berbentuk seperti dodol menunjukkan kadar air yang

tinggi, sukrosa yang rendah dan gula reduksi yang tinggi. Penelitian utama

menggunakan gula merah kelapa bermutu rendah tetapi bertekstur lunak karena lebih

mudah kristalisasinya dengan penambahan sukrosa yang masih ekonomis. Dosis

penambahan sukrosa pada pembuatan gula semut dari gula merah kelapa bermutu

rendah berpengaruh terhadap mutu gula semut khususnya rendemen, kandungan

sukrosa, kadar air, rasa, warna dan penerimaan keseluruhan. Namun tidak

berpengaruh terhadap total padatan tidak larut air serta kadar abu. Dosis minimal

penambahan sukrosa pada pembuatan gula semut yaitu 25%. Rendemen gula semut

yang dihasilkan 81,44%, kadar sukrosa 81,44%, kadar air 3,38%, kadar abu 7,27%

dan total padatan tidak larut air 5,57%. Namun kadar air, kadar abu dan total padatan

tidak larut air dari perlakuan terbaik belum memenuhi SNI SII-0268-85.

(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Waykanan pada tanggal 5 Oktober 1989, penulis

merupakan anak ke dua dari lima bersaudara dengan Ayah bernama PN. Lubis

dan Ibu bernama S.Sihombing. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah

dasar di SDN 1 Lebak Peniangan Waykanan (1995 - 2002), pendidikan

menengah pertama di SMPN 8 Bandar Lampung(2002-2005), pendidikan

menengah atas di SMAN 5 Bandar Lampung (2005-2008).

Tahun 2008, Penulis melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi dan diterima

sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN. Organisasi yang pernah diikuti

selama menjadi mahasiswa yaitu menjadi anggotaTeam Jusbagianraw and materialperiode 2011- 2012. Di luar kampus, penulis aktif di organisasi

kepemudaan gereja yaitu NHKBP Kedaton, penulis pernah menjadi ketua Natal

NHKBP Kedaton pada tahun 2010 dan menjadi ketua pelaksana“retreat” NHKBP Kedaton pada tahun 2012. Pada tahun 2011 penulis melaksanakan

Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Kecamatan Gunung Terang Kabupaten

Lampung Barat. TAhun 2012 penulis melaksanakan Praktik Umum di PT.

(10)

Pada Proses Operasional Poduksi Tepung Tapioka di PT. Umas Jaya Agrotama

(11)

Segala perkara dapat ku tanggung di dalam

Dia yang memberi kekuatan kepada ku

(12)

SANWACANA

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat serta

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judulKajian Penamban Sukrosa Pada Pembuatan Gula Semut Dari Gula Merah Kelapa Bermutu Rendah (Below Standard)adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian di

Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian

yang telah membantu kelancaran studi penulis di Universitas Lampung.

Ibu Ir. Susilawati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian serta

sebagai Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan bantuan

kepada penulis.

Ibu Ir. Otik Nawansih, M.P., selaku pembimbing utama skripsi yang telah

membimbing dalam pengerjaan skripsi ini, memberikan masukan, saran serta

motivasi kepada penulis serta memberikan bantuan dana penelitian.

Ibu Ir. Marniza, M. Si., selaku pembimbing kedua yang telah membimbing dan

(13)

Bapak Dr. (Eng). Ir. Udin Hasanudin, M.T., selaku penguji yang telah

memberikan koreksi dan saran untuk kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.

Keluarga besar (Ayah, Ibu, Bang Fery, Elfrida Lubis, Rinayanti Lubis) yang tidak

pernah lelah dalam memberi motivasi dan semangat dalam menyelesaikan

menempuh Sarjana Teknologi Pertanian ini.

Bapak Yayan sekeluarga beserta warga desa Lehan Kecamatan Bumi Agung

Kabupaten Lampung Timur yang telah memberikan kesempatan bagi penulis

untuk melakukan penelitian di desa Lehan.

Mahasiswa THP khususnya angkatan 2008 (Soldier Of Primbon) serta kepada

semua pihak yang telah memberian bantuan dalam penyusunan skripsi ini yang

tidak dapat disebutkan satu per satu.

Keluarga besar Naposobulung HKBP Kedaton yang senantiasa memberi motivasi

dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

akan tetapi harapan penulis semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Juli 2014

Penulis,

(14)
(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL………..…… vi

DAFTAR GAMBAR………...………….. vii

I. PENDAHULUAN……….…... 1

1.1 Latar Belakang Masalah……… 1

1.2 Tujuan Penelitian……….. 3

1.3 Kerangka Pemikiran……….…………. 3

1.4 Hipotesis……… 5

II. TINJAUAN PUSTAKA……… 6

2.1 Gula Merah Kelapa……… 6

2.1.1 Proses pembuatan gula merah kelapa ……….… 7

2.1.2 Mutu gula merah kelapa………..…. 8

2.2 Gula MerahKelapa Bermutu Rendah…….……….. 10

2.3 Gula Semut……… 12

2.3.1 Bahan baku dan peralatan……… 14

2.3.2 Bahan tambahan sukrosa (gula kristal putih)…....…..………. 14

2.3.3 Proses pembuatan gula semut………. 15

2.3.4 Mutu gula semut……….. 16

III. BAHAN DAN METODE………. 17

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian……… 17

3.2 Alat dan Bahan……….. 17

3.3 Metode Penelitian………. 18

3.4 Pelaksanaan Penelitian……….. 18

(16)

3.4.2 Penelitian pendahuluan……….… 18

3.4.3 Penelitian utama……….. 19

3.5 Pengamatan………... 20

3.5.1 Kadar air……….. 20

3.5.2 Gula reduksi……… 21

3.5.3 Kadar sukrosa……….. 22

3.5.4 Bagian tidak larut air ………. 23

3.5.5 Kadar abu……… 24

3.5.6 Uji sensori……… 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……… 25

4.1 Karakterisasi Gula Merah Kelapa Bermutu Rendah ……….. 25

4.2 Penelitian Pendahuluan……… 27

4.3 Penelitian Utama……….. 28

4.3.1 Rendemen……… 28

4.3.2 Sukrosa……… 29

4.3.3 Kadar air ………. 31

4.3.4 Total padatan tidak larut air ………..……. 32

4.3.5 Kadar Abu……….………... 34

4.3.6 Rasa……….………. 35

4.3.7 Aroma……….. 37

4.3.8 Warna……….……….. 37

4.3.9 Penerimaan keseluruhan……….………. 39

4.4 Penentuan Perlakuan Terbaik……….…….. 41

V. KESIMPULAN DAN SARAN……… 43

5.1 Kesimpulan……….. 43

5.2 Saran……… 43

DAFTAR PUSTAKA………... 44

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Syarat mutu gula merah (SNI 01-3743-1995)………. 9

2. Syarat mutu gula semut (SNI SII 0268-85)……… 16

3. Penentuan glukosa, fruktosa dan gula invert dalam suatu bahan

Menggunakan metode Luff Schoorl……… 23

4. Hasil karakterisasi gula merah bermutu rendah………... 25

5. Hasil uji lanjut BNJ terhadap rendemen gula semut dengan

penambahan dosis sukrosa yang berbeda……… 29

6. Hasil uji lanjut BNJ terhadap kandungan sukrosa gula semut

dengan penambahan dosis sukrosa yang berbeda ……….. 30

7. Hasil uji lanjut BNJ terhadap kadar air gula semut dengan

penambahan dosis sukrosa yang berbeda………... 31

8. Hasil uji lanjut BNJ terhadap rasa gula semut dengan penambahan

dosis sukrosa yang berbeda ……… 36

9. Hasil uji lanjut BNJ terhadap warna gula semut dengan

penambahan dosis sukrosa yang berbeda………... 38

10. Hasil uji lanjut BNJ terhadap penerimaan keseluruhan gula

semut dengan penambahan dosis sukrosa yang berbeda……… 39

11. Penentuan perlakuan terbaik……… 42

12. Rendemen gula semut………. 49

(18)

14. Analisis ragam rendemen gula semut………. 50

15. Uji BNJ rendemen gula semut……… 50

16. Sukrosa……… 50

17. Uji kehomogenan ragam sukrosa gula semut………. 51

18. Analisis ragam sukrosa………... 51

19. Uji BNJ sukrosa……….. 52

20. Kadar air……….. 52

21. Uji kehomogenan ragam kadar air……….. 52

22. Analisis ragam kadar air……….. 53

23. Uji BNJ kadar air………. 53

24. Padatan tidak larut air………. 53

25. Uji kehomogenan ragam padatan tidak larut air………. 53

26. Analisis ragam padatan tidak larut air……….. 54

27. Uji BNJ total padatan tidak larut air……… 55

28. Kadar abu……… 55

29. Uji kehomogenan ragam kadar abu………. 55

30. Analisis ragam kadar abu……… 56

31. Uji BNJ kadar abu ……….. 56

32. Rasa………. 56

33. Uji kehomogenan ragam rasa gula semut ……….. 57

34. Analisis ragam rasa gula semut………... 57

35. Uji BNJ rasa……… 58

(19)

37. Uji kehomogenan ragam aroma gula semut……… 58

38. Analisis ragam aroma gula semut……… 59

39. Uji BNJ aroma gula semut……….. 59

40. Warna……….. 59

41. Uji kehomogenan ragam warna gula semut………..… 60

42. Analisis ragam warna gula semut……… 60

43. Uji BNJ warna………. 61

44. Penerimaan keseluruhan……….. 61

45. Uji kehomogenan ragam penerimaan keseluruhan………. 61

46. Analisis ragam penerimaan keseluruhan………. 64

(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Gula merah kelapa dengan berbagai bentuk cetakan……….… 6

2. Proses pemasakan gula merah kelapa……… 8

3. Gula semut yang ada di pasaran………. 13

4. Pengaruh Penambahan sukrosa 10%, 15%, 20%, 25%, 30% terhadap warna (dari kiri ke kanan)……… 39

5. Pembuatan gula semut dengan menggunakan gula bermutu rendah tidak berbentuk seperti dodol………..……….……….. . 63

6. Pembuatan gula semut dengan menggunakan gula merah bermutu rendah bertekstur lunak………...… 63

7. Analisis sukrosa dan gula reduksi……….. 64

8. Analisis total padatan tidak larut air……… 66

(21)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Gula merupakan salah satu dari Sembilan bahan pokok di Indonesia. Kebutuhan

gula nasional sebanyak 5,8 juta ton, sedangkan produksi gula nasional hanya

mencapai 2,5 juta ton (Anonim, 2013). Selain penghasil gula kristal putih dengan

bahan baku tebu, Provinsi Lampung merupakan salah satu kawasan pengrajin gula

merah kelapa. Pengrajin gula merah kelapa tersebar di berbagai kapubaten antara

lain kabupaten Pesawaran, Lampung Timur dan beberapa kabupaten lainnya

(Anonima, 2010).

Gula merah adalah salah satu produk olahan dari nira kelapa. Gula merah dengan

mutu baik bewarna kuning sampai kecoklatan, memiliki kandungan sukrosa

minimal 77%, gula reduksi maksimal 10%, kadar air maksimal 10%, kadar abu

maksimal 2% serta padatan tidak larut air maksimal 1% (SNI 01-3743-1995).

Selama penyimpanan, gula merah kelapa mudah mengalami kerusakan. Hal

tersebut karena sifat higrokopis yang dimiliki oleh gula merah, yaitu mudah

menyerap air dari lingkungan. Karakteristik gula merah yang bersifat mudah

menarik air (higrokopis) menyebabkan gula merah relatif tidak dapat bertahan

lama, hanya bertahan selama 2-4 minggu. Kerusakan gula merah ditandai dengan

meningkatnya kadar air sehingga tekstur gula merah kelapa menjadi lembek yang

(22)

2

Penurunan mutu gula merah tersebut dapat terjadi sebelum atau setelah gula

merah kelapa disimpan. Kerusakan nira menyebabkan hasil cetakan gula merah

kelapa menyerupai dodol (tidak dapat dicetak). Kerusakan juga dapat terjadi

selama penyimpanan ditandai dengan adanya peningkatan kadar air gula merah

kelapa sehingga gula merah kelapa bertekstur lunak. Gula merah kelapa yang

mengalami kerusakan selama proses atau selama penyimpanan dikenal dengan

nama gula merah kelapa bermutu rendah (Below Standard). Gula merah kelapa

bermutu rendah juga termasuk gula merah kelapa yang mutunya berada di bawah

standar mutu gula merah (SNI 01-3743-1995). Menurut salah satu pengumpul

gula merah kelapa di Lampung Timur, gula merah kelapa bermutu rendah yang

sering dijumpai adalah gula merah kelapa yang mengalami peningkatan kadar air

akibat lama disimpan serta mutu gula merah kelapa yang kurang baik (Yayan,

2013). Hal ini sangat merugikan baik bagi para pengrajin maupun para pengumpul

gula merah kelapa, karena terjadi penurunan harga.

Pengolahan gula merah kelapa bermutu rendah menjadi gula semut adalah salah

satu usaha untuk menaikkan kembali nilai jual atau menghindari kerugian yang

cukup besar. Selain menghindari kerugian dari penurunan nilai jual, gula semut

juga memilliki prospek ke depannya. Gula semut memiliki daya simpan yang

lebih lama dari gula merah kelapa. Selain itu juga gula semut memiliki kelebihan

lain dalam pendistribusian serta lebih mudah dalam penggunaannya (Mustaufik

dan Hidayah, 2007).

Gula merah kelapa bermutu rendah sulit untuk dikristalkan menjadi gula semut

(23)

3

Gula bermutu rendah ini akan berbentuk gulali dan cenderung lengket. Oleh

karena itu pembuatan gula semut dari gula bermutu rendah perlu ditambahkan

kristalsukrosa (Sardjono dan Dahlan, 1988). Masalahnyahingga saat ini, belum

diketahui dosis penambahan kristal sukrosa pada gula merah bermutu rendah yang

diolah menjadi gula semut. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk

mencari dosis penambahan kristal sukrosa minimum dalam pembuatan gula semut

dengan bahan gula bermutu rendah.

1.2 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah

1. Mengetahui pengaruh dosis penambahan sukrosa pada gula merah kelapa

bermutu rendah terhadap mutu gula semut yang dihasilkan.

2. Mengetahui dosis penambahan sukrosa yang tepat pada gula merah kelapa

bermutu rendah untuk menghasilkan gula semut yang memiliki karakteristik

sesuai dengan SNI.

1.3 Kerangka Pemikiran

Gula bermutu rendah sering ditemukan dalam industri gula merah kelapa, baik

berupa gula merah kelapa yang masih berbentuk tetapi lunak atau pun gula merah

kelapa yang tidak berbentuk, seperti dodol. Gula merah kelapa bermutu rendah

mengandung kadar air yang tinggi, kadar gula reduksi yang tinggi, kandungan

sukrosa rendah serta bentuk dan tekstur yang tidak disukai oleh masyarakat dan

(24)

4

para pengrajin gula merah kelapa. Salah satu cara mengatasi masalah tersebut

dengan cara memproses gula merah kelapa bermutu rendah menjadi gula merah

kristal atau gula semut.

Dalam proses dan persyaratan pembuatan gula semut, kandungan sukrosa pada

bahan baku sangat menentukan keberhasilan proses kristalisasi. Menurut SNI

01-3743-1995, gula merah dengan mutu baik mengandung minimal sukrosa 77% bb

dan maksimal gula reduksi 10 % bb. Pada gula merah kelapa bermutu rendah,

jumlah sukrosa yang terkandung cukup rendah, sedangkan kadar gula reduksi

tinggi. Menurut Sunantyo (1997) nira dengan HK/pol 71,9 sulit sekali diproses

menjadi gula semut dan cenderung berbentuk gulali, sedangkan menurut Martoyo

(1989) dalam Sunantyo (1997) kemurnian sukrosa yang diperlukan adalah 75,80.

Oleh karena itu, diperlukan penambahan sukrosa yang optimal dalam pembuatan

gula semut menggunakan bahan baku gula merah bermutu rendah.

Menurut Tegar (2010), sukrosa murni dengan dosis 5-15% ditambahkan untuk

membuat gula semut berbahan baku gula merah kelapa dengan mutu yang baik.

Penambahan sukrosa pada pembuatan gula semut diduga lebih tinggi jika bahan

bakunya gula bermutu rendah, karena gula bermutu rendah mempunyai

kandungan sukrosa lebih rendah. Namun, bila penambahan sukrosa terlalu tinggi

akan memperbesar biaya produksi. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk

mencari dosis penambahan sukrosa minimal untuk gula bermutu rendah yang

(25)

5

1.4 Hipotesis

1. Penambahan dosis sukrosa berpengaruh terhadap mutu gula semut yang

dihasilkan.

2. Terdapat dosis sukrosa minimal yang dapat menghasilkan gula semut yang

(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gula merah kelapa

Gula merah kelapa diperoleh dari nira kelapa yang telah diuapkan dan dicetak

dalam berbagai bentuk (Gambar 1). Sampai saat ini, pembuatan gula kelapa

dikerjakan oleh pengrajin tradisional dalam skala kecil dengan menggunakan

peralatan-peralatan sederhana (Hidayat, 1998; Aryati, 2005).

Gambar 1. Gula merah kelapa dengan berbagai bentuk cetakan Sumber : Anonim, 2014

Permintaan gula kelapa terus meningkat seiring dengan berkembangnya industri

pangan yang menggunakan gula kelapa (Anonimb, 2010). Dalam industri pangan,

gula kelapa dipakai sebagai bahan pembuatan kecap, pembuatan kue, roti dan

lain-lain. Gula merah kelapa juga menjadi salah satu alternatif komoditi ekspor ke

Singapura, Jepang, Korea, Belanda, Jerman, Timur Tengah dan USA (Anonim,

(27)

7

2.1.1 Proses pembuatan gula merah kelapa

Prinsip pembuatan gula merah kelapa adalah menguapkan air dalam nira sampai

kekentalan tertentu, kemudian nira kental dicetak menggunakan cetakan

(Suhardiyono, 1991). Bahan baku nira kelapa umumnya diperoleh dari hasil panen

pohon kelapa sendiri atau pohon kelapa tetangga yang digarap dengan sistem bagi

hasil (Ningtyas, 2012). Nira kelapa diperoleh dari penyadapan tandan bunga

kelapa yang dilakukan pada pagi dan sore hari. Biasanya para pengrajin gula

merah mampu memanjat 35-40 batang kelapa/hari dengan nira yang dihasilkan

yaitu 0,5-2 liter/batang. Setiap 20 liter nira mampu menghasilkan 5 kg gula

merah kelapa sehingga kapasitas produksi pengrajin gula merah kelapa mencapai

5-20 kg/hari (Marsigit, 2005). Peralatan yang digunakan dalam pembuatan gula

merah kelapa meliputi : tungku pemanas/kompor, wajan, pengaduk kayu, sendok,

saringan, dan cetakan.

Proses pembuatan gula merah kelapa dimulai dengan penyaringan nira dengan

kain penyaring untuk menghilangkan kotoran. Selanjutnya nira yang telah bersih

dimasukkan ke dalam wajan dan dimasak sambil diaduk. Pemanasan nira

menggunakan tungku dan selama pemanasan akan timbul busa yang dapat

meluap. Agar busa nira tidak meluap sampai atas wajan, nira harus diaduk dan

ditambahkan minyak kelapa (1 sendok minyak kelapa untuk 25 liter nira). Selama

pemanasan, warna nira berubah, dari putih kekuningan sampai menjadi coklat tua.

Pemanasan dihentikan bila nira yang diteteskan ke dalam air berbentuk

(28)

8

kemudian nira kental dimasukkan ke dalam cetakan (Setyamidjaja, 1991). Proses

pemasakan nira dan pencetakan gula merah kelapa dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Proses pemasakan dan pencetakan gula merah kelapa Sumber : Anonim, 2014

2.1.2 Mutu Gula Merah Kelapa

Gula merah kelapa merupakan produk agroindustri yang banyak digunakan oleh

masyarakat. Gula merah kelapa diproduksi secara tradisional dengan skala rumah

tangga. Pada pembuatan gula merah kelapa belum ditetapkan standar prosedur

operasional, sehingga produk yang dihasilkan beragam dari warna, bentuk, mutu

serta masa simpan gula merah.

Gula merah kelapa dapat mengalami penurunan mutu produk, oleh karena itu

(29)

9

gula kelapa. Standar Nasional Indonesia untuk gula merah telah ditetapkan yaitu

SNI 01-3743-1995 dan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat mutu gula merah (SNI 01-3743-1995)

Keadaan Satuan Persyaratan (%) Sumber : Badan Standardisasi Nasional (1995)

Gula merah kelapa berwarna coklat kemerahan (Sagalaet al., 1978; di dalam Nengah,1990) karena adanya reaksi pencoklatan (browning) selama pengolahan,

baik melalui reaksi Maillard atau pun karamelisasi (Nengah, 1990). Mutu gula

merah ditentukan oleh sifat kimia dan penampilannya yaitu bentuk, warna, serta

tekstur. Pengolahan dengan pemanasan menyebabkan gula merah mempunyai

warna bervariasi dari kuning hingga coklat tua.

Bahan baku nira sangat berpengaruh terhadap mutu gula merah yang dihasilkan.

Nira yang memiliki pH rendah atau cenderung asam karena mengalami inversi

(30)

10

yang mengandung gula reduksi tinggi menyebabkan gula merah tidak bisa dicetak

atau disebut dengan gula merah bermutu rendah (gula merah BS).

Pengolahan gula merah dapat mempengaruhi mutu gula merah. Penanganan

tersebut meliputi perlakuan terhadap nira, lama pemasakan dan penambahan

bahan-bahan lain seperti minyak atau pati. Faktor- faktor yang mempengaruhi

tekstur gula merah adalah kadar air, kadar gula pereduksi dan adanya bahan-bahan

lain seperti minyak dan pati (Aryati, 2005)

2.2 Gula Merah Kelapa Bermutu Rendah (Below Standard)

Gula merah kelapa bermutu rendah adalah sebutan untuk gula merah kelapa yang

memiliki mutu rendah atau di bawah standar SNI. Rendahnya mutu gula merah

dapat terjadi karena penurunan mutu selama penyimpanan sehingga gula merah

kelapa menjadi lunak. Selain itu juga dapat terjadi karena bahan baku nira yang

diproses tidak bermutu baik sehingga menghasilkan gula merah yang tidak dapat

dicetak atau gula merah kelapa berbentuk dodol.

Penurunan mutu selama penyimpanan disebabkan oleh pengemasan yang kurang

baik sehingga masuk uap air dari lingkungan. Gula merah bersifat mudah menarik

air (higrokopis) karena mengandung gula reduksi yang tinggi (± 10%) sehingga

menyebabkan gula merah relatif tidak dapat bertahan lama. Kerusakan pada gula

merah kelapa dapat terjadi karena menyerap uap air dari lingkungan. Peningkatan

kadar air selama penyimpanan menyebabkan gula menjadi berair dalam waktu 2-4

minggu, hal ini menurunkan mutu dan penerimaan konsumen (Santoso, 1993;

(31)

11

Mutu nira yang tidak baik bila diproses tidak dapat mengkristal dengan baik dan

produknya disebut gula merah bermutu rendah. Rendahnya mutu nira atau

rusaknya nira dapat disebabkan oleh lamanya penyadapan atau pengambilan nira.

Kerusakan juga dapat disebabkan kurangnya kebersihan dari tanaman, jerigen,

adanya berbagai jenis serangga, penggunaan dosis pengawet yang tidak tepat serta

iklim yang tidak baik (Palungkun, 1999; Sudiyanti, 2004).

Proses penyadapan membutuhkan waktu yang lama, nira kelapa mudah

mengalami fermentasi karena mengandung sukrosa yang tinggi. Setelah proses

penyadapan, nira kelapa harus langsung diolah karena akan terjadi kerusakan jika

tidak langsung diolah yang ditandai dengan warna nira menjadi keruh dan

kekuning-kuningan, rasa asam dan bau yang menyengat. Kerusakan ini terjadi

karena pemecahan sukrosa menjadi gula reduksi, proses pemecahan ini terjadi

karena rendahnya pH nira (Santoso, 1993; Aryati, 2005). Mikroba yang berperan

dalam proses hidrolisis sukrosa menjadi gula reduksi adalah golongan khamir dan

bakteri. Jenis khamir yang dominan mencemari nira adalahSaccharomyces cereviceae, sedangkan jenis bakteri yang dominan adalahLeuconostoc mesenteroidesdanLactobacillus plantarum(Martoyo, 1989).

Menurut Dachlan (1984) , proses kerusakan nira diawali dengan proses inversi

sukrosa, kemudian proses fermentasi dan diakhiri dengan proses oksidasi

menghasilkan asam asetat. Reaksi yang terjadi yaitu :

1. C12H22O11+ H2O C6H12O6+ C6H12O6

(32)

12

Pada reaksi ini terjadi inversi bila nira sedikit asam atau terdapat enzimβ

-fruktofuronosidase

2. 2C6H12O6 4CO2 + 4C2H5OH

Glukosa/fuktosa etanol

Pada reaksi ini terjadi proses fermentasi

3. 4C2H5OH + 4O2 4CH3COOH + 4H2O

Etilalkohol (etanol) asam asetat

Pada reaksi ini terjadi proses oksidasi

Nira yang telah rusak jika diolah akan menghasilkan gula merah yang tidak dapat

dicetak atau menyerupai dodol, sekalipun nira berhasil dicetak menjadi gula

merah maka hasil olahan tidak akan bertahan lama dan akan menjadi gula merah

bermutu rendah dalam bentuk gula bertekstur lunak (Agus, 2013).

2.3 Gula Semut

Gula semut adalah gula merah yang berbentuk serbuk atau tepung yang dikenal

dengan namaPalm Sugar. Bahan dasar untuk membuat gula semut adalah nira dari pohon kelapa, aren/enau, nipah, lontar maupun tebu. Gula semut memiliki

beberapa kelebihan dari gula merah yang sudah lebih dulu dikenal masyarakat.

Kelebihan gula semut antara lain lebih mudah larut, daya simpan lebih lama

karena kadar air kurang dari 3%, bentuknya lebih menarik, pengemasan dan

pengangkutan lebih mudah, rasa dan aroma lebih khas, serta harga yang lebih

tinggi daripada gula kelapa cetak biasa. Pemanfaatan gula semut sama dengan

(33)

13

(sirup, susu, soft drink) dan untuk keperluan pemanis untuk industri makanan

seperti adonan roti, kue, kolak, dan lain-lain (Mustaufik dan Karseno, 2004).

Dilihat dari sisi ekonomi, gula semut lebih tinggi harganya dari gula kelapa cetak

(gula merah). Harga gula merah kelapa di tingkat pengumpul biasanya berkisar

Rp 6500–Rp 7600/kg dan di pasaran berkisar Rp 10.000/kg, sedangkan harga

gula semut pada tingkat pasar berkisar Rp 19.000-25.000/kg (Anonim, 2013).

Selain itu, gula semut memiliki prospek untuk dijual di supermarket atau pasar

modern bahkan skala ekspor, tergantung pada performa baik kemasan, label dan

volumenya. Gula semut memiliki peluang untuk mengisi kekurangan kebutuhan

gula (bahan pemanis) yang selama ini sebagian masih impor dan memiliki

peluang untuk menembus pasar luar negeri (ekspor) seperti Singapura, Jepang,

Hongkong, USA dan Jerman (Mustaufik, 2010).

Menurut Mustaufik (2010), permintaan ekspor gula semut mencapai 20 ton

perbulan, sedangkan kemampuan produksi gula semut sekitar 5-10 ton perbulan.

Pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM) telah dilakukan di Jawa Tengah

yaitu Kabupaten Banyumas dengan 4 kecamatan yang menjadi sentra gula semut

yaitu kecamatan Samogede, Ajibarang, Cilongok dan Wangon (Mustaufik, 2010).

Berikut adalah contoh gula semut yang telah beredar di masyarakat (Gambar 3).

.

(34)

14

2.3.1 Bahan Baku dan Peralatan

Bahan yang digunakan untuk pembuatan gula semut adalah nira atau dapat juga

menggunakan gula merah yang dileburkan kembali. Penggunaan gula merah

sebagai bahan baku gula semut memiliki kelebihan dibandingkan menggunakan

nira kelapa langsung. Proses pembuatan gula semut dari gula merah kelapa tidak

memerlukan waktu yang lama karena kadar air gula merah kelapa tidak sebesar

kadar air nira kelapa sehingga tidak memerlukan waktu yang lama dalam proses

evaporasi.

Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan gula semut pada umumnya

menggunakan kain saring untuk menyaring nira sebelum dimasak, wajan sebagai

tempat memasak nira, tungku atau kompor sebagai sumber panas, ember atau

wadah lain untuk menampung nira, serok untuk mengambil buih atau kotoran

ketika nira mendidih, pengaduk kayu berbentuk garpu atau jangkar untuk proses

granulisasi atau kristalisasi, kertas lakmus untuk mengontrol pH nira dan

termometer untuk mengukur suhu serta ayakan yang celah-celahnya cukup rapat

untuk menyeragamkan ukuran partikel gula semut (Soetanto, 1998).

2.3.2 Bahan Tambahan Berupa Sukrosa (Gula Kristal Putih)

Penggunaan sukrosa sebagai bahan tambahan dalam pembuatan gula semut

bertujuan untuk meningkatkan kandungan sukrosa pada gula merah sehingga

dapat mempercepat proses pembuatan gula semut, diperlukan sukrosa sebanyak

5-15% dalam bentuk gula kristal putih/sukrosa untuk membuat gula semut dari gula

(35)

15

Sukrosa merupakan suatu disakarida yang dibentuk dari monomer-monomernya

yang berupa unit glukosa dan fruktosa, dengan rumus molekul C12H22O11. Sukrosa

diperoleh dari gula tebu atau gula bit. Struktur ini mudah dikenali karena

mengandung enam cincin glukosa dan lima cincin fruktosa (Winarno, 1997).

Sukrosa dalam bentuk gula kristal putih adalah hasil penguapan nira tebu,

berbentuk kristal bewarna putih dan memiliki rasa yang manis (Suparmo dan

Sudarmanto, 1991).

2.3.3 Proses Pembuatan Gula Semut

Proses pembuatan gula semut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu gula semut

yang dibuat dari nira kelapa dan yang dibuat dari gula kelapa cetak yang sudah

jadi dengan proses peleburan kembali. Pada prinsipnya proses produksi gula

semut meliputi : persiapan bahan baku, pemasakan, pendinginan dan kristalisasi,

pengeringan dan pengayakan serta pengemasan (Mustaufik dan Haryani, 2006).

Proses pembuatan gula semut meliputi :

1. Persiapan bahan baku

Bahan baku berupa nira dengan kualitas baik yaitu nira yang tidak berbuih tidak

asam dengan pH 5,5-6. Selain menggunakan nira, pembuatan gula semut dapat

menggunakan bahan baku gula merah cetak yang dileburkan kembali dengan

menambahkan sedikit air dan pemanasan

2. Pemasakan

Bahan baku nira atau gula merah cetak yang telah dileburkan dipanaskan.

Pemanasan dilakukan sampai nira yang telah masak membentuk benang-benang

putih jika diteteskan dan akan mengeras jika nira dimasukkan ke dalam air

(36)

16

3. Pendinginan dan kristalisasi

Nira yang telah dipanaskan didiamkan beberapa saat sekitar 5-10 menit, kemudian

dilakukan pengadukan untuk menghasilkan butiran kristal, jika butiran kristal

mulai terlihat maka pengadukan dipercepat.

4. Pengeringan dan Pengayakan

Butiran kristal dikeringkan dengan cara penjemuran matahari atau dapat

menggunakan oven pada suhu 600C. Selanjutnya butiran kristal yang telah kering

diayak sesuai dengan ukuran yang diinginkan.

5. Pengemasan dan pelabelan

Selanjutnya gula semut dikemas menggunakan pengemas seperti plastik ataupun

toples.

2.3.4 Mutu Gula Semut

Setiap produk pangan sebaiknya memenuhi standar mutu yang ditetapkan. Hal ini

bertujuan untuk melindungi konsumen dari penipuan mutu produk. Sama halnya

dengan produk pangan lainnya, gula semut juga memiliki standar mutu yaitu SNI

SII 0268-85 yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Persyaratan mutu gula semut sesuai dengan SNI (SII 0268-85)

Komponen Kadar Gula (jumlah sukrosa dan gula reduksi) (%) Minimal 80,0 Sukrosa (%) Minimal 75,0 Gula reduksi (%) Maksimal 6,0 Air (%) Maksimal 3,0 Abu (%) Maksimal 2,0 Bagian-bagian tak larut air (%) Maksimal 1,0 Zat warna Yang diijinkan Logam-logam berbahaya (Cu,Hg,Pb, As) Negatif

Pati Negatif

(37)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten

Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri

Lampung serta Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Tenologi Hasil

Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

September - November 2013.

3.2 Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah gula kelapa bermutu

rendah yang diperoleh dari pengumpul gula kelapa di Desa Lehan Lampung

Timur, sukrosa (gula kristal putih) merk GulaKu premium, air, bahan analisis

(aquades, HCl, Pb Asetat, Na2CO3, larutan Luff-Schoorl, batu didih, KI, H2SO4,

larutan Na-Thiosulfat). Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan gula semut

adalah wajan besar, kompor gas, pengaduk kayu, kain saring (blacu), baskom

plastik, kantong plastik, saringan atau ayakan 12 mesh, oven, loyang dan grinder.

Alat yang digunakan adalah desikator, timbangan empat digit, cawan porselen,

oven, seperangkat alat uji padatan tak larut (timbangan, erlemeyer corong, kertas

(38)

1

sukrosa (pemanas listrik, neraca analitik, erlenmeyer, pipet volumentrik, labu

ukur, penangas air, pendingin tegak, buret, stopwatch).

3.3 Metode Penelitian

Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan karakterisasi terhadap

gula merah kelapa bermutu rendah. Selanjutnya penelitian pendahuluan dilakukan

untuk mencari atau menentukan kisaran dosis penambahan sukrosa pada

penelitian utama. Dalam penelitian utama, penelitian menggunakan faktor tunggal

dengan perlakuan 5 taraf dosis penambahan sukrosa (10%,15%,20%,25%,30%),

perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Pengamatan meliputi kadar air, kadar abu,

bagian tidak larut air, gula reduksi dan sukrosa. Data dianalisis dengan analisis

ragam kemudian dilakukan uji lanjut BNJ pada taraf 5%.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Karakterisasi Gula merah Bermutu Rendah (Below Standard)

Gula merah kelapa bermutu rendah dengan 2 jenis (gula merah tidak berbentuk,

seperti dodol dan gula merah yang masih berbentuk, tetapi teksturnya lunak)

dikarakterisasi kadar gula reduksi, kadar sukrosa dan kadar air, padatan tidak larut

dalam air, penampakan dan aroma.

3.4.2 Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui kisaran dosis sukrosa yang

(39)

1✁

bermutu rendah yang masih bisa diolah kembali menjadi gula semut. Penelitian

pendahuluan menggunakan 2 jenis gula merah kelapa bermutu rendah, yaitu gula

merah kelapa mutu rendah berbentuk seperti dodol dan gula merah kelapa

bermutu rendah yang masih berbentuk tetapi lunak pasca penyimpanan. Penelitian

pendahuluan pembuatan gula semut dengan penambahan kristal sukrosa dengan

konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%. Parameter yang menjadi tolak ukur adalah

kemudahan pembentukan serta warna butiran kristal. Hasil penelitian pendahulan

tersebut dapat dijadikan dasar jumlah dosis sukrosa yang ditambahkan dalam

proses pembuatan gula semut.

3.4.3 Penelitian Utama

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan ditetapkan gula merah kelapa bermutu

rendah yang digunakan pada penelitian utama adalah gula merah kelapa yang

bertekstur lunak dengan perlakuan tunggal dengan 5 taraf dosis sukrosa (10%,

15%, 20%, 25%, 30%) yang ditambahkan. Percobaan diulang sebanyak 4 kali.

Setiap satuan percobaan menggunakan 1 kg gula merah bermutu rendah.

Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan menambahkan 100 ml air pada gula

merah kelapa bermutu rendah sambil dipanaskan hingga gula merah mencair.

Setelah larutan gula mendidih ditambahkan sukrosa dengan dosis sesuai

perlakuan. Pemanasan diteruskan sambil diaduk-aduk agar merata dan dilakukan

hinggaend pointyaitu terbentuk benang ketika larutan diteteskan dari atas atau larutan akan mengeras jika dimasukkan ke dalam air dingin. Setelah itu dilakukan

pendinginan sambil terus diaduk secara manual, setelah mulai terbentuk butiran

(40)

20

terbentuk, dilakukan pengeringan sampai kering (gemerisik). Selanjutnya gula

semut yang telah kering disaring dengan penyaring berukuran 12 mesh. Setelah

itu dilakukan pengamatan meliputi kadar air, kadar abu, bagian tidak larut air,

sukrosa, warna dan tekstur sesuai dengan SNI SII 0268-85 serta sifat sensori gula

semut meliputi aroma, warna serta penerimaan keseluruhan.

3.5 Pengamatan

Pengamatan terhadap gula semut meliputi kadar air, kadar abu, kadar sukrosa dan

bagian tidak larut air, warna dan tekstur sesuai dengan SNI SII 0268-85.

3.5.1 Kadar Air

Cara uji kadar air berdasarkan cara uji makanan dan minuman SNI 01-2891-1992

butir 5.1 Penentuan kadar air dengan metode gravimetri. Dilakukan dengan

menimbang sampel sebanyak 1-2 gram lalu sampel dimasukkan ke dalam cawan

porselin yang telah diketahui beratnya. Selanjutnya sampel dikeringkan

menggunakan oven pada suhu 100-1050C selama 3-5 jam dan didinginkan dalam

desikator dan ditimbang, kemudian dipanaskan kembali dalam oven selama 30

menit, didinginkan lagi dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulang

sampai tercapai berat konstan. Pengurangan berat merupakan banyaknya air

dalam bahan.

Perhitungan kadar air dapat dilakukan dengan persamaan:

Kadar air (%) = (w-w1) x 100% w2

(41)

21

w = bobot sampel + cawan sebelum dikeringkan (g)

w1 = bobot sampel + cawan setelah dikeringkan (g)

w2 = bobot sampel (g)

3.5.2 Gula Reduksi

Pengamatan gula reduksi dilakukan pada saat karakterisasi gula bermutu rendah.

Penentuan kadar gula reduksi menggunakan metode Luff Schoorl yaitu

pengujian makanan dan minuman SNI -1-2892-1992 butir 3.1.Ditimbang 525 gram bahan padat yang telah dihaluskan, ke dalam gelas piala 250 ml, dilarutkan

dengan 100 ml aquades ditambahkan Pb Asetat untuk penjernihan. Kemudian

ditambahkan Na2CO3untuk menghilangkan kelebihan Pb, ditambah aquades

hingga tepat 250 ml. Diambil 25 ml larutan dan masukkan ke dalam Erlenmeyer,

ditambah 25 ml larutan LuffSchoorl. Dibuat perlakuan blanko yaitu 25 ml

larutan Luff-Schoorl ditambah 25 ml aquades. Setelah ditambah beberapa butir

batu didih, Erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin balik dan didihkan selama

10 menit. Kemudian cepat-cepat didinginkan, ditambahkan 15 ml KI 20% dan

dengan hati-hati ditambahkan 25 ml H2SO426,5%. Yodium yang dibebaskan

dititrasi dengan larutan Na-Thiosulfat 0,1 N memakai indicator pati 1% sebanyak

2-3%. (Titrasi diakhiri setelah timbul warna krem susu).

Perhitungan :

(Titrasi BlankoTitrasi sampel ) X Faktor Pengenceran Gula reduksi = --- X 100

(42)

22

3.5.3 Kadar sukrosa

Penentuan kadar sukrosa menggunakan metode Luff Schoorl untuk uji makanan

dan minuman SNI 01-2892-1992 butir 4.1. Ditimbang 525 gram bahan padat

yang telah di haluskan, ke dalam gelas piala 250 ml, dilarutkan dengan 100 ml

aquades, ditambahkan Pb Asetat untuk penjernihan, ditambah aquades hingga

tepat 250 ml. Diambil 50 ml fitrat bebas Pb dari larutan, dimasukkan ke dalam

erlenmeyer, kemudian ditambahkan dengan 25 ml aquades dan 10 ml HCl 30%.

Dipanaskan di atas penangas air pada suhu 67-700C selama 10 menit. Kemudian

didinginkan cepat-cepat sampai suhu 200C. Dinetralkan dengan NAOH 45 %,

kemudian diencerkan sampai 25 ml larutan mengandung 15-60 gram gula reduksi.

Diamabil 25 ml larutan dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 25 ml

larutan Scrhoorl, dibuat pula percobaan blanko yaitu 25 ml larutan

Luff-Schoorl ditambah 25 ml aquades. Setelah ditambahkan beberapa butir batu

mendidih, erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin balik, kemudian didihkan,

diusahakan 2 menit sudah mendidih, kemudian pendidihan larutan dipertahankan

selama 10 menit. Selanjutnya cepat-cepat didinginkan , tambahakan 15 ml KI

20% dan dengan hati-hati ditambahkan 25 ml H2SO4 26,5%. Yodium yang

dibebaskan ditittrasi dengan larutan Na-thiosulfat 0,1 N memakai indikator pati

sebanyak 2-3 ml . Untuk memperjelas perubahan warna pada akhir titrasi pati

ditambahkan pada saat titrasi hampir berakhir.

Perhitungan : Dengan mengetahui selisih antara titrasi blanko dengan titrasi

contoh, kadar gula reduksi setelah inversi(setelah dihidrolisis dengan HCL 30%)

(43)

23

Tabel 3. Penentuan glukosa, fruktosa dan gula invert dalam suatu bahan menggunakan Metode luff Schoorl.

3.5.4 Bagian Tidak Larut Air

Pengamatan menggunakan SNI 01-2891-1992 butir 13. Ditimbang kurang lebih

20 g sampel, dimasukkan ke dalam gelas piala 400 ml, ditambahkan 200 ml air

panas, diaduk hingga larut. Dalam keadaan panas, dituangkan bagian yang tidak

larut ke dalam kertas saring yang telah dikeringkan dan ditimbang sebelumnya.

Dibilas gelas piala dan kertas saring dengan air panas. Dikeringkan kertas saring

dalam oven pada suhu 1050C selama 2 jam, didinginkan dan ditimbang sampai

bobot tetap

Perhitungan bagian yang tidak larut air : w1-w2 X 100 w

keterangan : w = bobot sampel

(44)

24

w2 = bobot botol + kertas saring kosong

3.5.5 Kadar Abu

Pengamatan kadar abu menggunakan SNI 01-2891-1992 butir 6.1 . Ditimbang 2-3

gram sampel, dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui

bobotnya. Diarangkan di atas nyala pembakar, kemudian diabukan pada tanur

listrik pada suhu maksimum 5500C sampai pengabuan sempurna. Didinginkan

dalam desikator, kemudian ditimbang sampai berat konstan.

Kadar abu : w1w2 x 100 % w

Keterangan :

w = Bobot sampel

w1 = bobot sampel + cawan setelah diabukan

w2 = bobot cawan kosong

3.5.6 Uji Sensori

Pengamatan sifat sensori menggunakan metode skoring dengan menggunakan

panelis semi terlatih dengan jumlah panelis 28 orang. Pengamatan dilakukan

terhadap warna, aroma, rasa dan penerimaan keseluruhan dari gula semut hasil

penelitian. Disiapkan gula semut hasil penelitian kemudian panelis memberi skor

terhadap rasa (1.agak manis, 3.manis, 5.sangat manis), wana (1.coklat,\

kehitaman, 3.coklat, 5. kuning kecoklatan) dan penerimaan keseluruhan (1.tidak

(45)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Adapun dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Dosis penambahan sukrosa pada pembuatan gula semut dari gula merah

kelapa bermutu rendah berpengaruh terhadap mutu gula semut khususnya

rendemen, kandungan sukrosa, kadar air, rasa, warna dan penerimaan

keseluruhan.Namun tidak berpengaruh terhadap total padatan tidak larut

air serta kadar abu.

2. Dosis minimal penambahan sukrosa pada pembuatan gula semut dari gula

merah bermutu rendah jenis A (lunak) yaitu 25%. Rendemen gula semut

yang dihasilkan 81,44%, kadar sukrosa 81,44%, kadar air 3,38%, kadar

abu 7,27% dan total padatan tidak larut air 5,57%. Namun kadar air, kadar

abu dan total padatan tidak larut air dari perlakuan terbaik belum

memenuhi SNI SII-0268-85.

1. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pengaruh cara penggunaan pengawet kapur

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Agus. 2013. Tanya Jawab Kepada Pengumpul Gula Merah Di Desa Lehan. Lampung Timur.

Anonima. 1992. SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Badan Standarisasi Nasional.

Anonimb. 1992. SNI 01-2892-1992. Cara Uji Gula. Badan Standarisasi Nasional.

Anonim. 1995. SNI: Gula Kelapa Krital SII 0268-85. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Anonim. 2001. SNI 01-3140-2001. Gula Kristal Putih. Badan Standarisasi Nasional.

Anonima. 2010. Komoditas Perkebunan Unggulan (Komoditas Kelapa). Dinas Perkebunan Provinsi Lampung.

Anonimb. 2010. Pasar Gula Merah Diperkuat, Penuhi Kebutuhan Industri Kecap. http://www.bumn.go.id/ptpn12/publikasi/berita/pasar-gula-merah-diperkuat-penuhi-kebutuhan-industri-kecap. Diakses tanggal 22 April 2014.

Anonim. 2013. Produksi Gula Nasional Terus Menurun.http://www.republika.co.id/ berita/ekonomi/bisnis/13/10/28/mvdaco-produksi-gula-nasional-terus-menurun. Diakses tanggal 15 Desember 2013.

Anonim. 2014. Prospek Ekspor Gula Merah. http://deptan.go.id/+ Prospek Ekspor-Gula–Merah. Diakses 15 Febuari 2014.

Aryati, A. 2005. Pengaruh Cara Pelapisan dan Lama SimpanTerhadap Kadar Air, Tekstur dan Penampakan Gula Kelapa. Skripsi. Univesitas Lampung

Baharudin. 2007. Pemanfaatan nira aren (arengapinnata mers) sebagai bahan

(47)

✂✄

Dachlan, M. A. 1984. Proses Pembuatan Gula Merah. Laporan Up Grading Tenaga Pembina Gula Merah. Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian. Jakarta. Dalam Firmansyah, M.W. 1992. Mempelajari Pengaruh Penambahan Bahan Pengawet Terhadap Umur Simpan Nira Siwalan Serta Mutu Gula Merah, Gula Semut dan Sirup Yang Dihasilkan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Erwinda, M. D. 2013. Pengaruh pH nira tebu (saccharum officinarum) dan

konsentrasi penambahan kapur terhadap kualitas gula merah. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2 (3) :54-64.

Firmansyah, M.W. 1992. Mempelajari Pengaruh Penambahan Bahan Pengawet Terhadap Umur Simpan Nira Siwalan Serta Mutu Gula Merah, Gula Semut Dan Sirup Yang Dihasilkan.Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Hidayat, B. 1998. Upaya Meningkatkan Citra Produk Tradisional Gula Kelapa Melalui Perbaikan Kualitas Dan Cara Pengemasan. J. Eksis. Polteknila. Bandar Lampung. Hal 5-7. Dalam Aryati, A. 2005. Pengaruh Cara Pelapisandan Lama SimpanTerhadap Kadar Air, Tekstur dan Penampakan Gula Kelapa. Skripsi. Univesitas Lampung.

Marsigit, W. 2005. Penggunaan bahan tambahan pada nira dan mutu gula aren yang dihasilkan di beberapa sentra produksi di Bengkulu. Junal Penelitian UNI. XI (1) :4248.

Martoyo. 1989. Pengawetan Nira Nipah Selama Penyadapan. Proseding Pertemuan Teknis Budidaya Lahan Kering P3GI. Pasuruan.

Mustaufik. 2010. Pengembangan agroindustri gula kelapa kristal sebagai sumber gula alternatif untuk mengurangi ketergantungan dunia terhadap gula tebu. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Fakultas Pertanian Unsoed Purwokerto.

Mustaufik dan Hidayah. 2007. Rekayasa pembuatan gula kelapa kristal yang diperkaya dengan vitamin A dan uji preferensinya. Jurnal Teknologi Pertanian Unsoed, Puswekerto.

Mustaufik dan Karseno. 2004. Penerapan Dan Pengembangan Teknologi Produksi Gula kelapa kristal Berstandar Mutu SNI untuk Meningkatkan Pendapatan

(48)

☎✆

Mustaufik dan P. Haryanti. 2006. Evaluasi Mutu Gula Kelapa Kristal yang Dibuat dari Bahan Baku Nira dan Gula Kelapa Cetak. Laporan Penelitian. Peneliti Muda Dikti Jakarta. Jurusan Teknologi Pertanian Unsoed. Purwokerto.

Nawansih, O. 2002. Teknologi Pembuatan Gula Putih (Buku Ajar). Universitas Lampung.

Ningtyas. 2012. Analisis komparatif usaha pembuatan gula merah dan gula semut di kabupaten Kulon Progo.Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Nengah. 1990. Kajian Reaksi Pencoklatan Termal Pada Proses Pembuatan Gula Merah Dari Nira Dan Aren. Tesis. Pogram Pasca Sarjana IPB.

Nurlela, E. 2002. Kajian Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Warna Gula Merah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Bogor.

Palungkun, R. 1999. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

Perwitasari, D. S., 2010. Phosphat acid and flocculan added in juice sugar crystal process. Jurnal Teknik Kimia. 4 (2) : 318-325.

Raharja, S. 2012. Uji Ambang Rangsangan.http://fhyzaa.blogspot.com/2012/09/ laporan-praktikum-mutu-golongan-p3.html. Diakses tanggal 12 febuari 2014.

Santoso, B. 1993. Pembuatan Gula Kelapa. Kanisius. Yogyakarta.

Sardjono dan M.A. Dachlan, 1988. Penelitian pencegahan fermentasi pada

penyadapan nira aren sebagai bahan baku pembuatan gula merah. Warta Industri Hasil Pertanian Bogor. 5 (2) : 55–58.

Setyamidjaja, D. 1991. Bertanam Kelapa. Penerbit Kasinus. Edisi baru. Yokyakarta.

Soetanto, E. N. 1998. Membuat Gula Kelapa Kristal (Gula kelapa kristal). Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Sudiyanti, N. M., 2004. Pengaruh Jenis Konsentrasi Lemak Sebagai Bahan Edible Coating terhadap Sifat Fisik, Kimia, MikroBiologi dan Organoleptik Gula Merah Kelapa (Cocosnucifera L). Skripsi. Universitas Lampung.

(49)

✝ ✞

Sunantyo. 1997. Pengaruh pemakaian bahan pengawet terhadap kualitas hasil nira sadapan kelapa dan hasil gula kelapa kristal. Proseding Seminar Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Padang.

Suparmo dan Sudarmanto, S. 1991. Proses Pengolahan Gula Tebu. PAU Pangan dan Gizi, UGM. Yokyakarta.

Susi. 2013. Pengaruh keragaman gula aren cetak terhadap kualitas gula aren kristal (palm sugar) produksi agoroindustri kecil. Jurnal Penelitian. 36 (1) : 1-11. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru.

Tegar, E.P. 2010. Evaluasi Keragaman dan Penyimpangan Mutu Gula Kristal (Gula Semut) Di Kawasan Home Industri Gula Kelapa Kabupaten Banyumas. Skripsi. Fakultas Pertanian Univertsitas Soedirman. Purwokerto.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gamedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wolke. 2005. What Einstein Told His Cook Kitchen Science Explained. Gramedia Pustaka Utama. http://books.google.co.id/book/karamelisasi. Diakses tanggal 28 febuari 2014.

Yayan. 2013. Tanya Jawab Kepada Pengumpul Gula Merah Di Desa Lehan. Lampung Timur.

(50)

Gambar

Gambar 1. Gula merah kelapa dengan berbagai bentuk cetakanSumber : Anonim, 2014
Gambar 2. Proses pemasakan dan pencetakan gula merah kelapaSumber : Anonim, 2014
Tabel 1. Syarat mutu gula merah (SNI 01-3743-1995)
Gambar 3. Gula semut yang ada di pasaranSumber : Anonim, 2014
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penerima biaya yang mengikuti pengajian secara kursus berkembar iaitu kursus yang diikuti secara 2+1 atau 2+2 atau seumpamanya yang memerlukan penerima biaya

dengan adanya Desa Gemba Raya telah menghimpun kawasan- kawasan desa yang awalnya terpencar menjadi terpusat ke dalam masing-masing desa. Dengan kondisi kawasan-kawasan

Dari uraian yang telah dikemukakan, novel Rahasia Meede layak untuk dikaji melalui studi poskolonial karena novel tersebut menyatakan ketegangan- ketegangan yang terjadi antara

The L60 also provides additional voltage functions including neutral overvoltage, negative sequence overvoltage and phase undervoltage.

• Jepang semakin terdesak dari Sekutu sehingga tenaga rakyat Indonesia sangat diperlukan oleh Jepang untuk membantu memenangkan perang. Para pemuda dididik dan dilatih dalam

Kultivar bogor dan lampung merupakan dua kultivar yang memilki tingkat kesamaan tertinggi yaitu sebesar 80%, sedangkan dua kultivar lainnya yaitu kudo dan semir

Hasil yang diperoleh dari tahap observasi kemudian dikumpulkan dan dianalisa, dari hasil observasi apakah kegiatan yang dilakukan telah dapat meningkatkan kemampuan

Jumlah pin pada papan elelktronika Arduino Mega paling banyak dari semua jenis papan elektronik Arduino lainnya, pada i Arduino Mega n memiliki 54 9 buah digital i pin