i
THE EXTERNALITIES ANALYSIS OF PIYUNGAN INTEGRATED WASTE MANAGEMENT FACILITY (TPST) OF BANTUL REGENCY SPECIAL
REGION OF YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Program Studi Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh :
TRI WIDYANINGSIH 20130430225
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
THE EXTERNALITIES ANALYSIS OF PIYUNGAN INTEGRATED WASTE MANAGEMENT FACILITY (TPST) OF BANTUL REGENCY SPECIAL
REGION OF YOGYAKARTA
Oleh :
TRI WIDYANINGSIH 20130430225
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
xiii
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ... 32
3.1. Skala Likert Pertanyaan Positif Dan Negatif ... 41
4.1. Komposisi Penduduk Desa Sitimulyo dan Desa Bawuran Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2016 ... 52
4.2. Komposisi Penduduk Desa Sitimulyo dan Desa Bawuran Berdasarkan UsiaTahun 2016 ... 53
4.3. Jenis Mata Pencaharian Masyarakat Desa Sitimulyo dan Desa BawuranTahun 2016 ... 54
4.4. Komponen Sampah Di TPST Piyungan ... 55
4.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 59
4.6. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 60
4.7. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Formal Terakhir ... 61
4.8. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 61
4.9. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Tinggal... 63
5.1. Hasil Uji Validitas Dampak Ekonomi... 65
5.2. Hasil Uji Validitas Dampak Sosial ... 65
5.3. Hasil Uji Validitas Dampak Lingkungan ... 66
5.4. Uji Reliabilitas ... 67
5.5. Deskriptif Statistik ... 67
5.6. Sumber-Sumber Pendapatan yang Muncul Dalam Masyarakat Akibat Keberadaan TPST Piyungan ... 77
5.7. Hasil Pengujian Kualitas Air Sumur Di Sekitar TPST Piyungan Tahun 2016 ... 88
5.8. Pendapatan Bersumber Langsung Dari TPST Piyungan ... 97
5.9. Biaya Pengganti Konsumsi Air Bersih ... 100
5.10. Biaya Pengobatan Gratis Bagi Warga Masyarakat Sekitar TPST Piyungan Tahun 2015-2016 ... 102
5.11. Biaya Pengobatan Responden Akibat Pencemaran Dari TPST Piyungan Tahun 2016 ... 103
5.12. Total Nilai Eksternalitas Negatif TPST Piyungan ... 104
5.13. Biaya Penggunaan Peralatan Pemulung Di TPST Piyungan ... 113
5.14. Penerimaan Pemulung Di TPST Piyungan ... 114
xv
2.1. Kerangka Pemikiran ... 35 4.1. Peta TPST Piyungan ... 57 5.1. Persepsi Responden Terhadap Dampak Ekonomi Terbuka Lapangan Kerja
Akibat TPST Piyungan ... 70 5.2. Persepsi Responden Terhadap Dampak Ekonomi Penurunan Jumlah
Pengangguran Akibat TPST Piyungan ... 72 5.3. Persepsi Responden Terhadap Dampak Ekonomi Peningkatan Pendapatan
Keluarga Akibat TPST Piyungan ... 73 5.4. Persepsi Responden Terhadap Dampak Ekonomi Tumbuhnya Lapangan
Usaha Baru Akibat TPST Piyungan ... 74 5.5. Persepsi Responden Terhadap Dampak Ekonomi Peningkatan Pembangunan
Sarana dan Prasaran Akibat TPST Piyungan ... 75 5.6. Persepsi Responden Terhadap Dampak Sosial Peningkatan Jumlah Pendatang
Akibat TPST Piyungan ... 80 5.7. Persepsi Responden Terhadap Dampak Sosial Terjadinya Konflik Sosial
Akibat TPST Piyungan ... 81 5.8. Persepsi Responden Terhadap Dampak Sosial Perubahan Perilaku
Masyarakat Akibat Keberadaan Pendatang ... 82 5.9. Persepsi Responden Terhadap Dampak Sosial Munculnya Kriminalitas dalam
Masyarakat ... 84 5.10. Persepsi Responden Terhadap Dampak Sosial Meningkatkan Kepedulian
Antara Pendatang Dan Masyarakat Setempat ... 85 5.11. Persepsi Responden Terhadap Dampak Lingkungan Adanya Pencemaran
Air Akibat TPST Piyungan ... 86 5.12. Persepsi Responden Terhadap Dampak Lingkungan Adanya Pencemaran
Udara Akibat TPST Piyungan... 90 5.13. Persepsi Responden Terhadap Dampak Lingkungan Adanya Gangguan
Kesehatan Akibat Pencemaran dari TPST Piyungan ... 91 5.14. Persepsi Responden Terhadap Dampak Lingkungan Adanya Penurunan
Estetika dan Kebersihan Lingkungan Akibat TPST Piyungan ... 93 5.15. Persepsi Responden Terhadap Dampak Lingkungan Adanya Kebisingan
xvii Lampiran 2 Data Responden
Lampiran 3 Data Input
Lampiran 4 Uji Statistik Deskriptif
Lampiran 5 Uji Validitas
Lampiran 6 Uji Reliabilitas
Lampiran 7 Data Biaya Pengganti Air
Lampiran 8 Data Biaya Berobat
Lampiran 9 Data Jumlah Ternak Yang Dimiliki Responden Di TPST Piyungan
Lampiran 10 Biaya Yang Dikeluarkan Dalam Beternak
Lampiran 11 Analisis Pendapatan Ternak Sapi Di TPST Piyungan
Lampiran 12 Data Sumber Pendapatan Yang Muncul Dalam Masyarakat Sekitar
TPST Piyungan
Lampiran 13 Biaya Dan Penerimaan Pemulung TPST Piyungan
Lampiran 14 Data Biaya Dan Penerimaan Usaha Pengepul Kecil
Lampiran 15 Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Rumah Tangga Yang Menerima
Pendapatan (Langsung & Tidak Langsung) Dari Keberadaan TPST
Piyungan
xiii
3.1. Skala Likert Pertanyaan Positif Dan Negatif ... 41
4.1. Komposisi Penduduk Desa Sitimulyo dan Desa Bawuran Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2016 ... 52
4.2. Komposisi Penduduk Desa Sitimulyo dan Desa Bawuran Berdasarkan UsiaTahun 2016 ... 53
4.3. Jenis Mata Pencaharian Masyarakat Desa Sitimulyo dan Desa BawuranTahun 2016 ... 54
4.4. Komponen Sampah Di TPST Piyungan ... 55
4.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 59
4.6. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 60
4.7. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Formal Terakhir ... 61
4.8. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 61
4.9. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Tinggal... 63
5.1. Hasil Uji Validitas Dampak Ekonomi... 65
5.2. Hasil Uji Validitas Dampak Sosial ... 65
5.3. Hasil Uji Validitas Dampak Lingkungan ... 66
5.4. Uji Reliabilitas ... 67
5.5. Deskriptif Statistik ... 67
5.6. Sumber-Sumber Pendapatan yang Muncul Dalam Masyarakat Akibat Keberadaan TPST Piyungan ... 77
5.7. Hasil Pengujian Kualitas Air Sumur Di Sekitar TPST Piyungan Tahun 2016 ... 88
5.8. Pendapatan Bersumber Langsung Dari TPST Piyungan ... 97
5.9. Biaya Pengganti Konsumsi Air Bersih ... 100
5.10. Biaya Pengobatan Gratis Bagi Warga Masyarakat Sekitar TPST Piyungan Tahun 2015-2016 ... 102
5.11. Biaya Pengobatan Responden Akibat Pencemaran Dari TPST Piyungan Tahun 2016 ... 103
5.12. Total Nilai Eksternalitas Negatif TPST Piyungan ... 104
xiv
xv
2.1. Kerangka Pemikiran ... 35 4.1. Peta TPST Piyungan ... 57 5.1. Persepsi Responden Terhadap Dampak Ekonomi Terbuka Lapangan Kerja
Akibat TPST Piyungan ... 70 5.2. Persepsi Responden Terhadap Dampak Ekonomi Penurunan Jumlah
Pengangguran Akibat TPST Piyungan ... 72 5.3. Persepsi Responden Terhadap Dampak Ekonomi Peningkatan Pendapatan
Keluarga Akibat TPST Piyungan ... 73 5.4. Persepsi Responden Terhadap Dampak Ekonomi Tumbuhnya Lapangan Usaha
Baru Akibat TPST Piyungan... 74 5.5. Persepsi Responden Terhadap Dampak Ekonomi Peningkatan Pembangunan
Sarana dan Prasaran Akibat TPST Piyungan ... 75 5.6. Persepsi Responden Terhadap Dampak Sosial Peningkatan Jumlah Pendatang
Akibat TPST Piyungan ... 80 5.7. Persepsi Responden Terhadap Dampak Sosial Terjadinya Konflik Sosial Akibat
TPST Piyungan ... 81 5.8. Persepsi Responden Terhadap Dampak Sosial Perubahan Perilaku Masyarakat
Akibat Keberadaan Pendatang ... 82 5.9. Persepsi Responden Terhadap Dampak Sosial Munculnya Kriminalitas dalam
Masyarakat ... 84 5.10. Persepsi Responden Terhadap Dampak Sosial Meningkatkan Kepedulian
Antara Pendatang Dan Masyarakat Setempat ... 85 5.11. Persepsi Responden Terhadap Dampak Lingkungan Adanya Pencemaran Air
Akibat TPST Piyungan ... 86 5.12. Persepsi Responden Terhadap Dampak Lingkungan Adanya Pencemaran
Udara Akibat TPST Piyungan... 90 5.13. Persepsi Responden Terhadap Dampak Lingkungan Adanya Gangguan
Kesehatan Akibat Pencemaran dari TPST Piyungan ... 91 5.14. Persepsi Responden Terhadap Dampak Lingkungan Adanya Penurunan
Estetika dan Kebersihan Lingkungan Akibat TPST Piyungan ... 93 5.15. Persepsi Responden Terhadap Dampak Lingkungan Adanya Kebisingan
xvii Lampiran 2 Data Responden
Lampiran 3 Data Input
Lampiran 4 Uji Statistik Deskriptif
Lampiran 5 Uji Validitas
Lampiran 6 Uji Reliabilitas
Lampiran 7 Data Biaya Pengganti Air
Lampiran 8 Data Biaya Berobat
Lampiran 9 Data Jumlah Ternak Yang Dimiliki Responden Di TPST Piyungan
Lampiran 10 Biaya Yang Dikeluarkan Dalam Beternak
Lampiran 11 Analisis Pendapatan Ternak Sapi Di TPST Piyungan
Lampiran 12 Data Sumber Pendapatan Yang Muncul Dalam Masyarakat Sekitar
TPST Piyungan
Lampiran 13 Biaya Dan Penerimaan Pemulung TPST Piyungan
Lampiran 14 Data Biaya Dan Penerimaan Usaha Pengepul Kecil
Lampiran 15 Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Rumah Tangga Yang Menerima
Pendapatan (Langsung & Tidak Langsung) Dari Keberadaan TPST
Piyungan
vii
masyarakat yang tinggal di sekitar TPST Piyungan pada jarak ≤ 1 km dari TPST Piyungan. Pengumpulan data primer menggunakan kuesioner, observasi dan wawancara, dengan 120 orang responden menggunakan metode sensus. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif, analisis pendapatan, nilai tambah, cost of illness dan replacement cost.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan TPST Piyungan
memberikan pengaruh terhadap aspek ekonomi, sosial dan lingkungan masyarakat sekitarnya.. Estimasi nilai eksternalitas positif yang diperoleh sebesar Rp109.847.940,00/tahun dan estimasi nilai eksternalitas negatif bagi masyarakat adalah sebesar Rp71.343.000,00 /tahun. Pemanfaatan sampah anorganik dari TPST Piyungan menghasilkan nilai tambah sebesar Rp632,00/kg pada pemulung dan Rp392,00/kg pada pengepul.
viii
Piyungan within the distance of less then 1 km from TPST Piyungan. The primary data are used from questionnaires, observation and interviews with 120 respondents using census method. The analysis in this research is descriptive statistics, income analysis, cost of illness, replacement cost and value added.
The results indicate that the existence of TPST Piyungan influenced toward the economical and social aspects as well as the environment of the people around it. The positive externalities value estimation are Rp109.847.940,00/year and the negative externalities value for the people are Rp71.343.000,00/year. Inorganik waste utilization of TPST Piyungan, can give value added Rp632,00/kg for scavengers and Rp392,00/kg for collectors.
1
A.Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah
penduduk yang banyak dan terbesar ke-4 di dunia dengan jumlah penduduk
sebanyak 255.993.674 jiwa atau 3,5% dari jumlah penduduk dunia (CIA World
Factbook, 2015). Seperti Negara berkembang pada umumnya, kebijakan yang
diterapkan oleh pemerintah berorientasi untuk meningkatkan konsumsi pada
masyarakat berpendapatan rendah dengan tujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Sebagai akibat dari kegiatan konsumsi dan produksi yang
terus meningkat tersebut jumlah limbah yang dihasilkan juga terus bertambah
(Polzer, 2015).
Penduduk merupakan subjek dan objek dari pembangunan berkelanjutan.
Jumlah penduduk yang besar, pertumbuhan penduduk yang cepat, akan tetapi
tidak diimbangi dengan kualitas yang baik akan menghambat tercapainya kondisi
ideal antara kualitas dan kuantitas penduduk dengan daya dukung alam dan daya
tampung lingkungan yang semakin terbatas setiap tahunnya (Pahlefi, 2014).
Segala aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh setiap masyarakat seperti produksi
dan konsumsi pasti akan menghasilkan sisa atau limbah yang sudah tidak terpakai
lagi atau sering disebut sampah. Peningkatan jumlah sampah merupakan salah
peningkatan jumlah penduduk, jumlah produksi sampah yang dihasilkan juga
akan semakin meningkat.
Permasalahan sampah merupakan salah satu tantangan yang harus
dihadapi oleh setiap kabupaten/kota di Indonesia. Berdasarkan pada data dari
Kementerian Lingkungan Hidup (2012) dalam Kajian Timbulan dan Komposisi
Sampah Perkotaan (2015), volume sampah di Indonesia pada tahun 2010
mencapai 200.000 ton/hari, dan mengalami trend naik secara signifikan yakni pada tahun 2012 volume sampah di Indonesia menjadi 490.000 ton/hari atau
178.850.000 ton dalam satu tahun.
Peningkatan jumlah penduduk beriringan dengan peningkatan konsumsi
dan aktivitas ekonomi yang dilakukannya, hal ini akan berakibat pada peningkatan
jumlah sampah yang dihasilkan. Di kota metropolitan dengan jumlah penduduk
lebih dari 1 juta jiwa, mampu menghasilkan sampah 1.300 ton/hari dan di kota
besar dengan jumlah penduduk antara 500.000–1.000.000 orang rata-rata
menghasilkan sampah 480 ton/hari (Kajian Timbulan dan Komposisi Sampah
Perkotaan BLH DIY, 2015).
Berdasarkan pada kajian yang telah dilakukan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup pada Tahun 2008, sistem pengelolaan sampah di Indonesia
saat ini masih berpusat pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yakni sebesar
69%, ditimbun sebesar 10%, dikomposkan dan didaur ulang sebesar 7%, dibakar
5% dan tidak terurus 7% (Kementerian Lingkungan Hidup, 2008 dalam Kajian
Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk salah satu kota besar di Indonesia
dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Tingginya jumlah penduduk
inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah timbulan sampah di
Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan pada hasil survei timbulan sampah
yang dilakukan oleh BLH Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015, rata-rata
timbulan sampah dari perorangan di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah
sebanyak 0,44 kg/orang/hari.
TABEL 1.1.
Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010-2014
No. Kabupaten/ Kota
Luas (Km2)
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)
2010 2011 2012 2013 2014
1. Kulonprogo 586,27 663 672 678 685 691
2. Bantul 506,85 1.798 1.831 1.857 1.884 1.911
3. Gunungkidul 1485,36 455 460 463 467 470
4. Sleman 574,82 1.902 1.937 1.966 1.995 2.025
5. Yogyakarta 32,50 11.958 12.073 12.158 12.241 12.322
DIY 3.185,80 1.085 1.102 1.115 1.128 1.142
Sumber : bps.go.id/Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka, 2015
Pada tabel 1.1, kepadatan penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta terus
meningkat, sehingga jumlah sampah yang dihasilkan juga akan semakin
menigkat. Pada tahun 2011, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 920.689 di
Daerah Istimewa Yogyakarta mampu menghasilkan timbulan sampah sebesar
10.327m3/hari. Kemudian pada tahun 2012, dengan jumlah rumah tangga
sebanyak 998.328, menghasilkan timbulan sampah sebesar 11.538 m3/ hari. Hal
ini menunjukkan bahwa dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk,
produksi sampah yang dihasilkan juga semakin meningkat. Permasalahan sampah
SLHD DIY, 2011;Data SLHD DIY, 2012). Berdasarkan pada profil Badan
Lingkungan Hidup (BLH) Kota Yogyakarta Tahun 2013 menyebutkan bahwa
sampah yang terangkut ke tempat pembuangan akhir sampah terbanyak adalah
dari Kota Yogyakarta yakni sebanyak 34,89%, Sleman sebesar 13,17%, Kulon
Progo 7,20%, dan Bantul sebesar 1,91% (Mulasari dkk., 2016).
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah Daerah Istimewa
Yogyakarta dalam menanganani masalah sampah tersebut adalah dengan
mendirikan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan. Menurut
Hifdziyah (2011) Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) merupakan salah
satu barang publik yang disediakan oleh pemerintah, begitu pula dengan TPST
Piyungan yang termasuk ke dalam jenis barang publik. Pengelolaan sampah juga
merupakan suatu barang publik (Coad, 2000 dalam Jati, 2013). Salah satu
karakteristik dari barang publik adalah barang yang manfaatnya dirasakan
bersama dan dikonsumsikan bersama tetapi dapat terjadi kepadatan serta dapat
dijual melalui pasar atau langsung oleh pemerintah (Mangkoesoebroto, 2000
dalam Hifdziyah, 2011).
Sampah yang diangkut ke TPST Piyungan berasal dari Kabupaten Bantul,
Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Sampah yang diangkut TPST Piyungan
terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2015 volume sampah
yang masuk ke TPST Piyungan mencapai 158.599 ribu kg dan setiap harinya
TPST Piyungan menampung 400-500 ton sampah. Pengelolaan TPST Piyungan
dilakukan oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Kantor Pengelola TPST
116,960 123,033
130,826 144,655 141,826
158,599
4.76 5.19
6.33 10.57 -1.96 11.83 -4 -2 0 2 4 6 8 10 12 14 0 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000 120,000 140,000 160,000 180,000
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Pert um buh an Jum lah Sam pah (%) Juml ah S ampah ( R ibu Kg )
Jumlah sampah (Ribu Kg) Pertumbuhan Jumlah Sampah (%)
Sumber : Rekap Volume Sampah TPST Piyungan (diolah), 2016
GAMBAR 1.1.
Jumlah Sampah yang Masuk TPST Piyungan Tahun 2010-2015
Gambar 1.1. menunjukkan bahwa jumlah produksi sampah di Daerah
Istimewa Yogyakarta terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, meskipun
pada tahun 2014 mengalami sedikit penurunan volume sampah namun, kembali
meningkat pada tahun 2015.
Keberadaan TPST Piyungan sebagai salah satu barang publik dapat
menimbulkan eksternalitas baik positif maupun negatif. Eksternalitas juga
merupakan salah satu penyebab terjadinya kegagalan pasar (Hifdziyah, 2011).
Lokasi TPST Piyungan berdekatan dengan pemukiman warga. Masyarakat yang
tingal di sekitar TPST Piyungan menerima berbagai eksternalitas akibat
keberadaan TPST Piyungan tersebut.
Eksternalitas dari keberadaan TPA Sampah dapat berupa eksternalitas
positif maupun negatif. Eksternalitas positif yang ditimbulkan dari keberadaan
sampah yang menumpuk di TPA untuk di daur ulang terutama sampah
anorganik yang meliputi plastik, kertas, besi dan sebagainya. Pemanfaatan
sampah untuk daur ulang ini melibatkan beberapa pihak dalam proses daur
ulangnya antara lain pemulung, pengepul dan pabrik daur ulang. Pemanfaatan
sampah anorganik untuk daur ulang ditujukan agar terjadi peningkatan nilai
tambah pada setiap pihak yang terlibat dalam saluran penjualan atau rantai nilai
dari sampah anorganik tersebut (Fauziah, 2015).
Usaha daur ulang sampah anorganik ini dapat memberikan nilai positif
bagi pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat, terutama masyarakat di sekitar
TPA karena sampah tersebut menghasilkan nilai ekonomi bagi mereka (Pahlefi,
2014). Keberadaan TPA Sampah juga menjadi sumber pendapatan bagi
masyarakat sekitar melalui kegiatan pemanfaatan sampah anorganik yang ada di
TPA sampah seperti memilah sampah dan menjualnya kembali (Rangkuti,
2014). Kegiatan pemanfaatan sampah anorganik untuk di daur ulang dan
memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat merupakan salah satu eksternalitas
positif terutama dalam bidang ekonomi.
Eksternalitas negatif dari keberadaan TPA Sampah antara lain
menyebabkan penurunan kualitas lingkungan dan dapat membahayakan
kesehatan masyarakat terutama yang tinggal di sekitarnya (Pahlefi, 2014).
Begitu pula dengan TPST Piyungan, dapat menimbulkan eksternalitas negatif
berupa pencemaran lingkungan baik itu pencemaran air, udara maupun tanah,
tinggal disekitarnya. Kondisi tersebut tidak dapat dibiarkan, perlu adanya
penanganan yang tepat mengenai pengelolaan TPST Piyungan.
Dalam menangani keberadaan tempat pembuangan akhir sampah sebagai
sumber pencemaran lingkungan dan dapat menimbulkan gangguan kesehatan
bagi masyarakat, terutama masyarakat yang tinggal di sekitar TPST Piyungan,
maka diperlukan sebuah pengelolaan yang tepat agar eksternalitas negatif dari
keberadaan TPST Piyungan dapat diminimalkan. Berdasarkan pada adanya
eksternalitas baik positif maupun negatif yang dirasakan oleh masyarakat, maka
perlu untuk dilakukan penelitian mengenai eksternalitas dari keberadaan TPST
Piyungan terhadap masyarakat di sekitarnya, untuk selanjutnya dapat dilakukan
upaya mengembangkan eksternalitas positif dan mengatasi eksternalitas negatif
yang dirasakan masyarakat sekitar TPST Piyungan.
B. Batasan Masalah
Peneliti membatasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu :
1. Peneliti melakukan penelitian terhadap eksternalitas positif dan negatif yang
terjadi dimasyarakat sekitar TPST Piyungan
2. Peneliti melakukan estimasi besarnya nilai eksternalitas positif dan negatif
dari keberadaan TPST Piyungan.
3. Peneliti menghitung besarnya nilai tambah sampah anorganik yang diterima
pemulung dan pengepul disekitar TPST Piyungan serta meneliti aliran rantai
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian ini yaitu :
1. Apa saja bentuk eksternalitas positif dan negatif atas keberadaan TPST
Piyungan terhadap masyarakat sekitar?
2. Berapa besar nilai eksternalitas positif dan negatif yang ditimbulkan atas
keberadaan TPST Piyungan bagi masyarakat sekitar?
3. Bagaimana rantai nilai dan nilai tambah sampah anorganik yang diterima
pemulung dan pengepul dari TPST Piyungan?
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui bentuk-bentuk eksternalitas yang ditimbulkan dari kerberadaan
TPST Piyungan.
2. Mengetahui besarnya nilai eksternalitas positif dan negatif dari keberadaan
TPST Piyungan.
3. Mengetahui pola rantai nilai dan besarnya nilai tambah sampah anorganik
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi
pembangunan maupun ilmu pengetahuan :
1. Manfaat Teoritis.
a. Bagi Penulis
Bagi penulis dapat meningkatkan pengetahuan dan dapat mengaplikasikan
teori yang telah diperoleh selama perkuliahan.
b. Bagi Peneliti Berikutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk
pengembangan penelitian lebih lanjut dibidang yang sama.
2. Manfaat Praktis.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi penjelasan mengenai eksternalitas
keberadaan TPST Piyungan bagi masyarakat. Serta dapat dijadikan sebagai
bahan masukan dan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan pengelolaan
10 A.Landasan Teori
1. Pembangunan.
Pembangunan merupakan suatu proses yang meliputi banyak dimensi
yakni perubahan dalam struktur sosial, sikap hidup masyarakat, perubahan
kelembagaan, pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan nasional,
peningkatan pendidikan, peningkatan kesehatan serta pemberantasan kemiskinan
(Mukhlis, 2009).
Pembangunan dalam suatu Negara ditujukan dalam tiga hal pokok yaitu
meningkatkan ketersediaan dan distribusi kebutuhan pokok masyarakat,
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam mengakses kegiatan ekonomi dan sosial (Todaro, 2006).
Tujuan dari proses pembangunan yang dilakukan suatu Negara adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Kesejahteraan hidup
masyarakat tersebut dapat dilihat dari tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai peningkatan produk nasional baik GDP
(Gross Domestic Product) maupun GNP (Gross National Product) karena adanya peningkatan kuantitas faktor yang digunakan dalam proses produksi tersebut
(Hudiyanto, 2014).
Menurut Todaro (2006), pembangunan ekonomi erat kaitannya dengan
pemenuhan kebutuhan masyarakat seringkali mengesampingkan aspek lingkungan
hidup. Pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan tanpa memperhatikan
pelestariannya akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup
yang pada akhirnya dapat mengancam keberlangsungan pertumbuhan ekonomi
dimasa yang akan datang. Sebab lingkungan merupakan aspek penting dalam
mencapai pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pencapaian pembangunan yang berkelanjutan bukan hanya bergantung pada peningkatan kegiatan ekonomi melainkan juga peningkatan
aspek sosial dan lingkungan (Pahlefi, 2014).
Pembangunan berkelanjutan merupakan integrasi dari tiga aspek yaitu
kelestarian lingkungan, kelestarian sosial, dan keberlangsungan ekonomi.
Keberadaan sumber daya alam tersebut memberikan kontribusi yang sangat besar
terhadap pertumbuhan ekonomi (Goodland, 1995 dalam Mukhlis, 2009). Terdapat
beberapa komponen penting yang harus dipenuhi dalam pembangunan
berkelanjutan yaitu :
a) Memperhatikan aspek lingkungan dalam pembangunan ekonomi
b) Pemerataan
c) Distribusi terhadap pengaruh kekuatan dan ekonomi
d) Berorientasi pada masa depan
2. Barang Publik (Public Goods).
Barang publik atau public goods akan terjadi apabila biaya tambahan atau biaya marginal yang muncul dari adanya penambahan konsumen adalah nol, dan
orang lain tidak dapat dikecualikan dalam penggunaan barang tersebut (Pindyck
dan Rubinfeld, 2005 dalam Juliansah, 2010).
Barang publik didefinisikan sebagai jenis barang yang dibutuhkan
masyarakat, namun tidak ada seorangpun yang bersedia menyediakannya atau
mungkin dihasilkan oleh swasta namun dalam jumlah yang sangat terbatas. Dalam
banyak kasus, penyediaan barang publik dilakukan oleh pemerintah, hal ini
menyiratkan bahwa barang tersebut tersedia untuk semua orang, adapun biaya
dalam penyediaan barang publik tersebut biasanya bersumber dari pajak (Hyman,
2011). Barang publik memiliki ciri-ciri yang membedakan dengan barang lain
yaitu:
1. Consumption is nonexcludable (Tidak dapat dikecualikan dalam konsumsi) Tidak mungkin untuk mencegah orang lain dalam menggunakan barang
publik tersebut, atau tidak ada pengecualian dalam menggunakan barang tersebut
(Rosen, 2005).
2. Nonrival in consumption (Tidak ada persaingan dalam konsumsi)
Apabila satu orang yang mengkonsumsi suatu barang publik tersebut maka
tidak akan mengurangi kegunaan barang tersebut kepada orang lain atau biaya
3. Eksternalitas.
Konsumsi terhadap barang publik sering menimbulkan eksternalitas.
Eksternalitas merupakan dampak yang tidak terkompensasi dari tindakan
seseorang terhadap kesejahteraan orang lain yang tidak terlibat. Menurut Sari
(2015), suatu eksternalitas akan muncul jika seseorang melakukan kegiatan yang
dapat memengaruhi kesejahteraan orang lain, tetapi tidak membayar atau
menerima kompensasi atas adanya pengaruh tersebut. Adanya eksternalitas dalam
suatu aktivitas maka akan menimbulkan inefisiensi. Inefisiensi ini akan timbul
apabila tindakan seseorang memengaruhi orang lain dan tidak tercermin dalam
sistem harga.
Eksternalitas merupakan sebuah keterkaitan antara suatu kegiatan dengan
kegiatan lain yang tidak melalui mekanisme pasar dimana dari kegiatan tersebut
menimbulkan manfaat dan biaya bagi pihak diluar pelaksana kegiatan tersebut.
Eksternalitas lingkungan dapat diartikan sebagai manfaat dan biaya yang
ditunjukkan oleh perubahan fisik hayati. Misalnya polusi air yang disebabkan
limbah sebuah perusahaan, polusi ini termasuk dalam eksternalitas lingkungan,
dimana polusi tersebut telah merubah baik secara fisik maupun hayati sungai yang
a. Bentuk Eksternalitas.
Eksternalitas ditinjau dari segi dampaknya memiliki dua macam bentuk
yaitu:
1) Eksternalitas Negatif.
Eksternalitas negatif adalah dampak yang merugikan yang diterima oleh
pihak lain sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Ketika
terjadi eksternalitas yang negatif, harga barang atau jasa tidak menggambarkan
biaya sosial tambahan (marginal social cost) secara sempurna pada sumber daya yang dialokasikan dalam produksi. Baik pembeli maupun penjual barang tidak
memperhatikan biaya-biaya ini pada pihak ketiga (Desta, 2016). Eksternalitas
negatif tersebut muncul ketika suatu tindakan yang dilakukan oleh seorang
individu atau kelompok menghasilkan efek atau dampak yang merugikan orang
lain (Sankar, 2008).
2) Eksternalitas Positif.
Eksternalitas positif disebut juga sebagai dampak dari aktivitas yang
dilakukan oleh seseorang yang yang memberikan keuntungan bagi pihak lain.
Menurut Desta (2016) eksternalitas positif merupakan sebuah keuntungan
terhadap pihak ketiga selain penjual atau pembeli barang atau jasa yang tidak
direfleksikan dalam harga. Ketika terjadi eksternalitas positif, maka harga tidak
sama dengan keuntungan sosial tambahan (marginal social benefit) dari barang dan jasa yang ada. Dengan kata lain, eksternalitas positif muncul apabila tindakan
yang dilakukan oleh individu atau kelompok dapat memberikan manfaat kepada
Konsep Multiplier effect adalah suatu konsep yang membahas mengenai suatu dampak. Konsep multiplier mempunyai pandangan yang berbeda-beda terutama dalam membahas dampak-dampak yang terjadi dalam pengembangan
ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi (Chotimah, 2012).
Menurut Moretti (2010), multiplier effect dapat ditentukan oleh selera konsumen, teknologi, kemampuan pekerja, dan pendapatan yang diterima oleh masyarakat.
Efek pengganda pendapatan merupakan perkiraan potensi kenaikan
pendapatan masyarakat, sebagai akibat adanya kesempatan kerja yang luas.
Analisis pengganda (multiplier analysis) dapat dilakukan terhadap pendapatan masyarakat, pengeluaran masyarakat, dan penyerapan tenaga kerja (Wildayana
dkk., 2008). Multiplier effect di bidang ekonomi dapat dilihat dari peningkatan pendapatan masyarakat dan kemampuan untuk menciptakan lapangan pekerjaan
bagi masyarakat (Domanski & Gwosdz, 2010). Menurut Lestari (2015), multiplier effect adalah suatu konsep yang menjelaskan mengenai suatu dampak dari suatu kegiatan yang menyebabkan munculnya kegiatan yang lain.
Eksternalitas yang terkait dengan efisiensi alokasi sumber daya alam atau
eksternalitas lingkungan sangat memerlukan peranan dari pemerintah dalam
pengendalian eksternalitas tersebut (Sarpasen, 2013).
Berdasarkan pihak yang melakukan dan pihak yang menerima akibat,
1) Eksternalitas Produsen Terhadap Produsen.
Eksternalitas produsen terhadap produsen lain terjadi jika input dan output
yang digunakan seorang produsen dapat mempengaruhi input dan output
produsen lain, baik dalam bentuk pengaruh positif maupun negatif (Desta,
2016).
2) Eksternalitas Produsen Terhadap Konsumen.
Eksternalitas produsen terhadap konsumen terjadi ketika aktivitas
produsen menimbulkan pengaruh terhadap utilitas individu tanpa mendapat
suatu kompensasi apapun (Rinawati, 2011). Misalnya kasus yang terjadi pada
polusi udara berupa asap dari suatu pabrik.
3) Eksternalitas Konsumen Terhadap Produsen.
Eksternalitas konsumen terhadap produsen meliputi dampak dari kegiatan
yang dilakukan konsumen terhadap output dari produsen. Apabila suatu aktivitas
konsumen memberikan dampak pada suatu output perusahan, optimalisasi
penggunaan sumber-sumber ekonomi akan terjadi apabila biaya marginal
aktivitas konsumen sama dengan keuntungan marginal yang diterima oleh semua
orang (Rinawati, 2011).
4) Eksternalitas Konsumen Terhadap Konsumen.
Eksternalitas konsumen terhadap konsumen terjadi ketika suatu aktivitas
seorang konsumen mempengaruhi utilitas konsumen lain. Eksternalitas
konsumen terhadap konsumen tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
b. Faktor Penyebab Eksternalitas.
Eksternalitas pada dasarnya timbul karena aktivitas manusia yang tidak
mengikuti prinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan. Berikut ini adalah
faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya eksternalitas :
1) Keberadaan Barang Publik (Public Goods).
Public goods atau barang publik adalah barang-barang yang tidak (bersifat) ekskludabled dan tidak juga (bersifat) rival. Artinya, kita tidak dapat mencegah orang lain dalam menggunakan barang publik tersebut dan penggunaan
seseorang atas barang publik tidak mengurangi kemampuan orang lain untuk
menggunakannya (Mankiw dkk., 2013).
Ada dua ciri utama dari barang publik yaitu yang pertama, barang publik
merupakan konsumsi umum yang dicirikan oleh penawaran gabungan dan tidak
terdapat persaingan dalam mengkonsumsinya. Kedua, barang publik tidak
eksklusif artinya penawaran tidak hanya diperuntukkan bagi seseorang dan
mengabaikan yang lainnya tetapi barang publik dapat digunakan secara umum
oleh seluruh masyarakat (Desta, 2016 ).
2) Sumber Daya Bersama.
Sumber daya bersama terbuka bagi siapapun yang ingin menggunakannya,
tetapi tidak seperti barang publik, sumber daya milik bersama memiliki sifat
persaingan. Pemanfaatannya oleh seseorang akan mengurangi peluang bagi orang
lain untuk melakukan hal yang sama. Keberadaan sumber daya milik bersama ini,
pemerintah perlu mempertimbangkan seberapa banyak pemanfaatannya yang
3) Ketidaksempurnaan Pasar.
Masalah lingkungan bisa terjadi ketika salah satu partisipan dalam suatu
tukar menukar hak kepemilikan mampu mempengaruhi hasil yang terjadi. Hal ini
terjadi pada pasar tidak sempurna seperti pada pasar monopoli. Suatu pasar dapat
tetap bertahan dan berfungsi secara efisien jika hak milik atas barang dan jasa
yang dipertukaran didefinisikan dengan baik dan biaya transaksi untuk
pertukarannya kecil, namun untuk sumber daya lingkungan seperti udara, air di
sungai, dan mata air hak milik tidak didefinisikan dengan baik. Inilah yang
menimbulkan adanya masalah lingkungan atau eksternalitas lingkungan (Sankar,
2008).
4) Kegagalan Pemerintah.
Kegagalan pemerintah dapat diakibatkan karena adanya kepentingan
pemerintah sendiri atau kelompok tertentu sehingga mendorong terjadinya
inefisiensi, kelompok-kelompok tersebut memanfaatkan pemerintah untuk
memperoleh keuntungan yang besar melalui kegiatan politik, kebijakan
pemerintah dan lain sebagainya (Desta, 2016).
c. Alternatif Solusi atas Eksternalitas.
Dalam mengatasi masalah eksternalitas, diperlukan penangan dari
berbagai pihak, baik dari pemerintah maupun swasta baik pribadi maupun
kelompok atau perusahaan. Semua penanganan terhadap eksternalitas ini
sama-sama bertujuan untuk mendekatkan alokasi sumberdaya pada penggunaan yang
optimal (Mankiw dkk., 2013). Berikut ini terdapat beberapa solusi yang dilakukan
1) Regulasi.
Pemerintah dapat mengatasi suatu eksternalitas dengan melarang atau
mewajibkan perilaku tertentu dari pihak-pihak tertentu. Sebagai contoh, misalnya
membuang limbah yang beracun ke sungai atau sumber air merupakan suatu
kejahatan. Dalam kasus ini, biaya eksternal bagi masyarakat yang menggunakan
air sungai jauh lebih besar daripada manfaat bagi pembuang limbah tersebut.
2) Pajak Pigovian dan Subsidi.
Dalam menangani suatu masalah eksternalitas pemerintah tidak dapat
mengatur perilaku masyarakat, tetapi pemerintah dapat menerapkan kebijakan
berbasis pasar untuk menyelaraskan insentif swasta dengan efisiensi sosial.
Misalnya pemerintah dapat menginternalisasi eksternalitas atau mengatasi
masalah eksternalitas dengan menarik pajak atas kegiatan yang menimbulkan
eksternalitas negatif dan menyubsidi kegiatan yang memiliki eksternalitas positif.
Pajak yang dikenakan untuk memperbaiki pengaruh eksternalitas negatif disebut
dengan Pajak Pigovian. Pajak Pigovian tersebut dapat dijadikan kompensasi bagi
masyarakat yang terkena dampak dari eksternalitas tersebut (Mankiw dkk., 2013).
3) Solusi Swasta.
Masalah eksternalitas juga dapat diatasi oleh pihak yang menimbulkan
eksternalitas dan masyarakat yang menerima eksternalitas. Adapun caranya
dengan membuat sebuah solusi swasta diantara pihak yang berkepentingan
tersebut. Motif utama mereka untuk memenuhi kepentingannya sendiri, namun
dalam melakukan suatu tindakan, mereka juga sekaligus mengatasi eksternalitas.
(Mankiw dkk., 2013). Cara lainnya adalah dengan penyusunan kontrak diantara
pihak-pihak yang memiliki kepentingan. Melalui adanya kontrak tersebut, maka
kemungkinan terjadinya inefisiensi yang bersumber dari eksternalitas negatif bisa
dihindari atau dikurangi dan kedua belah pihak akan sama-sama lebih untung
dibanding jika keduanya menjalankan usahanya sendiri-sendiri, tanpa
memperhitungkan kepentingan pihak lain (Juliansah, 2010).
4) Teorema Coase.
Teorema Coase merupakan solusi permasalahan eksternalitas yang dilakukan oleh pihak swasta dengan cara melakukan tawar-menawar mengenai
alokasi sumber-sumber daya tanpa harus mengeluarkan biaya, sehingga mereka
dapat menyelesaikan eksternalitas mereka dengan sendirinya (Mankiw dkk.,
2013).
d. Cost Of Illness Dan Replacement Cost.
Untuk mengestimasi nilai kerugian atau eksternalitas negatif yang
ditimbulkan dari keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) dapat
dihitung dengan dua metode yaitu metode cost of illness (biaya kesehatan) dan
replacement cost (biaya pengganti). Dua metode ini dapat mengestimasi kerugian yang diderita masyarakat berupa biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat
baik untuk mengganti kebutuhan mereka dengan bahan alternatif ataupun biaya
untuk pengobatan dari penyakit yang disebabkan karena adanya sampah
a) Cost Of Illness (Biaya Kesehatan).
Cost of illness merupakan salah satu metode dalam evaluasi ekonomi. Menurut Dixon (1996) dalam Pahlefi (2014), pendekatan cost of illness dapat digunakan untuk mengukur nilai kerugian kesehatan karena pencemaran, hal ini
didasarkan pada keterkaitan fungsi kerusakan yang berhubungan dengan tingkat
pencemaran dan pengaruhnya terhadap kesehatan fisik.
Cost of illness (biaya kesehatan) dibedakan menjadi dua yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung dibagi menjadi medical cost
dan non-medical cost. Yang termasuk dalam medical cost yaitu biaya perawatan medis pasien, sedangkan non-medical cost yaitu biaya perjalanan pasien untuk menempuh perjalanan sampai ke tempat pengobatan, biaya logistik dan
akomodasi yang besarnya bervarisi. Biaya tidak langsung berkaitan dengan
hilangnya sumberdaya karena penyakit tersebut, misalnya opportunity cost akibat hilangnya pendapatan (Bujagunasti, 2009).
Pendekatan cost of illness dapat digunakan untuk mengukur nilai dari kerugian kesehatan akibat adanya pencemaran, pendekatan ini didasarkan pada
keterkaitan fungsi kerusakan yang berhubungan dengan tingkat pencemaraan dan
pengaruhnya terhadap kesehatan fisik (Gita, 2010 dalam Hifdziyah, 2011).
Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 15 Tahun 2012,
Pendekatan Biaya Pengobatan (Cost Of Illness) digunakan untuk memberikan harga modal manusia yang terkena dampak akibat perubahan kualitas SDALH.
pengaruh negatif bagi kesehatan yaitu menyebabkan sekelompok masyarakat
menjadi sakit. Adapun tahapan pelaksanaannya :
a. Mengetahui bahwa telah terjadi gangguan kesehatan yang mengakibatkan
perlu adanya biaya pengobatan dan atau kerugian akibat penurunan
produktifitas kerja.
b. Mengetahui biaya pengobatan yang dibutuhkan sampai sembuh.
c. Mengetahui kerugian akibat penurunan produktifitas kerja, misalkan dengan
pendekatan upah yang dihasilkan.
d. Menghitung total biaya pengobatan dan penurunan produktifitas kerja.
b) Replacement Cost (Biaya Pengganti).
Replacement cost adalah teknik yang mengidentifikasi biaya pengeluaran untuk perbaikan lingkungan hingga mencapai bahkan mendekati keadaan semula,
atau biaya yang dihitung untuk menggantikan sumber daya yang rusak atau
menurun akibat aktivitas manusia (Dhewanti et al, 2007).
Replacement cost (biaya pengganti) adalah biaya yang dikeluarkan untuk menggantikan sumberdaya yang telah rusak. Misalnya biaya yang dikeluarkan
untuk membeli air guna mengganti sumber air yang tercemar akibat adanya TPA
sampah, maka biaya tersebut termasuk biaya pengganti yang bisa digunakan untuk
mengestimasi besarnya nilai kerugian atau eksternalitas negatif yang ditimbulkan
karena adanya TPA sampah (Pahlefi, 2014).
Berdasarkan pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 15 Tahun
2012, teknik biaya pengganti (Replacement Cost) ini secara umum
mendekati pada keadaan semula. Biaya yang dikeluarkan untuk mengganti SDA
yang rusak dan kualitas lingkungan yang menurun sebagai akibat dari pengelolaan
SDA yang kurang sesuai dapat menjadi dasar dalam penaksiran manfaat yang
kurang diperkirakan dari suatu perubahan. Tahapan dalam melakukan teknik
replacement cost adalah sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi fungsi SDA yang hilang karena perubahan kualitas
lingkungan.
b. Menentukan pengganti fungsi SDA yang hilang atau terganggu tersebut.
c. Menyiapkan data fisik termasuk harga pasar untuk masing-masing komponen
yang dibutuhkan sehubungan dengan fungsi dari pengganti tersebut.
d. Menghitung jumlah nilai moneter untuk menciptakan semua fungsi dan
manfaat yang diganti.
4. Rantai Nilai dan Nilai Tambah.
Rantai nilai merupakan suatu cara untuk memandang suatu bisnis sebagai
sebuah rantai aktivitas yang mengubah input menjadi output yang bernilai bagi
pelanggan. Rantai nilai mencakup margin laba karena markup diatas biaya perusahaan untuk menyediakan aktivitas bernilai tambah umumnya merupakan
bagian dari harga yang dibayarkan oleh pembeli (Apriliyanti, 2014).
Konsep nilai tambah merupakan salah satu pengembangan nilai yang
terjadi karena adanya perlakukan input pada suatu komoditas. Input yang
menyebabkan terjadinya nilai tambah dapat dilihat dari adanya perubahan pada
komoditas tersebut, seperti perubahan bentuk, tempat dan waktu. Nilai tambah
proses pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan dalam suatu proses produksi.
Dari definisi tersebut nilai tambah adalah selisih lebih antara nilai produk dengan
nilai biaya input, tidak termasuk upah tenaga kerja (Kementerian Keuangan
Republik Indonesia, 2012). Besarnya nilai tambah tersebut dipengaruhi oleh
faktor teknis dan non teknis. Informasi yang diperoleh dari analisis nilai tambah
adalah besarnya nilai tambah, rasio nilai tambah, marjin dan balas jasa yang
diterima oleh pemilik faktor produksi (Wibowo, 2014).
Nilai tambah adalah nilai output dikurangi dengan perbedaan nilai output
perusahaan dan nilai seluruh input yang dibeli diluar perusahaan. Besarnya nilai
tambah tergantung dari teknologi yang digunakan dalam proses produksi dan
adanya perlakuan lebih lanjut terhadap produk yang dihasilkan (Gittinger, 1986
dalam Nur, 2013). Penggunaan teknologi yang baik akan menghasilkan produk
dengan kualitas yang lebih baik pula, sehingga harga produk akan lebih tinggi dan
akan memperbesar nilai tambah yang diperoleh (Suryana, 1990 dalam Nur, 2013).
5. Pengertian Sampah.
Sampah adalah sisa dari bahan yang telah digunakan baik dari sisa
kegiatan konsumsi maupun produksi, atau suatu benda yang sudah tidak memiliki
manfaat lagi. Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan proses
alam yang berbentuk padat. Secara umum sampah dibedakan dapat menjadi
sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik merupakan jenis sampah
yang mudah terurai seperti sampah daun, sisa sayuran, nasi basi, berbagai jenis
terurai oleh tanah atau lambat lapuk, misalnya plastik, kaca, mika, logam, dan
sebagainya.
Sampah dapat menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif
dari sampah yakni sampah dapat di daur ulang menjadi barang yang lebih
berguna. Sampah organik bisa diolah menjadi pupuk kompos sebagai penyubur
tanah, sampah anorganik dapat dimanfaatkan kembali setelah di daur ulang,
gas-gas yang dihasilkan sampah mempunyai nilai ekonomi karena dapat dikonversi
menjadi tenaga listrik serta proses pengelolaan sampah dapat membuka lapangan
kerja. Dampak negatif dari sampah antara lain menimbulkan pencemaran
lingkungan dan dapat menjadi sumber penyakit (Ramadhan, 2009).
6. Tempat Pembuangan Akhir Sampah.
Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang dilakukan untuk menangani
masalah lingkungan yang diakibatkan oleh sampah (Suhan, 2009). Berdasarakan
pada Pasal 4 Bab II UU NO. 18 Tahun 2008, pengelolaan sampah merupakan
kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi
pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah bertujuan untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan
sampah sebagai sumber daya.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah adalah fasilitas fisik yang
digunakan untuk pembuangan sampah. TPA Sampah merupakan salah satu barang
publik yang disediakan oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan sampah.
Barang publik ini termasuk dalam barang publik campuran atau yang biasa
biaya investasi yang sangat besar sehingga skala ekonomi yang efisien baru
tercapai pada tingkat produksi yang besar. Hal ini menyebabkan terjadinya
monopoli alamiah karena pemerintah merupakan satu-satunya pengelola TPA
Sampah (Hifdziyah, 2011).
Dalam melakukan pengelolaan sampah di TPA, ada beberapa metode yang
sering digunakan yaitu :
1. Open Dumping.
Metode ini adalah metode pembuangan akhir yang sangat sederhana
karena sampahnya hanya ditumpuk di lokasi tertentu tanpa perlakuan khusus
(Yudianto, 2007 dalam Hifdziyah, 2011). Sehingga dapat menimbulkan dampak
yang merugikan bagi lingkungan sekitarnya. Metode open dumping sudah dilarang untuk diterapkan dalam sistem pembuangan TPA Sampah, sebagian
besar Negara juga menerapkan peraturan larangan open dumping ini.
2. Controlled Landfill.
Metode ini merupakan gabungan antara teknik open dumping dan sanitary landfill. Pada metode ini sampah ditimbun dan diratakan. Pipa-pipa ditanam pada dasar lahan untuk mengalirkan air lindi dan ditanam secara vertikal untuk
mengeluarkan metan ke udara. Setelah timbunan sampah penuh dilakukan
penutupan terhadap hamparan sampah tersebut dengan tanah dan dipadatkan
(Hifdziyah, 2011).
3. Sanitary Landfill.
ada perlakukan terhadap sampah padat tersebut. Pada teknik ini, sampah
dipadatkan, kemudian dilapisi tanah dan dipadatkan kembali, begitu seterusnya
selang seling antara sampah dan tanah. Kegiatan penimbunan sampah dengan
tanah akan lebih baik bila dilakukan dalam intensitas yang sering agar dampak
negatif dari sampah dapat sedikit teratasi (Hifdziyah, 2011).
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) adalah tempat
dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang,
pendauran ulang, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah (UU No. 18 Tahun
2008). Menurut Permana (2010) konsep TPST ini bertitik tolak pada aktifitas
pengelolaan sampah untuk tujuan pemanfaatan kembali guna mengurangi sampah,
yang didalamnya terdapat fasilitas untuk merubah sampah menjadi bentuk yang
lebih berguna, seperti mengubah sampah organik menjadi pupuk kompos. Dengan
adanya aktivitas mendaur ulang sampah ini diharapkan dapat memperpanjang
umur layan dari TPA sampah tersebut.
B. Hasil Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Fathurrozi (2016) yang berjudul
Eksternalitas Industri di Kota Probolinggo, bertujuan untuk mengetahui
eksternalitas positif dan negatif industri di Kota Probolinggo. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa keberadaan industri di Kota Probolinggo memiliki
eksternalitas positif berupa peningkatan kesempatan kerja, yang pada akhirnya
akan meningkatan pendapatan dan mengurangi jumlah pengangguran. Namun
disisi lain keberadaan industri tersebut juga memberikan ekternalitas negatif
limbah industri yang menggangu aktivitas masyarakat dan menyebabkan
penurunan kualitas kesehatan masyarakat sekitarnya. Persamaan penelitian
Fathurrozi dengan penellitian ini adalah sama-sama bertujuan untuk mengetahui
eksternalitas positif dan negatif, dan perbedaannya yaitu pada objek penelitian,
dimana penelitian ini dilakukan untuk mengetahui eksternalitas dari Tempat
Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), serta metode yang digunakan yakni
menggunakan metode statistik deskriptif, replacement cost, cost of illness dan nilai tambah.
Mardiko (2014) melakukan penelitian tentang Dampak Keberadaan
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Cikundul Terhadap Kondisi
Lingkungan Sekitar Di Kota Sukabumi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa TPA Sampah Cikundul berdampak pada lingkungan fisik sekitar
diantaranya kualitas air sungai tercemar, penurunan kualitas udara, jalan menjadi
rusak, dan banyak masyarakat sekitar TPA yang terserang penyakit. Namun, disisi
lain TPA sampah Cikundul menjadi sumber pendapatan dari sebagian masyarakat.
Persamaan penelitian Mardiko dengan penelitian ini adalah tujuannya yakni untuk
mengetahui dampak yang ditimbulkan dari TPA Sampah, perbedaannya terletak
pada lokasi penelitian, dan metode yang digunakan. Penelitian Mardiko
menggunakan analisis deskriptif kualitatif, sementara penelitian ini menggunakan
metode statistik deskriptif, nilai tambah, cost of illness dan replacement cost.
Putra (2016) melakukan penelitian mengenai Dampak Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Batulayang Bagi Masyarakat Sekitar Di
penelitian ini yaitu terdapat dampak positif dan negatif dari TPA Batulayang bagi
masyarakat sekitar. Dampak positifnya yaitu memberikan pekerjaan bagi
masyarakat sekitar TPA Batulayang. Sedangkan dampak negatifnya dari aspek
sosial masyarakat sekitar TPA Batulayang tidak dapat memperbaiki hidupnya dan
tidak dapat bersaing dengan masyarakat yang lebih luas. Dan juga berdampak
negatif bagi lingkungan dimana terjadi pencemaran air dan udara yang
menimbulkan bibit penyakit di daerah tersebut. Penelitian tersebut memiliki
persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu mengenai
dampak yang ditimbulkan dari TPA Sampah. Perbedaannya terletak pada objek
penelitian dan metode yang digunakan, metode penelitian ini menggunakan
metode statistik deskriptif, analisis pendapatan, nilai tambah, metode cost of illness dan replacement cost untuk mengetahui besarnya dampak negatif dari TPA Sampah.
Pahlefi (2014) melakukan penelitian tentang Estimasi Nilai Eksternalitas
dari Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (Studi Kasus TPA Rawa Kucing Kota
Tangerang), hasil dari penelitian ini yaitu eksternalitas positif dari keberadaan
TPA antar lain sumber mata pencaharian bagi masyarakat, sedangkan
eksternalitas negatifnya berupa pencemaran yang menyebabkan masyarakat harus
mengeluarkan biaya untuk pengganti air bersih, obat anti serangga, pembelian
pengharum ruangan, dan biaya berobat. Dalam penelitian ini juga diestimasi
besarnya nilai eksternalitas positif dan negatif dari keberadaan TPA sampah.
Adapun hasil estimasi nilai eksternalitas positif yang diterima masyarakat sebesar
kegiatan mengumpulkan barang bekas, biogas dan kompos. Sedangkan total nilai
eksternalitas negatif sebesar Rp 77.877.200 per tahun, nilai eksternalitas negatif
dihitung menggunakan metode replacement cost dan cost of illness. Sehingga dapat dilihat bahwa dampak positif dari TPA sampah lebih besar daripada dampak
negatif yang ditimbulkannya, namun tetap saja penanganan sampah yang baik
sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Persamaan penelitian
tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu sama-sama
bertujuan untuk mengetahui eksternalitas yang ditimbulkan dari TPA Sampah.
Perbedaanya terletak pada objek penelitian dan metode yang digunakan, yaitu
menggunakan metode statistik deskriptif dan nilai tambah.
Budiatun (2008) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Dampak
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Desa Sitimulyo Kecamatan Piyungan Di
Kabupaten Bantul. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak sosial yang
dirasakan masyarakat sekitar lokasi TPA Piyungan. Adapun metode penelitian
yang digunakan adalah deskriptif analisis, dengan teknik analisis kualitatif. Hasil
yang diperoleh dari penelitian ini adalah dari aspek demografi,pembangunan TPA
Piyungan berpengaruh terhadap sebagian besar demografi masyarakat yang
ditunjukkan dengan tingginya mobilitas yang masuk ke Dusun Ngablak, ledakan
penduduk temporal yang terkonsentrasi di Dusun Ngablak, pergeseran mata
pencaharian, serta meningkatnya jumlah anak usia sekolah yang tidak
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi yang disebabkan karena tergiur oleh
mudahnya mencari uang. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Budiatun,
bertujuan untuk mengetahui eksternalitas dari aspek ekonomi, sosial dan
lingkungan, metode yang digunakan statistik deskriptif, nilai tambah, cost of illness dan replacement cost.
Polzer (2015) melakukan penelitian yang berjudul Environmental and Economical Assessment of MSW Management in Europe : An Analysis between the Landfill and WTE Impact, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa TPA sampah merupakan metode dalam mengatasi permasalahan sampah yang paling
banyak di terapkan oleh berbagai Negara, namun disisi lain metode ini memiliki
dampak negatif yang besar bagi lingkungan. Oleh karena itu, untuk mengurangi
dampak negatif dari sampah, diperlukan sebuah inovasi yakni mengubah sampah
menjadi energy atau Waste To Energy (WTE). Dengan mengubah sampah menjadi energi maka akan mengurangi dampak terhadap lingkungan dan
menjadikan sampah memiliki nilai ekonomi yang lebih kompetitif. Sehingga
dalam MSW (Management Solid Waste) yang meliputi avoid, reuse, recycle, energy recovery dan TPA merupakan kombinasi metode yang paling memadai untuk diterapkan dalam mengatasi permasalahan limbah di Eropa. Persamaan
penelitian ini dengan penelitian Polzer, sama-sama bertujuan untuk mengetahui
dampak dari tempat pembuangan akhir sampah, dan perbedaannya terletak pada
lokasi penelitian dan metode yang digunakan, penelitian ini menggunakan metode
statistik deskriptif, nilai tambah, replacement cost dan cost of illness.
Hakami (2016) malakukan penelitian mengenai Environmental
sampah dan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah memiliki dampak yang
besar bagi sektor sosial, ekonomi, lingkungan dan kebijakan pemerintah. TPA
Sampah dan pembakaran sampah di satu sisi bertujuan untuk mengatasi masalah
sampah dan menjaga kebersihan lingkungan, namun disisi lain kedua metode
tersebut memberikan efek negatif bagi lingkungan. Pembuangan limbah atau
sampah ke TPA harus dikurangi dengan cara melakukan daur ulang sampah.
Dalam pembuatan kebijakan pembangunan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan
tidak boleh diabaikan, penanganan limbah secara berkelanjutan untuk menjaga
kelestarian lingkungan di masa depan juga harus diperhatikan. Persamaan
penelitian Hakami dengan penelitian ini adalah untuk mengetahui eksternalitas
dari tempat pembuangan akhir sampah. Perbedaannya adalah pada lokasi
penelitian dan metode yang digunakan, dalam penelitian ini metode yang
digunakan adalah metode statistik deskriptif, nilai tambah, cost of illness, dan
[image:54.595.103.518.535.749.2]replacement cost.
TABEL 2.1.
Hasil Penelitian Terdahulu
No. Nama Judul Metodologi Hasil
1 Mardiko
(2014)
Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan
Akhir (TPA)
Sampah Cikundul Terhadap Kondisi Lingkungan Sekitar Di Kota Sukabumi
Deskriptif Kualitatif
Keberadaan TPA Sampah
Cikundul menyebabkan
pencemaran lingkungan dan
sumber air, serta
menimbulkan gangguan
kesehatan bagi masyarakat
sekitarnya, namun
keberadaan TPA sampah juga mampu menciptakan kesempatan kerja yang luas.
Peran pemerintah sangat
2 Putra (2016)
Dampak Tempat Pembuangan
Akhir (TPA)
Sampah
Batulayang Bagi Masyarakat
Sekitar Di
Kelurahan Batulayang Kecamatan Pontianak Utara Kota Pontianak Deskriptif Kualitatif dengan teori Struktural Fungsional dengan sebutan AGIL
Keberadaan TPA Sampah
Batulayang membawa
dampak positif dan negatif bagi masyarakat sekitanya, dampak positifnya mampu
menyediakan lapangan
pekerjaan namun juga
memberikan dampak negatif berupa pencemaran air dan udara, gangguan kesehatan, dan juga masyarakat tidak
mampu memperbaiki
hidupnya dan tidak dapat bersaing dengan masyarakat luas.
3 Pahlefi
(2014)
Estimasi Nilai Eksternalitas
dari Tempat
Pemrosesan
Akhir Sampah
(Studi Kasus
TPA Rawa
Kucing Kota
Tangerang)
Analisis deskriptif, analisis pendapatan,
cost of illness dan
replacement cost.
Eksternalitas dari sebuah TPA sampah sangat besar dimana dengan keberadaan TPA sampah ini mampu
meningkatkan pendapatan
masyarakat dan juga
menghasilkan biogas yang bermanfaat bagi masyarakat
dan juga meningkatkan
pengeluaran masyarakat
untuk biaya pengganti air bersih yang sudah tercemar dan biaya untuk mengurangi dampak negatif lain yang ditimbulkan dari sampah. 4. Budiatun
(2008)
Analisis
Dampak Tempat Pembuangan
Akhir (TPA)
Desa Sitimulyo Kecamatan
Piyungan Di
Kabupaten Bantul Deskriptif analisis, dengan teknik analisis kualitatif
Pembangunan TPA
Piyungan memberikan
dampak terhadap kondisi demografi disekitar TPA, berupa ledakan penduduk
dan mobilitas penduduk
yang tinggi, serta terjadi pergeseran mata pencaharian masyarakat.
5. Fathurrozi (2016)
Eksternalitas Industri di Kota Probolinggo
Deskriptif kualitatif
Industri berdampak pada
peningkatan kesempatan
kerja sehingga menurunkan
tingkat pengangguran,
polusi yang mengganggu aktivitas masyarakat dan
menurunkan tingkat
kesehatan, mencemari
sungai dan udara. 6. Polzer
(2015)
Environmental and Economical Assessment of MSW
Management in Europe : An Analysis
between the Landfill and WTE Impact
Life Cycle Assessment
(LCA)
Membuang sampah ke TPA sampah akan menimbulkan dampak bagi lingkungan. Sementara jika mengubah
sampah menjadi energy
(Waste To Energy (WTE))
akan meningkatkan nilai
ekonomi sampah. Sehingga
WTE lebih baik untuk
diterapkan dari pada hanya membuang sampah di TPA begitu saja. Selain itu daur
ulang sampah juga
diperlukan untuk
mengurangi jumlah sampah.
7. Hakami
(2016)
Environmental Externalities From Landfill Disposal And Incineration Of Waste
Deskriptif Kualitatif
Eksternalitas lingkungan dari
pembakaran sampah dan
TPA sampah memiliki
pengaruh yang besar bagi sektor ekonomi, sosial, dan
kebijakan pembangunan.
Diperlukan sebuah kebijakan
pembangunan yang
memperhatikan penanganan
sampah secara
berkelanjutan.
C. Kerangka Pemikiran
TPST Piyungan dapat berpengaruh positif terhadap masyarakat sekitar
karena dengan adanya TPST Piyungan masyarakat dapat menambah pendapatan
dengan menjadi pemulung sampah,pengepul sampah, peternak dan lain-lain.
Selain menimbulkan dampak positif keberadaan TPST Piyungan juga
memberikan dampak negatif, baik bagi aspek lingkungan fisik, sosial maupun
TPST Piyungan
Aspek Sosial
- Tata cara pergaulan
- Tingkat keamanan
- Perubahan pola
hubungan antar individu
Eksternalitas positif Aspek Ekonomi
- Kesempatan kerja
- Peningkatan
pendapatan
- Pembangunan
sarana dan prasarana
Aspek Lingkungan
- Pencemaran
lingkungan
- Gangguan
kesehatan
Eksternalitas negatif Eksternalitas
Estimasi nilai
Eksternalitas positif Eksternalitas negatif Estimasi nilai
Perbandingan nilai eksternalitas bagi masyarakat sekitar TPST Piyungan
[image:57.595.134.535.123.662.2]Meminimalkan eksternalitas negatif dan meningkatkan eksternalitas positif TPST Piyungan dengan pengelolaan TPST yang lebih baik lagi
GAMBAR 2.1. Kerangka Pemikiran (Sumber : Pahlefi, 2014 dengan modifikasi ) Nilai
36 A. Objek/Subjek Penelitian
Objek penelitian ini yaitu Tempat Pegolahan Sampah Terpadu (TPST)
Piyungan. Sementara yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah
masyarakat yang tinggal di sekitar TPST Piyungan pada radius ≤ 1 km dari lokasi
TPST Piyungan. Secara administratif lokasi penelitian meliputi Dusun Ngablak,
Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul dan Desa Bawuran,
Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul yakni tepatnya pada radius ≤ 1 km dari
TPST Piyungan. Adapun alasan peneliti memilih lokasi tersebut yakni sebagai
berikut :
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2012 Tentang
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga, yakni menyatakan bahwa jarak lokasi TPA dari permukiman lebih
dari 1 km dengan pertimbangan pencemaran lindi, kebauan, penyebaran
vektor penyakit dan aspek sosial (Pasal 23 ayat 3e). Sehingga dianjurkan
tidak ada pemukiman penduduk yang berjarak kurang dari 1 km, namun pada
kenyataannya masih banyak masyarakat yang bertempat tinggal disekitar
TPST Piyungan dengan jarak kurang dari 1 km dari TPST, sebab masyarakat
2. TPST Piyungan yang merupakan tempat pembuangan akhir sampah terluas di
Yogyakarta. TPST Piyungan menyebabkan terjadinya perubahan mata
pencaharian masyarakat yang pada awalnya bekerja sebagai petani, buruh
tani, dan buruh serabutan kini berubah menjadi pemulung, pengepul, buruh
pengepul, jasa angkut sampah dan pedagang warung makan.
3. TPST Piyungan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan/pencemaran di
sekitar TPST, seperti pencemaran udara dan pencemaran air.
4. TPST Piyungan menjadi tujuan bagi para pendatang dari berbagai daerah,
untuk mencari pekerjaan sebagai pemulung. Sehingga terjadi perpindahan
penduduk yang terpusat dan termporal di Desa Sitimulyo dan Desa Bawuran,
perpindahan penduduk ini dimungkinkan akan membawa dampak sosial bagi
masyarakat setempat.
B. Jenis Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer
adalah data yang diperoleh dengan survei lapangan yang menggunakan semua
metode pengumpulan data original. Data sekunder adalah data yang telah
dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada
masyarakat pengguna data (Kuncoro, 2013).
Data primer diperoleh melalui kuesioner, observasi dan wawancara kepada
responden yakni penduduk sekitar TPST Piyungan baik penduduk setempat
maupun pendatang yang sudah terdaftar menjadi KK di wilayah tersebut. Data
hingga bulan November 2016, meliputi observasi awal hingga pengumpulan data
menggunakan kuesioner dan wawancara.
Data sekunder adalah yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada.
Data sekunder diperoleh dari buku referensi dan dari kantor TPST Piyungan
berupa dokumen dan laporan-laporan, serta bersumber dari kantor pemerintahan
lain yang terkait dengan penelitian.
C. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode
sensus, dimana seluruh populasi digunakan sebagai sumber data (Adinata, 2011).
Responden penelitian merupakan masyarakat yang tinggal dan bermukim di
sekitar TPST Piyungan pada radius ≤ 1 km yang berjumlah 120 KK. Dalam
penelitian ini yang dijadikan sampel adalah pe