• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SUSPENSI JAMUR Metarhizium anisopliae TERHADAP MORTALITAS LARVA NYAMUK Anopheles aconitus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH SUSPENSI JAMUR Metarhizium anisopliae TERHADAP MORTALITAS LARVA NYAMUK Anopheles aconitus"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENGARUH SUSPENSI JAMUR Metarhizium anisopliae

TERHADAP MORTALITAS LARVA NYAMUK Anopheles aconitus

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

PRISKA WAHYU WINDARTI

G0007016

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Pengaruh Suspensi Jamur Metarhizium anisopliae

Terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Anopheles aconitus

Priska Wahyu Windarti, NIM/Semester : G.0007016/VII, Tahun : 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari Rabu, Tanggal 29 Desember 2010

Nama : Darukutni, dr., Sp.ParK

(3)

commit to user

vi PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan berkat dan kasih-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Jamur Suspensi Metarhizium anisopliae terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Anopheles aconitus” yang merupakan salah satu syarat memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusunan skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan yang diberikan berbagai pihak. Untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. AA. Subijanto, dr., MS. Selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan pengarahan dan bantuan.

3. CR. Siti utari, Dra., M. Kes. Selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, nasehat, pengarahan, dan motivasi bagi peneliti. 4. Yulia Sari, S.Si., M.Si. Selaku Pembimbing Pendamping yang telah

memberikan bimbingan, nasehat, pengarahan, dan motivasi bagi peneliti. 5. Darukutni, dr., Sp. ParK.. Selaku Penguji Utama yang telah berkenan menguji

skripsi ini.

6. Vicky Eko N.H., dr., M.Sc., Sp.THT-KL. Selaku Anggota Penguji yang telah berkenan menguji skripsi ini.

7. Seluruh Staf B2P2VRP Salatiga, Ibu Widia, Ibu Blondyn, Ibu Yuni, dan Bapak Rendro yang telah membantu pelaksanaan penelitian skripsi ini.

8. Seluruh Staf Laboratorium Hama Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian UNS, Bapak Supiyani dan Bapak Sawab yang telah membantu pelaksanaan penelitian skripsi ini.

9. Tim Skripsi, Ibu Enny dan Bapak Nardi yang telah membantu penyelesaian proses skripsi ini.

10.Anggota keluarga dan teman-teman yang telah membantu pelaksanaan skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Dan akhirnya peneliti berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bermanfaat untuk semua pihak, bagi ilmu kedokteran pada umumnya dan bagi pembaca pada khususnya.

Surakarta, 20 Desember 2010

(4)

commit to user ii PERSETUJUAN

Laporan Penelitian dengan judul: Pengaruh Jamur Metarhizium anisopliae

Terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Anopheles aconitus

Priska Wahyu Windarti, G.0007016, Tahun 2010

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Validasi Laporan Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari Rabu, Tanggal 29 Desember 2010

Pembimbing Utama Penguji Utama

CR. Siti Utari, Dra., M. Kes Darukutni, dr., Sp. ParK

NIP: 19540505 198503 2 001 NIP: 19470809 197603 1 001

Pembimbing Pendamping Anggota Penguji

Yulia Sari, S.Si, M.Si Vicky Eko N.H., dr., M.Sc, Sp.THT-KL NIP: 19800715 200812 2 001 NIP: 19770914 200501 1 001

Tim Skripsi

Nur Hafidha H., dr., M Clin Epid

(5)

commit to user iii PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 29 Desember 2010

(6)

commit to user iv ABSTRAK

PRISKA WAHYU WINDARTI, G0007016, 2010. Pengaruh Suspensi Jamur

Metarhizium anisopliae terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Anopheles aconitus, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan penelitian: Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh suspensi jamur

Metarhizium anisopliae terhadap mortalitas larva nyamuk Anopheles aconitus dengan mengukur Lethal Concentration (LC) 50 dan 90.

Metode penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

Subjek penelitian adalah larva nyamuk Anopheles aconitus stadium III. Jumlah sampel adalah 640 larva. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan secara primer. Analisis data menggunakan uji regresi linier dan uji analisis probit.

Hasil penelitian: Suspensi jamur Metarhizium anisopliae dapat membunuh 50% (LC 50) larva nyamuk Anopheles aconitus stadium III pada konsentrasi jumlah rata-rata 1,87x108 spora/ml dalam 100 ml air dan 90% (LC 90) pada jumlah rata-rata 1,82x109 spora/ml dalam 100 ml air pada kondisi laboratorium.

Simpulan Penelitian: Suspensi jamur Metarhizium anisopliae mempunyai pengaruh terhadap mortalitas larva nyamuk Anopheles aconitus.

(7)

commit to user v ABSTRACT

PRISKA WAHYU WINDARTI, G0007016, 2010. The Effect of Metarhizium

anisopliae Fungus Suspension to Mortality of Anopheles aconitus Mosquito Larvae, Faculty of Medicine Sebelas Maret University, Surakarta.

Objective: This study aimed at finding out the toxicity of Metarhizium anisopliae

fungus suspension to Anopheles aconitus mosquito larvae by determining its Lethal Concentration (LC) at 50 and 90.

Methods: This study is laboratoric experimental type. Subject of this study is

Anopheles aconitus mosquito larvae instar III. The sample uses 640 larvaes which are taken by purposive sampling. Primary data is analized by regression linier and probit analysis.

Results: The result of the study shows that entomophatogen suspension kills 50%

(LC 50) Anopheles aconitus mosquito larvae instar III at the 1.87x108 spora/ml dilution level in 100 ml of water and 90% (LC 90) at the 1.82x109 spora/ml dilution level in 100 ml of water in laboratory condition.

Conclusion: The entomophatogenic Metarhizium anisopliae fungus suspension has lethal power to Anopheles aconitus mosquito larvae.

(8)

commit to user

A. Latar Belakang Masalah ... ....1

B. Rumusan Masalah ... ....4

C. Tujuan Penelitian ... ....4

D. Manfaat Penelitian ... ....4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... ....6

A. Jamur Metarhizium anisopliae... ... ....6

B. Nyamuk Anopheles aconitus ... ..12

BAB III METODE PENELITIAN ... ..17

A. Jenis Penelitian ... ..17

B. Lokasi Penelitian ... ..17

C. Subjek Penelitian... ..17

D. Teknik Sampling ... ..17

E. Rancangan Penelitian...18

F. Identifikasi Variabel ... ..19

G. Definisi Operasional Variabel ... ..19

H. Alat dan Bahan Penelitian ... ..21

I. Cara Kerja ... ..22

J. Teknik Analisis Data ... ..26

(9)

commit to user

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah Larva Anopheles aconitus yang Mati Setelah Mendapat

Perlakuan Suspensi Jamur Metarhizium

anisopliae...26

Tabel 2. Ringkasan Uji Analisis Probit... ...27

Tabel 3. Jumlah Larva Anopheles aconitus yang Mati Setelah Mendapat

Perlakuan Suspensi Jamur Metarhizium

anisopliae...27

Tabel 4 Ringkasan Uji Regresi Linier...29

(10)

commit to user

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Uji Regresi Linier

Lampiran 2. Uji Analisis Probit

Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian dan Pengambilan Sampel Penelitian.

Lampiran 4. Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian di B2P2VRP

Salatiga.

(11)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Malaria masih merupakan persoalan kesehatan yang besar di dunia

terutama di daerah tropis dan subtropis seperti Brasil, India, Amerika

Selatan (kecuali Chili), Afghanistan, Sri Langka, Thailand, Indonesia,

Vietnam, Kamboja, Cina, Filipina, Amerika Tengah, Meksiko, dan Afrika

(Widoyono, 2008; Sembel, 2009). Pada negara yang beriklim dingin sudah

tidak ditemukan lagi daerah endemik malaria (Widoyono, 2008). Penyakit

ini adalah penyebab utama terjadinya kematian di banyak negara

berkembang terutama pada anak-anak dan ibu-ibu hamil sebagai kelompok

utama yang mudah terinfeksi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

memperkirakan sekitar 41% populasi dunia terinfeksi malaria. Setiap tahun

terdapat 300-500 juta penderita mengalami penyakit serius dan

sekurang-kurangnya 1-2,7 juta di antaranya mati karena malaria (WHO, 2001;

Sembel, 2009).

Malaria ditemukan hampir di semua wilayah Indonesia. Survei

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 memperkirakan angka

kematian spesifik akibat malaria di Indonesia adalah 11 per 100.000 untuk

laki-laki dan 8 per 100.000 untuk perempuan (SKRT, 2001). Pada tahun

1996 ditemukan kasus malaria di Jawa-Bali dengan jumlah penderita

(12)

commit to user

2

yakni Sumatera, Yogyakarta, Jawa Tengah, Lampung terjadi peristiwa

penyebaran malaria secara besar-besaran. Sebanyak 21 orang meninggal

dunia pada peristiwa tersebut dari 18.812 kasus yang telah dilaporkan.

Selain itu sekitar 10.000 orang terjangkit malaria di Banyumas, Jawa

Tengah (Arbani, 1999).

Vektor malaria adalah nyamuk Anopheles (Widoyono, 2008).

Anopheles diduga dapat menyebarkan virus chikungunya dan virus Sindbis

(Sembel, 2009). Unit Kerja Serangga Vektor Penyakit menemukan 46 jenis

Anopheles di Indonesia. Berdasarkan penelitian, dari jumlah tersebut hanya

20 spesies yang merupakan vektor malaria (Sembel, 2009). Spesies vektor

malaria utama yang sering dijumpai di Jawa Tengah adalah Anopheles

aconitus dan Anopheles sundaicus (Sembel, 2009; Gandahusada dkk.,

2000). Anopheles aconitus akan meningkat pesat jumlahnya pada musim

hujan di sawah-sawah sebagai tempat perindukannya. Kejadian ini terjadi

akibat kurangnya pengaturan air dan pengadaan saluran irigasi (Gandahusa

dkk., 2000).

Pemerintah telah menetapkan kebijaksanaan program pemberantasan

malaria pada tahun 2001, dengan sasaran morbiditas kurang dari satu orang

pada setiap 1000 penduduk di Jawa dan Bali (Widoyono, 2008). Salah satu

kebijaksanaan tersebut adalah pemberantasan vektor malaria, Anopheles

(Ditjen PPM dan PL, 2001). Pengendalian nyamuk dengan menggunakan

bahan kimia seperti permetrin dan DDT kurang efektif lagi karena

(13)

commit to user

3

2010). Penggunaan insektisida kimia secara terus menerus dapat

menimbulkan pencemaran lingkungan, kematian beberapa jenis makhluk

hidup, dan resistensi dari serangga yang diberantas (Yunita dkk., 2009).

Nyamuk Anopheles aconitus dilaporkan telah resisten terhadap DDT di Jawa

Tengah dan sebagian Jawa Timur sehingga perlu segera dilakukan solusi

alternatif mengingat Anopheles aconitus merupakan salah satu vektor

malaria utama di daerah tersebut (Gandahusada dkk., 2000). Pengendalian

secara hayati sudah diuji coba menggunakan Bacillus thuringiensis isolat

lokal, tetapi belum memberikan hasil yang meyakinkan (Lacey, 2007;

Sembel, 2009).

Jamur Metarhizium anisopliae adalah jamur yang bersifat

entomopatogen. Jamur ini bermanfaat sebagai salah satu agen hayati atau

pengendali serangga baik yang menyerang tanaman maupun organisme

antagonis yang ada di dalam tanah (Scholte et al., 2003). Beberapa

kelebihan pemanfaatan jamur entomopatogen dalam pengendalian adalah

mempunyai kapasitas reproduksi yang tinggi, siklus hidupnya pendek, dapat

membentuk spora yang tahan lama di alam walaupun dalam kondisi yang

tidak menguntungkan, relatif aman, bersifat selektif, relatif mudah

diproduksi, dan sangat kecil kemungkinan terjadi resistensi (Bidochka et al.,

2000). Selama ini jamur Metarhizium anisopliae digunakan sebagai

pengendali hayati hama tanaman perkebunan dan persawahan (Kaaya dan

Hassan, 2000). Penelitian di Afrika menunjukkan bahwa jamur

(14)

commit to user

4

(Scholte et al., 2005; Farenhorst et al., 2008). Penelitian Widiyanti dan

Muyadihardja (2004) menyatakan bahwa Metarhizium anisopliae juga

mempunyai daya bunuh terhadap Aedes aegypti dan Culex quinquefasciatus.

Sejauh peneliti tahu, pengaruh jamur Metarhizium anisopliae terhadap

Anopheles aconitus secara spesifik belum pernah diteliti. Oleh karena itu,

perlu dilakukan upaya penelitian pengaruh jamur ini terhadap Anopheles

aconitus sebagai alternatif pengganti insektisida kimia.

B. Rumusan Masalah

Apakah suspensi jamur Metarhizium anisopliae mempunyai pengaruh

terhadap mortalitas larva nyamuk Anopheles aconitus?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian untuk mengetahui adanya pengaruh suspensi jamur

Metarhizium anisopliae terhadap mortalitas larva nyamuk Anopheles

aconitus.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat membuktikan pengaruh suspensi jamur

Metarhizium anisopliae dalam berbagai konsentrasi terhadap

(15)

commit to user

5 2. Manfaat Aplikatif

Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada peneliti

selanjutnya untuk melakukan uji coba isolat Metarhizium anisopliae

(16)

commit to user

6 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Jamur Metarhizium anisopliae

a. Klasifikasi dan Morfologi

Kingdom : Fungi

Divisi : Eumycota

Kelas : Deuteromycetes

Ordo : Moniliales

Famili : Moniliaceae

Genus : Metarhizium

Spesies : Metarhizium anisopliae

(Alexopoulus et al., 1996).

Morfologi dari Metarhiziumyang telah banyak diketahui yaitu

konidiofor tumbuh tegak, spora berbentuk silinder atau lonjong

dengan panjang 6-16 mm, bersel satu, masa spora berwarna hijau zaitun. Metarhizium mempunyai miselium yang bersepta dengan

konidia yang berbentuk lonjong. Metarhizium anisopliae bersifat

saprofit pada media buatan, awal mula pertumbuhannya adalah

konidium membengkak lalu mengeluarkan tabung-tabung

kecambah (appresorium). Tabung kecambah tersebut memanjang

(17)

commit to user

7

membentuk konidiofor yang pendek, bercabang, berdekatan, dan

saling melilit. Konidia terbentuk setelah satu minggu pertumbuhan,

mula-mula berwarna putih kemudian berangsur menjadi hijau

apabila telah masak. Pembentukan konidia terdiri dari kuncup dan

tunas yang memanjang pada kedua sisi konidiofor tersebut.

Umumnya sebuah rantai konidia bersatu membentuk sebuah kerak

dalam media (Benjamin et al., 2002 ; Ladslaus et al., 2009).

b. Kandungan Metarhizium anisopliae

Metarizhium anisopliae mampu menghasilkan sejenis cairan

khusus yang disebut dengan microsclerotia yang dapat merusak

sistem sirkulasi tubuh serangga (Widiyanti dan Muyadihardja,

2004).

Metarhizium anisopliae memiliki aktifitas larvasida karena

menghasilkan cyclopeptida, destruxin A, B, C, D, E dan

desmethyldestruxin. Destruxin telah dipertimbangkan sebagai

bahan insektisida generasi baru. Efek destruxin berpengaruh pada

organela sel target (mitokondria, retikulum endoplasma dan

membran nukleus), menyebabkan paralisis sel dan kelainan fungsi

lambung tengah, tubulus malphigi, hemosit dan jaringan otot

(Widiyanti dan Muyadihardja, 2004; Luz et al., 2008; Kurtt dan

(18)

commit to user

8

c. Mekanisme Kerja Metarhizium anisopliae pada Serangga

Metarhizium anisopliae dapat berpenetrasi pada jaringan atau

kutikula serangga yang terserang (Brooks dan Wall, 2005).

Mekanisme penetrasi Metarhizium anisopliae pada kutikula

seranggamelalui beberapa tahap sebagai berikut,

1) Tahap pertama yaitu kontak antara konidia jamur dengan tubuh

serangga.

2) Tahap kedua adalah proses penempelan dan perkecambahan

konidia jamur pada integumen serangga.

3) Tahap ketiga yaitu penetrasi dan invasi. Jamur dapat

membentuk tabung kecambah (appresorium) dalam proses

penetrasi integumen. Titik penetrasi sangat dipengaruhi oleh

konfigurasi morfologi integumen. Penembusan dilakukan

secara kimiawi dengan toksin yang dikeluarkan jamur ini.

4) Tahap keempat yaitu destruksi pada titik penetrasi dan

terbentuknya blastospora yang kemudian beredar ke dalam

hemolimfe dan membentuk hifa sekunder untuk menyerang

jaringan lainnya.

(Garcia et al., 2005; Scholte et al., 2006; Thomas dan Read,

(19)

commit to user

9

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan

Perkembangan Metarhizium anisopliae

1) Suhu dan Kelembaban

Suhu dan kelembaban sangat mempengaruhi pertumbuhan

jamur Metarhizium terutama untuk pertumbuhan dan

perkecambahan konidia serta patogenesitasnya. Batasan suhu

untuk pertumbuhan jamur antara 5-35oC, pertumbuhan optimal

terjadi pada suhu 25-30oC (Ouedraogo et al., 2004). Konidia

akan tumbuh dengan baik dan maksimum pada kelembaban

80-92 persen (Soundarapandian dan Chandra, 2007).

2) Sinar Matahari

Perkembangan konidia jamur Metarhizium anisopliae

dapat terhambat apabila terkena sinar matahari secara langsung.

Gelombang ultraviolet B merusak membran nukleus dan

mendenaturasi protein pada Metarhizium anisopliae. Konidia

tidak akan mampu berkecambah apabila terkena sinar matahari

langsung selama satu minggu, sedangkan konidia yang

terlindung dari sinar matahari mempunyai viabilitas yang tinggi

meskipun disimpan lebih dari tiga minggu. Pada suhu 8oC

konidia yang disimpan pada kondisi gelap selama 3-5 hari

masih mampu berkecambah 90%, sedangkan pada keadaan

terang hanya 50% (Farenhorst et al., 2008; Mustafa dan Kaur,

(20)

commit to user

10 3) pH

Dalam beberapa penelitian pH media berpengaruh tehadap

pertumbuhan jamur Metarhizium. Tingkat pH yang sesuai

berkisar antara 3,3-8,5. Pertumbuhan optimal terjadi pada pH 7

(Soundarapandian dan Chandra, 2007).

e. Kebutuhan Nutrisi Jamur Metarhizium anisopliae

Sumber nutrisi dapat berpengaruh pada pertumbuhan jamur

entomopatogen. Media jamur harus mengandung cukup substansi

organik sebagai sumber C, sumber N, dan ion anorganik bagi

pertumbuhan jamur. Metarhizium anisopliae juga memerlukan

karbohidrat sebagai sumber karbon dalam pertumbuhannya

(Nugroho, 2007). Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa

penggunaan karbohidrat tinggi mendorong pertumbuhan vegetatif

jamur (Ghanbary et al., 2009).

Pembentukan konidia jamur dipengaruhi oleh kandungan

protein dalam media. Protein diperlukan untuk pembentukan

organela yang berperan dalam pembentukan apikal hifa dan

sintesis enzim. Enzim yang disintesis akan berperan dalam

aktivitas perkecambahan (Nugroho, 2007).

Jamur entomopatogen membutuhkan oksigen, air, dan sumber

organik karbon. Jamur ini juga memerlukan sumber nitrogen

organik maupun anorganik dan mineral sebagai pemacu

(21)

commit to user

11

adalah dekstrosa namun dapat diganti dengan polisakarida seperti

tajin atau lipid. Nitrogen dapat disediakan dalam bentuk nitrat,

amonia atau bahan organik seperti asam amino atau protein.

Makronutrisi penting yang lain adalah fosfor (dalam bentuk fosfat),

potasium, magnesium, dan sulfur. Mikronutrisi penting yang

dibutuhkan oleh kebanyakan jamur entomopatogen adalah kalsium,

besi, tembaga, mangan, molibdenum, seng, dan vitamin B

komplek, khususnya biotin dan tiamin. Semua mikronutrisi ini

biasanya terdapat dalam bahan mentah, akan tetapi dapat dipenuhi

dalam bentuk protein hidrolisat (Nugroho, 2007).

Metarhizium anisopliae dapat tumbuh pada berbagai media

antara lain Sabouraud Dextrosa Agar (SDA), media gandum,

media beras, media jagung dan media Potato Dextrosa Agar

(PDA) (Costa et al., 2002; Liu et al., 2003). Media yang paling

baik dalam pembiakan jamur Metarhizium anisopliae adalah media

Potato Dextrosa Agar (PDA) karena menghasilkan konidiospora

paling banyak, tidak merusak virulensi, patogenitas serta

(22)

commit to user

12

2. Nyamuk Anopheles aconitus

a. Klasifikasi (Gandahusada et al., 2000)

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Diptera

Famili : Culicidae

Tribus : Anophelini

Genus : Anopheles

Spesies : Anopheles aconitus

b. Siklus Hidup Nyamuk Anopheles aconitus

Nyamuk termasuk dalam kelompok serangga yang mengalami

metamorfosis sempurna dalam bentuk siklus hidup berupa telur,

larva (beberapa instar/stadium), pupa, dan dewasa (Sembel, 2009).

Siklus hidup nyamuk mempunyai empat stadium dengan tiga

stadium berkembang di dalam air dan satu stadium hidup di alam

bebas (Nurmaini, 2003).

Perkembangan telur nyamuk bergantung pada temperatur dan

kelembapan (Nurmaini, 2003). Nyamuk Anopheles aconitus akan

meletakkan telurnya di permukaan air satu per satu atau

bergerombol tetapi saling lepas (Nurmaini, 2003; Sembel, 2009).

Telur dapat bertahan hidup dalam waktu yang cukup lama dalam

bentuk dorman. Apabila air cukup tersedia, telur-telur itu menetas

(23)

commit to user

13

Telur menetas menjadi larva atau sering juga disebut jentik.

Larva nyamuk memiliki kepala yang cukup besar serta toraks dan

abdomen yang cukup jelas. Larva Anopheles menggantungkan

tubuhnya secara horizontal atau sejajar dngan permukaan air

(Sembel, 2009). Pertumbuhan larva dipengaruhi oleh temperatur,

nutrien, dan ada tidaknya predator (Nurmaini, 2003). Larva

biasanya melakukan pergantian kulit empat kali dan berpupasi

sesudah sekitar 7 hari (Sembel, 2009).

Sesudah melewati pergantian kulit keempat, maka terjadi

pembentukan pupa. Pupa berbentuk agak pendek, tidak makan,

tetapi tetap aktif bergerak dalam air terutama bila diganggu.

Mereka berenang naik turun dari bagian dasar ke permukaan air.

Bila perkembangan pupa sudah sempurna, yaitu sesudah dua atau

tiga hari, maka kulit pupa pecah dan nyamuk dewasa keluar serta

terbang (Nurmaini, 2003; Sembel, 2009).

Nyamuk dewasa yang baru keluar dari pupa berhenti sejenak di

atas air untuk mengeringkan tubuhnya terutama sayap-sayapnya.

Sesudah mampu mengembangkan sayapnya, nyamuk dewasa

mencari makan. Dalam keadaan istirahat, nyamuk Anopheles

hinggap agak tegak lurus dengan permukaan (Sembel, 2009).

c. Tempat Perindukan

Pada umumnya, nyamuk memerlukan tiga macam tempat

(24)

commit to user

14

(breeding places), tempat mendapat umpan (feeding places), dan

tempat istirahat (resting places). Tempat perindukan nyamuk

Anopheles aconitus adalah tempat yang tertutup oleh tanaman air.

Densitas Anopheles aconitus rendah pada permukaan air yang

bersih (Nurmaini, 2003). Anopheles aconitus menyukai air tenang

atau sedikit mengalir seperti sawah untuk berkembang biak

(Nurmaini, 2003). Nyamuk Anopheles juga dapat berkembang biak

dalam kolam-kolam air tawar yang bersih, air payau, maupun

air-air yang tergenang di pinggiran laut (Sembel, 2009).

d. Perilaku Nyamuk Anopheles aconitus

Nyamuk Anopheles ada yang senang hidup di dalam rumah

dan ada yang aktif di luar rumah. Nyamuk ini ada yang aktif

terbang pada waktu pagi, siang, sore, maupun malam (Sembel,

2009). Nyamuk Anopheles aconitus aktif mengigit pada malam

hari (Nurmaini, 2003). Nyamuk akan beristirahat selama 2-3 hari

(25)

commit to user

15

B. Kerangka Pemikiran

(26)

commit to user

16

C. Hipotesis

Suspensi jamur Metarhizium anisopliae mempunyai pengaruh untuk

(27)

commit to user

17 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Balai Besar Pusat Penelitian Vektor dan

Reservoir Penyakit (B2P2VRP) Salatiga.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah larva nyamuk Anopheles aconitus stadium

III (Komisi Pestisida, 1995). Alasan pemilihan larva nyamuk stadium III

adalah terkait dengan faktor usia yang lebih muda, maka organ yang dimiliki

belum selengkap dan sekuat organ larva nyamuk stadium IV. Hal ini

menyebabkan larva nyamuk stadium III lebih peka jika digunakan sebagai

subjek penelitian. Sedangkan larva nyamuk stadium I dan II terlalu kecil

untuk diamati (Wulandari dkk., 2002).

D. Teknik Sampling

Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling, yaitu

pemilihan subjek berdasarkan atas ciri-ciri atau sifat tertentu yang berkaitan

(28)

commit to user

18

E. Rancangan Penelitian

Keterangan:

L : Sejumlah larva nyamuk (20 ekor) Anopheles aconitus

K-1: Kelompok kontrol negatif

P-1: Suspensi jamur Metarhizium anisopliae jumlah spora 4,26x107/ml

P-2 : Suspensi jamur Metarhizium anisopliae jumlah spora 7,1x107/ml

P-3 : Suspensi jamur Metarhizium anisopliae jumlah spora 9,94x107/ml

P-4 : Suspensi jamur Metarhizium anisopliae jumlah spora 1,42x108/ml

P-5 : Suspensi jamur Metarhizium anisopliae jumlah spora 2,13x108/ml

P-6: Suspensi jamur Metarhizium anisopliae jumlah spora 4,26x108/ml

P-7: Suspensi jamur Metarhizium anisopliae jumlah spora 8,8x108/ml

B : Makanan larva nyamuk Anopheles aconitus

J : Perlakuan diamati selama 7 hari

M : Jumlah larva nyamuk Anopheles aconitus yang mati

(29)

commit to user

19

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Yang menjadi variabel bebas adalah suspensi jamur Metarhizium

anisopliae.

2. Variabel terikat

Yang menjadi variabel terikat adalah mortalitas larva nyamuk

Anopheles aconitus.

3. Variabel luar terkendali:

a. Umur larva

b. Kepadatan larva

c. Makanan

4. Variabel luar tidak terkendali:

a. Suhu ruangan

b. Kelembaban ruangan

c. Kualitas air

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas: Suspensi Jamur Metarhizium anisopliae

Suspensi jamur Metarhizium anisopliae adalah spora jamur Metarhizium

anisopliae yang telah dipanen dari media, kemudian dilarutkan dalam

akuades steril dengan pengenceran 10-1 (Scholte et al., 2003). Suspensi

Metarhizium anisopliae dibuat perlakuan pada 7 kelompok dengan 20

(30)

commit to user

20

adalah 4,26x107 spora/ml; 7,1x107 spora/ml; 9,94x107 spora/ml;

1,42x108 spora/ml; 2,13x108 spora/ml; 4,26x108 spora/ml; dan 8,8x108

spora/ml.

2. Variabel Terikat: Mortalitas Larva Anopheles aconitus

Mortalitas larva nyamuk Anopheles aconitus adalah jumlah kematian

larva nyamuk Anopheles aconitus yang dihitung dalam setiap kelompok

uji dengan memberi rangsangan gerakan air atau saat disentuh dengan

lidi. Larva dianggap sudah mati saat sudah tidak aktif bergerak saat

diberi rangsangan gerakan air atau disentuh dengan lidi.

3. Variabel Luar Terkendali

a. Umur Larva

Umur larva nyamuk merupakan faktor yang sangat berpengaruh

pada daya tahan nyamuk terhadap pajanan insektisida nabati. Larva

nyamuk yang digunakan pada penelitian ini adalah stadium III

(Wakhyulianto, 2005).

b. Kepadatan Larva

Kepadatan larva adalah jumlah larva dalam satuan volume air tiap

kelompok uji, sebesar 20 larva tiap 100 ml air (Komisi Pestisida,

1995).

c. Makanan Larva

(31)

commit to user

21

4. Variabel Luar Tidak Terkendali

a. Suhu Ruangan

Suhu ruangan adalah suhu pada ruangan yang dipakai sebagai tempat

penelitian.

b. Kelembaban Ruangan

Kelembaban ruangan adalah kelembaban pada ruangan yang dipakai

sebagai tempat penelitian.

c. Kualitas Air

Kualitas air adalah air yang digunakan sebagai media larva dengan

tempat pengambilan yang sama, suhu dan pH yang sama.

H. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat Penelitian

a. Mangkok plastik untuk tempat media percobaan.

b. Pipet larva untuk mengambil larva.

c. Pipet volume untuk mengambil bahan cair dengan volume yang

diinginkan.

d. Petridish untuk pembuatan Potato Dextrose Agar.

e. Oshe jarum untuk pembiakan jamur.

f. Incase/laminar flow untuk pembiakan jamur.

g. Otoklaf sebagai alat untuk mensterilkan media pertumbuhan jamur.

h. Inkubator untuk menginkubasi suspensi jamur Metarhizium

(32)

commit to user

22

i. Haemacytometer untuk menghitung jumlah spora.

j. Letter L untuk memanen spora dalam petridish.

2. Bahan Penelitian

a. Larva nyamuk Anopheles aconitus stadium III

b. Makanan larva nyamuk Anopheles aconitus

c. Air sebagai tempat perindukan larva.

d. Isolat murni Metarhizium anisopliae.

e. Akuades steril

f. Kentang 200 gram untuk pembuatan Potato Dextrose Agar.

g. Dekstrosa 10 gram untuk pembuatan Potato Dextrose Agar.

h. Agar-agar 20 gram untuk pembuatan Potato Dextrose Agar.

I. Cara Kerja

1. Tahap Persiapan

a. Pembuatan media Potato Dextrose Agar (Munif, 1997)

1) Kentang dikupas, dicuci, dan dipotong kecil-kecil kemudian

direbus selama satu jam sampai mendidih (dengan menjaga

volume tetap pada 1000 ml).

2) Hasil rebusan disaring sehingga memperoleh filtrat.

3) Dekstrosa dimasukkan ke dalam filtrat dan diaduk sampai

homogen.

4) Hasil campuran dekstrosa dan filtrat dimasukkan ke dalam

(33)

commit to user

23

5) Disterilisasikan dengan otoklaf selama 20 menit pada temperatur

120ºC atau tekanan 1 kg/cm2.

b. Pembiakan Metarhizium anisopliae pada Potato Dextrose Agar

1) Media Potato Dextrose Agar miring dalam tabung reaksi

dituangkan pada petridish, kemudian ditunggu sampai membeku.

2) Oshe jarum dipijarkan pada lampu spirtus, kemudian secara

aseptik diambil cuplikan koloni jamur dari isolat murni.

3) Inokulasi pada Potato Dextrose Agar dilakukan dengan cara

meletakkan cuplikan koloni jamur pada permukaan media.

4) Inkubasi selama 4 minggu pada suhu laboratorium.

2. Tahap Pengecekan Metarhizium anisopliae

a. Untuk memastikan bahwa jamur Metarhizium anisopliae tidak

terkontaminasi dengan jamur lain, maka dilakukan pengecekan.

b. Pengecekan dilakukan dengan pembuatan preparat Metarhizium

anispoliae pada object glass kemudian diamati di bawah mikroskop.

c. Gambar spora yang tampak dicocokkan dengan sumber referensi.

3. Tahap Pemanenan Jamur Metarhizium anisopliae (Widiyanti dan

Muyadihardja, 2004)

a. Sepuluh ml akuades dimasukkan ke dalam petridish yang berisi

koloni jamur, kemudian dipanen dengan cara menggores permukaan

media dengan letter L sampai seluruh spora diambil.

b. Suspensi jamur Metarhizium anisopliae dari petridish dituang ke

(34)

commit to user

24

c. Dari 10 ml suspensi tersebut, diambil 1 ml untuk membuat suspensi

dengan tingkat pengenceran 10-1. Pada suspensi tingkat pengenceran

10-1 ini dilakukan penghitungan jumlah spora dengan menggunakan

haemacytometer.

4. Tahap Uji Pendahuluan

a. Suspensi jamur Metarhizium anisopliae dibuat dalam berbagai

kelompok. Berdasarkan penelitian Widiyanti (2004), maka dibuat 8

perlakuan dengan jumlah spora masing-masing 4,26x107 spora/ml;

7,1x107 spora/ml; 9,94x107 spora/ml; 1,3x108 spora/ml; 1,5x108

spora/ml; 2x108 spora/ml; 2,3x108 spora/ml; dan 2,7x108 spora/ml.

b. Larva nyamuk Anopheles aconitus sebanyak 20 ekor pada setiap

kelompok dan kontrol.

c. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah larva yang mati

dalam 7 hari.

d. Konsentrasi suspensi jamur Metarhizium anisopliae yang dapat

mematikan larva digunakan sebagai acuan penelitian.

5. Tahap Penelitian

a. Suspensi jamur Metarhizium anisopliae dibuat perlakuan pada 7

kelompok dengan 20 larva pada 100 ml air tiap perlakuan. Jumlah

spora/ml pada tiap suspensi disesuaikan dengan hasil uji

pendahuluan. Jumlah spora yang digunakan adalah 4,26x107

spora/ml; 7,1x107 spora/ml; 9,94x107 spora/ml; 1,42x108 spora/ml;

(35)

commit to user

25 (n-1) (t-1) > 15

b. Perlakuan dibandingkan dengan kontrol negatif.

c. Percobaan dilakukan sebanyak 4 kali ulangan (Munif, 1997).

Penentuan jumlah ulangan berdasarkan rumus

Keterangan:

n : jumlah ulangan

t : jumlah kelompok perlakuan

Karena pada kelompok ini menggunakan 7 kelompok perlakuan,

maka:

(n-1) (t-1) > 15

(n-1) (7-1) > 15

6n > 15

n > 3,5

jadi untuk setiap kelompok, jumlah ulangan harus lebih dari 3,5.

Dalam penelitian ini digunakan 4 kali ulangan dalam setiap

kelompok (Cavalcanti et al., 2004).

d. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah larva yang mati

(36)

commit to user

26

J. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan beberapa uji yaitu

uji regresi linier dan analisis Probit (Cavalcanti et al., 2004).

1. Uji Regresi Linier

Uji regresi linier untuk mengetahui perbedaan jumlah kematian rata-rata

larva nyamuk Anopheles aconitus pada berbagai tingkat konsentrasi

suspensi jamur Metarhizium anisopliae.

2. Analisis Probit

Untuk mengukur toksisitas jamur Metarhizium anisopliae terhadap larva

nyamuk Anopheles aconitus pada kelompok perlakuan, maka dihitung

(37)

commit to user

Uji pendahuluan yang dilakukan sebelum penelitian diperoleh hasil

penghitungan jumlah rata-rata spora suspensi jamur Metarhizium

anisopliae pada tingkat pengenceran 10-1 sebanyak 1,42x107 spora/ml.

Tabel 1. Jumlah Larva Anopheles aconitus yang Mati Setelah Mendapat Perlakuan Suspensi Jamur Metarhizium anisopliae

Sumber data: Primer, November 2010

Keterangan: pemberian volume suspensi jamur Metarhizium anisopliae didasarkan pada penelitian Widiyanti dan Muyadihardja (2004).

(38)

commit to user

28

2. Analisis Data

Data uji pendahuluan yang didapat diolah menggunakan uji

analisis probit untuk mengetahui LC 50 dan 90. Penentuan LC 50 dan 90

ini digunakan sebagai acuan dalam penghitungan volume konsentrasi

suspensi jamur Metarhizium anisopliae pada uji sesungguhnya.

Tabel 2. Ringkasan Uji Analisis Probit

Hasil uji analisis probit menunjukkan bahwa pada uji pendahuluan

volume suspensi yang mencapai LC 50 adalah 6,72 ml dengan ambang

antara 1,57 ml - 10,04 ml, sedangkan LC 90 akan dicapai pada pemberian

volume 62,11 ml dengan ambang volume 27,18 ml - 120 ml. Setiap 1 ml

mengandung rata-rata jumlah spora sebanyak 1,42x107/ml. Hal ini

menunjukkan bahwa LC 50 dicapai dengan jumlah spora rata-rata 6,72 x

1,42x107 = 9,54x107 spora/ml, sedangkan jumlah spora rata-rata pada LC

90 adalah 62,11 x 1,42x107 spora/ml.

Probabilitas Tingkat kepercayaan 95% pada konsentrasi

Estimasi Batas bawah Batas atas

PROBIT 0,5 6,72 1,57 10,04

0,9 62,11 27,18 120,00

0,99 138,33 60,14 216,50

(39)

commit to user

29

B. Uji Sesungguhnya

1. Hasil Penelitian

Pada uji yang sesungguhnya, hasil penghitungan jumlah rata-rata

spora pada suspensi jamur dengan tingkat pengenceran 10-1 adalah

1,42x107 spora/ml. Adapun hasil penelitian eksperimental laboratorik

pengaruh suspensi jamur Metarhizium anisopliae terhadap mortalitas larva

nyamuk Anopheles aconitus adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Jumlah Larva Nyamuk Anopheles aconitus yang Mati Setelah Mendapat Perlakuan Suspensi Jamur Metarhizium anisopliae

Sumber data: Primer, November 2010

Data hasil penelitian yang berupa mortalitas larva dianalisis dengan

uji regresi linier. Untuk mengetahui LC 50 dan LC 90 maka dilakukan

analisis probit. Data diolah dengan program Stastical Product and Service

(40)

commit to user

30

Tabel 4. Ringkasan Hasil Uji Regresi Linier

Model

Pada tabel 3 ringkasan uji linier regresi didapat p = 0,09, karena p > 0,05

maka H0 diterima dan H1 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa

ketujuh kelompok perlakuan tersebut memiliki perbedaan yang tidak

signifikan.

Tabel 5. Ringkasan Hasil Analisis Probit

Pada tabel 4 ringkasan analisis probit didapatkan LC 50 pada

jumlah rata-rata 1,87x108 spora/ml dan LC 90 pada jumlah rata-rata

1,87x109 spora/ml. sedangkan untuk mencapai 99% kematian larva

dibutuhkan jumlah spora rata-rata 3,24x109 spora/ml. Probabilitas

Tingkat kepercayaan 95% pada konsentrasi

Estimasi Batas bawah Batas atas

PROBIT

0,5 18,70 -,60 32,90

0,9 187,1 131,60 355,62

(41)

commit to user

31 BAB V

PEMBAHASAN

Penghitungan jumlah volume suspensi jamur pada penelitian pendahuluan

diberikan sesuai dengan penelitian Widiyanti dan Muyadihardja yang memberikan

perlakuan suspensi jamur Metarhizium anisopliae pada Aedes aegypti. Waktu

pengamatan dilakukan selama 7 hari yang merupakan waktu bagi spora

Metarhizium anisopliae untuk tumbuh dalam tubuh larva Anopheles aconitus.

Menurut penelitian yang sering dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi

B2P2VRP, Anopheles aconitus mempunyai ketahanan 5 kali dibanding Aedes

aegypti, maka sesuai dengan penelitian Widiyanti dan Muyadihardja, Anopheles

aconitus kira-kira membutuhkan jumlah rata-rata 2x108 spora/ml (5 x 4x107

spora/ml). Pada penelitian didapati bahwa untuk membunuh 50% dari jumlah total

larva Anopheles aconitus dibutuhkan jumlah rata-rata 1,87x108 spora/ml.

Hasil penelitian Widiyanti dan Muyadihardja (2004) pada larva nyamuk

instar III Aedes aegypti hanya membutuhkan 8,73x107 spora/ml untuk membunuh

90% larva uji. Anopheles aconitus membutuhkan rata-rata 1,87x109 spora/ml.

Jumlah spora yang dibutuhkan untuk membunuh larva nyamuk instar III

Anopheles aconitus jauh lebih banyak dibandingkan larva instar III Aedes aegypti,

dengan perbandingan 4,5%. Hal ini menunjukkan bahwa larva nyamuk instar III

Anopheles aconitus kurang rentan terhadap konidiospora Metarhizium anisopliae

dibanding dengan Aedes aegypti. Hasil penghitungan spora dibandingkan dengan

(42)

commit to user

32

Pada tingkat pengenceran 10-1 penelitian Widiyanti mengandung 5,2x108

spora/ml. Sedangkan dari penelitian ini mendapatkan rata-rata jumlah spora yaitu

1,42 x 107/ml pada tingkat pengenceran 10-1. Hal ini tergantung dari jumlah spora

yang didapatkan pada waktu memanen spora atau spora induk. Perbedaan jumlah

spora dalam setiap pembiakan sangat dipengaruhi oleh isolat murni. Pembiakan

murni atau turunan pertama (F1) dari isolat Metarhizium anisopliae yang diambil

langsung dari larva yang sakit seperti Orictes rhinoceros (kumbang kelapa) akan

mempunyai virulensi yang lebih tinggi daripada pembiakan dari isolat yang

merupakan duplikat dari pembiakan murni (Lolong, 2010; Costa et al., 2002).

Jamur ini mempunyai dua varitas yaitu mayor dan minor. Varitas mayor

mempunyai spora yang lebih panjang daripada minor. Varitas mayor akan

menghasilkan destruxin yang lebih banyak daripada yang minor (Lolong, 2010).

Penentuan LC 50 dan LC 90 dilakukan untuk menentukan kematian larva

nyamuk uji 50% dan 90% setelah pendedahan 7 hari. Upaya untuk membunuh

50% larva nyamuk Anopheles aconitus dibutuhkan jumlah spora rata-rata

1,87x108 spora/ml, sedangkan untuk membunuh 90% larva Anopheles aconitus

dibutuhkan jumlah spora rata-rata 1,82x109 spora/ml.

Hasil uji analisis regresi untuk jumlah konidia menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan yang kurang spesifik pada angka kematian larva instar III

Anopheles aconitus oleh pengaruh jumlah konidiospora pada masing-masing

kelompok dalam kondisi laboratorium. Penelitian ini memiliki perbedaan teknik

dengan penelitian yang dilakukan oleh Widiyanti dan Muyadihardja (2004).

(43)

commit to user

33

larutan Tween 80 untuk melepas hifa konidiospora dan membuat suspensi

menjadi homogen. Penelitian ini tidak menggunakan larutan tersebut karena

ternyata larutan Tween 80 mempunyai pengaruh terhadap mortalitas larva

Anopheles aconitus. Saat dilakukan penelitian di laboratorium, dalam waktu 24

jam, larutan dengan konsentrasi 2% sudah membunuh beberapa larva

dibandingkan dengan kontrol. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini tidak

menggunakan larutan Tween 80, melainkan melakukan penggojokan yang cukup

lama (± 10 menit) untuk melepas hifa konidiospora dan membuat suspensi

menjadi homogen.

Upaya guna aplikasi di lapangan dan sifat biologi larva nyamuk Anopheles

aconitus dan suspensi jamur Metarhizium anisopliae perlu dipelajari. Munif

(1997) menyatakan bahwa jamur parasit pada larva nyamuk dapat berkembang

biak secara alami dengan larva sebagai inang infinitif. Keberhasilan pemanfaatan

jamur entomopatogenik sebagai pengendali vektor di lapangan sangat

dipengaruhi oleh faktor lingkungan (suhu, kelembaban dan pH), jumlah konidia

dan viabilitasnya. Teknik dalam aplikasi Metarhizium anisopliae terhadap larva

juga mempengaruhi hasil. Kurtt dan Keyhani (2008) melakukan isolasi langsung

destruxin dari konidiospora Metarhizium anisopliae. Hal ini juga dilakukan oleh

Garcia et al. (2005) saat melakukan pengujian Metarhizium anisopliae pada

Rhipicephalus sanguineus. Proses isolasi destruxin ini menggunakan beberapa

larutan seperti DOWEX 50, DOWEX 1, asam asetat, dan benzena. Penelitian ini

mengalami kendala untuk memperoleh bahan tersebut di Laboratorium

(44)

commit to user

34 BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Suspensi jamur Metarhizium anisopliae mempunyai pengaruh

untuk meningkatkan mortalitas larva nyamuk Anopheles aconitus. Upaya

untuk membunuh 50% larva nyamuk dibutuhkan jumlah spora rata-rata

1,87x108 spora/ml, sedangkan untuk membunuh 90% larva nyamuk

Anopheles aconitus dibutuhkan jumlah spora rata-rata 1,82x109 spora/ml.

B. Saran

1. Dalam usaha pengendalian terhadap larva nyamuk Anopheles aconitus

menggunakan entomopatogen konidiospora Metarhizium anisopliae di

tempat perindukannya sebaiknya dilakukan penelitian lagi dengan

teknik yang berbeda seperti teknik isolasi destruxin pada konidiospora.

2. Dalam aplikasi suspensi jamur Metarhizium anisopliae sebaiknya

menggunakan turunan pertama (F1) karena memiliki virulensi yang

Gambar

Tabel 2.
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Tabel 1. Jumlah Larva Anopheles aconitus yang Mati Setelah Mendapat Perlakuan Suspensi Jamur Metarhizium anisopliae
Tabel 2. Ringkasan Uji Analisis Probit
+3

Referensi

Dokumen terkait

Memperoleh paling sedikit 1 (satu) pekerjaan sebagai penyedia dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta termasuk pengalaman subkontrak,

Banyak faktor yang dapat memberikan motivasi kepada seseorang baik faktor ekstrinsik maupun motivasi intrinsik yang ada pada diri seseorang seperti minat untuk

Program Kabar Arena tvOne dalam setiap penayangannya menampilkan sosok presenter yang berparas cantik dan seksi dalam menyampaikan informasi kepada khalayak, dengan

Oleh karena itu pendekatan atau teknik verband controle akan sangat membantu untuk memecahkan persoalan yang ada, menurut Muljono (1993:480) secara umum verband

Value Chain merupakan rantai nilai yang dapat mengetahui kekuatan perusahaan, keuntungan dan kesuksesan dari rantai aktivitas dalam perusahaan atau industri

Keuangan perusahaan tentunya memiliki pengaruh terhadap proses pengauditan dimana perusahaan yang beresiko mengalami kebangkrutan akan memerlukan proses pengauditan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada tes komunikasi interpersonal diperoleh nilai rata-rata siswa sebesar 61,8 dan untuk tes bimbingan kelompok diperoleh nilai rata-

Dividen merupakan keuntungan yang bisa diperoleh perusahaan dari aktivitas bisnisnya yang memiliki pilihan apakah akan menggunakan keuntungan tersebut untuk membesarkan